Upload
vudieu
View
270
Download
16
Embed Size (px)
Citation preview
TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW
PADA KOMUNITAS ETNIS BETAWI KEBAGUSAN
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh :
Ahmad Awliya
Nim : 104051001815
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008 M
TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW
PADA KOMUNITAS ETNIS BETAWI KEBAGUSAN
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh :
Ahmad Awliya
Nim : 104051001815
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008 M
TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW
PADA KOMUNITAS ETNIS BETAWI KEBAGUSAN
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh :
Ahmad Awliya Nim : 104051001815
Di Bawah Bimbingan :
Dr. Murodi, M.A Nip : 150 254 102
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD
SAW PADA KOMUNITAS ETNIS BETAWI KEBAGUSAN telah diujikan dalam
sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada 27 Agustus 2008. skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Jakarta, 27 Agustus 2008
Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang, Sekretaris Sidang,
Dr. Arief Subhan, M.A Umi Musyarofah, M.A NIP: 150 262 442 NIP: 150 282 980
Penguji,
Penguji I, Penguji II,
Dra. Hj. Raudhonah, M.A Drs. Wahidin Saputra, M.A NIP: 150 232 920 NIP: 150 276 299
Pembimbing,
Dr. Murodi, M.A NIP: 150 254 102
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S-1) di UIN Syarif
Hidyatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya pergunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 10 Agustus 2008
Ahmad Awliya
ABSTRAK
Dalam sejarah kehidupan Rasulullah Saw., 12 Rabiul Awwal memiliki makna tersendiri. Selain menandai kelahiran beliau, tanggal tersebut juga menandai hijrahnya Rasulullah ke Madinah, bahkan pada tanggal tersebut Rasulullah juga menghadap kepangkuan Allah Swt. Bagi komunitas etnis Betawi Kebagusan, tanggal tersebut diabadikan dalam bentuk perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.
Bagaimana tata cara pelaksanaan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di kelurahan Kebagusan? Apa pengaruh perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan komunitas etnis Betawi Kebagusan?
Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di Kebagusan dilakukan dengan cara membaca Al-Qur’an, mengirimkan do’a arwah, pembacaan riwayat Nabi Muhammad Saw., serta ditutup dengan ceramah agama dan do’a. Perayaan Maulid Nabi di Kebagusan menjadi wadah kebersamaan dan persatuan antar sesama muslim. Komunitas etnis Betawi Kebagusan dapat lebih terarah dan teratur dalam hidup bermasyarakat atas tuntunan sikap dan prilaku Rasulullah pada kehidupan sehari-hari. Hal ini ditandakan dengan kerukunan dan kebersamaan antar masyarakat Kebagusan, baik sesama warga Betawi maupun pada komunitas etnis lainnya.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Penulis mendeskripsikan secara faktual apa yang dilihat dan ditemukan dari perayan Maulid Nabi Muhammad pda komunitas etnis Betawi Kebagusan. Metode ini didukung dari hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi yang telah dilakukan penulis di kelurahan Kebagusan.
Mendefinisikan agama adalah menjelaskan fungsi agama sebagai suatu simbol yang berlaku untuk memantapkan suasana hati dan motivasi-motivasi secara kuat yang meresap dan tahan lama dalam diri manusia. Caranya adalah dengan memformulasikan konsep-konsep mengenai suatu tatanan yang umum berkenaan dengan keberadaan (eksistensi) manusia. Maka selain suatu keyakinan, agama juga dapat menjadi bagian dan inti dari sistem nilai yang ada dalam kebudayaan masyarakat yang bersangkutan, sekaligus menjadi pendorong serta pengontrol tindakan-tindakan anggota masyarakat agar sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran agamanya.
Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. pada komunitas etnis Betawi Kebagusan merupakan ekspresi teologis atas kecintaan mereka terhadap Rasulullah. Sikap dan prilaku Rasulullah menjadi contoh tauladan yang baik dalam hidup bermasyarakat. Kejahatan dan tindak kriminal lainnya dapat berkurang melalui acara seremonial seperti ini. Dukungan dan partisipasi warga Betawi Kebagusan turut andil mensukseskan kegiatan tersebut. Keyakinan dan kecintaan yang besar terhadap Rasulullah menjadikan mereka gemar mengadakan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.
Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. ialah perkara yang baik dalam agama Islam. Di dalamnya tercantum kehidupan Rasulullah yang begitu mulia hingga dapat menjadi Uswatun Hasanah dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan seperti ini mampu menjadi motivator yang bernuansa agamis dalam kehidupan bermasyarakat di tengah-tengah terjadinya degradasi moral di Indonesia.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, segala pujian dan sanjungan penulis haturkan
kehadirat Allah Swt. yang telah berfirman: Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk
kamu agama kamu (Islam), dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Ku
ridhai Islam itu menjadi agama bagimu. (QS. Al-Maidah:3) Shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw., manusia mulia lagi dimuliakan
RabbNya, manusia yang namanya selalu terkenang sepanjang zaman dan terukir disetiap
hati orang yang beriman, manusia yang memiliki akhlak semulia Al-Qur’an, manusia
yang tidak akan pernah habis termakan zaman sekalipun bumi tenggelam dalam lautan.
Dengan tetesan keringat, basuhan air mata, serta segunung do’a akhirnya penulis
dapat menyelesaikan program studi S-1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.
Melewati hari-hari yang bahagia, namun terkadang penuh duka. Setidaknya inilah awal
untuk meniti jalan hidupyang lebih baik lagi.
Terselesaikannya skripsi ini sebagai syarat untuk menyelesaikan program studi S-
1 dan guna memperoleh predikat Sarjana Sosial Islam sangatlah penulis syukuri. Sebagai
hamba yang lemah dan penuh salah, inilah yang bisa diberikan demi kemajuan umat
Islam di Indonesia dan juga komunitas etnis Betawi dimanapun berada.
Untuk itulah perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada pelbagai
pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan baik secara moril maupun materil
sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis haturkan
kepada:
Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, M.A, sebagai Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, para Pembantu Rektor dan Staff Rektorat yang tidak bisa
disebutkan satu persatu tetapi tidak mengurangi rasa hormat penulis.
Bapak Dr. H. Murodi, M.A, sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi
yang juga sebagai dosen pembimbing skripsi penulis yang telah banyak membantu dalam
penulisan skripsi ini. Kepada Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A dan Ibu Umi
Musyarofah, M.A selaku kepala dan sekretaris jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Jazakumullah khairan katsira.
Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi, terima kasih atas segala
ilmu yang kalian berikan. Semoga ilmu tersebut dapat berguna pada kehidupan penulis
yang akan datang.
Ayahanda Abu Bakar dan Ibunda Masenun, terima kasih atas spirit dan do’a yang
kalian berikan. Semoga Allah Swt. menjadikan kalian sebagai hamba-hamba pilihan
sehingga dapat memasuki surga yang penuh dengan kenikmatan dan kelezatan yang tidak
pernah dibayangkan manusia. Kepada adinda Syifa Amalia, Zaidah Umami, dan Nabilah
Firdayanti. Teruslah belajar dan berdo’a hingga akhir hayat kalian, jadikan keluarga kita
sebagai keluarga yang berilmu.
Seluruh teman-teman senasib seperjuangan KPI-C angkatan 2004-2005,
khususnya kepada Iskandar, Badru Zaman, Luthfi Anwar, Edwin Shaleh, Agustin Intan
Permata, Lilis Nurcholisoh, S.Sos.I, Hetty Maryati, S.Sos.I, Murniati, S.Sos.I, terima
kasih atas dukungan dan motivasi dari kalian. Terima kasih pula kepada Mardiyan
Rizkiyanti, S.E, dukungan dan motivasi yang diberikan membuat semangat penulis terus
bergelora.
Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada lembaga Lembaga
Kebudayaan Betawi (Bapak Yahya Andi Saputra), Forum Ulama dan Habaib Betawi
(Bapak Azis), Ikatan Warga Betawi Kebagusan (Bapak Zainal Abidin), Remaja Islam
Masjid Baitul Rahim (Abdul Azis), Kepala Kelurahan Kebagusan (Bapak Drs. Sabro
Malisi), Sekretaris Kelurahan Kebagusan (Bapak Achmad Zayadi), Ketua Dewan
Kelurahan Kebagusan (Bapak Muhdas, S.Ip.), dan Fadjriah Nurdiarsih, S.Hum.
Dengan segenap ketulusan dan keikhlasan dari lubuk hati yang paling dalam,
penulis mendoakan semoga segala bantuan, dukungan, bimbingan, kemudahan serta
perhatian yang telah diberikan mendapatkan kebaikan yang setimpal dari Allah Swt.
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripi ini jauh dari kesempurnaaan, bahkan
masih jauh untuk dapat dikategorikan penulisan ilmiah yang baik dan benar. Untuk itulah
penulis sangatlah mengharapakan kritik dan saran yang konstruktif guna perkembangan
dan kemajuan penulis selanjutnya. Semoga skripsi ini bisa memberikan kontribusi yang
berarti bagi masyarakat Betawi di Jakarta.
Jakarta, Juli 2008 M Rajab 1429 H
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK……………………………………………………………………….i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….v
DAFTAR TABEL……………………………………………………………….vii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….....viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah......................................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah..................................................5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................6
D. Metodologi Penelitian .........................................................................7
E. Sistematika Penulisan..........................................................................8
BAB II MAULID NABI MUHAMMAD SAW DAN
KOMUNITAS ETNIS BETAWI
A. Pengertian Perayaan............................................................................10
B. Pengertian Maulid Nabi Muhammad Saw…………………………..11
C. Sejarah Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di Jakarta..............19
D. Pengertian dan Sejarah Pembentukan Komunitas Etnis Betawi.........24
E. Komunitas Etnis Betawi Kelurahan Kebagusan Jakarta Selatan........34
BAB III GAMBARAN UMUM MASYARAKAT
KELURAHAN KEBAGUSAN JAKARTA SELATAN
A. Letak Geografis..................................................................................37
B. Kependudukan....................................................................................39
C. Keadaan Komunitas Etnis Betawi Kelurahan Kebagusan..................41
D. Kebudayaan Masyarakat Kelurahan Kebagusan................................46
BAB IV TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW
PADA KOMUNITAS ETNIS BETAWI KEBAGUSAN
A. Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Syair Barjanzi
Pada Komunitas Etnis Betawi Kelurahan Kebagusan........................50
B. Model Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di
Kelurahan Kebagusan.........................................................................57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………….61
B. Saran………………………………………………………………...63
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………......65
TABEL
Tabel 1: Jamuan Maulid Nabi masa Raja Malik al-Muzaffar………………18
Tabel 2: Pembagian luas tanah kelurahan Kebagusan...................................37
Tabel 3: Jumlah penduduk kelurahan Kebagusan..........................................40
Tabel 4: Jenis pekerjaan masyarakat kelurahan Kebagusan..........................42
Tabel 5: Sarana Ibadah di kelurahan Kebagusan...........................................52
LAMPIRAN
Lampiran 1: Surat keterangan bimbingan skripsi
Lampiran 2: Surat keterangan wawancara
Lampiran 3: Rawi Syair Barjanzi
Lampiran 4: Wawancara dengan narasumber
Lampiran 5: Wawancara dengan narasumber II
Lampiran 6: Wawancara dengan narasumber III
Lampiran 7: Peta wilayah kelurahan Kebagusan
Lampiran 8: Dokumentasi perayaan Maulid Nabi di Kebagusan
Lampiran 9: Tokoh dan warga Betawi Kebagusan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. merupakan peristiwa bersejarah bagi
umat Islam. Peristiwa ini diperingati sebagai hari lahirnya Nabi Muhammad Saw. yang
merupakan Nabi dan Rasul terakhir.
Tradisi1 Maulid juga dilaksanakan oleh komunitas etnis Betawi. Komunitas etnis
Betawi memiliki kaitan yang erat dengan agama Islam. Sejak dulu, orang Betawi dikenal
sebagai penganut agama Islam yang taat. Mereka rajin bersembahyang dan mengaji di
masjid. Mereka juga bercita-cita untuk pergi haji. Begitu inginnya pergi haji, ada
peribahasa di kalangan orang Betawi yang berbunyi:
Ya Allah, Ya Rabbi…. Nyari untung biar lebi Biar bisa pegi haji Jiarah kuburan nabi2 Orang-orang tua Betawi akan merasa sangat malu jika anaknya tidak bisa
membaca Al-Qur’an, atau tidak pernah bersembahyang di masjid. Dalam cerita Nyai
Dasima karya S.M Ardan yang baru-baru ini diterbitkan ulang oleh Masup Jakarta
(2007), ada bagian yang bercerita mengenai hal tersebut.
1 Menurut Dictionary of Sociology, tradisi adalah proses situasi sosial yang merupakan pewarisan
elemen kebudayaan yang diturunkan dari generasi ke generasi secara terus menerus. Secara lengkap tertulis, a social situation process in which elements of the cultural heritage are transmitted from generation to generation by contact of continuity. Lihat Henry Partt Fairchild (ed). 1962, Dictionary of Sociology, Paterson, New Jersey: Littlefield Adams & Co., hlm. 322.
2 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi: asal muasal, kebudayaan, dan adat isitadat, (Jakarta:Gunara Kata, 2001), hlm. 124
“Ngomong-ngomong,” kata Wak Lihun sambil mendekat. Anaklo si Miun udeh kagak kenal langgar lagi sekarang, ye.” “Aye ngomongin sih ude cukup, Bang.”3 Warga Betawi Kebagusan adalah masyarakat yang fanatik terhadap agama yang
dianutnya, yaitu Islam. Tidaklah mengherankan jika berbagai pengajian marak di
kalangan masyarakat Betawi. Kaum ibu membentuk pengajian di majlis taklim, kaum
bapak memiliki pengajian di masjid, kaum remaja juga memiliki pengajian yang biasanya
diadakan bergiliran dari rumah ke rumah.4
Ketika merayakan Maulid Nabi terkadang setiap pengajian merayakannya sendiri-sendiri. Setiap pengajian akan saling mengundang jamaah pengajian yang lain. Tujuannya memang hanya memperingati, akan tetapi bagi orang Betawi tidak afdol rasanya jika tidak mengisi acara itu dengan ceramah agama dan pembacaan riwayat Nabi Muhamad Saw. karangan syeikh Jafar al-Barjanzi.
Tradisi Maulid bagi komunitas etnis Betawi memiliki ciri khas tersendiri
dibandingkan komunitas etnis budaya lainnya. Dalam perayaan Maulid, biasanya
pembacaan riwayat kehidupan Nabi Muhammad Saw. diiringi oleh iringan rebana.5
Rebana yang mengiringi ini adalah rebana ketimpring. Karena fungsinya tersebut, rebana
ini juga dinamakan rebana Maulid.6
Rebana adalah seni musik yang mendapat pengaruh dari dunia Arab. Kesenian ini
biasanya dipertunjukkan dalam upacara perkawinan dan Mauludan.7 Sebutan rebana
berasal dari bahasa Arab yakni “robbana” yang berarti “Tuhan kami”.8 Sebutan itu timbul
karena rebana biasanya digunakan untuk mengiringi lagu-lagu yang bernafaskan agama
3 S.M. Ardan, Nyai Dasima, (Depok:Masup Jakarta, 2007), hlm. 2 4 Hasil pengamatan penulis pada tahun 2007 s/d 2008 5 Ibid., 6 Tim Penyusun, Ragam Budaya Betawi, (Jakarta:Dinas Kebudayaan & Permuseuman Prov. DKI
Jakarta, 2002), hlm. 69 7 , Sekilas Gambaran Kesenian Jakarta dan Latar Belakang Kehidupan Dalam
Masyarakat, (Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah, Cetakan kedua, 1979), hlm. 16. lihat juga Tim Redaksi, Untuk Beberapa Macam Rebana, (Jakarta:Majalah Indonesia Indah No.32,1992), hlm. 15-17
8 , Peta Seni Budaya Betawi, (Jakarta:Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 1985/1986), hlm. 40
Islam. Di wilayah budaya Betawi, ada berbagai jenis rebana. Di antaranya rebana
ketimpring, rebana ngarak, rebana maulud, rebana burdah, rebana dor, rebana biang,
rebana hadroh dan rebana kasidah.9
Sebutan rebana ketimpring muncul karena adanya tiga pasang kerincingan yang dipasang di tepinya. Rebana ini memiliki tiga jenis ukuran dari yang garis tengahnya 20 hingga 25 cm. Dalam satu grup ada tiga buah rebana. Ketiga rebana itu mempunyai sebutan, yaitu rebana tiga, rebana empat dan rebana lima. Selain digunakan sebagai pengiring dalam pembacaan Maulid, rebana ketimpring digunakan juga untuk mengarak pengantin. Untuk jenis yang ini, rebana tersebut dinamakan rebana ngarak. Sedangkan untuk mengiringi pembacaan Maulid disebut rebana Maulid.10
Syair-syair yang dibawakan untuk keperluan mengarak dinamakan “Syair ad-
Diba’i”. Penamaan ini dikarenakan isi syairnya diambil dari Kitab Diwan Hadroh.
Sedangkan untuk mengiringi maulid, biasanya digunakan “Syair Barjanzi”. Hal ini
disebabkan syair itu diambil dari kitab Syaraful Anam karya Syeikh Jafar al-Barjanzi.
Tidak seluruh bacaan diiringi rebana., hanya bagian tertentu seperti: Assalammualaika,
Bisyahri, Tannaqaltu, Wulidalhabibu, Shalla ’Alaika, Badat Lana dan Asyrakal. Bagian
Asyrakal lebih bersemangat sebab semua hadirin berdiri.11
Pada mulanya, tradisi Maulid diperkenalkan oleh Shalahuddin al-Ayyubi, di desa Arbil, Moussil, Irak. Ketika dalam keadaan berperang, Sholahuddin al-Ayyubi yang terkenal dengan sebutan Singa Padang Pasir merasa prihatin dengan ghirah keislaman (semangat keislaman) yang semakin lama semakin memudar.12 Untuk mengembalikan orang Islam ke jalan Rasulullah, Shalahudin al-Ayubi merintis pertandingan Maulid. Pada saat itulah diadakan perlombaan mengarang riwayat dan pujian kepada Nabi. Sejak saat itu juga mulai dikenal “Syair Barjanzi”, “Syair Azzab”, “Syair ad-Diba’i” dan lain-lain. “Syair Barjanzi” dikarang oleh Syeikh Jafar al-Barzanji, Syair Azzab dikarang oleh Syekh al-Azzab, “Syair Ad-Diba,i” dikarang syeikh Muhammad ad-Diba’i. Syair ad-Diba’i dibawakan oleh keluarga Alatas yang merupakan orang Betawi keturunan Arab.13 Saat ini banyak sekali syair-syair lain yang dibacakan dalam Maulid. Perbedaan itu tidak dipentingkan, sebab memang tidak ada aturan yang pasti. Yang jelas, tiap pembacaan
9 Muhammad Zafar Iqbal, Islam di Jakarta; studi sejarah islam dan budaya betawi, tesis,
(Jakarta:Program Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, 2002), hlm. 375 10 Tim Penyusun, Ragam Budaya Betawi, op. cit, hlm. 68-69 11 Ibid,. hlm. 70 12 Muhammad Anwar, Sejarah Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:S.A. Alaydrus, 1988), hlm. 11 13 Ibid,. hlm. 9
Maulid itu mengandung pujian kepada Rasul serta riwayat perjuangan Rasul dari lahir hingga meninggalnya.
Setelah selesai perayaan Maulid, orang Betawi memiliki kebiasaan yang khas untuk menunjukkan keakraban mereka. Biasanya, tuan rumah akan menyediakan makanan ala kadarnya untuk dimakan. Pada zaman dahulu, makanan ini berupa nasi dengan lauk pauk lengkap yang diletakkan di atas tampah. Satu tampah terdiri dari nasi, ayam, tempe, dan telur. Satu tampah biasanya dimakan beramai-ramai oleh lima sampai enam orang. Dalam suasana seperti ini, terasa sekali keakraban yang muncul. Keakraban yang murni dan tanpa batas sama sekali.14
Pada masa sekarang, si empunya acara akan menyediakan berkat. Tiap orang
biasanya mendapat satu berkat yang berisi nasi beserta lauk pauk, kue-kue, dan buah.
