25
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat, keluarga, swasta, maupun pemerintah. Pembangunan kesehatan sebuah wilayah akan mencapai keberhasilan ketika seluruh sektor berkontribusi berdasarkan fungsi dan peranannya masing-masing. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kemauan, kesadaran, dan kemampuan hidup sehat bagi seluruh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Setiap pribadi memiliki kewajiban turut serta dalam meningkatkan dan memelihara kesehatan baik perseorangan, keluarga, maupun masyarakat. Mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat tentu saja perlu dilakukan dengan beragam upaya, antara lain melalui pendekatan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), serta pemulihan kesehatan (rehabilitatif), dimana upaya-upaya tersebut hendaknya dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan, (Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen, 2011). Disisi lain, penyediaan sarana kesehatan merupakan salah satu upaya yang juga penting dilakukan untuk membantu memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan di suatu wilayah. Puskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan kegiatan promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya, (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat). Pasal 9 dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, menyebutkan 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi dalam pendirian Puskesmas, di antaranya yaitu Puskesmas harus didirikan pada setiap kecamatan; dalam kondisi tertentu, pada 1 (satu) kecamatan dapat didirikan lebih dari 1 (satu) Puskesmas; kondisi tertentu tersebut dapat ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82658/potongan/S1...upaya, antara lain melalui pendekatan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan

  • Upload
    lyque

  • View
    220

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kesehatan merupakan tanggung jawab bersama dari setiap individu,

masyarakat, keluarga, swasta, maupun pemerintah. Pembangunan kesehatan

sebuah wilayah akan mencapai keberhasilan ketika seluruh sektor berkontribusi

berdasarkan fungsi dan peranannya masing-masing. Pembangunan kesehatan

bertujuan untuk meningkatkan kemauan, kesadaran, dan kemampuan hidup sehat

bagi seluruh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Setiap pribadi memiliki kewajiban turut serta dalam meningkatkan dan memelihara

kesehatan baik perseorangan, keluarga, maupun masyarakat. Mewujudkan derajat

kesehatan yang optimal bagi masyarakat tentu saja perlu dilakukan dengan beragam

upaya, antara lain melalui pendekatan peningkatan kesehatan (promotif),

pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), serta pemulihan

kesehatan (rehabilitatif), dimana upaya-upaya tersebut hendaknya dilakukan secara

menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan, (Profil Kesehatan Kabupaten

Kebumen, 2011). Disisi lain, penyediaan sarana kesehatan merupakan salah satu

upaya yang juga penting dilakukan untuk membantu memelihara dan meningkatkan

derajat kesehatan di suatu wilayah. Puskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat

merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih

mengutamakan kegiatan promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya, (Peraturan Menteri

Kesehatan RI No. 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat).

Pasal 9 dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 tahun 2014 tentang

Pusat Kesehatan Masyarakat, menyebutkan 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi

dalam pendirian Puskesmas, di antaranya yaitu Puskesmas harus didirikan pada

setiap kecamatan; dalam kondisi tertentu, pada 1 (satu) kecamatan dapat didirikan

lebih dari 1 (satu) Puskesmas; kondisi tertentu tersebut dapat ditetapkan

2

berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk, dan

aksesibilitas; serta pendirian Puskesmas harus memenuhi persyaratan lokasi,

bangunan, prasarana, peralatan kesehatan, ketenagaan, kefarmasian, dan

laboratorium. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam hal ini menjadi satuan kerja

pemerintahan daerah kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

urusan pemerintahan dalam bidang kesehatan di kabupaten/kota; termasuk dalam

mengambil keputusan untuk pendirian Pusat Kesehatan Masyarakat atau

Puskesmas.

Menurut Daldjoeni (1998), lokasi merupakan posisi pasti dalam sebuah

ruang. Dalam geografi, lokasi memiliki dua makna yaitu lokasi absolut dan lokasi

relatif. Lokasi absolut didefinisikan sebagai lokasi di permukaan bumi yang

ditentukan oleh sistem koordinat garis bujur dan garis lintang. Sedangkan lokasi

relatif adalah lokasi suatu objek yang nilainya ditentukan oleh objek-objek lain

yang ada di sekelilingnya. Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Peraturan Menteri

Kesehatan RI No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas, lokasi pendirian Puskesmas

harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Geografis;

2. Aksesibilas untuk jalur transportasi;

3. Kontur tanah;

4. Fasilitas parkir;

5. Fasilitas keamanan;

6. Ketersediaan utilitas publik;

7. Pengelolaan kesehatan lingkungan; dan

8. Kondisi lainnya.

Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas baru dalam penelitian ini

didefinisikan sebagai penambahan unit Puskesmas dalam satu wilayah kerja.

Penambahan unit Puskesmas didasarkan pada beberapa faktor, salah satunya

berdasarkan angka kunjungan pasien dalam suatu Puskesmas. BPJS Kesehatan

(Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) yang mulai diberlakukan per

3

tanggal 1 Januari 2014 sebagai lembaga yang menyelenggarakan jaminan kesehatan

bagi seluruh masyarakat Indonesia dinilai sangat mempengaruhi peningkatan angka

kunjungan pasien Puskesmas; sehingga tidak sedikit Puskesmas yang kewalahan

menangani lonjakan pasien.

