BAB I, II FINAL

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    1/40

    POLIP ANTROKOANA NASAL SINISTRA

    Laporan Kasus

    Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Dokter Umum

    Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

    Pembimbing :

    1. KRH. dr. H. Djoko S. Sindhusakti Sp. THT-KL (K), MBA, MARS, M.Si

    2. dr. H. Iwan Setiawan Adji, Sp. THT-KL

    Oleh :

    Muh. Prabu Aryanda, S. Ked J 500 06 0009

    Listiana Masyita Dewi, S.Ked J 500 06 0013

    Fanadita Susilaningtyas, S. Ked J 500 06 0024

    KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DANTENGGOROKAN

    FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

    2012

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    2/40

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Polip hidung adalah peradangan kronis selaput lendir dan sinus paranasal

    yang ditandai dengan pembengkakan massa mukosa yang meradang dengan

    tangkai dasar luas atau sempit. Kebanyakan polip berasal dari celah osteomeatal

    yang menyebabkan obstruksi hidung1

    . Polip sering tumbuh pada sinus ethmoidalisdan maxillaris. Polip antrokoanal adalah jenis polip yang berasal dari mukosa

    dinding posterior di daerah antrum maksila, yang kemudian keluar dari ostium

    sinus dan meluas hingga ke belakang di daerah koana posterior. Polip ini juga

    dikenal sebagai Killians polyps karena ia pertama kali ditemukan oleh Killian

    pada tahun 17536. Polip antrochoanal (ACP) terdiri dari 2 komponen yaitu

    komponen kistik dan padat9.

    Penyebab dan mekanisme yang mendasari polip masih tidak dipahamidengan baik, namun peradangan kronis merupakan faktor utama seperti

    peningkatan sel inflamasi seperti eosinofil3. Polip sering dikaitkan dengan

    rinosinusitis kronis dan alergi3,4. Namun peran alergi pada polip masih

    kontroversial. Sebuah studi 3000 pasien atopik menunjukkan prevalensi 0,5%,

    sedangkan studi di 300 pasien alergi menunjukkan prevalensi sebesar 4,5%4.

    Polip antrochoanal hanya mewakili sekitar 3-6% dari polip nasal. Etiologi

    yang tepat tidak diketahui, tetapi diduga infeksi mungkin merupakan penyebab

    umum. Namun Cook et al menemukan kejadian yang lebih tinggi 10,4%9. Sinusitis

    kronik ditemukan pada sekitar 25% dari pasien. Tidak seperti polip lainnya, polip

    antrochoanal lebih sering terjadi pada pasien non atopic (4,7 %) daripada pasien

    rinitis atopik (1,5 %). Polip ini sering pada anak-anak dan remaja tetapi dapat

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    3/40

    bermanisfestasi pada usia lebih tua dan lebih banyak mengenai laki-laki

    dibandingkan perempuan9. Pada anak-anak insidensi polip ini mencapai 33%6.

    Dalam sejumlah studi perspektif pada tahun 2002, diketahui bahwa usia rata-rata

    terjadinya polip antrokoanal ini adalah 27 dan 50 tahun5.

    Gejala ACP yang sering dikeluhkan adalah sumbatan hidung dan secret yang

    keluar dari hidung, kadang diawali dengan episode epistaksis, rhinorrea purulenta,

    strangulasi polip, amputasi spontan, dispneu dan disfagia, gangguan berbicara,

    obstructive sleep apnoea, serta kakeksia5. Nasal endoskopi dan computed

    tomography (CT) scan yang diperlukan untuk membuat diagnosis dan

    perencanaan perawatan9.

    Sebagaimana polip jenis lain, penatalaksanaan polip antrokoanal ini masih

    belum memuaskan. Hal ini dikarenakan tingkat rekurensinya yang cukup tinggi.

    Hingga saat ini cara yang sering digunakan untuk mencegah rekurensi polip ini

    adalah dengan mengangkat mukosa sumber polip hingga mendekati dasarnya agar

    terbentuk jaringan parut yang menghambat pertumbuhan sel6. Penatalaksanaan

    polip antrocoanal umumnya adalah dengan operatif. Berbagai teknik pembedahan

    yang sudah dikembangkan untuk tujuan ini antara lain metode Caldwell-Luc,

    polipektomi endoskopis dengan meatotomi media, polipektomi endoskopis dengan

    antrostomi melalui meatus inferior, dan penggunaan microshaver dengan atau

    tanpa pemberian transkanin8. Functional endoscopic sinus surgery (FESS)

    merupakan prosedur yang umum digunakan serta aman dan efektif9.

    B. Tujuan Penulisan

    Penulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai penyakit

    polip antrokoanal sehingga mengetahui cara penegakan diagnosis dan

    penatalaksaannya.

