Upload
fana-dita
View
238
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
8/3/2019 BAB I, II FINAL
1/40
POLIP ANTROKOANA NASAL SINISTRA
Laporan Kasus
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Dokter Umum
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing :
1. KRH. dr. H. Djoko S. Sindhusakti Sp. THT-KL (K), MBA, MARS, M.Si
2. dr. H. Iwan Setiawan Adji, Sp. THT-KL
Oleh :
Muh. Prabu Aryanda, S. Ked J 500 06 0009
Listiana Masyita Dewi, S.Ked J 500 06 0013
Fanadita Susilaningtyas, S. Ked J 500 06 0024
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DANTENGGOROKAN
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
8/3/2019 BAB I, II FINAL
2/40
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Polip hidung adalah peradangan kronis selaput lendir dan sinus paranasal
yang ditandai dengan pembengkakan massa mukosa yang meradang dengan
tangkai dasar luas atau sempit. Kebanyakan polip berasal dari celah osteomeatal
yang menyebabkan obstruksi hidung1
. Polip sering tumbuh pada sinus ethmoidalisdan maxillaris. Polip antrokoanal adalah jenis polip yang berasal dari mukosa
dinding posterior di daerah antrum maksila, yang kemudian keluar dari ostium
sinus dan meluas hingga ke belakang di daerah koana posterior. Polip ini juga
dikenal sebagai Killians polyps karena ia pertama kali ditemukan oleh Killian
pada tahun 17536. Polip antrochoanal (ACP) terdiri dari 2 komponen yaitu
komponen kistik dan padat9.
Penyebab dan mekanisme yang mendasari polip masih tidak dipahamidengan baik, namun peradangan kronis merupakan faktor utama seperti
peningkatan sel inflamasi seperti eosinofil3. Polip sering dikaitkan dengan
rinosinusitis kronis dan alergi3,4. Namun peran alergi pada polip masih
kontroversial. Sebuah studi 3000 pasien atopik menunjukkan prevalensi 0,5%,
sedangkan studi di 300 pasien alergi menunjukkan prevalensi sebesar 4,5%4.
Polip antrochoanal hanya mewakili sekitar 3-6% dari polip nasal. Etiologi
yang tepat tidak diketahui, tetapi diduga infeksi mungkin merupakan penyebab
umum. Namun Cook et al menemukan kejadian yang lebih tinggi 10,4%9. Sinusitis
kronik ditemukan pada sekitar 25% dari pasien. Tidak seperti polip lainnya, polip
antrochoanal lebih sering terjadi pada pasien non atopic (4,7 %) daripada pasien
rinitis atopik (1,5 %). Polip ini sering pada anak-anak dan remaja tetapi dapat
8/3/2019 BAB I, II FINAL
3/40
bermanisfestasi pada usia lebih tua dan lebih banyak mengenai laki-laki
dibandingkan perempuan9. Pada anak-anak insidensi polip ini mencapai 33%6.
Dalam sejumlah studi perspektif pada tahun 2002, diketahui bahwa usia rata-rata
terjadinya polip antrokoanal ini adalah 27 dan 50 tahun5.
Gejala ACP yang sering dikeluhkan adalah sumbatan hidung dan secret yang
keluar dari hidung, kadang diawali dengan episode epistaksis, rhinorrea purulenta,
strangulasi polip, amputasi spontan, dispneu dan disfagia, gangguan berbicara,
obstructive sleep apnoea, serta kakeksia5. Nasal endoskopi dan computed
tomography (CT) scan yang diperlukan untuk membuat diagnosis dan
perencanaan perawatan9.
Sebagaimana polip jenis lain, penatalaksanaan polip antrokoanal ini masih
belum memuaskan. Hal ini dikarenakan tingkat rekurensinya yang cukup tinggi.
Hingga saat ini cara yang sering digunakan untuk mencegah rekurensi polip ini
adalah dengan mengangkat mukosa sumber polip hingga mendekati dasarnya agar
terbentuk jaringan parut yang menghambat pertumbuhan sel6. Penatalaksanaan
polip antrocoanal umumnya adalah dengan operatif. Berbagai teknik pembedahan
yang sudah dikembangkan untuk tujuan ini antara lain metode Caldwell-Luc,
polipektomi endoskopis dengan meatotomi media, polipektomi endoskopis dengan
antrostomi melalui meatus inferior, dan penggunaan microshaver dengan atau
tanpa pemberian transkanin8. Functional endoscopic sinus surgery (FESS)
merupakan prosedur yang umum digunakan serta aman dan efektif9.
B. Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai penyakit
polip antrokoanal sehingga mengetahui cara penegakan diagnosis dan
penatalaksaannya.
8/3/2019 BAB I, II FINAL
4/40
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
No RM : 230128
Nama : Nn. SNN
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 20 Tahun
Alamat : Karangrejo 3/5 Karanganyar
Pekerjaan : Mahasiswa
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 12 Januari 2012
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Hidung kiri terasa tersumbat
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan hidung kiri terasa tersumbat sejak kurang lebih
1 tahun ini. Hidung tersumbat tidak pernah berganti dengan hidung kanan dan
hanya dirasakan pada hidung kiri. Selain itu pasien juga mengeluhkan selama
1 tahun ini sering pilek yang kambuh-kambuhan dengan sekret warna
kekuningan kental dan berbau. Keluhan juga dirasakan semakin memberatdisertai penurunan sensasi penghidu. Pasien juga mengeluhkan kadang-
kadang terasa ada dahak yang turun ke tenggorok serta saat tidur sering
mengorok. Nyeri pada hidung (-), mimisan (-), nyeri pada daerah pipi (-).
