Upload
arie-julianto
View
173
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
bahasa
Citation preview
Bahasa Promotif Sebagai Unsur Komersil
Windy Lusia , R.Oloan R.A. Manik , Nofri Randa , Alfebri Septian
Latar Belakang
Bahasa adalah salah satu bentuk perwujudan peradaban dan kebudayaan
manusia. Dalam kamus linguistik, bahasa adalah satuan lambang bunyi yang
arbitrer yang digunakan oleh suatu anggota masyarakat untuk bekerja sama,
berinteraksi dan mengidentifikasikan diri. Manusia di samping sebagai makhluk
individu, juga berperan sebagai makhluk sosial yang senantiasa melakukan
kegiatan dengan manusia yang lain di sepanjang hidupnya sehingga manusia
membutuhkan alat untuk saling berinteraksi yang akan menghubungkan manusia
satu sama lain, yaitu bahasa.
Pemakaian bahasa berkaitan dengan praktek pengetahuan bahasa.Semakin
luas pemakaian bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi semakin meningkat
ketrampilan dalam memberikan makna suatu kata atau kalimat. Berbahasa
merupakan aktivitas sosial,seperti halnya aktivitas-aktivitas sosial yang lain.
Manusia sebagai makhluk individu dan sosial selalu memenuhi keinginannya
dengan menggunakan bahasa,karena bahasa sebagai media yang sangat ampuh
dan mudah untuk berkomunikasi dan bekerja sama dalam memenuhi
keinginannya.
Chaer (2004: 3) mengatakan bahwa bahasa dalam fungsinya sehingga alat
komunikasi mengenal tiga komponen dalam proses komunikasi, yaitu pihak yang
berkomunikasi dan informasi yang diberikan, dan alat yang digunakan dalam
berkomunikasi. Berdasarkan pendapat di atas, jelas bahwa pemakaian bahasa
tidak lepas dari faktor linguistik maupun nonliguistik. Artinya, bahwa pemakaian
bahasa selalu terkait dengan konteks dan situasi yang melingkupinya. Demikian
halnya dengan pemakaian bahasa Indonesia dalam slogan-slogan iklan yang
ditayangkan di televisi, tidak terlepas dari fungsi dan tujuan bahasa itu digunakan
dalam proses komunikasi. Jadi, setiap ujaran yang dilontarkan pasti mengandung
kekuatan ujar, yaitu untuk apa ujaran itu harus diujarkan.
Bahasa dan kalimat yang diciptakan pada iklan sangat erat kaitannya
dengan kajian pragmatik yang menekankan pada aspek konteks kalimat dengan
suasana atau kondisi pembicaraan. Sebagai cabang ilmu bahasa yang mengkaji
penggunaan bahasa yang berinteraksi dengan tata bahasa yang terdiri dari
fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik.
Kata iklan (advertising) berasal dari bahasa Yunani, yang artinya adalah
‘menggiring orang pada gagasan’. Adapun pengertian iklan secara komprehensif
adalah “semua bentuk aktivitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide,
barang, atau jasa secara nonpersonal yang dibayar oleh sponsor tertentu.
Periklanan merupakan warna tersendiri dalam media massa dalam proses
komunikasi, sebagai wujud komunikasi yang melibatkan pemasang iklan,
konsumen, dan media itu sendiri. Dalam hubungannya dengan manusia dikenal
dua media komunikasi, yaitu:
1. Media komunikasi auditif, yaitu komunikasi yang mempergunakan
inderapendengar.
2. Media komunikasi visual, yaitu komunikasi yang mempergunakan indera
penglihatan.
Pariwara atau iklan sebagai salah satu bentuk penawaran barang atau jasa,
disadari atau tidak turut menentukan keberhasilan penjualan suatu barang atau
produk sehingga pemilihan bahasanya perlu diperhatikan. Bahasa iklan harus
memiliki kekhasan dan harus mampu meninggalkan kesan pada penyimaknya.
Hal itu sangat erat hubungannya dengan tujuan iklan, yaitu sebagai sarana upaya
menawarkan barang atau jasa kepada khalayak. Salah satu bentuk pariwara atau
iklan adalah iklan-iklan televisi, yaitu iklan yang disampaikan melalui media
elektronik televisi. Televisi banyak menyiarkan bermacam-macam iklan untuk
menawarkan barang atau jasa kepada penyimak atau khalayak dengan disertai
pemilihan bahasa yang menarik serta atraktif sehingga menimbulkan ketertarikan
para penyimak untuk mendapatkan barang atau jasa yang ditawarkan tersebut.
