Upload
sheila-cantik
View
102
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
asma bronkial
Citation preview
ASMA BRONKHIAL
I. Pendahuluan
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan peranan sel-sel
radang dan elemen-elemen selulernya. Inflamasi kronis tersebut menyebabkan
hipersensitivitas dan penyempitan saluran nafas yang bervariasi, ditandai episode berulang
mengi (wheezing), sesak nafas, dada rasa ketat, dan batuk terutama pada malam hari atau
pagi dini hari. Penyempitan saluran nafas dan gejala-gejala asma tersebut bersifat reversible
baik secara spontan maupun dengan pengobatan. (1)
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah
kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi dan angka rawat
inap penyakit asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di
Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun diperkirakan berkisar 3-8%.
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola
hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam
makanan. (1)
Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara
total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas
dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta
faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi
penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa
diatasi oleh penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan
waktu lebih lama, sering menjadi problem tersendiri. (2)
Pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan sangat berarti bagi
penderita, terutama bagaimana sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan pada waktu
menghadapi serangan, dan bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan asma. (2)
II. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan
sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-
benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara
1
sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah
antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat,
alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini
akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi
lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. (3)
Gambar 1
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada
dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus
dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
sangat meningkat. (4)
2
Gambar 2
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar
bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah
akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.
Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi
sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional
dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. (4)
III. Faktor Pencetus
1. Faktor predisposisi
Genetik - Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,
3
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. (3)
2. Faktor presipitasi
a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk bunga,
spora jamur, bakteri dan polusi)
Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)
Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam
tangan) (3)
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. (3)
c. Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus
segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati. (3)
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan,
industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. (3)
4
e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut. (4)
IV. Gejala Klinis
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase
inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi
mengi (wheezing). Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya
wheezing tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru-paru.
Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar
lebih lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk hampir selalu ada bahkan
seringkali diikuti dengan adanya sekret, baik yang mukoid atau pun purulen. Hal ini
dapat memperberat keluhan sesak. (5)
Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan pada cuping hidung
sesuai dengan irama pernapasan. Bila frekuensi pernapasan makin meningkat, otot-otot
bantu respirasi ikut aktif. Pada keadaan yang lebih berat, penderita akan mengalami
sianosis dan tampak gelisah. (5)
V. Klasifikasi
Klasifikasi asma berdasarkan level terkontrolnya menurut GINA Guidelines 2011 yakni :
1. Terkontrol
- Fungsi paru normal
- Tidak ada pembatasan aktifitas
- Tidak ada gejala malam (sesak pada malam hari)
- ≤ 2 serangan / minggu yang membutuhkan pelega
2. Terkontrol
- Fungsi paru < 80%
- Ada pembatasan aktifitas
- Ada gejala malam
- > 2x / minggu yang membutuhkan pelega
3. Tidak terkontrol
5
Dengan tiga atau lebih kriteria yang ada pada kelompok terkontrol sebagian dalam
satu minggu.
Tingkat Kontrol Asma
Karakteristik Terkontrol
(Semua dari tanda-tanda)
Terkontrol sebagian
Pengukuran ada setiap minggu
Tidak terkontrol
Gejala siang Tidak ada (< 2 x / minggu) >2 x / minggu Tiga atau lebih gambaran asma terkontrol sebagian ada pada setiap minggu*†
Keterbatasan Aktivitas Tidak ada AdaGejala/ terbangun malam Tidak ada AdaPemakaian obat pelega / agonis b 2
Tidak ada (<2 x / minggu) 2 x / minggu
Fungsi Paru
(APE atau VEP1)
Normal < 80 % prediksi atau nilai terbaik individu
Eksaserbasi Tidak ada 1 atau lebih / tahun* Ada dalam 1 minggu†
* Setiap eksaserbasi harus dinilai pengobatan pemeliharaan untuk menjamin terapi adekuat
† Secara definisi suatu eksaserbasi dalam minggu tertentu dikatakan sebagai minggu asma yang tidak terkontrol.
