Upload
nguyendang
View
218
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS HUBUNGAN ANTARA KEBIJAKAN MONETER TERHADAP
DANA PIHAK KETIGA PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana
Ekonomi
Oleh
Rakhmawati
NIM: 105081002585
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430H/2009M
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
1. Nama : Rakhmawati
2. Tempat /Tanggal Lahir : Brebes, 08 Juni 1987
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Telepon : (021) 92114704 / 085718917740
6. E-mail : [email protected]
7. Alamat : - Jl. Mawar No. 37 Rt/Rw 01/01
Brebes
- Cipinang Timur Rt/Rw 09/03
Cipinang - Pulogadung Jakarta
Timur
II. Pendidikan
1. SDN 1 Bulakamba –Brebes : Tahun 1994-1999
2. MTsN Peterongan Jombang : Tahun 1999-2002
3. MAN Cirebon : Tahun 2002-2005
4. Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Jakarta : Tahun 2005-2009
i
ii
ABSTRACT
This study aims to analyze the influence of monetary policy on third-party funds in Islamic banking in Indonesia. This research was conducted at the Bank Indonesia. Using a sample of Mua'mmalat Bank, Bank Mega Syariah, and Bank Syariah Mandiri. The resources used in this research is secondary resources. This research study is using confirmatory factor analysis method. The purpose of confirmatory factor analysis is to measure whether the construct or latent variable of monetary policy and fund third party which is analyzed with unidemensional way, accurate, and consistent can be explained by the indicators as conceptualized
The results of the analysis studies shown that, in unidemensional,
accurate, and consistent, are factors confirmatory construction of monetary policy variables, can be measured and described by both of indicators, they are SWBI and Real GDP. By unidemensional accurate, and consistent, are confirmatory factors construction a third party fund variable, can be measured and explained by three indicators, they are Giro wadiah, savings mudarabah, and mudarabah deposits. There is a weakness n relationship between monetary policy to a third-party funds in Islamic banking in Indonesia, because of there is one of the monetary policy variable that is not significant, it is SWBI
Keywords: monetary policy, Islamic banking, SWBI, Inflation, Real GDP, Giro wadiah, mudharabah saving, deposits mudharabah
iii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kebijakan moneter terhadap dana pihak ketiga pada perbankan syariah di Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada Bank Indonesia. Dengan mengunakan sampel pada Bank Mua’mmalat, Bank Mega Syariah, dan Bank Syariah Mandiri. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah konfirmatori faktor analisis. Tujuan dari konfirmatori faktor analisis adalah untuk menguji apakah konstruk atau variabel laten kebijakan moneter dan dana pihak ketiga yang di teliti secara unidimensional, tepat, dan konsisten dapat dijelaskan oleh indikator-indikator sebagaimana yang dikonsepkan.
Hasil analisis penelitian menunjukan bahwa, secara unidemensional,
tepat, dan konsisten, adalah faktor-faktor konfirmatori pembentukan variabel kebijakan moneter , dapat diukur dan di jelaskan oleh kedua indikator, yaitu SWBI, and GDP Riil. Secara unidemensional tepat, dan konsisten, adalah factor-faktor konfirmatori pembentukan variabel dana pihak ketiga, dapat diukur dan di jelaskan oleh ketiga indikator, yaitu Giro wadiah, tabungan mudharabah), deposito mudharabah. Terdapat hubungan yang sedikit lemah antara kebijakan moneter terhadap dana pihak ketiga pada perbankan syariah di Indonesia, dikarenakan ada satu dari variabel kebijakan moneter yang tidak signifikan yaitu SWBI
Kata Kunci : kebijakan moneter, perbankan syariah, SWBI, Inflasi, GDP Riil, Giro wadiah, tabungan mudharabah, deposito mudharabah
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, tuhan seru sekalian alam, yang telah
melimpahkan nikmat yang tak terhingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
berjudul “ Analisis hubungan antara Kebijakan Moneter Terhadap Dana Pihak
Ketiga Pada Perbabankan Syariah Di Indonesia. “ Sholawat serta salam semoga
selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Para sahabat, keluarga dan para
pengikutnya.
Penulis menyadari terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari do’a dan
bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh kerena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan doa dan dukungannya meskipun
jauh disana, yang merupakan motivasi penulis untuk menjadi orang yang sukses
2. Keluarga besarku, terutama kaka-kaka dan kaka ipar penulis terimakasih banyak
untuk semua bantuan dan motivasinya dari awal sampai akhir
3. Keponakan-keponakan ku terutama Dewanti Rosyana terimakasih atas
motivasinya buat tante.
4. Bapak Prof .Dr.Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu
Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah sekaligus dosen pembimbing
I yang bersedia meluangkan waktu, solusi dan motivasi untuk penulis demi
terselesaikannya skripsi ini.
5. Bapak Arief Mufraini, Lc, MS, selaku dosen pembimbing II yang telah
meluangkan waktu, fikiran dan tenaga, yang dengan sabar membimbing penulis
dalam memberikan solusi atas masalah yang penulis hadapi.
6. Bapak Indoyama Nasaruddin MAB, selaku ketua Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
v
serta para dosen FEIS yang telah memberikan ilmu pengetahuannya yang begitu
bermanfaat bagi penulisnya.
7. Karyawan Bank Indonesia Yang telah begitu baik membantu penulis dalam
pengumpulan data.
8. Temen-teman seperjuangan penulis, Manajemen Perbankan, dan Manajemen
Keuangan terutama Amie, Lutfah, Najahi, Ridho, Rini, Nova Eka, Intan dan
Chamay, Terimakasih untuk semua bantuan tenaga dan motivasinya.
9. Temen-temen Costan terutama, Teh lety, Desi, dan Ka Bela Terimakasih untuk
semua bantuan tenaga dan motivasinya.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfat khususnya
bagi penulis dan bagi pembaca umumnya, serta semoga Allah Senantiasa Melindungi
dan merahmati kita dengan segala kebaikan, amiin ya rabbal ‘alamin.
Jakarta, 26 november 2009
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………. i
DAFTAR RIWIYAT HIDUP…………………………………………………….. ii
ABSTRACT………………………………………………………………………. iii
ABSTRAK……………………………………………………………………….. iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………………. v
DAFTAR ISI……………………………………………………………………… vii
DAFTAR TABEL………………………………………………………………... xi
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………... xii
DAFTAR DIAGRAM……………………………………………………………. xiii
Bab I. PENDAHULUAN………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang Penelitian……………………………………………….. 1
B. Perumusan Masalah……………………………………………………… 6
C. Tujuan Dan Manfaat…………………………………………………….. 7
1. Tujuan Penelitian……………………………………………………… 7
2. Manfaat Penelitian…………………………………………………….. 7
Bab II. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………….. 9
A. Kebijakan Moneter ……………………………………………………… 9
1. Instrumen Kebijakan Moneter………………………………………..... 9
2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter………………………….... 11
3. Prinsip Kebijakan Moneter Yang Sehat………………………………. 12
vii
4. Bank Indonesia (BI) Dalam Kebijakan Moneter……………………… 13
5. Kebijakan moneter dalam syariah…………………………………….. 17
6. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia(SWBI)……………………………. 19
7. Inflasi…………………………………………………………………. 21
8. Produk Domestik Bruto………………………………………………... 23
B. Dana Pihak Ketiga Pada Perbankan Syariah…………………………. 24
1. Giro Wadiah ………………………………………………………….. 26
2. Tabungan Mudharabah ……………………………………………….. 27
3. Deposito Mudharabah ………………………………………………… 29
C. Penelitian Terdahulu ……………………………………………………. 30
D. Kerangka Pemikiran ……………………………………………………. 32
E. Hipotesis…………………………………………………………… …….. 33
Bab III. METODELOGI PENELITIAN………………………………………. 34
A. Ruang Lingkup Penelitian……………………………………………… 34
B. Metode Penentuan Sampel……………………………………………… 34
C. Metode Pengumpulan Data…………………………………………….. 34
D. Metode Analisis……………………………………………………......... 35
1. Analisis Faktor Konfirmatori (confirmatori Factor Analysis)………… 35
a. Menguji Model Pengukuran………………………………………. 36
1) Uji Kesesuaian Model : Uji Unidemensionalitas……………… 36
2) Uji Validitas Reabilitas indikator……………………………… 38
viii
b. Validitas konstruk…………………………………………………. 39
1) Convergent Validity…………………………………………… 39
2) Variance Extracted…………………………………………….. 39
3) Construct ReLiability (CR)……………………………………. 40
4) Discriminan Validity…………………………………………... 41
E. Operasional Variabel…………………………………………………… 41
Bab IV. PENEMUAN DAN PEMBAHASAN…………………………………. 42
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian…………………………… 42
1. Sejarah Singkat Perusahaan…………………………………………… 42
2. Perkembangan Usaha………………………………………………..... 47
a. Perkembangan Ragam Usaha…………………………………….. 47
1) Kebijakan Pengembangan Perbankan Di Indonesia………...... 47
2) Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah…….. 59
b. Perkembangan Keuntungan………………………………………. 52
B. Penemuan Dan Pembahasan…………………………………………… 56
1. Analisis Faktor Konfirmatori (Confirmatory Factor Analisysis)……... 57
a. Menguji Model Pengukuran………………………………………. 57
1) Uji Kesesuaian Model : Uji Unidemensionalitas……………… 58
2) Uji Validitas Reabilitas indikator……………………………… 58
b. Validitas konstruk…………………………………………………. 67
1) Convergent Validity…………………………………………… 67
ix
2) Variance Extracted…………………………………………….. 67
3) Construct ReLiability (CR)……………………………………. 69
4) Discriminan Validity…………………………………………... 71
C. Interprestasi Hasil………………………………………………………. 72
Bab V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI……………………………………... 75
A. Kesimpulan………………………………………………………………... 75
B. Implikasi…………………………………………………………………... 76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Nomer Keterangan Hal
3.1 Operasional Variabel 41
4.1 Kriteria Fit 60
4.2 Regression Weight 61
4.3 Standardized Regression 62
4.4 Analisis Model Tahap 1 Dan 2 64
4.5 Regression Weight 65
4.6 Standardized Regression 66
4.7 Standardized Regression 68
4.8 Correlations 72
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomer Keterangan Hal
2.1 Skema Sertifikat Wadiah Bank Indonesia 21
2.2 Kerangka Pemikiran 32
xii
DAFTAR DIAGRAM
Nomer Keterangan Hal
4.1 Output 1 Dengan Diagram Jalur 59
4.2 Output 2 Dengan Diagram Jalur 63
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pembahasan sistem perbankan tidak terlepas dengan kebijakan moneter.
Dalam hubungan ini maka akan timbul pertanyaan tentang bagaimana pengaruh
kebijakan moneter yang diambil BI terhadap kedua sistem perbankan tersebut.
Untuk sistem perbankan konvensional, tentu permasalahan ini sudah bukan
menjadi bahan baru lagi. Efektifitas kebijakan moneter terhadap perbankan
konvensional sudah teruji dan sudah terimplementasi dengan luas. Bagaimana
dengan sistem perbankan syariah, hal ini memerlukan kajian tersendiri karena
dalam sistem dual banking pengaruh kebijakan moneter terhadap bank syariah
bisa jadi mempunyai implikasi yang berbeda dengan pengaruh kebijakan moneter
terhadap perbankan konvensional.
Di Indonesia terdapat dua sistem perbankan yaitu sistem bunga (interest
rate system) dan sistem bagi hasil atau yang lebih dikenal dengan sistem tanpa
bunga (free interest rate system). Didalam perbankan syariah juga terdapat
instrument SWBI (Sertifikat Wadiah Bank Indonesia). Hal ini menunjukkan
bahwa Indonesia memiliki dual monetary system yaitu mekanisme tingkat bunga
dan bagi hasil. Sistem bagi hasil sebagai sebuah prinsip perhitungan berdasarkan
1
2
pendapatan produsen atau peminjam yang memiliki sifat fleksibel terhadap
pengembalian bagi hasilnya.
Mekanisme transmisi adalah saluran yang menghubungkan antara
kebijakan moneter dengan perekonomian. Bernanke dan Gertler menekankan
pada sektor kredit(credit channer). sementara Obstfeld dan Rogoff memilih
menekankan konsep mekanisme transmisi pada kebijakan nilai tukar. Beberapa
ekonom sepakat bahwa mekanisme transmisi merupakan proses antara yang
menyebabkan perubahan pada GDP riil dan Inflasi melalui mekanisme kebijakan
moneter (Taylor dalam McCallum,2004).
Keberadaan sistem bagi hasil menimbulkan kemungkinan perpindahan
konsumen peminjam dari sistem bunga ke bagi hasil. Mekanisme subtitusi
tersebut membuat terjadinya lack di kebijakan moneter Indonesia. Kemungkinan
yang lain, hal tersebut dapat mereduksi efek negatif daripada pengurangan
pinjaman di sektor konvensional. Reduksi tersebut timbul sebagai akibat dari
mekanisme pinjaman syariah yang membuat keseimbangan antar pertumbuhan di
sektor moneter dan sektor riil sehingga penambahan proporsi pinjaman syariah
pada perekonomian dapat menekan inflasi.
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi besar kecilnya pengaruh
kebijakan moneter terhadap perbankan syariah, sehingga besar kecilnya pengaruh
ini berbeda dengan perbankan konvensional. Ketiga faktor tersebut adalah
3
dikotomi antara perbankan syariah dengan konvensional, instrumen kebijakan
moneter yang digunakan, dan kondisi struktur modal, asset (terutama asset-asset
likuiditas), dan kapitalisasi perbankan syariah yang mempunyai karakteristik
berbeda dengan perbankan konvensional.
Faktor kedua yang diduga mempengaruhi perbedaan besar pengaruh
kebijakan moneter antara dana pihak ketiga yang digunakan olah BI. Pada sistem
konvensional kebijakan moneter digunakan untuk mempengaruhi jumlah
penawaran uang dan tingkat bunga dalam perekonomian. Kebijakan ini dilakukan
antara lain dengan: Pertama, operasi pasar terbuka yaitu otorasi moneter
melakukan jual beli surat-surat berharga. Operasi pasar terbuka dilaksanakan
untuk mempengaruhi likuiditas rupiah dipasar uang, yang pada giliranya tingkat
suku bunga. OPT dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui penjualan sertifikat
Bank Indonesia dan investasi rupiah. Penjualann SBI dilakukan melalui lelang
sehingga tingkat diskonto yang terjadi benar-benar mencerminkan kondisi
likuiditas pasar uang. Sedangkan kegiatan intervensi rupiah dilakukan oleh BI
untuk menyesuaikan kondisi pasar uang, baik likuiditas maupun tingkat suku
bunga. Kedua, otoritas moneter membuat perubahan atas tingkat bunga diskonto
dan tingkat bunga yang harus dibayar oleh bank-bank umum.
Dengan kebijakan yang berorientasi pada pengaturan tingkat suku bunga
dan mayoritas instrumen yang digunakan juga berbasis bunga, maka kebijakan
ini tidak sepenuhnya dapat teradopsi oleh perbankan syariah. Namun disisi lain
4
arah kebijakan moneter didasarkan pada sasaran laju inflasi yang ingin dicapai
dengan memperhatikan berbagai sasaran ekonomi lainnya, baik dalam jangka
pendek, menengah maupun panjang. Kebijakan moneter konvensional yang
mempunyai pengaruh yang kuat pada sektor riil perekonomian (GDP) dan
berorientasi pada pencapaian target tingkat inflasi tertentu kemungkinan
mempunyai pengaruh terhadap asset dan liabilities perbankan syariah karena
perbankan syariah mempunyai orientasi dan link keterkaitan yang luas dengan
sector riil. Disamping itu dominasi sistem konvensional sangat erat, maka
pengaturan tingkat bunga melalui kebijakan moneter sistem konvensional
kemungkinan akan berpengaruh terhadap perbankan syariah.
Faktor ketiga yang diduga mempengaruhi perbedaan besar dampak
kebijakan moneter terhadap perbankan syariah dan perbankan konvensional
adalah kondisi dan karakteristik struktur modal,asset dan kapitalisasi perbankan
syariah. Munurut sudut pandang lending channel, terdapat kanal trasmisi
kebijakan moneter yang terlaksana melalui kredit bank. Pengetatan moneter akan
mempengaruhi jumlah deposit yang kemudian akan diikuti pengurangan supplay
kredit bank kepada nasabah. Jika pengaruh berkurangnya deposit sebagai
pendanaan lainya, maka takanan kebijakan moneter ini akan mempunyai efek
yang signifikan.
Menurut Kashyap and Stein (2004), lending channel akan sangat efektif
bagi bank kecil yang mempunyai struktur modal sederhana yang hampir
5
seluruhnya ditopang oleh deposit dan saham biasa. Pengaruh lending channel
bank juga lebih kuat dirasakan oleh bank yang memiliki asset likuid dan
berkapitalisasi kecil. Bank berlikuiditas kecil tidak dapat melindungi portopolio
pinjaman (loan portofolio) mereka dari pengetatan moneter dengan merubah kas
dan sukuritas yang dimiliki. Sedang bank berkapitalisasi kecil hanya mempunyai
sedikit akses ke pasar untuk memperoleh uninsured funding, sehingga pembiyaan
bank tersebut lebih bergantung pada tekanan kebijakan moneter.
Dengan landasan pandangan tersebut, maka secara teori besar pengaruh
kebijakan moneter pada perbankan syariah akan ditentukan juga oleh kondisi dan
karakteristik struktur modal, asset, dan kapitalisasi perbankan syariah. Perbedaan
kondisi dan karakteristik struktur modal, asset, kapitalisasi, antara perbankan
syariah dan perbankan konvensional akan menjadi penyebab perbedaan
pengaruh kebijakan moneter yang diterima masing-masing sistem perbankan.
Dengan latar belakang ketiga hal tersebut diatas, yaitu adanya dikotomi
antara perbankan syariah dan perbankan konvensional, metode yang digunakan
BI dalam mengambil kebijakan moneter serta kondisi struktur modal, likuiditas
kapitalisasi. Karakteristik nasabah perbankan syariah saat ini, maka efektifitas
pengaruh moneter konvensional yang diterapkan BI saat ini kemungkinan
mempunyai effek dan kecendurungan yang berbeda dengan perbankan
konvensioanal.
6
Namun disisi lain kebijakan moneter konvensional ini mempunyai
pengaruh yang kuat pada sector riil perekonomian (GDP) dan berorientasi pada
pencapaian target inflasi tertentu. Perkembangan sektor riil dan tingkat inflasi
akan mempunyai pengaruh terhadap perkembangan perbankan syariah yang
menggunakan konsep bagi hasil untuk menggantikan bunga ini, berorientasi pada
sektor riil. Disamping itu dominasi sistem konvensional yang telah mengakar dan
secara realitas interaksi pelaku ekonomi dan interaksi aktivitas ekonomi
perbankan syariah konvensional sangat erat, maka pengaruh kebijakan moneter
konvensional terhadap perbankan syariah mempunyai arah trend kecenderungan
yang sama dengan perbankan konvensional, alasan itulah yang mendorong
penulisan skripsi ini yang berjudul “ Analisis hubungan antara Kebijakan
Moneter Terhadap Dana Pihak Ketiga Pada Perbankan Syariah Di Indonesia”
B. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang diajukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah SWBI (Sertifikat Bank Indonesia), Inflasi, dan GDP Riil adalah
faktor-faktor konfirmatori pembentukan variabel kebijakan moneter ?
2. Apakah Giro wadiah, tabungan mudharabah, dan deposito mudharabah adalah
faktor-faktor konfirmatori pembetukan variabel dana pihak ketiga ?
3. Bagaimana hubungan antara kebijakan moneter terhadap dana pihak ketiga?
7
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada permasalah diatas maka tujuan penelitian adalah
sebagai berikut:
a. Untuk menganalisis SWBI (Sertifikat Bank Indonesia), Inflasi, dan GDP
Riil adalah faktor-faktor konfirmatori pembentukan variabel kebijakan
moneter
b. Untuk manganalisis Giro wadiah, tabungan mudharabah, dan deposito
mudhorabah adalah faktor-faktor konfirmatori pembentukan variabel dana
pihak ketiga
c. Untuk menganalisis apakah ada hubungan anatara kebijakan moneter
terhadap dana pihak ketiga
2. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka penelitian ini di harapkan
dapat bermanfaat bagi:
a. Penulis
Untuk mengimplementasikan ilmu yang penulis peroleh selama
kuliah pada program SI Jurusan Manajemen.
b. Perbankan Syariah
Pengaruh kebijakan moneter konvensional terhadap perbankan
syariah ini menjadi topik yang akan dibahas lebih lanjut. Kajian pengaruh
8
kebijakan moneter terhadap perbankan syariah ini dapat bermanfaat untuk
evaluasi perkembangan sistem perbankan syariah serta sebagai bahan awal
kajian dalam menentukan metode kebijakan moneter sistem syariah.
c. Bagi Mahasiswa
Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan penelitian lebih lanjut
(bagi yang berminat).
d. Bagi Masyarakat
Sebagai informasi tambahan yang dapat di gunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambilan analisis kebijakan moneter terhadap
perbankan syariah khususnya pada dana pihak ketiga.
e. Perguruan Tinggi
Penelitian ini akan menambah kepustakan dibidang manajemen
perbankan dan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan untuk menambah
wawasan pengetahuan, khususnya tentang kebijakan moneter pada
perbankan syariah.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah merupakan alat utama selain kebijakan fiskal
yang digunakan pemerintah untuk mempengaruhi kecepatan arah dan
keseluruhan aktivitas ekonomi, yaitu untuk mempengaruhi tingkat keluaran
agregat, tenaga kerja, serta harga.
Kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki
keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar. Jumlah uang
beredar, dalam analisis ekonomi makro, memiliki pengaruh penting terhadap
tingkat output perekonomian, juga terhadap stabilitas harga-harga. Uang yang
beredar terlalu tinggi tanpa disertai kegiatan produksi yang seimbang, akan
ditandai dengan meningkatnya harga-harga pada seluruh barang dalam
perekonomian atau dikenal dengan istilah inflasi.
1. Instrument Kebijakan Moneter
Suatu otoritas moneter mempunyai pengaruh yang penting,
walaupun secara tidak langsung, terhadap trend tingkat harga, output, dan
nilai tukar uang suatu Negara. Otoritas moneter atau bank sentral melakukan
hal tersebut melalui kemampuanya dalam mengendalikan penawaran uang
dan kredit bank, serta malalui pengaruhnya terhadap tingkat suku bunga, arus
10
kredit, dan perkembangan sektor financial pada sebuah perekonomian.
Pengaruh spesifik yang lain adalah kemampuan bank sentral untuk
mengendalikan jumlah maksimum suku bunga yang dibayarkan terhadap
jumlah simpanan tertentu kepada bank-bank dan menentukan proporsi saham
yang dapat dibeli melalui kredit. Dalam hal-hal tertentu bank sentral dapat
mempunyai kekuasaan temporer untuk mengendalikan kredit komersial,
kredit perumahan, dan kredit konstruksi, atau kredit lainnya. Bank sentral
dalam melakukan kebijakanya mempunyai empat instrument utama yaitu:
a. Operasi pasar terbuka yang bertujuan mempengaruhi jumlah uang beredar.
Operasi pasar terbuka dilakukan dengan pembelian dan penjualan
sekuritas pemerintah yang biasanya berbentuk obligasi
b. Discount rate, instrument kebijakan moneter ini berkaitan dengan fasilitas
yang dimiliki oleh bank untuk meminjam uang secara langsung kepada
bank sentral. Pinjaman tersebut biasanya berbentuk direct advance atau
over draf yang disekuritasi dengan asset-aset tertentu (biasanya sekuritas
pemerintah ) pada saat sekarang.
c. Cadangan minimum, salah satu bentuk pengaturan lainnya adalah
ketentuan cadangan lainnya adalah ketentuan cadangan minimum.
Peraturan ini untuk meminjam pemilik uang atau nasabah deposan dapat
menarik depositnnya. Namun semua deposit nasabah dicadangkan karena
11
bagi bank sendiri cadangan minimum ini merugikan karena merupakan
dana menganggur yang tidak menghasilkan pendapatan bagi bank.
d. Pengawasan pinjaman dan pembujukan moral (moral suasion). Tujuan
utama dari melaksanakan pengawasan pinjaman secara selektif adalah
untuk memastikan bahwa bank-bank umum memberikan pinjaman-
pinjaman dan melakukan investasi –investasi sesuai dengan yang
diinginkan bank sentral
2. Mekanisme Transmisi kebijakan moneter
Transmisi melalui kanal tingkat suku bunga IS-LM, Saluran tingkat
suku bunga merupakan mekanisme transmisi moneter model IS-LM
keynesian yang telah menjadi ajaran utama dalam makro ekonomi. Menurut
pandangan IS-LM Keynesian, pada ekspansi moneter, transmisi moneter
menyebabkan rangkaian hubungan yang dapat digambarkan sebagai berikut
M↑→i,↓→I↑→ Y↑ dimana (M↑) menunjukan suatu ekspansi kebijakan
moneter yang mendorong pada penurunan tingkat suku bunga riil, ( i,↓), yang
berarti menurunkan biaya modal, sehingga menyebabkan peningkatan pada
penguluaran investasi,(I↑) , dan pada akhirnya akan mendorong peningkatan
permintaan agregrat dan peningkatan penawaran output (Y↑ )
Walaupun Keynes pada mulanya menekankan kanal ini bekerja
melalui keputusan belanja investasi bisnis, riset selanjutnya mengetahui
bahwa keputusan belanja masyarakat untuk rumah dan barang tahan lama juga
12
merupakan keputusan investasi. Sehingga pengeluaran masyarakat untuk
belanja rumah barang tahan lama masuk dalam hitungan investasi
Satu hal penting dari mekanisme transmisi tingkat suku bunga
adalah penekanan pada suku bunga riil, bukan nominal, yang mempunyai
peran mempengaruhi keputusan konsumen dan bisnis dan suku bunga jangka
panjang, bukan tingkat suku bunga jangka pendek, yang merupakan faktor
utama yang mempengaruhi pengeluaran belanja. Pandangan ekspektasi
rasional juga menyatakan tingkat suku bunga jangka panjang merupakan rata-
rata dari tingkat ekspektasi tingkat suku bunga jangka pendek dimasa depan,
sehingga tingkat suku bunga kanal melaui harga perumahan dan harga tanah.
