112
 ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DALAM MENSTABILKAN INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA OLEH AZWAR ANAS H14102016 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DALAM MENSTABILKAN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DALAM MENSTABILKAN

Citation preview

  • ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DALAM MENSTABILKAN INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA

    OLEH AZWAR ANAS

    H14102016

    DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

  • RINGKASAN AZWAR ANAS. Analisis Kebijakan Moneter dalam Menstabilkan Inflasi dan Pengangguran di Indonesia (dibimbing oleh IMAN SUGEMA).

    Perekonomian yang stabil akan lebih disukai dibandingkan perekonomian yang mengalami gejolak. Kestabilan menjadi penting karena kondisi yang stabil akan menciptakan suasana yang kondusif untuk perkembangan dunia usaha. Perkembangan perekonomian suatu negara dapat dikatakan sedang meningkat atau menurun berdasarkan beberapa indikator dasar makroekonominya di antaranya suku bunga, jumlah uang yang beredar, inflasi, nilai tukar dan pengangguran.

    Upaya menstabilkan perekonomian dapat dicapai melalui kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal yang berkesinambungan berusaha menekan defisit anggaran serendah mungkin, baik melalui peningkatan pajak maupun pengurangan subsidi. Dari sisi moneter, telah terjadi perubahan paradigma yaitu dari stabilisasi yang berbasis jumlah uang yang beredar menjadi Inflation Targeting Framework (ITF) dengan instrumen suku bunga.

    Pertumbuhan ekonomi akan mendorong perkembangan kondisi perekonomian. Sebelum krisis 1997 Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, nilai tukar yang stabil dan tingkat inflasi yang rendah. Tetapi ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997, pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun, bahkan menjadi negatif di tahun 1998, nilai tukar Rupiah terus terdepresiasi, inflasi meninggi dan terjadi ledakan pengangguran pada tahun 1998 dimana terjadi sekitar 1,4 juta pengangguran terbuka baru.

    Kondisi perekonomian negara dapat mengalami siklus naik turun, sehingga pada saat tertentu mengalami pertumbuhan yang pesat dan di saat yang lain mengalami penurunan. Untuk mengelola dan mempengaruhi perekonomian agar berada dalam kondisi stabil, pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia perlu melakukan langkah stabilisasi makro, dengan mengelola sisi permintaan dan penawaran suatu perekonomian agar mengarah pada kondisi keseimbangan, yaitu dengan menetapkan SBI sebagai instrumen kebijakan moneter. Telah banyak penelitian mengenai kebijakan moneter, tetapi masih terbatas sekali penelitian yang menghubungkan kebijakan moneter dengan pengangguran hal inilah yang melatarbelakangi penulis melakukan penelitian.

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana variabel variabel makroekonomi bereaksi terhadap perubahan kebijakan moneter di Indonesia. Dan yang kedua untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan inflasi dan pengangguran di Indonesia.

    Untuk melihat bagaimana kebijakan moneter berpengaruh terhadap inflasi, nilai tukar dan pengangguran, digunakan analisis Structural Vector Auto regression (SVAR) yang dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan Vector Error Correction Model (VECM) dengan software Eviews 4.1. Data yang

  • digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh publikasi Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) dari Bank Indonesia, publikasi International Financial Statistics dari International Monetary Fund, dan data publikasi Badan Pusat Satistik. Data-data yang digunakan adalah data kuartalan dari periode 1990:1-2005:4, meliputi suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tiga bulanan, jumlah uang yang beredar, Consumer Price Index (CPI), nilai tukar US Dollar per Rupiah dan data pengangguran.

    Pada penelitian ini dilihat bagaimana respon variabel-variabel makroekonomi terhadap guncangan SBI. Respon pada dua kuartal awal (periode ke-1 dan periode ke-2) menunjukkan bahwa jumlah uang yang beredar, dan pengangguran mengalami penurunan, SBI dan inflasi mengalami peningkatan dan nilai tukar mengalami apresiasi. Secara umum respon jumlah uang yang beredar dan inflasi mengalami peningkatan, sedangkan respon nilai tukar cenderung mengalami depresiasi dan respon pengangguran mengalami penurunan. Setelah terjadi guncangan SBI, variabel yang lebih cepat menunjukkan respon permanen adalah variabel SBI itu sendiri, nilai tukar, pengangguran, inflasi dan yang membutuhkan waktu paling lama adalah jumlah uang yang beredar. Cukup lamanya respon variabel tersebut menuju ke arah kestabilan (mulai periode dua puluh sembilan sampai empat puluh empat atau tujuh sampai sebelas tahun setelah guncangan) menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia rentan terhadap perubahan, dan kebijakan moneter yang diterapkan kurang mampu untuk menstabilkan perekonomian.

    Hasil Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) terhadap inflasi menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh pada awal periode adalah inovasi inflasi itu sendiri, dalam jangka panjang faktor yang paling berpengaruh adalah kebijakan moneter. Sedangkan hasil FEVD pengangguran menunjukkan bahwa dari awal hingga akhir periode peramalan, faktor yang paling berpengaruh terhadap variabel pengangguran adalah inovasi dalam pengangguran itu sendiri. Pengaruh kebijakan moneter yang besar terjadi pada periode ke-60 atau 15 tahun setelah terjadi guncangan, hal ini menunjukkan bahwa kebijakan moneter kurang mampu mengendalikan laju inflasi dan tingkat pengangguran dalam jangka pendek.

  • ANALISIS KEBIJAKAN MONETER DALAM MENSTABILKAN INFLASI DAN PENGANGGURAN DI INDONESIA

    Oleh

    AZWAR ANAS H14102016

    Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

    Departemen Ilmu Ekonomi

    DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

  • INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

    DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

    Nama Mahasiswa : Azwar Anas

    Nomor Registrasi Pokok : H14102016

    Program Studi : Ilmu Ekonomi

    Judul Sripsi : Analisis Kebijakan Moneter dalam Menstabilkan Inflasi dan Pengangguran

    di Indonesia

    dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

    Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

    Bogor

    Menyetujui, Dosen Pembimbing,

    Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec NIP. 131 846 870

    Mengetahui,

    Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

    Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872

    Tanggal Kelulusan :

  • PERNYATAAN

    DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, 5 September 2006

    Azwar Anas H14102016

  • RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Azwar Anas lahir pada tanggal 23 Mei 1984 di Jakarta.

    Penulis anak ke dua dari empat bersaudara, dari pasangan Dayat dan Nur Aisyah.

    Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah

    dasar pada SDN Pondok Pinang 07 Pagi Jakarta Selatan, kemudian melanjutkan

    ke SMPN 161 Jakarta dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis

    diterima di SMUN 47 Jakarta dan lulus pada tahun 2002.

    Pada tahun 2002 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan

    studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi

    pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan

    mengembangkn pola pikir, sehingga menjadi sumber daya yang berguna bagi

    pembangunan Indonesia. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi

    Masuk IPB (USMI) dan diterima menjadi mahasiswa Program Studi Ilmu

    Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

    Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dibeberapa organisasi dan

    kegiatan akademik. Penulis pernah menjadi Staf Departemen Sosial Politik Badan

    Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEM, Ketua Komisi I Advokasi Aspirasi dan

    Kesejahteraan Mahasiswa Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FEM. Dan

    mengikuti kegiatan organisasi eksternal HMI, dengan menjadi Wasekum

    Penelitian dan Pengembangan HMI Komisariat FEM.

    Penulis juga aktif dalam kegiatan akademik yaitu menjadi tutor dalam

    kegiatan BEM FEM, tutor dalam kegiatan HIPOTESA, Asisten Mata Kuliah

    Ekonomi Dasar II dan Asisten Ekonomi Umum. Penulis juga pernah menjadi

    salah satu Mahasiswa Berprestasi di Departemen Ilmu Ekonomi dan di Fakultas

    Ekonomi dan Manajemen pada tahun 2005. Penulis pernah mengikuti kejuaraan

    tingkat nasional yaitu Young Economic Icon 2005, National Talk Show dan LKTI

    di Universitas Padjajaran Mei 2006 dan PIMNAS XIX di Universitas

    Muhammadiyah Malang Juli 2006.

  • KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

    hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul

    skripsi ini adalah Analisis Kebijakan Moneter dalam Menstabilkan Inflasi

    dan Pengangguran di Indonesia. Kebijakan moneter dan pengangguran

    merupakan topik yang sangat menarik, diharapkan dengan adanya kebijakan

    moneter yang tepat maka perekonomian Indonesia menjadi stabil. Di samping itu,

    skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

    Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,

    Institut Pertanian Bogor.

    Ucapan terima kasih dan hormat kepada Bapak Dr. Ir. Iman Sugema,

    M.Ec yang telah menjadi dosen pembimbing skripsi atas dorongan, dan arahannya

    selama proses pembuatan skripsi ini. Rasa terima kasih juga penulis tujukan

    kepada Bapak Noer Azam Achsani, Ph.D dan kepada Ibu Wiwiek Rindayanti,

    M.Si. Semua saran dan kritikannya menjadi masukan yang berharga bagi

    penyempurnaan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Mba

    Yati Nuryati, S.Pi, M.Si dan Moc. Iqbal Irfani SE yang telah membantu dalam

    metode penelitian skripsi ini. Dan ucapan terimakasih kepada para Dosen Fakultas

    Ekonomi dan Manajemen beserta staf yang telah membantu proses pendidikan

    bagi penulis.

    Terima kasih penulis ucapkan kepada Ayah dan Ibu yang telah

    membesarkan dan mendidik penulis hingga saat ini, semoga Allah SWT

    membalas segala kebaikan dan memberikan perlindungan di dunia maupun di

    akhirat kelak. Kepada Ka Nina tersayang terima kasih atas segala dukungan dan

    perhatiannya, dan terima kasih kepada adik-adik penulis Mega dan Rifki atas

    segala keceriaan dan kebahagiaan yang selalu diberikan.

    Penulis juga ucapkan terima kasih kepada teman-teman sepenelitian Nova

    Mardianti, Mardi Efriza dan Ade Holis atas segala dukungan yang diberikan,

    kepada sahabat F2nE Ipa, Sari, Hasni, May, dan Jun, teman seperjuangan Ary,

  • ii

    Fikri, Edi, Nina, Nilam, Diyah, Selda dan Firman atas bantuan dan perhatiannya.

    Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman IE 39 dan para

    peserta seminar yang telah ikut memberi kritik dan saran dalam perbaikan skripsi

    ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang

    membutuhkan.

