Upload
novia-tri-yuniawati
View
13
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pcl
Citation preview
9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masyarakat Indonesia kini tengah mengalami degradasi moral. Hal ini
dapat dilihat di semakin banyaknya tindakan anarkisme dalam demonstrasi
maupun tindakan tawuran remaja. Tindakan ini merupakan salah satu dampak
negatif adanya globalisasi dimana terdapat paham kebebabasan yang disalah
artikan oleh masyarakat dan menimbulkan berbagai macam konflik sehingga
dapat memicu hilangnya rasa persatuan dan kesatuan. Jika diteruskan, maka
jiwa nasionalisme akan berkurang dan memudar karena tidak adanya rasa
cinta dan menghargai antar masyarakat. Selain itu, muncul sikap
individualisme yang berdampak adanya rasa tidak peduli terhadap masyarakat,
lingkungan, bangsa dan negara. Untuk itu, di era globalisasi ini yang menuntut
masyarakat untuk berpikir logis, analisi, dan kritis, masyarakat harus tetap
berpegang teguh pada semboyan bangsa Indonesia yakni Bhinneka Tunggal
Ika serta dasar negara Pancasila agar tidak keluar dari identitas dan jati diri
bangsa. Serta marilah kita bersama – sama membangun kembali rasa
persatuan dan kesatuan dengan meningkatkan kembali sistem kekeluargaan
dan cita tanah air dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
sehingga terwujud bangsa yang kokoh dan harmonis.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah makna Bhinneka Tunggal Ika?
2. Bagaimanakah sejarah munculnya Bhinneka Tunggal Ika?
3. Apa landasan hukum dari Bhinneka Tunggal Ika?
4. Apa sajakah prinsip-prinsip yang terkandung dalam Bhinneka tunggal Ika?
5. Bagaimanakah implementasi dari Bhinneka Tunggal Ika?
6. Apa pentingnya arti Bhinneka Tunggal Ika?
9
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami makna yang terkandung dalam Bhinneka
Tunggal Ika sebagai salah satu pemersatu bangsa Indonesia
2. Mampu mengimplementasikan arti Bhinneka Tunggal Ika dalam
kehidupan yang beranekaragaman ini.
3. Mengetahui sejarah terbentuknya lambang negara Bhinneka Tunggal Ika
9
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bhinneka Tunggal Ika
Sebagai semboyan bangsa Indonesia, Bhineka Tunggal Ika mengandung
makna yang penting karena pengertian atau makna yang terkandung dalam
seloka tersebut itulah kiranya yang menuntun pemahaman bangsa Indonesia
bahwa walaupun kita memiliki keanekaragaman dalam banyak hal akan tetapi
tetap satu jua adanya.
Bila Diterjemahkan per patah kata, kata bhinneka berarti “beraneka
ragam” atau berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa Jawa Kuna berarti
“macam” dan menjadi pembentuk kata “aneka” dalam Bahasa Indonesia. Kata
tunggal berarti “satu”. Kata ika berarti “itu”. Secara harfiah Bhinneka Tunggal
Ika diterjemahkan “Beraneka Satu Itu”, yang bermakna meskipun berbeda-
beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan.
Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan
Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka
ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama, sejarah, adat istiadat,
kepercayaan, serta kebudayaan sendiri-sendiri.
Keanekaragaman tersebut tidak menjadi penghalang, bahkan dianggap
sebagai kekayaan bangsa Indonesia. Hal itu diwujudkan di dalam semboyan
nasional Indonesia “Bhineka Tunggal Ika” seperti yang terdapat pada lambang
negara Indonesia. Ungkapan Bhineka Tunggal Ika tersebut berasal dari bahasa
Sanskrit yang terdapat dalam buku Sutasoma karangan Mpu Tantular pada
zaman Majapahit.
Semenjak masa-masa permulaan kemerdekaan bangsa Indonesia
semboyan tersebut senantiasa digunakan sebagai semboyan nasional digunakan
untuk mendorong semangat persatuan bangsa. Semboyan tersebut memesankan
keanekaragaman Indonesia yang senantiasa dipelihara dan dipandang sebagai
asset nasional Indonesia.
9
2.2 Sejarah Terbentuknya Lambang Negara Indonesia
Lambang negara mulai dirancang pada Desember 1949 beberapa hari
setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat oleh Belanda. Pada
tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Lencana Negara yang bertugas
menyeleksi usulan lambang negara. Dari berbagai usul lambang negara,
rancangan karya Sultan Hamid II yang diterima. Sultan Hamid II (1913–
1978) yang bernama lengkap Syarif Abdul Hamid Alkadrie merupakan sultan
dari Kesultanan Pontianak, yang pernah menjabat sebagai Gubernur Daerah
Istimewa Kalimantan Barat dan juga Menteri Negara Zonder Portofolio pada
era Republik Indonesia Serikat. Setelah disetujui, rancangan tersebut
disempurnakan atas usulan Presiden Soekarno dan masukan berbagai
organisasi lainnya. Rancangan lambang negara jadi pada bulan Maret 1950
dan diperkenalkan kepada masyarakat dan mulai digunakan pada tanggal 17
Agustus 1950.
Kemudian disahkan penggunaannya pada 17 Oktober 1951 oleh Presiden
Soekarno dan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo melalui PP 66/1951,
dan kemudian tata cara penggunaannya diatur melalui PP 43/1958. Meskipun
telah disahkan penggunaannya sejak tahun 1951, tidak ada nama resmi untuk
lambang negara itu, sehingga muncul berbagai sebutan untuk lambang negara
itu, seperti Garuda Pancasila, Burung Garuda, Lambang Garuda, Lambang
Negara, atau hanya sekedar Garuda. Nama Garuda Pancasila baru disahkan
secara resmi sebagai nama resmi lambang negara pada tanggal 18 Agustus
2000 oleh MPR melalui amandemen kedua UUD 1945. Garuda Pancasila
terdiri atas tiga komponen utama yaitu Burung Garuda, perisai, dan pita putih
bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika.
2.3 Landasan Hukum Bhinneka Tunggal Ika
Sasanti yang merupakan karya mPu Tantular, yang diharapkan dijadikan
acuan bagi rakyat Majapahit dalam berdharma, oleh bangsa Indonesia setelah
menyatakan kemerdekaannya, dijadikan semboyan dan pegangan bangsa dalam
9
membawa diri dalam hidup berbangsa dan bernegara. Seperti halnya Pancasila,
istilah Bhinneka Tunggal Ika juga tidak tertera dalam UUD 1945 (asli), namun
esensinya terdapat didalamnya , seperti yang dinyatakan :” Majelis
Permusyawaratan Rakyat sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia,
terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan
utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan.”
Selanjutnya dalam Penjelasan UUD 1945 dinyatakan :”Di daerah yang
bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di
daerahpun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.
Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat, dan Undang-Undang Dasar
Sementera tahun 1950, pasal 3 ayat (3) menentukan perlunya ditetapkan
lambang negara oleh Pemerintah. Sebagai tindak lanjut dari pasal tersebut
terbit Peraturan Pemerintah No.66 tahun 1951 tentang Lambang Negara.
Baru setelah diadakan perubahan UUD 1945, dalam pasal 36A
menyebutkan :”Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika.” Dengan demikian Bhinneka Tunggal Ika
merupakan semboyan yang merupakan kesepakatan bangsa, yang ditetapkan
dalam UUDnya. Oleh karena itu untuk dapat dijadikan acuan secara tepat
dalam hidup berbangsa dan bernegara, makna Bhinneka Tunggal Ika perlu
difahami secara tepat dan benar untuk selanjutnya difahami bagaimana cara
untuk mengimplementasikan secara tepat dan benar pula.
Bhinneka Tunggal Ika tidak dapat dipisahkan dari Hari Kemerdekaan
Bangsa Indonesia, dan Dasar Negara Pancasila. Hal ini sesuai dengan
komponen yang terdapat dalam Lambang Negara Indonesia. Menurut pasal 1
Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951 disebutkan bahwa : Lambang Negara
terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1. Burung Garuda yang menengok dengan kepalanya lurus ke sebelah
kanannya;
2. Perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda,
9
3. Semboyan yang ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Di atas
pita tertulis dengan huruf Latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa
Kuno yang berbunyi : BHINNEKA TUNGGAL IKA.
Adapun makna Lambang Negara tersebut adalah sebagaki berikut:
Burung Garuda disamping menggambarkan tenaga pembangunan yang
kokoh dan kuat, juga melambangkan tanggal kemerdekaan bangsa Indonesia
yang digambarkan oleh bulu-bulu yang terdapat pada Burung Garuda tersebut.
Jumlah bulu sayap sebanyak 17 di tiap sayapnya melambangkan tanggal 17,
jumlah bulu pada ekor sebanyak 8 melambangkan bulan 8, jumlah bulu
dibawah perisai sebanyak 19, sedang jumlah bulu pada leher sebanyak 45.
Dengan demikian jumlah bulu-bulu burung garuda tersebut melambangkan
tanggal hari kemerdekaan bangsa Indonesia, yakni 17 Agustus 1945.
Sementara itu perisai yang tergantung di leher garuda menggambarkan
Negara Indonesia yang terletak di garis khalustiwa, dilambangkan dengan
garis hitam horizontal yang membagi perisai, sedang lima segmen
menggambarkan sila-sila Pancasila. Ketuhanan Yang Maha Esa
dilambangkan dengan bintang bersudut lima yang terletak di tengah perisai
yang menggambarkan sinar ilahi. Rantai yang merupakan rangkaian yang tidak
terputus dari bulatan dan persegi menggambarkan kemanusiaan yang adil
dan beradab, yang sekaligus melambangkan monodualistik manusia
Indonesia. Kebangsaan dilambangkan oleh pohon beringin, sebagai tempat
berlindung; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawa-rakatan/perwakilan dilambangkan dengan banteng yang
menggambarkan kekuatan dan kedaulatan rakyat. Sedang Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia dengan kapas dan padi yang menggambarkan
kesejahteraan dan kemakmuran.
Dari gambaran tersebut, maka untuk dapat memahami lebih dalam makna
Bhinneka Tunggal Ika tidak dapat dipisahkan dari pemahaman makna
merdeka, dan dasar negara Pancasila..
9
Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea pertama disebutkan “Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu,
maka pejajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.” Memang semula kemerdekaan atau
kebebasan diberi makna bebas dari penjajahan negara asing tetapi ternyata
bahwa kemerdekaan atau kebebasan ini memiliki makna yang lebih luas dan
lebih dalam karena menyangkut harkat dan martabat manusia, yakni berkaitan
dengan hak asasi manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam olah fikir,
bebas berkehendak dan memilih, bebas dari segala macam ketakutan yang
merupakan aktualisasi dari konsep hak asasi manusia yakni mendudukkan
manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya.
Memasuki era globalisasi kemerdekaan atau kebebasan memiliki makna
lebih luas, karena dengan globalisasi berkembang neoliberalisme,
neokapitalisme, terjadilah penjajahan dalam bentuk baru. Terjadilah penjajahan
dalam bidang ekonomi, dalam bidang politik, dalam bidang sosial budaya dan
dalam aspek kehidupan yang lain. Dengan kemerdekaan kita maknai bebas dari
berbagai eksploatasi manusia oleh manusia dalam segala dimensi kehidupan
dari manapun, baik dari luar maupun dari dalam negeri sendiri.
Sementara itu penerapan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara harus berdasar pada Pancasila yang telah ditetapkan
oleh bangsa Indonesia menjadi dasar negaranya. Dengan demikian maka
penerapan Bhinneka Tunggal Ika harus dijiwai oleh konsep religiositas,
humanitas, nasionalitas, sovereinitas dan sosialitas. Hanya dengan ini maka
Bhinneka Tunggal Ika akan teraktualisasi dengan sepertinya.
2.4 Prinsip-prinsip yang Terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika
1. Dalam rangka membentuk kesatuan dari keaneka ragaman tidak terjadi
pembentukan konsep baru dari keanekaragaman konsep-konsep yang
terdapat pada unsur-unsur atau komponen bangsa
2. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan eksklusif.
9
3. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis yang hanya menunjukkan
perilaku semu.
4. Bhinneka Tunggal Ika bersifat konvergen tidak divergen.
Prinsip atau asas pluralistik dan multikultural Bhinneka Tunggal Ika
mendukung nilai: (1) inklusif, tidak bersifat eksklusif, (2) terbuka, (3) ko-
eksistensi damai dan kebersamaan, (4) kesetaraan, (5) tidak merasa yang
paling benar, (6) tolerans, (7) musyawarah disertai dengan penghargaan
terhadap pihak lain yang berbeda.
2.5 Implementasi Bhineka Tunggal Ika
1. Perilaku inklusif.
Dalam kehidupan bersama yang menerapkan semboyan Bhinneka Tunggal
Ika memandang bahwa dirinya, baik itu sebagai individu atau kelompok
masyarakat merasa dirinya hanya merupakan sebagian dari kesatuan dari
masyarakat yang lebih luas.
2. Mengakomodasi sifat pluralistik
Sifat toleran, saling hormat menghormati, mendudukkan masing-masing
pihak sesuai dengan peran, harkat dan martabatnya secara tepat, tidak
memandang remeh pada pihak lain, apalagi menghapus eksistensi
kelompok dari kehidupan bersama, merupakan syarat bagi lestarinya
negara-bangsa Indonesia.
3. Tidak mencari menangnya sendiri
Dapat menerima dan memberi pendapat merupakan hal yang harus
berkembang dalam kehidupan yang beragam.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat
Bukan pendapat sendiri yang harus dijadikan kesepakatan bersama, tetapi
common denominator, yakni inti kesamaan yang dipilih sebagai
kesepakatan bersama.
5. Dilandasi rasa kasih sayang dan rela berkorban
9
Hal ini akan berlangsung apabila pelaksanaan Bhnneka Tunggal Ika
menerap-kan adagium “leladi sesamining dumadi, sepi ing pamrih, rame
ing gawe, jer basuki mowo beyo.” Eksistensi kita di dunia adalah untuk
memberikan pelayanan kepada pihak lain, dilandasi oleh tanpa pamrih
pribadi dan golongan, disertai dengan pengorbanan. Tanpa pengorbanan,
sekurang-kurangnya mengurangi kepentingan dan pamrih pribadi, kesatuan
tidak mungkin terwujud.
2.6 Aktualisasi Bhinneka Tunggal Ika
Arus globalisasi memberikan dampak positif dan negatif dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dampak positif, globalisasi sebagai kekuatan
membangun bangsa dan negara. Sedangkan dampak negatif, globalisasi
menjadi gangguan, hambatan, tantangan, ancaman dan memperlemah
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dengan pahamnya akan kebebasan.
Serta, adanya lintas budaya yang membawa pengaruh dominan budaya barat
(westernisasi) terhadap budaya Indonesia. Ditambah lagi Indonesia adalah
negara majemuk yang berpeluang besar adanya konflik dan sekarang ini telah
banyak kekacauan bangsa yang diperlihatkan banyaknya tawuran serta
tindakan anarkis masyarakat. Jika hal ini diteruskan, maka Bhinneka Tunggal
Ika hanya merupakan sebuah semboyan saja, tanpa memiliki makna. Untuk itu,
perlu adanya aktualisasi Bhinneka Tunggal Ika. Dimana diperlukan tindakan
menggalang persatuan dan kesatuan, serta menghimpun kekuatan bangsa untuk
mengawali penyelenggaraan negara. Disamping itu, untuk meningkatkan
kembali rasa nasionalisme, rakyat Indonnesia harus membina dan
meningkatkan rasa kebersamaan dalam rangka menciptakan kemandirian dan
kesejahteraan bangsa sesuai dengan tujuan bangsa yang tertera dalam
pembukaan Undang – Undang Dasar 1945. Serta mengingat kembali sejarah
panjang perjuangan rakyat Indonesia dalam mempertahankan bangsa dan
membentuk bangsa Indonesia yang utuh dengan segala keragaman dan
keunikan yang dimiliki.
9
2.7 Pentingnya Arti Bhinneka Tunggal Ika
Pentingnya Bhineka Tunggal Ika untuk negara kita adalah untuk
menyadarkan warga negaranya untuk dapat tetap bersatu walaupun berbeda-
beda dalam segala hal karena kita terdiri dari banyak pulau maka tidak
dipungkiri kebudayaan yang ada pastinya beraneka ragam pula. Pasti kita dapat
bersatu untuk membangun negara ini menjadi lebih baik lagi, para pendahulu
kita dizaman dahulu bisa bersatu untuk merebut kemerdekaan yang telah kita
peroleh ini mengapa kita tidak mencoba untuk bersatu menyongsong masa
depan, membangun negara ini menjadi lebih baik, dan bersaing dengan negara-
negara lain dalam segala hal pastinya kita bisa melakukan hal tersebut.
Bhineka Tunggal Ika merupakan semboyan dan motto dari bangsa
Indonesia, maka dari itu kita sebagai warga negaranya wajib mengetahui arti
penting bhineka tunggal ika tersebut dan mengamalkannya atau
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari agar hidup kita bisa bersatu satu
sama lain walaupun kita berbeda.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan bangsa Indonesia yang tertera
pada pita di bagian bawah lambang negara, Garuda Pancasila. Dengan
pemahaman bahwa meskipun berbeda – beda tetapi tetap satu jua. Bangsa
Indonesia tetap bisa menggalang persatuan dan kesatuan, meskipun terdiri atas
berbagai macam suku, ras, budaya, dan agama. Karena rakyat Indonesia
memiliki tujuan dan kesepakatan bersama yang tercantum dalam pembukaan
Undang – Undang Dasar 1945.
Namun, sekarang Bhineka Tunggal Ika pun ikut luntur, banyak anak muda
yang tidak mengenalnya, banyak orang tua lupa akan kata-kata ini, banyak
birokrat yang pura-pura lupa, sehingga ikrar yang ditanamkan jauh sebelum
Indonesia Merdeka memudar, seperti pelita kehabisan minyak. Sumpah
Pemuda hanya sebagai penghias bibir sebagian orang, dan bagi sebagian orang
hanya dilafalkan pada saat memperingati hari sumpah pemuda setiap 28
Oktober. Tetapi bagi sebagian yang muda hanya sebagai pelajaran sejarah yang
hanya dipelajari di sekolah-sekolah.
3.2 Saran
Untuk mengatasi berbagai persoalan diatas, sebaiknya membudayakan
kembali dengan pola lain, antara lain:
1. Di sekolah perlu ada mata pelajaran budi pekerti yang berisikan
penghayatan dan pengamalan pancasila
2. Di kampus juga perlu ada mata ajaran filsafat pancasila
3. Di masyarakat melalui pemimpin informal, dan pemimpin formal perlu
diberikan pematangan jiwa pancasila.
Diperlukan juga sosialisasi melalui media masa, seperti TV, Radio, Koran,
Internet, dan lain-lain.
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Drs. C. S. T., Kansil, S. H., Prof. dan Chistine S. T. Kansil, S. H., M. H.
2011. EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA.
Jakarta : Rineka Cipta.
2. Depdiknas. 1998. Buku Paket Antropologi. Jakarta : PN Balai Pustaka.
3. Anonim. 2010. Bhinneka Tunggal Ika.
http://id.wikipedia.org/wiki/Bhinneka_Tunggal_Ika. [1 Maret 2012].
4. Anonim. 2008. Sejarah Bhinneka Tunggal Ika.
http://dirrga.wordpress.com/2010/11/22/sejarah-bhinneka-tunggal-ika/. [1
Maret 2012].