52
BAB VI ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI A. Pendahuluan 1. Deskripsi Pokok bahasan pada bab ini pertama-tama menjelaskan urgensi dunia ilmu dalam topik falsafah dasar iqra’. Selanjutnya menjelaskan tentang konsep, variabel, proposisi, teori sebagai unsur pembentuk ilmu. Setelah menjelaskan tentang ilmu, selanjutnya menjelaskan epistemologi ilmu. Di dalamnya menjelaskan mengenai asal usul ilmu, cara memperoleh ilmu, hakikat ilmu, struktur ilmu, dan hakikat ilmu. Setelah selesai menjelaskan epistemologi ilmu dilanjutkan mengenai pembidangan ilmu. Bab ini diakhiri penjelasan mengenai keutamaan ilmuwan baik menurrut Alquran maupun as-Sunnah dibanding ahli ibadah, selanjutnya mengenai bahaya mencari ilmu di luar koridor syariat. 2. Relevansi Relevansi dengan bab sebelumnya dapat dijelaskan bahwa pengembangan ilmu hanya bisa berjalan dengan baik kalau suasana kehidupan sosial keagamaan kondusif. Suasana baik dimaksud adalah ada kerukunan sosial antar umat beragama 1

Bab 6 i Ilmu Peng.islam

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ilmu pengetahuan dan teknologi menurut islam

Citation preview

PAGE 34

BAB VI

ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

A. Pendahuluan

1. Deskripsi

Pokok bahasan pada bab ini pertama-tama menjelaskan urgensi dunia ilmu dalam topik falsafah dasar iqra. Selanjutnya menjelaskan tentang konsep, variabel, proposisi, teori sebagai unsur pembentuk ilmu. Setelah menjelaskan tentang ilmu, selanjutnya menjelaskan epistemologi ilmu. Di dalamnya menjelaskan mengenai asal usul ilmu, cara memperoleh ilmu, hakikat ilmu, struktur ilmu, dan hakikat ilmu. Setelah selesai menjelaskan epistemologi ilmu dilanjutkan mengenai pembidangan ilmu.

Bab ini diakhiri penjelasan mengenai keutamaan ilmuwan baik menurrut Alquran maupun as-Sunnah dibanding ahli ibadah, selanjutnya mengenai bahaya mencari ilmu di luar koridor syariat. 2. Relevansi

Relevansi dengan bab sebelumnya dapat dijelaskan bahwa pengembangan ilmu hanya bisa berjalan dengan baik kalau suasana kehidupan sosial keagamaan kondusif. Suasana baik dimaksud adalah ada kerukunan sosial antar umat beragama maupun umat beragama dengan pemerintah, kerukunan di luar kampus maupun di dalam kampus.

3. Kompetensi Setelah membaca dan mengikuti pembelajaran pada bab ini Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan pandangan Islam tentang ilmu pengetahuan dan teknologi, mencakup: a. Menjelaskan arti falsafah dasar iqra dalam Alquran

b. Menjelaskan bahwa kebenaran Alquran sebagai wahyu di atas kebenaran ilmiah

c. Menjelaskan bahwa mencari ilmu itu wajib.

d. Orang berilmu amat tinggi derajatnya di sisi Allah dan jauh lebih tinggi derajatnya daripada ahli ibadah.

e. Ilmuwan yang tidak peduli akan hal ilmu menurut Islam, keilmuannya akan menghantarkannya ke neraka.

f. Menjelaskan posisi ilmu dalam Islam

g. Menjelaskan tentang manfaat ilmu h. Menjelaskan hubungan ilmu dan teknologiB. Falsafah Dasar Iqra

Istilah falsafah berasal dari bahasa Arab, tetapi tampaknya serapan dari bahasa Yunani philos dan sophos. Padanannya dalam bahasa Indonesia diucapkan filsafat. Kata ini berasal dari bahasa Yunani philos, philein, philia, yang berarti cinta dan sophos yang berarti kebijaksanaan, kearifan, wisdom (ratna-ayu.blogspot.com/2010/05). Yang dimaksud kebijaksanaan di sini adalah kebenaran. Artinya, filsafat adalah cinta kebenaran, kebenaran yang se dalam-dalamnya, se luas-luasnya, dan se akurat-akuratnya sejauh dapat dicapai oleh manusia. Orang yang cinta kebenaran tersebut dinamakan filosof. Ketika kata falsafah dirangkai dengan kata dasardan menjadi ungkapan falsafah dasar, meminjam istilah Qurais Shihab (Quraish Shihab,1992:167) kebenaran yang dimaksudkan adalah kebenaran dasar, yaitu kebenaran yang tidak perlu dibuktikan karena sudah demikian jelasnya, tidak bisa diingkari lagi seperti sebagian lebih kecil daripada keseluruhan; dua lebih banyak daripada satu; dan permulaan segala sesuatu adalah Yang Pertama Ada Yang sekaligus Esa, semua berasal dari Yang Esa, dan tidak mungkin ada dari kekosongan (nihilistik).

Alquran sebagai sesuatu yang benar bagi setiap orang Islam adalah sesuatu yang benar mutlak, tanpa tawar, harga mati, dan tidak ada keraguan, didasarkan pada iman. Dengan demikian, kebenaran Alquran tidak perlu diuji, meminjam istilah dari Karl R. Poper, untestable trust (Muslim A.Kadir, 2003 : 5,10). Karena kebenaran Alquran tidak perlu diuji, bahkan tidak dapat diuji, maka sikap setiap muslim terhadap Alquran adalah beriman kepadanya secara mutlak (taken for granted). Iman berbeda dari percaya. Kepercayaan tidak meniscayakan konsekuensi eskatologis seperti dosa, siksa kubur, atau siksa neraka atau yang sejenisnya. Iman mengandung konsekuensi akan hal itu. Orang tidak beriman sesuai ajaran Alquran akan mendapatkan siksa kubur maupun siksa akhirat. Di dunia, orang yang tidak beriman dikategorikan kafir (ateis) atau yang sejenisnya. Dengan demikian yang dimaksud ungkapan falsafah dasar iqra adalah setiap orang Islam mesti beriman secara penuh tanpa ada ruang sekecil apapun keraguan bahwa ia harus membaca, sebagai respon terhadap perintah membaca iqra (bacalah). Kebenaran perintah membaca didasarkan pada iman. Implikasi lebih lanjut, bagi yang mau membaca berarti beriman, dan bagi yang tidak membaca berarti tidak beriman, atau sekurang-kurangnya kualitas iman menjadi buruk, tipis, atau istilah lain yang semakna.

Natijah atau hasil dari orang yang mau membaca adalah memperoleh pengetahuan, meskipun ia merasa tidak tahu yang dibaca. Perolehannya adalah kesadaran akan ketidaktahuannya yang ia baca. Keadaan semacam ini bisa menggiring minat untuk mengulangi membacanya. Dari kegiatan membaca dapat dihipotesiskan bahwa semakin banyak membaca, semakin banyak memperoleh pengetahuan. Orang yang memiliki pengetahuan banyak, di lingkungan masyarakatnya disebut sebagai alim. Semakin banyak ilmu seorang alim disebut allamah. Komunitas orang-orang alim disebut ulama. Karena falsafah dasar dalam Islam adalah iqra (bacalah), maka kebenaran asasi dalam Islam menghendaki bahwa setiap umat Islam seharusnya menjadi orang yang rajin membaca, harus menjadi orang alim, dan harus menjadi allamah. Mengaku dirinya sebagai seorang muslim, tetapi tidak atau malas membaca berarti mengingkari diri akan keislamannya, atau ia ogah-ogahan, bahkan melecehkan dirinya sendiri akan keislamannya.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa karakter iman yang sebenarnya adalah rajindan konsisten membaca. Kemunafikan atau kekufuran terjadi karena kemalasan atau bahkan ekstrimnya tidak mau membaca. Pernyataan ini semakin jelas jika dikaitkan dengan wahyu pertama dalam Islam yang diturunkan oleh Allah kepada Rasulullah melalui perantara Malaikat Jibril adalah perintah membaca itu sendiri. Demikian Allah berfirman: Artinya

Bacalah dengan (menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (Q.S. al-Alaq/96:l-5).