Berkat dibungkus dalam kantong plastik hitam dan dibagikan menjelang acara selesai.
Kadang-kadang kalau berkat dengan nasi dan lauk pauk lengkap dianggap merepotkan,
tuan rumah akan memberikan berkat yang berisi sembako. Dalam berkat itu ada beras,
kopi, gula, teh, minyak goreng, mi instan, dan lain-lain.15
Bertitik tolak dari masalah ini maka penulis menuangkannya dalam skripsi yang
berjudul ”Tradisi Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Pada Komunitas Etnis
Betawi Kelurahan Kebagusan, Jakarta Selatan.”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah ini dimaksudkan agar masalah lebih terarah dan lebih jelas
variabelnya. Batasan masalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mengenai
perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. pada komunitas etnis Betawi. Peneliti juga
membatasi tempat yang diteliti sebatas masyarakat kelurahan Kebagusan, Pasar Minggu,
Jakarta Selatan. Karena persoalan waktu, peneliti hanya membatasinya pada tahun 2007
s/d 2008.
14 Hasil pengamatan penulis pada tahun 2007 15 Hasil pengamatan penulis pada bulan Maret s/d Mei 2008
2. Perumusan Masalah
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti juga merumuskan masalah ke dalam
beberapa masalah yakni:
a. Bagaimana tata cara pelaksanaan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di
kelurahan Kebagusan?
b. Bagaimana model perayaan Maulid Nabi Muhammad di Kelurahan
Kebagusan?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
A. Tujuan secara Umum Penelitian ini adalah:
a. Menggambarkan pelaksanaan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.
pada masyarakat kelurahan Kebagusan
b. Menemukan adanya keunikan dari pelaksanaan Maulid yang dilakukan
komunitas etnis Betawi kelurahan Kebagusan
B. Tujuan Ilmiah Penelitian ini
a. Meneliti tata cara pelaksanaan Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.
pada komunitas etnis Betawi Kebagusan
b. Meneliti keaktifan masyarakat Betawi Kebagusan dalam
menyelenggarakan Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.
c. Meneliti model perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw di kelurahan
Kebagusan
d. Input bagi Fakultas Dakwah & Komunikasi dalam pengembangan
Dakwah pada kegiatan Maulid Nabi Muhammad Saw
2. Manfaat Penelitian
A. Manfaat teoritis penelitian ini adalah:
a. Pengembangan ilmu Dakwah dalam masyarakat
b. Pengembangan komunikasi antar budaya yang baik dalam masyarakat
c. Input bagi mahasiswa Fakultas Dakwah dalam hal pengembangan dan
penerapan keilmuan dakwah & komunikasi di masyarakat
B. Manfaat Praktis penelitian ini adalah:
a. Menambah wawasan dan informasi peneliti tentang budaya Betawi
b. Menambah wawasan dan informasi peneliti tentang pelaksanaan Maulid
Nabi Muhammad Saw. pada komunitas etnis Betawi
c. Meningkatkan semangat keislaman penulis untuk terus melestarikan
tradisi Betawi
D. Metodologi Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Penulis akan menggambarkan secara faktual apa yang dilihat dan ditemukan dari objek penelitian ini. Untuk memperoleh data yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini, maka digunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:
Observasi, yaitu pengamatan langsung pada perayaan Maulid Nabi Muhammad
Saw. di Kebagusan. Dalam hal ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran
yang tepat mengenai perayaan Maulid yang dilaksanakan komunits etnis
Betawi Kebagusan sehingga dapat disusun daftar wawancara yang tepat dan
cermat terkait dengan tata cara pelaksanaan dan model perayaan Maulidnya.
Observasi ini dilakukan dari tahun 2007 s/d 2008.
Wawancara, yakni suatu cara untuk mengumpulkan data dengan mengajukan
pertanyaan langsung kepada seorang informan atau seorang autoritas (seorang
ahli atau yang berwenang dalam suatu masalah).16 Penulis mengajukan
pertanyaan kepada Bapak Zainal Abidin (sekretaris IWBK), Abdul Azis
(RISBA), dan Fadjriah Nurdiarsih sehingga mendapat gambaran pelaksanaan
perayaan Maulid Nabi pada komunitas etnis Betawi di Kebagusan.
Studi Dokumentasi, adalah merupakan teknik yang juga dilakukan dalam
mengumpulkan data berdasarkan buku, majalah, makalah, ataupun literatur-
literatur lainnya. Penulis akan mengumpulkan beberapa foto dan gambar
pelaksanaan Maulid yang dilaksanakan di Kelurahan Kebagusan. Dari
dokumentasi tersebut penulis akan meminta keterangan terhadap Bapak Zainal
Abidin dan Abdul Azis.
E. Sistematika Penulisan Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai skripsi ini maka penulis akan
menguraikan dalam lima bab.
Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, serta
sistematika penulisan. Bab ini memberikan gambaran atau kerangka dari
penelitian yang dilakukan.
Bab II Maulid Nabi dan Komunitas Etnis Betawi, pada bab ini penulis menjelaskan
landasan teori yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan. Bab ini
meliputi pengertian perayaan, pengertian Maulid Nabi Muhammad Saw.,
sejarah perayaan Maulid Nabi di Jakarta, pengertian dan sejarah pembentukan
komunitas etnis Betawi, serta penjelasan atas keberadaan komunitas etnis
Betawi di kelurahan Kebagusan.
16 Gorys Keraf, Komposisi, (NTT:Nusa Indah, 2001), hlm. 161
Bab III Gambaran Umum Masyarakat Kelurahan Kebagusan Jakarta Selatan,
penulis akan menggambarkan kelurahan Kebagusan yang menjadi objek
penelitian dan menjelaskannya melalui pengamatan terhadap letak geografis,
kependudukan, keadaan komunitas etnis Betawi, serta kebudayaan yang
terdapat di kelurahan Kebagusan.
Bab IV Tradisi Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Pada Komunitas Etnis
Betawi Kebagusan meliputi analisa penulis terhadap perayaan Maulid Nabi
Muhammad Saw. syair Barjanzi yang dilaksanakan oleh komunitas etnis Betawi
Kelurahan Kebagusan, serta model perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di
kelurahan Kebagusan.
Bab V Penutup, menguraikan kesimpulan berdasarkan penjelasan pada bab-bab
sebelumnya serta memberikan saran yang produktif dan membangun sehingga
dapat bermanfaat bagi komunitas etnis Betawi Kebagusan dan bagi penelitian-
penelitian selanjutnya. Pada bagian akhir, penelitian ini juga dilengkapi dengan
daftar pustaka.
BAB II
MAULID NABI MUHAMMAD SAW DAN
KOMUNITAS ETNIS BETAWI
A. Pengertian Perayaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perayaan adalah pesta (keramaian, dsb)
untuk merayakan sesuatu. Sedangkan merayakan adalah memuliakan (memperingati,
memestakan) hari raya (peristiwa penting): -hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia; -
hari lahir.17
Pada hari besar Nasional dan keagamaan, masyarakat Kebagusan merayakannya
dalam bentuk acara seremonial. Seperti hari Kemerdekaan Indonesia atau yang kita kenal
sebagai 17-an. Warga Kebagusan merayakannya dengan mengadakan berbagai
perlombaan yang diadakan diberbagai tempat umum seperti lapangan, jalan, maupun
kebun-kebun kosong.18
Dalam hal Maulid Nabi, warga Kebagusan juga merayakannya secara seremonial.
Ini menandakan bahwa Maulid Nabi adalah hari bersejarah bagi umat Islam Indonesia,
khususnya umat Islam Kebagusan yang patut dirayakannya secara meriah. Hal ini dapat
dilihat dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan dimana banyak membutuhkan orang
17 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, edisi ketiga, 2003), hlm. 935 18 Hasil pengamatan penulis pada tahun 2007 s/d 2008
banyak serta biaya yang besar. Di samping itu, perayaan Maulid Nabi biasanya diadakan
secara formal dengan susunan kepanitiaan lengkap dengan perangkatnya.19
B. Pengertian Maulid Nabi Muhammad Saw.
Kata Maulid merupakan bentuk mashdar Mimi yang berasal dari kata: walada,
yalidu, wilaadatan, maulidun, waldatun, wildatun, fahuwa walidun, wadzaaka mauludun,
lid, laa talid, maulidun, mauladun, miiladun. Yang berarti dari segi bahasa (etimologi)
adalah “Kelahiran.”20
Sedangkan pada istilah (terminology) berarti: Berkumpulnya manusia, membaca
apa yang mudah dari Al-Qur’an, dibacakan riwayat kabar berita yang datang pada
permulaan urusan Nabi Muhammad Saw., dan apa yang terjadi pada maulidnya (Nabi
Muhammad Saw.) daripada tanda-tanda kebesarannya, setelah itu dihidangkan bagi
mereka hidangan makanan, mereka memakannya dan mereka pulang tanpa ada tambahan
atas yang demikian itu.21
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Maulid berarti perayaan hari lahir Nabi
Muhammad Saw; bulan Maulud; bulan Rabiul Awwal.22 Sedangkan menurut Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Maulid adalah 1. Hari lahir (terutama hari lahir
Nabi Muhammad Saw.): memperingati–Nabi Muhammad Saw.; 2. Tempat lahir; 3.
(peringatan) hari lahir Nabi Muhammad Saw.: acara-akan diisi dengan ceramah; bulan:
bulan Rabiul Awwal. Sedangkan bermaulid-Rasul berarti memperingati hari kelahiran
Nabi Muhammad Saw.23
19 Hasil wawancara dengan Abdul Azis 20 Syarif Mursal al Batawiy, Keagungan Maulid Nabi Muhammad Saw., (Jakarta al-Syarifiyyah,
2006), hlm. 13 21 Buletin Dian al-Mahri, edisi 10, tahun 2008, hlm. 10 22 Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta:Pustaka Amani), hlm. 246 23 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, op. cit, hlm. 725
Kelahiran Nabi Muhammad Saw. ke muka bumi ini merupakan karunia Allah
yang teramat agung untuk umat manusia. Kehadirannya bagaikan matahari terbit yang
menghapus kegelapan malam. Ia bagaikan rembulan di malam purnama dan air di tengah
padang sahara. Cahayanya menjanjikan kebahagiaan dan kesejahteraan abadi.24
Sekitar 14 abad yang lalu, pada suatu malam di bulan Rabi’ul Awwal, orang-
orang kafir majusi dikagetkan dengan padamnya api sesembahan mereka yang selama
ratusan tahun tidak pernah padam, pada malam itu juga penduduk kota Mekkah
dikagetkan dengan suara burung yang berterbangan di atas udara dengan suara yang
beraneka ragam, para pendeta ahli kitab dari golongan Yahudi dan Nashrani berkumpul
dan memanggil pengikut mereka untuk beramai-ramai keluar dari rumah menyaksikan
bintang besar yang berada di cakrawala yang sejak dahulu belum pernah muncul dan
belum pernah terlihat oleh ahli perbintangan, singgasana raja Persia-pun bergonjang pada
saat itu.25 Itu semua merupakan pertanda manusia istimewa pilihan Rabb semesta alam
baru saja lahir ke muka bumi setelah sembilan bulan berada dalam kandungan Siti
Aminah.
Ketika Siti Aminah mengandung Nabi Muhammad Saw., ia tidak merasakan
seperti kandungan yang dialami oleh wanita-wanita hamil lainnya. Menurut suatu
riwayat, ketika mau atau sedang mengandung. Siti Aminah tidak pernah merasa
kelelahan dan kepayahan, meskipun kandungannya berumur tua. Selama ia mengandung
pula, Siti Aminah kerap kali didatangi para Nabi yang memberitahukan kepadanya bahwa
24 , Maulid Nabi Muhammad Dalam Tinjauan Syariah, (Jakarta:PB. Syahamah),
hlm. 1 25 Muhammad Anwar, Sejarah Nabi Muhammad, op. cit, hlm. 25
yang dikandungnya itu akan menjadi pelita dunia yang akan menerangi seluruh jagat raya
dari timur sampai barat serta utara maupun selatan.26
Dalam sejarah kehidupan Rasulullah, 12 Rabiul Awwal memiliki makna
tersendiri, selain menandai kelahiran Nabi, tanggal tersebut juga menandai Hijrahnya
Rasulullah ke Madinah, bahkan ada yang berpendapat pada tanggal yang sama Rasulullah
menghadap kepangkuan Allah Swt.27
Sekitar enam ratus tahun setelah Nabi Muhammad wafat, di kalangan umat Islam banyak yang telah melupakan ajaran Islam itu sendiri. Kejahatan dan kemaksiatan merajalela. Perbudakan, pencurian, serta diskriminasi terhadap perempuan yang pada zaman Rasulullah dihapuskan kini kembali marak. Umat Islam pada saat itu sudah tidak memiliki semangat keislaman seperti pada zaman Rasulullah, apalagi saat itu umat Islam sedang mengalami kelelahan dalam perang salib yang berkepanjangan.28
Jika Islam menganjurkan kepada umatnya untuk senantiasa memupuk persatuan
dan perdamaian, maka dalam kenyataannya sedikit demi sedikit umat Islam banyak yang
saling melakukan pertentangan, sekalipun adanya pertentangan itu hanya disebabkan oleh
soal-soal kecil dan sepele saja.
Dengan adanya perpecahan-perpecahan seperti itulah yang menyebabkan
kedudukan umat Islam semakin hari semakin menjadi lemah, dan akibat dari kelemahan-
kelemahan yang demikian itu maka sebagian negara-negara Islam dikuasai oleh negara-
negara adikuasa yang mayoritas dari Barat.
Dalam keadaan umat seperti itu, bangun dan bangkitlah Sultan Shalahudin al-
Ayyubi, yang terkenal dengan julukan ”Singa Padang Pasir”. Sultan Shalahudin al-
Ayyubi bangkit dengan tujuan agar umat tidak sampai berlarut-larut melupakan dan
meninggalkan ajaran dan perjuangan Rasulullah Saw. Maka dianjurkanlah orang-orang
26 Ibid,. hlm. 17 27 Syarif Mursal al-Batawiy, Keagungan Maulid Nabi Muhammad Saw., op. cit, hlm. 14 28 Muhammad Anwar, Sejarah Nabi Muhammad Saw., op. cit, hlm. 11
untuk menulis kembali riwayat kehidupan Nabi dan perjuangannya serta dipentaskan
pada acara seremonial untuk membacakan kembali sejarah Nabi Muhammad Saw.
Penulisan riwayat Nabi tersebut dikarang beberapa Ulama pada saat itu, setelah selesai
ditulis lalu kaum Muslimin diundang untuk mendengarkan pembacaan riwayat kehidupan
Nabi yang diselingi oleh jamuan- jamuan yang telah disiapkan.29
Di zaman Khulafa al-Rasyidin dan Daulat Umayyah serta Abbasiyah, belum
berkembang ide memperingati kelahiran atau Maulid Nabi, sejarah mengungkapkan
bahwa dimulainya peringatan Maulid Nabi dimulai pada masa Daulat Fathimiyyah pada
abad 14 hijriyah. Acara itu berlangsung dengan sangat meriah.30 Raja Abu Sa’id al-Malik
al-Muzaffar31 (w. malam Rabu 18 Ramadhan 630 H) ipar dari Sultan Shalahudin al-
Ayyubi adalah orang pertama (pelopor) yang memperingati Maulid Nabi Muhammad
Saw. secara besar-besaran. Raja yang memerintah Kerajaan Arbil (Arbelles) sebelah
timur Mosul Irak itu; gagah berani, pandai mengatur strategi, alim, saleh, dan adil, hidup
dalam kesederhanaan, namun untuk memperingati Maulid Nabi Saw. beliau
mengadakannya selama tujuh hari tujuh malam yang bertujuan untuk membacakan
sejarah Nabi Muhammad Saw. Di samping itu diadakan pula pekan raya sepekan di
negeri tersebut.32 Salah satu contoh kebaikan Malik al-Muzaffar adalah membangun
Masjid Muzaffari di kaki gunung Qasiyun.33 Ibn Katsir pernah berkata: “Dia (Malik al-
29 Ibid,. hlm 11 30 Abdul Hadi W.M., Perayaan Maulud Melintas Abad, (Jakarta:Harian Pelita, Minggu, 11
November 1990), hlm. 10 31 H.L. Gottschalk, Al-Malik Al-Kamil, hlm. 44, sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari
Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994) 32 Buletin Dian Al-Mahri, op. cit, hlm. 10 33 Sebuah gunung terkenal di luar Damaskus
Muzaffar) dulu selalu menjalankan ibadah Maulid pada bulan Rabi’i dan merayakannya
secara meriah”.34
Menurut Cendekiawan Mesir, Hasan As-Sandubi dalam bukunya: Tarikh al-ihtifal
bil Maulud an-Nabawi, min al-asr al-awwal ila asr Faruq al-awwal, terbitan Kairo 1948,
menuliskan bahwasanya penguasa Fatimi pertamalah yang menetap di Mesir, al-Muidz
al-Din Allah (memerintah 341H/953-365H/975) yang untuk pertama kalinya merayakan
Maulud Nabi dalam sejarah Islam.35 As-Sundubi berasumsi bahwa al-Muidz al-Din Allah
merayakan Maulid Nabi karena ingin mencoba membuat dirinya populer di kalangan
rakyat dengan memperkenalkan beberapa perayaan, salah satunya yang paling penting
adalah Maulid.36
Sumber tertua yang menyebut tentang Maulid pada dinasti fatimi adalah karya
Ibnu al-Ma’mun. Nama lengkapnya adalah Jamal al-Din ibn al-Ma’mun Abi Abd Allah
Muhammad ibn Fatik ibn Mukhtar al-Bata’ihi.37 Ayahnya adalah al-Ma’mun ibn al-
Bata’ihi yang termasyhur, yang dari tahun 515/1121 menduduki jabatan Perdana Menteri
di istana khalifah Fatimi, al-Amir.38 Tanggal kelahirannya secara tepat tidak diketahui,
tetapi C.H. Becker mengasumsikan bahwa ia dilahirkan beberapa waktu sebelum ayahnya
34 Lihat mengenai Ibn Katsir, (lk. 700/1300-772/1373) E.l. (2), iii, hlm. 817-818, art. oleh H.
Laoust. Teks yang dikutip As-Suyuti di sini hampir identik dengan teks Ibn Katsir, Al-bidayah wa-n-nihayah fi t-ta’rikh, i14 jil. Al-Qahirah 1351-8/1932-9, jil. XI, hlm. 136-137, sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta INIS, 1994)
35 Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994), hlm. 20 36 As-Sundubi, Tarikh al-ihtifal bil Maulud an-Nabawi, min al-asr al-awwal ila asr Faruq al-
awwal, al-Qahirah 1948, hlm. 63. Sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)
37 Khit. I, hlm. 390; dalam Khit., hlm. 83 dan Itt. III, hlm. 69 namanya diberikan sebagai berikut: Jamal al-Mulk Musa ibn al-Ma’mun al-Bata’ihi. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)
38 E.I. (2), i, hlm. 1091-1092, s.v. al-Bata’ihi, art. oleh D.M. Dunlop. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)
ditangkap, sebab Ibn al-Ma’mun menyandang gelar amir, yang pasti didapat dari
ayahnya.39 Ibn al-Ma’mun meninggal pada tanggal 16 Jumada I/30 Mei 1192.40
Dalam Khitat karya ibn al-Ma’mun berisi satu bagian tentang Maulid. Bagian
bacaan ini mengacu kepada tahun 517/1123, adalah sebagai berikut:41
Kemudian ia (=ibn al-Ma’mun sub anno 517/1123) berkata: saya tiba pada bulan Rabi’I dan kami (=ibn al-Ma’mun dalam bukunya) akan mulai dengan hal yang membuat bulan ini termasyhur, yaitu dengan menyebutkan hari kelahiran Junjungan yang pertama dan terakhir, Muhammad –semoga Allah memberkati dan mengaruniakan damai sejahtera kepadanya- pada hari ke tiga belas.42 Dan sebagai zakat (sadaqah) ia (=Khalifah al-Amir) memberikan 6000 dirham terutama dari mal an-najawa43, dan dari persediaan dar al-fitrah44 40 piring kue dan dari gudang para wali dan pelindung mauseloum agung yang terletak di antara Bukit dan al-Qarafah45, tempat para Anggota Keluarga Hamba Allah –semoga Allah memberkatinya dan mengaruniakan damai sejahtera- diistirahatkan; gula, amandel, madu, dan minyak wijen untuk tiap mausoleum. Dan Sana’ al-Mulk ibn Muyassar46 melaksanakan pembagian 400 ratl47 manisan (halwah) dan 1000 ratl roti.
39 C.H. Becker, “Zur Geschichtsschreibung unter de Fatimiden”, dalam: Beitrage zur Geschichte
Aegyptens unter dem Islam, erstes Heft, Strassburg 1902, hlm. 1-31, hlm. 23. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)
40 Wiet, G., “Compte rendu de ibn Muyassar, Annales d’Egypte, ed. H. Masse, Le Caire 1919 dalam: Jurnal Asiatique 18 (1921), hlm. 65-125, hlm. 85 cat. 3. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)
41 Khit, I hlm. 432-433. bagian bacaan ini langsung menyusul pemerian tentang perayaan hari lahir al-Amir pada tahun 517, yang didahului dengan pemerian tentang maulid al-Amir pada tahun 516. Jika ibn al-Ma’mun yang memerikan maulid an-nabi di bawah tahun 516, al-Maqrizi akan menempatkan kutipan itu pada maulid sesudah maulid al-Amir pada tahun 516, dan ini tidak demikian. Lihat Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994), hlm. 9
42 Menurut G.S.P. Freeman-Grenville, The Muslim and Christian Calendars, London etc. 1963, 13 Rabi’I 517 jatuh pada hari Jum’at 11 Mei. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta INIS, 1994)
43 Najwa adalah jumlah yang harus dibayar untuk pengajaran agama (Ismaili) dalam pertemuan-pertemuan yang khusus diadakan untuk keperluan ini, yaitu yang disebut majalis, lihat E.I. (2), v, hlm. 1033a, s.v. madjlis; cf. Khit., hlm. 391. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta INIS:1994)
44 Rumah penyimpanan manisan, aslinya dimaksudkan untuk id al-fitr, dibangun oleh Khalifah Fatimi kedua di Mesir, al-Aziz, lihat ibn Zafir, Akhbar ad-duwal al-munqti’ah, ed. A. Ferre, Le Caire 1972, hlm. 38. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)
45 Gunungnya adalah al-Muqattam; al-Qarafah adalah makam yang terkenal 46 Menurut As-Sundubi, Tarikh al-ihtifal bil Maulud an-Nabawi, min al-asr al-awwal ila asr
Faruq al-awwal, op. cit., hlm. 67, catatan 1, dia kelak menjadi kadi Misr pada tahun 526 dan 528, dan dia dibunuh oleh Khalifah al-Hafiz pada 531/1137, sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)
47 Sebuah ukuran isi, barangkali berasal dari kata litra Yunani
Untuk menyongsong peringatan tersebut, dipersiapkan pula sebuah buku yang
secara lengkap membahas tentang riwayat hidup Nabi Muhammad Saw. yang kemudian
ditulis oleh Al-Hafidz Ibnu Dihyah dengan judul “At-Tanwir fi-imaulidin Basyirin
Nazhir”48 (Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw yang menggembirakan). Dari
tulisan inilah beliau mendapatkan hadiah dari Raja Malik al-Muzaffar sebanyak 1000
dinar emas49,
Perayaan Maulid secara besar-besaran didasari karena pada zaman itu, Raja
Mongolia Zengis Khan mengganas, melabrak, serta menghancurkan negeri Irak. Raja
Malik al-Muzaffar membayangkan apabila rakyat tidak memiliki ketahanan mental yang
tinggi, tentu mereka akan menjadi korban keganasan nafsu ekspansionisme tersebut. Pada
saat semangat rakyat melemah, Raja al-Muzaffar menemukan gagasan untuk
membangkitkan dan mengorbankan semangat rakyat dengan mengungkap kembali
riwayat hidup Rasulullah yang penuh dengan nilai heroisme dan patriotisme dalam
menegakkan kebenaran serta melindungi hak kaum lemah dan golongan yang tertindas.
Dengan keberkahan Maulid tersebut, diharapkan dapat memompa semangat rakyat untuk
berjuang membela negerinya sampai titik darah penghabisan, sehingga Zengis Khan-pun
tidak berhasil melabrak kerajaan kecil tersebut.50
Menurut Ibnu Jauzi menuliskan bahwa Raja Maulana Malik al-Muzaffar
mengeluarkan jamuan sebanyak51:
Tabel 1
48 Dua naskah sajak Ibn Dihyah Kitab at-tanwir fi maulid as-siraj al-munir disimpan di Paris, lihat
GAL, GI, hlm. 311. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)
49 Muhammad Anwar, Sejarah Nabi Muhammad, op. cit,, hlm. 12 50 Syarif Mursal al-Batawiy, Keagungan Maulid Nabi Muhammad Saw., op. cit, hlm. 15 51 Muhammad Anwar, Sejarah Nabi Muhammad., op. cit, hlm. 13
No. Jamuan Banyak
1 Kambing Panggang 5.000 ekor
2 Ayam 10.000 ekor
3 Keju 10.000 kg
4 Kue dan Buah-buahan 30.000 piring
Total Biaya 300.000 dinar emas
Sumber : Ibnu Jauzi dalam Al-Miratuz Zaman
Dewasa ini perayaan hari lahir Nabi Muhammad Saw (Arab. Maulid an-nabi)
pada tanggal 12 Rabiul Awwal (=Rabi’i) merupakan satu dari tiga hari raya muslim yang
utama.52 Meskipun Maulid berbeda dari dua perayaan lainnya, yaitu Hari Raya Buka
Puasa (‘Id al-Fitr) dan Hari Raya Qurban (‘id al-Adha) dimana Maulid Nabi bukan hari
raya agama, dan perayaannya tidak ditentukan oleh Hukum,53 namun dirayakan di hampir
seluruh dunia muslim termasuk di Indonesia.
C. Sejarah Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di Jakarta
Merekonstruksi proses Islamisasi di Jakarta dan sekitarnya pada abad ke-13 s/d
abad ke-16 tak dapat dilakukan tanpa menyebut nama-nama besar seperti Kyan Santang
dan Sunan Kalijaga. Tetapi fakta sejarah yang menopang terlalu sedikit yang dapat
diketahui. Namun lokasi makam Kyan Santang, legenda Parahyangan, kisah-kisah rakyat
52 Yang dimaksudkan adalah Islam Sunni. Dalam kalangan Syi’I maulid juga dirayakan, tetapi
perayaan-perayaan lain lebih penting. Cf. H. Lazarus-Yafeh, “Muslim Festival”, dalam Numen 25 (1978), hlm. 52-64. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)
53 Th. W. Jynboll, Handleiding tot de kennis van de Mohammedaansche Wet, Leiden 1930, hlm. 109. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta INIS, 1994)
tentang Sunan Kalijaga, kiranya dapat menghantarkan kita pada titik terang Islamisasi
Jakarta dan sekitarnya pada masa itu.54
Keberhasilan ekspedisi Fatahillah menaklukan Bandar Sunda Kelapa pada tanggal
22 Juni 1527 dengan 1452 prajurit berhasil mengusir orang Portugis dari sana.55
Fatahillah kemudian diangkat menjadi bupati pertama Sunda Kelapa dan mengganti nama
Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang berarti kemenangan murni atas pertolongan
Allah.56 Nama tersebut terinspirasi dari ayat Al-Qur’an yakni Inna Fatahna Laka Fathan
Mubina (surat al-Fatah ayat 1) dan terinspirasi pula oleh kemenangan Rasulullah atas
Makkah pada bulan Ramadhan 8 Hijriyah/Januari 630. Fatahillah adalah tentara muslim
pertama yang menaklukan Banten dan kemudian menguasai Sunda Kalapa dari Pajajaran
pada tahun 1527.57
Berdirinya bangunan masjid di Angke, Marunda, Tambora, Kampung Banda,
Kebon Jeruk memperlihatkan fakta bahwa dakwah Islam di Jakarta dan sekitarnya
memperoleh impetus, dorongan yang inerjikal. Jayakarta di bawah Fatahillah menjadi
payung yang ampuh melindungi proses Islamisasi itu.58
Ketika J.P. Coen menaklukan Jayakarta, orang-orang Islam mundur ke
pedalaman. Saat itu masyarakat Islam yang mayoritas di Batavia hidup di luar tembok
kota. Masjid menjadi pusat kegiatan keagamaan Islam. Hal itu membuktikan bahwa
masyarakat Islam Betawi tidak berhubungan dengan Belanda secara langsung.59
54 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 81 55 Edi S. Ekadjati, Fatahillah Pahlawan Arif Bijaksana, (Jakarta:Mutiara, 1983), hlm. 42 56 Ibid,. hlm. 48-49. Lihat juga Soekanto, Dari Djakarta ke Djajakarta, (jakarta Penerbit
Soeroengan, 1954), hlm. 60 57 R. Soekmono, Pengantar Sejarah kebudayaan Indonesia, jilid ke-3, (Yogyakarta:Kanisius,
1973), hlm. 56 58 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 81-82 59 Tim Peneliti, Sejarah Perkembangan Islam di Jakarta, Abad XVII sampai Abad XX, (Jakarta
Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah, 1979), hlm. 20
Pada akhir abad ke-18 para perantau dari Hadramaut (hadaral maut) memberi
darah segar bagi perkembangan dakwah Islam di Jakarta dan sekitarnya. Menurut C.C.
Berg, orang-orang Hadramaut baru berdatangan di Jakarta pada akhir abad ke-18 untuk
berniaga. Walau pada mulanya sekedar berniaga, tetapi akhirnya mereka terlibat dalam
gerakan dakwah. Yang terkenal diantara mereka ialah Sayid Alaydrus, pendiri masjid
Luar Batang. Orang-orang perantau Hadramaut banyak yang menikah dengan orang
Betawi, yang mereka sebut sebagai orang Melayu. Karena itulah orang-orang keturunan
Arab menyebut orang-orang Indonesia dengan sebutan akhwal, yaitu saudara Ibu.60
Cara-cara dakwah Islam pada masa itu adalah ceramah, pengajian dan pengajaran
fiqih, tauhid, Al-Qur’an dan Hadits menurut madzhab Imam Syafi’i. Penggunaaan
madzhab Imam Syafi’i disebabkan seluruh ulama Betawi saat itu berfaham Ahlu Sunnah
Wal Jamaah.61 Ahlus Sunnah Wal Jamaah ialah golongan atau madzhab yang dalam
membahas ajaran-ajaran Islam berpegang kuat pada sunnah (hadits-hadits shahih) dan
mempunyai pengikut terbanyak (mayoritas).62 Dalam perkembangan selanjutnya, para
ulama Betawi saat itu mulai membacakan riwayat nabi Muhammad Saw. untuk
dipertunjukkan guna menarik perhatian kepada masyarakat untuk masuk Islam. Cara ini
sangat menarik untuk mengajak orang masuk Islam sehingga orang Tionghoa banyak
yang masuk Islam seperti di daerah Tambora.63
Peringatan Maulid merupakan tradisi terpenting dalam budaya Melayu.
Peringatan ini dilakukan di masjid, mushalla, pesantren, kantor, dan perumahan. Kata
60 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 83. Lihat juga Tim Peneliti, Sejarah
Perkembangan Islam di Jakarta, Abad XVII sampai Abad XX, op. cit, hlm. 40 61 Ibid,. 62 Harun Nasution, Teologi Islam: aliran, sejarah, analisa, dan perbandingan, (Jakarta:UI Press,
1986) 63 Achmad Fadli HS, Ulama Betawi, tesis, program studi Timur Tengah, (Jakarta:Pasca Sarjana
UI, , 2006), hlm. 36
Maulud lebih akrab dalam dunia Melayu. Maulud merupakan sarana dakwah yang
relevan dengan kehidupan umat Islam di Indonesia.64 Pada upacara Maulud alim ulama
dan ahli agama di berbagai daerah Indonesia menceritakan tahap-tahap kehidupan Nabi
Muhammad Saw., dan membacakan kisah-kisah dari karya Ja’far al-Barjanzi, dan cerita-
cerita kehidupan Nabi Muhammad Saw. dari kitab Sharafil’l-anam.65 Di Indonesia,
Malaysia, dan Brunei diadakan secara resmi peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw di
istana-istana negara dan telah menjadi tradisi terpenting di budaya dunia Melayu.
Di Jakarta, Maulud diadakan secara resmi di Masjid Istiqlal yang dihadiri oleh
Presiden RI dan para pejabat tinggi serta duta-duta besar negara-negara Islam.66
Allah Swt. berfirman:
أسوة حسنة لمن آان يرجو الله واليوم الآخر وذآر لقد آان لكم في رسول الله الله آثيرا
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat
dan dia banyak menyebut nama Allah. (QS. Al-Ahzab:21).
Dalam Al-Qur’an Allah juga berfirman tentang kemuliaan pribadi Rasulullah:
وإنك لعلى خلق عظيم
Artinya: Sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad) memiliki akhlak yang agung
dan mulia. (QS. Al-Qalam:4)
Nabi Muhammad Saw. merupakan manusia yang paling mulia. Orang yang
mencintai Nabi Muhammad Saw. akan mendapat tempat dalam surga yang penuh hikmat.
64 Tim Penyusun, Sekilas Hari-Hari Besar Islam, (Jakarta: Dinas Kebudayaan dan Permuseuman
DKI Jakarta), hlm. 10-12 65 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Balai Pustaka, P dan K, Jakarta, 1984, hlm. 395. Lihat
pula Yustiono (ed.), Islam dan Kebudayaan Indonesia, (Jakarta:Yayasan Festival Istiqlal, 1993), hlm. 259 66 Muhammad Zafar Iqbal, op. cit, hlm. 414-415
Rasulullah Saw. bersabda: “Barang siapa yang mencintaiku, maka ia bersamaku nanti
dalam surga”. (HR. As-Sijzi dari Anan).
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
ما آان محمد أبا أحد من رجالكم ولكن رسول الله وخاتم النبيين وآان الله بكل
شيء عليما
Artinya: Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seseorang laki-laki di
antara kamu, tetapi ia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatunya. (QS. Al-Ahzab:40)
Selain dari itu Allah berfirman:
ل ياأيها الناس إني رسول الله إليكم جميعاق
Artinya: Katakanlah hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepadamu. (QS. Al-Araf:158)
وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين
Artinya: Dan tidaklah Kami mengutus engkau hai Muhammad melainkan untuk
menjadi rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Anbiya: 107)
Inilah dasar-dasar untuk merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad Saw. di
Jakarta, seluruh Indonesia, dan di dunia Melayu.67 Maulid Nabi Besar Muhammad Saw.
dirayakan secara kenegaraan. Masyarakat Betawi di Jakarta merayakan Maulid Nabi
Muhammad Saw. dengan sangat meriah di masjid-masjid, rumah-rumah, serta di tempat-
tempat umum. Dalam acara Maulid di Jakarta biasanya orang membaca syair-syair
Syeikh Ja’far Al-Barjanzi yang memuji Nabi Muhammad Saw. Para Hadirin membaca:
67 Ibid., hlm. 415-416
Ya Nabi Salam Alaika Ya Rasul Salam Alaika Ya Habib Salam Alaika Shalawatullah Alaika.68
D. Pengertian dan Sejarah Pembentukan Komunitas Etnis Betawi
Kata “Betawi” digunakan sebagai identitas etnis tidak dikenal oleh orang Betawi
sendiri di masa lalu. Sejak abad ke-18 ada ulama asal Batavia yang belajar mengajar di
Mekkah dan Madinah menggunakan kata “Al-Batawi” di belakang namanya, seperti
Syeikh Abdurrahman Al-Batawi yang sejaman dengan ulama terkenal Muhammad
Arsyad al-Banjari sekitar tahun 1710-1812.69 Tetapi hal itu lebih menunjukkan tempat
asal daripada identitas etnis, sebagaimana lazimnya nama ulama Nusantara saat itu,
seperti Mahfudz at-Tremasi dari Termas, bukan al-Jawi yang berarti orang Jawa dan
lebih berkonotasi etnis, Hasan Mustafa al-Garuti dari Garut bukan as-Sundawi yang
berarti orang Sunda atau Abdurrauf as-Sinkili dari Singkel bukan al-Asihi yang berarti
orang Aceh.70
Islam dan Betawi merupakan hal yang tidak bisa terpisahkan. Bahkan sebutan
“Betawi” hanya bisa digunakan oleh penduduk asli Jakarta yang beragama Islam.
Sedangkan untuk penduduk asli Jakarta yang beragama Kristen secara turun menurun
biasanya disebut dengan daerah asalnya, seperti penduduk asli Jakarta yang beragama
Kristen yang diduga keturunan Mardjikers di daerah Tugu Jakarta Utara disebut orang
68 Soetcipto Wirosardjono, Maulid Nabi, Roberik Asal Usul, (Jakarta:Kompas Minggu, 23
September 1990) 69 Abdul Azis, Islam dan Masyarakat Betawi, (Jakarta:Logos, 2002), hlm. 2 70 Mengenai kebiasaan ulama Nusantara di Haramain yang menambahkan nama tempat asal
mereka di belakang nama diri, lihat Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII; Akar pembaharu Islam Indonesia, (Jakarta:Kencana, 2005)
Tugu dan penduduk asli beragama Kristen di daerah Depok disebut orang Depok atau
Belanda Depok.71
A.S. Widodo mengatakan bahwa kata ”Betawi” berasal dari kata Batavia yang
diciptakan Belanda tahun 1619 guna mengenang nenek moyang orang Belanda yakni
suku “Bataav”.72 Nama Betawi diambil dari legenda rakyat tentang peperangan antara
pasukan Belanda dengan pasukan Mataram. Saat itu karena Kompeni73 kekurangan
peluru dan bahan peledak ditambah lagi dengan jumlah pasukan yang tersisa hanya 12
orang,74 sehingga sangat tidak memungkinkan mereka akan menang melawan pasukan
Mataram yang jumlahnya tiga kali lipat dari Belanda. Salah seorang prajurit Kompeni
mempunyai inisiatif untuk mengambil panci dan mengisinya dengan kotoran manusia
(tahi). Lalu kotoran tersebut dilemparkan kepada pasukan Mataram yang berada di balik
tembok sehingga mereka berlarian sambil meneriakkan kata “Mambet Tahi !” “Mambet
Tahi !” (bau tahi). Kejadian itulah yang menurutnya pernah menjadi julukan Batavia
sebagai kota Tahi.75 Namun asal muasal Betawi dari kata Batavia dibantah oleh Ridwan
Saidi, menurutnya plesetan kota Batavia menjadi Betawi telah terjadi lama sebelum
kedatangan Belanda di Indonesia.76
Adapun yang disebut orang Betawi adalah penduduk pribumi daerah Jakarta yang sudah tidak jelas lagi asal keturunannya disebabkan perpaduan atau hasil proses asimilasi antara penduduk pribumi yang sudah lama menghuni daerah Jakarta dengan suku bangsa lain yang datang sebagai penghuni baru, antara lain orang Banten, Jawa, Bugis, Makassar, serta pendatang dari bangsa asing seperti
71 Abdul, Azis, op. cit, hlm. 75 72 AS. Widodo, Kota Tahi, dalam Ketoprak Betawi, majalah Intisari, (Jakarta:PT. Intisari
Mediatama, 2001), hlm. 38-47 73 Sebutan untuk penjajah dari Belanda 74 Pada tahun 1619, pasukan Belanda banyak yang meninggal akibat terkena penyakit malaria,
pasukan dari Belandapun tak ada yang mau datang ke Batavia karena takut terjangkit penyakit menular itu. 75 AS. Widodo, Kota Tahi, op. cit, hlm. 38-47 76 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 16
Cina, Belanda, Portugis, India, dan Arab. (Budiaman, 2006:16-17)77. Guines dalam Irawati (1993) menyebutkan salah satu ciri orang Betawi adalah yang lahir dan hidup minimal tiga generasi di Jakarta. Di sisi lain, yang dimaksud orang Jakarta adalah orang-orang dari suku lain seperti Jawa, Sunda, dan Sumatra yang lahir, tinggal, maupun bekerja di Jakarta dalam jangka waktu yang cukup lama.78
Sedangkan bahasa Betawi79 secara linguistik merupakan bahasa Melayu yang digunakan oleh penduduk asli Jakarta (Betawi) sebagai percakapan sehari-hari. Berdasarkan daftar kosakata Swadesh, seorang peneliti Amerika yang bersuamikan orang Indonesia, Kay Ikranegara, menyimpulkan hasil perhitungannya bahwa 93% kosakata dasar bahasa Betawi sama dengan kosakata bahasa Indonesia (disini bahasa Indonesia dianggap sebagai salah satu variasi bahasa Melayu). Sisanya 7% berasal dari bahasa Jawa, Sunda, Bali, dan Cina.80
Menurut Yasmine Zaki Shahab seperti dikutip Irawati (1993:19-20), masyarakat budaya Betawi dapat digolongkan menjadi tiga bagian81:
77 Fadjriah Nurdiarsih, Pandangan Sosial Dalam Sketsa-Sketsa Firman Muntaco, skripsi, program
studi Indonesia, Fakultas Ilmu Bahasa UI, 2007, hlm.21-22 78 Ibid., 79 Ada beberapa istilah yang diberikan para peneliti bahasa dengan alasan masing-masing untuk
menyebut bahasa yang diucapkan oleh komunitas etnis Betawi dalam berkomunikasi. Para peneliti Belanda seperti van der Tuuk, van der Wall, dan lain-lain memberi nama Bataviiasche-Malaische. C.J Batten (1868) menyebutnya Basa Betawi dan Liem Kim Hok (1884) menggunakan nama Melayu Betawi. Hans Kahler (1966) dan Sri Sukesi Adiwimarta (1966) menyebutnya omong Jakarta. Kay Ikranegara (1975) memberi nama Melayu Betawi. Stephen Wallace (1976, 1977) dan C.D Grinjs (1991) memberi nama Jakarta Malay (Melayu Jakarta). Muhadjir (1964, 1977) menggunakan istilah dialek Jakarta. Namun pada tulisan-tulisannya yang terakhir, Muhadjir menggunakan bahasa Betawi (2001) atau bahasa Melayu Betawi (2004). Lihat Fadjriah Nurdiarsih, Pandangan Sosial Dalam Sketsa-Sketsa Firman Muntaco, op. cit., hal. 4
Berkaitan dengan tumbuhnya kesadaran etnisitas akhir-akhir ini, istilah bahasa Betawi lebih popular digunakan, meskipun istilah yang benar seharusnya bahasa Melayu dialek Betawi. Bahasa Melayu adalah induk dari bahasa Betawi dan memiliki tiga subdialek, yaitu tengah, pinggir, ora. Lebih jelas lihat Abdul Chaer, Perkembangan Bahasa Melayu di Jakarta (2007).
