12
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sebagai sebuah ilmu, geografi mempelajari interaksi dari beberapa fenomena geosfer di alam ini. Hasil interaksi dari fenomena geosfer yang meliputi atmosfer, litosfer, hidrosfer, dan biosfer secara kontinyu menghasilkan variasi bentanglahan. Variasi bentanglahan ini telah lama dipelajari dan digunakan oleh para ahli - ahli geografi untuk mengungkap kejadian - kejadian alam. Studi ekologi bentanglahan mencakup studi tentang fenomena dan proses dalam suatu bentanglahan dalam ruang dan waktu yang mencakup komunitas tumbuhan, hewan, dan manusia. Persepsi tentang bentanglahan mempunyai arti yang berbeda tergantung pada latar belakang dan sudut pandang ketertarikan keahlian seseorang. Keberadaan bentanglahan akan berbeda dari satu wilayah terhadap wilayah lainnya dan hal ini akan mempengaruhi potensi sumberdaya dan lingkungan tempat kejadiannya. Iklim merupakan faktor utama yang dinamis dan berpengaruh pada sumberdaya alam dan lingkungan. Faktor iklim dalam kaitannya dengan bentanglahan dikaji secara bersama disebut dengan landscape climatology. Faktor iklim dapat dikaji lebih rinci mengenai unsur - unsurnya, yaitu temperatur, hujan, evapotranspirasi, kelembaban, dan angin. Dalam kaitannya dengan masyarakat vegetasi, iklim sangat berperan dalam penelitian bioklimatologi (Worosuprojo, 2004). Selanjutnya masalah perubahan iklim sangat erat kaitannya dengan keberadaan air yang banyak dipelajari oleh ahli - ahli hidrologi. Hidrologi merupakan ilmu dasar yang mempelajari masalah air di muka bumi ini. Hubungan antara hujan (faktor iklim) dengan batuan atau tanah dan tumbuhan sebagai media kelolosan air hujan yang jatuh dalam suatu sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) telah lama menjadi topik yang menarik untuk dikaji dalam hidrologi. Pada umumnya hujan yang jatuh di atas permukaan tanah akan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu sebagian menjadi limpasan permukaan (surface runoff) dan dan sebagian lagi menjadi airtanah (ground water). Sebagaimana diketahui bahwa hidrologi adalah ilmu pengetahuan alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan dan sifat air di bumi serta hubungannya dengan lingkungan (Viessman et al, 1989). Hubungan antara hujan dengan fenomena keberadaan air permukaan dan air tanah ini dapat dilihat pada Gambar.1 (Siklus Hidrologi).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83672/potongan/S3-2015... · yang sering dihadapi oleh wilayah dalam suatu DAS adalah masalah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83672/potongan/S3-2015... · yang sering dihadapi oleh wilayah dalam suatu DAS adalah masalah

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Sebagai sebuah ilmu, geografi mempelajari interaksi dari beberapa fenomena geosfer

di alam ini. Hasil interaksi dari fenomena geosfer yang meliputi atmosfer, litosfer, hidrosfer,

dan biosfer secara kontinyu menghasilkan variasi bentanglahan. Variasi bentanglahan ini

telah lama dipelajari dan digunakan oleh para ahli - ahli geografi untuk mengungkap kejadian

- kejadian alam. Studi ekologi bentanglahan mencakup studi tentang fenomena dan proses

dalam suatu bentanglahan dalam ruang dan waktu yang mencakup komunitas tumbuhan,

hewan, dan manusia. Persepsi tentang bentanglahan mempunyai arti yang berbeda

tergantung pada latar belakang dan sudut pandang ketertarikan keahlian seseorang.

Keberadaan bentanglahan akan berbeda dari satu wilayah terhadap wilayah lainnya dan hal

ini akan mempengaruhi potensi sumberdaya dan lingkungan tempat kejadiannya.

Iklim merupakan faktor utama yang dinamis dan berpengaruh pada sumberdaya alam

dan lingkungan. Faktor iklim dalam kaitannya dengan bentanglahan dikaji secara bersama

disebut dengan landscape climatology. Faktor iklim dapat dikaji lebih rinci mengenai unsur -

unsurnya, yaitu temperatur, hujan, evapotranspirasi, kelembaban, dan angin. Dalam kaitannya

dengan masyarakat vegetasi, iklim sangat berperan dalam penelitian bioklimatologi

(Worosuprojo, 2004). Selanjutnya masalah perubahan iklim sangat erat kaitannya dengan

keberadaan air yang banyak dipelajari oleh ahli - ahli hidrologi.

Hidrologi merupakan ilmu dasar yang mempelajari masalah air di muka bumi ini.

Hubungan antara hujan (faktor iklim) dengan batuan atau tanah dan tumbuhan sebagai media

kelolosan air hujan yang jatuh dalam suatu sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) telah lama

menjadi topik yang menarik untuk dikaji dalam hidrologi. Pada umumnya hujan yang jatuh di

atas permukaan tanah akan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu sebagian menjadi limpasan

permukaan (surface runoff) dan dan sebagian lagi menjadi airtanah (ground water).

Sebagaimana diketahui bahwa hidrologi adalah ilmu pengetahuan alam yang mempelajari

keberadaan, persebaran, gerak dan dan sifat air di bumi serta hubungannya dengan

lingkungan (Viessman et al, 1989). Hubungan antara hujan dengan fenomena keberadaan air

permukaan dan air tanah ini dapat dilihat pada Gambar.1 (Siklus Hidrologi).

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83672/potongan/S3-2015... · yang sering dihadapi oleh wilayah dalam suatu DAS adalah masalah

2

Sumber: www. youtube.com, 2015

Gambar 1.1. Siklus Hidrologi

Dari siklus hidrologi ini permasalahan keberadaan air di muka bumi terbagi menjadi

dua hal yang pokok yaitu kelebihan dan kekurangan air. Daerah Aliran Sungai (DAS)

merupakan wilayah tangkapan air yang sering digunakan untuk melihat problematika

(permasalahan) pemanfaatan air, baik air permukaan maupun air tanah. Permasalahan air

yang sering dihadapi oleh wilayah dalam suatu DAS adalah masalah kelebihan air (banjir)

dan masalah kekurangan air (kekeringan). Kedua masalah tersebut terjadi akibat dari suatu

kejadian yang berurutan yaitu pada musim hujan fenomena yang dijumpai adalah banjir,

seperti banjir besar yang melanda beberapa wilayah di tanah air beberapa waktu yang lalu

(misal, banjir besar di Jakarta, 2 Februari 2007 dan 15 Januari 2013) sedang pada musim

kemarau fenomena yang sering dijumpai adalah kekeringan. Kronologi kejadian banjir dan

kekeringan yang terjadi di suatu daerah sebenarnya tidak sesederhana demikian, karena

disamping iklim yang sudah menjadi input alami, namun terdapat input manajemen dan

teknologi yang diintroduksikan sehingga dapat mengganggu keseimbangan ekosistem.

Berbicara mengenai keseimbangan ekosistem Farina (1998) mengemukakan

pendapatnya tentang dinamika ekologi bentanglahan. Dinamika ekologi bentang lahan sangat

dipengaruhi oleh interaksi antara aktivitas manusia dengan alam, yang meliputi intensifikasi

pertanian, penggundulan hutan, perikanan, peternakan, pertambangan, pembangunan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83672/potongan/S3-2015... · yang sering dihadapi oleh wilayah dalam suatu DAS adalah masalah

3

perumahan dan industri. Adanya berbagai aktivitas tersebut menyebabkan pemercepatan

proses ekologi bentanglahan yang dapat berupa stres ekologi (ecological stress), bahaya

ekologi (ecological hazard), dan bencana kerusakan lingkungan (ecological disaster). Dalam

hal ini dinamika ekologi bentanglahan sangat tergantung pada beberapa faktor, yaitu (1)

frekuensi gangguan; (2) tingkat pemulihan: (3) ukuran dan agihan keruangan kejadian

gangguan, dan (4) ukuran dan agihan bentanglahan.

Jenis gangguan dalam keseimbangan suatu ekosistem dapat bermacam-macam

bentuknya. Dalam masalah perubahan iklim dikenal adanya anomali cuaca yang diakibatkan

oleh pemanasan suhu muka air laut. El Nino merupakan istilah bagi gejala memanasnya suhu

muka laut di bagian barat ekuator Lautan Pasifik yang berakibat berkurangnya jumlah hujan

di wilayah Indonesia. Fenomena kejadian El Nino ini dikenal dengan El Nino Southern

Oscilation (ENSO). Pengaruh dari adanya nilai anomali ENSO ini bagi daratan di Indonesia

adalah masalah kekeringan. Besaran nilai ENSO ini dapat dibaca dari nilai SOI (Southern

Oscilation Index). Pada gambar berikut di bawah ini dapat dilihat nilai SOI untuk wilayah

Indonesia antara tahun 2000 sampai dengan tahun 2007, dimana antara tahun 2001 – 2005

dan tahun 2007 nilai SOI cenderung negatif. Kecenderungan dari adanya nilai SOI yang

negatif tersebut yang mengakibatkan sebagian besar wilayah Indonesia mengalami defisit

hujan yang berakibat terjadinya kekeringan.

Kekeringan merupakan gambaran normal tentang iklim dan kejadiannya tidak dapat

dihindari, serta wataknya masih membingungkan para pakar dan pembuat keputusan

(decision maker). Hal itu dibuktikan dengan kenyataaan bahwa kebanyakan negara di dunia

hampir tidak ada kemajuan dalam mengelola masalah kekeringan. Sebenarnya adanya

kekeringan sulit diketahui jika tidak melihat proses secara utuh (Wisnubroto,2002).

Secara hirarki kekeringan dimulai dengan berkurangnya jumlah curah hujan

(kekeringan meteorologi) yang jatuh pada permukaan lahan (kekeringan hidrologi,

kekeringan lahan) yang selanjutnya akan mempengaruhi ketersediaan lengas tanah

(kekeringan pertanian).

Kekeringan selain disebabkan faktor alamiah (hujan, dan kondisi alami lahan) juga

diakibatkan oleh adanya perubahan penggunaan lahan dan pemanfaatan teknologi yang

kurang tepat. Kerusakan lingkungan (kekeringan) yang diakibatkan oleh kedua hal tersebut

dikarenakan adanya upaya menaikkan daya dukung lingkungan dengan menaikkan luas lahan

yang digunakan untuk pembukaan lahan pertanian yang merupakan reaksi terhadap kenaikan

kepadatan penduduk yang sangat umum terjadi. Reaksi ini merupakan kekuatan yang disebut

dengan tekanan penduduk. Usaha ini dapat dilakukan orang per orang atau pemerintah,

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83672/potongan/S3-2015... · yang sering dihadapi oleh wilayah dalam suatu DAS adalah masalah

4

seperti misalnya transmigrasi. Selanjutnya dikatakan bahwa perluasan yang dilakukan secara

orang per orang umumnya dilakukan di daerah yang dekat dengan permukimannya.

Perluasan ini pada mulanya dilakukan pada lahan yang sesuai dengan pertanian, yaitu lahan

yang datar atau berlereng landai dan subur. Hutan di dataran rendah Jawa dan Bali, misalnya

telah lama hilang dan telah berubah menjadi daerah pertanian. Lama kelamaan terambil juga

lahan yang kurang sesuai, tidak subur dan daerah yang lerengnya curam (Sumarwoto, 2004).

Sumber: http://www.bom.gov.au/climate/current/soi2.shtml.

Gambar 1.2. Southern Oscillation Index (SOI) Indonesia Tahun 2000 – 2007

Chow, 1964, mendefinisikan kekeringan sebagai berkurangnya curah hujan yang

cukup besar dan berlangsung lama yang dapat mempengaruhi kehidupan tanaman dan hewan

pada suatu daerah dan akan menyebabkan berkurangnya cadangan air untuk keperluan hidup

sehari-hari maupun untuk kebutuhan tanaman. Konotasi kekeringan untuk suatu daerah

dengan daerah di muka bumi ini akan berbeda. Di Bali, selama periode 6 hari tanpa hujan

adalah kering; di Libya, kekeringan dikenal hanya setelah 2 tahun tanpa hujan; di Mesir,

apabila dalam beberapa Sungai Nil tahun tidak mengalami banjir, dan tidak ada hujan, berati

telah terjadi kekeringan. Selanjutnya Wisnusubroto, 2002 mendefinisikan pengertian

kekeringan adalah peristiwa terjadinya kesenjangan antara ketersedian air dan kebutuhannya

di masing-masing wilayah dan tiap-tiap penggunaan.

Gonzales, et.al, 2003 mendefinisikan bahwa pada dasarnya kerentanan kekeringan di

suatu daerah meliput tiga hal yaitu: (1) kerentanan kekeringan secara meterologis

(meterological drought); (2) kerentanan kekeringan hidrologis (hydrological drought) dalam

kaitannya dengan ketersediaan air tanah permukaan (surface water) dan airtanah dalam

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83672/potongan/S3-2015... · yang sering dihadapi oleh wilayah dalam suatu DAS adalah masalah

5

(ground water); dan (3) kerentanan kekeringan pertanian (agriculture drought). Di sebagian

besar wilayah Indonesia kekeringan meteorologi (meterological drought) ditandai dengan

menurunnya jumlah curah hujan pada bulan Maret hingga Oktober. Selanjutnya kekeringan

ini berkembang menjadi kekeringan hidrologis (hydrological drought) yang ditandai dengan

menurunnya debit sungai, menurunnya permukaan air danau, waduk, telaga dan bahkan

mengeringnya sejumlah mataair. Bila musim kemarau berlangsung lebih lama maka akan

mengganggu kegiatan pertanian yang ditunjukkan oleh adanya penurunan lengas tanah (soil

moisture) dan rekahan-rekahan tanah yang menyebabkan kekeringan pertanian (agriculture

drought).

Untuk mengukur besarnya kekeringan di suatu daerah, Thornthwaite dalam ILACO

B.V., 1981, merumuskan kekeringan sebagai indeks kekeringan yang diperhitungkan

berdasarkan besarnya curah hujan tahunan dengan besarnya evapotranspirasi potensial

tahunan (kekeringan meteorologi). Kekeringan meteorologi berkaitan dengan besarnya curah hujan yang

terjadi pada keadaan normal dalam satu musim. Kekeringan meteorologi merupakan tanda awal

terjadinya kekeringan sehingga perlu dilakukan analisis sebelum tingkat kekeringan yang

semakin parah. Salah satu metode untuk melakukan analisis tersebut adalah dengan

menggunakan metode SPI (Standardized Precipitation Index). Metode SPI digunakan dalam

penelitian ini untuk menghitung defisit curah hujan pada suatu wilayah berdasarkan konsisi

normal yang seharusnya.

Kulapramote, P.et.al. 2001 dalam penelitiannya menggunakan 2 macam pendekatan

untuk mengukur kekeringan menjadi yaitu (1) secara meteorologi yang berupa rerata hujan

tahunan (annual rainfall average), frekuensi hujan harian (frequency of rainfall days), dan

jumlah evaporasi tahunan (annual evaporation), dan (2) secara hidrologis berupa potensi

airtanah yang terdiri dari debit airtanah per jam (ground water resource), panjang jalur irigasi

(irrigation area), topografi (topography), dan drainase tanah (soil drainage). Untuk

memperkuat hasil penelitiannya Kulapramote, P.et.al. 2001 menggunakan data kerapatan

vegetasi (NDVI = Normalized Difference Vegetation Index) dalam menyusun zonasi tingkat

kerentanan kekeringan di daerah penelitiaannya.

Pada umumnya kekeringan dapat terjadi akibat faktor meteorologi maupun faktor

lahan. Kekeringan meteorologi lebih sering terjadi dibanding dengan kekeringan lahan.

Penelitian mengenai kekeringan lahan terhitung masih sedikit di Indonesia. Berangkat dari

hal tersebut, penelitian ini dilakukan dengan mengaji kekeringan berdasarkan aspek lahan.

Kekeringan lahan terjadi akibat pengaruh faktor - faktor fisik seperti topografi dan batuan

yang tidak menyerap air (Suyono, 2007). Pendekatan lahan yang digunakan dalam penelitian

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83672/potongan/S3-2015... · yang sering dihadapi oleh wilayah dalam suatu DAS adalah masalah

6

ini dengan mencermati faktor kemiringan lereng, bentuklahan, geologi (batuan), jenis tanah,

hidrologi, dan vegetasi penutup.

Kekeringan telah sering terjadi di daerah yang berhulu hutan seperti di Kabupaten

Kebumen, Cilacap, dan Purworejo. Pengunahan lahan di daerah hulu wilayah tersebut

umumnya merupakan hutan tanaman pinus. Pada awalnya bagian hulu daerah tersebut

sebelumnya merupakan hutan jati dan hutan campuran, namun setelah diganti dengan

tanaman pinus maka timbul kekurangan air di bagian hilir. Perubahan pola tanaman ini

diakibatkan oleh dearah tersebut mempunyai iklim kering dengan curah hujan kurang dari

2000 mm/tahun dan ditanami dengan tanaman yang mempunyai tingkat kebutuhan air

(evapotranspirasi) yang tinggi, sehingga air yang tersisa menjadi berkurang. Akibatnya

masyarakat di bagian hilir kekurangan air terutama pada waktu musim kemarau.

Sebagian besar wilayah di Propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta

merupakan daerah yang rentan terhadap kekeringan dan permasalah kekeringan di wilayah

tersebut berbeda satu dengan lainnya. Sebagai contoh kekeringan di wilayah kabupaten

Gunung Kidul diakibatkan oleh kondisi dari batuan atau tanah yang materinya sebagian

besar berasal dari batuan gamping yang kedap air, kekeringan di wilayah kabupaten Boyolali

diakibatkan oleh adanya daerah bayangan hujan (timur laut G. Merapi), sedangkan

kekeringan di beberapa kabupaten di wilayah pesisir utara Propinsi Jawa Tengah diakibatkan

oleh berkurangnya cadangan lengas tanah pada musim kemarau (kekeringan pertanian).

Perkembangan teknik pengolahan citra satelit terutama teknik penyadapan informasi

saat ini sangat maju, terutama didukung dengan kemajuan teknologi komputer. Perubahan

tingkat kehijauan vegetasi dan kondisi kelengasan tanah yang bervariasi akan mengakibatkan

terjadinya respon spektral yang spesifik. Ada beberapa transformasi yang dikembangkan

dalam pengolahan data digital citra penginderaan jauh untuk menyadap informasi perubahan

tingkat kehijauan vegetasi dan kelengasan tanah. Berdasarkan hubungan kausal antara

perubahan tingkat kehijauan vegetasi dan kelengasan tanah dengan kekeringan di atas, maka

distribusi daerah rentan kekeringan dapat didekati dengan penyadapan informasi perubahan

tingkat kehijauan vegetasi dan kelengasan tanah melalui transformasi matematis data digital

citra penginderaan jauh yang sesuai.

Selain itu data penginderaan jauh memiliki kelebihan dalam hal waktu pengamatan

yang real time dan kecilnya human error dibandingkan data pengamatan langsung di

lapangan. Dalam terapannya secara operasional penggunaan data penginderaan jauh juga

memiliki kelebihan antara lain memberikan data spesifik yang terkadang tidak dapat

diberikan dari sumber data lainnya, pengumpulan data tanpa banyak kerja lapangan dengan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83672/potongan/S3-2015... · yang sering dihadapi oleh wilayah dalam suatu DAS adalah masalah

7

hasil yang lebih cepat dan murah serta memungkinkan pengumpulan data pada medan yang

tidak memungkinkan (Howard, 1991).

Salah satu upaya yang dilakukan oleh beberapa peneliti untuk mengungkap masalah

kekeringan dengan deteksi dini dan pemantauan kekeringan dengan teknologi penginderaan

jauh telah banyak dilakukan. Metode yang dikembangkan untuk keperluan ini diantaranya

adalah dengan menggunakan nilai NDVI (Normalized Difference Vegetation Index), TVDI

(Temperature Vegetation Dryness Index), NDWI (Normalized Different Water Index), SAVI

(Soil Adjusted Vegetaion Index), brightness index, dan greeness index. Penggunaan NDVI

lebih memfokuskan pada nilai kerapatan vegetasi, TVDI lebih memfokuskan pada hubungan

antara kerapatan vegetasi dengan temperatur permukaan, NDWI lebih menekankan pada

keberadaan air pada tumbuhan, sedang SAVI lebih memfokuskan pada hubungan antara

kerapatan vegetasi dengan sifat kelengasan tanah. Pada penelitian lain, Ghulam, et.al, 2007

mengemukakan pendapatnya tentang indeks kekeringan, VCADI (Vegetation Condition

Albedo Drought Index) yang merupakan fungsi dari pola spektral kelengasan tanah dengan

indeks vegetasi.

Untuk keperluan kajian pada skala regional telah dikenal suatu citra satelit yang

mempunyai kemampuan yang dapat diandalkan, yaitu citra MODIS. Citra MODIS

merupakan citra satelit hiperspektral generasi baru yang digunakan untuk pengamatan daratan

dan perairan. Informasi yang dapat dihasilkan dari pemanfaatan citra MODIS antara lain

berupa identifikasi dan estimasi luas areal yang terkena dampak kekeringan yang sangat

dibutuhkan untuk mengetahui secara pasti posisi/sebaran suatu daerah yang dapat

diklasifikasikan dalam unit area, mengetahui sejauh mana potensi kekeringan suatu daerah

secara spasial, mengetahui nilai proyeksi kekeringan daerah dan untuk perencanaan daerah

khususnya dari sektor pertanian.