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa langkah awal orang beragama dalam Islam secara legal bukan hanya syahadad, melainkan juga kesadaran sekaligus kesediaan mau membaca (qaraa, iqra). Dengan demikian antara kredo syahadad dan kesadaran untuk mau membaca laksana sekeping mata uang yang tampak dari dua sisi dan keduanya tidak mungkin dapat dipisahkan. Memasuki menjadi seorang muslim hanya melalui satu pintu, yaitu syahadad saja tanpa kesediaan membaca berarti mengkhiyanati Islam dan mengingkari jati dirinya sendiri sebagai muslim; dan hanya membaca tanpa syahadad jelas-jelas ia kafir (ateis). Masuk Islam sejati secara resmi harus memenuhi dua unsur, membaca syahadad dan menyadari konsekuensinya sekaligus disertai kesadaran dan komitmen untuk mau membaca.

1. Objek Bacaan

Berdasarkan wahyu pertama yang turun tersebut di atas yang harus dibaca adalah ma khalaqa, yaitu sesuatu yang Allah telah ciptakan atau disebut juga makhluk (ciptaan). Ciptaan Allah ada dua macam: tertulis, yaitu kitab suci Alquran, dan yang tidak tertulis, yaitu setiap fenomena (gejala) di alam semesta seisinya, termasuk di dalamnya adalah hukum-hukum yang berlaku di dalamnya karena yang termasuk gejala adalah benda, hal, dan peristiwa. Secara tradisional akademik objek bacaan tertulis disebut ayat quraniyyah dan objek bacaan yang tidak tertulis disebut ayat kauniyyah (Rahmat, l988 : l9). Secara praktis ayat quraniyyah mengandung pengertian membaca setiap huruf, kata, dan kalimat yang termaktub dalam kitab suci al-Quran al-Karim, dan membaca ayat kauniyyah adalah membaca setiap fenomena atau gejala alam semesta (myshandy.multiply.com/journal/item/58).

Tercakup dalam pengertian membaca (qaraa, iqra) sebgaimana dijelaskan ayat-ayat quraniyyah yang turun sesudah ayat pertama itu antara lain (terambil dari kata dasar):

a. Nadhara-yandhuru (dalam bahasa Indonesia, pengucapan lafal itu menjadi menjadi nalar) yang secara praktis berarti meneliti secara cermat dan berulang-ulang sehingga dapat ditemukan hakikat pengertian dan kegunaannya dalam kehidupan, umpama:

Artinya

Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan? Dan langit bagaimana ia ditinggikan? dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? dan bumi bagaiamana ia dihamparkan? (Q.S. al-Ghasyiyah/88 : 17-20).

Ayat tersebut Secara eksplisit menjelaskan bahwa manusia supaya melakukan nadhar (menalar) terhadap unta, terhadap langit, terhadap gunung, dan terhadap bumi. Penunjukan objek-objek nadhar ini dapat dipahami sebagai contoh yang realisasinya adalah petunjuk untuk melakukan nadhar terhadap fenomena apa saja yang ada di alam semesta ini.

b. Tafakkara-yatafakkaru

Kegiatan berpikir mesti menghasilkan sesuatu pengertian, dan orang hanya bisa berpikir setelah ia memperoleh rangsangan baik dari luar melalui potensi indra maupun rangsangan dari dalam diri. Secara lugas dan terang-terangan Allah memerintah kepada kita umat Islam untuk melakukan kegiatan berpikir dalam rangka meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik dan selamat baik di dunia maupun di akhirat. Sekurang-kurangnya l8 kali Alquran memerintahkan supaya kaum muslimin melakukan berpikir yang lafal nya menggunakan kata yang berakar dari kata fakara, yafkaru, fakran. Contoh perintah supaya kaum muslimin berpikir adalah ayat berikut:

Artinya

Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya. Di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkannya (Q.S. an-Nahl/16:69).

Ayat ini menjelaskan bahwa sesuatu yang keluar dari perut lebah ternyata menjadi obat penyembuh bagi manusia. Setelah dibuktikan melalui ilmu kesehatan, kedokteran, ilmu nutrisi, ilmu teknologi pangan, ilmu analis kesehatan, sebagai respon dalam bentuk memikirkannya ternyata benar adanya bahwa obat itu adalah madu dan berfungsi sebagai obat dari banyak macam penyakit.

c. Aqala

Dari kata aqala dapat diturunkan kata aqal, yang padanan kata dalam bahasa Indonesia akal. Secara praktis akal bisa dikatakan potensi yang aktualisasinya berpikir, mengingat, menghayal, dan yang sejenisnya. Tigapuluh satu kali Alquran menyebut berbagai kata yang berakar dari kata aqala (aqalu, yaqilu, taqilu, yaqilun, taqilun dan yang sejenisnya) yang jika dipahami mengandung petunjuk siapa saja yang mau mengaktifkan akal untuk kepentingan dirinya akan membawa manfaat dan keselamatan, dan siapa yang tidak melakukannya atas peringatan itu akan berakibat celaka. Berikut ini contoh mengaktifkan akal terhadap peringatan Allah supaya kita memikirkan aneka macam tanaman yang kemudian menjadi rezeki bagi kita:

Artinya

Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik, sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebenaran Allah) bagi orang yang memikirkan (Q.S. an-Nahk/l6 : 67).

Orang yang mau berpikir akan kemanfaatan buah anggur dan buah kurma akan memperoleh manfaat darinya, antara lain makanan dan minuman yang segar dan bergizi. Jika keduanya dikelola dalam skala besar memiliki daya dan sumber ekonomi. Jika keduanya dikelola sebagai sarana mabuk, maka muncullah produk-produk minuman keras dan berpeluang menciptakan kekacauan masal karena diminum untuk mabuk oleh orang banyak. Sebaliknya, bagi orang yang tidak memikirkan akan manfaat kurma dan anggur tidak akan mempeoleh manfaat dari keduamua. Berikut ini contoh orang yang tidak mau mengaktifkan akal untuk berpikir dan berakibat celaka

Artinya:

(peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala (Q.S. al-Mulk/67 : l0). d. ibrah (pelajaran)

Sembilan kali Allah memerintahkan kita supaya pandai-pandai mengambil pelajaran di balik berbagai peristiwa (Abd al-Baqi,[t.th.] : 565) umpama supaya kita mengambil pelajaran mengenai keberadaan binatang ternak. Dari situ justru kita minum air susunya. Allah berfirman:

ArtinyaDan sesungguhnya pada binatang ternak terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memeberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang yang meminumnya (Q.S. an-Nahl/l6 : 66).

Pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa ini sungguh sangat menakjubkan. Bagaimana sapi memakan rumput, kemudian rumput itu di dalam perut sapi berproses dengan hasil akhir ada yang terserap ke dalam tubuh sapi sehingga menjadi lebih gemuk, sebagian menjadi kotoran, dan sebagian menjadi air susu yang dapat diminum oleh manusia yang bukan sapi itu. Pasti, tidak ada pabrik yang dapat dibuat oleh manusia sebagaimana proses absorbsi pencernakan perut sapi. Peristiwa ini tentu tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan ada yang mengatur, merencanakan, dan mengarahkan secara mendetail dan cermat. Tidak bukan dan tidak lain pastilah yang memiliki kualitas seperti itu hanya Allah yang maha mengatur semua yang ada di alam semesta ini, termasuk bagaimana rumput berproses dalam perut sapi untuk menjadi susu. e. Raa (melihat)

Pengertian raa secara praktis adalah melihat sesuatu fenomena, peristiwa, atau hal disertai memikirkannya secara cermat, hati-hati, dan waspada. Berbagai kata jadian yang diturunkan dari kata raa, umpama yara, tara, nara, yaran, taran, naran, dan masih banyak lagi disebut dalam Alquran sebanyak 328 kali (Abd al-Baqi, [t.th.]: 356-362), umumnya orang akan menyesal karena tidak mau melakukan perintah Allah untuk raa karena pasti berakibat fatal, contoh:Artinya

Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi) itu telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain (Q.S. al-Anam/6 : 6).

Petunjuk ayat ini adalah agar kita mau memikirkan bahwa, kalau kita melecehkan peringatan Allah tentu akan Ia binasakan sebagaimana kaum-kaum terdahulu yang sombong. Untuk itu, sudah sewajibnya kita selalu dan sekuat mungkin mengindahkan setiap peringatan Allah, yang gunanya adalah untuk kemanfaatan kita sendiri. f. Faqiha

Kata yang dapat diturunkan dari kata faqiha antara lain yafqahu, tafqahu, yatafaqqahu, tafqahun yang secara umum berarti memahami, paham, mengerti dan yang sejenisnya disebut dalam Alquran sebanyak 20 kali, yang menandakan bahwa umat Islam harus senantiasa memahami, mengerti diri dan lingkungan di mana ia berada, termasuk dari mana ia berasal dan akan ke mana ia pergi dari kehidupan ini kalau ia ingin hidup selamat. Ayat berikut memberikan penjelasan bagaimana manusia berada dalam keadaan hidup di dunia ini:

Artinya

Dan Dialah yang menciptakan kamu dari seorang diri, maka (bagimu) ada tempat tetap dan tempat simpanan. Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda kebesaran Kami kepada orang-orang yang mengetahui (Q.S. al-Anam/6 : 98). g. Fahima

Satu kali Allah menyebut kata fahima dengan pengertian mengerti, yaitu pada:

Artinya

Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum( yang lebih tepat), dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Dawud. Dan Kamilah yang melakukannya (Q.S. al-Anbiya/21 : 79).

h. Alima

Dari kata alima dapat diturunkan antara lain kata al-ilm (ilmu). Berbagai turunan dari kata alima (yalamu, talamu, nalamu, talamun, yalamun, ilamu, allama, dan yang sejenisnya) disebut sebanyak 749 kali dalam Alquran yang secara keseluruhan berbicara soal pengetahuan atau ilmu, termasuk mengajar, mengajarkan, dan yang mengetahui atau berilmu (Abd al-Baqi,[t.th.]: 596-609).Contoh penggunaan kata alima dalam Alquran adalah sebagai berikut:

Artinya

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacala, dan Tuhanmu Yang maha mulia. Yang mengajar kepada (manusia) dengan perantaraan qalam. Yang mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (Q.S. al-Alaq/96 : 1-5) i. Ulul Albab

Ulul Albab berarti orang yang berakal. Alquran menyebut kata ini sebanyak 13 kali (Abd al-Baqi,[t.th.] : 126-127). Orang-orang yang mengindahkan petunjuk atau peringatan Allah disebut ulul albab, sedang yang tidak mengacuhkannya disebut orang yang tidak berakal, meskipun memiliki rasio. Rasio berbeda dari akal. Rasio hanya bercirikan logis, sedang akal di samping logis juga mengandung keimanan. Ayat berikut menyebutkan bahwa hanya ulul albab saja yang dapat mengambil pelajaran atas firman Allah. Orang kafir, betapapun jenius tetap tidak berakal (ulul albab):

Artinya

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi yang orang-orang yang berakal (Q.S. Ali Imran/3 : l90).

Pemahaman rasional akan ayat ini menghasilkan pengetahuan atas dasar empirik ada siang dan ada malam, yang keduanya saling silih berganti. Sementara itu, pemahaman akali di samping yang rasional ini juga ada unsur imani, yaitu, antara lain bahwa yang mengatur pergantian siang dan malam itu adalah sesuatu yang menciptakan alam dan hukum-hukum yang berlaku di dalamnya, yaitu Allah Swt. Maksimalitas rasio adalah genius, sementara itu maksimalitas akali adalah genius plus iman yang mendalam. Dari ayat ini pula dapat dinyatakan bahwa seorang muslim yang berkualitas bukan hanya menjadi genius, melainkan harus juga beriman. Inilah yang dimaksud orang-orang yang memiliki akal. j. Ulil Abshar

Empat kali kata ulil abshar disebut dalam Alquran, yaitu: Ali Imran/l3: l3; an-Nur/24 : 44; Shad/38 : 45; dan al-Hasyr/59 : 2 dengan pengertian sama dengan pengertian ulul albab. Hanya saja intensitas hasil pengetahuan yang didapat lebih mendalam, lebih luas, dan lebih komrehensif karena pengetahuan yang diperoleh juga bertolak dari eksperimen dan pengamatan yang berulang-ulang hingga menghasilkan pengetahuan yang amat meyakinkan atau mujarab (arti kata asal mujarrab adalah telah teruji kemudian masuk kedalam bahasa Indonesia menjadi mujarab, pengertiannya mandi, ces pleng sangat efektif). Demikian contoh pemakaian kata ulul abshar dengan pengertian seperti yang dimaksud, sebagaimana firman Allah sebagai berikut:Artinya

Allah mempergntikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan (Q.S. an-Nur/24: 44).

Seakar dengan kata abshar adalah bashirah. Artinya adalah penglihatan batin. Dengan demikian, kandungan makna ulul abshar adalah orang yang memiliki pengetahuan yang bersifat empirik-fisikal juga yang metafisik-transempirik atau yang biasa disebut ma waraa bada ath-thabiah (sesuatu yag di balik yang tampak).k. Ulin-Nuha

Kata ini disebut dala Alquran dua kali, pertama dalam surat Thaha/20 : 54 dan masih dalam surat yang sama, pada ayat ke 128. Pengertiannya sama dengan ulil abshar. Contohnya :

Artinya

Maka tidakkah menjadi petunjuk bagi mereka (kaum musyrikin) berapa banyaknya Kami binasakan umat-umat sebelum mereka, padahal mereka berjalan (di bekas-bekas) tempat tinggal umat-umat itu? Sesungguhnya pada yang demikian itu tertdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal (Q.S. Thaha/20 : l28).

Kata ulin nuha sinonim dengan ulil abshar. Keduanya mengindikasikan hasil penglihatan dan pemikiran bukan hanya terbatas pada sesuatu yang empirik, seperti puing-puing sebagaimana dijelaskan dalam ayat itu, melainkan mencakup mengapa puing-puing itu terjadi, yaitu pembinasaan yang dilakukan oleh Allah karena murka akan kesombongan penghuni penduduk yang kemudian menjadi puing-puing. Umat yang tergolong Ulin nuha berusaha sekuat tenaga agar hunian mereka tidak menjadi puing-puing oleh kemurkaan Allah Swt dengan cara menaati aturan-aturan Allah maupun Rasul-Nya. l. al-Huda

Pengertian al-huda secara litreral adalah petunjuk. Berbagai turunan dari kata ini seperti al-hadi (orang yang memberi petunjuk),al-muhtadin (orang yang memperoleh petunjuk) dan lainnya yang sejenis adalah masih dalam kegiatan berpikir atau membaca (qaraa, iqra). Kata ini disebut dalam Alquran sebanyak 285 kali. Disebutkan antara lain bahwa orang yang tidak mau mengindahkan petunjuk Allah pastilah ia tersesat dan celaka, umpama firman berikut:

Artinya

Dan apabila dikatakan kepada mereka: Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah, mereka menjawab tidak, tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami. (Apakah mereka akan mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk? (Q.S. al-Baqarah/2: 170).

Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa perintah membaca (iqra) dalam permulaan wahyu diikuti dengan perintah-perintah lain yang masih dalam cakupan pengertian membaca, menggunakan istilah yang seakar kata dengan term-term berikut: fakara, aqala, ibara/ibrah, fahima, faqiha, alima,tala/tilawah, ulul albab, ulil abshar, ulin-nuha, dan al-huda. Pergeseran penggunaan lafal qaraa kepada yang lain seperti fahima karena disesuaikan dengan konteks, objek, manfaat, prosedur, atau akibat yang dibaca. Harap segera disadari bahwa keseluruhan perintah membaca (iqra/qaraa) bertujuan agar setiap hamba Allah yang mengindahkan perintah itu menjadi orang yang selamat, pintar, dan bahagia, baik secara individu maupun kelompok, di dunia maupun di akhirat karena tujuan diturunkannya Islam adalah rahmatan lilalamin.

Hanya saja perlu disayangkan, sebagai bangsa Indonesia yang berpenduduk kurang lebih 250 juta pada tahun 2013 ini (health.liputan6.com/.../bkkbn) yang mayoritas penduduknya beragama Islam dan merupakan penduduk terbesar dunia (syahdan-gafur.blogspot.com), umat Islamnya yang diperintah Tuhannya untuk banyak membaca dan perintah membaca itu diulang-ulang lebih dari 500 kali, justru menjadi umat yang bodoh, terbelakang, dan memiliki predikat yang sama sekali tidak diharapkan, yaitu korup dan bermental jelek (Krarr, l988:89). Menyitir ungkapan Muhammad Abduh, Syaikh al-Azhar di Kairo Mesir mengatakan Di sini hanya ada muslim tetapi tidak ada Islam. Di Barat, Perancis) hanya ada Islam tetapi tidak ada muslim.