Dalam suatu tatanan otonomi daerah di bidang kesehatan, kualitas Sistem

Informasi Kesehatan di wilayah kabupaten/kota tentu sangat menentukan kualitas

Sistem Informasi Kesehatan di tingkat yang lebih tinggi (Regional/Nasional).

Sistem Informasi Kesehatan di dalam tingkat kabupaten nantinya akan memberikan

arah dalam penentuan kebijakan serta pengambilan keputusan di kabupaten

berdasarkan fakta yang ada (DSS/Decision Support System). Di bidang geografi,

khususnya dalam Sistem Informasi Geografi, penentuan lokasi baru untuk sarana

fasilitas pelayanan kesehatan berupa Puskesmas merupakan salah satu terapan yang

diharapkan dapat bermanfaat dalam membantu mengambil kebijakan secara efektif

dan efisien oleh para pengambil keputusan.

Sarana atau fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah Kabupaten Kebumen

meliputi fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan rujukan.

Fasilitas kesehatan di Kabupaten Kebumen terdiri atas tiga sarana, yaitu

Puskesmas, Rumah Sakit, dan sarana kesehatan yang bersumberdaya masyarakat

(Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen, 2012). Berikut ini merupakan daftar sarana

pelayanan kesehatan dasar di Kabupaten Kebumen:

Tabel 1.1 Sarana Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Kebumen Tahun 2012

No Sarana Kesehatan Jumlah

1. Rumah Sakit Umum 10

2. Rumah Sakit Khusus 3

3. Puskesmas Rawat Inap 10

4. Puskesmas Non Rawat Inap 25

Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen Tahun 2012, Dinas Kesehatan

Kabupaten Kebumen, 2013.

4

Kabupaten Kebumen sebagai salah satu kabupaten yang potensial di Provinsi

Jawa Tengah, terus mengalami pertumbuhan penduduk yang diiringi dengan

berkembangnya aktivitas masyarakat di berbagai bidang seperti pertanian,

perikanan, dan pariwisata. Kabupaten Kebumen merupakan kabupaten yang

memiliki konsentrasi penduduk yang berbeda di setiap kecamatan. Hal tersebut

tentu mempengaruhi persebaran beberapa fasilitas penunjang aktivitas kehidupan

masyarakat, dalam hal ini fasilitas kesehatan. Di tingkat kabupaten, fasilitas

kesehatan yang paling mudah dijangkau oleh masyarakat salah satunya ialah

Puskesmas. Sejauh ini di Kabupaten Kebumen belum dapat diketahui secara spasial

mengenai persebaran fasilitas kesehatan, khususnya Puskesmas. Contohnya di

dalam peta Rupabumi Indonesia, data fasilitas kesehatan hanya diklasifikasikan

menjadi rumah sakit saja dengan simbol objek berupa tanda plus (+). Sedangkan

fasilitas kesehatan yang lain seperti Puskesmas, atau klinik tidak ditampilkan dalam

simbol yang berbeda. Tentu saja hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa aspek

kartografis, salah satunya generalisasi. Maka dari itulah, untuk peta tematik yang

khusus mengkaji distribusi Puskesmas perlu memperhatikan mengenai klasifikasi

simbol objek tersebut.

Ketersediaan peta yang menyajikan informasi fasilitas kesehatan sejauh ini

pun dirasa belum begitu maksimal baik dari segi penyajiannya maupun dari

informasi data yang disajikan. Hal tersebut dapat dilihat dari belum adanya peta

tematik mengenai Puskesmas yang disediakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten

Kebumen dan baru sebatas data tabular mengenai lokasi Puskesmas yang ada di

wilayah tersebut. Informasi mengenai sebaran lokasi Puskesmas di Kabupaten

Kebumen sejauh ini baru bisa diperoleh melalui peta Rupabumi Indonesia (RBI).

Seperti yang diketahui, sejak tahun 1995 hingga saat ini belum ada pembaharuan

atau updating peta Rupabumi Indonesia secara resmi dari Badan Informasi

Geospasial (BIG). Karena hal tersebut, baik data Puskesmas, maupun objek lain

yang terdapat pada peta tersebut tentunya mengalami banyak perubahan dalam

kurun waktu 19 tahun terakhir.

5

Dengan semakin berkembangnya aktivitas masyarakat, terlebih adanya

fenomena BPJS yang mempengaruhi angka kunjungan pasien di Puskesmas

khususnya di Kabupaten Kebumen, maka kebutuhan sarana Puskesmas tentunya

semakin meningkat pula. Oleh karena itu perlu adanya analisa dan rekomendasi

penentuan lokasi Puskesmas baru di Kabupaten Kebumen. Menentukan atau

memberikan rekomendasi mengenai lokasi Puskesmas baru tentunya melalui

banyak pertimbangan. Adapun hal-hal yang diperhatikan dalam menentukan lokasi

Puskesmas yang baru di Kabupaten Kebumen di antaranya: jumlah penduduk, lebar

jalan, jarak antara Puskesmas dengan Permukiman, jarak antar-Puskesmas, dan

penggunaan lahan.