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    4/40

    BAB II

    LAPORAN KASUS

    A. Identitas Pasien

    No RM : 230128

    Nama : Nn. SNN

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Usia : 20 Tahun

    Alamat : Karangrejo 3/5 Karanganyar

    Pekerjaan : Mahasiswa

    Tanggal Masuk Rumah Sakit : 12 Januari 2012

    B. Anamnesis

    1. Keluhan Utama

    Hidung kiri terasa tersumbat

    2. Riwayat Penyakit Sekarang

    Pasien datang dengan keluhan hidung kiri terasa tersumbat sejak kurang lebih

    1 tahun ini. Hidung tersumbat tidak pernah berganti dengan hidung kanan dan

    hanya dirasakan pada hidung kiri. Selain itu pasien juga mengeluhkan selama

    1 tahun ini sering pilek yang kambuh-kambuhan dengan sekret warna

    kekuningan kental dan berbau. Keluhan juga dirasakan semakin memberatdisertai penurunan sensasi penghidu. Pasien juga mengeluhkan kadang-

    kadang terasa ada dahak yang turun ke tenggorok serta saat tidur sering

    mengorok. Nyeri pada hidung (-), mimisan (-), nyeri pada daerah pipi (-).

    Keluhan telinga nyeri (-/-), telinga berdengung (-/-), penurunan pendengaran

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    5/40

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    6/40

    TELINGA

    Inspeksi

    AD : Bentuk telinga normal, deformitas (-), bekas luka (-), bengkak (-), hiperemis

    (-), sekret(-).

    AS : Bentuk telinga normal, deformitas (-), bekas luka (-), bengkak (-), hiperemis

    (-), sekret(-).

    Palpasi

    AD : Tragus pain (-), manipulasi auricula tidak sakit.

    AS : Tragus pain (-), manipulasi auricula tidak sakit.

    Otoskopi

    AS : CAE udem (-), hiperemis (-), secret (-),

    serumen (+), membrane timpani tampak utuh,

    discharge (-), secret (-).

    AD : CAE udem (-), hiperemis (-), secret (-),

    serumen (+), membrane timpani tampak utuh,

    discharge (-), secret (-).

    HIDUNG DAN PARANASAL

    Inspeksi : Deformitas (+) pada apeks hidung kiri, bekas luka (-), sekret dari

    hidung kiri berwarna kekuningan kental (+), edema (-)

    Palpasi : Krepitasi (-), nyeri tekan (-)

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    7/40

    RINOSKOPI ANTERIOR

    ND: Mukosa hiperemis (-), concha media dan inferior hipertrofi (-), concha hiperemis

    (-), secret (-), septum nasi deviasi (-), udem (-), massa dirongga hidung (-).

    NS: Mukosa hiperemis (+), concha media

    dan inferior hipertrofi (-), concha

    hiperemis (-), secret (+) warna kekuningan

    kental, septum nasi deviasi (-), udem (-),

    massa dirongga hidung (+) warna

    kekuningan, permukaan licin, tidak nyeri.

    NASOFARING (RINOSKOPI

    POSTERIOR)

    Dinding belakang : Dbn

    Muara tuba eustachii : Dbn

    Adenoid : Dbn

    Tumor

    : terlihat massa

    warna kekuningan

    TENGGOROKAN DAN LARING

    Inspeksi : Mukosa faring hiperemis

    (-), granulasi (-), tonsil tak membesar

    (-), tonsil hiperemis (-), uvula tak

    membengkak, palatum mole tak

    membengkak.

    Palpasi : limfadenopati (-), nyeri

    tekan (-)

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    8/40

    LARING (LARINGOSKOPI INDIREK)

    Epiglotis : Dbn

    Aritenoid : Dbn

    Plika vokalis : Dbn

    Gerak plika vokalis : Dbn

    Subglotis : Dbn

    Tumor : Dbn

    KEPALA DAN LEHER

    Kepala : Dbn

    Leher : Dbn

    D. Pemeriksaan Laboratorium

    Pemeriksaan Tanggal 10 Januari 2012

    Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interprestasi Hasil

    HEMATOLOGI

    Hemoglobin 10,7 L : 14-18 g%P : 12-16 g%

    Dibawah BatasNormal

    Leukosit 8.400 5000-10.000/mm3 Dalam Batas Normal

    Eritrosit 5.130.000 L : 4,5 5,5 juta/mm3

    P : 4,0 - 5,0 juta/mm3Dalam Batas Normal

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    9/40

    Hematokrit 41 L : 40-43 vol %P : 37-43 vol%

    Dalam Batas Normal

    HITUNG JENISLEUKOSIT

    Granulosit 54 50-70 % Dalam Batas Normal

    Limfosit 28 20-40 % Dalam Batas Normal

    Monosit 2 2-8 % Dalam Batas Normal

    Trombosit 327.000 150.000-450.000 mm3 Dalam Batas Normal

    MCV 86 82-92 mikron Dalam Batas Normal

    MCH 27 27-31 pikogram Dalam Batas Normal

    MCHC 33 32-37 % Dalam Batas Normal

    CT 400 2-8 Dalam Batas Normal

    BT 130 1-3 Dalam Batas Normal

    E. Diagnosis

    Tumor nasal sinistra ec suspect polip antrokoanal nasal sinistra

    F. Diagnosis Banding

    Keganasan nasofaringeal

    G. Terapi

    Rencana operasi polipektomi tanggal 13 Januari 2012

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    10/40

    H. Follow Up

    Tanggal Anamnesa (S) Pemeriksaan (O) Diagnosa (A) Penatalaksan

    (P Tx)