Kelihatannya, umat Islam pada umumnya mengaku masuk ke dalam Islam, tetapi langkah kakinya justru menuju keluar Islam. Falsafah dasar iqra yang mestinya mereka rambah jalani, tetapi malah menapaki ruas-ruas jalan non iqra. Jadilah mereka tersesat amat jauh dari jalan Islam, terbelakang, tidak sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia dalam ilmu pengetahuan dan teknologi (sebagai hasil kegiatan iqra). Alangkah bijaksananya kalau mereka membelokkan arah langkah kaki menuju jalan yang ditunjukkan Allah, yaitu membaca, memikirkan, meneliti, berekperimentasi, investigasi, menalar, membaca dalam arti literal, mengambil pelajaran, mengamati, memahami, berusaha mengerti yang kesemuanya ditujukan untuk memperoleh kejayaan Islam dan muslimin, di dunia maupun akhirat. Salah satu indikasi kejayaan umat adalah menjadi pelopor di dunia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Abad-abad ini, kejayaan ilmu dan teknologi dikuasai Barat, tetapi coraknya tidak ramah lingkungan. Emisi gas dari kendaraan bermotor menjadikan polusi udara yang sangat hebat. Pembalakan hutan dalam skala besar dan liar sangat merusak eko sistem dan perubahan cuaca, terutama bahaya banjir yang ditimbulkan. Untuk sekadar illustrasi, penggundulan hutan di Kalimantan elah mencapai 3.308.002 hektar (www.walhi-jogja.or.id). Produksi senjata pemusnah makhluk hidup seperti bom nukler atau sejenisnya mengancam kelangsungan hidup manusia manakala diaktifkan, pasti bisa membunuh makhluk hidup apa saja di bumi ini dalam skala bukan hanya pulau, melainkan benua-benua. Produksi film porno yang beredar tanpa batas di seluruh penjuru dunia benar-benar mengubah perilaku seksual manusia yang semula diwarnai oleh-oleh norma-norma agama dan moral menjadi liberal bagai binatang, atau bahkan melebihi binatang, jadi tidak atau belum ada sebutan yang pas karena sangat buruknya masalah yang satu ini. Umat Islam dengan semangat qaraa/yaqrau/iqra kewajiban memutar arah jarum jam ilmu pengetahuan dan teknologi kepada iptek yang ramah lingkungan dan membahagiakan manusia lahir-batin, dunia akhirat.

2. Prosedur Membaca

Berdasarkan wahyu yang pertama, surat al-Alaq ayat 1-5, di dalam membaca baik ayat-ayat quraniyyah maupun ayat-ayat kauniyyah harus disadari semata-mata melaksanakan perintah Allah. Pekerjaan membaca (qaraa/iqra) yang berarti bacalah/membaca adalah atas nama Allah (bismi Rabbika). Implikasi yang diperoleh dari pemahaman ini menuntun kepada sikap mental, betapapun kita luar biasa pintar, cerdas, dan genius akan tetap tawadu dan merendah diri di hadapan Allah karena apapun yang dilakukan dalam kegiatan membaca adalah atas nama Allah, bukan atas nama diri kita sendiri. Selain itu juga berimplikasi bahwa kegiatan membaca karena dikerjakan atas nama Allah akan terhitung sebagai ibadah, perbuatan suci, dan mendapat pahala. Dari sini dapat diturunkan premis minor bahwa Belajar adalah kegiatan suci dan ibadah, kuliah dalam kelas adalah kegiatan suci dan ibadah, eksperimentasi di laboratorium adalah kegiatan suci dan ibadah, dan mengambil hikmah di balik setiap peristiwa adalah kegiatan suci dan ibadah manakala dimotivikasi dan ditujukan untuk kejayaan Islam dan muslimin, bahkan umat manusia.

3. Hasil Pembacaan dan Jangkauannya

Ketika kita membaca (inklusif berbagai pengertian yang terkandung di dalamnya: nalar, memperhatikan, bereksperimen, mengambil pelajaran, meneliti, mengingat, berimaginasi, berkonsentrasi pikiran dan yang lainnya yang sejenis) akan memperoleh sesuatu. Dalam dunia ilmu (science), sesuatu itu disebut pengetahuan (knowledge). Semakin banyak kita membaca, semakin banyak kita memperoleh pengetahuan. Jika secara logis atau empiris dua atau lebih sesuatu yang juga dapat sebut dua atau lebih variabel ada hubungan dasar, yaitu hubungan yang mesti ada dan tidak pernah tidak ada maka akan memunculkan sesuatu, pengetahuan, variabel baru sebagai kesenyawaan dua sesuatu tadi yang disebut teori (Russel, l979: 439). Contoh hubungan dua sesuatu, disebut juga konsep, fakta atau variabel bertolak dari firman Allah berikut: Artinya

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (Alquran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mncegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya daripada ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (Q.S. al-Angkabut/29 : 45).

Dari ayat tersebut di atas dapat diambil pemahaman bahwa (l) sesuatu, konsep, atau variabel salat , (2) sesuatu, konsep, atau variabel keji dan mungkar. Di sini ada hubungan antara shalat dan kekejian. Hubungan itu bercorak sebab akibat, tetapi bersifat peluang (probabilitas). Ada Orang melakukan shalat justru berbuat keji dan mungkar contohnya melakukan hubungan sek bebas dan korupsi. Ada orang melakukan shalat lalu terjauh dari perbuatan keji dan mungkar, yaitu menjadi shalih. Dengan demikian hubungan antara konsep salat dan konsep keji-mungkar tergantung oleh faktor lain. Faktor ini disebut faktor pengantara. Faktor pengantara bisa berwujud sebagai faktor penentu, faktor penghambat atau faktor pendukung. Jika digambarkan dalam sebuah skema akan diperoleh bagan sebagai berikut: TEORI SALAT TETAPI BERBUAT KEJI DAN MUNKAR TEORI SALAT YANG DAPAT MENCEGAH KEJI DAN MUNKAR

Keterangan:

1. Memakai wewangian, memenuhi sunnah-sunnah, di masjid, berjamaah adalah faktor pendukung yang posisinya sebagai unsur yang boleh ada dan boleh tidak.

2. Tidak khusyu adalah faktor penghambat bagi menghilangkan variabel keji dan mungkar.

Dari bagan-bagan ini dapat disusun teori: Jika anda shalat dengan kualitas shalat khusyu, maka pasti anda dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Dalam teori ini sesuatu atau variabel yang mesti ada adalah (l) kegiatan shalat, dan (2) kualitas khusyu. Sebaliknya, jika anda salat tidak khusyu, pasti anda tidak bisa meninggalkan perbuatan keji dan mungkar. Unsur teori ini adalah (l) kegiatan salat, dan (2) tidak ada kualitas khusyu

Jika ada hubungan sistematis (logis, empiris) antar berbagai teori (Kemeny, l981: l75), maka akan muncul sesuatu. Sesuatu itu disebut ilmu. Wujud sistematika teori adalah kesamaan atau serumpunan konsep dan konseptualisasi fakta. Dapat dicontohakan di sini, umpama: teori teknis merawat luka bakar yang efektif dan efisien, teori teknis merawat luka sayatan benda tajam, teori teknis merawat luka menahun, teori teknis merawat bayi dan ibu hamil, teori merawat pasien sakit jiwa, dan teori teknis merawat pasien muntabir. Kumpulan teori ini menghasilkan ilmu keperawatan. Dengan demikian dapat dibuat bagan ilmu sebagai berikut: B A G A N I L M U

Keterangan:

P = sesuatu, pengetahuan, konsep, variabel

T = teori

Di muka dijelaskan bahwa yang harus dibaca orang Islam adalah ayat quraniyyah dan ayat kauniyyah. Dari sini segera dapat dipahami bahwa membaca ayat yang pertama akan memeperoleh sesuatu, konsep, pengetahuan, variabel kemudian mengerucut menjadi sejumlah teori, dan selanjutnya meruncing menjadi sejumlah ilmu seperti ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu bahasa (nahwu, sharaf, dan balaghah), ilmu hadis, ilmu tafsir. Dari ayat ini pula akan diperoleh konsep, variabel, teori, dan ilmu perilaku, seperti konsep, teori, ilmu akhlaq maupun konsep, teori, ilmu menjadi orang takwa. Sementara itu pembacaan terhadap ayat kauniyyah akan memperoleh konsep, teori, dan ilmu tentang alam (ilmu-ilmu kealaman). Akhirnya, setelah kita dapati ilmu-ilmu - yang selama ini kita sebut ilmu-ilmu agama atau keagamaan - juga kita dapat ilmu-ilmu - yang selama ini disebut ilmu-ilmu kealaman atau umum dapat disistemisasi kerangka epistemologi (cabang filsafat yang membahas tentang pengetahuan yang meliputi: asal-usul, cara memperolehnya, struktur, hakikat, dan validitasnya, (De Runes, l976 : 93-95) sebagai berikut:

a. Sumber ilmu adalah Alquran dan alam semesta yang keduanya bersumber dari Allah.

