30
BAB I PENDAHULUAN Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan. Efek dari timbulnya luka antara lain hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stress simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, hingga kematian sel. Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, pembersihan sel dan benda asing, serta perkembangan awal seluler, merupakan bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Akan tetapi, penyembuhan luka juga dapat terhambat akibat banyak faktor, baik yang bersifat lokal maupun sistemik (Monaco and Lawrence, 2003). Penyembuhan luka yang normal memerlukan suatu rangkaian peristiwa yang kompleks yang terjadi secara simultan pada jaringan epidermis, dermis dan subkutis, itu suatu yang mudah membedakan penyembuhan pada epidermis dengan penyembuhan pada dermis dan perlu diingat bahwa peristiwa itu terjadi pada saat yang bersamaan. Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodelling jaringan yang bertujuan untuk menggabungkan bagian luka dan mengembalikan fungsinya. 1

BAB I kulit

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I kulit

BAB I

PENDAHULUAN

Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan. Efek dari timbulnya luka

antara lain hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stress simpatis,

perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, hingga kematian sel. Tubuh yang

sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya.

Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, pembersihan sel dan benda asing, serta

perkembangan awal seluler, merupakan bagian dari proses penyembuhan. Proses

penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan

dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Akan tetapi, penyembuhan luka

juga dapat terhambat akibat banyak faktor, baik yang bersifat lokal maupun sistemik

(Monaco and Lawrence, 2003).

Penyembuhan luka yang normal memerlukan suatu rangkaian peristiwa yang

kompleks yang terjadi secara simultan pada jaringan epidermis, dermis dan subkutis, itu

suatu yang mudah membedakan penyembuhan pada epidermis dengan penyembuhan

pada dermis dan perlu diingat bahwa peristiwa itu terjadi pada saat yang bersamaan.

Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang

dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodelling jaringan

yang bertujuan untuk menggabungkan bagian luka dan mengembalikan fungsinya.

1

Page 2: BAB I kulit

BAB II

ISI

2.1 Definisi

Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang

berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. Kedalaman luka

tergantung pada respon pasien terhadap luka tersebut. Luka yang dialami seseorang dapat

dapat beresiko pada keselamatan tubuh dan dapat merangsang penyembuhan yang komplek.

Pengetahuan tentang pola normal penyembuhan luka dapat membantu perawat mengenali

berbagai perubahan yang memerlukan intervensi.

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Lukaadalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain(Kozier, 1995).Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ2. Respon stres simpatis3. Perdarahan dan pembekuan darah4. Kontaminasi bakteri5. Kematian sel

2.2 Klasifikasi

Berdasarkan sifatnya:

Luka Akut.

Luka akut adalah luka yang sembuh sesuai dengan periode waktu yang

diharapkan atau dengan kata lain sesuai dengan konsep penyembuhan. Luka akut

dapat dikategorikan sebagai:

Luka akut pembedahan, contoh: insisi, eksisi dan skin graft.

Luka akut bukan pembedahan, contoh: Luka bakar.

Luka akut akibat faktor lain, contoh:abrasi, laserasi, atau injuri pada

lapisan kulit superfisial.

Luka Kronis.

Luka kronis adalah luka yang proses penyembuhannya mengalami keterlambatan

atau bahkan kegagalan. Contoh: Luka decubitus, luka diabetes, dan leg ulcer.

2

Page 3: BAB I kulit

Berdasarkan Kehilangan Jaringan.

Superfisial; luka hanya terbatas pada lapisan epidermis.

Parsial (partial-thickness); luka meliputi lapisan epidermis dan dermis.

Penuh (full-thickness); luka meliputi epidermis, dermis dan jaringan subcutan

bahan dapat juga melibatkan otot, tendon, dan tulang.

Berdasarkan Stadium.

Stage I.

Lapisan epidermis utuh, namun terdapat eritema atau perubahan warna.

Stage II.

Kehilangan kulit superfisial dengan kerusakan lapisan epidermis dan dermis.

Eritema di jaringan sekitar yang nyeri, panasa, dan edema. Exudate sedikit

sampai sedang.

Stage III.

Kehilangan jaringan sampai dengan jaringan sub cutan, dengan terbentuknya

rongga (cavity), exudate sedang sampai banyak.

Stage IV.

Hilangnya jaringan sub cutan dengan terbentuknya rongga (cavity) yang

melibatkan otot, tendon dan atau tulang. Exudat sedang sampai banyak.

Berdasarkan mekanisme terjadinya.

a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam.

Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup

oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)

b. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan

dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.

c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain

yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.

3

Page 4: BAB I kulit

d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru

atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.

e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh

kaca atau oleh kawat.

f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh

biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian

ujung biasanya lukanya akan melebar.

g. Luka Bakar (Combustio), adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas,

listrik, kimiawi, radiasi atau suhu dingin yang ekstrim.

Berdasarkan Penampilan Klinis.

Nekrotik (hitam): Eschar yang mengeras dan nekrotik, mungkin kering atau

lembab.

Sloughy (kuning): Jaringan mati yang fibrous.

Terinfeksi (kehijauan): Terdapat tanda-tanda klinis adanya infeksi seperti nyeri,

panas, bengkak, kemerahan dan peningkatan eksudat.

Granulasi (merah): Jaringan granulasi yang sehat.

Epitelisasi (pink): Terjadi epitelisasi.

Menurut tingkat Kontaminasi terhadap luka

a) Clean Wounds (Luka bersih), y/ luka bedah tak terinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) & infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital & urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.

b) Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi)à luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital / perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka : 3% – 11%.

c) Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan & operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik / kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi non purulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.

d) Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.

2.3 Proses penyembuhan luka

Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan.

Dirinya Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing

dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan

4

Page 5: BAB I kulit

terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu

untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas

dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan

jaringan (Taylor, 1997).

Prinsip Penyembuhan Luka

Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997) yaitu:

(1)Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya

kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang

(2) Respon tubuh pada luka lebihefektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga

(3) Respon tubuh secara sistemik pada trauma,

(4) Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka

(5) Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk

mempertahankan diri dari mikroorganisme

(6) Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari

benda asing tubuh termasuk bakteri.

Fase Koagulasi dan Inflamasi (0-3 hari).

Dua proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis.

Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah

besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan

jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk

oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi

pengambilan sel. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan

jaringan mati, scab membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh

mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi.

Epitelial sel membantu sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan

mencegah masuknya mikroorganisme

Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon seluler

digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai darah

yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan

pada proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit

bengkak. Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah

interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama

5

Page 6: BAB I kulit

lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme

dan sel debris melalui proses yang disebut pagositosis. Makrofag juga

mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan ujung

epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat

proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses

penyembuhan

Koagulasi merupakan respon yang pertama

terjadi sesaat setelah luka terjadi dan

melibatkan platelet. Pengeluaran platelet akan

menyebabkan vasokonstriksi. Proses ini

bertujuan untuk homeostatis sehingga

mencegah perdarahan lebih lanjut.

Pengeluaran platelet akan menyebabkan vasokonstriksi. Proses ini bertujuan untuk

homeostatis sehingga mencegah perdarahan lebih lanjut.

Fase inflamasi selanjutnya terjadi beberapa menit setelah luka terjadi dan berlanjut hingga

sekitar 3 hari. Fase inflamasi memungkinkan pergerakan leukosit (utamanya neutrofil).

Neutrofil selanjutnya memfagosit dan membunuh bakteri dan masuk ke matriks fibrin dalam

persiapan pembentukan jaringan baru.

Fase Proliferasi atau Rekonstruksi (2-24 hari).

Apabila tidak ada infeksi atau kontaminasi pada fase inflamasi, maka proses penyembuhan

selanjutnya memasuki tahapan Proliferasi atau rekonstruksi.

Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam

pertama setelah pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang

disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein

yang menambah tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah

kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu

sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka. Kapilarisasi tumbuh

melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang

diperlukan bagi penyembuhan. Fibroblast berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa

fibrin. Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini

disebut granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah.

6

Page 7: BAB I kulit

Tujuan utama dari fase ini adalah:

Proses granulasi (untuk mengisi ruang kosong pada luka).

Angiogenesis (pertumbuhan kapiler baru).

Secara klinis akan tampak kemerahan pada luka. Angiogenesis terjadi bersamaan

dengan fibroplasia. Tanpa proses angiogenesis sel-sel penyembuhan tidak dapat

bermigrasi, replikasi, melawan infeksi dan pembentukan atau deposit komponen

matrik baru.

Proses kontraksi (untuk menarik kedua tepi luka agar saling berdekatan).

Menurut Hunt (2003) kontraksi adalah peristiwa fisiologi yang menyebabkan

terjadinya penutupan pada luka terbuka. Kontraksi terjadi bersamaan dengan

sintesis kolagen. Hasil dari kontraksi akan tampak dimana ukuran luka akan

tampak semakin mengecil atau menyatu.

Fase Remodelling atau Maturasi (24 hari-1tahun).

Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses penyembuhan

luka. Aktifitas sintesis dan degradasi kolagen berada dalam keseimbangan. Serabut-

serabut kolagen meningkat secara bertahap dan bertambah tebal kemudian disokong

oleh proteinase untuk perbaikan sepanjang garis luka. Kolagen menjadi unsur yang

utama pada matrks. Serabut kolagen menyebar dengan saling terikat dan menyatu

serta berangsur-angsur menyokong pemulihan jaringan.

Akhir dari penyembuhan didapatkan parut luka yang matang yang mempunyai

kekuatan 80 % dibanding kulit normal.

Fase penyembuhan luka serta waktu yang dibutuhkan tiap fase:

Fase Penyembuhan Luka Waktu Sel yang Terlibat

Hemostasis Segera (menit) Patelet

Inflamasi Hari 1-3 Neutrofil, Makrofag

Proliferasi sel Hari 3-21 Makrofag

Granulasi & matrix repair Hari 7-21 Limfosit, AngiositNeurosit, Fibroblast

7

Page 8: BAB I kulit

Epitelisasi Hari 3-21 Keratinosit

Remodeling/ pembentukan scar Hari 21-beberapa tahun Fibrosit

2.4 Tipe penyembuhan luka

Primary Intention Healing.

Jaringan yang hilang minimal, tepi luka dapat dirapatkan kembali melalui jahitan, klip

atau plester.

Delayed Primary Intention Healing.

Terjadi ketika luka terinfeksi atau terdapat benda asing yang menghambat

penyembuhan.

Secondary Healing.

Proses penyembuhan tertunda dan hanya bisa terjadi melalui proses granulasi,

kontraksi dan epitelisasi. Secondary healing menghasilkan scar.

TYPE PENYEMBUHAN

Primary Intention Healing

Delayed Primary Intention Healing

Secondary Intention Healing

2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka

Faktor yang Mempengaruhi Luka

1. Usia

8

Page 9: BAB I kulit

Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering

terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor

pembekuan darah.

2. Nutrisi

Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit

kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang

nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika

mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama

karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat.

3. Infeksi

Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.

4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi

Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar

lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-

orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu,

lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang

dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau

diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau

gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan

vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.

5. Hematoma

Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi

oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut

memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses

penyembuhan luka.

6. Benda asing

Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses

sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan

lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan

nanah (“Pus”).

7. Iskemia

Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh

akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka

9

Page 10: BAB I kulit

terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh

darah itu sendiri.

8. Diabetes

Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak

dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori

tubuh.

9. Keadaan Luka

Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka.

Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.

10. Obat

Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi

penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan

terhadap infeksi luka.

a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera

b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan

c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab

kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan

efektif akibat koagulasi intravaskular.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

Faktor lokal Faktor general

1. Suplai pembuluh darah

yang kurang.

2. Denervasi.

3. Hematoma.

4. Infeksi.

5. Iradiasi.

6. Mechanical stress.

7. Dressing material.

8. Tehnik bedah.

9. Irigasi.

10. Elektrokoagulasi.

11. Suture materials.

12. Antibiotik.

13. Tipe jaringan.

14. Facilitious wounds .

1. Usia.

2. Anemia.

3. Anti inflammatory drugs.

4. Cytotoxic and metabolic drugs.

5. Diabetes mellitus.

6. Hormon.

7. Infeksi sistemik.

8. Vitamin C dan A.

9. Penyakit menular.

10. Malnutrisi.

11. Obesitas.

12. Temperatur.

13. Trauma, hipovolemia dan

hipoksia.

14. Uremia.

10

Page 11: BAB I kulit

2.6 Beberapa prinsip perawatan luka

1.Debridement:

Seluruh materi asing/nonviable/jaringan nekrotik à “debris” & dapat menghambat

penyembuhan luka à diperlukan tindakan untuk membersihkan luka dari semua materi asing

ini. Nekrotomi (pembuangan jaringan nekrotik) juga termasuk ke dalam debridemen luka.

Debridemen dapat dilakukan berkali-kali (bertahap) sampai seluruh dasar luka (wound bed)

bersih & vital.

2. Moist wound bed:

Dasar luka (wound bed) harus selalu lembab. Lembab bukan berarti basah. Kassa yang

direndam dalam larutan seperti NaCl itu “basah” & bukan “lembab”, karena kassa yang basah

dapat menjadi kering, sehingga tidak pernah menjadi lembab. Lembab yang dimaksud adalah

adanya eksudat yang berasal dari sel di dasar luka yang mengandung sel-sel darah putih,

growth factors, & enzim2 yang berguna dalam proses penyembuhan luka. Suasana lembab ini

harus dipertahankan dengan diikuti pencegahan infeksi & pembentukan pus.

3.Prevent further injury:

Jaringan di sekitar luka biasanya mengalami inflamasi sehingga ikatan antar selnya kurang

kuat. Saat merawat luka, sangat dianjurkan untuk tidak membuat luka/kerusakan yang baru

pada jaringan di sekitarnya. Imobilisasi lama juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan

lainnya misalnya terbentuk ulkus dekubitus, infeksi sekunder, bahkan pneumonia dll.

4.Nutritional therapy:

Nutrisi : suatu terapi & bukan hanya sebagai suplemen/tambahan. Terapi nutrisi sangat

penting dalam proses penyembuhan luka sebab komponen jaringan yang rusak & harus

diganti pada setiap luka memerlukan elemen pengganti yang didapatkan dari asupan nutrisi.

5. Treat underlying disease(s):

Salah satu faktor yang berpengaruh dalam proses penyembuhan luka : penyakit yang

mendasari luka tersebut, mis., diabetes mellitus, chronic venous insufficiency. Jika penyakit

yang mendasarinya tidak diatasi, kemungkinan besar luka akan sulit sembuh.

6. Work with the law of nature:

“Time heals all wounds”. Sesungguhnya penyembuhan luka dilakukan oleh tubuh

penderita itu sendiri, yang dapat kita lakukan : memberikan suasana & kondisi yang ideal

11

Page 12: BAB I kulit

agar luka dapat sembuh tanpa adanya hambatan/gangguan. Jika seluruh faktor yang

menghambat penyembuhan luka dapat diatasi (mulai dari faktor sistemik sampai keadaan

status lokalis luka itu sendiri), maka tidak ada alasan luka tidak dapat sembuh.

2.7 Tahap perawatan luka secara umum

1. Describe: Luka akut/ kronis, luas/ kecil, permukaan / dalam, terbuka / tertutup (punctured

wound), dengan atau tanpa underlying diseases, dsb.

2. Debridement (necrotomy, irrigation, drainage): buang semua debris, pus, jaringan

nekrotik, corpus alienum, & semua hal yang menghambat penyembuhan luka. Jika perlu,

lakukan debridement dengan anestesi umum agar pasien tidak kesakitan & debridement dapat

dilakukan dengan sempurna. Hindari injury terhadap jaringan sehat di sekitar luka. Irigasi

cukup dengan cairan berupa NaCl fisiologis 0,9% / aqua (H2O). Hindari pemakaian

antiseptik/cairan lain yang dapat merusak jaringan yang sehat (H2O2, povidone iodine,

alkohol, dll). Debridement hendaknya dilakukan bertahap untuk mencegah kerusakan

jaringan sehat yang berlebihan.

3. Dressing (moist wound bed): luka ditutup dengan balutan yang memenuhi prinsip

perawatan luka yakni “moist” / lembab, bukan “wet” atau basah. Jika memungkinkan, pilih

dressing yang dapat menciptakan suasana tekanan negatif pada dasar luka (negative

pressure), artinya debris/pus/eksudat di dasar luka diangkat/dikeluarkan secara kontinu. Pilih

tipe wound dressing yang paling ideal & memenuhi prinsip penanganan luka.

4. Disease: selama penyakit yang mendasari (underlying disease) timbulnya luka tidak

diobati dengan benar (mis. diabetes mellitus, dll), luka tidak akan dapat sembuh dengan

sempurna.

5. Diet: nutrisi yang cukup sangat penting dalam proses penyembuhan luka.

Perawatan luka akut:

Luka akut yaitu luka yang terjadi dalam hitungan jam (s/d 8 jam). Luka yang

dibiarkan lebih dari 8 jam dinamakan neglected wound (luka yang terabaikan).

Secara umum waktu 8 jam ditentukan sebagai “golden period” untuk luka. Jaringan

tubuh yang dibiarkan iskemik (tidak mendapatkan asupan O2 dari darah) selama lebih

dari 8 jam akan menjadi nekrosis & kerusakannya tidak dapat dikembalikan ke

keadaan normal (sering disebut irreversible injury). Maka dari itu sebaiknya

perawatan luka dimulai secepatnya sejak luka/injury terjadi & tidak menunggu hingga

nekrosis.

12

Page 13: BAB I kulit

Luka akut yang bersih (acute clean wounds) misalnya luka akibat sayatan pisau yang

bersih, dapat dengan segera ditutup/ dijahit sehingga terjadi penyembuhan luka secara

primer (primary wound healing). Luka akut yang kotor memerlukan penanganan

debridemen terlebih dahulu sebelum penjahitan luka, sesuai dengan prinsip perawatan

luka secara umum.

Debridemen pada luka akut dilakukan sesegera mungkin setelah luka terjadi.

Penggunaan antiseptik pada luka masih kontroversial karena beberapa pendapat

mengatakan bahwa luka tidak perlu harus steril, & flora normal pada luka masih

diperlukan untuk melawan kuman patogen.

Drosou et al. mengatakan bahwa penggunaan antiseptik seperti betadine, alkohol, atau

peroksida (H2O2) dapat mengakibatkan kerusakan jaringan sehingga tidak dianjurkan

untuk digunakan pada luka terbuka.

Larutan yang ideal digunakan untuk debridemen luka adalah cairan fisiologis

(NaCl 0.9%) sebanyak mungkin sampai luka menjadi bersih.

Luka pasca operasi umumnya merupakan luka akut steril, sehingga dapat

dipertahankan sampai 3 hari untuk kemudian dilakukan penggantian dressing. Waktu

3 hari dipakai sebagai patokan sesuai dengan waktu yang diperlukan bagi luka untuk

melewati fase proliferasi & epitelisasi pada luka akut tipe primary healing/repair.

Saat epitelisasi ujung-ujung luka terjadi, luka tersebut bukan lagi dinamakan luka

terbuka, oleh karena itu dapat dilakukan wound dressing & pencucian. Pencucian

dilakukan dengan menggunakan air / NaCl fisiologis untuk mencuci krusta &

kemungkinan adanya kuman yang menempel saat dressing dibuka.

2.8 Perawatan luka kronis

Luka kronis : luka yang berlangsung lebih dari 2 minggu tanpa melewati fase-fase

penyembuhan secara sempurna. Mungkin saja suatu luka kronis melewati seluruh fase

13

Page 14: BAB I kulit

penyembuhan namun tanpa mempertahankan fungsi & struktur anatomis yang benar. Luka

dapat menjadi kronis jika terdapat hambatan/gangguan pada saat melewati fase-fase

penyembuhan, misalnya adanya penyakit yang mendasari (biasanya penyakit kronis pula

seperti diabetes, dll.), nutrisi yang kurang, / akibat perawatan luka yang tidak benar.

Patologi Luka Kronik

Proses patologi dari luka kronik antara lain (Broderick, 2009):

a. Pemanjangan fase inflamasi

b. Penuaan sel (sel tua yang kurang viabel), dimana terjadi perubahan kemampuan sel

untuk berproliferasi.

c. Kekurangan reseptor faktor pertumbuhan (growth factor)

d. Tidak terdapat perdarahan awal yang dapat memicu kaskade penyembuhan luka

e. Peningkatan kadar protease (enzim yang memakan protein).

Gangren diabetikum à salah 1 luka kronis yang paling sering dijumpai dan sering

berakhir dengan tindakan amputasi. Perawatan luka secara baik & benar yang

dibarengi dengan kontrol glukosa darah yang teratur sesungguhnya dapat mencegah

tindakan amputasi yang berlebihan.

Penatalaksanaan

a. Perawatan Dasar

Perawatan yang baik dan penggunaan kasur anti dekubitus memiliki peranan dalam

mengurangi tekanan pada pasien dengan ulkus dekubitus. Demikian pula

debridemen kalus secara teratur, perawatan kuku, dan sepatu khusus untuk

mengurangi tekanan penting untuk perawatan kaki diabetik akibat neuropati

diabetik. Penggunaan verban kompresi dan stoking penting dan efektif dalam

mengobati ulkus vena. (Harding and Morris, 2002)

b. Debridement yang adekuat

Luka kronik umumnya memiliki banyak jaringan parut, debris, dan jaringan

nekrotik yang menghambat penyembuhan. (Sudjatmiko, 2010)

c. Penanganan infeksi

Pada luka kronik harus dicurigai adanya infeksi. Kultur jaringan dan perhitungan

kwantitatif sebaiknya dilakukan. (Sudjatmiko, 2010)

d. Penutupan luka yang baik

14

Page 15: BAB I kulit

Desikasi merupakan faktor yang seringkali menyebabkan gangguan penyembuhan

luka dan epitelisasi pada luka kronik. (Sudjatmiko, 2010) Fokus utama dari

perawatan luka kronis dalam beberapa tahun terakhir adalah mengembangkan

metode penutupan luka yang baik sehingga dapat menciptakan lingkungan yang

lembab untuk membantu penyembuhan luka. Winter menunjukkan pada model

hewan bahwa proses reepitelialisasi luka akut berjalan 1,5 kali lebih cepat jika luka

ditutup. Penutupan luka belum menunjukkan efek bermakna dalam studi klinis

terhadap pasien dengan luka kronis, namun penerapannya masih memiliki manfaat

bagi pasien dengan mengurangi rasa sakit dan dengan meningkatkan kenyamanan

serta efektivitas biaya. Kemajuan dalam teknologi penutupan luka belum dapat

menemukan zat yang dapat mengobati kelainan pada kaskade penyembuhan luka,

kecuali penutupan luka dengan bahan yang mengandung asam hyaluronat, yang

secara khusus membantu penyembuhan luka. (Harding and Morris, 2002)

e. Penggunaan faktor pertumbuhan topikal

Fungsi normal faktor pertumbuhan adalah untuk menarik bermacam tipe sel ke

daerah luka, menstimulasi proliferasi selular, memacu angiogenesis, serta mengatur

sintesis dan degradasi matriks ekstraseluler. Penggunaan faktor pertumbuhan

secara topikal belum memiliki hasil dramatis seperti yang diaharapkan

sebelumnya. Hal ini tidak mengejutkan mengingat proses penyembuhan luka

sangatlah kompleks. Sampai saat ini hanya platelet derived growth factor yang

telah diijinkan penggunaannya untuk mengobati ulkus kaki yang tidak terinfeksi

samai dengan ukuran 5 cm2 pada penderita kaki diabetik (becaplermin, Regranex).

Penelitian telah menunjukkan bahwa platelet derived growth factor juga memiliki

manfaat dalam mengobati ulkus dekubitus. Meski belum berlisensi, granulocyte

colony stimulating factor telah diteliti bermanfaat dalam mengobati ulkus kaki

yang terinfeksi pada pasien diabetes, mempercepat penyembuhan selulitis serta

menurunkan kebutuhan penggunaan antibiotik. Selain itu, fibroblast growth factor

dinilai dapat mengobati ulkus decubitus dan epidermal growth factor dapat

digunakan pada ulkus vena di kaki. Di masa yang akan datang faktor pertumbuhan

dapat diberikan secara bertahap, dalam kombinasi, atau pada interval waktu

tertentu agar semakin mendekati proses penyembuhan luka yang normal.

Keragaman faktor pertumbuhan dan jenis luka kronis menunjukkan bahwa faktor-

faktor tersebut memiliki potensi sebagai pengobatan baru jika kebutuhan individual

pasien dapat dikenali.

15

Page 16: BAB I kulit

f. Penanganan faktor lokal dan sistemik yang dapat menghambat penyembuhan

luka

Misalnya gangguan vaskular, edema, diabetes, malnutrisi, tekanan lokal, dan

gravitasi.

g. Penggunaan Vacuum Assisted Closure (VAC)

VAC adalah suatu pendekatan noninvasive yang bertujuan membantu penutupan

luka melalui pemberian secara topical tekanan subatmosferik atau tekanan negatif

ke permukaan luka. Mekanisme kerjanya adalah mengurangi eksudat, merangsang

angiogenesis, mengurangi kolonisasi bakteri dan menngkatkan pembentukan

jaringan granulasi. Keuntungan menggunakan VAC adalah kita dapat menutup

luka dengan lebih cepat, bahkan pada luka yang kecil dapat epitelisasi sendiri.

(Harding and Morris, 2002)

Secara prinsip perawatan luka kronis tidak banyak berbeda dengan luka akut.

Debridemen dan nekrotomi harus dilakukan secara rutin untuk menghilangkan faktor

penghambat penyembuhan luka. Debridemen dapat dilakukan secara bertahap untuk

mengurangi kemungkinan further injury pada jaringan sehat disekitar luka. Prinsip

moist wound bed pun harus dilakukan dengan pemilihan wound dressing yang tepat.

Nutrisi & pengobatan penyakit yang mendasari juga harus selalu dievaluasi supaya

pasien memperoleh asupan gizi yang baik untuk mempercepat penyembuhan luka.

Luka maligna (malignant wound), suatu luka yang timbul akibat adanya sel-sel

neoplasma maligna di sekitar luka tersebut, juga dapat dikategorikan sebagai luka

kronis. Meskipun demikian, penanganan luka yang mengikuti prinsip-prinsip di atas

dapat menghasilkan penyembuhan luka yang baik.

Moist Wound Healing adalah mempertahankan isolasi lingkungan luka yang tetap

lembab dengan menggunakan balutan penahan-kelembaban, oklusive dan semi

oklusive. Penanganan luka ini saat ini digemari terutama untuk luka kronik, seperti

”venous leg ulcers, pressure ulcers, dan diabetic foot ulcers”.

Dan metode moist wound healing adalah metode untuk mempertahankan kelembaban

luka dengan menggunakan balutan penahan kelembaban, sehingga penyembuhan luka

dan pertumbuhan jaringan dapat terjadi secara alami.

Keuntungan dari permukaan luka yang lembab:

Mengurangi pembentukan jaringan parut

Meningkatkan produksi faktor pertumbuhan

16

Page 17: BAB I kulit

Mengaktivasi protease permukaan luka untuk mengangkat jaringan devitalisasi/yang

mati

Menambah pertahanan immun permukaan luka

Meningkatkan kecepatan angiogenesis dan proliferasi fibroblast

Meningkatkan proliferasi dan migrasi dari sel-sel epitel disekitar lapisan air yang tipis

Mengurangi biaya. Biaya pembelian balutan oklusif lebih mahal dari balutan kasa

konvensional, tetapi dengan mengurangi frekuensi penggantian balutan dan

meningkatkan kecepatan penyembuhan dapat menghemat biaya yang dibutuhkan.

Balutan Luka

Balutan luka yang moist seperti ”foam/busa, alginate, hydrocolloid, hydrogel, dan

film transparant.” hydrocolloid merupakan balutan yang tahan terhadap air yang

membantu pencegah kontaminasi bakteri. Hydroclloid menyerap eksudat dan

melindungi lingkungan dasar luka secara alami.

Hydrogel merupakan gel hydropilik yang meningkatkan kelembaban pada area luka.

Hydrogel rehidrasi dasar luka dan melunakkan jaringan nekrotik.

Film transparan merupakan balutan yang tahan terhadap air yang semi oklusive,

berarti air dan gas dapat melalui permukaan balutan film transparan ini dan termasuk

juga dapat mempertahankan lingkungan luka yang tetap lembab.

