35
ASMA BRONKHIAL I. Pendahuluan Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan peranan sel-sel radang dan elemen-elemen selulernya. Inflamasi kronis tersebut menyebabkan hipersensitivitas dan penyempitan saluran nafas yang bervariasi, ditandai episode berulang mengi (wheezing), sesak nafas, dada rasa ketat, dan batuk terutama pada malam hari atau pagi dini hari. Penyempitan saluran nafas dan gejala- gejala asma tersebut bersifat reversible baik secara spontan maupun dengan pengobatan. (1) Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi dan angka rawat inap penyakit asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun diperkirakan berkisar 3-8%. Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. (1) Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan 1

Asma Bronchial

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asma bronkial

Citation preview

ASMA BRONKHIAL

I. Pendahuluan

Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan peranan sel-sel

radang dan elemen-elemen selulernya. Inflamasi kronis tersebut menyebabkan

hipersensitivitas dan penyempitan saluran nafas yang bervariasi, ditandai episode berulang

mengi (wheezing), sesak nafas, dada rasa ketat, dan batuk terutama pada malam hari atau

pagi dini hari. Penyempitan saluran nafas dan gejala-gejala asma tersebut bersifat reversible

baik secara spontan maupun dengan pengobatan. (1)

Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah

kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi dan angka rawat

inap penyakit asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di

Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun diperkirakan berkisar 3-8%.

Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola

hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam

makanan. (1)

Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara

total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas

dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta

faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi

penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa

diatasi oleh penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan

waktu lebih lama, sering menjadi problem tersendiri. (2)

Pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan sangat berarti bagi

penderita, terutama bagaimana sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan pada waktu

menghadapi serangan, dan bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan asma. (2)

II. Patofisiologi

Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan

sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-

benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara

1

sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah

antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila

reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast

yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus

kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat,

alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini

akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi

lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. (3)

Gambar 1

Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada

dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus

dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi

sangat meningkat. (4)

2

Gambar 2

Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama

inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar

bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah

akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.

Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi

sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional

dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran

mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. (4)

III. Faktor Pencetus

1. Faktor predisposisi

Genetik - Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui

bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya

mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,

3

penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor

pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. (3)

2. Faktor presipitasi

a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk bunga,

spora jamur, bakteri dan polusi)

Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)

Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam

tangan) (3)

b. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.

Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan

asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim

kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. (3)

c. Stress

Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa

memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus

segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat

untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala

asmanya belum bisa diobati. (3)

d. Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini

berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan,

industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. (3)

4

e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas

jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.

Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut. (4)

IV. Gejala Klinis

Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase

inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi

mengi (wheezing). Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya

wheezing tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru-paru.

Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar

lebih lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk hampir selalu ada bahkan

seringkali diikuti dengan adanya sekret, baik yang mukoid atau pun purulen. Hal ini

dapat memperberat keluhan sesak. (5)

Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan pada cuping hidung

sesuai dengan irama pernapasan. Bila frekuensi pernapasan makin meningkat, otot-otot

bantu respirasi ikut aktif. Pada keadaan yang lebih berat, penderita akan mengalami

sianosis dan tampak gelisah. (5)

V. Klasifikasi

Klasifikasi asma berdasarkan level terkontrolnya menurut GINA Guidelines 2011 yakni :

1. Terkontrol

- Fungsi paru normal

- Tidak ada pembatasan aktifitas

- Tidak ada gejala malam (sesak pada malam hari)

- ≤ 2 serangan / minggu yang membutuhkan pelega

2. Terkontrol

- Fungsi paru < 80%

- Ada pembatasan aktifitas

- Ada gejala malam

- > 2x / minggu yang membutuhkan pelega

3. Tidak terkontrol

5

Dengan tiga atau lebih kriteria yang ada pada kelompok terkontrol sebagian dalam

satu minggu.

Tingkat  Kontrol Asma

Karakteristik Terkontrol

(Semua dari tanda-tanda)

Terkontrol sebagian

Pengukuran ada setiap minggu

Tidak terkontrol

Gejala siang Tidak ada (< 2 x / minggu)   >2 x / minggu Tiga atau lebih gambaran  asma terkontrol sebagian ada pada setiap minggu*†

Keterbatasan Aktivitas Tidak ada AdaGejala/ terbangun malam Tidak ada AdaPemakaian obat pelega / agonis b 2

Tidak ada (<2 x / minggu)   2 x / minggu

Fungsi Paru

(APE atau VEP1)

Normal < 80 % prediksi atau nilai terbaik individu

Eksaserbasi Tidak ada 1 atau lebih / tahun* Ada dalam 1 minggu†

* Setiap eksaserbasi harus dinilai pengobatan pemeliharaan untuk menjamin terapi adekuat

† Secara definisi suatu eksaserbasi dalam minggu tertentu dikatakan sebagai minggu asma yang tidak terkontrol.