    13-1-2012 Keluar jendalandarah 5cc dari mulut,

    flatus +, makan &minum +, lain-laintak ada keluhan

    VS TD (110/80)KU: baik

    Kesadaran:CM,Kepala : CA (-/-); SI (-/-)Leher : Pembesaran Ln (-)Dada :Sim, KG (-/-), Retraksi (-/-).Cor : BJ I-II int irregular, Bising (-)Pulmo : SDV (+/+), Rh (+/+)Perut : Ins supel ;AusPeristaltik (+), Pal NT (-)Ekstremitas: akral hangat,edema (+/+)Telinga : serumen -, membranetimpani intak, edem Hidung : sebelah kiri masih

    terpasang tampon, lain-lain tak adakeluhan. Sebelah kanan dbnTenggorok : dbn

    Post op polipektomi a/I

    polip antrokoanaH-1

    - Inf RL 20 tp- Inj lap

    1 gr/24 jam- Inj nora

    1A/8 jam- Kinj

    kalmethason1A/8jam

    14-1-2012 Keluar jendalandarah (-), hidungtersumabt (-), makan& minum +, lain-laintak ada keluhan

    VS TD (110/80)KU: baikKesadaran:CM,Kepala : CA (-/-); SI (-/-)Leher : Pembesaran Ln (-)

    Post op polipektomi a/I polip antrokoanaH-2

    - BLPL- Kalmethaso

    tab 3x1- Norages

    3x1

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    11/40

    Dada :Sim, KG (-/-), Retraksi (-/-).Cor : BJ I-II int irregular, Bising (-)Pulmo : SDV (+/+), Rh (+/+)

    Perut : Ins supel ;AusPeristaltik (+), Pal NT (-)Ekstremitas: akral hangat,edema (+/+)Telinga : serumen -, membranetimpani intak, edem Hidung : sebelah kiri masihterpasang tampon, lain-lain tak adakeluhan. Sebelah kanan dbnTenggorok : dbn

    BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Definisi

    Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung.

    Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu-abuan, mengkilat, lunak

    karena banyak mengandung cairan (polip edematosa). Polip yang berasal dari

    sinus maksila sering tunggal dan tumbuh ke arah belakang disebut polip

    antrokoanal1,11. Polip ini berasal dari mukosa dinding posterior di daerah antrum

    maksila, yang kemudian keluar dari ostium sinus dan meluas hingga ke belakangdi daerah koana posterior, membentuk struktur bilobus. Satu lobus tetap berada

    dalam sinus, sedangkan lobus yang satunya masuk ke dalam hidung dan terus ke

    nasofaring14.

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    12/40

    Polip antrochoanal mempunyai 2 komponen yaitu kistik dan padat.

    Komponen kistik sebagian besar berasal dari dinding posterior inferior, lateral atau

    medial antrum maxillaris, dan melekat pada polip yang padat dengan pedikel

    dalam rongga hidung9.

    B. Anatomi dan Fisiologi11,14

    1. Anatomi

    Hidung Luar

    Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian bagiannya dari atas ke

    bawah :

    Pangkal hidung (bridge)

    Dorsum nasi

    Puncak hidung

    Ala nasi

    Kolumela

    Lubang hidung (nares anterior)

    Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi

    kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    13/40

    dan M. Nasalis pars allaris. Kerja otot otot tersebut menyebabkan nares

    dapat melebar dan menyempit. Batas atas nasi eksternus melekat pada os

    frontal sebagai radiks (akar), antara radiks sampai apeks (puncak) disebut

    dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada bagian inferior disebut nares, yang

    dibatasi oleh :

    Superior : os frontal, os nasal, os maksila

    Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris

    mayor dan kartilago alaris minor

    Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior

    menjadi fleksibel.

    Perdarahan :

    1. A. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari

    A. Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna).

    2. A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang dari A.

    Maksilaris interna, cabang dari A. Karotis interna)

    3. A. Angularis (cabang dari A. Fasialis)

    Persarafan :1. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)

    2. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)

    Kavum Nasi

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    14/40

    Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan

    yang membentang dari nares sampai koana (apertura posterior). Kavum

    nasi ini berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial

    anterior dan fossa kranial media. Batas batas kavum nasi :

    Posterior : berhubungan dengan nasofaringAtap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus

    sfenoidale dan sebagian os vomer

    Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir

    horisontal, bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada

    bagian atap. Bagian ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum

    durum.

    Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan

    (dekstra dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi

    oleh kulit, jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari

    septum yang terdiri dari kartilago ini disebut sebagai septum pars

    membranosa = kolumna = kolumela.

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    15/40

    Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima,

    os etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid.

    Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari tulang

    etmoid. Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah.

    Ruangan di atas dan belakang konka nasalis superior adalah resesus sfeno-

    etmoid yang berhubungan dengan sinis sfenoid. Kadang kadang konka

    nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian ini.

    Perdarahan :

    Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah

    A.sfenopalatina yang merupakan cabang dari A.maksilaris dan A.

    Etmoidale anterior yang merupakan cabang dari A. Oftalmika. Vena

    tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa yang berjalan bersama

    sama arteri.

    Persarafan :

    1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus

    yaitu N. Etmoidalis anterior

    2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion

    pterigopalatinum masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian

    menjadi N. Palatina mayor menjadi N. Sfenopalatinus.

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    16/40

    Mukosa Hidung

    Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional

    dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan

    terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisioleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia dan diantaranya

    terdapat sel sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara

    mukosanya lebih tebal dan kadang kadang terjadi metaplasia menjadi sel

    epital skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    17/40

    dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada

    permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel

    goblet.

    Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting.

    Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan

    didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya

    untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda

    asing yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia

    akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan

    hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh

    pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat

    obatan.

    Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan

    sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis

    semu dan tidak bersilia ( pseudostratified columnar non ciliated

    epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang,

    sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna

    coklat kekuningan.

    2. Fisiologi hidung11,14

    a) Sebagai jalan nafas

    Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas

    setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring,

    sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi,

    udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama

    seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah,

    sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung

    dengan aliran dari nasofaring.

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    18/40

    b) Pengatur kondisi udara (air conditioning)Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan

    udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan

    cara :

    Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir.

    Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari

    lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi

    sebaliknya.

    Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya

    pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan

    septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal.

    Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o

    C.

    c) Sebagai penyaring dan pelindung

    Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan

    bakteri dan dilakukan oleh :

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    19/40

    Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

    Silia

    Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada

    palut lendir dan partikel partikel yang besar akan dikeluarkan dengan

    refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh

    gerakan silia.

    Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut

    lysozime.

    d) Indra penghidu

    Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa

    olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian

    atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi

    dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.

    e) Resonansi suara

    Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan

    hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga

    terdengar suara sengau.

    f) Proses bicara

    Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng)

    dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle

    turun untuk aliran udara.

    g) Refleks nasalMukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan

    saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa

    hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau

    tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    20/40

    C. Etiologi1,5,11,9

    Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau

    reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung

    belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu-raguan bahwa infeksi dalam

    hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip.

    Etiologi polip antrochoanal (ACP) belum diketahui pasti. Sinusitis kronis

    (65%) dan alergi seperti rinitis alergi (70%) ditemukan mempunyai hubungan

    dengan terjadinya ACP. Sinusitis maksila dan penyakit kompleks ostiomeatal

    menghalangi fungsi mukosiliar dari mukosa sinus. Beberapa penelitiann

    menunjukkan kemungkinan peran aktivator dan inhibitor urokinase

    plasminogen dan peran metabolit asam arakidonat dalam patogenesis ACP.

    Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :

    1. Alergi terutama rinitis alergi.

    2. Sinusitis kronik.

    3. Iritasi.

    4. infeksi

    5. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi

    konka.

    D. Patofisiologi

    Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan

    terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan

    interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus

    berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun ke

    dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip11,14.

    Pembagian polip nasi :

    - Grade 0 : Tidak ada polip

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    21/40

    - Grade 1 : Polip terbatas pada meatus media

    - Grade 2 : Polip sudah keluar dari meatus media, tampak di rongga hidung tapi

    belum menyebabkan obstruksi total

    - Grade 3 : Polip sudah menyebabkan obstruksi total

    Beberapa teori tentang pembentukan polip yaitu1 :

    1. Ketidakseimbangan vasomotor

    Teori ini tersirat karena mayoritaspolip hidung pasien tidak atopik dan

    tidak ada alergen yang jelas yang dapat ditemukan. Pasien sering

    memiliki periode prodomal rhinitis sebelum terjadinya polip. Polip

    hidung sering memiliki vaskularisasi yang buruk tidak memiliki

    persarafan vasokonstriktor. Vaskular terganggu peraturan dan

    permeabilitas pembuluh darah meningkat dapat menyebabkan edema

    dan pembentukan polip.

    2. Alergi

    Alergi dicurigai karena 3 faktor yaitu mayoritas nasal polip mempunyai

    eosinofil, berhubungan dengan asma, dan mempunyai gejala dan tanda mirip

    dengan alergi

    3. Fenomena Bernoulli

    Hasil Fenomena Bernoulli dalamPenurunan tekanan yang menyebabkan

    vasokonstriksi. Tampaknyabahwa tekanan negatif menginduksi mukosa

    yang meradang pada rongga hidung mengakibatkan pembentukan

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    22/40

    polip. Jika ini satu-satunya faktor, mukosa terdekat katup hidung akan

    membentuk polypoidal.

    4. Teori Ruptur Epitel

    Rupturnya epitel mukosa hidung akibat alergi atau infeksi dapat

    menyebabkan prolaps mukosa lamina propria sehingga polip

    terbentuk. Mungkin cacat

    diperbesar oleh efek gravitasi atau obstruksi drainase vena.

    5.Intoleransi Aspirin

    Banyak konsep yang canggih untuk menjelaskan patogenesis

    intoleransi aspirin dan asosiasi dengan polip hidung. Sebuah entitas

    klinis terkenal yang merupakan produk dari tiga kondisi:asma, aspirin

    sensitivitas dan polip hidung. Ini adalah sindrom klinis yang berbeda,

    ditandai dengan presipitasiserangan rhinitis dan asma oleh aspirin dan

    kebanyakan nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID). Rinitis

    persisten muncul di usia rata-rata 30 tahun, maka asma, intoleransi

    aspirin, dan hidung

    polip. COX1 atau COX2 mungkin lebih rentan terhadap

    ASA atau bisa menghasilkan metabolit yang tidak diketahui yang

    merangsang cysteinyl leukotrien (Cys-LT). Metabolisme asam

    arakidonatmerangsang jalur inflamasi leukotrien. Hal ini menyebabkan

    penurunan

    di tingkat PGE2, PG antiinflamasi. LTC4 sintase berlebih selanjutnya

    akan meningkatkan jumlah dari LTS cysteinyl, memiringkan

    keseimbangan ke arah peradangan. Hal ini dapat berkontribusi untuk

    respon peradangan tidak terkendali dan peradangan kronis.

    6. Cystic fibrosis

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    23/40

    Cystic fibrosis adalah merupakan gangguan autosomal resesif populasi

    kulit putih.Cystic fibrosis disebabkan oleh mutasi pada gen tunggalpada

    kromosom 7, nama transmembran cystic fibrosisregulator (CFTR). Hal

    ini menyebabkan adanya siklik AMP-regulated saluran klorida dan

    abnormal

    regulasi natrium, klorida menghasilkanimpermeabilitas dan penyerapan

    natrium meningkat. Poeningkatan penyerapan natrium dan penurunan

    sekresi klorida menyebabkan pergerakan cairan ke dalam sel dan ruang

    interstitial yang menyebabkan retensi cairan, pembentukan polip, dan

    dehidrasi.

    7. Nitrat oksida

    Oksida nitrat adalah gas radikal bebas, yang dihasilkan dari L-arginin

    oleh keluarga enzim oksida nitrat synthases (Noss). Nitrat oksida

    memainkan peran utama dalam reaksi imun spesifik, regulasi vaskular,

    pertahanan tubuh, dan peradangan jaringan. Radikal bebas

    dipertahankan dalam keseimbangan olehsistem pertahanan antioksidan

    superoksida dismutase (SOD) peroksidase, katalase dan

    glutation. Meskipuntransien, radikal bebas bisa membanjiri antioksidan

    yang mengakibatkan kerusakan sel, cedera jaringan dan penyakit

    kronis. Karlidag et al melaporkan peningkatan dalam kadar oksida

    nitrat dan penurunan enzim (SOD) pada pasien polip hidung

    dibandingkan

    dengan kontrol, menunjukkan adanya radikal bebasyang menyebabkan

    kerusakan pada polip hidung.

    8. Infeksi

    Peran infeksi dianggap penting dalam pembentukan polip. Ini

    didasarkan pada model eksperimental di mana terdapat gangguan epitel

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    24/40

    dengan proliferasi jaringan diinisiasi oleh infeksi bakteri seperti

    Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, atau Bacteroides

    fragilis (semua umum patogen dalam

    rinosinusitis) atau Pseudomonas aeruginosa, yang sering ditemukan

    dalam cystic fibrosis.

    9. Hipotesis superantigen

    Staphylococcus aureus terdapat pada musin polip hidung pada sekitar 60

    sampai 70%. Organisme ini selalu menghasilkan toxin, Staphylococcus

    enterotoxin A (SEA), Staphylococcus enterotoxin B (SEB) dan Toxic

    shock syndrome toxin-1 (TSST-1), yang mungkin bertindak sebagai

    superantigens, menyebabkan aktivasi dan klon perluasan dari limfosit

    dengan dalam dinding lateral hidung. Ini diaktifkan limfosit

    menghasilkan sitokin Th1 dan Th2 baik

    (IFN-, IL-2, IL-4, IL-5), menyebabkan penyakit kronis

    lymphocyticeosinophilic. Antibodi IgE spesifik untuk SEA dan SEB

    terdeteksi pada 50% dari hidungjaringan polip dan antibodi IgE spesifik

    dalam serumuntuk stafilokokus (SEB, TSST) ditemukan pada 78% dari

    polip hidung.

    10. Infeksi jamur

    Elemen jamur dihirup menjadi terperangkap dalam lendir sinonasal,

    menyebabkan eosinofil bergeser darimukosa pernafasan ke lumen oleh

    mekanisme yang belum diketahui. Selama proses ini, mereka

    memproduksi mediator yang mengakibatkan peradangan pada

    mukosa. Elemen jamur ditemukan pada histologi pada 82% pasien

    rinosinusitis kronismenjalani operasi sinus.

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    25/40

    11. Predisposisi genetik

    Etiologi genetik dicurigai dalam pengembangan dari poliposis hidung

    berdasarkan agregasi keluarga. Cystic fibrosis merupakan resesif

    autosomal

    yang berhubungan dengan mutasi gen CFTR dalam wilayah Q31 pada

    lengan panjang kromosom 7. HLA-DR dinyatakanpada permukaan sel-

    sel inflamasi paranasal pada mukosa dan polip hidung. Orang dengan

    HLA-DR7-DQA1 dan HLA-DQB1 haplotipememiliki dua atau tiga kali

    lebih tinggi untukmengembangkan polip hidung.

    12. Komposisi Selular

    Pada sebagian besar polip hidung, eosinofil terdiri lebih dari 60% dari

    populasi sel, kecualidi cystic fibrosis. Adaadalah peningkatan sel T CD8

    + diaktifkan oleh sel Tmendominasi lebih dibandingkan CD4 +. Mast sel

    dan plasma sel juga meningkat dibandingkan dengan mukosa hidung

    yang normal.

    13. Kimia mediator

    Selain infiltrasi sel inflamasi meningkat, peningkatan ekspresi dan

    produksi varietas sitokin proinflamasi dan kemokin telah telah

    dilaporkan dalam polip hidung. Histamine nyata meningkat pada polip

    hidung, melebihi tingkat 4000 ng/ml. Peningkatan produksi

    granulosit/macrophage colony-stimulating factor, IL-5, RANTES dan

    eotaxin dapat berkontribusi untuk migrasi eosinofil. Peningkatan kadar

    IL-8 dapat menginduksi infiltrasi neutrofil. Meningkatkan ekspresi

    faktor pertumbuhan endotel vaskular dan upregulationnya dengan

    mengubah faktor pertumbuhan-[beta] yang dapat berkontribusi edema

    dan angiogenesis dalampolip hidung. IgA dan IgE juga meningkat pada

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    26/40

    hidung polip. Selain itu, produksi lokal IgE dalam polip hidung dapat

    berkontribusi pada kekambuhan polip hidung melalui IgE-sel mast-Fc

    RI [epsilon]kaskade.

    E. Gejala Klinis2,4,8,11

    Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip antrokhoanal adalah :

    Rasa sumbatan di hidung.

    Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama semakin berat keluhannya.

    Hiposmia atau anosmia

    Epistaksis

    Mendengkur

    Nyeri pada pipi

    Sleep apneu

    Nyeri kepala

    Post nasal drip

    Bernafas dengan mulut

    Timbulnya gejala biasanya pelan dan insidius, dapat juga tiba-tiba dan

    cepat setelah infeksi akut. Sumbatan di hidung adalah gejala utama yang dirasakan

    semakin memberat. Sering juga ada keluhan pilek lama yang tidak sembuh-

    sembuh, suara sengau, serta sakit kepala. Pada sumbatan hidung yang hebat dapat

    menimbulkan gejala hiposmia bahkan anosmia, dan rasa berlendir di tenggorok9.

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    27/40

    F. Histopatologis

    Berdasarkantemuan histologis diklasifikasikanpolip menjadi empat jenis1:

    1) Tipe eosinofilik

    edema stroma dengan sejumlah besar eosinofil

    2) Inflamasi atau fibrosis jenis kronis

    Sejumlah besar sel-sel inflamasi terutama limfosit dan neutrofil

    dengan eosinofil lebih sedikit. Tipe ini ditandai dengan tidak ditemukannya

    edema stroma dan penurunan jumlah dari sel goblet. Penebalan dari membran

    basement tidak nyata. Tanda dari respon inflamasi mungkin dapat ditemukan

    walaupun yang dominan adalah limfosit. Stroma terdiri atas fibroblas.

    3) Seromucinous

    Tipe I + hiperplasia kelenjar seromucous. Tipe ini hanya terdapat kurang

    dari 5% dari seluruh kasus. Gambaran utama dari tipe ini adalah adanya

    glandula dan duktus dalam jumlah yang banyak.

    4) Jenis atipikal stroma

    Tipe ini merupakan jenis yang jarang ditemui dan dapat mengalami

    misdiagnosis dengan neoplasma. Sel stroma abnormal atau menunjukkan

    gambaran atipikal, tetapi tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai suatu

    neoplasma

    Karakteristik histopatologi ACP mirip dengan orang non-alergi. ACP

    dilapisi dengan epitel bersilia pseudostratified, dan jaringan ikat stroma

    berisi sel inflammatori. Stroma membengkak dan sangat vaskular terdiri

    dari jaringan ikat longgar disisipi sel plasma dan sedikit eosinofil.

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    28/40

    Infiltrasi sel inflamasi lebih parah daripada infiltrasi eosinofilik. Sebuah

    studi melaporkan bahwa sel-sel permukaan epitelial pasien ACP

    memiliki sedikit atau tidak ada silia, dan stroma berisi sejumlah

    minimal kelenjar lendir dengan eosinofil9.

    G. Pemeriksaan Penunjang

    1. Naso-endoskopi

    Naso-endoskopi memberikan gambaran yang baik dari polip,

    khususnya polip berukuran kecil di meatus media. Polip stadium 1 dan 2

    kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi

    tampak dengan pemeriksan naso-endoskopi. Pada kasus polip koanal juga

    dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila.

    Dengan naso-endoskopi dapat juga dilakukan biopsi.

    2. Pemeriksaan radiologi

    Foto polos sinus paranasal (AP, caldwell, dan lateral) dapat

    memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara dan cairan di

    dalam sinus, tetapi pemeriksaan ini kurang bermanfaat pada pada kasus polip.

    3. CT scan

    Sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus

    paranasal apakah ada kelainan anatomi, polip, atau sumbatan pada komplekosteomeatal. CT scan terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal

    diterapi dengan medikamentosa.

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    29/40

    Gb. Antrochoanal polip pada hidung kanan

    H. Diagnosa Banding9

    Diagnosis diferensial dari ACP mencakup :

    Angiofibroma

    Angiofibroma adalah neoplasmavaskuler jinak yang memiliki potensi

    untuk penghancuran lokal, dan ini timbul dari pterygoideus plate

    glioma hidung

    meningoencephalocele

    limfoma

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    30/40

    keganasan/ tumor nasofaringeal

    menyebabkan obstruksi saluran napas, penghancuran struktur tulang

    dan invasi ke dalam sinus paranasal

    Hemangioma

    lesi vaskuler jinak di rongga hidung dan sinus paranasal. Kebanyakan

    muncul dari septum hidung anterior dan turbinat hidung

    Mukokel

    Mucocele mengandung lendir dan epitel desquamated dan mucoceles

    dapat mengisi rongga sinus. Ini biasanya terjadi di

    frontoethmoid. Mucoceles jarang muncul di sinus maksilaris dan tidak

    mencapai choana

    I. Penatalaksanaan7,9

    Perawatan dari ACP selalu bedah. Polypectomy sederhana dan

    prosedur Caldwell Luc adalah metode sebelumnya yang disukai untukmengobati pembedahan ACP. Dalam tahun terakhir, operasi endoskopi sinus

    fungsional (FESS) menjadi teknik bedah lebih disukai. Polypectomy

    Sederhana membawa tingkat kekambuhan yang tinggi. Bagian antrum dari

    polip harus dihapus untuk menghindari kekambuhan pasca operasi. Ada

    kontroversi mengenai rute penghapusan bagian antrum.

