Upload
dinhanh
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS YURIDIS TERHADAP SAKSI YANG DIAJUKAN DIPENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM KASUS PERKARA
ANTARA PT. SINAR MULYA PERKASA MELAWAN EARLY SOBARLY– YUDHA SARI PARDIKAN DI PENGADILAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL PADA PN. BANDUNG DENGAN NOMOR PERKARA41/G/20011/PHI/PN.BDG
SKRIPSI
SANDRA MARISHA
0706202332
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, 2012
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
i
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS YURIDIS TERHADAP SAKSI YANG DIAJUKAN DIPENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM KASUS PERKARA
ANTARA PT. SINAR MULYA PERKASA MELAWAN EARLY SOBARLY– YUDHA SARI PARDIKAN DI PENGADILAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL PADA PN. BANDUNG DENGAN NOMOR PERKARA41/G/20011/PHI/PN.BDG
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia
SANDRA MARISHA
0706202332
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, 2012
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi yang berjudul “ANALISIS YURIDIS TERHADAP SAKSI YANGDIAJUKAN DI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM
KASUS PERKARA ANTARA PT. SINAR MULYA PERKASA MELAWANEARLY SOBARLY – YUDHA SARI PARDIKAN DI PENGADILAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA PN. BANDUNG DENGAN NOMORPERKARA 41/G/20011/PHI/PN.BDG
” adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun
dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Sandra Marisha
NPM : 0706202332
Tanda tangan :
Tanggal : Juli 2012
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
iv
UNIVERSITAS INDONESIA
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Yuridis
Terhadap Saksi Yang Diajukan Pada Pengadilan Hubungan Industrial dalam
Kasus Perkara Antara PT. Sinar Mulya Perkasa Melawan Early Sobarly-Yudha
Sari Pardikan di PHI pada PN Bandung No.41/G/2011/PHI/PN. BDG”. Penulisan
skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Penulisan skripsi ini juga dilakukan untuk menambah pengetahuan dan
semakin memperluas wawasan pemikiran mengenai sistem pembuktian di dalam
Pengadilan Hubungan Industrial. Tidak lupa penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya pada pihak-pihak yang telah membantu keberhasilan
dari penulisan skripsi ini, sebagai berikut:
1. Kepada suami tercinta Kenny Wiston yang telah menjadi guru, sahabat,
dan pembimbing penulis yang selalu siap menjadi sandaran penulis ketika
penulis galau menyelesaikan skripsi ini. My best one,please stay cool
always. Tak lupa juga kepada Mama dan adik adik tercinta yang telah
mendukung penulis secara moril . Bersedia menjadi pengasuh untuk anak-
anak penulis ketika penulis harus meninggalkan mereka menuju kampus.
Mama, Nova,Ade,Holin dan adek-adek penulis yang tak lelah mendukung
penulis, I love you all.
2. Kepada Bapak DR.Drs.Widodo Suryandono,S.H, M.H, selaku
pembimbing materi yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan
pikiran membimbing penulis walau penulis sering terlambat setiap janji
untuk bertemu beliau, namun beliau selalu meluangkan waktunya demi
keberhasilan dan selesainya skripsi ini. Pak, many thanks to you. Mohon
jangan pernah bosan untuk selalu menjadi dosen yang bersahaja dan baik
hati.
3. Kepada Bapak Chudry Sitompul S.H, M.H., selaku ketua jurusan program
kekhususan Hukum Acara yang telah bersedia meluangkan waktunya
untuk memeriksa skripsi penulis, memberikan arahan, saran dan kritik.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
v
UNIVERSITAS INDONESIA
Serta telah sabar membimbing dan terus mendukung, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Kepada dosen penguji Ibu Sri Laksmi Anindita S.H,M.H, Ibu Sonyendah
Retnaningsih S.H.,M.H., dan Ibu Hening Hapsari Setyorini S.H.M.H.,
yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji dan memberi
masukan skripsi penulis.
5. Kepada Bapak Purnawidhi Purbacaraka S.H. M.H., selaku ketua program
studi jurusan ekstensi FHUI yang telah memberikan bantuan dan
bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan
memperjuangkan penulis untuk maju sidang semester ini.
6. Seluruh Dosen FHUI yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan
hukum kepada saya.
7. Seluruh staff pegawai FHUI, khususnya kepada Pak Surono yang selalu
bersedia membantu dan memberikan informasi mengenai perkuliahan dan
Pak Meidi yang memberikan informasi dan bantuan selama menyelesaikan
skripsi ini.
8. Seluruh pegawai perpustakaan UI, yang telah membantu dalam mencari
buku-buku dan jurnal yang dipergunakan dalam penulisan skripsi.
9. Kepada Asep Jumarsa dan rekan-rekan PK III, Arifia Fajra, Ade
Risnawati, Krisantiwi Meira, Oet Eno, Sampurna Ginting, Samuel
Bonaparte dan teman teman sesame PK III, aku tidak dapat melupakan
bantuan kalian. Specially to Asep Jumarsa,,yang sudah seperti adik bagi
penulis yang siap memberikan bantuan kapan saja bagi penulis, always
stay cool brooo..!
10. The Tree Musgetir, Kush dan Nita, terutama Nike Marpaung yang telah
membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. I love you
beibeeehh.
11. Teman-teman di kampus tercinta FHUI: Dini yang baik hati, Uno yang
perhatian,, Denny, Rini, Tasya, Benni, Anggie, Teh Eva yang selalu
memberi dukungan, Zensy, Ilham, Yuni, Carla, Jihan, Endruw, Said, Lia
yang memberi semangat penulis karena kebersamaan keadaan sebagai
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
vi
UNIVERSITAS INDONESIA
seorang ibu yang sama memiliki bayi mungil, Fritz, serta teman-teman
lainnya, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
12. Semua pihak yang belum disebutkan namanya satu persatu yang telah
memberikan bantuan, dukungan, doa, dan semangat untuk penyusunan
skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak dan mohon maaf
apabila ada kata-kata yang kurang berkenan. Penulisan ini tentunya tidak terlepas
dari segala kekurangan baik dari segi teknis maupun materi penulisan. Semoga
dapat berguna bagi semua orang yang membacanya.
Depok, Juli 2012
Penulis
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
vii
UNIVERSITAS INDONESIA
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangandi bawah ini:
Nama : Sandra Marisha
NPM : 0706202332
Program Kekhususan : Hukum Acara
Fakultas : Hukum
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepadaUniversitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif ( Non-exclusive RoyatyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
“ Analisis Yuridis Terhadap Saksi Yang Diajukan Pada PengadilanHubungan Industrial dalam Kasus Perkara Antara PT. Sinar MulyaPerkasa Melawan Early Sobarly-Yudha Sari Pardikan di PHI pada PNBandung No.41/G/2011/PHI/PN. BDG “
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas RoyaltiNoneksklusif ini. Uninversitas Indonesia berhak menyimpan,mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkannama saya sebagai penulis, penciptam dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Tanggal : Juli 2012
Yang Membuat Pernyataan
(Sandra Marisha)
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
viii
UNIVERSITAS INDONESIA
ABSTRAK
Nama : Sandra MarishaProgram Studi : Ilmu HukumJudul Skripsi : Analisis Yuridis Terhadap Saksi Yang Diajukan Pada
Pengadilan Hubungan Industrial dalam Kasus PerkaraAntara PT. Sinar Mulya Perkasa Melawan EarlySobarly-Yudha Sari Pardikan di PHI pada PN BandungNo.41/G/2011/PHI/PN. BDG
Skripsi ini akan membahas mengenai bagaimana sistem pembuktian dalampemerikasaan di Pengadilan Hubungan Industrial menurut ketentuan peraturanperundang-undangan di Indonesia. Serta membahas mengenai kekuatan yuridiskekuatan keterangan saksi de auditu dalam perkara antara PT. Sinar MulyaPerkasa melawan Early Sobarly-Yudha Sari Pardikan, dengan nomor perkara41/G/2011/PHI/PN.BDG. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalahpendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistempembuktian dalam pemeriksaan perkara di Pengadilan Hubungan Industrial adalahsistem pembuktian menurut undang-undang secara positif. Akan tetapi dalammenangani kasus perkara tersebut Majelis Hakim cenderung menggunakan sistempembuktian menurut undang-undang secara negatif. Terkait dengan kekuatanketerangan saksi de auditu dalam perkara antara PT.Sinar Mulya Perkasa melawanEarly Sobari-Yudha Sari Pardikan, Majelis Hakim sangat dominan menjadikanketerangan saksi de auditu sebagai dasar pertimbangan dalam menangani perkaratersebut. Sedangkan keterangan saksi de auditu menurut sistem pembuktian tidakdapat menjadi alat bukti langsung, karena keterangan tersebut tidak bernilaisebagai alat bukti yang sah dan hanya berperan sebagai keterangan pendukung.Hasil penelitian ini menyarankan agar Majelis Hakim sebaiknya tidak mengambilketerangan saksi de auditu sebagai dasar pertimbangan hakim, apabila keterangansaksi de auditu tersebut tidak didukung dengan alat bukti lain yang sah menurutundang-undang.
Kata kunci :Pembuktian, Alat Bukti, Keterangan Saksi De Auditu, Perselisihan PHK.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
ix
UNIVERSITAS INDONESIA
ABSTRACT
Name : Sandra MarishaStudy Program : LawThesis : Legal Analysis of Witnesses Presented be for The
Industrial Court of Bandung in PT Sinar MulyaPerkasa Versus Early Sobarly – Yudhasari PardikanUnder Case Number 41/G/2011/PHI/PN.BDG
This thesis is discussing how evidence can be verified in Industrial Courtspursuant to the prevailing laws in Indonesia as well as discussing legal power ofevidence which testified by de auditu witnesses, in particular, in PT. Sinar MulyaPerkasa vs Early Sobarly-Yudha Sari Pardikan in case number41/G/2011/PHI/PN.BDG. Methods used in this research is by using normativelegal approach. The result of this research showed that system of evidenceverification of a case within the Industrial Courts is using a positive legalapproach of evidence verification, but in case, Council of Judges used a negativelegal approach or system because they merely heard testimony of de audituwitnesses and ignored written as well as papers evidence presented before them.With reference to de auditu witnesses of this particular case in PT.Sinar MulyaPerkasa versus Early Sobari-Yudha Sari Pardikan, the judges dominantly used thetestimony of de auditu witnesses as their basis of judgment regardless of the factthat the testimony of de auditu witnesses according to the legal system ofevidence in Indonesia cannot be treated like or taken as direct evidence, becausethey have no meaning or price and can only be used as a hint or support. Thisthesis recommends judges not to use the testimony of de auditu witnesses as basisof their judgment without being supported by other valid evidence by the law.
Key words :Evidence, Testimony of De Auditu Witnesses, Employment TerminationDispute
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
x
UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................................................................... vii
ABSTRAK ....................................................................................................................... viii
ABSTRACT ........................................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ x
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ……………………………………………………………... 1
1.2. Pokok Permasalahan ……………………………………………………….. 8
1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………………………… 8
1.4. Definisi Operasional ……………………………………………………….. 9
1.5. Metode Penelitian ………………………………………………………….. 11
1.6. Sistematika Penulisan ………………………………………………………. 13
BAB 2 PENYELESAIAN PERSELISIHAN BURUH DAN PEMUTUSAN
HUBUNGAN KERJA
2.1. Pengertian Perselisihan Perburuhan …..…………………………………… 15
2.2. Lembaga Penyelesaian Perselisihan ……...………………………………… 18
2.3. Hubungan Kerja ………….………………………………………………… 19
2.4. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) …………………………… 20
2.5. Alasan Pemutusan Hubungan Kerja ………………………………………. 23
2.6. Jenis Pemutusan Hubungan Kerja …………………………………………. 27
2.6.1. Pemutusan Hubungan Kerja karena Hukum ……………………… 27
2.6.2. Pemutusan Hubungan Kerja berdasarkan Jumlah Uang …………. 29
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
xi
UNIVERSITAS INDONESIA
2.7. Pemutusan Hubungan Kerja Inisiatif dari Pengusaha …………………….. 32
2.8. Pemutusan Hubungan Kerja Massal ………………………………………. 32
2.9. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengadilan ……………………………… 34
BAB 3 ALAT BUKTI DI PERSIDANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI
3.1. Pembuktian ……………………………………………………………….. 35
3.2. Tujuan Pembuktian ……………………………………………………… 37
3.3. Alat Bukti ………………………………………………………………. 40
3.3.1. Alat Bukti Surat …………………………………………………… 41
3.3.2. Alat Bukti Keterangan Saksi……………….……………………… 42
3.3.2.1 Jangkauan Kebolehan Pembuktian dengan Saksi………. 43
3.3.2.2 Syarat Alat Bukti Keterangan Saksi …………………… 47
3.3.2.3 Testimonium De Auditu ………………………………... 48
3.3.3. Alat Bukti Persangkaan ……………………………………………. 49
3.3.4. Alat Bukti Pengakuan …………………………………………….. 51
3.3.5. Alat Bukti Sumpah di Muka Hakim ………………………………. 52
BAB 4 ANALISIS PUTUSAN PHI No. 41/G/2011/PHI/PN.BDG ANTARA PT. SINAR
MULIA PERKASA DENGAN EARLY SOBARLI-YUDHASARI PARDIKAN
4.1. Kasus Posisi ……………………………………………………………… 54
4.2. Petitum …………………………………………………………………… 56
4.3. Putusan ……………………………………………………………………... 57
4.4. Bukti-Bukti Dipersidangan ………………………………………………… 57
4.5. Keterangan Saksi Yang Didengarkan Dipersidangan …………………….. 59
4.6 Analisis Kasus
4.6.1 Analisis Fakta ……………………………………………………… 77
4.6.2 Analisis Pertimbangan Hakim Mengenai Kekuatan Yuridis
Keterangan Saksi De Auditu Dalam Perkara Antara PT Sinar Mulia
Perkasa Dengan Early Sobarly-Yudhasari Pardikan di PHI Pada PN
Bandung, dengan No Register Perkara
41/G/2011/PHI/PN.BANDUNG …………………………….……... 80
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
xii
UNIVERSITAS INDONESIA
BAB 5 PENUTUP
5.1. Kesimpuan ………………………………………………………………….. 90
5.2. Saran ………………………………………………………………………... 91
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………. 93
LAMPIRAN
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Salah satu prinsip dasar hubungan kerja adalah menciptakan hubungan
yang harmonis dan berkeadilan disertai dengan proteksi jaminan sosial yang
memadai yang dapat menjamin kelangsungan bekerja dan berusaha. Harmonisasi
hubungan kerja merupakan modal dasar untuk menciptakan produktifitas yang
baik secara berkesinambungan.1
Relasi hukum dan sosial berpeluang menimbulkan konflik. Sebagai
hubungan hukum, hubungan kerja memiliki potensi konflik. Banyak faktor
terjadinya konflik. Perbedaan kepentingan dan tujuan salah satu faktor klasik
pemicu timbulnya konflik.2
Keberhasilan meredam konflik kerja akan menciptakan hubungan kerja
yang harmonis dan dinamis. Disharmonisasi hubungan kerja merupakan penyakit
yang sering muncul dalam hubungan kerja. Mudah mengatakan hubungan tidak
harmonis, perdebatan antara bawahan dan atasan secara subjektif dan prematur
terkadang dikategorikan sebagai hubungan tidak harmonis hanya karena atasan
tidak dapat menerima arus perbedaan.3 Disharmonisasi kerja alasan lunak dari
kebencian atau ketidaksukaan yang berujung pada mutasi, demosi, dan pemutusan
hubungan kerja.4Sikap kritis seorang bawahan terkadang dijadikan sumber
1 Juanda Pangaribuan, Tuntunan Praktis Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,cet.1, (Jakarta: PT Bumi Intitama Sejahtera, 2010), hal.1.
2 Ibid.
3 Ibid., hal.3.
4 Ibid.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
2
Universitas Indonesia
konflik, dan jika pimpinan tidak suka dikoreksi, bawahan akan menjadi tumbal
disharmonisasi.5
Hubungan industrial memerlukan ketenangan kerja. Perselisihan
memberikan dampak kurang baik bagi produktifitas, secara normal tidak ada
orang yang menginginkan masalah.6Namun menyelesaikan perselisihan bukanlah
hal yang mudah dan bukan pula hal yang sulit. Kalau para pihak memiliki
perspektif yang sama, perselisihan akan mudah diselesaikan dan tahap-tahap
perundingan mudah untuk dijalani.7
Sejalan dengan semakin meningkatnya dan kompleksitasnya permasalahan
perselisihan hubungan industrial di era industrialisasi, maka cita-cita Undang-
Undang No 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
secara normatif amatlah luhur dimana mewujudkan hubungan industrial yang
harmonis, dinamis dan berkeadilan secara optimal berdasarkan nilai-nilai
Pancasila, serta perlunya penyediaan institusi dan mekanisme penyelesaian
perselisihan hubungan industrial dengan asas cepat, tepat, adil dan murah.8
Guna mewujudkan filosofi mulia yang terkandung dalam Pancasila dan
UUD 1945 ke dalam praktek kehidupan sehari-hari antara pelaku proses produksi
(pengusaha, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dan pemerintah) tentu
perlu adanya dukungan kondisi atau suasana yang kondusif agar tumbuh dan
berkembang sikap mental dan sosial, yang menjadi perilaku semua pihak secara
nyata dalam pergaulan sehari-hari.9
Kunci utama keberhasilan menciptakan hubungan industrial yang aman
dan dinamis adalah komunikasi.10 Dari beberapa literatur, bahwa pelaksanaan
hubungan industrial yang harmonis perlu didukung adanya :
5Ibid., hal.3.
6 Ibid.,hal.12.
7 Ibid.
8Abdul Khakim, Aspek Hukum Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ( AntaraPeraturan dan Pelaksanaan), cet.1, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,2010), hal.4.
9 Ibid., hal.16.
10Ibid.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
3
Universitas Indonesia
1. Forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah antara pengusaha dan
pekerja/buruh
2. Kejelasan antara hak dan kewajiban yang di tuangkan ke dalam KKB
3. Saran dan fasilitas yang mendukug, seperti sarana ibadah, koperasi
karyawan, serta sarana olah raga dan rekreaasi
4. Lembaga penyelesaian masalah
5. Peningkatan keterampilan dan keahlian.11
Berakhirnya hubungan kerja antara majikan dan pekerja merupakan salah
satu segi dari terjadinya perselisihan perburuhan.12Penyelesaian perselisihan
hubungan industrial dilakukan melalui lembaga penyelesaian hubungan industrial
(LPPHI). Termasuk LPPHI adalah :
1. Bipartit
2. Mediasi
3. Konsiliasi
4. Arbitrase
5. Pengadilan Hubungan Industrial.13
Mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial diatur dalam
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004. Sebagai hukum positif UU PPHI mencabut
Undang-Undang nomor 12 tahun 1964 dan Undang-Undang nomor 22 tahun
1957.
Sejatinya UU PPHI berlaku satu tahun terhitung sejak diundangkan.
Melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 1
Tahun 2005 UU PPHI dinyatakan tertunda. Kemudian UU PPHI dinyatakan
berlaku sejak tahun 2006 dan dilanjutkan dengan peresmian berdirinya Pengadilan
hubungan Industrial oleh Ketua Mahkamah Agung – Bagir Manan di Palembangg
pada tanggal 14 Januari 2006.14
Dalam Undang-Undang PPHI terdapat empat jenis perselisihan, yakni :
11Ibid., hal. 17.
12Wiwoho Soedjono, Hukum Perjanjian Kerja, cet.3, (Jakarta: PT. Rineke Cipta, 1991),hal.17.
13Juanda Pangaribuan, op. cit., hal 16.
14 Ibid., hal 19.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
4
Universitas Indonesia
1. Perselisihan hak
2. Perselisihan kepentingan
3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja
4. Perselisihan antar serikat buruh dalam satu perusahaan.15
Hal ini berbeda dengan Undang-Undang nomor 22 tahun 1957 yang tidak
membuat perbedaan yang tegas tetapi mengartikan perselisihan perburuhan
sebagai pertentangan antara majikan dengan serikat buruh karena tidak adanya
persesuaian paham mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan/atau
keadaan perburuhan.16
Mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam Undang-
Undang PPHI menjelaskan 2 bentuk :
1. Penyelesaian secara sukarela (voluntary)
2. Penyelesaian wajib (compulsory)
Penyelesaian secara suka rela dapat dilakukan melalui mekanisme
Konsiliasi dan Arbitrase. Penyelesaian wajib dilakukan melalui perundingan
bipartite, mediasi dan Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial (Pengadilan
PHI) yang dibentuk pada Pengadilan Negeri (PN) dan Mahkamah Agung (MA).
Sementara itu komposisi hakim bersifat tripartite, yaitu: (1) satu hakim
dari Pengadilan Negeri dan masing-masing (1) satu hakim ad-hoc yang diusulkan
oleh organisasi buruh dan oleh organisasi pengusaha.17
Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Perselisihan Hubungan
Industrial adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Umum, sesuai dengan yang diatur dalam pasal 57 UUPHI
tersebut yaitu :
“Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalahhukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkunganPeradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam undang-undangini.”18
15Marsen Sinaga, Pengadilan Perburuhan Di Indonesia , cet.1 (Yogyakarta: PerhimpunanSolidaritas Buruh, 2006), hal.84.
16Ibid.
17 Ibid.
18Indonesia (a), Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, UUNo 2 Tahun 2004 LN. No. 42 Tahun 1957, TLN. No. 4356, ps.57.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
5
Universitas Indonesia
Salah satu proses penting dalam gugat menggugat di Pengadilan
Hubungan Industrial adalah pembuktian. Penggugat dan tergugat harus membuat
dalil-dalil secara sempurna agar dapat dibuktikan secara hukum. Dalil yang tidak
dibenarkan oleh lawan namun tidak dibuktikan oleh pendalil maka dalil tersebut
dianggap tidak pernah dibuktikan dan dikualisir sebagai dalil yang tidak
dibenarkan.19
Membuktikan adalah kewajiban pihak-pihak melalui alat-alat bukti untuk
menimbulkan suatu tingkat kepercayaan atau keyakinan dalam pikiran Hakim
tentang kebenaran suatu dalil mengenai fakta, kejadian, hak atau hukum.
Pembuktian secara hukum menyangkut tidak hanya benda-benda mati
sebagai alat bukti tetapi juga menyangkut tingkah laku manusia yang harus dinilai
termasuk proses20. Pembuktian pada dasarnya merupakan proses untuk
menentukan substansi atau hakekat adanya fakta-fakta yang diperoleh melalui
ukuran yang layak dengan pikiran yang logis terhadap fakta-fakta pada masa lalu
yang tidak terang menjadi fakta-fakta yang terang.21
Hukum pembuktian merupakan aturan-aturan tentang pembuktian yang
harus diindahkan oleh hakim dalam memeriksa suatu perkara dimuka sidang
pengadilan.22Kedudukannya memegang peranan sangat penting karena
pembuktian merupakan titik sentral dalam setiap pemeriksaan perkara.
Pada hakikatnya, membuktikan berarti memberi kepastian kepada hakim
tentang adanya peristiwa-peristiwa tertentu.23Secara tidak langsung bagi hakim,
karena hakim yang harus mengkonstatir peristiwa, mengkwalisirnya,dan
kemudian mengkonstituirnya, maka tujuan pembuktian adalah putusan hakim
yang didasarkan atas pembuktian tersebut.24
19 Juanda Pangaribuan, op.cit., hal 146
20 Ibid, hal. 119.
21 Bambang Poernomo, Hukum Acara Pidana. Pokok-Pokok Tata Cara Peradilan Pidanadalam Undang-undang RI No. 8 Tahun 1981, cet. 1, ed. 1 (Yogyakarta: Liberty, 1986), hal. 38.
22 R. Subekti, Hukum Pembuktian,(Jakarta: Pradnya Paramitha, 1983), hal. 8.
23Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, cet .2, (Jogjakarta: Liberty Yogyakarta:1999), hal 109.
24Ibid.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
6
Universitas Indonesia
UU PPHI tidak mengatur tehnis dan mekanisme pembuktian perkara.
Proses pembuktian di PHI berpedoman pada beberapa ketentuan yang terdapat di
luar UU PPHI. Dalam Pasal 164 HIR25, yang disebut bukti adalah :
a. Bukti surat ;
b. Bukti saksi ;
c. Persangkaan ;
d. Pengakuan ;
e. Sumpah ;
Kewajiban para pihak membuktikan dalil gugatan dan sangkalan diatur
dalam Pasal 163 HIR. Sistem pembuktian yang kita anut ini memberikan indikasi
kepada kita bahwa mekanisme peradilan di Indonesia tidak sepenuhnya
memberikan pengaturan pada hakim untuk memutuskan suatu kasus seobjektif
mungkin. Namun demikian, seringkali seorang hakim memutuskan dengan sangat
subjektif. Hal ini senada dengan yang diakui oleh Yahya Harahap yaitu sebagai
berikut:26
“Barangkali disinilah kelemahan dari sistem ini. Sekalipun secarateoritis antara dua komponen ini tidak saling dominan, tetapi dalampraktek, secara terselubung unsur keyakinan hakim yang palingmenentukan dan dapat melemparkan secara halus unsur pembuktianyang cukup.”
Dari seorang saksi, tentu yang diharapkan adalah keterangan-keterangan
yang dapat diberikan tentang fakta, peristiwa hukum maupun hak, baik yang
diketahuinya maupun yang didengar atau dilihatnya sendiri. Keterangan saksi
yang demikian harus juga disertai alasan bagaimana hal tersebut diketahuinya, ada
saksi yang dengan sengaja diminta untuk turut serta menyaksikan suatu peristiwa
hukum atau perbuatan hukum yang dilakukan. Ada juga yang secara kebetulan
melihat dan mendengar peristiwa hukum tertentu.27
25R. Tresna, Komentar HIR. (Jakarta : Pradnya Paramita, 1978), hal 141.
26 M. Yahya Harahap (a), Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP.Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, ed. 2, cet. 8,(Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal. 279.
27 Ibid.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
7
Universitas Indonesia
Keterangan saksi sangat diperlukan dalam setiap tahapan pemeriksaan.
Keterangan saksi yang hanya memuat pendapat, dugaan, analisis dan kesimpulan
yang diperoleh dengan mempergunakan logika bukanlah merupakan kesaksian
yang dapat digunakan dalam pembuktian.28 Dalam hukum acara perdata dan acara
pidana, keterangan saksi saja tanpa dukungan alat bukti lain tidak boleh dipercaya
(unus testis nullus testis). Meskipun demikian, kesaksian tunggal tetap dapat
digunakan untuk mendukung suatu peristiwa. Keterangan saksi demikian tidak
dapat selalu dikesampingkan oleh karena adanya alat bukti petunjuk yang
memungkinkan peristiwa atau hal-hal yang berdiri sendiri dibuktikan secara
berantai. Hal demikian akan dinilai oleh hakim.29
Hakim dalam melakukan penilaian terhadap keterangan saksi harus
sungguh-sungguh memperhatikan nilai persesuaian keterangan saksi yang satu
dengan yang lainnya, kesesuaian keterangan saksi dengan alat bukti yang lainnya,
alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi dalam memberikan keterangan, dan
cara hidup serta kepribadian dari saksi tersebut. Selain itu, hakim juga perlu
memperhatikan konsistensi dari jawaban saksi.30
Seseorang yang memberikan keterangan dari hasil mendengarkan
keterangan pihak lain disebut saksi de auditu. Kesaksian seperti ini tidak ada
harganya sama sekali sehingga tidak memiliki nilai pembuktian. Dampaknya,
keterangan -keterangan yang diberikan tidak memberi keuntungan pada pihak
yang mengajukan.31 Dalam perkara kasus Early dan Yudhasari, penulis mencoba
lebih mempresentasikan materi penulisan ini dengan memutuskan menggunakan
judul “Analisis Yuridis Terhadap Saksi Yang Diajukan Pada Pengadilan
Hubungan Industrial dalam Kasus Perkara Antara PT. Sinar Mulya
Perkasa Melawan Early Sobarly-Yudha Sari Pardikan di PHI pada PN
Bandung No.41/G/2011/PHI/PN. BDG”
28Maruarar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, cet. 1,(Jakarta: Konstitusi Press, 2005), hal. 184.
29 Ibid.
30 Ibid., hal 186
31 Juanda Pangaribuan, op.cit., hal 149
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
8
Universitas Indonesia
1.2 Pokok Permasalahan
Adapun yang menjadi permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah sistem pembuktian dalam pemeriksaan di Pengadilan
Hubungan Industrial Indonesia menurut ketentuan Perundang-
Undangan di Indonesia?
2. Bagaimanakah kekuatan yuridis keterangan saksi de auditu dalam Perkara
no Register Perkara 41/G/2011/PHI/PN.BDG antara PT Sinar Mulia
Perkasa dengan Early Sobarly-Yudhasari Pardikan di PHI pada PN
Bandung,?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan ini akan dirumuskan dalam dua hal yaitu tujuan
umum dan tjuan khusus yang saling melengkapi antara yang satu dengan yang
lainnya, yakni sebagai berikut:
1.3.1. Tujuan Umum :
Menganalisa aspek hukum adanya keterangan saksi de auditu yang
menjadi pertimbangan putusan di Pengadilan Hubungan Industrial Indonesia
tanpa didukung adanya alat bukti yang sah menurut hukum dalam kasus perkara
Antara PT. Sinar Mulia Perkasa Melawan Early Sobarly – Yudha Sari Pardikan
Di PHI Pada PN Bandung NO. Register Perkara 41/G/2011/PHI/PN.BDG, yang
nantinya agar dapat memberikan sumbangsih pemikiran yang bermanfaat ditinjau
secara yuridis dari segi hukum, baik dari segi teoritis maupun praktis di dalam
penegakan hukum di Indonesia.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
9
Universitas Indonesia
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian hukum ini terdiri dari dua tujuan yaitu
sebagai berikut adalah :
a. Untuk mengetahui sistem pembuktian dalam perkara di Pengadilan
Hubungan Indstrial apakah sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan
di Indonesia
b. Untuk dapat mengetahui bagaimana kekuatan yuridis keterangan saksi de
audit yang disampaikan oleh para saksi-saksi tersebut dalam perkara di
Pengadilan Hubungan Industrial pada PN Bandung tersebut bagi hakim
dalam mengambil keputusan akhir dalam pemeriksaan perkara antara PT
Sinar Mulia Perkasa melawan Early Sobarly-Yudhasari Pardigan di PHI
pada PN Bandung.
1.4. Definisi Operasional
Dalam penelitian dan penulisan skripsi ini terdapat beberapa istilah yang
digunakan untuk membatasi pengertian, istilah maupun konsep. Untuk
menghindari perbedaan pengertian terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam
penelitian dan penulisan hukum ini. Berikut ini akan diuraikan istilah-istilah
khusus agar terjadi persamaan persepsi dalam memahami tulisan ini. Bebarapa
istilah yang penulis gunakan adalah sebagai berikut:
1. Pembuktian adalah usaha untuk memperoleh kepastian yang layak dengan
jalan memeriksa dan penalaran dari hakim;
a. mengenai pertanyaan apakah peristiwa atau perbuatan tertentu sungguh
pernah terjadi;
b. Mengenai pertanyaan mengapa peristiwa ini telah terjadi.32
Pembuktian pada dasarnya merupakan proses untuk menentukan substansi
atau hakekat adanya fakta-fakta yang diperoleh melalui ukuran yang layak
dengan pikiran yang logis terhadap fakta-fakta pada masa lalu yang tidak
terang menjadi fakta-fakta yang terang.33
32Ansorie Sabuan, Syarifuddin Pettanasse, Ruben Achmad, Hukum Acara Pidana(Bandung:Angkasa,1990), hal 185.
33 Bambang Poernomo, op. cit., hal. 38.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
10
Universitas Indonesia
2. Saksi,
a) Orang yang melihat atau mengetahi sendiri suatu peristiwa atau
kejadian,
b) Orang yang memberikan keterangan di muka pengadilan untuk
kepentingan penggugat atau tergugat,
c) Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana
yang di dengarnya, dilihatnya, atau dialami sendiri. Dalam
memberikan keterangan di muka pengadilan, seorang saksi harus
disumpah menurut agamanya supaya apa yang diterangkannya itu
mempunyai kekuatan sebagai alat bukti.34
d) Saksi de auditu adalah adalah keterangan atau pernyataan saksi
hanya berdasarkan apa yang didengar dari pihak lain.35
3. Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim di persidangan
tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara
lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara,
yang dipanggil di persidangan.36Jadi keterangan yang diberikan oleh saksi
harus tentang peristiwa atau kejadian yang dialaminya sendiri, sedang
pendapat atau dugaan yang diperoleh secara berfikir tidaklah merupakan
kesaksian.37
5. Perselisihan Perburuhan adalah pertentangan antara majikan atau
perkumpulan majikan dengan serikat buruh atau gabungan serikat buruh
berhubung dengan tidak adanya persesuaian paham mengenai hubungan
kerja, syarat-syarat kerja dan atau keadaan perburuhan.38 Sehubungan
34 B.N Marbun, Kamus Hukum Indonesia, cet 1 (Jakarta; Pustaka Sinar Harapan, 2006).hal. 280.
35 Ibid.
36 Sudikno Mertokusumo, op.cit., hal 135.
37 Ibid.
38Imam Soepomo(a), Pengantar Hukum Perburuhan, cet.2., (Bandung:PT Djambatan,1976), hal.118.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
11
Universitas Indonesia
dengan perumusan itu, maka mengenai perselisihan perburuhan dibedakan
antara perselisihan hak (rechtsgeschil) dan perselisihan kepentingan
(belangengeschil).39
6. Pemutusan Hubungan Kerja adalah putusnya hubungan kerja antara buruh
dan majikan dengan sendirinya tanpa diperlukan suatu tindakan atau
perbuatan salah satu pihak.40
7. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam
sidang pengadilan terbuka, menurut cara yang diatur dalam undang-
undang. 41
1.5. Metode Penelitian
Jenis Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian yuridis
normatif42 yang menekankan pada penggunaan data sekunder. Penelitian
yuridis normatif dilakukan terhadap norma hukum positif yang tertulis
(peraturan perundang-undangan.43 Data sekunder adalah data yang diperoleh
dari kepustakaan. Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan
adalah melalui studi dokumen atau bahan pustaka yang merupakan penelitian
kepustakaan (library research). Sifat penelitian yang dilakukan penulis
adalah Deskriptif dan teknis analisis data yang digunakan penulis
menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan tata
cara penelitian yang menghasilkan data deksriptif analitis, yaitu apa yang
dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau
lisan, dan perilaku nyata.44 Yang diteliti dan dipelajari adalah obyek
39 Imam Soepomo, op.cit., hal. 118.
40 Ibid.,hal. 120.
41 Indonesia (b), Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, LNNo.76 Tahun 1981, TLN. No.3209, ps. 1 angka 11.
42 Pada penelitian hukum normatif biasanya yang diteliti hanya bahan pustaka atau datasekunder, yang mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder dan tersier. (Sri Mamuji, et.al.,Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, cet.1, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas HukumUniversitas Indonesia, 2005), hal. 28.)
43 Ibid. hal. 9-11
44 Ibid. hal. 67.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
12
Universitas Indonesia
penelitian secara utuh. Dengan perkataan lain, pendekatan kualitatif adalah
metode analisis mendalami makna.Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder yang meliputi 3 (tiga) macam bahan sumber hukum
yaitu:
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan
mengikat seperti norma atau kaidah dasar, yakni pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR, Undang-Undang, peraturan
pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan Presiden,
peraturan daerah, bahan hukum yang tidak dikodifikasi, seperti misalnya
hukum adat, yurisprudensi, traktat, dan bahan hukum dari penjajah yang
hingga kini masih berlaku. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer
yang penulis gunakan adalah Undang-Undang Dasar 1945, Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat
Pekerja/ Serikat Buruh, UU Nomor 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan.
2. Bahan hukum sekunder (secondary sources), yaitu bahan-bahan yang
memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan isi sumber
hukum primer serta implementasinya.
Dalam penelitian ini, bahan hukum sekunder yang penulis gunakan adalah
artikel ilmiah dari internet, buku, hasil penelitian seperti skripsi, tesis dan
disertasi, bahan seminar, laporan-laporan penelitian dari kalangan hukum.
3. Bahan hukum tersier (tertierary sources), yaitu bahan-bahan yang
memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap sumber primer atau
sumber sekunder.
Dalam penelitian ini, bahan hukum tersier yang penulis gunakan adalah
kamus-kamus, baik kamus Bahasa Indonesia, kamus Bahasa Inggris,
maupun kamus hukum.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
13
Universitas Indonesia
1.6. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman dan agar tersaji secara sistematis
penulis akan membagi penulisan skripsi ini kedalam 5 (lima) Bab yaitu sebagai
berikut:
1. Bab 1 : Pendahuluan,
Pada awal penulisan, penulis akan memberikan gambaran umum mengenai
Perselisihan Hubungan Industrial. Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan, penulis akan mengemukakan pokok permasalahan, tujuan dari
diadakan penelitian dari penulisan ini, definisi operasional dimana penulis
akan memberikan batasan konsepsional mengenai beberapa istilah yang
penulis gunakan dalam penulisan ini untuk memudahkan pembaca dalam
memahami isi dari skripsi ini. Selanjutnya penulis akan menyampaikan
metodologi yang penulis gunakan dalam melakukan penelitian, yaitu
penelitian secara normatif yang menekankan pada studi kepustakaan dan
pada bagian akhir Bab 1 ini akan memuat sistematika penulisan.
2. Bab 2 : Tinjauan mengenai teori dan konsep Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan dan Pemutusan Hubungan Kerja
Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai definisi dari perjanjian kerja,
disharmonisasi hubungan kerja,berakhirnya hubungan kerja, perselisihan
perburuhan, pemutusan hubungan kerja, tentang ketenagakerjaan serta
kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial dalam penyelesaian
perselisihan perburuhan.
3. Bab 3 : Alat Bukti di Pengadilan Hubungan Industri
Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai Sistem Pembuktian, Tujuan
Pembuktian, Alat-alat Bukti: 1. Surat atau tulisan 2. Keterangan saksi, 3.
Persangkaan, 4. Pengakuan, 5. sumpah.
4. Bab 4 : Analisis Keterangan saksi de auditu dalam pertimbangan hakim
membuat Putusan perkara antara PT. Sinar Mulia Perkasa dengan Early
Sobarly – Yudhasari Pardikan Di PHI Pada PN Bandung NO. Register
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
14
Universitas Indonesia
Perkara 41/G/2011/PHI/PN.BDG. Dalam bab ini akan dipaparkan
mengenai kasus posisi, Petitum, Putusan, bukti-bukti di persidangan,
analisis tentang Putusan PN Bandung dengan no Register Perkara
41/G/2011/PHI/PN.BDG apakah telah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
5. Bab 5 : Kesimpulan dan Saran
Dalam bab ini dibuat kesimpulan yang merupakan jawaban atas pokok
permasalahan dalam penelitian ini dan kemudian akan memberikan saran-
saran berupa masukan yang dapat dijadikan pedoman oleh hakim dalam
memperbaiki hukum acara pembuktian di Pengadilan Hubungan Industrial
pada PN Bandung.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
15
Universitas Indonesia
BAB 2
PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN DAN PEMUTUSAN
HUBUNGAN KERJA
2.1. Pengertian Perselisihan Perburuhan
Secara umum perselisihan perburuhan atau perselisihan industrial
mencakup setiap pertentangan dan ketidak sesuain antara pekerja dan pengusaha
dimana tidak hanya aspek hukumnya saja yang dipermasalahkan, tetapi juga
tuntutan buruh dalam hal perbaikan keadaan kehidupan mereka. Dalam pasal ayat
(1) huruf c Undang - Undang No 22 tahun 1957, disebutkan pengertian dari
perselisihan perburuhan, yaitu;
“Perselisihan Perburuhan ialah pertentangan antara majikan atauperkumpulan majikan dengan serikat buruh atau gabungan serikat buruhberhubung dengan tidak adanya persesuaian paham mengenai hubungan-kerja, syarat-syarat kerja dan/atau keadaan perburuhan”.45
Rumusan perselisihan perburuhan dalam UU Nomor 22 tahun 1957
menunjukan adanya pengelompokan perselisihan perburuhan berdasarkan para
pihak, yang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Perselisihan Perburuhan Kolektif, yaitu perselisihan yang terjadi antara
majikan dengan serikat buruh, karena tidak adanya persesuain paham
mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan/atau keadaan
perburuhan.
2. Perselisihan Perburuhan Perseorangan, yaitu perselisihan antara majikan
dengan buruh yang tidak menjadi anggota serikat buruh, diatur dalam
45 Indonesia (c), Undang-Undang No.22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian PerselisihanPerburuhan, LN No. 42 Tahun 1957, TLN. No. 1227, ps.1 ayat(1) huruf c.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
16
Universitas Indonesia
Undang-Undang Nomor 12 tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan
Kerja di Perusahaan Swasta beserta peraturan pelaksananya.46
Sehubungan dengan perumusan tersebut, maka mengenai perselisihan
perburuhan dibeda-bedakan antara perselisihan hak (rechtsgeshil) dan perselisihan
kepentingan (belangengeschil).47
Dengan perselisihan hak dimaksutkan adalah perselisihan yang timbul
karena salah satu pihak pada perjanjian kerja atau perjanjian perburuhan tidak
memenuhi isi perjanjian itu atau peraturan majikan atau menyalahi ketentuan
hukum.48
Sementara itu perselisihan kepentingan adalah mengenai usaha
mengadakan perubahan dalam syarat-syarat perburuhan yang oleh organisasi
buruh dituntutkan kepada pihak majikan atau menurut perumusan di atas
pertentangan berhubungan dengan tidak adanya persesuaian paham mengenai
syarat-syarat kerja dan/atau keadaan perburuhan.49
Dalam perumusan Undang-Undang nomor 22 tahun 2004 tentang
Perselisihan Hubungan Industrial, dari berbagai tipe, bentuk dan latar belakang
perselisihan yang terjadi di lingkungan kerja, pengertian perselisihan hubungan
industrial dikelompokkan perselisihan tersebut dalam empat (4) jenis, yaitu :
1. Perselisihan hak adalah :
Perselisihan yang timbul karena tidak terpenuhinya hak, akibat adanya
perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama. Contohnya adalah kekurangan upah lembur dari
kelebihan jam kerja, pembayaran upah lebih rendah dari UMP atau tentang
asuransi kerja dan keselamatan kerja.50
2. Perselisihan kepentingan adalah :
46 Hartono Widodo dan Judiarto, Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan,cet.II, (Jakarta: Rajawali, 1992), hal. 25-26.
47 Imam Soepomo (a) , op.cit., hal 118
48 Ibid.
49 Ibid., hal 119.
50 Indonesia (a),op.cit., ps. 1 butir 2.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
17
Universitas Indonesia
Perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya
kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-
syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Contohnya adalah perundingan
PKB, tuntutan pemberian tunjangan jabatan, tunjangan cuti dan lain-
lainnya yang belum ada pengaturannya.51
3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah :
Perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat
mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu
pihak. Contohnya adalah PHK.52
4. Perselisihan antar serikat buruh/serikat pekerja adalah :
Perselisihan antara serikat pekerja/ serikat buruh lainnya hanya dalam satu
perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai
keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatan pekerjaan.
Contohnya adalah siapa yang berhak merundingkan PKB.53
Perselisihan perburuhan seperti halnya dengan tiap perselisihan lainnya
dapat diselesaikan secara damai oleh mereka yang berselisih sendiri baik tanpa
maupun dengan bantuan pihak ketiga atau secara tidak damai diserahkan kepada
Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan.54
Asas pokok cara penyelesaian-penyelesaian perburuhan ialah berpegang
pada asas musyawarah untuk mencapai mufakat yang pada tahap pertama
diharapkan penyelesaian perburuhan itu diselesaikan oleh pihak yang berselisih.
Asas tersebut juga berlaku bagi lembaga-lembaga yang mengurusi penyelesaian
perselisihan perburuhan dalam arti setiap keputusan yang dicapai tidak dapat
diambil tanpa memberi kesempatan kepada pihak yang berselisih untuk didengar
masalah yang dipersengketakan.55
2.2. Lembaga Penyelesaian Perselisihan
51 Indonesia (a),op.cit., ps. 1 butir 4.
52 Ibid.
53 Ibid., ps.1 butir 5.
54 Imam Soepomo (a), op.cit., hal. 120.
55 Wiwoho Soedjono, op.cit., hal. 31.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
18
Universitas Indonesia
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial dilakukan melalui lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial (LPPHI) yaitu :
1. Bipartit
2. Mediasi
3. Konsiliasi
4. Arbitrasi
5. Pengadilan Hubungan Industrial..
Mediasi, konsiliasi dan arbitrase merupakan lembaga pilihan dalam
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Apabila salah satu dari tiga
pilihan itu telah dipilih, maka 2 (dua) lembaga lain tidak lagi berwenang untuk
menyelesaikan perselisihan yang dimaksut, sebab ketiga lembaga tersebut bukan
hirarki penyelesaian perselisihan tetapi alternatif penyelesaian sengketa.56
Penyelesaian perselisihan melalui salah satu lembaga diatas memiliki
akibat hukum yang berdiri sendiri sehingga pilihan penggunaannya harus melalui
pertimbangan yang realistis guna menghindari penyesalan.Untuk itu diperlukan
pengetahuan tentang mediasi, konsiliasi dan arbitrase. Tujuannya untuk
memahami sejak awal keunggulan dan kendala yang mungkin akan dihadapi.57
Mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial diatur dalam
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004. Sebagai hukum positif UU PPHI mencabut
Undang-Undang nomor 12 tahun 1964 dan Undang-Undang nomor 22 tahun
1957.
Undang-undang penyelesaian perselisihan hubungan industrial
membentuk beberapa lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang
berbeda dari sebelumnya. Konsekwensinya, Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan Daerah (P4D) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat
(P4P) dinyatakan bubar.Penyelesaian perselisihan hubungan industrial seluruhnya
masuk kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial.58
2.3. Hubungan Kerja
56 Juanda Pangaribuan, op.cit., hal. 16.
57 Ibid., hal. 17.
58 Ibid., hal. 19.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
19
Universitas Indonesia
Hubungan kerja adalah merupakan suatu hubungan yang terjadi antara
pengusaha dan pekerja/buruh, dimana didalam hubungan kerja ini masing-masing
pihak saling mengikatkan diri dalam suatu hubungan kerja melalui suatu
perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.59 Dari
pengertian hubungan kerja tersebut diatas , maka dapat disimpulkan bahwa
hubungan kerja (perjanjian kerja) mempunyai 3 unsur yaitu:
1. Ada Pekerjaan
Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (objek
perjanjian) dan pekerjaan itu haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja/buruh.
Secara umum yang dimaksud dengan pekerjaan adalah segala perbuatan
yang harus dilakukan oleh pekerja/buruh untuk kepentingan pengusaha
sesuai isi perjanjian kerja.
2. Ada Upah
Unsur kedua yang harus ada dalam setiap hubungan kerja adalah adanya
upah.Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam
bentuk uang atau bentuk lain sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi
kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu
perjanjian, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan , termaksud
tunjangan bagiu pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan
atau jasa yang telah dilakukan. Dengan demikian inti nyaupah merupakan
imbalan prestasi yang dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh
atas pekerjaan yang telah dilakukanoelh pekerja/buruh.
3. Ada perintah
Perintah merupakan unsur yang paling khas dari hubungan kerja
maksudnya bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja/buruh berada
dibawah perintah pengusaha.
59 Indonesia (c), op.cit., ps. 1 angka 15.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
20
Universitas Indonesia
2.4 Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pemutusan hubungan kerja adalah merupakan suatu keadaan menakutkan
yang dapat membawa pengaruh serta akibat yang amat luar biasa, baik itu akibat
ekonomi maupun akibat phisikologi bagi pekerja/buruh yang mengalami
terutama bagi pekerja/buruh maupun keluarganya.60
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan pasal 151 ayat (1) disebutkan bahwa “ Pengusaha ,
pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh dan pemerintah dengan segala
upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja”.
Pemutusan hubungan kerja adalah merupakan awal dari kesengsaraan
yang harus dialami oleh pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan
kerja. Adapun istilah pemutusan hubungan kerja adalah suatu istilah yang
menberikan gambaran tentang berakhirnya suatu hubungan kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha, baik pemutusan hubungan kerja yang
dilakukan atas keinginan pengusaha atau keinginan pekerja/buruh maupun
pemutusan hubungan kerja yang terjadi bukan karena keinginan pengusaha atau
keinginan pekerja/buruh tetapi oleh karena sebab lain seperti pemutusan
hubungan kerja yang terjadi karena hukum.61
Mengenai istilah pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh
pengusaha terhadap pekerja/buruh diperusahaan swasta, ada beberapa sarjana
yang memberikan pengelompokan terhadap istilah pengertian mengenai
pemutusan hubungan kerja ini, diantaranya adalah Manulang dan Flippo.
Dalam bukunya yang berjudul “Pokok-pokok Ketenagakerjaan di
Indonesia” Manulang memberikan beberapa istilah penngertian dari pemutusan
hubungan kerja, yaitu : 62
60 YW Sunindhia dan Ninik Widiyanti, Masalah PHK dan Pemogokan, cetakan pertama(Jakarta : Bina Aksara, 1998), hal.v.
61 Manulang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, cetakan pertama(Jakarta : Rineka Cipta, 1998), hal. 11.
62 Manulang, op.cit., hal. 20.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
21
Universitas Indonesia
1. Termination
Yaitu pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena selesainya atau
berakhirnya kontrak kerja yang telah disepakati antara pengusaha dan
pekerja/buruh.
2. Dismissal
Yaitu putusnya hubungan kerja karena pekerja/buruh melakukan
tindakan pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan. Misalnya: karyawan
melakukan kesalahan-kesalahan, seperti mengkonsumsi alkohol atau
obat-obat psikotropika, madat, melakukan tindakan kejahatan dan
merusak perlengkapan kerja milik perusahaan.
3. Redundancy
Yaitu pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena perusahaan
melakukan pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin
berteknologi baru, sperti pengunaan robot-robot industri dalam proses
produksi, penggunaan alat-alat berat yang cukup dioperasikan oleh satu
atau dua orang untuk menggantikan sejumlah tenaga kerja. Hal ini
berdampak pada pengurangan tenaga kerja.
4. Retrenchment
Yaitu pemutusan hubungan kerja karena adanya msalah-masalah
ekonomi, seperti resesi ekonomi, masalah pemsaran, sehingga
perusahaan tidak mampu untuk memberikan upah kepada
pekerja/buruhnya.
Sedangkan Flippo dalam bukunya yang berjudul “Personal Management”
membedakan pemutusan hubungan kerja menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu : 63
1. Layoff
Pemutusan hubungan kerja seperti ini terjadi ketika seorang
pekerja/buruh yang benar-benar memiliki kualifikasi yang
63 Flippo, E.B, Personal Management, 5th edition (Sydney : McGraw-Hill InternationalBook Company, 1984), dikutip oleh Haryanto F Rosyid, “PHK Masihkah Mencemaskan,”Makalahdisampaikan pada lokarkarya ketenagakerjaan di Universitas Gajahmada, Yogyakarta tahun 2003),hal. 4.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
22
Universitas Indonesia
membanggakan harus dipurnatugaskan karena perusahaan tidak lagi
membutuhkan sumbangan jasa dan keahliannya.
2. Out Placement
Ialah Kegiatan pemutusan hubungan kerja yang disebabkan karena
perusahaan ini mengurangi banyak tenaga kerja, baik tenaga profesional,
manajerial, maupun tenaga pelaksana biasa. Pada umumnya perusahaan
melakukan kebijakan pemutusan hubungan kerja ini adalah untuk :
- Mengurangi pekerja/buruh yang performansinya tidak memuaskan
- Orang-orang yang tingkat upahnya telah melampui batas-batas yang
dimungkinkan
- Orang-orang yang dianggap kurang memiliki kompetensi kerja, serta
- Orang-orang yang memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan
untuk posisi dimasa mendatang.
3. Discharge
Discharge adalah merupakan kategori pemutusan hubungan kerja yang
paling banyak menimbulkan perasaan tidask nyaman diantara dua
kategori pemutusan hubungan kerja seperti tersebut diatas. Hal ini terjadi
karena pemutusan hubungan kerja ini dilakukan berdasarkan pada
kenyataan bahwa pekerja/buruh kurang mempunyai sikap dan perilaku
kerja yang memuaskan. Akibat dari pemutusan hubungan kerja yang
seperti ini adalah pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan
kerja kemungkinan besar akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan
pekerjaan baru ditempat atau diperusahaan lain.
Sedangkan pengertian pemutusan hubungan kerja menurut undang-
undang, yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
pasal 1 angka 25 adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu
yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara para pihak yaitu
pekerja/buruh dan pengusaha”.64
64 Indonesia (d),Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, LNNo. 39 Tahun 2003, TLN No. 4279, ps. 1 angka 25.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
23
Universitas Indonesia
2.5 Alasan Pemutusan Hubungan Kerja
Ada banyak alasanyang dapat dikemukan oleh para pihak, baik pihak
pengusaha maupun pihak pekerja/buruh didalam melakukan pemutusan
hubungan kerja, namun demikian pemutusan hubungan kerja diperusahaan
swasta dapat terjadi dengan alasan-alasan sebagai berikut :
a. Pekerja/buruh mengundurkan diri;
b. Berakhirnya perjanjian kerja pada waktu tertentu;
c. Pelanggaran pengusaha;
d. Peleburan, penggabungan dan perubahan status perusahaan;
e. Perusahaan pailit;
f. Perusahaan melakukan efisiensi
g. Pekerja/buruh tidak masuk kerja selama lima hari berturut-turut tanpa
keterangan setelah sebelumnya dipanggil sebanyak dua kali berturut-turut
secara patut;
h. Pekerja/buruh sakit berkepanjangan melebihi 12 (dua belas) bulan secara
berturut-turut;
i. Pekerja/buruh meninggal dunia
j. Pekerja/buruh pensiun
k. Pekerja /buruh melakukan pelanggaran.
Khusus mengenai kesalahan yang dilakukan oleh pekerja/buruh ini,
didalam surat Keputusan Direktur Jenderal Urusan Perlindungan dan Perawatan
Tenaga Kerja Nomor 362 Tahun 1967 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Tentang pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta disebutkan bahwa
kesalahan pekerja/buruh ini dikelompokan menjadi tiga golongan yang meliputi
kesalahan kecil , kesalahan sedang dan kesalahan besar.
1. Kesalahan Kecil
Merupakan kesalahan yang terjadi bukan karena adanya niat buruk
pekerja/buruh tetapi karena akibat kurang pengetahuan dan kemampuan
serta kurang tanggap pekerja/buruh didalam melakukan pekerjaan
misalnya menempatkan alat kerja tidak pada tempatnya atau mengerjakan
tugas diluar prosedur yang berlaku. Untuk jenis kesalahan kecil seperti ini
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
24
Universitas Indonesia
sanksi awal yang dapat diberikan adalah peringatan. Namun jika
pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menghiraukan peringatan yang
diberikan walaupun sudah diberikan surat sebanyak 3 (tiga) kali, yaitu
surat peringatan satu, surat peringatan dua, hingga surat peringatan tiga
secara berturut-turut maka kepada pekerja/buruh yang bersangkutan dapat
diberikan sanksi pemutusan hubungan kerja65 dengan mendapatkan
pesangon uang jasa dan uang ganti kerugian.
2. Kesalahan Sedang
Kesalahan sedang adalah yang merupakan kesalahan yang terjadi karena
kecerobahan atau itikad buruk pekerja/buruh misalnya melalaikan
kewajiban yang dibebankan kepadanya dan ceroboh didalam bekerja atau
menolak perintah yang layak dan telah diperingatkan. Apabila
pekerja/buruh masih melakukan kesalahan walaupun sudah diberi
peringatan maka terhadap pekerja/buruh tersebut dapat dilakukan
pemutusan hubunga kerja66 dengan hanya mendapatkan pesangon saja.
3. Kesalahan Besar
Yang dimaksud dengan kesalahan besar atau kesalahan berat ini adalah
suatu kesalahan yang menimbulkan suatu alasan mendesak bagi
pengusaha untuk melakukan pemutusan hubungan kerja sebagaimana
diatur didalam pasal 1603 o Kitab Undang-Undang hukum Perdata.67
Mengenai kesalahan besar ini Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan mengatur dan merumuskan didalam pasal 158
ayat (1). Dimana pasal 158 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan
menyebutkan bahwa pengusaha dapt memutusan hubungan kerja
terhadap pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan
kesalahan berat yang meliputi:
65 Surat Keputusan Direktur Jenderal Urusan Perlindungan dan Perawatan Tenaga KerjaNomor : 362 Tahun 1967, Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Tentang Pemutusan HubunganKerja Di Perusahaan Swasta, angka 12 huruf e.
66 Ibid,, huruf d.
67 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R.Subekti dan R. Tjitrosudibyo, cet.8, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1976), ps. 1603 o.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
25
Universitas Indonesia
a. Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan
atau uang milik perusahaan;
b. Memberikan keterangan palsu atau dipalsukan sehingga
merugikan perusahaan;
c. Mabuk, meminum minum keras yang memabukan, memakai dan
atau mengedarkan narkotika, phiskotropika dan zat adiktif lainnya
dilingkungan kerja;
d. Melakukan oerbuatan asusila atau perjudian dilingkungan kerja;
e. Menyerang, menganiaya, mengancam atau mengintimidasi teman
sekerja atau pengusaha dilingkungan kerja;
f. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan;
g. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam
keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan
kerugian bagi perusahaan;
h. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau
pengusaha dalam keadaan bahaya ditempat kerja;
i. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang
seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara ; atau
j. Melakukan oerbuatan lainnya dilingkungan perusahaan yang
diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Dan bagi pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja
karena melakukan kesalahan berat sebagaimana dimaksud dalam pasal 158 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ini, jika
tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung,
maka berdasarkan pasal 158 ayat (4) Undang-Undang ini , pengusaha harus
membayar :
1. Uang penggantian hak yang meliputi :68
- Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
68 Indonesia (d), op.cit., ps. 158 ayat 4.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
26
Universitas Indonesia
- Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke
tempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
- Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan yang
ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau
uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
- Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
2. Uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Namun demikian pasal 158 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai kesalahan besar atau
kesalahan berat yang menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja ini,
semenjak oleh Mhkamah Konstitusi dibatalkan karena dianggap tidak
konstitusional maka tidak lagi memiliki kekuatan mengikat secara hukum.
Pengusaha tidak lagi dapat begitu saja melakukan pemutusan hubungan kerja
terhadap pekerja/buruh dengan alasan melakukan kesalahan besar atau kesalahan
berat tanpa memperhatikan asa praduga tidak bersalah. Pengusaha baru dapat
melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh apabila
pekerja/buruh terbukti melakukan kesalahan besar atau kesalahan berat. Begitu
pula halnya dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja
bersama, semenjak dibatalkan pasal 158 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaanini, tidak boleh lagi memuat ketentuan
kesalahan besar atau kesalahan berat sebagai alasan untuk melakukan pemutusan
hubungan kerja, dan jika perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian
kerja bersama memuat ketentuan kesalahan besar atau kesalahan berat sebagai
alasan melakukan pemutusan hubungan kerja seketika terhadap pekerja/buruh,
sama halnya dengan pasal 158 ayat 1, ketentuan tersebut tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
27
Universitas Indonesia
2.6 Jenis Pemutusan Hubungan Kerja
Dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perburuhan Bidang Hubungan
Kerja” Imam Soepomo membagi Pemutusan hubungan kerja diperusahaan
swasta dalam 4 (empat) golongan, yaitu :69
1. Pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena hukum;
2. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh pengusaha;
3. Pemutusan hubungna kerja yang dilakukan oleh pekerja/buruh; dan
4. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oelh pengadilan
Dan diantara keempat golongan penyebab terjadinya pemutusan
hubungna kerja diperusahaan swasta ini, pemutusan hubungna kerja yang
dilakukan pengusaha adalah merupakan penyebab terjadinya pemutusan
hubungan kerja yang sering terjadi akhir-akhir ini.
2.6.1 Pemutusan Hubungan Kerja Karena Hukum
Pemutusan hubungan kerja karena hukum70 adalah pemutusan hubungan
kerja yang terjadi bila karena satu dan lain hal hubungan kerja oleh hukum
dianggap sudah tidak ada, dan oleh karena itu dianggap tidak alas hak yang
cukup layak bagi salah satu pihak untuk menuntut pihak lainnya guna tetap
mengadakan hubungan kerja, misalnya:
a. Pekerja/buruh meninggal dunia;
b. Pekerja/buruh pensiun;
c. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
Berakhirnya hubungan kerja karena adanya pemutusan hubungan kerja
demi hukum, adalah suatu keadaan dimana hubungan kerja antara pengusaha dan
pekerja/buruh berakhir demi hukum dengan sendirinya walaupun kedua belah
pihak tidak melakukan apa-apa dan hanya psaif saja.
Selain diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1603 e
dan pasal 1603 j, ketentuan tentang berakhirnya hubungan kerja karena adanya
pemutusan hubungan kerja demi hukum juga diatur didalam Undang-Undang
69 Imam Soepomo(b), Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, cet.6, (Jakarta :Djambatan, 1987), hal. 143.
70 “ Layanan Kamus Istilah Hukum.”http://kamushukum.com/berita/200809/28/09htm.di unduh tanggal 20 Mei 2012 jam 13.00 WIB.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
28
Universitas Indonesia
Nomor 13 Tahun 2003 Tenatang Ketenagakerjaanpasal 61 ayat (1) huruf a, huruf
b, dan huruf c.
Pasal 1603 e dan pasal 1603 j Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menyebutkan bahwa :
- Pasal 1603 e Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
“ Hubungan kerja berakhir demi hukum dengan lewatnya waktu yang
ditetapkan dalam perjanjian kerja, Undang-undang atau oleh
kebiasaan”
- Pasal 1603 j Kitab Undang-undang Hukum Perdata
“Hubungan kerja berakhir dengan meninggalnya pekerja/buruh”
Namun demikian menurut pasal 1603 k Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata71 menyebutkan bahwa hubungan kerja tidak berakhir dengan
meninggalnya majikan, kecuali perjanjian kerja menyimpulkan sebaliknya.
Sedangkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaanpasal 61 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c menyebutkan
ketentuan bahwa perjanjian kerja berakhir apabila72:
1. Pekerja/buruh meninggal dunia
2. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja
3. Adanya suatu keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama yang
dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Adapun yang dimaksud dengan keadaan atau kejadian tertentu menurut
penjelasan pasal 61 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan73 adalah bencana alam, kerusuhan sosial atau
gangguan keamanan.
2.6.2 Pemutusan Hubungan Kerja Berdasarkan Jumlah Orang
a. Pemutusan Hubungan Kerja Perseorangan
71 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, op.cit., ps. 1603 k.
72 Indonesia (d) , op.cit., ps. 61 ayat 1 huruf a.
73 Ibid., huruf d.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
29
Universitas Indonesia
Pemutusan hubungan kerja perseorangan adalah merupakan pemutusan
hubungan kerja yang terjadi karena keinginan perseorangan dari salah
satu pihak. Pemutusan hubungan kerja perseorangan ini terjadi
berdasarkan inisiatif dari salah satu pihak dan dibagi menjadi :
b. Pemutusan Hubungan Kerja Inisiatif Dari Pekerja/Buruh
Walaupun lazimnya pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh
pengusaha terhadap pekerja/buruh, sekarang ini tidak jarang terjadi
justeru pihak pekerja/buruh sebagai pihak yang melakukan pemutusan
hubungan kerja. Dalam pemutusan hubungan kerja seperti ini inisiatif
dari terjadinya pengakhiran hubungan kerja datang dari keinginan
pekerja/buruh. Pemutusan hubungan kerja inisiatif dari pekerja/buruh
ini diperbolehkan karena danya asa kesimbangan dan keadilan didalam
hukum perburuhan sebagaimana diatur didalam pasal 31 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang
menyebutkan bahwa :74
“ Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang samauntuk memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperolehpenghasilan yang layak didalam atau diluar negeri”Namun demikian didalam melakukan pemutusan hubungan kerj aadabeberapa hal yang harus diperhatikan oleh pekerja/buruh sebagaisyarat pengakhiran hubungan kerja sebagaiman diatur didalam pasal1603 h dan pasal 1603 i Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yangmenyatakan :75
- Pasal 1603h Kitab Undang-Undang Hukum Perdata :
Pemberitahuan untuk mengakhiri hubungan kerja hanyalah bolehdilakukan menjelang hari terkahir dari tiap-tiap bulan penanggalan”.
- Pasal 1603i Kitab Undang-Undang Hukum Perdata :
“ Kecuali dalam hal yang ditentukan dalam kedua ayat yang berikutdari pasal ini, maka dalam hal menghentikan hubungan kerja haruspaling sedikit diindahkan suatu tenggang waktu yang lamanya satubulan”.
74 Ibid, ps. 31.
75 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, op.cit., ps. 1603h dan ps. 1603i.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
30
Universitas Indonesia
Sedangkan pasal 162 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagkerjaan merumuskan syarat pemutusan hubungan kerja yang dilakukan
oleh pekerja sebagai beriku, yaitu :76
1. Mengajukan permohonan selambatanya 30 hari sebelumnya;
2. Tidak ada ikatan dinas; dan
3. Tetap melaksanakan kewajiban sampai dengan tanggal pengunduran diri.
Pada umumnya penyebab dari terjadinya pemutusan hubungan kerja
seperti ini adalah karena :
- Pekerja/buruh tidak cocok dengan sistem manajemen perusahaan;
- Kesehatan pekerja/buruh yang bersangkutan;
- Pekerja/buruh tidak cocok dengan lingkungan kerj abaik vertikal maupun
horizontal
- Pekerja/buruh mendapatkan [ekerjaan yang lebih baik diperusahaan lain.
Namun demikian berdasarkan pasal 169 ayat (1) Undang-Undang Nomor
13 tahun 2003 Tentang ketenagkerjaan, pemutusan hubungan kerja sepihak yang
dilakukan oleh pekerja/buruh ini hanya dapat dilakukan oleh pekerja/buruh
dengan sebelumnya mangajukan permohonanpemutusan hubungan kerja kepada
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, apabila pengusaha77 :
a. Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh;
b. Membujuk dan / atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan
perbuatan yang bertentang dengan peraturan perundang-undang;
c. Tidak membayar upah tepat waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga)
bulan berturut-turut atau lebih;
d. Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepda pekerja/buruh;
e. Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan
diluar yang dijanjikan; atau
f. Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan,
kesehatan dan kesusilaan pekerja/buruh, sedangkan pekerjaan tersebut
tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.
76 Indonesia (d), op.cit., ps. 162.
77 Ibid, ps. 169. Ayat 1.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
31
Universitas Indonesia
Bagi pekerja/buruh yang melakukan pemutusan hubungan kerja sepihak
dengan alasan tersebut diatas, berdasarkan pasal 169 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ini berhak mendapatkan :78
1. Uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;
2. Uang penghargaan masa kerja sebagaiman diatur didalam pasal 156 ayat
(3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagkerjaan;
3. Uang penggantian hak sebagaiman diatur didalam pasal 156 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Namun demikian untuk menghindari terjadinya kesewenang-wenangan
pekerja terhadap pengusaha dengan menyalahgunakan alasan tersebut diatas,
maka dalam hal pengusaha dinyatakan tidak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud didalam pasal 169 ayat (1) oleh lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial, maka berdasarkan pasal 169 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pengusaha dapat melakukan
pemutusan hubungan kerjatanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial. Dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak berhak atas
uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja.
2.7 Pemutusan Hubungan Kerja Inisiatif dari Pengusaha
Dalam Pemutusan hubungan kerja ini, inisiatif melakukan pemutusan
hubungan kerja datang dari pihak pengusaha, pemutusan hubungan kerja ini
dilakukan karena adanya suatu keadaan tertentu didalam perusahaan misalnya :
- Perusahaan melakukan perampingan;
- Perusahaan bangkrut hingga perusahaan tutup;
- Terjadi perubahan status perusahaan, baik itu karena adanya
penggabungan, peleburan atau karena adanya perubahan kepemilikan
perusahaan;
- Pekerja melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam ketentuan
kerja, peraturan perusahaan atau perjanjiankerja bersama dan atas
perbuatannya tersebut pekerja/buruh yang bersangkutan telah
78 Ibid, ayat 2.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
32
Universitas Indonesia
mendapatkan surat peringatan pertama, kedua dan surat peringatan ketiga
secara berturut-turut;
- Pekerja/buruh melakukan kesalahan berat sebagaiman diatur didalam pasal
1603 huruf o Kitab Undang-Undang Hukum Perdata jo pasal 158 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Namun
seperti disebutkan diatas, pasal 158 ayat (1) ini telah dibatalkan oleh
Mahkamah Konstitusi, dan pengusaha baru dapt melakukan pemutusan
hubungan kerja terhadap pekerja/buruh apabila pekerja/buruh terbukti
melakukan kesalahan berat tersebut.
2.8. Pemutusan Hubungan Kerja Massal
Pemutusan hungan kerja secara massal dapat dikatakan sebagai masa
pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran diperusahaan swasta, hal ini
dianggap terjadi apabila dalam satu bulan pengusaha memutuskan hubungan
kerja dengan sepuluh orang pekerja/buruh atau lebih, atau mengadakan tentetan
pemutusan hubungan kerja yang dapat menggambarkan suatu itikad untuk
mengadakan pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.79
Adapun alasan yang dapat dipakai oleh pengusaha melakukan pemutusan
hubungan kerja massal terhadap pekerja/buruhnya ini menurut Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah karena :80
a. Perusahaan tutup akibat mengalami kerugian terus menerus dan
dibuktikan dengan hasil audit keuangan yang dilakukan oleh akuntan
publik paling sedikit 2 (dua) tahun terakhir;
b. Perusahan melakukan perampingan aatau efisiensi;
c. Perusahan pailit.
Namun demikian sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja massal,
berdasarkan Surat Menteri Tenaga Kerja Nomor 267/M/IV/85 Tentang
Penanganan Penyelesaian maslah Pemutusan Hubungan Kerja Massal terhadap
Karyawan, ada beberapa tahapan tindakan yang harus dilakukan oleh pengusaha
79 Sunindhia dan Ninik Widiyanti, op.cit., hal. 55.
80 Indonesia (d), op.cit., ps. 164 dan 165.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
33
Universitas Indonesia
untuk menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja massal ini, yaitu
dengan cara melakukan efisiensi dan penghematan dengan cara : 81
a. Mengurangi shift;
b. Membatasi atau mengurangi jam lembur;
c. Mengurangi jam kerja;
d. Meliburkan karyawan secara bergilir atau merumahkan karyawan untuk
sementara waktu.
Apabila tindakan efisiensi dan penghematan telah dilakukan tetapi
pemutusan hubungan kerja massal tetap harus dilakukan maka pengusaha harus
melakukan : 82
a. Mengajukan izin prinsip pemutusan hubungan kerja dan melampirka
hasil-hasil audit keuangan dua tahun terakhir yang telah dilakukan oleh
akuntan publik kepada Menteri Tenga Kerja;
b. Setelah adanya izin prinsip pemutusan hubungan kerja, selanjutnya
diadakan musyawarah dengan serikat pekerja/buruh untuk ditawarkan
pengunduran diri secara sukarela dengan kompensasi yang menarik.
2.9. Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Pengadilan
Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan adalah pemutusan hubungan
kerja yang terjadi karena keinginan atau atas permintaan dari salah datu pihak,
baik pihak pengusaha maupun pihak pekerja/buruh berdasrkan alasan alsan
penting.83
Yang dimaksud dengan alasan penting adalah selain alasan-alasan
mendesak sebagaimana dimaksud oleh pasal 1603 o Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata adalah juga perubahan-perubahan keadaan pribadi atau kekayaan
sipemohon maupun pihak lainnya, atau perubahan-perubahan keadaan-keadaan
dalam mana pekerjaan dilakukan, yang demikian sifatnya hingga sepantasnya
81 Penanganan Penyelesaian Masalah Pemutusan Hubungan Kerja Massal TerhadapKaryawan, Surat Menteri Tenaga Kerja Nomor 267/M/IV/85, angka 2 tahap 1.
82 Ibid., tahap 2.
83 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, op.cit., ps. 1603 v ayat 1.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
34
Universitas Indonesia
hubungan kerjanya harus segera diputuskan atau dalam waktu pendek
diputuskan.84
84 Ibid., ayat 2.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
35
Universitas Indonesia
BAB 3
ALAT BUKTI DI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
3.1 Pembuktian
Hukum pembuktian merupakan suatu bagian dari hukum acara, karena
hukum pembuktian memberikan aturan-aturan tentang bagaimana berlangsungnya
suatu perkara dimuka hakim (law of procedure). Hukum pembuktian merupakan
aturan-aturan tentang pembuktian yang harus diindahkan oleh hakim dalam
memeriksa suatu perkara dimuka sidang pengadilan.85Kedudukannya memegang
peranan sangat penting karena pembuktian merupakan titik sentral dalam setiap
pemeriksaan perkara.
Pada hakikatnya yang dimaksud dengan pembuktian adalah penyajian alat-
alat bukti kepada pihak lain untuk memberikan kepastian atau keyakinan tentang
kebenaran suatu peristiwa. Meskipun demikian, kalau diperhatikan dari sifatnya,
pembuktian mengandung beberapa pengertian yaitu dalam arti logis, konvensional
dan yuridis.86
1. Pembuktian dalam arti logis.
Dalam arti logis pembuktian berarti memberi kepastian yang bersifat
mutlak atau masuk akal karena berlaku bagi setiap orang dan tidak
memungkinkan adanya bukti lawan. Pembuktian dalam arti logis karena
disusun berdasarkan suatu aksioma, yaitu asas-asas umum yang dikenal
di dalam ilmu pengetahuan, dimungkinkan pembuktian yang bersifat
85 R. Subekti, Hukum Pembuktian,(Jakarta: Pradnya Paramitha, 1983), hal. 8.
86 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, cet.1, ed.5 (Yogyakarta:Liberty, 1998), hal. 127-128.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
36
Universitas Indonesia
mutlak yang tidak memungkinkan adanya bukti lawan. Misalnya dua
buah garis sejajar tidak mungkin akan bertemu.
