Upload
noby-ahli-astronom
View
17
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
radiologi
Citation preview
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan fisiologi Appendiks
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal
dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini
mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu (Soybel,
2001 dalam Departemen Bedah UGM, 2010).
Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar
submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan
pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh
lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam
mesoapendiks. Bila letak apendiks retrosekal, maka tidak tertutup oleh peritoneum
viserale (Soybel, 2001 dalam Departemen Bedah UGM, 2010).
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di
sekitar umbilikus (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri
tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi,
apendiks akan mengalami gangrene (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
5
6
lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.
Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid
tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Gambar 2.1
Appendiks
2.2 Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis
akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah
rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus
7
ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,
angka kematian cukup tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai
cacing yang terinfeksi hancur.
2.3 Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang
diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit,
tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab
lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks
karena parasit seperti E. histolytica (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, De
Jong, 2004).
2.4 Patofisiologi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis
akut secara umum terjadi karena proses inflamasi pada apendiks akibat infeksi.
Penyebab utama terjadinya infeksi adalah karena terdapat obstruksi. Obstruksi
yang terjadi mengganggu fisiologi dari apendiks, dimana menyebakan tekanan
intralumen meningkat sehingga terjadi kolonisasi bakteri yang dapat
menimbulkan infeksi pada daerah tersebut. Pada sebagaian kecil kasus, infeksi
8
dapat terjadi semerta-merta secara hematogen dari tempat lain sehingga tidak
ditemukan adanya obstruksi.
Gambar 2.2Patofisiologi Apendisitis
Infeksi terjadi pada tahap mukosa yang kemudian melibatkan seluruh
dinding apendiks pada 24-48 jam pertama. Adaptasi yang dilakukan tubuh
terhadap inflamasi lokal ini adalah menutup apendiks dengan struktur lain yaitu
omentum, usus halus, dan adneksa. Hal ini yang menyebabkan terbentuknya masa
periapendikuler, yang disebut juga infiltrat apendiks. Pada infilitrat apendiks,
terdapat jaringan nekrotik yang dapat saja terbentuk menjadi abses sehingga
menimbulkan risiko perforasi yang berbahaya pada pasien apendisits. Pada
sebagian kasus, apendisitis dapat melewati fase akut tanpa perlu dilakukannya
operasi. Akan tetapi, nyeri akan seringkali berulang dan menyebabkan eksaserbasi
akut sewaktu-waktu dan dapat langsung berujung pada komplikasi perforasi.
9
2.5 Gejala klinis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah
nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah
epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada
muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam
dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang
tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa
memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa
mempermudah terjadinya perforasi (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung
oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul
pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal
(Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga
peristaltis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya (Sjamsuhidajat, De
Jong, 2004).
10
2.6 Diagnosis
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini
terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh
saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau
rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk
mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul komplikasi. Gejala lain adalah
demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5 -38,5 C. Tetapi jika suhu lebih
tinggi, diduga sudah terjadi perforasi (Departemen Bedah UGM, 2010).
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan
membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi
perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler
abses (Departemen Bedah UGM, 2010).
Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung.
Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan,
dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran
kanan bawah:
Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan
kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda
kunci diagnosis.
Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri
lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat
tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan
penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.
11
Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence
muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan
bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal
ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi
peritoneal pada sisi yang berlawanan.
Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus
psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.
Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila
panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar
secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada
daerah hipogastrium. (Departemen Bedah UGM, 2010)
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat peristaltik
normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata
akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam
menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka
tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal
Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12 (Depapartemen Bedah UGM, 2010).
Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor
Alvarado, yaitu:
12
Tabel 2.1. Skor Alvarado
2.7 Pemeriksaan Penunjang
2.7.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan
jumlah leukosit (sel darah putih). Urinalisa diperlukan untuk menyingkirkan
penyakit lainnya berupa peradangan saluran kemih. Pada pasien wanita,
pemeriksaan dokter kebidanan dan kandungan diperlukan untuk
menyingkirkan diagnosis kelainan peradangan saluran telur/kista indung
telur kanan atau KET (kehamilan diluar kandungan) (Sanyoto, 2007).
2.7.2 Foto Polos Abdomen
Tidak spesifik, kurang dari 5% pasien akan terlihat adanya gambaran
opak fekalith yang Nampak di kuadran kanan bawah abdomen.
13
Gambar 2.3
Plain radiographic image of the abdomen revealing an appendicolith (arrow)
in the right lower quadrant.
2.7.3 USG
Appendix yang normal memiliki diameter kurang dari 6 mm ketika
dikompresi. Tanda-tanda apendisitis akut pada pemeriksaan USG adalah:
(1) appendix yang noncompressible dengan ukuran lebih besar dari 6 mm,
diukur dari dinding luar ke dinding luar, (2) adanya gambaran
appendicolith. Apabila disertai perforasi maka sonografi akan menunjukkan
gambaran cairan di daerah pericecal dengan dinding appendiks yang
terputus, dan lemak pericecal yang menonjol.
14
Gambar 2.4
Transverse graded compression transabdominal sonogram of an acutely
inflamed appendix. Note the targetlike appearance due to thickened wall and
surrounding loculated fluid collection
Gambar 2.5
Longitudinal and transverse sonogram show an enlarged appendix (arrows)
surrounded by hyperechoic inflamed fat (arrowheads).
15
2.7.4 CT Scan
Diagnosis CT pada kasus apendisitis akut didasarkan pada: (1)
pelebaran yang abnormal (> 6 mm), enhancing appendix; (2) enhancing
appendix yang dikelilingi oleh inflamasi atau abses; atau (3) Abses pericecal
atau massa inflamasi dengan appendicolith yang terkalsifikasi.
Gambar 2.6CT image shows a dilated appendix (wide arrow) measuring 8 mm in diameter
with irregularly thickened and indistinct walls. Marked stranding (arrowheads) in the periappendiceal fat is indicative of inflammation. An appendicolith (thin
arrow) is seen in the lumen of the appendix
2.8 Diagnosis Banding
Pada keadaan tertentu beberapa penyakit perlu dipertimbangkan menjadi
diagnosis banding.
Gastroenteritis, pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului
rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis
16
sering ditemukan. Demam dan lekositosis kurang menonjol disbanding
appendisitis akut.
Demam Dengue, demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip
peritonitis. Disini didapatkan hasil tes positif untuk rumple leede,
trombositopenia dan hematokrit yang meningkat.
Limfadenitis Mesenterika, limfadenitis mesenterika yang biasa didahului
oleh enteritis dan gastroenteritis ditandai dengan nyeri perut, terutama di
bagian kanan disertai dengan mual, nyeri tekan perut samar terutama di
bagian kanan.
Kelainan Ovulasi, folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin
memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi.
Pada anamnesis nyeri yang sama pernah dialami. Tidak ada tanda radang
dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat
mengganggu dalam 2 hari.
Infeksi Panggul, salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan
appendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi dari appendisitis dan nyeri
perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya
disertai keputihan dan infeksi pada saluran kemih. Pada colok vagina, akan
timbul nyeri hebat dipanggul jika uterus diayunkan.
Kehamilan Ektopik, hamper selalu ada riwayat terlambat menstruasi
dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus
kehamilan di luar Rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang
mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.
17
Pada pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan rongga Douglas
dan pada kuldosentesis didapatkan darah.
Kista Ovarium terpuntir, timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang
tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok
vaginal, atau colok rektal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan
ultrasonografi dapat membantu diagnosis.
Endometriosis eksterna, endometrium di luar Rahim akan memberikan
keluhan nyeri di tempat endometriosis berada, dan darah menstruasi
terkumpul di tempat tersebut karena tidak ada jalan keluar.
Urolithiasis pielum / ureter kanan, batu ureter atau batu ginjal kanan.
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menajalar ke inguinal kanan
merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos
perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut.
Pielonefritis sering disertai dengan demam tinggi , menggigil, nyeri
kostovertebral di sebelah kanan, dan piuria.
Penyakit saluran cerna lainnya, penyakit lain yang perlu dipikirkan
adalah peradangan di perut, seperti diverticulitis meckel, perforasi tukak
duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pankreatitis, diverticulitis colon,
obstruksi ileum proksimal, perforasi colon, demam tifoid abdominalis,
karsinoid, dan mukokel appendiks.
2.9 Terapi
Sebelum operasi : Tirah baring Puasa
Terapi medikamentosa:
Infus RL 40-50cc/kgBB
18
Antibiotik :
Sefotaksim
Terapi operatif
Pembedahan dikerjakan apabila rehidrasi dan usaha penurunan
suhu tubuh telah tercapai. Suhu tubuh tidak melebihi 38oC, produksi
urin berkisar 1-2ml/Kg/jam. Nadi dibawah 120 kali per menit. Bila
diagnosis appendicitis akut telah ditegakkan, maka harus segera
dilakukan appendektomi. Hal ini disebabkan perforasi dapat terjadi
dalam waktu <24 jam. Pada kasus appendisitis dengan komplikasi
perforasi appendiktomi dilanjutkan dengan tindakan laparotomy.
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi pada appendisitis adalah
appendisitis gangren atau pun appendisitis perforate.
2.11 Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit ini sangat kecil yaitu kurang dari 1 %. Keterlambatan
diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas lebih dari 50 % bila
terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat.