Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DAMPAKNYA TERHADAP
KEMISKINAN, PENGGANGURAN, INDEKS PEMBANGUNAN
MANUSIA DAN INDEKS GINI
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2
Program Magister Akuntansi
FINCY ANNISA
12.15.00436
FINCY ANNISA
12.15.00436
PASCA SARJANA MAGISTER AKUNTANSI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
YAYASAN KELUARGA PAHLAWAN NEGARA
YOGYAKARTA
2017
1
ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DAMPAKNYA TERHADAP
KEMISKINAN, PENGGANGURAN, INDEKS PEMBANGUNAN
MANUSIA DAN INDEKS GINI
Fincy Annisa
E-mail: [email protected]
Pascasarjana STIE YKPN Yogyakarta
Abstract
This study examined the effect of financial performance on economic growth and
the effect of economic growth on unemployment and poverty, human development
index and gini ratio. The sample used in this study amounted to 112 districts
selected from the population of all districts/cities in Java from 2010 to 2014.
Samples are selected based on purposive sampling method, with criteria of
availability of local government financial data, economic growth, unemployment,
poverty, human development index and gini ratio. Data analysis technique used
is Structural Equation Model - Partial Least Square (PLS-SEM) with WARP-PLS.
The results show that independence ratio, activity ratio has a possitive and
significan effect on economic growth. Effectiveness ratio, growth ratio has a
possitive and not significan effect on economic growth. Efficiency ratio has a
negative and significan effect on economic growth. Economic growth has a
negative and significan effect on poverty. Economic growth has a positive and
significan effect on unemployment, Human Development Index dan Gini ratio.
Keywords: financial performance, independence ratio, effectiveness ratio,
efficiency ratio, activity ratio, growth ratio, economic growth, poverty,
unemployment, human development index, gini ratio.
PENDAHULUAN
Berdasarkan dan Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang kebijakan otonomi
daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah, dimana dalam era otonomi
daerah sekarang ini, pemerintah daerah diberikan kewenangan yang lebih besar
untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sehingga mampu
memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Era otonomi daerah merubah
paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan.
Pemberlakuan otonomi menimbulkan konsekuensi bagi pemerintah daerah yaitu
berkewajiban untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat secara
adil, merata, dan berkesinambungan (Wong, 2004).
Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan mampu menciptakan efisiensi dan
efektivitas pengelolaan keuangan, meningkatkan kualitas pelayanan umum dan
kesejahteraan masyarakat, memberdayakan dan menciptakan ruang bagi
masyarakat untuk berpartisipasi dalam perubahan sistem pengelolaan keuangan
daerah. Dengan adanya otonomi memberikan jalan bagi pemerintah daerah untuk
mengelola dan melakukan pembaharuan sistem keuangan pemerintah daerah,
pemerintah daerah dituntut untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah yang
berorientasi pada publik (Mardiasmo, 2009).
Penilaian kinerja pengelolaan keuangan tersebut dilakukan terhadap
anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Anggaran sebagai instrumen
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
repository.stieykpn.ac.id
2
kebijakan pemerintah harus dapat menunjukkan kinerja yang baik. Tujuannya
untuk penilaian secara internal maupun dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
sehingga diharapkan bisa menimbulkan efek positif yaitu mengurangi
pengangguran, menurunkan tingkat kemiskinan, meningkatkan indeks
pembangunan manusia dan menurunkan ketimpangan pendapatan atau indeks
gini. Kinerja yang terkait dengan anggaran merupakan kinerja keuangan berupa
perbandingan antara komponen-komponen yang terdapat pada anggaran.
Perbandingan antara komponen-komponen yang terdapat pada anggaran
diukur dengan menggunakan beberapa rasio yang dikembangkan berdasarkan data
keuangan yang bersumber dari APBD antara lain rasio kemandirian, rasio
efektivitas, rasio efisiensi, rasio pertumbuhan, dan rasio keserasian (Halim, 2008).
Sedangkan kinerja keuangan diukur dengan menggunakan rasio kemandirian
daerah, rasio ketergantungan daerah, derajat desentralisasi, rasio efektivitas dan
efisiensi PAD, derajat kontribusi BUMD, debt service coverage ratio, dan rasio
pendapatan terhadap utang (Mahmudi, 2007).
Sejalan dengan tujuan analisis rasio keuangan, maka ada beberapa
indikator untuk melihat keberhasilan kinerja pengelolaan keuangan daerah. Salah
satu indikator keberhasilan kinerja pengelolaan keuangan adalah keberhasilan
dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi yang akan meningkatkan pendapatan
masyarakat dan terciptanya lapangan kerja baru. Dengan adanya pertumbuhan
ekonomi diharapkan hal ini akan membuka kesempatan bagi daerah untuk
mengurangi jumlah pengangguran, menurunkan jumlah masyarakat miskin,
meningkatkan indeks pembangunan manusia serta menurunkan ketimpangan
pendapatan masyarakat atau indeks gini.
TINJAUAN LITERATUR DAN PERUMUSAN MASALAH
Teori Keagenan
Berdasarkan teori Keagenan, digambarkan bahwa bahwa masyarakat sebagai
principal memberikan tanggungjawab kepada pemerintah sebagai agen yang
diwakili DPRD sebagai legislatif untuk mengelola sumber daya. Sebagai
pertagungjawaban atas amanat yang diberikan rakyak kepada pemerintah maka
dibuat laporan keuangan secara periodik untuk menilai kinerja keuangan dalam
mengelola sumber daya dan diperlurkan analisis kinerja keuangan untuk melihat
keberhasilan pengelolaan kinerja keuangan daerah yang dapat dilihat dari salah
satu indikator keberhasilan pengelolaan kinerja keuangan yaitu keberhasilan
dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi dan sebagai indikator pengukur
pertumbuhan ekonomi yang baik dapat dilihat dari berkurangnya kemiskinan,
berkurangnya pengangguran, meningkatnya indeks pembangunan manusia dan
menurunnya ketimpangan pendapatan atau indeks gini jika hal-hal tersebut dapat
dicapai maka pemerintah sebagai agen dapat mejalankan tanggungjawab yang
diberikan oleh rakyat sebagai principal dengan memberikan pelayanan yang baik
bagi rakyat.
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan
menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu
(Ginting dan Rasbin, 2010). Indikator yang digunakan untuk mengukur
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
repository.stieykpn.ac.id
3
pertumbuhan ekonomi dalam suatu daerah adalah tingkat pertumbuhan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) riil. Pertumbuhan ekonomi dalam suatu daerah
dapat diukur dengan cara membandingkan PDRB tahun yang sedang berjalan
dengan PDRB tahun sebelumnya.
Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan daerah merupakan kemampuan daerah dalam menggali dan
mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah untuk membiayai jalannya sistem
pemerintahan, pembangunan daerahnya, pelayanan kepada masyarakat sesuai
dengan batas-batas yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
(Syamsi, 1986). Beberapa rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mengukur
akuntabilitas pemerintah daerah yaitu rasio kemandirian keuangan daerah, rasio
efektivitas dan efisiensi keuangan daerah, rasio aktivitas, dan rasio pertumbuhan
(Halim, 2008).
Rasio Kemandirian
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD) menunjukkan tingkat kemampuan
suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai
sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Berarti semakin tinggi rasio
kemandirian suatu daerah dapat diartikan bahwa daerah itu mampu membiayai
kebutuhan daerahnya sendiri. Sehingga rasio kemandirian yang besar
menggambarkan kinerja keuangan daerah yang bagus, sedangkan kinerja
keuangan yang bagus diharapkan memberikan dampak positif terhadap
pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kinerja keuangan
berupa rasio kemandirian memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan
ekonomi. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disusun hipotesis penelitian
sebagai berikut:
Hipotesis 1: Kinerja keuangan berupa rasio kemandirian berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Rasio Efektivitas
Rasio Efektifitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam
merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang
ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. PAD efektif apabila rasio yang dicapai
minimal sebesar 100. Semakin besar rasio efektifitas menggambarkan kinerja
keuangan yang baik (Halim, 2004:285). Sedangkan kinerja keuangan yang baik
memiliki dampak posittif terhadap pertumbuhan ekonomi, dengan demikian dapat
diartikan bahwa kinerja keuangan berupa rasio efektifitas memiliki dampak
positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat
disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:
Hipotesis 2: Kinerja keuangan berupa rasio efektivitas berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Rasio Efisiensi
Rasio Efisiensi merupakan rasio yang menggambarkan perbandingan antara
realisasi pengeluaran/ belanja daerah dengan anggaran belanja daerah. Semakin
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
repository.stieykpn.ac.id
4
kecil rasio belanja maka semakin efisien, begitu pula sebaliknya anggaran
pemerintah efisiensi jika rasionya kurang dari 100, dan sebaliknya. Jadi semakin
kecil rasio efisiensi atau semakin efisien belanja daerah menggambarkan kinerja
keuangan daerah yang baik (mahmudi, 2007). Sedangkan kinerja keuangan yang
baik memiliki dampak posittif terhadap pertumbuhan ekonomi, dengan demikian
dapat di artikan bahwa kinerja keuangan berupa rasio efisiensi memiliki dampak
positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat
disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:
Hipotesis 3: Kinerja keuangan berupa rasio efisiensi berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Rasio Aktivitas
Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan
alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal.
Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti
persentase belanja pembangunan untuk sarana dan prasarana ekonomi masyarakat
cenderung semakin kecil. (Halim, 2008). Semakin tinggi rasio aktivitas berarti
semakin besar porsi beban yang dialokasikan sebagai belanja pembangunan.
Dengan demikian, kinerja keuangan dalam kondisi yang baik karena pemerintah
mampu membangun fasilitas bagi masyarakat yang dapat membantu pertumbuhan
ekonomi. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disusun hipotesis penelitian
sebagai berikut:
Hipotesis 4: Kinerja keuangan berupa rasio aktivitas berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Rasio Pertumbuhan
Rasio Pertumbuhan (growth ratio) digunakan untuk mengukur seberapa besar
kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan
keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya (Halim,
2008). Dengan demikian semakin besar ratio pertumbuhan berarti kinerja
keuangan dalam kondisi yang baik karena pemerintah dianggap mampu
mempertahankan dan mampu meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai
dari periode ke periode, sehingga diharapkan dengan kinerja keuangan yang baik
dapat memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Dapat
diartikan bahwa kinerja keuangan berupa rasio pertumbuhanan memiliki dampak
positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat
disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:
Hipotesis 5: Kinerja keuangan berupa rasio pertumbuhan berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan
menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu
(Ginting dan Rasbin, 2010). Sedangkan Menurut BPS, kemiskinan dipandang
sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanan (basic needs) dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Dengan demikian jika pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan maka
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
repository.stieykpn.ac.id
5
kemampuan ekonomi masyarakat akan semakin meningkat, sehingga masyarakat
mampu untuk memenuhi kebutuhannya. Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan
ekonomi dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Berdasarkan uraian tersebut maka
dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:
Hipotesis 6: Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap kemiskinan.
Pengangguran.
Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan
menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu
(Ginting dan Rasbin, 2010). Sedangkan Menurut BPS, pengangguran adalah
penduduk yang telah masuk dalam angkatan kerja tetapi tidak memiliki pekerjaan
dan sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, serta sudah memiliki
pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Dengan demikian jika pertumbuhan
ekonomi mengalami peningkatan maka dapat menciptakan lapangankerja baru
sehingga banyak tenagakerja yang teserap sehingga pengangguran akan
berkurang. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disusun hipotesis penelitian
sebagai berikut:
Hipotesis 7: Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap
pengangguran.
Indeks Pembangunan Manusia.
Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan
menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu
(Ginting dan Rasbin, 2010). Sedangkan indeks pembangunan manusia (IPM)
merupakan salah satu indikator untuk mengukur kesejahteraan masyarakat di
suatu daerah. Dengan demikian jika pertumbuhan ekonomi mengalami
peningkatan maka kesejahteraan masyarakat mengalami kenaikan yang dapat
dilihat dari indikator kesejahteraan masyarakat yaitu indeks pembangunan
manusianya tinggi. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disusun hipotesis
penelitian sebagai berikut:
Hipotesis 8: Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap Indeks
Pembangunan Manusia.
Indeks Gini.
Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan
menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu
(Ginting dan Rasbin 2010). Sedangkan Indeks Gini atau Koefisien Gini
merupakan indikator yang menunjukkan tingkat ketimpangan pendapatan secara
menyeluruh (BPS). Dengan demikian jika pertumbuhan ekonomi mengalami
peningkatan maka pendapatan masyarakatnya juga semakin meningkat sehingga
tidak terjadi ketimpangan pendapatan yang sangat tinggi dan indeks gini
seharusnya menurun atau rendah. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disusun
hipotesis penelitian sebagai berikut:
Hipotesis 9: Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap Indeks Gini.
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
repository.stieykpn.ac.id
6
Gambar 1
METODE PENELITIAN
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh kabupaten/kota di
Pulau Jawa selama 5 tahun yaitu dari tahun 2010 sampai tahun 2014 yang
berjumlah 112 kabupaten/kota. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan
metode purposive sampling, artinya sampel dipilih dengan kriteria tertentu
terlebih dahulu. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder. Data dalam penelitian ini diperoleh dari http://www.djpk.depkeu.go.id/
dan http://www.bps.go.id/, Penelitian ini menggunakan metode Structural
Equation Model – Partial Least Square (SEM-PLS) dengan WARP-PLS.
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Gambaran umum
Data dalam penelitian dari laporan realisasi APBD ini diperoleh data
mengenai jumlah realisasi dan anggaran Pendapatan Asli Daerah, total
Pendapatan Daerah, realisasi dan anggaran Belanja Modal. Data pertumbuhan
ekonomi dan kemiskinan, pengangguran, indeks pembangunan manusia dan
indeks gini diperoleh dari sumber Badan Pusat Statistik.
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
repository.stieykpn.ac.id
7
Tabel 1
Hasil Sampel Penelitian
No. Keterangan Jumlah
1. Pemerintah daerah kabupaten/ kota di Pulau Jawa tahun 2013
sebanyak 112 dikali 5 tahun ( tahun 2010 sampai 2014).
560
2. Pemerintah daerah kabupaten/ kota di Pulau Jawa yang tidak
menyajikan data kemiskinan
2
3. Pemerintah daerah kabupaten/ kota di Pulau Jawa yang tidak
menyajikan data pengangguran.
38
4. Pemerintah daerah kabupaten/ kota di Pulau Jawa yang tidak
menyajikan data indeks pembangunan manusia.
1
5. Pemerintah daerah kabupaten/ kota di Pulau Jawa yang tidak
menyajikan data indek gini.
90
6. Pemerintah daerah kabupaten/ kota di Pulau Jawa yang tidak
menyajikan data belanja modal.
1
7. Pemerintah daerah kabupaten/ kota di Pulau Jawa yang tidak
menyajikan data realisasi pengeluaran
1
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian 427
Sumber data: data sekunder yang di olah, 2017
Terdapat sebanyak 113 kabupaten/ kota di Pulau Jawa pada tahun 2013. Dengan
teknik Purposive Sampling, maka populasi sebanyak 560 dengan 112 kabupaten/
kota di Pulau Jawa dengan periode penelitian tahun 2010 sampai tahun 2014
yang memenuhi kriteria sampel adalah 427
Tabel 2
Statistik Deskriptif
No. Variabel Rata- rata Minimum Maksimum Standar
Deviasi
1. RKM 13,14% 3,10% 54,64% 8,04%
2. REA 126,25% 12,22% 252,27% 23,42%
3. REI 96,40% 48,32% 203,72% 7,52%
4. RAA 8,75% 1,95% 23,41% 3,35%
5. RPB 31,99% -51,18% 168,88% 24,66%
6. PBE 5,77% -1,42% 14,44% 1,24%
7. KMK 12,59% 1,33% 32,47% 5,34%
8. PGG 6,97% 0,99% 19,84% 3,31%
9. IPM 69,22 54,49 83,78 5,61
10 IDG 0,32 0,19 0,48 0,05
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
repository.stieykpn.ac.id
8
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2017
variabel eksogen: RKM, REA, REI, RAA, RPB variabel endogen intervening:
PBE . Variabel endogen: KMK, PGG, IPM, IDG.
RKM (rasio kemandirian) diukur dengan membandingkan PAD dengan total
PAD di kali 100%, REA (rasio efektifitas) diukur dengan membandingkan
realisasi penerimaan PAD dengan target PAD di kali 100% , REI (rasio efesiensi)
diukur dengan membandingkan total realisasi belanja daerah dengan total
realisasi pendapatan daerah di kali 100%, RAA (rasio aktivitas) diukur dengan
membandingkan total belanja pembangunan dengan total APBD di kali 100%,
RPB (rasio pertumbuhan) diukur dengan presentasa laju pertumbuhan PAD, PBE
(pertumbuhan ekonomi) diukur dengan presentase laju pertumbuhan ekonomi,
KMK (kemiskinan) diukur dengan besarnya presentase pendukduk miskin suatu
daerah, PGG (pengangguran) diukur dengan jumlah tingkat pengangguran
terbuka suatu daerah , IPM (indeks pembangunan manusia) diukur dengan data
IPM, IDG (indeks gini) diukur dengan koefisien gini bernilai 0 hingga 1.
Variabel kinerja keuangan pemerintatah daerah berupa rasio kemandirian
yang diperoleh dengan membandingkan antara pendapatan asli daerah dengan
total pendapatan daerah pada Tabel 2 menunjukkan bahwa Kabupaten Ngawi
memiliki rasio kemandirian terendah yaitu sebesar 3,10%, kemandirian keuangan
terendah kedua yaitu Kabupaten Tasikmalaya dengan nilai kemandirian keuangan
sebesar 3,18% dan urutan nilai kemandirian keuangan terendah ke tiga yaitu
Kabupaten Padeglang dengan nilai kemandirian keuangan sebesar 3,40%
sedangkan kabupaten/kota yang memiliki kemandirian terbesar dimiliki kota
Surabaya dengan nilai rasio kemandiria sebesar 54,64%, kemudian diikuti
Kabupaten Bekasi dengan nilai kemandirian keuangan sebesar 39% dan Kota
Semarang sebesar 35%. Sementara itu nilai rata-rata untuk rasio kemandirian
adalah 13,14% dengan nilai standar deviasi sebesar 8,04%. Nilai standar deviasi
yang lebih rendah dibandingkan rata-rata menunjukkan bahwa variabel kinerja
keuangan berupa rasio aktivitas memiliki ukuran yang kurang bervariasi.
Kinerja keuangan pemerintah daerah berupa rasio efektivitas yang
diperoleh dengan membandingkan antara realisasi penerimaan pendapatan asli
daerah dengan realisasi penerimaan pendapatan asli daerah. Tabel 2 menunjukkan
bahwa Kabupaten Bandung Barat memiliki nilai rasio efektivitas terendah yaitu
sebesar 12,22% sedangkan kabupaten/kota yang memiliki rasio efektivitas
terbesar dimiliki Kabupaten Banyumas dengan nilai rasio efektivitas sebesar
252,27%, kemudian diikuti Kabupaten Karawangan dengan nilai rasio efektivitas
sebesar 241,06% dan Kabupaten Pamekasan sebesar 204,63%. Sementara itu nilai
rata-rata untuk rasio efektivitas adalah 126,25% dan nilai standar deviasi sebesar
23,42%. Dalam penelitian ini nilai standar deviasi lebih rendah dibandingkan rata-
rata, menunjukkan bahwa variabel kinerja keuangan berupa rasio aktivitas
memiliki ukuran yang kurang bervariasi.
Variabel kinerja keuangan pemerintah daerah berupa rasio efisiensi yang
diperoleh dengan membandingkan antara pendapatan asli daerah dengan total
pendapatan daerah. Tabel 2 menunjukkan bahwa menunjukkan Kota Pekalongan
memiliki nilai rasio efisiensi terendah yaitu sebesar 48,32%, sedangkan
kabupaten/kota yang memiliki rasio efisiensi terbesar dimiliki Kabupaten Tegal
dengan nilai rasio efisiensi sebesar 203,72%, kemudian diikuti Kabupaten Jepara
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
repository.stieykpn.ac.id
9
dengan nilai rasio efisiensi sebesar 119,48% dan Kota Surabaya sebesar 119,48%.
Sementara itu nilai rata-rata untuk rasio kemandirian adalah 96,40% dan nilai
standar deviasi sebesar 7,52%. Nilai standar deviasi yang lebih tinggi
dibandingkan rata-rata menunjukkan bahwa variabel kinerja keuangan berupa
rasio pertumbuhan memiliki ukuran yang bervariasi. Nilai standar deviasi yang
lebih rendah dibandingkan rata-rata menunjukkan bahwa variabel kinerja
keuangan berupa rasio efisiensi memiliki ukuran yang kurang bervariasi.
Variabel kinerja keuangan pemerintah daerah berupa rasio aktivitas. Tabel
2 menunjukkan bahwa Kabupaten Klaten memiliki nilai rasio ativitas terendah
yaitu sebesar 1,95% sedangkan kabupaten/kota yang memiliki rasio aktivitas
terbesar dimiliki Kota Tanggerang Selatan dengan nilai rasio aktivitas sebesar
23,41%, kemudian diikuti Kabupaten Bekasi dengan nilai rasio efektivitas sebesar
21,71% dan Kota Banjar sebesar 20,35%. Sementara itu nilai rata-rata untuk rasio
aktivitas adalah 8,75% dan nilai standar deviasi sebesar 3,35%. Pada penelitian ini
rasio aktivitas memiliki nilai standar deviasi yang lebih rendah dibandingkan rata-
rata hal ini menunjukkan bahwa variabel kinerja keuangan berupa rasio aktivitas
memiliki ukuran yang kurang bervariasi.
Kinerja keuangan pemerintah daerah berupa rasio pertumbuhan. Tabel 2
menunjukkan bahwa Kabupaten Tasikmalaya memiliki nilai rasio pertumbuhan
terendah yaitu sebesar -51,18% sedangkan kabupaten/kota yang memiliki rasio
pertumbuhan terbesar dimiliki Kabupaten Tanggerang dengan nilai rasio
pertumbuhan sebesar 168,88%, kemudian diikuti Kabupaten Bekasi dengan nilai
rasio pertumbuhan sebesar 131,60% dan Kabupaten Ngawi sebesar 123,86%.
Sementara itu nilai rata-rata untuk rasio pertumbuhan adalah 31,99% dan nilai
standar deviasi rasio pertumbuhan sebesar 24,66%. Nilai standar deviasi yang
lebih tinggi dibandingkan rata-rata menunjukkan bahwa variabel kinerja keuangan
berupa rasio pertumbuhan memiliki ukuran yang bervariasi. Nilai standar deviasi
yang lebih rendah dibandingkan rata-rata menunjukkan bahwa variabel kinerja
keuangan berupa rasio pertumbuhan memiliki ukuran yang kurang bervariasi.
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang
merupakan variabel endogen intervening dalam penelitian ini, memperoleh rata-
rata tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 5,77% dengan nilai pertumbuhan
ekonomi terendah yaitu Kabupaten Bangkalan sebesar -1,42% sedangkan
kabupaten/kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi terbesar dimiliki Kabupaten
Sumenep dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 14,14%, kemudian diikuti
Kabupaten Karawangan dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 11,87% dan
Kabupaten Banjarnegara 11,84%. sedangkan nilai standar deviasi pertumbuhan
ekonomi sebesar 1,24%. Nilai standar deviasi yang lebih rendah dibandingkan
rata-rata menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi memiliki ukuran
yang kurang bervariasi
Variabel kemiskinan pada penelitian ini menggunakan presentase
penduduk miskin pada Tabel 2 menunjukkan bahwa Kota Tanggerang Selatan
memiliki nilai presentase penduduk miskin terendah yaitu sebesar 1,33%
sedangkan kabupaten/kota yang memiliki presentase penduduk miskin terbesar
dimiliki Kabupaten Sampang dengan presentase penduduk miskin sebesar
32,47%, kemudian diikuti kabupaten probolinggo dengan presentase penduduk
miskin sebesar 25,22% dan Kabupaten Bangkalan sebesar 28,12%. Sementara itu
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
repository.stieykpn.ac.id
10
nilai rata-rata untuk presentase penduduk miskin adalah 12,59% dan nilai standar
deviasi sebesar 5,34%. Nilai standar deviasi yang lebih tinggi dibandingkan rata-
rata menunjukkan bahwa variabel kemiskinan memiliki ukuran yang bervariasi.
Nilai standar deviasi yang lebih rendah dibandingkan rata-rata menunjukkan
bahwa variabel kemiskinan memiliki ukuran yang kurang bervariasi.
Pengangguran dalam penelitian ini diukur dengan tingkat pengangguran
terbuka pada kabupaten/kota. Tabel 2 menunjukkan bahwa Kabupaten Pacitan
memiliki nilai presentase tingkat pengangguran terbuka terendah yaitu sebesar
0,99% sedangkan kabupaten/kota yang memiliki presentase tingkat pengangguran
terbuka terbesar dimiliki Kota Cilegon dengan presentase tingkat pengangguran
terbuka sebesar 19,84%, kemudian diikuti Kota Bogor dengan presentase tingkat
pengangguran terbuka sebesar 19,04% dan Kota Serang dengan presentase tingkat
pengangguran terbuka sebesar 17,11%. Nilai rata-rata untuk tingkat pengangguran
terbuka sebesar 6,97%. Tingkat pengangguran terbuka kabupaten/kota yang
dijadikan sampel dalam penelitian ini memiliki standar deviasi sebesar 3,31%.
Nilai standar deviasi yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata menunjukkan
bahwa variabel pengangguran memiliki ukuran yang bervariasi. Nilai standar
deviasi yang lebih rendah dibandingkan rata-rata menunjukkan bahwa variabel
pengangguran memiliki ukuran yang kurang bervariasi.
Indeks Pembangunan Manusia dalam penelitian pada Tabel 2
menunjukkan bahwa Kabupaten Sampang memiliki nilai indeks pembangunan
manusia terendah yaitu sebesar 54,49 sedangkan kabupaten/kota yang memiliki
indeks pembangunan manusia terbesar dimiliki Kota Yogyakarta dengan nilai
indeks pembangunan manusia sebesar 83,78, kemudian diikuti kabupaten Sleman
dengan nilai indeks pembangunan manusia sebesar 80,26 dan Kota Surakarta
dengan nilai indeks pembangunan manusia sebesar 79,34 Nilai rata-rata untuk
indeks pembangunan manusia sebesar 69,22. Indeks pembangunan manusia
kabupaten/kota yang dijadikan sampel dalam penelitian ini memiliki standar
deviasi sebesar 5,61. Dalam penelitian ini indeks pembangunan manusia memiliki
nilai standar deviasi yang lebih rendah dibandingkan rata-rata menunjukkan
bahwa variabel indeks pembangunan manusia memiliki ukuran yang kurang
bervariasi.
Indeks Gini dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan nilai koefisien gini
berkisar antara 0 hingga 1. Koefisien Gini bernilai 0 menunjukkan adanya
pemerataan pendapatan yang sempurna, atau setiap orang memiliki pendapatan
yang sama. Sedangkan, koefisien gini bernilai 1 menunjukkan ketimpangan yang
sempurna, atau satu orang memiliki segalanya sementara orang-orang lainnya
tidak memiliki apa-apa. Tabel 2 menunjukkan bahwa Kota Rembang memiliki
nilai indeks gini terendah yaitu sebesar 0,19 sedangkan kabupaten/kota yang
memiliki nilai indeks gini terbesar dimiliki Kota Bandung dengan nilai indeks gini
sebesar 0,48, kemudian dikuti Kota Bogor dengan nilai indeks gini sebesar 0,45
dan Kabupaten Seleman sebesar 0,44. Nilai rata-rata untuk indeks gini adalah 0,32
dan standar deviasinya sebesar 0,05. Pada penelitian ini nilai standar deviasi lebih
rendah dibandingkan rata-rata hal ini menunjukkan bahwa variabel indeks gini
memiliki ukuran yang kurang bervariasi.Analisis Partial Least Square (PLS)
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan WarpPLS 5.0 untuk
melihat model fit dan hasil pengujian hipotesis.
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
repository.stieykpn.ac.id
11
Perhitungan Nilai Goodness of Fit Model (Inner Model)
Evaluasi nilai goodness of fit model berfungsi untuk mengetahui kecocokan suatu
model yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan variabel
eksogen yaitu Kineja Keuangan Daerah (rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio
efisiensi, rasio aktivitas, rasio pertumbuhan), variabel endogen intervening yaitu
pertumbuhan ekonomi dan variabel endogen tergantung yaitu kemiskinan,
pengangguran, indeks pembangunan manusi dan indeks gini.
Tabel 3
Nilai Goodness of Fit Model
Hasil P-Value Kriteria Keterangan
APC=0.133 P<0.001 Good if P<0.05 Signifikan
ARS=0.052 P=0.043 Good if P<0.05 Signifikan
AVIF=1.244 Diterima jika ≤5,
ideal jika ≤3.3
Diterima dan ideal
Sumber: out put data yang diolah, 2017
Berdasarkan hasil pengujian, nilai Average R-squared (ARS) diperoleh
hasil 0.052 dengan nilai p=0.043, hal ini menunjukkan bahwa variabel pada
penelitian ini hanya mampu mempengaruhi variabel eksogen sebesar 5,2 persen
dan 94,8 persen dimiliki oleh variabel lain diluar model. Nilai Average path
coefficient (APC) sebesar 0.133 dengan p<0.001, hal ini berarti variabel endogen
dan eksogen memiliki hubungan sebab dan akibat baik secara langsung maupun
tidak langsung. Tidak terjadinya multikolinearitas pada penelitian ini terbukti dari
nilai Average Variance Inflation Factor (AVIF) sebesar 1.244. Interprestasi
indikator model fit tergantung dari tujuan analisis SEM, jika tujuannya hanya
pengujian hipotesis hubungan antara variabel lain maka indikator model fit
menjadi kurang penting. Interprestasi indikator model fit dalam penelitian ini
memenuhi kriteria nilai Goodness of Fit Model sehingga model penelitian ini
dapat digunakan untuk membandingkan beberapa model dan menguji hipotesis
Pembahasan
Gambar 2
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
repository.stieykpn.ac.id
12
Tabel 4
Hasil Pengujian Hipotesis
Hipotesis Prediksi Hubungan
Variabel
Koefisien
Jalur
p-Value Hasil
H1 + RKM →PBE 0.185 <0.001 Diterima
H2 + REA →PBE 0.025 0.250 Ditolak
H3 + REI →PBE -0.071 0.030 Ditolak
H4 + RAA →PBE 0.105 0.003 Diterima
H5 + RPB →PBE 0.032 0.196 Ditolak
H6 - PBE →KMK -0.353 <0.001 Diterima
H7 - PBE →PGG 0.114 0.001 Ditolak
H8 + PBE →IPM 0.157 <0.001 Diterima
H9 - PBE →IDG 0.157 <0.001 Ditolak
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2017
Signifikan pada p-value ≤5%
Tabel diatas berisi hasil pengujian pengaruh kinerja keuangan terhadap
pertumbuhan ekonomi dan dampaknya terhap kemiskinan, pengangguran, indeks
pembangunan manusia dan indeks gini , pengukuran berbagai variabel pada
pengujian tersebut adalah RKM (rasio kemandirian) diukur dengan
membandingkan PAD dengan total PAD di kali 100%, REA (rasio efektifitas)
diukur dengan membandingkan realisasi penerimaan PAD dengan target PAD di
kali 100% , REI (rasio efesiensi) diukur dengan membandingkan total realisasi
belanja daerah dengan total realisasi pendapatan daerah di kali 100%, RAA (rasio
aktivitas) diukur dengan membandingkan total belanja pembangunan dengan total
APBD di kali 100%, RPB (rasio pertumbuhan) diukur dengan presentasa laju
pertumbuhan PAD, PBE (pertumbuhan ekonomi) diukur dengan presentase laju
pertumbuhan ekonomi, KMK (kemiskinan) diukur dengan besarnya presentase
pendukduk miskin suatu daerah, PGG (pengangguran) diukur dengan jumlah
tingkat pengangguran terbuka suatu daerah , IPM (indeks pembangunan manusia)
diukur dengan data IPM, IDG (indeks gini) diukur dengan koefisien gini bernilai
0 hingga 1.