Seperti yang telah disebutkan di awal, dalam rangka pemenuhan kebutuhan

masyarakat akan sarana Puskesmas; maka diperlukan sebuah analisis atau

perencanaan lokasi Puskesmas baru yang disesuaikan dengan kriteria yang

diperhatikan. Sistem Informasi Geografis atau SIG merupakan sebuah sistem yang

mampu menyajikan pola persebaran Puskesmas untuk dapat diketahui dan

dianalisa. Penggunaan ilmu Kartografi dan SIG saat ini telah berkembang dan dapat

dimanfaatkan untuk berbagai hal, tidak terkecuali dalam hal pemetaan, pemodelan

spasial, serta pengambilan keputusan (DSS/Decision Support System) untuk

menentukan lokasi baru suatu objek, dalam hal ini Puskesmas di Kabupaten

Kebumen. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan

lokasi baru suatu objek dalam sistem pengambilan keputusan, salah satunya dengan

metode Analytical Hierarchy Process (AHP). AHP lebih sering digunakan sebagai

metode pemecahan masalah dibandingkan dengan metode yang lain karena alasan-

alasan sebagai berikut:

1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih, sampai

pada subkriteria yang paling dalam.

2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi

berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.

6

3. Memperhitungkan daya tahan output atau hasil akhir analisis sensitivitas

pengambilan keputusan.

1.2. Perumusan Masalah

Kabupaten Kebumen sebagai salah satu kabupaten yang potensial di Provinsi

Jawa Tengah, terus mengalami pertumbuhan penduduk yang diiringi dengan

berkembangnya aktivitas masyarakat di berbagai bidang seperti pertanian,

perikanan, dan pariwisata. Perkembangan aktivitas masyarakat tersebut tentu harus

diimbangi dengan penyediaan sarana atau fasilitas pelayanan yang memadai,

khususnya dalam hal ini sarana kesehatan. Oleh karena itu, beberapa permasalahan

yang mungkin muncul adalah sebagai berikut:

1. Kurangnya informasi mengenai sebaran lokasi sarana kesehatan, khususnya

puskesmas yang ada di Kabupaten Kebumen secara spasial.

2. Ketersediaan peta tematik yang menyajikan data sarana kesehatan puskesmas

untuk wilayah kajian belum tercukupi secara optimal (data yang ada baru

tersedia dalam bentuk tabular) dan pembaharuan atau updating peta belum

sampai mendetil ke wilayah regional khususnya di wilayah yang akan dikaji.

Penentuan lokasi baru puskesmas dilakukan dengan maksud untuk

memberikan masukan kepada pengambil keputusan dalam upaya meningkatkan

derajat kesehatan di wilayah Kabupaten Kebumen. Sehubungan dengan

permasalahan di atas, maka muncul dua pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah sebaran puskesmas di Kabupaten Kebumen saat ini?

2. Apakah metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dapat memberikan

penentuan lokasi puskesmas baru dengan sebaran yang merata?

Permasalahan tersebut di atas dapat dijawab dengan melakukan penelitian yang

berjudul:

Penentuan Lokasi Puskesmas Baru Menggunakan Analitycal Hierarchy

Process Studi Kasus Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah

7

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah:

1. Menyusun Peta Sebaran Puskesmas di Kabupaten Kebumen saat ini (tahun

2014).

2. Melakukan analisis untuk menentukan lokasi Puskesmas baru di Kabupaten

Kebumen menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Peta sebaran fasilitas kesehatan yang dihasilkan diharapkan dapat memberi

gambaran, masukan dan manfaat untuk kajian selanjutnya yang berkaitan

dengan fasilitas kesehatan khususnya yang berkaitan dengan Puskesmas di

Kabupaten Kebumen.

2. Dapat memberikan gambaran mengenai daerah atau lokasi yang perlu

dilakukan upaya perbaikan sarana kesehatan.

1.5. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian

pertama telaah kepustakaan dan bagian kedua mengenai penelitian sebelumnya

yang akan dijabarkan sebagai berikut.

1.5.1. Telaah Kepustakaan

- Sistem Informasi Geografi

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem berbasis komputer

yang mampu menangani data bereferensi geografi yaitu data masukan atau input

data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali), manipulasi dan

analisis data, serta keluaran sebagai hasil akhir (output). Hasil akhir (output) dapat

dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan

8

dengan geografi (Aronoff, 1989 dalam Sutanto 1986). SIG juga merupakan sistem

berbasis komputer yang digunakan untuk memasukan, menyimpan, mengelola,

menganalisis dan mengaktifkan kembali data yang mempunyai referensi keruangan

untuk berbagai tujuan yang berkaitan dengan pemetaan dan perencanaan

(Burrough, 1986).

Secara umum, SIG dapat diartikan sebagai suatu komponen yang terdiri atas

perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), data geografis serta

sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukan,

menyimpan, mengolah, memperbaharui, memperbaiki, mengelola,

mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa serta menampilkan data dalam

suatu informasi berbasis geografis.

SIG dalam pembahasan berikutnya akan selalu diasosiasikan dengan sistem

yang berbasis komputer, walaupun sebenarnya SIG dapat pula dikerjakan secara

manual, SIG berbasis komputer akan sangat membantu ketika data geografis

merupakan data yang dalam jumlah dan ukurannya tergolong besar dan terdiri atas

banyak tema yang saling berkaitan. SIG memiliki kemampuan untuk

menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di Bumi,

menggabungkannya, menganalisa dan kemudian pada akhirnya memetakan

hasilnya. Data yang diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu data yang

berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat

tertentu sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab

beberapa pertanyaan seperti; lokasi, kondisi, tren, pola dan pemodelan.

Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya.

9

Sistem Informasi Geografis (SIG) terdiri atas beberapa subsistem,

diantaranya: data input, data output, data management, serta data manipulasi dan

analisis. Di dalam SIG terdapat beberapa komponen sebagai berikut:

1. Perangkat keras / Hardware

Perangkat keras atau hardware yang sering digunakan antara lain digitizer,

scanner atau pemindai, Central Processing Unit (CPU), mouse, printer, dan

plotter.

2. Perangkat lunak / Software

Software atau perangkat lunak yang dapat digunakan dalam pengolahan data

geografis diantaranya ArcGIS, ArcView, Idrisi, ILWIS, MapInfo, dan masih

banyak lainnya.

3. Data dan informasi geografi

Data dan informasi geografi yang diperlukan baik secara langsung dengan

cara melakukan digitasi data spasial dari peta kemudian memasukkan data

atributnya ke dalam tabel, maupun secara tidak langsung dengan cara meng-

import data dari perangkat-perangkat lunak SIG yang lain.

Data Manipulation Analysis

SIG Data

Input

Data

Output

Data

Management

Gambar 1.1 Skema Subsistem SIG

10

4. Pengguna / User

Teknologi GIS tidak akan bermanfaat tanpa adanya sumberdaya manusia

yang mengelola sistem dan membangun perencanaan yang dapat

diaplikasikan sesuai dengan kondisi nyata. Suatu proyek SIG akan berhasil

jika dikeloka dengan baik dan dikerjakan oleh orang-orang yang memiliki

keahlian yang tepat pada setiap tingkatan.

Menurut Anon (2003, dalam As Syakur 2007), ada beberapa hal yang menjadi

dasar mengapa SIG perlu digunakan, diantaranya:

1. SIG menggunakan data spasial maupun atribut secara terintegrasi.

2. SIG mampu memisahkan antara basis data dan bentuk presentasi.

3. SIG mampu menguraikan unsur-unsur yang ada di permukaan Bumi ke dalam

beberapa layer atau coverage data spasial.

4. SIG mampu menyajikan visualisasi data spasial berikut atributnya dengan

sangat baik.

5. Semua operasi SIG dapat dilakukan secara interaktif.

6. Dengan mudah SIG dapat menghasilkan peta-peta tematik.

7. SIG sangat membantu pekerjaan yang terkait erat dengan bidang spasial dan

geoinformatika.

- Kartografi

Kartografi menurut ICA (dalam Sukwardjono 1997), merupakan seni, ilmu

pengetahuan dan teknologi tentang pembuatan peta-peta, yang mencakup studinya

sebagai dokumen ilmiah dan hasil karya seni. Peta merupakan sebuah gambaran

atau representasi kenampakan-kenampakan atau unsur-unsur abstrak yang telah

dipilih dari permukaan bumi atau benda-benda di ruang angkasa. Dalam pembuatan

peta terdapat beberapa tahapan, diantaranya:

11

1. Tahap pengumpulan data

Terdapat beberapa cara dalam mengumpulkan data, yaitu:

a. Secara langsung (Terrestrial)

Pengukuran dilakukan secara langsung ke lapangan dengan menggunakan

alat ukur, misalnya kompas, GPS, dan alat ukur lainnya atau melakukan

pengamatan informasi maupun wawancara dengan masyarakat setempat.

b. Secara tidak langsung

Menggunakan data-data yang sudah ada sebelumnya atau menggunakan

peta dasar.

2. Tahap pengolahan data

Data yang telah diperoleh kemudian dikelompokkan menjadi data kualitatif

atau data kuantitatif dan selanjutnya diolah sesuai dengan tujuan pembuatan

peta.

3. Tahap penyajian data

Merupakan tahapan penyajian peta dari data yang telah diolah dengan

melakukan layouting, mencakup simbolisasi dan pemberian informasi tepi

peta.

4. Tahap penggunaan data

Menentukan baik atau tidaknya sebuah peta, dan menentukan keberhasilan

pembuatan sebuah peta. Tahapan ini sekaligus dapat menguji si pembuat peta,

apakah peta yang dibuat dapat dimengerti oleh pengguna atau tidak. Tentunya

peta yang baik adalah peta yang mampu dimengerti dengan mudah oleh

penerima informasi atau pengguna peta tersebut.

12

Komponen-komponen dalam informasi peta mencakup beberapa hal seperti

berikut:

a. Judul peta, merupakan informasi yang mencerminkan isi peta.

b. Skala peta, yaitu perbandingan jarak di peta dengan jarak sebenarnya.

𝑆𝑘𝑎𝑙𝑎 = 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑑𝑖 𝑝𝑒𝑡𝑎

𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎

Skala peta terdiri atas 3 (tiga) macam, yaitu:

1. Skala angka, yaitu skala yang dinyatakan dengan angka (contoh

1:25.000).