Keluhan telinga nyeri (-/-), telinga berdengung (-/-), penurunan pendengaran
8/3/2019 BAB I, II FINAL
5/40
8/3/2019 BAB I, II FINAL
6/40
TELINGA
Inspeksi
AD : Bentuk telinga normal, deformitas (-), bekas luka (-), bengkak (-), hiperemis
(-), sekret(-).
AS : Bentuk telinga normal, deformitas (-), bekas luka (-), bengkak (-), hiperemis
(-), sekret(-).
Palpasi
AD : Tragus pain (-), manipulasi auricula tidak sakit.
AS : Tragus pain (-), manipulasi auricula tidak sakit.
Otoskopi
AS : CAE udem (-), hiperemis (-), secret (-),
serumen (+), membrane timpani tampak utuh,
discharge (-), secret (-).
AD : CAE udem (-), hiperemis (-), secret (-),
serumen (+), membrane timpani tampak utuh,
discharge (-), secret (-).
HIDUNG DAN PARANASAL
Inspeksi : Deformitas (+) pada apeks hidung kiri, bekas luka (-), sekret dari
hidung kiri berwarna kekuningan kental (+), edema (-)
Palpasi : Krepitasi (-), nyeri tekan (-)
8/3/2019 BAB I, II FINAL
7/40
RINOSKOPI ANTERIOR
ND: Mukosa hiperemis (-), concha media dan inferior hipertrofi (-), concha hiperemis
(-), secret (-), septum nasi deviasi (-), udem (-), massa dirongga hidung (-).
NS: Mukosa hiperemis (+), concha media
dan inferior hipertrofi (-), concha
hiperemis (-), secret (+) warna kekuningan
kental, septum nasi deviasi (-), udem (-),
massa dirongga hidung (+) warna
kekuningan, permukaan licin, tidak nyeri.
NASOFARING (RINOSKOPI
POSTERIOR)
Dinding belakang : Dbn
Muara tuba eustachii : Dbn
Adenoid : Dbn
Tumor
: terlihat massa
warna kekuningan
TENGGOROKAN DAN LARING
Inspeksi : Mukosa faring hiperemis
(-), granulasi (-), tonsil tak membesar
(-), tonsil hiperemis (-), uvula tak
membengkak, palatum mole tak
membengkak.
Palpasi : limfadenopati (-), nyeri
tekan (-)
8/3/2019 BAB I, II FINAL
8/40
LARING (LARINGOSKOPI INDIREK)
Epiglotis : Dbn
Aritenoid : Dbn
Plika vokalis : Dbn
Gerak plika vokalis : Dbn
Subglotis : Dbn
Tumor : Dbn
KEPALA DAN LEHER
Kepala : Dbn
Leher : Dbn
D. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Tanggal 10 Januari 2012
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interprestasi Hasil
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10,7 L : 14-18 g%P : 12-16 g%
Dibawah BatasNormal
Leukosit 8.400 5000-10.000/mm3 Dalam Batas Normal
Eritrosit 5.130.000 L : 4,5 5,5 juta/mm3
P : 4,0 - 5,0 juta/mm3Dalam Batas Normal
8/3/2019 BAB I, II FINAL
9/40
Hematokrit 41 L : 40-43 vol %P : 37-43 vol%
Dalam Batas Normal
HITUNG JENISLEUKOSIT
Granulosit 54 50-70 % Dalam Batas Normal
Limfosit 28 20-40 % Dalam Batas Normal
Monosit 2 2-8 % Dalam Batas Normal
Trombosit 327.000 150.000-450.000 mm3 Dalam Batas Normal
MCV 86 82-92 mikron Dalam Batas Normal
MCH 27 27-31 pikogram Dalam Batas Normal
MCHC 33 32-37 % Dalam Batas Normal
CT 400 2-8 Dalam Batas Normal
BT 130 1-3 Dalam Batas Normal
E. Diagnosis
Tumor nasal sinistra ec suspect polip antrokoanal nasal sinistra
F. Diagnosis Banding
Keganasan nasofaringeal
G. Terapi
Rencana operasi polipektomi tanggal 13 Januari 2012
8/3/2019 BAB I, II FINAL
10/40
H. Follow Up
Tanggal Anamnesa (S) Pemeriksaan (O) Diagnosa (A) Penatalaksan
(P Tx)
13-1-2012 Keluar jendalandarah 5cc dari mulut,
flatus +, makan &minum +, lain-laintak ada keluhan
VS TD (110/80)KU: baik
Kesadaran:CM,Kepala : CA (-/-); SI (-/-)Leher : Pembesaran Ln (-)Dada :Sim, KG (-/-), Retraksi (-/-).Cor : BJ I-II int irregular, Bising (-)Pulmo : SDV (+/+), Rh (+/+)Perut : Ins supel ;AusPeristaltik (+), Pal NT (-)Ekstremitas: akral hangat,edema (+/+)Telinga : serumen -, membranetimpani intak, edem Hidung : sebelah kiri masih
terpasang tampon, lain-lain tak adakeluhan. Sebelah kanan dbnTenggorok : dbn
Post op polipektomi a/I
polip antrokoanaH-1
- Inf RL 20 tp- Inj lap
1 gr/24 jam- Inj nora
1A/8 jam- Kinj
kalmethason1A/8jam
14-1-2012 Keluar jendalandarah (-), hidungtersumabt (-), makan& minum +, lain-laintak ada keluhan
VS TD (110/80)KU: baikKesadaran:CM,Kepala : CA (-/-); SI (-/-)Leher : Pembesaran Ln (-)
Post op polipektomi a/I polip antrokoanaH-2
- BLPL- Kalmethaso
tab 3x1- Norages
3x1
8/3/2019 BAB I, II FINAL
11/40
Dada :Sim, KG (-/-), Retraksi (-/-).Cor : BJ I-II int irregular, Bising (-)Pulmo : SDV (+/+), Rh (+/+)
Perut : Ins supel ;AusPeristaltik (+), Pal NT (-)Ekstremitas: akral hangat,edema (+/+)Telinga : serumen -, membranetimpani intak, edem Hidung : sebelah kiri masihterpasang tampon, lain-lain tak adakeluhan. Sebelah kanan dbnTenggorok : dbn
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung.
Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu-abuan, mengkilat, lunak
karena banyak mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang berasal dari
sinus maksila sering tunggal dan tumbuh ke arah belakang disebut polip
antrokoanal1,11. Polip ini berasal dari mukosa dinding posterior di daerah antrum
maksila, yang kemudian keluar dari ostium sinus dan meluas hingga ke belakangdi daerah koana posterior, membentuk struktur bilobus. Satu lobus tetap berada
dalam sinus, sedangkan lobus yang satunya masuk ke dalam hidung dan terus ke
nasofaring14.
8/3/2019 BAB I, II FINAL
12/40
Polip antrochoanal mempunyai 2 komponen yaitu kistik dan padat.
Komponen kistik sebagian besar berasal dari dinding posterior inferior, lateral atau
medial antrum maxillaris, dan melekat pada polip yang padat dengan pedikel
dalam rongga hidung9.
B. Anatomi dan Fisiologi11,14
1. Anatomi
Hidung Luar
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian bagiannya dari atas ke
bawah :
Pangkal hidung (bridge)
Dorsum nasi
Puncak hidung
Ala nasi
Kolumela
Lubang hidung (nares anterior)
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa
8/3/2019 BAB I, II FINAL
13/40
dan M. Nasalis pars allaris. Kerja otot otot tersebut menyebabkan nares
dapat melebar dan menyempit. Batas atas nasi eksternus melekat pada os
frontal sebagai radiks (akar), antara radiks sampai apeks (puncak) disebut
dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada bagian inferior disebut nares, yang
dibatasi oleh :
Superior : os frontal, os nasal, os maksila
Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris
mayor dan kartilago alaris minor
Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior
menjadi fleksibel.
Perdarahan :
1. A. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari
A. Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna).
2. A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang dari A.
Maksilaris interna, cabang dari A. Karotis interna)
3. A. Angularis (cabang dari A. Fasialis)
Persarafan :1. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)
2. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)
Kavum Nasi
8/3/2019 BAB I, II FINAL
14/40
Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan
yang membentang dari nares sampai koana (apertura posterior). Kavum
nasi ini berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial
anterior dan fossa kranial media. Batas batas kavum nasi :
Posterior : berhubungan dengan nasofaringAtap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus
sfenoidale dan sebagian os vomer
Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir
horisontal, bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada
bagian atap. Bagian ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum
durum.
Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan
(dekstra dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi
oleh kulit, jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari
septum yang terdiri dari kartilago ini disebut sebagai septum pars
membranosa = kolumna = kolumela.
8/3/2019 BAB I, II FINAL
15/40
Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima,
os etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid.
Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari tulang
etmoid. Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah.
Ruangan di atas dan belakang konka nasalis superior adalah resesus sfeno-
etmoid yang berhubungan dengan sinis sfenoid. Kadang kadang konka
nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian ini.
Perdarahan :
Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah
A.sfenopalatina yang merupakan cabang dari A.maksilaris dan A.
Etmoidale anterior yang merupakan cabang dari A. Oftalmika. Vena
tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa yang berjalan bersama
sama arteri.
Persarafan :
1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus
yaitu N. Etmoidalis anterior
2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion
pterigopalatinum masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian
menjadi N. Palatina mayor menjadi N. Sfenopalatinus.
8/3/2019 BAB I, II FINAL
16/40
Mukosa Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional
dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan
terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisioleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia dan diantaranya
terdapat sel sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara
mukosanya lebih tebal dan kadang kadang terjadi metaplasia menjadi sel
epital skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda
8/3/2019 BAB I, II FINAL
17/40
dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada
permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel
goblet.
Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting.
Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan
didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya
untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda
asing yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia
akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan
hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh
pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat
obatan.
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan
sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis
semu dan tidak bersilia ( pseudostratified columnar non ciliated
epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang,
sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna
coklat kekuningan.
2. Fisiologi hidung11,14
a) Sebagai jalan nafas
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas
setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring,
sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi,
udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama
seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah,
sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung
dengan aliran dari nasofaring.
8/3/2019 BAB I, II FINAL
18/40
b) Pengatur kondisi udara (air conditioning)Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan
udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan
cara :
Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir.
Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari
lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi
sebaliknya.
Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya
pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan
septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal.
Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o
C.
c) Sebagai penyaring dan pelindung
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan
bakteri dan dilakukan oleh :
8/3/2019 BAB I, II FINAL
19/40
Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi
Silia
Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada
palut lendir dan partikel partikel yang besar akan dikeluarkan dengan
refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh
gerakan silia.
Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut
lysozime.
d) Indra penghidu
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian
atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi
dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.
e) Resonansi suara
Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan
hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga
terdengar suara sengau.
f) Proses bicara
Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng)
dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle
turun untuk aliran udara.
g) Refleks nasalMukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa
hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau
tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.
8/3/2019 BAB I, II FINAL
20/40
C. Etiologi1,5,11,9
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau
reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung
belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu-raguan bahwa infeksi dalam
hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip.
Etiologi polip antrochoanal (ACP) belum diketahui pasti. Sinusitis kronis
(65%) dan alergi seperti rinitis alergi (70%) ditemukan mempunyai hubungan
dengan terjadinya ACP. Sinusitis maksila dan penyakit kompleks ostiomeatal
menghalangi fungsi mukosiliar dari mukosa sinus. Beberapa penelitiann
menunjukkan kemungkinan peran aktivator dan inhibitor urokinase
plasminogen dan peran metabolit asam arakidonat dalam patogenesis ACP.
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :
1. Alergi terutama rinitis alergi.
2. Sinusitis kronik.
3. Iritasi.
4. infeksi
5. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi
konka.
D. Patofisiologi
Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan
terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan
interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus
berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun ke
dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip11,14.
Pembagian polip nasi :
- Grade 0 : Tidak ada polip
8/3/2019 BAB I, II FINAL
21/40
- Grade 1 : Polip terbatas pada meatus media
- Grade 2 : Polip sudah keluar dari meatus media, tampak di rongga hidung tapi
belum menyebabkan obstruksi total
- Grade 3 : Polip sudah menyebabkan obstruksi total
Beberapa teori tentang pembentukan polip yaitu1 :
1. Ketidakseimbangan vasomotor
Teori ini tersirat karena mayoritaspolip hidung pasien tidak atopik dan
tidak ada alergen yang jelas yang dapat ditemukan. Pasien sering
memiliki periode prodomal rhinitis sebelum terjadinya polip. Polip
hidung sering memiliki vaskularisasi yang buruk tidak memiliki
persarafan vasokonstriktor. Vaskular terganggu peraturan dan
permeabilitas pembuluh darah meningkat dapat menyebabkan edema
dan pembentukan polip.
2. Alergi
Alergi dicurigai karena 3 faktor yaitu mayoritas nasal polip mempunyai
eosinofil, berhubungan dengan asma, dan mempunyai gejala dan tanda mirip
dengan alergi
3. Fenomena Bernoulli
Hasil Fenomena Bernoulli dalamPenurunan tekanan yang menyebabkan
vasokonstriksi. Tampaknyabahwa tekanan negatif menginduksi mukosa
yang meradang pada rongga hidung mengakibatkan pembentukan
8/3/2019 BAB I, II FINAL
22/40
polip. Jika ini satu-satunya faktor, mukosa terdekat katup hidung akan
membentuk polypoidal.
4. Teori Ruptur Epitel
Rupturnya epitel mukosa hidung akibat alergi atau infeksi dapat
menyebabkan prolaps mukosa lamina propria sehingga polip
terbentuk. Mungkin cacat
diperbesar oleh efek gravitasi atau obstruksi drainase vena.
5.Intoleransi Aspirin
Banyak konsep yang canggih untuk menjelaskan patogenesis
intoleransi aspirin dan asosiasi dengan polip hidung. Sebuah entitas
klinis terkenal yang merupakan produk dari tiga kondisi:asma, aspirin
sensitivitas dan polip hidung. Ini adalah sindrom klinis yang berbeda,
ditandai dengan presipitasiserangan rhinitis dan asma oleh aspirin dan
kebanyakan nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID). Rinitis
persisten muncul di usia rata-rata 30 tahun, maka asma, intoleransi
aspirin, dan hidung
polip. COX1 atau COX2 mungkin lebih rentan terhadap
ASA atau bisa menghasilkan metabolit yang tidak diketahui yang
merangsang cysteinyl leukotrien (Cys-LT). Metabolisme asam
arakidonatmerangsang jalur inflamasi leukotrien. Hal ini menyebabkan
penurunan
di tingkat PGE2, PG antiinflamasi. LTC4 sintase berlebih selanjutnya
akan meningkatkan jumlah dari LTS cysteinyl, memiringkan
keseimbangan ke arah peradangan. Hal ini dapat berkontribusi untuk
respon peradangan tidak terkendali dan peradangan kronis.
