94
TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW PADA KOMUNITAS ETNIS BETAWI KEBAGUSAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Oleh : Ahmad Awliya Nim : 104051001815 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M

AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

  • Upload
    vudieu

  • View
    270

  • Download
    16

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW

PADA KOMUNITAS ETNIS BETAWI KEBAGUSAN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh :

Ahmad Awliya

Nim : 104051001815

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H / 2008 M

Page 2: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW

PADA KOMUNITAS ETNIS BETAWI KEBAGUSAN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh :

Ahmad Awliya

Nim : 104051001815

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H / 2008 M

Page 3: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW

PADA KOMUNITAS ETNIS BETAWI KEBAGUSAN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh :

Ahmad Awliya Nim : 104051001815

Di Bawah Bimbingan :

Dr. Murodi, M.A Nip : 150 254 102

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H / 2008 M

Page 4: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD

SAW PADA KOMUNITAS ETNIS BETAWI KEBAGUSAN telah diujikan dalam

sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pada 27 Agustus 2008. skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh

gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta, 27 Agustus 2008

Sidang Munaqasyah

Ketua Sidang, Sekretaris Sidang,

Dr. Arief Subhan, M.A Umi Musyarofah, M.A NIP: 150 262 442 NIP: 150 282 980

Penguji,

Penguji I, Penguji II,

Dra. Hj. Raudhonah, M.A Drs. Wahidin Saputra, M.A NIP: 150 232 920 NIP: 150 276 299

Pembimbing,

Dr. Murodi, M.A NIP: 150 254 102

Page 5: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S-1) di UIN Syarif

Hidyatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya pergunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 10 Agustus 2008

Ahmad Awliya

Page 6: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

ABSTRAK

Dalam sejarah kehidupan Rasulullah Saw., 12 Rabiul Awwal memiliki makna tersendiri. Selain menandai kelahiran beliau, tanggal tersebut juga menandai hijrahnya Rasulullah ke Madinah, bahkan pada tanggal tersebut Rasulullah juga menghadap kepangkuan Allah Swt. Bagi komunitas etnis Betawi Kebagusan, tanggal tersebut diabadikan dalam bentuk perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.

Bagaimana tata cara pelaksanaan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di kelurahan Kebagusan? Apa pengaruh perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. terhadap kehidupan sosial kemasyarakatan komunitas etnis Betawi Kebagusan?

Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di Kebagusan dilakukan dengan cara membaca Al-Qur’an, mengirimkan do’a arwah, pembacaan riwayat Nabi Muhammad Saw., serta ditutup dengan ceramah agama dan do’a. Perayaan Maulid Nabi di Kebagusan menjadi wadah kebersamaan dan persatuan antar sesama muslim. Komunitas etnis Betawi Kebagusan dapat lebih terarah dan teratur dalam hidup bermasyarakat atas tuntunan sikap dan prilaku Rasulullah pada kehidupan sehari-hari. Hal ini ditandakan dengan kerukunan dan kebersamaan antar masyarakat Kebagusan, baik sesama warga Betawi maupun pada komunitas etnis lainnya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Penulis mendeskripsikan secara faktual apa yang dilihat dan ditemukan dari perayan Maulid Nabi Muhammad pda komunitas etnis Betawi Kebagusan. Metode ini didukung dari hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi yang telah dilakukan penulis di kelurahan Kebagusan.

Mendefinisikan agama adalah menjelaskan fungsi agama sebagai suatu simbol yang berlaku untuk memantapkan suasana hati dan motivasi-motivasi secara kuat yang meresap dan tahan lama dalam diri manusia. Caranya adalah dengan memformulasikan konsep-konsep mengenai suatu tatanan yang umum berkenaan dengan keberadaan (eksistensi) manusia. Maka selain suatu keyakinan, agama juga dapat menjadi bagian dan inti dari sistem nilai yang ada dalam kebudayaan masyarakat yang bersangkutan, sekaligus menjadi pendorong serta pengontrol tindakan-tindakan anggota masyarakat agar sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran agamanya.

Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. pada komunitas etnis Betawi Kebagusan merupakan ekspresi teologis atas kecintaan mereka terhadap Rasulullah. Sikap dan prilaku Rasulullah menjadi contoh tauladan yang baik dalam hidup bermasyarakat. Kejahatan dan tindak kriminal lainnya dapat berkurang melalui acara seremonial seperti ini. Dukungan dan partisipasi warga Betawi Kebagusan turut andil mensukseskan kegiatan tersebut. Keyakinan dan kecintaan yang besar terhadap Rasulullah menjadikan mereka gemar mengadakan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.

Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. ialah perkara yang baik dalam agama Islam. Di dalamnya tercantum kehidupan Rasulullah yang begitu mulia hingga dapat menjadi Uswatun Hasanah dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan seperti ini mampu menjadi motivator yang bernuansa agamis dalam kehidupan bermasyarakat di tengah-tengah terjadinya degradasi moral di Indonesia.

