17
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Kulit 2.1.1 Definisi Kulit Kulit merupakan organ yang menutupi seluruh tubuh manusia dan berfungsi melindungi tubuh dari pengaruh luar, sehingga kulit perlu dilindungi dan dijaga kesehatannya. Proses kerusakan kulit ditandai dengan munculnya keriput, sisik, kering, dan pecah-pecah. Kulit sangat sensitif terhadap berbagai zat- zat kimia yang dapat pula merusak jaringan kulit. Kulit yang tidak dirawat dapat menunjukan gejala seperti warna kulit yang tidak merata karena panasnya sinar matahari dan tidak menggunakan pelindung atau sunblock, radikal bebas dari berbagai polusi seperti asap kendaraan dan asap rokok untuk kulit wajah, tidak menggunakan pelembab untuk buku-buku jari sehingga kulit kering dan tidak rata yang dapat menimbulkan pengelupasan kulit secara berkala bahkan penuaan. (Wahyuningtyas et al, 2015) 2.1.2 Struktur Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Campbell, 2008) Kulit terdiri 2 lapisan yaitu epidermis dan dermis. Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya terdiri dari jaringan epitel, tidak mempunyai pembuluh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Kulit

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Kulit

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Kulit

2.1.1 Definisi Kulit

Kulit merupakan organ yang menutupi seluruh tubuh manusia dan

berfungsi melindungi tubuh dari pengaruh luar, sehingga kulit perlu dilindungi

dan dijaga kesehatannya. Proses kerusakan kulit ditandai dengan munculnya

keriput, sisik, kering, dan pecah-pecah. Kulit sangat sensitif terhadap berbagai zat-

zat kimia yang dapat pula merusak jaringan kulit. Kulit yang tidak dirawat dapat

menunjukan gejala seperti warna kulit yang tidak merata karena panasnya sinar

matahari dan tidak menggunakan pelindung atau sunblock, radikal bebas dari

berbagai polusi seperti asap kendaraan dan asap rokok untuk kulit wajah, tidak

menggunakan pelembab untuk buku-buku jari sehingga kulit kering dan tidak rata

yang dapat menimbulkan pengelupasan kulit secara berkala bahkan penuaan.

(Wahyuningtyas et al, 2015)

2.1.2 Struktur Kulit

Gambar 2.1 Struktur Kulit (Campbell, 2008)

Kulit terdiri 2 lapisan yaitu epidermis dan dermis. Epidermis merupakan

lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel berlapis gepeng dengan lapisan

tanduk. Epidermis hanya terdiri dari jaringan epitel, tidak mempunyai pembuluh

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Kulit

8

darah oleh karena itu semua nutrien dan oksigen diperoleh dari kapiler pada

lapisan dermis (Kalangi., 2013). Lapisan epidermis tebalnya 75-150 μm, kecuali

pada telapak tangan dan kaki yang berukuran lebih tebal. Telapak tangan dan

telapak kaki mempunyai kulit yang lebih tebal daripada bagian tubuh yang lain

disebabkan oleh adanya lapisan corneum di tempat itu (Sari et al., 2015). Dermis

merupakan jaringan metabolik aktif, mengandung kolagen, elastin, sel saraf,

pembuluh darah dan jaringan limfatik. Ketebalan dermis bervariasi di berbagai

tempat tubuh, biasanya 1-4 mm (Sari et al., 2015).

2.2 Tanaman Jambu Biji Putih (Psidium guajava L.)

Klasifikasi ilmiah tanaman

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Myrtales

Suku : Myrtaceae

Marga : Psidium

Jenis : Psidium guajava L.

(Cahyono, 2010)

2.3 Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.)

Tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) memiliki struktur daun

tunggal dana mengeluarkan aroma yang khas (Jaya, 2018). Bentuk daun jambu

biji (Psidium guajava L.) paling dominan adalah daun lonjong dengan pangkal

daun yang asimetri (Jaya, 2018). Tepi daun rata dengan ujung daun yang tumpul

dan memiliki tekstur menyerupai kertas dengan permukaan daun yang pucat

(glaucous) dan terdapat bulu-bulu halus, pendek dan jarang (pubescent) (Jaya,

2018).

Helai daun berbentuk bulat telur agak jorong, ujung tumpul, pangkal

membulat, tepi rata agak melekuk ke atas. Buahnya berbentuk bulat sampai bulat

telur, berwarna hijau sampai hijau kekuningan. Daging buah tebal berwarna putih

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Kulit

9

kekuningan. Biji buah banyak mengumpul ditengah, kecil-kecil, keras, berwarna

kuning kecoklatan (Tanri, 2013).

Gambar 2.2 Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.)

2.4 Kandungan Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.)

Kandungan daun jambu biji (Psidium guajava L.) pada ekstraksi ethanol

96% adalah tannin sejumlah 2,35 mg/g daun jambu biji (Psidium guajava L.) dan

konsentrasinya lebih banyak diantara bagian batang dan buah tumbuhan daun

jambu biji (Psidium guajava L.) (Cerio, et al., 2017). Kandungan lain yang

terdapat juga dalam daun jambu biji (Psidium guajava L.) adalah Flavonoid,

Saponin, dan Terpenoid (Nath, et al., 2015). Kandungan Flavonoid dan saponin

hanya terdapat dari ekstrasi daun dengan ethanol pada tumbuhan daun jambu biji

(Psidium guajava L.) (Guti´errez, et al., 2008). Kandungan ekstrak daun jambu

biji (Psidium guajava L.) yang berperan sebagai insektisida yaitu tanin 9% serta

beberapa persen flavonoid, terpenoid, saponin Berdasarkan uraian tersebut

peneliti menggunakan bagian daun dalam penelitian ini (Nath, et al., 2015).

a. Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa kimia bersifat basa yang mengandung satu

atau lebih atom nitrogen, umumnya tidak berwarna, dan berwarna jika

mempunyai struktur kompleks dan bercincin aromatik. Alkaloid merupakan

golongan terbesar senyawa metabolit sekunder pada tumbuhan. Telah diketahui

sekitar 5.500 senyawa alkaloid terbesar di berbagai family. Alkaloid dapat

ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit

kayu (Simbala, 2009).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Kulit

10

Salah satu kandungan daun jambu biji (Psidium guajava L.) adalah

alkaloid yang dapat meningkatkan trombosit. Trombosit akan mengeluarkan

adenosin 6 difosfat (ADP) yang kemudian menyebabkan permukaan trombosit

melekat pada lapisan trombosit yang pertama. Trombosit yang baru melekat

mengeluarkan lebih banyak ADP sehingga bertambah jumlah trombosit yang

melekat. Proses penumpukan trombosit didukung oleh tromboksan A2 yang

secara langsung mendorong agregasi trombosit sehingga dapat mempercepat

pembekuan darah dengan cara mengeluarkan lebih banyak ADP (Damhoeri dkk,

2011).

b. Saponin

Saponin merupakan salah satu kelas senyawa glikosida, steroid,

triterpenoid struktur dan spesifisitas yang memiliki solusi koloid bentuk dalam air

dan berbusa seperti sabun. Saponin dapat diklasifikasikan sebagai steroid,

triterpenoidal atau alkaloid tergantung pada sifat aglikon, dan bagian aglikon dari

saponin disebut sebagai sapogenin yang umumnya oligosakarida. Steroid saponin

hormon dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok dengan reseptor yang

mengikat mereka, glukokortikoid, kortikoid, mineral, androgen, estrogen,

prostagen, vitamin D derivate seperenam, dan erathormon terkait sistem. Steroid

dalam studi klinis modern telah mendukung sebagai anti inflamasi dan analgesik

agen (Astuti dkk, 2011).

Saponin diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : saponin steroid dan saponin

titerpenoid. Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C27) dengan molekul

karbohidrat. Saponin steroid dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang dikenal

sebagai saraponin. Tipe saponin ini memiliki efek meningkatkan jumlah trombosit

(Prihatman, 2011). Kandungan saponin dapat memicu pembentukan kolagen,

yaitu protein struktural yang berperan dalam proses penyemuhan luka (Damhoeri,

2011).

c. Tanin

Senyawa tanin secara garis besar mekanisme yang diperkirakan adalah

toksisitas tanin dapat merusak membran sel bakteri dan pembentukan suatu

kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya toksisitas

tanin itu sendiri. Tanin diduga dapat mengerutkan dinding sel atau membran sel

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Kulit

11

sehingga mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terpengaruh

permeabilitas, sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga

pertumbuhannya terhenti atau bahkan mati (Ajizah, 2010).

Tanin bersifat antiseptik pada permukaan luka, bekerja sebagai

bakteriostatik yang biasanya digunakan untuk melawan infeksi pada luka, kulit,

dan mukosa. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis. Tanin

memiliki efek menangkal radikal bebas, meningkatkan oksigenasi, meningkatkan

kontraksi luka, meningkatkan pembentukan pembuluh darah, dan jumlah fibroblas

(Li dkk, 2011).

Tanin juga berfungsi sebagai astrigen yang dapat menyebabkan

penciutan pori-pori kulit, memperkeras kulit, menghentikan eksudat dan

perdarahan ringan, sehingga mampu menutup luka dan mencegah perdarahan

yang biasa timbul pada luka (Yenti, 2011).

d. Flavonoid

Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang

ditemukan di alam, yang terdiri dari 15 atom karbon, dengan dua cincin benzene

(C6) terikat pada suatu rantai propane (C3) sehingga membentuk susunan C6-C3-

C6. Sebagian besar senyawa flavonoid alam ditemukan dalam bentuk glukosida,

dengan unit flavonoid terikat pada suatu gula. Glikosida adalah kombinasi antara

suatu gula dan suatu alkohol yang saling berikatan melalui ikatan glukosida

(Lenny, 2010).

Flavonoid bersifat polar karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil

ataupun mengikat gula, oleh karena itu flavonoid umumnya larut dalam pelarut

polar seperti etanol, metanol dan butanol. Flavonoid dapat digunakan sebagai

antioksidan. Antioksidan adalah senyawa yang melindungi sel terhadap efek

kerusakan oleh oksigen reaktif. Flavonoid juga dapat mempengaruhi kenaikan

jumlah trombosit dan memiliki bioaktifitas sebagai anti kanker, anti virus, anti

bakteri, anti peradangan dan alergi (Sudaryono, 2011).

Quercetin merupakan golongan flavonoid yang dapat menaikkan jumlah

trombosit karena terkandung asam amino serin dan threonin yang mampu

membentuk trombopoetin yang berfungsi dalam proses maturasi megakariosit

menjadi trombosit (Sudaryono, 2011). Flavonoid quercetin sebagai antiinflamasi

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Kulit

12

yang mampu menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase, sehingga

produksi prostaglandin dan leukotrien dapat berkurang. Penurunan jumlah

prostaglandin dan leukotrien mengakibatkan migrasi sel radang ke area luka akan

berkurang yang menandakan bahwa proses penyembuhan fase inflamasi

dipersingkat, sehingga dapat segera memasuki faseproliferasi (Nijveldt dkk.,

2011).

Ekstrak etanol daun jambu biji lokal (Psidium guajava L.) dianalisis

secara fisika, kimia, dan mikrobiologi menunjukan bahwa kandungan antioksidan

tertinggi ada pada kandungan senyawa flavonoid dan merupakan antioksidan

secara alami (Hudson, 1990). Flavonoid merupakan zat yang umumnya terdapat

dalam tumbuhan dan mempunyai beragam khasiat, antara lain sebagai antioksidan

(Achmad, 1990).

2.5 Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L)

Daun yang dapat digunakan untuk proses ekstraksi adalah daun yang

sudah kering dengan melihat warna daun yang sudah coklat dan jika diremas daun

akan hancur. Daun yang sudah kering kemudian dihaluskan dan ditimbang.

Selanjutnya serbuk simplisia direndam atau dimaserasi menggunakan alkohol

96%. Pemilihan pelarut didasarkan pada prinsip like dissolve like yaitu senyawa

polar akan larut pada senyawa polar, dan senyawa non polar akan larut pada

senyawa non polar. Etanol dipilih karena bersifat tidak selektif sehingga

diharapkan dapat menarik senyawa lebih banyak. Selain itu, etanol juga bersifat

tidak toksik (Sulistyaningsih, 2009).

Ekstrak etanol daun jambu biji (Psidium guajava L.) diformulasikan

menjadi sediaan lotion sebagai antioksidan. Basis lotion terdiri dari dua fase yaitu

fase minyak dan fase air dapat bercampur dengan adanya penambahan bahan

pengemulsi (emulgator). Lotion yang diinginkan dalam formulasi adalah lotion

tipe M/A yang lebih mudah dibersihkan dan dicuci karena karakteristik fase

luarnya yang hidrofilik. Bahan dasar yang digunakan untuk menyusun basis lotion

terdiri dari aquades, ekstrak etanol daun jambu biji (Psidium guajava L.), cera

alba, metil paraben, parafin cair, propil paraben, asam stearat, NaOH, carbomer,

span 80, tween 80, oleum rosae, dan α-Tokoferol. Proses formulasi lotion

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Kulit

13

dilakukan dengan menggunakan metode intermitten shaking (2 menit pengadukan

dengan selang waktu istrahatnya 20 detik). Pengadukan berselang-seling lebih

efisien dibandingkan dengan pengadukan terus menerus karena dengan interval

waktu yang singkat dapat memberi keseragaman terhadap fase terdispersi

bercampur dengan fase pendispersi serta memberikan waktu antara bahan yang

satu dengan bahan yang lain untuk saling memperkecil tegangan permukaan

(Mardikasari, 2017).

2.6 Ekstraksi

Ekstrak merupakan salah satu dari tehnik isolasi senyawa dari bahan

alam bisa dari nabati maupun hewani untuk diambil zat aktif untuk dilakukan

pengujian. Pelarut yang sesuai dengan bahan akan meemiliki zat aktif yang tinggi.

Penghentian proses ekstraksi pada saat optimumnya kesetimbangan antara

konsentrasi dalam sel tanaman dengan konsentrasi senyawa dalam pelarut.

Kemudian disaring antara pelarut dan sampel. Ekstraksi yang terkenal adalah

ekstraksi maserasi, perlokasi, infundasi, dan sokletasi (Mukhiriani, 2014)

Ekstraksi menggunakan pelarut untuk mendapatkan zat aktif biasanya

menggunakan cara ekstraksi dingin yaitu dengan cara maserasi atau dengan

sebutan metode ekstraksi padat cair salah satunya yaitu maserasi. Macerace

merupakan bahasa latin yang berarti melunakkan. Metode disebut dengan metode

yang sangat sederhana dan dapat digunakan sebagai cara pengekstrakan dalam

skala kecil dan sekala besar. Zat pelarut yang biasa digunakan adalah alkohol,

etanol, dan aquades. Metode maserasi memiliki lima jenis maserasi yaitu, digesti,

pengadukan kontinyu, remaserasi, maserasi melingkar, dan maserasi melingkar

bertingkat. Variasi maserasi ini digunakan sesuai kebutuhan penelitian dan tidak

semuanya digunakan (Mukhiriani, 2014).

2.7 Tinjauan tentang Lotion

2.7.1 Lotion

Lotion didefinisikan sebagai campuran dari dua cairan yang tidak saling

bercampur, yang distabilkan dengan sistem emulsi dan jika ditempatkan pada

suhu ruang akan berbentuk cairan yang dapat dituang. Proses dispersi suatu

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Kulit

14

larutan ke dalan larutan yang tidak saling bercampur dinamakan dengan emulsi,

bentuknya doplet dan ukurannya dipengaruhi oleh laju pengadukan selama proses

emulsifikasi (Nazipi et al., 2017). Lotion merupakan campuran dari fase cair, fase

minyak, dan humektan yang dicampur menjadi satu. Air merupakan komponen

yang paling banyak dalam pembuatan lotion. Air yang sering digunakan sebagai

lotion merupakan air murni atau aquades yang berfungsi sebagai pelarut

(Departemen Kesehatan, 1993).

Emolient merupakan sebuah media yang dapat melembutkan lapisan kulit

sehingga tidak kusam. Emolient juga dapat mencegah resiko penyakit kulit yang

disebut dengan dermatis. Lotion akan membuat kulit terasa nyaman, lembab,

halus dan tidak berminyak. Humektan merupakan zat yang melindungi emulsi

kekeringan kulit yang kinerjanya mempertahankan air saat pemakaian di dermis.

Fungsi dari humektan adalah mengurangi kekeringan zat campuran air dan

minyak ketika disimpan pada suhu ruang. Jenis humektan yang dapat digunakan

sebagai lotion adalah propilen glikol, gliserin, dan sorbitol dengan kisaran 0,5-

15% (Kurniawan, 2012).

Bahan pengental (thickener) digunakan sebagai pengatur kekentalan dan

mempertahankan kestabilan produk. Cara kerja pengental dalam lotion adalah

mencegah terpisahnya partikel dari emulsi. Bahan pengental untuk lotion yang

umum digunakan adalah water soluble polimer. Biasa digunakan untuk lotion

yaitu menggunakan polimer natural, polimer sintesis, dan semi sintetis polimer.

Pengental yang biasanya digunakan adalah gum-gum alami, derivatif selulosa,

dan karbomer sering digunakan dalam pembuatan lotion. Penggunaan (thickener)

harus dengan proporsi yang sedikit yaitu kurang lebih 2,5%. Bahan pengawet

pada umumnya digunakan sebesar 0,1-0,2%. Suhu yang tepat digunakan adalah

pada suhu 35-45° C agar zat aktif yang didalamnya tidak mengalami kerusakan,

pengawet yang baik memiliki yaitu sebagai pencegah tumbuhnya berbagai macam

mikroorganisme yang menyebabkan penguraian bahan, pengawet harus memiliki

sifat larut pada konsentrasi larutan, dan tidak menimbulkan bahaya pada dermis.

Pengawet yang biasa digunakan adalah metil paraben dan propil paraben

(Kurniawan, 2012).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Kulit

15

2.8 Evaluasi Sediaan

Evaluasi sediaan dilakukan untuk mengetahui apakah sediaan yang

dibuat telah sesuai dengan kriteria yang ditentukan dan mencapai hasil yang

maksimal (Barry, 1983). Evaluasi sediaan lotion meliputi :

1. Organoleptis

Pengujian organoleptis dilakukan dengan cara pengamatan langsung bentuk,

warna dan bau sediaan (Ardana et al., 2015).

2. Homogenitas

Homogenitas sediaan ditunjukkan dengan ada atau tidaknya butiran kasar.

Homogenitas berkaitan dengan keseragaman kandungan jumlah zat aktif

dalam penggunaan sediaan (Lachman et al., 1994). Uji homogenitas

merupakan perataan fase terdispersi dalam bahan pendispersi, tidak adanya

agregasi partikel sekunder, distribusi yang merata dan teratur dari fase

terdispersi serta penghalusan partikel primer yang besar. Hasil pengujian

homogenitas menunjukkan bahwa seluruh formula memiliki karakteristik

yang homogen, baik sebelum maupun sesudah cycling test. Dikatakan

homogen sebab pada gumpalan yang ada, lotion, tercampur secara merata

serta terlihat persamaan warna yang merata (Mardikasari, 2017).

3. Pengukuran Viskositas

Pengujian viskositas ini dilakukan untuk mengetahui besarnya suatu

viskositas dari sediaan, dimana viskositas tersebut menyatakan besarnya

tahanan suatu cairan untuk mengalir. Makin tinggi viskositas maka makin

besar tahanannya (Voigt, 1994).

Viskositas ditunjukan dengan persamaan:

ŋ =σ

γ

Keterangan:

ŋ : Viskositas

σ : Gaya Geser (Shearing stress)

γ : Kecepatan Geser (Shearing rate)

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Kulit

16

Pengamatan organoleptis yang dilakukan adalah pengamatan bentuk, warna,

bau yang dilakukan secara visual. Pengamatan organoleptik menunjukkan

bahwa warna dan bau dari basis dan ke tiga formula setelah cycling test

selama 6 siklus tidak mengalami perubahan, namun konsistensi dari basis dan

ke tiga formula tersebut mengalami perubahan yaitu dari kental menjadi

kental agak cair, hal ini disebabkan karena terjadi penurunan viskositas pada

basis dan ke tiga formula tersebut (Mardikasari, 2017).

4. Pengukuran pH

Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter, dengan

cara alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar

standar pH netral (pH 7,00) dan larutan dapar pH asam (pH 4,00) hingga alat

menunjukan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling,

lalu dikeringkan dengan kertas tissue. Selanjutnya elektroda dicelupkan ke

dalam sediaan sebanyak 3 gram yang sudah diencerkan dengan air 30 ml,

sampai alat menunjukkan harga pH yang konstan. Angka yang ditunjukkan

pH meter merupakan harga pH sediaan. pH sediaan basis lotion harus sesuai

dengan pH kulit yaitu 4,5-6,5. Range pH normal kulit yaitu 5,0-6,8 (Ardana

et al., 2015).

5. Daya Sebar

Daya sebar adalah kemampuan dari suatu sediaan untuk menyebar di tempat

aplikasi. Hal ini berhubungan dengan sudut kontak sediaan dengan tempat

aplikasinya. Daya sebar merupakan salah satu karakteristik yang bertanggung

jawab dalam keefektifan pelepasan zat aktif dan penerimaan konsumen dalam

penggunaan sediaan semisolid. Diameter permukaan yang dihasilkan dengan

naiknya pembebanan menggambarkan karakteristik daya sebar. Faktor-faktor

yang memengaruhi daya sebar yaitu viskositas sediaan, lama tekanan dan

temperatur tempat aksi (Garg et al., 2002). Pengukuran daya sebar yaitu

sebanyak 0,5 gram sediaan diletakan diatas kaca bulat berdiameter 15 cm.

Ditimbang terlebih dahulu kacanya kemudian diletakkanan diatas massa

sediaan dan dibiarkan selama 1 menit, diukur diameter sebar lotion dengan

mengambil sebar rata-rata diameter dari beberapa sisi. Kemudian

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Kulit

17

ditambahkan lagi 50 gram beban tambahan dan didiamkan 1 menit dan dicatat

diameter sediaan yang menyebar seperti sebelumnya hingga tidak terjadi

perubahan diameter yang berarti (Murtinigsih et al., 2014). Syarat daya sebar

untuk sediaan topikal yaitu 5-7 cm (Ardana et al., 2015).

6. Uji Tipe Emulsi

Emulsi yang stabil yaitu yang mampu mempertahankan sifat awalnya dan

tetap terdistribusi merata dalam fase eksternal. Suatu sistem emulsi dapat

mengalami ketidakstabilan fisik yang bersifat reversible (creaming dan

flokulasi) dan irreversible (koalesen dan inversi fase) ketidaksetabilan

reversible dapat kembali dalam keadaan awal dengan sedikit agitasi,

sedangkan irreversible dapat berakhir dengan terjadi pemisahan fase (Gadri et

al, 2012).

Umunya suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika fase dalam atau

terdispersi pada pendiaman cenderung untuk membentuk agregat dari

bulatan-bulatan. Jika bulatan atau agrgat naik ke permukaan atau turun ke

dasar emulsi tersebut akan membentuk suatu lapisan pekat dari fase dalam

(Ansel, 2008).

a. Uji Pengenceran Tetesan

Sejumlah tertentu sediaan diencerkan dengan aquadest, jika emulsi

tersebut bercampur dengan air secara sempurna maka emulsi tersebut

bertipr air dalam minyak (Aulton, 2001).

b. Uji Kelarutan Warna

Sejumlah tertentu sediaan dilakukan pewarnaan dengan menggunakan

metilen blue, jika fase terluar adalah air (minyak dalam air) akan

bercampur dengan metilen blue (Aulton, 2001).

2.9 Uji Stabilitas

Stabilitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk

bertahan dalam batas yang ditetapkan dan sepanjang periode penyimpanan dan

penggunaan, sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat

produk dibuat (Dirjen POM, 1995). Stabilitas fisik lotion menjamin indentitas,

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Kulit

18

kekuatan, kualitas dan kemurnian suatu produk (Djajadisastra, 2004). Tujuan

pemeriksaan kestabilan obat adalah untuk menjamin bahwa setiap batch obat yang

didistribusikan tetap memenuhi persyaratan yang ditetapkan meskipun sudah

cukup lama dalam penyimpanan. Pemeriksaan kestabilan digunakan sebagai dasar

penentuan batas kadaluwarsa, cara-cara penyimpanan yang perlu dicantumkan

dalam label. (Lachman et al., 1994).

Faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas dari sediaan farmasi, antara

lain stabilitas bahan aktif, interaksi antara bahan aktif dengan bahan tambahan,

proses pembuatan bentuk sediaan, kemasan, cara pengemasan dan kondisi

lingkungan yang dialami selama pengiriman, penyimpanan, penganan dan jarak

waktu antara pembuatan dan penggunaan. Faktor lingkungan seperti temperature,

radiasi cahaya dan udara (khususnya oksigen, karbon dioksida dan uap air) juga

mempengaruhi stabilitas (Osol et al, 1980; 1990).