+Tanpa pemberian bronkodilator, fungsi paru-paru bukan tes yang dapat diandalkan untuk childreen 5 tahun dan

yang lebih muda

VI. Pemeriksaan Penunjang

1. Anamnesis

Pada anamnesis, diusahakan mendapatkan keterangan yang terperinci mengenai

riwayat penyakit. Pada riwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk, sesak, mengi, atau

rasa berat di dada. Tetapi, kadang-kadang pasien hanya mengeluh batuk-batuk saja yang

umumnya timbul pada malam hari atau saat kegiatan jasmani. Adanya penyakit alergi

yang lain pada pasien atau keluarganya seperti rhinitis alergi, dermatitis atopik

membantu diagnosa asma. Adakalanya gejala sering timbul pada musim tertentu. (6)

Riwayat batuk yang kambuh menyertai masuk angin atau flu. Flu berulang,

radang tenggorokan, sakit akibat perubahan musim atau pergantian cuaca, sesak saat

berolahraga, atau sering terbangun di malam hari karena mendadak sesak napas. (6)

6

Yang perlu diketahui adalah faktor pencetus serangan, dengan mengetahui faktor

pencetus, kemudian menghindarinya, maka diharapkan gejala asma dapat dicegah. Yang

membedakan asma dengan penyakit paru lain yaitu pada asma serangan dapat hilang

dengan atau tanpa obat. (6)

2. Pemeriksaan Fisik

Penemuan tanda pada pemeriksaan fisis pasien asma, tergantung dari derajat

obstruksi saluran napas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, pernapasan cepat

sampai sianosis dapat dijumpai pada pasien asma. (6)

Tanda-tanda vital seperti tekanan darah, temperatur, frekuensi nadi, dan frekuensi

napas, menentukan tingkat keparahan penyakit. Temperatur di bawah 35⁰C atau di atas

41⁰C atau tekanan darah sistolik di bawah 90 mmHg menandakan keadaan gawat

darurat. Pulsus Paradoksus pada fase inspirasi, terjadi peningkatan tekanan arterial lebih

besar dari 10 mmHg, tanda ini bermanfaat dalam menentukan adanya kemungkinan

hambatan ekspirasi pada keadaan asma. Kontraksi otot bantu napas dapat

mengungkapkan adanya tanda obstruksi saluran napas. Otot-otot bantu pernapasan di

leher dan otot-otot interkostal akan berkontraksi pada keadaan obstruksi moderat

hingga parah. Pada perkusi, keadaan hipersonor akan ditemukan pada hiperinflasi paru

seperti terjadi pada serangan asma akut. Pada auskultasi, khas terdengar bunyi wheezing

saat ekspirasi. (7)

3. Pemeriksaan Penunjang

a) Spirometri

Cara yang paling tepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma adalah

melihat respon pengobatan terhadap bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan

sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler atau nebulizer) golongan

adrenergik beta. Peningkatan Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP₁) sebanyak

20% menunjukkan diagnosis asma. Tetapi respon yang kurang dari 20% tidak berarti

bukan asma. Hal-hal tersebut dapat dijumpai pada pasien yang sudah normal atau

mendekati normal. Demikian pula respon terhadap bronkodilator tidak dijumpai pada

obstruksi sakuran napas yang berat, oleh karena obat tunggal bronkodilator tidak cukup

kuat memberikan efek yang diharapkan. (7)

7

b) Pemeriksaan Sputum

Pada pemeriksaan sputum dapat ditemui hal-hal berikut :

- Kristal-kristal Charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil

- Spiral curshmann yang merupakan cast cell atau sel cetakan dari cabang

bronkus

- Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus

- Neutrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid

dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucous plug. (3)

c) Pemeriksaan Uji Kulit

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen

yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Hal ini dapat menunjukkan

adanya antibodi IgE spesifik dalam tubuh. Pemeriksaan menggunakan tes tempel. (3)

Tes ini dilakukan di kulit punggung. Hasil tes ini baru dapat dibaca setelah 48 jam.

Bila positif terhadap bahan kimia tertentu, akan timbul bercak kemerahan dan

meninggi pada kulit. Syarat tes ini dalam 48 jam, pasien tidak boleh melakukan

aktivitas yang berkeringat, mandi, posisi tidur tertelungkup, punggung tidak boleh

bergesekan serta 2 hari sebelum tes, tidak boleh minum obat yang mengandung steroid atau

anti bengkak. Daerah pungung harus bebas dari obat oles, krim atau salep.(3)

d) Pemeriksaan Kadar IgE Total Dan LgE Spesifik Dalam Sputum

Pemeriksaan kadar IgE total dilakukan untuk menyokong adanya atopi. Pemeriksaan

IgE spesifik lebih bermakna dilakukan bila uji kulit tidak dapat dilakukan atau

hasilnya kurang dapat dipercaya. (3)

e) Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan

menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah

dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. (7)

8

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran

napas dan adanya kecurigaan terhadap proses patologis di paru atau komplikasi asma

seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain. (7)

f) Analisa Gas Darah

Pemeriksaan ini dilakukan pada asma yang berat. Pada fase awal serangan, terjadi

hipoksemia dan hipokapnia (PaCO₂ < 35 mmHg) kemudian pada stadium yang lebih

berat PaCO₂ justru mendekati normal sampai normo-kapnia. Selanjutnya pada asma

yang sangat berat terjadinya hiperkapnia (PaCO₂ ≥ 45 mmHg), hipoksemia dan asidosis

respiratorik. (3)

VII. Diagnosis Banding

1. Bronkhitis Kronik

Bronkhitis kronik ditandai dengan batuk kronis yang mengeluarkan sputum tiga

bulan dalam setahun untuk sedikitnya dua tahun. Penyebab batuk kronik seperti

tuberkulosis, bronkhitis atau keganasan harus disingkirkan dahulu. Gejala utama

batuk disertai sputum biasanya didapatkan pada pasien berumur lebih dari 35 tahun

dan perokok berat. Gejalanya dimulai dengan batuk pagi hari, lama-lama disertai

mengi dan menurunnya kemampuan kegiatan jasmani. Pada stadium lanjut dapat

ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pulmonal. (1)

2. Emfisema Paru

Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang

menyertainya. Pasien biasanya kurus. Berbeda dengan asma, pada emfisema tidak

ada masa remisi dan pasien selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan

fisis ditemukan dada membesar, pergerakan napas terbatas, hipersonor, pekak hati

menurun, dan suara napas sangat lemah. Pemeriksaan foto dada menunjukkan

hiperinflasi. (1)

3. Gagal Jantung Kiri Akut

Dulu gagal jantung kiri akut dikenal dengan nama asma kardial, dan bila

timbul pada malam hari disebut Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe (PND). Pasien tiba-

tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau

9

berkurang bila duduk. Pada anamnesis dijumpai hal-hal yang memperberat atau

memperingan gejala gagal jantung. Disamping ortopnea, pada pemeriksaan fisis

ditemukan kardiomegali dan edema paru. (1)

4. Emboli Paru

Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli antara lain adalah imobilisasi, gagal

jantung dan tromboflebitis. Di samping gejala sesak napas, pasien batuk-batuk yang

dapat disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsan. Pada

pemeriksaan fisis ditemukan adanya ortopnea, takikardia, gagal jantung kanan, pleural

friction, irama derap, sianosis, dan hipertensi. Pemeriksaan elektrokardiogram

menunjukkan perubahan antara lain aksis jantung ke kanan. (1)

VIII. Penatalaksanaan

Terdapat 4 komponen terapi yang dibutuhkan untuk kontrol asma, yaitu:

1. Komponen 1: Hubungan dokter/pasien

Dengan bantuan tenaga medis, pasien mampu:

Menghindari faktor risiko

Konsumsi obat dengan teratur

Mengerti perbedaan antara “controller” dan “reliever”

Monitor keadaan mereka sendiri

Mengenal gejala asma memberat dan mengambil tindakan awal

Mendapatkan konsultasi pengobatan yang betul (2)

2. Komponen 2: Identifikasi dan kurangkan pendedahan kepada faktor pencetus

Tidak merokok

Hindari makanan yang bisa menyebabkan gejala asma

Hindari kegiatan yang bisa menyebabkan gejala asma

Bersihkan cadar dan selimut dengan menggunakan air panas

Hindari hewan berbulu

Pastikan persekitaran bersih (2)

3. Komponen 3: Menilai, terapi dan monitor asma

10

Terapi harus dilanjutkan minimal selama 3 bulan. Pada 1 bulan pertama, pengobatan

diawasi. Kalau tidak ada pembaikan maka dosis ditingkatkan. Setelah ada perubahan,

dosis dikurangi secara teratur. (2)

4. Komponen 4: Penanganan eksaserbasi

Eksaserbasi asma adalah episode sesak yang bertambah secara progresif, batuk

atau wheezing, atau kombinasi gejala ini. Terapi yang diberikan adalah:

Inhaled rapid-acting β2-agonists (2-4 puff setiap 20min dalam 1 jam pertama;

seterusnya dengan eksaserbasi sedang butuh 2-4 puff setiap 3-4 jam, eksaserbasi

ringan dengan 6-10 puff setiap1-2 jam)

Oral glucocorticosteroids (0.5-1mg prednisolone/kg dalam 24 jam) anti-inflamasi

dan penyembuhan yang cepat.

Oksigen diberikan dalam keadaan hypoxmia (target saturasi O2 adalah 95%)

Kombinasi terapi β2-agonists/anticholinergic meningkatkan PEF dan FEV1. (2)

β-agonists menyebabkan relaksasi otot polos, oleh karena itu ia digunakan dalam

terapi asma. β-agonists yang pertama digunakan adalah adrenaline dan isoprenaline.

Tetapi penggunaan obat tersebut dibataskan karena menyebabkan efek samping

kepada jantung. Dengan itu, diperkenalkan albuterol. Seterusnya dikenalkan pula

“Short Acting β-agonists” (SABA) dan “Long Acting β-agonists” (LABA), yang

digunakan untuk terapi simptomatik asma. Durasi masa aktifnya β-agonists

tergantung kepada abilitasnya untuk menetap pada “receptor-binding site”. (8)

Reaksi Β2-agonists hanya terjadi apabila ia terikat dengan β2-Adrenoeceptors.

Semakin lama pengikatan antara Β2-agonists dengan β2-Adrenoeceptors, semakin

lama reaksinya. SABA adalah ‘rapid acting’ yang menyebabkan relaksasi otot polos

tapi dalam waktu yang singkat. SABA (albuterol, terbutaline) yang digunakan sebagai

‘reliever’ menyebabkan dilatasi bronkus dalam beberapa minit setelah dikonsumsi. (8)

LABA lebih lipophilic daripada SABA. Oleh karena itu ia lebih lama terikat

dengan β2-Adrenoeceptors. Maka reaksi farmakologinya lebih lama. Terdapat 2 jenis

LABA yang digunakan sebagai ‘controller’ untuk terapi asma yaitu salmeterol dan

formoterol. (8)

Inhaler SABA (fenoterol, salbutamol, prokaterol) merupakan obat terpilih

untuk gejala asma akut serta bila diberikan sebelum kegiatan jasmani, dapat

11

mencegah serangan asma karena kegiatan jasmani. Β2-agonists hirup juga dipakai

sebagai penghilang gejala pada asma episodik. Peran kortikosteroid pada asma

akut adalah untuk mencegah perburukan gejala labih lanjut. Teofilin maupun β2-

agonists oral diperlukan pada pasien yang secara teknis tidak bisa memakai

sediaan hirup. (8)

Efek samping daripada penggunaan Β2-agonists adalah gangguan jantung

dengan peningkatan ‘heart rate’. Ini terjadi karena stimulasi β2-Adrenoeceptors dan

vasodilatasi perifer. Efek lain adalah tremor / efek metabolik dimana bisa terjadi

hipokalemia karena K-influx dalam sel atau hiperglikemia yang terjadi karena

peningkatan gliconeolisis. Efek samping yang ketiga adalah vasodilatasi pulmonal

yang menyebabkan peningkatan aliran darah.

Obat Dosis Rendah (µg) Dosis Medium (µg) Dosis Tinggi (µg)

Beclomethasone

dipropionate – CFC

200 – 500 > 500 – 1000 > 1000 – 2000

Beclomethasone

dipropionate – HFA

100 -250 > 250 - 500 > 500 - 1000

Budesonide 200 -400 > 400 - 800 > 800 - 1600

Ciclesonide 80 – 160 > 160 - 320 > 320 - 1280

Flunisolide 500 – 1000 > 1000 - 2000 > 2000

Fluticasone

propionate

100 – 250 > 250 - 500 > 500 -1000

Mometasone furoate 200 > 400 > 800

Triamcinolone

acetonide

400 – 1000 > 1000 - 2000 > 2000

Dosis ICS Perhari untuk dewasa dan anak-anak lebih dari 5 tahun (dikutip dari pustaka 2)

Parameter Ringan Sedang Berat Penahanan

pernapasan

yang cepat

Sesak - Berjalan

- Bisa

- Saat bicara

- Lebih enak

- Saat istirahat

- Membungkuk

12

baring kalau dalam

posisi duduk

ke depan

Bicara Biasa Kalimat Kata-kata

Kewaspadaan Bias gelisah Gelisah Gelisah Pusing

Pernapasan Meningkat Meningkat > 30/min

Retraksi otot

aksesori dan

suprasternal

Tidak Ada Ada Pergerakan

paradoxical

thoraca-

abdominal

Wheezing Sedang Kuat Kuat Tidak ada

Nadi/min < 100 100 – 200 > 120 Bradicardi

Nadi paradoxus < 10 mmHg 10 – 25 mmHg > 25mmHg Tidak ada

PEF setelah

bronchodilator

yang pertama

> 80% 60 – 80 % < 60%

PaO2 (on air)

dan/atau

PaCO2

Normal

< 45 mmHg

> 60mm Hg

< 45 mmHg

< 60mmHg

> 45 mmHg

SaO2 (on air) > 95% 91-95% < 90%

Serangan Asma (dikutip dari pustaka 2)

IX. Komplikasi

1. Pneumothoraks

Pneumothoraks adalah penimbunan udara atau gas di dalam rongga pleura.

Pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru-paru

(misalnya penyakit paru obstruktif menahun, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk

rejan). Gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk ke

dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps. Gejalanya bisa

berupa :

- Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita

menarik nafas dalam atau terbatuk

- Sesak nafas

- Dada terasa sempit

13

- Mudah lelah

- Denyut jantung yang cepat

- Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.

Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur. (3)

2. Atelektasis

Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan

saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.

Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan bronkus. Bronkus adalah 2 cabang utama

dari trakea yang langsung menuju ke paru-paru. Penyumbatan juga bisa terjadi pada saluran

pernafasan yang lebih kecil. Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya gumpalan lendir,

tumor atau benda asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa tersumbat oleh

sesuatu yang menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran kelenjar getah bening. (1)

Jika saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam alveoli akan terserap ke dalam aliran

darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat. Jaringan paru-paru yang mengkerut

biasanya terisi dengan sel darah, serum, lendir dan kemudian akan mengalami infeksi.

Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas yang ringan.

Penderita sindroma lobus medialis mungkin tidak mengalami gejala sama sekali, walaupun

banyak yang menderita batuk-batuk pendek.Gejalanya bisa berupa gangguan pernafasan,

nyeri dada atau batuk. Jika disertai infeksi, bisa terjadi demam dan peningkatan denyut

jantung, kadang-kadang sampai terjadi syok (tekanan darah sangat rendah). (1)

3. Gagal Napas

Gagal napas timbul ketika pertukaran oksigen dengan karbondioksida pada paru-paru

tidak dapat mengimbangi laju konsumsi oksigen dan produksi karbon dioksida pada sel

tubuh. (2)

14

X. Prognosis

Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan

kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang berjumlah kira-kira

10 juta. Namun, angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas

kesehatan terbatas. Informasi mengenai perjalanan klinis asma mengatakan bahwa

prognosis baik ditemukan pada 50% – 80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya

ringan timbul pada masa kanak-kanak. (3)

Pada kasus dengan serangan asma yang ringan bisa sembuh tanpa gejala. Pada pasien

asma bisa ditemukan penurunan fungsi paru-paru lebih cepat terutamanya pada orang yang

merokok dan orang yang produksi mukus berlebihan. Secara umum, 72% laki-laki dan 86%

perempuan yang telah didiagnosa dengan asma, gejalanya bisa kambuh setelah 15 tahun.

Kematian akibat dari asma adalah jarang karena serangan asma dapat ditangani dan jarang

ditemukan pada pasien yang berobat teratur. Walaupun ia tidak menyebabkan kematian tetapi

asma bisa menakutkan dan mengganggu kerja sehari-hari.(9)

XI. Kesimpulan

Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang

bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea

dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.

Tujuan pengobatan asma untuk menghentikan serangan secepat mungkin dan

mencegah serangan berikutnya. Untuk mencapai tujuan tersebut diberikan obat yang

bersifat bronkodilator pada waktu serangan dan obat anti inflamasi untuk menurunkan

hiperaktivitas bronkus sebagai tindakan pencegahan. Pemberian obat asma bisa

dilakukan dengan cara perenteral, oral dan inhalasi.

15

Laporan Kasus

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. S

Umur : 63 tahun

Jenis Kelamin : laki - laki

Alamat : jl. Dg. Tata No. 3 Makassar

2. Anamnesis

Keluhan Utama : Sesak Napas

Anamnesis Terpimpin:

Sesak nafas dialami sejak 3 hari sebelum masuk RS dirasakan memberat sejak tadi

pagi. Sesak nafas disertai dengan bunyi mengi dan batuk, sesak dialami terus

menerus, osi merasa lebih nyaman bila duduk daripada berbaring. Dipengaruhi oleh

cuaca terutama saat dingin.

Keluhan disertai batuk, batuk tidak terus menerus, lendir berwarna putih, tidak ada

darah.

Tidak ada keluhan demam, tidak ada mual dan muntah, tidak ada nyeri perut.

Osi mengeluh sakit kepala, yang dirasakan sejak tadi malam, tetapi tidak terus

menerus. Tidak ada keluhan pusing.

BAB : biasa berwarna coklat

BAK : lancar berwarna kuning

Riwayat di opname di RSLB dengan keluhan yang sama setahun yang lalu

Riwayat berobat karena penyakit asma sejak 5 tahun yang lalu.

Riwayat alergi dengan debu.

Riwayat penyakit asma sejak kecil tidak ada.

16

Riwayat keluarga menderita asma tidak diketahui.

Riwayat DM tidak ada, riwayat hipertensi tidak ada, riwayat sakit jantung tidak ada.

3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : sakit sedang/gizi kurang/compos mentis

BB = 60kg, TB = 167 cm, IMT = 21,51 kg/m2

Tanda vital :

Tekanan darah : 130/80 mmHg, posisi duduk

Nadi : 108 x/menit, reguler

Pernapasan : 32 x/menit thorakoabdominal

Suhu tubuh : 36 oC axial

Kepala : anemis (-), ikterus (-), sianosis (-)

Leher : MT (-) NT (-)

KGB (-)

DVS R-2 cmH2O

Thoraks :

Inspeksi : simetris kiri = kanan (retraksi) supraclavicilaris dan intercostalis.

Tidak ada bagian yang tertinggal saat inspirasi dan ekspirasi

Palpasi : fremitus raba : simetris kiri = kanan

NT (-) MT (-)

Perkusi

Paru kiri & kanan: sonor (+)

Batas paru-hepar : ICS VI anterior dextra

17

Batas paru belakang kanan : ICS XI

Batas paru belakang kiri : ICS X

Auskultasi

BP : bronchovesicular

BT : rh - / - wh +/+

Jantung

Inspeksi : IC tidak nampak

Palpasi : IC tidak teraba

Perkusi : batas kanan jantung linea sternalis dextra

batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra

Auskultasi : BJ I / II murni, regular

BT murmur (-) gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : datar, ikut gerak napas

Auskultasi : peristaltik (+), kesan normal

Palpasi : MT (-) NT (-) hepar / limpa tidak teraba

Perkusi : timpani (+)

Ekstremitas : edema - / -, sianosis (-).

4. Diagnosa Awal : Asma Bronkial Eksaserbasi Akut

5. Pengobatan

O2 : 5-6 L / m

IVFD RL : 20 tpm

Salbutamol nebulizer – diberi selama 1 jam

Dexamethasone 1 amp / 8 jam / iv

18

6. Rencana Pemeriksaan

AGD

Darah Rutin ( ur/cr, GOT,GPT, GDS)

Spirometri

Foto thoraks

7. Follow Up

Tanggal Follow Up Terapi

10/1/2012

TD:130/80

mmHg

N : 108 x/m

P : 32 x/m

S : 36 oC

S: Sesak napas (+), batuk(+) lendir(+) warna

putih, demam (-), pusing(-), sakit kepala (+).

Nyeri uluhati (-).

BAB : baik/lancar

BAK : baik/lancar

O:

Kepala : anemis (-), ikterus (-), sianosis (-)

Leher : MT (-) NT (-), KGB (-)

DVS R-2 cmH2O

Thoraks : BP : bronchovesicular

BT : rh - / - wh +/+

COR : BJ I / II murni, regular

Abd : peristaltik (+), kesan normal

Ekstremitas : edema - /- sianosis (-)

Foto Thorax : Kesan – BronchitisAP:Asma

O2 5-6L / m

IVFD RL 20 tpm

Salbutamol

nebulizer / 8 jam

Dexamethasone

1 amp / 8 jam / iv

PCT 3x500 mg

Ambroxol 30

2x1

19

bronchial eksaserbasi akut

A:asma bronkhial eksaserbasi akut

11/1/2012

TD:110/80

mmHg

N :98 x/m

P :28 x/m

S : 36,7 oC

S: sesak (+) berkurang

Batuk (+), lendir (+), nyeri ulu hati (-)

Demam (-) sakit kepala (-)

Mual (-), muntah (-)

BAB : baik/lancar

BAK : baik/lancar

Nafsu makan baik

Kepala : anemis (-), ikterus (-), sianosis (-)

Leher : MT (-) NT (-), KGB (-)

DVS R-2 cmH2O

Thoraks : BP : bronchovesicular

BT : rh - / - wh +/+

COR : BJ I / II murni, regular

Abd : peristaltik (+), kesan normal

Ekstremitas : edema - /- sianosis (-)

Foto Thorax : Kesan – Bronchitis

A: asma bronkhial eksaserbasi akut

O2 5-6 L / m

IVFD RL 20 tpm

Salbutamol

nebulizer / 8 jam

Ambroxol 30 2x1

Dexamethasone

1 amp / 8 jam / iv

12/2/2012

TD: 110/80

nnHg

N: 80 x/m

S : sesak (+) berkurang

Batuk (+), lendir (- ) berukurang, nyeri ulu

hati (-)

Demam (-) sakit kepala (-)

O2 5-6 L / m

IVFD RL 20 tpm

Salbutamol

nebulizer / 8 jam

Ambroxol 30 2x1

20

P: 24 x/m

S: 36,5 oC

Mual (-), muntah (-)

BAB : baik/lancar

BAK : baik/lancar

Kepala : anemis (-), ikterus (-), sianosis (-)

Leher : MT (-) NT (-), KGB (-)

DVS R-2 cmH2O

Thoraks : BP : bronchovesicular

BT : rh - / - wh +/+

COR : BJ I / II murni, regular

Abd : peristaltik (+), kesan normal

Ekstremitas : edema - /- sianosis (-)

Dexamethasone

1 amp / 8 jam / iv

13/2/2012 Pasien pulpak

8. Resume

Tn. S, laki – laki , 63 tahun, Sesak nafas dialami sejak 3 hari sebelum masuk RS

dirasakan memberat sejak tadi pagi. Sesak nafas disertai dengan bunyi mengi dan

batuk, sesak dialami terus menerus, osi merasa lebih nyaman bila duduk daripada

berbaring. Dipengaruhi oleh cuaca terutama saat dingin.

Keluhan disertai batuk, batuk tidak terus menerus, lendir berwarna putih, tidak ada

darah.

Tidak ada keluhan demam, tidak ada mual dan muntah, tidak ada nyeri perut.

Osi mengeluh sakit kepala, yang dirasakan sejak tadi malam, tetapi tidak terus

menerus. Tidak ada keluhan pusing.

BAB : biasa berwarna coklat

BAK : lancar berwarna kuning

21

Riwayat di opname di RSLB dengan keluhan yang sama setahun yang lalu

Riwayat berobat karena penyakit asma sejak 5 tahun yang lalu.

Riwayat alergi dengan debu.

Riwayat penyakit asma sejak kecil tidak ada.

Riwayat keluarga menderita asma tidak diketahui.

Riwayat DM tidak ada, riwayat hipertensi tidak ada, riwayat sakit jantung tidak ada.

Dari hasil pemeriksaan fisis ditemukan keadaan umum sakit sedang, gizi

baik, compos mentis. Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 108 x/menit, pernapasan

32 x/menit, dan suhu tubuh 36oC. Bunyi pernapasan bronchial, dan ditemukan

wheezing. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka pasien ini dapat di

diagnosis Asma Bronchial Eksaserbasi Akut. Pada pasien diberikan terapi O2 5-6

lpm, IVFD RL 20 tetes / menit, Nebulizer salbutamol selama 1 jam dan

Dexamethasone 1 amp/ 8 jam/ iv, ambroxol 30 2x1, paracetamol 3x500 mg.

9. Diskusi

Pasien masuk dengan keluhan dispneu, yang dimaksud dengan dispneau

adalah kesulitan bernapas yang disebabkan karena suplai oksigen ke dalam jeringan

tubuh tidak sebanding dengan oksigen kedalam jaringan tubuh tidak sebanding

dengan oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Berdasarkan etiologi maka dispnea

dapat dibagi menjadi 4 bagian, yakni: Kardiak dispnea, yakni dispnea yang

disebabkan oleh karena adanya kelainan pada jantung. Pulmunal dispnea, dispnea

yang terjadi pada penyakit paru. Hematogenous dispnea yang disebabkan oleh

karena adanya asidosis, anemia atau anoksia, biasanya dispnea ini berhubungan

dengan exertional (latihan). Neurogenik, dispnea terjadi oleh karena kerusakan pada

jaringan otot-otot pernapasan.

Pada kasus ini didapatkan laki – laki , 63 tahun dengan keluhan sesak nafas dialami

sejak 3 hari sebelum masuk RS dirasakan memberat sejak tadi pagi, disertai dengan

bunyi mengi dan batuk, sesak dialami terus menerus, osi merasa lebih nyaman bila

duduk daripada berbaring. Dipengaruhi oleh cuaca terutama saat dingin.Keluhan

disertai batuk, batuk tidak terus menerus, lendir berwarna putih, tidak ada darah.

22

Berdasarkan gejala klinis yang didapatkan maka dapat dikategorikam

dispneu yang dialami merupakan pulmonal dispneu dan didiagnosis dengan asma

bronkhial eksaserbasi akut. Eksaserbasi asma adalah episode akut atau subakut

sengan sesak yang memburuk secara progresif biasa disertai batuk dan nyeri dada

atau kombinasi gejala tersebut. Eksaserbasi ditandai dengan menurunnya frekuensi

napas.

Faktor pencetus terjadinya serangan asma terbagi atas faktor predisposisi

atau genetik, dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum

diketahui cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya

mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat

alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar

dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernapasannya juga bisa

diturunkan. Ada juga faktor presipitasi antara lain; Alergen, perubahan cuaca, stress,

lingkungan, dan termasuk juga olahraga/ aktifitas jasmani yang berat. Sebagian

besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau

olahraga yang berat. Lari dengan cepat, sangat mudah menimbulkan serangan asma.

Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas

tersebut. (4)

Untuk terapi yang diberikan pertama berupa oksigen 5-6 L/mnt, dilanjutkan

nebulizer salbutamol yang merupakan bronkodilator dan injeksi dexamethasone 1

amp/8jam/iv sebagai anti inflamasi

Daftar Pustaka

1. Konthen, Effendi. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya, Edisi III: 2008, hal: 50-

55.

23

2. Mnemonics, Classification Of Asthma (Level Of Control) – Based On GINA

Guidelines 2010 [online] 2011 [cited 2010 November] available from :

http://www.ginasthma.org/uploads/user/files/GINA_Report_2011.pdf Accessed Maret

6, 2012

3. Massoud Mahmoudi. Allergy & Asthma Practical Diagnosis and Management, 2008:

h: 124-132.

4. Asma Bronkial. [citied 2012 maret 7]. Available from: http://www.doctorology.net

5. World Health Organization. Facts about Asthma [citied 2012 maret 7]. Avaiflable

from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs307/en/index.html

6. Baratawidjaja, Sundaru. Asma Bronkial:Patofisiologi & Terapi. [citied 2012]

Available from: http://www.kalbe.co.id/dod_detail.php?detail=46

7. Bronchial Asthma Treatments, Symptoms, Causes and More. [citied 2012 maret 7].

Available from: www.webmd.com/asthma/guide/bronchial-asthma

8. Lenfant. Pharmacotherapy of Asthma, New York, 2006. H:29-48.

9. Asthma in Adults. [ citied 2012 maret 7]. Available from :

http://www.umm.edu/patiented/articles/how_serious_asthma_000004_4.htm

24