Page 7: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, segala pujian dan sanjungan penulis haturkan

kehadirat Allah Swt. yang telah berfirman: Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk

kamu agama kamu (Islam), dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Ku

ridhai Islam itu menjadi agama bagimu. (QS. Al-Maidah:3) Shalawat serta salam semoga

senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw., manusia mulia lagi dimuliakan

RabbNya, manusia yang namanya selalu terkenang sepanjang zaman dan terukir disetiap

hati orang yang beriman, manusia yang memiliki akhlak semulia Al-Qur’an, manusia

yang tidak akan pernah habis termakan zaman sekalipun bumi tenggelam dalam lautan.

Dengan tetesan keringat, basuhan air mata, serta segunung do’a akhirnya penulis

dapat menyelesaikan program studi S-1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.

Melewati hari-hari yang bahagia, namun terkadang penuh duka. Setidaknya inilah awal

untuk meniti jalan hidupyang lebih baik lagi.

Terselesaikannya skripsi ini sebagai syarat untuk menyelesaikan program studi S-

1 dan guna memperoleh predikat Sarjana Sosial Islam sangatlah penulis syukuri. Sebagai

hamba yang lemah dan penuh salah, inilah yang bisa diberikan demi kemajuan umat

Islam di Indonesia dan juga komunitas etnis Betawi dimanapun berada.

Untuk itulah perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada pelbagai

pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan baik secara moril maupun materil

sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis haturkan

kepada:

Page 8: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, M.A, sebagai Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, para Pembantu Rektor dan Staff Rektorat yang tidak bisa

disebutkan satu persatu tetapi tidak mengurangi rasa hormat penulis.

Bapak Dr. H. Murodi, M.A, sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi

yang juga sebagai dosen pembimbing skripsi penulis yang telah banyak membantu dalam

penulisan skripsi ini. Kepada Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A dan Ibu Umi

Musyarofah, M.A selaku kepala dan sekretaris jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jazakumullah khairan katsira.

Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi, terima kasih atas segala

ilmu yang kalian berikan. Semoga ilmu tersebut dapat berguna pada kehidupan penulis

yang akan datang.

Ayahanda Abu Bakar dan Ibunda Masenun, terima kasih atas spirit dan do’a yang

kalian berikan. Semoga Allah Swt. menjadikan kalian sebagai hamba-hamba pilihan

sehingga dapat memasuki surga yang penuh dengan kenikmatan dan kelezatan yang tidak

pernah dibayangkan manusia. Kepada adinda Syifa Amalia, Zaidah Umami, dan Nabilah

Firdayanti. Teruslah belajar dan berdo’a hingga akhir hayat kalian, jadikan keluarga kita

sebagai keluarga yang berilmu.

Seluruh teman-teman senasib seperjuangan KPI-C angkatan 2004-2005,

khususnya kepada Iskandar, Badru Zaman, Luthfi Anwar, Edwin Shaleh, Agustin Intan

Permata, Lilis Nurcholisoh, S.Sos.I, Hetty Maryati, S.Sos.I, Murniati, S.Sos.I, terima

kasih atas dukungan dan motivasi dari kalian. Terima kasih pula kepada Mardiyan

Rizkiyanti, S.E, dukungan dan motivasi yang diberikan membuat semangat penulis terus

bergelora.

Page 9: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada lembaga Lembaga

Kebudayaan Betawi (Bapak Yahya Andi Saputra), Forum Ulama dan Habaib Betawi

(Bapak Azis), Ikatan Warga Betawi Kebagusan (Bapak Zainal Abidin), Remaja Islam

Masjid Baitul Rahim (Abdul Azis), Kepala Kelurahan Kebagusan (Bapak Drs. Sabro

Malisi), Sekretaris Kelurahan Kebagusan (Bapak Achmad Zayadi), Ketua Dewan

Kelurahan Kebagusan (Bapak Muhdas, S.Ip.), dan Fadjriah Nurdiarsih, S.Hum.

Dengan segenap ketulusan dan keikhlasan dari lubuk hati yang paling dalam,

penulis mendoakan semoga segala bantuan, dukungan, bimbingan, kemudahan serta

perhatian yang telah diberikan mendapatkan kebaikan yang setimpal dari Allah Swt.

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripi ini jauh dari kesempurnaaan, bahkan

masih jauh untuk dapat dikategorikan penulisan ilmiah yang baik dan benar. Untuk itulah

penulis sangatlah mengharapakan kritik dan saran yang konstruktif guna perkembangan

dan kemajuan penulis selanjutnya. Semoga skripsi ini bisa memberikan kontribusi yang

berarti bagi masyarakat Betawi di Jakarta.

Jakarta, Juli 2008 M Rajab 1429 H

Penulis

Page 10: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

DAFTAR ISI

ABSTRAK……………………………………………………………………….i

KATA PENGANTAR…………………………………………………………...ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….v

DAFTAR TABEL……………………………………………………………….vii

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….....viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah......................................................................1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah..................................................5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................6

D. Metodologi Penelitian .........................................................................7

E. Sistematika Penulisan..........................................................................8

BAB II MAULID NABI MUHAMMAD SAW DAN

KOMUNITAS ETNIS BETAWI

A. Pengertian Perayaan............................................................................10

B. Pengertian Maulid Nabi Muhammad Saw…………………………..11

C. Sejarah Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di Jakarta..............19

D. Pengertian dan Sejarah Pembentukan Komunitas Etnis Betawi.........24

E. Komunitas Etnis Betawi Kelurahan Kebagusan Jakarta Selatan........34

BAB III GAMBARAN UMUM MASYARAKAT

KELURAHAN KEBAGUSAN JAKARTA SELATAN

A. Letak Geografis..................................................................................37

Page 11: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

B. Kependudukan....................................................................................39

C. Keadaan Komunitas Etnis Betawi Kelurahan Kebagusan..................41

D. Kebudayaan Masyarakat Kelurahan Kebagusan................................46

BAB IV TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW

PADA KOMUNITAS ETNIS BETAWI KEBAGUSAN

A. Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Syair Barjanzi

Pada Komunitas Etnis Betawi Kelurahan Kebagusan........................50

B. Model Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di

Kelurahan Kebagusan.........................................................................57

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………….61

B. Saran………………………………………………………………...63

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………......65

Page 12: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

TABEL

Tabel 1: Jamuan Maulid Nabi masa Raja Malik al-Muzaffar………………18

Tabel 2: Pembagian luas tanah kelurahan Kebagusan...................................37

Tabel 3: Jumlah penduduk kelurahan Kebagusan..........................................40

Tabel 4: Jenis pekerjaan masyarakat kelurahan Kebagusan..........................42

Tabel 5: Sarana Ibadah di kelurahan Kebagusan...........................................52

Page 13: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

LAMPIRAN

Lampiran 1: Surat keterangan bimbingan skripsi

Lampiran 2: Surat keterangan wawancara

Lampiran 3: Rawi Syair Barjanzi

Lampiran 4: Wawancara dengan narasumber

Lampiran 5: Wawancara dengan narasumber II

Lampiran 6: Wawancara dengan narasumber III

Lampiran 7: Peta wilayah kelurahan Kebagusan

Lampiran 8: Dokumentasi perayaan Maulid Nabi di Kebagusan

Lampiran 9: Tokoh dan warga Betawi Kebagusan

Page 14: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. merupakan peristiwa bersejarah bagi

umat Islam. Peristiwa ini diperingati sebagai hari lahirnya Nabi Muhammad Saw. yang

merupakan Nabi dan Rasul terakhir.

Tradisi1 Maulid juga dilaksanakan oleh komunitas etnis Betawi. Komunitas etnis

Betawi memiliki kaitan yang erat dengan agama Islam. Sejak dulu, orang Betawi dikenal

sebagai penganut agama Islam yang taat. Mereka rajin bersembahyang dan mengaji di

masjid. Mereka juga bercita-cita untuk pergi haji. Begitu inginnya pergi haji, ada

peribahasa di kalangan orang Betawi yang berbunyi:

Ya Allah, Ya Rabbi…. Nyari untung biar lebi Biar bisa pegi haji Jiarah kuburan nabi2 Orang-orang tua Betawi akan merasa sangat malu jika anaknya tidak bisa

membaca Al-Qur’an, atau tidak pernah bersembahyang di masjid. Dalam cerita Nyai

Dasima karya S.M Ardan yang baru-baru ini diterbitkan ulang oleh Masup Jakarta

(2007), ada bagian yang bercerita mengenai hal tersebut.

1 Menurut Dictionary of Sociology, tradisi adalah proses situasi sosial yang merupakan pewarisan

elemen kebudayaan yang diturunkan dari generasi ke generasi secara terus menerus. Secara lengkap tertulis, a social situation process in which elements of the cultural heritage are transmitted from generation to generation by contact of continuity. Lihat Henry Partt Fairchild (ed). 1962, Dictionary of Sociology, Paterson, New Jersey: Littlefield Adams & Co., hlm. 322.

2 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi: asal muasal, kebudayaan, dan adat isitadat, (Jakarta:Gunara Kata, 2001), hlm. 124

Page 15: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

“Ngomong-ngomong,” kata Wak Lihun sambil mendekat. Anaklo si Miun udeh kagak kenal langgar lagi sekarang, ye.” “Aye ngomongin sih ude cukup, Bang.”3 Warga Betawi Kebagusan adalah masyarakat yang fanatik terhadap agama yang

dianutnya, yaitu Islam. Tidaklah mengherankan jika berbagai pengajian marak di

kalangan masyarakat Betawi. Kaum ibu membentuk pengajian di majlis taklim, kaum

bapak memiliki pengajian di masjid, kaum remaja juga memiliki pengajian yang biasanya

diadakan bergiliran dari rumah ke rumah.4

Ketika merayakan Maulid Nabi terkadang setiap pengajian merayakannya sendiri-sendiri. Setiap pengajian akan saling mengundang jamaah pengajian yang lain. Tujuannya memang hanya memperingati, akan tetapi bagi orang Betawi tidak afdol rasanya jika tidak mengisi acara itu dengan ceramah agama dan pembacaan riwayat Nabi Muhamad Saw. karangan syeikh Jafar al-Barjanzi.

Tradisi Maulid bagi komunitas etnis Betawi memiliki ciri khas tersendiri

dibandingkan komunitas etnis budaya lainnya. Dalam perayaan Maulid, biasanya

pembacaan riwayat kehidupan Nabi Muhammad Saw. diiringi oleh iringan rebana.5

Rebana yang mengiringi ini adalah rebana ketimpring. Karena fungsinya tersebut, rebana

ini juga dinamakan rebana Maulid.6

Rebana adalah seni musik yang mendapat pengaruh dari dunia Arab. Kesenian ini

biasanya dipertunjukkan dalam upacara perkawinan dan Mauludan.7 Sebutan rebana

berasal dari bahasa Arab yakni “robbana” yang berarti “Tuhan kami”.8 Sebutan itu timbul

karena rebana biasanya digunakan untuk mengiringi lagu-lagu yang bernafaskan agama

3 S.M. Ardan, Nyai Dasima, (Depok:Masup Jakarta, 2007), hlm. 2 4 Hasil pengamatan penulis pada tahun 2007 s/d 2008 5 Ibid., 6 Tim Penyusun, Ragam Budaya Betawi, (Jakarta:Dinas Kebudayaan & Permuseuman Prov. DKI

Jakarta, 2002), hlm. 69 7 , Sekilas Gambaran Kesenian Jakarta dan Latar Belakang Kehidupan Dalam

Masyarakat, (Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah, Cetakan kedua, 1979), hlm. 16. lihat juga Tim Redaksi, Untuk Beberapa Macam Rebana, (Jakarta:Majalah Indonesia Indah No.32,1992), hlm. 15-17

8 , Peta Seni Budaya Betawi, (Jakarta:Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 1985/1986), hlm. 40

Page 16: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Islam. Di wilayah budaya Betawi, ada berbagai jenis rebana. Di antaranya rebana

ketimpring, rebana ngarak, rebana maulud, rebana burdah, rebana dor, rebana biang,

rebana hadroh dan rebana kasidah.9

Sebutan rebana ketimpring muncul karena adanya tiga pasang kerincingan yang dipasang di tepinya. Rebana ini memiliki tiga jenis ukuran dari yang garis tengahnya 20 hingga 25 cm. Dalam satu grup ada tiga buah rebana. Ketiga rebana itu mempunyai sebutan, yaitu rebana tiga, rebana empat dan rebana lima. Selain digunakan sebagai pengiring dalam pembacaan Maulid, rebana ketimpring digunakan juga untuk mengarak pengantin. Untuk jenis yang ini, rebana tersebut dinamakan rebana ngarak. Sedangkan untuk mengiringi pembacaan Maulid disebut rebana Maulid.10

Syair-syair yang dibawakan untuk keperluan mengarak dinamakan “Syair ad-

Diba’i”. Penamaan ini dikarenakan isi syairnya diambil dari Kitab Diwan Hadroh.

Sedangkan untuk mengiringi maulid, biasanya digunakan “Syair Barjanzi”. Hal ini

disebabkan syair itu diambil dari kitab Syaraful Anam karya Syeikh Jafar al-Barjanzi.

Tidak seluruh bacaan diiringi rebana., hanya bagian tertentu seperti: Assalammualaika,

Bisyahri, Tannaqaltu, Wulidalhabibu, Shalla ’Alaika, Badat Lana dan Asyrakal. Bagian

Asyrakal lebih bersemangat sebab semua hadirin berdiri.11

Pada mulanya, tradisi Maulid diperkenalkan oleh Shalahuddin al-Ayyubi, di desa Arbil, Moussil, Irak. Ketika dalam keadaan berperang, Sholahuddin al-Ayyubi yang terkenal dengan sebutan Singa Padang Pasir merasa prihatin dengan ghirah keislaman (semangat keislaman) yang semakin lama semakin memudar.12 Untuk mengembalikan orang Islam ke jalan Rasulullah, Shalahudin al-Ayubi merintis pertandingan Maulid. Pada saat itulah diadakan perlombaan mengarang riwayat dan pujian kepada Nabi. Sejak saat itu juga mulai dikenal “Syair Barjanzi”, “Syair Azzab”, “Syair ad-Diba’i” dan lain-lain. “Syair Barjanzi” dikarang oleh Syeikh Jafar al-Barzanji, Syair Azzab dikarang oleh Syekh al-Azzab, “Syair Ad-Diba,i” dikarang syeikh Muhammad ad-Diba’i. Syair ad-Diba’i dibawakan oleh keluarga Alatas yang merupakan orang Betawi keturunan Arab.13 Saat ini banyak sekali syair-syair lain yang dibacakan dalam Maulid. Perbedaan itu tidak dipentingkan, sebab memang tidak ada aturan yang pasti. Yang jelas, tiap pembacaan

9 Muhammad Zafar Iqbal, Islam di Jakarta; studi sejarah islam dan budaya betawi, tesis,

(Jakarta:Program Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, 2002), hlm. 375 10 Tim Penyusun, Ragam Budaya Betawi, op. cit, hlm. 68-69 11 Ibid,. hlm. 70 12 Muhammad Anwar, Sejarah Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:S.A. Alaydrus, 1988), hlm. 11 13 Ibid,. hlm. 9

Page 17: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Maulid itu mengandung pujian kepada Rasul serta riwayat perjuangan Rasul dari lahir hingga meninggalnya.

Setelah selesai perayaan Maulid, orang Betawi memiliki kebiasaan yang khas untuk menunjukkan keakraban mereka. Biasanya, tuan rumah akan menyediakan makanan ala kadarnya untuk dimakan. Pada zaman dahulu, makanan ini berupa nasi dengan lauk pauk lengkap yang diletakkan di atas tampah. Satu tampah terdiri dari nasi, ayam, tempe, dan telur. Satu tampah biasanya dimakan beramai-ramai oleh lima sampai enam orang. Dalam suasana seperti ini, terasa sekali keakraban yang muncul. Keakraban yang murni dan tanpa batas sama sekali.14

Pada masa sekarang, si empunya acara akan menyediakan berkat. Tiap orang

biasanya mendapat satu berkat yang berisi nasi beserta lauk pauk, kue-kue, dan buah.

Berkat dibungkus dalam kantong plastik hitam dan dibagikan menjelang acara selesai.

Kadang-kadang kalau berkat dengan nasi dan lauk pauk lengkap dianggap merepotkan,

tuan rumah akan memberikan berkat yang berisi sembako. Dalam berkat itu ada beras,

kopi, gula, teh, minyak goreng, mi instan, dan lain-lain.15

Bertitik tolak dari masalah ini maka penulis menuangkannya dalam skripsi yang

berjudul ”Tradisi Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Pada Komunitas Etnis

Betawi Kelurahan Kebagusan, Jakarta Selatan.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah ini dimaksudkan agar masalah lebih terarah dan lebih jelas

variabelnya. Batasan masalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mengenai

perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. pada komunitas etnis Betawi. Peneliti juga

membatasi tempat yang diteliti sebatas masyarakat kelurahan Kebagusan, Pasar Minggu,

Jakarta Selatan. Karena persoalan waktu, peneliti hanya membatasinya pada tahun 2007

s/d 2008.

14 Hasil pengamatan penulis pada tahun 2007 15 Hasil pengamatan penulis pada bulan Maret s/d Mei 2008

Page 18: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

2. Perumusan Masalah

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti juga merumuskan masalah ke dalam

beberapa masalah yakni:

a. Bagaimana tata cara pelaksanaan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di

kelurahan Kebagusan?

b. Bagaimana model perayaan Maulid Nabi Muhammad di Kelurahan

Kebagusan?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

A. Tujuan secara Umum Penelitian ini adalah:

a. Menggambarkan pelaksanaan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.

pada masyarakat kelurahan Kebagusan

b. Menemukan adanya keunikan dari pelaksanaan Maulid yang dilakukan

komunitas etnis Betawi kelurahan Kebagusan

B. Tujuan Ilmiah Penelitian ini

a. Meneliti tata cara pelaksanaan Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.

pada komunitas etnis Betawi Kebagusan

b. Meneliti keaktifan masyarakat Betawi Kebagusan dalam

menyelenggarakan Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.

c. Meneliti model perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw di kelurahan

Kebagusan

d. Input bagi Fakultas Dakwah & Komunikasi dalam pengembangan

Dakwah pada kegiatan Maulid Nabi Muhammad Saw

Page 19: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

2. Manfaat Penelitian

A. Manfaat teoritis penelitian ini adalah:

a. Pengembangan ilmu Dakwah dalam masyarakat

b. Pengembangan komunikasi antar budaya yang baik dalam masyarakat

c. Input bagi mahasiswa Fakultas Dakwah dalam hal pengembangan dan

penerapan keilmuan dakwah & komunikasi di masyarakat

B. Manfaat Praktis penelitian ini adalah:

a. Menambah wawasan dan informasi peneliti tentang budaya Betawi

b. Menambah wawasan dan informasi peneliti tentang pelaksanaan Maulid

Nabi Muhammad Saw. pada komunitas etnis Betawi

c. Meningkatkan semangat keislaman penulis untuk terus melestarikan

tradisi Betawi

D. Metodologi Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Penulis akan menggambarkan secara faktual apa yang dilihat dan ditemukan dari objek penelitian ini. Untuk memperoleh data yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini, maka digunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:

Observasi, yaitu pengamatan langsung pada perayaan Maulid Nabi Muhammad

Saw. di Kebagusan. Dalam hal ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran

yang tepat mengenai perayaan Maulid yang dilaksanakan komunits etnis

Betawi Kebagusan sehingga dapat disusun daftar wawancara yang tepat dan

cermat terkait dengan tata cara pelaksanaan dan model perayaan Maulidnya.