3. Prinsip Kebijakan Moneter Yang Sehat
a. Mempunyai satu tujuan akhir yang diutamakan (overriding objective),
yaitu sasaran inflasi, sebagai kontribusi pokok kebijakan moneter dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, sasaran inflasi
ditetapkan dengan mempertimbangkan pengaruhnya (trade-off) dengan
pertumbuhan ekonomi.
b. Kebijakan moneter bersifat antisipatif atau forward looking, yaitu dengan
mengarahkan kebijakan moneter yang ditempuh saat ini diarahkan untuk
mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan pada periode yang akan datang
mengingat adanya efek tunda (lag) kebijakan moneter.
13
c. Mengikatkan diri kepada suatu mekanisme tertentu dalam membuat
pertimbangan penentuan respon kebijakan moneter. Dalam penetapan
respon kebijakan moneter, bank sentral mempertimbangkan perkiraan
inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta berbagai variabel lain.
d. Sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang sehat (good governance),
yaitu berkejelasan tujuan, konsisten, transparan, dan berakuntabilitas.
4. Bank Indonesia (BI) Dalam Kebijakan Moneter
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun
1999 tentang Bank Indonesia (BI). Tujuan BI adalah mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tersebut BI mempunyai
tugas utama, menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank.
Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, BI
berwewenang menetapkan sasaran - sasaran moneter dengan memperhatikan
sasaran laju inflasi yang ditetapkan.
Tugas BI ini mengalami perubahan sejak diterapkannya undang
tersebut, yaitu dari multiple objektif (mendorong pertumbuhan ekonomi,
menciptakan lapangan kerja, dan memelihara kestabilan rupiah) menjadi
single objective (mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah) dengan
demikian tingkat keberhasilan BI akan lebih mudah diukur dan
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
14
Kestabilan nilai rupiah tercermin dari tingkat inflasi dan nilai tukar
yang terjadi. Tingkat inflasi tercermin dari naiknya harga barang-barang
secara umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi dapat dibagi menjadi
2 macam, yaitu takanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan dan dari sisi
penawaran. Dalam hal ini, BI hanya memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi takanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan, sedangkan
tekanan inflasi dari sisi penawaran ( bencana alam, musim kemarau, distribusi
tidak lancar, dll) sepenuhnya berada diluar pengadilan BI. Dengan
keterbatasan ini, untuk dapat mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang
rendah dan stabil, maka BI membutuhkan kerja sama dan komitmen dari
seluruh pelaku ekonomi, baik pemerintah maupun swasta. Nilai tukar rupiah
sepenuhnya ditetapkan oleh kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi
dipasar. Apa yang dapat dilakukan oleh BI adalah menjaga agar nilai rupiah
berfluktuasi secara tajam.
Seperti dikemukakan diatas bahwa kontrol BI atas inflasi sangat
terbatas, karena inflasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Oleh karaena itu, BI
selalu melakukan assessment terhadap perkembangan perekonomian.
Khususnya terhadap kemungkin inflasi. Respon kebijakan moneter BI
didasarkan kepada hasil assessment tersebut. Namun pengadilan inflasi tidak
bisa dilakukan hanya melalui kebijakan moneter, melainkan juga kebijakan
ekonomi makro lainnya seperti kebijakan fiskal dan kebijakan disektor riil.
15
Sasaran akhir kebijakan moneter BI dimasa depan pada dasarnya
lebih diarahkan untuk menjaga inflasi. Pemilihan inflasi sebagai sasaran akhir
ini sejalan pula dengan kecenderungan perkembangan terakhir bank-bank
sentral didunia, dimana banyak bank sentral yang beralih untuk lebih
memfokuskan diri pada upaya pengadilan inflasi. Alasan yang mendasari
perpunahan tersebut adalah, pertama, bukti-bukti emperis menunjukan bahwa
dalam jangka panjang kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi tingkat
inflasi, kebijakan moneter tidak dapat mempengaruhi variabel riil, seperti
pertumbuhan output ataupun tingkat pengangguran. Kedua, pencapaian inflasi
rendah merupakan prasyarat bagi tercapai sasaran makro ekonomi lainnya,
seperti pertumbuhan pada tingkat kapasitas penuh dan penyediaan lapangan
kerja yang seluas-luasnya. Ketiga, yang terpenting penetepan tingkat inflasi
rendah sebagai tijuan akhir kebijakan moneter akan menjadi nominal anchor
berbagai kegiatan ekonomi strategi yang digunakan oleh BI dalam mencapai
sasaran inflasi yang rendah adalah:
a. Mangkaji efektivitas instrumen moneter dan jalur tranmisi kebijakan
b. Menentukan sasaran akhir kebijakan moneter
c. Mengidentifikasi variabel yang menyebabkan tekanan-tekanan inflasi
d. Memformulasikan respon kebijakan moneter
Sedangkan target inflasi sasaran akhir adalah berupa laju inflasi
yang diperoleh dari indeks harga konsumen dan laju inti ( core atau
16
underlying inflation) adalah sebagai sasaran operasional BI dalam
menjalankan fungsi- fungsi bank sentral terhadap bank syariah mempunyai
instrumen sebagai berikut:
a. Giro wajib minimum adalah simpanan minimum bank-bank umum dalam
bentuk giro pada BI yang besarnya ditetapkan oleh BI berdasarkan
presentase tertentu dari dana pihak ketiga. Dana pihak ketiga adalah giro
wadiah, tabungan dan deposito mudharabah, serta kewajiban lain. GWM
ini adalah kewajiban bank dalam rangka mendukung pelaksanaan prinsip
kehati-kehatian pebankan serta juga sebagai instrument moneter
b. Sertikat investasi mudharabah antar bank syariah (sertifikat IMA) adalah
instrument yang digunakan bank-bank syariah yang kelebihan dana untuk
mendapatkan keuntungan dan dilain pihak sebagai sarana penyedia jangka
pendek bagi bank-bank syariah yang kekurangan dana. Sertifikat ini
berjangka waktu 90 hari, diterbitkan oleh kantor pusat bank syariah
dengan format dan ketentuan standar dari BI
c. Sertifikat wadiah bank Indonesia (SWBI). SWBI adalah instrument BI
yang sesuai dengan syariah islam yang digunakan dalam operasi moneter
terbuka. SWBI dapat digunakan oleh bank-bank syariah yang kelebihan
likuiditas sebagai saran penitipan jangka pendek. Pemberian bonus bagi
SWBI ditentukan berdasarkan parameter sertifikat IMA
17
5. Kebijakan Moneter Dalam Syariah
Adapun instrumen moneter syariah adalah hukum syariah. Hampir
semua instrument moneter pelaksanaan kebijakan moneter konvensional
maupun surat berharga yang menjadi underlying-nya mengandung unsur
bunga. Oleh karena itu instrumen-instrumen konvensional yang mengandung
unsur bunga (bank rates, discount rate, open market operation dengan
sekuritas bunga yang ditetapkan didepan) tidak dapat digunakan pada
pelaksanaan kebijakan moneter berbasis Islam. Tetapi sejumlah instrument
kebijakan moneter konvensional menurut sejumlah pakar ekonomi Islam
masih dapat digunakan untuk mengontrol uang dan kredit, seperti Reserve
Requirement, overall and selecting credit ceiling, moral suasion and change
in monetary base.
Dalam ekonomi Islam, tidak ada sistem bunga sehingga bank sentral
tidak dapat menerapkan kebijakan discount rate tersebut. Bank Sentral Islam
memerlukan instrumen yang bebas bunga untuk mengontrol kebijakan
ekonomi moneter dalam ekonomi Islam. Dalam hal ini, terdapat beberapa
instrumen bebas bunga yang dapat digunakan oleh bank sentral untuk
meningkatkan atau menurunkan uang beredar. Penghapusan sistem bunga,
tidak menghambat untuk mengontrol jumlah uang beredar dalam ekonomi.
18
Secara mendasar, terdapat beberapa instrumen kebijakan moneter
dalam ekonomi Islam, antara lain :
a. Reserve Ratio, adalah suatu presentase tertentu dari simpanan bank yang
harus dipegang oleh bank sentral, misalnya 5 %.
b. Moral Suassion, bank sentral dapat membujuk bank-bank untuk
meningkatkan permintaan kredit sebagai tanggung jawab mereka ketika
ekonomi berada dalam keadaan depresi. Dampaknya, kredit dikucurkan
maka uang dapat dipompa ke dalam ekonomi
c. Lending Ratio, dalam ekonomi Islam, tidak ada istilah Lending (
meminjamkan ), lending ratio dalam hal ini berarti Qardhul Hasan
(pinjaman kebaikan).
d. Refinance Ratio, adalah sejumlah proporsi dari pinjaman bebas bunga.
Ketika refinance ratio meningkat, pembiayaan yang diberikan meningkat,
dan ketika refinance ratio turun, bank komersial harus hati-hati karena
mereka tidak di dorong untuk memberikan pinjaman.
e. Profit Sharing Ratio, ratio bagi keuntungan (profit sharing ratio) harus
ditentukan sebelum memulai suatu bisnis. Bank sentral dapat
menggunakan profit sharing ratio sebagai instrumen moneter, dimana
ketika bank sentral ingin meningkatkan jumlah uang beredar, maka ratio
keuntungan untuk nasabah akan ditingkatkan
19
f. Islamic sukuk, adalah obligasi pemerintah, di mana ketika terjadi inflasi,
pemerintah akan mengeluarkan sukuk lebih banyak sehingga uang akan
mengalir ke bank sentral dan jumlah uang beredar akan tereduksi. Jadi
sukuk memiliki kapasitas untuk menaikkan atau menurunkan jumlah uang
beredar. Government Investment Certificat
6. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)
Salah satu sifat tingkat suku bunga adalah sangat mudah berubah.
Situasi ini sring terjadi dalam kurun waktu yang singkat terutama tingkat suku
bunga jangka pendek. Tingkat suku bunga jangka panjang relatif kurang
fluktuasi dibandingkan dengan tingkat suku bunga jangka pendek, namun
untuk saat ini cenderung ikut bergerak naik turun dalam jangka pendek
terutama setelah diperkenalkan berbagai jenis surat berharga berjangka
panjang dengan menggunakan system floating rate yang selalu disesuaikan
dengan kondisi tingkat suku bunga di pasar jangka pendek.
Dalam transaksi pasar keuangan financial market yang terdiri dari
system perbankan, pasar uang, dan pasar modal yang pada dasarnya
merupakan transaksi pinjam meminjam dana, sisi supply (penawaran) adalah
cermin dari keseluruhan dana yang dipinjamkan (lending), sedangkan sisi
demand (permintaan) merupakan cerminan dari keseluruhan dana yang akan
dipinjam. Harga dari dana di pasar uang merupakan tingkat bunga. Apabila
penawaran dana melebihi permintaan dana, artinya jumlah dana yang
20
dipinjamkan lebih besar dari jumlah dana yang di pinjam, tingkat bunga akan
berada di atas equilibrium sehingga tingkat bunga akan turun. Sebaliknya
apabila permintaan lebih besar dari penawaran, berarti jumlah dana yang akan
dipinjam melebihi jumlah dana yang akan dipinjamkan maka tingkat bunga
cenderung akan naik.
Dalam perbankan konvensional yang dijadikan benchmark untuk
penentuan tingkat suku bunga adalah suku bunga bank Indonesia (SBI) untuk
periode satu bulan maupun tiga bulan sedangkan untuk perbankan syariah
dikenal dengan sertifikat wadiah bank Indonesia (SWBI), yang merupakan
untuk penitipan dana jangka pendek bank yang kelebihan likuiditas untuk
jangka waktu satu minggu, dua minggu dan maksimum satu bulan. Dan atas
penempatan dana tersebut bank Indonesia memberikan bonus yang mengacu
kepada tingkat indikasi imbalan sertifikat investasi mudharabah antar bank
(IMA) pada pasar uang antar bank syariah (PUAS).
SWBI digunakan bank syariah dalam hal apabila terjadi kelebihan
dana, SWBI merupakan surat berharga yang diterbitkan Bank Indonesia
dengan menggunakan prinsip wadiah yad addhamanah. Dengan demikian
banak Indonesia memberikan bonus tertentu atas penempatan dana tersebut.
Produk SWBI merupakan produk kontroversional yang masih membutuhkan
penyelesaian hingga saat ini. Beberapa kalangan menganggap SWBI sama
21
saja dengan sistem SBI sebagaimana yang dikenal dalam sistem perbankan
konvensional
Skema SWBI
2b. Penyerahan Barang
1.Akad
3. pengembalian uang plus bonus
2.a penerbitan SWBI
Sumber : Zulkifli, Hal, 90, 2003
7. Inflasi
Berdasarkan pengertiannya, ada 2 konsep dalam pengertian inflasi inti.
Pertama, inflasi inti sebagai komponen inflasi yang cenderung ‘menetap’ atau
persisten (persistent component) di dalam setiap pergerakan laju inflasi.
Kedua, inflasi inti sebagai kecenderungan perubahan harga-harga secara
umum (generalized component). Core inflation pada beberapa literature
disebut juga dengan underlying inflation. Inflasi inti inilah yang dapat
dipengaruhi atau dikendalikan oleh BI. Di dalam operasionalnya, BI tidak
menggunakan inflasi IHK sebagai acuan dalam mengambil kebijakan
moneter, namun menggunakan inflasi inti.
Penggunaan inflasi inti sebagai sasaran operasional dikarenakan inflasi
inti dapat memberikan signal yang tepat dalam memformulaskan kebijakan
Mustawda (B.I)
Muwaddi’ (Bank )
22
moneter. Sebagai contoh, dalam hal terjadi gangguan permintaan (demant
shock) yang mengakibatkan inflasi tinggi, respon bank sentral akan
mengetatkan uang beredar sehingga tingkat inflasi dapat ditekan. Disamping
itu, kebijakan tersebut dapat juga untuk menyesuaikan kembali pertumbuhan
ekonomi pada tingkat yang sesuai dengan kapasitas perekonomian.
Sebaliknya, jika inflasi meningkat karena terjadinya gangguan penurunan
disisi penawaran (supply side), misalnya kenaikan harga makanan karena
musim kering maka kebijakan uang ketat justru dapat memperburuk tingkat
harga dan pertumbuhan ekonomi. Respon yang dapat dilakukan oleh bank
sentral adalah kebijakan melonggarkan likuiditas perekonomian justru
diperlukan untuk menstimulir penigkatan penawaran.
BI menetapkan IHK sebagai tergetnya, seperti yang diterapkan
disemua Negara yang menganut sistem target inflasi secara eksplesit. Ada
berapa alasan yang mendasari dipilihnya IHK mengukur target bank sentral,
baik dari sisi teoritis maupun dari segi kepraktisannya. Kelebihan
digunakannya IHK ini antara lain adalah merupakan alat ukur yang paling
tepat dalam mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat karena IHK
mengukur indeks biaya hidup konsumen. Seperti yang berlaku pada Negara –
nagara yang lain institusi yang bertugas mengumpulkan data statistik selalu
memfokuskan sebagian besar sumber dayanya untuk menghasilkan data IHK
yang reliable dibandingkan indeks harga lainnya, sehingga hasil pengukuran
23
IHK selalu memiliki kualitas yang lebih baik dan selalu tersedia secara tepat
waktu.
Dilihat dari asalnya, tekanan inflasi dapat dibedakan atas domestic
pressures (berasal dari dalam negari ) dan external pressures ( berasal luar
negeri ). Tekanan yang berasal dari dalam negeri dapat diakibatkan oleh
adanya gangguan dari sisi penawaran dan permintaan serta kebijakan yang
diambil dari instansi lain, misalnya kebijakan penghapusan subsidi
pemerintah, kenaikan pajak, dll. Gangguan dari sisi penawaran dapat timbul
apabila terjadi musim kering yang mengkibatkan gagal panen, terjadinya
bencana alam, gangguan distribusi tidak lancar dan adanya kerusuhan-
kerusuhan sosial yang berakibat terputusnya pasokan dari luar daerah.
Gangguan dari sisi permintaan dapat terjadi apabila otoritas moneter
menerapkan kebijakan uang longgar.
8. Produk Domestik Bruto (PDB)
PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang
diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya
per tahun). PDB berbeda dari produk nasional bruto karena memasukkan
pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di negara tersebut.
Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa
memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor
produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya, PNB memperhatikan asal usul
24
faktor produksi yang digunakan.. PDB Nominal (atau disebut PDB Atas
Dasar Harga Berlaku) merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan
pengaruh harga. Sedangkan PDB riil (atau disebut PDB Atas Dasar Harga
Konstan) mengoreksi angka PDB nominal dengan memasukkan pengaruh dari
harga. PDB dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu
pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Rumus umum untuk
PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah:
PDB = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + ekspor -
impor
B. Dana Pihak Ketiga Pada Perbankan Syariah
Data yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI) sampai dengan akhir tahun
2008 menunjukkan bahwa Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) perbankan
Syariah di Indonesia yang kian merosot. Nilai dana masyarakat di bank
syariah pada akhir Juli 2008 sebesar Rp 32,90 triliun, nilai tersebut lebih kecil
Rp 150 miliar dibandingkan dengan dana masyarakat per akhir Juni, yang
sebesar Rp 33,05 triliun. Penurunan tersebut diindikasikan karena persaingan
antara bank syariah dengan bank konvensional yang semakin ketat, dalam
bentuk agresifitas bank umum dalam menawarkan bunga.
Saat likuiditas di pasar ketat, bank umum berupaya menggaet dana
masyarakat dengan mengerek bunga tinggi. Tentunya bunga tinggi ini hanya
25
diberikan pada berbagai produk yang tidak diikutsertakan dalam program
penjaminan. Sehingga faktor utama yang menjadi bahan pertimbangan
nasabah adalah perolehan bunga dan imbal hasil yang tinggi. Laporan yang
dirilis oleh BI menunjukkan bahwa Dana Pihak Ketiga di bank umum
didominasi oleh nasabah korporat, yaitu institusi dan perusahaan yang
memiliki nilai rata-rata diatas Rp. 100 juta untuk simpanan tabungan atau
deposito.
Sedangkan nasabah ritel faktor utama yang menjadi bahan
pertimbangan adalah berbagai jenis pelayanan dan kemudahan yang
ditawarkan, sehingga di pasar retail persaingan bunga cenderung diabaikan.
Untuk mempertahankan besaran dana masyarakat, bank syariah kini mulai
memberikan nisbah atau bagi hasil simpanan yang lebih kompetitif. Beberapa
bank Syariah yang sudah mulai kompetitif memperbaiki struktur nisbahnya
diantaranya adalah Niaga Syariah dengan tingkat nisbah berkisar 9,5%-10%
untuk nasabah institusi dan untuk nasabah ritel berkisar 7,75%-8,75%; BSMI
juga menaikkan nisbah dari 8,5%-9% menjadi sekitar 10%.
Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) yang diterapkan di perbankan
Syariah secara umum meliputi 3 yaitu sebagai berikut:
26
1. Giro Wadiah
Bank Islam dapat memberikan jasa simpanan giro dalam bentuk
rekening wadiah. Dalam hal ni bank islam menggunakan prinsip wadiah
yad dhamanah. Dengan prinsip ini bank sebagai custodian harus
menjamin pembayaran kembali minimal simpanan wadiah. Dana tersebut
dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial dan berhak atas
pendapatan yang diperoleh dari pemanfaatan harta titipan tersebut dalam
kegiatan komersial. Pemilik simpanan dapat menarik kembali
simpanannya sewaktu-waktu, baik sebagian atau seluruhnya.
Bank tidak boleh menyatakan atau menjanjikan imbalan atau
keuntungan apapun kepada pemegang rekenig wadiah dan sebaliknya
pemegang rekening juga tidak boleh mengharapkan atau meminta imbalan
atau keuntungan atas rekening wadiah. Setiap imbalan atau keuntungan
yang dijanjikan dapat dianggap riba. Namun demikian bank atas
kehendaknya sendiri, dapat memberikan imbalan berupa bonus (hibah )
kepada pemilik dana (pemegang rekening wadiah) Ciri-Ciri Giro wadiah
adalah :
a. Bagi pemegang rekening disediakan cek untuk mengoperasikan
rekeningnya
27
b. Untuk membuka rekenig diperlukan surat referensi nasabah lain atau
pejabat bank, dan menyetor sejumlah dana minimum (yang ditentukan
kebijakan masing-masing bank )sebagai setoran awal
c. Calon pemegang rekening tidak terdaftar dalam daftar hitam bank
Indonesia
d. Penarikan dapat dilakukan setiap waktu dengan cara menyerahkan
cek atau intruksi tertulis lainya
e. Tipe rekening:
1) Rekening perorangan
2) Rekening pemilik tunggal
3) Rekening bersama (dua orang atau lebih )
4) Rekening organisasi atau perkumpulan yang tidak berbadan
hukum
2. Tabungan Mudharabah
Tabungan mudharabah adalah simpanan dana yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang
telah disepakati tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, atau alat
lainnya yang disamakan dengan itu. Tabungan yang dibenarkan secara
syariah adalah tabungan yang didasarkan dengan prinsip mudharabah dan
wadiah. Adapun ketentuan umum tabungan berdasarkan mudharabah
adalah sebagai berikut:
28
a. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai sohibul mal atau
pemilik dana dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola
dana.
b. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan
berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
dan mengembangkannya termasuk didalamnya mudharabah dengan
pihak lain.
c. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan
bukan piutang.
d. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan
diuangkan dalam akan pembukuan rekening.
e. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
f. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah
tanpa persetujuan dengan yang bersangkutan.
Dalam tabungan berdasarkan mudharabah, nasabah bertindak
sebagai shahibul mal atau pemilik dana, bank bertindak sebagai mudharib
atau pengelola dana. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat
melakukkan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah dan mengembangkannya termasuk didalamnya
mudharabah dengan pihak lain.
29
Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah
dan dituangkan dalam akad pembukuan rekening dan bank tidak
diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan
yang bersangkutan. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional
tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
Dalam tabungan berdasarkan wadiah dana bersifat sebagai simpanan dan
bias diambil kapan saja, serta tidak ada imbalan yang disyaratkan kecuali
dalam bentuk pembelian yang bersifat suka rela dari pihak bank.
3. Deposito Mudharabah
Deposito mudharabah atau lebih tepatnya lagi deposito investasi
mudharabah merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga
(perseroan atau badan hukum ) yang menarikanya hanya dilakukan hanya
dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu jatuh tempo, dengan
mendapat imbalan bagi hasil. Imbalan dalam bentuk berbagi pendapatan
(revenue sharing ) atas penggunaan dana tersebut secara syariah dengan
proporsi pembagian katakanlah 70: 30, 70% untuk deposan dan 30%
untuk bank. Jangka waktu deposito mudharabah berkisar antara 1 bulan, 3
bulan, 6 bulan dan 12 bulan.
Deposito berjangka (time and investment account). Baik pribadi
maupun maupun badan / lembaga. Akad menerima deposito adalah
wadiah, atau mudharabah dimana bank menerima dana masyarakat
30
barjangka 1,3,6,12 bulan dan seterusnya, sebagai penyertaan semantara
pada bank. Deposan yang akad depositnya wadi’ah mendapat nisbah bagi
hasil hasil keuntungan yang lebih kecil dari mudharabah dari bagi hasil
yang diterima bank dalam pembiyaan / kredit nasabah.
C. Penelitian Terdahulu
Penelitian selanjutnya oleh Pariyo yang berjudul Analisis Pengaruh
Variabel Makro Ekonomi Terhadap Dana Pihak Ketiga (Pada Bank
Muammalat) ,skripsi Universitas Indonesia Jakarta. Pengujian menggunakan
persamaan regresi yang BLUE (Best Linear Unbiased Estimator),pada
tahapan ini diperiksa kelayakan model, dengan melakukan, Uji F dan R
square (R2) untuk menilai pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat,
Uji T, pemeriksaan heteroskedastisitas pada penelitian ini menggunakan 2
variabel makro yaitu SBI, Valuta Asing, berdasarkan pengujian yang
dilakukan bahwa untuk variabel valuta asing negatif, hal ini disebabkan ketika
nilai rupiah mengalami penurunan, maka DPK akan mengalami peningkatan
sebaliknya jika rupiah mengalami apresiasi maka DPK akan mengalami
penurunan, sedangkan pada variabel SBI bernilai positif dengan DPK hal ini
berarti bila SBI naik maka DPK akan turun atau sebaliknya.
Penelitian lain dilakukan oleh Ramli (2002) Analisis Pengaruh
Kebijakan Moneter Yang Menentukan Rasio Pembayaran Deviden Dan
Deposito Syariah. Dalam penelitian ini dilakukan 63 sampel perusahaan dari
31
tahun 1999 sampai tahun 2001 pengujuan dilakukan regresi berganda dengan
dua variabel independen yaitu earning pershare dan debt to equity ratio
sedangkan variabel dependennya deviden pershare dari penelitian tersebut
diperoleh hasil hanya variabel earning pershare dari penelitian tersebut
deperoleh hasil hanya variabel earning pershare saja yang berpengaruh positif
terhadap besarnya deviden..
Penelitian selanjutnya oleh Heri sudarsono yang berjudul
Perkembangan Dan Prospek Bank Syariah Di Indonesia, penelitian ini
dilakukan di Bank Muammalah Indonesia, dan mengambil data bulanan yaitu
dari tahun 1987-2003. dan dalam melakukan penelitian menggunakan analisis
regresi berganda. Yaitu untuk mengetahui seberapa besar naiknya tingkat
perkembangan syariah di Indonesia.