Berdasarkan teori keagenan, digambarkan bahwa bahwa masyarakat sebagai
principal memberikan tanggungjawab kepada pemerintah sebagai agen yang
diwakili DPRD sebagai legislatif untuk mengelola sumber daya. Sebagai
pertagungjawaban atas amanat yang diberikan rakyak kepada pemerintah maka
dibuat laporan keuangan secara periodik untuk menilai kinerja keuangan dalam
mengelola sumber daya dan diperlurkan analisis kinerja keuangan untuk melihat
keberhasilan pengelolaan kinerja keuangan daerah yang dapat dilihat dari salah
satu indikator keberhasilan pengelolaan kinerja keuangan yaitu keberhasilan
dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi dan sebagai indikator pengukur
pertumbuhan ekonomi yang baik dapat dilihat dari berkurangnya kemiskinan,
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
repository.stieykpn.ac.id
13
berkurangnya pengangguran, meningkatnya indeks pembangunan manusia dan
menurunnya ketimpangan pendapatan atau indeks gini jika hal-hal tersebut dapat
dicapai maka pmerintah sebagai agen dapat mejalankan tanggungjawab yang
diberikan oleh rakyat sebagai principal dengan memberikan pelayanan yang baik
bagi rakyat.
Pengaruh Kinerja Keuangan berupa Rasio Kemandirian terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
Hasil pengujian hipotesis kinerja keuangan daerah dalam bentuk rasio
kemandirian terhadap pertumbuhan ekonomi menunjukkan hasil bahwa nilai
koefisien jalur memiliki nilai bertanda positif sebesar 0,185 dan p-value sebesar
<0,001 atau lebih kecil dari standar p-value yang ditetapkan (≤5%). Hasil uji
hipotesis pertama pada penelitian ini berhasil membuktikan bahwa kinerja
keungan daerah yang dilihat dari rasio kemandirian pemerintah daerah tersebut,
maka suatu pemerintah daerah mampu memandirikan daerahnya.
Hasil uji hipotesis pertama, dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan
daerah bebentuk rasio kemandirian memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian
Wuku Astuti (2015), Syamsudin dkk (2015), Greydi Normala Sari dkk (2015) dan
Ni Luh Nana Putri Ani dkk (2014) yang menunjukkan bahwa kinerja keuangan
daerah dalam bentuk rasio kemandirian berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD) menunjukkan tingkat
kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah,
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan
retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Semakin mandiri
suatu daerah maka kinerja keuangan daerah tersebut semakin baik memberikan
dampak yang baik terhadap pertumbuhan ekonomi dan mampu mendorong
pertumbuhan ekonomi.
Pengaruh Kinerja Keuangan berupa Rasio Efektivitas terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
Hipotesis kedua yang berbunyi “kinerja keuangan berupa rasio efektivitas
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi” dalam penelitian ini ditolak.
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa nilai koefisien jalur memiliki nilai
bertanda positif sebesar 0,025 dan p-value sebesar 0,250 atau lebih besar dari
standar p-value yang ditetapkan (≤5%) yang berarti rasio efektivitas berpengaruh
positif tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hal ini menunjukkan bahwa masih ada pemerintah daerah dalam
merealisasikan PAD belum mampu mencapai dari PAD yang direncanakan atau
target yang ditetapkan, sehingga tidak mampu medorong pertumbuhan ekonomi.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Ni Luh Nana Putri Ani dan
A.A.N.B. Dwirandra (2014) yang menunjukkan bahwa kinerja keuangan daerah
dalam bentuk rasio kemandirian berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi.
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
repository.stieykpn.ac.id
14
Rasio efektifitas PAD menggambarkan kemampuan pemerintah daerah
dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang
ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah (Halim, 2008). PAD efektif apabila
rasio yang dicapai minimal sebesar 100. Namun demikian, semakin besar rasio
efektifitas menggambarkan kinerja pemerintah yang semakin baik (Mahmudi,
2011). Ketika pemerintah daerah tidak mampu mencapai target PAD yang
ditetapkan seperti pada penelitian ini dilihat pada data statistika bahwa nilai
minimun rasio efektivitas sebesar 12,22 persen jauh dari minimal rasio efektifitas
yang seharusnya di capai yaitu sebesar 100 persen itu berarti masih ada
pemerintah daerah yang tidak mampu mencapai target PAD yang ditetapkan
sehingga rasio efektifitas kurang mampu mendorong terjadinya pertumbuhan
ekonomi.
Kinerja Keuangan berupa Rasio Efisiensi berpengaruh positif terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Hasil uji hipotesis ketiga menunjukkan bahwa nilai koefisien jalur memiliki nilai
bertanda negatif sebesar -0.071 dan p-value sebesar 0.030 atau lebih kecil dari
standar p-value yang ditetapkan (≤5%) yang berarti rasio efektivitas berpengaruh
negatif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hipotesis ketiga yang berbunyi
“kinerja keuangan berupa rasio efesiensi berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi” dalam penelitian ini ditolak.
Rasio efisiensi belanja ini digunakan untuk mengukur tingkat
penghematan anggaran yang dilakukan pemerintah. Untuk memperoleh rasio
efisiensi, perlu diperbandingkan antara realisasi pengeluaran dengan realisasi
penerimaan. Rasio efektivitas berpengaruh negatif signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukan bahwa dengan meningkatnya
pertumbuhan ekonomi kinerja keuangan dalam bentuk rasio efisiensi cenderung
menurun atau dalam arti lain, dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi
pemerintah dalam merealisasi pengeluaran atau belanja daerah dibanding
penerimaan lebih besar realisasi belanja daerah sehingga tidak efektif.