+Tanpa pemberian bronkodilator, fungsi paru-paru bukan tes yang dapat diandalkan untuk childreen 5 tahun dan
yang lebih muda
VI. Pemeriksaan Penunjang
1. Anamnesis
Pada anamnesis, diusahakan mendapatkan keterangan yang terperinci mengenai
riwayat penyakit. Pada riwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk, sesak, mengi, atau
rasa berat di dada. Tetapi, kadang-kadang pasien hanya mengeluh batuk-batuk saja yang
umumnya timbul pada malam hari atau saat kegiatan jasmani. Adanya penyakit alergi
yang lain pada pasien atau keluarganya seperti rhinitis alergi, dermatitis atopik
membantu diagnosa asma. Adakalanya gejala sering timbul pada musim tertentu. (6)
Riwayat batuk yang kambuh menyertai masuk angin atau flu. Flu berulang,
radang tenggorokan, sakit akibat perubahan musim atau pergantian cuaca, sesak saat
berolahraga, atau sering terbangun di malam hari karena mendadak sesak napas. (6)
6
Yang perlu diketahui adalah faktor pencetus serangan, dengan mengetahui faktor
pencetus, kemudian menghindarinya, maka diharapkan gejala asma dapat dicegah. Yang
membedakan asma dengan penyakit paru lain yaitu pada asma serangan dapat hilang
dengan atau tanpa obat. (6)
2. Pemeriksaan Fisik
Penemuan tanda pada pemeriksaan fisis pasien asma, tergantung dari derajat
obstruksi saluran napas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, pernapasan cepat
sampai sianosis dapat dijumpai pada pasien asma. (6)
Tanda-tanda vital seperti tekanan darah, temperatur, frekuensi nadi, dan frekuensi
napas, menentukan tingkat keparahan penyakit. Temperatur di bawah 35⁰C atau di atas
41⁰C atau tekanan darah sistolik di bawah 90 mmHg menandakan keadaan gawat
darurat. Pulsus Paradoksus pada fase inspirasi, terjadi peningkatan tekanan arterial lebih
besar dari 10 mmHg, tanda ini bermanfaat dalam menentukan adanya kemungkinan
hambatan ekspirasi pada keadaan asma. Kontraksi otot bantu napas dapat
mengungkapkan adanya tanda obstruksi saluran napas. Otot-otot bantu pernapasan di
leher dan otot-otot interkostal akan berkontraksi pada keadaan obstruksi moderat
hingga parah. Pada perkusi, keadaan hipersonor akan ditemukan pada hiperinflasi paru
seperti terjadi pada serangan asma akut. Pada auskultasi, khas terdengar bunyi wheezing
saat ekspirasi. (7)
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Spirometri
Cara yang paling tepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma adalah
melihat respon pengobatan terhadap bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan
sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler atau nebulizer) golongan
adrenergik beta. Peningkatan Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP₁) sebanyak
20% menunjukkan diagnosis asma. Tetapi respon yang kurang dari 20% tidak berarti
bukan asma. Hal-hal tersebut dapat dijumpai pada pasien yang sudah normal atau
mendekati normal. Demikian pula respon terhadap bronkodilator tidak dijumpai pada
obstruksi sakuran napas yang berat, oleh karena obat tunggal bronkodilator tidak cukup
kuat memberikan efek yang diharapkan. (7)
7
b) Pemeriksaan Sputum
Pada pemeriksaan sputum dapat ditemui hal-hal berikut :
- Kristal-kristal Charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil
- Spiral curshmann yang merupakan cast cell atau sel cetakan dari cabang
bronkus
- Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
- Neutrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucous plug. (3)
c) Pemeriksaan Uji Kulit
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen
yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Hal ini dapat menunjukkan
adanya antibodi IgE spesifik dalam tubuh. Pemeriksaan menggunakan tes tempel. (3)
Tes ini dilakukan di kulit punggung. Hasil tes ini baru dapat dibaca setelah 48 jam.
Bila positif terhadap bahan kimia tertentu, akan timbul bercak kemerahan dan
meninggi pada kulit. Syarat tes ini dalam 48 jam, pasien tidak boleh melakukan
aktivitas yang berkeringat, mandi, posisi tidur tertelungkup, punggung tidak boleh
bergesekan serta 2 hari sebelum tes, tidak boleh minum obat yang mengandung steroid atau
anti bengkak. Daerah pungung harus bebas dari obat oles, krim atau salep.(3)
d) Pemeriksaan Kadar IgE Total Dan LgE Spesifik Dalam Sputum
Pemeriksaan kadar IgE total dilakukan untuk menyokong adanya atopi. Pemeriksaan
IgE spesifik lebih bermakna dilakukan bila uji kulit tidak dapat dilakukan atau
hasilnya kurang dapat dipercaya. (3)
e) Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. (7)
8
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran
napas dan adanya kecurigaan terhadap proses patologis di paru atau komplikasi asma
seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain. (7)
f) Analisa Gas Darah
Pemeriksaan ini dilakukan pada asma yang berat. Pada fase awal serangan, terjadi
hipoksemia dan hipokapnia (PaCO₂ < 35 mmHg) kemudian pada stadium yang lebih
berat PaCO₂ justru mendekati normal sampai normo-kapnia. Selanjutnya pada asma
yang sangat berat terjadinya hiperkapnia (PaCO₂ ≥ 45 mmHg), hipoksemia dan asidosis
respiratorik. (3)
VII. Diagnosis Banding
1. Bronkhitis Kronik
Bronkhitis kronik ditandai dengan batuk kronis yang mengeluarkan sputum tiga
bulan dalam setahun untuk sedikitnya dua tahun. Penyebab batuk kronik seperti
tuberkulosis, bronkhitis atau keganasan harus disingkirkan dahulu. Gejala utama
batuk disertai sputum biasanya didapatkan pada pasien berumur lebih dari 35 tahun
dan perokok berat. Gejalanya dimulai dengan batuk pagi hari, lama-lama disertai
mengi dan menurunnya kemampuan kegiatan jasmani. Pada stadium lanjut dapat
ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pulmonal. (1)
2. Emfisema Paru
Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang
menyertainya. Pasien biasanya kurus. Berbeda dengan asma, pada emfisema tidak
ada masa remisi dan pasien selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan
fisis ditemukan dada membesar, pergerakan napas terbatas, hipersonor, pekak hati
menurun, dan suara napas sangat lemah. Pemeriksaan foto dada menunjukkan
hiperinflasi. (1)
3. Gagal Jantung Kiri Akut
Dulu gagal jantung kiri akut dikenal dengan nama asma kardial, dan bila
timbul pada malam hari disebut Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe (PND). Pasien tiba-
tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau
9
berkurang bila duduk. Pada anamnesis dijumpai hal-hal yang memperberat atau
memperingan gejala gagal jantung. Disamping ortopnea, pada pemeriksaan fisis
ditemukan kardiomegali dan edema paru. (1)
4. Emboli Paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli antara lain adalah imobilisasi, gagal
jantung dan tromboflebitis. Di samping gejala sesak napas, pasien batuk-batuk yang
dapat disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsan. Pada
pemeriksaan fisis ditemukan adanya ortopnea, takikardia, gagal jantung kanan, pleural
friction, irama derap, sianosis, dan hipertensi. Pemeriksaan elektrokardiogram
menunjukkan perubahan antara lain aksis jantung ke kanan. (1)
VIII. Penatalaksanaan
Terdapat 4 komponen terapi yang dibutuhkan untuk kontrol asma, yaitu:
1. Komponen 1: Hubungan dokter/pasien
Dengan bantuan tenaga medis, pasien mampu:
Menghindari faktor risiko
Konsumsi obat dengan teratur
Mengerti perbedaan antara “controller” dan “reliever”
Monitor keadaan mereka sendiri
Mengenal gejala asma memberat dan mengambil tindakan awal
Mendapatkan konsultasi pengobatan yang betul (2)
2. Komponen 2: Identifikasi dan kurangkan pendedahan kepada faktor pencetus
Tidak merokok
Hindari makanan yang bisa menyebabkan gejala asma
Hindari kegiatan yang bisa menyebabkan gejala asma
Bersihkan cadar dan selimut dengan menggunakan air panas
Hindari hewan berbulu
Pastikan persekitaran bersih (2)
3. Komponen 3: Menilai, terapi dan monitor asma
10
Terapi harus dilanjutkan minimal selama 3 bulan. Pada 1 bulan pertama, pengobatan
diawasi. Kalau tidak ada pembaikan maka dosis ditingkatkan. Setelah ada perubahan,
dosis dikurangi secara teratur. (2)
4. Komponen 4: Penanganan eksaserbasi
Eksaserbasi asma adalah episode sesak yang bertambah secara progresif, batuk
atau wheezing, atau kombinasi gejala ini. Terapi yang diberikan adalah:
Inhaled rapid-acting β2-agonists (2-4 puff setiap 20min dalam 1 jam pertama;
seterusnya dengan eksaserbasi sedang butuh 2-4 puff setiap 3-4 jam, eksaserbasi
ringan dengan 6-10 puff setiap1-2 jam)
Oral glucocorticosteroids (0.5-1mg prednisolone/kg dalam 24 jam) anti-inflamasi
dan penyembuhan yang cepat.
Oksigen diberikan dalam keadaan hypoxmia (target saturasi O2 adalah 95%)
Kombinasi terapi β2-agonists/anticholinergic meningkatkan PEF dan FEV1. (2)
β-agonists menyebabkan relaksasi otot polos, oleh karena itu ia digunakan dalam
terapi asma. β-agonists yang pertama digunakan adalah adrenaline dan isoprenaline.
Tetapi penggunaan obat tersebut dibataskan karena menyebabkan efek samping
kepada jantung. Dengan itu, diperkenalkan albuterol. Seterusnya dikenalkan pula
“Short Acting β-agonists” (SABA) dan “Long Acting β-agonists” (LABA), yang
digunakan untuk terapi simptomatik asma. Durasi masa aktifnya β-agonists
tergantung kepada abilitasnya untuk menetap pada “receptor-binding site”. (8)
Reaksi Β2-agonists hanya terjadi apabila ia terikat dengan β2-Adrenoeceptors.
Semakin lama pengikatan antara Β2-agonists dengan β2-Adrenoeceptors, semakin
lama reaksinya. SABA adalah ‘rapid acting’ yang menyebabkan relaksasi otot polos
tapi dalam waktu yang singkat. SABA (albuterol, terbutaline) yang digunakan sebagai
‘reliever’ menyebabkan dilatasi bronkus dalam beberapa minit setelah dikonsumsi. (8)
LABA lebih lipophilic daripada SABA. Oleh karena itu ia lebih lama terikat
dengan β2-Adrenoeceptors. Maka reaksi farmakologinya lebih lama. Terdapat 2 jenis
LABA yang digunakan sebagai ‘controller’ untuk terapi asma yaitu salmeterol dan
formoterol. (8)
Inhaler SABA (fenoterol, salbutamol, prokaterol) merupakan obat terpilih
untuk gejala asma akut serta bila diberikan sebelum kegiatan jasmani, dapat
11
mencegah serangan asma karena kegiatan jasmani. Β2-agonists hirup juga dipakai
sebagai penghilang gejala pada asma episodik. Peran kortikosteroid pada asma
akut adalah untuk mencegah perburukan gejala labih lanjut. Teofilin maupun β2-
agonists oral diperlukan pada pasien yang secara teknis tidak bisa memakai
sediaan hirup. (8)
Efek samping daripada penggunaan Β2-agonists adalah gangguan jantung
dengan peningkatan ‘heart rate’. Ini terjadi karena stimulasi β2-Adrenoeceptors dan
vasodilatasi perifer. Efek lain adalah tremor / efek metabolik dimana bisa terjadi
hipokalemia karena K-influx dalam sel atau hiperglikemia yang terjadi karena
peningkatan gliconeolisis. Efek samping yang ketiga adalah vasodilatasi pulmonal
yang menyebabkan peningkatan aliran darah.