    Bogor, 5 September 2006

    Azwar Anas H14102016

  • DAFTAR ISI Halaman

    DAFTAR TABEL........................................................................................ v

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vi

    DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ vii

    DAFTAR SINGKATAN ............................................................................. viii

    I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1

    1.1. Latar Belakang................................................................................. 1

    1.2. Perumusan Masalah ......................................................................... 6

    1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 6

    1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................... 7

    II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ................. 8

    2.1. Pengertian dan Definisi.................................................................... 8

    2.1.1. Kebijakan Moneter ............................................................... 8

    2.1.2. Kebijakan Stabilisasi ............................................................ 8

    2.1.3. Suku Bunga .......................................................................... 9

    2.1.4. Jumlah Uang yang Beredar .................................................. 9

    2.1.5. Inflasi .................................................................................... 10

    2.1.6. Indeks Harga Konsumen (IHK)............................................ 11

    2.1.7. Nilai Tukar............................................................................ 11

    2.1.7.1. Sistem Nilai Tukar Tetap......................................... 12

    2.1.7.2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas................. 13

    2.1.7.3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali ......... 13

    2.1.8. Pengangguran ....................................................................... 14

    2.2. Penelitian Terdahulu....................................................................... 15

    2.2.1. Penelitian Djivre dan Ribon (2003)...................................... 15

    2.2.2. Penelitian Siregar dan Ward (2005) ..................................... 16

    2.2.3. Penelitian Siregar, et al. (2006) ............................................ 17

    2.3. Kerangka Teori ............................................................................... 18

  • iv

    2.3.1. Kebijakan Moneter untuk Mengendalikan Suku Bunga....... 18

    2.3.2. Efektivitas Kebijakan Moneter dalam Mempengaruhi Perekonomian........................................................................ 19

    2.3.3. Teori Permintaan Agregat dengan Pendekatan Model IS-LM 20

    2.3.4. Kebijakan Moneter dalam Konsep Pendekatan Harga .......... 22

    2.3.5. Inflasi Gejolak Permintaan .................................................... 22

    2.3.6. Inflasi Gejolak Penawaran dengan Validasi dan Tanpa Validasi Moneter................................................................... 23

    2.3.7. Kebijakan Moneter Ekspansioner dalam Sistem Kurs Tetap 24

    2.3.8. Kebijakan Moneter Ekspansioner Sistem Kurs Mengambang 25

    2.3.9. Kurva Phillips........................................................................ 25

    2.4. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 27

    III. GAMBARAN UMUM .......................................................................... 30

    3.1. Gambaran Inflation Targeting Framework .................................... 30

    3.2. Perkembangan Indikator-Indikator Makroekonomi di Indonesia... 32

    IV. METODE PENELITIAN ...................................................................... 38

    4.1. Jenis dan Sumber Data.................................................................... 38

    4.2. Model Penelitian............................................................................. 39

    4.3. Metode Analisis Data ..................................................................... 40

    V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 53

    5.1. Kestasioneran Data ......................................................................... 53

    5.2. Uji Lag Optimal .............................................................................. 54

    5.3. Uji Stabilitas VAR.......................................................................... 55

    5.4. Uji Kointegrasi................................................................................ 55

    5.5. Impulse Response Function (IRF) .................................................. 57

    5.6. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ......................... 63

    5.6.1. Faktor-Faktor Determinan Inflasi.......................................... 63

    5.6.2. Faktor-Faktor Determinan Pengangguran ............................. 65

    VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 68

    6.1. Kesimpulan ..................................................................................... 68

    6.2. Saran ............................................................................................... 69

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 70

    LAMPIRAN ............................................................................................... . 72

  • DAFTAR TABEL Nomor Halaman

    3.1. Jumlah Pengangguran di Indonesia Periode 1998-2005..................... 37

    4.1. Data, Satuan, Simbol dan Sumber Data.............................................. 38

    5.1. Hasil Pengujian Akar Unit pada Level................................................ 53

    5.2. Hasil Pengujian Akar Unit pada First Difference............................... 54

    5.3. Nilai Lag Optimal ............................................................................... 55

    5.4. Hasil Uji Kointegrasi .......................................................................... 56

    5.5. Faktor-Faktor Determinan Inflasi ....................................................... 64

    5.6. Faktor-Faktor Determinan Pengangguran .......................................... 66

  • DAFTAR GAMBAR

    Nomor Halaman

    2.1. Perubahan Penawaran Uang .................................................................. 18

    2.2. Efektivitas Kebijakan Moneter dalam Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi................................................................................................. 19

    2.3. Model IS-LM (a) dan Model Penawaran Agregat dan Permintaan Agregat (b) dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang. . ..................... 21 2.4. Inflasi Gejolak Permintaan .................................................................... 23

    2.5. Gejolak Penawaran dengan Validasi dan Tanpa Validasi ..................... 24

    2.6. Ekspansi Moneter dalam Sistem Kurs Tetap......................................... 25

    2.7. Ekspansi Moneter dalam Sistem Kurs Mengambang............................ 25

    2.8. Kurva Phillips ........................................................................................ 26

    2.9. Kerangka Pemikiran. .............................................................................. 27

    3.1. Perkembangan BI rate Periode Januari-Agustus 2006 .......................... 31

    3.2. Perkembangan SBI Periode 1996-2005................................................. 33

    3.3. Jumlah Uang yang Beredar Periode 1996-2005 .................................... 34

    3.4. Inflasi YOY dari Tahun 1990-2005 ....................................................... 35

    3.5. Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah dari Tahun 1996-2005. ........................... 36

    5.1. Respon Variabel Makroekonomi terhadap Guncangan SBI.................. 58

  • DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman

    1. Hasil Pengujian Akar Unit pada Level...................................................... 73

    2. Hasil Pengujian Akar Unit pada First Difference..................................... 77

    3. Hasil Pengujian Lag Optimal.................................................................... 81

    4. Hasil Pengujian Stabilitas VAR................................................................ 82

    5. Hasil Estimasi Struktural VAR................................................................. 84

    6. Hasil Pengujian Johansen dengan Asumsi Summary............................ 86

    7. Hasil Pengujian Johansen dengan Asumsi 5 ......................................... 87

    8. Impulse Response Function (IRF) ............................................................ 90

    9. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ................................... 92

  • DAFTAR SINGKATAN

    AD = Aggregate Demand

    ADF = Aughmented Dickey Fuller

    AIC = Akaike Information Criteria

    AS = Aggregate Supply

    BI = Bank Indonesia

    BPS = Badan Pusat Statistik

    CPI = Consumer Price Index

    ECM = Error-Correction Model

    FEVD = Forecast Error Variance Decomposition

    HQ = Hannan-Quinn Information Criterion

    IFS = International Financial Statistic

    ITF = Inflation Targeting Framework

    IHK = Indeks Harga Konsumen

    ILO = International Labor Organization

    IMF = International Monetary Fund

    IRF = Impulse Response Function

    LRAS = Long-Run Agreggate Supply

    OLS = Ordinary Least Squares

    RDG = Rapat Dewan Gubernur

    SBI = Sertifikat Bank Indonesia

    SC = Schwarz Criterion

    SEKI = Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia

    SRAS = Short-Run Agreggate Supply

    SVAR = Strctural Vector Autoregression

    VAR = Vector Autoregression

    VECM = Vector Error Correction Model

    VMA = Vector Moving Average

    YOY = Year On Year

  • I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Perekonomian yang stabil akan lebih disukai dibandingkan perekonomian

    yang mengalami gejolak. Kestabilan menjadi penting karena kondisi yang stabil

    akan menciptakan suasana yang kondusif untuk perkembangan dunia usaha.

    Stabilitas makroekonomi dapat dilihat dari dampak guncangan suatu

    variabel makroekonomi terhadap variabel makroekonomi lainnya. Apabila

    dampak suatu guncangan menimbulkan fluktuasi yang besar pada variabel

    makroekonomi dan diperlukan waktu yang relatif lama untuk mencapai

    keseimbangan jangka panjang, maka dapat dikatakan bahwa stabilitas

    makroekonomi rentan terhadap perubahan. Namun apabila dampak guncangan

    indikator itu menunjukkan fluktuasi yang kecil dan waktu untuk mencapai

    keseimbangan jangka panjang relatif tidak lama maka dapat dikatakan kondisi

    makroekonomi relatif stabil (Siregar, et al., 2006).

    Menurut Siregar et al. (2006), upaya menstabilkan perekonomian dapat

    dicapai melalui kebijakan fiskal maupun melalui kebijakan moneter. Kebijakan

    fiskal yang berkesinambungan berusaha menekan defisit anggaran serendah

    mungkin, baik melalui peningkatan pajak maupun pengurangan subsidi. Dari sisi

    moneter, sejak pertengahan 2005 telah terjadi perubahan paradigma yaitu dari

    stabilisasi yang berbasis jumlah uang yang beredar menjadi Inflation Targeting

    Framework (ITF) dengan menggunakan instrumen suku bunga.

  • 2

    Perkembangan perekonomian suatu negara dapat dikatakan sedang

    meningkat atau menurun berdasarkan beberapa indikator dasar makroekonominya

    diantaranya suku bunga, jumlah uang beredar, inflasi, nilai tukar dan

    pengangguran. Bank Indonesia sebagai lembaga otoritas moneter melakukan

    upaya stabilisasi melalui instrumen suku bunga SBI, penetapan SBI dilakukan

    untuk mengendalikan jumlah uang beredar. Ketika jumlah uang yang beredar di

    masyarakat terlalu banyak maka akan menyebabkan terjadinya inflasi.

    Saat krisis tingkat inflasi di Indonesia meningkat tajam, dan pernah

    mencapai 82,40 persen pada September 1998. Tingkat inflasi yang tinggi pada

    saat itu mencerminkan ketidakstabilan harga, hal ini tentu saja mengurangi daya

    beli masyarakat. Ketika inflasi terjadi jumlah uang yang beredar meningkat hal ini

    akan berdampak pada terdepresiasinya nilai tukar.

    Nilai tukar Rupiah selalu mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, pada

    saat sebelum krisis yaitu dari tahun 1993-1996, nilai tukar Rupiah berada pada

    kisaran 2.1102.383 Rupiah per US Dollar. Ketika terjadi krisis ekonomi yang

    melanda kawasan Asia pada pertengahan 1997 perekonomian Indonesia terkena

    dampak negatifnya. Krisis ekonomi yang terjadi di Asia ini diawali dengan

    melemahnya Bath Thailand yang melahirkan contagion-effect (efek menular ke

    negara lain) dan menyebabkan krisis mata uang yang merambat ke negara Asia

    lainnya termasuk Indonesia.

    Krisis mata uang yang melanda Indonesia ditandai dengan melemahnya

    mata uang Rupiah terhadap Dollar pada pertengahan tahun 1997. Rupiah yang

    bernilai 2.450 Rupiah per US Dollar pada bulan Juni 1997 mengalami depresiasi

  • 3

    secara terus menerus hingga pada akhir tahun 1997 mencapai 4.650 Rupiah per

    US Dollar Untuk menahan laju nilai tukar Rupiah, pada tanggal 14 Agustus 1997

    pemerintah melepas sistem kurs mengambang terkendali (managed floating

    system) dan menerapkan sistem kurs mengambang bebas (free floating system).

    Namun memasuki tahun 1998 kondisi nilai tukar Rupiah semakin parah dan

    puncaknya mencapai 14.850 Rupiah per US Dollar pada Juni 1998.