    Prosedur Caldwell-Luc menawarkan eksposur yang baik untuk

    penghapusan lengkap dari bagian antrum dari polip.Tapi prosedur ini

    mungkin memiliki komplikasi, termasuk anestesi pipi, pembengkakan pipi

    dan cedera saraf infraorbital, dan risiko merusak gigi tumbuh dan pusat-

    pusat pertumbuhan dari rahang atas pada anak-anak. FESS baru-baru ini

    terbukti menjadi metode yang aman dan efektif untuk mengobati ACP, dan

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    31/40

    terdiri dari reseksi bagian dari polip hidung dan bagian antrum yang bersifat

    kistik yang menuju dinding rahang atas melalui meatus media. Bagian bawah

    dari proses uncinate dihapus dan kemudian ostium maxilla diperluas.

    Kombinasi antara FESS dan transcanin sinoscopy juga terbukti memiliki tingakt

    rekurensi serta komplikasi minimal9.

    Untuk polip edematosa, dapat diberikan pengobatan kortikosteroid :

    Oral, misalnya prednison 50 mg/hari atau deksametason selama 10 hari,

    kemudian dosis diturunkan perlahan lahan (tappering off).

    Suntikan intrapolip, misalnya triamsinolon asetonid atau prednisolon 0,5 cc,

    tiap 5-7 hari sekali, sampai polipnya hilang.

    Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid, merupakan obat untuk

    rinitis alergi, sering digunakan bersama atau sebagai lanjutan pengobatn

    kortikosteroid per oral. Efek sistemik obat ini sangat kecil, sehingga lebih

    aman.

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    32/40

    J. Prognosis9

    Sebuah penelitian mengamati tidak ada kekambuhan untuk 33 pasiendengan ACP setelah FESS. Ozer et al dilakukan FESS, dikombinasikan FESS dan

    transcanin sinoscopy atau pendekatan Caldwell Luc untuk pengobatan ACP. Dari

    penelitian ditemukan kekambuhan pada 3 pasien setelah FESS, namun tidak

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    33/40

    menemukan kekambuhan setelah sinoscopy FESS dan transcanin gabungan atau

    pendekatan Caldwell Luc.

    Atighechi et al menggunakan pendekatan mini Caldwell dengan

    FESS. Dilaporkan teknik ini menunjukkan kekambuhan minimal dan tingkat

    komplikasi yang rendah, sehingga teknik ini berguna untuk sepenuhnya

    menghapus negara ACP. Peneliti lain melaporkan tingkat keberhasilan pendekatan

    endoskopi transnasal dan gabungan pendekatan endoskopi dan transcanine sebesar

    76,9% dan 100%, masing-masing9.

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    34/40

    BAB III

    PEMBAHASAN

    Anamnesis

    Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan utama pasien adalah hidung

    kiri tersumbat yang semakin lama semakin memberat kurang lebih 1 tahun ini.

    Keluhan lain yang dirasakan adalah pilek denganh secret warna kuning kental dan

    berbau, selain itu didapatkan penurunan sensasi penghidu pada hidung kiri, terasa

    ada dahak yang turun ke tenggorok serta tidur mengorok.

    Sedangkan menurut berbagai sumber keluhan yang paling sering

    dikeluhkan pasien adalah hidung tersumbat yang semakin memberat. Gejala

    lain yang biasa dikeluhkan adalah hiposmia atau anosmia, epistaksis, post nasal

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    35/40

    drip, mendengkur, nyeri pada pipi, sleep apneu, nyeri kepala, dan bernafas

    dengan mulut.

    Pemeriksaan

    Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran massa berwarna

    kekuningan dengan permukaan licin disertai dengan secret kental warna

    kekuningan. Sedangkan pada rinoskopi posterior didapatkan gambaran massa

    berwarna kekuningan .

    Pada pemeriksaan rinoskopi anterior bisanya didapatkan gambaran

    massa polip warna keabuan atau kekuningan dan dapat mencapai hingga

    nasofaring sehingga akan terlihat pada rinoskopi posterior.

    Penatalaksanaan

    Pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan polipektomi. Serta

    diberikan terapi medikamentosa pasca polipektomi dengan kortikosteroid serta

    norages sebagai agen analgetik.

    Dalam sebuah literature perawatan dari ACP selalu bedah. Polypectomy

    sederhana dan prosedur Caldwell Luc adalah metode sebelumnya yang disukai

    untuk mengobati ACP. Dalam tahun terakhir, operasi endoskopi sinus fungsional

    (FESS) telah menjadi metode yang lebih banyak dipilih. Teknik ini diketahui

    merupakan metode yang aman dan efektif dalam penatalakasanaan polip

    antrokoanal. Tingkat rekurensi setelah tindakan ini diketahui jauh lebih rendah.

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    36/40

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    37/40

    BAB IV

    KESIMPULAN

    1. Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan berupa hidung kiri tersumbat yang

    semakin lama semakin memberat kurang lebih 1 tahun ini. Keluhan lain yang

    dirasakan adalah pilek denganh secret warna kuning kental dan berbau, selain itu

    didapatkan penurunan sensasi penghidu pada hidung kiri, terasa ada dahak yang

    turun ke tenggorok serta tidur mengorok.

    2. Penegakkan diagnosis polip antrokoana pada pasien ini adalah melalui

    anamnesis, pemeriksaan fisik, termasuk rinoskopi anterior dan posterior, serta

    pemeriksaan penunjang seperti foto rontgen sinus paranasal.

    3. Penatalaksanaan sudah sesuai dengan teori yaitu pembedahan (polipektomi) dan

    pengobatan dengan kortikosteroid.

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    38/40

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Kirtsreesakul, V., 2005. Update on Nasal Polyps: Etiopathogenesis.JMed Assoc Thai 2005; 88 (12): 1966-72

    2. Fabiana Valera, Mara S. Brassesco, Angel M.Castro-Gamero, MariaA. Cortez, Rosane G. P. Queiroz, Luiz G. Tone, Wilma T. Anselmo-Lima.,2011. In vitro effect of glucocorticoids on nasal polyps. Braz J

    Otorhinolaryngol. 2011;77(5):605-10.

    3. Pr Stjrne., 2007. Mometasone Furoate Nasal Spray for theTreatment of Nasal Polyposis.Head, Department of Otorhinolaryngology andCochlear Implants, Karolinska University Hospital, and Associate Professor,

    Karolinska Institute.

    4. Necat Alatas, Fusun Baba, Imran San, Zehra Kurcer., 2006. Nasal polyp

    diseases in allergic and nonallergic patients and steroid therapy.

    OtolaryngologyHead and Neck Surgery (2006) 135, 236-242

    5. Maldonado, Miguel. Martnez, Asuncin. Alobid, Isam. Mullol , Joaquim.2004. The Antrochoanal Polyp. Rhinology, 43, 178-182. Cited from :

    http://www.rhinologyjournal.com/Rhinology_issues/Maldonado%20et

    %20al..pdf

    6. nerci, T, Metin. Ferguson, Berrylin, J. 2010. Nasal Polyposis :Pathogenesis, Medical and Surgical Treatment. New York : Springer-Verlag

    Berlin Heidelberg.

    7. Yaniv Eitan, Shvero Jacob, Drusd Tamara, Tamir Rami, Hadar Tuvia.,2009. Recurrence of Nasal Polyps After Functional Endoscopic SinusSurgery.. Nose and Sinus Institute Department of Otolaryngology Rabin

    Medical Center

    8. Franche, Guilherme, Luis, da Silva. Granzotto, Eduardo, Homrich. de Borba,Andresa, Their. Hermes, Fernando. Saleh, Ctia, de Souza. de Souza, Person,

    Antunes.2007. Endoscopic Polipectomy with Middle Meatal Antrostomy for

    Antrochoanal Polyp Treatment. Brazilian Journal Of Otorhinolaryngology 73(5) September/October 2007. Cited from :

    http://www.scielo.br/pdf/rboto/v73n5/en_a16v73n5.pdf.

    http://www.rhinologyjournal.com/Rhinology_issues/Maldonado%20et%20al..pdfhttp://www.rhinologyjournal.com/Rhinology_issues/Maldonado%20et%20al..pdfhttp://www.scielo.br/pdf/rboto/v73n5/en_a16v73n5.pdfhttp://www.rhinologyjournal.com/Rhinology_issues/Maldonado%20et%20al..pdfhttp://www.rhinologyjournal.com/Rhinology_issues/Maldonado%20et%20al..pdfhttp://www.scielo.br/pdf/rboto/v73n5/en_a16v73n5.pdf
  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    39/40

    9. Sayyed Mostafa Hashemi, Farhad Mokhtarinejad, Maryam Karim, and

    Sayyed Hanif Okhovat.,2011. Does amphotericin B nasal douching help

    prevent polyp recurrence following functional endoscopic sinus surgery?. JRes Med Sci. 2011 January; 16(1): 7478.

    10.Shabbir Akhtar, Mubasher Ikram, Iqbal Azam, Tariq Dahri., 2010. Factors

    associated with recurrent nasal polyps: A tertiary care experience. J Pak Med

    Assoc 60:102; 2010.

    11. Soepardi, Efiaty. Iskandar, Nurbaiti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan TelingaHidung Tenggorok edisi IV cetakan I. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta 2000

    12. Soepardi, Efiaty. Hadjat, Fachri. Iskandar, Nurbaiti. Penatalaksanaan dan

    Kelainan Telinga Hidung Tenggorok edisi II. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta

    2000

    13. Kapita Selekta Kedokteran edisi III jilid I hal. 113 114. Penerbit MediaAesculapius FK-UI 2000

    14. Adams, George. Boies, Lawrence. Higler, Peter. Buku Ajar Penyakit Telinga

    Hidung Tenggorok. W.B. Saunders, Philadelphia 1989

  • 8/3/2019 BAB I, II FINAL

    40/40