35
TUBERKULOSIS PARU (TB PARU) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit pada sistem pernafasan merupakan masalah yang sudah umum terjadi di masyarakat. Dan TB paru merupakan penyakit infeksi yang menyebabkan kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Di Indonesia TB paru merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan China dalam jumlah penderita TB paru di dunia. Mycobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 1993). Di negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-negara berkembang. Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan meningkat. Hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua golongan usia dan nomor I dari golongan infeksi. Antara tahun 1979-1982 telah dilakukan survey prevalensi di 15 propinsi dengan hasil 200-400 penderita tiap 100.000 penduduk. Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar 1/3 penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit atau klinik pemerintah dan swasta, [1]

askep tb paru kel.5

  • Upload
    bayykum

  • View
    58

  • Download
    7

Embed Size (px)

DESCRIPTION

juhgh

Citation preview

Page 1: askep tb paru kel.5

TUBERKULOSIS PARU (TB PARU)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit pada sistem pernafasan merupakan masalah yang sudah umum terjadi di masyarakat. Dan TB paru merupakan penyakit infeksi yang menyebabkan kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah.

Di Indonesia TB paru merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan China dalam jumlah penderita TB paru di dunia.

Mycobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 1993). Di negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-negara berkembang. Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan meningkat. Hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua golongan usia dan nomor I dari golongan infeksi. Antara tahun 1979-1982 telah dilakukan survey prevalensi di 15 propinsi dengan hasil 200-400 penderita tiap 100.000 penduduk.

Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar 1/3 penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit atau klinik pemerintah dan swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangkau unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB diperkirakan 175.000 per tahun.

Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, penderita TB kebanyakan dari kelompok sosio ekonomi rendah. Dari 1995-1998, cakupan penderita TB Paru dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) atau pengawasan langsung menelan obat jangka pendek/setiap hari baru mencapai 36% dengan angka kesembuhan 87%. Sebelum strategi DOTS (1969-1994) cakupannya sebesar 56% dengan angka kesembuhan yang dapat dicapai hanya 40-60%. Karena pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak cukup di masa lalu kemungkinan telah timbul kekebalan kuman TB terhadap OAT (obat anti tuberkulosis) secara meluas atau multi drug resistance (MDR).

[1]

Page 2: askep tb paru kel.5

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana TB Paru bisa terjadi ?2. Apa tanda dan gejala yang muncul (manifestasi klinis) dari TB Paru ?

3. Apa pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan TB Paru ?

4. Bagaimana cara menangani gangguan pernapasan akibat penyakit TB Paru ?

5. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan TB Paru ?

1.3. Tujuan

Menjelaskan asuhan keperawatan pada penderita TB paru, meliputi :

a) pengkajian TB parub) Mengidentifikasi diagnosa keperawatan pada klien dewasa dengan TB paru danc) Melakukan perencanaan pada klien dewasa dengan TB paru

[2]

Page 3: askep tb paru kel.5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian TB Paru

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang meyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003). Kuman TB berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pewarnaan yang disebut pula Basil Tahan Asam (BTA). Kuman batang tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit.

2.2. Etiologi

Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran panjang 1 – 4 mm dan tebal 0,3 – 0,6 mm. Sebagian besar komponen M.tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, M.tuberculosis senang tinggal di daerah aspek paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberculosis. Yang tergolong kuman mycobacterium tuberkulosis kompleks adalah:

• Mycobacterium tuberculosis

• Varian asian

• Varian african I

• Varian asfrican II

• Mycobakterium bovis

Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterial othetan Tb (mott, atipyeal) adalah :

• Mycobacterium cansasli

• Mycobacterium avium

• Mycobacterium intra celulase

• Mycobacterium scrofulaceum

[3]

Page 4: askep tb paru kel.5

• Mycobacterium malma cerse

2.3. Patofisiologi

Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil M.tuberculosis. bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan M.tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, dan korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas). Selanjutnya, sistem kekbalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberculosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal.

Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dlam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.

Interaksi antara M.tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada awl infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granulma. Granulma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granulma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.

Setelah infeksi awal, jika respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkhus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkantimbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yag dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan respons berbeda, kemudian pada akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.

[4]

Page 5: askep tb paru kel.5

Gambar : Patofisiologi TB paru yang mengarah pada terjadinya masalah keperawatan

[5]

Invasi bakteri tuberkolosis via inhalasi

Penyebaran bakteri secara bronkogen, limfogen &

hematogensembuh

Infeksi primer

Sembuh dengan fokus ghon

Bakteri dormanInfeksi pasca primer (reaktivasi)

Sembuh dengan fibrotik

Bakteri muncul beberapa tahun kemudian

Reaksi infeksi atau inflamasi membentuk

kavitas & merusak parenkim paru

Edema trakeal /faringeal & Peningkatan produksi sekret

Pecahnya pembuluh darah jalan nafas

Batuk produktif, Batuk darah & sesak nafas

Penurunan kemampuan batuk efektif

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Penurunan jaringan efektif paru, kerusakan membran alveolar-kapiler merusak

pleura & perubahan cairan intrapleura

Komplikasi TB paru : Efusi pleura & pneumothoraks

Sesak nafas , penggunaan otot bantu nafas & pola

nafas tidak efektif

Reaksi sistemis : anoreksia, mual, demam, penurunan berat badan

&kelemahan

Intake nutrisi tidak adekuat, tubuh makin

kurus, kecemasan, kurangnya informasi & kurangnya istirahat &

tidur

Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari

kebutuhan, kecemasan, ketidaktahuan informasi

Page 6: askep tb paru kel.5

Tuberkulosis Primer

Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu.

Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.

Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB)

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.

Tuberculosis sekunder

Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB masih hidup dalam keadaan normal di jaringan perut. Sebanyak 90% diantaranya tidak mengalami kekambuhan. Reaktivasi penyakit TB (TB pasca primer/TB sekunder) terjadi bila daya tahan tubuh menurun, alkoholisme, keganasan, diabetes melitus, dan AIDS.

Berbeda dengan TB primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional dan organ lainnya jarang terkena, lesi lebih terbatas dan terlokalisasi. Reaksi imunologis terjadi dengan adanya pembentukan granuloma, mirip dengan yang terjadi pada TB primer. Tetapi, nekrosis jaringan lebih menyolok dan menghasilkan lesi kaseosa (perkijuan) yang luas dan disebut tuberkuloma. Proteaseyang di keluarkan oleh makrofag aktif akan menyebabkan pelunakan bahan kaseosa.

[6]

Page 7: askep tb paru kel.5

Secara umum, dapat dikatakan bahwa tterbentuknya kavitas dan manifestasi lainnya dari TB sekunder adlah akibat dari reaksi nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas seluler (delayed hipersensitivity).

2.4. Morfologi dan Fisiologi Bakteri Tuberculosis

Bakteri tuberculosis berbentuk batang dengan ukuran 2-4 u x 0,2-0,5 um, bentuknya seragam tidak berspora, dan tidak bersimpai. Pada biakan, terlihat bentuknya bervariasi mulai dari bentuk kokoid sampai berupa filamen. Beberapa strain tertentu seperti tali yang disebut cord formation (Budiarti,2001). Dinding selnya mengandung lipid sampai hampir 60% dari berat seluruhnya, sangat sukar diwarnai dan perlu cara khusus agar terjadi penetrasi zat warna. Ada beberapa teknik pewarnaan yang lazim digunakan adalah pewarnaan Ziehl-Neelsen. Cara lainnya adalah pewarnaan Kinyoun Gabett atau pewarnaan Than Thiam Hok. Pada pewarnaan tersebut bakteri tampak bewarna merah dengan latar belakang biru. Pada pewarnaan fluhirokrom bakteri berfluresensi dengan warna kuning oranye.

Kandungan lipid yang tinggi pada dinding sel menyebabkan bakteri ini sangat tahan terhadap asam, basa, dan kerja antibiotik bakterisidal. Selain itu, bahan-bahan makanan juga sukar mengadakan penetrasi melalui dinding selnya sehingga untuk pertumbuhannya perlu waktu yang cukup lama. Tuberkulin positif dapat ditransfer oleh monosit dari seseorang dengan tuberkulin positif kepada seorang dengan tuberkulin negatif. Tuberkulin positif mempunyai anti pada infeksi sebelumnya dengan Mycobacterium, akan tetapi tidak menunjukan bahwa penyakitnya dalam keadaan aktif kecuali hasil tes positif pada anak-anak.

Sifat-sifat pertumbuhan

Bakteri TB memerlukan oksigen untuk tumbuh dan kelangsungan hidupnya (obligat aerob obligat). Energi diperoleh dari hasil oksidasi senyawa karbon sederhana. Karbon dioksida dapat merangsang pertumbuhan dengan suhu pertumbuhan 30-40 derajat celcius dan suhu optimum 37-38 derajat celcius. Dan bakteri akan mati pada pemanasan dengan suhu 60 derajat celcius selama 15-20 menit. Bakteri Tb bersifat hidrofobik pada permukaan selnya, yang tahan asam,alkali,dan zat warna lainnya.

2.5. Manifestasi Klinis

Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.

[7]

Page 8: askep tb paru kel.5

Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:

1. Gejala respiratorik, meliputi:

a. Batuk

Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

b. Batuk Darah

Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

c. Sesak Napas

Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.

d. Nyeri Dada

Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

2. Gejala sistemik, meliputi:

a. Demam

Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari miripdemam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.

b. Gejala sistemik lain

Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

[8]

Page 9: askep tb paru kel.5

Gejala klinis Hemoptoe :

Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :

1) Batuk darah

a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokanb. Darah berbuih bercampur udarac. Darah segar berwarna merah mudad. Darah bersifat alkalise. Anemia kadang-kadang terjadif. Benzidin test negatif

2) Muntah darah

a. Darah dimuntahkan dengan rasa mualb. Darah bercampur sisa makananc. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambungd. Darah bersifat asame. Anemia seriang terjadif. Benzidin test positif

3) Epistaksis

a. Darah menetes dari hidungb. Batuk pelan kadang keluarc. Darah berwarna merah segard. Darah bersifat alkalise. Anemia jarang terjadi

Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain TBC. Oleh sebab itu orang yang datang dengan gejala diatas harus dianggap sebagai seorang “suspek tuberkulosis” atau tersangka penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Selain itu, semua kontak penderita TB Paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.

Komplikasi

Penyakit TB Paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi, diantaranya :

[9]

Page 10: askep tb paru kel.5

1. Pembesaran kelenjar sevikalis yang superfisial

2. Pleuritis tuberkulosa

3. Efusi pleura

4. Tuberkulosa milier

5. Meningitis tuberkulosa

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

1) Pemeriksaan sputum (S-P-S)

Pemeriksaan sputum penting untuk dilakukan karena dengan pemeriksaan tersebut akan ditemukan kuman BTA. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktif Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak + 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoieh dengan cara bronkos kopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (bronchn alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya sesegar mungkin. Bila sputum sudah didapat. kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman bant dapat dkcmukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah ke luar.

Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mil sputum Hasil pemeriksaan BTA (basil tahan asam) (+) di bawah mikroskop memerlukan kurang lebih 5000 kuman/ml sputum, sedangkan untuk mendapatkan kuman (+) pada biakan yang merupakan diagnosis pasti, dibutuhkan sekitar 50 - 100 kuman/ml sputum. Hasil kultur memerlukan waktu tidak kurang dan 6 - 8 minggu dengan angka sensitiviti 18-30%.

[10]

Page 11: askep tb paru kel.5

2) Pemeriksaan tuberculin

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.

Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.

3) Pemeriksaan Rontgen Thoraks

Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik menemukan kelainan pada paru. Bila pemeriksaan rontgen menemukan suatu kelainan, tidak ada gambaran khusus mengenai TB paru awal kecuali di lobus bawah dan biasanya berada di sekitar hilus. Karakteristik kelainan ini terlihat sebagai daerah bergaris-garis opaque yang ukurannya bervariasi dengan batas lesi yang tidak jelas. Kriteria yang kabur dan gambar yang kurang jelas ini sering diduga sebagai pneumonia atau suatu proses edukatif, yang akan tampak lebih jelas dengan pemberian kontras.

Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap obat antituberkulosis, apakah sama baiknya dengan respons dari klien. Penyembuhan yang lengkap serinng kali terjadi di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak paling menyolok pada klien dengan penyakit akut yang relatif di mana prosesnya dianggap berasal dari tingkat eksudatif yang besar.

4) Pemeriksaan CT Scan

Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik ireguler, pita parenkimal, kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan kelengkungan beras bronkhovaskuler, bronkhiektasis, dan emifesema perisikatriksial.

[11]

Page 12: askep tb paru kel.5

Sebagaimana pemeriksaan Rontgen thoraks, penentuan bahwa kelainan inaktif tidak dapat hanya berdasarkan pada temuan CT scan pada pemeriksaan tunggal, namun selalu dihubungkan dengan kultur sputum yang negatif dan pemeriksaan secara serial setiap saat. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukan kavasitas dan lebih dapat diandalkan daripada pemeriksaan Rontgen thoraks biasa.

5) Radiologis TB Paru Milier

TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan TB paru milier subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer. TB milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering disertai akibat yang fatal sebelum penggunaan OAT. Hasil pemeriksaan rontgen thoraks bergantung pada ukuran dan jumlah tuberkel milier. Nodul-nodul dapat terlihat pada rontgen akibat tumpang tindih dengan lesi parenkim sehingga cukup terlihat sebagai nodul-nodul kecil. Pada beberapa klien, didapat bentuk berupa granul-granul halus atau nodul-nodul yang sangat kecil yang menyebar secara difus di kedua lapangan paru. Pada saat lesi mulai bersih, terlihat gambaran nodul-nodul halus yang tak terhitung banyaknya dan masing-masing berupa garis-garis tajam.

6) Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis terbaik dari penyakit diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies Mycobacterium antara yang satu dengan yang lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan kemoterapeutik, perbedaan kepekaan tehadap binatang percobaan, dan percobaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis antigen Mycobacterium. Pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis TB paru walaupun kurang sensitif adalah pemeriksaan laju endap darah (LED). Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan imunoglobulin terutama IgG dan IgA.

2.7. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan tuberkulosis antara lain :

Pencegahan Tuberkulosis Paru

1. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thorax diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.

[12]

Page 13: askep tb paru kel.5

2. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu misalnya: karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan, penghuni rumah tahanan, dan siswa-siswi pesantren.

3. Vaksinasi BCG

4. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok berikut: bayi di bawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko timbulnya TB milier dan meningitis TB, anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular, individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi positif, penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif jangka panjang, penderita diabetes mellitus.

5. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonsia – PPTI).

Pengobatan Tuberkulosis Paru

Mekanisme kerja obat anti-tuberkulosis (OAT) :

1. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat

2. Aktivitas sterilisasi, terhadap the pesisters (bakteri semidormant)

3. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu :

1. Fase intensif (2-3 bulan) :

Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang aktif membelah sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat yang bersifat bakterisidal. Selama fase intensif yang biasanya terdiri dari 4 obat, terjadi pengurangan jumlah kuman disertai perbaikan klinis. Pasien yang infeksi menjadi noninfeksi dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien dengan sputum BTA positif akan menjadi negatif dalam waktu 2 bulan.

[13]

Page 14: askep tb paru kel.5

Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society, fase awal diberikan selama 2 bulan yaitu INH 5 mg/kgBB, Rifampisin 10 mg/kgBB, Pirazinamid 35 mg/kgBB dan Etambutol 15 mg/kgBB.

2. Fase lanjutan (4-7 bulan).

Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu yang lebih panjang. Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2 obat selama fase lanjutan akan mengurangi resiko terjadinya resistensi selektif. Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society fase lanjutan selama 4 bulan dengan INH dan Rifampisin untuk tuberkulosis paru dan ekstra paru. Etambutol dapat diberikan pada pasien dengan resistensi terhadap INH.

[14]

Page 15: askep tb paru kel.5

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian

a. Identitas

Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.

b. Riwayat Kesehatan

keluhan yang sering muncul antara lain :

1. Demam : subfebris, febris (40-41 derajat celcius) hilang timbul2. Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkhus. Batuk ini terjadi untuk

membuang/mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk purulen (menghasilkan sputum)

3. Sesak napas : bila sudah lanjut di mana infiltrasi radang sampai setengah paru-paru

4. Nyeri dada : jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis

5. Malaise : ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, dan keringat malam

6. Sianosis, sesak napas, dan kolaps merupakan gejala atelektasis. Bagian dada pasien tidak bergerak pada saat bernapas dan jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto toraks, pada sisi yang sakit tampak bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.

7. Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan penyakit infeksi menular

Riwayat penyakit saat ini

Pengkajian dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat dalam melengkapi pengkajian.

[15]

Page 16: askep tb paru kel.5

Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak napas, apakah sesak napas berkurang apabila beristirahat?

Quality of Pain : seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau digambarkan klien, apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah dalam melakukan inspirasi atau kesulitan dalam mencari posisi yang enak dalam melakukan pernapasan ?

Region : di mana rasa berat dalam melakukan pernapasan ?

Severity of Pain : seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien ?

Time : berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk pada malam hari atau siang hari, apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga, apakah timbul gejala secara terus-menerus atau hilang timbul (intermitten), apa yang sedang dilakukan klien saat gejala timbul, lama timbulnya (durasi), kapan gejala tersebut pertama kali timbul (onset).

Riwayat Penyakit Dahulu

Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis dari organ lain, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB paru seperti diabetes mellitus. Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan antitusif. Catat adanya efek samping yang terjai di masa lalu. Kaji lebih dalam tentang seberapa jauh penurunan berat badan (BB) dalam enam bulan terakhir. Penurunan BB pada klien dengan TB paru berhubungan erat dengan proses penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia dan mual yang sering disebabkan karena meminum OAT.

Riwayat Penyakit Keluarga

Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah.

c. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual

Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Perawat mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal klien tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini. Data ini penting untuk menentukan tingkat perlunya pengkajian psiko-sosio-spiritual yang seksama. Pada kondisi, klien dengan TB paru sering mengalami kecemasan bertingkat sesuiai dengan keluhan yang dialaminya.

[16]

Page 17: askep tb paru kel.5

d. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru meliputi pemerikasaan fisik umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone) serta pemeriksaan yang focus pada B2 dengan pemeriksaan menyeluruh system pernapasan.

Keadaan Umum dan Tanda- tanda Vital

Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan secara selintas pandang dengan menilai keadaaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu di nilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas compos mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak napas, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyulit seperti hipertensi.

B1 (Breathing)

Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru merupakan pemeriksaan fokus yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

Inspeksi

Bentuk dada dan pergerakan pernapasan. Sekilas pandang klien dengan TB paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari TB paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihat adanya ketidaksimetrian rongga dada, pelebar intercostals space (ICS) pada sisi yang sakit. TB paru yang disertai atelektasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak simetris, yang membuat penderitanya mengalami penyempitan intercostals space (ICS) pada sisi yang sakit. Pada klien dengan TB paru minimal dan tanpa komplikasi, biasanya gerakan pernapasan tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika terdapat komplikasi yang melibatkan kerusakan luas pada parenkim paru biasanya klien akan terlihat mengalami sesak napas, peningkatan frekuensi napas, dan menggunakan otot bantu napas.

Batuk dan sputum. Saat melakukan pengkajian batuk pada klien dengan TB paru, biasanya didapatkan batuk produktif yang disertai adanya peningkatan produksi secret dan sekresi sputum yang purulen. Periksa jumlah produksi sputum, terutama apabila TB paru

[17]

Page 18: askep tb paru kel.5

disertai adanya brokhiektasis yang membuat klien akan mengalami peningkatan produksi sputum yang sangat banyak. Perawat perlu mengukur jumlah produksi sputum per hari sebagai penunjang evaluasi terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan.

Palpasi

Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas biasanya normal seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas.

Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon bronchial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan, teerutama pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil fremitus.

Perkusi

Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hiperresonan terutama jika pneumothoraks ventil yang mendorong posisiparu ke sisi yang sehat.

Auskultasi

Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien berbica disebut sebagai resonan vokal. Klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan pneumopthoraks akan didapatkan penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.

B2 (Blood)

Pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi:

Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.Palpasi : Denyut nadi perifer melemah.

[18]

Page 19: askep tb paru kel.5

Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura masih mendorong ke sisi sehat.

Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan.

B3 (Brain)

Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya kengjungtiva anemis pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.

B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama fifampisin.

B5 (Bowel)

Klien biasanya mengalami mual, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.

B6 (Bone)

Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, jadwal olahraga menjadi tak teratur.

e. Pemeriksaan Tambahan

1. Sputum Culture untuk memastikan apakah keberadaan M.Tuberculosis pada stadium aktif.

2. Ziehl Neelsen ( Acid-fast staind applied to smear of body fluid ) positif untuk BTA.

3. SKIN TEST ( PPD, mantoux, tine, and vollmer patch ) : reaksi positif/area industri 10mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen intradermal,

[19]

Page 20: askep tb paru kel.5

mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi, tetapi tidak mengindikasikan penyakit sedang aktif.

4. Histologi Atau Kultur Jarinngan ( termasuk kumbah lambung, urine dan biopsi kulit)

5. Bronkografi merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkhus atau kerusakan paru-paru karena TB.

3.2. Diagnosis Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema trakheal/faringeal.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi sputum/batuk, dyspnea atau anoreksia.

4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses peradangan ditandai dengan peningkatan suhu tubuh (hypertermi).

5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, penurunan gerakan silia, stasis dari sekresi.

3.3. Intervensi Dan Implementasi Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tak efektif b.d sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema tracheal atau faringeal ditandai dengan :

Frekuensi pernafasan, irama, kedalaman tak normal Bunyi nafas tak normal, ( ronchi, mengi ) stridor

Dispnoe

Tujuan : 1. Kebersihan jalan napas efektif.2. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.

Kriteria hasil :1. Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran

[20]

Page 21: askep tb paru kel.5

udara.2. Mendemontrasikan batuk efektif.3. Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.

INTERVENSI RASIONAL1. Jelaskan klien tentang kegunaan

batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di saluran pernapasan.

2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.

3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.

4. Lakukan pernapasan diafragma.

5. Tahan napas selama 3 – 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.

6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.

7. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.

8. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain

1. Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

2. Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.

3. Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.

4. Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.

5. Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.

6. Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.

7. Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.

2.Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.

Tujuan : Pertukaran gas efektif.

Kriteria hasil : 1. Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.2. Mengalami pertukaran gas-gas pada paru.3. Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab perbaikan

INTERVENSI RASIONAL1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya 1. Posisi membantu memaksimalkan

[21]

Page 22: askep tb paru kel.5

dengan peninggian kepala tempat tidur, Balik ke sisi yang sakit, Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.

2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.

3. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.

ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan, ventilasi meksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.

2. Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.

3. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi sputum/batuk, dyspnea atau anoreksia.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat

Kriteria hasil : 1. Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori2. Menu makanan yang disajikan habis3. Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema

INTERVENSI RASIONAL1. Diskusikan penyebab anoreksia,

dispnea dan mual.

2. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.

3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).

4. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa paling suka untuk memakannya

1. Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik.

2. Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.

3. Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI dan menurunkan kapasitas.

4. Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori adekuat.

[22]

Page 23: askep tb paru kel.5

4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses peradangan ditandai dengan peningkatan suhu tubuh (hypertermi).

Tujuan & kriteria : 1. Mengidentifikasi intervensi untuk menurunkan suhu tubuh.2. Meminimalisir proses peradangan untuk meningkatkan kenyamanan.

INTERVENSI RASIONAL1. Mempertahankan keseimbangan

cairan dalam tubuh dengan pemasangan infus.

2. Monitoring perubahan suhu tubuh.

3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik guna mengurangi proses peradangan (inflamasi).

4. Anjurkan pada pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang optimal sehingga metabolisme dalam tubuh dapat berjalan lancar.

1. Cairan dalam tubuh sangat penting guna menjaga homeostasis (keseimbangan) tubuh, Apabila suhu tubuh meningkat maka tubuh akan kehilangan cairan lebih banyak.

2. Suhu tubuh harus dipantau secara efektif guna mengetahui perkembangan dan kemajuan dari pasien.

3. Antibiotik berperan penting dalam mengatasi proses peradangan (inflamasi).

4. Jika metabolisme dalam tubuh berjalan sempurna maka tingkat kekebalan/ sistem imun bisa melawan semua benda asing (antigen) yang masuk.

5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, penurunan gerakan silia, stasis dari sekresi.

Tujuan& kriteria : 1. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi.2. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang.aman.

INTERVENSI RASIONAL

1. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi

1. Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang

[23]

Page 24: askep tb paru kel.5

melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah.

2. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.

3. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.

4. Monitor sputum BTA

5. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.

diberikan untuk mencegah komplikasi.

2. Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.

3. Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.

4. Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.

5. INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat- obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.

[24]

Page 25: askep tb paru kel.5

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

TB paru dapat terjadi dengan peristiwa sebagai berikut :

Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkolosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkolosis.

4.2 SARAN

1. Hendaknya mewaspadai terhadap droplet yang dikeluarkan oleh klien dengan TB paru karena merupakan media penularan bakteri tuberkulosis.

2. Memeriksakan dengan segera apabila terjadi tanda-tanda dan gejala adanya TB paru.

3. Sebagai perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan pada penderita TB Paru.

[25]

Page 26: askep tb paru kel.5

DAFTAR PUSTAKA

Somanttri, Irman. 2008.Keperawtatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.Jakarta : Salemba Medika

Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Sudoyo, Aruw. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Soeparman dan sarwono Waspadji. 1990. Ilmu Penyakit Dalam jilid 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

http://www.rajawana.com/artikel/kesehatan/264-tuberculosis-paru-tb-paru.html diakses pada tanggal 16 November 2010

http://jarumsuntik.com/asuhan-keperawatan-dengan-tb-paru diakses pada tanggal 16 November 2010

sumber : http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35527-Kep%20Respirasi-Askep%20TB%20Paru.html

[26]

Page 27: askep tb paru kel.5

[27]