24
 AT RESIA BILIARI S I. PENDAHULUAN Atresia biliaris merupakan suatu keadaan di mana sistem bilier ekstrahepatik mengalami hambatan atau tidak ada sama sekali sehingga mengakibatkan obstruksi  pada aliran empedu. (1,2,3)  Kel ai nan ini merupakan sala h satu penye bab utama kolestasis yang harus segera mendapat terapi bedah bahkan tranplantasi hati pada kebanya kan bayi bar u lahir . (1,2,3,4,5)  Jik a tid ak segera dib edah , maka sir osi s bil ier sekund er dapat tera di. (4)  !as ien dengan atr esi a bil iar is dapa t dibagi menadi 2 kelompok yakni, atresia biliaris terisolasi yang teradi pada "5#"$% pasien, namun menurut &assan dan 'illiam, presentasenya dapat menapai 5#*$% pasien (bukti atres ia diketahui pada mingg u ke 2# pasa lahir), dan pasien yang mengal ami situs in+ersus atau polyspleniaasplenia dengan atau tanpa kelainan kongenital lainnya, yang teradi pada 1$#35% ka sus (bukti atresia diketahui - 2 minggu pasa lahir). (1,2) Gambar 1: Atresia Biliaris, dikuti dari keustakaa! 1 1

Atresia Biliaris - azis aai

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Atresia Biliaris - azis aai

Citation preview

ATRESIA BILIARIS

I. PENDAHULUANAtresia biliaris merupakan suatu keadaan di mana sistem bilier ekstrahepatik mengalami hambatan atau tidak ada sama sekali sehingga mengakibatkan obstruksi pada aliran empedu.(1,2,3) Kelainan ini merupakan salah satu penyebab utama kolestasis yang harus segera mendapat terapi bedah bahkan tranplantasi hati pada kebanyakan bayi baru lahir.(1,2,3,4,5) Jika tidak segera dibedah, maka sirosis bilier sekunder dapat terjadi.(4) Pasien dengan atresia biliaris dapat dibagi menjadi 2 kelompok yakni, atresia biliaris terisolasi yang terjadi pada 65-60% pasien, namun menurut Hassan dan William, presentasenya dapat mencapai 85-90% pasien (bukti atresia diketahui pada minggu ke 2-8 pasca lahir), dan pasien yang mengalami situs inversus atau polysplenia/asplenia dengan atau tanpa kelainan kongenital lainnya, yang terjadi pada 10-35% kasus (bukti atresia diketahui < 2 minggu pasca lahir).(1,2)

Gambar 1: Atresia Biliaris, dikutip dari kepustakaan 1

Kelainan patologi sistem bilier ekstrahepatik berbeda-beda pada setiap pasien. Namun jika disederhanakan, maka kelainan patologis itu dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi atresia yang sering ditemukan:(1) Tipe 1: terjadi atresia pada ductus choledocus Tipe II: terjadi atresia pada ductus hepaticus communis, dengan stuktur kistik ditemukan pada porta hepatis Type III (ditemukan pada >90% pasien): terjadi atresia pada ductus hepaticus dextra dan sinistra hingga setinggi porta hepatis.Varian-varian di atas tidak boleh disamakan dengan hipoplasia bilier intrahepatis yang tidak dapat dikoreksi meskipun dengan pembedahan sekali pun.(1)

II. INSIDENSInsidens terjadinya atresia biliaris di Amerika Serikat adalah 1 per 10.000-15.000 kelahiran hidup.(1,2) Sedangkan secara internasional, insidens atresia biliaris termasuk tinggi di populasi asia. Dan atresia biliaris lebih sering ditemukan pada bayi-bayi Cina dibanding pada bayi-bayi di Jepang. Insidens tinggi juga ditemukan pada pasien dengan ras kulit hitam yang dapat mencapai 2 kali lipat insidens bayi ras kulit putih.1,5 Dari segi gender, atresia biliaris lebih sering ditemukan pada anak perempuan. Dari segi usia, atresia biliaris lebih sering ditemukan pada bayi-bayi baru lahir dengan rentang usia kurang dari 8 minggu.(1)

III. ETIOLOGIAtresia biliaris jarang ditemukan pada bayi lahir mati ataupun bayi prematur yang semakin mendukung kemungkinan etiologi pada akhir masa kehamilan. Sebaliknya, pada bayi yang mengalami hepatitis neonatal, yang merupakan diagnosis banding utama atresia biliaris,lebih sering terjadi pada bayi prematur, kecil masa kehamilan (KMK) ataupun keduanya.(1,5) Adapun beberapa etiologi yang dapat menyebabkan atresia biliaris antara lain: Agen infeksius Belum ditemukan satu agen pasti yang dapat menyebabkan atresia biliaris, meskipun peranan organisme infeksius sudah dipelajari secara luas.(1,2,5) Fischler dkk melaporkan infeksi sitomegalovirus pada 25% bayi yang menderita atresia biliaris. Menariknya, beberapa peneliti melaporkan adanya peningkatan infeksi sitomegalovirus yang lebih tinggi lagi pada bayi-bayi yang menderita hepatitis neonatus idiopatik. Hal ini semakin mendukung konsep yang menjelaskan bahwa kelainan atresia biliaris memiliki spektrum patologis yang sama dengan hepatitis neonatus idiopatik.(1) Investigasi pada reovirus tipe 3 justru menghasilkan hasil yang berlawanan. Wilson dkk menemukan virus ini merusak duktus biliaris dan hepatosit pada tikus. Sedangkan pada penelitian lain, Steele dkk gagal menemukan bukti infeksi pada bayi yang mengalami kolestasis. Penelitian lain sudah berusaha mencari peran rotavirus grup A, B dan C serta virus hepatitis A, B, C yang biasa menyerang hati, namun hingga kini belum ditemukan hubungan yang dapat menyebabkan atresia biliaris.(1,2,6,7) Faktor genetikAdanya bentuk atresia biliaris yang terjadi pada usia di bawah 2 minggu kehidupan yang selalu berasosiasi dengan kelainan kongenital lainnya, memberikan kemungkinan adanya hubungan antara faktor genetis dengan insidens atresia biliaris. Beberapa penelitian telah menemukan adanya mutasi genetis spesifik pada tikus yang mengalami heterotaksi viseral dan kelainan jantung, yang mana kelainan ini menyerupai bentuk kelainan yang ditemukan pada atresia biliaris tipe yang usia bayinya < 2 minggu. Abnormalitas genetik lainnya termasuk delesi gen c-jun tikus (sebuah faktor transkripsi proto-oncogen) dan mutasi faktor gen transkripsi homeobox yang berhubungan dengan kelainan hati dan limpa. Tapi masih belum dapat dijelaskan hubungan langsung antara mutasi gen ini dengan atresia biliaris.(1,2,7) Penyebab lainKelainan pada proses sintesis asam empedu dicurigai juga sebagai penyebab atresia biliaris. Faktanya, asam empedu memang memiliki kontribusi yang besar terhadap kerusakan hepatoseluler dan kerusakan ductus bilier pada semua pasien atresia biliaris. Namun tetap saja, tidak ditemukan hubungan pasti antara kelainan pembentukan asam empedu dengan peristiwa terbentukanya atresia biliaris.(2) Beberapa peneliti lain berusaha mempelajari efek agen potensial lain seperti teratogen dan faktor imunologis. Tapi lagi-lagi, belum ditemukan hubungan yang jelas antara atresia biliaris dengan faktor-faktor tersebut.(1,2)

IV. ANATOMI SISTEM BILIER EKSTRAHEPATIKSistem bilier esktrahepatik terdiri atas:(8)a) Vesica Fellea = GallbladderVesica fellea merupakan suatu kantong berbentuk memanjang, berjalan dari caudo-anterior pada fossa vesica fellea ke cranio-posterior sampai porta hepatis. Mempunyai dua facies, yaitu facies anterior yang berhubungan dengan dasar fossa vesica fellea, dan facies posterior yang ditutupi oleh peritoneum.Morfologi vesica fellae terdiri dari corpus, collum dan fundus. Fundus vesica fellea terletak pada tepi costa 8 9 dextra, di sebelah lateral m.rectus abdominis, yaitu pada arcus costarum dextra. Berbatasan di dorso-caudal dengan colon transversum dan pars descendens duodeni. Mucosa vesica fellea berlipat-lipat membentuk villi, disebut plicae tunicae mucosae. Kadang-kadang fundus vesica fellea seluruhnya dibungkus oleh peritoneum sehingga seakan-akan mempunyai mesenterium, dan kelihatan fundus tergantung pada hepar.Vascularisasi: a.cystica, suatu cabang dari a.hepatica propria dextra; vena cystica bermuara ke dalam ramus dextra yang portae.Innervasi: cabang-cabang dari plexus coeliacus.Lymphe drainage: menuju ke lymphonodi hepatici.b) Ductus CysticusMerupakan lanjutan dari vesica fellea, terletak pada porta hepatis. Panjangnya kira-kira 3 4 cm. Pada porta hepatis ductus cysticus mulai dari collum vesicae fellea, kemudian berjalan ke postero-caudal di sebelah kiri collum vesicae felleae. Lalu bersatu dengan ductus hepaticus communis membentuk ductus choledochus. Mucosa ductus ini berlipat-lipat terdiri dari 3 12 lipatan, berbentuk spiral yang pada penampang longitudional terlihat sebagai valvula, disebut valvula spiralis [Heisteri].c) Ductus HepaticusDuctus hepaticus berasal dari lobus dextra dan lobus sinistra bersatu membentuk ductus hepaticus communis pada porta hepatis dekat pada processus papillaris lobus caudatus. Panjang ductus hepaticus communis kurang lebih 3 cm. Terletak di sebelah ventral a.hepatica propria dextra dan ramus dextra vena portae. Bersatu dengan ductus cysticus menjadi ductus choledochus.

d) Ductus CholedochusMempunyai panjang kira-kira 7 cm, dibentuk oleh persatuan ductus cysticus dengan ductus hepaticus communis pada porta hepatis. Di dalam perjalanannya dapat di bagi menjadi tiga bagian, sebagai berikut :1. bagian yang terletak pada tepi bebas ligamentum hepatoduodenale, sedikit di sebelah dextro-anterior a.hepatica communis dan vena portae;2. bagian yang berada di sebelah dorsal pars superior duodeni, berada di luar lig.hepatoduodenale, berjalan sejajar dengan vena portae, dan tetap di sebelah dextra vena portae ;3. bagian caudal yang terletak di bagian dorsal caput pancreatis, di sebelah ventral vena renalis sinistra dan vena cava inferior.Pada caput pancreatis ductus choledochus bersatu dengan ductus pancreaticus Wirsungi membentuk ampulla, kemudian bermuara pada dinding posterior pars descendens duodeni membentuk suatu tonjolan ke dalam lumen, disebut papilla duodeni major.

Gambar 2 Anatomi Sistem Bilier Ekstra-hepatik dikutip dari kepustakaan 9V. PATOFISIOLOGIMeskipun gambaran histopatologi atresia biliaris sudah dipelajari secara ekstensif dalam spesimen bedah yang telah dieksisi dari sistem bilier ekstrahepatik bayi yang telah mengalami portoenterostomy, namun patogenesis kelainan ini masih belum sepenuhnya dipahami. Hasil penelitian terbaru telah mempostulasikan malformasi kongenital pada sistem ductus bilier sebagai penyebabnya. Tapi bagaimana pun juga kebanyakan bayi baru lahir dengan atresia biliaris, ditemukan lesi inflamasi progresif yang menandakan telah terjadi suatu infeksi dan/atau gangguan agen toksik yang mengakibatkan terputusnya ductus biliaris.(1)Pada tipe III, varian histopatologis yang sering ditemukan, sisa jaringan fibrosis mengakibatkan sumbatan total pada sekurang-kurangnya satu bagian sistem bilier ekstrahepatik. Ductus dalam hati, yang memanjang hingga ke porta hepatis, pada awalnya paten hingga beberapa minggu pertama kehidupan tetapi dapat rusak secara progresif oleh karena serangan agen yang sama dengan yang merusak ductus ekstrahepatik maupun akibat efek racun empedu yang tertahan lama dalam ductus ekstrahepatik.(1) Peradangan aktif dan progresif yang terjadi pada pengrusakan sistem bilier dalam penyakit atresia biliaris merupakan suatu lesi dapatan yang tidak melibatkan satu faktor etiologik saja. Namun agen infeksius dianggap lebih memungkinkan menjadi penyebab utamanya, terutama pada kelainan atresia yang terisolasi. Beberapa penelitian terbaru telah mengidentifikasi peningkatan titer antibodi terhadap reovirus tipe 3 pada pasien - pasien yang mengalami atresia. Peningkatan itu terjadi pula pada rotavirus dan sitomegalovirus.(1)

VI. DIAGNOSISA. Gambaran Klinis AnamnesisTanpa memperhatikan etiologi, gambaran klinis pada semua bayi yang mengalami kolestasis sangat mirip. Gejala utamanya antara lain ikterus, urin yang menyerupai teh pekat dan feses warna dempul. Pada kebanyakan kasus, atresia biliaris ditemukan pada bayi yang aterm, meskipun insidens yang lebih tinggi lagi ditemukan pada yang BBLR (berat bayi lahir rendah). Pada kebanyakan kasus, feses akolik tidak ditemukan pada minggu pertama kehidupan. Tapi beberapa minggu setelahnya. Nafsu makan,pertumbuhan dan pertambahan berat badan biasanya normal.(1,2,6) Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik tidak dapat mengidentifikasi semua kasus atresia biliaris. Tidak ada temuan patognomonik yang dapat digunakan untuk mendiagnosisnya. Beberapa tanda klinis yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik atresia biliaris, antar lain:(1) Hepatomegali dapat ditemukan lebih dahulu pada palpasi abdomen. Splenomegali juga dapat ditemukan, dan apabila sudah ada splenomegali, maka kita dapat mencurigai telah terjadi sirosis dengan hipertensi portal. Ikterus yang memanjang pada neonatus, lebih dari 2 minggu Pada pasien dengan sindrom asplenia, dapat ditemukan garis tengah hepar pada palpasi di area epigastrium. Ada kemungkinan terjadi kelainan kongenital lain seperti penyakit jantung bawaan, terutama apabila ditemukan bising jantung pada pemeriksaan auskultasi.B. Pemeriksaan LaboratoriumSerum bilirubin (total dan direk): hiperbilirubinemia terkonjugasi, didefinisikan sebagai peningkatan bilirubin terkonjugasi lebih dari 2 mg/dL atau lebih dari 20% total bilirubin.(1,2,6) Menariknya, bayi dengan atresia biliaris menunjukkan peningkatan moderat pada bilirubin total, yang biasanya antara 6-12 mg/dl, dengan fraksi terkonjugasi mencapai 50-60% dari total bilirubin serum.(1)Memeriksa kadar alkaline phosphatase (AP), 5' nucleotidase, gamma-glutamyl transpeptidase (GGTP), serum aminotransferases dan serum asam empedu.(1,2,6)Pada semua tes ini, terjadi peningkatan baik dalam hal sensitivitas maupun spesifitas. Sayangnya, tidak ada satu pun pemeriksaan biokimia yang dapat membedakan secara akurat antara atresia biliaris dengan penyebab kolestasis lain pada neonatus.(1)Sebagai tambahan terhadap hiperbilirubinemia terkonjugasi (temuan universal terhadap semua bentuk kolestasis neonatus), abnormalitas pemeriksaan enzim termasuk peningkatan level AP. Pada beberapa kasus, peningkatan AP akibat sumber skeletal dapat dibedakan dengan yang berasal dari hepar dengan menghitung fraksi spesifik hati, 5` nucleotidase.(1)GGTP merupakan protein membrane integral pada kanalikuli bilier dan mengalami peningkatan pada kondisi kolestasis. Kadar GGTP berhubungan erat dengan kadar AP dan mengalami peningkatan pada semua kondisi yang berkaitan dengan obstruksi bilier. Tapi bagaimana pun juga terkadang kadar GGTP normal pada beberapa bentuk kolestasis akibat kerusakan hepatoseluler.(1)Kadar aminotransferase tidak terlalu menolong dalam menegakkan diagnosis secara khusus, meskipun peningkatan kadar alanine transferase (>800 IU/L) mengindikasikan kerusakan hepatoseluler yang signifikan dan lebih konsisten pada kondisi sindrom hepatitis neonatus.(1,2)Serum alpha1-antitrypsin dengan Pi typing: defisiensi alpha1-antitrypsin sering diturunkan secara genetis pada kebanyakan penyakit hati herediter yang tampilan klinisnya berupa kolestasis. Fenotip PiZZ abnormal, dapat ditentukan dari elektroforesis yang berkaitan dengan kolestasis neonatal pada sekitar 10% pasien.(1,2,6) Sweat chloride (Cl): keterlibatan traktus biliaris merupakan salah satu komplikasi yang sangat sering ditemukan pada kistik fibrosis dan untuk membedakannya dari atresia biliaris, maka perlu dilakukan iontoforesis sweat chloride.(1,2,6)C. Pemeriksaan Radiologis Ultrasonography (USG)Sindrom kolestasis neonatus dapat dibedakan dengan anomali sistem bilier ekstrahepatik dengan menggunakan USG, terutama kista koledokal. Saat ini, diagnosis kista koledokal harus dibuat dengan menggunakan USG fetal in utero.(1,2,6)Pada atresia biliaris, USG dapat menunjukkan ketiadaan kantung empedu dan tidak berdilatasinya jalur bilier. Sayangnya, sensitifitas dan spesifisitas temuan ini, bahkan untuk di pusat pemeriksaan yang berpengalaman, tidak mencapai 80%. Karena alasan ini, USG dianggap tidak menunjang untuk mengevaluasi atresia biliaris.(1) Namun ada sejumlah peneliti yang menyatakan bahwa sensitivitas dan spesifisitas USG terutama yang berfrekuensi tinggi dapat mencapai 90% lebih.(10, 11)

Gambar 3: Atresia biliaris dan kista sentral. Sonogram oblique yang menggambarkan atresia biliaris dan kista sentral besar pada porta hepatis. Dikutip dari kepustakaan 12

Hepatobiliary scintiscanning (HSS)Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengevaluasi bayi yang dicurigai mengalami atresia biliaris. Bukti gambaran unequivocal pada ekskresi usus yang sudah diberi radiolabel dapat menunjukkan patensi sistem bilier ekstrahepatik.(1) Bahkan pada atresia biliaris tiper asplenia, scintiscanning dapat mendiagnosis atresia biliaris meskipun tanpa harus ada upaya biopsi.(13)Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan ini. Pertama, realibilitas scintiscan dapat berkurang jika kadar bilirubin terkonjugasi sangat tinggi (>20 mg/L). Kedua, tes ini memiliki tingkat positif palsu dan negatif-palsu mencapai 10%.(1)

Gambar 4: HSS pada pasien dengan atresia biliaris yang menunjukkan tidak adanya ekskresi marker ke usus dalam 24 jam. Dikutip dari kepustakaan 12

Magnetic Resonance Cholangiography (MRC)Meskipun belum digunakan seluas US, MRC dapat menjadi alternatif pilihan untuk mendiagnosis atresia biliaris. MRC dapat diaplikasikan untuk membedakan atresia bliaris, kolelitiasis, kista koledokal, dan tranplantasi hati.14, 15

Gambar 5: MRC pada bayi umur 2 bulan yang dicurigai menderita atresia biliaris pada pemeriksaan US. Proyeksi intensitas maksimum MRC memberikan gambaran sistem bilier normal dan kantung empedu yang juga normal (*). Dikutip dari kepustakaan 14.

Gambar 6: Tanda panah pada gambar menunjukkan area triangular MRC yang memiliki intensitesa tinggi namun tidak menunjukkan adanya sistem duktus ekstrahepatik pada bayi baru lahir. Dikutip dari kepustakaan 15. Kolangiografi IntraoperatifPemeriksaan ini secara definitif dapat menunjukan kelainan anatomis traktus biliaris. Kolangiografi intraoperatif dilakukan ketika biopsi hati menunjukkan adanya etiologi obstruktif. Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode memasukkan kontras ke dalam saluran empedu lalu kemudian difoto X-Ray ketika laparotomi eksploratif dilaksanakan. Pemeriksaan ini dilakukan ketika pemeriksaan biopsi dan scintiscan gagal menunjukkan hasil yang adekuat. (1,6)

Gambar 7 Kolangiogram intraoperatif menggambarkan pengisian kista dan dilatasi sedang duktus intrahepatis tapi tidak ada hubungan langsung ke duodenum. Dikutip dari kepustakaan 12.

D. Pemeriksaan Histopatologis Biopsi hati perkutaneusBiopsi perkutaneus hati diketahui secara luas sebagai teknik paling terpercaya dalam mengevalusia kolestasis neonatus. Tingkat morbiditasnya rendah pada pasien yang tidak mengalami koagulopati. Ketika diperiksa oleh patolog yang berpengalaman, suatu spesimen biopsi yang adekuat, dapat membedakan penyebab kolestasis akibat gangguan obstruksi dengan hepatoseluler, dengan tingkat sensivisitas dan spesifisitas mencapai 90% untuk atresia biliaris.(1,2)

Gambar 8 Proliferasi duktus biliaris dengan pewarnaan HE pada pasien atresia biliaris, dikutip dari kepustakaan 1.Pada beberapa kondisi kolestasis, termasuk atresia biliaris, dapat menunjukan perubahan pola histolpatologis. Sehingga perlu dilakukan biopsi serial dengan interval 2 minggu untuk mencapai diagnosis yang definitif. (1) Temuan HistologisMeskipun ada yang fakta yang menyebutkan bahwa atresia biliaris dapat terjadi karena faktor ontogenik dan dapatan, namun tidak ada temuan histologis kualitatif yang dapat menunjukkan karaktersitik perbedaan keduanya. Spesimen bedah menunjukkan spektrum abnormalitas, termasuk inflamasi aktif yang disertai degenerasi duktus biliaris, suatu rekasi inflamasi kronik yang disertai proliferasi elemen duktus dan glandular serta fibrosis. Progresifitas kelainan ini dapat dikonfirmasi melalui gambaran histologisnya.(1,2) Bukti adanya obstuksi pada traktus biliaris menentukan apakah bayi membutuhkan laparatomi eksplorasi dan kolagiografi intraoperatif. Proliferasi portal duktus biliaris, pengisian emepdu, fibrosis portal-portal dan reaksi inflamasi akut merupakan karakteristik temuan penyebab obstruksi pada kolestasis neonatus.(1,2) Pewarnaan Periodic Acid-Schiff (PAS) pada jaringan biopsi dapat digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis defisiensi alpha1-antitrypsin dengan adanya temuan intraseluar berupa granul-granul PAS-positif yang resisten terhadap percernaan oleh diastase.(1,2)

Gambar 9: Gambaran histologis atresia biliaris. Gambar ini menunjukkan stadium akhir sirosis biliaris dengan mikronodul (tanda panah sebelah kanan). Fibrosis perivaskuler yang ekstensif (tanda panah sebelah kiri) dan area kista (tanda panah yang tengah) pada hilum hepatis. Dikutip dari kepustakaan 12.

VII. PENATALAKSANAAN

Terapi medikamentosa 1

1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu (asam litokolat), dengan memberikan : Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral. Fenobarbital akan merangsang enzim glukuronil transferase (untuk mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk); enzim sitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+ K+ ATPase (menginduksi aliran empedu). Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu. Kolestiramin memotong siklus enterohepatik asam empedu sekunder.

2) Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam ursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.

Terapi nutrisi, yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin, yaitu : 1) Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) untuk mengatasi malabsorpsi lemak. 2) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larutdalam lemak.

Terapi bedah 2,6Kasai ProsedurProsedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu ke usus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan pembedahan yang disebut prosedur Kasai. Pembedahan akan berhasil jika dilakukan sebelum bayi berusia 8 minggu. Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.

Gambar 5. Kasai ProsedureProsedur kasai bisa membuat sebagian pasien berumur panjang. Namun, fungsi hati pada sebagian pasien lainnya semakin memburuk. Umumnya, pasien datang ke rumah sakit dalam kondisi yang sudah buruk, yakni saat bayi berusia lebih dari dua bulan. Penderita penyakit ginjal memiliki alternatif pengobatan dialisa, tetapi tidak demikian halnya dengan penderita penyakit hati yang berat. Jika hati sudah tidak berfungsi lagi, maka satu-satunya pilihan pengobatan adalah pencangkokkan hati.Pencangkokan atau Transplantasi HatiTransplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia bilier dansurvival rate after surgery has increased kemampuan hidup setelah operasi meningkatdramatically in recent years. secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir.Children Anak-anakwith biliary atresia are now living into dengan atresia bilier sekarang dapat hidup hinggaadulthood, some even having children of dewasa, beberapa bahkan telah mempunyai anak.10Because biliary atresia is not an Improvements in transplant surgery haveKemKeKemajuan dalam operasi transplantasi telahalso led to a greater availability of livers juga meningkatkan kemungkianan untuk dilakukannya for transplantation in children with bitransplantasi pada anak-anak dengan atresia bilier. In the past, only livers from small Di masa lalu, hanya hati dari anak kecil yang yangyyyy tdapat digunakan untuk transplatasi karena ukuran hatihad to match. harus cocok. Recently, advanced methods Baru-baru ini, telah dikembangkan untuk menggunakan bagian dariadult's liver, called reduced size or split hati orang dewasa, yang disebut "reduced size" atau "splitliver transplants, for transplant in a child liver" transplantasi, untuk transplantasi pada anak with biliary atresia.dengan atresia bilier.

II.10. KomplikasiKolangitis: komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis. This occurs particularly in the first weeks or months after the Kasai procedure in 30-60% of cases (72, 73). Hal ini terjadi terutama dalam minggu-minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak 30-60% kasus. This infection may be severe and sometimes fulminant. Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan. There are signs of sepsis (fever, hypothermia, impaired haemodynamic status), recurrent jaundice, acholic stools and perhaps abdominal pain. Ada tanda-tanda sepsis (demam, hipotermia, status hemodinamik terganggu), ikterus yang berulang, feses acholic dan mungkin timbul sakit perut.The diagnosis can be confirmed by cultures of blood and/or liver biopsies (73). Diagnosis dapat dipastikan dengan kultur darah dan / atau biopsi hati. The treatment requires IV antibiotics, and effective intravenous resuscitation. Portal hypertension: Portal hypertension occurs in at least two-thirds of the children after portoenterostomy (74, 75), even in those with complete restoration of the bile flow.Hipetensi portal: Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak setelah portoenterostomy.The most common site of varices are in the oesophagus, stomach, at the site of the Roux loop anastomosis and the anorectum. Hal paling umum yang terjadi adalah varises esofagus.If the Kasai operation has clearly failed with poor biochemical liver function and persisting jaundice then liver transplantation is indicated. In those cases with good liver function and an absence of jaundice, endoscopic therapy may be the only treatment necessary (76, 77). Hepatopulmonary syndrome and pulmonary hypertension: As in patients with other causes of spontaneous (cirrhosis or prehepatic portal hypertension) or acquired (surgical) portosystemic shunts, pulmonary arteriovenous shunts may occur even after complete clearance of jaundice (hepatopulmonary syndrome).Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal: Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic hipertensi portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts pada arterivenosus pulmo mungkin terjadi.Typically this causes hypoxia, cyanosis, dyspnoea and digital clubbing, the diagnosis being confirmed by confirmed by pulmonary scintigraphy. Biasanya, hal ini menyebabkan hipoksia, sianosis, dan dyspneu. Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphy paru. Alternatively, pulmonary hypertension can occur in cirrhotic children and be a cause of malaise and even sudden death.Selain itu, hipertensi pulmonal dapat terjadi pada anak-anak dengan sirosis yang menjadi penyebab kelesuan dan bahkan kematian mendadak.The diagnosis in these cases is suggested by echocardiography. Diagnosis dalam kasus ini dapat ditegakan oleh echocardiography.Liver transplantation reverses pulmonary shunts (81), and can reverse pulmonary hypertension at its early stage (82). Transplantasi liver dapat membalikan shunts, dan dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula.Malignancies: Hepatocarcinomas, hepatoblastomas (84) and cholangiocarcinomas (85) have been described in the cirrhotic livers of patients with BA, in childhood or adulthood.Keganasan: Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat timbul pada pasien dengan atresia bilier yang telah mengalami sirosis.Screening for malignancy has to be performed regularly in the follow-up of patients with successful Kasai operations. Skrining untuk keganasan harus dilakukan secara teratur dalam tindak lanjut pasien dengan operasi Kasai yang berhasil.

Outcome after unsuccessful Kasai operationHasil setelah gagal operasi Kasai Biliary cirrhosis is progressive if the Kasai operation fails to restore the bile flow, and should lead to liver transplantation.Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk memulihkan aliran empedu, dan pada keadaan ini harus dilakukan transplantasi hati.This is usually performed in the second year of life, but may be necessary earlier (from 6 months of life) in case of rapid deterioration in the liver disease. Hal ini biasanya dilakukan di tahun kedua kehidupan, namun dapat dilakukan lebih awal (dari 6 bulan hidup) untuk mengurangi kerusakan dari hati. Biliary atresia represents more than half of the indications for liver transplantation in childhood. Atresia bilier mewakili lebih dari setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di masa kanak-kanak. It may also be required in those cases where there is an initially successful outcome after the Kasai operation usually due to recurrence of jaundice (secondary failure of the Kasai operation), or to various complications of cirrhosis (eg hepatopulmonary syndrome). Hal ini juga mungkin diperlukan dalam kasus-kasus dimana pada awalnya sukses setelah operasi Kasai tetapi timbul ikterus yang rekuren (kegagalan sekunder operasi Kasai), atau untuk berbagai komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom).11

VIII. PROGNOSISSebelum ditemukan transplantasi hati sebagai terapi pilihan pada anak dengan penyakit hati stadium akhir, angka kelangsungan hidup jangka panjang pada anak penderita atresia biliaris yang telah mengalami portoenterostomy adalah 47-60% dalam 5 tahun dan 25-35% dalam 10 tahun. Sepertiga dari semua pasien ini , mengalami gangguan aliran empedu setelah mendapat terapi bedah,sehingga anak-anak ini terpaksa menderita komplikasi sirosis hepatis pada beberapa tahun pertama kehidupan mereka meskipun transplantasi hati sudah dilakukan. Komplikasi yang dapat terjadi setelah portoenterostomi antara lain kolangitis (50%) dan hipertensi portal (>60%).(1)

DAFTAR PUSTAKA1. Schwarz SM. Pediatric biliary atresia. [online]. April 2009. [cited February 2011]. Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/927029-overview 2. Kader H, Balesteri W. Neonatal cholestasis. In: Kliegman RM, Behrman RM, Jenson HB, Stanton BF, Eds. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th Ed. Philadelphia: Elsevier Churchill Livingstone; 2007. p.3533. Serinet MO, Wildhaber BE, Broue P, Lachaux A, Sarles J, Jacquemin E, et al. Impact of age at kasai operation on its results in late childhood and adolescence: a rational basis for biliary atresia screening. In: Pediatrics Journal Vol. 123 No. 5 Illinois;2009. p.1280-12864. Crawford JM. Hati dan saluran empedu. Dalam: Kumar, Cotran, Robins, Eds. Buku Ajar Patologi Vol. 2. Edisi 7. Jakarta: EGC; 2007. h.7085. Yoon PW, Bresee JS, Olney RS, James LM, Khoury MJ. Epidemiology of biliary atresia: a population-based study. In: Pediatrics Journal Vol. 99. Ilinois; 1997. p. 376-382 6. Benchimol EI, Walsh CM, Ling SC. Early diagnosis of neonatal cholestatic jaundice: test at 2 weeks. In: Clinical Review Canadian Family Physician Vol. 55. Canada; 2009. p.1185-11897. Moore TC. Pathogenesis of biliary atresia. In: Pediatrics Journal Vol. 78. Illinois; 1978. p.183.8. Datu, AR. Viscera abdominis. Dalam: Diktat Anatomi Abdomen. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2004. h.29-309. Anonim. Gall blader picture. [online]. 2011. [cited February 2011]. Available from URL: http://medicalimages.allrefer.com/large/biliary-obstruction-series.jpg10. Farrant P, Meire HB, Vergani M. Improved diagnosis of extraheptic biliary atresia by high frequency ultrasound of the gall bladder. In: The British Journal of Radiology Vol.74. London; 2001. p95295411. Lee MS, Kim MJ, Yoon CS, Lee MJ, Han SJ, Oh JT, et al. Biliary atresia: color dopler us findings in neonates and infants. In: Radiology Journal Vol. 252. No.1. US; 2009. p283-28912. Zukotynski K, Babin PS. Biliary atresia imaging. [online]. October 2009. [cited February 2011]. Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/927029-media13. Abut E, Akkaya L, Uysal U, Arman A, Guveli H, Bolukbas C, et al. Selective spleen scintigraphy in the diagnosis of polysplenia syndrome. In: The British Journal of Radiology Vol.77. London; 2004. p.698700 14. Metreweli C, So NMC, Chu WCW, Lam WWM. Magnetic resonance cholangiography in children. In: The British Journal of Radiology Vol.77. London;2004. p.1059106415. Kim MJ, Park YN, Han SJ, Yoon CS, Yoo HS, Hwang EH, et al. Biliary atresia in neonates and infants: triangular area of high signal intensity in the porta hepatis at t2-weighted mr cholangiography with us and histopathologic correlation. In: Radiology Journal Vol. 215 No. 2. US; 2000. p.353-40116. Willlot S, Uhlen S, Michbaud L, Briand G, Bonnevalle E, Sfeir R, et al. Effect of ursodeoxycholic acid on liver function in children after successful surgery for biliary atresia. In: Pediatrics Journal Vol.122. No. 7. Illinois; 2008. p.1236-123817. Kotb M A, Sheba M, Koofy NE, Mansour S, Karaksy HME, Dessouki ME, et al. Post-portoenterostomy triangular cord sign prognostic value in biliary atresia: a prospective study.In: The British Journal of Radiology Vol.78. London; 2005. p.884-887

23