2. Pembuktian dalam arti konvensionil.
Disini pun membuktikan berarti juga memberi kepastian, hanya saja
bukan kepastian mutlak, melainkan kepastian yang nisbi atau relative
sifatnya yang mempunyai tingkatan-tingkatan sebagai berikut:
a. Kepastian yang didasarkan atas perasaan belaka. Karena didasrkan atas
perasaan maka kepastian ini bersifat intuitif dan disebut dengan
conviction intime.
b. Kepastian yang didasarkan atas pertimbangan akal. Olehkarena itu
disebut conviction raisonnee.
3. Pembuktian dalam hukum acara juga mempunyai arti yuridis.
Didalam ilmu hukum tidak dimungkinkannya adanya pembuktian yang
logis dan mutlak yang berlaku bagi setiap orang serta menutup segala
kemungkinan akan bukti lawan, tetapi merupakan pembuktian konvisionil
yang bersifat khusus. Pembuktian dalam arti yuridis ini hanya berlaku
bagi pihak-pihak yang berperkara atau yang memperoleh hak dari
mereka.
Dengan demikian pembuktian dalam arti yuridis tidak menuju pada
kebenaran mutlak. Dalam ilmu hukum, pembuktian tidaklah bersifat mutlak
sebagaimana dalam ilmu alam, tetapi pembuktian yang bersifat kemasyarakatan.
Didalamnya meskipun sedikit, selalu mengandung unsur ketidakpastian. Oleh
karena itu, didalam pembuktian hukum sifat kebenarannya relatif dan bukan untuk
memperoleh kebenaran mutlak. Disamping itu, dimungkinkan pula terjadi
perbedaan penilaian hasil pembuktian diantara sesama hakim. Didalam
pembuktian ada kemungkinan bahwa pengakuan, kesaksian atau surat-surat itu
tidak benar atau palsu atau dipalsukan. Maka dalam hal ini dimungkinkan adanya
bukti lawan.87
Pembuktian pada hakikatnya merupakan penyelidikan atas ada atau
tidaknya hubungan hukum yang menjadi perkara itu. Hubungan hukum ini harus
87 Sudikno Mertokusumo, op.cit., hal 129
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
37
Universitas Indonesia
terbukti dimuka hakim dan tugas pihak yang berperkara ialah memberi bahan-
bahan bukti yang diperlukan hakim.88
Sedangkan Yahya Harahap menggariskan pembuktian dengan :
Ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-carayang dibenarkan undang-undang untuk membuktikan kesalahanyang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakanketentuan-ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkanundang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikankesalahan yang didakwakan.89
Sedangkan pembuktian menurut Retnowulan Sutianti dan Iskandar
Oeripkartawinata adalah Suatu cara untuk meyakinkan hakim akan kebenaran
dalildalil yang menjadi dasar gugatan atau dalil-dalil yang dipergunakan untuk
menyangkal tentang kebenaran dalil-dalil yang telah dikemukakan oleh pihak
lawan.90
Sedangkan definisi pembuktian menurut Indroharto adalah dengan alat-
alat pembuktian tertentu memberikan suatu tingkatan kepastian yang sesuai
dengan penalaran tentang eksistensi fakta-fakta (hukum) yang dipersengketakan.91
Definisi yang diberikan beberapa pakar tersebut memberikan gambaran
yang jelas bahwa pembuktian tidak lain merupakan suatu usaha untuk menyatakan
kebenaran atas suatu peristiwa, sehingga dapat diterima oleh akal terhadap
kebenaran-kebenaran peristiwa tersebut dimana hal ini merupakan sesuatu yang
sangat penting dalam setiap hukum acara.92
3.2. Tujuan Pembuktian
Pembuktian yang dilakukan mengenai argumentasi atau dalil yang
didasarkan atas alat-alat bukti yang diajukan dalam pemeriksaan perkara,
88 Juanda Pangaribuan, op.cit., hal 146
89Yahya Harahap (a), op. cit., hal. 252.
90 Retnowulan Sutanto dan Iskandar Oeripkartawinata,. Hukum Acara Perdata dalamTeori dan Praktek. Cet. X, (Bandung: Mandar Maju, 2005), hal. 59.
91 Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara,(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1991), hal. 313.
92 Martiman Prodjoamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat-Alat Bukti, cet 1.,(Jakarta:Ghalian Indoensia, 1983), hal. 11.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
38
Universitas Indonesia
merupakan bagian yang paling penting dalam hukum acara dipengadilan.
Didalamnya terkait erat persoalan hak-hak hukum dan bahkan hak asasi setiap
orang atau pihak pihak yang dipersangkakan telah melakukan pelanggaran
hukum. Lebih-lebih dalam hukum pidana, dimana seseorang dapat didakwa telah
melakukan perbuatan pidana tertentu, yang apabila berdasarkan alat-alat bukti
disertai keyakinan hakim menyatakan bersalah, padahal sebenarnya tidak
bersalah, sehingga putusan hakim berdasarkan pembuktian yang dilakukan itu
dapat menyebabkan orang yang bersalah bebas tanpa ganjaran, sedangkan orang
yang sama sekali tidak bersalah menjadi terpidana dengan cara-cara yang tidak
adil. Oleh sebab itu, metode pembuktian yang dikembangkan oleh hakim,
haruslah benar-benar dapat dipertanggungjawabkan, sehingga dapat sungguh-
sungguh menghasilkan keadilan.93
Dalam hal ini, dikenal adanya beberapa prinsip teoritis mengani metode
pembuktian, yaitu:94
1. Pembuktian Menurut Undang-undang Secara Postif (Positive Wettelijk
Bewijstheorie)
Metode pembuktian Positive Wettelijk ini bersifat sangat formal, yaitu
semata-mata mengandalkan alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang-
undang. Untuk sampai pada kesimpulan, para hakim cukup mengandalkan
apa yang secara normatif telah ditentukan sebagai alat bukti dan tidak lagi
memerlukan keyakinan hakim sebagai alat bukti. Karena itu, pembuktian
yang bersifat positive disebut juga sebagai pembuktian formal (formele
Bewijstheorie). Kelemahan atau kekurangan metode ini adalah terlalu
mengandalkan bukti formal, tanpa sama sekai mengabaikan faktor
subjektivitas hakim sendiri dalam menilai alat bukti.
2. Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Belaka (Vrije Bewijstheorie
Rasionee)
Dalam metode kedua ini, proses pembuktian sangat mengandalkan
keyakinan hakim. Hakim sendiri dianggap bebas untuk menilai dan
93Jimly Asshddiqie Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, cet.1 (Jakarta: KonstitusiPress, 2006), hal. 187.
94 Ibid.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
39
Universitas Indonesia
mempertimbangkan alasan-alasan dibalik keyakinan hakim yang
dianutnya dalam mengambil kesimpulan (vrije bewijs). Hakim bebas
menemukan sendiri kebenaran dibalik alat-alat bukti yang tersedia, dengan
keyakinan sendiri mengambil kesimpulan dan menjatuhkan putusan yang
dinilai adil.
3. Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim atas Alasan yang Logis (La
Conviction Rasionee)
Sebagai jalan tengah dikembangkan pula metode ketiga yang tetap
mempertahankan pembuktian yang bersifat positif berdasarkan undang-
undang, akan tetapi keyakinan-keyakinan bebas para hakim juga dianggap
menentukan sampai kepada batas-batas tertentu. Alasan yang dimaksud
adalah alasan yang logis sebagai kriteria pembatas atas kebebasan para
hakim menerapkan keyakinan sendiri. Karena ini, metode ketiga ini biasa
disebut juga sebagai pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan
yang logis (Conviction Rasionee).
4. Pembuktian Menurut Undang-undang Secara Negatif (Negative Wettelijk
Bewijstheorie)
Metode yang keempat ini ialah pembuktian negative wettelijk. Pembuktian
terakhir ini, (Negative Wettelijk Bewijstheorie) dan La Conviction
Rasionee pada pokoknya hampir sama, yaitu sama-sama
memperhitungkan adanya faktor keyakinan hakim. Artinya, terdakwa tidak
mungkin dipidana tanpa didasar keyakinan hakim bahwa yang
bersangkutnan memang terbukti bersalah. Akan tetapi disamping
persamaan, kedua metode tersebut juga mempuyai perbedaan yang sangat
mendasar. Metode ketiga bertitik tolak dari keyakinan hakim sampai batas
tertentu berdasarkan alasan yang logis berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Akan tetapi dalam metode yang keempat titik
tolaknya adalah norma-norma undang-undang yang mengatur secara
limitatif mengenai pembuktian tersebut. Namun demikian, titik tolak
normatif tersebut harus diikuti dengan keyakinan hakim sendiri untuk
menarik konklusi dan keputusan yang dianggap adil atas pembuktian
perkara yang bersangkutan.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
40
Universitas Indonesia
3.3. ALAT BUKTI
Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Perselisihan Hubungan
Industrial adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Umum, sesuai dengan yang diatur dalam pasal 57 UUPHI
tersebut yaitu :
“Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalahhukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkunganPeradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam undang-undangini.”95
UU PPHI tidak mengatur tehnis dan mekanisme pembuktian perkara.
Proses pembuktian di PHI berpedoman pada beberapa ketentuan yang terdapat di
luar UU PPHI. Dalam Pasal 164 HIR96, yang disebut bukti adalah :
a. Bukti surat ;
b. Bukti saksi ;
c. Persangkaan ;
d. Pengakuan ;
e. Sumpah ;
Kewajiban para pihak membuktikan dalil gugatan dan sangkalan diatur
dalam Pasal 163 HIR. Para pihak yang berperkara dapat mengajukan pembuktian
berdasarkan kebohongan dan kepalsuan, namun fakta yang demikian secara
teoritis harus diterima hakim untuk melindungi atau mempertahankan hak
perorangan atau hak perdata pihak yang bersangkutan.97
Hukum acara sebagai hukum formil mempunyai unsur materiil maupun
formil. Unsur-unsur materiil dari pada hukum acara adalah ketentuan yang
mengatur tentang wewenang, misalnya ketentuan tentang hak daripada yang
dikalahkan. Sedangkan unsur formil mengatur tentang caranya menggunakan
95Indonesia (a), ps. 57.
96R. Tresna, op.cit., hal. 141.
97Yahya Harahap (b), Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, cet.2, (Jakarta:Sinar Grafika,2005), hal. 498.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
41
Universitas Indonesia
wewenang tersebut, misalnya tentang bagaimana caranya naik banding dan
sebagainya.98
Hukum pembuktian pun, yang termasuk hukum acara juga, terdiri dari
unsur-unsur materiil maupun formil. Hukum pembuktian materiil mengatur
tentang tentang dapat tidaknya diterima pembuktian dengan alat-alat bukti
tertentu di persidangan serta kekuatan pembuktiannya, sedang hukum
pembuktian formil mengatur tentang caranya mengadakan pembuktian.99
3.3.1 ALAT BUKTI SURAT
Yang dimaksud dengan alat bukti surat atau tulis adalah dokumen yang
bersifat tertulis, berisi huruf, angka, tanda baca, kata, anak kalimat atau kalimat,
termasuk gambar, bagan atau hal-hal yang memberikan pengertian tertentu
mengenai sesuatu hal, yang tertuang diatas kertas, ataupun bahan-bahan lainnya
yang bukan kertas.100 Surat sebagai alat bukti terdiri atas tiga jenis:
a. Akta otentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat seorang
pejabat umum, yaitu menurut peraturan perundang-undangan berwenang
membuat surat ini dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti
tentang peristiwa hukum yang tercantum didalammnya
b. Akta dibawah tangan, yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh
pihak-pihak yang bersangkutan dengan maskud untuk dapat dipergunakan
sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum
didalamnya.
c. Surat-surat lain yang bukan akta.
Akta otentik merupakan alat bukti sempura, akta dibawah tangan juga
dapat menjadi alat bukti sempurna sepanjang kedua belah pihak tidak menyangkal
tandatangan yang mereka bubuhkan pada akta tersebut. Perbedaan antara kata
otentik dan akta dibawah tangan adalah bahwa kata akta dibawah tangan tidak
98Mertokusumo, op.cit.,hal 110
99Ibid.
100Jimly Asshddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, cet.1 (Jakarta: KonstitusiPress, 2006), hal. 148.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
42
Universitas Indonesia
dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan kekuatan pembuktian dari surat-
surat lain yang bukan akta diserahkan pada pertimbangan hakim, karena surat-
surat tersebut sejak awal dibuatnya bukan sengaja untuk dijadikan alat bukti
apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari.101
Salah satu bentuk bukti surat tertulis itu adalah dokumen resmi seperti
peraturan perundang-undangan. Sifat resminya suatu dokumen peraturan
perundang-undangan sebagai alat bukti terletak pada sumber referensinya dan
pada cara penyajiaanya dalam persidangan.
3.3.2 ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI
Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim di persidangan
tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan
dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara, yang dipanggil
di persidangan. Keterangan yang diberikan oleh saksi harus melihat, mendengar
serta mengetahui tentang peristiwa atau kejadian yang dialaminya sendiri.102Dari
seorang saksi, tentu yang diharapkan adalah keterangan-keterangan yang dapat
diberikan tentang fakta, peristiwa hukum maupun hak, baik yang diketahuinya
maupun yang didengar atau dilihatnya sendiri. Keterangan saksi yang demikian
harus juga disertai alasan bagaimana hal tersebut diketahuinya, ada saksi yang
dengan sengaja diminta untuk turut serta menyaksikan suatu peristiwa hukum atau
perbuatan hukum yang dilakukan. Ada juga yang secara kebetulan melihat dan
mendengar peristiwa hukum tertentu.103
Keterangan saksi yang hanya memuat pendapat, dugaan, analisis dan
kesimpulan yang diperoleh dengan mempergunakan logika bukanlah merupakan
kesaksian yang dapat digunakan dalam pembuktian. Dalam hukum acara perdata
dan acara pidana, keterangan saksi saja tanpa dukungan alat bukti lain tidak boleh
dipercaya (unus testis nullus testis). Meskipun demikian, kesaksian tunggal tetap
dapat digunakan untuk mendukung suatu peristiwa. Keterangan saksi demikian
101Jimly Asshddiqi. op.cit., hal 218
102 Sudikno Mertokusumo, op. cit., hal 166
103 Maruarar Siahaan, op. cit., hal. 139.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
43
Universitas Indonesia
tidak dapat selalu dikesampingkan oleh karena adanya alat bukti petunjuk yang
memungkinkan peristiwa atau hal-hal yang berdiri sendiri dibuktikan secara
berantai. Hal demikian akan dinilai oleh hakim.104
Hakim dalam melakukan penilaian terhadap keterangan saksi harus
sungguh-sungguh memperhatikan nilai persesuaian keterangan saksi yang satu
dengan yang lainnya, pesesuaian keterangan saksi dengan alat bukti yang lainnya,
alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi dalam memberikan keterangan, dan
cara hidup serta kepribadian dari saksi tersebut. Selain itu, hakim juga perlu
memperhatikan konsistensi dari jawaban saksi.
Menjadi saksi merupakan suatu kewajiban hukum bagi semua orang
cakap. Apabila diperlukan, saksi tersebut dapat dibawa dengan paksa ke
pengadilan dengan meminta bantuan kepolisian menghadirakan orang yang
besangkutan ke depan persidangan.105
Kesaksian itu pada pokoknya merupakan keterangan-keterangan yang
dapat berisi fakta-fakta yang dilihat sendiri, didengar sendiri, atau dialami sendiri
oleh saksi yang memberikan keterangan. Karena itu siapa saja dapat dianggap
memenuhi syarat untuk menjadi saksi, kecuali orang yang tidak sehat mental atau
sakit jiwa dan untuk kasus-kasus tertentu anak kecil yang belum dewasa.106
Tidak selamanya sengketa perdata dapat dibuktikan dengan alat bukti
tulisan atau akta. Dalam kenyataan bisa terjadi:
a. Sama sekali penggugat tidak memiliki alat bukti tulisan untuk
membuktikan dalil gugatan, atau
b. Alat bukti tulisan yang ada, tidak mencukupi batas minimal pembuktian
karena alat bukti tulisan yang ada, hanya berkualitas sebagai permulaan
pembuktian tulisan.
Dalam peristiwa yang demikian, jalan keluar yang dapat ditempuh
penggugat untuk membuktikan dalil gugatannya, ialah dengan jalan menghadirkan
saksi-saksi yang kebetulan melihat, mengalami, atau mendengar sendiri kejadian
104 Ibid., hal 140.
105 Indonesia (a), op. cit., ps. 38 ayat (4).
106 Jimly Asshiddiqie, op. cit., hal. 221-222.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
44
Universitas Indonesia
yang diperkarakan. Apalagi jika saksi yang bersangkutan sengaja diminta hadir
menyaksikan peristiwa atau hubungan hukum yang terjadi, sangat relevan
menghadirkannya sebagai saksi.
Tiap-tiap saksi yang memberikan kesaksian tersebut haruslah disertai
dengan alasan-alasan tentang apa sebabnya atau bagaimana sampai ia mengetahui
hal-hal yang diterangkan tersebut. Sedangkan terhadap persangkaan atau sangka
istimewa, yang terjadi karena akal, tidak dapat dipandang sebagai kesaksian.107
3.3.2.1.Jangkauan Kebolehan Pembuktian dengan Saksi
Pembuktian dengan saksi-saksi diperkenankan dalam segala hal yang tidak
dikecualikan oleh undang undang.108 Jadi, pada prinsipnya alat bukti saksi
menjangkau semua bidang dan jenis sengketa perdata, kecuali apabila undang
undang sendiri menentukan sengketa hanya dapat dibuktikan dengan akta atau alat
bukti tulisan, barulah alat bukti saksi tidak dapat diterapkan. Apakah memang ada
bidang atau hubungan tertentu hanya dapat dibuktikan dengan akta? Ada, seperti
pendirian Perseroan Terbatas. Menurut Pasal 7 ayat (1) UU No 1 Tahun 1995
(UUPT), harus dibuat dengan akta resmi dalam bentuk akta notaries. Pasal itu
mengatakan, perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta
notaries yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Berarti akta notaries merupakan
formalitas kausa atau syarat mutlak atas keabsahan eksistensi Perseroan Terbatas.
Akta pendirian itulah yang disahkan oleh Menteri Kehakiman. Bertitik tolak dari
ketentuan diatas, satu-satunya alat bukti yang dibenarkan hukum untuk
membuktikan eksistensi dan keabsahan perseroan, hanya dengan akta notaries.
Tidak dapat dibuktikan dengan saksi atau alat bukti lain. Begitu juga Firma
menurut Pasal 22 KUHD, harus didirikan dengan akta otentik, sehingga
keberadaan dan keabsahannya hanya dapat dibuktikan dengan akta notaries, dan
tidak bisa dibuktikan dengan saksi.109
107 Lilik Mulyadi. Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Perdata Di Indonesia. Teori.Praktik. Teknik Membuat dan Permasalahannya. (Bandung:Citra Aditya Bakti, 2009), hal. 121.
108 Engelbrecht. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Republic Indonesia(Jakarta:Internusa, 1992) hal. 588.
109Subekti, op.cit., hal. 37.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
45
Universitas Indonesia
Larangan pembuktian dengan saksi terhadap isi suatu akta tertentu,
didasarkan pada alasan:
a) Pada umumnya keterangan saksi kurang dipercaya, karena sering
berisi kebohongan;
b) Oleh karena itu, akan sering terjadi pertentangan antara keterangan
saksi dengan isi akta;
c) Jika hal yang seperti itu dibiarkan, nilai kekuatan pembuktian akta
otentik akan kehilangan tempat berpijak;
d) Dengan demikian akan lenyap kepercayaan masyarakat atas akta
otentik, padahal yang membuatnya adalah pejabat umum.110
Dampak lebih jauh, akan hilang daya kepastian hukum yang ditegaskan
suatu akta, karena kalau dibenarkan keterangan saksi menilai isi kebenaran akta,
maka dalam praktik hakim boleh menyingkirkan akta otentik berdasar keterangan
saksi.111
Menurut pasal 1902 KUH Perdata, dalam hal suatu peristiwa atau
hubungan hukum menurut undang-undang hanya dapat dibuktikan dengan tulisan
atau akta, namun alat bukti tulisan tersebut hanya berkualitas sebagai permulaan
pembuktian tulisan, penyempurnaan pembuktiannya dapat ditambah dengan
saksi.112 Ambil contoh Pasal 258 KUHD. Menurut pasal ini, untuk membuktikan
diadakannya perjanjian asuransi harus dengan surat, dalam hal ini polis. Hal itu
sejalan dengan ketentuan Pasal 255 KUHD yang menggariskan, pertanggungan
(asuransi), harus diadakan secara tertulis dengan sepucuk surat akta, yang
bernama polis. Namun, Pasal 258 KUHD memberi kemungkinan untuk
membuktikan kebenaran perjanjian asuransi dengan saksi, dengan syarat apabila
ada permulaan pembuktian tulisan.113
Mengenai pengertian permulaan pembuktian tulisan, dijelaskan Pasal 1902
ayat (2) KUHD Perdata, yaitu segala akta tertulis yang berasal dari orang terhadap
110Yahya Harahap (b), op.cit., hal. 624.
111 Ibid.
112 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), op.cit., ps. 1902.
113 A.Pitlo, Pembuktian Dan Daluarsa (terj.), (Jakarta:Internusa, 1986), hal. 11.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
46
Universitas Indonesia
siapa tuntutan diajukan atau orang yang mewakili olehnya, dan memberi
persangkaan tentang benarnya peristiwa-peristiwa yang dilakukan orang tersebut.
Seperti yang dijelaskan di atas, rasio yang terkandung melarang saksi
membuktikan isi akta tertentu,agar jangan sampai timbul praktik, hakim lebih
percaya kepada keterangan saksi daripada akta otentik, padahal keterangan saksi
pada umumnya tidak dapat dipercaya (unreliable). Banyak penulis yang
menggambarkan alat bukti keterangan saksi, tidak dapat dipercaya (unreliable).
Berbagai alasan dikemukakan:
a. Saksi sering cenderung berbohong, baik sengaja atau tidak;
b. Suka mendramatisir, menambah atau mengurangi dari kejadian yang
sebenarnya;
c. Ingatan manusia atas sesuatu peristiwa, tidak selamanya akurat, sering
dipengruhi emosi, baik pada saat menyaksikan peristiwa maupun pada
saat memberi keterangan di sidang pengadilan, sehingga kemampuan
untuk mengamati dan menerangkan sesuatu, tidak proposional.
Berdasarkan berbagai alasan di atas, sudah tepat ketentuan Pasal 1906
KUH Perdata,yang mendudukkan kualitas dan kekuatan pembuktian saksi
merupakan nilai kekuatan pembuktian bebas (vrij bewijskracht ).
Pada dasarnya setiap orang yang bukan dari salah satu pihak dapat
didengar sebagai saksi dan apabila telah dipanggil oleh pengadilan wajib memberi
kesaksian. Namun ada beberapa pengecualian dati ketentuan itu yaitu: 114
“ Setiap orang yang cakap ( competent ) jadi saksi, sekaligus melekat padadirinya sifat dapat dipaksa (compellable) menjadi saksi. Jadi secara umum,menjadi saksi dalam perkara perdata merupakan kewajiban hukum yangharus ditaati setiap orang yang cakap. Bagi yang tidak menaatinya, dapatdihadirkan dengan paksa oleh alat kekuasaan Negara.”115
Pendapat yang demikian juga dianut dalam system Common Law. Bagi
yang ingkar memenuhinya, dapat dilakukan subpoena ( menghadirkan dengan
paksa ). Dan bagi yang menolak panggilan menjadi saksi, dianggap melakukan
tindakan contempt of court, yaitu tindakan yang merintangi jalannya proses
114 Muhammad Natsir, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Djambatan, 2005), hal. 160-163.
115 Yahya Harahap (b) , op.cit., hal. 662.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
47
Universitas Indonesia
peradilan atau dengan sengaja merongrong kewibawaan dan merendahkan
martabat peradilan.116
Mengenai tata cara pelaksanaan pemaksaan saksi memenuhi kewajiban ,
merujuk kepada ketentuan Pasal 139-142 HIR, sebagai berikut.117
1. Syarat formil
a. Saksi berdomisili di wilayah hukum PN yang memeriksa perkara
tersebut
b. Saksi mempunyai kedudukan yang urgen dan relevan
c. Saksi tidak mau hadir secara sukarela
2. Tata cara pelaksanaan pemaksaan
a. Meminta kepada PN untuk menghadirkannya
b. Hakim mengeluarkan perintah pemanggilan
c. Memanggil sekali lagi, bila ingkar memenuhi panggilan
d. Memerintahkan membawa saksi dengan paksa dan menghukum
membayar ganti rugi
2.c. Ketidakhadiran Disebabkan Alasan yang Sah
Penerapan menghadirkan saksi secara paksa yang dibarengi dengan
hukuman membayar biaya dan ganti rugi yang digariskan Pasal 140 dan 141 HIR,
apabila keingkaran memenuhi panggilan itu berdasar alasan yang tidak sah atau
tanpa alasan (without legal reason ). Akan tetapi, apabila tidak hadirnya saksi
memenuhi panggilan disebabkan alasan yang sah ( legal reason ), hakim wajib
menghapuskan hukuman yang dijatuhkan kepada saksi.Hal ini digariskan dalam
Pasal 142 HIR. Jika tidak hadirnya saksi memenuhi panggilan berdasarkan alasan
atau sebab yang sah, hakim wajib menghapuskan segala hukuman yang dijatuhkan
kepada saksi.118
Sehubungan dengan itu, agar ketentuan Pasal 142 HIR dapat dimanfaatkan
saksi, dia harus mampu membuktikan tentang kebenaran alasan yang
menyebabkan tidak dapat hadir memenuhi panggilan. Kewajiban beban bukti
116 Ibid., hal. 611.
117 Ibid, hal. 620.
118 Ibid , hal. 630.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
48
Universitas Indonesia
untuk membenarkan adanya alasan yang sah, oleh Pasal 142 HIR dipikulkan
kepada saksi tersebut. Berdasarkan teori dan praktik, alasan yang dianggap sah
tidak memenuhi panggilan menghadiri sidang, antara lain:119
1. Panggilan tidak diterima, dalam arti panggilan:
a. Tidak dilakukan di tempat kediaman orang yang dipanggil;
b. Tidak disampaikan langsung kepadanya atau kepada keluarganya
c. Jangka waktu pemanggilan dengan hari sidang tidak patut atau kurang
dari tiga hari.
2. Karena keadaan tertentu ( particular circumstances )
Alasan lain yang dapat diajukan saksi, terdapat keadaan tertentu (particular
circumstances ) yang menybabkan tidak dapat memenuhi panggilan. Agar
alasan keadaan tertentu dapat memiliki bobot membenarkan
ketidakhadiran, harus betul-betul menempatkan saksi dalam keadaan yang
bersifat imposibilitas absolute. Artinya, keadaan tertentu yang dihadapi
saksi, benar-benar secara mutlak menyebabkanya tidak mungkin hadir
memenuhi panggilan. Keadaan tertentu yang dianggap sah sebagai alasan
yang bersifat imposibilitas, antara lain:
a. Pada saat panggilan itu saksi sedang berada di luar negeri atau luar
daerah. Mengenai alasan itu, dapat dibuktikan dengan paspor atau
tiket kendaraan yang dipergunakan;
b. Menderita sakit yang menyebabkannya berada dalam perawatan
intensif yang dikuatkan dengan surat keterangan dokter;
c. Musibah kematian keluarga.
3.3.2.2. Keterangan Saksi Yang Memenuhi Syarat Sebagai Alat Bukti
Seperti halnya pada alat bukti pada umumnya, alat bukti keterangan saksi
pun mempunyai syarat formil dan materiil. Antara kedua syarat itu bersifat
kumulatif,bukan alternative. Oleh karena itu, apabila salah satu syarat
mengandung cacat, mengakibatkan alat bukti itu tidak sah sebagai alat bukti saksi.
Sekiranya syarat formil terpenuhi menurut hukum, tetapi salah satu syarat materiil
tidak lengkap, tetap mengakibatkan saksi yang diajukan tidak sah sebagai alat
119 Ibid, hal. 630-640.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
49
Universitas Indonesia
bukti. Atau sebaliknya, syarat materiil seluruhnya terpenuhi, tetapi syarat formil
tidak, hukum tidak menolerirnya, sehingga saksi tersebut tidak sah sebagai alat
bukti.
A. Memenuhi Syarat Formil
Menurut undang-undang, terdapat beberapa syarat formil yang melekat
pada alat bukti, yang terdiri dari:
1) Orang yang Cakap Menjadi Saksi
Undang-undang membedakan orang yang cakap (competence )
menjadi saksi dengan orang yang dilarang atau tidak cakap (
incompetency ) menjadi saksi. Berdasarkan prinsip umum, setiap
orang dianggap cakap menjadi saksi kecuali undang-undang sendiri
menentukan lain. Dan apabila undang –undang telah menentukan
orang tertentu memberikan keterangan sebagai saksi, maka secara
yuridis orang yang bersangkutan termasuk kategori tidak cakap
sebagai saksi. Orang yang demikian oleh hukum tidak memenuhi
syarat formil sebagai saksi, karena orang demikian dilarang
didengar keterangannya sebagai saksi.
Orang yang dilarang didengar sebagai saksi, diatur secara
enumerative dalam Pasal 145 HIR, Pasal 172 RBG maupun Pasal
1909 KUH Perdata yang terdiri dari:
a) Kelompok yang tidak cakap secara absolute
b) Kelompok saksi yang tidak cakap secara relative
2) Keterangan Disampaikan di Sidang Pengadilan
B. Memenuhi Syarat Materiil
Syarat materiil saksi sebagai alat bukti berdasarkan pasal 171 HIR adalah
keterangan seseorang yang harus berdasarkan sumber pengetahuan yang jelas.
Dan sumber pengetahuan yang dibenarkan hukum mesti merupakan
pengalaman, penglihatan, atau pendengaran yang bersifat langsung dari peristiwa
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
50
Universitas Indonesia
atau kejadian yang berhubungan dengan pokok perkara yang disengketakan para
pihak.120
3.3.2.3. Testimonium De Auditu
Salah satu jenis saksi adalah testimonium de auditu atau disebut juga
hearsay evidence. Menurut Andi Hamzah , testimonium de auditu adalah
keterangan saksi yang mendengar orang lain yang mengatakan atau menceritakan
sesuatu.121
Sedangkan pengertian dari hearsay evidence menurut Black’s Law
Dictionary adalah
Testimony in court of a statement made out of court, the statement being
offered as an assertion to show the truth of matters on asserted therein,
and thus resting for its value upon the credibility of the out of court
asserted.122
Yahya Harahap merumuskan pengertian testimonium de auditu sebagai
kesaksian yang berisi keterangan yang bersumber dari pendengaran orang lain.
Keterangan seorang saksi yang bersumber dari cerita atau keterangan orang lain
yang disampaikan kepadanya adalah :
1. Berada diluar kategori keterangan saksi yang dibenarkan pasal 171 HIR
dan pasal 1907 KUHPerdata.
2. Keterangan saksi yang demikian hanya berkualitas sebagai testimonial de
auditu, yaitu kesaksian atau keterangan karena mendengar orang lain.
3. Disebut juga kesaksian tidak langsung atau bukan saksi mata yang
mengalami, melihat, atau mendengar sendiri peristiwa pokok perkara
yang disengketakan.123
120 Yahya Harahap (b), op.cit., hal. 662.
121 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, edisi Revisi ( Jakarta: CV Sapta ArthaJaya, 1996), hal. 120.
122 Henry Campbell Black, Black Law’s Dictionary, (St. Paul: West Publising Co., 1990),p.722
123 Yahya Harahap (b), op.cit., hal. 662.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
51
Universitas Indonesia
Pada dasarnya, testimonium de auditu atau hearsay evidence merupakan
kesaksian yang diperoleh dari pendengaran orang lain. Saksi yang memperoleh
cerita dari orang lain kemudian memberikan keterangan tentang kejadian yang ia
dengar tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa saksi itu tidak melihat,
mendengar, dan mengalami sendiri suatu tindak pidana. Sebagaimana S.M. Amin
menjelaskan bahwa kesaksiaan de auditu merupakan keterangan-keterangan
tentang kenyataan-kenyataan dan hal-hal yang didengar,dilihat , atau dialami
bukan oleh saksi sendiri. Namun mengenai keterangan-keterangan yang
disampaikan oleh orang lain kepadanya tentang kenyataan - kenyataan dan hal-
hal yang didengar, dilihat, atau dialami sendiri oleh orang lain tersebut.124
Prinsip umum testimonium de auditu atau hearsay evidence adalah:125
1. Oleh karena bukan keterangan tentang apa yang diketahuinya secara
personal (not what he knows personally), tapi mengenai apa yang
“diceritakan” orang lain kepadanya (but what others have told him)
atau apa yang didengarnya dari orang lain (he has heard said by
others), maka:
a. Lebih besar kemungkinan tidak benarnya (untrue)
b. Karena keterangan yang diberikan tidak berasal dari orang
pertama
2. Hearsay evidence berada diluar alat bukti, dan dinyatakan sebagai an
out of court statement, karena isi keterangannya hanya merupakan
“repetisi” atau pengulangan (repetition) dari apa yang didengar dari
orang lain.
3. Testimonium de auditu atau hearsay evidence termasuk juga
keterangan yang diberikan di luar proses persidangan (outside the
present proceeding).
Berdasarkan dari beberapa pengertian testimonium de auditu tersebut
diatas, dapat dilihat bahwa testimonium de auditu tidak memenuhi syarat materiil
124 S.M. Amin, Hukum Acara Pengadilan Negeri, (Jakarta: Pradya Paramita, 1976),hal.110.
125 Yahya Harahap (a), op..cit.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
52
Universitas Indonesia
keterangan saksi yaitu mendengar, melihat, dan mengalami sendiri seperti
ketentuan pada pasal 1 angka 27 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,
serta kewajiban untuk memberikan keterangan yang benar sebagaiman diatur
dalam pasal 171 HIR126
Keterangan yang diberikan saksi dalam persidangan, berisi keterangan
yang disampaikan tangan pertama (first-hand hearsay) kepada saksi. Dalam
Common Law, terdapat berbagai aturan atau ketentuan yang bersifat eksepsional
yang membolehkan dan menerima hearsay sebagai alat bukti saksi (testimonial
evidence). Akan tetapi jika tidak ada hal yang eksepsional, hearsay evidence
dilarang secara absolut (absolutely prohibited), meskipun keterangan yang
diberikan benar-benar dipercaya (reliable).127
3.3.3 ALAT BUKTI PERSANGKAAN
Pengertian alat bukti persangkaan lebih jelas dirumuskan dalam pasal
1915 KUHPerdata yang berbunyi:
Persangkaan adalah kesimpulan yang yang oleh undang-undang atau oleh
hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui oleh umum kearah yang
tidak diketahui oleh umum128
Dalam kamus hukum alat bukti ini disebut vermoedem yang berarti
dugaan atau presumptie , berupa kesimpulan yang ditarik oleh undang-undang
atau oleh hakim dari suatu hal atau tindakan yang diketahui, kepada hal atau
tindakan lainnya yang belum diketahui.129
Meskipun persangkaan tidak memiliki fisik langsung sebagai alat bukti,
sehingga tidak tepat disebut sebagai alat bukti yang hakiki, namun fungsi dan
perannya sangat penting dan sentral dalam menerapkan hukum pembuktian.
Tanpa mempergunakan persangkaan sebagai perantara (intermediary),
126 Reglement Indonesia Yang Diperbaharui S. 1941 No 44 RIB (HIR) , ps. 171.
127 Yahya Harahap (b), op.cit., hal. 666.
128 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( Burgerlijk Wetboek), op.cit., ps. 1915.
129 Yahya Harahap (b), op.cit., hal. 669.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
53
Universitas Indonesia
pelaksanaan pembuktian berada dalam keadaan ketidakmungkinan atau
imposibilitas.130
Sekiranya dalam persidangan hakim menemukan fakta yang didukung
oleh alat bukti yang telah mencapai batas minimal pembuktian, keterbuktian fakta
atau peristiwa tersebut, tidak bias langsung dikonkretisasi tanpa mempergunakan
persangkaan sebagai sarana perantara untuk mengkonstruksikan kesimpulan
tentang kepastian keterbuktian fakta atau peristiwa yang dibuktikan alat bukti fisik
yang bersifat langsung tersebut.
Baik pasal 173 HIR atau pasal 310 RBG, tidak mengklasifikasi alat bukti
persangkaan. Akan tetapi, KUH Perdata mengatur klasifikasi bentuk dan jenis
persangkaan. Hal ini dijelaskan dalam pasal 1915 KUH Perdata.
1) Persangkaan menurut Undang-Undang
Disebut juga persangkaan hukum (rehtsvermoeden) atau persangkaan undang-
undang (wettelijke vermoeden). Bentuk persangkaan undang-undang terbagi
dua, yaitu:
o persangkaan menurut undang-undang yang tidak dapat dibantah atau
irrebuttable presumption of law;
o persangkaan menurut undang-undang yang dapat dibantah atau
rebuttable presumption of law.
2) Persangkaan Hakim
Bentuk persangkaan ini diatur dalam pasal 1922 KUH Perdata, berupa
persangkaan berdasarkan kenyataan yang biasa disebut fetelijke vermoeden
atau presumptions of fact. Bentuk persangkaan ini tidak berdasarkan undang-
undang tetapi diserahkan kepada pertimbangan hakim, dengan syarat asal
bersumber dari fakta-fakta yang penting.
Dalam Pasal 173 HIR, Pasal 1922 KUH Perdata, undang-undang
menyerahkan kepada pendapat dan pertimbangan hakim untuk
mengkonstruksikan alat bukti persangkaan yang bertitik tolak atau bersumber dari
alat bukti yang telah ada dalam persidangan.
130 Ibid, hal. 670.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
54
Universitas Indonesia
3.3.4 ALAT BUKTI PENGAKUAN
Pengertian pengakuan yang bernilai sebagai alat bukti menurut pasal
1923 KUHPerdata, pasal 174 HIR adalah :
a) Pernyataan atau keterangan yang dikemukakan salah satu pihak kepada
pihak lain dalam proses pemeriksaan suatu perkara .
b) Pernyaan atau keterangan tersebut dilakukan dimuka hakim atau dalam
sidang pengadilan
c) Keterangan itu merupakan pengakuan (bekentenis,confession) bahwa apa
yang didalilkan atau yang dikemukakan pihak lawan benar untuk
keseluruhan atau sebagian.
Pengakuan yang diberikan dengan sukarela (voluntary), bukan dengan
paksaan baik secara fisik dan psikis harus dianggap selamanya benar. Tidak
menjadi masalah apakah pengakuan tersebut mengandung kebohongan, hakim
mesti menerima dan menilainya sebagai pengakuan yang berisi kebenaran. Yang
berhak memberikan pengakuan, diatur dalam Pasal 1925 KUH Perdata sebagai
berikut:
a. Dilakukan principal sendiri
Yang paling berwenang member atau melakukan pengakuan adalah
principal atau pihak materiil sendiri, yaitu yang langsung bertindak sebagai
penggugat atau tergugat. Dalam pasal 1925 KUH Perdata, disebut :dilakukan
sendiri” atau menurut versi Pasal 174 HIR “diucapkan sendiri oleh principal.
Cara ini yang terbaik karena dilakukan sendiri oleh pihak yang paling
berkepentingan atas pengakuan, dan pada dasarnya dia yang paling mengetahui
batas-batas yang dapat atau tidak dapat diakui.
b. Dengan Perantara Kuasa
Pasal 1925 KUH Perdata, Pasal 174 HIR member wewenang juga kepada
kuasa untuk melakukan atau mengucapkan pengakuan. Dasar landasan
kewenangan kuasa melakukan atau mengucapkanpengakuan, dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
55
Universitas Indonesia
1) dengan surat kuasa Istimewa
2) dengan surat kuasa khusus
Berdasarkan pendekatan analog dengan ketentuan Pasal 1972 KUH
Perdata, pengakuan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) dilakukan dengan tegas;
2) dilakukan dengan diam-diam, dalam arti tidak mengajukan bantahan
atau sangkalan;
3) mengajukan bantahan tanpa alasan dan dasar hukum yang jelas.
3.1.5. ALAT BUKTI SUMPAH DI MUKA HAKIM
Sumpah sebagai alat bukti adalah suatu keterangan atau pernyataan yang
dikuatkan atas nama Tuhan, dengan tujuan:
- Agar orang yang bersumpah dalam memberikan keterangan atau
pernyataan itu, takut atas murka Tuhan, apabila dia berbohong.
- Takut akan murka atau hukuman Tuhan, dianggap sebagai daya pendorong
bagi yang bersumpah untuk menerangkan yang sebenarnya.
Agar sumpah dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah, maka harus
memenuhi syarat formal sebagai berikut:
c. Ikrar diucapkan dengan lisan
Sumpah sebagai alat bukti dalam acara perdata adalah ikrar yang
diucapkan oleh orang yang bersumpah. Ikrar tidak mungkin dilakukan
selain diucapkan secara lisan.
d. Diucapkan di muka Hakim dalam Persidangan
Sumpah harus dilakukan dihadapan Hakim dalam sidang Pengadilan.
Menurut Pasal 1944 KUH Perdata, sumpah harus diangkat atau diucapkan
dihadapan Hakim yang memeriksa perkaranya.
Namun demikian, Pasal 1944 KUH Perdata maupun Pasal 158 ayat (1)
HIR, memberi kemungkinan melaksanakan pengucapan sumpah di rumah
yang bersumpah berdasarkan alasan tertentu.
Alasan yang dianggap sah, apabila adanya halangan yang sedemikian rupa,
sehingga secara absolut orang itu berada dalam kondisi tidak mungkin
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
56
Universitas Indonesia
datang (impossibilitas) datang menghadiri persidangan.Halangan yang
paling objektif dan rasional apabila orang itu sakit.
e. Dilakukan di hadapan pihak lawan
Berdasarkan Pasal 1945 ayat (4) KUH Perdata, Pasal 158 ayat (2) HIR,
sumpah hanya boleh diambil di hadapan pihak lain. Namun demikian ada
pengecualian dimana pengucapan sumpah boleh dan sah meskipun tidak
dihadiri pihak lawan, apabila dia ingkar menghadiri sidang walaupun telah
dipanggil secara patut.
f. Tidak Ada Alat Bukti Lain
Penerapan alat bukti sumpah yang menentukan (decisoireed) baru
memenuhi syarat formil, apabila sama sekali tidak ada bukti lainatau tidak
ada upaya lain. Secara total para pihak tidak mampu mengajukan alat bukti
tulisan, saksi, maupun persangkaan dan pihak tergugat tidak mengakui
dalil gugatan. Kalau para pihak memiliki alat bukti lain yang diajukan di
persidangan, dilarang menerapkan alat bukti sumpah. Jika cara demikian
diperbolehkan, proses peradilan bisa melanggar asas peradilan yang jujur
(fair trial).
Kalau alat bukti yang lain ada dan cukup untuk membuktikan dalil gugat
atau dalil bantahan, dilarang menerapkan alat bukti sumpah. Alat bukti
sumpah baru boleh diterapkan, apabila sama sekali tidak ada bukti lain
atau alat bukti yang ada tidak mampu menguatkan dalil gugatan atau dalil
bantahan.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
57
Universitas Indonesia
BAB 4
ANALISIS PUTUSAN PHI No. 41/G/2011/PHI/PN.BDG ANTARA PT.
SINAR MULIA PERKASA DENGAN EARLY SOBARLI-YUDHASARI
PARDIKAN
4.1. KASUS POSISI
Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja ini berawal pada tanggal
16 April 2008, Early Sobarly (Tergugat I) dan Yudhasari Pardikan (Tergugat
II) (Tergugat I dan Tergugat II selanjutnya disebut Para Tergugat) melayani 2
(dua) orang mysterious guest yang bukan anggota Club Olympus, Hotel Hyatt
Regency Bandung (Hotel HRB) yang hendak menggunakan fasilitas fitness.
Mysterious guest ke-1 tiba di Club Olympus, Hotel Hyatt Regency Bandung
sekitar pukul 15.16 WIB dan melakukan pembayaran tunai sejumlah
Rp 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) kepada Tergugat II, mysterious
guest ke-2 tiba di Club Olympus, Hotel Hyatt Regency Bandung sekitar
pukul 16.24 WIB dan melakukan pembayaran tunai sejumlah Rp 150.000,-
(seratus lima puluh ribu rupiah) kepada TERGUGAT I;
Pada sore hari ketika hendak closing, Income Auditor mengadakan
pengecekan ke Club Olympus, Hotel HRB, Income Auditor tidak menemukan
adanya guest check dan transaksi tunai terhadap kedua mysterious guest
tersebut. Pada waktu Income Auditor menanyakan tentang kedua mysterious
guest tersebut kepada Para Tergugat, Tergugat I mengatakan bahwa tidak
ada transaksi tunai, sedangkan Tergugat II juga mengatakan bahwa
Misterious Guest ke-1 tidak membayar tunai akan tetapi memakai Voucher
CATH atas nama Dewi.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
58
Universitas Indonesia
Atas keterangan tersebut Income Auditor menuliskan laporan bahwa
Para Tergugat telah melakukan penggelapan uang dari kedua mysterious
guest yang dikirim oleh Perusahaan guna mengecek kredibilitas dan
kejujuran setiap karyawan Hotel Hyatt Regency Bandung. Atas penemuan
tersebut, Income Auditor selanjutnya melaporkan kepada Direktur Keuangan
Hotel HRB dan Direktur Keuangan Hotel HRB kemudian memanggil Para
Tergugat dan bertanya kepada Para Tergugat secara bergantian.
Berdasarkan keterangan Para Tergugat kepada Direktur Keuangan
Hotel HRB, Tergugat I akhirnya mengakui bahwa ada tamu yang membayar
tunai dan uangnya disimpan di saku celana Tergugat I, dan Tergugat II juga
mengakui bahwa Misterious Guest ke-1 bukan bernama Dewi dan tidak
membayar dengan Voucher CATH melainkan secara tunai sebesar
Rp.150.000 (seratus lima puluh ribu rupiah) serta uang tersebut tidak
disimpan di cash drawer Club melainkan di laci yang hanya diketahui
Tergugat II;
Atas tindakan Para Tergugat yang telah melakukan penggelapan
dan keterangan bohong kepada Income Auditor maka PT. Sinar Mulia
Perkasa sebagai pemilik Hotel Hyatt Regency Bandung (Penggugat)
mengeluarkan surat skorsing dalam Proses PHK selama 6 bulan kepada Para
Tergugat pada tanggal 21 April 2008;
PT. Sinar Mulia Perkasa kemudian melakukan mediasi bipartit
dengan Early Sobarly dan Yudhasari Pardikan dengan didampingi oleh
Serikat Pekerja Mandiri Hotel HRB, namun setelah lebih dari 30 hari belum
mencapai kesepakatan, maka PT. Sinar Mulia Perkasa kemudian
mendaftarkan perselisihan PHK kepada Suku Dinas Tenaga Kerja Kota
Bandung untuk segera dilakukan mediasi Tripartit.
Setelah dilakukan pertemuan tripartit antara pengusaha, pekerja
dan mediator dari suku dinas Suku Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung maka
mediator mengeluarkan anjuran sebagai berikut:
a.Memerintahkan PT. Sinar Mulia Perkasa untuk mempekerjakan kembali
Early Sobarli dan Yudhasari Pardikan pada posisi semula atau yang
setara dengannya.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
59
Universitas Indonesia
b. Memerintahkan Pt. Sinar Mulia Perkasa untuk memanggil Early Sobarli
dan Yudhasari Pardikan untuk bekerja kembali paling lambat 7 hari
setelah anjuran ini dikeluarkan.
Atas anjuran tersebut, PT. Sinar Mulia Perkasa menyatakan menolak anjuran
tersebut dan selanjutnya mendaftarkan gugatan PHK ke Pengadilan Hubungan
Industrial (PHI) pada PN Bandung.
4.2. PETITUM131
Bahwa berdasarkan dalil-dalil yang diajukan di dalam surat gugatan,
Penggugat memohon kepada Majelis Hakim PHI pada PN Bandung untuk
memutus sebagai berikut:
PRIMAIR:
a. Menerima dan mengabulkan gugatan PENGGUGAT seluruhnya;
b. Menyatakan PARA TERGUGAT melakukan perbuatan yang
melampaui batas kewenangan dan kewajibannya yang menimbulkan
ketidakpastian dan hilangnya kepercayaan sehingga mengakibatkan
ketidakharmonisan hubungan kerja antara PENGGUGAT dengan
PARA TERGUGAT;
c. Menyatakan ketidakpastian serta ketidakharmonisan hubungan kerja
antara PENGGUGAT dengan PARA TERGUGAT dalam keadaan
mendesak;
d. Menyatakan bahwa hubungan kerja antara PENGGUGAT dengan
PARA TERGUGAT putus terhitung sejak 21 April 2008;
e. Menetapkan biaya perkara menurut hukum;
SUBSIDER:
Jika Pengadilan berpendapat lain, maka mohon putusan yang seadil-
adilnya (ex aequo et bono);
131 Lihat putusan No. 41/G/2011/PHI/PN.BDG
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
60
Universitas Indonesia
4.3. AMAR PUTUSAN132
Pengadilan Hubungan Industrial pada PN Bandung, dalam Amar Putusan judex
No. 41/G/2011/PHI/PN.BDG, tanggal 18 Juli 2011, menyatakan sebagai berikut :
MENGADILI
DALAM EKSEPSI :
Menolak Eksepsi para Tergugat untuk seluruhnya.
