Atresia Biliaris Coba-coba

Embed Size (px)

Citation preview

BILIARY ATRESIA

I. PENDAHULUANAtresia biliaris merupakan suatu keadaan di mana sistem bilier ekstrahepatik mengalami hambatan atau tidak ada sama sekali sehingga mengakibatkan obstruksi pada aliran empedu.(1,2,3) Kelainan ini merupakan salah satu penyebab utama kolestasis yang harus segera mendapat terapi bedah bahkan tranplantasi hati pada kebanyakan bayi baru lahir.(1,2,3,4,5) Jika tidak segera dibedah, maka sirosis bilier sekunder dapat terjadi.(4) Pasien dengan atresia biliaris dapat dibagi menjadi 2 kelompok yakni, atresia biliaris terisolasi yang terjadi pada 65-60% pasien, namun menurut Hassan dan William, presentasenya dapat mencapai 85-90% pasien (bukti atresia diketahui pada minggu ke 2-8 pasca lahir), dan pasien yang mengalami situs inversus atau polysplenia/asplenia dengan atau tanpa kelainan kongenital lainnya, yang terjadi pada 10-35% kasus (bukti atresia diketahui < 2 minggu pasca lahir).(1,2)

Gambar 1: Atresia Biliaris, dikutip dari kepustakaan 1

Kelainan patologi sistem bilier ekstrahepatik berbeda-beda pada setiap pasien. Namun jika disederhanakan, maka kelainan patologis itu dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi atresia yang sering ditemukan:(1) Tipe 1: terjadi atresia pada ductus choledocus Tipe II: terjadi atresia pada ductus hepaticus communis, dengan stuktur kistik ditemukan pada porta hepatis Type III (ditemukan pada >90% pasien): terjadi atresia pada ductus hepaticus dextra dan sinistra hingga setinggi porta hepatis.Varian-varian di atas tidak boleh disamakan dengan hipoplasia bilier intrahepatis yang tidak dapat dikoreksi meskipun dengan pembedahan sekali pun.(1)

II. INSIDENSInsidens terjadinya atresia biliaris di Amerika Serikat adalah 1 per 10.000-15.000 kelahiran hidup.(1,2) Sedangkan secara internasional, insidens atresia biliaris termasuk tinggi di populasi asia. Dan atresia biliaris lebih sering ditemukan pada bayi-bayi Cina dibanding pada bayi-bayi di Jepang. Insidens tinggi juga ditemukan pada pasien dengan ras kulit hitam yang dapat mencapai 2 kali lipat insidens bayi ras kulit putih.1,5 Dari segi gender, atresia biliaris lebih sering ditemukan pada anak perempuan. Dari segi usia, atresia biliaris lebih sering ditemukan pada bayi-bayi baru lahir dengan rentang usia kurang dari 8 minggu.(1)

III. ETIOLOGIAtresia biliaris jarang ditemukan pada bayi lahir mati ataupun bayi prematur yang semakin mendukung kemungkinan etiologi pada akhir masa kehamilan. Sebaliknya, pada bayi yang mengalami hepatitis neonatal, yang merupakan diagnosis banding utama atresia biliaris,lebih sering terjadi pada bayi prematur, kecil masa kehamilan (KMK) ataupun keduanya.(1,5) Adapun beberapa etiologi yang dapat menyebabkan atresia biliaris antara lain: Agen infeksius Belum ditemukan satu agen pasti yang dapat menyebabkan atresia biliaris, meskipun peranan organisme infeksius sudah dipelajari secara luas.(1,2,5) Fischler dkk melaporkan infeksi sitomegalovirus pada 25% bayi yang menderita atresia biliaris. Menariknya, beberapa peneliti melaporkan adanya peningkatan infeksi sitomegalovirus yang lebih tinggi lagi pada bayi-bayi yang menderita hepatitis neonatus idiopatik. Hal ini semakin mendukung konsep yang menjelaskan bahwa kelainan atresia biliaris memiliki spektrum patologis yang sama dengan hepatitis neonatus idiopatik.(1) Investigasi pada reovirus tipe 3 justru menghasilkan hasil yang berlawanan. Wilson dkk menemukan virus ini merusak duktus biliaris dan hepatosit pada tikus. Sedangkan pada penelitian lain, Steele dkk gagal menemukan bukti infeksi pada bayi yang mengalami kolestasis. Penelitian lain sudah berusaha mencari peran rotavirus grup A, B dan C serta virus hepatitis A, B, C yang biasa menyerang hati, namun hingga kini belum ditemukan hubungan yang dapat menyebabkan atresia biliaris.(1,2,6,7) Faktor genetikAdanya bentuk atresia biliaris yang terjadi pada usia di bawah 2 minggu kehidupan yang selalu berasosiasi dengan kelainan kongenital lainnya, memberikan kemungkinan adanya hubungan antara faktor genetis dengan insidens atresia biliaris. Beberapa penelitian telah menemukan adanya mutasi genetis spesifik pada tikus yang mengalami heterotaksi viseral dan kelainan jantung, yang mana kelainan ini menyerupai bentuk kelainan yang ditemukan pada atresia biliaris tipe yang usia bayinya < 2 minggu. Abnormalitas genetik lainnya termasuk delesi gen c-jun tikus (sebuah faktor transkripsi proto-oncogen) dan mutasi faktor gen transkripsi homeobox yang berhubungan dengan kelainan hati dan limpa. Tapi masih belum dapat dijelaskan hubungan langsung antara mutasi gen ini dengan atresia biliaris.(1,2,7) Penyebab lainKelainan pada proses sintesis asam empedu dicurigai juga sebagai penyebab atresia biliaris. Faktanya, asam empedu memang memiliki kontribusi yang besar terhadap kerusakan hepatoseluler dan kerusakan ductus bilier pada semua pasien atresia biliaris. Namun tetap saja, tidak ditemukan hubungan pasti antara kelainan pembentukan asam empedu dengan peristiwa terbentukanya atresia biliaris.(2) Beberapa peneliti lain berusaha mempelajari efek agen potensial lain seperti teratogen dan faktor imunologis. Tapi lagi-lagi, belum ditemukan hubungan yang jelas antara atresia biliaris dengan faktor-faktor tersebut.(1,2)

IV. ANATOMI SISTEM BILIER EKSTRAHEPATIKSistem bilier esktrahepatik terdiri atas:(8)a) Vesica Fellea = GallbladderVesica fellea merupakan suatu kantong berbentuk memanjang, berjalan dari caudo-anterior pada fossa vesica fellea ke cranio-posterior sampai porta hepatis. Mempunyai dua facies, yaitu facies anterior yang berhubungan dengan dasar fossa vesica fellea, dan facies posterior yang ditutupi oleh peritoneum.Morfologi vesica fellae terdiri dari corpus, collum dan fundus. Fundus vesica fellea terletak pada tepi costa 8 9 dexter, di sebelah lateral m.rectus abdominis, yaitu pada arcus costarum dexter. Berbatasan di dorso-caudal dengan colon transversum dan pars descendens duodeni. Mucosa vesica fellea berlipat-lipat membentuk villi, disebut plicae tunicae mucosae. Kadang-kadang fundus vesica fellea seluruhnya dibungkus oleh peritoneum sehingga seakan-akan mempunyai mesenterium, dan kelihatan fundus tergantung pada hepar.Vascularisasi: a.cystica, suatu cabang dari a.hepatica propria dexter; vena cystica bermuara ke dalam ramus dexter yang portae.Innervasi: cabang-cabang dari plexus coeliacus.Lymphe drainage: menuju ke lymphonodi hepatici.b) Ductus CysticusMerupakan lanjutan dari vesica fellea, terletak pada porta hepatis. Panjangnya kira-kira 3 4 cm. Pada porta hepatis ductus cysticus mulai dari collum vesicae fellea, kemudian berjalan ke postero-caudal di sebelah kiri collum vesicae felleae. Lalu bersatu dengan ductus hepaticus communis membentuk ductus choledochus. Mucosa ductus ini berlipat-lipat terdiri dari 3 12 lipatan, berbentuk spiral yang pada penampang longitudional terlihat sebagai valvula, disebut valvula spiralis [Heisteri].c) Ductus HepaticusDuctus hepaticus berasal dari lobus dexter dan lobus sinister bersatu membentuk ductus hepaticus communis pada porta hepatis dekat pada processus papillaris lobus caudatus. Panjang ductus hepaticus communis kurang lebih 3 cm. Terletak di sebelah ventral a.hepatica propria dexter dan ramus dexter vena portae. Bersatu dengan ductus cysticus menjadi ductus choledochus.

d) Ductus CholedochusMempunyai panjang kira-kira 7 cm, dibentuk oleh persatuan ductus cysticus dengan ductus hepaticus communis pada porta hepatis. Di dalam perjalanannya dapat di bagi menjadi tiga bagian, sebagai berikut :1. bagian yang terletak pada tepi bebas ligamentum hepatoduodenale, sedikit di sebelah dextro-anterior a.hepatica communis dan vena portae;2. bagian yang berada di sebelah dorsal pars superior duodeni, berada di luar lig.hepatoduodenale, berjalan sejajar dengan vena portae, dan tetap di sebelah dexter vena portae ;3. bagian caudal yang terletak di bagian dorsal caput pancreatis, di sebelah ventral vena renalis sinister dan vena cava inferior.Pada caput pancreatis ductus choledochus bersatu dengan ductus pancreaticus Wirsungi membentuk ampulla, kemudian bermuara pada dinding posterior pars descendens duodeni membentuk suatu tonjolan ke dalam lumen, disebut papilla duodeni major.

Gambar 2 Anatomi Sistem Bilier Ekstra-hepatik dikutip dari kepustakaan 9

V. PATOFISIOLOGIMeskipun gambaran histopatologi atresia biliaris sudah dipelajari secara ekstensif dalam spesimen bedah yang telah dieksisi dari sistem bilier ekstrahepatik bayi yang telah mengalami portoenterostomy, namun patogenesis kelainan ini masih belum sepenuhnya dipahami. Hasil penelitian terbaru telah mempostulasikan malformasi kongenital pada sistem ductus bilier sebagai penyebabnya. Tapi bagaimana pun juga kebanyakan bayi baru lahir dengan atresia biliaris, ditemukan lesi inflamasi progresif yang menandakan telah terjadi suatu infeksi dan/atau gangguan agen toksik yang mengakibatkan terputusnya ductus biliaris.(1)Pada tipe III, varian histopatologis yang sering ditemukan, sisa jaringan fibrosis mengakibatkan sumbatan total pada sekurang-kurangnya satu bagian sistem bilier ekstrahepatik. Ductus dalam hati, yang memanjang hingga ke porta hepatis, pada awalnya paten hingga beberapa minggu pertama kehidupan tetapi dapat rusak secara progresif oleh karena serangan agen yang sama dengan yang merusak ductus ekstrahepatik maupun akibat efek racun empedu yang tertahan lama dalam ductus ekstrahepatik.(1) Peradangan aktif dan progresif yang terjadi pada pengrusakan sistem bilier dalam penyakit atresia biliaris merupakan suatu lesi dapatan yang tidak melibatkan satu faktor etiologik saja. Namun agen infeksius dianggap lebih memungkinkan menjadi penyebab utamanya, terutama pada kelainan atresia yang terisolasi. Beberapa penelitian terbaru telah mengidentifikasi peningkatan titer antibodi terhadap reovirus tipe 3 pada pasien - pasien yang mengalami atresia. Peningkatan itu terjadi pula pada rotavirus dan sitomegalovirus.(1)

VI. DIAGNOSISA. Gambaran Klinis AnamnesisTanpa memperhatikan etiologi, gambaran klinis pada semua bayi yang mengalami kolestasis sangat mirip. Gejala utamanya antara lain ikterus, urin yang menyerupai teh pekat dan feses warna dempul. Pada kebanyakan kasus, atresia biliaris ditemukan pada bayi yang aterm, meskipun insidens yang lebih tinggi lagi ditemukan pada yang BBLR (berat bayi lahir rendah). Pada kebanyakan kasus, feses akolik tidak ditemukan pada minggu pertama kehidupan. Tapi beberapa minggu setelahnya. Nafsu makan,pertumbuhan dan pertambahan berat badan biasanya normal.(1,2,6) Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik tidak dapat mengidentifikasi semua kasus atresia biliaris. Tidak ada temuan patognomonik yang dapat digunakan untuk mendiagnosisnya. Beberapa tanda klinis yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik atresia biliaris, antar lain:(1) Hepatomegali dapat ditemukan lebih dahulu pada palpasi abdomen. Splenomegali juga dapat ditemukan, dan apabila sudah ada splenomegali, maka kita dapat mencurigai telah terjadi sirosis dengan hipertensi portal. Ikterus yang memanjang pada neonatus, lebih dari 2 minggu Pada pasien dengan sindrom asplenia, dapat ditemukan garis tengah hepar pada palpasi di area epigastrium. Ada kemungkinan terjadi kelainan kongenital lain seperti penyakit jantung bawaan, terutama apabila ditemukan bising jantung pada pemeriksaan auskultasi.B. Pemeriksaan LaboratoriumSerum bilirubin (total dan direk): hiperbilirubinemia terkonjugasi, didefinisikan sebagai peningkatan bilirubin terkonjugasi lebih dari 2 mg/dL atau lebih dari 20% total bilirubin.(1,2,6) Menariknya, bayi dengan atresia biliaris menunjukkan peningkatan moderat pada bilirubin total, yang biasanya antara 6-12 mg/dl, dengan fraksi terkonjugasi mencapai 50-60% dari total bilirubin serum.(1)Memeriksa kadar alkaline phosphatase (AP), 5' nucleotidase, gamma-glutamyl transpeptidase (GGTP), serum aminotransferases dan serum asam empedu.(1,2,6)Pada semua tes ini, terjadi peningkatan baik dalam hal sensitivitas maupun spesifitas. Sayangnya, tidak ada satu pun pemeriksaan biokimia yang dapat membedakan secara akurat antara atresia biliaris dengan penyebab kolestasis lain pada neonatus.(1)Sebagai tambahan terhadap hiperbilirubinemia terkonjugasi (temuan universal terhadap semua bentuk kolestasis neonatus), abnormalitas pemeriksaan enzim termasuk peningkatan level AP. Pada bebrapa kasus, peningkatan AP akibat sumber skeletal dapat dibedakan dengan yang berasal dari hepar dengan menghitung fraksi spesifik hati, 5` nucleotidase.(1)GGTP merupakan protein membrane integral pada kanalikuli bilier dan mengalami peningkatan pada kondisi kolestasis. Kadar GGTP berhubungan erat dengan kadar AP dan mengalami peningkatan pada semua kondisi yang berkaitan dengan obstruksi bilier. Tapi bagaimana pun juga terkadang kadar GGTP normal pada beberapa bentuk kolestasis akibat kerusakan hepatoseluler.(1)Kadar aminotransferase tidak terlalu menolong dalam menegakkan diagnosis secara khusus, meskipun peningkatan kadar alanine transferase (>800 IU/L) mengindikasikan kerusakan hepatoseluler yang signifikan dan lebih konsisten pada kondisi sindrom hepatitis neonatus.(1,2)Serum alpha1-antitrypsin dengan Pi typing: defisiensi alpha1-antitrypsin sering diturunkan secara genetis pada kebanyakan penyakit hati herediter yang tampilan klinisnya berupa kolestasis. Fenotip PiZZ abnormal, dapat ditentukan dari elektroforesis yang berkaitan dengan kolestasis neonatal pada sekitar 10% pasien.(1,2,6) Sweat chloride (Cl): keterlibatan traktus biliaris merupakan salah satu komplikasi yang sangat sering ditemukan pada kistik fibrosis dan untuk membedakannya dari atresia biliaris, maka perlu dilakukan iontoforesis sweat chloride.(1,2,6)C. Pemeriksaan Radiologis Ultrasonography (US)Sindrom kolestasis neonatus dapat dibedakan dengan anomali sistem bilier ekstrahepatik dengan menggunakan US, terutama kista koledokal. Saat ini, diagnosis kista koledokal harus dibuat dengan menggunakan US fetal in utero.(1,2,6)Pada atresia biliaris, US dapat menunjukkan ketiadaan kantung empedu dan tidak berdilatasinya jalur bilier. Sayangnya, sensitifitas dan spesifisitas temuan ini, bahkan untuk di pusat pemeriksaan yang berpengalaman, tidak mencapai 80%. Karena alasan ini, US dianggap tidak menunjang untuk mengevaluasi atresia biliaris.(1) Namun ada sejumlah peneliti yang menyatakan bahwa sensitivitas dan spesifisitas US terutama yang berfrekuensi tinggi dapat mencapai 90% lebih.(10, 11)

Gambar 3: Atresia biliaris dan kista sentral. Sonogram oblique yang menggambarkan atresia biliaris dan kista sentral besar pada porta hepatis. Dikutip dari kepustakaan 12

Hepatobiliary scintiscanning (HSS)Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengevaluasi bayi yang dicurigai mengalami atresia biliaris. Bukti gambaran unequivocal pada ekskresi usus yang sudah diberi radiolabel dapat menunjukkan patensi sistem bilier ekstrahepatik.(1) Bahkan pada atresia biliaris tiper asplenia, scintiscanning dapat mendiagnosis atresia biliaris meskipun tanpa harus ada upaya biopsi.(13)Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan ini. Pertama, realibilitas scintiscan dapat berkurang jika kadar bilirubin terkonjugasi sangat tinggi (>20 mg/L). Kedua, tes ini memiliki tingkat positif palsu dan negatif-palsu mencapai 10%.(1)

Gambar 4: HSS pada pasien dengan atresia biliaris yang menunjukkan tidak adanya ekskresi marker ke usus dalam 24 jam. Dikutip dari kepustakaan 12

Magnetic Resonance Cholangiography (MRC)Meskipun belum digunakan seluas US, MRC dapat menjadi alternatif pilihan untuk mendiagnosis atresia biliaris. MRC dapat diaplikasikan untuk membedakan atresia bliaris, kolelitiasis, kista koledokal, dan tranplantasi hati.14, 15

Gambar 5: MRC pada bayi umur 2 bulan yang dicurigai menderita atresia biliaris pada pemeriksaan US. Proyeksi intensitas maksimum MRC memberikan gambaran sistem bilier normal dan kantung empedu yang juga normal (*). Dikutip dari kepustakaan 14.

Gambar 6: Tanda panah pada gambar menunjukkan area triangular MRC yang memiliki intensitesa tinggi namun tidak menunjukkan adanya sistem duktus ekstrahepatik pada bayi baru lahir. Dikutip dari kepustakaan 15. Kolangiografi IntraoperatifPemeriksaan ini secara definitif dapat menunjukan kelainan anatomis traktus biliaris. Kolangiografi intraoperatif dilakukan ketika biopsi hati menunjukkan adanya etiologi obstruktif. Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode memasukkan kontras ke dalam saluran empedu lalu kemudian difoto X-Ray ketika laparotomi eksploratif dilaksanakan. Pemeriksaan ini dilakukan ketika pemeriksaan biopsi dan scintiscan gagal menunjukkan hasil yang adekuat. (1,6)

Gambar 7 Kolangiogram intraoperatif menggambarkan pengisian kista dan dilatasi sedang duktus intrahepatis tapi tidak ada hubungan langsung ke duodenum. Dikutip dari kepustakaan 12.

D. Pemeriksaan Histopatologis Biopsi hati perkutaneusBiopsi perkutaneus hati diketahui secara luas sebagai teknik paling terpercaya dalam mengevalusia kolestasis neonatus. Tingkat morbiditasnya rendah pada pasien yang tidak mengalami koagulopati. Ketika diperiksa oleh patolog yang berpengalaman, suatu spesimen biopsi yang adekuat, dapat membedakan penyebab kolestasis akibat gangguan obstruksi dengan hepatoseluler, dengan tingkat sensivisitas dan spesifisitas mencapai 90% untuk atresia biliaris.(1,2)

Gambar 8 Proliferasi duktus biliaris dengan pewarnaan HE pada pasien atresia biliaris, dikutip dari kepustakaan 1.Pada beberapa kondisi kolestasis, termasuk atresia biliaris, dapat menunjukan perubahan pola histolpatologis. Sehingga perlu dilakukan biopsi serial dengan interval 2 minggu untuk mencapai diagnosis yang definitif. (1) Temuan HistologisMeskipun ada yang fakta yang menyebutkan bahwa atresia biliaris dapat terjadi karena faktor ontogenik dan dapatan, namun tidak ada temuan histologis kualitatif yang dapat menunjukkan karaktersitik perbedaan keduanya. Spesimen bedah menunjukkan spektrum abnormalitas, termasuk inflamasi aktif yang disertai degenerasi duktus biliaris, suatu rekasi inflamasi kronik yang disertai proliferasi elemen duktus dan glandular serta fibrosis. Progresifitas kelainan ini dapat dikonfirmasi melalui gambaran histologisnya.(1,2) Bukti adanya obstuksi pada traktus biliaris menentukan apakah bayi membutuhkan laparatomi eksplorasi dan kolagiografi intraoperatif. Proliferasi portal duktus biliaris, pengisian emepdu, fibrosis portal-portal dan reaksi inflamasi akut merupakan karakteristik temuan penyebab obstruksi pada kolestasis neonatus.(1,2) Pewarnaan Periodic Acid-Schiff (PAS) pada jaringan biopsi dapat digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis defisiensi alpha1-antitrypsin dengan adanya temuan intraseluar berupa granul-granul PAS-positif yang resisten terhadap percernaan oleh diastase.(1,2)

Gambar 9: Gambaran histologis atresia biliaris. Gambar ini menunjukkan stadium akhir sirosis biliaris dengan mikronodul (tanda panah sebelah kanan). Fibrosis perivaskuler yang ekstensif (tanda panah sebelah kiri) dan area kista (tanda panah yang tengah) pada hilum hepatis. Dikutip dari kepustakaan 12.