6. Cystic fibrosis
8/3/2019 BAB I, II FINAL
23/40
Cystic fibrosis adalah merupakan gangguan autosomal resesif populasi
kulit putih.Cystic fibrosis disebabkan oleh mutasi pada gen tunggalpada
kromosom 7, nama transmembran cystic fibrosisregulator (CFTR). Hal
ini menyebabkan adanya siklik AMP-regulated saluran klorida dan
abnormal
regulasi natrium, klorida menghasilkanimpermeabilitas dan penyerapan
natrium meningkat. Poeningkatan penyerapan natrium dan penurunan
sekresi klorida menyebabkan pergerakan cairan ke dalam sel dan ruang
interstitial yang menyebabkan retensi cairan, pembentukan polip, dan
dehidrasi.
7. Nitrat oksida
Oksida nitrat adalah gas radikal bebas, yang dihasilkan dari L-arginin
oleh keluarga enzim oksida nitrat synthases (Noss). Nitrat oksida
memainkan peran utama dalam reaksi imun spesifik, regulasi vaskular,
pertahanan tubuh, dan peradangan jaringan. Radikal bebas
dipertahankan dalam keseimbangan olehsistem pertahanan antioksidan
superoksida dismutase (SOD) peroksidase, katalase dan
glutation. Meskipuntransien, radikal bebas bisa membanjiri antioksidan
yang mengakibatkan kerusakan sel, cedera jaringan dan penyakit
kronis. Karlidag et al melaporkan peningkatan dalam kadar oksida
nitrat dan penurunan enzim (SOD) pada pasien polip hidung
dibandingkan
dengan kontrol, menunjukkan adanya radikal bebasyang menyebabkan
kerusakan pada polip hidung.
8. Infeksi
Peran infeksi dianggap penting dalam pembentukan polip. Ini
didasarkan pada model eksperimental di mana terdapat gangguan epitel
8/3/2019 BAB I, II FINAL
24/40
dengan proliferasi jaringan diinisiasi oleh infeksi bakteri seperti
Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, atau Bacteroides
fragilis (semua umum patogen dalam
rinosinusitis) atau Pseudomonas aeruginosa, yang sering ditemukan
dalam cystic fibrosis.
9. Hipotesis superantigen
Staphylococcus aureus terdapat pada musin polip hidung pada sekitar 60
sampai 70%. Organisme ini selalu menghasilkan toxin, Staphylococcus
enterotoxin A (SEA), Staphylococcus enterotoxin B (SEB) dan Toxic
shock syndrome toxin-1 (TSST-1), yang mungkin bertindak sebagai
superantigens, menyebabkan aktivasi dan klon perluasan dari limfosit
dengan dalam dinding lateral hidung. Ini diaktifkan limfosit
menghasilkan sitokin Th1 dan Th2 baik
(IFN-, IL-2, IL-4, IL-5), menyebabkan penyakit kronis
lymphocyticeosinophilic. Antibodi IgE spesifik untuk SEA dan SEB
terdeteksi pada 50% dari hidungjaringan polip dan antibodi IgE spesifik
dalam serumuntuk stafilokokus (SEB, TSST) ditemukan pada 78% dari
polip hidung.
10. Infeksi jamur
Elemen jamur dihirup menjadi terperangkap dalam lendir sinonasal,
menyebabkan eosinofil bergeser darimukosa pernafasan ke lumen oleh
mekanisme yang belum diketahui. Selama proses ini, mereka
memproduksi mediator yang mengakibatkan peradangan pada
mukosa. Elemen jamur ditemukan pada histologi pada 82% pasien
rinosinusitis kronismenjalani operasi sinus.
8/3/2019 BAB I, II FINAL
25/40
11. Predisposisi genetik
Etiologi genetik dicurigai dalam pengembangan dari poliposis hidung
berdasarkan agregasi keluarga. Cystic fibrosis merupakan resesif
autosomal
yang berhubungan dengan mutasi gen CFTR dalam wilayah Q31 pada
lengan panjang kromosom 7. HLA-DR dinyatakanpada permukaan sel-
sel inflamasi paranasal pada mukosa dan polip hidung. Orang dengan
HLA-DR7-DQA1 dan HLA-DQB1 haplotipememiliki dua atau tiga kali
lebih tinggi untukmengembangkan polip hidung.
12. Komposisi Selular
Pada sebagian besar polip hidung, eosinofil terdiri lebih dari 60% dari
populasi sel, kecualidi cystic fibrosis. Adaadalah peningkatan sel T CD8
+ diaktifkan oleh sel Tmendominasi lebih dibandingkan CD4 +. Mast sel
dan plasma sel juga meningkat dibandingkan dengan mukosa hidung
yang normal.
13. Kimia mediator
Selain infiltrasi sel inflamasi meningkat, peningkatan ekspresi dan
produksi varietas sitokin proinflamasi dan kemokin telah telah
dilaporkan dalam polip hidung. Histamine nyata meningkat pada polip
hidung, melebihi tingkat 4000 ng/ml. Peningkatan produksi
granulosit/macrophage colony-stimulating factor, IL-5, RANTES dan
eotaxin dapat berkontribusi untuk migrasi eosinofil. Peningkatan kadar
IL-8 dapat menginduksi infiltrasi neutrofil. Meningkatkan ekspresi
faktor pertumbuhan endotel vaskular dan upregulationnya dengan
mengubah faktor pertumbuhan-[beta] yang dapat berkontribusi edema
dan angiogenesis dalampolip hidung. IgA dan IgE juga meningkat pada
8/3/2019 BAB I, II FINAL
26/40
hidung polip. Selain itu, produksi lokal IgE dalam polip hidung dapat
berkontribusi pada kekambuhan polip hidung melalui IgE-sel mast-Fc
RI [epsilon]kaskade.
E. Gejala Klinis2,4,8,11
Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip antrokhoanal adalah :
Rasa sumbatan di hidung.
Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama semakin berat keluhannya.
Hiposmia atau anosmia
Epistaksis
Mendengkur
Nyeri pada pipi
Sleep apneu
Nyeri kepala
Post nasal drip
Bernafas dengan mulut
Timbulnya gejala biasanya pelan dan insidius, dapat juga tiba-tiba dan
cepat setelah infeksi akut. Sumbatan di hidung adalah gejala utama yang dirasakan
semakin memberat. Sering juga ada keluhan pilek lama yang tidak sembuh-
sembuh, suara sengau, serta sakit kepala. Pada sumbatan hidung yang hebat dapat
menimbulkan gejala hiposmia bahkan anosmia, dan rasa berlendir di tenggorok9.
8/3/2019 BAB I, II FINAL
27/40
F. Histopatologis
Berdasarkantemuan histologis diklasifikasikanpolip menjadi empat jenis1:
1) Tipe eosinofilik
edema stroma dengan sejumlah besar eosinofil
2) Inflamasi atau fibrosis jenis kronis
Sejumlah besar sel-sel inflamasi terutama limfosit dan neutrofil
dengan eosinofil lebih sedikit. Tipe ini ditandai dengan tidak ditemukannya
edema stroma dan penurunan jumlah dari sel goblet. Penebalan dari membran
basement tidak nyata. Tanda dari respon inflamasi mungkin dapat ditemukan
walaupun yang dominan adalah limfosit. Stroma terdiri atas fibroblas.
3) Seromucinous
Tipe I + hiperplasia kelenjar seromucous. Tipe ini hanya terdapat kurang
dari 5% dari seluruh kasus. Gambaran utama dari tipe ini adalah adanya
glandula dan duktus dalam jumlah yang banyak.
4) Jenis atipikal stroma
Tipe ini merupakan jenis yang jarang ditemui dan dapat mengalami
misdiagnosis dengan neoplasma. Sel stroma abnormal atau menunjukkan
gambaran atipikal, tetapi tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai suatu
neoplasma
Karakteristik histopatologi ACP mirip dengan orang non-alergi. ACP
dilapisi dengan epitel bersilia pseudostratified, dan jaringan ikat stroma
berisi sel inflammatori. Stroma membengkak dan sangat vaskular terdiri
dari jaringan ikat longgar disisipi sel plasma dan sedikit eosinofil.
8/3/2019 BAB I, II FINAL
28/40
Infiltrasi sel inflamasi lebih parah daripada infiltrasi eosinofilik. Sebuah
studi melaporkan bahwa sel-sel permukaan epitelial pasien ACP
memiliki sedikit atau tidak ada silia, dan stroma berisi sejumlah
minimal kelenjar lendir dengan eosinofil9.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Naso-endoskopi
Naso-endoskopi memberikan gambaran yang baik dari polip,
khususnya polip berukuran kecil di meatus media. Polip stadium 1 dan 2
kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi
tampak dengan pemeriksan naso-endoskopi. Pada kasus polip koanal juga
dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila.
Dengan naso-endoskopi dapat juga dilakukan biopsi.
2. Pemeriksaan radiologi
Foto polos sinus paranasal (AP, caldwell, dan lateral) dapat
memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara dan cairan di
dalam sinus, tetapi pemeriksaan ini kurang bermanfaat pada pada kasus polip.
3. CT scan
Sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus
paranasal apakah ada kelainan anatomi, polip, atau sumbatan pada komplekosteomeatal. CT scan terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal
diterapi dengan medikamentosa.
8/3/2019 BAB I, II FINAL
29/40
Gb. Antrochoanal polip pada hidung kanan
H. Diagnosa Banding9
Diagnosis diferensial dari ACP mencakup :
Angiofibroma
Angiofibroma adalah neoplasmavaskuler jinak yang memiliki potensi
untuk penghancuran lokal, dan ini timbul dari pterygoideus plate
glioma hidung
meningoencephalocele
limfoma
8/3/2019 BAB I, II FINAL
30/40
keganasan/ tumor nasofaringeal
menyebabkan obstruksi saluran napas, penghancuran struktur tulang
dan invasi ke dalam sinus paranasal
Hemangioma
lesi vaskuler jinak di rongga hidung dan sinus paranasal. Kebanyakan
muncul dari septum hidung anterior dan turbinat hidung
Mukokel
Mucocele mengandung lendir dan epitel desquamated dan mucoceles
dapat mengisi rongga sinus. Ini biasanya terjadi di
frontoethmoid. Mucoceles jarang muncul di sinus maksilaris dan tidak
mencapai choana
I. Penatalaksanaan7,9
Perawatan dari ACP selalu bedah. Polypectomy sederhana dan
prosedur Caldwell Luc adalah metode sebelumnya yang disukai untukmengobati pembedahan ACP. Dalam tahun terakhir, operasi endoskopi sinus
fungsional (FESS) menjadi teknik bedah lebih disukai. Polypectomy
Sederhana membawa tingkat kekambuhan yang tinggi. Bagian antrum dari
polip harus dihapus untuk menghindari kekambuhan pasca operasi. Ada
kontroversi mengenai rute penghapusan bagian antrum.
