Upload
nazula-mufarihah
View
244
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mankep
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Rumah sakit merupakan sebuah tempat dimana orang-orang yang sedang
mengalamigangguan kesehatan dibawa untuk mendapatkan perawatan intensif
demikesembuhannya. Orang yang mengalami gangguan kesehatan tersebut biasa disebut
pasien. Mengingat pasien-pasien tersebut membutuhkan perawatan intensif, maka tak heran
apabila staf keperawatan di suatu rumah sakit, demi memberikan pelayanan keperawatan
yang terbaik, tidak cukup apabila seorang pasien hanya dilayani oleh satu atau dua staf
keperawatan saja.
Layanan keperawatan di suatu rumah sakit memiliki tanggung jawab untuk memberikan
pelayanan yang berkualitas kepada para pasien dan turut berperan dalam menentukan
besarnya biaya pengeluaran rumah sakit tersebut. Layanan keperawatan entunya dilakukan
oleh banyak perawat sesuai dengan jadwal masingmasing yang telah ditentukan oleh pihak
rumah sakit, tanpa terlepas dari kesadaran bahwa setiap perawat mempunyai preferensi
pribadi yang pantas dipertimbangkan terkait dengan shift dan penjadwalan jam kerja, karena
beberapa perawat lebih memilih untuk bekerja paruh waktu demi menyesuaikan gaya hidup
mereka. Serikat kerja perawat berperan aktif menuju pencapaian tuntutan tertentu, seperti
terbatasnya tenaga perawat yang harus bekerja pada akhir pekan, adanya cuti libur, cuti sakit,
maupun hari libur. Berbagai macam preferensi dan tuntutan tersebut pada akhirnya akan
mempengaruhi besarnya biaya pengeluaran departemen keperawatan di rumah sakit dalam
bentuk perhitungan kompleks.
Permasalahan yang dihadapai oleh pengelola rumah sakit dan direktur keperawatan
adalah secara bersamaan berusaha untuk saling menyesuaikan antara susunan staf
keperawatan dan beban kedatangan pasien yang bersifat acak atau tidak tetap pada setiap
waktunya, pemenuhan kebutuhan tenaga perawat, serta respon terhadap tekanan kontrol
biaya. Secara ideal, proses perencanaan dan pengambilan keputusan, termasuk persiapan
anggaran rumah sakit, harus mempertimbangkan terlebih dahulu ketiga hal yang saling
berhubungan tersebut. Seringkali, direktur keperawatan mengandalkan ”pengalaman dan
2
keputusan” susunan staf keperawatan pada situasi tahun lalu, dan diskusi khusus dengan
pengamat keperawatan dan lain lain, untuk membuat keputusan-keputusan tersebut.
Para peneliti telah mengembangkan model analitis untuk membuat kebijakan alokasi
shift-by-shift selama tugas akhir para perawat dan tenaga non-profesional untuk unit rumah
sakit. Contohnya adalah algoritma branch and bound oleh Trivedi dan Warner (1976), dan
model pemrograman kuadratik oleh Warner dan Prawda (1972). Model-model yang lain
berhubungan dengan keputusan penjadwalan mingguan (seperti siklus penjadwalan 2-,3-,
atau 4- minggu tergantung pada kebijakan rumah sakit) untuk menentukan hari aktif atau
tidak aktif oleh Miller dkk. (1976) dan Warner (1976). Wolfe and Young (1965a, b) juga
mengembangkan sebuah model untuk menentukan susunan staf keperawatan di sebuah unit
rumah sakit. Bagaimanapun, sebuah literatur tidak mengandung suatu model analitis
menyangkut kebijakan anggaran tahunan keperawatan yang memberikan pertimbangan
terhadap keseimbangan susunan staf, tuntutan rapat serikat pekerja, serta pemenuhan control
biaya dan peraturan penahanan. Dengan kata lain, skripsi ini mengarahkan
kepadapenyusunan akan model tersebut.
Berbagai konflik tujuan harus dipenuhi selama proses penyusunan anggaran, termasuk
meminimalkan pengeluaran, menyediakan jam perawatan yang cukup demi memberikan
pelayanan yang baik bagi sejumlah pasien yang berbeda-beda kondisinya, tanpa
mempekerjakan perawat paruh waktu dengan berlebihan atau terlalu banyak, serta memenuhi
tuntutan serikat pekerja. Charnes dan Cooper (1961) menyajikan sebuah metodologi untuk
menyelesaikan permasalahan yang memiliki banyak tujuan pada awal tahun 1960-an. Ignizio
(1976), Ijiri (1965), dan Lee (1972) kemudian mengembangkan pendekatan metodologi
tersebut, yang sekarang dikenalsebagai goal programming.
Karakteristik lain dari masalah ini adalah beberapa variabel keputusan, seperti jumlah
perawat yang dipekerjakan dalam satu tahun anggaran, baik yang bekerja waktu penuh
maupun paruh waktu, harus bernilai bulat dan tidak dalam bentuk pecahan supaya
memungkinkan pengaplikasiannya di rumah sakit secara nyata. Adapun variabel lain, seperti
besarnya kelebihan atau kekurangan anggaran dan jam perawatan yang tersedia oleh
kombinasi yang berbeda-beda dari tingkat ketrampilan, tidaklah harus bernilai bulat (boleh
bernilai pecahan). Maka dari itu, model yang dipertimbangkan juga memiliki kapabilitas
mixed-integer.
3
B. Rumusan MasalahAdapun masalah yang dibahas dalam penulisan makalah ini adalah :1. Bagaimanakah pengertian penjadwalan ?2. Bagaimanakah sistem staffing dan scheduling?
3. Bagaimanakah Online Shift Bidding (OSB)?
4. Bagaimanakah mekanisme staffing dan scheduling di Indonesia?
5. Bagaimanakah penjadwalan perawat ?
6. Bagaimanakah metode penjadwalan?
7. Bagaimanakah perbedaan program linier dengan goal programming?
8. Bagaimanakah kebijaksanaan penjadwalan?
9. Bagaimanakah tanggung jawab penjadwalan?
10. Bagaimanakah penjadwalan putaran?
C. TujuanAdapun tujuan daripada penulisan makalah ini adalah :1. Untuk mengetahui pengertian penjadwalan.2. Untuk mengetahui sistem staffing dan scheduling.
3. Untuk mengetahui Online Shift Bidding (OSB).
4. Untuk mengetahui mekanisme staffing dan scheduling di Indonesia.
5. Untuk mengetahui penjadwalan perawat.
6. Untuk mengetahui metode penjadwalan.
7. Untuk mengetahui perbedaan program linier dengan goal programming.
8. Untuk mengetahui kebijaksanaan penjadwalan.
9. Untuk mengetahui tanggung jawab penjadwalan.
10. Untuk mengetahui penjadwalan putaran.
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Penjadwalan
Penjadwalan adalah satu aspek dari fungsi kepegawaian. Kepegawaian adalah
penghimpunan dan persiapan pekerja yang dibutuhkan untuk melekukan misi dari sebuah
organisasi, penjadwalan adalah penentuan pola jam kerja masuk dan libur mendatang untuk
pekerja dalam sebuah unit,l seksi, atau divisi.
Terdapat beberapa langkah untuk diambil dalam menentukan waktu masuk dan libur
anggota staf. Pertama, setelah menganalisa jadwal kerja dan rutinitas unit, manajer perawat
harus menentukan jam maksimal dan minimal beban kerja untuk memutuskan kebutuhan
jam sibuk dan yang sibuk bagi pekerja dari masing-masing kategori. Kedua, untuk
keperluan pribadi, yaitu jabatan yang dianggarkan dan diisi, manager harus menentukan
jam kerja masuk dan libur apa yang akan disediakan kesejumlah personil yang diinginkan
danh kategori personil keunit tersebut untuk masing-masing jam setiap harinya. Ketiga, ia
harus memberikan wakktu masuk dan libur masing-masing pekerja untuk sepanjangb hari
agar dapat mengelompokkan bseluruh staf kedalam konfigurasi yang diinginkan. Keempat,
ia harus memeriksa jadwal yang telah selesai tersebut untuk mencari kesalahan-kesalahn
seperti nama yang tidak tercantum, persetujuan hari libur atau liburan yang tidak disediakan,
kekurangan sejumlah personil selama periode wakitu tertentu, dan penggabungan personil
yang tidak pantas pada hari-hari atau pergiliran tertentu. Kelima, ia harus menjamin
persetujuan jadwal yang akan diajukan dari manager keperawatan yang tetap atau direktur
(langkah ini bias dihilangkan dalam organisasi dengan wewenang keputusan desentralisasi).
Keenam, ia harus memasang jadwal untuk memberi tahu anggota staf akan jam kerja yang
ditugaskan untuk beberapa minggu ke depan. Ketujuh, ia harus memperbaiki dan
memperbaharui jadwal tersebut setiap hari untuk membawa sejumlah staf sejajar dengan
perubahan terus menerus beban didlam unit tersebut. Kedelapan, ia harus meninjau dan
menganalisa jadwal dan kebijaksanaan secara tetap untuk mengenali masalah susunan
kepegawaian yang perlu diubah didalam jadwal utama atau master.
5
Penjadwalan kerja adalah uasaha memperkirakan waktu dalam menyelesaikan setiap
kegiatan. Hal ini paling sulit dilakukan sehingga diperlukan pengalaman dalam
memperkirakan waktu. Penjadwalan berfungsi menegembangkan struktur penjabaran kerja
secara rinci, memperkirakan waktu yang diperlukan untuk tiap tugas, menentukan urutan
tugas dalam urutan yang tepat, mengembangkan waktu mulai dan berhenti untuk tiap tugas,
dan menunjuk dan mengangkat orang untuk melakukan tugas. Rancangan penjadwalan
tenaga keperawatan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1. Menurut Warstler
Pengaturan sif menurut Warstler (1990) adalah 40% tenaga keperawatan untuk sif pagi,
30% untuk sif sore, dan 15% untuk sif malam, off pergantian sif adalah 15%.
Contoh:
Jumlah tenaga keperawatan di Bangsal mawar sebanyak 25 orang. Hitung distribusi tenaga
keperawatan ini untuk setiap siftnya?
Sift pagi: 25 orang x 40% = 10 orang
Sift sore: 25 orang x 30% = 7 orang
Sift malam: 25 orang x 15% = 4 orang
Tenaga yang off: 25 x 15% = 4 orang
2. Menurut Dauglas
Sedangkan menurut Dauglas (1975), jumlah pembagian sift perawat di rumah sakit,
ditentukan berdasarkan pada tingkat ketergantungan pasien (Tabel 3-7)
Contoh:
Di Ruang Mawar, terdapat 22 pasien (4 orang dengan perawatan minimal, 10 pasien
intermedit, 8 orang dengan perawatan total). Berapa jumlah perawat yang dibutuhkan untuk
dinas pagi?
4 x 0,17 = 0,68
10 x 0,27 = 2,7
6
8 x 0,36 = 2,88
Dengan demikian, sift pagi membutuhkan 6,26 = 6 orang perawat. Abdellah dan Levine
(1965), dengan menggunakan indicator kritis membagi system pemberian asuhan
keperawatannya yang dikembangkan berdasarkan indicator kritis sebagai berikut.
1. Kelas 1 (membutuhkan waktu perawatan 2 jam/ 24 jam)
2. Kelas 2 (membutuhkan waktu perawatan 3 jam/ 24 jam)
3. Kelas 3 (membutuhkan waktu perawatan 4,5 jam/ 24 jam)
4. Kelas 4 (membutuhkan waktu perawatan 6 jam/ 24 jam).
Sedangkan untuk perbandingan sift adalah 35% untuk pagi, 35% untuk sore, dan 30% untuk
malam.
Contoh:
Jika pada Ruang Mawar terdapat pasien Kelas II adalah 2 orang. Kelas III ada 14 orang, dan
kelas IV ada 3 orang, jam yang dibutuhkan untuk merawat pasien tersebut adalah (3 jam x 3)
+ (4,5 jam x 14) + 6 jam x 3 pasien) = 90jam/ 24 jam.
Jadi pembagian perawat untuk setiap siftnya adalah:
Pagi = 90 jam x 35% = 31,5 jam/ 8 jam = 3,94 (4 orang)
Sore= 90 jam x 35% = 31,5 jam/8 jam = 3,94 (4 orang)
Malam = 90 jam x 30% = 27 jam/ 8 jam = 3,37 (3 orang)
Untuk mempermudah pelaksanaan tugas dan membuat jadwal, perlu sekali distribusi dari
setiap pekerjaan yang akan dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Dlam
pelayanan keperawatan, dikenal juga waktu untuk pertukaran sift jaga. Pertukaran sift jaga
terjadi 2 atau 3 kali sehari pada setiap unit keperawatan di semua tipe lingkungan perawatan
kesehatan. Pada akhir giliran tugas perawat harus membuat laporan dan melaporkan
informasi tentang pasien yang menjadi tanggung jawabnya kepada perawat yang bekerja
pada giliran berikutnya. Pelaporan nini adalah suatu bentuk system komunikasi yang
ditunjukkan pada pertukaran informasi penting yang diperlukan untuk perawatan pasien yang
7
holistic. Tujuan pelaporan dalam pertukaran sift ditunjukkan untuk memberikan kontinuitas
perawatan yang lebih baik, yang dilakukan oleh tim perawat yang merawat pasien. Laporan
yang lengkap menegakkan pertanggungjawanan perawat dalam keyakinan bahwa perawatan
pasien tidak terputus.
Laporan pertukaran tugas dapat dilakukan seacara lisan, dengan melakukan, visite
keperawatan langsung di samping tempat tidur pasien. Laporan lisan dilakukan dengan
model konferensi dan anggota staf dari kedua kelompok sif yang menghadirinya. Laporan
yang diberikan langsung kepada perawat yang dimaksud meneruskan sif berikutnya, selama
visite keperawata ini, pasien dan keluarga mempunyai kesempatan untuk ikut serta dalam
segala diskusi mengenai perawatan pasien. Perwatan dapat bersama pasien untuk melakukan
pengkajian yang diperlukan, mengevaluiasi kemajuan, dan menentukan intervensi terbaik
yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Pelaporan melalui telepon atau telephone reports ini
biasanya dilakukan antara anggota tim kesehatan secara teratur dengan berbicara satu sama
lain melalui telepon. Sebagai contoh, perawat menginformasikan kepada dokter tentang
perubahan kondisi pasien, perawat dari satu unit menginfirmasikan perawat lain mengenai
pemindahan pasien, dll. Informasi yang dilaporkan melalui telepon harus didokumentsikan
dalam bentuk tulisan. Informasi yang disampaikan melalui telepon harus didokumentasikan
dalam bentuk tulisan. Informasi yang disampaikan melalui telepon harus jelas, cepat, dan
ringkas.
Bula tidak jelas, informasi perlu diulang atau minta pengulangan. Pelaporan melalui
telepon harus meliputi waktu pembicaraan, siapa yang menelpon dan yang ditelpon, untuk
siapa informasi diberikan, dan isi informasi tersebut. Ada baiknya jika pelaporan dilakukan
dengan cepat dan efisien. Waktu yang digunakan selama pelaporan yang baik menguraikan
status kesehatan klien dan memungkinkan staf giliran tugas berikutnya mengetahui dengan
tepat jenis perawatan apa yang akan diperlukan pasien. Laporan pertukaran tugas berisi
tentang latar belakang informasi, latar belakang keadaan pasien secara umum. Pengkajian
berisi tentang keadaan pasien sekarang. Diagnosis keperawatn meliputi permasalahan
keperawatan yang dihadapai oleh pasien saat ini. Rencana intervensi berisi renxana tindakan
yang akan dilakukan. Tindakan atau implementasi termasuk tindakan yang telah dilakukan
pada klien. Informasi keluarga berisi tentang dukungan dari keluarga klien.
8
Rencana pemulangan meliputi aktivitas yang dpaat dilakukan klien dirumah. Prioritas
kebutuhan mencakup hal yang sangat diperlukan oleh pasien saat ini. Semua laporean ini
dimasukkan dalam lembaran catatan pasien. Untuk membuat pelaporan yang baik, perawat
harus mengetahui prinsip-prinsip pendokumentasian proses asuhan keperawatan dengan baik.
B. Sistem Staffing dan Scheduling
Staffing dan scheduling adalah fase ketiga dalam proses managemen. Pola staffing dan
kebijakan scheduling terkait langsung dengan fase manajemen yaitu: planning dan
organizing. Staffing dilakukan melalui seorang manager keperawatan dengan merekrut,
menyeleksi, mengorientasikan, dan mempromosikan pengembangan personel. Sedangkan
scheduling adalah penjadwalan kerja staff perawat berdasarkan shift kerja.
Banyak hambatan yang dapat ditemui dalam proses staffing dan scheduling. Hambatan
tersebut umumnya dapat berasal dari ketersediaan tenaga perawat yang sesuai kualifikasi,
maupun hambatan proses scheduling berupa tidak adanya perawat yang bersedia untuk
ditempatkan pada shift tertentu. Berdasarkan hal tersebut, ada beberapa hal yang dijadikan
bahan pertimbangan dalam proses staffing dan scheduling yang kreatif, yaitu:
1. 10 – 12 jam per shift
2. Premium payment untuk pekerjaan di akhir minggu dan hari libur
3. Adanya alokasi untuk staffing part time pada shift akhir minggu
4. Cyclical staffing: yang menggambarkan siklus kerja pada beberapa minggu ke
depan.Model ini dapat dibuat dengan pola khusus yang dapat diulang setiap 4 minggu
misalnya.
5. Job sharing, adanya pembagian tugas
6. Diperbolehkannya perawat untuk bertukar jadwal di antara mereka
7. Flextime (perawat mengusulkan waktu shift kerjanya sendiri.
8. Penggunaan supplemental staffing/ staffing pools. Ini digunakan jika ada perawat yang
tiba-tiba tidak bisa masuk kerja, sehingga kebutuhan perawat diambilkan dari pool ini.
9. Staff Self-Scheduling, perawat mengimplementasikan jadwal kerja secara kolektif yang
sesuai dengan panduan kerja, dan tanggung gugat perawat.
9
Beberapa organisasi membuat system desentralisasi staffing yaitu dengan mempunyai
unit manager yang membuat jadwal. Organisasi yang lain menggunakan system sentralisasi
staffing dengan membuat keputusan yang dipusatkan di kantor pusat atau staffing center.
Pada organisasi dengan desentralisasi staffing, unit manager yang harus bertanggung jawab
untuk menutup semua jadwal staff yang kosong, mengurangi jumlah staff pada saat jumlah
pasien menurun, menambah jumlah staff pada saat jumlah pasien meningkat, menyiapkan
jadwal bulanan, serta menyiapkan jadwal libur staff.
Organisasi dengan sentralisasi staffing menggunakan satu orang atau sebuah computer
untuk melakukan tugas staffing dan scheduling bagi semua unit. Peran manager dibatasi
dalam membuat keputusan ringan dan memberikan input. Manager keperawatan
bertanggung jawab dalam memantau kebutuhan personel yang sesuia dengan kondisi
organisasi, misalnya adanya perubahan dalam frekuensi penyakit dan jumlah pasien yang
meningkat tiba-tiba, maka manager harus dapat mengatasi kebutuhan staff dalam kondisi
tersebut. Scheduling dalam hal ini tidak dapat dipisahkan dari staffing. Pada saat manager
mencari perawat untuk mengisi kekosongan shift, maka pada saat itu dia melaksanakan
fungsi staffing termasuk scheduling.Salah satu bentuk sentralisasi staffing adalah online
shift bidding (OSB).
C. Online Shift Bidding (OSB)
On Line Staff Bidding (OSB) adalah mekanisme penawaran penjadwalan kerja bagi
perawat dengan memanfaatkan jaringan internet. Sistem ini dibuat sedemikian rupa
sehingga staff dapat mengakses melalui internet. Dalam hal ini tidak dibutuhkan investasi
hardware ataupun pemeliharaan software.
Pertama, rumah sakit membuka shift yang masih kosong melalui web site yang aman
yang dapat diakses oleh klinisi yang sebelumnya sudah disaring kulaifikasinya untuk
beberapa minggu ke depan. Rumah sakit dapat mulai memberikan penawaran untuk shift
dengan waktu standar, shift dengan satu setengah kali waktu standar, 2 kali shift, dan shift
dengan waktu premium. Rumah sakit juga dapat mulai memberikan penawaran atau bonus
untuk perawat yang mengisi shift secara online. Rumah sakit juga dapat membuat seleksi
bagi perawat yang diinginkan melalui mekanisme system yang sengaja dibuat. Misalnya:
jika shift yang kosong adalah untuk perawat anak , maka post shift yang kosong tersebut
10
hanya dapat diisi oleh perawat anak dari Rumah sakit terkait sesuai kualifikasi yang
diinginkan pada 24 jam pertama. Kemudian baru dapat diisi oleh perawat pengganti pada 24
jam berikutnya, dan pada akhirnya bagi perawat umum setelah 48 jam.
Software hanya memungkinkan perawat untuk melihat dan mengisi penawaran pada shift
yang sesuai dengan kualifikasi mereka, dan jadwal pekerjaan yang ada dengan cara
memasukkan profile perawat dan jadwal dalam satu system sentral.
D. Mekanisme Staffing dan Scheduling di Indonesia
Mekanisme staffing dan scheduling di Indonesia sampai saat ini masih menggunakan
system manual. Sistem manual ini dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah pasien,
tingkat ketergantungan pasien, jumlah perawat, dan model asuhan keperawatan yang
digunakan. Model asuhan keperawatan fungsional membutuhkan jumlah perawat yang lebih
sedikit jika dibandingkan dengan model asuhan keperawatan Primary Nurse (PN). Begitu
juga dengan tingkat ketergantungan pasien. Semakin banyak pasien dengan tingkat
ketergantungan yang tinggi, membutuhkan jumlah perawat yang lebih banyak jika
dibandingkan dengan pasien dengan tingkat ketergantungan rendah.
Mekanisme staffing di Indonesia dilakukan secara sentralisasi oleh manager personalia.
Sedangkan mekanisme scheduling menggunakan mekanisme desentralisasi. Pembagian shift
umumnya dibagi menjadi 3, yaitu shift pagi (08.00-14.00), sore (14.00-20.00) dan malam
(20.00-08.00), dengan jumlah perawat per shift sesuai dengan perhitungan kebutuhan
perawat sebagaimana disebutkan di atas. Beberapa hambatan yang sering ditemukan adalah
antara lain jika ada perawat yang mendadak tidak dapat bekerja sesuai shift, serta sedikitnya
jumlah perawat yang bersedia ditempatkan terutama pada hari libur dan pada akhir minggu.
Kesulitan yang lain yang sering ditemui di RS di Amerika adalah jika terjadi peningkatan
jumlah pasien. Beberapa Rumah sakit merekrut perawat dari agency perawat untuk
mengatasi kesulitan ini. Akibatnya lebih banyak biaya yang harus dikeluarkan serta lebih
banyak waktu yang harus terbuang.
Penggunaan OSB merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah di atas. Melalui
OSB, memudahkan perawat untuk melihat semua shift yang kosong di rumah sakit mereka
untuk memberikan penawaran shift mana yang sesuai dengan kualifikasi mereka dan dari
segi waktu sesuai untuk mereka. OSB merupkan solusi untuk menghilangkan kesulitan
11
manager dan staff perawat.Systen online ini memudahkan perawat untuk melihat semua
shift yang dapat diisi di rumah sakit mereka dan jaringan dari rumah sakit mereka. Shift
yang mungkin dimasuki dapat dilihat dan penawaran dapat diisi dari semua tempat yang
dapat diakses jaringan internet. Hal ini juga dapat meningkatkan kepuasan kerja karena
perawat mempunyai control, autonomi dan fleksibilitas yang lebih luas.
Beberapa rumah sakit yang menggunakan system online juga menawarkan insentif
seperti meningkatkan pembayaran atau reward point untuk perawat yang mengisi shift pada
waktu-waktu yang sulit seperti di hari minggu dan hari libur. Di Amerika, dengan sistem ini
memungkinkan perawat untuk menambah job di luar job mereka yang sebenarnya di unit
mereka. Pada akhirnya, dengan system ini perawat tidak harus mempunyai pekerjaan lain
untuk menambah income mereka.
Namun, beberapa kelemahan dapat timbul dari penerapan system ini, yaitu jika perawat
yang diperbolehkan mengisi shift yang kosong, tidak diperhatikan kualifikasinya. Contoh:
kualifikasi perawat untuk mengisi kekosongan di bangsal anak tentu saja berbeda dengan
kualifikasi perawat untuk mengisi kekosongan shift di bangsal bedah. Disamping itu, jika
tidak mengutamakan perawat pada bangsal terkait, maka syarat perawatan yaitu terbina trust
dengan pasien menjadi sulit diwujudkan.
E. Penjadwalan Perawat
1. Konsep Penjadwalan
Penjadwalan adalah pengalokasian waktu yang tersedia untuk melaksanakan
masing-masing pekerjaan dalam rangka menyelesaikan suatu kegiatan hingga tercapai
hasil yang optimal dengan mempertimbangkan keterbatasan-keterbatasan yang ada.
(Husen, 2008). Penjadwalan tenaga kerja dapat dikategorikan sebagai hal yang cukup
penting untuk diperhatikan karena memiliki karakteristik yang spesifik dan kompleks,
antara lain kebutuhan karyawan yang berfluktasi, tenaga kerja yang tidak bisa disimpan,
dan faktor kenyamanan pelanggan. Secara umum penjadwalan mempunyai manfaat-
manfaat sebagai berikut:
a) Memberikan pedoman terhadap pekerjaaan/kegiatan mengenai batas-batas waktu
untuk mulai dan akhir dari masing-masing tugas.
12
b) Memberikan alat bagi pihak manajemen untuk mengkoordinir secara sistematis dan
realistis dalam penentuan alokasi prioritas terhadap sumber daya dan waktu.
c) Memberikan sarana untuk menilai kemajuan pekerjaan.
d) Menghindari pemakaian sumber daya yang berlebihan.
e) Memberikan kepastian waktu pelaksanaan pekerjaan.
2. Konsep Penjadwalan Perawat
Masalah penjadwalan karyawan banyak dijumpai pada industri jasa, salah satunya
di rumah sakit.Sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang nomor 44 tahun
2009 tentang rumah sakit bahwa salah satu tujuan penyelenggaraan rumah sakit adalah
meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan kesehatan. Untuk
meningkatkan mutu dan standar itu, rumah sakit diharuskan memiliki sistem
penjadwalan yang berkualitas dikarenakan padatnya sistem pelayanan yang ada di
dalamnya. Salah satu penjadwalan yang harus diperhatikan adalah penjadwalan perawat.
Baik atau tidaknya sistem pelayanan yang ada di rumah sakit dapat ditentukan oleh
sistem penjadwalan perawat yang ada.
Pada umumnya, penjadwalan perawat di Indonesia diklasifikasikan dalam sistem
penjadwalan dinas jaga atau shift, yaitu dinas jagapagi, dinas jagasoredan dinas
jagamalam. Namun bagi sebagian perawat, tuntutan untuk bekerja di malam hari,liburan
dan akhir pekan sering menimbulkan stres dan frustasi. Penjadwalan yang kaku adalah
kontributor utama terhadap ketidakpuasan kerja di pihak perawat. Jika perawat tidak
dapat memberikan saran terhadap jadwal kerja, semangat para perawat dapat berkurang.
Perasaan tidak berdaya ini berperan dalam meningkatkan rasa amarah di kalangan
perawat profesional. Oleh karena itu, penjadwalan merupakan faktor yang penting dalam
menentukan ketidakpuasan kerja atau kepuasan kerja. Manajer sebagai orang yang
bertanggung jawab untuk menyusun jadwal kerja sebaiknya secara berkala melakukan
evaluasi kepuasan pegawai terhadap sistem penjadwalan yang sedang berlaku. Dengan
membantu pegawai yang merasa mempunyai kendala terhadap penjadwalan dinas jaga,
manajer dapat memperbaiki kepuasan kerja pegawai.(Bessie, at al, 2010).
Setiap tipe penjadwalan memiliki keuntungan dan kerugian. Karena beberapa
penjadwalan mengharuskan pembayaran uang lembur, hasil kepuasan perawat harus
13
dipertimbangkan terhadap peningkatan biaya. Selain itu, perpanjangan dinas jaga dari
delapan jam sampai sepuluh atau dua belas jam dapat menyebabkan peningkatan
kesalahan penilaian klinis karena perawat keletihan. Untuk alasan ini, banyak organisasi
membatasi jumlah hari berturut-turut seseorang perawat dapat bekerja di perpanjangan
dinas jaga. Akhirnya, pemakaian perawat paruh waktu atau tambahan yang berlebihan
dapat menyebabkan kontinuitas asuhan keperawatan yang buruk.
F. Metode Penjadwalan
1. Goal Programming
Goal Programming atau yang dikenal dengan Program Tujuan Ganda (PTG)
merupakan modifikasi atau variasi khusus dari program linier. Goal Programming
bertujuan untuk meminimumkan jarak antara atau deviasi terhadap tujuan, target atau
sasaran yang telah ditetapkan dengan usaha yang dapat ditempuh untuk mencapai target
atau tujuan tersebut secara memuaskan sesuai dengan syarat-ikatan yang ada, yang
membatasinya berupa sumber daya yang tersedia, teknologi yang ada, kendala tujuan, dan
sebagainya. (Nasendi, 1985).
Goal Programming pada umumnya digunakan pada masalah-masalah linier dengan
memasukkan berbagai tujuan dalam formulasi modelnya. Tujuan-tujuan yang ingin
dicapai dinyatakan sebagai goal dan dipresentasikan secara numerik. Namun
kenyataannya goal yang ingin dicapai tidak selalu dapat diselesaikan secara bersamaan
karena terdapat penyimpangan-penyimpangan atau sering disebut dengan deviasi. Oleh
sebab itu dalam Goal Programming, tujuan yang telah dinyatakan dalam goal tersebut
harus ditetapkan terlebih dahulu. Solusi yang ingin dicapai adalah meminimumkan
penyimpangan tujuan-tujuan yang terdapat pada masing-masing goal. Fungsi tujuan
dalam Goal Programming dinyatakan sebagai minimasi penyimpangan dari fungsi
pencapaian goal.
Goal Programming pertama kali diperkenalkan oleh Charnes dan Coopers (1961).
Charnes dan Coopers mencoba menyelesaikan persoalan program linier dengan banyak
kendala dengan waktu yang bersamaan. Gagasan itu berawal dari adanya program linier
yang tidak bisa diselesaikan karena memiliki tujuan ganda. Charnes dan Coopers
mengatakan bahwa jika di dalam persamaan linier tersebut terdapat slack variable dan
14
surplusvariable (variable deviasi atau penyimpangan) di dalam persamaan kendalanya,
maka fungsi tujuan dari persamaan tersebut bisa dikendalikan yaitu dengan
mengendalikan nilai ruas kiri dari persamaan tersebut agar sama dengan nilai ruas
kanannya. Inilah yang menjadi dasar Charnes dan Coopers mengembangkan metode Goal
Programming.
a) Konsep Goal Programming
Goal Programming pada umumnya digunakan pada masalah-masalah linier
dengan memasukkan berbagai tujuan dalam formulasi modelnya. Tujuan-tujuan yang
ingin dicapai dinyatakan sebagai goal dan dipresentasikan secara numerik. Namun
kenyataannya goal yang ingin dicapai tidak selalu dapat diselesaikan secara
bersamaan karena terdapat penyimpangan-penyimpangan atau sering disebut dengan
deviasi. Oleh sebab itu dalam Goal Programming, tujuan yang telah dinyatakan
dalam goal tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu.
Solusi yang ingin dicapai adalah meminimumkan penyimpangan tujuan-tujuan
yang terdapat pada masing-masing goal. Fungsi tujuan dalam Goal Programming
dinyatakan sebagai minimasi penyimpangan dari fungsi percapaian goal.
b) Komponen Goal Programming
Dalam metode Goal Programming pada umumnya terdapat minimal tiga
komponen yaitu fungsi tujuan, kendala tujuan dan kendala non negatif, namun pada
tulisan ini akan dibahas juga kendala struktural.
a. Fungsi Tujuan
Fungsi tujuan dalam Goal Programming pada umumnya adalah masalah
minimasi karena dalam model Goal Programming terdapat variabel deviasi di
dalam fungsi tujuan yang harus diminimumkan. Hal ini merupakan konsekuensi
logis dari kehadiran variabel deviasi dalam fungsi kendala tujuan. Sehingga
fungsi tujuan dalam Goal Programming adalah minimasi penyimpangan atau
minimasi variabel deviasi.
b. Kendala Tujuan
Dalam model Goal Programming ditemukan sepasang variabel yang
disebut variabel deviasi dan berfungsi untuk menampung penyimpangan atau
deviasi yang akan terjadi pada ruas kiri suatu persamaan kendala terhadap nilai
15
ruas kanannya. Agar deviasi ini minimum, artinya ruas kiri suatu persamaan
kendala sedapat mungkin mendekati nilai ruas kanannya maka variabel deviasi
ini harus diminimumkan dalam fungsi tujuan.
Pemanipulasian model Goal Programming yang dilakukan oleh Charnes
Cooper telah mengubah makna kendala fungsional. Pada Program linier,
kendala-kendala fungsional menjadi pembatas bagi usaha pemaksimuman Atau
peminimuman fungsi tujuan. Sedangkan Goal Programming kendala-kendala
merupakan saran saran untuk mewujudkan goal yang hendak dicapai.
Tujuan-tujuan yang ditanyakan sebagai nilai konstan pada ruas kanan
kendala, mengusahakan agar nilai ruas kiri suatu persamaan kendala sama
dengan nilai ruas kanannya. Itulah sebabnya kendala-kendala di dalam model
Goal Programing selalu berupa persamaan yang dinamakan kendala tujuan.
c. Kendala Non-negatif
Dalam program linier, variabel-variabel bernilai lebih besar atau sama
dengan nol. Demikian halnya dengan Goal Programing yang terdiri dari variabel
keputusan dan variabel deviasi. Keduanya bernilai lebih besar atau sama dengan
nol. Demikian halnya dengan Goal Programing yang terdiri dari variabel
keputusan dan variabel diviasi. Keduanya bernilai lebih besar atau sama dengan
nol. Pernyataan nonnegatif dilambangkan dengan: X1, d1+, d1-, > 0-
d. Kendala sistem
Kendala sistem atau kendala fungsional adalah kendala-kendala
lingkungan yang tidak berhubungan langsung dengan tujuan-tujuan masalah
yang dihadapi. Kendala ini tidak memiliki variabel diviasi sehingga tidak
dimasukan ke dalam fungsi tujuan.
c) Prosedur Perumusan Goal Programming
Langkah-langkah perumusan Goal Programming meliputi bebrapa tahap:
1. Menentukan variabel keputusan
2. Menyatakan kendala tujuan
3. Menyatakna kendala sistem
4. Menentukan bobot
16
5. Menentukan prioritas
6. Menyatakan fungsi tujuan
7. Menyatakan keperluan non-negatif
2. Linier
Program linier merupakan suatu metode pendekatan terhadap masalah pengambilan
keputusan yang hanya melibatkan satu tujuan (Singel goal). Program linier digunakan
untuk mengalokasikan sumber-sumber daya langka yang ada supaya mencapai tujuan
yaitu meminimumkan atau memaksimumkan suatu permasalahan. Contoh permasalahan
yang harus dimaksimukan adalah keuntungan dan penjualan produk, sedangkan contoh
permasalahan meminimalkan adalah biaya dan kerugian. Untuk lebih jelas dapat
disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut
G. Perbedaan Program Linier dengan Goal Programing
Program linier merupakan suatu metode pendekatan terhadap masalah pengambilan
keputusan yang hanya melibatkan satu tujuan (single goal). Program linier digunakan untuk
mengalokasikan sumber daya langka yang ada supaya mencapai tujuan yaitu
meminimumkan atau memaksimumkan suatu permasalahan. Contoh permasalahan yang
harus dimaksimumkan adalah keuntungan dan penjualan produk, sedangkan contoh
permasalahan meminimumkan adalah biaya dan kerugian.Untuk lebih jelas dapat disajikan
dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 2.1 Perbedaan Program Linier dan Goal Programming
No Program Linier Goal Programing
1. Fungsi tujuannya hanya
mengandung satu tujuan
saja.
Satu atau beberapa fungsi
tujuan digabungkan dalam
sebuah fungsi tujuan
2. Fungsi tujuannya bisa
maksimasi atau
minimasi.
Fungsi tujuannya adalah
meminimumkan
penyimpangan
penyimpangan dari
beberapa tujuan tertentu.
17
3.
4. Mengidentifikasi solusi
optimum dari suatu
himpunan solusi layak.
Sumber: Mulyono, 2007.
H. Kebijaksanaan Penjadwalan
Agar supervisior dan kepala perawat dapat mengatur jadwal waktu personil yang libur
dan yang masuk secara adil, harus ada departemen atau divisi-luas kebijaksanaan
penjadwalan untuk memandu pembuatan keputusan. Apabila kebijaksanaan menyangkut
persoalab berikut tidak ada, maka manager perawat harus bersatu menjadi sebuah kelompok
untuk menyusunnnya :
1. Orang dengan jabatan, yang bertanggung jawab mempersiapkan jadwal waktu untuk
personil di masing-masing unit.
2. Periode waktu untuk diliputi oleh masing-masing jadwal masuk atau libur.
3. Banyaknya pemberitahuan dimuka yang diberiakan para pekerja menyangkut jadwal
masuk atau libur.
4. Waktu masuk atau libur total yang diperlukan untuk masing-masing pekerja perhari,
minggu, atau bulan.
5. Hari dimulainya minggu kerja.
6. Dimulainya dan diakhirinya waktu untuk masing-masing penggiliran tugas.
7. Jumlah pergiliran yang harus dipergilirkan diantara masing-masing pekerja.
8. Frekuensi yang diperlukan dari pergiliran pergantian.
9. Keperluan pergiliran dari satu unit kelain unit dan frekuensi pergiliran tersebut.
10. Keperluan penjadwalan dua hari libur perminggu atau rata-rata dua hari libur
perminggu.
11. Frekuensi libur akhir pekan atau masing-masing kategori personil.
12. Difinisi dari “libur akhir pekan” untuk personil, tugas malam.
13. Perlunya perluasan hari libur yang berurutan dann tidak berurutan.
14. Hari kerja berurutan maksimum yang diperbolehkan.
15. Jarak waktu minimum yang diharuskan antara urutan pergantian tugas.
18
16. Jumlah hari libur yang dibayar untuk diberikan pada masing-masing pekerja.
17. Jumlah hari libur yang diharuskan pertahun saat pegawai harus dijadwalkan libur kerja.
18. Panjangnya pemberitahuan dimuka untuk diberikan pegawai mengenai jadwal tugas
liburan masuk atau libur.
19. Prosedur yang harus diikuti dalam meminta libur kerja pada hari libur tertentu.
20. Jumlah hari-hari libur yang dibayar untuk diberikan pada masing-masing pekerja.
21. Lamanya waktu pemberitahuan dimuka untuk diberikan pegawai mengenai jadwal
liburan.
22. Prosedur untuk diikuti dalam memohon waktu libur khusus.
23. Pembatasan pada penjadwalan liburan selama hari natal atau idul fitri dan tahun baru.
24. Jumlah personil masing-masing kategori yang akan dijadwalkan untuk liburan atau hari
libur pada saat tertentu.
25. Prosedur penyelesaian perselisihan diantara personil sehubungan dengan permintaan
hari liburan pada hari libur.
26. Prosedur pemprosesan permintaan “darurat” untuk penyesuaian jadwal waktu.
Latar belakang persoalan tertentu sebaiknya dupertimbangkan oleh setiap manager yang
menysun atau membuat kebijaksanaan yang berhubungan dengan topik terlebih dahulu.
Misalnya, ada kecenderugan bagi seorang yang bertanggung jawab menjadwalkan waktu
libur dan masuk yang akan dipertimbangkan manager, tanpa memperhatikan titel atau
jabatannya didalam hirarki organisasi. Sebab itu, status yang tinggi biasanya diserasikan
dengan penjawalan staf administrasi. Sebabiknya diingat bahwa banyaknya waktu masuk
atau libur pegawai sebagian lagi oleh kebiasaan dan mengacu pada sejarahnya, sebagian lain
oleh kontrak kerja yang telah disusun oleh lembaga tersebut dengan pegawai serikat pekerja.
Masing-masing sumber ini sebaiknya dirundingkan sebelum mengubah kebijaksanaan
penjadwalan personil di dalam setiap lembaga kesehatan.
Panjangnya periode pergiliran masing-masing pekerja, dari pergantian ke pergantian lain
atau dari unit ke unit lain, mempengaruhi kelangsungan perawatan pasien dan moral
pekerja. Selain itu, persoalan pergantian dan pergiliran unti sering ditemukan di dalam
kontrak kerja. Demikian pula, banyak pemasangan jadwal waktu dimuka dan perencanaan
hari libur danh waktu liburan di muka mempengaruhi kemampuan pegawai untuk
19
merencanakan perayaan keluarga, peristiwa sosial, urusan bisnis, dan jadwal sekolah. Oleh
karena itu, periode penjadwalan waktu sering juga ditemukan dalam kontrak kerja.
Frekuensi libur akhir pekan dan frekuensi pergiliran pergantian menentukan jumlah waktu
yang dapat diluangkan si pegawai dengan suaminya, anaknya, atau temannya yang bekerja
pada jam kantor tetap. Untuk itu, pegawai membandingkan jadwal waktu mereka dengan
jadwal waktu rekan kerjanya untuk memastikan apakah penugasan akhir pekan dan
pergantiannya dibuat sama. Hari mulainya minggu kerja akan menentukan jumlah dan
frekuensi libur akhir pekan juga pola hari masuk atau libur bagi personil yang bekerja 10
jam per hari, 4 hari seminggu.
I. Tanggung Jawab Penjadwalan
Biasanya, supervisor atau kepala parawat bertanggung jawab untuk menjadwalkan waktu
masuk atau libur personil keperawatan. Karena jadwal kerja harus disiapkan beberapa
minggu sebelumnya, dan selanjutnya diperbaiki untuk menyesuaikan perubahan didalam
sensus pasien, keadaan pasien yang sakit, permintaan waktu libur darurat, banyak waktu
yang berkaitan dengan kegiatan supervisi diluangkan dalam mempersiapkan dan
meneyesuaikan jadwal waktu.
J. Penjadwalan Putaran
Supervisor atau kepala perawat dapat mengurangi waktu yang diluangkan untuk
perencanaan waktu kerja personil ketingkat minimum dengan menggunakan penjadwalan
putaran ( cyclical scheduling ). Teknik ini, yang terdiri dari penugasan hari kerja dan
pergantian untuk anggota staf unit menurut pola yang dapat diperkirakan dan diulang-
ulang, bias mengadakan sejumlah personil dan campuran personil yang diinginkan serta
memudahkan kelanjutan perawatan pasien dan ketetapan kelompok kerja utama. Efektifnya,
suatu rencana bagi penjadwalan putaran sebaiknya didasarkan pada prinsip-prinsip berikut :
1. Perputaran penugasan personil sebaiknya menggambarkan keseimbangan antara
kebutuhan lembaga akan pekerja peliput dan kebutuhan pegawai akan pekerja dan
rekreasi yang seimbang.
2. Penugasan putaran sebaiknya membagikan hari kerja “baik” atau “jelek” dan jam kerja
yang sama diantara para pegawai.
3. Semua pegawai sebaiknya ditugaskan menurut pola putaran tersebut.
20
4. Sekali jadwal putaran tersebut telah disusun, penyimpangan perseorangan dari jadwal
bisa berkurang dan diberikan hanya setelah permintaan tertulis untuk perubahan jadwal.
5. Metode penjadwalan putaran diusahakan untuk diumumkan dengan baik dan diterapkan
agar para pegawai tidak merasa jadwal tersebut sebagai pengontrolan berlebihan.
6. Pola putaran yang gunakan tersebut sebaiknya menjamin sejumlah pegawai yang cukup
dan campuran pegawai yang diinginkan untuk masing-masing semua unit bergeser.
7. Pola putaran yang dipakai sebaiknya menaikkan kelanjutatan perawatan pasieundengan
menekan “mengambangnya” personil dan dengan memperpanjang hubungan antara
masing-masing pasien dan perawat utamanya.
8. Penugasan putaran yang dipakai sebaiknya memelihara semangat kerja tim dengan
menjaga komposisi kelompok kerja utama yang tetap.
9. Masing-masing pekerja sebaiknya diberitahu jauh hari sebelum mengenai putaran
pergilliran dan hari masuk atau liburnya untuk mengadakan kegiatan rencana pribadi,
bisnis, dan pendidikan.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kemajuan jaman menuntut perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan untuk bersikap
professional. Profesionalisne perawat dapat diwujudkan dibidang pelayanan kesehatan di
rumah sakit. Model praktik keperawatan professional (MPKP) adalah suatu system (struktur,
proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat professional, mengatur
pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan.
Penjadwalan adalah pengalokasian waktu yang tersedia untuk melaksanakan masing-
masing pekerjaan dalam rangka menyelesaikan suatu kegiatan hingga tercapai hasil yang
optimal dengan mempertimbangkan keterbatasan-keterbatasan yang ada.
Menurut undang- undang tentang keperawatan, keperawatan adalah suatu bentuk
pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan
pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
B. Saran
Diharapkan perawat mampu menerapkan bagaimana alokasi dan penjadwalan tenaga
keprawatan setiap sfit yang tepat dan benar sehingga system management bisa dilakukan
secara benar sesuai prosedur yang ada. Perawat juga diharuskan bekerja secara profesional
sehingga peningkatan pelayanan kesehatan dapat menjadi lebih baik
22
DAFTAR PUSTAKA
Asmuji. 2014. Manajemen Keperawatan Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar-Ruz Media.
Marquis dan Huston. 2010. Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Teori dan Aplikasi.
Alih bahasa: Widyawati dan Handayani. Edisi 4. Jakarta: EGC
Simamora, Roymond. 2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC
Swansburg, Russel C. 2000. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan untuk
Perawat Klinis. Jakarta : EGC