DALAM POKOK PERKARA
1. Menolak Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menghukum Penggugat untuk mempekerjakan kembali Tergugat I
EARLY SOBARLY dan Tergugat II YUDHASARI PARDIKAN;
3. Menghukum Penggugat memanggil Tergugat I dan Tergugat II secara
tertulis untuk bekerja kembali selambat-lambatnya 10 hari kerja sejak
Putusan diucapkan;
4. Memerintahkan Tergugat I dan Tergugat II untuk melapor bekerja
kembali pada Penggugat selambat-lambatnya 10 hari kerja sejak
putusan diucapkan;
5. Membebankan biaya perkara kepada Negara sebesar Rp. 394.000,-
(tiga ratus sembilan puluh empat ribu rupiah)
4.4. Bukti-Bukti di Persidangan133
Bukti-bukti yang diajukan Penggugat untuk menguatkan dalil-dalil gugatan adalah
sebagai berikut:
1. Bukti P – 1 : Foto copy sesuai dengan asli Perjanjian Kerja Bersama
(PKB) Hyatt Regency Bandung, Bab I, Pasal 1, tentang Pihak-Pihak
Yang Mengadakan Kesepakatan.
2. Bukti P – 2: Foto copy sesuai dengan asli PKB Hyatt Regency Bandung,
Bab I, Pasal 3 Poin 1 tentang Pengusaha.
3. Bukti P – 3: Foto copy sesuai dengan asli PKB Hyatt Regency Bandung,
Bab I, Pasal 3 Poin 2 tentang Hotel.
132 Lihat amar putusan No. 41/G/2011/PHI/PN.BDG
133 Lihat putusan No. 41/G/2011/PHI/PN.BDG
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
61
Universitas Indonesia
4. Bukti P – 4 : Foto copy sesuai dengan asli PKB Hyatt Regency Bandung,
Bab II, Pasal 5 Poin 2 tentang Pengakuan.
5. Bukti P – 5 : Foto copy sesuai dengan asli Anjuran dari Dinas Tenaga
Kerja (Disnaker) Kota Bandung No. 567/2494-Disnaker tanggal 20 Mei
2009.
6. Bukti P – 6 : Foto copy sesuai dengan asli Risalah Mediasi Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial.
7. Bukti P – 7 : Foto copy dari copy Surat Tanggapan Anjuran dari Hyatt
Regency Bandung tertanggal 2 Juni 2009 tentang Penolakan Anjuran dari
Mediator Disnaker Kota Bandung No. 567/2494-Disnaker tertanggal 20
Mei 2009.
8. Bukti P – 8 : Foto copy dari Copy Surat Perpanjangan ke-12 PKB Hyatt
Regency Bandung Periode 2006-2008.
9. Bukti P – 9 : Foto copy sesuai dengan asli Surat Anjuran dari Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bandung No. 567/2494-Disnaker
tentang Keterangan Pekerja.
10. Bukti P – 10 : Foto copy dari Copy Surat Skorsing untuk TERGUGAT I,
tertanggal 21 April 2008.
11. Bukti P – 11 : Foto copy dari Copy Surat Skorsing untuk TERGUGAT II,
tertanggal 21 April 2008.
12. Bukti P – 12 : Foto copy dari Copy Berita Acara Penyerahan Upah dari
PENGGUGAT kepada TERGUGAT I.
13. Bukti P – 13 : Foto copy dari Copy Berita Acara Penyerahan Upah dari
PENGGUGAT kepada TERGUGAT II.
14. Bukti P -14 : Foto copy dari Copy Surat Pernyataan TERGUGAT I
tentang Kronologis kejadian pada tanggal 16 April 2008.
15. Bukti P-15: Foto copy dari Copy Surat Pernyataan TERGUGAT II
tentang Kronologis kejadian pada tanggal 16 April 2008.
16. Bukti P – 16 : Foto copy dari Copy Policies and Procedures Bagian
Prosedur angka 4 beserta terjemahannya dari Penterjemah Tersumpah.
17. Bukti P – 17 : Foto copy dari Copy Report of Mystery Shopper Program
beserta terjemahannya dari Penterjemah Tersumpah.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
62
Universitas Indonesia
18. Bukti P – 18 : Foto copy dari Copy Spot Check Club Olympus Form
tanggal 16 April 2008
19. Bukti P – 19 : Foto copy dari Copy Tribun Jabar.co.id, hari Rabu, tanggal
23 maret 2011, Penulis Kemal Setia Permana, Judul Berita “Meski
Terbukti, Yudha Early divonis bebas”.
20. Bukti P –20 : Foto copy dari Copy Putusan Peninjauan kembali No. 096
PK/Pdt. Sus/2010 tanggal 24 Agustus 2010 yang telah menguatkan
Putusan MA No.839 K/PDT.SUS/2008 tanggal 11 Pebruari 2009 jo
Putusan PHI pada PN Samarinda No. 07/G/2008/PHI.Smda tanggal 12
Mei 2008.
21. Bukti P-21 : Foto copy sesuai dengan asli Tanda Terima Berkas Surat
Gugatan Perkara No. 41/G/2011/PN.BDG tertanggal 4 April 2011
22. Bukti P-22: Foto copy dari copy Putusan Mahkamah Agung No.
743.K/Pdt.Sus/2010
4.5. Keterangan Saksi Yang Didengarkan Dipersidangan
Kuasa Penggugat telah mengajukan 2 (dua) orang saksi yang dapat
menguatkan dalil gugatannya. Kedua orang saksi tersenut adalah M. YUSUP dan
RIAN MILANA TUMANGGOR. Keterangan kedua orang saksi tersebut di
depan persidangan adalah sebagai berikut:
4.5.1. Keterangan saksi M.YUSUP134
- Bahwa dasar gugatan Penggugat karena ketidakharmonisan dalam
pekerjaan ada permasalahan pidana melakukan penggelapan dan
dilaporkan ke Polisi;
- Bahwa dasar laporan dari HRD karena saksi sebagai security saja;
- Bahwa saksi kenal dengan Early Sobari dan Yudhasari Pardikan keduanya
bekerja di Olympus, dan Early Sobari di fitness kalau Yudhasari Pardikan
Instruktur;
- Bahwa ketidakharmonisan antara Penggugat dan Tergugat I,II karena
awalnya Tergugat I,II diduga melakukan penggelapan uang sejumlah Rp.
150.000,-;
- Bahwa saksi selain yang Rp. 150.000,- saksi tidak tahu;
134 Ibid
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
63
Universitas Indonesia
- Bahwa saksi pernah bertemu dengan Tergugat I,II tapi mereka baik-baik
saja;
- Bahwa saksi tidak melihat kejadiannya karena saksi bertugas diluar saja;
- Bahwa saksi tidak tahu tindakan Tergugat I,II yang meresahkab, yang
saksi tahu tidak harmonis saja karena ada penggelapan selanjutnya
manager HRD menyuruh lapor ke Polisi.
- Bahwa saksi suka ketemu dengan Tergugat dan hanya melihat dari luar
Tergugat tidak meresahkan karyawan;
- Bahwa kalau kejadia tahun 2008 dan bulannya saksi lupa lagi;
- Bahwa kalau tugas Tergugat I di Fitness melatih dan Tergugat II instructor
aerobic;
- Bahwa saksi tidak tahu prosedur anggota Fitness karena bukan bidang
sakksi;
- Bahwa saksi tidak tahu uang Rp. 150.000,- yang diterima Tergugat I, II
dab HRD bilang Tergugat I,II diduga melakukan penggelapan terus saksi
lapor ke Polisi;
- Bahwa saksi bekerja di Penggugat kurang lebih 9 tahun;
- Bahwa di PT. SINAR MULIA PERKASA ada PKB;
- Bahwa berdasarkan PKB kalau ada tindak pidana merupakan pelanggaran
berat;
- Bahwa berdasarkan PKB Lampiran 4 nomernya lupa disitu menyatakan
bila melakukan penggelapan merupakan pelanggaran berat, tapi tidak
dicantumkan kalau ada Putusan Pengadilan;
- Bahwa perusahaan namanya PT. SINAR MULIA PERKASA dan Hyatt
pengelolanya;
- Bahwa perusahaan dirugikan dalam hal ini juga namanya;
- Bahwa Saksi tidak mengetahui ada surat peringatan kesatu atau kedua;
- Bahwa Tergugat I,II dilaporkan ke Polres Bandung Tengah;
- Bahwa waktu saksi lapot Tergugat I,II masih bekerja keesokan harinya;
- Bahwa system pembayaran upah karyawan melalui Rekening;
- Bahwa saksi tahu ada putusan pengadilan tapi tidak begitu jelas;
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
64
Universitas Indonesia
- Bahwa Tergugat I,II sekarang sudah tidak bekerja lagi dan mengenai upah
sudah dibayar atau belum saksi tidak yahu;
- Bahwa masalah audit oleh direktur accounting saksi tidak tahu uang
diserahkan atau tidak;
- Bahwa anggota saksi ada 30 orang dibagi 3 shift pagi siang malam;
- Bahwa saksi tidak tahu tamu yang dating ke tempat Fitness;
- Bahwa saksi tahu ada uang yang digelapkan dari HRD;
- Bahwa saksi tidak sempat mengintrogasi Tergugat I,II karena perintah
HRD segera lapor jadi saksi lapor;
- Bahwa saksi tidak tahu pastinya Tergugat I,II menggelapkan karena saksi
tahunya menurut informasi;
- Bahwa saksi tidak tahu asal mula uang Rp. 150.000,- dari siapa
- Bahwa saksi tidak tahu kalau Tergigat I,II menerima Rp. 150.000,- dari
orang;
- Bahwa di PKB skorsing 6 bulan dan PKB masih berlaku;
- Bahwa saksi belum pernah baca putusan Pengadilan perkara pidana
Tergugat I,II;
- Bahwa PT. SINAR MULIA PERKASA nama perusahaan tapi pengelola
Hyatt dan Tergugat I,II karyawan PT. SINAR MULIA PERKASA;
- Bahwa di Olympus tidak ada anggota yang jaga;
- Bahwa Olympus adalah milik PT. SINAR MULIA PERKASA;
- Bahwa Tergugat II sebagai instruktur saja tugasnya melatih dan detailnya
saksi tidak tahu;
- Bahwa saksi lupa lagi apa Hyatt berbadan hukum atau tidak, yang saksi
tahu Hyatt adalah Pengelolanya;
- Bahwa manajemen PT. SINAR MULIA PERKASA dipimpin oleh Hyatt,
yang bertanggug jawab ke PT. SINAR MULIA PERKASA termasuk gaji
karyawan;
- Bahwa yang mengambil keputusan Pak Arifin;
- Bahwa Olympus sekarang sudah tidak ada lagi sejak tahun 2010 diganti
oleh Audisius dan operasionalnya baru 1 bulan;
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
65
Universitas Indonesia
- Bahwa Pegawai Olympus ditransfer ke Dewpartemen lain, ada yang ke
bagian Engineer, ada juga ke front office;
- Bahwa saksi belum pernah menerima laporan bahwa Tergugat I,II
tersangkut penggelapan lainnya;
- Bahwa saksi tidak tahu kalau Tergugat I,II diberi surat peringatan;
- Bahwa berdasarkan laporan dari HRD yang digelapkan Tergugat I Rp.
150.000,- dan Tergugat II Rp. 150.000,-;
4.5.2. Keterangan saksi RIAN MILANA TUMANGGOR135
- Bahwa saksi bekerja sebagai asisten accounting Hyatt;
- Bahwa saksi kenal dengan Tergugat I,II dan ke saksi baik;
- Bahwa Tergugat I,II beerja di Olympus;
- Bahwa persoalan antara Penggugat dengan Tergugat I,II tidak ada
keharmonisan lagi dalam hubungan kerja;
- Bahwa ketidakharmonisan dalam hubungan kerja karena Tergugat I,II
melakukan kesalahan prosedur yang sudah ditetapkan;
- Bahwa Tergugat I,II menyalahi prosedur karena menerima uang cah/tunai
tidak disetorkan ke dalam Micros atau mesin untuk mendata pemasukan
uang dari tamu;
- Bahwa jumlah uang yang tidak dimasukkan ke dalam Micros oleh
Tergugat I,II ialah Rp. 300.000,-
- Bahwa kalau sifat Tergugat I,II sehari-hari, saksi tidak tahu karena beda
bagian;
- Bahwa kalau ada karyawan yang salah, karyawan tersebut dipanggil dulu,
kalau kesalahan berat langsung dipecat;
- Bahwa Tergugat I,II diskorsing 6 bulan, dan gaji dibayar sampai Juli 2010;
- Bahwa hal lainyya karena ada bayar cash tidak disetor sehingga
perusahaan tidak percaya lagi kepada Tergugat I,II
- Bahwa sebelumnya karyawan sudah diberi tahu kalau ada pembayaran
harus dimasukkan ke dalam mesin Micros;
- Bahwa untuk kejadian ini diaudit yang bayar cash;
135 Ibid
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
66
Universitas Indonesia
- Bahwa pada saat dicek pendapatan yang seharusnya didapat Hyatt ternyata
tidak ada;
- Bahwa uang pemasukan dimasukkan ke mesin Micros dulu dan dicek
sehingga kelihatan cash flownya, pada saat dicek ada 2(dua) tamu yang
bayar cash tapi oleh Tergugat I,II uang tidak disetorkan;
- Bahwa uang yang tidak disetorkan dari daftar 2 (dua) orang tamu, saksi
tahu karena keua tamu misterius tersebut sengaja didatangkan oleh
Perusahaan;
- Bahwa kedua tamu tersebut sengaja didatangkan untuk mengecek
integritas ssetiap karyawan;
- Bahwa uang kedua orang tamu tersebut diberikan dari Perusahaan dan
semua bagian juga dicek apa prosedur telah dilakukan dengan benar atau
tidak;
- Bahwa cara mengecek uang yang dimasukkan ke dalam mesin Micros dan
dicek berdasarkan report dari mesin tadi;
- Bahwa alasan Early uang tidak dimasukkan ke dalam mesin katanya sibuk
jadi dimasukkan saku dan kalau Yudhasari karena tidak bias memasukkan
uang ke mesi, tidak bias memposting;
- Bahwa Olympus sekarang sudah tidak ada dan dikelola pihak ketiga yang
namanya Audisius;
- Bahwa bekas karyawan Olympus ada yang di Audisius dan ada yang
ditransfer ke bagian lain dan ada juga yang ke front office
- Bahwa ketidakharmonisan antara Penggugat dengan Tergugat I,II karena
Penggugat tidak percaya lagi ke Tergugat I,II;
- Bahwa saksi tidak mengetahui jeda waktu skorsing;
- Bahwa di Perusahaan ada PKB;
- Bahwa perbuatan Tergugat berdampak luas berpengaruh ke yang lainyya;
- Bahwa Tergugat I,II merugikan secara Financial;
- Bahwa Hyatt setiap bulan melakukan investigasi dengan tujuan untuk
integritas masing-masing karyawan;
- Bahwa Tergugat I,II ditanya ada tamu bayar tidak, Tergugat bilang tidak
ada tamu yang bayar;
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
67
Universitas Indonesia
- Bahwa kedua tamu tersebut dipersiapkan oleh manajemen;
- Bahwa Tergugat I,II waktu pertama kali tidak mengaku akan tetapi setelah
dipaksa akhirnya Early mengkui bahwa uang dimasukkan ke sakunya
karena dia sedang sibuk dan Yudhasari bilang dia tidak bias memasukkan
uang ke dalam mesin Micros;
- Bahwa ukurang sibuk apabila tamu lebih dari 10 orang;
- Bahwa waktu membuat Berita Acara tidak ada tekanan karena saksi ada
disitu waktu itu;
- Bahwa kalau ada tamu yang dating dan tidak mau menulis daftar tamu
atau tidak ditanya identitas tidak apa-apa;
- Bahwa waktu itu diaudit jam 4-5 dan Tergugat waktu dipanggil jam 5
sore;
- Bahwa saksi tidak tahu apakah ada uang yang diambil Tergugat I,II atau
tidak, ada uang yang hilang dari Perusahaan;
- Bahwa saksi tidak tahu apakah Yudhasari bias melakukan posting atau
tidak;
- Bahwa Drower untuk menyimpan uang perusahaan dan Yudhasari tidak
mempunyai kartu Micros;
- Bahwa tetang prosedur posting harus mempunyai kusci dan tidak semua
karyawan tahu kuncinya, hanya orang-orang tertentu saja;
- Bahwa Accounting tidak selalu tahu apa yang terjadi di posting.
Sedangkan Kuasa Hukum Para Tergugat telah mengajukan 5 (lima) orang saksi
yang dapat menguatkan dalil gugatannya. Kelima orang saksi tersenut adalah
SUDARTA, JUM FRIZAL, KAMSU SUGANDI, R. INDARTRIANNI,S.H.,
MARSANA,SH.M.Hum (saksi Ahli).
Keterangan kelima orang saksi tersebut di depan persidangan adalah sebagai
berikut:
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
68
Universitas Indonesia
4.5.3. Keterangan Saksi SUDARTA136
- Bahwa permasalahan Penggugat dan Tergugat I,II tidak mengetahui
tapi kebetulan saksi satu shift dengan Early;
- Bahwa saksi tahu ada mysterious guest setelah kejadian;
- Bahwa ada mysterious guest masuk Hotel mau fitness, kalau mengenai
pembayarannya saksi tidak tahu karena saksi di bagian atas menjaga
kolam renang;
- Bahwa tugas saksi adalah mengawasi tamu yang sedang berenang dan
bantu-batu;
- Bahwa cara bekerja di perusahaan double job kadang instruktur
merangkap bartender, dan kalau ada temen yang mau makan, saksi
gantikan, suka menghandle pekerjaan lain;
- Bahwa saksi tahu ada uang yang tidak disetorkan oleh para Tergugat
begitu kejadian;
- Bahwa waktu itu Perusahaan memang sedang menilai sampai dimana
cara kerja kita;
- Bahwa saksi tidak mengetahui cara penilaian karena saksi tidak dikasih
tahu;
- Bahwa Early tugas di Fitness tapi biasa pegang kebersihan di area
fitness;
- Bahwa kalau tamu luar masuk ke Fitness bukan anggota dikenakan
biaya Rp. 150 ribu;
- Bahwa mekanisme pembayaran tamu luar yang fitness kalau
Yudhasari ada disitu, Yudhasari yang bawa uangnya terus diposting;
- Bahwa selanjutnya setelah tamu bayar uang dimasukkan dijepret terus
closing jam 9 malam;
- Bahwa saksi tidak tahu mengenai uang dari tamu, saksi tahunya ada
tamu dari luar, dan saksi tahu masalah Tergugat I,II hanya mendengar
masalah keuangan saja dan selanjutnya saksi tidak tahu;
136 Ibid
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
69
Universitas Indonesia
- Bahwa uang dari tamu misterius tersebut disetorkan hari itu juga jam 9
malam sebelum closing dan dimasukkan dalam amplop terus
dimasukkan ke dalam box;
- Bahwa tidak ada bukti perusahaan dirugikan karena uang mysterious
guest sudah disimpan didrower dan biasa dilakukan oleh siapapun
setiap pembayaran tunai disimpan didrower;
- Bahwa saksi lupa lagi apakah setelah dilaporkan ke Polisi esoknya
Tergugat I,II kerja lagi atau tidak;
- Bahwa kalau mengenai voucher tamu dating voucher dikumpulkan;
- Bahwa Tergugat I, II dipanggil Accounting
- Bahwa uang diserahkan sebelum closing;
- Bahwaaccounting menanyakan tentang Mysterious guest;
- Bahwa di Perusahaan ada PKB;
- Bahwa saksi tidak mengetahui kalau Tergugat I,II menerima uang dari
Mysterious guest;
- Bahwa saksi tahu Tergugat I,II menerima uang tunai setelah dipanggil;
- Bahwa saksi tahu uang telah disetor dari Tergugat I,II yang bilang
kepada saksi;
- Bahwa saksi tahu ada investigasi setelah kejadian;
- Bahwa orang yang dating ke Fitness bias pakai voucher dengan cara
membeli, dan kalau langsung dating, voucher disimpan;
- Bahwa Tergugat I,II telah melakukan kesalahan disiplin kerja;
- Bahwa saksi baca PKB namun tidak tahu semua isi PKB tersebut;
- Bahwa tuduhan terhadap Tergugat I,II tidak terbukti di Pengadilan
Negeri;
- Bahwa prosedur kalau menerima uang dari tam uterus tidak ada kasir
maka menyimpan uang didrower biasa dilakukan oleh karyawan;
- Bahwa yang tahu membuka Micros hanya orang tertentu;
- Bahwa kalau saksi menerima uang dan tidak ada kasir maka saksi akan
menjepret uang tersebut dan memasukkannya ke dalam drower;
- Bahwa Early memiliki kartu Micros ia bias langsung posting, tapi bias
disimpan dulu karena waktu closing jam 9 malam;
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
70
Universitas Indonesia
- Bahwa seharusnya mengecek uang sudah dimasukkan ke Micros atau
belum harus jam 9, kalau jam 10malam sudah tidak bias;
- Bahwa kalau jam 9 ke bawah masih kewenangan Tergugat sebelum
closing untuk diposting;
- Bahwa tamu yang bayar tidak dicatat seperti dalam Bukti P-18 saksi
baru tahu sekarang, karena Bukti P-18 itu punya Accounting;
- Bahwa kalau menerima uang pembayaran tunai terus ke kasir dan
kalau kasir tidak ada terus uang dijepret dimasukkan ked rower;
- Bahwa semua pembayaran bias dimasukkan ke dalam drower kalau
drower lain saksi tidak tahu;
- Bhawa audit biasanya hanya ngecek mesin ada uang masuk atau tidak;
- Bahwa prioritas di Perusahaan adalah melayani tamu dulu;
- Bahwa Tergugat I,II sudah bekerja kurang lebih 13 tahun;
- Bahwa Tergugat I,II orangnya rajin, dan tidak suka melawan atasan;
- Bahwa tidak ada orang yang mengatakan Tergugat I,II adalah orang
tidak baik;
- Bahwa Yudhasari karyawan teladan jadi pegawai terbaik, dan Early
suka bikin acara di Hotel, prestasinya bagus;
- Bahwa yang menentukan baik tidaknya adalah atasan;
- Bahwa sekarang namanya Grand Audisius bukan Olynpus dan
karyawan bekas Olympus ditransfer ke departemen lain;
- Bahwa saksi tidak tahu di PKB orang yang baik mempunyai kondite
bagus tapi punya kesalahan;
- Bahwa Tergugat II membuat keterangan yang ada dalam Bukti P-15
dalam tekanan;
4.5.4. Keterangan Saksi JUM FRIZAL137
- Bahwa kasus Tergugat I,II waktu saksi menjabat sebagai Ketua SPM,
ada kejadian pelanggaran prosedur kerja dari Manajemen, karena saksi
pernah jasi asisten manager House keeping;
- Bahwa saksi menjabat ketua SPM sejak tahun 2008 s/d 2009;
137 Ibid
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
71
Universitas Indonesia
- Bahwa waktu Tergugat I,II dipanggil oleh manager tidak didampingi
saksi;
- Bahwa yang dipersoalkan adanya uang yang tidak disetorkan ke kasir
oleh Tergugat I,II;
- Bahwa skorsing sudah dilakukan 6 bulan;
- Bahwa skorsing belum terjadi PHK gajinya dibayar penuh sesuai bukti
skorsing P-10;
- Bahwa selama bekerja hubungan antara Tergugat dengan Manajemen
harmonis;
- Bahwa gaji Tergugat I,II pernah diberhentikan dan saksi pernah lapor
ke Disnaker tapi tidak dibayar;
- Bahwa karena tidak dibayar terus, saksi ke Disnaker lagi dan gaji
dibayar dari bulan Januari 2009 sampai dengan Juli 2010;
- Bahwa sampai sekarang gaji tidak dibayar padahal masih skorsing;
- Bahwa saksi sudah melakukan Bipartit ke Manajer katanya kasus
sudah di Pengadilan;
- Bahwa Manajemen tidak berjanji kalau kasus ini selesai di Pengadilan
akan dipekerjakan kembali;
- Bahwa aturan skorsing PKB 6 bulan dari April gaji dibayar penuh;
- Bahwa Juli 2010 Tergugat I,II tidak bekerja tapi dibayar penuh;
- Tergugat I,II mulai tidak bekerja bulan April 2008;
- Bahwa surat tanggal 21 April 2008 yang menyatakan kalau tidak
terbukti uang servis akan dikembalikan sampai sekarang uang servis
masih di Manager;
- Bahwa setelah 6 bulan, saksi mendatangi Manager dan kata Manager
nunggu Putusan Pengadilan, tapi tidak memperpanjang skorsing;
- Bahwa kalau orangnya sakit, uang servis dikasih, kalau skrorsing tidak
dikasih uang servis.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
72
Universitas Indonesia
4.5.5. Keterangan saksi KAMSU SUGANDHI138
- Bahwa yang saksi ketahui Tergugat digugat Penggugat karena
hubungan disharmonis antara Penggugat dan para Tergugat I,II;
- Bahwa hubungan kurang harmonis dasarnya kasus yang sudah diputus
di Pengadilan Negeri Bandung;
- Bahwa mekanisme pembayaran setiap ada pembayaran biasanya
dilakukan posting atau dimasukkan ke dalam mesin Micros itu kalau
tidak ada halangan;
- Bahwa kalau kerja setiap hari sampai jam 9 malam kalau di bawah jam
9 malam belum pulang, belum diposting bukanlah pelanggaran karena
system posting dilakukan dua kali;
- Bahwa Tergugat I, Early sebagai Bak tender bersih-bersih merangkap
kasir;
- Bahwa Tergugat II, Yudhasari bagian instruktur senam;
- Bahwa sewaktu diposting, uang sudah masuk karena system online
dipembukuan sudah dicatat dan faktanya uang itu ada;
- Bahwa kalau ada orang luar yang masuk bukan member, tamu harus
bayar Rp. 150 ribu;
- Bahwa saksi dengar setelah kejadian, saksi diberi tahu dan dipanggil
dengan pengurus lainnya katanya ada penggelapan;
- Waktu saksi dipanggil bulan April 2008 disitu ada saksi, manager
personalia, Jum Frizal, Manager, Security;
- Bahwa waktu itu serikat pekerja dan pengurus bipartite akan tetapi
tidak ada kata sepakat karena Tergugat I,II tidak mau mundur;
- Bahwa kalau bukan member harus bayar Rp. 150 ribu ditunjukkan
voucher dan voucher dikembalikan ke kasir;
- Bahwa yang saksi dengar uang oleh Tergugat I,II disetorkan sebelum
jam 9 malam, sudah disetorkan ke bagian Accounting;
- Bahwa kalau di PKB skorsing 6 bulan gaji dipenuhi dan servis
ditangguhkan, karena tidak salah maka servis dibayarkan;
- Bahwa PKB tidak merumuskan dengan jelas tentang uang servis;
138 Ibid
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
73
Universitas Indonesia
- Bahwa kalau skorsing, uangs ervis dibayar kalau tidak bersalah;
- Bahwa di PKB tidak ada aturan khusus uang servis;
- Bahwa saksi tidak mengetahui Tergugat I,II menerima langsung uang
dari tamu karena saksi hanya dengar saja Tergugat I,II menerima
langsung dari tamui;
- Bahwa uang oleh Tergugat I,II diserahkan kepada Accounting pada
hari itu juga;
- Bahwa uang di pembukuan Hyatt ada masuk pada hari itu juga;
- Bahwa Tergugat I,II menolak tuduhan penggelapan karena sebelum
tutup buku sudah diposting, otomatis di Accounting ada
pembukuannya;
- Bahwa yang saksi tahu sudah diposting oleh Tergugat I,II;
- Bahwa kalau ada uang disimpan did rower sudah biasa kalau
menerima uang dari tamu;
- Bahwa jam 9 malam closing dan Tergugat I,II closing sebelum jam 9
malam;
- Bahwa Tergugat I,II dipanggil Accounting jam 5 sore;
- Bahwa Tergugat I,II dipanggil sudah diposting atau belum;
- Bahwa masalah uang disimpan di saku Early dulu saksi tidak tahu;
- Bahwa kalau Tergugat II Yudhasari menyimpan uang did rower;
- Bahwa Tergugat II Yudhasari dipostingnya pada saat kejadian ada
laporannya ada buktinya di Accounting;
- Bahwa orang yang dipercaya sebagai kasir punya kartu Micros dan
Early yang dipercaya dan Early bias posting;
- Bahwa kalau prosedur, saksi lupa lagi tapi posting bias kemudian,
menunda posting dibenarkan untuk menerima tamu;
- Bahwa mengenai Bukti P-16 karena saksi tidak lihat kejadian jadi
tidak tahu;
- Bahwa kalau menunda posting adalah kebiasaan;
- Bahwa kalau tidak bisa posting jalan keluarnya uang disimpan dulu di
drower yang satu karena drower tidak bisa dibuka;
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
74
Universitas Indonesia
- Bahwa drower pakai mesin dan ada disebelah, kalau drower yang lain
saksi tidak tahu;
- Bahwa pada waktu bipartit dibicarakan tidak ada transaksi tunai dan
tidak ada tamu saksi tidak begitu tahu;
- Bahwa bukti P-17 temuan saksi tidak tahu;
- Bahwa menunda posting biasanya dengan alasan tertentu;
- Bahwa Tergugat I,II tidak pernah diberi peringatan I,II,III;
- Bahwa teman-teman yang di Olympus ditransfer ke bagian lain ada ke
bagian cuci piring dan lain-lain;
- Bahwa ada kemungkinan Tergugat I,II bisa ditempatkan di tempat lain;
- Bahwa Tergugat I,II menginginkan tetap bekerja;
- Bahwa bila Tergugat I,II ditempatkan di bagian cuci piring, saksi tidak
tahu;
- Bahwa pelanggaran keterlambatan posting merupakan kesalahan
prosedur;
- Bahwa pelanggaran prosedur diketahui Managernya Dominggus Pota;
- Bahwa kalau ada kesalahan-kesalahan yang tanggung jawab adalah
Manager.
4.5.6. Keterangan saksi R.INDARTRIANNI,S.H.139 (mediator perkara aquo
di Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bandung)
- Bahwa yang saksi tahu ialah saksi waktu itu yang buat risalah dan
anjuran;
- Bahwa waktu itu usulan perusahaan, Tergugat I,II melakukan
pelanggaran berat dan dimediasi tidak sepakat;
- Bahwa berdasarkan mediasi pelanggaran berat, karena pada waktu itu
putusan pidananya belum keluar jadi belum teruji;
- Bahwa pelanggaran berat tersebut sudah dilaporkan ke Polisi, dan
saksi waktu itu menolak pelanggaran berat;
- Bahwa waktu mediasi ada alasan pada PKB itu pelanggaran berat;
139 Ibid
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
75
Universitas Indonesia
- Bahwa waktu mediasi masalahnya perselisihan pemutusan hubungan
kerja alasannya pelanggaran berat;
- Bahwa waktu diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial dimintakan
PHK;
- Bahwa waktu diajukan kepada saksi tentang perselisihan PHK karena
kesalahan berat, pada saat itu belum terjadi PHK karena belum ada
putusan dari pengadilan;
- Bahwa PHK karena kesalahan berat berdasarkan surat edaran Menteri
harus ada putusan dari pengadilan dan kalau dalam putusan pengadilan
tidak terbukti pekerja seharusnya dipekerjakan kembali;
- Bahwa setelah ada putusan dari Pengadilan Negeri Bandung tidak ada
permohonan mediasi lagi, karena tidak ada mediasi dua kali untuk
kasus yang sama tentang PHK;
- Bhawa salah satu syarat mengajukan gugatan sudah ada mediasinya,
mau terbukti atau tidaknya terserah pengadilan.
4.5.7. Keterangan saksi ahli MARSANA,S.H.,M.Hum140
- Bahwa saksi tidak tahu persoalan persisnya atara Penggugat dengan
Tergugat, yang saksi tahu garis besarnya saja;
- Bahwa yang saksi ketahui awal PHK kesalahan berat itu informasi dari
mediasi;
- Bahwa yang mengajukan PHK perusahaan;
- Bahwa kalau kesalahan karena tindak pidana maka harus dibuktikan
tindak pidananya dan kalau tidak bersalah tidak bisa di PHK;
- Bahwa kalau alasan kesalahan berat karena tindak pidana, jadi harus
tindak pidananya terbukti kalau pidananya tidak terbukti tidak bisa di
PHK, karena menurut pasal 160 kalau tidak terbukti harus
dipekerjakan kembali;
- Bahwa mekanisme PHK diatur dalam pasal 151;
- Bahwa pasal 161 Perusahaan bisa mem PHK pekerja yang melanggar
PKB, tapi dengan surat peringatan;
140 Ibid
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
76
Universitas Indonesia
- Bahwa kalau pekerja melakukan pelanggaran yang ditetapkan dalam
PKB dapat di PHK setelah peringatan 1,2;
- Bahwa pengertian disharmonisasi akibat adanya terjadi PHK
mengakibatka hubungan kerja tidak harmonis;
- Bahwa disharmonisasi kesalahan berat, karena pasal 161
disharmonisasi bisa tidak alasan PHK tergantung;
- Bahwa kalau pekerja melakukan pelanggaran harus ada surat
peringatan I,2;
- Bahwa saksi tahu perkara ini sudah dimediasi;
- Bahwa waktu PKB didaftarkan sebelumnya dibaca dulu;
- Bahwa boleh saja kesalahan berat di PHK asal bisa dibuktikan;
- Bahwa bisa saja kesalahan berat mengakibatkan disharmonisasi;
- Bahwa kalau Penggugat ingin PHK dan Tergugat I,II ingin kerja jadi
tidak harmonis lagi, tapi alasan PHK apa sebenarnya;
- Bahwa kalau tidak salah alasan PHK permohonan perusahaan adalah
kesalahan berat;
- Bahwa kedudukan PKB dengan Undang-Undang yaitu PKB mengikat
sebagai Undang-Undang;
- Bahwa tidak mungkin ada 2 mediasi dalam kasus yang sama;
- Bahwa mengenai Disnaker menyurati Penggugat untuk membayar
kepada pekerja, itu bukan kapasitas saksi;
- Bahwa saksi tahu ada PKB di Hyatt namun lupa tanggal berlakunya;
- Bahwa kalau masa berlakunya PKB telah habis maka bisa
diperpanjang 1 tahun;
- Bahwa kalau ada perselisihan akan tetapi masa berlakunya PKB telah
habis bisa mengacu ke PKB lama;
- Bahwa kalau dulu pernah melakukan mediasi ternyata tindakan tidak
terbukti bisa mengajukan lagi, tapi dilihat lagi dengan alasan mediasi
yang lama, apakah ada relevansinya;
- Bahwa masa pedoman skorsing mengacu pada PKB.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
77
Universitas Indonesia
4.6. Analisis Kasus
4.6.1. Analisis Fakta
Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja ini berawal pada tanggal 16 April
2008, Early Sobarly (Tergugat I) dan Yudhasari Pardikan (Tergugat II) (Tergugat
I dan Tergugat II selanjutnya disebut Para Tergugat) melayani 2 (dua) orang
mysterious guest yang bukan anggota Club Olympus, Hotel Hyatt Regency
Bandung (Hotel HRB) yang hendak menggunakan fasilitas fitness. Mysterious
guest ke-1 tiba di Club Olympus, Hotel Hyatt Regency Bandung sekitar pukul
15.16 WIB dan melakukan pembayaran tunai sejumlah Rp 150.000,- (seratus lima
puluh ribu rupiah) kepada Tergugat II, mysterious guest ke-2 tiba di Club
Olympus, Hotel Hyatt Regency Bandung sekitar pukul 16.24 WIB dan melakukan
pembayaran tunai sejumlah Rp 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) kepada
TERGUGAT I;
Pada sore hari ketika hendak closing, Income Auditor mengadakan
pengecekan ke Club Olympus, Hotel HRB, Income Auditor tidak menemukan
adanya guest check dan transaksi tunai terhadap kedua mysterious guest tersebut.
Pada waktu Income Auditor menanyakan tentang kedua mysterious guest tersebut
kepada Para Tergugat, Tergugat I mengatakan bahwa tidak ada transaksi tunai,
sedangkan Tergugat II juga mengatakan bahwa Misterious Guest ke-1 tidak
membayar tunai akan tetapi memakai Voucher CATH atas nama Dewi.
Atas keterangan tersebut Income Auditor menuliskan laporan bahwa Para
Tergugat telah melakukan penggelapan uang dari kedua mysterious guest yang
dikirim oleh Perusahaan guna mengecek kredibilitas dan kejujuran setiap
karyawan Hotel Hyatt Regency Bandung. Atas penemuan tersebut, Income
Auditor selanjutnya melaporkan kepada Direktur Keuangan Hotel HRB dan
Direktur Keuangan Hotel HRB kemudian memanggil Para Tergugat dan bertanya
kepada Para Tergugat secara bergantian.
Berdasarkan keterangan Para Tergugat kepada Direktur Keuangan Hotel
HRB, Tergugat I akhirnya mengakui bahwa ada tamu yang membayar tunai dan
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
78
Universitas Indonesia
uangnya disimpan di saku celana Tergugat I, dan Tergugat II juga mengakui
bahwa Misterious Guest ke-1 bukan bernama Dewi dan tidak membayar dengan
Voucher CATH melainkan secara tunai sebesar Rp.150.000 (seratus lima puluh
ribu rupiah) serta uang tersebut tidak disimpan di cash drawer Club melainkan di
laci yang hanya diketahui Tergugat II;
Atas tindakan Para Tergugat yang telah memberikan keterangan bohong
kepada Income Auditor maka PT. Sinar Mulia Perkasa sebagai pemilik Hotel
Hyatt Regency Bandung (Penggugat) mengeluarkan surat skorsing dalam Proses
PHK selama 6 bulan kepada Para Tergugat pada tanggal 21 April 2008.
Tindakan Penggugat pada kasus ini benar, Penggugat melakukan skorsing
terlebih dahulu selama 6 bulan kepada Para Tergugat dan tidak langsung
mengeluarkan surat Pemutusan Hubungan Kerja. Karena berdasarkan Pasal 151
ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dinyatakan bahwa
Pemutusan Hubungan Kerja hanya sah setelah memperoleh penetapan dari
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Alasan PHK yang dilakukan Penggugat karena Para Tergugat tidak lolos
dalam uji kejujuran yang dilakukan Penggugat selaku pengusaha merupakan hal
yang wajar, karena setelah diuji melalui 2 (dua) orang mysterious guest tersebut
Para Tergugat jelas terbukti tidak jujur/berbohong, dimana Para Tergugat telah
berbohong kepada Income Auditor yang diperintahkan Penggugat untuk menguji
tingkat kejujuran di divisi tempat Para Tergugat bekerja. Pada waktu Income
Auditor menanyakan tentang kedua mysterious guest tersebut kepada Para
Tergugat, Tergugat I mengatakan bahwa tidak ada transaksi tunai, sedangkan
Tergugat II juga mengatakan bahwa Misterious Guest ke-1 tidak membayar tunai
akan tetapi memakai Voucher CATH atas nama Dewi.
Setelah kejadian di atas, Penggugat telah hilang kepercayaan kepada Para
Tergugat, sehingga menimbulkan hubungan yang tidak harmonis antara
Penggugat dengan Para Tergugat, sehingga apabila dibiarkan kondisi di atas, akan
menciptakan suasana kerja yang tidak kondusif baik antara Penggugat dengan
Para Tergugat, maupun antara Para Tergugat dengan pekerja lainnya. Dengan
demikian sangat beralasan hukum apabila Penggugat meminta kepada Pengadilan
Hubungan Industrial dengan alasan hubungan kerja yang tidak harmonis.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
79
Universitas Indonesia
Berdasarkan Alinea III Penjelasan Umum UU No. 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Hubungan Industrial menyebutkan :
“hubungan antara pekerja/buruh dan pengusaha merupakan hubungan yang
didasari oleh kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri dalam suatu
hubungan kerja. Dalam hal salah satu pihak tidak menghendaki lagi untuk terikat
dalam hubungan kerja tersebut, maka sulit bagi para pihak untuk tetap
mempertahankan hubungan yang harmonis.”
Berdasarkan ketentuan di atas, disharmonisasi terjadi apabila salah satu
pihak tidak menghendaki lagi untuk melanjutkan hubungan kerja. Pada kasus ini
Salah satu pihak yaitu Penggugat nyata-nyata sudah tidak menghendaki lagi
untuk melanjutkan hubungan kerja atau mempekerjakan Para Tergugat karena
sudah tidak mempercayai kejujuran Para Tergugat, dengan demikian sesuai
Amanat Alinea III Penjelasan Umum UU No. 2 Tahun 2004 sudah sulit bagi para
pihak untuk tetap mempertahankan hubungan kerja yang harmonis.
Ada beberapa Putusan Mahkamah Agung yang bisa dijadikan rujukan
bahwa Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan disharmonisasi adalah sah dan
dapat dibenarkan oleh hukum, diantaranya:
1. Putusan MA-RI No. 502 K/Pdt.Sus/2009 tanggal 15 Juni 2010, patut
dijadikan rujukan apabila ada salah satu pihak tidak menghendaki lagi untuk
melanjutkan hubungan kerja, yang dalam pertimbangannya Halaman 22
menyatakan:
“…..berdasarkan alinea III Penjelasan Umum UU No. 2Tahun 2004, Judex factie seharusnya menyatakanhubungan kerja putus ……..dan seterusnya”.
2. Putusan MA-RI No. 225 K/Pdt.Sus/2011, dalam pertimbangannya Halaman
24, telah menyatakan :
- Bahwa hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat sudahtidak harmonis dengan adanya PHK oleh Tergugat dan di tindaklanjuti dengan Surat Skorsing
- Bahwa sesuai penjelasan UU No. 2 Tahun 2004, yaitu apabila salahsatu pihak tidak menghendaki lagi untuk terikat hubungan kerja ,maka sulit bagi para pihak untuk memper tahankan hubungan kerjayang harmonis;
- Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, untukkemanfaatan kedua belah pihak , maka adil hubungan ker ja putusdengan alasan disharmonis
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
80
Universitas Indonesia
3. Putusan MA-RI No. 743.K/Pdt.Sus/2010 telah membatalkan Putusan PHI
pada PN Tanjung Pinang No. 42/G/2009/PHI.PN.TPI. tanggal 3 Maret 2010,
dalam pertimbangannya pada halaman 17, Majelis Hakim menyatakan:
“Pekerja telah diputuskan oleh Judex Facti untuk bekerja kembali,demi sosial jika dilanjutkan hubungan kerja akan bisa menimbulkandisharmonisasi,......“.;
Dengan demikian alasan Penggugat melakukan Pemutusan Hubungan
Kerja dengan alasan disharmonisasi yang disebabkan Para Tergugat berbohong
ketika diuji kejujuran oleh Penggugat melalui 2 (dua) orang Misterious Guest
sehingga menyebabkan hilangnya kepercayaan Penggugat kepada Para Tergugat
adalah sesuai dengan hukum yang berlaku.
4.6.2. Analisis Yuridis tentang Pertimbangan Hakim Mengenai Kekuatan
Yuridis Keterangan Saksi De Auditu Dalam Perkara Antara PT Sinar
Mulia Perkasa Dengan Early Sobarly-Yudhasari Pardikan di PHI
Pada PN Bandung, dengan No Register Perkara
41/G/2011/PHI/PN.BDG
Pembuktian pada dasarnya merupakan proses untuk menentukan substansi
atau hakekat adanya fakta-fakta yang diperoleh melalui ukuran yang layak dengan
pikiran yang logis terhadap fakta-fakta pada masa lalu yang tidak terang menjadi
fakta-fakta yang terang.141
UU PPHI tidak mengatur tehnis dan mekanisme pembuktian perkara.
Proses pembuktian di PHI berpedoman pada beberapa ketentuan yang terdapat di
luar UU PPHI. Dalam Pasal 164 HIR142, yang disebut bukti adalah :
a. Bukti surat ;
b. Bukti saksi ;
c. Sangkaan ;
d. Pengakuan ;
e. Sumpah ;
141 Bambang Poernomo, Hukum Acara Pidana. Pokok-Pokok Tata Cara PeradilanPidana dalam Undang-undang RI No. 8 Tahun 1981, cet. 1, ed. 1 (Yogyakarta: Liberty, 1986),hal. 38.
142R. Tresna, Komentar HIR. (Jakarta : Pradnya Paramita, 1978), hal 141
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
81
Universitas Indonesia
Di dalam kasus ini, Penggugat mengajukan alat bukti di persidangan
berupa alat bukti surat sebanyak 22 surat (P1 sampai P22), dan alat bukti
keterangan Saksi. Penggugat mengajukan 2 (dua) orang Saksi yaitu M. YUSUP
dan RIAN MILANA TUMANGGOR. Sementara itu Para Tergugat mengajukan
Alat bukti surat sebanyak 5 surat (T1-T5) dan keterangan Saksi . Para Tergugat
mengajukan 5 (lima) orang Saksi yaitu SUDARTA, JUM FRIZAL, KAMSU
SUGANDI, R. INDARTRIANNI,S.H., MARSANA,SH.M.Hum.
Dalam pembuktian perkara perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja di
Pengadilan Hubungan Industrial, baik Penggugat maupun Para Tergugat dapat
mengajukan alat bukti yang diperlukan dalam hal mencari kebenaran formil yang
diperlukan. Pembuktian yang dilakukan mengenai argumentasi atau dalil yang
didasarkan atas alat-alat bukti yang diajukan dalam pemeriksaan perkara,
merupakan bagian yang paling penting dalam hukum acara di pengadilan.143
Termasuk di Pengadilan Hubungan Industrial. Pembuktian dalam perkara
perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja haruslah diorientasikan untuk
menemukan kebenaran yang hakiki dari pokok perkara yang sedang
diperselisihkan.
Di dalam pemeriksaan perkara perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja
ini, yang sering dipakai dan juga paling menentukan adalah:
(i) Alat Bukti Surat
(ii) Keterangan Saksi yang diajukan, baik oleh Penggugat maupun
Para Tergugat.
Di dalam kasus ini, alat bukti yang diajukan baik oleh Penggugat maupun
Para Tergugat adalah alat bukti surat dan keterangan saksi. Dari alat bukti yang
diajukan di persidangan, keterangan saksi sangat dominan diambil oleh Majelis
Hakim untuk dijadikan dasar dalam pertimbangannya.
Dari keterangan saksi, tentu yang diharapkan adalah keterangan-
keterangan yang dapat diberikan tentang fakta, peristiwa hukum maupun hak, baik
yang diketahuinya maupun yang didengar atau dilihatnya sendiri. Keterangan
saksi yang demikian harus juga disertai alasan bagaimana hal tersebut
diketahuinya, ada saksi yang dengan sengaja diminta untuk turut serta
143 Jimly Asshiddiqie (b), op. cit., hal. 201.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
82
Universitas Indonesia
menyaksikan suatu peristiwa hukum atau perbuatan hukum yang dilakukan. Ada
juga yang secara kebetulan melihat dan mendengar peristiwa hukum tertentu.144
Keterangan alat bukti keterangan Saksi dianggap sah sebagai alat bukti
apabila memenuhi syarat baik syarat formil maupun syarat meteriil.Menurut
undang-undang, terdapat beberapa syarat formil yang melekat pada alat bukti,
yang terdiri dari:
1) Orang yang Cakap Menjadi Saksi
Undang-undang membedakan orang yang cakap (competence ) menjadi
saksi dengan orang yang dilarang atau tidak cakap ( incompetency )
menjadi saksi. Berdasarkan prinsip umum, setiap orang dianggap cakap
menjadi saksi kecuali undang-undang sendiri menentukan lain. Dan
apabila undang –undang telah menentukan orang tertentu memberikan
keterangan sebagai saksi, maka secara yuridis orang yang bersangkutan
termasuk kategori tidak cakap sebagai saksi. Orang yang demikian oleh
hukum tidak memenuhi syarat formil sebagai saksi, karena orang demikian
dilarang didengar keterangannya sebagai saksi.
Orang yang dilarang didengar sebagai saksi, diatur secara enumerative
dalam Pasal 145 HIR, Pasal 172 RBG maupun Pasal 1909 KUH Perdata
yang terdiri dari:
a. Kelompok yang tidak cakap secara absolute
b. Kelompok saksi yang tidak cakap secara relative
Di dalam kasus ini semua Saksi baik yang diajukan oleh Penggugat yaitu
Saksi M. YUSUP dan RIAN MILANA TUMANGGOR maupun yang
diajukan oleh Para Tergugat yaitu Saksi SUDARTA, JUM FRIZAL,
KAMSU SUGANDI, R. INDARTRIANNI,S.H.,
MARSANA,SH.M.Hum adalah orang yang cakap dan tidak termasuk
katagori orang yang dilarang didengar sebagai saksi sebagaimana di atur
dalam Pasal 145 HIR, Pasal 172 RBG maupun Pasal 1909 KUH Perdata.
Dengan demikian syarat formil bahwa seorang saksi harus cakap dan tidak
termasuk katagori orang yang dilarang didengar sebagai saksi
144 Maruarar Siahaan, op. cit., hal. 139.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
83
Universitas Indonesia
sebagaimana di atur dalam Pasal 145 HIR, Pasal 172 RBG maupun Pasal
1909 KUH Perdata, terpenuhi.
2) Keterangan Disampaikan di Sidang Pengadilan
Keterangan saksi harus diberikan atau disamaikan di depan sidang
pengadilan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 141 HIR, Pasal 171 RBG
maupun dalam Pasal 1905 KUH Perdata. Menurut ketentuan di atas,
keterangan yang sah sebagai alat bukti adalah yang diberikan di depan
persidangan.145
Berdasarkan pengamatan penulis selama persidangan berlangsung, semua
saksi dalam kasus ini memberikan atau menyampaikan keterangan di depan
persidangan. Dengan demikian syarat formil bahwa seorang saksi harus
memberikan atau menyampaikan keterangannya di depan persidangan terpenuhi.
Dengan demikian berdasarkan uraian di atas, maka semua saksi yang
diajukan di Pengadilan Hubungan Industrial pada PN Bandung dalam kasus ini
telah memenuhi syarat formil keterangan alat bukti saksi.
Selain syarat formil yang harus dipenuhi agar keterangan saksi dapat
dijadikan sebagai alat bukti saksi yang sah, maka harus memenuhi syarat materiil.
Syarat materiil ini bersifat kumulatif, bukan alternatif. Apabila salah satu
diantaranya tidak terpenuhi, mengakibatkan keterangan yang diberikan saksi
mengandung cacat materiil, oleh karena itu keterangann tersebut tidak sah sebagai
alat bukti.
Syarat materiil yang harus dipenuhi agar keterangan saksi dapat dijadikan
alat bukti yang sah adalah:
1. Keterangan satu orang saksi tidak sah sebagai alat bukti.
Berdasarkan Pasal 169 HIR, Pasal 1905 KUH Perdata dinyatakan
bahwa keterangan satu orang saksi saja, tidak dapat dipercaya, agar sah
sebagai alat bukti, harus ditambah dengan suatu alat bukti yang lain. Dalam
putusan ini, Majelis Hakim dalam pertimbangannya banyak menggunakan
keterangan satu orang saksi saja tanpa didukung dengan alat bukti yang lain
sehingga bertentangan dengan Pasal 169 HIR dan Pasal 1905 KUH Perdata.
145 R. Subekti, R.Tjitrosudibio, op. cit.,425
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
84
Universitas Indonesia
Pasal 169 HIR disebutkan bahwa:“Keterangan dari seorang saksi saja, dengan tidak ada suatu alatbukti yang lain, di dalam hukum tidak dapat dipercaya.”Pasal 1905 KUH Perdata, disebutkan bahwa:Keterangan seorang saksi saja tanpa alat pembuktian lain, dalamPengadilan tidak boleh dipercaya.
Di dalam hukum acara perdata dikenal istilah “Unus testis nullus testis”
bahwa satu orang saksi bukanlah saksi, sehingga keterangan satu orang saksi
tanpa didukung dengan alat bukti lain tidak bisa dikatagorikan sebagai satu alat
bukti karena tidak memenuhi syarat materiil alat bukti saksi. Pada halaman 44
paragraf 3 Majelis Hakim berkesimpulan bahwa Para Tergugat orangnya rajin dan
tidak suka melawan atasan, hanya didasarkan penilaian saksi SUDARTA dan
mengabaikan alat bukti surat yang diajukan Penggugat (bukti P-14 dan P-15)
yaitu tentang pengakuan bahwa Para Tergugat telah berbohong dan berkata tidak
jujur pada saat dilakukan pengetesan tingkat kejujuran Para Tergugat oleh
Penggugat.
Pada bagian lain yaitu pada halaman 46 paragraf 3, Majelis Hakim
mengambil kesimpulan bahwa menunda posting telah menjadi kebiasaan hanya
didasarkan keterangan satu orang saksi saja yaitu berdasarkan keterangan
KAMSU SUGANDI dan mengabaikan alat bukti surat yang diajukan Penggugat
(Vide bukti P-16) yaitu policies and procedures yang mensyaratkan posting harus
dilakukan segera;
Selain itu pada halaman 49 paragraf 2, Majelis Hakim berkesimpulan
bahwa Pemutusan hubungan kerja dengan alasan Disharmonisasi tidak dapat
diterima karena tidak ada aturan atau pasal di dalam UU No.13 tahun 2003 yang
mengatur tentang pemutusan hubungan kerja dengan alasan Disharmonisasi.
Kesimpulan ini hanya didasarkan keterangan satu orang saksi saja yaitu
MARSANA;
Dari uraian di atas, diketahui bahwa pertimbangan-pertimbangan Majelis
Hakim hanya berdasarkan keterangan satu orang saksi saja dan keterangan antara
satu orang saksi dengan yang lain tidak saling berhubungan satu sama lain
sehingga masing-masing keterangan saksi berdiri sendiri. Lagi pula keterangan
saksi yang berdiri sendiri tersebut tidak didukung oleh alat bukti yang lain;
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
85
Universitas Indonesia
Berdasarkan Putusan MA-RI No. 891 K/Sip/1983 dinyatakan bahwa
Pengadilan Tinggi telah salah menerapkan hukum pembuktian karena putusan
yang dijatuhkan hanya berdasarkan keterangan seorang saksi saja tanpa didukung
oleh alat bukti lain yang sah menurut hukum.
Dengan demikian Pertimbangan Hakim tidak boleh berdasarkan
keterangan satu orang saksi saja karena pertimbangan tersebut dapat dikatagorikan
sebagai suatu pertimbangan yang menyalahi hukum pembuktian karena
bertentangan dengan pasal 169 HIR, Pasal 1905 KUH Perdata dan Yurisprudensi
MA-RI No. 891 K/Sip/1983.
2. Keterangan berdasarkan Alasan dan sumber pengetahuan
Berdasarkan Pasal 171 ayat (1) HIR dan Pasal 1907 ayat (1) KUH Perdata
dinyatakan bahwa keterangan yang diberikan saksi harus memiliki landasan
pengetahuan . Landasan pengetahuan ini merupakan sebab atau alasan
pengetahuan yang diterangkannya. Keterangan yang tidak memiliki sebab alasan
yang jelas, tidak memenuhi syarat materiil sebagai alat bukti saksi.
Syarat materiil saksi sebagai alat bukti berdasarkan pasal 171 HIR adalah
keterangan seseorang yang harus berdasarkan sumber pengetahuan yang jelas.
Dan sumber pengetahuan yang dibenarkan hukum mesti merupakan
pengalaman, penglihatan, atau pendengaran yang bersifat langsung dari peristiwa
atau kejadian yang berhubungan dengan pokok perkara yang disengketakan para
pihak.
Landasan sumber pengetahuan yang dianggap sah dan memenuhi syarat,
harus memenuhi salah satu unsur di bawah ini:
a) Berdasarkan pengalaman saksi sendiri
Saksi mengalami sendiri hal-hal yang diterangkannya di persidangan, dan
apa yang dialaminya itu benar-benar berkaitan langsung dengan perkara
yang disengketakan.
b) Berdasarkan penglihatan saksi sendiri
Saksi dengan mata kepala sendiri melihat hal itu terjadi. Tidak dibenarkan
penglihatan berdasarkan ramalan, tetapi melihat fisik apa yang
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
86
Universitas Indonesia
diterangkannya sehubungan dengan kasus perkara yang disengketakan
para pihak.
c) Berdasarkan pendengaran saksi sendiri
Agar keterangan saksi yang bersumber dari pendengaran itu sah diajukan
sebagai alat bukti, pendengaran itu harus bersifat spesifik. Saksi dapat
menjelaskan kapan waktu, tempat, dan pihak yang ada pada saat
Ketrerangan seorang saksi yang bersumber dari cerita atau keterangan
orang lain yang disampaikan kepadanya adalah :
1. Berada diluar kategori keterangan saksi yang dibenarkan pasal 171 HIR
dan pasal 1907 KUHPerdata.
2. Keterangan saksi yang demikian hanya berkualitas sebagai testimonial de
auditu, yaitu kesaksian atau keterangan karena mendengar orang lain.
3. Disebut juga kesaksian tidak langsung atau bukan saksi mata yang
mengalami, melihat, atau mendengar sendiri peristiwa pokok perkara
yang disengketakan.
Bentuk keterangan yang demikian dalam Common Law disebut hearsay
evidence. Keterangan yang diberikan saksi dalam persidangan, berisi keterangan
yang disampaikan tangan pertama (first-hand hearsay) kepada saksi. Dalam
Common Law, terdapat berbagai aturan atau ketentuan yang bersifat eksepsional
yang membolehkan dan menerima hearsay sebagai alat bukti saksi (testimonial
evidence). Akan tetapi jika tidak ada hal yang eksepsional, hearsay evidence
dilarang secara absolut (absolutely prohibited), meskipun keterangan yang
diberikan benar-benar dipercaya (reliable).
Dari putusan ini dapat dilihat, meskipun saksi yang diajukan jumlahnya
banyak, tetapi oleh karena keterangan yang diberikan tidak memiliki sumber
pengetahuan yang jelas, semua pernyataan saksi de auditu dinyatakan tidak sah
sebagai alat bukti, karena tidak memenuhi syarat materiil yang digariskan Pasal
171 ayat (1) HIR, Pasal 1907 ayat (1) KUH Perdata dan pasal 308 RBG.
Di dalam putusan ini, Majelis Hakim dalam pertimbangannya banyak
menggunakan keterangan saksi de auditu tanpa didukung oleh satupun alat bukti
yang sah menurut hukum. Dalam pertimbangannya, halaman 45 paragraph 2
menyebutkan sebagai berikut:
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
87
Universitas Indonesia
“Bahwa berdasarkan keterangan KAMSU SUGANDHI menerangkan
bahwa Tergugat I dan Tergugat II sudah menyetorkan uang sebelum
jam 9.00 yang hari itu juga dilakukan pembukuan…….”
Keterangan saksi KAMSU SUGANDHI seharusnya tidak diambil sebagai
pertimbangan Majelis Hakim, karena pada halaman 35 dan 36 dinyatakan bahwa
saksi dengar setelah kejadian dan saksi tidak lihat kejadian jadi saksi tidak
tahu.
Di bagian lain putusan ini, Majelis Hakim dalam pertimbangannya,
halaman 44 paragraf 3 disebutkan sebagai berikut:
“Bahwa berdasarkan keterangan saksi SUDARTA…..para Tergugat dipanggil
oleh Accounting sebelum closing yang menanyakan Mysterious Guest”
Bahwa keterangan saksi KAMSU SUGANDHI seharusnya tidak diambil
sebagai pertimbangan, karena pada halaman 31 disebutkan bahwa Saksi tidak
mengetahui permasalahan Penggugat dan Tergugat I,II tapi kebetulan saksi
satu ship dengan Early (Tergugat I) dan Saksi tidak melihat kejadian karena
karena saksi di bagian atas menjaga kolam renang”
Berdasarkan ketentuan Pasal 171 HIR disebutkan bahwa:
1. Tiap-Tiap kesaksian harus berdasarkan pengetahuan
2. Pendapat-pendapat atau persangkaan yang istimewa , yang disusun
dengan kata akal, bukan kesaksian.
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, seorang saksi haruslah memberi
kesaksian tentang suatu peristiwa yang dia lihat, dia dengar atau dia saksikan
sendiri dan saksi tidak boleh memberikan kesaksian berdasarkan pendapatnya.
Berdasarkan keterangan saksi KAMSU SUGANDI yaitu saksi mendengar
dari orang lain keesokan harinya dan Saksi tidak melihat dan menyaksikan sendiri
kejadian tersebut sehingga saksi tidak tahu kejadiannya, maka jelas dan terang
bahwa saksi KAMSU SUGANDI tidak memenuhi syarat materiil sebagai seorang
saksi.
Sementara itu, berdasarkan keterangan saksi SUDARTA bahwa dia tidak
mengetahui Persoalan antara Penggugat dan Para Tergugat dan dia berada jauh di
tempat kejadian yaitu di Kolam renang Hotel yang letaknya berjauhan dengan
tempat kejadian sehingga tidak mengetahui kejadiannya, maka jelas dan terang
bahwa saksi SUDARTA tidak memenuhi syarat materiil sebagai seorang saksi.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
88
Universitas Indonesia
Oleh karena KAMSU SUGANDI dan SUDARTA tidak melihat,
mendengar atau menyaksikan sendiri karena pada saat kejadian KAMSU
SUGANDHI sedang libur dan saksi SUDARTA tidak ada di tempat kejadian,
dengan demikian keterangan saksi KAMSU SUGANDHI dan saksi SUDARTA
tidak boleh diambil dalam pertimbangan Majelis Hakim karena tergolong sebagai
Saksi de auditu;
Saksi De Auditu bukanlah termasuk alat bukti saksi karena tidak
memenuhi persyaratan seorang saksi, sehingga keterangan seorang saksi De
Auditu haruslah ditolak apalagi keterangan yang diberikan tidak didukung dengan
alat bukti yang lainnya. Dari uraian tersebut di atas, telah nyata bahwa Majelis
Hakim di dalam pertimbangannya telah mengambil keterangan saksi de auditu
sehingga bertentangan dengan Pasal 171 HIR.
4.7. Kesimpulan
Berdasarkan analisis fakta dan Analisis Yuridis tentang Pertimbangan
Hakim Mengenai Kekuatan Yuridis Keterangan Saksi De Auditu Dalam Perkara
Antara PT Sinar Mulia Perkasa Dengan Early Sobarly-Yudhasari Pardikan
di PHI Pada PN Bandung, dengan No Register Perkara 41/G/2011/PHI/PN.BDG,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Alasan Penggugat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan
disharmonisasi yang disebabkan Para Tergugat berbohong ketika diuji
kejujuran oleh Penggugat melalui 2 (dua) orang Misterious Guest sehingga
menyebabkan hilangnya kepercayaan Penggugat kepada Para Tergugat adalah
sesuai dengan hukum yang berlaku
2. Sistem pembuktian dalam pemeriksaan perkara di Pengadilan Hubungan
Industrial adalah sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif.
Pada prinsipnya, sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif
menentukan bahwa hakim hanya boleh menjatuhkan putusan apabila alat bukti
tersebut secara limitatif ditentukan dalam undang-undang. Namun demikian,
dalam kasus ini, Majelis Hakim cenderung menggunakan sistem pembuktian
menurut undang-undang secara negatif, dimana terjadi peramuan antara sistem
pembuktian menurut undang-undang secara positif dan sistem pembuktian
berdasarkan persangkaan hakim. Karakteristik sistem pembuktian menurut
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
89
Universitas Indonesia
undang-undang secara negatif sangat terlihat jelas, dimana keterangan saksi de
auditu sangat dominan dalam mempengaruhi persangkaan hakim dalam
memutuskan perkara ini sehingga banyak sekali keterangan saksi de auditu
yang diambil sebagai dasar pertimbangannya bahkan keterangan saksi de
auditu dapat mengenyampingkan alat bukti surat. Sebagai contoh di halaman
46 paragraf 3 di Putusan No. 41/G/2011/PHI/PN.BDG ini, Majelis Hakim
mengambil kesimpulan bahwa menunda posting telah menjadi kebiasaan
hanya didasarkan keterangan satu orang saksi de auditu saja yaitu berdasarkan
keterangan KAMSU SUGANDI dan mengabaikan alat bukti surat yang
diajukan Penggugat (bukti P-16) yaitu policies and procedures yang
mensyaratkan posting harus dilakukan segera.
3. Keterangan saksi de auditu tidak dapat digunakan sebagai alat bukti langsung,
tetapi harus di dukung dengan alat bukti lain. Namun demikian apabila
keterangan dari beberapa saksi de auditu tersebut saling menguatkan satu
sama lainnya sehingga dapat ditarik benang merahnya tentang suatu peristiwa,
maka keterangan dari beberapa saksi de auditu tersebut dapat diambil menjadi
persangkaan hakim dan hakim diperbolehkan menjadikannya sebagai dasar
dalam pertimbangan untuk memutus suatu perkara. Peranan keterangan saksi
de auditu dalam perkara ini dapat dikatakan yang paling dominan. Hal ini
dapat terlihat dalam pertimbangan Majelis Hakim tersebut, dimana keterangan
saksi de auditu yang diajukan oleh Para Tergugat sangat mempengaruhi
persangkaan hakim dalam menjatuhkan putusan akhir.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
90
Universitas Indonesia
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari uraian yang terkait dengan bagaimanakah kekuatan yuridis
keterangan saksi de auditu dalam Pembuktian di Pengadilan Hubungan Industrial
sebagaimana diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Sistem pembuktian dalam pemeriksaan perkara di Pengadilan Hubungan
Industrial adalah sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif.
Pada prinsipnya, sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif
menentukan bahwa hakim hanya boleh menjatuhkan putusan apabila alat bukti
tersebut secara limitatif ditentukan dalam undang-undang. Namun demikian,
dalam kasus ini, Majelis Hakim cenderung menggunakan sistem pembuktian
menurut undang-undang secara negatif, dimana terjadi peramuan antara sistem
pembuktian menurut undang-undang secara positif dan sistem pembuktian
berdasarkan persangkaan hakim. Karakteristik sistem pembuktian menurut
undang-undang secara negatif sangat terlihat jelas, dimana keterangan saksi de
auditu sangat dominan dalam mempengaruhi persangkaan hakim dalam
memutuskan perkara ini sehingga banyak sekali keterangan saksi de auditu
yang diambil sebagai dasar pertimbangannya bahkan keterangan saksi de
auditu dapat mengenyampingkan alat bukti surat. Sebagai contoh di halaman
46 paragraf 3 di Putusan No. 41/G/2011/PHI/PN.BDG ini, Majelis Hakim
mengambil kesimpulan bahwa menunda posting telah menjadi kebiasaan
hanya didasarkan keterangan satu orang saksi de auditu saja yaitu berdasarkan
keterangan KAMSU SUGANDI dan mengabaikan alat bukti surat yang
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
91
Universitas Indonesia
diajukan Penggugat (bukti P-16) yaitu policies and procedures yang
mensyaratkan posting harus dilakukan segera.
2. Keterangan saksi de auditu tidak dapat digunakan sebagai alat bukti langsung,
tetapi harus di dukung dengan alat bukti lain. Namun demikian apabila
keterangan dari beberapa saksi de auditu tersebut saling menguatkan satu
sama lainnya sehingga dapat ditarik benang merahnya tentang suatu peristiwa,
maka keterangan dari beberapa saksi de auditu tersebut dapat diambil menjadi
persangkaan hakim dan hakim diperbolehkan menjadikannya sebagai dasar
dalam pertimbangan untuk memutus suatu perkara. Peranan keterangan saksi
de auditu dalam perkara ini dapat dikatakan yang paling dominan. Hal ini
dapat terlihat dalam pertimbangan Majelis Hakim tersebut, dimana keterangan
saksi de auditu yang diajukan oleh Para Tergugat sangat mempengaruhi
persangkaan hakim dalam menjatuhkan putusan akhir.
5.2. Saran
Sehubungan dengan uraian-uraian pada bab-bab terdahulu, maka penulis
mencoba mengemukakan beberapa saran yang kiranya akan bermanfaat sebagai
upaya untuk mengatasi kendala-kendala yang timbul dalam penanganan dan
menyelesaikan perkara perselisihan pemutusan hubungan kerja . Saran-saran
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Hakim sebaiknya menjadikan fakta di persidangan sebagai persangkaan
hakim, apabila fakta itu didasarkan kepada alat bukti yang sah atau setidak-
tidaknya didukung dengan alat bukti lain yang sah menurut undang-undang.
Keterangan yang berasal dari beberapa orang saksi de auditu dapat diambil
menjadi persangkaan hakim dan hakim diperbolehkan menjadikannya sebagai
dasar dalam pertimbangan untuk memutus suatu perkara, dengan syarat
keterangan beberapa saksi de auditu tersebut saling menguatkan satu sama
lainnya sehingga dapat ditarik benang merahnya tentang suatu peristiwa.
2. Hakim sebaiknya tidak mengambil keterangan yang hanya diberikan satu
orang saksi de auditu sebagai dasar pertimbangan Hakim apabila keterangan
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
92
Universitas Indonesia
seorang saksi de auditu tersebut tidak didukung dengan alat bukti lain yang
sah menurut undang-undang.
3. Perlu dibuatnya aturan yang dituangkan dalam Surat Edaran Mahkamah
Agung yang mengatur dan mengikat hakim dalam menyusun persangkaannya
agar ada patokan-patokan tertentu yang harus dituruti oleh hakim dalam
menjatuhkan suatu putusan, sehingga dapat meminimalisir subjektifitas hakim
dalam memutus suatu perkara.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
93
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
BUKU
Amin, S.M. Hukum Acara Pengadilan Negeri. Jakarta: Pradya Paramita: 1976.
Asshddiqie, Jimly. Hukum Acara Pengujian Undang-Undang. Cet.1. Jakarta:Konstitusi Press, 2006.
Black, Henry Campbell. Black Law’s Dictionary. St. Paul: West Publising Co.,1990.
B.N. Marbun. Kamus Hukum Indonesia. Cet 1. Jakarta; Pustaka Sinar Harapan,2006.
E.B., Flippo. Personal Management. 5th edition. Sydney : McGraw-HillInternational Book Company, 1984. dikutip oleh Haryanto F Rosyid. “PHKMasihkah Mencemaskan”.
Engelbrecht. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan RepublicIndonesia.Jakarta:Internusa:1992.
Hamzah, Andi. Hukum Acara Pidana Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta: CV SaptaArtha Jaya, 1996.
Harahap, M. Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP.Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan PeninjauanKembali. Ed. 2. cet. 8. Jakarta: Sinar Grafika, 2007.
___________ Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Cet.2.Jakarta:Sinar Grafika:2005.
Indroharto. Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata UsahaNegara. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1991.
Khakim, Abdul. Aspek Hukum Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Antara Peraturan dan Pelaksanaan). Cet.1. Bandung: PT.Citra AdityaBakti, 2010.
Leihitu, Izaac S. dan Fatimah Achmad. Intisari
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
94
Universitas Indonesia
Mamuji,Sri et.al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Cet.1. Jakarta: BadanPenerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Manulang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, cetakan pertama.Jakarta : Rineka Cipta, 1998.
Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata. Cet .2. Jogjakarta: LibertyYogyakarta, 1999.
__________Hukum Acara Perdata Indonesia. Cet.1. Ed.5.Yogyakarta: Liberty,1998.
Muhammad, Abdulkadir.Hukum Acara Perdata Indonesia. Cet. 4. Bandung:PT.Citra Aditya Bakti. 1990.
Mulyadi, Lilik. Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Perdata Di Indonesia.Teori. Praktik. Teknik Membuat dan Permasalahannya. Bandung:CitraAditya Bakti,2009.
Munir, Fuady. Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata). Cet. 1. Bandung:PT. Citra Aditya Bakti. 2009.
Natsir, Muhammad. Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Djambatan: 2005) hal 160-163
Pangaribuan, Juanda. Tuntunan Praktis Penyelesaian Perselisihan HubunganIndustrial. Cet.1. Jakarta: PT Bumi Intitama Sejahtera, 2010.
Pitlo,A.. Pembuktian Dan Daluarsa (terj.). Jakarta:Internusa, 1986.
Prodjoamidjojo, Martiman. Sistem Pembuktian dan Alat-Alat Bukti. Cet 1.Jakarta: Ghalian Indoensia, 1983.
Poernomo, Bambang. Hukum Acara Pidana. Pokok-Pokok Tata Cara PeradilanPidana dalam Undang-undang RI No. 8 Tahun 1981. Cet. 1. Ed. 1.Yogyakarta: Liberty, 1986.
R. Tresna. Komentar HIR. Jakarta : Pradnya Paramita, 1978.
Rubini, I. dan Chidir Ali. Pengantar Hukum Acara Perdata. Bandung: Alumni.1974.
Sabuan, Ansorie, Syarifuddin Pettanasse, Ruben Achmad. Hukum Acara Pidana.Bandung:Angkasa,1990.
Siahaan, Maruarar. Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Cet.1. Jakarta: Konstitusi Press, 2005.
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012
95
Universitas Indonesia
Sinaga, Marsen. Pengadilan Perburuhan Di Indonesia. Cet.1. Yogyakarta:Perhimpunan Solidaritas Buruh, 2006.
Soedjono, Wiwoho. Hukum Perjanjian Kerja. Cet.3. Jakarta: PT. Rineke Cipta,1991.
Soekanto, Sorjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. 1986.
Soepomo, Imam. Pengantar Hukum Perburuhan. Cet.2. Bandung:PT Djambatan:1976.
__________. Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja. Cet.6. Jakarta :Djambatan, 1987
Subekti, R. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradnya Paramitha, 1983.
Sunindhia, YW dan Ninik Widiyanti. Masalah PHK dan Pemogokan. cetakanpertama.Jakarta : Bina Aksara, 1998.
Sutanto, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdatadalam Teori dan Praktek. Cet. 10. Bandung: Mandar Maju, 2005.
Widodo, Hartono dan Judiarto. Segi Hukum Penyelesaian PerselisihanPerburuhan. Cet.II. Jakarta: Rajawali, 1992.
II. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Diterjemahkan olehR. Subekti dan R. Tjitrosudibyo. Cet.8.Jakarta : Pradnya Paramita, 1976.
Indonesia . Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, UUNo 2 Tahun 2004 LN. No. 42 Tahun 1957, TLN. No. 4356.
__________Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.LN No.76 Tahun 1981. TLN. No.3209.
__________Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.LN No. 39 Tahun 2003. TLN No. 4279.
Surat Keputusan Direktur Jenderal Urusan Perlindungan dan Perawatan TenagaKerja Nomor : 362 Tahun 1967, Tentang Pelaksanaan Undang-UndangTentang Pemutusan Hubungan Kerja Di Perusahaan Swasta.
Reglement Indonesia Yang Diperbaharui S. 1941 No 44 RIB (HIR).
Analisis yuridis..., Sandra Marisha, FH UI, 2012