    Untuk meredam melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar dan

    tingkat inflasi yang tinggi, bank sentral meningkatkan tingkat suku bunga SBI

    yang pada bulan November 1998 menyentuh angka 61 persen per tiga bulan.

    Langkah ini disatu sisi memang berhasil menurunkan laju inflasi dari 77,63 persen

    pada tahun 1998 menjadi 2 persen pada akhir tahun 1999. Namun di sisi lain

    keadaan ini berdampak buruk pada tingkat investasi di Indonesia, pada tahun 1997

    pelarian arus modal keluar mencapai 3,5 milyar Dollar, sementara pada tahun

    1998 dan 1999 masing-masing mencapai 19.7 milyar Dollar dan 11,3 milyar

    Dollar (Salim, 2001).

    Pelarian modal tentu mengakibatkan dana untuk investasi menurun secara

    tajam, akibatnya tidak terjadi perputaran dana di sektor riil, dan berdampak pada

    penyerapan tenaga kerja. Akibat krisis finansial banyak para pengusaha yang

    bangkrut karena dililit hutang bank, sehingga banyak pekerja atau buruh pabrik

    yang terpaksa di-PHK oleh perusahaan untuk mengurangi cost yang dipakai untuk

    membayar gaji pekerjanya. Hal ini menjadi salah satu pemicu terjadinya ledakan

    pengangguran yakni pelonjakan angka pengangguran dalam waktu yang relatif

  • 4

    singkat. Ledakan pengangguran terjadi di tahun 1998 di mana terjadi sekitar 1,4

    juta pengangguran terbuka baru (Limongan, 2001).

    Berbagai indikator ekonomi makro moneter sepanjang tahun 2005

    menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia masih belum stabil, ini berarti

    ekonomi Indonesia masih rawan terhadap berbagai guncangan, ketidakstabilan

    indikator makro dapat dilihat dari adanya peningkatan inflasi dan suku bunga,

    volatilitas nilai tukar dan adanya kecenderungan kenaikan tingkat pengangguran.

    Inflasi IHK 2005 mencapai 17,11 persen, jauh di atas inflasi tahun 2004

    yang mencapai 6,4 persen, inflasi tahun 2005 merupakan inflasi tertinggi sejak

    pasca krisis. Tingginya laju inflasi disebabkan kenaikan administered prices

    khususnya harga BBM pada bulan Maret dan Oktober 2005 dan administered

    prices lainnya seperti tarif angkutan, elpiji, cukai rokok, dan tarif tol. Inflasi

    administered prices hingga Desember 2005 tercatat sebesar 42,01 persen year on

    year (yoy). Laju inflasi juga disebabkan adanya gangguan pasokan dan distribusi

    sehingga menyebabkan tingginya harga bahan makanan (volatile foods) sebesar

    15,18 persen, adanya peningkatan ekpektasi inflasi yang didorong oleh kenaikan

    harga BBM dan pelemahan nilai tukar Rupiah. Dan penyebab terakhir karena

    adanya depresiasi nilai tukar Rupiah selama tahun 2005 sebesar 8,6 persen yoy

    (Sitorus, 2006).

    Ketidakstabilan mata uang Rupiah mulai terjadi sejak bulan Januari 2004.

    Sejak bulan itu Rupiah terdepresiasi tidak hanya dengan mata uang Dollar, tetapi

    juga dengan mata uang Euro dan Yen. Ini mengindikasikan pengaruh internal

    lebih menentukan dibandingkan dengan pengaruh eksternal. Dengan kata lain

  • 5

    kondisi Indonesialah yang membuat mata uang Rupiah menjadi melemah. Ketika

    Bank Indonesia merespon dengan meningkatkan suku bunga dalam negeri untuk

    disesuaikan dengan suku bunga internasional, langkah penyesuaian yang diambil

    sudah terlambat. Terjadinya peningkatan suku bunga domestik merupakan respon

    atas meningkatnya suku bunga internasional yang mengalami pembalikan trend

    sejak the Fed menaikkan suku bunganya di pertengahan 2004. Kenaikan suku

    bunga SBI, segera akan diikuti oleh kenaikan suku bunga simpanan dan kredit.

    Kenaikan yang terlalu cepat ini tentu akan menyulitkan perbankan dan sektor riil

    (Sugema, et al., 2006).

    Fenomena perekonomian secara global pada tahun 2005-2006

    memperlihatkan bahwa kondisi eksternal belum menunjukkan kondisi yang

    kondusif, seperti adanya kecenderungan kenaikan suku bunga internasional,

    kenaikan harga minyak dunia, dan masih tingginya inflasi dunia. Kondisi-kondisi

    tersebut tentu saja harus dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan untuk

    memperbaiki kondisi perekonomian.

    Kondisi kestabilan perekonomian negara dapat mengalami siklus naik

    turun. Sehingga agar perekonomian berada dalam kondisi stabil, pemerintah

    dalam hal ini Bank Indonesia perlu melakukan langkah stabilisasi makro, dengan

    mengelola sisi permintaan dan penawaran suatu perekonomian agar mengarah

    pada kondisi keseimbangan, yaitu dengan menetapkan SBI sebagai instrumen

    kebijakan moneter. Telah banyak penelitian mengenai kebijakan moneter, tetapi

    masih terbatas sekali penelitian yang menghubungkan kebijakan moneter dengan

    pengangguran. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis melakukan penelitian.

  • 6

    1.2. Perumusan Masalah

    Perubahan-perubahan dan fluktuasi ekonomi yang terjadi terkadang

    menimbulkan guncangan yang besar pada sektor moneter dan sektor riil di

    Indonesia, seperti saat krisis 1997 Indonesia mengalami masalah yang multi

    dimensi dan pemerintah melakukan berbagai upaya perbaikan untuk membawa

    Indonesia keluar dari krisis tersebut. Berangkat dari pemikiran tersebut, maka

    perlu dilakukan suatu analisa empiris mengenai dampak perubahan kebijakan

    moneter di Indonesia terhadap kestabilan harga dan dalam mengatasi

    pengangguran. Oleh karena itu penulis merumuskan permasalahan dengan lingkup

    waktu analisis dari tahun 1990:1 sampai tahun 2005:4, dan membagi

    permasalahan menjadi dua bagian, yaitu:

    1. Bagaimana respon variabel-variabel makroekonomi terhadap perubahan

    kebijakan moneter di Indonesia?

    2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan inflasi dan

    pengangguran di Indonesia?

    1.3. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

    adalah:

    1. Menganalisis bagaimana respon variabel-variabel makroekonomi

    terhadap perubahan kebijakan moneter di Indonesia.

    2. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan

    inflasi dan pengangguran di Indonesia.

  • 7

    1.4. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini dilakukan untuk melihat perubahan kebijakan moneter dalam

    menstabilkan inflasi dan pengangguran di Indonesia, manfaat penelitian ini bagi

    penulis adalah sebagai proses belajar yang dapat memberikan tambahan

    pengetahuan, terutama dalam mengaplikasikan ilmu yang telah penulis dapatkan.

    Untuk pihak-pihak lain yang berkepentingan, penelitian ini diharapkan dapat

    berguna sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan bagi penelitian sejenis.

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Pengertian

    2.1.1. Kebijakan Moneter

    Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas

    moneter dalam bentuk pengendalian besaran moneter dan atau suku bunga untuk

    mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Pengendalian

    itu berupa terjaganya stabilitas ekonomi makro, yaitu adanya stabilitas harga

    (rendahnya laju inflasi), membaiknya perkembangan output riil (pertumbuhan

    ekonomi), serta terbukanya kesempatan kerja yang besar.

    Kebijakan Moneter yang dikenal terdapat dua macam yaitu, kebijakan

    moneter kontraktif dan kebijakan moneter ekspansif. Kebijakan ekspansif

    dilakukan untuk mendorong kegiatan ekonomi, antara lain dengan meningkatkan

    jumlah uang yang beredar. Sedangkan kebijakan kontraktif dilakukan untuk

    memperlambat kegiatan ekonomi dengan mengurangi jumlah uang yang beredar

    (Warjiyo, 2004).

    2.1.2. Kebijakan Stabilisasi

    Kebijakan stabilisasi (stabilization policy) mengacu pada tindakan

    kebijakan yang bertujuan mengurangi tekanan fluktuasi ekonomi jangka pendek.

    Karena fluktuasi output dan kesempatan kerja di sekeliling tingkat wajar jangka

    panjangnya, maka kebijakan stabilisasi dilakukan untuk memperkecil siklus bisnis

    dengan mempertahankan output dan kesempatan kerja sedekat mungkin dengan

    tingkat wajarnya (Mankiw, 2000).

  • 9

    2.1.3. Suku Bunga

    Para ekonom membedakan antara suku bunga nominal dan suku bunga

    riil. Perbedaan ini adalah relevan ketika seluruh tingkat harga berubah. Suku

    bunga nominal (nominal interest rate) adalah tingkat bunga yang biasa dilaporkan,

    tingkat bunga yang investor bayar untuk meminjam uang. Suku bunga riil (real

    interest rate) adalah tingkat bunga nominal yang dikoreksi karena pengaruh inflasi

    (Mankiw, 2000).

    Bank Indonesia selalu menetapkan tingkat suku bunga tertentu dari waktu

    ke waktu, suku bunga tersebut dinamakan suku bunga SBI. Suku bunga SBI

    dihitung dengan menggunakan rata-rata tertimbang dan memperhitungkan bobot

    volume transaksi yang terjadi pada periode yang bersangkutan (Bank Indonesia,

    2005).

    2.1.4. Jumlah Uang yang Beredar

    Kewajiban sistem moneter yang terdiri atas uang kartal dan uang giral

    dalam arti sempit atau narrow money (M1). Adapun kewajiban yang meliputi

    uang kartal, uang giral dan uang kuasi disebut uang beredar dalam arti luas atau

    broad money (M2). Uang kartal terdiri atas uang kertas dan uang logam yang

    dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai alat pembayaran yang sah. Uang giral

    adalah simpanan Rupiah milik penduduk pada sistem moneter yang terdiri atas

    rekening giro, kiriman uang (transfer) dan kewajiban segera lainnya antara lain

    simpanan berjangka yang telah jatuh waktu. Uang kuasi merupakan simpanan

    Rupiah dan valuta asing milik penduduk pada sistem moneter yang untuk

    sementara waktu kehilangan fungsinya sebagai alat tukar. Uang kuasi terdiri atas

  • 10

    simpan berjangka dan tabungan dalam Rupiah, serta simpanan dalam valuta asing

    lainnya (Bank Indonesia, 2005).

    Menurut Nopirin (2000), M1 bersifat liquid sebab proses menjadikanya

    uang kas sangat cepat. Sedangkan M2 karena mencakup deposito berjangka maka

    liquiditasnya lebih rendah, untuk menjadikannya uang kas, deposito berjangka

    memerlukan waktu (3, 6, 12 bulan). Dan apabila dijadikan uang kas sebelum

    jangka waktu tersebut maka kena penalty atau denda.

    2.1.5. Inflasi

    Inflasi adalah kenaikan dalam tingkat harga rata-rata, inflasi dapat terjadi

    melalui dua sisi, yaitu dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Inflasi dari sisi

    permintaan (demand inflation) terjadi apabila secara agregat terjadi peningkatan

    terhadap barang-barang dan jasa dalam memenuhi permintaan yang mendorong

    produsen untuk menambah dana produksi dan menyebabkan pergeseran kurva

    permintaan. Kondisi ini secara langsung dapat mengakibatkan inflasi karena

    menyebabkan naiknya harga output. Peristiwa ini dinamakan demand inflation.

    Sebaliknya apabila secara agregat terjadi penurunan penawaran terhadap

    barang-barang dan jasa yang diakibatkan oleh meningkatnya biaya produksi,

    maka terjadi pergeseran kurva penawaran yang secara potensial akan

    mengakibatkan inflasi disertai kelesuan usaha dalam perekonomian yang

    ditunjukkan dengan menurunnya sejumlah output. Kondisi ini dinamakan inflasi

    dari sisi penawaran atau cost push inflation (Mankiw, 2000).

  • 11

    2.1.6. Indeks Harga Konsumen (IHK)

    Ukuran mengenai tingkat harga yang paling banyak digunakan adalah

    Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI). IHK adalah

    harga sekelompok barang dan jasa relatif terhadap harga sekelompok barang dan

    jasa yang sama pada tahun dasar. Perhitungan ini dimulai dengan mengumpulkan

    harga dari ribuan barang dan jasa, IHK mengubah harga berbagai barang dan jasa

    menjadi sebuah indeks tunggal yang mengukur seluruh tingkat harga (Mankiw,

    2000). Sedangkan menurut Lipsey, et al. (1997) CPI adalah suatu ukuran harga

    rata-rata dari berbagai komoditi yang biasanya dibeli rumah tangga, dikompilasi

    setiap bulan oleh BPS.

    2.1.7. Nilai Tukar

    Nilai tukar didefinisikan sebagai nilai suatu mata uang yang dibutuhkan

    untuk mendapatkan satu unit mata uang lainnya (Lipsey, et al., 1997). Sedangkan

    menurut Mishkin (2001), nilai tukar mata uang suatu negara adalah harga mata

    uang suatu negara tersebut yang dihitung dalam mata uang negara lain.

    Menurut Hossain dan Chowdhury (1998), kurs nominal adalah harga dari

    mata uang asing dalam bentuk mata uang domestik, kurs nominal dapat

    dinyatakan dalam persamaan berikut:

    e = Pd / Pf (2.1)

    dimana:

    e = kurs nominal,

    Pd = harga domestik,

    Pf = harga luar negeri.

  • 12

    Berdasarkan Mankiw (2000), nilai tukar dibagi menjadi dua yaitu nilai

    tukar nominal (nominal exchange rate) dan nilai tukar riil (real exchange rate).

    nilai tukar nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan

    nilai tukar riil adalah harga relatif dari barang-barang kedua negara. Hubungan

    antara nilai tukar riil dan nilai tukar nominal adalah sebagai berikut:

    E = e P /P* (2.2)

    dimana :

    E = nilai tukar riil,

    e = nilai tukar nominal,

    P* = harga luar negeri,

    P = harga dalam negeri.

    Setiap negara memiliki sistem nilai tukar yang berbeda sesuai dengan

    keinginan pemerintah negara untuk menstabilkan nilai tukar tersebut. Kestabilan

    nilai tukar itu dapat melalui intervensi bank sentral atau melalui mekanisme pasar.

    Secara umum sistem nilai tukar yang diterapkan saat ini dapat dibagi atas tiga

    sistem, yaitu sistem nilai tukar tetap, sistem nilai tukar mengambang terkendali

    dan mengambang bebas.

    2.1.7.1. Sistem Nilai Tukar Tetap

    Sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) merupakan sistem mata

    uang yang konvertibel di dalam suatu negara. Dalam sistem ini setiap individu

    bebas melakukan jual beli valuta asing yang dinginkan dan untuk

    mempertahankan nilai tukarnya, pemerintah melalui bank sentral melakukan jual

    beli valuta asing.

  • 13

    Pada sistem ini nilai tukar ditetapkan pada nilai tertentu, bank sentral akan

    selalu siap untuk menjual atau membeli kebutuhan devisa untuk mempertahankan

    nilai tukar yang telah ditetapkan. Apabila nilai tukar tersebut tidak dapat lagi

    dipertahankan maka bank sentral dapat melakukan devaluasi ataupun revaluasi

    atas nilai tukar yang ditetapkan (Warjiyo, 2004).

    2.1.7.2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas

    Menurut Warjiyo (2004), Pada sistem nilai tukar mengambang (floating

    exchange rate), nilai tukar dibiarkan bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan

    dan penawaran yang terjadi di pasar. Dengan demikian, nilai tukar akan menguat

    apabila terjadi kelebihan penawaran, dan sebaliknya nilai tukar akan melemah

    apabila terjadi kelebihan permintaan di pasar valuta asing. Kelebihan sistem ini

    yaitu sebuah negara tidak harus mempunyai cadangan devisa yang besar sebab

    bank sentral tidak harus mempertahankan nilai tukar pada level tertentu.

    2.1.7.3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali

    Otoritas moneter dalam sistem nilai tukar mengambang terkendali (free

    floating exchange rate) memiliki wewenang untuk melakukan intervensi di pasar

    valuta asing. Hal ini dilakukan untuk melunakkan fluktuasi jangka pendek tanpa

    bermaksud mempengaruhi trend kurs jangka panjang. Otoritas moneter ini

    menggunakan cadangan devisa untuk mengatasi kelebihan valuta asing jangka

    pendek, sehingga mengurangi tekanan depresiasi yang berlebihan.

    Bank Sentral menetapkan batasan suatu kisaran tertentu dari pergerakan

    nilai tukar yang disebut intervention band atau batas pita intervensi. Nilai tukar

    akan ditentukan sesuai mekanisme pasar sepanjang berada di dalam batas atas

  • 14

    atau batas bawah dari kisaran tersebut, jika nilai tukar melewati batas tersebut

    maka bank sentral akan secara otomatis melakukan intervensi di pasar valuta

    asing sehingga nilai tukar bergerak kembali ke dalam pita intervensi (Warjiyo,

    2004).

    2.1.8. Pengangguran

    Menurut Lipsey, et al. (1997), pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga

    macam yaitu pengangguran siklis, pengangguran friksional dan pengangguran

    struktural. Pengangguran siklis mengacu kepada pengangguran yang terjadi

    bilamana permintaan total tidak memadai untuk membeli semua keluaran

    potensial ekonomi, sehingga menyebabkan senjang resesi dimana keluaran aktual

    lebih kecil daripada keluaran potensial. Orangorang yang menganggur secara

    siklis dikatakan sebagai orang ynag mengganggur terpaksa (involuntarily

    unemployed) dalam arti mereka ingin bekerja dengan tingkat upah yang berlaku

    tetapi pekerjaan tidak tersedia.

    Penganguran struktural dapat didefinisikan sebagai pengangguran yang

    disebabkan ketidaksesuaian antara struktur angkatan kerja berdasarkan jenis

    keterampilan, pekerjaan, industri atau lokasi geografis dan struktur permintaan

    akan tenaga kerja. Sedangkan pengangguran friksional diakibatkan oleh

    perputaran (turn-over) normal tenaga kerja. Sumber penting pengangguran

    friksional adalah orang-orang muda yang memasuki angkatan kerja dan mencari

    pekerjaan. Sumber lainnya adalah orang-orang yang keluar dari pekerjaannya,

    baik karena tidak puas dengan kondisi pekerjaan yang sekarang maupun karena

    dipecat. Menurut Mankiw (2000), pengangguran friksional (frictional

  • 15

    unemployment) yaitu pengangguran yang disebabkan oleh waktu yang dibutuhkan

    orang untuk mencari pekerjaan. Perubahan dalam komposisi permintaan di antara

    industri atau wilayah selalu terjadi, dan karena perlu waktu bagi para pekerja

    untuk mengubah sektor maka pengangguran friksional selalu muncul.

    Menurut BPS (2004), konsep dan definisi yang digunakan dalam

    pengumpulan data ketenagakerjaan mengacu pada the labour force concept yang

    disarankan oleh International Labor Organization (ILO). Definisi pengangguran

    terbuka terdiri dari : (a) mereka yang mencari pekerjaan, (b) mereka yang

    mempersiapkan usaha, (c) mereka yang tidak mencari pekerjan dan (d) mereka

    yang sudah punya pekerjaan. Mencari pekerjaan adalah kegiatan seseorang yang

    tidak bekerja dan pada saat survey orang tersebut sedang mencari pekerjaan,

    seperti mereka : (a) yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan

    pekerjaan; (b) yang sudah pernah bekerja, karena sesuatu hal berhenti atau

    diberhentikan dan sedang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan (BPS, 2004).

    2.2. Penelitian Terdahulu

    2.2.1. Penelitian Djivre dan Ribon (2003)

    Djivre dan Ribon (2003) dalam penelitiannya yang berjudul Inflation,

    Unemployment, The Exchange Rate, and Monetary Policy in Israel, 1990-99: a

    SVAR Approach, menjelaskan efek kebijakan moneter pada perekonomian Israel,

    tingkat pengangguran dan evolusi harga pada periode 1990-1999, dengan

    menggunakan pendekatan Structural Vector Autoregression (SVAR). Untuk

    menjelaskan penelitian ini digunakan empat variabel endogen yaitu tingkat

    pengangguran, inflasi, suku bunga nominal Bank of Israel dan nilai tukar. Analisis

  • 16

    IRF pada model penelitian mengindikasikan bahwa kebijakan moneter ketat yang

    tidak diharapkan akan diikuti oleh penurunan inflasi secara lambat dan tingkat

    pengangguran akan meningkat. Dengan analisis shock struktural aktual, diketahui

    bahwa guncangan suplay merupakan penyebab utama mengapa pengangguran

    menyimpang dari long term levelnya.

    2.2.2. Penelitian Siregar dan Ward (2005)

    Siregar dan Ward (2005) melakukan penelitian yang berjudul Can

    Monetary policy / Shocks Stabilize Indonesian Macroeconomic Fluctuations ?,

    penelitiannya bertujuan untuk melihat respon dari variabel-variabel

    makroekonomi kuartalan terhadap shock kebijakan moneter dan shock nilai tukar.

    Untuk menjawabnya digunakan teori Mundell-Fleming yang dikontruksi untuk

    makroekonomi Indonesia, dan dianalisis dengan metode Structural

    Vectorautoregression (SVAR) yang dikombinasikan dengan metode koreksi

    kesalahan Vector Error Correction Model (VECM) atau kointegrasi SVAR.

    Variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar

    nominal, money stock nominal, suku bunga jangka pendek, output riil, IHK, suku

    bunga nominal dunia jangka pendek dan IHK dunia. Data yang digunakan

    merupakan data seasonally unadjusted dalam periode 1984:2 sampai dengan

    1999:1.