VII. PENATALAKSANAAN Konsultasi Evaluasi kolestasis neonatal dapat dilakukan di pelayanan kesehatan primer dengan bergantung pada realiabilitas temuan laboratorium. Tes non-bedah dan eksplorasi bedah lainnya hanya dapat dilakukan di pusat pelayanan kesehatan yang telah berpengalaman menangani kelainan seperti ini. Dokter umum tidak boleh menunda diagnosis atresia biliaris. Bila ditemukan bayi yang dicurigai menderita ikterus obstruktif, maka harus segera dirujuk ke dokter subspesialis.(1) Perawatan MedisTidak ada penatalaksanaan medis primer yang relevan dalam menangani atresia biliaris ekstrahepatis. Tugas utama seorang dokter anak hanyalah mengonfirmasi diagnosis penyakit ini. Sekali seorang pasien dicurigai menderita atresia biliaris, maka intervensi bedah hanyalah satu-satunya mekanisme yang memungkinkan untuk mendiagnosisnya secara definitif (kolagiogram intraoperatif) sekaligus menjadi terapinya(Kasai portoenterostomy).(1,3,16,17) Setelah melalui sejumlah evaluasi, kolangiografi intraoperatif dilakukan untuk menegakkan diagnosis atresia biliaris ekstrahepatik. Selama proses operasi, traktus biliaris yang mengalami fibrosis diidentifikasi, dan patensi sistem bilier ditaksir. Pada kasis patensi bilier yang berkaitan dengan hipoplasia duktal, intervensi bedah tidak diindikasikan, dan empedu dapat diambil spesimennya untuk mengevaluasi kelainan metabolisme asam empedu. Pada kebanyakan kasus atresia, diseksi ke dalam porta hepatis dan pembentukan anostomosis Roux-en-Y dengan sebuah segmen retrokolik sepanjang 35-40 cm merupakan prosedur pilihan. Penelitian menunjukkan bahwa ekstensi diseksi portal yang melewati bifurkasio vena porta dan titik umbilikal pada hilum kiri dapat meningkatkan kemungkinan drainase empedu yang adekuat.(1) DietSelama masa evaluasi atresia biliaris, makanan bayi tidak perlu mengalami perubahan. Pemberian ASI pasca-operasi dianjurkan ketika memungkinkan karena ASI mengandung lipase dan asam empedu yang dapat menolong hidrolisis lipid dan pembentukan misel. Secara teori, ASI juga dapat melindungi bayi melawan kolangitis, suatu komplikasi umum yang terjadi setelah portoenterostomy, karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram-negatif dan flora anaerobik. Tapi, belum ada data yang cukup untuk mendukung klaim ini.(1) Bayi yang mendapat susu formula yang mengandung trigliserida rantai sedang dan drainase empedunya baik tidak perlu mendapat diet khusus. Hanya perlu diperhatikan jangan sampai terjadi defisiensi vitamin yang larut lemak seperti A, D, E dan K.(2) Obat-obatanPada periode post-operasi, metilprednisolon dapat digunakan sebagai anti-inflamasi dan stimulan non-spesifik terhadap aliran garam empedu. Dosis pemberiaanya adalah 1.6-2 mg/kg/hari IV.(1)Pada pasien dengan kondisi kolestasis dan patensi duktus bilier, maka dapat digunakan asam ursodeoksikolik (UCDA) yang dapat mempertinggi aliran empedu.1,15 Untuk bayi yang telah mengalami portoenterostomi, UCDA dapat memperbaiki hasilnya, dan obat ini memiliki toksisitas yang rendah. Dosis pemberiannya adalah 15-30 mg/kg/hari PO.(1,2,16) Untuk mencegah kolangitis post-operasi, profilaksis yang dapat diberikan adalah kotrimoxazole. Namun sayangnya, data konklusif yang dapat mendukung penggunaan agen ini maupun obat lain dalam manajemen atresia biliaris belum tersedia. Dosis pemberian obat ini adalah 8 mg/kg/hari.