Contohnya, dengan belanja modal yang tinggi untuk pembangunan
infrakstruktur maka akan mendorong pertumbuhan ekonomi .Hal ini didukung
hipotesis keempat dimana hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa rasio aktivitas
berpengaruh positif dan signifikan pada pertumbuhan ekonomi. Rasio aktivitas
adalah rasio yang menggambarkan seberapa besar belanja yang digunakan sebagai
belanja pembangunan. Hal tersebut membuktikan bahwa utuk mendorong
pertumbuhan ekonomi dibutuhkan belanja pembangunan yang besar yang
mengakibatkan pemerintah daerah dalam merealisasi belanja daerah tidak efisien
dibanding realisasi penerimaan daerah .
Kinerja Keuangan berupa Rasio Aktivitas berpengaruh positif terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
Hasil pengujian hipotesis kinerja keuangan daerah dalam bentuk rasio aktivitas
terhadap pertumbuhan ekonomi menunjukkan hasil bahwa nilai koefisien jalur
memiliki nilai bertanda positif sebesar 0.105 dan p-value sebesar 0.003 atau lebih
kecil dari standar p-value yang ditetapkan (≤5%). Hasil uji hipotesis keempat pada
penelitian ini berhasil membuktikan bahwa kinerja keuangan daerah yang dilihat
dari rasio aktivitas pemerintah daerah tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
repository.stieykpn.ac.id
15
ekonomi, maka suatu pemerintah daerah dengan rasio aktivitas yang bagus
mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dari hasil uji hipotesis keempat, dapat disimpulkan bahwa kinerja
keuangan daerah bebentuk rasio aktivitas memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, hipotesis keempat
yang berbunyi “kinerja keuangan berupa rasio aktivitas berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi” dapat diterima. Semakin tinggi rasio aktivitas
maka semakin banyak belanja yang dialokasikan pemerintah daerah untuk belanja
pembangunan infrastruktur dengan pembangunan infrastruktur yang memadai
bagi kebutuhan masyarakat maka mampu medorong pertumbuhan ekonomi.
Pengaruh Kinerja Keuangan berupa Rasio Pertumbuhan terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
Hipotesis kelima, kinerja keuangan daerah dalam bentuk rasio pertumbuhan
berpengaruh positif dan siginifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hipotesis
kelima yang berbunyi “kinerja keuangan berupa rasio pertumbuhan berpengaruh
positif terhadap pertumbuhan ekonomi” dalam penelitian ini ditolak. Hasil uji
hipotesis menunjukkan bahwa nilai koefisien jalur memiliki nilai bertanda positif
sebesar 0.032 dan p-value sebesar 0,196 atau lebih besar dari standar p-value yang
ditetapkan (≤5%) yang berarti rasio pertumbuhan berpengaruh positif tidak
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hal ini disebabkan pertumbuhan PAD pada pemerintah daerah kurang
bagus karena ada pemerintah daearah yang PAD mengalami penurunan dapat
dilihat pada data statistik bahwa rasio pertumbuhan daerah memiliki nilai
minimum sebesar -51,18 persen itu berarti ada pemerintah daerah yang PAD-nya
mengalami penurunan sebesar 51,18 persen dari PAD tahun sebelumnya yang
artinya kinerja keuangan pemerintah daerah tersebut kurang baik jika dilihat dari
rasio pertumbuhan sehingga rasio pertumbuhan kurang mampu medorong
pertumbuhan ekonomi. Hasil ini sejalan dengan penelitian ynag dilakukan oleh Ni
Luh Nana Putri Ani dan A.A.N.B. Dwirandra (2014) yang menunjukan bahwa
rasio pertumbuhan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi.
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan
Hasil pengujian hipotesis pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan
menunjukkan hasil bahwa nilai koefisien jalur memiliki nilai bertanda negatif
sebesar -0.353 dan p-value sebesar <0,001 atau lebih kecil dari standar p-value
yang ditetapkan (≤5%). Hasil uji hipotesis keenam pada penelitian ini berhasil
membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap kemiskinan,
maka pertumbuhan ekonomi yang bagus mampu mengurangi tingkat kemiskinan.
Berkaitan dengan hasil uji hipotesis keenam, dapat disimpulkan bahwa
pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap
kemiskinan. Oleh karena itu, hipotesis keenam yang berbunyi “pertumbuhan
ekonomi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi” dapat diterima.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pendi Dewanto dkk
(2014) dan Syamsudin dkk (2015) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi
berpengaruh negatif dan signifikan terhdap kemiskinan. Setiap kenaikan
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
repository.stieykpn.ac.id
16
pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap berkurangnya jumlah kemiskinan.
Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka pendapatan masyarakat
semakin meningkat sehingga masyarakat mampu untuk memenuhi kebutuhannya
yang berdampak terhadap penurunan angka kemiskinan.
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengangguran
Hipotesis ketujuh yang berbunyi “pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif
terhadap pengangguran” dalam penelitian ini ditolak. Hasil uji hipotesis
menunjukkan bahwa nilai koefisien jalur memiliki nilai bertanda positif sebesar
0.114 dan p-value sebesar 0.001 atau lebih kecil dari standar p-value yang
ditetapkan (≤5%) yang berarti rasio efektivitas berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hasil ini menunjukkan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi semakin
tinggi juga tingkat pengangguran sehingga pertumbuhan ekonomi yang terjadi
tidak disertai dengan ketersediaannya lapangan pekerjaan yang baru sehingga
pertumbuhan ekonomi tidak mampu mengurangi tingkat pengangguran. Hasil ini
konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Darman (2013) menunjukkan
bahwa tingkat pengangguran cenderung meningkat seiring dengan dicapainya
pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi yang terjadi diikuti dengan
menurunnya penyerapan tenaga kerja dalam sektor tersier karena penggunaan
tehnologi informasi sebagai pengganti tenaga kerja manusia, sehingga
perekonomian mengalami pertumbuhan namum penyerapan tenagakerja dalam
sektor tersier mengalami penurunan yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi
yang terjadi tidak mampu mengurangi jumlah pengangguran.
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Indeks Pembangunan Manusia
Hasil pengujian hipotesis pertumbuhan ekonomi terhadap indeks pembangunan
manusia menunjukkan hasil bahwa nilai koefisien jalur memiliki nilai bertanda
positif sebesar 0.157 dan p-value sebesar <0,001 atau lebih kecil dari standar p-
value yang ditetapkan (≤5%). Hasil uji hipotesis kedelapan pada penelitian ini
berhasil membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap indeks
pembangunan manusia, maka pertumbuhan ekonomi yang bagus mampu
meningkatkan indeks pembangunan manusia.