80 Muhadjir, Bahasa Betawi: sejarah dan perkembangannya, (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 2000), hlm. 61
81 Fadjriah Nurdiarsih, Pandangan Sosial Dalam Sketsa-Sketsa Firman Muntaco, op. cit., hlm.7
a. Betawi Tengah, meliputi wilayah yang dahulu menjadi Gemente Batavia,
tidak termasuk Tanjung Priuk. Wilayah budaya Betawi Tengah meliputi
seluruh Jakarta Pusat, sebagian Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.
Kebudayaannya sebagian dipengaruhi ajaran Islam.
b. Betawi Pinggir, meliputi sebagian wilayah Jakarta Timur, sebagian
Selatan Bogor dan Bekasi. Kebudayaannya banyak dipengaruhi
kebudayaan Jawa dan Sunda.
c. Betawi Ora, meliputi pinggiran Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan
Tangerang. Kebudayaannya banyak dipengaruhi kebudayaan Cina.
Jika kita kembali pada abad ke-10M, proses asimilasi mukimin awal berbahasa Sunda kuno dengan pendatang dari Kalimantan Barat berbahasa Melayu Polinesia membentuk sebuah komunitas baru yang menjadi kelompok etnik baru. Kelompok ini sampai dengan abad ke-19 disebut sebagai Melayu Jawa.82
Menurut Raden Arya Sastradarma yang menyusun karangan yang berjudul Kawantonan Ing Nagari Batawi, berdasarkan penglihatannya pada tahun 1865, kelompok etnik ini sudah menyebut dirinya sebagai “orang Betawi”, bercampur dengan sebutan sebagai “orang Selam”.83 Penyebutan diri sebagai orang Selam tampaknya tidak banyak dipakai lagi oleh orang Betawi sendiri di awal abad ke-20. Orang-orang Cina masih meneruskan sebutan orang Selam. Sedangkan orang-orang Arab lebih suka menyebut orang Betawi sebagai orang Melayu. Ada sebutan yang tidak terlalu populer untuk kelompok etnik ini sebelum mereka dinamakan Melayu Jawa yaitu orang Semanan. Sebutan ini berasal dari plesetan bahasa Iban Senganan yang berarti orang yang baru masuk Islam.84
Di dalam buku Sejarah Nasional Indonesia III diuraikan tentang kitab Sanghyang
Siksakhanda yang merupakan pedoman etnik bagi orang Pajajaran dan taklukannya.
Tatkala pesisir utara Jawa mulai dari Cirebon, Kerawang, dan Bekasi terkena pengaruh
Islam yang disebarkan oleh orang-orang Pasai, maka tidak sedikit orang-orang Melayu
82 Analisa Ridwan Saidi terhadap Lukisan Ernest Alfred Hardouin, 1853 83 Drs. S. Z. Haditsucipto, Sekitar 200 tahun Sejarah Jakarta (1750-1945), (Jakarta:Dinas Museum & Sejarah DKI Jakarta, 1979), hlm. 53 84 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 15
Jawa yang memeluk Islam. Penguasa Pajajaran menyebut mereka sebagai kaum langgara,
berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya orang yang telah berubah atau beralih.85
Orang-orang Melayu Jawa ini meninggalkan pedoman etnik Hindu Sanghyang
Sikskhanda. Tempat berkumpul mereka disebut langgar. Karena itu orang Betawi masih
menggunakan istilah itu sebagai padanan mushalla. Kaum langgara inilah yang
dinamakan Semanan. Penyebutan orang Betawi baru muncul di abad ke-19. adapun
plesetan kota Batavia menjadi Betawi telah terjadi lama sebelum itu. Hal ini karena
masalah transliterasi Arab, penulisan Batavia menjadi ba-ta-wau-ya, Betawi.86
Abdul Azis87 berpendapat bahwa etnis Betawi terbentuk relatif baru yaitu pada
sekitar permulaan abad ke-19 yang merupakan percampuran antar berbagai unsur suku
bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar wilayah Nusantara. Secara luas
telah diketahui bahwa penggunaan istilah Betawi merujuk kepada Batavia, sebuah nama
yang digunakan penjajah Belanda untuk kota Jakarta masa lalu. Sehingga sebelum istilah
Betawi lazim digunakan, mereka menyebut diri mereka sendiri dengan sebutan Orang
Selam.88
Raden Arya Sastradarma, seorang pelancong dari Surakarta yang menuliskan
pengalamannya selama di Batavia pada tahun 1870 dalam buku berjudul Kawontenan Ing
Nagari Betawi, menemukan bahwa umumnya penduduk Batavia saat itu menggunakan
bahasa Melayu dalam percakapan sehari-hari dan mereka menyebut diri dengan Orang
85 Ibid,. hlm. 15 86 Ibid,. hlm. 16 87 Abdul Azis, Islam dan Masyarakat Betawi, op. cit, hlm. 2 88 Ibid., hlm. 4
Selam yang agaknya merupakan pengucapan setempat untuk Islam, sebagaimana Srani
untuk kata “Nasrani”.89
Berbeda dengan pendapat tersebut, Ridwan Saidi membantah bahwa orang
Betawi asli itu tidak ada karena mereka berasal dari berbagai suku Cina, Arab, dan
Melayu. Ridwan Saidi berpendapat bahwa nenek moyang orang Betawi sudah ada sejak
daerah itu dikenal dengan nama Sunda Kelapa yang pada tahun 1522 dikontrakkan
kepada Portugis oleh kerajaan Pakuan dan pada 1527 Fatahillah merebut dan
memerdekakannya dari cengkraman kulit putih. Pertanyaan yang kemudian muncul
adalah apakah kota Sunda Kelapa yang sudah memiliki pelabuhan samudera tidak
berpenduduk? Kalau Betawi Lama (Sunda Kelapa) tidak berpenduduk, siapa yang
membongkar muatan di Sunda Kelapa? Tentunya ada kuli gotong dan kuli panggul yang
pastinya telah berumah tangga dan memiliki sanak saudara.90
Ridwan menilai sangat tidak bertanggung jawab pernyataan yang mengatakan
bahwa orang Betawi itu tidak ada karena mereka dikatakan berasal dari Cina dan Arab.
Jauh sebelum kedatangan orang Arab dan Cina serta suku bangsa lain, Bandar Sunda
Kelapa/Jayakarta/Oud Batavia sudah ada penduduknya.91
Prof. Slamet Mulyana dalam bukunya Dari Holotan ke Djayakarta
mengungkapkan bahwa dalam satu ekskavasi di kawasan Condet, Jakarta Timur,
ditemukan kapak genggam dari zaman Neolitichum. Ini memberi petunjuk bahwa
kawasan Condet merupakan daerah hunian purba di Jakarta. Buku Sejarah Nasional
Indonesia III, editor umum: Marwati Djuned Pusponagoro dan Nugroho Notosusanto,
mengungkapkan bahwa ketika orang Belanda datang pertama kali tahun 1956 di Kalapa,
89 Ibid., hlm. 29 dan 74 90 Ridwan Saidi, Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta, (Jakarta:LSIP, 1994), hlm. 41 91 Ibid., hlm. 42
mereka menceitakan bahwa banyak sekali dijumpai para pencari ikan. Dan selanjutnya
dalam Hikayat Banjar disebutkan bahwa penduduk yang berada di dalam dan di luar
kraton Jayakarta berjumlah 3.000 keluarga. Bila setiap keluarga rata-rata terdiri dari 5
jiwa, maka jumlah penduduk di Kalapa diperkirakan 15.000 orang yang berdiam di
kraton dan kawasan sekitarnya.92
Berdasarkan persebaran kapak persegi dari kebudayaan Neolitik, baik menurut
Solheim maupun R. Von Heine Geldern, dapatlah diperkirakan bahwa tanda-tanda
adanya awal pendudukan daerah-daerah di Indonesia termasuk daerah Jakarta
diperkirakan mulai 3000-1000SM. Usia ini tidak begitu bertentangan dengan dugaan usia
terjadinya dataran rendah menurut Dr. Verstappen yaitu 5000 tahun yang lalu. Hal itu
dapat dihubungkan pula dengan bukti bahwa tempat-tempat penemuan sebagian besar
alat-alat kapak persegi, beliung, batu-batuan itu kebanyakan berada di daerah Jakarta
yang letaknya di atas tanah-tanah93 yang lebih tinggi daripada dataran hasil
pengendapan.94
Bondan Kanumoyoso dalam pengantar buku Profil Etnik Jakarta mengatakan
bahwa Lance Cantles dalam suatu artikelnya menyebutkan salah satu unsur yang
membentuk etnis Betawi adalah para budak karena ia mendasarkan analisanya pada data
jumlah budak yang menetap di kota Batavia.95 Memang benar bahwa sampai dengan
abad ke-18 jumlah budak di dalam kota Batavia lebih banyak daripada jumlah penduduk
bebas. Namun jika kita mengalihkan perhatian ke wilayah di luat tembok kota yang
92 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 4 93 Pada tahun 1699 jumlah penduduk Batavia 21.911orang, dan penduduk Ommelanden 49.688
orang. Sedangkan tahun 1759 penduduk Batavia 16.194 orang dan Ommelanden 111.172 orang. Lihat Remco Raben, Batavia and Colombo, The Etnic and Spatial Order of Two Colonial Cities, 1600-1800, PH. D., dissertation: Leiden University, 1996, hlm. 309-319
94 Uka Tjandrasasmita, Sejarah Jakarta: Dari Zaman Prasejarah Sampai Batavia tahun 1750 (Jakarta:Dinas Museum dan Pemugaran Prov. DKI Jakarta, 2001), hlm. 12
95 Lance Castles, pengantar Profil Etnik Jakarta, (Jakarta:Masup Jakarta 2007), hlm. xii-xiii
disebut dengan Ommelanden akan didapat gambaran yang berbeda. Jumlah penduduk
Ommelanden lebih besar daripada penduduk di dalam kota.96
Dalam prasasti Tugu disebutkan tentang penggalian Sungai Chandrabagha (sungai
Bekasi) oleh Raja Purnawarman. Sri Maharaja Purnawarman pada tahun ke-22
pemerintahannya memerintahkan pula menggali sungai Gomati sampai ke laut sepanjang
6.122 tombak atau sama dengan 12 km., dikerjakan dalam waktu 21 hari. Setelah
pekerjaan itu selesai diadakan upacara besar-besaran dan raja menghadiahkan 100 ekor
lembu kepada rakyat dan para Brahmana yang telah berjasa membuat saluran itu. Juga
ditanamkan patung Ganesha, dewa keselamatan, untuk menjaga bahaya.97
Dengan demikian sudah ada komunitas yang disantuni oleh kerajaan
Tarumanegara pada saat itu. Dapatlah dibayangkan berapa banyak jumlah tenaga kerja
yang dilibatkan dalam pembuatan sungai itu serta betapa ramai pesta yang diadakan
setelah itu.98
Wilayah kerajaan Tarumanegara yang berbatas timur sungai Citarum, berbatas
barat sungai Cisadane, berbatas selatan gunung Salak dan Gede, dan berbatas utara laut
Jawa, mempunyai rakyat dalam jumlah besar. Hanya saja berapa besar populasi
Tarumanegara tidak diketahui secara pasti. Namun dari prasasti Tugu dapat disimpulkan
bahwa kerajaan ini berpenduduk. Mereka yang berdiam di Kalapa merupakan bagian dari
populasi Tarumanegara.99 Kalapa adalah nama yang paling purba dari kawasan yang
kemudian disebut Jakarta.100
96 Ibid., 97 Minggu Merdeka, minggu ke-5, November 1992 98 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 5 99 Ibid., hlm. 6 100 Ibid.,
Kerajaan Tarumanegara mulai memudar pada abad ke-7M. Sementara itu
kekuasaan Sunda Pajajaran belum bangkit. Prof. Slamet Mulyana berpendapat di antara
tenggang waktu tersebut terjadi vacuum kekuasaan politik di Kalapa. Dalam masa
vacuum itulah muncul kerajaan Budha Sriwijaya sebagai periode interrugnum di Kalapa.
Bahkan berdasarkan prasasti Kota Kapur yang berangka tahun 686 yang ditemukan di
Pulau Bangka, J. Moens dan Purbatjaraka berpendapat bahwa kerajaan Tarumanagara
runtuh akibat serangan Sriwijaya.101
Pada abad ke-12M kerajaan Sunda Pajajaran mendirikan sejumlah pelabuhan
antara lain di Cimanuk, Tangerang, dan di Kalapa. Pelabuhan ini didirikan bukan untuk
membangun prasarana fisik melainkan mendirikan kantor untuk mengutip cukai di
pelabuhan. Pelabuhan itu sendiri secara tradisional telah berfungsi. Pada
perkembangannya pelabuhan yang oleh Pajajaran dinamakan Sunda Kalapa102 merupakan
pelabuhan yang paling ramai dibanding dengan pelabuhan-pelabuhan lain yang dikontrol
oleh kerajaan Sunda Pajajaran.103
Keistimewaan Sunda Kalapa adalah pasokan airnya, di samping anggurnya yang
dibuat oleh orang-orang Cina sangat digemari oleh para pelayar. Orang-orang Kalapa
telah mengerti cara penyaringan air minum yang berasal dari sumber Kali Ciliwung.
Sampai dengan abd ke-18M orang-orang Belanda minum air kali Ciliwung yang telah
disaring. Hingga sekarang di daerah Jakarta-Kota ada tempat yang dinamakan
Penjaringan, yang seharusnya Penyaringan. Di samping itu adanya dua pasar kuno yakni
101 Minggu Merdeka, Minggu ke-5, November 1992 102 Ini suatu ungkapan berdasarkan gramatika purba dimana subjek yang diterangkan berada di
belakang yang menerangkan, berdasatr gramatika modern mestinya Kalapa Sunda, Kalapa yang menjadi milik Sunda. Lihat Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 7
103 Ibid.,
Pasar Ikan dan Pasar Pisang.104 Hal ini mengindikasikan dinamika kehidupan ekonomi
yang telah berlangsung lama di Kalapa.
Lantas, siapakah orang-orang Kalapa? Orang-orang Kalapa adalah orang-orang
yang berasal dari tanah Jawa. Mereka berbahasa Sansekerta, dan di zaman kekuasaan
Pajajaran mereka berbahasa Sunda Kuno. Orang-orang itu kemudian bercampur baur,
kawin mawin, dan membentuk komunitas baru dengan migran yang datang dari
Kalimantan pada periode interrugnum.105 Prof. Bernd Nothofer dari Frankfurt University
memperkirakan arus migrasi dari Kalimantan ke Kalapa telah terjadi paling sedikit 10
abad yang lalu. Inilah yang menjadi cikal bakal komunitas etnis Betawi di Jakarta.106
E. Komunitas Etnis Betawi Kelurahan Kebagusan Dominasi warga Betawi di kelurahan Kebagusan107 membuat daerah ini kental
dengan nuansa Betawi. Tradisi dan adat istiadat yang biasa dilakukan oleh orang Betawi
masih tetap bertahan di Kebagusan. Warga betawi Kebagusan sangatlah menghormati
para tokoh masyarakat atau sesepuh adat dan juga tokoh agama setempat. Kehidupan ini
berlangsung turun menurun sampai sekarang.108
Saking hormatnya dengan para tokoh masyarakat atau tokoh agama hingga dapat
mudahnya para tokoh-tokoh tersebut mengerahkan masyarakat untuk berbagai kegiatan,
baik yang umum maupun keagamaan. Sebagaimana pengerahan masyarakat untuk
kegiatan Maulid, para tokoh masyarakat dan tokoh agama ini dengan sengaja
diikutsertakan demi membantu terselenggaranya kegiatan Maulid tersebut.109
104 Lokasi Pasar Pisang di dekat Stadhuis, pasar ini telah lenyap pasca Perang Dunia ke II 105 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 8 106 Ibid., 107 Hal ini diperkuat oleh pengamatan Alwi Shahab dalam bukunya Queen of The East, hlm. 113 108 Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008 109 Hasil wawancara dengan Zainal Abidin
Beberapa tradisi yang dipertahankan oleh orang Betawi Kebagusan adalah yang
berkaitan dengan siklus hidup manusia, seperti upacara kehamilan, kelahiran, potong
rambut dan aqiqah, khitanan, khatam Qur’an, pernikahan dan kematian.110
Upacara-upacara ini dianggap penting karena menandai dimulainya babak baru
dalam kehidupan manusia. Oleh karena masyarakat Betawi Kebagusan adalah pemeluk
agama Islam yang taat, tidaklah aneh jika upacara-upacara siklus hidup ini juga
berdasarkan ketentuan dalam agama Islam. Bagi orang yang mampu, tentu akan
melaksanakan upacara ini meskipun sekarang tidak selengkap urutan aslinya.
Selain tradisi yang bersumber pada upacara siklus hidup, masyarakat Betawi
Kebagusan juga mengenal tradisi dalam merayakan hari raya Idul Fitri, Idul Adha,
Maulid Nabi maupun Isra Mi’raj. Tradisi ini menempati posisi yang istimewa bagi orang
Betawi kebagusan, terbukti dengan adanya ritual-ritual dalam perayaannya. Semangat
inilah yang membuat Kebagusan terkenal dengan kampung santri di Kebagusan.111
Berdirinya Ikatan Warga Betawi Kebagusan sebagai wadah pemersatu warga
Betawi Kebagusan turut andil memperkokoh tali silaturahmi sesama warga Betawi
Kebagusan. Masyarakat Betawi Kebagusan yang tadinya tidak mengenal sesama
komunitas etnis Betawi bisa saling mengisi dan membantu satu sama lain.
Kekompakan dan kebersamaan yang telah terorganisir melalui wadah IWBK bisa
terlihat dengan diadakannya lorisan kondangan. Sebuah acara dimana sesama pengurus
dan anggota IWBK yang notabene warga Betawi Kebagusan dapat hadir dalam rangka
tasyakuran atau hajatan. Tasyakuran yang dimaksud berkenaan dengan acara pernikahan
yang akan diadakan oleh salah satu pengurus maupun anggota IWBK. Setiap anggota
110 Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008 111 Ibid.,
IWBK wajib membayar iuran yang sudah ditentukan untuk diserahkan kepada empunya
hajatan. Disaat itulah mereka berkumpul sekaligus bersilaturahmi sesama warga Betawi
Kebagusan112. Bagi warga Betawi Kebagusan, kebersamaan dan persaudaraan antar
sesama warga Betawi maupun pendatang harus terjalin dengan baik guna meningkatkan
rasa aman dan tenteram di dalam kehidupan bermayarakat dan bernegara. Mereka seakan
tidak mempengaruhi tingkat sosial maupun asal daerah bilamana sesama warga
Kebagusan dapat saling tolong menolong dalam menciptakan keamanan dan ketertiban
daerah sekitarnya.
112 Hasil wawancara dengan Zainal Abidin
BAB III
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KELURAHAN KEBAGUSAN
JAKARTA SELATAN
A. Letak Geografis
Kebagusan merupakan salah satu kelurahan yang berada di daerah kecamatan
Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kelurahan Kebagusan memiliki luas 226 hektar.113
Berdasarkan peta wilayah yang terdapat pada SK. Gubernur DKI Jakarta nomor 1251
tanggal 29 Juli 1986, letak kelurahan Kebagusan sebelah utara berbatasan dengan arteri
jalan TB. Simatupang dan sebelah selatan dengan kecamatan Jagakarsa. Sedangkan untuk
sebelah timur berbatasan dengan Jl. Kebagusan Raya serta sebelah barat berbatasan
dengan Kali Baru.114 Kampung ini memiliki 8 Rw. dan 87 Rt.115, luas tanah di kelurahan
Kebagusan terbagi atas:
Tabel 2
No. Keterangan Luas
1 Perumahan atau pekarangan 135 Ha
2 Sarana Pendidikan dan Ibadah 40 Ha
3 Jalan Raya 5 Ha
4 Usaha Pertanian 31 Ha
5 Sarana Olahraga 5 Ha
113 Data Kelurahan Kebagusan Tahun 2008 114 Peta wilayah Kelurahan Kebagusan berdasarkan SK. Gub. Prop. DKI Jakarta no. 1251 tgl. 29
Juli 1986 115 Data Kelurahan Kebagusan Tahun 2008
6 Tanah Pemakaman 10 Ha
Sumber: Data kelurahan Kebagusan pada tahun 2008
Nama Kebagusan berasal dari nama seorang gadis jelita yang cantik. Nama gadis
itu ialah Tubagus Letak Lenang yang berasal dari kesultanan Banten. Ia bersama
keluarganya bermukim di Kebagusan. Menurut Endang Effendi, mantan Lurah
Kebagusan yang sekarang menjabat sebagai sekretaris Camat Pasar Minggu, cerita ini
berdasarkan penuturan seorang mandor yang dipercaya sebagai sumber sejarah lisan.116
Konon, kecantikan gadis berdarah biru ini sangat kesohor di kawasan Pasar
Minggu dan sekitarnya. Hal ini mengundang banyak pemuda ingin meminangnya
menjadi istri. Tidak diketahui apakah diantara pria itu ada yang memaksa untuk
mempersuntingnya atau tidak. Namun menurut sejarah, sang gadis tersebut sudah
memiliki pujaan hatinya sendiri. Dengan alasan tidak ingin mengecewakan pria
pujaannya, gadis cantik jelita ini nekad memilih bunuh diri. Akibat kematiannya yang
mengenaskan, ia banyak mendapatkan simpati117. Tidaklah heran bila makamnya yang
kini terdapat di jalan Kebagusan II Rt. 001/07 senantiasa dikunjungi banyak penziarah.
Masyarakat setempat menyebutnya sebagai makam Ibu Bagus. Makam ini sampai
sekarang masih terjaga dengan baik walau terletak jauh dari pusat keramaian. Untuk
mengingat dan menghormati beliau maka penduduk setempat menamakannya
Kebagusan. Tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan kenamaan ini mulai
diberlakukan. Yang jelas makam Ibu Bagus sampai sekarang masih dihormati sebagai
leluhur kampung ini.118
116 Alwi Shahab, Betawi: Queen of the East, (Jakarta:Penerbit Republika, 2004), hlm. 113 117 Ibid., hlm. 114 118 Ibid., hlm. 113 s/d 114
B. Kependudukan
Kebagusan, kampung royo-royo yang terletak di Jakarta Selatan ini berpenduduk
38.305 jiwa. Sekitar 80% dari penduduknya ialah warga Betawi. Dominasi warga Betawi
di Kebagusan, selain karena penduduk asli juga karena pendatang. “Banyak warga
Betawi yang tergusur ditempat lain, memilih kampung Kebagusan sebagai tempat
tinggalnya,” ujar Endang Effendi119.
Menurut Endang Effendi yang merupakan penduduk asli Kebagusan mengatakan
bahwa nampaknya kampung ini memang sudah ditakdirkan sebagai wilayah kelurahan
yang dikuasai oleh perempuan. Hal ini bisa terlihat dari makam Ibu Bagus di Kebagusan
sampai kediaman Megawati Soekarno Putri yang merupakan mantan Presiden RI ke-5.
Bukan tidak beralasan Megawati memilih Kebagusan sebagai tempat tinggalnya. Ibu
Mega sebenarnya mampu membeli rumah di kawasan elite manapun. Nyatanya, beliau
justru memilih kawasan ber-KDB (koefisien dasar bangunan) rendah yang masih hijau
royo-royo, ujar Endang Effendi.120
Walaupun yang lebih menonjol di Kebagusan ialah perempuan namun bukan
berarti perempuan lebih banyak di kampung ini. Hal ini bisa terlihat dari jumlah
penduduk yang ada di Kebagusan.
Tabel 3
No. Keterangan Jumlah
1 Jumlah Penduduk 38. 305 jiwa
2 Laki-laki 22. 244 Jiwa
119 Wawancara ini telah dilakukan oleh Alwi Shahab dan dituliskan pada bukunya yang berjudul
Betawi; Queen of The East hal. 113. 120 Ibid., hal. 114
3 Perempuan 16. 059 Jiwa
4 Warga Negara Asing 2 Jiwa
5 Kepala Keluarga 12. 851 Jiwa
6 Kepala Keluarga Laki-laki 10. 972 Jiwa
7 Kepala Keluarga Perempuan 1. 879 Jiwa
Sumber: Data kelurahan Kebagusan pada tahun 2008
Pemukiman yang cukup padat ini berada di wilayah yang cukup luas pula
sehingga tidak menyebabkan kepadatan penduduk yang berlebihan. Anak-anak masih
bisa bermain di pekarangan rumah yang luas serta orang dewasa masih bisa berolahraga
di kebun-kebun kosong yang biasanya dijadikan sebagai lapangan olahraga.121
Dari data jumlah penduduk yang ada di kelurahan Kebagusan terdapat 30.644
orang Betawi. Namun hanya sekitar 25.000 orang yang masih melaksanakan Perayaan
Maulid Nabi Muhammad Saw.122 Tidak semua warga Betawi Kebagusan merayakan
Maulid Nabi disebabkan adanya arus modernisasi yang bernilai negatif tanpa adanya
filter yang kuat hingga spirit keislaman warga Betawi Kebagusan mulai memudar.
Termasuk motivasi untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad Saw.123
C. Keadaan Komunitas Etnis Betawi Kelurahan Kebagusan
Berbeda dengan permukiman Betawi yang berada di pusat kota, warga Betawi
Kebagusan cenderung bekerja sebagai pedagang. Mereka di dukung oleh lahan-lahan
perkebunan yang berada di sekitar permukiman warga. Bahkan mereka memetik dan
menjualnya sendiri. Perkebunan yang ada di Kebagusan didominasi dengan perkebunan
buah-buahan. Buah rambutan, sawo, melinjo, pisang, pepaya, mangga dan jambu sangat
121 Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008 122 Ibid., 123 Ibid.,
mudah ditemui di Kebagusan. Setelah matang, buah-buahan tersebut akan dibawa ke
Pasar Lenteng atau Pasar Minggu untuk dijual kepada masyarakat.124
Untuk itulah ada sebuah lirik lagu yang mengisahkan tentang produksi buah-
buahan hasil kebun di Kebagusan yang dijajakan di Pasar Minggu.
Pepaya, Pisang, Mangga, Jambu Dijual di Pasar Minggu
Demikianlah penggalan syair lagu yang biasa dibawakan orang Betawi Kebagusan.
Dengan pendapatan yang memadai dari hasil berdagang buah-buahan, mereka
menghidupi seluruh anggota keluarga dengan baik. Rasa syukur dan kepedulian yang
tinggi terhadap kehidupan keluarga membuat warga Betawi kebagusan menggemari
pekerjaan mereka masing-masing. Bahkan adapula warga Betawi Kebagusan yang
bekerja sebagai pedagang namun anak-anak mereka dapat menikmati pendidikan sampai
ke jenjang perguruan tinggi. Suatu hal yang cukup membanggakan bagi masa depan
warga Betawi Kebagusan.125
Walaupun warga Betawi Kebagusan lebih banyak bergerak di bidang perniagaan.
Namun ada juga warga Betawi Kebagusan yang bekerja di instansi pemerintah maupun
swasta. Bahkan ada yang menjadi pegawai negeri sipil dan memiliki kedudukan penting
di perusahaannya.126
Jenis pekerjaan yang beraneka ragam di Kebagusan membuat pendapatan
ekonomi mereka juga beraneka ragam. Tingkat ekonomi rendah sampai menengah ke
atas ada di Kebagusan. Mayoritas dari mereka termasuk ke dalam kategori tingkat
ekonomi menengah. “Ya asal tiap hari dapur ngebul, anak-anak terus sekolah, dan ada
124 Hasil pengamatan penulis pada tahun 2007 s/d 2008 125 Ibid., 126 Ibid.,
uang jajan buat anak walau pas-pasan juga, itu udah lebih dari cukup..” begitulah
pendapat sebagian warga Betawi Kebagusan.127
Tabel 4
No. Jenis Pekerjaan Kuantitas Tingkat Ekonomi
1 Pedagang 70% Menengah
2 Karyawan 25% Menengah ke atas
3 Jasa 4% Menengah
4 Lain-lain 1% Rendah, menengah
Sumber : Hasil wawancara dengan Zainal Abidin
Warga Betawi Kebagusan juga sangat terbuka dengan kedatangan warga dari
berbagai daerah ataupun latar belakang. Mereka juga menempatkan mereka di tengah-
tengah kerumunan warga Betawi. Sebut saja kontrakan atau bangunan rumah yang
sengaja disewakan kepada orang lain dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan dan
pada waktu yang ditentukan. Kontrakan-kontrakan yang dibuat berada di dekat-dekat
pemilik rumah yang mayoritas Betawi. Ini menjadikan akulturasi budaya semakin hidup
dari hari ke hari walau tetap bernuansa Betawi.128
Orang Betawi akan sangat marah bilamana para pendatang yang mendiami
kontrakan-kontrakan yang telah disediakan membuat ulah. Mereka tak segan-segan untuk
menegur mereka, bahkan adapula yang langsung mengusir mereka dari rumah kontrakan.
Amarah dan emosi yang cukup tinggi dapat mereda setelah para pemuka agama dan
tokoh masyarakat menenangkan mereka. Walaupun cepat marah dan naik darah, warga
Betawi Kebagusan jarang sekali yang menggunakan kekerasan sebagai solusi pemecahan
127 Ibid., 128 Ibid.,
masalah. Mereka cukup menegur, menasehati dan memberikan sedikit batasan kepada
para pendatang. “Kepribadian yang istimewa pada pertumbuhan masyarakat yang cukup
tinggi pada Ibukota Negara yang keras ini.”129
Dari segi sosial, warga Betawi Kebagusan cukup ramah dan bersahaja.
Kepedulian mereka terhadap sesama sangatlah tinggi. Pada saat merayakan Maulid,
tahlilan, atau nujuh bulan, mereka biasanya saling membawakan berbagai jenis makanan
ataupun bahan pokok makanan seperti beras, minyak, dan lain sebagainya130. Kepedulian
mereka juga tampak disaat musibah datang, mereka beramai-ramai membantu korban
musibah tersebut dengan cara saweran. Saweran adalah bentuk kepedulian warga melalui
pengumpulan uang secara kolektif tanpa adanya batasan materi. Entah itu besar atau
kecil, para warga ikhlas memberikannya. Biasanya ada juga yang langsung
memberikannya kepada warga yang sedang kesusahan. Mereka juga tak segan-segan
memberikan tempat kepada warga yang mengungsi akibat bencana alam yang belum
lama ini menimpa bangsa Indonesia. Bantuan yang mereka berikan tidak selalu tertuju
kepada warga asli Kebagusan. Asas pemerataan dilaksanakan dengan baik oleh warga
Kebagusan tanpa melihat status sosial dan suku bangsa. “Mau orang Jawa, Sunda, atau
Betawi sekalipun kalau lagi kena musibah ya kite bantu, masa mau berbuat baik harus
ngeliat-ngeliat dulu siape orangnya ma kerja apa tuh orang.”131
Tidak dapat dipungkiri, dalam hal keagamaan warga Betawi Kebagusan ialah
masyarakat yang taat beragama. Banyaknya masjid, mushalla, dan majlis taklim menjadi
wadah tersendiri atas kegiatan keagamaan mereka. Kampung yang memiliki banyak kyai,
129 Hasil wawancara dengan Zainal Abidin pada bulan Mei 2008 130 Ibid., 131 Hasil pengamatan penulis saat bencana banjir 2007 melanda sebagian wilayah kelurahan
Kebagusan, Jakarta Selatan
ustadz dan ustadzah, maupun guru ngaji ini menjadikan kampung ini kental dengan
nuansa Islam. Hampir tidak ada warga Betawi Kebagusan yang beragama Kristen
Protestan, Katolik, Hindu maupun Budha132. Indikasi ini menandakan bahwa Islam
masuk dengan pesat di Kelurahan Kebagusan yang berada di Selatan Jakarta ini.
Pengaruh Islam turun menurun dari para leluhur yang terlebih dahulu mendiami
Kebagusan. Hal ini diteruskan sampai sekarang oleh anak-anak keturunan mereka.
Sangatlah malu warga Betawi Kebagusan yang memiliki anak namun tidak bisa mengaji.
Pengajian-pengajian yang berada di Kebagusan juga tergolong banyak. Ibu-ibu memiliki
pengajian tersendiri yang dilaksanakan pada siang hari, anak-anak selepas shalat magrib,
dan bapak-bapak yang biasanya seusai shalat isya dan dilaksanakan di masjid atau
mushalla.133
Bilamana salah seorang warga Betawi Kebagusan mengundang masyarakat untuk
hadir di kediamannya dalam rangka tasyakuran atau selametan. Para warga akan
berduyun-duyun mendatangi rumah tersebut seraya mendo’akan “si empunya” rumah
atas keinginan atau hajat yang telah terkabulkan. Inilah yang menyebabkan warga Betawi
Kebagusan sangat identik dengan Islam, hampir setiap ritual adat bersinggungan dengan
Islam serta dihadiri oleh masyarakat dengan penuh antusias.134
Dalam hal pendidikan, banyak kemajuan yang berarti bagi perkembangan warga
Betawi Kebagusan. Orang tua Betawi sudah banyak yang menyekolahkan anaknya
sampai tingkat perguruan tinggi. Mereka juga tidak segan-segan lagi menyekolahkan
anaknya di sekolah-sekolah umum walau tetap dibarengi dengan pengetahuan agama
yang biasanya diperoleh dari TPA (taman pendidikan Al-Qur’an) maupun majlis-majlis
132 Hasil wawancara dengan Zainal Abidin pada bulan Mei 2008 133 Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008 134 Ibid.,
taklim yang secara khusus memberikan pengajaran agama. Khusus dengan pengajaran di
majlis-majlisn taklim diadakan sore maupun malam hari selepas pulang sekolah. Untuk
remaja maupun orang dewasa juga diadakan pengajian rutin yang diadakan para pengurus
remaja masjid setempat.
Berbeda dengan dahulu kala, masyarakat Betawi Kebagusan jarang sekali yang
menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah umum, apalagi sampai tingkat perguruan
tinggi. Hal itu didasarkan bukan karena mereka berpandangan sempit dengan dunia
pendidikan, hanya saja orientasi pendidikan mereka memang berbeda. Kini setelah
modernisasi mereka cukup memfasilitasi anak-anak mereka dengan mendatangkan guru
privat agama ke rumah.
Satu hal yang positif dari warga Betawi Kebagusan adalah jiwa sosial mereka
sangat tinggi, walaupun terkadang dalam beberapa hal mereka terlalu berlebih dan
cenderung tendensius. Orang Betawi Kebagusan sangat menghormati pluralisme, ini
terlihat dari hubungan baik antara warga Betawi Kebagusan dengan para pendatang dari
luar Jakarta.
D. Kebudayaan Masyarakat Kelurahan Kebagusan
Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta budhayyah yang merupakan
bentuk jamak dari kata budhhi yang berarti akal atau budi. Dengan demikian kebudayaan
dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal.135 Sedangkan
Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi136 merumuskan kebudayaan sebagai “semua
hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat”.
135 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, edisi baru kesatu, (Jakarta:CV. Rajawali,
1982), hlm. 166 136 Selo Sumardjan-Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi, edisi pertama,
(Jakarta:Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964), hlm. 113
Adapun istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya
dengan dengan kebudayaan, berasal dari kata Latin “colere” yang berarti mengolah atau
mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Dari asal kata itulah “colere” kemudian
menjadi “culture”, yang diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk
mengolah atau merubah alam.137
Kemajemukan masyarakat Indonesia, begitupun di kelurahan Kebagusan adalah
kenyataan yang tak bisa dipungkiri. Kemajemukan berarti terdapat keanekaragaman
unsur penyusun masyarakat kita, yakni suku bangsa, agama, dan golongan-golongan
sosial lainnya. Ciri yang nyata adalah kecendrungan kuat memegang identitas golongan
sosial masing-masing138.
Kelurahan Kebagusan memiliki beraneka ragam suku bangsa dan agama,
walaupun secara mayoritas Islam dan Betawi masih mendominasi daerah ini. Namun
banyaknya para pendatang dari luar daerah yang membawa budaya serta agama yang
berbeda membuat Kebagusan lebih terbuka terhadap suku dan agama lain. Suku jawa
merupakan mayoritas terbesar kedua setelah Betawi. Untuk Sunda, Batak, Ambon,
maupun yang lainnya hanyalah beberapa persen saja dan masih bisa dihitung dengan
jari.139
Sampai dengan penulisan skripsi ini, penulis belum mendapatkan secara pasti
sensus penduduk menurut suku bangsa. Namun bisa dipastikan bahwasanya suku
Betawilah yang terbanyak dalam masyarakat Kebagusan. Ideologi dan adat istiadat
Betawi membawa pengaruh yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini bisa
137 Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, cetakan kedua, (Jakarta:Penerbit Universitas, ,
1965), hlm. 77-78 138 Achmad Fedyani Syaipudin, MA. Konflik dan Integrasi; perbedaan faham dalam agama
islam, (Jakarta:CV. Rajawali), hlm. IX 139 Hasil wawancara dengan Fadjriah Nurdiarsih
dilihat dengan tata cara para pendatang dalam berkomunikasi dan bersosialisasi sudah
hampir mirip dengan penduduk asli Betawi Kebagusan. Dengan begitu sulit untuk
membedakan antara warga Betawi maupun non-Betawi.140
Banyaknya suku bangsa dan agama yang ada di Kebagusan tidak membuat
kebudayaan asli Kebagusan yakni suku Betawi luntur. Keanekaragaman suku yang ada
malah membuat suku Betawi lebih terbuka dalam beberapa hal yang dianggap penting
dalam kehidupan sehari-hari. Sebut saja suku Jawa yang terkenal kegigihan dan
keuletannya dalam bekerja. Banyak warga Betawi Kebagusan yang meniru strategi orang
Jawa dalam bekerja. Pengalaman yang dimiliki orang Betawi dalam susah dan pahitnya
bekerja membuat orang Betawi bersemangat menjalani kehidupan. Warga Betawi
Kebagusan bisa lebih menata anggaran pengeluaran dan pemasukan dari setiap hasil
pekerjaan yang dilakukan. Kedatangan suku lain di Kebagusan membuat warga Betawi
Kebagusan lebih berkembang untuk maju dalam hal pendidikan maupun masa depan.