Penelitian Kusdiyanto (hal 17 2004) yang meneliti Pengaruh
Beberapa Faktor Terhadap Dana Pihak Ketiga Bank-Bank Umum Devisa Di
Indonesia, sebelum dan sesudah pakto, dalam penelitian digunakan variabel
bebas suku bunga deposito dan total aktiva yang mempunyai pengaruh positif
dan signifikan terhadap jumlah deposito bank baik sebelum maupun sesudah
pakto 1988
32
D. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2
r
Operasionalisasi Variabel (reflective measurement Theory)
Hasil Penelitian
Hipotesis Teori
Model pengukuran (Revlective factor models)
Perbaikan model
MASALAH PENELITIAN
PENGUJIAN MODEL PENGUKURAN CFA
Overall Model fit test
Model tidak fit
Uji signifikan koefisien bobot faktor (nilai P dan kooefisien yang bobot faktor yang distandarkan )
Validitas Construk (convergent validity, varience extracted, construct relibity, discrimunant validity)
INTERPRETASI HASIL
Indikator yang tidak valid dan
tidak reliabel di drop
Data
33
E. Hipotesis
Berdasarkan teori dan kerangka pemikiran tersebut, maka hipotesis
dibawah ini pada dasarnya merupakan jawaban semantara terdapat suatu
masalah yang harus dibuktikan kebenarannya, adapun hipotesis yang
dirumuskan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis Penelitian
a. Adanya hubungan antara SWBI, Inflasi, Dan GDP Riil terhadap
kebijakan moneter
b. Adanya hubungan antara Giro wadiah, tabungan mudharabah,
deposito mudharabah terhadap dana pihak ketiga
2. Hipotesis Statistik
H0 : ρi = Terdapat pengaruh yang signifikan antara SWBI, Inflasi, Dan
GDP Riil terhadap kebijakan moneter
H1 : ρi = Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara SWBI, Inflasi,
Dan GDP Riil terhadap kebijakan moneter
H0 :ρi = Terdapat pengaruh yang signifikan antara Giro wadiah, tabungan
mudharabah, deposito mudharabah terhadap dana pihak ketiga
H1: ρi = Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Giro wadiah,
tabungan mudharabah, deposito mudharabah terhadap dana
pihak ketiga
34
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
B. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini di gunakan untuk mengetahui besar hubungan antara
moneter terhadap perbankan Syariah dilakukan dengan mengkaji hubungan
antara dana pihak ketiga perbankan syariah terhadap indikator kebijakan
moneter. Penelitian ini dilakukan pada bank Indonesia. Dengan mengunakan
sampel pada Bank Mua’mmalat, Bank Mega Syariah, dan Bank Syariah
Mandiri.
C. Metode Penentuan Sampel
Pada penelitian ini metode penentuan sampel yang akan dilakukan
adalah purposive sampling dengan menggunakan data sekunder. Data
sekunder didapat dari laporan keuangan perbankan syariah dalam bentuk
laporan triwulan statistik perbankan syariah. untuk periode 2004-2008 atau
mencakup 360 data pada bank syariah yang sedang berkembang.
D. Metode Pengumpulan Data
Dalam setiap panelitian ada beberapa tahapan yang harus dilakukan
tahapan tersebut diantaranya meliputi cara pengumpulan data dan informasi
yaitu melalui metodelogi penelitian.
1. Sumber data : Data sekunder dari laporan keuangan BI didepan DPR RI
untuk data inflasi, GDP Riil, tingkat bunga SWBI. Sedangkan data dana
35
pihak ketiga adalah data laporan Triwulan perbankan syariah yang
dikeluarkan Bank Syariah Mandiri, Bank Mu’ammalat dan Bank Mega
Syariah. Data tersebut diolah kedalam bentuk data triwulan untuk
menyesuaikan dengan data GDP Riil, inflasi, dan SWBI
2. Teknik pengelolaan data: Data triwulan dari seluruh variabel diolah
dengan menggunakan AMOS 16.0. Variabel terikatnya adalah dana pihak
ketiga Sedangkan variabel bebasnya adalah inflasi, GDP Rill, suku bunga
SWBI.
E. Metode Analisis
1. Analisis Faktor Konfirmatori (confirmatori Factor Analysis).
Analisis Faktor Konfirmatori (confirmatori Factor Analysis).
Pada tahun 1950-an dan 1960-an analisis faktor mendapatkan popularitas
dikalangan para peneliti dan dikembangakan lebih lanjut oleh para peneliti
seperti Joreskog (1967) dan Lawley (1971) yang menggunakan
pendekatan atas Maksimum Likelihood (ML). pendekatan Maksimum
Likelihood ini memungkinkan para peneliti menguji hipotesis bahwa ada
sejumlah faktor yang dapat menggambarkan interkorelasi antar variabel.
Dengan konsep meminimumkan fungsi Maksimum Likelihood
maka didapatkan Likelihood Ratio Chi-square Test untuk menguji
hipotesis bahwa model yang dihipotesiskan cocok atau sesuai (Fit) dengan
data. Pengembangan lebih lanjut menghasilkan metodologi analisis
36
Konfirmatori Faktor (Confirmatory Factor Analysis) yang
memungkinkan pengujian hipotesis berkaitan dengan jumlah faktor dan
pola loadingnya.
Model pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pengukuran respesifikasi model karena heywood case yaitu untuk
mengukur dimana setiap set variabel berfungsi sebagai indikator dari
konstruk yang berbeda dan kedua konstruk tersebut berkorelasi satu sama
lain.
Analisis Konfirmatori atau sering disebut dengan Confirmatory
Factor Analisis (CFA) didesain untuk menguji multidimensional dari
suatu konstruk teoritis. Analisis ini sering juga disebut menguji validitas
suatu konstruk teoritis.
Variabel laten yang digunakan dalam penelitian dibentuk
berdasarkan konsep teoritis dengan beberapa indikator atau manifest.
Analisis Konfirmatori ingin menguji apakah indikator-indikator tersebut
merupakan ukuran unidimensionalitas dari suatu konstruk laten.
a. Menguji Model Pengukuran
3) Uji Kesesuaian Model : Uji Unidemensionalitas
Setelah model pengukuran berhasil dirumuskan, maka
berdasarkan dataset sampel, parameter model estimasi dan diuji
kesesuiannya dengan data. Ada dua tujuan yang ingin dicapai
37
melalui pengujian kesesuaian model pengukuran, yaitu sebagai
berikut :
(a) Mengevaluasi apakah model pengukuran yang diusulkan Fit
atau tidak dengan data. Dalam hal ini, model pengukuran
dikatakan Fit dengan data apabila model dapat mengestimasi
matriks kovariansi populasi ( yang tidak berbeda dengan
matriks kovariansi data sampel (S). hal tersebut
mengidentifikasikan bahwa hasil estimasi dapat diberlakukan
terhadap populasi. Diterjemahkan menurut ukuran Goodness-
Of-Fit-Test (GFT) utama, hal tersebut dijelaskan dengan nilai
P-hitung statistik Chi-square yang dihasilkan model lebih
besar atau sama dengan 0,05, nilai RMSEA lebih kecil dari
0,08 dan atau niali CFI lebih besar dari 0,90.
(b) Mengevaluasi apakah model pengukuran yang diusulkan
bersifat unidimensional atau tidak. Suatu model pengukuran
dikatakan memiliki sifat unidimensional apabila modelnya Fit
dengan data serta indikator-indikatornya hanya mengukur satu
variabel laten. Dengan kata lain, secara empirik modelnya
merupkan Congeneric dan bukan Non Congeneric Model.
38
4) Uji kesesuaian Kedua Konstruk : Uji Validitas Reabilitas indikator
Apabila dari hasil pengujian kesesuian model
menunjukan model pengukuran tidak Fit dengan data maka model
perlu diperbaiki. untuk memperbaiki model langkah pertama yang
harus dilakukan adalah menguji kebermaknaan (Tes Of
Significance) koefisien suatu bobot faktor. Tujuan menentukan
Validitas dan Reliabilitas masing-masing indikator dalam
mengukur variabel latennya.
Seperti yang sudah dijelaskan, bahwa suatu indikator
dikatakan Valid dan Reliabel mengukur variabel latennya apabila:
(a) Secara statistik koefisien bobot faktor signifikan dengan nilai
P-hitung yang lebih kecil dengan tingkat kesalahn 0,005 (5%).
(b) Besarnya estimasi koefisien bobot faktor yang distandarkan
untuk masing-masing indikator tidak kurang dari 0,40 atau
0,50
Berdasarkan hasil uji kebermaknaan (Validitas dan
Reliabilitas) koefisien bobot faktor, perbaikan model pengukuran
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: Jika dari hasil uji
kebermaknaan ditemukan ada bobot faktor yang tidak signifikan
(P-hitung> 0,05) dan atau estimasi koefisien bobot faktor yang
distandarkan ada yang kurang dari 0,40 atau 0,50 diindikasikan
39
indikator tersebut tidak valid dalam mengukur variabel latennya.
Apabila ditemukan ada indikator yang tidak valid maka indikator
tersebut didrop atau dikeluarkan dari model pengukuran (Hair dkk,
2006). Artinya, model pengukuran diperbaiki dan koefisien bobot
faktor diestimasi ulang.
b. Validitas konstruk
Validitas Konstruk memberikan kepercayaan bahwa ukuran
indikator yang diambil dari sampel menggambarkan skor
sesungguhnya di dalam populasi. Ada empat ukuran validitas konstruk
yaitu Convergent Validity, Variance Extracted, Construct Reliability
dan Discriminant Validity.
5) Convergent Validity
Konstruk yang tinggi, maka nilai loading yang tinggi pada
suatu faktor (konstruk laten) menunjukan bahwa mereka Converge
pada suatu titik. Syarat yang harus dipenuhi, pertama Loading
faktor harus signifikan. Oleh karena loading faktor yang signifikan
bisa jadi masih rendah nilainya, maka standardized loading
estimate harus sama dengan 0.50 atau lebih dan idealnya 0.70.
6) Variance Extracted
Dalam analisis Faktor Konfirmatori, prosentase rata-rata
nilai Variance Extracted (AVE) antar item atau indikator suatu set
40
konstruk laten merupakan ringkasan convergen indikator. AVE
dapat dihitung dengan menggunakan nilai Standardized loading
dengan rumus sebagai berikut:
AVE = total kuadrat standardized factor loading
= Menunjukan Standardized Factor Loading
i = Jumlah item dan indikator validitas
AVE dihitung sebagai total kuadrat Standardizes Loading
ditambah total varians dari error. Nilai AVE sama dengan atau
diatas 0.50 menunujukan adanya convergent yang baik. Nilai AVE
harus dihitung untuk setiap konstruk laten.
7) Construct ReLiability (CR)
Reliabilitas juga merupakan salah satu indikator validitas
convergent. Besarnya nilai Construct Reliability (CR) dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
CR =
41
Construct Reliability 0.70 atau lebih menunujukan reliabilitas
yang baik. Sedangkan reliabilitas konstruk 0.60 – 0.70 masih
dapat diterima dengan syarat validitas indikator dalam model baik
8) Discriminan Validity
Discriminant validity mengukur sampai seberapa jauh suatu
konstruk benar-benar berbeda dari konstruk lainnya. Nilai dari
diskriminant validity yang tinggi memberikan bukti bahwa suatu
konstruk adalah unik dan mampu menangkap fenomena yang diukur.
Cara mengujinya adalah membandingkan nilai akar kuadrat AVE
( dengan nilai korelasi antar konstruk).
F. Operasional Variabel
TABEL 3.1 Operasional Variabel Penelitian
Variabel Laten Definisi Operasional
Kebijakan moneter Diukur dengan menggunakan variabel makro ekonomi dengan indikator
1. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (X1) 2. Inflasi (X2) 3. GDP Riil (X3)
Dana pihak ketiga Diukur dengan menggunakan 3 indikator 4. Giro wadiah (X4) 5. Tabungan mudharabah (X5) 6. Deposito mudharabah (X6)
42
BAB IV
PENEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gamabaran Umum Objek Penelitian
Perkembangan perbankan syariah secara kuantitatif menunjukan hal yang
menggembirakan. Ini terlihat dari indikator seperti perkembangan volume usaha
serta semakin lengkapnya produk pendukung di perbankan syariah, demikian pula
dengan jaringan yang semakin banyak dan hamper tersedia di ibukota propinsi
hamper seluruh wilayah Indonesia. Total asset bank Syariah juga menunjukan
pertumbuhan yang tinggi sehingga telah meningkatkan pangsa bank syariah
1. Sejarah Singkat Perbankan Syariah
Sejarah perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia
mencerminkan dinamika aspirasi dan keinginan dari masyarakat Indonesia
sendiri untuk memiliki sebuah alternatif sistem perbankan menerapkan sistem
bagi hasil yang menguntungkan bagi nasabah dan bank. Rintisan praktek
perbankan syariah dimulai pada awal tahun 1980-an, sebagai proses pencarian
alternatif sistem perbankan yang diwarnai oleh prinsip-prinsip transparansi,
berkeadilan, seimbang, dan beretika. Sebagai sebuah uji coba, masyarakat
bersama-sama dengan akademisi kemudian mencoba mempraktekkan gagasan
tentang bank syariah tersebut dalam skala kecil, seperti pendirian Bait Al-
Tamwil Salman di Institut Teknologi Bandung dan Koperasi Ridho Gusti di
Jakarta. Keberadaan badan usaha pembiayaan non-bank yang mencoba
43
menerapkan konsep bagi hasil ini semakin menunjukkan, bahwa masyarakat
Indonesia membutuhkan hadirnya alternatif lembaga keuangan syariah untuk
melengkapi pelayanan oleh lembaga keuangan konvensional yang sudah ada.
Mengamati semakin berkembangnya aspirasi masyarakat Indonesia untuk
memiliki lembaga keuangan syariah, maka para pemuka agama yang
tergabung dalam Majelis Ulama Indonesia (MUI) selanjutnya menindaklanjuti
aspirasi masyarakat tersebut dengan melakukan pendalaman tentang konsep-
konsep keuangan syariah termasuk sistem perbankan syariah. Pada tanggal
18-20 Agustus 1990, MUI menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan
Perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut kemudian
dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional Keempat MUI di Jakarta
pada 22-25 Agustus 1990, yang menghasilkan amanat bagi pembentukan
kelompok kerja pendirian bank Islam pertama di Indonesia. Kelompok kerja
ini disebut Tim Perbankan MUI yang bertugas untuk secara konkrit
menindaklanjuti aspirasi dan keinginan masyarakat tersebut serta melakukan
berbagai persiapan dan konsultasi dengan semua pihak terkait. Pengembangan
sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-
banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur
Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan
yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama,
sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis
44
mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan
kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.
Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan
prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling
menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan
dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai
kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan
spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam
produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan
yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan
yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia
tanpa terkecuali.
Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya
penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat
merekatkan hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta
menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya
penggunaan produk dan instrumen syariah disamping akan mendukung
kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-
transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem
keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan
45
kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka
menengah-panjang.
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka
pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki
landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara
lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang
mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima
tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam
mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.
melalui perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, keberadaan
sistem perbankan syariah semakin didorong perkembangannya. Berdasarkan
Undang-Undang No.10 Tahun 1998, Bank Umum Konvensional
diperbolehkan untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah,
yaitu melalui pembukaan UUS (Unit Usaha Syariah). Dalam UU ini pula
untuk pertamakalinya nama “bank syariah” secara resmi menggantikan
istilah “bank bagi hasil” yang telah digunakan sejak tahun 1992. Dalam
perjalanan waktu, pengalaman membuktikan bahwa sistem perbankan syariah
telah menjadi salah satu solusi untuk membantu menyokong perekonomian
46
nasional dari krisis ekonomi dan moneter tahun 1998. Sistem perbankan
syariah terbukti mampu menjadi penyangga stabilitas sistem keuangan
nasional ketika melewati guncangan. Kemampuan itu semakin mempertegas
posisi sistem perbankan syariah sebagai salah satu potensi penopang
perekonomian nasional yang layak diperhitungkan. Pada akhirnya, sistem
perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah
perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh
masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Dengan positioning khas perbankan
syariah sebagai ''lebih dari sekedar bank'' (beyond banking), yaitu perbankan
yang menyediakan produk dan jasa keuangan yang lebih beragam serta
didukung oleh skema keuangan yang lebih bervariasi, diyakini bahwa di
masa-masa mendatang akan semakin tinggi minat masyarakat Indonesia untuk
menggunakan bank syariah. Dan pada gilirannya hal tersebut akan
meningkatkan signifikansi peran bank syariah dalam mendukung stabilitas
sistem keuangan nasional, bersama-sama secara sinergis dengan bank
konvensional dalam kerangka Dual Banking System (sistem perbankan ganda)
Arsitektur Perbankan Indonesia (API)
47
2. Perkembangan Usaha
a. Perkembangan Ragam Usaha
1) Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah Di Indonesia
Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan
syariah dan meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia
dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, selanjutnya
Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan “Pengembangan
Perbankan Syariah di Indonesia”. Dalam penyusunannya, berbagai
aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi
aktual industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat
terkait, trend perkembangan industri perbankan syariah di dunia
internasional dan perkembangan sistem keuangan syariah nasional
yang mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka sistem keuangan
yang bersifat lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia
(API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI) maupun
international best practices yang dirumuskan lembaga-lembaga
keuangan syariah internasional, seperti IFSB (Islamic Financial
Services Board), AAOIFI dan IIFM.
Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk
memberikan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi
secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh karena itu, maka
48
arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu
kepada rencana-rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan
Indonesia (API), Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Dengan
demikian upaya pengembangan perbankan syariah merupakan bagian
dan kegiatan yang mendukung pencapaian rencana strategis dalam
skala yang lebih besar pada tingkat nasional.
“Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” memuat visi,
misi dan sasaran pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan
inisiatif strategis dengan prioritas yang jelas untuk menjawab
tantangan utama dan mencapai sasaran dalam kurun waktu 10 tahun ke
depan, yaitu pencapaian pangsa pasar perbankan syariah yang
signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam
aktivitas keuangan nasional, regional dan internasional, dalam kondisi
mulai terbentuknya integrasi dgn sektor keuangan syariah lainnya.
Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih
diarahkan pada pelayanan pasar domestik yang potensinya masih
sangat besar. Dengan kata lain, perbankan Syariah nasional harus
49
sanggup untuk menjadi pemain domestik akan tetapi memiliki kualitas
layanan dan kinerja yang bertaraf internasional.
Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin
diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang
modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat
Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang
menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah
yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian
permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan
dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana
bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara
demikian, maka upaya pengembangan sistem perbankan syariah akan
senantiasa dilihat dan diterima oleh segenap masyarakat Indonesia
sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan negeri.
2) Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah
Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan
syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah
Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai
strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek
strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan
50
syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan
syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar
secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam,
peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang
memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank.
Selanjutnya berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan
sebagai tahap implementasi dari grand strategy pengembangan pasar
keuangan perbankan syariah, antara lain adalah sebagai berikut:
Pertama, menerapkan visi baru pengembangan perbankan
syariah pada fase I tahun 2008 membangun pemahaman perbankan
syariah sebagai Beyond Banking, dengan pencapaian target asset
sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II
tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai
perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian
target asset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar
75%. Fase III tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia
sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian
target asset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar
81%.
51
Kedua, program pencitraan baru perbankan syariah yang
meliputi aspek positioning, differentiation, dan branding. Positioning
baru bank syariah sebagai perbankan yang saling menguntungkan
kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan keunggulan kompetitif
dengan produk dan skema yang beragam, transparans, kompeten
dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu up-date
dan user friendly, serta adanya ahli investasi keuangan syariah yang
memadai. Sedangkan pada aspek branding adalah “bank syariah lebih
dari sekedar bank atau beyond banking”.
Ketiga, program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap
potensi pasar perbankan syariah yang secara umum mengarahkan
pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi
semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi
masing-masing bank syariah.
Keempat, program pengembangan produk yang diarahkan
kepada variasi produk yang beragam yang didukung oleh keunikan
value yang ditawarkan (saling menguntungkan) dan dukungan
jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama produk yang
mudah dipahami.
52
Kelima, program peningkatan kualitas layanan yang didukung
oleh SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang
mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu
mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada nasabah
secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah; dan
Keenam, program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara
lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung,
maupun tidak langsung (media cetak, elektronik, online/web-site),
yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan
produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat.
b. Perkembangan Keuntungan
Perbankan syariah adalah lembaga investasi dan perbankan yang
beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sumber dana yang
didapatkan harus sesuai dengan syara’, alokasi investasi yang dilakukakan
bertujuan untuk menumbuhkan ekonomi dan sosial masyarakat serta
melakukan jasa-jasa perbankan yang sesuai dengan nilai-nilai syariah.
Dari definisi tersebut jelas bahwa perbankan syariah tidak hanya semata-
mata mencari keuntungan dalam operasionalnya akan tetapi terdapat nilai-
nilai sosial kemasyarakatan dan spititualisme yang ingin dicapai.
53
Eksistensi perbankan syariah di Indonesia ditandai dengan
dibentuknya PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk pada tahun 1991
diprakarsai oleh Majelis ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah
Indonesia, dan memulai kegiatan operasionalnya pada tahun 1992.
Sewaktu terjadi krisis ekonomi moneter di Indonesia, Bank Muamalat
Indonesia dengan sistem syariahnya menjadi satu-satunya bank yang tidak
terkena imbas dari krisis ekonomi tersebut.
Konsep Ekonomi Syariah diyakini menjadi “sistem imun” yang
efektif bagi Bank Muamalat Indonesia sehingga tidak terpengaruh oleh
gejolak krisis ekonomi pada waktu itu ternyata menarik minat pihak
perbankan konvensional untuk mendirikan Bank yang juga memakai
sistem syariah. Pada tahun 1999, perbankan syariah berkembang luas dan
menjadi tren pada tahun 2004. Hingga hari ini, sudah berdiri tiga bank
yang beroperasi dengan sistem syariah atau bank umum syariah. Ketiga
bank tersebut adalah Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri
(BSM), dan Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI). Belum lagi ditambah
dengan Unit Usaha Syariah dari bank-bank konvensional seperti BNI
Syariah, BRI Syariah, HSBC Ltd, dll. Bank Pembanguan Daerah (BPD)
pun tidak mau ketinggalan untuk membuka Unit Usaha Syariah seperti
Bank Sumsel Syariah, dan perbankan syariah Indonesia akan semakin
semarak dengan hadirnya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).
54
Dengan perkembangan yang cukup signifikan ini, perbankan
syariah nantinya diharapkan dapat menjadi salah satu pancang
perekonomian Indonesia yang kuat dan menjadi solusi terbaik terhadap
permasalahan-permasalahan perekonomian yang ada di masyarakat saat
ini, terutama bagi mereka yang memiliki Usaha Kecil dan Menengah,
yang sangat membutuhkan pinjaman dana dari bank untuk usahanya.
Keberadaan Bank Syariah di Indonesia secara kuantitas maupun
aktivitas menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan,
terutama sejak berlakunya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah. Menurut data yang dikeluarkan Bank Indonesia melalui Statistik
Perbankan Syariah (Islamic Banking Statistics), total kantor Bank Syariah
di Indonesia yang pada tahun 2005 hanya berjumlah 550 menjadi 1.107
pada bulan Juni 2009 yang tersebar hampir di seluruh propinsi . Dari segi
pendanaan berdasarkan golongan pembiayaan cenderung meningkat
drastis khusunya golongan pembiayaan untuk usaha kecil dan menengah
(UKM) yang pada tahun 2005 berjumlah Rp. 273.212.000.000 meningkat
hampir tiga kali lipat sejumlah Rp. 744,060.000.000 pada bulan Juni 2009.
Komposisi pembiayaan berdasarkan jenis penggunaan juga cukup
menjanjikan, modal kerja dengan pangsa sebesar 52,8 % , investasi
dengan pangsa 20,6% dan sisanya untuk konsumsi yaitu sebesar 26%.
Masih banyak data dan fakta lain yang membuktikan bahwa
55
perkembangan perbankan syariah di Indonesia cukup prospektif. Dengan
ini diharapkan peran perbankan syariah dalam mendukung perekonomian
nasional akan semakin signifikan.
Sistem transaksi yang diterapkan oleh perbankan syariah
mengacu pada azas keadilan, yaitu sistem bagi hasil (profit sharing). Bank
syariah tidak menawarkan bunga melainkan rasio (nisbah) antara
keuntungan yang akan diperoleh nasabah dengan pihak bank, misalnya
60:40 artinya 60 persen keuntungan bagi nasabah dan sisanya merupakan
keuntungan bagi bank. Karena itu besar-kecilnya keuntungan yang
diterima nasabah tergantung dari keuntungan yang didapat oleh bank.
Berbeda dengan bank syariah, bank konvensional sudah menentukan besar
bunga terlebih dahulu tanpa memperhitungkan apakah bank sedang
mendapatkan keuntungan besar atau kecil.
Operasional sistem perbankan syariah yang berdasarkan prinsip
bagi hasil (profit sharing) memberikan sebuah solusi baru yang saling
menguntungkan bagi masyarakat dan bank, investasi yang beretika,
mengutamakan azas kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi
dan menghindari transaksi spekulatif. Dengan kata lain dua keuntungan
sekaligus yang akan kita peroleh dengan bertransaksi sesuai syariah yaitu
keuntungan duniawi dan ukhrawi (akhirat).
56
Empat hal yaitu Halal, Prospektif, Adil dan Menguntungkan
yang menjadikan Perbankan Syariah bukan saja menjadi alternatif
melainkan solusi. Solusi dalam menyeimbangkan nilai-nilai duniawi
dengan ukhrawi (akhirat) dalam setiap transaksi keuangan kita
B. Penemuan Dan Pembahasan
Dalam penemuan dan pembahasan ini akan di verifikasi model
ekonometrika yang digunakan untuk mengistimasikan hubungan antara kebijakan
moneter pada perbankan syariah. Model Confirmatory Factor Analisis (CFA)
masing-masing dengan variabel kebijakan moneter (SWBI, Inflasi dan GDP Riil)
terhadap dana pihak ketiga ( Giro Wadiah, Tabungan Mudharabah, Deposito
Mudharabah) perbankan syariah dan model ini dihasilkan oleh program AMOS.
Berdasakan model ini diestimasikan perubahan dana pihak ketiga ( Giro
Wadiah, Tabungan Mudharabah, Deposito Mudharabah) perbankan syariah
terhadap perubahan indikator kebijakan moneter (SWBI, Inflasi dan GDP Riil) .
Analisis besar perubahan, perbandingan dengan hasil perbankan syariah, serta
analisis terhadap hal-hal yang dapat menjadi penyebabnya, akan di bahas dengan
menghubungkan dan memperhatikan data kondisi perbankan syariah periode
triwulan 2004 sampai dengan 2008. Analisis gabungan sebagai representasi
hubungan antara kebijakan moneter terhadap dana pihka ketiga pada perbankan
syariah diuraikan dalam bab ini
57
1. Analisis Faktor Konfirmatori (Confirmatori Factor Anlisysis /Cfa)
a. Menguji Model Pengukuran
Model pengukuran yang digunakan respesifikasi model karena
Heywood case, dimana variabel laten yang diteliti, diukur hanya
berdasarkan pada indikator-indikator yang dikandung oleh variabel laten
tersebut. Analisis konfirmatori ingin menguji apakah indikator-indikator
tersebut merupakan ukuran unidemensionalitas, secara emperis ovaral
measurement meliputi, cocok atau fit dengan data pengujian
unidemensional meliputi uji kesesuaian model (overall medel fit test ) uji
kebermaknaan (tes of significance ) masing-masing kooefien bobot faktor
dan evaluasi reabilitas konstruk.
Jadi model yang di hipotesiskan terdiri dari kebijakan moneter dan
dana pihak ketiga. Dimana setiap set variabel berfungsi sebagai indikator
dari konstruk yang berbeda dan kedua varibel tersebut berkorelasi satu
sama lain.
Adapun dalam penelitian ini terdiri dari 6 indikator yaitu SWBI,
Inflasi, GDP Rill, Giro wadiah, tabungan mudharabah, dan deposito
mudharabah. Adapaun tahapan-tahapan dalam melakukan CFA melalui
beberapa tahap.
58
1) Uji Kesesuaian Model : Uji Unidemensionalitas dan Uji Validitas
Reabilitas indicator
Uji unidemensionalitas dimaksudkan untuk mengetahui
kesesuaian model pengukuran diterjemahkan berdasarkan ukuran
Goodness-Of-Fit-Tes(GFT) utama, hal tersebut ditunjukan oleh
nilai P-hitung statistic Chi-Square yang dihasilkan oleh model
lebih besar atau = 0,05, nilai RAMSEA <0.08, dan atau nilai GFI
dan AGFI > 0.90 menilai goodness-of-fit merupakan tujuan utama
dalam persamaan struktural yaitu ingin mengetahui sampai
seberapa jauh model yang di hipotesiskan “fit” atau cocok dengan
sampel data, jika terdapat goodness-of-fit yang jelek, langkah
selanjutnya adalah mendeteksi sumber penyebab “misfit” dalam
model hal ini dapat dilihat dari parameter estimate, kesesuaian
nilai standar error dan signifikan statistic dari parameter estimate.
(Imam Ghozali, “Model – Model Persamaan Struktural Konsep &
Aplikasi”, 2008)
59
(a) Hasil tampilan output dengan diagram jalur tahap 1
DIAGRAM 4.1 Output 1 Dengan Diagram jalur
.01
kebijakan Moneter
.25
DPK
.02
X3
.00
e3
1.00
1
X2
.00
e2.041
X1
.00
e1.09
1
X6
.02
e6
1.00
1
X5
.01
e51.211
X4
.03
e41.60
1
Chi-squares=3.699Prob=.883GFI=.940
AGFI=.842TLI=1.070
RMSEA=.000
Sumber : Hasil output CFA dengan menggunakan AMOS 16
Informasi yang diperoleh dari hasil CFA menunjukan bahwa,
hasil pada uji kesesuaian model tahap pertama diperoleh
informasi hasil CFA menujukan hasil Chi-Squre sebesar 3.
699dengan probabilitas = 0.883 model lebih besar dari 0.05
bahwa di simpulkan bahwa model fit dengan data, tetapi apabila
dilihat dari kriteria fit lainnya yang dapat dilihat pada tabel
dibawah ini adalah sebagai berikut:
60
TABEL 4.1 Kriteria Fit
Model GFI >0.90 AGFI>0.90 RMSEA<0.08
Default model 0.940 0.842 0.000
Pada tabel dapat kita lihat nilai GFI = 0.940, AGFI = 0.842,
GFI sudah memenuhi kriteria nilai fit sedangkan AGFI
mempunyai nilai dibawah 90% (kriteria nilai fit > 0.90 ) dan
nilai RMSEA = 0.000 mempunyai nilai yang disyaratkan yaitu
sesuai yang disyaratkan < 0.08, maka model dinyatakan fit.
Untuk memperbaiki model pengukuran maka bobot faktor
yang memiliki kurang dari nilai yang distandarkan yaitu 0.50 yang
berarti indikator tersebut tidak valid dan tidak reliabel dalam
mengukur model variabel yang diteliti sehingga pada analisis
perbaikan model. Selanjutnya indikator-indikator tersebut harus
dikeluarkan. Dari tabel dibawah ini kita dapat mengukur kedua veribel
untuk menentukan indikator-indikator mana yang harus dikeluarkan.
(Imam Ghozali, “Model – Model Persamaan Struktural Konsep &
Aplikasi”, 2008)
TABEL 4.2
Regression Weights
61
Estimate S.E C.R. P Label
X3 <--- kebijakan Moneter 1.000
X2 <--- kebijakan Moneter .040 .060 .674 .500 par_2
X1 <--- kebijakan Moneter .089 .097 .914 .361 par_3
X6 <--- DPK 1.000
X5 <--- DPK 1.208 .087 13.815 *** par_4
X4 <--- DPK 1.596 .129 12.325 *** par_5
Sumber : Hasil output CFA dengan menggunakan AMOS 16
Bila dilihat dari hasil Regression Weights terhadap
masing-masing setiap konstruk menunjukan 2 indikator yang
tidak signifikan atau kurang dari 0.50 yaitu X2 ( 0.40). Hal
tersebut mangandung arti bahwa indikator tersebut tidak
memiliki validitas dan reabilitas yang memadai dalam
mengukur varibel laten kebijakan moneter terhadap dana pihak
ketiga perbankan syariah. Oleh kerena itu modelnya harus
diperbaiki
TABEL 4.3
Standardized Regression Weights
62
Estimate X3 <--- kebijakan Moneter 1.597 X2 <--- kebijakan Moneter .152 X1 <--- kebijakan Moneter .373 X6 <--- DPK .966 X5 <--- DPK .988 X4 <--- DPK .975
Sumber : Hasil output CFA dengan menggunakan AMOS 16
Sedangkan pada hasil uji kebermaknaan dilihat dari
Standardized Regression Weights terhadap masing-masing
setiap konstruk menunjukan 2 indikator yang tidak signifikan
atau kurang dari 0.50 yaitu X1( 0.373) dan X2 ( 0.152). Hal
tersebut mangandung arti bahwa 2 indikator tidak memiliki
validitas dan reabilitas yang memadai dalam mengukur varibel
laten kebijakan moneter terhadap dana pihak ketiga perbankan
syariah. Oleh kerena itu modelnya harus diperbaiki.
Pada analisis perbaikan model kedua, penulis tidak
langsung mengeluarkan 2 indikator tersebut sekaligus, tapi
dengan cara bertahap satu persatu sampai mendapatkan model
pengukuran yang baik (fit).
63
(b) Hasil Output 2
Berikut ini analisis perbaikan model dengan diagram
jalur tahap ke 2 setelah indikator yang tidak valid (indikator X1
) didrop dari model, maka terbentuklah model baru seperti pada
diagram 4.2 sebagai berikut:
DIAGRAM 4.2 Output 2 Dengan Diagram Jalur
Sumber : Hasil output CFA dengan menggunakan AMOS 16 Hasil analisis perbaikan model tahap ke 2 yang
menghasilkan model fit. Untuk itu analisis selanjutnya yaitu
64
Evaluasi Reability Construk dan Varience Extrated
menggunakan perbaikan model ke 2
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai nilai-nilai yang
dihasilkan atas perbaikan model yang dilakukan tabel dibawah
ini dapat menjelaskan perbaikan model yang dilakukan, tabel
dibawah ini dapat menjelaskan perubahan-perubahan nilai-nilai
yang dihasilkan dari uji kesesuaian model atau uji
unidemensionalis dari tahap 1 sampai 2 guna untuk mendapatkan
model yang baik atau fit. Adapun hasil dan kesesuaian tahap
pertama sampai tahap ke 2 sebagai berikut:
TABEL 4.4 Analisis Model Tahap 1dan 2
Tahap 1 2
Chi-Squares 3.699 1.012
Prob 0.883 0.908
GFI = > 0.90 0.940 0.980
AGFI = > 0.90 0.842 0.924
TLI = > 0.90 1.070 1.108
RAMsea= < 0.80 0.000 0.000
Berdasarkan tebel ditas, terlihat uji kesesuaian model
atau uji unidimensionalitas kriteria model fit dari tahap 1 sampai
tahap ke 2 perubahan-perubahan tersebut terjadi karena adanya
65
Heywood Case atau perhitungan indikator-indikator yang tidak
valid, kemudian model pengukuran diestimasi ulang selanjutnya
hasil setiap konstruk tahap kedua dapat dilihat pada tabel
dibawah ini
TABEL 4.5
Regression Weights
Sumber : Hasil output CFA dengan menggunakan AMOS 16
Bila dilihat dari hasil Regression Weights, berdasarkan
tabel diatas dapat kita lihat bahwa hasil uji setiap konstruk
tahap ke 2 menghasilkan hampir semuanya signifikan dengan
istimasi setiap konstruk yang distandarkan hampir semuanya
lebih besar dari nilai yang disyaratkan sebesar 0.50. hanya
masih ada satu indikator yang memiliki nilai loading dibawah
0.50 yaitu X1 (0.3). untuk analisis selanjutnya indikator X1
66
harus dibuang dari analisis. Akan tetapi dalam analisis ini
penulis hanya melakukan perbaikan model sampai tahap ke 2,
karena pada tahap ini penulis sudah mendapatkan nilai model
yang memenuhi kriteria Model Fit.
TABEL 4.6
Standardized Regression Weights
Sumber : Hasil output CFA dengan menggunakan AMOS 16
Sedangkan pada hasil uji kebermaknaan dilihat dari
Standardized Regression Weights berdasarkan tabel diatas dapat
kita lihat bahwa hasil uji koefisien bobot faktor tahap ke 2
menghasilkan hampir semuanya signifikan.
Dengan istimasi koefisien bobot faktor yang
distandarkan hampir semuanya lebih besar dari nilai yang
disyaratkan sebesar 0.50. Jadi pada perubahan indikator tahap
yang kedua sudah dikatakan fit
67
b. Validitas konstruk
1) Convergent Validity
Dikatakan convergent validity jika indikator atau item-item
suatu konstruk laten atau share (berbagi) memeliki proposi varian
yang tinggi. Untuk mengukur validitas konstruk dapat dilihat dari nilai
faktor loadingnya. Pada kasus dimana terjadi validitas konstruk yang
tinggi, maka nilai loading yang tinggi pada suatu faktor (konstruk
laten) menunjukan bahwa mereka converge pada suatu titik. Syarat
yang harus dipenuhi, pertama faktor loading faktor harus disignifikan.
Oleh karena itu loading faktor yang signifikan bisa jadi masih
rendah nilainya, maka standardized loading estimete harus sama
dengan 0,50 atau lebih dan idealnya 0.70. Berdasarkan hasil output
standardized loading estimate diatas, secara umum semua loading
sudah diatas 0.50. (Imam Ghozali, “Model – Model Persamaan
Struktural Konsep & Aplikasi”, 2008)
2) Variance Extracted
AVE dihitung sebagai total kuadrat standardized loading
ditambah total varians dari error. Nilai AVE sama dengan atau ditas
0,50 menunjukan adanya convergent yang baik.
68
AVE = total kuadrat standardized factor loading
= Menunjukan Standardized Factor Loading
i = Jumlah item dan indikator validitas
TABEL 4.7
Standardized Regression Weights
Sumber : Hasil output CFA dengan menggunakan AMOS 16
Jumlah kuadrat standar loading (∑λi2)
(kebijakan moneter: XI SWBI dan X3 GDP Riil )
= 0.52 + 1.02 = 0.25 + 1 = 1.25
(Dana pihak ketiga X4 giro wadiah X5 tab.mudharabah X6
dep.mudharabah)
69
= 0.92 + 1.02 + 1.02 = 0.81 + 1 + 1 = 2.81
Jumlah kesalahan pengukuran (measurement error)
Kesalahan pengukuran = 1- λi2 ( kuadrat standard loading)
(kebijakan moneter: XI SWBI dan X3 GDP Riil )
= (1- 0.25) + (1- 1) = 0.75 + 0 = 0.75
(Dana pihak ketiga X4 giro wadiah X5 tab.mudharabah X6
dep.mudharabah)
= ( 1- 0.81+ 1-1 + 1-1) = 0.19 + 0 +0 = 0.19
Jadi AVE untuk konstruk laten :
(kebijakan moneter: XI SWBI dan X3 GDP Riil )
= 1.25: (1.25 + 0.75) = 1.25: 2 = 0.625
(Dana pihak ketiga X4 giro wadiah X5 tab.mudharabah X6
dep.mudharabah)
= 2.81 : ( 2.81 + 0.19) = 2.81 : 3 = 0.94
Jadi dapat disimpulkan bahwa konstruk laten (kebijakan moneter: XI
SWBI dan X3 GDP Riil ) dan kontruk laten (Dana pihak ketiga X4
giro wadiah X5 tab.mudharabah X6 dep.mudharabah) memenuhi
kriteria AVE > 0.50.
3) Construct ReLiability (CR)
Reliability juga merupakan salah satu indikator validitas
convergent construk reability 0.70 atau lebih lebih menunjukan
70
realibilitas yang baik. Sedangkan reabilitas 0.60- 0.70 masih dapat
diterima dengan syarat validitas indikator dalam model baik (Imam
Ghozali, “Model – Model Persamaan Struktural Konsep & aplikasi”,
2008)
Rumus:
Jumlah standar loading (∑λi)
(kebijakan moneter: XI SWBI dan X3 GDP Riil )
0.5 + 1.0 = 1.5
(Dana pihak ketiga X4 giro wadiah X5 tab.mudharabah X6
dep.mudharabah)
0.9 + 1 + 1 = 2,9
Jumlah kesalahan pengukuran (measurement error)
Kesalahan pengukuran = 1 - λi2 (kuadrat standar loading )
(kebijakan moneter: XI SWBI dan X3 GDP Riil )
(1 – 0.5) + ( 1 – 1.0 ) = 0.5 + 0 = 0.5
(Dana pihak ketiga X4 giro wadiah X5 tab.mudharabah X6
dep.mudharabah)
(1 – 0.9) + (1 – 1.0) + ( 1 – 0.1 ) = 0.1 + 0 + 0 = 0.1
Jadi construct reliability (CR) untuk konstruk laten
CR =
71
(kebijakan moneter: XI SWBI dan X3 GDP Riil )
= ( 1.5 )2 : ( 1.5 +0.5) = 2.25 : 2 = 1.125
(Dana pihak ketiga X4 giro wadiah X5 tab.mudharabah X6
dep.mudharabah)
(2.9)2 : ( 2.9 + 0.1) = 8.41 : 3 = 2.8
Berdasarkan hasil uji construk reability ( CR) untuk konstruk
laten, didapatkan bahwa semua konstruk laten mempunyai reliabilitas
yang tinggi lebih besar dari 0.70. ( yang di syararatkan baik ), yaitu
dengan nilai konstruk laten, (kebijakan moneter: XI SWBI dan X3
GDP Riil ), dan (Dana pihak ketiga X4 giro wadiah X5 tab.mudharabah
X6 dep.mudharabah) masing- masing memiliki nilai: 1.125 dan 2,8,
dalam hal ini kebijakan moneter terhadap dana pihak ketiga pada
perbankan syariah di Indonesia secara unidemensional, tepat dan
konsisten dapat diukur oleh kelima variabel tersebut
4) Discriminan Validity
Discriminant validity untuk mengukur sampai seberapa jauh
suatu konstruk benar-benar berbeda dengan konstruk lainnya. Nilai
discriminant validity yang tinggi memberikan bukti bahwa suatu
konstruk adalah unik dan mampu menangkap fenomena yang diukur.
72
Cara mengujinya adalah dengan membandingkan nilai keadrat dari
( )= dengan nilai korelasi antar konstruk.
Berikut nilai kuadrat dari konstruk laten:
(kebijakan moneter: XI SWBI dan X3 GDP Riil )
= (√0.625 ) = 0.79
(Dana pihak ketiga X4 giro wadiah X5 tab.mudharabah X6
dep.mudharabah)
= (√ 0.94 ) = 0.96
Lalu bandingkan dengan dengan nilai korelasi antar konstruk dibawah
ini:
Tabel 4.8
Correlations
Sumber : Hasil output CFA dengan menggunakan AMOS 16 Jadi dapat di simpulkan bahwa kedua kontruk memiliki nilai
diskriminant valididy yang tinggi karena nilai akar kuadrat AVE
kebijakan moneter dan dana pihak ketiga nilainya diatas nilai korelasi
antar konstruk tersebut yaitu: 0.3
73
C. Interprestasi Hasil
Dengan melihat hasil estimasi hubungan antara kebijakan moneter
terhadap dana pihak ketiga pada perbankan syariah di Indonesia, maka
keseluruhan hubungan antara kebijakan moneter yang diambil oleh BI
mempunyai hubungan pada perbankan syariah khususnya pada dana pihak
ketiga. Pada analisis sebelumya yaitu dengan menggunakan analisis regresi. Yaitu
dengan menggunakan variabel makro yang digunakan 2 yaitu SBI, Valuta Asing,
berdasarkan pengujian yang dilakukan bahwa untuk variabel valuta asing negatif,
hal ini disebabkan ketika nilai rupiah mengalami panurunan maka DPK akan
mengalami peningkatan sebaliknya jika rupiah mengalami apresiasi maka DPK
akan mengalami penurunan, sedangkan pada variabel SBI bernilai positif dengan
DPK hal ini berarti bila SBI naik maka DPK akan terun atau sebaliknya.
Sedangkan dari penelitian ini menggunakan CFA (Confirmatori Factor
Anlisysis). yaitu dengan menggunakan variabel makro SWBI, Inflasi, dan GDP
terhadap dana pihak ketiga ( giro wadiah, tabungan mudharabah dan deposito
mudharabah ) berdasarkan pengujian yang dilakukan bahwa variabel inflasi
bernilai negatif dengan DPK pada periode triwulan yang sama, dari tinjauan
ekonomi hal ini memang sesuai dengan teori. Inflasi muncul ketika masyarakat
cenderung membeli barang dan jasa lebih banyak dari yang biasa mereka gunakan
(demand inflasion ) atau karena naiknya biaya produksi barang dan jasa (cost
pust inflasion ).
74
Sehingga baik pada situasi demand inflasion maupun cost pust inflasion
kebutuhan masyarakat terhadap uang untuk mendapatkan barang semakin tinggi,
kebutuhan uang beredar semakin banyak. Pada kondisi inflasi ini masyarakat
cenderung menarik tabungan atau depositonya atau mengurangi rencana
menabung dan akibatnya jumlah deposito perbankan berkurang, dengan demikian
inflasi mempunyai hubungan yang negatife dengan dana pihak ketiga dalam
periode triwulan yang sama.
Hubungan variabel dana pihak ketiga yang diwakili dengan variabel GDP
Riil periode triwulan menunjukan hungan yang positif. Hubungan positif ini dapat
diterima secara subtantif ekonomi. Dana pihak ketiga merupakan fungsi positif
dari investasi, sedangkan investasi mempunyai hubungan positif dengan
pendapatan nasional. Hubungan variabel dana pihak ketiga yang diwakili dengan
variabel SWBI periode triwulan menunjukan hubungan positif dengan DPK
berarti jika SWBI meningkat, maka DPK juga akan mengalami peningkatan
sebaliknya jika SWBI menagalami penurunan maka DPK akan mengalami
penurunan.
Karena disini sudah jelas apabila dilihat dari estimasi malalui analisis
CFA, kebijakan moneter secara unidemensional, tepat, dan konsisten dan dapat
diukur dan di jelaskan oleh kedua indikator, yaitu X1 ( suku bunga SWBI), X3 (
GDP Riil). Dilihat dari estimasinya, validitas terbesar dalam pembentukan
75
konstruk kebijakan moneter oleh indikator X1 yaitu sebesar 0.5 kemudian diikuti
indikator X3 sebesar 1.
Dana pihak ketiga secara unidemensional tepat, dan konsisten dan dapat
diukur dan di jelaskan oleh ketiga indikator, yaitu X4 ( Giro wadiah), X5 (
tabungan mudharabah ), X6 (deposito mudharabah). Dilihat dari estimasinya,
validitas terbesar dalam pembentukan konstruk dana pihak ketiga oleh indikator
X4 yaitu sebesar 0.9 kemudian diikuti X5 sebesar 1.0 serta X6 sebasar 1.0
76
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Dalam skripsi ini di bahas hubungan antara kebijakan moneter
terhadap dana pihak ketiga pada perbankan syariah di Indonesia. Hasil
estimasi melalui analisis CFA ( confirmatory factor analisis) tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Secara unidemensional, tepat, dan konsisten, adalah faktor-faktor
konfirmatori pembentukan variabel kebijakan moneter , dapat diukur dan
di jelaskan oleh kedua indikator, yaitu SWBI, dan GDP Riil.
2. Secara unidemensional tepat, dan konsisten, adalah faktor-faktor
konfirmatori pembentukan variabel dana pihak ketiga, dapat diukur dan
di jelaskan oleh ketiga indikator, yaitu Giro wadiah, tabungan
mudharabah, dan deposito mudharabah
3. Terdapat hubungan yang sedikit lemah antara kebijakan moneter terhadap
dana pihak ketiga pada perbankan syariah di Indonesia, dikarenakan ada
satu dari variabel kebijakan moneter yang tidak signifikan yaitu SWBI.
77
B. Implikasi
Berdasarkan hasil dari kedua model yang digunakan dalam skripsi ini
menunjukan bahwa hubungan antara kebijakan moneter terhadap dana pihak
ketiga. Yaitu masih dipengaruhi oleh SWBI, dan GDP Riil. Hal ini berarti
masih terdapat kanal transmisi yang memungkinkan pengaruh SWBI dan
GDP Riil dapat teradopsi didalam perbankan syariah. Namun bila dilihat dari
model, pengaruh SWBI terhadap dana pihak ketiga relatife kecil, sehingga
efektifitas saluran terbesar transmisi kebijakan moneter BI terhadap
perbankan Syariah ini lebih banyak melalui kanal pembiyaan (lending
channel) dibanding kanal interest rate cost of capital.
Interes rate masuk berpengaruh pada perbankan syariah secara tidak
langsung (karena perbankan Syariah tidak memakai sistem bunga) yaitu
diantaranya melalui kanal benchmarking produk. Dengan demikian untuk
menjaga kemurnian Syar’I, terbebas dari pengaruh bunga, bank syariah perlu
melepaskan diri benchmarking produk-produk dan instrumen syariahnya
dengan produk-produk dan instrument perbankan konvensional. Diantaranya
adalah bank syariah harus berani menghitung return menentukan nisab,
berdasarkan perhitungan riil dan tidak membenchmarking perbankan
konvensional.
78
Bagi pengambil kebijakan moneter BI, hasil dan metodelogi penelitian
ini dapat digunakan untuk bahan tambahan dalam merumuskan tindakan
kebijakan moneter maupun penentuan instrument kebijakan moneter yang
efektif bagi perbankan syariah didalam sistem perbankan syariah di Indonesia.
79
Daftar Pustaka
Arifin, Zainul, “Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah”, Alfabeth. Jakarta 2002
Bank Syariah , Laporan Triwulan 2004-2008, Bank Indonesia Jakarta Ghozali Imam, “Model – Model Persamaan Struktural Konsep”, Dan
Aplikasi Dengan Program Amos 16.0, Badan Penerbit Universitas Diponogoro Semarang, 2008
Hamid,Abdul.”Panduan Penulisan Skripsi”, Cetakan 2, FEIS UIN
Press,Jakarta, 2007. IBI, 2001, “konsep, produk dan implementasi operasional bank syariah”,
Djambatan , Jakarta Insukindro, “Pendekatan Kointegrasi Dalam Analisis Ekonomi (Studi Kasus
Permintaan Deposito Dalam Valuta Asing Di Indonesi)”, Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Indonesia, vol. 1, No.2, 2007
Insukindro, “Pengaruh Penghinpunan dana Pihak Ketiga Terhadap Total
Pinjaman Yang Diberikan Pada PT. Bank |Pembengunan Daerah Jawa Timur”, Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Indonesia, 2007
Judisseno K. Rmsky, “Sistem Moneter Dan Perbankan Di Indonesia, PT
Gramedia Pustaka Utama”, Jakarta 2005 Karim, Adiwarman Azwar, “Ekonomi Islam Suatu Kajian Ekonomi Makro”,
IIIT, Jakarta 2002 Karim, Adiwarman Azwar, “Ekonomi Mikro Islam”, IIIT, Jakarta 2002
Karim, Adiwarman Azwar, “Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Islam”, Karim Business Consulting, Jakarta 2002
Kusnendi, “Model – Model Persamaan Struktural Satu Dan Multigroup
Sampel Dengan Lisrel”, Alfabeta Bandung 2008 Kasmir, “Dasar – Dasar Perbankan”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2002
80
Muhamad, “ Pengantar Akuntansi Syariah” , Salemba Empat, Jakarta, 2002 Naim. Inun , “ Akuntasi Inflasi “, Cetakan Ke-5 BPEE, Yogyakarta , 2001 Nurdin Upik Hamdani, “Analisis Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Dan
Pembiyaaan Terhadap Pembentuk Laba Bersih Perbankan Syariah Di Indonesia|”, (Periode Desember 2000-juni 2005), Universitas Erlangga 2006
Pariyo, “Variabel Makro Ekonomi Yang Mempengaruhi Penghimpunan
deposito dan pembiyaan (Studi Kasus Bank Muamalat Indonesia Periode 2000-2003”), Skripsi, UI, Jakarta 2004
Perwataatmadja dan Antonio M Syafi’i, “ Apa dan Bagaimana Bank Islam”,
Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf. 1992 Heri, Sudarsono, “ Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskriptif dan
ilustrasi.” Edisi 3, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2008
Rodoni, Ahmad, “ Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya” Center For
Social And Economics Studies (Cses) Press Jakarta, 2008 Siregar, Hermanto, “Dampak Kebijakan Inflation Targeting Terhadap
Beberapa Variabel Makroekonomi Di Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan juli 2006
Sukirno Sadono, “Pengantar Teori Makro ekonomi”, Raja Grafitindo
Persada, Jakarta 1995 Sultan Remy Sjahadeini, “Perbankan Islam”, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta,
1999 Suyatno, Thomas, “Kelembagaaan Perbankan” Gramedia Pustaka Utama ,
Jakarta, 2000 Syahril, Syabirin, “Upaya Pemulihan Ekonomi Melalui Ekonomi Kebijakan
Moneter Terhadap Perbankan” Jurnal Ekonomi, 2007
81
Warjiyo, Perry, dan Doddy Zulverdi, “Penggunaan Suku Bunga Sebagai Sasaran Operasional Kebijakan Moneter Di Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan, Vol 1 no. 1, juli 2007
Wiyono, Slamet, “ Cara Mudah Memakai Akuntansi Perbankan Syariah”,
Grafindo, Jakarta 2005 Www.Bi.go.id