Dari hasil uji hipotesis kedelapan, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan
ekonomi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap indeks pembangunan
manusia. Oleh karena itu, hipotesis kedelapan yang berbunyi “pertumbuhan
ekonomi berpengaruh positif terhadap indeks pembangunan manusia” dapat
diterima. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggatia Ariza
(2013) yang menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap indeks pembangunan manusia. Pertumbuhan ekonomi akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dapat dilihat dari indeks
pembangunan manusia.
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Indeks Gini
Hasil uji hipotesis kesembilan, pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan
siginifikan terhadap indeks gini. Hipotesis kesembilan yang berbunyi
“pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap indeks gini” dalam
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
repository.stieykpn.ac.id
17
penelitian ini ditolak. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa nilai koefisien jalur
memiliki nilai bertanda positif sebesar 0.157 dan p-value Sebesar <0.001 atau
lebih kecil dari standar p-value yang ditetapkan (≤5%) yang berarti rasio
efektivitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hal ini menunjukkan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi semakin tinggi
juga tingkat indeks gini atau ketimpangan pendapatan. Hal ini disebabkan
pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak merata sehingga meningkatnya
pertumbuhan ekonomi berakibat meningkatnya indeks gini atau dalam kata lain
pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak merata mengakibatkan terjadinya
ketimpangan pendapatan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang tidak merata
memunculkan gap pendapatan antara penduduk kalangan atas dengan pendapatan
yang tinggi dengan masyrakat kalangan bahwa yang hanya memiliki penghasilan
pas-pasan atau dalam kata lain pertumbuhan ekonomi yang terjadi bersifat eklusif
hanya kalangan tertentu saja yang menikmatinya. Sehingga pertumbuhan ekonomi
yang terjadi tidak mampu menurunkan ketimpangan pendapatan masyarakat,
karena yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN
Kesimpulan Penelitian
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan berupa rasio
kemadirian dan rasio aktivitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi. Kinerja keuangan dalam bentuk rasio efektivitas dan rasio
pertumbuhan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kinerja keuangan berupa rasio efisiensi berpengaruh negatif dan signifikan
terhadaap pertumbuhan ekonomi. Sementara itu pertumbuhan ekonomi
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan dan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap pengangguran, indeks pembangunan manusia dan aindeks
gini.
Implikasi
Hasil penelitian ini memberikan implikasi praktis terhadap pemerintah daerah.
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan tolak ukur untuk
memaksimalkan potensi karakteristik yang dimiliki oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota di Pulau Jawa. Salah satu cara untuk memaksimalkan potensi
tersebut adalah dengan meningkatkan kinerja keuangan daerah sehingga dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang mampu mengurangi jumlah
kemiskinan, tingkat pengangguran dan meningkatnya indeks pembangunan
manusia juga pertumbuhan ekonomi yang merata sehingga bisa mengurangi
ketimpangan pendapatan atau indeks gini.
Keterbatasan
Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil
penelitian. Pengukuran pengangguran yang digunakan menggunakan data
presentase tingkat pengangguran terbuka tidak memberikan informasi tentang
penyerapan tenaga kerja per sektor, sehingga ketika pertumbuhan ekonomi yang
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
repository.stieykpn.ac.id
18
terjadi tidak mampu mengurangi jumlah pengangguran tidak bisa diketahui
mengapa pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak mampu mengurangi jumlah
pengangguran. Dengan data tingkat pengangguran terbuka per sektor, kita bisa
mengetahui sektor mana yang memiliki penyerapan kerja paling banyak dan
sedikit. Misalnya dengan tingkat pengangguran terbuka per sektor kita bisa
mengetahui pertumbuhan ekonomi dalam sektor tersier mengalami pertumbuhan,
namun penyerapan tenaga kerjanya sedikit karena dalam sektor tersier
menggunakan teknologi sebagai pengganti tenaga kerja manusia, sehingga
pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak mampu mengurangi jumlah
pengangguran.
Saran
Dari uraian keterbatasan penelitian di atas, maka saran yang bisa diberikan untuk
penelitian selanjutnya adalah untuk menggunakan data penyerapan tenaga kerja
terbuka per sektor untuk mengukur pengangguran, sehingga kita lebih bisa
melihat seberapa besar penyerapan tenaga kerja setiap sektornya dan kita bisa
menganalisis dampak penyerapan tenaga kerja setiap sektornya terhadap
pertumbuhan ekonomi.
Daftar Pustaka
Ariza, Anggatia, 2013, “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Dan Belanja Modal
Terhadap Indeks Pembanguan Manusia Dalam perspektif Islam”, Fakultas
Syariah dan Ekonomi Baroroh, Utami, 2012, “Analisis Sekotor Keuangan
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional Di Wilayah Jawa: Pendekatan
Model Levine”, Jurnal Etikonomi, Vol. 11, No. 2 Oktober 2012.Islam
IAIN Pontianak.
Astuti, Wuku, 2015, “Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan Pertumbuhan
Ekonomi dan Dampaknya Terhadap Pengangguran Dan Kemiskinan”,
Jurnal EBBANK, Vol.6 , No. 1, Juli 2015:1-18.
Darman, 2013, “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat
Pengangguran: Analisis Hukum Okun”, Journal The Winners, Vol. 14, No.
1 Maret 2013: 1-12.
Dewanto, Pendi., Rujiman dan Agus Suriadi, 2014, “Analisis Pengaruh
Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Terhadap
Pengentasan Kemiskinan di Kawasan Mebidangro”. Jurnal Ekonom, Vol.
17, No. 3 Juli 2014.
Nana, Ni Luh Putri Ani dan A.A.N.B. Dwirandra, 2014, “Pengaruh Kinerja
Keuangan Daerah Pada Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran, dan
Kemiskinan Kabupaten Dan Kota”, E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana,Vol.6, No.3 2014: 481-497.
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
repository.stieykpn.ac.id
19
Normala, Greydi Sari., Paulus Kindangen dan Tri Oldy Rotinsulu, 2015,
“Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Perkotaan
Di Sulawesi Utara”, Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelaksanaan Review Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
Syamsudin., Bayu Tri Cahya dan Syahrina Nurmala Dewi, 2015, “Pengaruh
Kinerja Keuangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran dan
Kemiskinan”, Jurnal Ekonomi Manajemen Sumber Daya, Vol. 17, No. 1
Juni 2015.
Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Website resmi Kabupaten/Kota di Pulau Jawa.
PLAGIASI MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
repository.stieykpn.ac.id