2. Skala verbal, dinyatakan dengan kalimat (contoh: 1inchi to one mile atau

setara dengan 1:63.360)

3. Skala grafik, atau yang lebih sering disebut dengan skala bar merupakan

skala yang ditunjukkan oleh garis lurus yang dibagi menjadi satuan sama

panjang, setiap unit atau satuannya menunjukkan panjang yang sebanding

di lapangan.

c. Arah peta (orientasi arah utara peta), terbagi menjadi 3 macam, yaitu:

1. Utara sebenarnya, yaitu utara yang mengarah pada kutub utara Bumi.

2. Utara Magnetis (UM), yaitu utara yang ditunjuk oleh jarum kompas dan

letaknya tidak tepat di kutub utara Bumi.

3. Utara peta, yaitu utara yang terdapat pada peta.

d. Legenda, disertakan pada peta dan diletakkan di bagian yang mudah dibaca

serta tidak menutupi muka peta, mencakup simbol-simbol dan keterangan

peta.

13

- Simbolisasi

Simbol pada peta merupakan salah satu hal penting yang harus ada di dalam

peta. Simbol berfungsi untuk menyampaikan informasi atau sebagai wahana

komunikasi antara pembuat peta dengan penggunanya. Dari simbol inilah pengguna

peta diharapkan mampu mengetahui segala fenomena spasial di permukaan bumi

yang nyata (real world). Desain peta dibuat seefisien dan sejelas mungkin agar

pesan pembuat peta dapat tesampaikan dengan baik.

Dalam mendesain sebuah simbol peta, secara konvensional terdapat 6 aspek

utama yang perlu dipertimbangkan yaitu :

a. Dimensi data secara geografis

b. Tingkatan data

c. Cara pengambaran

d. Variabel visual

e. Figure and ground concept, dan

f. Persepsi spontan dari pengguna peta.

Dimensi data secara geografis dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu titik,

garis, dan area. Tingkatan data dibedakan menjadi empat yaitu nominal, ordinal,

interval, dan juga rasio. Sementara cara penggambaran dapat berupa piktorial,

abstrak, maupun teks. Untuk variabel visual yaitu variabel yang digunakan untuk

membedakan antara simbol yang terkait dengan unsur yang direpresentasikan.

Sedangkan figure ground concept merupakan konsep yang harus diperhatikan oleh

pembuat peta mengenai aspek-aspek pada peta yang perlu atau tidak untuk disajikan

dan ditonjolkan. Dan yang terakhir yaitu persepsi spontan pengguna peta, yang

merupakan persepsi keseluruhan dan spontan yang diberikan pengguna peta sesaat

setelah ia membaca peta. persepsi ini dibedakan menjadi asosiatif, selektif,

bertingkat, dan juga kuantitatif.

14

- Teori Lokasi

Segala sesuatu yang berada di Bumi ini selalu berhubungan satu dengan yang

lainnya. Objek yang memiliki jarak atau berada dekat dengan objek lainnya tentu

memiliki hubungan yang lebih erat dibandingkan dengan objek lain yang letaknya

lebih jauh. Hal tersebut merupakan mutlak karena secara umum data geografis

bersifat tidak saling bebas (Purwanto, 2013).

Teori lokasi telah banyak dikemukakan oleh para ahli di berbagai bidang,

contohnya ekonomi industri, pertanian, dan lain sebagainya. Salah satunya yang

dikemukakan oleh Alfred Weber (1909, dalam Samadi 2002), seorang ahli ekonomi

Jerman yang mengatakan bahwa menentukan lokasi-lokasi industri haruslah

memilih tempat yang memerlukan biaya paling sedikit atau minimal dengan

memperhatikan 6 (enam) kondisi antara lain wilayah yang homogen (dilihat dari

topografi, iklim, demografi, dan pemerintahannya), sumberdaya alam, upah tenaga,

biaya transportasi, kompetisi antar-industri, dan pemikiran yang rasional. Daljoeni

(1998) mendefinisikan lokasi sebagai posisi pasti dalam suatu ruang. Dalam ilmu

Geografi menurutnya, lokasi memiliki dua makna yang berbeda yaitu lokasi absolut

dan lokasi relatif. Lokasi absolut merupakan lokasi di permukaan bumi yang

ditentukan oleh sistem koordinat garing bujur dan lintang sementara lokasi relatif

adalah lokasi sebuah objek yang nilainya dipengaruhi oleh objek lain di sekitarnya.

Ibrahim (dalam Purwanto, 2013) menegaskan, secara garis besar teori lokasi

mengarah kepada ilmu yang menyelidiki tata ruang atau sebuah ilmu yang

berkonsentrasi pada alokasi geografis dari sumberdaya potensial beserta

hubungannya dan pengaruhnya terhadap keberadaan kegiatan lain baik ekonomi

maupun sosial. Nitisemito, (dalam Purwanto, 2013) juga menyebutkan mengenai

pengertian atau definisi teori lokasi, yaitu suatu penjelasan yang teoritis berkaitan

dengan tata ruang dari kegiatan ekonomi. Hal tersebut memiliki hubungan yang

sangat erat dengan alokasi geografis dari sumberdaya yang terbatas dan akan

berpengaruh pada lokasi berbagai aktivitas baik ekonomi maupun sosial.

