34
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan sebuah tempat dimana orang-orang yang sedang mengalamigangguan kesehatan dibawa untuk mendapatkan perawatan intensif demikesembuhannya. Orang yang mengalami gangguan kesehatan tersebut biasa disebut pasien. Mengingat pasien-pasien tersebut membutuhkan perawatan intensif, maka tak heran apabila staf keperawatan di suatu rumah sakit, demi memberikan pelayanan keperawatan yang terbaik, tidak cukup apabila seorang pasien hanya dilayani oleh satu atau dua staf keperawatan saja. Layanan keperawatan di suatu rumah sakit memiliki tanggung jawab untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada para pasien dan turut berperan dalam menentukan besarnya biaya pengeluaran rumah sakit tersebut. Layanan keperawatan entunya dilakukan oleh banyak perawat sesuai dengan jadwal masingmasing yang telah ditentukan oleh pihak rumah sakit, tanpa terlepas dari kesadaran bahwa setiap perawat mempunyai preferensi pribadi yang pantas dipertimbangkan terkait dengan shift dan penjadwalan jam kerja, karena beberapa perawat lebih memilih untuk bekerja paruh waktu demi menyesuaikan gaya hidup mereka. Serikat kerja perawat berperan aktif menuju pencapaian tuntutan tertentu, seperti terbatasnya tenaga perawat yang harus bekerja pada akhir pekan, adanya cuti libur, cuti sakit,

BAB I mkalah kel 5

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mankep

Citation preview

Page 1: BAB I mkalah kel 5

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rumah sakit merupakan sebuah tempat dimana orang-orang yang sedang

mengalamigangguan kesehatan dibawa untuk mendapatkan perawatan intensif

demikesembuhannya. Orang yang mengalami gangguan kesehatan tersebut biasa disebut

pasien. Mengingat pasien-pasien tersebut membutuhkan perawatan intensif, maka tak heran

apabila staf keperawatan di suatu rumah sakit, demi memberikan pelayanan keperawatan

yang terbaik, tidak cukup apabila seorang pasien hanya dilayani oleh satu atau dua staf

keperawatan saja.

Layanan keperawatan di suatu rumah sakit memiliki tanggung jawab untuk memberikan

pelayanan yang berkualitas kepada para pasien dan turut berperan dalam menentukan

besarnya biaya pengeluaran rumah sakit tersebut. Layanan keperawatan entunya dilakukan

oleh banyak perawat sesuai dengan jadwal masingmasing yang telah ditentukan oleh pihak

rumah sakit, tanpa terlepas dari kesadaran bahwa setiap perawat mempunyai preferensi

pribadi yang pantas dipertimbangkan terkait dengan shift dan penjadwalan jam kerja, karena

beberapa perawat lebih memilih untuk bekerja paruh waktu demi menyesuaikan gaya hidup

mereka. Serikat kerja perawat berperan aktif menuju pencapaian tuntutan tertentu, seperti

terbatasnya tenaga perawat yang harus bekerja pada akhir pekan, adanya cuti libur, cuti sakit,

maupun hari libur. Berbagai macam preferensi dan tuntutan tersebut pada akhirnya akan

mempengaruhi besarnya biaya pengeluaran departemen keperawatan di rumah sakit dalam

bentuk perhitungan kompleks.

Permasalahan yang dihadapai oleh pengelola rumah sakit dan direktur keperawatan

adalah secara bersamaan berusaha untuk saling menyesuaikan antara susunan staf

keperawatan dan beban kedatangan pasien yang bersifat acak atau tidak tetap pada setiap

waktunya, pemenuhan kebutuhan tenaga perawat, serta respon terhadap tekanan kontrol

biaya. Secara ideal, proses perencanaan dan pengambilan keputusan, termasuk persiapan

anggaran rumah sakit, harus mempertimbangkan terlebih dahulu ketiga hal yang saling

berhubungan tersebut. Seringkali, direktur keperawatan mengandalkan ”pengalaman dan

Page 2: BAB I mkalah kel 5

2

keputusan” susunan staf keperawatan pada situasi tahun lalu, dan diskusi khusus dengan

pengamat keperawatan dan lain lain, untuk membuat keputusan-keputusan tersebut.

Para peneliti telah mengembangkan model analitis untuk membuat kebijakan alokasi

shift-by-shift selama tugas akhir para perawat dan tenaga non-profesional untuk unit rumah

sakit. Contohnya adalah algoritma branch and bound oleh Trivedi dan Warner (1976), dan

model pemrograman kuadratik oleh Warner dan Prawda (1972). Model-model yang lain

berhubungan dengan keputusan penjadwalan mingguan (seperti siklus penjadwalan 2-,3-,

atau 4- minggu tergantung pada kebijakan rumah sakit) untuk menentukan hari aktif atau

tidak aktif oleh Miller dkk. (1976) dan Warner (1976). Wolfe and Young (1965a, b) juga

mengembangkan sebuah model untuk menentukan susunan staf keperawatan di sebuah unit

rumah sakit. Bagaimanapun, sebuah literatur tidak mengandung suatu model analitis

menyangkut kebijakan anggaran tahunan keperawatan yang memberikan pertimbangan

terhadap keseimbangan susunan staf, tuntutan rapat serikat pekerja, serta pemenuhan control

biaya dan peraturan penahanan. Dengan kata lain, skripsi ini mengarahkan

kepadapenyusunan akan model tersebut.

Berbagai konflik tujuan harus dipenuhi selama proses penyusunan anggaran, termasuk

meminimalkan pengeluaran, menyediakan jam perawatan yang cukup demi memberikan

pelayanan yang baik bagi sejumlah pasien yang berbeda-beda kondisinya, tanpa

mempekerjakan perawat paruh waktu dengan berlebihan atau terlalu banyak, serta memenuhi

tuntutan serikat pekerja. Charnes dan Cooper (1961) menyajikan sebuah metodologi untuk

menyelesaikan permasalahan yang memiliki banyak tujuan pada awal tahun 1960-an. Ignizio

(1976), Ijiri (1965), dan Lee (1972) kemudian mengembangkan pendekatan metodologi

tersebut, yang sekarang dikenalsebagai goal programming.

Karakteristik lain dari masalah ini adalah beberapa variabel keputusan, seperti jumlah

perawat yang dipekerjakan dalam satu tahun anggaran, baik yang bekerja waktu penuh

maupun paruh waktu, harus bernilai bulat dan tidak dalam bentuk pecahan supaya

memungkinkan pengaplikasiannya di rumah sakit secara nyata. Adapun variabel lain, seperti

besarnya kelebihan atau kekurangan anggaran dan jam perawatan yang tersedia oleh

kombinasi yang berbeda-beda dari tingkat ketrampilan, tidaklah harus bernilai bulat (boleh

bernilai pecahan). Maka dari itu, model yang dipertimbangkan juga memiliki kapabilitas

mixed-integer.

Page 3: BAB I mkalah kel 5

3

B. Rumusan MasalahAdapun masalah yang dibahas dalam penulisan makalah ini adalah :1. Bagaimanakah pengertian penjadwalan ?2. Bagaimanakah sistem staffing dan scheduling?

3. Bagaimanakah Online Shift Bidding (OSB)?

4. Bagaimanakah mekanisme staffing dan scheduling di Indonesia?

5. Bagaimanakah penjadwalan perawat ?

6. Bagaimanakah metode penjadwalan?

7. Bagaimanakah perbedaan program linier dengan goal programming?

8. Bagaimanakah kebijaksanaan penjadwalan?

9. Bagaimanakah tanggung jawab penjadwalan?

10. Bagaimanakah penjadwalan putaran?

C. TujuanAdapun tujuan daripada penulisan makalah ini adalah :1. Untuk mengetahui pengertian penjadwalan.2. Untuk mengetahui sistem staffing dan scheduling.

3. Untuk mengetahui Online Shift Bidding (OSB).

4. Untuk mengetahui mekanisme staffing dan scheduling di Indonesia.

5. Untuk mengetahui penjadwalan perawat.

6. Untuk mengetahui metode penjadwalan.

7. Untuk mengetahui perbedaan program linier dengan goal programming.

8. Untuk mengetahui kebijaksanaan penjadwalan.

9. Untuk mengetahui tanggung jawab penjadwalan.

10. Untuk mengetahui penjadwalan putaran.

Page 4: BAB I mkalah kel 5

4

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Penjadwalan

Penjadwalan adalah satu aspek dari fungsi kepegawaian. Kepegawaian adalah

penghimpunan dan persiapan pekerja yang dibutuhkan untuk melekukan misi dari sebuah

organisasi, penjadwalan adalah penentuan pola jam kerja masuk dan libur mendatang untuk

pekerja dalam sebuah unit,l seksi, atau divisi.

Terdapat beberapa langkah untuk diambil dalam menentukan waktu masuk dan libur

anggota staf. Pertama, setelah menganalisa jadwal kerja dan rutinitas unit, manajer perawat

harus menentukan jam maksimal dan minimal beban kerja untuk memutuskan kebutuhan

jam sibuk dan yang sibuk bagi pekerja dari masing-masing kategori. Kedua, untuk

keperluan pribadi, yaitu jabatan yang dianggarkan dan diisi, manager harus  menentukan

jam kerja masuk dan libur apa yang akan disediakan kesejumlah personil yang diinginkan

danh kategori personil keunit tersebut untuk masing-masing jam setiap harinya. Ketiga, ia

harus memberikan wakktu masuk dan libur masing-masing pekerja untuk sepanjangb hari

agar dapat mengelompokkan bseluruh staf kedalam konfigurasi yang diinginkan. Keempat,

ia harus memeriksa jadwal yang telah selesai tersebut untuk mencari kesalahan-kesalahn

seperti nama yang tidak tercantum, persetujuan hari libur atau liburan yang tidak disediakan,

kekurangan sejumlah personil selama periode wakitu tertentu, dan penggabungan  personil

yang tidak pantas pada  hari-hari atau pergiliran tertentu. Kelima, ia harus menjamin

persetujuan jadwal yang akan diajukan dari manager keperawatan yang tetap atau direktur

(langkah ini bias dihilangkan dalam organisasi dengan wewenang keputusan desentralisasi).

Keenam, ia harus memasang jadwal untuk memberi tahu anggota staf akan jam kerja yang

ditugaskan untuk beberapa minggu ke depan. Ketujuh, ia harus memperbaiki dan

memperbaharui jadwal tersebut setiap hari untuk membawa sejumlah staf sejajar dengan

perubahan terus menerus beban didlam unit tersebut. Kedelapan, ia harus meninjau dan

menganalisa jadwal dan kebijaksanaan secara tetap untuk mengenali masalah susunan

kepegawaian yang perlu diubah didalam jadwal utama atau master.

Page 5: BAB I mkalah kel 5

5

Penjadwalan kerja adalah uasaha memperkirakan waktu dalam menyelesaikan setiap

kegiatan. Hal ini paling sulit dilakukan sehingga diperlukan pengalaman dalam

memperkirakan waktu. Penjadwalan berfungsi menegembangkan struktur penjabaran kerja

secara rinci, memperkirakan waktu yang diperlukan untuk tiap tugas, menentukan urutan

tugas dalam urutan yang tepat, mengembangkan waktu mulai dan berhenti untuk tiap tugas,

dan menunjuk dan mengangkat orang untuk melakukan tugas. Rancangan penjadwalan

tenaga keperawatan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.

1. Menurut Warstler

Pengaturan sif menurut Warstler (1990) adalah 40% tenaga keperawatan untuk sif pagi,

30% untuk sif sore, dan 15% untuk sif malam, off pergantian sif adalah 15%.

Contoh:

Jumlah tenaga keperawatan di Bangsal mawar sebanyak 25 orang. Hitung distribusi tenaga

keperawatan ini untuk setiap siftnya?

Sift pagi: 25 orang x 40% = 10 orang

Sift sore: 25 orang x 30% = 7 orang

Sift malam: 25 orang x 15% = 4 orang

Tenaga yang off: 25 x 15% = 4 orang

2. Menurut Dauglas

Sedangkan menurut Dauglas (1975), jumlah pembagian sift perawat di rumah sakit,

ditentukan berdasarkan pada tingkat ketergantungan pasien (Tabel 3-7)

Contoh:

Di Ruang Mawar, terdapat 22 pasien (4 orang dengan perawatan minimal, 10 pasien

intermedit, 8 orang dengan perawatan total). Berapa jumlah perawat yang dibutuhkan untuk

dinas pagi?

4 x 0,17 = 0,68

10 x 0,27 = 2,7

Page 6: BAB I mkalah kel 5

6

8 x 0,36 = 2,88

Dengan demikian, sift pagi membutuhkan 6,26 = 6 orang perawat. Abdellah dan Levine

(1965), dengan menggunakan indicator kritis membagi system pemberian asuhan

keperawatannya yang dikembangkan berdasarkan indicator kritis sebagai berikut.

1. Kelas 1 (membutuhkan waktu perawatan 2 jam/ 24 jam)

2. Kelas 2 (membutuhkan waktu perawatan 3 jam/ 24 jam)

3. Kelas 3 (membutuhkan waktu perawatan 4,5 jam/ 24 jam)

4. Kelas 4 (membutuhkan waktu perawatan 6 jam/ 24 jam).

Sedangkan untuk perbandingan sift adalah 35% untuk pagi, 35% untuk sore, dan 30% untuk

malam.

Contoh:

Jika pada Ruang Mawar terdapat pasien Kelas II adalah 2 orang. Kelas III ada 14 orang, dan

kelas IV ada 3 orang, jam yang dibutuhkan untuk merawat pasien tersebut adalah (3 jam x 3)

+ (4,5 jam x 14) + 6 jam x 3 pasien) = 90jam/ 24 jam.

Jadi pembagian perawat untuk setiap siftnya adalah:

Pagi = 90 jam x 35% = 31,5 jam/ 8 jam = 3,94 (4 orang)

Sore= 90 jam x 35% = 31,5 jam/8 jam = 3,94 (4 orang)

Malam = 90 jam x 30% = 27 jam/ 8 jam = 3,37 (3 orang)

Untuk mempermudah pelaksanaan tugas dan membuat jadwal, perlu sekali distribusi dari

setiap pekerjaan yang akan dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Dlam

pelayanan keperawatan, dikenal juga waktu untuk pertukaran sift jaga. Pertukaran sift jaga

terjadi 2 atau 3 kali sehari pada setiap unit keperawatan di semua tipe lingkungan perawatan

kesehatan. Pada akhir giliran tugas perawat harus membuat laporan dan melaporkan

informasi tentang pasien yang menjadi tanggung jawabnya kepada perawat yang bekerja

pada giliran berikutnya. Pelaporan nini adalah suatu bentuk system komunikasi yang

ditunjukkan pada pertukaran informasi penting yang diperlukan untuk perawatan pasien yang

Page 7: BAB I mkalah kel 5

7

holistic. Tujuan pelaporan dalam pertukaran sift ditunjukkan untuk memberikan kontinuitas

perawatan yang lebih baik, yang dilakukan oleh tim perawat yang merawat pasien. Laporan

yang lengkap menegakkan pertanggungjawanan perawat dalam keyakinan bahwa perawatan

pasien tidak terputus.

Laporan pertukaran tugas dapat dilakukan seacara lisan, dengan melakukan, visite

keperawatan langsung di samping tempat tidur pasien. Laporan lisan dilakukan dengan

model konferensi dan anggota staf dari kedua kelompok sif yang menghadirinya. Laporan

yang diberikan langsung kepada perawat yang dimaksud meneruskan sif berikutnya, selama

visite keperawata ini, pasien dan keluarga mempunyai kesempatan untuk ikut serta dalam

segala diskusi mengenai perawatan pasien. Perwatan dapat bersama pasien untuk melakukan

pengkajian yang diperlukan, mengevaluiasi kemajuan, dan menentukan intervensi terbaik

yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Pelaporan melalui telepon atau telephone reports ini

biasanya dilakukan antara anggota tim kesehatan secara teratur dengan berbicara satu sama

lain melalui telepon. Sebagai contoh, perawat menginformasikan kepada dokter tentang

perubahan kondisi pasien, perawat dari satu unit menginfirmasikan perawat lain mengenai

pemindahan pasien, dll. Informasi yang dilaporkan melalui telepon harus didokumentsikan

dalam bentuk tulisan. Informasi yang disampaikan melalui telepon harus didokumentasikan

dalam bentuk tulisan. Informasi yang disampaikan melalui telepon harus jelas, cepat, dan

ringkas.

Bula tidak jelas, informasi perlu diulang atau minta pengulangan. Pelaporan melalui

telepon harus meliputi waktu pembicaraan, siapa yang menelpon dan yang ditelpon, untuk

siapa informasi diberikan, dan isi informasi tersebut. Ada baiknya jika pelaporan dilakukan

dengan cepat dan efisien. Waktu yang digunakan selama pelaporan yang baik menguraikan

status kesehatan klien dan memungkinkan staf giliran tugas berikutnya mengetahui dengan

tepat jenis perawatan apa yang akan diperlukan pasien. Laporan pertukaran tugas berisi

tentang latar belakang informasi, latar belakang keadaan pasien secara umum. Pengkajian

berisi tentang keadaan pasien sekarang. Diagnosis keperawatn meliputi permasalahan

keperawatan yang dihadapai oleh pasien saat ini. Rencana intervensi berisi renxana tindakan

yang akan dilakukan. Tindakan atau implementasi termasuk tindakan yang telah dilakukan

pada klien. Informasi keluarga berisi tentang dukungan dari keluarga klien.

Page 8: BAB I mkalah kel 5

8

Rencana pemulangan meliputi aktivitas yang dpaat dilakukan klien dirumah. Prioritas

kebutuhan mencakup hal yang sangat diperlukan oleh pasien saat ini. Semua laporean ini

dimasukkan dalam lembaran catatan pasien. Untuk membuat pelaporan yang baik, perawat

harus mengetahui prinsip-prinsip pendokumentasian proses asuhan keperawatan dengan baik.

B. Sistem Staffing dan Scheduling

Staffing dan scheduling adalah fase ketiga dalam proses managemen. Pola staffing dan

kebijakan scheduling terkait langsung dengan fase manajemen yaitu: planning dan

organizing. Staffing dilakukan melalui seorang manager keperawatan dengan merekrut,

menyeleksi, mengorientasikan, dan mempromosikan pengembangan personel. Sedangkan

scheduling adalah penjadwalan kerja staff perawat berdasarkan shift kerja.

Banyak hambatan yang dapat ditemui dalam proses staffing dan scheduling. Hambatan

tersebut umumnya dapat berasal dari ketersediaan tenaga perawat yang sesuai kualifikasi,

maupun hambatan proses scheduling berupa tidak adanya perawat yang bersedia untuk

ditempatkan pada shift tertentu. Berdasarkan hal tersebut, ada beberapa hal yang dijadikan

bahan pertimbangan dalam proses staffing dan scheduling yang kreatif, yaitu:

1. 10 – 12 jam per shift

2. Premium payment untuk pekerjaan di akhir minggu dan hari libur

3. Adanya alokasi untuk staffing part time pada shift akhir minggu

4. Cyclical staffing: yang menggambarkan siklus kerja pada beberapa minggu ke

depan.Model ini dapat dibuat dengan pola khusus yang dapat diulang setiap 4 minggu

misalnya.

5. Job sharing, adanya pembagian tugas

6. Diperbolehkannya perawat untuk bertukar jadwal di antara mereka

7. Flextime (perawat mengusulkan waktu shift kerjanya sendiri.

8. Penggunaan supplemental staffing/ staffing pools. Ini digunakan jika ada perawat yang

tiba-tiba tidak bisa masuk kerja, sehingga kebutuhan perawat diambilkan dari pool ini.

9. Staff Self-Scheduling, perawat mengimplementasikan jadwal kerja secara kolektif yang

sesuai dengan panduan kerja, dan tanggung gugat perawat.

Page 9: BAB I mkalah kel 5

9

Beberapa organisasi membuat system desentralisasi staffing yaitu dengan mempunyai

unit manager yang membuat jadwal. Organisasi yang lain menggunakan system sentralisasi

staffing dengan membuat keputusan yang dipusatkan di kantor pusat atau staffing center.

Pada organisasi dengan desentralisasi staffing, unit manager yang harus bertanggung jawab

untuk menutup semua jadwal staff yang kosong, mengurangi jumlah staff pada saat jumlah

pasien menurun, menambah jumlah staff pada saat jumlah pasien meningkat, menyiapkan

jadwal bulanan, serta menyiapkan jadwal libur staff.

Organisasi dengan sentralisasi staffing menggunakan satu orang atau sebuah computer

untuk melakukan tugas staffing dan scheduling bagi semua unit. Peran manager dibatasi

dalam membuat keputusan ringan dan memberikan input. Manager keperawatan

bertanggung jawab dalam memantau kebutuhan personel yang sesuia dengan kondisi

organisasi, misalnya adanya perubahan dalam frekuensi penyakit dan jumlah pasien yang

meningkat tiba-tiba, maka manager harus dapat mengatasi kebutuhan staff dalam kondisi

tersebut. Scheduling dalam hal ini tidak dapat dipisahkan dari staffing. Pada saat manager

mencari perawat untuk mengisi kekosongan shift, maka pada saat itu dia melaksanakan

fungsi staffing termasuk scheduling.Salah satu bentuk sentralisasi staffing adalah online

shift bidding (OSB).

C. Online Shift Bidding (OSB)

On Line Staff Bidding (OSB) adalah mekanisme penawaran penjadwalan kerja bagi

perawat dengan memanfaatkan jaringan internet. Sistem ini dibuat sedemikian rupa

sehingga staff dapat mengakses melalui internet. Dalam hal ini tidak dibutuhkan investasi

hardware ataupun pemeliharaan software.

Pertama, rumah sakit membuka shift yang masih kosong melalui web site yang aman

yang dapat diakses oleh klinisi yang sebelumnya sudah disaring kulaifikasinya untuk

beberapa minggu ke depan. Rumah sakit dapat mulai memberikan penawaran untuk shift

dengan waktu standar, shift dengan satu setengah kali waktu standar, 2 kali shift, dan shift

dengan waktu premium. Rumah sakit juga dapat mulai memberikan penawaran atau bonus

untuk perawat yang mengisi shift secara online. Rumah sakit juga dapat membuat seleksi

bagi perawat yang diinginkan melalui mekanisme system yang sengaja dibuat. Misalnya:

jika shift yang kosong adalah untuk perawat anak , maka post shift yang kosong tersebut

Page 10: BAB I mkalah kel 5

10

hanya dapat diisi oleh perawat anak dari Rumah sakit terkait sesuai kualifikasi yang

diinginkan pada 24 jam pertama. Kemudian baru dapat diisi oleh perawat pengganti pada 24

jam berikutnya, dan pada akhirnya bagi perawat umum setelah 48 jam.

Software hanya memungkinkan perawat untuk melihat dan mengisi penawaran pada shift

yang sesuai dengan kualifikasi mereka, dan jadwal pekerjaan yang ada dengan cara

memasukkan profile perawat dan jadwal dalam satu system sentral.

D. Mekanisme Staffing dan Scheduling di Indonesia

Mekanisme staffing dan scheduling di Indonesia sampai saat ini masih menggunakan

system manual. Sistem manual ini dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah pasien,

tingkat ketergantungan pasien, jumlah perawat, dan model asuhan keperawatan yang

digunakan. Model asuhan keperawatan fungsional membutuhkan jumlah perawat yang lebih

sedikit jika dibandingkan dengan model asuhan keperawatan Primary Nurse (PN). Begitu

juga dengan tingkat ketergantungan pasien. Semakin banyak pasien dengan tingkat

ketergantungan yang tinggi, membutuhkan jumlah perawat yang lebih banyak jika

dibandingkan dengan pasien dengan tingkat ketergantungan rendah.

Mekanisme staffing di Indonesia dilakukan secara sentralisasi oleh manager personalia.

Sedangkan mekanisme scheduling menggunakan mekanisme desentralisasi. Pembagian shift

umumnya dibagi menjadi 3, yaitu shift pagi (08.00-14.00), sore (14.00-20.00) dan malam

(20.00-08.00), dengan jumlah perawat per shift sesuai dengan perhitungan kebutuhan

perawat sebagaimana disebutkan di atas. Beberapa hambatan yang sering ditemukan adalah

antara lain jika ada perawat yang mendadak tidak dapat bekerja sesuai shift, serta sedikitnya

jumlah perawat yang bersedia ditempatkan terutama pada hari libur dan pada akhir minggu.

Kesulitan yang lain yang sering ditemui di RS di Amerika adalah jika terjadi peningkatan

jumlah pasien. Beberapa Rumah sakit merekrut perawat dari agency perawat untuk

mengatasi kesulitan ini. Akibatnya lebih banyak biaya yang harus dikeluarkan serta lebih

banyak waktu yang harus terbuang.

Penggunaan OSB merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah di atas. Melalui

OSB, memudahkan perawat untuk melihat semua shift yang kosong di rumah sakit mereka

untuk memberikan penawaran shift mana yang sesuai dengan kualifikasi mereka dan dari

segi waktu sesuai untuk mereka. OSB merupkan solusi untuk menghilangkan kesulitan

Page 11: BAB I mkalah kel 5

11

manager dan staff perawat.Systen online ini memudahkan perawat untuk melihat semua

shift yang dapat diisi di rumah sakit mereka dan jaringan dari rumah sakit mereka. Shift

yang mungkin dimasuki dapat dilihat dan penawaran dapat diisi dari semua tempat yang

dapat diakses jaringan internet. Hal ini juga dapat meningkatkan kepuasan kerja karena

perawat mempunyai control, autonomi dan fleksibilitas yang lebih luas.

Beberapa rumah sakit yang menggunakan system online juga menawarkan insentif

seperti meningkatkan pembayaran atau reward point untuk perawat yang mengisi shift pada

waktu-waktu yang sulit seperti di hari minggu dan hari libur. Di Amerika, dengan sistem ini

memungkinkan perawat untuk menambah job di luar job mereka yang sebenarnya di unit

mereka. Pada akhirnya, dengan system ini perawat tidak harus mempunyai pekerjaan lain

untuk menambah income mereka.

Namun, beberapa kelemahan dapat timbul dari penerapan system ini, yaitu jika perawat

yang diperbolehkan mengisi shift yang kosong, tidak diperhatikan kualifikasinya. Contoh:

kualifikasi perawat untuk mengisi kekosongan di bangsal anak tentu saja berbeda dengan

kualifikasi perawat untuk mengisi kekosongan shift di bangsal bedah. Disamping itu, jika

tidak mengutamakan perawat pada bangsal terkait, maka syarat perawatan yaitu terbina trust

dengan pasien menjadi sulit diwujudkan.

E. Penjadwalan Perawat

1. Konsep Penjadwalan

Penjadwalan adalah pengalokasian waktu yang tersedia untuk melaksanakan

masing-masing pekerjaan dalam rangka menyelesaikan suatu kegiatan hingga tercapai

hasil yang optimal dengan mempertimbangkan keterbatasan-keterbatasan yang ada.

(Husen, 2008). Penjadwalan tenaga kerja dapat dikategorikan sebagai hal yang cukup

penting untuk diperhatikan karena memiliki karakteristik yang spesifik dan kompleks,

antara lain kebutuhan karyawan yang berfluktasi, tenaga kerja yang tidak bisa disimpan,

dan faktor kenyamanan pelanggan. Secara umum penjadwalan mempunyai manfaat-

manfaat sebagai berikut:

a) Memberikan pedoman terhadap pekerjaaan/kegiatan mengenai batas-batas waktu

untuk mulai dan akhir dari masing-masing tugas.

Page 12: BAB I mkalah kel 5

12

b) Memberikan alat bagi pihak manajemen untuk mengkoordinir secara sistematis dan

realistis dalam penentuan alokasi prioritas terhadap sumber daya dan waktu.

c) Memberikan sarana untuk menilai kemajuan pekerjaan.

d) Menghindari pemakaian sumber daya yang berlebihan.

e) Memberikan kepastian waktu pelaksanaan pekerjaan.

2. Konsep Penjadwalan Perawat

Masalah penjadwalan karyawan banyak dijumpai pada industri jasa, salah satunya

di rumah sakit.Sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang nomor 44 tahun

2009 tentang rumah sakit bahwa salah satu tujuan penyelenggaraan rumah sakit adalah

meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan kesehatan. Untuk

meningkatkan mutu dan standar itu, rumah sakit diharuskan memiliki sistem

penjadwalan yang berkualitas dikarenakan padatnya sistem pelayanan yang ada di

dalamnya. Salah satu penjadwalan yang harus diperhatikan adalah penjadwalan perawat.

Baik atau tidaknya sistem pelayanan yang ada di rumah sakit dapat ditentukan oleh

sistem penjadwalan perawat yang ada.

Pada umumnya, penjadwalan perawat di Indonesia diklasifikasikan dalam sistem

penjadwalan dinas jaga atau shift, yaitu dinas jagapagi, dinas jagasoredan dinas

jagamalam. Namun bagi sebagian perawat, tuntutan untuk bekerja di malam hari,liburan

dan akhir pekan sering menimbulkan stres dan frustasi. Penjadwalan yang kaku adalah

kontributor utama terhadap ketidakpuasan kerja di pihak perawat. Jika perawat tidak

dapat memberikan saran terhadap jadwal kerja, semangat para perawat dapat berkurang.

Perasaan tidak berdaya ini berperan dalam meningkatkan rasa amarah di kalangan

perawat profesional. Oleh karena itu, penjadwalan merupakan faktor yang penting dalam

menentukan ketidakpuasan kerja atau kepuasan kerja. Manajer sebagai orang yang

bertanggung jawab untuk menyusun jadwal kerja sebaiknya secara berkala melakukan

evaluasi kepuasan pegawai terhadap sistem penjadwalan yang sedang berlaku. Dengan

membantu pegawai yang merasa mempunyai kendala terhadap penjadwalan dinas jaga,

manajer dapat memperbaiki kepuasan kerja pegawai.(Bessie, at al, 2010).

Setiap tipe penjadwalan memiliki keuntungan dan kerugian. Karena beberapa

penjadwalan mengharuskan pembayaran uang lembur, hasil kepuasan perawat harus

Page 13: BAB I mkalah kel 5

13

dipertimbangkan terhadap peningkatan biaya. Selain itu, perpanjangan dinas jaga dari

delapan jam sampai sepuluh atau dua belas jam dapat menyebabkan peningkatan

kesalahan penilaian klinis karena perawat keletihan. Untuk alasan ini, banyak organisasi

membatasi jumlah hari berturut-turut seseorang perawat dapat bekerja di perpanjangan

dinas jaga. Akhirnya, pemakaian perawat paruh waktu atau tambahan yang berlebihan

dapat menyebabkan kontinuitas asuhan keperawatan yang buruk.

F. Metode Penjadwalan

1. Goal Programming

Goal Programming atau yang dikenal dengan Program Tujuan Ganda (PTG)

merupakan modifikasi atau variasi khusus dari program linier. Goal Programming

bertujuan untuk meminimumkan jarak antara atau deviasi terhadap tujuan, target atau

sasaran yang telah ditetapkan dengan usaha yang dapat ditempuh untuk mencapai target

atau tujuan tersebut secara memuaskan sesuai dengan syarat-ikatan yang ada, yang

membatasinya berupa sumber daya yang tersedia, teknologi yang ada, kendala tujuan, dan

sebagainya. (Nasendi, 1985).

Goal Programming pada umumnya digunakan pada masalah-masalah linier dengan

memasukkan berbagai tujuan dalam formulasi modelnya. Tujuan-tujuan yang ingin

dicapai dinyatakan sebagai goal dan dipresentasikan secara numerik. Namun

kenyataannya goal yang ingin dicapai tidak selalu dapat diselesaikan secara bersamaan

karena terdapat penyimpangan-penyimpangan atau sering disebut dengan deviasi. Oleh

sebab itu dalam Goal Programming, tujuan yang telah dinyatakan dalam goal tersebut

harus ditetapkan terlebih dahulu. Solusi yang ingin dicapai adalah meminimumkan

penyimpangan tujuan-tujuan yang terdapat pada masing-masing goal. Fungsi tujuan

dalam Goal Programming dinyatakan sebagai minimasi penyimpangan dari fungsi

pencapaian goal.

Goal Programming pertama kali diperkenalkan oleh Charnes dan Coopers (1961).

Charnes dan Coopers mencoba menyelesaikan persoalan program linier dengan banyak

kendala dengan waktu yang bersamaan. Gagasan itu berawal dari adanya program linier

yang tidak bisa diselesaikan karena memiliki tujuan ganda. Charnes dan Coopers

mengatakan bahwa jika di dalam persamaan linier tersebut terdapat slack variable dan

Page 14: BAB I mkalah kel 5

14

surplusvariable (variable deviasi atau penyimpangan) di dalam persamaan kendalanya,

maka fungsi tujuan dari persamaan tersebut bisa dikendalikan yaitu dengan

mengendalikan nilai ruas kiri dari persamaan tersebut agar sama dengan nilai ruas

kanannya. Inilah yang menjadi dasar Charnes dan Coopers mengembangkan metode Goal

Programming.

a) Konsep Goal Programming

Goal Programming pada umumnya digunakan pada masalah-masalah linier

dengan memasukkan berbagai tujuan dalam formulasi modelnya. Tujuan-tujuan yang

ingin dicapai dinyatakan sebagai goal dan dipresentasikan secara numerik. Namun

kenyataannya goal yang ingin dicapai tidak selalu dapat diselesaikan secara

bersamaan karena terdapat penyimpangan-penyimpangan atau sering disebut dengan

deviasi. Oleh sebab itu dalam Goal Programming, tujuan yang telah dinyatakan

dalam goal tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu.

Solusi yang ingin dicapai adalah meminimumkan penyimpangan tujuan-tujuan

yang terdapat pada masing-masing goal. Fungsi tujuan dalam Goal Programming

dinyatakan sebagai minimasi penyimpangan dari fungsi percapaian goal.

b) Komponen Goal Programming

Dalam metode Goal Programming pada umumnya terdapat minimal tiga

komponen yaitu fungsi tujuan, kendala tujuan dan kendala non negatif, namun pada

tulisan ini akan dibahas juga kendala struktural.

a. Fungsi Tujuan

Fungsi tujuan dalam Goal Programming pada umumnya adalah masalah

minimasi karena dalam model Goal Programming terdapat variabel deviasi di

dalam fungsi tujuan yang harus diminimumkan. Hal ini merupakan konsekuensi

logis dari kehadiran variabel deviasi dalam fungsi kendala tujuan. Sehingga

fungsi tujuan dalam Goal Programming adalah minimasi penyimpangan atau

minimasi variabel deviasi.

b. Kendala Tujuan

Dalam model Goal Programming ditemukan sepasang variabel yang

disebut variabel deviasi dan berfungsi untuk menampung penyimpangan atau

deviasi yang akan terjadi pada ruas kiri suatu persamaan kendala terhadap nilai

Page 15: BAB I mkalah kel 5

15

ruas kanannya. Agar deviasi ini minimum, artinya ruas kiri suatu persamaan

kendala sedapat mungkin mendekati nilai ruas kanannya maka variabel deviasi

ini harus diminimumkan dalam fungsi tujuan.

Pemanipulasian model Goal Programming yang dilakukan oleh Charnes

Cooper telah mengubah makna kendala fungsional. Pada Program linier,

kendala-kendala fungsional menjadi pembatas bagi usaha pemaksimuman Atau

peminimuman fungsi tujuan. Sedangkan Goal Programming kendala-kendala

merupakan saran saran untuk mewujudkan goal yang hendak dicapai.

Tujuan-tujuan yang ditanyakan sebagai nilai konstan pada ruas kanan

kendala, mengusahakan agar nilai ruas kiri suatu persamaan kendala sama

dengan nilai ruas kanannya. Itulah sebabnya kendala-kendala di dalam model

Goal Programing selalu berupa persamaan yang dinamakan kendala tujuan.

c. Kendala Non-negatif

Dalam program linier, variabel-variabel bernilai lebih besar atau sama

dengan nol. Demikian halnya dengan Goal Programing yang terdiri dari variabel

keputusan dan variabel deviasi. Keduanya bernilai lebih besar atau sama dengan

nol. Demikian halnya dengan Goal Programing yang terdiri dari variabel

keputusan dan variabel diviasi. Keduanya bernilai lebih besar atau sama dengan

nol. Pernyataan nonnegatif dilambangkan dengan: X1, d1+, d1-, > 0-

d. Kendala sistem

Kendala sistem atau kendala fungsional adalah kendala-kendala

lingkungan yang tidak berhubungan langsung dengan tujuan-tujuan masalah

yang dihadapi. Kendala ini tidak memiliki variabel diviasi sehingga tidak

dimasukan ke dalam fungsi tujuan.

c) Prosedur Perumusan Goal Programming

Langkah-langkah perumusan Goal Programming meliputi bebrapa tahap:

1. Menentukan variabel keputusan

2. Menyatakan kendala tujuan

3. Menyatakna kendala sistem

4. Menentukan bobot

Page 16: BAB I mkalah kel 5

16

5. Menentukan prioritas

6. Menyatakan fungsi tujuan

7. Menyatakan keperluan non-negatif

2. Linier

Program linier merupakan suatu metode pendekatan terhadap masalah pengambilan

keputusan yang hanya melibatkan satu tujuan (Singel goal). Program linier digunakan

untuk mengalokasikan sumber-sumber daya langka yang ada supaya mencapai tujuan

yaitu meminimumkan atau memaksimumkan suatu permasalahan. Contoh permasalahan

yang harus dimaksimukan adalah keuntungan dan penjualan produk, sedangkan contoh

permasalahan meminimalkan adalah biaya dan kerugian. Untuk lebih jelas dapat

disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut

G. Perbedaan Program Linier dengan Goal Programing

Program linier merupakan suatu metode pendekatan terhadap masalah pengambilan

keputusan yang hanya melibatkan satu tujuan (single goal). Program linier digunakan untuk

mengalokasikan sumber daya langka yang ada supaya mencapai tujuan yaitu

meminimumkan atau memaksimumkan suatu permasalahan. Contoh permasalahan yang

harus dimaksimumkan adalah keuntungan dan penjualan produk, sedangkan contoh

permasalahan meminimumkan adalah biaya dan kerugian.Untuk lebih jelas dapat disajikan

dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 2.1 Perbedaan Program Linier dan Goal Programming

No Program Linier Goal Programing

1. Fungsi tujuannya hanya

mengandung satu tujuan

saja.

Satu atau beberapa fungsi

tujuan digabungkan dalam

sebuah fungsi tujuan

2. Fungsi tujuannya bisa

maksimasi atau

minimasi.

Fungsi tujuannya adalah

meminimumkan

penyimpangan

penyimpangan dari

beberapa tujuan tertentu.

Page 17: BAB I mkalah kel 5

17

3.

4. Mengidentifikasi solusi

optimum dari suatu

himpunan solusi layak.

Sumber: Mulyono, 2007.

H. Kebijaksanaan Penjadwalan

Agar supervisior dan kepala perawat dapat mengatur jadwal waktu personil yang libur

dan yang masuk secara adil, harus ada departemen atau divisi-luas kebijaksanaan

penjadwalan untuk memandu pembuatan keputusan. Apabila kebijaksanaan menyangkut

persoalab berikut tidak ada, maka manager perawat harus bersatu menjadi sebuah kelompok

untuk menyusunnnya :

1. Orang dengan jabatan, yang bertanggung jawab mempersiapkan jadwal waktu untuk

personil  di masing-masing unit.

2. Periode waktu untuk diliputi oleh masing-masing jadwal masuk atau libur.

3. Banyaknya pemberitahuan dimuka yang diberiakan para pekerja menyangkut jadwal

masuk atau libur.

4. Waktu masuk atau libur total yang diperlukan untuk masing-masing pekerja perhari,

minggu, atau bulan.

5. Hari dimulainya minggu kerja.

6. Dimulainya dan diakhirinya waktu untuk masing-masing penggiliran tugas.

7. Jumlah pergiliran yang harus dipergilirkan diantara masing-masing pekerja.

8. Frekuensi yang diperlukan dari pergiliran pergantian.

9. Keperluan pergiliran dari satu unit kelain unit dan frekuensi pergiliran tersebut.

10. Keperluan penjadwalan dua hari libur perminggu atau rata-rata dua hari libur

perminggu.

11. Frekuensi libur akhir pekan atau masing-masing kategori personil.

12. Difinisi dari “libur akhir pekan” untuk personil, tugas malam.

13. Perlunya perluasan hari libur yang berurutan dann tidak berurutan.

14. Hari kerja berurutan maksimum yang diperbolehkan.

15. Jarak waktu minimum yang diharuskan antara urutan pergantian tugas.

Page 18: BAB I mkalah kel 5

18

16. Jumlah hari libur yang dibayar untuk diberikan pada masing-masing pekerja.

17. Jumlah hari libur yang diharuskan pertahun saat pegawai harus dijadwalkan libur kerja.

18. Panjangnya pemberitahuan dimuka untuk diberikan pegawai mengenai jadwal tugas

liburan masuk atau libur.

19. Prosedur yang harus diikuti dalam meminta libur kerja pada hari libur tertentu.

20. Jumlah hari-hari libur yang dibayar untuk diberikan pada masing-masing pekerja.

21. Lamanya waktu pemberitahuan dimuka untuk diberikan pegawai mengenai jadwal

liburan.

22. Prosedur untuk diikuti dalam memohon waktu libur khusus.

23. Pembatasan pada penjadwalan liburan selama hari natal atau idul fitri dan tahun baru.

24. Jumlah personil masing-masing kategori yang akan dijadwalkan untuk liburan atau hari

libur pada saat tertentu.

25. Prosedur penyelesaian perselisihan diantara personil sehubungan dengan permintaan

hari liburan pada hari libur.

26. Prosedur pemprosesan permintaan “darurat” untuk penyesuaian jadwal waktu.

Latar belakang persoalan tertentu sebaiknya dupertimbangkan oleh setiap manager yang

menysun atau membuat kebijaksanaan yang berhubungan dengan topik terlebih dahulu.

Misalnya, ada kecenderugan bagi seorang yang bertanggung jawab menjadwalkan waktu

libur dan masuk yang akan dipertimbangkan manager, tanpa memperhatikan titel atau

jabatannya didalam hirarki organisasi. Sebab itu, status yang tinggi biasanya diserasikan

dengan penjawalan staf administrasi. Sebabiknya diingat bahwa banyaknya waktu masuk

atau libur pegawai sebagian lagi oleh kebiasaan dan mengacu pada sejarahnya, sebagian lain

oleh kontrak kerja yang telah disusun oleh lembaga tersebut dengan pegawai serikat pekerja.

Masing-masing sumber ini sebaiknya dirundingkan sebelum mengubah kebijaksanaan

penjadwalan personil di dalam setiap lembaga kesehatan.

Panjangnya periode pergiliran masing-masing pekerja, dari pergantian ke pergantian lain

atau dari unit ke unit lain, mempengaruhi kelangsungan perawatan pasien dan moral

pekerja. Selain itu, persoalan pergantian dan pergiliran unti sering ditemukan di dalam

kontrak kerja. Demikian pula, banyak pemasangan jadwal waktu dimuka  dan perencanaan

hari libur danh waktu liburan di muka mempengaruhi kemampuan pegawai untuk

Page 19: BAB I mkalah kel 5

19

merencanakan perayaan keluarga, peristiwa sosial, urusan bisnis, dan jadwal sekolah. Oleh

karena itu, periode penjadwalan waktu  sering juga ditemukan dalam kontrak kerja.

Frekuensi libur akhir pekan dan frekuensi pergiliran pergantian menentukan jumlah waktu

yang dapat diluangkan si pegawai dengan suaminya, anaknya, atau temannya yang bekerja

pada jam kantor tetap. Untuk itu, pegawai membandingkan jadwal waktu mereka dengan

jadwal waktu rekan kerjanya untuk memastikan apakah penugasan akhir pekan dan

pergantiannya dibuat sama. Hari mulainya minggu kerja akan menentukan jumlah dan

frekuensi libur akhir pekan juga pola hari masuk atau libur bagi personil yang bekerja 10

jam per hari, 4 hari seminggu.

I. Tanggung Jawab Penjadwalan

Biasanya, supervisor atau kepala parawat bertanggung jawab untuk menjadwalkan waktu

masuk atau libur personil keperawatan. Karena jadwal kerja harus disiapkan beberapa

minggu sebelumnya, dan selanjutnya diperbaiki untuk menyesuaikan perubahan didalam

sensus pasien, keadaan pasien yang sakit, permintaan waktu libur darurat, banyak waktu 

yang berkaitan dengan kegiatan supervisi diluangkan dalam mempersiapkan dan

meneyesuaikan jadwal waktu.

J. Penjadwalan Putaran

Supervisor atau kepala perawat dapat mengurangi waktu yang diluangkan  untuk

perencanaan waktu kerja personil ketingkat minimum dengan menggunakan  penjadwalan

putaran ( cyclical scheduling ). Teknik ini, yang terdiri dari penugasan hari kerja dan

pergantian untuk anggota staf unit  menurut pola yang dapat diperkirakan dan diulang-

ulang, bias mengadakan sejumlah personil dan campuran personil yang diinginkan serta

memudahkan kelanjutan perawatan pasien dan ketetapan kelompok kerja utama. Efektifnya,

suatu rencana bagi penjadwalan putaran sebaiknya didasarkan pada prinsip-prinsip berikut :

1. Perputaran penugasan personil sebaiknya menggambarkan keseimbangan antara

kebutuhan lembaga akan pekerja peliput dan kebutuhan pegawai akan pekerja dan

rekreasi yang seimbang.

2. Penugasan putaran sebaiknya membagikan hari kerja “baik” atau “jelek” dan jam kerja

yang sama diantara para pegawai.

3. Semua pegawai sebaiknya ditugaskan menurut pola putaran tersebut.

Page 20: BAB I mkalah kel 5

20

4. Sekali jadwal putaran tersebut telah disusun, penyimpangan perseorangan dari jadwal

bisa berkurang dan diberikan hanya setelah permintaan tertulis untuk perubahan jadwal.

5. Metode penjadwalan putaran diusahakan untuk diumumkan dengan baik dan diterapkan

agar para pegawai tidak merasa jadwal tersebut sebagai pengontrolan berlebihan.

6. Pola putaran yang gunakan tersebut sebaiknya menjamin sejumlah pegawai yang cukup

dan campuran pegawai yang diinginkan untuk masing-masing semua unit bergeser.

7. Pola putaran yang dipakai sebaiknya menaikkan kelanjutatan perawatan pasieundengan

menekan “mengambangnya” personil dan dengan memperpanjang hubungan antara

masing-masing pasien dan perawat utamanya.

8. Penugasan putaran yang dipakai sebaiknya memelihara semangat kerja tim dengan

menjaga komposisi kelompok kerja utama yang tetap.

9. Masing-masing pekerja sebaiknya diberitahu jauh hari sebelum mengenai putaran

pergilliran dan hari masuk atau liburnya untuk mengadakan kegiatan rencana pribadi,

bisnis, dan pendidikan.

Page 21: BAB I mkalah kel 5

21

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kemajuan jaman menuntut perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan untuk bersikap

professional. Profesionalisne perawat dapat diwujudkan dibidang pelayanan kesehatan di

rumah sakit. Model praktik keperawatan professional (MPKP) adalah suatu system (struktur,

proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat professional, mengatur

pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan.

Penjadwalan adalah pengalokasian waktu yang tersedia untuk melaksanakan masing-

masing pekerjaan dalam rangka menyelesaikan suatu kegiatan hingga tercapai hasil yang

optimal dengan mempertimbangkan keterbatasan-keterbatasan yang ada.

Menurut undang- undang tentang keperawatan, keperawatan adalah suatu bentuk

pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan

pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan

masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

B. Saran

Diharapkan perawat mampu menerapkan bagaimana alokasi dan penjadwalan tenaga

keprawatan setiap sfit yang tepat dan benar sehingga system management bisa dilakukan

secara benar sesuai prosedur yang ada. Perawat juga diharuskan bekerja secara profesional

sehingga peningkatan pelayanan kesehatan dapat menjadi lebih baik

Page 22: BAB I mkalah kel 5

22

DAFTAR PUSTAKA

Asmuji. 2014. Manajemen Keperawatan Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar-Ruz Media.

Marquis dan Huston. 2010. Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Teori dan Aplikasi.

Alih bahasa: Widyawati dan Handayani. Edisi 4. Jakarta: EGC

Simamora, Roymond. 2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC

Swansburg, Russel C. 2000. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan untuk

Perawat Klinis. Jakarta : EGC