Selain itu untuk zonasi kekeringan akan lebih tampak jelas apabila menggunakan

pendekatan bentuk lahan yang dapat disadap dari citra SRTM (Shuttle Radar Topography

Mission). SRTM merupakan proyek kerjasama antara National Imagery and Mapping

Angency (NIMA) and NASA untuk pemetaan dunia dalam bentuk tiga dimensi. Selain itu

SRTM juga digunakan untuk melengkapi data base digital topografi dengan resolusi tinggi

dari permukaan bumi.Zonasi kekeringan yang terbentuk dari overlay data kekeringan dari

citra MODIS dengan zonasi bentuk lahan dari citra SRTM akan menghasilkan kesan tiga

dimensional yang akan memudahkan untuk keperluan analisis.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83672/potongan/S3-2015... · yang sering dihadapi oleh wilayah dalam suatu DAS adalah masalah

8

Regional Workshop on Cooperative Mechanism in Space Technology Application for Natural Disaster Management, 5-6th June, Beijing, China

Chandrasekar. K NRSA/ISRO, India

SATELLITE MONITORING OF AGRICULTURAL DROUGHT

Ground water

Storage

Surface

Storage

Runoff

Rain

Infiltration &

Percolation

Satellite Sensors

Evapo transpiration

Biophysical Parameters

Vegetation Index

Agricultural

Drought

Meteorological

Drought

Hydrological

Drought

Runoff

Sumber: www.nrsc.gov.in

Gambar 1.3. Model Monitoring Kekeringan Pertanian di India dengan menggunakan

data citra satelit

Kemajuan teknologi penginderaan jauh dapat mempermudah penelitian yang

dilakukan dengan cakupan yang luas. Kemudahan tersebut salah satunya diperoleh dari Citra

Landsat 8 / LDCM (Landsat Data Continuity Mission) yang relatif masih baru. Keunggulan

Landsat 8 dapat dimanfaatkan untuk berbagai kajian dan aplikasi, salah satunya untuk kajian

kekeringan. Citra Landsat 8 tersedia secara multitemporal, sehingga memungkinkan

dilakukan analisis dengan waktu berurutan. Parameter fisik yang berpengaruh terhadap

kerawanan kekeringan dapat diekstrak dari citra Landsat 8 tersebut. Informasi faktor – faktor

lahan dapat diturunkan dari citra tersebut.

Untuk memudahkan dalam pengolahan data, manipulasi dan analisis data, dan

penayangan data diperlukan suatu sistem yang handal, yaitu sistem informasi geografis (SIG)

yang merupakan suatu sistem yang terpadu antara manusia, mesin dan prosedur untuk

mengorganisasi suatu proses dan kontrol terhadap masukan yang menghasilkan luaran. Data

masukan pada sistem infprmasi geografis adalah berupa data keruangan yang bereferensi

geografis (geo refference). SIG (Sistem Informasi Geografis) memberikan kemudahan untuk

pemrosesan dan analisis data spasial dalam upaya estimasi daerah rawan banjir. Integrasi

citra satelit MODIS dengan SIG mampu menentukan di mana daerah rawan genangan banjir

dan rawan kekeringan, bahkan daerah rawan penyakit yang terkait dengan kesehatan

lingkungan. Dengan melakukan integrasi antara dua teknologi, yaitu Penginderaan Jauh dan

Sistem Informasi Geografis maka pembuatan peta yang meliputi input data, klasifikasi data,

tumpang susun peta (overlay), manipulasi dan analisis data serta presentasi data dapat

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83672/potongan/S3-2015... · yang sering dihadapi oleh wilayah dalam suatu DAS adalah masalah

9

dilakukan dengan mudah dan cepat apabila ada kekurangan dan kesalahan dapat ditambah

dan diperbaiki dengan cepat, sehingga

dapat menghemat waktu dan tenaga serta biaya.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan uji coba penggunaan

teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis (SIG) untuk penyusunan model

estimasi kerentanan kekeringan suatu daerah untuk membantu mengatasi permasalahan

kekeringan yang setiap tahun terjadi. Variasi kerentanan kekeringan daerah tersebut dapat

diketahui dengan menggunakan data hujan (kekeringan meteorologi), data hidrologis (air

permukaan dan air tanah), kondisi lahannya untuk melihat kekeringan lahan (bentuk lahan,

lereng, drainase permukaan, dan tutupan lahan) yang dipadukan dengan pendekatan

kerapatan vegetasi dan suhu permukaan tanah yang diperoleh dari citra penginderaan jauh

(MODIS) untuk melihat tingkat kerentanan kekeringan pertanian.

Telah disebutkan di atas bahwa kerentanan kekeringan dapat diprediksi dari berbagai

cara baik dari aspek meteorologi (hujan), hidrologi, fisik lahan, maupun tutupan lahannya.

Pada perkembangan saat ini dengan kemajuan di bidang penginderaan jauh telah banyak

dilakukan berbagai penelitian untuk prediksi kerentanan kekeringan pertanian diantaranya

adalah dengan menggunakan pendekatan tingkat kerapatan vegetasi (NDVI), keberadaan air

yang diperlukan oleh tumbuhan (NDWI), kelengasan tanah (SAVI), hubungan antara

kerapatan vegetasi dengan temperatur permukaan (TVDI), dan hubungan antara kerapatan

vegetasi dengan kelengasan tanah (VCADI).

Melihat kondisi geografis wilayah Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa

Yogyakarta yang mempunyai variasi topografi dan hujan yang beragam maka berbagai

macam tipe kekeringan dapat dijumpai di kedua wilayah tersebut, sehingga metode zonasi

kerentanan kekeringan meteorologi, kerentanan kekeringan lahan dan kerentanan kekeringan

pertanian dapat dicobakan di wilayah tersebut. Masing-masing metode tersebut tentunya akan

mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Sebagai contoh kerentanan kekeringan

meteorologi dan kerentanan kekeringan lahan di suatu wilayah terkadang menunjukkan hasil

dan sebaran spasial yang berbeda. Di daerah Kulonprogo bagian selatan secara meteorologi

kemungkinan dapat termasuk ke dalam daerah dengan indeks kerentanan kekeringan tinggi,

tetapi secara geomorfologi atau fisik lahan daerah ini akan mengalami surplus air karena

tanah dan batuannya yang mempunyai porositas dan permeabilitas yang tinggi akan dapat

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83672/potongan/S3-2015... · yang sering dihadapi oleh wilayah dalam suatu DAS adalah masalah

10

menyimpan air dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan di tempat lain. Demikian pula

keadaan yang terjadi di Kabupaten Gunungkidul yang mana curah hujan di wilayah ini relatif

tinggi, namun dalam kenyataannya daerahnya relatif kering karena tanah dan batuannya tidak

dapat menyimpan air.

Ketersediaan data atau informasi merupakan bagian terpenting dalam membangun

suatu sistem informasi yang akurat untuk mendukung perencanaan yang tepat. Dalam kaitan

ini dibutuhkan suatu basis data yang tidak hanya lengkap tetapi juga mudah diakses serta

didukung oleh perangkat yang handal. Mengacu pada konsep kecepatan, ketepatan, akurasi

dan konsistensi data atau informasi untuk suatu kegiatan atau perencanaan dan pengambilan

keputusan yang tepat, maka pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dan SIG adalah sangat

penting.

Bertitik tolak dari hal tersebut, perlu dirumuskan beberapa permasalahan berkaitan

dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana dan sejauh mana kemampuan citra penginderaan jauh untuk perolehan

data atau parameter karakteristik lahan dalam tinjauan aspek kekeringan

meteorologi, lahan dan pertanian untuk pemetaan kerentanan kekeringan.

2. Bagaimana dan sejauh mana tingkat dan jenis atau tipe kerentanan kekeringan

dalam tinjauan aspek kekeringan meteorologi, lahan dan pertanian.

3. Bagaimana dan sejauh mana kehandalan model kerentanan kekeringan dengan

mendasarkan pada aspek meteorologi, lahan dan pertanian sebagai dasar untuk

menentukan jenis atau tipe kerentanan kekeringan suatu wilayah

Mendasarkan pada latar belakang dan permasalahan di atas, maka penulis melakukan

penelitian dengan judul : Integrasi Citra Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi

Geografis untuk Penyusunan Model Kerentanan Kekeringan (Kasus di Provinsi Jawa

Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta). Alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah

dikarekanan a). pada kedua propinsi ini ada beberapa tempat yang mempunyai kekeringan

yang tegas, b). secara regional dua propinsi ini sudah representatif memakili.

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun model estimasi

kerentanan kekeringan di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarata dengan

bantuan integrasi data MODIS dan data sekunder lainnya yaitu:

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83672/potongan/S3-2015... · yang sering dihadapi oleh wilayah dalam suatu DAS adalah masalah

11

1. Mengkaji kemampuan citra penginderaan jauh untuk perolehan data atau parameter

karakteristik lahan untuk estimasi tingkat dan tipe kerentanan kekeringan.

2. Menganalisis tingkat dan tipe kerentanan kekeringan berdasarkan data atau parameter

karakteristik lahan dalam tinjauan aspek kekeringan meteorologi, lahan dan pertanian

dengan menggunakan sistem informasi geografis (SIG).

3. Menyusun model kerentanan kekeringan dalam tinjauan aspek meteorologi, lahan dan

pertanian sebagai dasar untuk pemantauan dan pengendalian kekeringan suatu wilayah.