Mereka sudah tidak lagi mengandalkan rumah kontrakan ataupun tanah warisan yang
sekarang ini sudah banyak dikuasai oleh orang Jawa dan para pendatang lainnya.141
Orang Betawi Kebagusan sangat menjunjung tinggi budaya yang mereka warisi.
Hal ini terbukti dari berbagai macam tradisi yang sudah dilakukan para pendahulu
mereka. Dalam hal agama, ketaatan warga Betawi Kebagusan dalam menjalankan ajaran
Islam seringkali menjadi contoh bagi para pendatang. Tradisi-tradisi yang dilakukan
warga Betawi Kebagusan seperti tahlilan maupun nujuh bulan juga seringkali diadakan
dirumah-rumah para pendatang. Berbeda dengan segi kehidupan yang lainnya, dalam hal
agama warga Betawi Kebagusan tidak bisa ditentang maupun dilawan. Para pendatang
140 Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008 141 Ibid.,
yang membawa caranya sendiri dalam urusan agama akan diacuhkan oleh penduduk asli.
Warga Betawi Kebagusan tidak memberikan izin bagi para pendatang yang bisa dengan
sewenang-wenang mencampuradukan atau bahkan menghilangkan tradisi yang kerapkali
dilakukan warga Betawi Kebagusan. Meskipun tidak ada toleransi bagi para pendatang
dalam urusan agama, tradisi tahlilan, nujuh bulan dan lain sebagainya tidak dipaksakan
bagi mereka. Warga Betawi Kebagusan cukup menghormati para pendatang yang ada di
Kebagusan bilamana mereka juga menghormati para penduduk asli Betawi Kebagusan
yang terlebih dahulu mendiami daerah ini.142
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan sebagian besar warga Betawi
Kebagusan masa kini agak terpinggirkan oleh modernisasi di lahan lahirnya sendiri
(Jakarta). Namun setelah kedatangan para pendatang dari luar Jakarta, warga Betawi
Kebagusan cukup bebenah diri dalam meningkatkan kualitas hidup mereka agar dapat
bersaing dengan para pendatang. Mereka sangat menyayangkan apabila para pendatang
dapat menguasai daerah yang didominasi warga Betawi ini. Setidaknya mereka tidak mau
kalah dengan para pendatang yang hanya sebagai anak kemarin sore di Kebagusan.143
142 Ibid., 143 Ibid.,
BAB IV
TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW SYAIR BARJANZI
PADA KOMUNITAS ETNIS BETAWI KELURAHAN KEBAGUSAN
A. Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Pada Komunitas Etnis Betawi
Kelurahan Kebagusan
Almarhum Prof. Hamka kenal betul watak orang Betawi, hal itu dikarenakan
Hamka yang menjadi ketua umum MUI pertama ini pernah bertahun-tahun bermukim di
perkampungan Betawi Taman Sari, Jakarta Barat. Hamka kemudian menjadi Imam Besar
Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru. Ulama besar ini sangat tertarik dengan ketaatan
warga Betawi terhadap agamanya. Hingga dalam “Seminar Perkembangan Islam” di
Jakarta pada tahun 1987, ia mengatakan:
“Sungguh mengagumkan kita, menilik betapa teguhnya orang Betawi memeluk Islam. Selama 350 tahun antara penjajah (Belanda) dan anak negeri asli (Betawi) masih tetap sebagai ‘minyak dan air’. Sekalipun bertemu dalam satu botol namun tetap tidak pernah bersatu. Bagaimanapun keras mengaduk minyak dalam botol kecil dalam air, sehabis adukan itu, disaat itu mereka berpisah kembali.”144
Hamka juga mengagumi ketahanan penderitaan yang dialami warga Betawi,
namun itu semua disikapi dengan sikap tawakal kepada Allah.
“Pukulan yang diderita warga Betawi dari Belanda sebagai rakyat terjajah sangatlah parah. Dari segi ekonomi, orang Betawi pada umumnya hidup dalam kemeralatan, dalam tanah-tanah terpencil… Rumah-rumah mereka terdiri dari dinding bambu anyaman atau atap rumbia. Mereka-pun tinggal di permukiman yang becek dan kotor. Namun bila waktu shalat telah masuk, fajar mulai menyingsing, kedengaranlah sayup-sayup sampai ke lorong-lorong kampung suara adzan yang mendayu-dayu. Hayya ‘alal shalah, hayya ‘alal falah…Maka dari lorong-lorong kampung Betawi yang becek
144 Hamka, Beberapa Perhatian Tentang Perkembangan Islam di Jakarta, dalam Ridwan Saidi, Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta, LSIP, Jakarta, 1994, hlm. 210. Lihat juga Alwi Shahab, Robin Hood Betawi, op. cit, hlm. 93
itu keluarlah orang-orang kampung untuk shalat berjamaah. Sesudah itu mereka membaca ratib “Lailla Hailallah” dengan suara yang keras dan berulang-ulang sampai ada yang jadzab, yaitu kehilangan kesadaran diri lantaran teringat akan Allah dan lantaran berzikir itu bersama-sama dengan suara keras.”145
Kini pun, setelah Jakarta menjadi kota Megapolitan, daerah pertanian dan
persawahan telah berubah menjadi ‘hutan beton raya’, majlis-majlis taklim dan tempat
peribadatan kian banyak bermunculan. Suara adzan yang sayup-sayup tiap saat bergema
menembus pencakar-pencakar langit di Jakarta. Suara-suara tersebut dikumandangkan
dari permukiman kumuh warga Betawi yang hidup menyedihkan di kotanya sendiri
setelah kurang lebih 60 tahun merdeka.146
Ketaatan warga betawi terhadap Islam tidak terlepas dari peran serta para ulama-
ulama betawi pada saat itu yang diantaranya ialah Habib Ali Al-Habsyi, KH. Abdullah
Syafi’I, Habib Salim Jindan, Habib Abdurrahman Assegaf, KH. Moh. Mansur, KH.
Marzuki, Guru Mughni, KH. Achmad Zayadi Muhajir, KH. Muh. Amin, KH. Achmad
Ali, KH. Ali Hamidy, KH. Nur Ali, KH. Muhammad Syafi’I Hadzami, dan banyak lagi
yang lainnya.147
Di tengah-tengah perjuangan melawan penjajah, para ulama Betawi ini terus
menyiarkan Islam sampai ke seluruh permukiman warga Betawi. Tidaklah mengherankan
bila saat ini para ulama Betawi tersebut masih terngiang diingatan warga Betawi. Begitu
banyak peran mereka hingga warga Betawi kerapkali mendatangi majlis-majlis taklim
yang para ulama Betawi pimpin.148
Kebagusan, kampung yang didominasi oleh warga Betawi ini pun tak lepas dari
pengaruh ulama Betawi saat itu di dalam mensyiarkan agama Islam. Warga Betawi yang
145 Ibid., 146 Alwi Shahab, Robin Hood Betawi, op. cit, hlm. 94 147 Hasil pengamatan penulis di Forum Ulama dan Habaib Betawi Pusat 148 Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008
hidup turun menurun di daerah ini sangatlah fanatik dengan Islam. Ini bisa dibuktikan
dengan banyaknya sarana dan prasarana agama Islam di Kebagusan. Tidak ada satu pun
tempat beribadah bagi agama lain di Kebagusan. Hal ini disebabkan hanya beberapa
orang saja yang beragama non Islam. Itupun kebanyakan merupakan pendatang dan
bukan warga Betawi.149
Tabel 5
No. Sarana Ibadah Jumlah
1 Masjid 9
2 Mushalla 27
3 Majlis Taklim 43
Sumber : Data kelurahan Kebagusan pada tahun 2008
Warga Betawi Kebagusan sangat menjunjung tinggi nilai-nilai Islam. Tidaklah
mengherankan setiap ada peringatan hari besar Islam seperti Maulid atau Isra’ Mi’raj
masyarakat dengan penuh antusias menghadiri acara tersebut. Semua warga bergabung
menjadi satu, mereka bersama-sama mengagungkan nama Allah dan bershalawat kepada
Rasulullah. Islam bukan hanya menjadi sebuah keyakinan terhadap Yang Kuasa, namun
bagi masyarakat Kebagusan Islam juga menjadi sebuah simbol dalam kehidupan sehari-
hari termasuk dalam tradisi yang kerapkali dilakukan.150
Sebut saja Tahlilan, Nujuh Bulan, Syukuran, Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, dan
Pekan Muharram. Kegiatan-kegiatan yang bersifat religius seperti ini menjadi sebuah
rutinitas yang hukumnya wajib dan harus dilaksanakan oleh masyarakat Kebagusan,
khususnya warga Betawi. Mereka merasa tidak afdol bilamana tidak mengadakan
149 Hasil wawancara dengan Zainal Abidin 150 Hasil pengamatan penulis pada tahun 2007 s/d 2008
kegiatan seperti ini minimal setahun sekali. Mereka merasa ada yang kurang bahkan
hilang bila tidak mengadakan kegiatan-kegiatan bersifat religi seperti Maulid Nabi
Muhammad Saw.
Maulid Nabi yang diselenggarakan setiap tahun sekali menyedot pengunjung
yang besar. Biasanya setiap masjid, mushalla ataupun majelis taklim di kelurahan
Kebagusan mengundang jama’ah dari pengajian lainnya. Tidak mesti penduduk asli pada
daerah setempat yang menghadirinya, namun warga yang berasal dari daerah sekitarnya
turut menghadiri acara tersebut.151
Pada umumnya, Maulid Nabi yang diadakan di kelurahan Kebagusan diisi oleh
berbagai macam acara keislaman seperti pembacaan riwayat Nabi yang diiringi oleh
rebana atau marawis, sambutan dari ketua panitia dan ketua masjid atau pengajian, serta
ditutup dengan ceramah agama yang di berikan oleh para muballigh dari berbagai daerah.
Untuk menarik minat jama’ah biasanya panitia juga mendatangkan da’i-da’i kondang
yang umumnya sudah dikenal masyarakat melalui televisi atau radio.
Sebelum mengadakan Maulid Nabi, setiap masjid, mushalla atau majelis taklim
terlebih dahulu membentuk kepanitaan Dari kepanitiaan inilah yang nantinya merancang
dan mempersiapkan susunan acaranya, anggaran biaya, jamuan-jamuan, serta
penceramahnya.
Anggaran dana yang telah dibuat lalu disebarluaskan kepada penduduk. Hal ini
diharapkan dapat membantu panitia dalam mempersiapkan segala keperluan yang
menyangkut Maulid Nabi termasuk isi berkat dan honor penceramah. Dalam pengamatan
penulis, setiap anggaran dana yang ditujukan kepada masyarakat dan instansi pemerintah
maupun swasta yang ada di sekitar kelurahan Kebagusan biasanya mencapai 70-80 %
151 Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008
dari total anggaran. Ini disebabkan masyarakat kelurahan Kebagusan, khususnya warga
Betawi sangat antusias dan berpartisipasi secara aktif dalam menyelenggarakan Maulid
Nabi.152
Perayaan Maulid Nabi pada komunitas etnis Betawi di kelurahan Kebagusan
tergolong meriah. Hal ini disebabkan Perayaan Maulid Nabi terkadang menjadi ukuran
atas kedudukan kampung itu sendiri. Tidaklah mengherankan bilamana setiap
mengadakan Maulid Nabi, ibu-ibu kerapkali kerepotan memasak dan mempersiapkan
jamuan yang akan dihidangkan yang lazim dikenal sebagai berkat.153
Berkat bagi warga Betawi Kebagusan cukup menjadi daya pikat yang ampuh
dalam menarik jama’ah. Warga Betawi akan merasa senang bilamana sepulang dari
menghadiri Maulid Nabi mereka membawa hasil ke rumah masing-masing. Hasil yang
pertama ialah nasihat-nasihat yang diberikan oleh para penceramah yang kelak dapat
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Hasil yang kedua ialah berkat yang berisi lauk
pauk atau sembako. Ibu-ibu yang berada di rumah sangat senang karena pada bulan
Maulid atau Rabi’ul Awwal mereka selalu kebanjiran gula pasir, mie instan, teh, kopi,
dan lain-lain. Ini merupakan keberkahan tersendiri bagi dapur mereka.
Disaat ibu-ibu sibuk mempersiapkan jamuan yang akan dihidangkan, bapak-
bapak beserta remaja sibuk mempersiapkan dekorasi serta mencari dana untuk memenuhi
anggaran yang dibuat. Bila anggaran itu melampaui target, maka tak segan-segan panitia
akan mengundang dua atau tiga penceramah sekaligus. Walaupun materi (uang) tidak
selamanya menjadi tolak ukur keberhasilan perayaan Maulid Nabi di kelurahan
152 Ibid., 153 Hasil wawancara dengan Zainal Abidin
Kebagusan. Namun, tetap saja warga Betawi kelurahan Kebagusan selalu bersemangat
dalam menyiapkan segala keperluan menyangkut acara ini.154
Pahala menjadi ukuran atas partisipasi aktif yang warga Betawi lakukan. Mereka
menganggap bantuan yang diberikan atas penyelenggaraan Maulid Nabi kelak akan
dibalas oleh Allah di Yaumil Qiyamah nanti. Walaupun tak selamanya jumlah yang
diberikan itu besar, namun warga Betawi menganggap Maulid merupakan kegiatan yang
bukan hanya semata-mata menghambur-hamburkan uang semata namun juga merupakan
ekspresi teologis atas kecintaan mereka kepada Rasulullah Saw. Untuk itulah mereka rela
mengorbankan tenaga, pikiran, bahkan uang demi terselenggaranya Peringatan Maulid
Nabi Muhammad Saw. ini.
Tidak semua warga Betawi Kebagusan merupakan muslim yang taat, ada saja
diantara mereka yang masih suka bermain judi, mabuk-mabukan, atau melakukan
maksiat lainnya. Namun, ketika diadakan Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.
mereka bergegas meninggalkan semua aktifitas dosa mereka untuk ikut berpartisipasi
membantu mempersiapkan segala keperluan Maulid. Bahkan tak jarang dari mereka yang
juga menjadi panitia penyelenggara Maulid. Walaupun tidak selamanya mereka selalu
berada di masjid namun jika menyangkut kegiatan Islam mereka selalu ikut berperan
serta. Sungguh mengagumkan kecintaan orang Betawi Kebagusan terhadap Islam.155
Dalam merayakan Maulid Nabi, panitia penyelenggara terlebih dahulu
menyebarkan informasi pemberitahuan kepada jama’ah, baik yang berada di sekitar
lokasi diadakannya Maulid maupun dari jama’ah luar. Dahulu, mereka kerapkali
membunyikan petasan sebagai komunikasi antar kampung. Kampung lain yang berada
154 Hasil pengamatn penulis tahun 2007 s/d 2008 155 Ibid.,
disekitar Kebagusan pun akan bertanya-tanya akan ada kegiatan apa di Kebagusan bila
petasan tersebut dibunyikan. Setelah mengetahui akan ada suatu acara, entah itu Maulid
ataupun lainnya maka masyarakat disekitar Kebagusan akan beramai-ramai
mendatanginya. Namun, saat ini mereka lebih suka menyebarkan pamflet ataupun
spanduk-spanduk yang dipasang di persimpangan jalan. Hal ini merupakan hasil dari
modernisasi yang diterima warga Betawi disamping makruhnya membunyikan petasan
menurut sebagian ulama.156
Sangat mudah menemukan masjid ataupun majlis taklim yang mengadakan
perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di Kebagusan, karena hampir setiap diadakan
perayaan Maulid Nabi panitia memasang umbul-umbul pada setiap rute jalan yang tertuju
kepada lokasi Maulid. Ini juga menjadi penunjuk jalan bagi para jama’ah dari luar
kampung untuk dapat menghadiri acara tersebut.157
Pada dasarnya masyarakat Betawi Kebagusan mengadakan perayaan Maulid Nabi
sebagai tradisi atas para pendahulu-pendahulu mereka. Ini berlangsung dari tahun ke
tahun. Namun, setelah ditelisik lebih jauh bahwa Perayaan Maulid Nabi di Kebagusan
merupakan media komunikasi yang paling efektif dalam menjadikan kampung ini
kampung yang bernuansa Islami. Maulid mampu menjadi obat atas penyakit-penyakit
masyarakat seperti perjudian maupun mabuk-mabukan. Diharapkan selepas menghadiri
Maulid Nabi masyarakat kembali mengingat perjuangan Rasulullah serta berupaya
meneladani akhlak beliau.158
B. Model Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Di Kelurahan Kebagusan
156 Alwi Shahab, Robin Hood Betawi, Republika, Jakarta, 2002, hlm. 89 157 Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008 158 Ibid.,
Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw di Kelurahan Kebagusan memiliki
beberapa urutan pelaksanaan yakni:
1. Pembukaan
Setiap acara dimulai dengan pembacaan surah Al-Fatihah yang dipimpin oleh
pembawa acara atau MC, lalu setelah itu dibacakan susunan acara Perayaan Maulid Nabi
Muhammad Saw. sambil memandu acara selanjutnya. MC di Kebagusan biasnya terdiri
dari satu orang, tetapi bisa juga dua orang dengan bagian satu orang laki-laki dan satu
orang perempuan. Oarng yang menjadi MC biasanya memiliki kecakapan vokal dan
komunikasi yang baik, sehingga pelaksanaan acara Maulid Nabi Muhammad Saw. bisa
terdengar jelas dan berjalan lancar.
2. Pembacaan Do’a Arwah
Pembacaan do’a arwah ialah pembacaan surah Al-Fatihah yang dikhususkan
kepada arwah Nabi Muhammad Saw, sahabat dan keluarganya, serta para sesepuh dan
tokoh agama di Kebagusan, tidak lupa arwah kaum muslimin dan muslimat yang telah
terlebih dahulu meninggal dunia. Setelah itu membaca surah Yaasin. Kemudian membaca
surah Al-Ikhlas sebanyak tiga kali, Al-Falaq satu kali, An-Nass satu kali, membaca akhir
surah Al-Baqoroh, membaca tahlil (laa ila haa illallah) sebanyak 33 kali, tahmid
(alhamdulillah), tasbih (subhanallah), dan takbir (Allahu akbar) masing-maasing
sebanyak tiga kali.159
3. Pembacaan Riwayat Nabi Muhammad Saw. syair Barjanzi
Pembacaan riwayat Nabi Muhammad Saw. syair Barjanzi, ialah pembacaan
riwayat kehidupan Nabi Muhammad Saw. (rawi) dari awal sampai akhir hidupnya yang
dikarang oleh Syeikh Ja’far al-Barjanzi, pembacaan ini dilaksanakan oleh tiga orang 159 Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008
pembaca. Masing-masing orang membaca sebagian rawi sampai selesai. Pada saat
Asyrakal, ketiga orang tersebut membacanya secara bersamaan diikuti para hadirin. Pada
saat inilah, hadirin berdiri bersama-sama untuk mengikuti pembacaan rawi tersebut160.
Saat Asyrakal diiringi oleh iringan Rebana. Pada saat Asyrakal pula terdapat satu orang
yang berkeliling menyemprotkan minyak wangi ke tangan jama’ah diiringi oleh daun
mawar dan melati yang sengaja disebar ke setiap penjuru jamaah. Hal ini dilaksanakan
untuk menebarkan wewangian dan sebagai bukti pengagungan terhadap Nabi
Muhammad Saw. yang memiliki keharuman bagaikan minyak kasturi.
4. Sambutan-sambutan
Sambutan atau sepatah kata disampaikan oleh ketua pelaksana, ketua masjid atau
mushalla, dan juga para instansi pemerintah yang hadir seperti Bapak Camat atau Lurah.
Pada saat sambutan, ketua pelaksana atau ketua masjid menyampaikan ucapan terima
kasih kepada masyarakat yang telah banyak membantu secara materil sekaligus
permohonan maaf apabila pelaksanaan Maulid Nabi Muhammad Saw. masih banyak
kekurangan dan kesalahan. Sedangkan sambutan dari instansi pemerintah menyampaikan
bebrapa himbauan yang dianggap penting untuk diketahui dan dilaksanakan masyarakat.
5. Pembacaan Al-Qur’an
Qari’ atau pembaca Al-Qur’an membacakan sebagian dari ayat Al-Qur’an yang
berkaitan dengan kelahiran maupun kehidupan Rasulullah Saw. Pada umumnya qari’
membacakan surah al-Ahzab ayat 21 dan 40, al-Qalam ayat empat, al-Araf ayat 158, dan
al-Anbiya ayat 107.
160 Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008
6. Ceramah Agama
Ceramah agama adalah acara yang ditunggu-tunggu masyarakat. Hal ini
disebabkan para penceramah biasanya adalah para da’i yang sudah cukup kondang.
Bahkan terkadang para da’i yang dipanggil ialah da’i tingkat nasional yang sudah
terkenal dan sering tampil di televisi. Ibu-ibu sangatlah antusias apabila penceramah
menyampaikan nasihat agama disertai humor yang membuat isi ceramah lebih menarik.
Namun tak selamanya pencermah yang dipanggil adalah para da’i kondang. Ada pula
yang para penceramah dari wilayah Kebagusan pula. Hal ini tidak terlalu
dipermasalahkan sebab masyarakat Kebagusan tidak melihat siapa penceramahnya
namun isi yang disampaikan.
7. Penutup dan Ramah Tamah
Setelah ceramah agama, perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. ditutup dengan
do’a. Do’a dibacakan oleh sesepuh agama setempat. Namuin sebelum pembacaan do’a,
panitia pelaksana membagikan berkat kepada para hadirin. Setelah semuanya telah
terbagi, maka sesepuh agama setempat-pun mulai membacakan do’a. Setelah selesai
pelaksaan acara, penceramah dan beberapa sesepuh agama dan tokoh adat, serta panitia
pelaksana bekumpul pada satu ruangan untuk makan bersama.
Inilah model perayaan Maulid Nabi Muhamad Saw. di Kebagusan, walau sudah
banyak perubahan. Namun perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. selalu dilaksanakan
dari tahun ke tahun bahkan diturunkan dari generasi ke generasi sehingga perayaan
Maulid Nabi tetap diagungkan oleh masyarakat Betawi di Kebagusan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa uraian diatas maka dapat disimpulkan ke dalam beberapa uraian,
yakni:
1. Perayaan Maulid di Kebagusan merupakan bentuk ekspresi kebahagiaan warga
Kebagusan, khususnya warga Betawi Kebagusan atas terlahirnya Rasulullah Saw. ke
dunia ini. Mereka sangat yakin bahwasanya Rasulullah ialah manusia yang dapat
memberikan syafaat kelak. Mereka membuktikan kebahagiaan mereka melalui perayaan
Maulid Nabi Muhammad Saw. Walaupun Maulid tidak memiliki landasan syar’i, akan
tetapi bagi komunitas etnis Betawi Kebagusan mengadakan perayaan Maulid Nabi
merupakan perkara yang baik yang akan menghasilkan yang baik pula. Maulid di
Kebagusan juga menjadi sarana untuk memperkokoh tali silaturahmi antar warga Betawi
maupun warga Betawi dengan para pendatang.
2. Warga Betawi Kebagusan tidak terlalu mempersoalkan komunitas budaya lainnya
yang ingin menghadiri Maulid Nabi yang diadakan warga Betawi Kebagusan. Dengan
senang hati mereka sangat menghormati mereka. Tidak jarang pula, warga Betawi
Kebagusan mengikutsertakan para pendatang (non-Betawi) sebagai panitia
penyelenggara maupun pengurus masjid. Ini merupakan bukti bahwa tak selamanya
orang Betawi sangat sukuisme. Unsur-unsur budaya, politis, ekonomi, bahkan status
sosial hilang bilamana perayaan Maulid Nabi diadakan. Dengan kata lain, perayaan
Maulid Nabi Muhammad Saw. di Kebagusan sangat banyak mengandung manfaat
dibandingkan maksiat.
3. Mayoritas warga Betawi Kebagusan beragama Islam dan berfaham Ahli Sunnah Wal
Jama’ah. Mereka sangatlah menjunjung tinggi ajaran Islam lengkap dengan setiap
perangkatnya. Tidaklah mengherankan setiap ada kegiatan-kegiatan yang bernuansa
Islam, mereka rela bersama-sama menyiapkan segala keperluan demi terselenggaranya
perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.
4. Warga Betawi Kebagusan bersifat pluralisme dan terbuka terhadap setiap golongan
dan status mereka. Dengan demikian mereka tidak menjadi “Jago Kampung” yang
merasa memiliki kampung ini seutuhnya. Warga Betawi cenderung terbuka terhadap para
pendatang, mereka dapat bersosialisasi dengan baik terhadap komunitas budaya lainnya.
Hal inilah yang menyebabkan perayaan Maulid Nabi tidak selalu diisi oleh warga Betawi
asli Kebagusan baik dari segi kepanitiaan maupun pelaksanaan.
5. Setiap kegiatan-kegiatan yang bernuansa Islam selalu di dukung penuh oleh
masyarakat setempat. Mereka rela mengeluarkan materi, tenaga, dan pikiran demi
terselengaranya kegiatan tersebut. Hal ini tidak terlepas dari peran serta para ulama
setempat di dalam memberikan tausyiah atas segala amal baik yang mereka lakukan akan
dibalas setimpal dngan apa yang telah mereka keluarkan.
6. Kekompakan dan kebersamaan sesama masyarakat Kebagusan, khususnya warga
Betawi masih terlihat kental. Pengaruh dari para tokoh masyarakat juga begitu terasa
hingga tidak sulit mengerahkan massa untuk menyelenggarakan Maulid Nabi. Pada
umumnya, warga Betawi Kebagusan sangat menghormati para leluhur dan tokoh
masyarakat setempat. Selain menjadi panutan dalam kehidupan sehari-hari, biasanya para
tokoh masyarakat juga menjadi ustadz dan “palang pintu” asli Kebagusan.
B. Saran
Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di Kebagusan diharapkan dapat menjadi
momentum kebangkitan umat untuk memperkokoh ukhuwah Islamiyah sesama muslim
maupun antar warga masyarakat. Dengan mengingat kembali perjuangan Rasulullah
maka umat Islam khususnya warga Betawi Kebagusan mampu menjawab tantangan
zaman melalui peneladanan atas sikap dan prilaku Rasulullah.
Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. pada komunitas etnis Betawi Kebagusan
selayaknya tidak hanya menjadi sebuah acara seremonial belaka, tetapi perayaan Maulid
Nabi ini dapat menjadi salah satu implementasi dalam memuliakan Nabi Muhammad
Saw. dan memuliakan Nabi Muhammad merupakan salah satu refleksi kecintaan kita
terhadap beliau.
Merayakan peringatan Maulid Nabi merupakan salah satu amal perbuatan yang
paling utama dan sebuah ritual pendekatan diri kepada Allah, karena keseluruhan
peringatan Maulid Nabi merupakan ungkapan kebahagiaan dan kecintaan kepada Nabi
Muhammad Saw. dan kecintaan warga Betawi Kebagusan kepada Nabi termasuk salah
satu prinsip dasar Iman dalam Islam. Untuk itulah perayaan Maulid Nabi di Kebagusan
hendaknya dapat memperkuat keimanan dan ketakwaan warga Betawi Kebagusan.
Warga Betawi Kebagusan masih banyak yang menganggap perayaan Maulid Nabi
hanyalah sebuah acara seremonial belaka. Hal ini menyebabkan setelah menghadiri
Maulid Nabi mereka kembali kepada sikap dan prilaku masing-masing. “Ya yang mabok
tetep mabok, yang shalat mah tetep shalat.” Pemaknaan atas perayaan Maulid Nabi
masih sangat kurang diresapi warga Betawi Kebagusan.
Semoga perayaan-perayaan keagamaan seperti ini dapat berjalan dengan baik dan
berkesinambungan hingga masyarakat Betawi Kebagusan dapat memahami betul hakikat
dan makna yang terkandung dalam perayaan tersebut untuk dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari melalui sikap keteladanan Rasululullah sebagai Uswatun Hasanah.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, Pustaka Amani, Jakarta
Al Batawiy, Syarif Mursal. Keagungan Maulid Nabi Muhammad Saw., al-
Syarifiyyah, Jakarta, 2006
Anwar, Muhammad. Sejarah Nabi Muhammad Saw., S.A. Alaydrus, Jakarta, 1988
Ardan, S.M. Nyai Dasima, Masup Jakarta, Depok, 2007 As-Sundubi, Tarikh al-ihtifal bil Maulud an-Nabawi, min al-asr al-awwal ila asr
Faruq al-awwal, al-Qahirah 1948 Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad XVII & XVIII; Akar pembaharu Islam Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005 Azis, Abdul. Islam dan Masyarakat Betawi, Logos, Jakarta, 2002 Becker, C.H. “Zur Geschichtsschreibung unter de Fatimiden”, dalam: Beitrage
zur Geschichte Aegyptens unter dem Islam, erstes Buletin Dian al-Mahri, edisi 10, tahun 2008 Castles, Lance. Pengantar Profil Etnik Jakarta, Jakarta, 2007 E.I. (2), i, hlm. 1091-1092, s.v. al-Bata’ihi, art. oleh D.M. Dunlop Ekadjati, Edi S. Fatahillah Pahlawan Arif Bijaksana, Mutiara, Jakarta, 1983 Fadli HS,Achmad. Ulama Betawi, tesis, program studi Timur Tengah, Pasca
Sarjana UI, Jakarta, 2006 Fairchild, Henry Fartt (ed). 1962, Dictionary of Sociology, Paterson, New Jersey:
Littlefield Adams & Co. Gottschalk, L. Al-Malik Al-Kamil, Ibn Katsir, (lk. 700/1300-772/1373) E.l. (2), iii,
hlm. 817-818, art. oleh H. Laoust G, Wiet. “Compte rendu de ibn Muyassar, Annales d’Egypte, ed. H. Masse, Le
Caire 1919 dalam: Jurnal Asiatique 18 (1921) G.S.P. Freeman-Grenville, The Muslim and Christian Calendars, London etc.
1963 Haditsucipto, S.Z. Sekitar 200 tahun Sejarah Jakarta (1750-1945), Dinas
Museum & Sejarah DKI Jakarta, 1979 H. Lazarus-Yafeh, “Muslim Festival”, dalam Numen
Hadi W.M, Abdul. Perayaan Maulud Melintas Abad, Harian Pelita, Jakarta, Minggu, 11 November 1990
Iqbal, Muhammad Zafar. Islam di Jakarta; studi sejarah islam dan budaya
betawi, tesis, Program Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2002 Jynboll, Th.W. Handleiding tot de kennis van de Mohammedaansche Wet, Leiden
1930 Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional Balai Pustaka, Jakarta, 2003 Kapten, Nico. Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., INIS, Jakarta, 1994 Katsir, Ibn. Al-bidayah wa-n-nihayah fi t-ta’rikh, i14 jil. Al-Qahirah 1351-
8/1932-9, jil. XI Keraf, Goyrs. Komposisi, Nusa Indah, NTT, 2001 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Balai Pustaka, P dan K, Jakarta, 1984 . Pengantar Antropologi, cetakan kedua. Penerbit Universitas,
Jakarta, 1965 Muhadjir, Bahasa Betawi: sejarah dan perkembangannya, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta, 2000 Minggu Merdeka, minggu ke-5, November 1992 Nurdiarsih, Fadjriah. Pandangan Sosial Dalam Sketsa-Sketsa Firman Muntaco,
skripsi, program studi Indonesia, Fakultas Ilmu Bahasa UI, 2007 Nasution, Harun. Teologi Islam: aliran, sejarah, analisa, dan perbandingan, UI
Press, Jakarta, 1986 Raben, Remco. Batavia and Colombo, The Etnic and Spatial Order of Two
Colonial Cities, 1600-1800, PH. D., dissertation: Leiden University, 1996 Saidi, Ridwan. Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta, LSIP, Jakarta, 1994 . Profil Orang Betawi; asal muasal, kebudayaan, dan adat istiadat,
Gunara kata, Jakarta, 2001 Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar, edisi baru kesatu, CV. Rajawali,
Jakarta, 1982
. Dari Djakarta ke Djajakarta, Penerbit Soeroengan, Djakarta,
1954H. Soekmono, R. Pengantar Sejarah kebudayaan Indonesia, jilid ke-3, Kanisius,
Yogyakarta, 1973
Selo Sumardjan-Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi, edisi pertama, Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1964
Shahab, Alwi. Robin Hood Betawi, Republika, Jakarta, 2002 . Betawi: Queen of the East, Penerbit Republika, Jakarta, 2004
Syaipudin, MA, Achmad Fedyani. Konflik dan Integrasi; perbedaan faham
dalam agama islam, CV. Rajawali Jakarta Tim Penyusun, Peta Seni Budaya Betawi, Dinas Kebudayaan DKI Jakarta,
Jakarta, 1985/1986 . Ragam Budaya Betawi, Dinas Kebudayaan & Permuseuman
Prov. DKI Jakarta, Jakarta, 2002 . Maulid Nabi Muhammad Dalam Tinjauan Syariah, PB.
Syahamah, Jakarta Tim Penyusun, Sekilas Gambaran Kesenian Jakarta dan Latar Belakang
Kehidupan Dalam Masyarakat, Dinas Museum dan Sejarah, DKI Jakarta, 1979, Cetakan kedua
. Sekilas Hari-Hari Besar Islam, KODI DKI Jakarta, Dinas
Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta Tim Peneliti, Sejarah Perkembangan Islam di Jakarta, Abad XVII sampai Abad
XX, Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1979 Tjandrasasmita, Uka. Sejarah Jakarta: Dari Zaman Prasejarah Sampai Batavia
tahun 1750 Dinas Museum dan Pemugaran Prov. DKI Jakarta, 2001 Untuk Beberapa Macam Rebana, Majalah Indonesia Indah, Jakarta, Nomor
32/1992 Widodo, A.S. Kota Tahi, dalam Ketoprak Betawi, majalah Intisari, (PT. Intisari
Mediatama, 2001) Wirosardjono, Soetcipto. Maulid Nabi, Roberik Asal Usul, Kompas Minggu, 23
September 1990, Jakarta
Yustiono (ed.), Islam dan Kebudayaan Indonesia, Yayasan Festival Istiqlal, Jakarta, 1993
DEPARTEMEN AGAMA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FORMULIR PENDAFTARAN CALON PESERTA WISUDA
SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2008/2009
1. Nama : Ahmad Awliya 2. Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 1 November 1986 3. Nomor Pokok : 104051001815 4. Fakultas : Dakwah dan Komunikasi 5. Jurusan : Komunikasi dan Penyiaran Islam 6. Program : S1 7. Judul Skripsi : Tradisi Perayaaan Maulid Nabi Muhammad Saw
Pada Komunitas Etnis Betawi Kebagusan 8. Tanggal Lulus : 27 Agustus 2008 9. No. Ijazah : 10. Indeks Prestasi : 3, 29 Yudisium: Amat Baik 11. Jabatan Dalam Organisasi 12. Kemahasiswaan : - 13. Alamat Asal : Jalan Kebagusan Raya Rt. 04 Rw. 01 No. 39,
Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12520 14. Alamat Sekarang : Jalan Kebagusan Raya Rt. 04 Rw. 01 No. 39,
Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12520 15. Nama Ayah : Abu Bakar 16. Pendidikan Ayah : SMU 17. Pekerjaaan Ayah : PNS 18. Nama Ibu : Masenun 19. Pendidikan Ibu : SMU 20. Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Jakarta, 17 September 2008 Tanda Tangan Ybs.
Ahmad Awliya
DEPARTEMEN AGAMA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
IDENTITAS ALUMNI Wisuda Ke : 73/ Tahun Akademik : 2008/2009
Yang Bertanda Tangan Di Bawah Ini : 1. Nama : Ahmad Awliya 2. Nomor Pokok : 104051001815 3. Jenis Kelamin : Laki-laki 4. Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 1 November 1986 5. Alamat Asal : Jalan Kebagusan Raya Rt. 04 Rw. 01 No. 39,
Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12520 6. Alamat Sekarang : Jalan Kebagusan Raya Rt. 04 Rw. 01 No. 39,
Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12520 7. Kode Pos : 12520 8. Telepon : (021) 788 34 185 9. Jurusan/Program : Komunikasi dan Penyiaran Islam/S1 10. Judul Skripsi : Tradisi Perayaaan Maulid Nabi Muhammad
Saw Pada Komunitas Etnis Betawi Kebagusan 11. Pembimbing : Dr. Murodi, M.A 12. Penguji 1 : Dra. Hj. Roudhonah, M.A 13. Penguji 2 : Drs. Wahidin Saputra, M.A 14. Tanggal Lulus Ujian : 27 Agustus 2008 15. IP/Yudisium : 3, 29/ Amat Baik 16. Nomor & tanggal Ijazah : 17. Pekerjaan : - 18. Alamat Pekerjaan : -
Jakarta, 17 September 2008
Mengetahui, Tanda Tangan Ybs. Ketua Jurusan
Drs. Wahidin Saputra, M.A Ahmad Awliya
Wawancara dengan Narasumber I
Wawancara ini dilakukan pada tanggal 14 Mei 2008, pukul 11.50, bertempat di
sekretariat Ikatan Warga Betawi Kebagusan (IWBK), Jl. Kebagusan 4, Kebagusan, Pasar
Minggu, Jakarta Selatan. Wawancara ini dilakukan terhadap Zainal Abidin, sekretaris
umum IWBK Pusat.
Wawancara ini menggunakan bahasa nonformal percakapan sehari-hari dengan
penyuntingan sederhana agar lebih mudah dimengerti.
Ahmad Awliya (Aa) : Maaf nih, kalau ude ganggu kesibukan bapak.
Zainal Abidin (Za) : Enggak, ga apa-apa
Aa : Menurut bapak, Betawi itu seperti apa sih pak?
Za : Ya kalau orang betawi kan, orang yang berada di Pulau Jawa tapi tidak
berbahasa sunda walau ada beberapa istilah yang bercampur dengan sunda
itu sendiri. Asal-usul Betawi itu sendiri saya belum jelas tau nih, tapi yang
jelas bukan dari kerajaan.
Aa : Berarti ga ada istilah feodalisme dalam Betawi ya pak?
Za : Ya ga ada, ya dari rumpun melayu itu orang Betawi.
Aa : Kalau untuk orang Betawinya pak, ya maksudnya ciri-ciri orang Betawi?
Za : Ciri secara fisik atau apa nih?
Aa : Ya fisik atau juga sifatnya.
Za : Sifat orang betawi yang pertama religius, keagamaannya kuat, kental gitu.
Kemudian mang ada sebagian orang Betawi itu yang suka ngambek. Itu
sebenarnya sih bukan ngambek, itu karena harga diri orang Betawi itu
tinggi. Dan juga katanya orang Betawi itu males, kita bukan males orang
Betawi. Dulu waktu zaman kakek nenek kita, kalo kita mau sekolah dibilang
“ah.. elu ngapain sekolah, macul aja sono”. Orang macul kan bukan berarti
males, berarti masih ada yang dia kerjain. Cuma emang orang Betawi males
karena ga mau di atur gitu. Kan kalau dia jadi petani ga mau diatur, dia
ngatur dirinya sendiri gitu. Secara fisik sih sama aja, ga jauh beda.
Aa : Kalau kepribadiannya gimana, maksudnya orang Betawi itu apa suka
gimana?
Za : Pribadinya?
Aa : Heeh..