BAB III

KESIMPULAN

17

Page 18: BAB I kulit

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka adalah kerusakan

kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain. Luka dapat

diklasifikasi berdasarkan waktu penyembuhan luka, proses terjadinya, dan derajat

kontaminasi. Sementara itu proses penutupan pada luka terbagi menjadi 3 kategori,

tergantung pada tipe jaringan yang terlibat dan keadaan serta perlakuan pada luka, yaitu

primer, sekunder, dan tersier

Setiap proses penyembuhan luka akan melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait

dan berkesinambungan, serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat luka. Fase hemostasis dan

inflamasi ditandai dengan adanya respons vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan

pada jaringan lunak yang bertujuan  menghentikan perdarahan dan sterilisasi. Selanjutnya

pada fase proliferasi, fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi,

menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar

kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka. Selanjutnya fase remodelling yang

bertujuan menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang

kuat dan berkualitas.

Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari tubuh sendiri (endogen) dan

oleh penyebab dari luar tubuh (eksogen). Penyebab endogen terpenting adalah gangguan

koagulasi yang disebut koagulopati, dan gangguan sistem imun. Semua gangguan pembekuan

darah akan menghambat penyembuhan luka, sebab homeostatis merupakan titik tolak dan

dasar fase inflamasi. Gangguan sistem imun akan menghambat dan mengubah reaksi tubuh

terhadap luka, kematian jaringan dan kontaminasi. Perawatan luka sebaiknya dijaga pada

kondisi lingkungan yang lembab karena mempercepat epitelisasi. Komplikasi penyembuhan

luka di antaranya keloid dan jaringan parut hipertrofik.

Luka kronik merupakan luka yang tidak menyembuh melalui tahapan penyembuhan

luka yang normal, dalam waktu kurang lebih 3 bulan.Luka kronik dapat disebabkan oleh

pengaruh intrinsik maupun ekstrinsik serta dapat mengenai semua kelompok umur, baik

pasien sehat maupun mereka yang memiliki beberapa penyakit penyerta. Contoh luka kronik

antara lain: ulkus dekubitalis, ulkus diabetik, luka yang mengalami desikasi lama, ulkus stasis

vena, ulkus radiasi, luka traumatik, atau luka operasi lama.

DAFTAR PUSTAKA

18

Page 19: BAB I kulit

1. Diegelmann RF and Evans MC. 2004. Wound healing : an overview of acute, fibrotic and delayed healing. Front in Biosci. 9:283-9.

2. Harding, KG; Morris, G K patel. 2002. Science, medicine, and the future

Healing chronic wounds. BMJ Vol 324

3. Libby Swope Wiersema. 2011. List of Surgical Wound Classifications Last. http://www.livestrong.com/article/220345-list-of-surgical-wound-classifications/, List of Surgical Wound Classifications ( diakses 1 des 2012)

4. Mallefet P and Dweck A.C. 2008. Mechanisms involved in wound healing. Biomed Scient. 609-15.

5. Mangram AJ, Horan TC, et al. 1999. Guideline for prevention of surgical site infection. Infect Control Hosp Epidemiol 1999;20:247-80. www.medscape.com/vie war ticle/414393_4 ( diakses 1 des 2012)

6. Metcalfe, Anthony D and Ferguson, Mark W.J. Tissue engineering of replacement skin: the crossroads of biomaterials, wound healing, embryonic development, stemcells and regeneration. J. R. Soc. Interface 2007 4, 413-437

7. Schwartz BF and Neumeister M. 2006. The mechanics of wound healing. In Future Direction in Surgery. Southern Illinois. pp: 78-9.

8. Sjamsuhidajat, R and Jong, W D. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. Jakarta : EGC. 3: 72-81.

9. Sudjatmiko, Gentur. 2010. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi. Jakarta : Yayasan Khasanah Kebajikan.

10. Morison, Maya J. (2003). Seri Pedoman Praktis : Manajemen Luka. Jakarta : EGC

11. Handaya, Yuda. (2009) . Luka Wound Healing Dr Yuda Umm,http://www.slideshare.net/david1980/luka-wound-healing-dr-yuda-umm : Malang

12. Purwahyudi, Ari. (2008) . Perawatan Dekubitus.

, http://www.slideshare.net/aripurwahyudi/perawatan-dekubitus-3617137

19