(1)VIII. PROGNOSISSebelum ditemukan transplantasi hati sebagai terapi pilihan pada anak dengan penyakit hati stadium akhir, angka kelangsungan hidup jangka panjang pada anak penderita atresia biliaris yang telah mengalami portoenterostomy adalah 47-60% dalam 5 tahun dan 25-35% dalam 10 tahun. Sepertiga dari semua pasien ini , mengalami gangguan aliran empedu setelah mendapat terapi bedah,sehingga anak-anak ini terpaksa menderita komplikasi sirosis hepatis pada beberapa tahun pertama kehidupan mereka meskipun transplantasi hati sudah dilakukan. Komplikasi yang dapat terjadi setelah portoenterostomi antara lain kolangitis (50%) dan hipertensi portal (>60%).(1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Schwarz SM. Pediatric biliary atresia. [online]. April 2009. [cited February 2011]. Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/927029-overview 2. Kader H, Balesteri W. Neonatal cholestasis. In: Kliegman RM, Behrman RM, Jenson HB, Stanton BF, Eds. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th Ed. Philadelphia: Elsevier Churchill Livingstone; 2007. p.3533. Serinet MO, Wildhaber BE, Broue P, Lachaux A, Sarles J, Jacquemin E, et al. Impact of age at kasai operation on its results in late childhood and adolescence: a rational basis for biliary atresia screening. In: Pediatrics Journal Vol. 123 No. 5 Illinois;2009. p.1280-12864. Crawford JM. Hati dan saluran empedu. Dalam: Kumar, Cotran, Robins, Eds. Buku Ajar Patologi Vol. 2. Edisi 7. Jakarta: EGC; 2007. h.7085. Yoon PW, Bresee JS, Olney RS, James LM, Khoury MJ. Epidemiology of biliary atresia: a population-based study. In: Pediatrics Journal Vol. 99. Ilinois; 1997. p. 376-382 6. Benchimol EI, Walsh CM, Ling SC. Early diagnosis of neonatal cholestatic jaundice: test at 2 weeks. In: Clinical Review Canadian Family Physician Vol. 55. Canada; 2009. p.1185-11897. Moore TC. Pathogenesis of biliary atresia. In: Pediatrics Journal Vol. 78. Illinois; 1978. p.183.8. Datu, AR. Viscera abdominis. Dalam: Diktat Anatomi Abdomen. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2004. h.29-309. Anonim. Gall blader picture. [online]. 2011. [cited February 2011]. Available from URL: http://medicalimages.allrefer.com/large/biliary-obstruction-series.jpg10. Farrant P, Meire HB, Vergani M. Improved diagnosis of extraheptic biliary atresia by high frequency ultrasound of the gall bladder. In: The British Journal of Radiology Vol.74. London; 2001. p95295411. Lee MS, Kim MJ, Yoon CS, Lee MJ, Han SJ, Oh JT, et al. Biliary atresia: color dopler us findings in neonates and infants. In: Radiology Journal Vol. 252. No.1. US; 2009. p283-28912. Zukotynski K, Babin PS. Biliary atresia imaging. [online]. October 2009. [cited February 2011]. Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/927029-media13. Abut E, Akkaya L, Uysal U, Arman A, Guveli H, Bolukbas C, et al. Selective spleen scintigraphy in the diagnosis of polysplenia syndrome. In: The British Journal of Radiology Vol.77. London; 2004. p.698700 14. Metreweli C, So NMC, Chu WCW, Lam WWM. Magnetic resonance cholangiography in children. In: The British Journal of Radiology Vol.77. London;2004. p.1059106415. Kim MJ, Park YN, Han SJ, Yoon CS, Yoo HS, Hwang EH, et al. Biliary atresia in neonates and infants: triangular area of high signal intensity in the porta hepatis at t2-weighted mr cholangiography with us and histopathologic correlation. In: Radiology Journal Vol. 215 No. 2. US; 2000. p.353-40116. Willlot S, Uhlen S, Michbaud L, Briand G, Bonnevalle E, Sfeir R, et al. Effect of ursodeoxycholic acid on liver function in children after successful surgery for biliary atresia. In: Pediatrics Journal Vol.122. No. 7. Illinois; 2008. p.1236-123817. Kotb M A, Sheba M, Koofy NE, Mansour S, Karaksy HME, Dessouki ME, et al. Post-portoenterostomy triangular cord sign prognostic value in biliary atresia: a prospective study.In: The British Journal of Radiology Vol.78. London; 2005. p.884-887

1