b. Cara memperoleh ilmu (iqra) menggunakan potensi iman, akal, rasio, indera secara terpadu (keterpaduan iman (intuisi) dengan: aqala, alima, faqiha, fahima, ibrah, nadzara, ulul albab, ulil abshar, ulin-nuha).c. Hasil yang diperoleh adalah konsep, teori, ilmu:al-ilm al-quraniyyah, al-ilmalamiyyah, al-ilm al-amaliyyah atau dengan kata lain: humanioral science, social science, natural science, dan practical science.

d. Struktur ilmu mencakup ilmu-ilmu intuitif, ilmu-ilmu rasionalistik, ilmu-ilmu empiris, ilmu-ilmu etis, dan ilmu-ilmu praktis.

e. Kebenaran ilmu diukur dari keseuaian dari jenis ilmu. Dengan demikian ada kebenaran empiris, kebenaran logis (rasionalis), kebenaran intuitif, dan kebenaran etis. Masing-masing kebenaran itu tidak saling menegasikan, tetapi saling melengkapi dan berpuncak pada misi kemanusiaan sebagai khalifah fi al ard atau kehendak Allah sebagaimana tertuang dalam Alquran maupun as-Sunnah. Noeng Muhadjir menyebutnya kebenaran multi faset.

f. Manfaat ilmu adalah kualitas hidup yang baik (shalihin, muttaqin, muhsinin) dan akibat lebih lanjut adalah saadah fi daraini (kebahagiaan hidup dunia-akhirat).

Dapat dicontohkan di sini manfaat ilmu keperawatan bagi sang ilmuwannya adalah memiliki peluang untuk memasuki bursa kerja di lembaga-lembaga yang bergerak di bidang kesehatan seperti rumah sakit. Jika pada akhirnya ia bisa bekerja di lembaga kesehatan tersebut, ia akan memperoleh gaji atas jasanya. BAGAN EPISTEMOLOGI ILMU ISLAM

Keterangan:

1. Ontologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang ada sebagai yang ada dalam arti seumum-umumnya. Jika sesuatu diputuskan ada, sesuatu itu bisa dibahas lebih lanjut. jika sesuatu diputuskan tidak ada berarti selesai, dalam arti tidak ada pembahasan.

2. Epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang prosedur bagaimana kita memperoleh pengetahuan.

3. Aksiologi adalah cabang filsafat yang membehas tentang manfaat dari suatu ilmu Mazkur, l979 : 20, 1, 26)

Dari bagan di atas dapat dipahami pula bahwa ilmu itu hanya satu, berasal dari Yang Maha Satu, tidak ada istilah ilmu agama dan ilmu umum, yang ada hanyalah spesifikasi ilmu karena kegiatan pengembangan ilmu yang ditentukan oleh objek, runag lingkup, tujuan, metodologi, dan metodenya.B. Kebenaran Alquran Dalam Tinjauan Teori Ilmiah

Alquran adalah petunjuk hidup secara kongkrit bagi manusia pada umumnya. Allah berfirman:

Artinya:

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur (QS.al-Baqarah/2:185). atau petunjuk bagi hambanya yang takwa saja. Allah berfirman:

Artinya

Alif lam mim. Kitab (Alquran) ini tidak ada keraguan padanya. Petunjuk bagi mereka yang takwa. . . (Q.S. al-Baqarah/2 : 2)

Salah satu dimensi kehidupan adalah dunia akademika, dan salah satu dunia akademika adalah dunia ilmu (science). Telah dibuktikan bahwa Alquran juga berfungsi sebagai sumber ilmu, sumber cara-cara memperoleh ilmu, dan sumber untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat atas dasar ilmu.

Sebagai sumber petunjuk, Alquran diyakini sebagai suatu kebenaran mutlak tanpa keraguan sedikitpun sehingga karakter kebenaran itu tidak perlu diuji (untestable truth). Kebenaran yang demikian akan dibandingkan dengan teori ilmiah. Tujuannya untuk memperlihatkan bahwa kebenaran Alquran adalah benar-benar mutlak, absolut, tidak menerima perubahan oleh siapa pun dan kapan pun sehingga akan tampak juga bahwa kebenaran ilmiah bukan apa-apanya jika dibanding dengan kebenaran Alquran.

1. Teori ilmiah tidak menerima kata kekal baik persoalan-persoalan yang dimunculkan dalam iklim ilmu maupun teori-teori dalam setiap cabang ilmu. Semenjak muncul gerakan filsafat liberalisasi dari dominasi gereja, moralitas tidak mendapat perhatian dari para ilmuwan, tetapi setelah Nagasaki dan Hirosima dibom atom oleh tentara sekutu yang dimotori Amerika Serikkat, dan setelah berkecamuk perang dingin antara Uni Soviet dan sekutunya versus Amerika Serikat dan sekutunya, dan setelah nuklir menjadi issu yang amat mengkhawatirkan kelangsungan hidup di bumi, persoalan moral menjadi amat penting. Di Amerika muncul akan kesadaran moral pada tahun 1970-an, kemudian meluas ke Eropa pada tahun 1980-an, dan menjadi fenomena global pada tahun 1990 (Achyar Eldine). Sementara itu kandungan persoalan moral dalam Alquran tidak terikat dengan ruang dan waktu. Moral lahir dalam Islam bersamaan lahirnya Islam itu sendiri.

Dalam Ilmu Alam disebutkan sebuah dalil, teori yang telah diuji berkali-kali dan dibuktikan berkali-kali benar sehingga menjadi paradigma ilmu pengetahuan, bahwa baja itu merupakan benda padat, tetapi setelah ditemukan sinar U dan dimanfaatkan untuk alat-alat observasi mikroskopis terbukti baja itu ternyata berpori-pori (Quraish Shihab, l992 : 45). Bintang yang kita lihat bahkan oleh seluruh manusia di dunia tampak kecil bagaikan titik bersinar, setelah dilihat memakai alat pengindra jarak jauh seperti satelit Hubble buatan NASA, benda-benda angkasa ternyata besarnya ribuan kali dari pada besar bumi (al-Ghazali, l964 : 15).

2. Teori ilmiah sebenarnya hanya bersifat relatif karena berubah-ubah, di samping amat terbatas. Garis lurus hanya terbatas dalam bidang dan jarak yang sangat terbatas. Jika garis lurus itu ditarik terus diperpanjang, justru akan menjadi garis lengkung dan bahkan akan bertemu pada suatu titik pangkal garis, yang berarti garis itu adalah melingkar.

Oleh karena kebenaran ilmiah dapat berubah dan relatif maka Alquran tidak bisa dijadikan alat untuk membenarkan atau menyalahkan temuan-temuan ilmiah. Sebab, ketika kita menggunakan Alquran Surat ar-Rad/13 : l7 Artinya

Allah telah menurunkan air(hujan) dari langit, maka mengalirlah air dari lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan bagi yang bathil. Adapun buih itu akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikian Allah membuat perumpamaan-perumpamaan (Q.S. ar-Rad/13 : l7). Untuk membenarkan teori strugle for life dari Charles Darwin (perjuangan untuk hidup), yaitu yang tidak bisa menjaga keselamatan diri akan dibinasakan oleh yang lain, atau Alquran Surat Nuh/71 : l3-14:

Artinya

Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah, padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian (Q.S. Nuh/71 : 13-14)

Sebagai pembenar teori evolusi Darwin pula, mengandung bahaya amat besar. Jika kedua teori itu benar, berarti benar atas nama Alquran. Tetapi jika ternyata kedua teori itu salah berarti Alquran juga salah. Oleh karena itu jika mengukur suatu teori ilmiah dari segi benar atau salah juga harus melalui metode ilmiah. Alquran adalah kitab petunjuk yang mesti benar. Jika harus ditemukan konsep, teori, bukan bersifat ilmiah (teori ilmiah) melainkan berwujud teori dasar, meminjam istilah dari Karl R. Popper grand theory, yang karakternya tidak dapat atau tidak perlu diuji secara ilmiah, melainkan dipercayai atas dasar iman. Dari teori dasar(grand theory) dapat diturunkan untuk merumuskan teori ilmiah (teori empiris, teori rasionalis, dan teori praktis). Untuk bisa menurunkan teori dasar (grand theory) menjadi teori ilmiah harus melalui unsur (variabel lain), yaitu medan kehidupan dan keseluruhan fenomena alam semesta.