Obat Dosis Rendah (µg) Dosis Medium (µg) Dosis Tinggi (µg)
Beclomethasone
dipropionate – CFC
200 – 500 > 500 – 1000 > 1000 – 2000
Beclomethasone
dipropionate – HFA
100 -250 > 250 - 500 > 500 - 1000
Budesonide 200 -400 > 400 - 800 > 800 - 1600
Ciclesonide 80 – 160 > 160 - 320 > 320 - 1280
Flunisolide 500 – 1000 > 1000 - 2000 > 2000
Fluticasone
propionate
100 – 250 > 250 - 500 > 500 -1000
Mometasone furoate 200 > 400 > 800
Triamcinolone
acetonide
400 – 1000 > 1000 - 2000 > 2000
Dosis ICS Perhari untuk dewasa dan anak-anak lebih dari 5 tahun (dikutip dari pustaka 2)
Parameter Ringan Sedang Berat Penahanan
pernapasan
yang cepat
Sesak - Berjalan
- Bisa
- Saat bicara
- Lebih enak
- Saat istirahat
- Membungkuk
12
baring kalau dalam
posisi duduk
ke depan
Bicara Biasa Kalimat Kata-kata
Kewaspadaan Bias gelisah Gelisah Gelisah Pusing
Pernapasan Meningkat Meningkat > 30/min
Retraksi otot
aksesori dan
suprasternal
Tidak Ada Ada Pergerakan
paradoxical
thoraca-
abdominal
Wheezing Sedang Kuat Kuat Tidak ada
Nadi/min < 100 100 – 200 > 120 Bradicardi
Nadi paradoxus < 10 mmHg 10 – 25 mmHg > 25mmHg Tidak ada
PEF setelah
bronchodilator
yang pertama
> 80% 60 – 80 % < 60%
PaO2 (on air)
dan/atau
PaCO2
Normal
< 45 mmHg
> 60mm Hg
< 45 mmHg
< 60mmHg
> 45 mmHg
SaO2 (on air) > 95% 91-95% < 90%
Serangan Asma (dikutip dari pustaka 2)
IX. Komplikasi
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah penimbunan udara atau gas di dalam rongga pleura.
Pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru-paru
(misalnya penyakit paru obstruktif menahun, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk
rejan). Gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk ke
dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps. Gejalanya bisa
berupa :
- Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita
menarik nafas dalam atau terbatuk
- Sesak nafas
- Dada terasa sempit
13
- Mudah lelah
- Denyut jantung yang cepat
- Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur. (3)
2. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan
saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan bronkus. Bronkus adalah 2 cabang utama
dari trakea yang langsung menuju ke paru-paru. Penyumbatan juga bisa terjadi pada saluran
pernafasan yang lebih kecil. Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya gumpalan lendir,
tumor atau benda asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa tersumbat oleh
sesuatu yang menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran kelenjar getah bening. (1)
Jika saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam alveoli akan terserap ke dalam aliran
darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat. Jaringan paru-paru yang mengkerut
biasanya terisi dengan sel darah, serum, lendir dan kemudian akan mengalami infeksi.
Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas yang ringan.
Penderita sindroma lobus medialis mungkin tidak mengalami gejala sama sekali, walaupun
banyak yang menderita batuk-batuk pendek.Gejalanya bisa berupa gangguan pernafasan,
nyeri dada atau batuk. Jika disertai infeksi, bisa terjadi demam dan peningkatan denyut
jantung, kadang-kadang sampai terjadi syok (tekanan darah sangat rendah). (1)
3. Gagal Napas
Gagal napas timbul ketika pertukaran oksigen dengan karbondioksida pada paru-paru
tidak dapat mengimbangi laju konsumsi oksigen dan produksi karbon dioksida pada sel
tubuh. (2)
14
X. Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan
kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang berjumlah kira-kira
10 juta. Namun, angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas
kesehatan terbatas. Informasi mengenai perjalanan klinis asma mengatakan bahwa
prognosis baik ditemukan pada 50% – 80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya
ringan timbul pada masa kanak-kanak. (3)
Pada kasus dengan serangan asma yang ringan bisa sembuh tanpa gejala. Pada pasien
asma bisa ditemukan penurunan fungsi paru-paru lebih cepat terutamanya pada orang yang
merokok dan orang yang produksi mukus berlebihan. Secara umum, 72% laki-laki dan 86%
perempuan yang telah didiagnosa dengan asma, gejalanya bisa kambuh setelah 15 tahun.
Kematian akibat dari asma adalah jarang karena serangan asma dapat ditangani dan jarang
ditemukan pada pasien yang berobat teratur. Walaupun ia tidak menyebabkan kematian tetapi
asma bisa menakutkan dan mengganggu kerja sehari-hari.(9)
XI. Kesimpulan
Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang
bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea
dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
Tujuan pengobatan asma untuk menghentikan serangan secepat mungkin dan
mencegah serangan berikutnya. Untuk mencapai tujuan tersebut diberikan obat yang
bersifat bronkodilator pada waktu serangan dan obat anti inflamasi untuk menurunkan
hiperaktivitas bronkus sebagai tindakan pencegahan. Pemberian obat asma bisa
dilakukan dengan cara perenteral, oral dan inhalasi.
15
Laporan Kasus
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : laki - laki
Alamat : jl. Dg. Tata No. 3 Makassar
2. Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak Napas
Anamnesis Terpimpin:
Sesak nafas dialami sejak 3 hari sebelum masuk RS dirasakan memberat sejak tadi
pagi. Sesak nafas disertai dengan bunyi mengi dan batuk, sesak dialami terus
menerus, osi merasa lebih nyaman bila duduk daripada berbaring. Dipengaruhi oleh
cuaca terutama saat dingin.
Keluhan disertai batuk, batuk tidak terus menerus, lendir berwarna putih, tidak ada
darah.
Tidak ada keluhan demam, tidak ada mual dan muntah, tidak ada nyeri perut.
Osi mengeluh sakit kepala, yang dirasakan sejak tadi malam, tetapi tidak terus
menerus. Tidak ada keluhan pusing.
BAB : biasa berwarna coklat
BAK : lancar berwarna kuning
Riwayat di opname di RSLB dengan keluhan yang sama setahun yang lalu
Riwayat berobat karena penyakit asma sejak 5 tahun yang lalu.
Riwayat alergi dengan debu.
Riwayat penyakit asma sejak kecil tidak ada.
16
Riwayat keluarga menderita asma tidak diketahui.
Riwayat DM tidak ada, riwayat hipertensi tidak ada, riwayat sakit jantung tidak ada.
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sakit sedang/gizi kurang/compos mentis
BB = 60kg, TB = 167 cm, IMT = 21,51 kg/m2
Tanda vital :
Tekanan darah : 130/80 mmHg, posisi duduk
Nadi : 108 x/menit, reguler
Pernapasan : 32 x/menit thorakoabdominal
Suhu tubuh : 36 oC axial
Kepala : anemis (-), ikterus (-), sianosis (-)
Leher : MT (-) NT (-)
KGB (-)
DVS R-2 cmH2O
Thoraks :
Inspeksi : simetris kiri = kanan (retraksi) supraclavicilaris dan intercostalis.
Tidak ada bagian yang tertinggal saat inspirasi dan ekspirasi
Palpasi : fremitus raba : simetris kiri = kanan
NT (-) MT (-)
Perkusi
Paru kiri & kanan: sonor (+)
Batas paru-hepar : ICS VI anterior dextra
17
Batas paru belakang kanan : ICS XI
Batas paru belakang kiri : ICS X
Auskultasi
BP : bronchovesicular
BT : rh - / - wh +/+
Jantung
Inspeksi : IC tidak nampak
Palpasi : IC tidak teraba
Perkusi : batas kanan jantung linea sternalis dextra
batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I / II murni, regular
BT murmur (-) gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, ikut gerak napas
Auskultasi : peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : MT (-) NT (-) hepar / limpa tidak teraba
Perkusi : timpani (+)
Ekstremitas : edema - / -, sianosis (-).
4. Diagnosa Awal : Asma Bronkial Eksaserbasi Akut
5. Pengobatan
O2 : 5-6 L / m
IVFD RL : 20 tpm
Salbutamol nebulizer – diberi selama 1 jam
Dexamethasone 1 amp / 8 jam / iv
18
6. Rencana Pemeriksaan
AGD
Darah Rutin ( ur/cr, GOT,GPT, GDS)
Spirometri
Foto thoraks
7. Follow Up
Tanggal Follow Up Terapi
10/1/2012
TD:130/80
mmHg
N : 108 x/m
P : 32 x/m
S : 36 oC
S: Sesak napas (+), batuk(+) lendir(+) warna
putih, demam (-), pusing(-), sakit kepala (+).
Nyeri uluhati (-).
BAB : baik/lancar
BAK : baik/lancar
O:
Kepala : anemis (-), ikterus (-), sianosis (-)
Leher : MT (-) NT (-), KGB (-)
DVS R-2 cmH2O
Thoraks : BP : bronchovesicular
BT : rh - / - wh +/+
COR : BJ I / II murni, regular
Abd : peristaltik (+), kesan normal
Ekstremitas : edema - /- sianosis (-)
Foto Thorax : Kesan – BronchitisAP:Asma
O2 5-6L / m
IVFD RL 20 tpm
Salbutamol
nebulizer / 8 jam
Dexamethasone
1 amp / 8 jam / iv
PCT 3x500 mg
Ambroxol 30
2x1
19
bronchial eksaserbasi akut
A:asma bronkhial eksaserbasi akut
11/1/2012
TD:110/80
mmHg
N :98 x/m
P :28 x/m
S : 36,7 oC
S: sesak (+) berkurang
Batuk (+), lendir (+), nyeri ulu hati (-)
Demam (-) sakit kepala (-)
Mual (-), muntah (-)
BAB : baik/lancar
BAK : baik/lancar
Nafsu makan baik
Kepala : anemis (-), ikterus (-), sianosis (-)
Leher : MT (-) NT (-), KGB (-)
DVS R-2 cmH2O
Thoraks : BP : bronchovesicular
BT : rh - / - wh +/+
COR : BJ I / II murni, regular
Abd : peristaltik (+), kesan normal
Ekstremitas : edema - /- sianosis (-)
Foto Thorax : Kesan – Bronchitis
A: asma bronkhial eksaserbasi akut
O2 5-6 L / m
IVFD RL 20 tpm
Salbutamol
nebulizer / 8 jam
Ambroxol 30 2x1
Dexamethasone
1 amp / 8 jam / iv
12/2/2012
TD: 110/80
nnHg
N: 80 x/m
S : sesak (+) berkurang
Batuk (+), lendir (- ) berukurang, nyeri ulu
hati (-)
Demam (-) sakit kepala (-)
O2 5-6 L / m
IVFD RL 20 tpm
Salbutamol
nebulizer / 8 jam
Ambroxol 30 2x1
20
P: 24 x/m
S: 36,5 oC
Mual (-), muntah (-)
BAB : baik/lancar
BAK : baik/lancar
Kepala : anemis (-), ikterus (-), sianosis (-)
Leher : MT (-) NT (-), KGB (-)
DVS R-2 cmH2O
Thoraks : BP : bronchovesicular
BT : rh - / - wh +/+
COR : BJ I / II murni, regular
Abd : peristaltik (+), kesan normal
Ekstremitas : edema - /- sianosis (-)
Dexamethasone
1 amp / 8 jam / iv
13/2/2012 Pasien pulpak
8. Resume
Tn. S, laki – laki , 63 tahun, Sesak nafas dialami sejak 3 hari sebelum masuk RS
dirasakan memberat sejak tadi pagi. Sesak nafas disertai dengan bunyi mengi dan
batuk, sesak dialami terus menerus, osi merasa lebih nyaman bila duduk daripada
berbaring. Dipengaruhi oleh cuaca terutama saat dingin.
Keluhan disertai batuk, batuk tidak terus menerus, lendir berwarna putih, tidak ada
darah.
Tidak ada keluhan demam, tidak ada mual dan muntah, tidak ada nyeri perut.
Osi mengeluh sakit kepala, yang dirasakan sejak tadi malam, tetapi tidak terus
menerus. Tidak ada keluhan pusing.
BAB : biasa berwarna coklat
BAK : lancar berwarna kuning
21
Riwayat di opname di RSLB dengan keluhan yang sama setahun yang lalu
Riwayat berobat karena penyakit asma sejak 5 tahun yang lalu.
Riwayat alergi dengan debu.
Riwayat penyakit asma sejak kecil tidak ada.
Riwayat keluarga menderita asma tidak diketahui.
Riwayat DM tidak ada, riwayat hipertensi tidak ada, riwayat sakit jantung tidak ada.
Dari hasil pemeriksaan fisis ditemukan keadaan umum sakit sedang, gizi
baik, compos mentis. Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 108 x/menit, pernapasan
32 x/menit, dan suhu tubuh 36oC. Bunyi pernapasan bronchial, dan ditemukan
wheezing. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka pasien ini dapat di
diagnosis Asma Bronchial Eksaserbasi Akut. Pada pasien diberikan terapi O2 5-6
lpm, IVFD RL 20 tetes / menit, Nebulizer salbutamol selama 1 jam dan
Dexamethasone 1 amp/ 8 jam/ iv, ambroxol 30 2x1, paracetamol 3x500 mg.
9. Diskusi
Pasien masuk dengan keluhan dispneu, yang dimaksud dengan dispneau
adalah kesulitan bernapas yang disebabkan karena suplai oksigen ke dalam jeringan
tubuh tidak sebanding dengan oksigen kedalam jaringan tubuh tidak sebanding
dengan oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Berdasarkan etiologi maka dispnea
dapat dibagi menjadi 4 bagian, yakni: Kardiak dispnea, yakni dispnea yang
disebabkan oleh karena adanya kelainan pada jantung. Pulmunal dispnea, dispnea
yang terjadi pada penyakit paru. Hematogenous dispnea yang disebabkan oleh
karena adanya asidosis, anemia atau anoksia, biasanya dispnea ini berhubungan
dengan exertional (latihan). Neurogenik, dispnea terjadi oleh karena kerusakan pada
jaringan otot-otot pernapasan.
Pada kasus ini didapatkan laki – laki , 63 tahun dengan keluhan sesak nafas dialami
sejak 3 hari sebelum masuk RS dirasakan memberat sejak tadi pagi, disertai dengan
bunyi mengi dan batuk, sesak dialami terus menerus, osi merasa lebih nyaman bila
duduk daripada berbaring. Dipengaruhi oleh cuaca terutama saat dingin.Keluhan
disertai batuk, batuk tidak terus menerus, lendir berwarna putih, tidak ada darah.
22
Berdasarkan gejala klinis yang didapatkan maka dapat dikategorikam
dispneu yang dialami merupakan pulmonal dispneu dan didiagnosis dengan asma
bronkhial eksaserbasi akut. Eksaserbasi asma adalah episode akut atau subakut
sengan sesak yang memburuk secara progresif biasa disertai batuk dan nyeri dada
atau kombinasi gejala tersebut. Eksaserbasi ditandai dengan menurunnya frekuensi
napas.
Faktor pencetus terjadinya serangan asma terbagi atas faktor predisposisi
atau genetik, dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar
dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernapasannya juga bisa
diturunkan. Ada juga faktor presipitasi antara lain; Alergen, perubahan cuaca, stress,
lingkungan, dan termasuk juga olahraga/ aktifitas jasmani yang berat. Sebagian
besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau
olahraga yang berat. Lari dengan cepat, sangat mudah menimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas
tersebut. (4)
Untuk terapi yang diberikan pertama berupa oksigen 5-6 L/mnt, dilanjutkan
nebulizer salbutamol yang merupakan bronkodilator dan injeksi dexamethasone 1
amp/8jam/iv sebagai anti inflamasi
Daftar Pustaka
1. Konthen, Effendi. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya, Edisi III: 2008, hal: 50-
55.
23
2. Mnemonics, Classification Of Asthma (Level Of Control) – Based On GINA
Guidelines 2010 [online] 2011 [cited 2010 November] available from :
http://www.ginasthma.org/uploads/user/files/GINA_Report_2011.pdf Accessed Maret
6, 2012
3. Massoud Mahmoudi. Allergy & Asthma Practical Diagnosis and Management, 2008:
h: 124-132.
4. Asma Bronkial. [citied 2012 maret 7]. Available from: http://www.doctorology.net
5. World Health Organization. Facts about Asthma [citied 2012 maret 7]. Avaiflable
from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs307/en/index.html
6. Baratawidjaja, Sundaru. Asma Bronkial:Patofisiologi & Terapi. [citied 2012]
Available from: http://www.kalbe.co.id/dod_detail.php?detail=46
7. Bronchial Asthma Treatments, Symptoms, Causes and More. [citied 2012 maret 7].
Available from: www.webmd.com/asthma/guide/bronchial-asthma
8. Lenfant. Pharmacotherapy of Asthma, New York, 2006. H:29-48.
9. Asthma in Adults. [ citied 2012 maret 7]. Available from :
http://www.umm.edu/patiented/articles/how_serious_asthma_000004_4.htm
24