Titik berat dari analisis lokasi yang juga merupakan bentuk dari analisis

keruangan meliputi tiga unsur, yaitu jarak (distance), gerakan (movement), dan

kaitan (interaction). Tujuan dari analisis keruangan tersebut ialah untuk mengukur

15

kondisi yang ada apakah sudah sesuai dengan struktur keruangan atau belum dan

menganalisa interaksi antar-unit keruangan dalam hal ini hubungan antara ekonomi

dan space interaction (interaksi keruangan), aksesibilitas antara perhentian dan

pusat wilayah, serta hambatan interaksi (Djamin, 1984 dalam Purwanto, 2013).

- Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lokasi Fasilitas Kesehatan

Fasilitas pelayanan kesehatan menurut Peraturan Menteri nomor 6 tahun 2013

adalah ”suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan,

baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh

pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat”. Sedangkan menurut Azwar

(1989) fasilitas pelayanan kesehatan didefinisikan sebagai setiap upaya yang

diselenggarakan secara bersama-sama atau perseorangan dalam suatu organisasi

guna memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, mengobati, dan

memelihara kesehatan perseorangan, kelompok, maupun masyarakat. Sementatra

Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,

dengan lebih mengutamakan kegiatan promotif dan preventif, untuk mencapai

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya,

(Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan

Masyarakat).

Pemilihan lokasi suatu fasilitas umum, dalam hal ini fasilitas pelayanan

kesehatan yang tepat sangat menentukan tercapainya pelayanan kesehatan secara

menyeluruh kepada masyarakat. Dalam melakukan seleksi terhadap suatu lokasi,

Klimert (dalam Purwanto, 2013) menyatakan perlu adanya pertimbangan

kombinasi yang terbaik dari beberapa karakteristik yaitu sebagai berikut:

Kependudukan (demographics), Lokasi dan Jarak (locations and distance), Bentuk

(shape), Akses (access), Visibilitas (visibility), Dampak Lingkungan

(environmental impacts), Zona (zoning), dan Keuntungan (Financial benefits to the

community). Secara hierarki, faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi fasilitas

kesehatan khususnya Puskesmas dalam penelitian ini dituangkan dalam gambar

berikut.

16

Gambar 1.2. Blok diagram hierarki

- Pengenalan Analitycal Hierarchy Process

Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya ketidakpastian atau

ketidaksempurnaan informasi. Penyebab lainnya adalah banyaknya faktor yang

berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada, beragamnya kriteria pemilihan dan

jika pengambilan keputusan lebih dari satu. Jika sumber kerumitan itu adalah

beragamnya kriteria, maka Analytical Hierarchy Process (disingkat AHP)

merupakan teknik untuk membantu permasalahan tersebut. AHP diperkenalkan

oleh Thomas L.Saaty pada periode 1971 – 1975 ketika di Wharton School

(Nurdiansyah, 2010).

Pada dasarnya AHP merupakan suatu teori umum tentang pengukuran. AHP

digunakan untuk menemukan skala rasio baik dari perbandingan pasangan yang

diskrit maupun kontinyu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran

aktual atau dari suatu skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan

preferensi relatif. AHP memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari

konsistensi, pengukuran dan ketergantungan di dalam dan di antara kelompok

elemen strukturnya (Nurdiansyah, 2010).

17

Layaknya sebuah metode analisis, metode AHP pun memiliki kelebihan serta

kekurangan dalam sistem analisisnya. Berikut ini merupakan kelebihan dan

kekurangan yang dimiliki oleh metode AHP:

a. Kesatuan (Unity)

Metode AHP membuat suatu permasalahan yang rumit dan tidak terstruktur

menjadi sebuah model yang fleksibel dan lebih mudah dipahami.

b. Kompleksitas (Complexity)

AHP dapat memecahkan masalah yang kompleks melalui pendekatan sistem

dan integrasi secara deduktif.

c. Saling Ketergantungan (Inter Dependence)

AHP dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang saling bebas dan

tidak memerlukan hubungan linier.

d. Struktur Hirarki (Hierarchy Structuring)

AHP mewakili pemikiran alamiah yang cenderung mengelompokkan elemen

sistem ke level atau tingkatan yang berbeda dari masing-masing tingkatan

yang berisi elemen serupa.

e. Pengukuran (Measurement)

AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan

prioritas.

f. Konsistensi (Consistency)

AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian untuk

menentukan prioritas.

g. Sintesa (Synthesis)

AHP lebih mengarah kepada perkiraan keseluruhan mengenai seberapa

diinginkannya masing-masing alternatif.

h. Trade Off

AHP mempertimbangkan prioritas relative faktor-faktor pada sistem

sehingga orang mampu memilih pilihan terbaik berdasarkan tujuan.

i. Penilaian dan Konsensus (Judgement and Consensus)

AHP tidak mengharuskan adanya suatu consensus, tetapi menggabungkan

hasil penilaian yang berbeda.

18

j. Pengulangan Proses (Process Repetition)

AHP mampu membatu menyaring definisi dari suatu permasalahan dan

mengembangkan penilaian serta penilaian melalui proses pengulangan.

k. Ketergantungan AHP pada input utamanya

Input utama berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan

subjektifitas sang ahli. Selain itu model juga menjadi tidak berarti jika ahli

tersebut memberikan penilaian yang keliru.

l. Metode yang matematis

Metode AHP merupakan metode yang matematis tanpa pengujian secara

statistik, sehingga tidak memiliki batas kepercayaan dari kebenaran model

yang terbentuk.

1.5.2. Penelitian Sebelumnya

Purwanto (2013) meneliti tentang Pola, Hubungan, dan Arah Perkembangan

Minimarket di Kota Yogyakarta melalui analisis Statistik Spasial. Data yang

digunakan berupa data primer dan sekunder, data primer berupa data koordinat

minimarket sedangkan data sekunder berupa data dalam angka serta data spasial

yang berkaitan dengan parameter yang digunakan. Parameter yang digunakan

sebagai acuan dalam penelitian tersebut adalah jumlah penduduk dan kepadatan

penduduk, penggunaan lahan, lebar jalan, jarak antar minimarket dari konsumen,

dan jarak antar minimarket. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa peta

distribusi pola persebaran minimarket di Kota Yogyakarta, analisis mengenai

agiahan minimarket terhadap parameter-parameter, dan rekomendasi lokasi

minimarket baru menggunakan metode analisis Statistik Spasial.

Nurdiansyah (2010) melakukan penelitian dengan judul Sistem Informasi

Geografis untuk Penentuan Lokasi SPBU Baru di Surabaya. Penelitian tersebut

berkonsentrasi pada metode yang digunakan yaitu Analitycal Hierarchy Process

atau metode AHP. Dilatarbeakangi oleh keberadaan SPBU yang semakin jamak di

kota Surabaya, maka peneliti berupaya membuat sebuah rekomendasi lokasi SPBU

baru agar pelayanannya lebih tepat dan strategis menggunakan metode tersebut.

Metode AHP digunakan karena merupakan salah satu metode dalam sistem

19

pengambilan keputusan yang mempertimbangkan beberapa kriteria alternatif.

Kriteria-kriteria yang digunakan peneliti antara lain jumlah penduduk, banyaknya

industri, banyaknya perumahan, jumlah SPBU kompetitor, tingkat kepadatan lalu

lintas, dan tingkat harga lahan setempat. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini

adalah rekomendasi lokasi SPBU baru di Kota Surabaya.

Yudianto (2002). Mengambil judul Anailis Pola Jangkauan ke Fasilitas

Pelayanan Kesehatan di Kota Depok, peneliti bertujuan untuk mengetahui pola

sebaran jangkauan wilayah permukiman ke fasilitas pelayanan kesehatan di Kota

Depok serta mengetahui biaya transportasi tiap penduduk dari permukiman menuju

fasilitas pelayanan kesehatan. Metode yang digunakan untuk mengetahui pola

persebaran objek adalah metode analisis nearest-neighbour atau analisis tetangga

terdekat dengan pendekatan kuantitatif dan perhitungan matematis. Hasil dari

penelitian yang dilakukan berupa Peta Jaringan Jalan dan Distribusi Fasilitas

Pelayanan Kesehatan Kota Depok, Peta Pola Jangkauan Fasilitas Pelayanan

Kesehatan Kota Depok, dan Peta Sebaran Wilayah Permukiman Menurut

Jangkauan ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Kota Depok dengan klasifikasi

wilayah yang terbagi menjadi 5 (lima) yaitu sangat dekat, dekat, sedang, jauh, serta

sangat jauh.

Perbedaan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya di atas

dengan penelitian ini dituangkan dalam Tabel Keaslian Penelitian sebagai berikut.

20

Tabel 1.2. Tabel Keaslian Penelitian

No. Peneliti & Daerah Penelitian Tema Penelitian Kriteria Bahan Penelitian Metode Hasil Penelitian

1. Taufik Hery Purwanto (2013)

Kota Yogyakarta, Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta

Pola, Hubungan,

dan Arah

Perkembangan

Minimarket di Kota

Yogyakarta melalui

analisis Statistik

Spasial.

Jumlah penduduk,

kepadatan

penduduk,

penggunaan

lahan, lebar jalan,

jarak antar

minimarket dari

konsumen, dan

jarak antar

minimarket

Peta administrasi,

data penduduk,

citra Quickbird

liputan Kota

Yogyakarta

Plotting

koordinat

minimarket

menggunakan

GPS beserta

atributnya.

Analisis

dilakukan

dengan metode

analisis statistik

spasial

Peta distribusi pola

persebaran minimarket

di Kota Yogyakarta,

analisis mengenai

agihan minimarket

terhadap setiap

parameter, dan

rekomendasi lokasi

minimarket baru.

2. Mokhamad Nurdiansyah

(2010)

Kota Surabaya, Provinsi Jawa

Timur

Sistem Informasi

Geografis untuk

Penentuan Lokasi

SPBU Baru di

Surabaya.

Jumlah penduduk,

banyaknya

industri,

banyaknya

perumahan,

jumlah SPBU

Peta administrasi,

peta jaringan

jalan, data

perumahan, data

SPBU eksisting,

dan data

Menggunakan

metode AHP.

Data spasial

yang telah

didigitasi

digunakan

Aplikasi/program

untuk memberikan

rekomendasi lokasi

SPBU baru di Kota

Surabaya.