Salah satu acara yang sering ditayangkan televisi adalah iklan.
Penyajian iklan-iklan televisi tidak lepas dari pemakaian bahasa untuk
menyampaikan pesan-pesan tertentu. Bahasa yang digunakan dalam iklan-iklan
tersebut adalah bahasa yang menarik dan informativ sehingga dapat menimbulkan
efek kepada penyimaknya. Pengiklan (O1) menggunakan kebahasaan untuk
berkomunikasi dengan pendengar atau penerima, yaitu dengan menggunakan
sarana bahasa tulis karena komunikasi antara pengiklan dan penerima adalah
komunikasi tertulis (tidak bersemuka) yang menggunakan media elektronik, yakni
televisi. Selain itu, pengiklan juga harus menyadari akan keterbatasan ruang dan
waktu media yang digunakan, yaitu media televisi sehingga mau tidak mau harus
mengikuti aturan jurnalistik. Aturan ragam bahasa jurnalistik, yaitu menggunakan
ragam bahasa yang singkat, padat, jelas, sederhana, dan menarik
Di dalam suatu iklan terdapat istilah slogan. slogan adalah kelompok kata
yang menjanjikan suatu hadiah atau imbalan dengan cara yang dramatis, yaitu
mudah dibaca, mudah diucapkan, dan mudah diingat. Slogan yaitu rangkaian kata
yang biasanya singkat, padat ,penuh arti, mudah diingat, mengandung arti yang
dalam ,serta mampu mengetengahkan khasiat/kegunaan unik dari produk. Salah
satu yang menarik dari iklan. slogan merupakan bagian dari penulisan iklan dan
dianggap atau dimasukkan dalam bagian penulisan. Slogan harus dipahami bahwa
mereka memiliki nilai (fungsi) sebagai identitas produk. Hal ini adalah benar
bahwa slogan yang telah dipakai oleh perusahaan-perusahaan selama bertahun-
tahun dan dianggap memiliki bobot iklan (maksud) di dalamnya. Slogan sangat
efektif sebagai sarana iklan, sedangkan konsumen adalah prospek atau sasaran
yang paling baik. Penggunaan kalimat dalam slogan iklan yang ditulis oleh
pengiklan haruslah menarik serta atraktif.
Penggunaan slogan berperan sangat penting dalam menentukan berhasil
tidaknya suatu produk yang diiklankan.. Dengan menggunakan kalimat yang
menarik dan atraktif tersebut, maka iklan yang disampaikan pengiklan dapat
mempengaruhi atau menarik minat para penyimak untuk melakukan suatu
kehendak sesuai dengan yang diinginkan oleh pengiklan.
Salah satu yang menarik dari iklan adalah ujaran-ujaran slogan bahasa
yang dipakai dalam iklan tersebut yang mencerminkan pikiran dan gagasan dari
pengiklan dalam menawarkan suatu barang atau jasa kepada khalayak. Di dalam
iklan tersebut terdapat istilah slogan. Di dalam iklan ini, peneliti sangat tertarik
untuk meneliti slogan-slogan yang terdapat pada iklan di televisi karena
bahasanya yang beraneka ragam dan mempengaruhi untuk membelisuatu produk
tersebut. Peneliti meneliti slogan-slogan iklan di televisi dengan tinjauan
pragmatik untuk mengetahui bagaimanakah pengungkapan atau pemakaian bahasa
Indonesia dalam slogan-slogan iklan, tindak tutur yang digunakan penutur untuk
menyampaikan maksud serta mengetahui bagaimanakah tujuan yang terkandung
tindak tutur di balik ujaran slogan-slogan iklan di televisi.
Iklan media elektronik berupa iklan televisi yang menjadi objek penelitian
ini adalah sebagian dari sekian banyak iklan yang memanfaatkan bahasa sebagai
sarana komunikasinya. Dalam suatu iklan elektronik ini dimunculkan suatu
bentuk spesifikasi yang harus menampilkan gambar, bahasa, warna, bentuk
tulisan, dan sebagainya.Di dalam periklanan, bahasa iklan merupakan hal yang
sangat menarik untuk disimak dan diteliti karena mempengaruhi kehidupan
ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat. Analisis terhadap bahasa iklan tidak
dapat dipisahkan dari konteksnya karena bahasa iklan merupakan bahasa dalam
pemakaian yang dipengaruhi oleh hal-hal di luar bahasa. Di dalam penelitian
ini, bahasa dianalisis dengan tinjauan pragmatik dengan tujuan mengetahui
makna tuturan tanpa meninggalkan konteks.
Dari pengertian iklan tersebut dapat disimpulkan bahwa iklan dibuat
dengan tujuan untuk menarik perhatian dan mendorong atau membujuk pembaca
iklan agar memiliki atau memenuhi permintaan pemasang iklan. Agar konsumen
berjalan dengan lancar, produsen haru memahami segala kondisi yang terjadi
dalam masyarakat. Untuk memahami kondisi tersebut produsen harus
mengadakan survei mengenai karakteristik konsumennya seperti pengalaman
memakai produk, tingkat kebutuhan, latar belakang sosial ekonomi,
kecenderungan hobi, keterkaitan, selera khusus, dan sebagainya (Kasali, 1992:
183).
Iklan bersifat informatif. Komunikasi yang terjadi adalah pemberitahuan
adanya produk atau jasa kepada masyarakat. Pemberitahuan ini harus sampai pada
sasarannya, yaitu konsumen agar tujuan yang ingin dicapai produsen dapat
terlaksana. Hal ini diperlukan strategi tertentu dalam bidang periklanan.
Adapun iklan haarus memenuhi syarat iklan yaitu sebagai berikut, dari segi
bahasa iklan, iklan harus Menggunakan pilihan kata yang tepat, menarik, sopan,
dan logis, ungkapkan atau majas yang digunakan untuk memikat dan sugestif,
Disusun secara singkat dan menonjolkan bagian-bagian yang dipentingkan.
Sedangkan dari segi isi iklan, sebuah iklan harus objektif dan jujur singkat dan
jelas,tidak menyinggung golongan tertentu atau produsen lain ,menarik perhatian
banyak orang.
Tetapi terkadang dalam pelaksanaan pembuatan iklan, sebuah iklan tidak
hanya harus memenuhi syarat-syarat tersebut, tetapi harus juga memiliki nilai
komersial. Maksud nilai komersial disini adalah nilai jual iklan yang tinggi yang
membuat para konsumen tertarik dan akan membeli produk yang diiklankan.
Semakin bagus pencitraan yang ada pada iklan produk tersebut, maka
semakin tinggi juga nilai komersialnya ke publik. Akan tetapi nilai komersial
seperti apa yang diinginkan konsumen, dan bagaimana iklan atau bahasa promotif
tersebut dikatakan sangat komersial.
Pembahasan
Iklan merupakan kekuatan yang sangat penting sebagai alat pemasaran
yang membantu menjual barang, memberikan keyakinan serta gagasan-
gagasan atau ide-ide melalui saluran-saluran tertentu dalam membentuk
informasi yang persuasif. Dengan kata lain iklan merupakan kegiatan yang
bertujuan untuk mempengaruhi konsumen agar membeli atau memakai
produknya. Oleh karena itu, bahasa iklan harus persuasif sehingga menarik minat
konsumen. Kata-kata yang digunakan dibuat semenarik mungkin dan bersifat
promotif dan bersifat komersil (menjual). Untuk itu iklan menggunakan gaya
bahasa yang sesuai. Sehingga iklan tersebut menjadi menarik.
Pemilihan kata-katanya dikaitkan dengan faktor-faktor sosial masyarakat,
merupakan salah satu ciri berkomunikasi dalam iklan. Hal itu sesuai dengan
tujuan pengiklan sehingga bahasa yang dirumuskan terkesan ramah dan mudah
diingat.
Persoalan gaya bahasa meliputi semua hirarki kebahasaan: pilihan kata
secara individual, frasa, klausa, dan kalimat, bahkan mencakup pula sebuah
wacana keseluruhan. Gaya bahasa (style) dibatasi sebagai cara
mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperhatikan jiwa dan
kepribadian penulis atau pemakai bahasa. Jiwa dan kepribadian yang
dimaksud adalah bagaimana seorang penulis menggambarkan seorang
tokoh dengan bahasa yang khas dan gaya
penulisannya.
Kecenderungan iklan zaman sekarang, baik di televise maupun di pinggir
jalan besar, adalah penggunaan bentuk bahasa yang minim dengan gambar-
gambar yang sensasional. Bahkan kadangkala tidak kelihatan jelas hubungan
antara bentuk bahasa yang digunakan dengan maknanya. Sementara, dalam
praktik berbahasa ada kecenderungan bahwa yang bentuknya panjang itu
cenderung memiliki kejelasan yang tinggi, sedangkan bentuk bahasa yang pendek
memiliki kadar transparasi yang cenderung rendah.
Dalam banyak hal, praktik kebahasaan secara loyal mengikuti prinsip
kehematan dan kelejasan (transparasi). Prinsip kehematan menunjukan, bahwa
dalam praktik bertutur kata dan penyampaian pesan tulis, orang harus
menggunakan wujud bahasa sehemat-hematnya. Dengan setia pada prinsip
kehematan pula, orang lalu berlomba-lomba menyampaikan pesannya secara mini
bahasa dan sedikit kata-kata. Tetapi, dengan model mini bahasa dan kata-kata
yang seperlunya, identitas pesan tetap kentara dan dapat tersampaikan dengan
sempurna. Bahkan, dalam banyak hal, ketajaman menghujam. Ambillah contoh
karikatur disejumlah surat kabar dan majalah; mereka memiliki efek tajam, jauh
melebihi wujud bahasa sesungguhnya.
Hal serupa juga merambah dunia niaga. Banyak sekali iklan masyarakat
dan pesan komersial yang kekuatanya bukan pada wujud bahasa, melainkan
ornament – ornamen yang melingkupinya. Bahasa justru dipakai seperlunya saja,
dengan pilihan kata-kata yang serba sedikit dan tidak perlu berbunga-bunga.
Tetapi, perhatikan sefek pesan dari pemakaian bahasa promotif yang demikian itu,
sungguh hebat dan tidak disangka-sangka. Misalnya saja iklan rokok, alat
kosmetik, tata busana, dan tata boga, dan masih banyak lagi masalah sederhana
yang menjadi besar sensasional, justru karena keminiman bahsa yang digunakan
dan kehematan kata yang diterapkan.
Beberapa contoh diatas menegaskan bahwa dalam batas tertentu,
keekonomisan di dalam berbahsa, justru dituntut untuk menjamin efektivitas
penyampaian pesan. Dalam pendidikan, misalnya saja sesekali prinsip
keekonomisan juga diterapkan. Ketika seorang mahasiswa sedang diuji lisan oleh
dosennya, dia harus hemat dan cermat dalam menjawab dan mengeluarkan kata-
kata. Pasalnya, semakin panjang wujud bahasa yang dipakai, semakin banyak
kata-kata yang dilontarkan, semakin banyak pula kemungkinan lubang yang dapat
mematikannya.
Tetapi tidak berarti bahwa di dalam setiap praktik berbahasa, demikian
pun dengan bahasa Indonesia dan dialek kedaerahan yang menjadi bawahannya,
orang harus selalu hemat dan super hati-hati dalam mendayagunakan kata-kata.
Sebagai imbangan prinsip kehematan seperti disampaikan didepan tadi, praktik
berbahasa juga setia mengikuti prinsip kelejasan , yang menegaskan, bahwa
semakin lejas (transparan) bahasa yang digunakan, semakin efektif sosok bahasa
itu digunakan untuk menyampaikan pesan. Kelejasan biasanya juga berelasi
semakin panjang wujud-wujud bahasa yang digunakan, semakin lejas pula pesan
yang hendak disampaikan itu.
Ambilah contoh proses pendefinisain kata-kata asing dan penyerapan
istilah-istilah asing ke bahasa Indonesia. Idealnya, serapan asing itu memang
disampaikan secara lejas dengan menggunakan kata-kata Indonesia. Tetapi,
karena yang lejas dengan mengggukan kata-kata Indonesia. Tetapi, karena yang
lejas sering menjadi tidak ekonomis, bentuk-bentuk itu tidak disukai oleh
masyarakat pemakainya. Bahkan, masyarakat pengguna bahasa para pakar
penciptanya. Dengan fakta kebahasaan yang demikian itu, nilai
kebermanfaatannya bagi masyarakat juga pasti menjadi rendah.
Banyak contoh serapan semacam ini di dalam lingkup ilmu kodokteran,
ekonomi, teknik, dan bidang ilmu lainnya. Alih-alih bentuk ‘suku banyak’ orang
memilih bentuk ‘polinom;. Jika keduanya dibandingkan, bentuk ‘polinom’ lebih
hemat dan relative lebih mudah dihafal karena dekat dengan bentuk asingnya.
Demikian pun bentuk ‘akuisisi’ cenderung dipandang lebih ekonomis dan hemat
dari pada ‘pemerolehan’. Pasalnya, bentuk ‘akuisisi’ lebih dekat sekali dengan
aslinya, acquisition. Coba perhatikan pula kenapa bentuk serapan’monitoring,
koding, apparatus,adipose, asefalus’ sekarang mulai banyak dipilih alih-alih
bentuk imbangannya ‘pemonitoran, penyandian, alat-alat, lemat, tanpa kepala’.
Lalu, simpulan dari penjelasan diatas adalah baik prinsip kehematan
maupun kelejasan, hendaknya digunakan secara tepat dan penuh pertimbangan
dalam setiap praktik kebahasaan. Preferensi yang berlebih terhadap salah satu
kutub diantara kedua pilihan itu justru membuat wujud bahasa yang digunakan
menjadi tidak efektif, bahkan bisa menjadi sangat merepotkan.
Selain faktor panjang atau pendeknya bahasa promosi atau keefektivan
dari bahasa promotif tersebut, terdapat juga factor lain yang membuat bahasa
promotif tersebut memiliki nilai komersil yang lebih tinggi, yaitu adalah dialek
atau logat dalam pengucapan bahasa promotif tersebut. Semakin unik logat atau
dialeg dari bahasa promotif tersebut maka semakin tinggi juga pencitraan iklan
produk tersebut. Dan semakin banyak pula konsumen yang berminat membeli
produk yang ditawarkan.
Bahkan terkadang, berdasarkan fenomena yang terjadi dewasa ini, slogan
beserta dialek pengucapannya menjadi trend dikalang konsumen khususnya anak
muda. Lihat saja iklan mie instan yang sedang boming dewasa ini. Iklan ini
menceritakan mengenai seorang anak yang sangat saying pada ayam-ayam
peliharaannya, suatu hari ketika pulang sekolah, si anak terkejut karna ayam-
ayamnya telah hilang, dan ia bertanya kepada nenek nya “Nek, ayam ku mana”,
dengan logat yang sangat khas dan si nenek berkata “Sudah makan dulu sana ada
mie ayam special tu..” dengan logat khas juga. Penggalan diaolog dalam iklan
tersebut memang sederhana, tetepi mampu menghipnotis para konsumen, dan
telah membangun citra yang bagus dan kuat terhadap produknya.
Atau contoh kedua, iklan operator telepon selular, menceritakan tentang
pertengkaran sepasang kekasih karna masalah pulsa, iklan ini juga memiliki
pencitraan yang sangat kuat, yaitu dari diaolog singkat sang pria dan kekasihnya,
sang kekasih berkata “ Apa susahnya ngomong, telpon gag pernah, sms gag
pernah” dan si pria menjawab “Aku tak punya pulsa!!’’.
Gambar 1 cuplikan iklan kartu as
Selain itu pencitraan sebuah bahasan promotif juga dapat dilihat dari
bintang iklannya atau tokoh pemain dalam iklan tersebut. Misalnya saja sosok
Afika, yang tiba-tiba terkenal karna membintangi sebuah iklan produk makanan,
sosoknya yang imut dan polos membuat banyak konsumen penikmat iklan
menyukainya, dan penggalan dialog yang di katakannya “Ha,,,, Jaaaruukk??”
yang ngetrend saat ini.
Gambar 2 Afika di iklan Oreo Orange
Iklan yang bersifat komersial ditandai dengan adanya syarat imajinasi
dalam proses pencitraan dan pembentukan nilai-nilai estetika untuk memperkuat
citra terhadap obyek iklan. Telah terbentuk suatu image, semakin tinggi
estetika dan citra obyek maka semakin komersial obyek tersebut. Iklan
televisi memiliki sasaran atau segmen yang beraneka ragam misalnya anak-
anak, remaja, orang tua, pria dan wanita. Berdasarkan pesan, iklan televisi
dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori yaitu yang menawarkan pesan
citra kelas dan yang mengutamakan pesan kualitas, pesan ilmiah serta pesan
manfaat. Sekarang banyak iklan televisi yang menampilkan pesan simbolik.
Iklan jenis ini menggunakan bahasa dan simbol-simbol tertentu dan
menggunakan makna-makna tertentu yang hanya dapat dipahami oleh
kalangan tertentu. Seperti iklan TV yang menggambarkan seekor monyet
tertipu oleh gambar pisang dalam TV layar datar, si monyet mengira pisang
sungguhan, ternyata hanya gambar belaka
Gambar 3. Iklan TV seekor monyet tertipu oleh ketajaman gambar di TV
Pencitraan merupakan hal yang penting dalam iklan televisi sehingga
para pembuat iklan berusaha agar pencitraan ditangkap sesuai dengan yang
dimaksud. Pencitraan dalam iklan televisi meliputi: citra perempuan, citra
maskulin, citra kemewahan dan eksklusif, citra kelas sosial, citra kenikmatan,
citra manfaat, citra persahabatan dan citra seksisme. Tugas utama iklan
sebenarnya untuk mengubah produk menjadi sebuah citra.
Iklan bersifat nyata sekaligus juga semu, menawarkan sekaligus
memanipulasi, real sekaligus hiperreal, simbolis sekaligus superficial. Iklan
posmodern tidak lagi peduli dengan peran pemberi informasi tentang nilai dan
kualitas produk yang ditawarkannya.
Iklan masa kini lebih tertarik dengan teknik-teknik manipulasi
pelbagai hasrat dan citarasa konsumer melalui permainan citra dan citra
inilah sebetulnya yang dijual bukan produknya.
Untuk mencapai pencitraan yang menarik dari suatu produk dalam
iklan televisi, para pengiklan sering menggunakan parodi atau pastiche dalam
mengiklankan produk-produk mereka. Parodi atau sindiran sering digunakan
untuk mencitrakan tentang keunggulan produk yang diiklankan atau
menyudutkan produk pesaingnya, sedangkan parodi yang tidak berkait
dengan sindiran sering disebut sebagai pastiche atau parodi kosong. Untuk
menampilkan parodi atau pastiche dalam iklan diperlukan obyek rujukan berupa
tokoh yang pernah terkenal, gaya/kostum, sikap, perilaku dari seseorang/tokoh
atau masyarakat tertentu yang telah dikenal masyarakat sejak masa yang
lampau hingga zaman kini.
Tokoh-tokoh yang sering ditampilkan meliputi tokoh musik, tokoh
kartun/fiksi/film, tokoh tradisi, masyarakat primitif, cerita tradisi, tokoh olah
raga beladiri dan sebagainya. Tokoh-tokoh maupun ceritera tidak ditampilkan
apa adanya tetapi diolah dan disesuaikan dengan konteks baru sehingga tokoh
maupun ceritera tersebut sudah tidak sesuai dengan konteks rujukannya.
Banyak iklan yang menampilkan realitas masa kini dicampuradukkan
dengan reali-tas masa lampau, Tokoh yang hidup atau populer di era 60-an atau
bahkan sebelumnya bisa dimunculkan dalam visualisasi iklan dengan setting masa
kini.Sebuah teks hanya bisa eksis apabila di dalamnya beberapa ungkapan
yang berasal dari teks-teks lain, silang menyilang dan saling menetralisir satu
sama lain.
Tokoh-tokoh yang diparodi kebanyakan merupakan tokoh super hero yang
memiliki kelebihan, ataupun super bintang yang sudah banyak dikenal
olehaudien. Salah satu tokoh super hero dalam film Hollywood yaitu Rambo juga
tidak luput dari permainan para perancang iklan. Sebuah ik-lan obat
nyamuk bakar produk local menampilkan parodi tokoh Rambo untuk
menunjukkan kekuatan/daya tahan produk, maupun warna-warninya produk
sehingga menarik. Kekuatan tokoh Rambo yang tidak pernah kalah dalam
film-filmnya dipakai untuk menandai kekuatan/ ketahanan obat nyamuk bakar.
Bunyi Rambo diasosiasikan dengan bunyi Mambo yaitu nama es blok yang
warna-warni untuk menandai keunikan warna obat nyamuk bakar yang
umumnya berwarna hijau. Selain kedua penanda tersebut masih ada satu lagi
kemiripan bunyi Rambo yang diple-setkan dengan bunyi dialek bahasa Madura
boo aboo. Dengan demikian dalam iklan obat nyamuk ini terjadi dialog
budaya atau intertektualitas dari berbagai unsur budaya. Yang lucu justru
tokoh Rambo ini tidak diperankan oleh aktor yang bertubuh kekar tetapi
malah diperankan oleh seorang pelawak yang biasa memerankan tokoh
perempuan yaitu Tessy Srimulat. Parodi dalam iklan itu lebih dekat kepada
rasa humor daripada sindirannya.
Simpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, terdapat beberapa fpoint yang
harus dilihat dari pembuatan sebuah iklan dengan unsure komersil. Yang pertama
adalah harus memenuhi syarat pembuatan bahasa iklan, yaitu menggunakan
bahasa yang menarik, sopan, dan logis , disusun secara singkat dan menonjolkan
bagian-bagian yang dipentingka, iklan harus objektif dan jujur singkat dan
jelas,tidak menyinggung golongan tertentu atau produsen lain ,menarik perhatian
banyak orang.
Point kedua yang harus diperhatikan adalah bahasa promotif atau bahasa
iklan harus menggunakan prinsip kehematan maupun kelejasan, hendaknya
digunakan secara tepat dan penuh pertimbangan dalam setiap praktik kebahasaan.
Preferensi yang berlebih terhadap salah satu kutub diantara kedua pilihan itu
justru membuat wujud bahasa yang digunakan menjadi tidak efektif, bahkan bisa
menjadi sangat merepotkan.
Point yang ke tiga, logat atau dialek pengucapan slogan atau bahasa
promotif dari bintang iklannya dapat menambahkan pencitraan nilai komersial.
Selain itu juga terdapat factor tokoh Selain itu pencitraan sebuah bahasan
promotif juga dapat dilihat dari bintang iklannya atau tokoh pemain dalam iklan
tersebut.
Dari berbagai contoh iklan televisi tersebut di atas maka kita dapat
simpulkan bahwa kecenderungan gaya iklan televisi sekarang sudah tidak
mengangkat realitas yang ada di dalam masayarakat, tetapi cenderung ke
dalam situasi realitas semu. Topik atau ceritera yang diangkat dari iklan
televisi sudah tidak lagi merujuk pada realitas, tetapi lebih suka mengam-bil
referensi yang berasal dari dunia lain yaitu dunia fiksi. Para pembuat iklan
tidak hanya mengambil atau meminjam unsur budaya fiksi saja tetapi telah
menggabungkan dengan unsur budaya lainnya sehingga terjadi dialog budaya
atau sering disebut dengan istilah intertekstualitas. Gejala semacam itu
merupakan ciri-ciri budaya posmodern di mana dalam men-ciptakan produk
budaya seperti iklan televisi dapat dilakukan dengan cara mengimitasi unsur
budaya lain dengan tujuan menyindir (parodi) ataupun sekedar humor saja
(pastiche).
Tapi terlepas dari semua itu nilai komersil dari suatu iklan atau bahasa
promotif tersebut berada ditangan konsumen penikmat iklan. Bukan masalah
kecanggihan dalam pembuatan iklan atau efek iklan yang ditanyangkan. Tetapi
dari sesuatu hal yang hanya konsumen penikmat iklan yang bias menilainya.
Daftar Pustaka
Kunjana,R.2006. Dimensi-Dimensi Kebahasaan Aneka Masakah Bahasa
Indonesia Terkini. Jogjakarta:Erlangga
Hariyanto,”Fenomena Parodi dalam Iklam Televisi Indonesia’’ Bahasa dan Seni Tahun 32, Nomor 1.Jakarta:Intan Pariwara , 16 Februari 2004:112-126
Shimp, Terrence A. 2004. “Periklanan & Promosi – Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu”. Penerbit Erlangga : Jakarta
Rahardi,”FenomenaIklan”,http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18226/5/Chapter%20I.pdf(diakses tanggal 2 Februari 2012)
Anomim, ‘’Bahasa Iklan”,http://rubrikbahasa.wordpress.com/2011/09/07/bahasa-iklan/(diakses tanggal 2 Februari 2012)
Bahasa Promotif Sebagai Unsur Komersial
Makalah Bahasa Indonesia(TMS1208)
OLEH :
Kelompok 5
Windy Lusia (1107111954)R.Oloan R.A. Manik (1107114333)Nofri Randa (1107114344)Alfebri Septian (1107136577)
PROGRAM SARJANA TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
2011