Berikut ini dicontohkan ayat Alquran sebagai sumber petunjuk kemudian dipahami menghasilkan konsep dasar (grand consept) selanjutnya teori dasar (grand theory) dan selanjutnya menghasilkan konsep dan teori empiris (empirical consept dan empirical theory. Ayat menyatakan demikianArtinya

Hai orang-orang yang beriman, Diwajibkan atas kamu berpuasa (Ramadan) sebagaimana diwajibkan (berpuasa) atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (Q.S. al-Baqarah/2 : l83).

Dari ayat itu diperoleh konsep dasar (grand concept): (l) puasa, dan (2) takwa.Teori dasar (grand theory) yang dapat dirumuskan adalah:Ada hubungan sebab akibat anatara kegiatan puasa dan kualitas takwa, (2) Jika berpuasa memperoleh peluang untuk bertakwa, (3) Tidak melakukan puasa pasti tidak memperoleh peluang untuk bertakwa. Jadi, kegiatan berpuasa hanya memperoleh peluang takwa, belum otomatis memperoleh kualitas takwa. Supaya kegiatan berpuasa pasti berbuah takwa, maka membutuhkan faktor antara yang wujudnya bisa faktor pendukung, faktor penentu, dan negasi dari faktor penghambat, bahkan faktor pembatal. Aneka faktor ini berada di kancah kehidupan atau dalam dunia realitas.

Supaya kegiatan berpuasa benar-benar berbuah takwa, semua faktor pendukung harus sesuai dengan koordinat ruang waktu dalam arti mempertimbangkan situasi, kondisi maupun iklim kondusif yang sempurna untuk melaksanakan puasa. Berpuasa di kota Semarang umpamanya, kebetulan musim penghujan, pekerjaannya di kantor, waktunya antara jam 00.7,00 hingga jam l5.30 WIB. Di kantor banyak gangguan, di rumah suasananya kurang teratur, ada anggota keluarga yang tidak berpuasa karena halangan dan karena memang pengikut agama non Islam lalu makan-minum seenaknya saja tanpa mempedulikan kepada orang lain dalam rumah itu, tempat istirahat siang dekat dengan dapur yang sedang digunakan untuk memasak dan menimbulkan nafsu untuk makan, tetangga dekat amat bising, calon menu berbuka puasa amat membangkitkan selera makan dan cukup banyak, anak-anak selalu dan selalu menyetel musik yang iramanya tidak ia sukai, di samping volume suara demikian tinggi. Di lingkungan masyarakatnya berkembang opini bahwa salat tarawih harus di masjid dan harus 20 rakaat plus 1 yang paham itu tidak cocog dengannya, dan secara umum lafal atau doa (dalam bahasa Jawa jopo) ibadah-ibadah yang ia laksanakan tidak ia pahami artinya. Keseluruhannya ini merupakan faktor penghambat karena mengganggu keikhlasan dan ketenangan dalam berpuasa. Faktor-faktor penghambat ini harus dinetralisir dulu selanjutnya diubah menjai faktor pendukung, yaitu:

a. Kerja di kantor harus serius dan dihayati sebagai pelaksanaan ibadah. Pada saat senggang digunakan berzikir atau kegiatan lain yang bernilai ibadah dan tidak menggosip orang lain.

b. Tata ruang baik di kantor maupun di rumah diusahakan sehat dan artistik meskipun barang-barang miliknya sederhana, angin masuk di ruangan cukup, penerangan cukup, kalau hujan tidak bocor, atau secara umum nyaman.

c. Seluruh anggota keluarga diusahakan semua beragama Islam. Kalau ada yang beragama lain diusahakan seminimal mungkin kontak dengannya ketika ia mendorong kepada suasana perusakan kualitas puasa, kalau terpaksa kontak supaya si shaim banyak-banyak beristighfar.

d. kebisingan tetangga dekat harus diusahakan tidak lagi bising.

e. volume musik diusahakan nyaman didengar oleh orang-orang yang sedang melaksanakan puasa baik karena keadaan lapar maupun haus, iramanya bercorak religius.

Atau dengan kata lain, semua situasi, keadaan, hal, dan peristiwa yang mendukung pelaksanaan puasa harus terpelihara, di samping makanan yang dikonsumsi benar-benar halalal thayyiban, dalam berbuka puasa memenuhi aturan makan-minum, dan niatnya benar-benar ikhlas lillahi Taala. Syarat, rukun, dan hal-hal yang menyempurnakan puasa dipenuhi, dan hal-hal yang merusak puasa atau yang merusak keutamaannya dinetralisir tentu untuk mendapatkan peluang predikat takwa akan lebih besar diperoleh. Atau secara singkat faktor penghambat dihilangkan dan faktor pendukung diwujudkan, tentu predikat takwa karena berpuasa dapat diperoeh.

Untuk mengakhiri uraian ini, jika koordinat ruang waktu berdeda dari yang dicontohkan ini, tentu berbeda pula kualitas pelaksanaan puasanya, meskipun konsep dasar (grand concept) maupun teori dasar (grand theory) puasa dan takwa tetap sama. Dari sini dapat dihepotesiskan bahwa pelaksanaan berpuasa oleh orang seorang berkenaan dengan koordinat ruang waktu ada yang memperoleh kualitas agak takwa, takwa, benar-benar takwa, atau hanya sekedar berpuasa dan takwanya tidak ia peroleh. Dalam sitiran hadis Nabi ada orang-orang yang berpuasa tidak memperoleh apa-apa kecuali hanya sekedar lapar dan dahaga, lain tidak.

C. Mencari Ilmu

Telah dijelaskan bahwa agama menjadi petunjuk seluruh kehidupan termasuk di dunia Ilmu. Dalam dunia ilmu Islam memberikan perintah akan kewajiban mencari ilmu justru ayat pertama menyatakan perintah itu: iqra bismirabbikallazi khalaq (Bacalah! Atas Tuhanmu yang telah menciptakan). Berikut ini dijelaskan berbagai hal tentang ilmu. Hadis yang amat populer menyatakan Uthlub al-ilma walau bi ash-shin (Carilah ilmu meskipun di negeri Cina); Thalabu al-ilmi farid}atun ala kulli muslimin wa muslimatin(Mencari ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam laki-laki maupun orang Islam perempuan); Uthlub al-ilma min al-mahdi ila al-lah}di (Carilah ilmu sejak dari buain Ibu hingga ke liang lahat, dalam arti sepanjang hayat - Fatah,et all,2003 : 37).

Atas dasar berbagai hadis tersebut dipahami bahwa mencari ilmu itu wajib. Akan tetapi ketegasan mencari ilmu secara naqli terambil dari wahyu yang pertama turun itu. Kemudian argumen mencari ilmu wajib dikaitkan dengan berbagai ayat atau hadis berkenaan dengan ilmu, umpama seorang alim (ilmuwan/pakar) amat tinggi derajatnya, begitu jelek bagi orang yang bakhil dengan ilmu, dan begitu utama pencari ilmu. Demikian petunjuk-petunjuk tentang ilmu yang dimaksud.

1. Keutamaan-keutamaan ilmuwan (al-alim - al-allamah) antara lain sebagai berikut:

a. Allah mengangkat status amat tinggi bagi para ilmuwan. Allah berfirman :

Artinya

Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS.al-Mujadilah/58:11)b. Yang benar-benar takut kepada Allah hanyalah orang-oranmg yang berilmu (al- alim - al-allamah atau ilmuwan dan pakar). Dalam hal ini Allah berfirman:

Artinya

Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama[1258]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (Q.S. Fathir/35 : 28).c. Kelangsungan hubungan antara orang hidup di dunia dengan orang yang sudah mati, salah satunya adalah ilmu. Demikian sabda Nabi saw: ( Artinya:

Rasulullah saw. Bersabda: Apabila anak Adam meninggal maka putuslah amal perbuatanya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholeh yang mendoakannya (H. R Muslim dari Abi Hurairah).d. Orang yang pergi mencari ilmu dimudahkan ke surga. Dalam hal ini Rasulallah bersabda: ( ) Artinya:

Barang siapa yang mengambah jalan untuk mencari ilmu maka allah akan memudahkan jalan baginya kesurga. ( H. R. at-Turmuzi dari Abi Hurairah).e. Perbandingan antara ilmuwan dan ahli ibadah laksana Nabi dibanding orang Islam yang paling rendah derajatnya. Demikian Rasulullah saw bersabda: ( ) Artinya

Disebutkan ada dua orang. Salah satunya adalah seorang yang ahli ibadah dan yang lainnya ilmuwan, maka Rasulullah saw. bersabda: Keutamaan seorang ilmuwan dibanding seorang ahli ibadah bagaikan Aku dan orang yang paling rendah diantara kamu sekalian; kemudian Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah dan para malaikat, penduduk langit dan bumi, hingga semut dalam liangnya dan ikan paus, sungguh mereka mendoakan kepada seorang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain (H.R. at-Turmuzi dari Umamah al-Bahili).f. Ilmuwan amat ditakuti syetan. Dalam hal ini Rasulullah bersabda: ( )Artinya

Rasulullah saw. bersabda: Seorang faqih (cerdik pandai) seribu kali ditakuti syetan dibanding seorang yang ahli ibadah (H.R. at-Turmuzi dari Ibnu Abbas).2. Kecelakaan bagi orang yang bakhil dengan ilmu:

a. Orang yang terlalu komersial dengan ilmu akan diikat dengan api. Demikian Rasulullah saw. bersabda:

( )

Artinya

Barang siapa yang ditanya tentang ilmu kemudian ia menyembunyikannya pada hari kiyamat nanti ia akan diikat dengan tali dari api - H.R. Abu Dawud dan at-Turmuzi dari Abi Hurairah ( an-Nawawi, [t.th.]: 531).b. Orang yang mencari ilmu bukan karena Allah, tempat duduknya besok di hari kiyamat adalah api (neraka). Demikian Rasulullah saw. bersabda:

( )

Artinya

Barang siapa yang belajar (mencari ilmu) bukan karena Allah atau ia menghendaki dengan ilmu itu bukan karena Allah maka hendaklah ia menempatkan diri pada tempat duduk dari api (neraka), H.R. at-Turmuzi dari Ibnu `Umar (at-Turmuzi, IV,[t.th.]: 141). c. Siksa neraka bagi ilmuwan yang bangga dapat mengalahkan orang lain, mengelabuhi orang awam, dan agar orang lain memperhatikan kepada dirinya:

( )

Artinya

Barang siapa yang mencari ilmu (dengan tujuan) untuk mengalahkan para ilmuwan lain atau mengelabuhi orang-orang bodoh, atau supaya orang-orang memperhatikan dirinya, maka Allah akan memasukkan dirinya ke dalam api (neraka) H.R. at-Turmuzi dari Ka`ab bin Malik dan bapaknya (at-Turmuzi,IV,[t.th.]: l41).

Baik dari ayat-ayat Alquran maupun hadis-hadis sebagaimana dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa mencari ilmu itu amat penting bahkan wajib. Ilmuwan demikian tinggi derajatnya di sisi Allah dibanding dari para ahli ibadah, tetapi ilmuwan yang dimaksud adalah ilmuwan yang ilmunya bermanfaat bagi penegakan kalimat tauhid. Di luar itu (kalimah tauhid) hanya akan mengantarkan sang ilmuwan ke dalam api (neraka). Tegasnya ilmuwan sekuler akan masuk neraka. Alangkah baiknya jika ketika kita menyadari bahwa mencari ilmu untuk menaikkan status sosial, atau untuk merajut masa depan supaya baik dalam lapangan ekonomi, atau supaya dapat bekerja di suatu perusahaan, atau menjadi pegawai negeri, segera diubah niatnya itu dengan niat yang baru, yaitu untuk menghilangkan kebodohan, menjalankan kewajiban mencari ilmu, mencari rida Allah, menegakkan agama Allah, baru kemudian dapat ditambah dengan tujuan-tujuan lain (tujuan-tujuan duniawi : satus sosial, pekerjaan, dan yang sejenisnya). D. Latihan-Latihan

1. Jelaskan apa yang dimaksud filsafat baik secara terminologis maupun etimologis. Apa pula padanan kata filsafat dalam bahasa Arab?

2. Padanan kata membaca dalam bahasa Arab adalah qaraa. Kata apa saja yang tercakup dalam pengertian qaraa. Jelaskan pula arti masing-masingnya.

3. Secara garis besar objek yang harus dibaca mencakup ayat quraniyyah dan ayat kauniyyah. Jelaskan pengertiannya masing-masing.

4. Apa persamaan dan perbedaan pengertian antara term aqal (bahasa Arab) dan ratio (atau dalam bahasa Indonesia rasio?

5. Apa persamaan dan perbedaan pengertian antara terminus ulu al-albab dan ulu al-abshar?

6. Orang yang masuk Islam sebenarnya tidak cukup hanya dengan ikrar syahadad, melainkan harus dilengkapi dengan apa? Apa implikasinya kalau bersyahadad tidak disertai dengan kelengkapan tersebut? (bukan rukun Islam yang lima).

7. Mestinya setiap orang Islam pandai. Kenyataannya justru sebaliknya. Mengapa bisa terjadi demikian? (Jawaban saudara harus dikaitkan dengan pesan yang terkandung dalam lima ayat wahyu yang pertama turun).

8. Jelaskan apa itu konsep dan apa itu variabel. Bagaimana cara membentuk suatu teori? bagaimana pula cara membentuk suatu ilmu (yang terbangun dari unsur)?

9. Jelaskan status (derajat) antara orang Islam ahli ibadah dan orang Islam ilmuwan/pakar (mal-alim, al-allamah).

10. Dalam hal apa orang yang masih hidup di dunia memiliki hubungan dengan orang yang sudah mati menurut sabda Rasulullah saw?

11. Jelaskan fasilitas apa bagi para pencari ilmu menurut Allah sebagaimana dapat dipahami dari hadis Nabi?

12. Jelaskan ancaman bagi orang yang hanya belajar ilmu-ilmu sekuler dan mengajarkan juga hanya ilmu-ilmu tersebut?

13. Siapakah yang didoakan oleh para penduduk langit, penduduk bumi, semut dalam liang, dan ikan paus sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah?

14. Benarkah menurut Islam bahwa orang yang mencari ilmu hanya semata-mata bertujuan untuk memperoleh pekerjaan yang layak dengan pendidikannya? jelaskan argumen saudara dalam kapasitasnya sebagai seorang muslim yang berpedoman kepada Alquran dan as-Sunnah. E. Umpan Balik1. Salim adalah putra dari pasangan Sulaiman dan Bilkis. Ia tumbuh dalam serba kekurangan, tetapi mempunyai cita-cita bagaimana keluar dari kemiskinan yang melanda keluarganya. Untuk itu, ia bercita-cita bagaimana bisa bersekolah setinggi-tingginya agar bisa bekerja dengan gaji banyak untuk meningkatkan taraf hidup keluarganya. Benarkah perbuatan salim tersebut? Lengkapi dengan argumen yang memadahi atas jawaban saudara.

Tindak LanjutCita-cita Salim untuk keluar dari kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup kedua orang tuanya itu merupakan perbuatan yang baik dan mulia, tetapi belum lengkap. Akan lebih baik kalau niatnya diluruskan dulu dengan niat-niat yang secara umum disyariatkan mengenai mencari ilmu, berbakti kepada kedua orang, menghilangkan kemiskinan, dan meningkatkan taraf hidup. Untuk itu niatnya haruslah mencakup sebagai berikut:

a. beribadah kepada Allah

b. melaksanakan kewajiban mencari ilmu

c. menghilangkan kebodohan

d. memerangi (jihad) kemiskinan

e. meraih kebahagiaan dunia-akhirat

f. berbakti kepada kedua orang tua

g. mendapat ridla dari Allah swt.

dengan niat-niat tersebut, Salim berada dalam koridor syariah.

2. Romdoni sejak kecil telah beragama Islam. Ia tumbuh sebagai orang desa. Kemampuannya dalam beragama hanya sekedar bisa membaca Alquran dan ibadah-ibadah lain seperti shalat, puasa, dan tolong menolong dalam hidup berketetanggaan. Dalam upacara-upacara keagamaan, ia tergolong rajin, umpama yasinan dan tahlilan. Pertanyannya, benarkan model keberagamaan Romdoni?

Tindak Lanjut Mengacu pada ayat yang pertama turun adalah perintah membaca, Alquran membahas soal ilmu hingga 854 kali, pertanyaan-pertanyaan dalam Alquran, apakah bersifat afirmasi, negasi, hipotetis yang secara keseluruhan mengajak untuk mencari tahu lebih lanjut di balik pertanyaan itu, dan hadis-hadis Nabi tentang ilmu yang begitu banyak, maka dapat dikatakan bahwa model keberagamaan Romdoni kurang benar.

Masuknya Islam Romdoni ke dalam Islam hanya memasuki pintu sebelah saja, yaitu pintu syahadad. Pintu sebelahnya adalah kesanggupan untuk melaksanakan perintah membaca (iqra). Dengan kebiasaan membaca, ia akan menjadi seorang muslim yang pintar. Orang pintar akan berhati-hati dalam melakukan aneka macam peribadatan, jangan sampai sekedar ikut-ikutan tanpa mengetahui dasar hukum boleh atau tidaknya.

Jika Romdoni mengetahui secara autentik tentang dasar-dasar, asal-usul, dan hukum tahlilan dan yasinan, tentu ia tidak akan ikut dalam kegiatan-kegiatan itu.jadi tindakan Romdoni dalam upacara tahlilan dan yasinan adalah salah jika diukur dari ajaran Islam yang autentik.

a. Nabi tidak pernah mencontohkan upacara tahlilan dan yasinan, dengan demikian kedua upacara itu termasuk bidah.

b. Hadis-hadis yang berkenaan dengan yasinan berkenaan dengan orang yang sudah meninggal tidak ada yang berkualitas hasan, apalagi shahih. Umumnya dalil-dalil tentang yasinan bersifat palsu.

c. Upacara tahlilan merupakan sinkretisme antara Islam dan Hindu-Budha, jadi mencampur-adukkan berbagai ajaran agama-agama ke dalam satu format ritual. Sementara itu, tuntutan Alquran adalah setiap umat Islam harus murni dalam menjalankan agamanya (QS al-Bayyinah:5).

Oleh karena itu, secara ideal, setiap umat Islam harus pintar dan tidak boleh bodoh. Bodoh ternyata suatu kesalahan, bukan sesuatu yang dimaklumi. 3. Undang-undang plagiarism bertentangan dengan etika keilmuan dalam Islam sebagaimana diungkapkan dalam hadis, bahwa siapa yang menyembunyikan ilmu ketika ada orang meminta atau bertanya kok tidak dilayani, maka ilmuwan tersebut kelak akan dicambuk dengan cambuk api. Agar ilmuwan tidak terancam dengan azab itu, karyanya dipublikasikan atau di-upload lewat internet. Ia ikhlash siapa saja mengambil manfaat akan ilmunya itu. bagaimana bisa terjadi dikatakan bahwa plagiarismsuatu kejahatan? Tindak LanjutSikap seorang menyedekahkan ilmunya dengan meng-upluad di internet sudah benar dan mulya tindakannya. Insya Allah ia sangat terbuka dengan siapapun di Tanya atau tidak ditanya. Ia akan lebih mulya kalau ilmunya dimanfaatkan orang tanpa meminta imbalan apapun termasuk harus dicantumkan namanya sebagai penemu gagasan. Yang menjadi persoalan adalah orang yang memanfaatkan ilmu orang lain hasil down load kemudian diakui sebagi gagasannya sendiri itulah yang disebut plagiarism.dengandemikian, plagiarism secara praktis adalah mencuri gagasan orang lain dan diakui sebagai gagasannya sendiri. Hal ini tentu merupakan suatu kejahatan intelektual. Tentu, menurut Islam pun tidak baik kalau orang melakukan plagiarisme karena salah satu tuntunan asasi Islam adalah kejujuran. Sebuah hadis menyebutkan bahwa kejujuran menuntun kepada kebaikan, dan kebaikan menuntun ke surga. Sebaliknya, kebohongan menuntun kepada kejahatan, dan kejahatan menuntun ke neraka. Oleh karena itu plagiarism dilarang keras dalam Islam. F. DAFTAR PUSTAKAAl-Quran al-Karim. Abd al-Baqi, Ahmad Fuad, [t.th.], al-Mujam al-Mufahras li Alfaz al-Quran al-Karim Indonesia: Maktabah Dahlan.

-------------al-Lulu wa al-Marjan, [t.th.] , Beirut: Dar al-Fikr.

al-ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad, 1964, al-Munqiz min ad-Dalal. Qahirah: Anglo al-Mishiriyyah.

A Kadir, Muslim, 2003, Ilmu Islam Terapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Kraar, Louis, 1988, The New Power of Asia dalam Reader Digest (edisi Asia), Vol.I.52. No.309, Desember.

Kemeney, John G, 1981, A Philoshopher Looks at Science. New York: Van Nostrand Reinhold.

Mazkur, Ibrahim, 1979, al-Mujam al-Falsafi. Qahirah: Jamhuriyyah Mishr al-Arabiyyah.

Rahmat, Jalaluddin, 1988, Islam Alternatif. Bandung: Mizan.

Runes, Dagobert D, 1976, Dictionary of Philosophy. Totowa-New Jersey: Little field & Adams Co.

Russel, Bertrand, 1979, Human Knowledge, Its Scope and Limits. Oxford: Oxford Press.

An-Nawawi, Muhiyyi ad-Din Abi Zakaria Yahya bin Syaraf, [T.TH.], Riyad ash-Shalihin. Surabaya: Syirkah Maktubah wa Mathbaah Ahmad bin Saad bin Nabhan wa Awladuh.

Santosa, Fatah (et all), 2003, Studi Islam 3, Surakarta: Lembaga Studi Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Shihab, M.Quraish, 1992, Membumikan Al-Quran. Bandung: Mizan.

At-Turmuzi, Abi Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, [t.th.], Sunan at-Turmuzi,IV. Semarang: Thaha Putra. myshandy.multiply.com/journal/item/58 syahdan-gafur.blogspot.com ratna-ayu.blogspot.com/2010/05www.walhi-jogja.or.idUnsur Dasar 1

Kegiatan salat

Faktor penghambat:

- Dilaksanakan di sembarang tempat

- Sering telat

- Tidak berjamaah

- Pakaian kotor

- Bau badan tak sedap

- Sering kosong salat

-Tidak tahu arti bacaan salat

- Tidak tumakninah

- Hanya formalitas

dll

Unsur Dasar 2

Tidak khusyu

Syarat rukun tidak terpenuhi

Kekejian muncul

Korupsi

Mabuk

Zina

Ngedrugs

Mencuri

dll

Predikat shalih hilang

Suka menolong orang

Jujur

Amanah

Tawadu

Tenang pembawaannya

Berbakti

Unsur Dasar 2

khusyu

Syarat dan rukun terpenuhi

Faktor pendukung:

-Dilaksanakan di masjid

- awal waktu

- berjamaah

- Pakaian bersih

- Bau badan sedap

-Memakai wewangian

- istiqamah

- Tahu arti bacaan salat

- Tumakninah

- Memenuhi sunah

-Lokasi shalat bagus

Unsur Dasar 1 Kegiatan salat

Muncul predikat shalih

p2

p3

p4

p5

p6

p7

p8

T1

T2

T3

T4

Ilmu / Sains

P1

pemahaman

Al Quran

Sumber ilmu

Allah SWT (AlAlim: Yang Maha Tahu)

Wahyu

Muhammd

Untuk umat manusia

Memiliki potensi: akal

Indra

intuisi

Ilmu Quraniyah

Ilmu perilaku

Ilmu kealaman

Fikih, tauhid

filsafat Islam

tafsir

hadis

nahwu sharaf

dll

Etika-akhlak

Ilmu-ilmu praktis

Ilmu-ilmu teknik

Ilmu kedokteran

Ilmu keperawatan

Ilmu keperawatan

Botani

Zologi

Geologi

Astrologi

Oceanologi

dll

Kualitas hidup baik: takwa.shalih,dll

Kebahagiaan dunia-akhirat

ontologi

tauhid

epistemologi

aksiologi