21

kompetitor,

tingkat kepadatan

lalu lintas, dan

tingkat harga

lahan setempat.

pendukung

lainnya

sebagai input

database dalam

pembuatan

program/aplikasi

3. Yudianto (2002)

Kota Depok, Provinsi Jawa

Barat

Analisis Pola

Jangkauan ke

Fasilitas Pelayanan

Kesehatan di Kota

Depok

Jaringan jalan,

lokasi fasilitas

pelayanan

kesehatan, dan

permukiman

Peta administrasi,

peta jaringan

jalan, peta lokasi

fasilitas pelayanan

kesehatan, dan

peta penggunaan

lahan

Menggunakan

metode analisis

tetangga

terdekat

(nearest-

neighbour

analysis) dan

menggunakan

pendekatan

kuantitatif

dengan

perhitungan

matematis untuk

mendapatkan

Peta jaringan jalan dan

distribusi fasilitas

kesehatan, peta pola

jangkauan fasilitas

kesehatan, dan peta

sebaran wilayah

permukiman menurut

jangkauan ke fasilitas

kesehatan di Kota

Depok dengan 5

klasifikasi yaitu sangat

dekat, dekat, sedang,

jauh, serta sangat jauh

22

pola jangkauan

ke fasilitas

kesehatan

4. Merieana Mahanani (2014)

Kabupaten Kebumen,

Provinsi Jawa Tengah

Penentuan Lokasi

Puskesmas Baru

Menggunakan

Analitycal

Hierarchy Process

studi kasus

Kabupaten

Kebumen

Kepadatan

penduduk,

penggunaan

lahan, lebar jalan,

jarak Puskesmas

ke permukiman,

dan jarak antar

Puskesmas.

Peta administrasi,

citra Quickbird,

dan data

penduduk.

Interpretasi citra

untuk

mengetahui

penggunaan

lahan

permukiman.

Perhitungan dan

analisis setiap

kriteria

dilakukan

dengan metode

AHP.

Peta sebaran

Puskesmas di

Kabupaten Kebumen

tahun 2014 dan Peta

Kecocokan lokasi

Puskesmas Baru di

Kabupaten Kebumen

tahun 2014.

23

1.6. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian

pertama kerangka pemikiran dan bagian kedua mengenai diagram alir kerangka

pemikiran yang akan dijabarkan sebagai berikut.

1.6.1. Kerangka Pemikiran

Keberadaan sarana kesehatan khususnya puskesmas di sebuah wilayah

kabupaten merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat. Penelitian yang bertemakan penentuan lokasi baru

untuk sarana kesehatan khususnya puskesmas ini menggunakan data hasil digitasi

peta dasar disertai pengamatan langsung di lapangan. Parameter-parameter yang

digunakan diperoleh dari peta dasar yang dilakukan dengan cara digitasi on screen,

dengan parameter berupa: lebar jalan, jarak puskesmas dari permukiman, dan jarak

antar puskesmas. Interpretasi citra juga dilakukan untuk memperoleh data

penggunaan lahan terbaru di wilayah kajian. Sementara parameter berupa jumlah

penduduk dan kepadatan penduduk didapatkan dari data dalam angka atau data

sekunder. Pengamatan di lapangan dilakukan dengan cara sensus untuk mengetahui

sebaran lokasi puskesmas yang nantinya akan dipetakan.

Parameter yang dikumpulkan baik dari digitasi peta dasar maupun data dalam

angka memiliki pengaruh terhadap penentuan lokasi puskesmas. Jumlah penduduk

dan kepadatan penduduk terkait dengan penyebaran penyakit dari rumah satu ke

rumah yang lainnya. Asumsinya, semakin padat penduduknya maka ketika salah

satu penghuninya sakit akan dengan mudah menular ke penghuni yang lain, dengan

demikian tentunya akan membutuhkan sarana kesehatan terdekat yaitu puskesmas

untuk segera memperoleh pengobatan. Lebar jalan atau kelas jalan terkait dengan

kemudahan untuk mencapai lokasi puskesmas. Semakin tinggi kelas jalan, maka

akan semakin mudah untuk mencapai lokasi puskesmas.

Jarak antara puskesmas dengan permukiman terkait dengan keterjangkauan

masyarakat dengan puskesmas di area tempat tinggalnya. Semakin dekat dengan

permukiman, maka jangkauan pelayanan puskesmas tersebut akan semakin baik.

24

Gambar 1.3 Diagram Alir Kerangka Pemikiran

Jarak antar puskesmas terkait dengan ketersediaan dan kebutuhan sarana kesehatan

di area kajian. Semakin jauh jarak antar puskesmas, maka diasumsikan area tersebut

membutuhkan tambahan unit puskesmas. Sementara penggunaan lahan terkait

dengan fungsi lahan yang ada saat ini. Puskesmas erat kaitannya dengan penduduk,

asumsinya terletak di area permukiman, sehingga penentuan lokasi puskesmas yang

baru tidak mungkin berada jauh dari area permukiman.

Berbagai metode dalam visualisasi dan analisis menggunakan Kartografi dan

Sistem Informasi Geografis telah banyak bermunculan seiring berkembangnya ilmu

pengetahuan dan teknologi sebagai alternatif dalam mendapatkan informasi yang

berkaitan dengan DSS (Decision Support System). Metode Analytycal Hierarchy

Process (AHP) merupakan salah satu metode yang kerap digunakan dalam DSS

karena memiliki beberapa keunggulan dalam analisis dan proses perhitungannya

dibandingkan dengan metode lain. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini dalam

menentukan lokasi baru objek fasilitas kesehatan digunakanlah metode AHP

tersebut.

1.6.2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran