Upload
vilia-budi-prasetio
View
79
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
epilepsi neuro
Citation preview
BAB IIIAnalisa Kasus
Kasus Teori
Pasien anak perempuan 13 tahun datang
dengan kejang yang sudah merupakan
kejang ke-4 dengan interval kurang lebih
seminggu setiap terjadinya kejang.
Kejang terjadi tanpa pencetus.
Epilepsi merupakan suatu keadaan
yang ditandai oleh adanya bangkitan
(seizure) yang terjadi secara berulang
sebagai akibat dari adanya gangguan
fungsi otak secara paroksismal yang
disebabkan oleh lepas muatan listrik
abnormal dan berlebihan pada
neuron-neuron yang disebabkan oleh
beberapa etiologi
Pada negara berkembang, insidensi
epilepsi pada anak lebih tinggi
dibanding negara maju, berkisar
antara 35-150/ 100.000 penduduk per
tahun.
Epilepsi pada laki-laki > perempuan.
Namun pada anak perempuan
menjelang pubertas terjadi perubahan
hormonal yang dapat mencetuskan
terjadinya epilepsi yang pertama kali.
Kejang terjadi kurang lebih 30 menit,
saat pasien ingin menunaikan ibadah
shalat maghrib.
Kejang terjadi tanpa pencetus.
Pasien menyangkal adanya aura.
Awalnya tubuh pasien tampak seperti
kaku dengan tangan menekuk ke atas
lalu diikuti dengan gemetar pada
empat tungkai.
Pasien tidak sadar saat kejang disertai
dengan mata yang mendelik ke atas,
Menurut International League Against
Epilepsy (ILAE) 1981, epilepsi
diklasifikasikan menjadi:
Bangkitan parsial: Bangkitan yang
terjadi pada suatu anggota tubuh
tanpa disertai penurunan kesadaran
Bangkitan umum: Bangkitan yang
terjadi pada seluruh tubuh disertai
dengan penurunan kesadaran
Beberapa pasien merasakan adanya
fenomena subjektif (aura) dan
tidak berespon terhadap panggilan
teman dan orang tua, mulut tidak
berbusa, lidah tidak tergigit, pasien
tidak mengompol.
Kejang berhenti dengan sendirinya.
Setelah kejang berhenti, pasien
segera tertidur.
Pasien tidak dapat mengingat
peristiwa terjadinya kejang. Pasien
juga merasakan adanya kesemutan
pada keempat anggota gerak setelah
terjadinya kejang.
biasanya pada kejang parsial
Tipe epilepsi bangkitan umum tonik
klonik ditandai dengan secara tiba-
tiba penderita akan jatuh disertai
dengan teriakan, pernafasan terhenti
sejenak kemudian diiukti oleh
kekauan tubuh. Setelah itu muncul
gerakan kejang tonik-klonik (gerakan
tonik yang disertai dengan relaksasi).
Pada saat serangan, penderita tidak
sadar, bisa menggigit lidah atau
bibirnya sendiri, dan bisa sampai
mengompol.
Pasca serangan, penderita akan sadar
secara perlahan dan merasakan
tubuhnya terasa lemas dan biasanya
akan tertidur setelahnya.
Biasanya pasien tidak mengingat
perisitiwa terjadinya kejang yang
disebut dengan amnesia retrograde.
Dapat terjadi defisit neurologis fokal
setelah terjadi serangan (Todd’s
paralysis) namun pada kasus hal ini
tidak terjadi, hanya berupa parestesia
di anggota gerak.
Pasien pernah mengalami kejang
demam saat berusia 6 bulan
Keluarga pasien tidak ada yang
menderita epilepsi
Pasien tidak menderita gangguan
pada saat dikandungan dan pada saat
kelahiran. Pasien juga tidak
menderita gangguan tumbuh
Ada beberapa penelitian yang
menyatakan bahwa kejang demam
kompleks meningkatkan insidensi
terjadinya epilepsi pada anak (sekitar
6-8%)
Genetik berkaitan erat dengan risiko
terjadinya epilepsi. Sekitar 5-10%
pasien dengan epilepsi memiliki
kembang. anggota keluarga yang menderita
epilepsi. Namun pada kasus, keluarga
pasien tidak menderita epilepsi.
Riwayat intrauterine dan kelahiran
diduga berkaitan dengan epilepsi.
Riwayat infeksi, penggunaan obat-
obatan pada saat kehamilan
berhubungan dengan insidensi
terjadinya epilepsi pada anak.
Riwayat cedera/ trauma kelahiran,
hipoksia jaringan otak, infeksi saat
kelahiran juga berhubungan dengan
terjadinya epilepsi.
Analisis tatalaksana
Dalam farmakoterapi, terdapat prinsip-prinsip penatalaksanaan untuk epilepsi yakni,
Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudah dipastikan,
terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun. Selain itu pasien dan keluarganya
harus terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai tujuan pengobatan dan efek
samping dari pengobatan tersebut.
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan
tanpa kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, penghentian sebaiknya
dilakukan secara bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan
pada orang dewasa penghentian membutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 5
tahun. Ada 2 syarat yang penting diperhatika ketika hendak menghentikan OAE
yakni:
1. Syarat umum yang meliputi :
- Penghentian OAE telah didiskusikan terlebih dahulu dengan pasien/keluarga
dimana penderita minimal 3 tahun bebas bangkitan.
- Gambaran EEG normal
- Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis semula setiap bulan
dalam jangka waktu 3-6 bulan.
- Bila penderita menggunakan 1 lebih OAE maka penghentian dimulai dari 1 OAE
yang bukan utama.
2. Kemungkinkan kekambuhan setelah penghentian OAE
- Usia semakin tua, semakin tinggi kemungkinan kekambuhannya.
- Epilepsi simtomatik
- Gambaran EEG abnormal
- Semakin lamanya bangkitan belum dapat dikendalikan.
- Penggunaan OAE lebih dari 1
- Masih mendapatkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi
- Mendapat terapi 10 tahun atau lebih.
- Kekambuhan akan semakin kecil kemungkinanya bila penderita telah bebas
bangkitan selama 3-5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali
maka pengobatan menggunakan dosis efektif terakhir, kemudian evaluasi.
Untuk tatalaksana pada kasus terutama adalah edukasi agar pasien teratur minum obat
dan teratur kontrol sesuai jadwal. Terapi direncanakan selama 2 tahun karena pasien
usia muda. Tingkat kekambuhan pada pasien kasus termasuk resiko berulang yang
rendah karena usia pasien muda, epilepsi idiopatik dan epilepsi masih terkontrol
dengan 1 jenis OAE
Jenis Jenis OAE yang sering digunakan
Menurut PERDOSSI
Pada kasus karena pasien merupakan anak-anak dan jenis epilepsi adalah grand mal,
maka pengobatan yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:
Menurut PERDOSSI: