8
2 JAWABAN Pendekatan ini penulis anggap penting untuk dipelajari karena pendekatan-pendekatan psikologis saat ini (psikologi mainstream / psikologi lintas budaya) kebanyakan berorientasi ke barat sehingga terkadang gagal mengatasi berbagai masalah yang timbul di ranah lokal. Psikologi Indigenous yang lebih berwawasan lokal dipandang dapat menjadi alternatif solusi terhadap permasalahan-permasalahan tersebut. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Hong (dalam Hakim, 2013) bahwa tata nilai kultural memiliki fungsi sebagai kerangka kerja dasar mental manusia (mental framework). Prof. Sarlito Sarwono juga menjelaskan bahwa keberadaan psikologi di Indonesia saat ini memang sedang menghadapi beberapa permasalahan, antara lain apa yang sudah berhasil diterapkan di Barat tidak selalu dapat diterapkan di Indonesia. Hal ini bisa terjadi karena adanya perbedaan etnik dan kondisi masyarakat Negara

Analisis Kasus Hubungan Interpersonal.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisis Kasus Hubungan Interpersonal.docx

2

JAWABAN

Pendekatan ini penulis anggap penting untuk dipelajari karena pendekatan-

pendekatan psikologis saat ini (psikologi mainstream / psikologi lintas budaya)

kebanyakan berorientasi ke barat sehingga terkadang gagal mengatasi berbagai

masalah yang timbul di ranah lokal. Psikologi Indigenous yang lebih berwawasan

lokal dipandang dapat menjadi alternatif solusi terhadap permasalahan-permasalahan

tersebut. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Hong (dalam Hakim, 2013) bahwa

tata nilai kultural memiliki fungsi sebagai kerangka kerja dasar mental manusia

(mental framework).

Prof. Sarlito Sarwono juga menjelaskan bahwa keberadaan psikologi di

Indonesia saat ini memang sedang menghadapi beberapa permasalahan, antara lain

apa yang sudah berhasil diterapkan di Barat tidak selalu dapat diterapkan di

Indonesia. Hal ini bisa terjadi karena adanya perbedaan etnik dan kondisi masyarakat

Negara kita, misalnya masyarakat desa dan kota. Sehingga, apa yang sudah berhasil

diterapkan di satu etnik belum tentu sesuai untuk etnik lain (Ali, 2011).

Pendekatan Psikologi Indigenous mendorong kita yang mempelajarinya agar

mampu berpikir secara kontekstual; yakni memahami perilaku dan proses mental

berdasarkan partikularitas latar dimana keduanya muncul, baik itu dari segi latar

kesejarahan, kultur, agama, politik, bahasa, dan lain sebagainya. Indonesia yang

terdiri dari kurang lebih 3000 pulau dan 300 etnik meng-cover segala kemajemukan

latar-latar tersebut dengan beragamnya nilai-nilai kesejarahan, seperti banyaknya

Page 2: Analisis Kasus Hubungan Interpersonal.docx

3

kerajaan-kerajaan di masa lampau yang tentunya mewariskan kultur, agama, bahasa,

dan lain-lain yang berbeda-beda pula bagi masyarakatnya.

Sebuah wacana tentang Tradisi Papijs atau Tukar Pasangan (Swinger) akan

dimaknai secara berbeda oleh masyarakat Suku Asmat dan masyarakat Suku Aceh.

Apabila Tradisi Papijs dilakukan di suatu tempat di Aceh dan dilihat oleh banyak

orang termasuk polisi, maka konsekuensi pelaku selanjutnya akan jauh lebih tragis

bila dibandingkan jika tradisi tersebut dilakukan di tengah perkampungan Suku

Asmat itu sendiri. Ada nilai-nilai kultural yang dianut oleh Suku Asmat yang

mendasari kenapa Tradisi Papijs “legal” dilakukan dan ada pula nilai-nilai kultural

dan agamis dari Suku Aceh yang mendasari kenapa hal-hal semacam itu ditentang

dengan sangat keras, padahal kedua suku tersebut ada di Indonesia.