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tinjauan ilmiah akademik, hasil penelitian ini diharapkan dapat

mengembangkan konsep pemrosesan citra digital data penginderaan jauh dan untuk lebih

memperkaya pengetahuan tentang aplikasi data penginderaan jauh di bidang kerentanan

bencana, khususnya untuk estimasi kerentanan kekeringan.

Berdasarkan tinjauan pragmatis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memecahkan

masalah kekeringan dengan tersedianya sarana monitoring guna mendukung perencanaan dan

kebijakan di bidang terkait.

1.5. Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian biasanya diukur dari tingkat orisinilitas hasil penelitian terhadap

penelitian sejenis yang pernah dilakukakan oleh pakar (peneliti) terdahulu. Pada rencana

penelitian ini perbandingan penelitian ini dengan penelitian lain yang sejenis ditunjukkan

pada Tabel 1.1. Perbedaan-perbedaan yang mendasar antara penelitian yang dilakukan

sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis dapat dapat dibedakan menurut

metode penelitian dan jenis citra penginderaan jauh yang digunakan. Pada sebagian besar

penelitian sebelumnya metode yang digunakan berbeda, kebanyakan pada penelitian-

penelitian tersebut digunakan teknik transformasi indeks vegetasi empiris dengan metode

korelasi empiris antara nilai indeks citra dengan nilai kerapatan vegetasi di lapangan,

sedangkan pada penelitian ini disamping menggunakan metode indeks vegetasi empiris akan

digunakan pula berbagai metode transformasi untuk mengetahui masalah kekeringan.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83672/potongan/S3-2015... · yang sering dihadapi oleh wilayah dalam suatu DAS adalah masalah

12

Tabel 1.1. Perbandingan Beberapa Penelitian Kerentanan Kekeringan

Peneliti Tahun Lokasi Pendekatan Teknik Hasil

Mongkolsawat, C, et al 2001 Northeast

Thailand

Evaluasi daerah

rentan kekeringan

dengan

memperhatikan

parameter hujan,

hidrologi, dan fisik

lahan

Interpretasi visual dan

digital citra Landsat TM

serta survei lapangan

memanfaatkan GIS

Peta zonasi rentan

kekeringan

Kulapramote, P.et.al. 2001 Provinsi Lop

Buri Thailand

Evaluasi daerah

rentan kekeringan

dengan

memperhatikan

parameter

meteorologi dan

fisik lahan dan

NDVI

Zonasi rentan kekeringan

dengan parameter

meteorologi dan fisik

lahan

Interpreatasi digital citra

JERS-OPS

Peta zonasi rentan

kekeringan

pertanian

Sofan, P 2007 Propinsi Jambi

Sumatera

Indeks kekeringan

dengan

menggunakan

perbedaan

temperatur dan

vegetasi (TDVI)

Integrasi indeks vegetasi

yang diperluas (EVI) dan

temperatur permukaan

tanah (Ts)

Interpretasi data digital

citra MODIS secara

temporal

Peta zonasi rentan

kekeringan

pertanian

Suprap Ghulam 2007 Ningxia

Huizu, China

Indeks Kekeringan

VCADI yang

merupakan

hubungan antara

transformasi indeks

vegetasi (NDVI)

dengan kelengasan

tanah (soil moisture)

Interpretasi digital citra

Landsat TM, ETM+, dan

MODIS

Peta zonasi rentan

kekeringan

Wan, Z., et al 2004 Southern Great

Plains, USA

Indeks Kekeringan

VTCI yang

merupakan

hubungan antara

transformasi indeks

vegetasi (NDVI)

dengan dengan suhu

permukaan tanah

(LST)

Interpretasi digital citra

MODIS

Peta zonasi rentan

kekeringan

pertanian

Suyono 2004 SWS Pemali-

Comal Jawa

Tengah

Indeks kekeringan

Geomorfologi Overlay peta-peta

kemiringan lereng, bentuk

lahan, batuan, tanah, dan

AWC

Peta kekeringan

geomorfologi

Sudaryatno 2015 Provinsi Jawa

Tengah dan

Daerah

Istimewa

Yogyakarta

Meterologis dan

fisik lahan

fisik lahan tanah

Indeks vegetasi

(NDVI)

Zonasi rentan kekeringan

dengan parameter

meteorologi, fisik lahan,

dan pertanian

Interpreatsi digital data

MODIS

dilengkapi data lapangan

Peta Zonasi

rentan kekeringan

meteorologi,

lahan dan

pertanian

Sumber : Dari berbagai referensi, 2014