Prosedur Caldwell-Luc menawarkan eksposur yang baik untuk
penghapusan lengkap dari bagian antrum dari polip.Tapi prosedur ini
mungkin memiliki komplikasi, termasuk anestesi pipi, pembengkakan pipi
dan cedera saraf infraorbital, dan risiko merusak gigi tumbuh dan pusat-
pusat pertumbuhan dari rahang atas pada anak-anak. FESS baru-baru ini
terbukti menjadi metode yang aman dan efektif untuk mengobati ACP, dan
8/3/2019 BAB I, II FINAL
31/40
terdiri dari reseksi bagian dari polip hidung dan bagian antrum yang bersifat
kistik yang menuju dinding rahang atas melalui meatus media. Bagian bawah
dari proses uncinate dihapus dan kemudian ostium maxilla diperluas.
Kombinasi antara FESS dan transcanin sinoscopy juga terbukti memiliki tingakt
rekurensi serta komplikasi minimal9.
Untuk polip edematosa, dapat diberikan pengobatan kortikosteroid :
Oral, misalnya prednison 50 mg/hari atau deksametason selama 10 hari,
kemudian dosis diturunkan perlahan lahan (tappering off).
Suntikan intrapolip, misalnya triamsinolon asetonid atau prednisolon 0,5 cc,
tiap 5-7 hari sekali, sampai polipnya hilang.
Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid, merupakan obat untuk
rinitis alergi, sering digunakan bersama atau sebagai lanjutan pengobatn
kortikosteroid per oral. Efek sistemik obat ini sangat kecil, sehingga lebih
aman.
8/3/2019 BAB I, II FINAL
32/40
J. Prognosis9
Sebuah penelitian mengamati tidak ada kekambuhan untuk 33 pasiendengan ACP setelah FESS. Ozer et al dilakukan FESS, dikombinasikan FESS dan
transcanin sinoscopy atau pendekatan Caldwell Luc untuk pengobatan ACP. Dari
penelitian ditemukan kekambuhan pada 3 pasien setelah FESS, namun tidak
8/3/2019 BAB I, II FINAL
33/40
menemukan kekambuhan setelah sinoscopy FESS dan transcanin gabungan atau
pendekatan Caldwell Luc.
Atighechi et al menggunakan pendekatan mini Caldwell dengan
FESS. Dilaporkan teknik ini menunjukkan kekambuhan minimal dan tingkat
komplikasi yang rendah, sehingga teknik ini berguna untuk sepenuhnya
menghapus negara ACP. Peneliti lain melaporkan tingkat keberhasilan pendekatan
endoskopi transnasal dan gabungan pendekatan endoskopi dan transcanine sebesar
76,9% dan 100%, masing-masing9.
8/3/2019 BAB I, II FINAL
34/40
BAB III
PEMBAHASAN
Anamnesis
Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan utama pasien adalah hidung
kiri tersumbat yang semakin lama semakin memberat kurang lebih 1 tahun ini.
Keluhan lain yang dirasakan adalah pilek denganh secret warna kuning kental dan
berbau, selain itu didapatkan penurunan sensasi penghidu pada hidung kiri, terasa
ada dahak yang turun ke tenggorok serta tidur mengorok.
Sedangkan menurut berbagai sumber keluhan yang paling sering
dikeluhkan pasien adalah hidung tersumbat yang semakin memberat. Gejala
lain yang biasa dikeluhkan adalah hiposmia atau anosmia, epistaksis, post nasal
8/3/2019 BAB I, II FINAL
35/40
drip, mendengkur, nyeri pada pipi, sleep apneu, nyeri kepala, dan bernafas
dengan mulut.
Pemeriksaan
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran massa berwarna
kekuningan dengan permukaan licin disertai dengan secret kental warna
kekuningan. Sedangkan pada rinoskopi posterior didapatkan gambaran massa
berwarna kekuningan .
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior bisanya didapatkan gambaran
massa polip warna keabuan atau kekuningan dan dapat mencapai hingga
nasofaring sehingga akan terlihat pada rinoskopi posterior.
Penatalaksanaan
Pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan polipektomi. Serta
diberikan terapi medikamentosa pasca polipektomi dengan kortikosteroid serta
norages sebagai agen analgetik.
Dalam sebuah literature perawatan dari ACP selalu bedah. Polypectomy
sederhana dan prosedur Caldwell Luc adalah metode sebelumnya yang disukai
untuk mengobati ACP. Dalam tahun terakhir, operasi endoskopi sinus fungsional
(FESS) telah menjadi metode yang lebih banyak dipilih. Teknik ini diketahui
merupakan metode yang aman dan efektif dalam penatalakasanaan polip
antrokoanal. Tingkat rekurensi setelah tindakan ini diketahui jauh lebih rendah.