Memahami senyum Amrozi, menurut Prof. Achmad Mubarok, tidaklah cukup

hanya dengan membandingkan senyuman orang barat karena senyumannya itu bukan

hanya berdimensi horizontal, tetapi juga berdimensi vertikal. Ia harus dicari akarnya

pada budaya orang Jawa Timur, budaya santri, budaya pekerja wiraswasta, dan

budaya pejuang bersenjata (mujahid). Apalagi, Amrozi dan teman-temannya (Imam

Samudera CS.) pernah terlibat dalam perang (fisik dan mental) melawan penjajah Uni

Soviet di Afghanistan (Ali, 2011).

Contoh lainnya misalnya dalam pengukuran inteligensi terhadap sekelompok

masyarakat pada daerah yang berbeda. Pada masyarakat tertentu di Indonesia yang

hidup di daerah dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah (misalnya di daerah

pedalaman), pengukuran inteligensi tidak dapat dilakukan dengan menggunakan

standar norma yang sudah ada untuk menghasilkan skor, karena skor yang diperoleh

akan cenderung menempatkan mereka pada kategori inteligensi yang rendah

meskipun skor murni (potensi inteligensi yang sebenarnya) belum tentu rendah. Hal

ini yang tidak bisa disamaratakan dengan masyarakat di daerah lainnya. Untuk

Page 3: Analisis Kasus Hubungan Interpersonal.docx

4

menghindari ketidaksetaraan tersebut diperlukan norma yang telah disesuaikan

dengan konteksnya.

Namun demikian, bukan berarti pendekatan Psikologi Indigenous hanya

berfokus pada aspek partikularitas. Allwood & Berry (dalam Hakim, 2013)

menyatakan bahwa Psikologi Indigenous adalah suatu pendekatan yang berupaya

mengakomodasi baik aspek partikularitas (Psikologi Budaya) maupun aspek

universalitas (Psikologi Lintas Budaya) dari perilaku manusia. Kim, et.al. (dalam

Hakim, 2013) mendefinisikan Psikologi Indigenous sebagai psikologi yang berasal

dari orang lokal, dikembangkan oleh orang lokal, dan digunakan untuk kepentingan

orang lokal.

Walaupun orientasi Psikologi Indigenous lebih diarahkan kepada kepentingan

orang lokal, akan tetapi di sisi lain mereka juga memiliki agenda untuk membangun

psikologi global (Enriquez & Ho dalam Hakim, 2013). Psikologi global yang dicita-

citakan ini merupakan representasi akumulasi aspek kesamaan dari studi-studi

Psikologi Indigenous dari berbagai konteks budaya yang masing-masing bersifat

saling melengkapi dan berada di dalam posisi yang egaliter (Enriquez, et.al. dalam

Hakim, 2013).

Psikologi Indonesia masih belum memiliki ciri khas karena masih “berkiblat”

pada pendekatan psikologi barat, terutama Amerika dan Eropa, sehingga cenderung

kehilangan identitas diri. Oleh karena itu, disamping penting untuk mewadahi

permasalahan-permasalahan yang terjadi di Indonesia dalam konteks yang khusus

dari keberagaman Indonesia itu sendiri, menurut Hakim (2013), Psikologi Indigenous

di Indonesia memiliki potensi besar untuk dapat berkontribusi secara signifikan

dalam membangun psikologi global di masa depan. Dengan mempertimbangkan

bahwa kekayaan kultural merupakan modal berharga dalam pengembangan psikologi

di Asia (Kashima, et.al. dalam Hakim, 2013), melalui pendekatan Psikologi

Page 4: Analisis Kasus Hubungan Interpersonal.docx

5

Indigenous, psikologi Indonesia dapat menunjukkan keotentikannya sekaligus

menyampaikan aspirasi kepada dunia psikologi global.