    Hasil penelitiannya, diketahui bahwa guncangan kebijakan moneter

    mempengaruhi output tidak melalui keseimbangan real money tetapi melalui suku

    bunga domestik dalam nilai tukar. Selain itu, guncangan terhadap nilai tukar lebih

    berperan daripada shock kebijakan moneter dalam mempengaruhi fluktuasi

  • 17

    makroekonomi. Hasil penelitian ini berimplikasi bahwa penggunaan kebijakan

    moneter saja tidak dapat mengatasi fluktuasi makroekonomi Indonesia, seperti

    saat terjadi krisis keuangan Asia. Kestabilan makroekonomi akan lebih efektif jika

    kebijakan moneter dipadukan dengan kebijakan fiskal, ini dipercaya lebih mampu

    mempengaruhi pergerakan nilai tukar riil.

    2.2.3. Penelitian Siregar, et al. (2006)

    International Center for Applied Finance and Economics (InterCAFE) dan

    Bank Indonesia mengadakan penelitian yang berjudul Paradoks Pertumbuhan

    Ekonomi dan Pengangguran: Indentifikasi, Implikasi, dan Solusi. Secara umum

    tujuan peneliltian ini untuk mengetahui event penting dalam perekonomian

    Indonesia yang menunjukkan gejala paradoks pertumbuhan dan pengangguran

    serta menganalisis faktor-faktor penyebab munculnya paradoks tersebut dan

    menelaah dampak sumber-sumber guncangan perekonomian terhadap variabel

    tenaga kerja kondisi masing-masing sektor sesuai dengan tingkat, pengangguran

    dan produktivitas.

    Berdasarkan hasil-hasil penelitian selanjutnya dirumuskan implikasi

    kebijakan untuk sistem ketenagakerjaan baik secara agregat maupun sektor

    industri dan pertanian, serta beberapa implikasi kebijakan jangka panjang.

    Penelitian ini menggunakan Hodrick-Prescott Filter (HPF), Cross-correlation dan

    pemodelan Structural Vectorautoregression (cointegrated SVAR) dengan

    melakukan inovasi acounting Impulse Response Function (IRF) dan Forecast

    Error Variance Decomposition (FEVD).

  • 18

    Variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak duapuluh buah,

    dengan menggunakan data dari periode 1980:1 sampai 2005:2. Berdasarkan hasil

    ordering (peringkat) terhadap masing-masing variabel, dikelompokkan dua

    model, yaitu model agregat (pengangguran, tenaga kerja, dan produktivitas) dan

    model sektoral (tenaga kerja dan produktivitas persektor yang meliputi sektor

    pertanian, industri dan jasa). Hasil penelitian ini di antaranya menyimpulkan

    bahwa paradoks antara pertumbuhan ekonomi dan pengangguran tidak terjadi

    dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan angka

    pengangguran melalui kesempatan kerja dalam jangka panjang. Terdapat tiga

    periode penting yang menunjukkan tingkat pengangguran meningkat yaitu 1982-

    1983, 1994-1995 dan 2000-2005. Faktor penyebab munculnya paradoks secara

    agregat adalah guncangan suku bunga, guncangan agregat suplai, guncangan

    produktivitas tenaga kerja dan guncangan upah.

    2.3. Kerangka Teori

    2.3.1. Kebijakan Moneter untuk Mengendalikan Suku Bunga

    i

    MS1 MS2 i1 i0

    LP

    M1 M2 Gambar 2.1. Perubahan Penawaran Uang

    Sumber : Mankiw, 2000.

  • 19

    Gambar 2.1 menunjukkan kebijakan moneter yang dilakukan melalui

    penurunan jumlah uang yang beredar untuk mempengaruhi keseimbangan suku

    bunga. Jumlah uang yang beredar ditunjukkan dengan kurva vertikal MS2, dan

    permintaan uang diperlihatkan dengan kurva berkemiringan negatif LP,

    keseimbangan awal tingkat suku bunga io. Penurunan jumlah uang yang beredar

    menyebabkan kurva jumlah uang yang beredar bergeser ke kiri dari MS1 ke MS2,

    terjadi keseimbangan suku bunga baru yang lebih tinggi yaitu, di i1.

    2.3.2. Efektivitas Kebijakan Moneter dalam Mempengaruhi Perekonomian

    Efektivitas kebijakan moneter dapat digambarkan melalui kurva IS-LM.

    Berdasarkan pada kurva tersebut, efektivitas kebijakan moneter ditentukan oleh

    (1) kemiringan kurva IS, yaitu menunjukkan elastisitas pengeluaran investasi

    terhadap suku bunga dan (2) kemiringan kurva LM, yaitu elastisitas permintaan

    uang terhadap suku bunga (Gambar 2.2).

    Tingkat Bunga Tingkat Bunga (r) (r) LMTo LMT1 LM0 LMD0 LM1 ro ro LMD1 r1 r1 r1 IS datar IS IS tegak Y0 Y1 Y2 Y Yo Y1 Y2 Y

    Gambar 2.2. Efektivitas Kebijakan Moneter dalam Mempengaruhi Perekonomian.

    Sumber : Nopirin, 2000.

  • 20

    Bila Bank Indonesia melakukan ekspansi moneter dengan menambah

    jumlah uang beredar maka kebijakan ini akan efektif mempengaruhi pertumbuhan

    ekonomi (output) pada kurva IS yang datar yaitu sebesar Y2 tetapi apabila kurva

    IS tegak pertumbuhan ekonomi sebesar Y1. Kebijakan moneter kurang efektif

    dalam mempengaruhi output (Y0Y1) bila kurva LM datar (LMD), dan apabila

    kurva LM tegak (LMT) maka berpengaruh efektif terhadap perekonomian sebesar

    (Y0Y2). Apabila kurva LM horizontal, kebijakan moneter tidak efektif sama

    sekali karena Y tidak berubah dan menyebabkan terjadinya liquidy trap yaitu

    kebijakan moneter gagal mempengaruhi output tetapi justru menimbulkan dampak

    terhadap inflasi.

    2.3.3. Teori Permintaan Agregat dengan Pendekatan Model IS-LM

    Kurva permintaan agregat menggambarkan hubungan antara tingkat harga

    dengan tingkat pendapatan nasional. Keseimbangan makroekonomi secara

    simultan ditentukan oleh bertemunya permintaan agregat (AD) dan penawaran

    agregat (AS). Teori ini memperlihatkan posisi kurva IS-LM ketika harga

    dibiarkan berubah-ubah. Guncangan yang terjadi pada permintaan agregat akan

    menyebabkan terjadinya perubahan harga. Guncangan ini dapat diantisipasi

    melalui kebijakan moneter yang mempengaruhi kurva LM.

    Perekonomian berada pada keseimbangan jangka pendek pada titik K dan

    tingkat harga P1 , kondisi ini menunjukkan perekonomian sedang resesi. Apabila

    dalam jangka pendek diasumsikan tingkat harga tetap, terjadi penurunan biaya

    input maka output dapat diproduksi dengan biaya yang lebih rendah sehingga

    biaya output turun. Kondisi ini menggeser kurva AS jangka pendek ke bawah

  • 21

    pada tingkat harga yang lebih murah P2. Keseimbangan jangka panjang pada

    kurva IS-LM terjadi ketika harga turun menyebabkan keseimbangan uang riil

    (daya beli) meningkat melalui pergeseran kurva LM ke kanan bawah LM (P2)

    dengan suku bunga yang lebih rendah. Biaya output yang lebih murah

    meningkatkan kembali perekonomian pada tingkat kesimbangan alamiah di titik C

    pada kurva SRAS2. Uraian ini dapat dijelaskan pada Gambar 2.3.

    Tingkat LRAS P LRAS bunga, r LM (P1)

    r1 LM (P2) P1 SRAS1

    r2 P2 SRAS2

    IS AD

    K

    C

    Y Pendapatan (Y) Y Pendapatan (Y)

    Gambar 2.3. Model IS-LM (a) dan Model Penawaran Agregat dan Permintaan Agregat (b) dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang

    Sumber : Mankiw, 2000.

    Analisis ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek, proses

    penyesuaian belum sempurna karena harga masih kaku terhadap adanya

    perubahan (shock) dalam perekonomian. Sementara itu, dalam jangka panjang

    penyesuaian terjadi secara sempurna karena adanya penyesuaian pada tingkat

    harga sehingga keseimbangan perekonomian kembali pada posisi alamiah atau

    pada titik keseimbangan baru.

    Guncangan kebijakan moneter dalam mempengaruhi permintaan agregat

    dalam perekonomian sangat tergantung pada posisi kurva penawaran agregat

    (AS). Apabila kurva AS vertikal (asumsi klasik), shock kebijakan moneter akan

  • 22

    menyebabkan tingkat harga berubah dan pendapatan nasional tetap, tetapi apabila

    kurva AS horisontal (asumsi Keynesian) maka shock kebijakan moneter akan

    menyebabkan perubahan pada tingkat pendapatan dari posisi alamiah sementara

    tingkat harga tetap.

    2.3.4. Kebijakan Moneter dalam Konsep Pendekatan Harga

    Kebijakan moneter dalam konsep pendekatan harga diset untuk mencapai

    sasaran, yaitu pengendalian inflasi melalui pendekatan operasional suku bunga.

    UU No.23/1999 melandasi tugas Bank Indonesia, yaitu pencapaian inflasi dan

    nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika yang terkendali.

    Konsep dasar kebijakan moneter dalam pentargetan inflasi, meliputi

    sasaran inflasi, kebijakan moneter yang mengarah kedepan, transparansi,

    akuntabilitas dan kredibilitas. Dalam penetapannya, sasaran inflasi

    mempertimbangkan berbagai faktor dan perkembangan ekonomi makro terutama

    kerugian sosial yang diakibatkan oleh adanya trade-off antara inflasi dan

    pertumbuhan ekonomi. Sasaran inflasi merupakan dasar bagi pelaksanaan

    kebijakan moneter dan penetapannya dilakukan dalam jangka waktu menengah

    dan panjang. Kebijakan pentargetan inflasi merupakan langkah untuk

    mengantisipasi inflasi yang akan terjadi (forward looking) akibat pengaruh

    kebijakan moneter terhadap kestabilan harga dimana terdapat tenggang waktu atau

    lag (Warjiyo, 2004).

    2.3.5. Inflasi Gejolak Permintaan

    Inflasi gejolak permintaan (demand shock inflation) terjadi bila pergeseran

    ke kanan pada kurva AD menyebabkan permintaan agregat melebihi penawaran

  • 23

    agregat pada tingkat pendapatan kesempatan kerja penuh. Pergeseran kurva AD

    dapat disebabkan oleh pengurangan pajak, kenaikan mata pembelanjaan otonom

    seperti investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor neto atau kenaikan jumlah

    uang yang beredar.

    LRAS

    Tingkat harga SRAS

    P

    AD2 AD1

    Yf Ya Y riil

    Gambar 2.4. Inflasi Gejolak Permintaan

    Sumber : Lipsey, et al., 1997.

    Berdasarkan Gambar 2.4 dapat diketahui bahwa ketika terjadi pergeseran

    kurva AD ke kanan, terjadi peningkatan output melebihi tingkat kerja penuh (Ya

    >Yf), pada kondisi ini tingkat pengangguran turun dan tingkat harga akan naik.

    2.3.6. Inflasi Gejolak Penawaran dengan Validasi dan Tanpa Validasi Moneter

    Setiap kenaikan tingkat harga yang bermula dari kenaikan biaya yang

    tidak disebabkan oleh kelebihan permintaan di pasar akan faktor-faktor produksi

    dinamakan inflasi gejolak penawaran atau inflasi desakan biaya (cost-push

    inflation), contoh gejolak sisi penawaran adalah kenaikan biaya bahan baku impor

    atau kenaikan biaya upah domestik perunit keluaran. Gejolak penawaran

    inflasioner pada Gambar 2.5 awalnya menaikkan harga bersamaan dengan

  • 24

    menurunkan pendapatan. Gejolak penawaran menyebabkan kurva SRAS bergeser

    ke kiri dari SRAS1 ke SRAS2 seperti diperlihatkan oleh anak panah 1.

    LRAS

    Tingkat harga, P SRAS2

    2 SRAS1

    P1 AD2 1 AD1

    Yf Ya Y riil

    Gambar 2.5. Gejolak Penawaran dengan Validasi dan Tanpa Validasi Moneter Sumber : Lipsey, et al., 1997.

    Jika tidak ada validasi moneter, pengangguran akan menimbulkan

    tekanan ke bawah terhadap upah dan biaya lain-lain, menyebabkan kurva SRAS2

    bergeser lambat kembali ke kanan, ke SRAS1, harga akan turun dan output akan

    kembali ke keseimbangan semula di Yf. Jika ada validasi moneter, kurva AD

    bergeser dari AD1 ke AD2, seperti ditunjukkan oleh anak panah 2. Ini memulihkan

    kembali menuju keseimbangan kesempatan kerja penuh dengan tingkat harga

    yang lebih tinggi.

    2.3.7. Kebijakan Moneter Ekspansioner dalam Sistem Kurs Tetap

    Bila bank sentral meningkatkan penawaran uang (membeli obligasi dari

    masyarakat) pada sistem kurs tetap, maka akan terjadi tekanan ke bawah pada

    kurs, dari menuju keseimbangan baru di e. Untuk mempertahankan kurs tetap

    () maka bank sentral menurunkan penawaran uang sehingga kurva LM2 bergeser

    kembali ke kiri, dan tingkat kurs tetap () dapat dicapai kembali.

  • 25

    Kurs, e LM1 LM2

    Pendapatan, Y

    e

    Pendapatan, Y

    Gambar 2.6. Ekspansi Moneter dalam Sistem Kurs Tetap

    Sumber : Mankiw, 2000.

    2.3.8. Kebijakan Moneter Ekspansioner dalam Sistem Kurs Mengambang

    Dengan asumsi tingkat harga tetap, ketika bank sentral meningkatkan

    penawaran uang, maka keseimbangan uang riil akan meningkat sehingga kurva

    LM1 bergeser ke kanan, pendapatan (Y) naik dan kurs akan turun (Gambar 2.7).

    Kurs, e LM1 LM2

    e1

    e2

    Y1 Y2Gambar 2.7. Ekspansi Moneter dalam Sistem Kurs Mengambang

    Sumber : Mankiw, 2000.

    2.3.9. Kurva Phillips

    Para ekonom sering menampilkan penawaran agregat atau Aggregate

    Supply (AS) dalam hubungan yanng disebut Kurva Phillips. Kurva ini

    menyatakan bahwa inflasi tergantung pada inflasi yang di harapkan, deviasi

    pengangguran dari tingkat alamiah, dan guncangan penawaran. Menurut kurva

  • 26

    Phillips, para pembuat kebijakan yang mengendalikan permintaan agregat

    menghadapi trade-off jangka pendek antara inflasi dan pengangguran.

    Inflasi,

    1 0

    Pengangguran, U

    Gambar 2.8. Kurva Phillips

    Sumber : Mankiw, 2000.

    Kurva Phillips menunjukkan bahwa dengan adanya guncangan ynag

    menguntungkan, menurunkan inflasi memerlukan periode pengangguran tinggi

    dan menurunnya output. Berdasarkan Gambar 2.8 dapat diketahui trade off dalam

    jangka pendek dimana terdapat hubungan yang negatif antara inflasi dan

    pengangguran. yang tergantung pada inflasi yang diharapkan. Kurva tersebut lebih

    tinggi bila inflasi yang diharapkan semakin tinggi.

    Menurut Lipsey, et al. (1997), kurva Phillips dapat diterjemahkan ke

    dalam kurva yang mengaitkan perubahan upah dengan senjang keluaran dengan

    memperhatikan bahwa pengangguran mempunyai hubungan negatif. Senjang

    resesi berkaitan dengan tingkat pengangguran yang tinggi dan senjang inflasi

    berkaitan dengan tingkat pengangguran yang rendah.

  • 27

    2.4. Kerangka Pemikiran

    Latar Belakang Masalah: Perekonomian Indonesia mengalami fluktuasi naik turun dalam periode 1990-2005,

    sehingga terdapat kebijakan yang berbeda pada setiap siklus perekonomian. Ketika krisis 1997/1998, Indonesia mengalami inflasi sebesar 77,63 persen pada

    tahun 1998, BI menerapkan suku bunga pada Juli 1998 hingga menyentuh angka 61 persen, tingkat pengangguran meningkat 1,4 juta orang dan Rupiah terdepresiasi hingga pernah mencapai level 14.900 Rupaih per Dollar pada Juni 1998. Agar perekonomian stabil, pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia perlu

    melakukan langkah stabilisasi makro, yaitu dengan menetapkan SBI sebagai instrument kebijakan moneter.

    Dari sejumlah masalah yang dirumuskan kemudian dibuat tujaun penelitian: 1. Menganalisis bagaimana respon variabel-variabel makroekonomi terhadap

    perubahan kebijakan moneter di Indonesia? 2. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan inflasi dan

    pengangguran di Indonesia?

    Model Penelitian: it

    k

    iti

    k

    iitiit

    k

    iiit

    k

    iiit

    k

    iit eDUECPIMix ++++++=

    =

    =

    =

    =

    = 11

    1111

    Metode Penelitian : Structural Vector Autoregression (SVAR) yang dikombinasikan metode koreksi kesalahan Vector Error Correction Model (VECM)

    Variabel Endogen : SBI, jumlah uang beredar, CPI, nilai tukar, penggangguran. Variabel Eksogen : dummy krisis-perubahan rezim nilai tukar

    Hasil dan Pembahasan

    Kesimpulan dan Saran

    Gambar 2.9. Kerangka Pemikiran

  • 28

    Dengan sejumlah permasalahan dan tujuan yang dirumuskan dalam

    penelitian ini, secara garis besar tahapan-tahapan dalam penelitian ini dapat di

    lihat pada Gambar 2.9. Untuk menjawab permasalahan dan penelitian yang

    dirumuskan, maka sebagai langkah awal dilakukan studi literatur melaui berbagai

    sumber mengenai teori-teori ekonomi dan hasil penelitian sebelumnya yang

    terkait dengan kebijakan moneter yaitu penetapan tingkat suku bunga, jumlah

    uang yang beredar, inflasi, nilai tukar dan pengangguran.

    Untuk mendapatkan hasil penelitian, variabel-variabel penelitian diolah

    dengan metode SVAR yang dikombinasikan metode koreksi kesalahan Vector

    Error Correction Model (VECM), variabel-variabel tersebut diurutkan (ordering)

    berdasarkan teori ekonomi, yaitu menghubungkan keterkaitan antara kebijakan

    moneter berupa penetapan tingkat suku bunga, jumlah uang yang beredar, inflasi,

    nilai tukar dan pengangguran.

    Pengurutan variabel atau ordering dengan faktorisasi cholesky berdasarkan

    teori ekonomi, yaitu dengan menempatkan variabel yang relatif paling sulit

    dipengaruhi oleh variabel lain diletakkan paling awal, sementara variabel yang

    tidak memiliki nilai prediksi terhadap variabel lain diletakkan dibelakang,

    sedangkan variabel yang memiliki korelasi prediksi terhadap variabel lain

    diletakkan berdampingan satu sama lain. Variabel tersebut diurutkan dari variabel

    yang moneter sampai menuju variabel yang riil.

    Ordering penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut, bank sentral

    menetapkan kebijakan moneter dengan menggunakan instrumen suku bunga SBI,

    untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Perubahan jumlah uang yang

  • 29

    beredar akan mempengaruhi tingkat inflasi yang terjadi. Perubahan jumlah uang

    yang beredar juga berdampak pada terdepresiasi atau terapresiasinya nilai tukar

    Rupiah. Yang terakhir yaitu menempatkan variabel pengangguran pada akhir

    pengurutan. Setelah variabel-variabel penelitian diurutkan (ordering), kemudian

    diolah melalui berbagai tahapan pengujian, lalu dianalisis untuk menarik

    kesimpulan dan saran.

  • BAB III. GAMBARAN UMUM

    3.1. Gambaran Inflation Targeting Framework

    Bank Indonesia mulai bulan Juli 2005 mengimplementasikan kerangka

    kerja kebijakan moneter yang baru, yaitu ITF (Inflation Targeting Framework),

    ITF merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan

    pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam

    beberapa periode ke depan.

    Menurut Mishkin dalam Bank Indonesia (2005) penggunaan ITF

    bermanfaat untuk: (1) menurunkan inflasi; (2) membuat kebijakan moneter lebih

    terfokus; (3) memperkuat komunikasi, transparansi dan akuntabilitas; (4)

    membantu menurunkan dan mengarahkan ekspektasi inflasi dan lebih baik dalam

    mengatasi kejutan inflasi; (5) membantu menurunkan volatilitas output dalam

    jangka menengah; (6) teruji terhadap kejutan ekonomi yang kurang

    menguntungkan; (7) kebijakan moneter relatif fleksibel dalam mengakomodasi

    kejutan inflasi temporer yang tidak mengganggu pencapaian sasaran inflasi jangka

    menengah. Dan manfaat yang terakhir untuk memperkuat independensi bank

    sentral dalam melaksanakan kebijakan moneter.

    Menurut Bank Indonesia (2005), sasaran inflasi yang telah ditetapkan

    Pemerintah untuk tahun 2005, 2006, dan 2007 masing-masing sebesar 6 persen

    1 persen, 5,5 persen 1 persen, dan 5 persen 1 persen. Penetapan lintasan

    sasaran inflasi ini sejalan dengan keinginan untuk mencapai sasaran inflasi jangka

  • 31

    menengah panjang sebesar 3 persen agar Indonesia mampu bersaing dengan

    negara-negara Asia lainnya.