8/3/2019 BAB I, II FINAL
36/40
8/3/2019 BAB I, II FINAL
37/40
BAB IV
KESIMPULAN
1. Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan berupa hidung kiri tersumbat yang
semakin lama semakin memberat kurang lebih 1 tahun ini. Keluhan lain yang
dirasakan adalah pilek denganh secret warna kuning kental dan berbau, selain itu
didapatkan penurunan sensasi penghidu pada hidung kiri, terasa ada dahak yang
turun ke tenggorok serta tidur mengorok.
2. Penegakkan diagnosis polip antrokoana pada pasien ini adalah melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, termasuk rinoskopi anterior dan posterior, serta
pemeriksaan penunjang seperti foto rontgen sinus paranasal.
3. Penatalaksanaan sudah sesuai dengan teori yaitu pembedahan (polipektomi) dan
pengobatan dengan kortikosteroid.
8/3/2019 BAB I, II FINAL
38/40
DAFTAR PUSTAKA
1. Kirtsreesakul, V., 2005. Update on Nasal Polyps: Etiopathogenesis.JMed Assoc Thai 2005; 88 (12): 1966-72
2. Fabiana Valera, Mara S. Brassesco, Angel M.Castro-Gamero, MariaA. Cortez, Rosane G. P. Queiroz, Luiz G. Tone, Wilma T. Anselmo-Lima.,2011. In vitro effect of glucocorticoids on nasal polyps. Braz J
Otorhinolaryngol. 2011;77(5):605-10.
3. Pr Stjrne., 2007. Mometasone Furoate Nasal Spray for theTreatment of Nasal Polyposis.Head, Department of Otorhinolaryngology andCochlear Implants, Karolinska University Hospital, and Associate Professor,
Karolinska Institute.
4. Necat Alatas, Fusun Baba, Imran San, Zehra Kurcer., 2006. Nasal polyp
diseases in allergic and nonallergic patients and steroid therapy.
OtolaryngologyHead and Neck Surgery (2006) 135, 236-242
5. Maldonado, Miguel. Martnez, Asuncin. Alobid, Isam. Mullol , Joaquim.2004. The Antrochoanal Polyp. Rhinology, 43, 178-182. Cited from :
http://www.rhinologyjournal.com/Rhinology_issues/Maldonado%20et
%20al..pdf
6. nerci, T, Metin. Ferguson, Berrylin, J. 2010. Nasal Polyposis :Pathogenesis, Medical and Surgical Treatment. New York : Springer-Verlag
Berlin Heidelberg.
7. Yaniv Eitan, Shvero Jacob, Drusd Tamara, Tamir Rami, Hadar Tuvia.,2009. Recurrence of Nasal Polyps After Functional Endoscopic SinusSurgery.. Nose and Sinus Institute Department of Otolaryngology Rabin
Medical Center
8. Franche, Guilherme, Luis, da Silva. Granzotto, Eduardo, Homrich. de Borba,Andresa, Their. Hermes, Fernando. Saleh, Ctia, de Souza. de Souza, Person,
Antunes.2007. Endoscopic Polipectomy with Middle Meatal Antrostomy for
Antrochoanal Polyp Treatment. Brazilian Journal Of Otorhinolaryngology 73(5) September/October 2007. Cited from :
http://www.scielo.br/pdf/rboto/v73n5/en_a16v73n5.pdf.
http://www.rhinologyjournal.com/Rhinology_issues/Maldonado%20et%20al..pdfhttp://www.rhinologyjournal.com/Rhinology_issues/Maldonado%20et%20al..pdfhttp://www.scielo.br/pdf/rboto/v73n5/en_a16v73n5.pdfhttp://www.rhinologyjournal.com/Rhinology_issues/Maldonado%20et%20al..pdfhttp://www.rhinologyjournal.com/Rhinology_issues/Maldonado%20et%20al..pdfhttp://www.scielo.br/pdf/rboto/v73n5/en_a16v73n5.pdf8/3/2019 BAB I, II FINAL
39/40
9. Sayyed Mostafa Hashemi, Farhad Mokhtarinejad, Maryam Karim, and
Sayyed Hanif Okhovat.,2011. Does amphotericin B nasal douching help
prevent polyp recurrence following functional endoscopic sinus surgery?. JRes Med Sci. 2011 January; 16(1): 7478.
10.Shabbir Akhtar, Mubasher Ikram, Iqbal Azam, Tariq Dahri., 2010. Factors
associated with recurrent nasal polyps: A tertiary care experience. J Pak Med
Assoc 60:102; 2010.
11. Soepardi, Efiaty. Iskandar, Nurbaiti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan TelingaHidung Tenggorok edisi IV cetakan I. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta 2000
12. Soepardi, Efiaty. Hadjat, Fachri. Iskandar, Nurbaiti. Penatalaksanaan dan
Kelainan Telinga Hidung Tenggorok edisi II. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta
2000
13. Kapita Selekta Kedokteran edisi III jilid I hal. 113 114. Penerbit MediaAesculapius FK-UI 2000
14. Adams, George. Boies, Lawrence. Higler, Peter. Buku Ajar Penyakit Telinga
Hidung Tenggorok. W.B. Saunders, Philadelphia 1989
8/3/2019 BAB I, II FINAL
40/40