Adapun langkah yang sebaiknya ditempuh sebagai implementasi

pengembangan Psikologi Indigenous di Indonesia salah satunya adalah dengan

membenahi teknis penelitian / prosedur ilmiah. Kita tahu bahwa Enriquez (dalam

Hakim, 2013) memetakan dua model indigenisasi yang umum digunakan oleh para

peneliti Psikologi Indigenous dalam mengembangkan psikologi global, yaitu

indigenisasi dari jalur luar (indigenization from without) dan indigenisasi dari jalur

dalam (indigenization from within).

Kedua model tersebut memiliki teknik tersendiri. Indigenisasi dari jalur luar

merupakan usaha indigenisasi dengan cara mengambil konsep, teori, dan metode

psikologi yang sudah ada dan memodifikasinya sehingga menjadi fit secara kultural

(Kim dalam Hakim, 2013). Dengan pendekatan jalur dari luar, peneliti menempatkan

diri sebagai ‘orang luar’ dan melalui pendekatan top-down, menempatkan budaya

lokal sebagai target indigenisasi (Enriquez dalam Hakim, 2013). Berkebalikan dengan

indigenisasi dari jalur luar, indigenisasi dari jalur dalam mensyaratkan peneliti berasal

dari komunitas budaya yang akan menjadi target penelitian (Hakim, 2013). Model

indigenisasi dari jalur dalam berusaha mengembangkan teori psikologi yang berakar

dari konsep-konsep, teori, dan metode penelitian yang sesuai dengan budaya lokal

(Kim & Park dalam Hakim, 2013).

Namun demikian, masing-masing model indigenization from without dan

indigenization from within memiliki kritik atas kelemahannya masing-masing.

Penulis beranggapan bahwa kedua model patut dipertimbangkan secara bersamaan

dalam melakukan indigenisasi, sehingga kelemahan-kelemahan tersebut dapat ter-

cover oleh satu sama lain. Lebih lanjut, Kim, et.al. (dalam Hakim, 2013)

merekomendasikan para peneliti orang dalam untuk bekerjasama dengan orang-orang

Page 5: Analisis Kasus Hubungan Interpersonal.docx

6

dari luar budayanya karena mereka cenderung lebih sensitif dalam menangkap

kekhasan perilaku di dalam konteks budaya yang asing baginya.

Langkah lainnya dalam upaya mengembangkan Psikologi Indigenous adalah

dengan melakukan sosialisasi  hasil-hasil penelitian dalam publikasi nasional dan

internasional, serta menghimbau para psikolog Indonesia untuk menggabungkan diri

dengan asosiasi profesi Indigenous Psychology. Salah satu universitas ternama di

Indonesia telah menyusun rencana pengembangan Indegenous Psychology di

lingkungan kampus. Hingga kini terdapat beberapa mata kuliah bermuatan

Indigenous Psychology yang termasuk dalam kurikulum pembelajaran. Hal ini

merupakan awal bagi akademisi muda untuk membangun generasi peneliti muda

yang memiliki ambisi, komitmen, dan kreatifitas dalam mengembangkan Psikologi

Indigenous Indonesia.

Referensi

Ali, N. H. (2011). Indigenous psychology, apa, dan bagaimana. (online), (http://fpscs.uii.ac.id/suara-mahasiswa/indigenous-psychology-apa-dan-bagaimana-suara-mahasiswa-470, diakses pada 8 Juni).

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (2008). Psikologi lokal yang mengglobal. (online), (http://psikologi.ugm.ac.id/berita.263/psikologi-lokal-yang-mengglobal.html, diakses pada 8 Juni).

Hakim, M. A. (2013). Dari lokal ke global: Berfikir kontekstual, indigenous psychology, dan masa depan psikologi Indonesia di arena internasional. (online), (https://uns-id.academia.edu/mahakim/Papers, diakses pada 8 Juni).