    Salah satu isu jangka pendek yang perlu diperhatikan adalah prakiraan

    inflasi tahun 2006 yang cenderung lebih tinggi dari sasaran, terutama karena

    dampak administered prices, volatile foods, dan melemahnya nilai tukar yang

    lebih besar dari perkiraan semula. Dan dalam pembahasan asumsi makro APBN-P

    2005 dan RAPN 2006 juga disepakati angka inflasi yang lebih tinggi, yaitu 7,5

    persen untuk tahun 2005, dan 6,5 persen sampai 8 persen untuk tahun 2006.

    ITF mencakup empat elemen mendasar: penggunaan suku bunga BI rate

    sebagai sasaran operasional, proses perumusan kebijakan moneter yang

    antisipatif, strategi komunikasi yang lebih transparan, dan penguatan koordinasi

    kebijakan dengan Pemerintah. Langkah-langkah tersebut ditujukan untuk

    meningkatkan efektifitas dan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam

    mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi

    yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat.

    12.75 12.75 12.75 12.7512.5 12.5

    12.25

    11.75

    11.211.411.611.8

    1212.212.412.612.8

    13

    9-Ja

    n-06

    7-Fe

    b-06

    7 Maret 200

    6

    5-Ap

    r-06

    9 Mei

    2006

    6 Ju

    ni 20

    06

    6 Ju

    li 200

    6

    8 Ag

    ust 2

    006

    Periode

    Pers

    en (%

    )

    BI Rate

    Gambar 3.1. Perkembangan BI rate periode Januari-Agustus 2006.

    Sumber : Bank Indonesia (2006).

  • 32

    BI rate diumumkan ke publik segera setelah ditetapkan dalam Rapat

    Dewan Gubernur (RDG). Dalam Gambar 3.1 dapat dilihat perkembangan BI rate

    periode Januari-Agustus 2006. BI rate yang diumumkan pada bulan Januari-April

    bernilai sama yaitu sebesar 12,75 persen. Kemudian mulai diturunkan pada bulan

    berikutnya menjadi sebesar 12,50 persen dan pada bulan Agustus nilainya

    ditetapkan sebesar 11,75 persen. BI rate tersebut ditetapkan sebagai sinyal stance

    kebijakan moneter dalam merespon prospek pencapaian sasaran inflasi ke depan.

    3.2. Perkembangan Indikator-Indikator Makroekonomi di Indonesia

    Perkembangan perekonomian suatu negara dapat dikatakan sedang

    meningkat atau menurun berdasarkan beberapa indikator dasar makroekonominya

    diantaranya suku bunga, jumlah uang beredar, inflasi, nilai tukar dan

    pengangguran. Berikut ini merupakan perkembangan indikator-indikator

    makroekonomi di Indonesia dari tahun ke tahun.

    a. Suku Bunga SBI

    Bank Indonesia sebagai lembaga otoritas moneter melakukan upaya

    stabilisasi melalui instrumen suku bunga SBI, dari Gambar 3.2 dapat dilihat

    perkembangan SBI mulai tahun 1996 sampai dengan tahun 2005.

    Sebelum terjadi krisis ekonomi terjadi, tingkat SBI yang ditetapkan

    otoritas moneter berkisar antara 11-14 persen, kemudian meningkat tajam pada

    bulan Mei-September 1998 yaitu sebesar 39 persen, penetapan tingkat SBI yang

    tinggi ini merupakan langkah yang diambil otoritas moneter untuk mengurangi

    jumlah uang beredar yang terlalu banyak dimasyarakat. Di tahun 2005 tingkat SBI

  • 33

    yang ditetapkan sekitar 12 persen. Penetapan SBI ini tentu saja disesuaikan

    dengan kondisi perekonomian yang terjadi.

    05

    1015202530354045

    Q1 19

    96

    Q4 19

    96

    Q3 19

    97

    Q2 19

    98

    Q1 19

    99

    Q4 19

    99

    Q3 20

    00

    Q2 20

    01

    Q1 20

    02

    Q4 20

    02

    Q3 20

    03

    Q2 20

    04

    Q1 20

    05

    Q4 20

    05

    Triwulanan

    %

    SBI

    Gambar 3.2. Perkembangan SBI Periode 1996-2005

    Sumber: Bank Indonesia (2006).

    b. Jumlah Uang yang Beredar (M1)

    Jumlah uang yang beredar dalam arti sempit dipengaruhi oleh

    pertumbuhan uang kartal dan uang giral. Pertumbuhan M1 selama periode

    penelitian mengalami pertumbuhan yang positif, meskipun pertumbuhannya

    mengalami naik turun. Jumlah uang yang beredar dapat menggambarkan

    liquiditas perekonomian. Gambar 3.3 memperlihatkan trend jumlah uang yang

    beredar (M1) mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

  • 34

    Jumlah Uang Beredar

    050000

    100000150000200000250000300000

    Q1 19

    96

    Q4 19

    96

    Q3 19

    97

    Q2 19

    98

    Q1 19

    99

    Q4 19

    99

    Q3 20

    00

    Q2 20

    01

    Q1 20

    02

    Q4 20

    02

    Q3 20

    03

    Q2 20

    04

    Q1 20

    05

    Q4 20

    05

    Triwulanan

    Mily

    ar R

    p

    Jumlah Uang Beredar

    Gambar 3.3. Jumlah Uang yang Beredar Periode 1996-2005

    Sumber: Bank Indonesia (2006).

    Pada bulan Januari 2006, jumlah uang yang beredar kurang lebih sebesar

    281 milyar Rupiah, bulan Februari dan Maret 2006 menurun menjadi kurang lebih

    sebesar 277 milyar Rupiah, bulan berikutnya mengalami peningkatan dan pada

    bulan Mei 2006 jumlahnya kurang lebih sebesar 304 milyar Rupiah. Peningkatan

    jumlah uang yang beredar ini menunjukkan liquiditas perekonomian mengalami

    peningkatan.

    c. Consumer Price Index (CPI)

    Inflasi adalah indikator pergerakan harga-harga barang dan jasa secara

    umum, yang secara bersamaan juga berkaitan dengan kemampuan daya beli.

    Sebelum krisis, tingkat inflasi di Indonesia berada antara nilai 6.63 % - 10.18 %

    pertahun, inflasi mencerminkan stabilitas harga semakin rendah nilai suatu inflasi

    berarti semakin besar adanya kecenderungan ke arah stabilitas harga. Gambar 3.4

    menunjukkan perkembangan inflasi year on year periode 1990-2005.

  • 35

    0102030405060708090

    Tahu

    n 199

    0

    Tahu

    n 199

    1

    Tahu

    n 199

    2

    Tahu

    n 199

    3

    Tahu

    n 199

    4

    Tahu

    n 199

    5

    Tahu

    n 199

    6

    Tahu

    n 199

    7

    Tahu

    n 199

    8

    Tahu

    n 199

    9

    Tahu

    n 200

    0

    Tahu

    n 200

    1

    Tahu

    n 200

    2

    Tahu

    n 200

    3

    Tahu

    n 200

    4

    Tahu

    n 200

    5

    Tahun

    Pers

    en (%

    )

    Inflasi

    Gambar 3.4. Inflasi YOY dari Tahun 1990-2005.

    Sumber : Bank Indonesia (2006).

    Saat krisis terjadi tingkat inflasi di Indonesia meningkat tajam, pada

    September 1998 tingkat Inflasi di Indonesia mencapai 82,40 persen. Tingkat

    inflasi yang tinggi pada saat itu mencerminkan ketidakstabilan harga, hal ini tentu

    saja mengurangi daya beli masyarakat.

    Pada Januari 2006 tingkat inflasi yang terjadi sebesar 17,03 persen, pada

    bulan Maret 2006 sebesar 15,74 persen, kemudian terus menurun dan pada bulan

    Juli 2006 tingkat inflasi yang terjadi sebesar 15,15 persen. Tingkat inflasi bulanan

    periode Januari-Juli 2006 yang cenderung mengalami penurunan dari waktu ke

    waktu menunjukkan semakin besar kecenderungan ke arah stabilitas harga.

    d. Nilai Tukar

    Nilai tukar merupakan pembanding nilai mata uang suatu negara dengan

    negara lain. Ketika nilai mata uang suatu negara menguat, maka perekonomiannya

    dapat dikatakan sedang meningkat dibandingkan dengan negara lain, ini berlaku

    pula sebaliknya. Sehingga, nilai tukar dapat digunakan sebagai indikator pada

  • 36

    kondisi perekonomian suatu negara. Nilai tukar Rupiah mengalami fluktuasi dari

    tahun ke tahun, pada saat sebelum krisis yaitu dari tahun 1993-1996, nilai tukar

    Rupiah berada pada kisaran 2.110 2.383 Rupiah per US Dollar.

    02000400060008000

    10000120001400016000

    Q1 19

    96

    Q4 19

    96

    Q3 19

    97

    Q2 19

    98

    Q1 19

    99

    Q4 19

    99

    Q3 20

    00

    Q2 20

    01

    Q1 20

    02

    Q4 20

    02

    Q3 20

    03

    Q2 20

    04

    Q1 20

    05

    Q4 20

    05

    Triwulanan

    Rp/

    US$

    Kurs

    Gambar 3.5. Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah dari Tahun 1996-2005

    Sumber : Bank Indonesia (2006).

    Rupiah yang bernilai 2.450 Rupiah per US Dollar pada bulan Juni 1997

    mengalami depresiasi secara terus menerus hingga pada akhir tahun 1997

    mencapai 4.650 Rupiah per US Dollar. Untuk menahan laju nilai tukar Rupiah,

    pemerintah melepas sistem kurs mengambang terkendali dan menerapkan sistem

    kurs mengambang bebas. Namun memasuki tahun 1998 kondisi nilai tukar

    Rupiah semakin parah dan puncaknya mencapai 14.850 Rupiah per US Dollar

    pada Juni 1998.

    Pada akhir triwulan ke-4 tahun 2005 Rupiah cenderung menguat, hal ini

    disebabkan adanya capital inflow, konsistensi kebijakan moneter yang ketat,

    adanya kebijakan stabilisasi Rupiah dan karena terdapat sentimen positif resufle

  • 37

    kabinet. Nilai tukar Rupiah pada triwulan ke-4 tahun 2005 bergerak cukup stabil

    dengan kecenderungan terapresiasi di bulan terakhir, dengan nilai rata-rata pada

    triwulan terakhir mencapai 9.991 Rupiah per US Dollar. Secara tahunan, pada

    tahun 2005 Rupiah telah mencapai 9.713 Rupiah per US Dollar atau terdepresiasi

    8,6 persen dibanding rata-rata 2004 (Sitorus, 2006).

    e. Pengangguran

    Masalah pengangguran selalu terjadi di setiap negara. Munculnya

    pengangguran dalam perekonomian dapat menimbulkan biaya, yaitu hilangnya

    output yang seharusnya bisa dihasilkan oleh setiap tenaga kerja.

    Tabel 3.1. Jumlah Pengangguran di Indonesia Periode 1998-2005

    Tahun Jumlah Pengangguran (Orang) Persentase Kenaikan (%) 1998 5.062.483 - 1999 6.030.319 19,11 % 2000 5.813.231 -3,59 % 2001 8.005.031 37,70 % 2002 9.132.104 14,07 % 2003 9.531.090 4,36 % 2004 10.251.351 7,55 % 2005 10.854.254 5,88 %

    Sumber : BPS (2006).

    Berdasarkan Tabel 3.1 dapat diketahui bahwa angka pengangguran

    menunjukkan trend yang meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 1998 jumlah

    pengangguran di Indonesia hanya sekitar 5,06 juta orang dan dalam jangka waktu

    tujuh tahun meningkat lebih dari 100 persen menjadi sekitar 10,8 juta orang.

    Adanya peningkatan jumlah penganguran dari tahun ke tahun menunjukkan

    bahwa lapangan pekerjaan yang tersedia lebih sedikit dibandingkan dengan

    penawaran tenaga kerjanya.

  • IV. METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data

    Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

    diperoleh dari berbagai sumber, yaitu data publikasi Statistik Ekonomi dan

    Keuangan Indonesia (SEKI) dari Bank Indonesia (BI), publikasi International

    Financial Statistic (IFS) dari International Monetary Fund (IMF) dan data

    publikasi Badan Pusat Satistik Indonesia (BPS). Data-data yang digunakan adalah

    data kuartalan dari periode 1990:1-2005:4, meliputi suku bunga Sertifikat Bank

    Indonesia (SBI) tiga bulanan, jumlah uang beredar (M), Consumer Price Index

    (CPI), nilai tukar US Dollar per Rupiah (E) dan data pengangguran (U).

    Tabel 4.1. Data, Satuan, Simbol dan Sumber Data

    Nama Variabel Satuan Simbol Sumber Definisi

    SBI 3 bulan Persen i (SBI) SEKI, BI

    Suku bunga SBI dihitung dengan menggunakan rata-rata tertimbang dan memperhitungkan bobot volume transaksi yang terjadi pada periode yang bersangkutan

    Jumlah uang beredar

    Milyar Rupiah M SEKI, BI

    Kewajiban sistem moneter yang terdiri atas uang kartal dan uang giral dalam arti sempit (M1)

    CPI - CPI IFS, IMF

    Harga sekelompok barang dan jasa relatif terhadap harga sekelompok barang dan jasa yang sama pada tahun dasar

    Nilai tukar (kurs) US Dollar per Rupiah KURS

    (E) SEKI, BI harga dari mata uang asing dalam bentuk mata uang domestik

    Pengangguran Orang U BPS Total pengangguran terbuka yang berada di desa dan di kota

    Data tahunan yang diteliti dapat menyebabkan derajat bebas model

    menjadi kecil. Karena itu data tahunan perlu dilakukan transformasi frekuensi

    menjadi triwulanan dengan menggunakan Cubic Spline. Perubahan frekuensi high

  • 39

    to low dilakukan melalui Maximum Observation, sedangkan perubahan dari low to

    high dilakukan melalui Cubic Math. Dalam penelitian ini data pengnguran

    ditransformasi dengan menggunakan Cubic Spline.

    Semua data yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk logaritma,

    kecuali data yang sudah dalam bentuk persen seperti suku bunga SBI. Hal ini

    untuk memudahkan analisis, karena baik dalam IRF maupun variance

    decomposition pengaruh guncangannya dilihat dalam persentase.

    4.2. Model Penelitian

    Model penelitian ini diadopsi dari Djivre dan Ribon (2003), metode yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah Strctural Vector Autoregression (SVAR)

    yang dikombinasikan dengan Vector Error Correction Model (VECM).

    Krisis ekonomi terjadi pada pertengahan tahun 1997, begitupula dengan

    pergantian rezim nilai tukar (pemerintah melepas sistem kurs mengambang

    terkendali dan menerapkan sistem kurs mengambang bebas pada tanggal 14

    Agustus 1997). Karena kedua peristiwa tersebut terjadi pada waktu berdekatan

    maka hanya digunakan satu variabel dummy konstanta sebagai variabel eksogen.

    Dummy sebelum krisis dan sebelum pergantian rezim nilai tukar pada periode

    1990:1 sampai 1997:2 bernilai nol, sedangkan dummy krisis sampai pasca krisis

    dan setelah pergantian rezim nilai tukar pada periode 1997:3 sampai 2005:4

    bernilai satu.

  • 40

    Model SVAR penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

    it

    k

    iti

    k

    iitiit

    k

    iiit

    k

    iiit

    k

    iit eDUECPIMix ++++++=

    =

    =

    =

    =

    = 11

    1111 (4.1)

    dimana:

    xt = variabel it, Mt, CPIt, Et, Ut,

    it = suku bunga Bank Indonesia pada periode t,

    Mt = jumlah uang beredar pada periode t,

    CPIt = inflasi pada periode t,

    Et = nilai tukar US $/Rp pada periode t,

    Ut = pengangguran pada periode t,

    D = dummy krisis-peralihan rezim nilai tukar,

    = parameter dalam bentuk matriks polinomial it,

    = parameter dalam bentuk matriks polinomial Mt,

    = parameter dalam bentuk matriks polinomial CPIt,

    = parameter dalam bentuk matriks polinomial Et,

    = parameter dalam bentuk matriks polinomial Ut,

    i = panjang lag (ordo) VAR,

    e = error term.

    4.3. Metode Analisis Data

    Salah satu metode yang digunakan untuk menganalisis data time series

    adalah menggunakan metode VAR, metode ini merupakan salah satu bentuk

    model ekonometrika makro yang sering digunakan untuk melihat permasalahan

    fluktuasi makroekonomi.

  • 41

    Metode analisis Vector Autoregression (VAR) merupakan suatu sistem

    persamaan yang memperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi linier dari

    konstanta dan nilai lag (lampau) dari peubah itu sendiri serta nilai lag dari peubah

    lain yang ada dalam sistem. Jadi peubah penjelas dalam VAR meliputi nilai lag

    seluruh peubah tak bebas dalam sistem.

    Menurut Arsana (2004), metode Vector Autoregression (VAR) ciptaan

    Sims menyediakan alat analisis melalui empat macam penggunaannya: (1)

    Forecasting, ekstrapolasi nilai saat ini dan masa depan seluruh variabel dengan

    memanfaatkan seluruh informasi masa lalu variabel, (2) IRF melacak respon saat

    ini dan masa depan setiap variabel akibat perubahan atau shock suatu variabel

    tertentu, (3) FEVD memprediksi kontribusi persentase varians setiap variabel

    terhadap perubahan suatu variabel tertentu, (4) Granger Causality Test, untuk

    mengetahui hubungan sebab akibat antar variabel.

    VAR dengan lag p dan n peubah tak bebas pada waktu ke-t dapat

    dimodelkan sebagai berikut:

    tptPttt YAYAYAAY +++++= ......12110 (4.2)

    dimana:

    Yt = vektor peubah tak bebas (Y1.t, Y2.t, Yn.t) berukuran n x 1,

    A0 = vektor intersep berukuran n x 1,

    Ai = matriks parameter berukuran n x 1,

    t = vektor sisaan (1t, 2t, nt) berukuran n x 1.

  • 42

    Persamaan VAR secara umum menurut Thomas (1997) adalah:

    t

    k

    iitit YAY +=

    =

    1

    (4.3)

    dimana:

    Yt = vektor kolom pengamatan pada waktu t semua variabel dalam model,

    At = matriks parameter,

    k = lag dari model VAR.

    Analisis VAR harus memenuhi asumsi bahwa semua peubah tak bebas

    bersifat stasioner, semua sisaan bersifat white-noise. Berarti sisaannya memiliki

    rataan nol, ragam konstan dan diantara variabel tak bebas tidak ada korelasi.

    Metode SVAR merupakan bentuk perluasan dari Vector Autoregression

    (VAR). Dalam metode VAR tidak dibuat suatu restriksi teoritis berdasarkan teori

    ekonomi yang relevan pada variabel yang digunakan dalam analisis, sedangkan

    dalam SVAR dibuat suatu restriksi berdasarkan hubungan teoritis yang kuat akan

    skema (peta hubungan) bentuk urutan (ordering) variabel-variabel yang digunakan

    dalam sistem VAR. Oleh karena itu SVAR juga dikenal sebagai bentuk VAR

    yang teoritis (Arsana, 2004).

    Spesifikasi model SVAR yang digunakan dalam penelitian ini dapat

    dinyatakan dalam persamaan (4.4):

    +

    +

    =

    t

    t

    t

    t

    t

    t

    t

    t

    t

    t

    t

    t

    t

    t

    t

    UE

    CPIMi

    UE

    CPIMi

    bbbbbbbbbbbbbbbbbbbb

    5

    4

    3

    2

    1

    1

    1

    1

    1

    1

    5554535251

    4544434241

    3534333231

    2524232221

    1514131211

    50

    40

    30

    20

    10

    54535251

    45434241

    35343231

    25242321

    15141312

    11

    11

    1

    B yt o 1 yt-1 t

  • 43

    Persamaan SVAR untuk model di atas dapat diringkas menurut Zivot (2000)

    menjadi persamaan sebagai berikut:

    ttyt yB +++= 110 (4.5)

    dimana:

    B = matriks n*n yang mengandung parameter struktural dari variabel

    endogen,

    yt = vektor variabel endogen suku bunga SBI, jumlah uang yang beredar,

    indeks harga konsumen, nilai tukar dan pengangguran,

    o = intersep,

    1 = matriks polinomial (finite order matrix) dengan lag operator 1,

    yt-1 = vektor auto regressive dengan lag operator 1,

    t = vektor white-noise.

    Persamaan (4.5) memiliki masalah representasi. Hal itu karena koefisien

    dari matriks tidak diketahui dan setiap variabel memiliki efek kontemporer

    (contemporeneous effect) sehingga tidak mungkin untuk menentukan nilai

    parameter dalam model tersebut dan model tersebut tidak dapat diidentivikasi

    secara penuh. Untuk itu perlu dibentuk persamaan reduce form yang juga

    merepresentasikan sebuah Vector Moving Average (VMA). Persamaan VMA

    digunakan untuk menghilangkan korelasi antar error yang terjadi dalam model

    VAR biasa. Persamaan matematis VMA adalah sebagai berikut (Zivot, 2000):

    yt = B-1 o + B-1 1 yt-1+ B-1 t (4.6)

    = ao +A1 yt-1+ ut

  • 44

    Sistem persamaan (4.6) disebut sebagai model standar VAR. Error term

    (ut) adalah kombinasi linier dari error struktural (t), dimana error term tersebut

    memiliki nilai rata-rata (mean) nol dan nilai kovarian yang konstan.

    Dalam pemodelan SVAR perpindahan dari non-ortoghonal VMA ke