Metode uji stabiltas yang digunakan pada penelitian ini adalah uji Freeze

thaw dan real time. Uji freeze thaw dilakukan dengan prosedur sampel disimpan

pada suhu 4ºC ± 2oC selama 24 jam lalu dipindahkan ke dalam oven bersuhu

40º±2ºC selama 24 jam (satu siklus). Uji stabilitas dilakukan sebanyak 6 siklus.

Diamati perubahan fisik yang terjadi apakah terjadi pemisahan selama 12 hari

(Dewi, 2014). Pada hari pertama dilakukan uji stabilitas real time. Sediaan

diletakkan pada ruangan dengan suhu 30 ± 2ºC/ 25 ± 2ºC sesuai ICH, pada

penelitian ini dilakukan selama 30 hari (Danimayostu, 2017). Uji stabilitas real

time dilakukan pada dua suhu tinggi, pada suhu kamar, dan pada suhu rendah

selama satu bulan, kemudian dilakukan pengamatatn organoleptis dan

pemeriksaan pH (Countries, 2013).

2.10 Tinjauan Bahan Tambahan

1. Propilenglikol

Rumus molekus propilenglikol C3H8O2 dan berat molekul 76,09.

Propilenglikol adalah cairan jernih, tidak berwarna, kental, praktis tidak berbau

manis, rasa sedikit tajam mirip gliserin. Propilenglikol memiliki titik leleh 59ºC.

Propilen glikol larut pada aseton, kloroform, etanol (95%), gliserin, air, larut pada

1 dari 6 bagian dari eter, tidak larut dalan minyak mineral ringan atau fixed oil,

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Kulit

19

tetapi melarutkan beberapa minyak esensial. Propilenglikol berfungsi untuk

pengawet antimikroba, humektan dengan konsentrasi ≈ 15% dan sebagi pelarut.

Propilenglikol banyak digunakan guna untuk pelarut, ekstraktan, dan pengawet

berbagai formulasi parenteral dan nonparenteral. Propilenglikol stabil bila

dicampur dengan etanol (95%), gliserin, atau air; larutan mengandung air dapat

disterilkan dengan autoklaf. Propilenglikol bersifat higroskopis, sebaiknya

disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindungi dari cahaya, di tempat sejuk dan

kering. Propilenglikol inkompatibel dengan oksidator seperti kalium permanganat

(Rowe et al., 2009).

Gambar 2.3 Struktur Molekul Propilenglikol (Rowe et al., 2009)

2. Polisorbat 80 atau Tween 80

Polisorbat 80 adalah surfakatan dan emulsifier nonionik yang sering

digunakan dalam makanan dan kosmetik. Pada suhu 25ºC, Tween 80 berwujud

cair, berwarna kekuningan dan berminyak, memiliki aroma yang khas, dan berasa

pahit. Larut dalam air dan etanol, tidak larut dalam minyak mineral. Kegunaan

Tween 80 antara lain sebagai: zat pembasah, emulgator, dan peningkat kelarutan

(Rowe, 2009). Selain fungsi, fungsi tersebut, Tween 80 juga berfungsi sebagai

peningkat penetrasi (Akhtar, et al., 2011).

Gambar 2.4 Struktur Molekul Tween 80 (Rowe et al., 2009)

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Kulit

20

3. Paraffin Cair

Cairan Parafin dalam dunia Kimia dapat disebut juga dengan Alkana

dengan formula umum CnH2n+2. Cairan Parafin Merupakan cairan yang

memiliki sifat yang mudah larut dalam eter, benzena, CS2, pada minyak yang

menguap, dalam hampir seluruh jenis minyak lemak yang hangat, susah larut pada

etanol absolut, tidak memiliki rasa, tidak larut di dalam air, putih atau bening,

tidak larut pada alkohol dan gliserin, berupa cairan minyak kental yang tembus

cahaya atau sedikit buram, tidak memiliki bau dan sedikit berminyak (Rowe et al.,

2009).

Gambar 2.5 Struktur Molekul Paraffin (Rowe et al., 2009)

4. Asam Stearat

Asam stearat adalah asam lemak jenuh dengan 18 rantai karbon dan

memiliki nama IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry)

asam oktadekanoat. Asam lemak adalah asam karboksilat dengan rantai karbon

tak bercabang yang berakhir dengan gugus karboksil (-COOH). Gugus karboksil

terdiri dari 1 atom karbon yang terikat pada atom oksigen dengan ikatan rangkap,

dan gugus hidroksida yang terdiri dari atom oksigen dan hidrogen terikat

bersama-sama (Rowe et al., 2009).

Gambar 2.6 Struktur Molekul Asam Stearat (Rowe et al., 2009)

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Kulit

21

5. Setil Alkohol

Alkohol dalam ilmu kimia memiliki pengertian yang lebih luas lagi.

Dalam kimia, alkohol atau alkanol adalah istilah yang umum untuk senyawa

organik apa pun yang memiliki gugus hidroksil (–OH) yang terikat pada atom

karbon, yang ia sendiri terikat pada atom hidrogen dan atau atom karbon lain

(Rowe et al., 2009).

Gambar 2.7 Struktur Molekul Setil Alkohol (Rowe et al., 2009).

6. Natrium Benzoat

Natrium benzoat adalah zat pengawet yang digunakan pada makanan. Zat

ini terbentuk secara alamia pada beberapa buah, zat ini bernama garam natrium

asam benzoat serta aman untuk dikonsumsi dan dapat dioleskan ke kulit.

Sebenarnya zat ini tidak dapat digunakan dalam produk asam tertentu karena

dapat bergabung menjadi senyawa yang berbahaya, namun tidak beracun dan

tidak mengiritasi jaringan. Zat ini mudah larut di dalam air, dan fungsi utamanya

yaitu dapat memperlambat tumbuhnya jamur dan bakteri di dalam makanan

maupun kosmetik. Natrium benzoat adalah garam natrium, NaC7H5O2, dari asam

benzoat, C7H6O2. Produksi zat tersebut ketika asam bezoat bereaksi dengan

natrium hidroksida, NaOH, dan ion natrium menggantikan salah satu ion hidrogen

dalam asam untuk menghasilkan natrium benzoat dan air. Beberapa jenis

makanan asam, natrium benzoat dapat bereaksi dengan asam askorbat atau sitrat

untuk menghasilkan benzena, senyawa karsinogenik potensial. Meskipun kadang-

kadang dikacaukan dengan boraks atau natrium borat, yang merupakan garam

asam borat, kedua bahan kimia tersebut sangat berbeda (Rowe et al., 2009).

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Kulit

22

Gambar 2.8 Struktur Molekul Natrium Benzoat (Rowe et al, 2009)

7. BHT

BHT (butylated hydroxytoluene) merupakan antioksidan yang hampir

menyerupai vitamin E dan biasa digunakan dalam industri makanan dengan fungsi

sebagai pengawet. Fungsinya untuk mencegah minyak dan lemak di

dalam makanan teroksidasi dan menjadi bau. BHT digunakan untuk antioksidan

dalam kosmetik, makanan, dan obat-obatan. Pada sediaan topikal, BHT digunakan

sebagai anti oksidan dengan kadar 0,0075-0,1%. BHT memiliki inkompatibilitas

dengan agen pengoksidasi kuat seperti peroksida dan permanganat dapat

menyebabkan pembakaran spontan. Garam ferri dapat merubah warna dan

hilangnya aktifitas. Pemanasan dengan katalitik asam bisa menjadi dekomposisi

cepat dengan pelepasan gas isobutena yang mudah terbakar (Rowe et al., 2009).

Gambar 2.9 Struktur Molekul BHT (Rowe et al, 2009)

8. Parfum Vanilla

Cairan yang biasa dikenakan pada tubuh atau pakaian disebut parfum.

parfum sejati atau ekstrak mengandung lebih banyak minyak wangi dari pada

odokolonyo. Parfum (15-30 persen konsentrat pewangi dalam alkohol 90-95

persen). Bahan parfum berasal dari tumbuhan atau hewan. Parfum yang sering

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Kulit

23

digunakan dan sering dipilih adalah jenis parfum beraroma vanilla (Tadulako,

2013).

Gambar 2.10 Struktur Molekul Vanilla Oil (Rowe et al., 2009)

9. Aqua Destilata

Aqua destila digunakan sebagai pelarut. Aquades memiliki karakteristik

jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Rumus molekulnya adalah

H20 dan berat molekulnya adalah 18,02. Pada umumnya aquades larut pada

berbagai pelarut polar (Depkes RI, 2014).