Za : Betawi itu suka humoris, sosialnya cukup tinggi. Ya kalau ada kesusahan…
buktinya dengan adanya kondangan, Betawi kan cukup rembuk. Ya kalau
ada yang meninggal kan ada tahlilan sebagai bukti bahwa orang Betawi itu
peduli sesama.
Aa : Yang menjadikan orang Betawi itu kental sama agama, apa ada faktor dari
leluhur atau orang-orang tua kita?
Za : Ya ada dari leluhur, ya kalau kata mereka daripada lu sekolah mendingan lu
ngaji. Ya mungkin dari sananya kali, zaman si Pitung kali. Hahaha…
Aa : Maksudnya udah turun menurun gitu ya pak?
Za : Iya udah turun menurun, iya adalah anak Betawi yang nakal. Suku manapun
juga ada itu.
Aa : Iya..ya..
Za : Tapi secara umum orang Betawi itu taat agama.
Aa : Kalau di Kebagusan, mayoritas orang Betawinya beragama apa pak?
Za : Islam..Islam.. ga ada orang Betawi Kebagusan beragama Kristen, atau Budha
atau Hindhu.
Aa : Ya karena mayoritas Islam, biasanya kan banyak kegiatan kayak Maulid,
Isra Mi’raj, dan lain-lain. Nah kira-kira apa sih yang membuat mereka
terkadang suka banget ngadain acara kayak gitu?
Za : Yang pertama adalah mereka cinta bener ama Rosul, sehingga apapun
bentuknya. Entah dia nyunatin, ngawinin, entah orang mati pasti ada Maulid
sebab begitu cintanya ama Rasul. Ya menjunjung tinggi gitu. Ya kalau
sekarang-sekarang ini ada yang ngomong Maulid itu bid’ah-lah itu mah
ditolak bener sama orang Betawi.
Aa : Maksudnya di Kebagusan?
Za : Iya maksudnya di Kebagusan.
Aa : Faktor yang buat antusias orang mau aja gitu, ya maksudnya ngumpul untuk
Maulid?
Za : Yang pertama mungkin, ada juga pengaruh dari teman. “Ya gw ga enak ah
ma temen makanya gue hadir ah ma dia”. Kayak gitu tuh. Ya faktor
utamanya sih karena mereka cinta sama Rosul.
Za : Ya bisa dilihat lah, misalnya di masjid mana nih ada Maulid. Diliat orangnya
juga, nah masjid itu jarang kemana-mana tuh. Makanya kita datang. Nah
kalau hadir kan nanti bisa tambah rame lagi.
Aa : Kalau dari tokoh masyarakat atau tokoh agama yang ada di Kebagusan itu
gimana pak?
Za : Oh iya.. Dalam kehidupan gitu?
Aa : Iya, maksudnya ketika mereka bilang iya yang lain pada ikut iya gitu.
Za : Ya kalau disini itu ada orang-orang seperti itu.. seperti tokoh-tokoh agama
atau masyarakat gitu. Ya itu mank orang-orang yang diakuin sama
masyarakat. Jangankan dia bener, dia bohong juga diikutin ma orang gitu.
Hehehe..
Aa : Kira-kira pengaruhnya itu apa dari kegiatan-kegiatan kayak Maulid terhadap
kehidupan sehari-hari?
Za : Ya emang sejauh ini belum tampak di masyarakat. Ya acara Maulid kan
untuk nambah iman dan takwa, tapi kadang-kadang itu juga ga seratus
persen tepat sasaran. Kalau di Kebagusan kira-kira ada 30… eh 26.000
orang, 80 % orang Islam. Ya kita kan ga semuanya ikut gitu, pasti ada aja
yang… Ya ga seratus persen lah yang bisa ngubah hidup masyarakat
Betawi. Ya sedikit-sedikit ada gitu…
Aa : Ya kalau pada sosial kemasyarakatan, ya kalau ada Maulid disini mereka
sama tetangga jadi rukun atau gimana gitu?
Za : Ya itu betul karena mereka saling bantu. Salah satu contoh nih, kalau saya
ngadain Maulid di rumah saya, ya saya cuma ngundang orang datang, itu
saya cuma ngundang dia datang kadang-kadang ada yang suka bantu beras..
Aa : Pada bawa-bawaan gitu ya pak..
Za : Haha.. iya pada bawa.
Aa : Secara globalnya nih pak, kalau perayaan Maulid di Kebagusan seperti apa
pak?
Za : Ya biasa-bisa aja, seperti kayak ada pengajian, baca Al-Qur’an, atau tahlil,
ya intinya terus kemudian baca rawi. Ya itu aja, ga da perubahan dari dulu
dari saya masih kecil.
Aa : Faktor pendukung sama penghambatnya apa aja pak?
Za : Kalau yang mendukung, kalau ada Maulid gitu. Masyarakat Betawi sekecil
apapun berusaha untuk membantu. Ya kayak ada sesuatu aja yang kurang
kalau ga ngadain. Kemudian hambatannya, ya ada yang suka atau tidak
suka. Ya itu ya egonya orang Betawi itu tinggi.
Aa : Saran bapak untuk orang Betawi itu sendiri, khususnya yang ada di
Kebagusan dalam ngadain Maulid itu seperti apa?
Za : Saran saya kalau dalam Maulid, ya minimal ada yang nyangkut lah dari
tausyiahnya atau mencontoh prilaku Rosul. Kemudian juga jangan terlalu
berlebihan lah. Jangan yang ditekanin konsumsi mulu. Ya tapi kita ga bisa
menghilangkan itu semua karena emang udah kebiasaan kita. Kepengen ada
suatu acara Maulid yang simpel, tidak menyusahkan orang.
Aa : Tapi emang salah satu ciri dari Betawi kayak gitu?
Za : Ya emang ciri Betawi kayak gitu, gotong royong mah. Ada aja rejekinya.
Hehehe..
Aa : Mayoritas dari orang Betawi Kebagusan secara ekonomi kayak gimana?
Za : Pedagang.
Aa : Kalau untuk karyawan atau pegawai negeri sipil?
Za : Ya ada lah tapi ga lebih dari 30% lah..
Aa : Berarti 70%nya dagang ya?
Za : Ya dagang, ngobjek juga. Hehehe... Pengacara (pengangguran banyak
acara).
Aa : Untuk sosial kemasyarakatan, maksudnya cukup ramah atau enggak sama
orang-orang pendatang?
Za : Nah, orang kita pada dasarnya nrimo aja gitu, tidak ada masalah. Kalau
orang pendatang itu ga banyak lagu, ya kita oke-oke aja. Tapi kalau
pendatang tapi banyak tingkah ya udah… sikat aja.
Aa : Hahaha.. Ya udah pak, makasih banyak udah mau ngobrol-ngobrol.
Za : Gitu aja, iya dah sama-sama.
Jakarta, 14 Mei 2008
(Zainal Abidin)
Wawancara dengan Narasumber II
Wawancara ini dilakukan pada tanggal 22 Juni 2008, pukul 20.00, bertempat di
kediaman narasumber, Jl. Kebagusan Raya, Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Wawancara ini dilakukan terhadap Fadjriah Nurdiarsih, anak betawi asli Kebagusan yang
telah menyelesaikan S1-nya pada program studi Indonesia, fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya, Universitas Indonesia. Beliau sekarang menjadi editor di penerbit Komunitas
Bambu yang membawahi penerbit Mushaf dan Masup Jakarta yang banyak menerbitkan
buku-buku tentang Betawi dan Jakarta.
Ahmad Awliya (Aa) : Sehubungan dengan pekerjaan anda sebagai editor
buku-buku Betawi. Buku apa saja yang sudah pernah anda edit?
Fadjriah Nurdiarsih (Fn): Banyak… Salah satunya ialah buku mengenai Major
Riantje. Kalau kaitannya dengan Betawi, Mayor Riantje ini adalah seorang keturunan
Portugis yang menjadi orang terkaya di Batavia pada abad ke-19. Tapi karena ia mestizo
atau separuh keturunan Portugis sehingga kekayaan tidak dianggap oleh para penguasa
kolonial Belanda, padahal ia adalah orang terkaya.
Aa : Menurut anda, apa sih Betawi itu sendiri?
Fn : Betawi itu adalah istilah yang dilekatkan untuk menyebut suku bangsa yang
dianggap sebagai penghuni asli Jakarta. Tapi sebenarnya Betawi itu adalah
percampuran dari berbagai suku bangsa. Jadi ada suku bangsa asli di
Batavia yang kemudian berasimilasi dengan para pendatang yang akhirnya
membentuk suatu kebudayaan baru yakni Betawi yang dikenal pada abad
ke-19.
Aa : Kalau untuk bahasa Betawi?
Fn : Kalau kita bicara bahasa, bahasa itu menunjukkan kebudayaan. Misalnya
bahasa Indonesia digunakan oleh orang Indonesia. Berarti bahasa Betawi
adalah bahasa yang digunakan oleh orang Betawi. Jadi pengertiannya itu
�ocia, berbeda dengan bahasa Jakarta yang digunakan oleh orang-orang
yang berada di wilayah Jakarta, entah itu orang Betawi, Jawa, Sunda,
maupun yang lainnya.
Aa : Bagaimana dengan cikal bakal dari komunitas Betawi. Menurut anda seperti
apa?
Fn : Ya menurut saya orang Betawi itu gak ada kerajaan, ga punya mitos, asal
usul atau cerita dongeng mengenai darimana dia berasal. Tapi pada
hakikatnya tidak usah dipermaslahkan secara berlarut-larut.
Aa : Menurut Lance Castles, Betawi itu keturunan Budak? Bagaimana menurut
anda?
Fn : Asumsi Lance Castles itu berdasarkan data atau arsip yang ada pada
pemerintah Belanda. Ini sudah banyak disangkal oleh para pakar dan orang
Betawi itu sendiri bahwa arsip itu hanya menyebutkan orang Betawi baru
ada pada abad sekian, sebelum itu belum ada penduduknya di Batavia.
Karena dianggapnya Batavia ialah negeri yang kosong. Baru saat itu
didatangkan budak-budak dari Bali dan Sulawesi yang pada akhirnya
disebut sebagai cikal bakal orang Betawi.
Aa : Berarti anda setuju pada pendapat Ridwan Saidi bahwa orang Betawi sudah
ada sejak dahulu kala?
Fn : Ya..sebenarnya saya setuju juga karena tidak mungkin Batavia itu tanah
kosong sbelum ditemukan J.P. Coen.
Aa : Lalu bagaimana dengan orang Jakarta yang sudah lama mendiami Jakarta ini
dan kemudian menyebut dirinya sebagai orang Betawi?
Fn : Ya itu hanya pengertiannya. Memang ada beberapa ahli, saya lupa namanya.
Ia bilang orang Betawi itu adalah yang pertama adalah orang yang asli
keturunan Betawi, kedua adalah orang yang sudah tinggal lima generasi
berturut-turut di Jakarta.tapi kan sekarang sudah semakin maju, banyak
bukan asli Betawi tapi sudah tinggal selama lima generasi berturut-turut.
Jadi mereka juga tidak lagi memiliki keterikatan dengan daerah asal. Mereka
mengidentifikasikan orang Betawi padahal mereka adalah orang Jakarta.
Aa : Menurut anda bagaimana dengan komunitas etnis Betawi di Kebagusan?
Fn : Saya melihatnya cukup maju dan cukup solid. Terbukti dengan adanya
organisasi bernama IWBK (Ikatan Warga Betawi Kebagusan) meskipun
kiprahnya masih bersifat sosial. Masih hanya untuk menjalin silaturahmi
supaya tidak terputus, menguatkan identitas etnisnya. Tapi yang saya lihat
gerakan untuk menumbuh kesadaran akan Betawi masih belum ada.
Misalnya kalau �oci ada pelatihan teater, menari, musik. Ya kecintaan
seperti itu kan harus dipupuk, ya namanya kesenian Betawi saat ini sudah
mulai luntur.. Ya itu yang masih kurang, masih hanya mengandalkan
silaturahmi dan kumpul-kumpul aja.
Aa : Secara ekonomi maupun agama seperti apa?
Fn : Secara agama orang Betawi sudah dikenal dengan ketaatannya kepada Islam.
Bukan Betawi-lah kalau tidak Islam. Malah dulu orang Betawi dikenal
dengan sebutan orang Selam yang berarti orang Islam. Kalau kefanatikan ya
jelas ada, ya pokoknya mereka terkenal-lah kepatuhannya terhadap Islam.
Kalau bicara ekonomi itu relatif. Sebenarnya orang Betawi itu kaya, dalam
arti mereka punya tanah, kebun, dan usaha yang menghasilkan uang.
Memang kelemahannya orang Betawi itu gagap teknologi dan terhadap
kemajuan. Banyak yang hanya mengandalkan harta tanah warisan dan
kepemilikan kebun. Biasanya orang Betawi dikenal sebagai pedagang atau
ulama. Ya secara ekonomi saya melihatnya biasa-biasa saja. Dalam arti
orang Betawi itu mungkin kalau dilihat orang lain secara ekonominya ga
bagus, mungkin akan dibilang miskin. Tapi kalau orang Betawi dibilang
garis kemiskinan itu tidak benar karena mereka tidak berorientasi dengan
kekayaan. Yang dipentingkan itu adalah kebutuhan hidup dan cita-cita
mereka ya pergi haji. Jadi diluar itu mereka tidak materialistis lah, apa yang
dianggap orang lain kurang, bagi orang Betawi itu cukup.
Aa : Secara sosial kemasyarakatan seperti apa, apalagi dengan adanya para
pendatang?
Fn : Ya nerima-nerima aja walau masih ada ketegangan di Kebagusan karena
orang Betawi masih ingin dianggap sebagai pemilik tanah sekaligus tuan
rumah sementara orang Jawa disini sudah semakin banyak karena memang
tanah orang Betawi yang beli orang Jawa tapi penerimaan sehari-hari tidak
ada masalah hanya saja dalam aktifitas sosial maupun keagamaan itu orang
Betawi masih sulit nerima para pendatang untuk lebih menonjol karena ya
itu tadi masih ingin dianggap tuan rumah.
Aa : Berapa persen populasi orang Betawi dengan komunitas lainnya?
Fn : Saya rasa sekarang sudah cukup berimbang ya. Orang Betawinya banyak
tapi orang Jawa atau komunitas etnis lainnya juga banyak. Ya mungkin
50%-50%, udah ga bisa dibilang kampung Betawi asli.
Aa : Bagaimana dengan indikasi kebudayaan Betawi di Kebagusan sendiri?
Fn : Ya tentu saja yang berkaitan dengan upacara-upacara �ocia, misalnya nujuh
bulan, sunatan, aqiqah, pernikahan, dan yang berhubungan dengan
keagamaan seperti Maulid, selametan, atau tahlilan.
Aa : Apa pengaruhnya terhadap sosial kemasyarakatan?
Fn : Ya itu hanya lebih mengarah ke masalah kepercayaan, keyakinan dan
keafdolan saja.
Aa : Secara lebih real ada lagi?
Fn : Saya rasa hanya itu saja, orang kita (Betawi) hanya terbiasa saja melakukan
tradisi seperti itu yang harus dilakukan. Sebenarnya tidak ada keharusan
Cuma mereka merasa lebih tenang dan nyaman hatinya ketika
melakukannya. Mereka akan merasa berdosa jika tidak melakukannya.
Aa : Faktor apa saja yang membuat orang Betawi Kebagusan suka melakukan
hal-hal seperti itu?
Fn : Karena tradisi itu sebenarnya baik, seperti nujuh bulan, aqiqah, empat puluh
hari dikarenakan tujuannya baik untuk berdo’a memohon keselamatan. Jadi
aspek religiusitasnya terpenuhi, kenyamanannya terpenuhi.
Aa : Kritik dan saran anda untuk warga Betawi Kebagusan?
Fn : Seperti saya sudah bilang, harus lebih berpikir kreatif lagi. Kadang-kadang
orang Betawi itu maunya tenar saja. Misalnya mengadakan acara gede-
gedean, ada pawai, karnaval, pokoknya acara seremonial tapi disamping itu
harus ada aspek-aspek yang harus dibina seperti aspek-aspek sosial budaya,
penelitian, dan pelestarian budaya Betawi itu sendiri.
Aa : Kesimpulan yang dapat anda ambil dari wawancara ini?
Fn : Orang Betawi masih kuat memegang tradisinya. Ya menurut mereka apa
yang dianggap baik, apa yang orang tua dulu anggap baik maka akan
dilaksanakan walau mereka banyak yang tidak tahu apa landasannya.
Jakarta, 22 Juni 2008
(Fadjriah Nurdiarsih)
Wawancara dengan Narasumber III
Wawancara ini dilakukan pada tanggal 2 Juli 2008, pukul 21.00, bertempat di
kediaman narasumber, Jl. Kebagusan Raya, Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Wawancara ini dilakukan terhadap Abdul Azis, ketua Remaja Islam Masjid Baitul Rahim
(RISBA), Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Ahmad Awliya (Aa) : Apa yang anda ketahui tentang perayaan Maulid Nabi
Muhammad Saw.?
Abdul Azis (Az) : Perayaan Nabi Besar Nabi Muhammad Saw. adalah
sebuah gambaran dan luapan perasaan umat muslim seluruh dunia dan khususnya umat
muslim Indonesia untuk memuliakan Nabi Muhammad Saw. sebagai junjungan dan
panutan dalam kehidupan umat muslim dunia.
Aa : Berapa besar minat masyarakat terhadap kegiatan tersebut?
Az : Cukup besar dan banyak.
Aa : Menurut anda, faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat untuk
merayakan Maulid Nabi?
Az : 1. Karena kecintaan yang besar kepada Nabi Muhammad Saw.
2. Masyarakat banyak yang ingin mendengarkan ceramah dan petuah-petuah berharga
yang disampaikan oleh penceramah pada peringatan Maulid Nabi
3. Masyarakat banyak yang memanfaatkan momentum ini untuk untuk saling
bersilaturahmi serta bertemu dan bercengkrama karena biasanya banyak
tamu-tamu undangan dari luar lingkungan sekitar
Aa : Apakah faktor-faktor dari tokoh agama maupun tokoh masyarakat turut
mempengaruhi orang untuk merayakan Maulid Nabi?
Az : Iya…
Aa : Di kelurahan Kebagusan, seperti apakah bentuk perayaan Maulid Nabinya?
Az : Ada pembacaan rawi, ada pembacaan tilawah Al-Qur’an, ada penceramah
agama, ada beberapa sambutan dari tokoh masyarakat dan dewan
pemerintah setempat. Biasanya bentuknya seremonial dan diadakan di
masjid.
Aa : Dari pengamatan anda, berapa persentase masyarakat yang masih merayakan
Maulid Nabi?
Az : 90 %
Aa : Hambatan apa yang terdapat dalam perayaan Maulid Nabi yang pernah anda
lakukan?
Az : Kurang lebih dana, karena seringkali panitia kerepotan dalam penyediaan
konsumsi. Hal itu disebabkan banyaknya jama’ah yang datang seringkali
tidak sesuai dengan segala persiapan non teknis seperti itu. Seringkali juga
penceramah yang diinginkan tidak bisa hadir karena banyaknya schedulle
yang padat.
Aa : Apa tolak ukur keberhasilan dalam mengadakan perayaan Maulid Nabi?
Az : yang pertama itu penceramah yang diinginkan bisa hadir, tidak kekurangan
konsumsi untuk jama’ah, banyak jama’ah yang puas karena pelayanan yang
baik dan tidak ada kesalahan dalam pelaksanaan acara tersebut.
Aa : Apa pengaruh perayaan Maulid Nabi dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan di kelurahan Kebagusan?
Az : Mempererat tali silaturahmi antar warga, khususnya warga Kebagusan. Para
Jama’ah juga dapat mengambil hikmah dari ceramah agama yang
disampaikan serta bisa mencontoh akhlak Nabi Muhammad Saw.
Aa : Manfaat apa yang diperoleh setelah mengadakan perayaan Maulid Nabi
Muhammad Saw.?
Az : Semakin eratnya hubungan sosial antar warga Kebagusan, rasa kekeluargaan
yang tinggi, para dewan pemerintah dapat menyampaikan pesan dan
maklumat kepada warga, serta diharapkan dapat menambah ilmu dan
keimanan serta ketakwaan kepada Allah Swt.
Jakarta, 2 Juli 2008
(Abdul Azis)