Observasi ini dilakukan dari tahun 2007 s/d 2008.

Wawancara, yakni suatu cara untuk mengumpulkan data dengan mengajukan

pertanyaan langsung kepada seorang informan atau seorang autoritas (seorang

Page 20: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

ahli atau yang berwenang dalam suatu masalah).16 Penulis mengajukan

pertanyaan kepada Bapak Zainal Abidin (sekretaris IWBK), Abdul Azis

(RISBA), dan Fadjriah Nurdiarsih sehingga mendapat gambaran pelaksanaan

perayaan Maulid Nabi pada komunitas etnis Betawi di Kebagusan.

Studi Dokumentasi, adalah merupakan teknik yang juga dilakukan dalam

mengumpulkan data berdasarkan buku, majalah, makalah, ataupun literatur-

literatur lainnya. Penulis akan mengumpulkan beberapa foto dan gambar

pelaksanaan Maulid yang dilaksanakan di Kelurahan Kebagusan. Dari

dokumentasi tersebut penulis akan meminta keterangan terhadap Bapak Zainal

Abidin dan Abdul Azis.

E. Sistematika Penulisan Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai skripsi ini maka penulis akan

menguraikan dalam lima bab.

Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, serta

sistematika penulisan. Bab ini memberikan gambaran atau kerangka dari

penelitian yang dilakukan.

Bab II Maulid Nabi dan Komunitas Etnis Betawi, pada bab ini penulis menjelaskan

landasan teori yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan. Bab ini

meliputi pengertian perayaan, pengertian Maulid Nabi Muhammad Saw.,

sejarah perayaan Maulid Nabi di Jakarta, pengertian dan sejarah pembentukan

komunitas etnis Betawi, serta penjelasan atas keberadaan komunitas etnis

Betawi di kelurahan Kebagusan.

16 Gorys Keraf, Komposisi, (NTT:Nusa Indah, 2001), hlm. 161

Page 21: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Bab III Gambaran Umum Masyarakat Kelurahan Kebagusan Jakarta Selatan,

penulis akan menggambarkan kelurahan Kebagusan yang menjadi objek

penelitian dan menjelaskannya melalui pengamatan terhadap letak geografis,

kependudukan, keadaan komunitas etnis Betawi, serta kebudayaan yang

terdapat di kelurahan Kebagusan.

Bab IV Tradisi Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Pada Komunitas Etnis

Betawi Kebagusan meliputi analisa penulis terhadap perayaan Maulid Nabi

Muhammad Saw. syair Barjanzi yang dilaksanakan oleh komunitas etnis Betawi

Kelurahan Kebagusan, serta model perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di

kelurahan Kebagusan.

Bab V Penutup, menguraikan kesimpulan berdasarkan penjelasan pada bab-bab

sebelumnya serta memberikan saran yang produktif dan membangun sehingga

dapat bermanfaat bagi komunitas etnis Betawi Kebagusan dan bagi penelitian-

penelitian selanjutnya. Pada bagian akhir, penelitian ini juga dilengkapi dengan

daftar pustaka.

Page 22: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

BAB II

MAULID NABI MUHAMMAD SAW DAN

KOMUNITAS ETNIS BETAWI

A. Pengertian Perayaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perayaan adalah pesta (keramaian, dsb)

untuk merayakan sesuatu. Sedangkan merayakan adalah memuliakan (memperingati,

memestakan) hari raya (peristiwa penting): -hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia; -

hari lahir.17

Pada hari besar Nasional dan keagamaan, masyarakat Kebagusan merayakannya

dalam bentuk acara seremonial. Seperti hari Kemerdekaan Indonesia atau yang kita kenal

sebagai 17-an. Warga Kebagusan merayakannya dengan mengadakan berbagai

perlombaan yang diadakan diberbagai tempat umum seperti lapangan, jalan, maupun

kebun-kebun kosong.18

Dalam hal Maulid Nabi, warga Kebagusan juga merayakannya secara seremonial.

Ini menandakan bahwa Maulid Nabi adalah hari bersejarah bagi umat Islam Indonesia,

khususnya umat Islam Kebagusan yang patut dirayakannya secara meriah. Hal ini dapat

dilihat dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan dimana banyak membutuhkan orang

17 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan

Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, edisi ketiga, 2003), hlm. 935 18 Hasil pengamatan penulis pada tahun 2007 s/d 2008

Page 23: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

banyak serta biaya yang besar. Di samping itu, perayaan Maulid Nabi biasanya diadakan

secara formal dengan susunan kepanitiaan lengkap dengan perangkatnya.19

B. Pengertian Maulid Nabi Muhammad Saw.

Kata Maulid merupakan bentuk mashdar Mimi yang berasal dari kata: walada,

yalidu, wilaadatan, maulidun, waldatun, wildatun, fahuwa walidun, wadzaaka mauludun,

lid, laa talid, maulidun, mauladun, miiladun. Yang berarti dari segi bahasa (etimologi)

adalah “Kelahiran.”20

Sedangkan pada istilah (terminology) berarti: Berkumpulnya manusia, membaca

apa yang mudah dari Al-Qur’an, dibacakan riwayat kabar berita yang datang pada

permulaan urusan Nabi Muhammad Saw., dan apa yang terjadi pada maulidnya (Nabi

Muhammad Saw.) daripada tanda-tanda kebesarannya, setelah itu dihidangkan bagi

mereka hidangan makanan, mereka memakannya dan mereka pulang tanpa ada tambahan

atas yang demikian itu.21

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Maulid berarti perayaan hari lahir Nabi

Muhammad Saw; bulan Maulud; bulan Rabiul Awwal.22 Sedangkan menurut Pusat

Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Maulid adalah 1. Hari lahir (terutama hari lahir

Nabi Muhammad Saw.): memperingati–Nabi Muhammad Saw.; 2. Tempat lahir; 3.

(peringatan) hari lahir Nabi Muhammad Saw.: acara-akan diisi dengan ceramah; bulan:

bulan Rabiul Awwal. Sedangkan bermaulid-Rasul berarti memperingati hari kelahiran

Nabi Muhammad Saw.23

19 Hasil wawancara dengan Abdul Azis 20 Syarif Mursal al Batawiy, Keagungan Maulid Nabi Muhammad Saw., (Jakarta al-Syarifiyyah,

2006), hlm. 13 21 Buletin Dian al-Mahri, edisi 10, tahun 2008, hlm. 10 22 Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta:Pustaka Amani), hlm. 246 23 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, op. cit, hlm. 725

Page 24: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Kelahiran Nabi Muhammad Saw. ke muka bumi ini merupakan karunia Allah

yang teramat agung untuk umat manusia. Kehadirannya bagaikan matahari terbit yang

menghapus kegelapan malam. Ia bagaikan rembulan di malam purnama dan air di tengah

padang sahara. Cahayanya menjanjikan kebahagiaan dan kesejahteraan abadi.24

Sekitar 14 abad yang lalu, pada suatu malam di bulan Rabi’ul Awwal, orang-

orang kafir majusi dikagetkan dengan padamnya api sesembahan mereka yang selama

ratusan tahun tidak pernah padam, pada malam itu juga penduduk kota Mekkah

dikagetkan dengan suara burung yang berterbangan di atas udara dengan suara yang

beraneka ragam, para pendeta ahli kitab dari golongan Yahudi dan Nashrani berkumpul

dan memanggil pengikut mereka untuk beramai-ramai keluar dari rumah menyaksikan

bintang besar yang berada di cakrawala yang sejak dahulu belum pernah muncul dan

belum pernah terlihat oleh ahli perbintangan, singgasana raja Persia-pun bergonjang pada

saat itu.25 Itu semua merupakan pertanda manusia istimewa pilihan Rabb semesta alam

baru saja lahir ke muka bumi setelah sembilan bulan berada dalam kandungan Siti

Aminah.

Ketika Siti Aminah mengandung Nabi Muhammad Saw., ia tidak merasakan

seperti kandungan yang dialami oleh wanita-wanita hamil lainnya. Menurut suatu

riwayat, ketika mau atau sedang mengandung. Siti Aminah tidak pernah merasa

kelelahan dan kepayahan, meskipun kandungannya berumur tua. Selama ia mengandung

pula, Siti Aminah kerap kali didatangi para Nabi yang memberitahukan kepadanya bahwa

24 , Maulid Nabi Muhammad Dalam Tinjauan Syariah, (Jakarta:PB. Syahamah),

hlm. 1 25 Muhammad Anwar, Sejarah Nabi Muhammad, op. cit, hlm. 25

Page 25: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

yang dikandungnya itu akan menjadi pelita dunia yang akan menerangi seluruh jagat raya

dari timur sampai barat serta utara maupun selatan.26

Dalam sejarah kehidupan Rasulullah, 12 Rabiul Awwal memiliki makna

tersendiri, selain menandai kelahiran Nabi, tanggal tersebut juga menandai Hijrahnya

Rasulullah ke Madinah, bahkan ada yang berpendapat pada tanggal yang sama Rasulullah

menghadap kepangkuan Allah Swt.27

Sekitar enam ratus tahun setelah Nabi Muhammad wafat, di kalangan umat Islam banyak yang telah melupakan ajaran Islam itu sendiri. Kejahatan dan kemaksiatan merajalela. Perbudakan, pencurian, serta diskriminasi terhadap perempuan yang pada zaman Rasulullah dihapuskan kini kembali marak. Umat Islam pada saat itu sudah tidak memiliki semangat keislaman seperti pada zaman Rasulullah, apalagi saat itu umat Islam sedang mengalami kelelahan dalam perang salib yang berkepanjangan.28

Jika Islam menganjurkan kepada umatnya untuk senantiasa memupuk persatuan

dan perdamaian, maka dalam kenyataannya sedikit demi sedikit umat Islam banyak yang

saling melakukan pertentangan, sekalipun adanya pertentangan itu hanya disebabkan oleh

soal-soal kecil dan sepele saja.

Dengan adanya perpecahan-perpecahan seperti itulah yang menyebabkan

kedudukan umat Islam semakin hari semakin menjadi lemah, dan akibat dari kelemahan-

kelemahan yang demikian itu maka sebagian negara-negara Islam dikuasai oleh negara-

negara adikuasa yang mayoritas dari Barat.

Dalam keadaan umat seperti itu, bangun dan bangkitlah Sultan Shalahudin al-

Ayyubi, yang terkenal dengan julukan ”Singa Padang Pasir”. Sultan Shalahudin al-

Ayyubi bangkit dengan tujuan agar umat tidak sampai berlarut-larut melupakan dan

meninggalkan ajaran dan perjuangan Rasulullah Saw. Maka dianjurkanlah orang-orang

26 Ibid,. hlm. 17 27 Syarif Mursal al-Batawiy, Keagungan Maulid Nabi Muhammad Saw., op. cit, hlm. 14 28 Muhammad Anwar, Sejarah Nabi Muhammad Saw., op. cit, hlm. 11

Page 26: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

untuk menulis kembali riwayat kehidupan Nabi dan perjuangannya serta dipentaskan

pada acara seremonial untuk membacakan kembali sejarah Nabi Muhammad Saw.

Penulisan riwayat Nabi tersebut dikarang beberapa Ulama pada saat itu, setelah selesai

ditulis lalu kaum Muslimin diundang untuk mendengarkan pembacaan riwayat kehidupan

Nabi yang diselingi oleh jamuan- jamuan yang telah disiapkan.29

Di zaman Khulafa al-Rasyidin dan Daulat Umayyah serta Abbasiyah, belum

berkembang ide memperingati kelahiran atau Maulid Nabi, sejarah mengungkapkan

bahwa dimulainya peringatan Maulid Nabi dimulai pada masa Daulat Fathimiyyah pada

abad 14 hijriyah. Acara itu berlangsung dengan sangat meriah.30 Raja Abu Sa’id al-Malik

al-Muzaffar31 (w. malam Rabu 18 Ramadhan 630 H) ipar dari Sultan Shalahudin al-

Ayyubi adalah orang pertama (pelopor) yang memperingati Maulid Nabi Muhammad

Saw. secara besar-besaran. Raja yang memerintah Kerajaan Arbil (Arbelles) sebelah

timur Mosul Irak itu; gagah berani, pandai mengatur strategi, alim, saleh, dan adil, hidup

dalam kesederhanaan, namun untuk memperingati Maulid Nabi Saw. beliau

mengadakannya selama tujuh hari tujuh malam yang bertujuan untuk membacakan

sejarah Nabi Muhammad Saw. Di samping itu diadakan pula pekan raya sepekan di

negeri tersebut.32 Salah satu contoh kebaikan Malik al-Muzaffar adalah membangun

Masjid Muzaffari di kaki gunung Qasiyun.33 Ibn Katsir pernah berkata: “Dia (Malik al-

29 Ibid,. hlm 11 30 Abdul Hadi W.M., Perayaan Maulud Melintas Abad, (Jakarta:Harian Pelita, Minggu, 11

November 1990), hlm. 10 31 H.L. Gottschalk, Al-Malik Al-Kamil, hlm. 44, sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari

Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994) 32 Buletin Dian Al-Mahri, op. cit, hlm. 10 33 Sebuah gunung terkenal di luar Damaskus

Page 27: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Muzaffar) dulu selalu menjalankan ibadah Maulid pada bulan Rabi’i dan merayakannya

secara meriah”.34

Menurut Cendekiawan Mesir, Hasan As-Sandubi dalam bukunya: Tarikh al-ihtifal

bil Maulud an-Nabawi, min al-asr al-awwal ila asr Faruq al-awwal, terbitan Kairo 1948,

menuliskan bahwasanya penguasa Fatimi pertamalah yang menetap di Mesir, al-Muidz

al-Din Allah (memerintah 341H/953-365H/975) yang untuk pertama kalinya merayakan

Maulud Nabi dalam sejarah Islam.35 As-Sundubi berasumsi bahwa al-Muidz al-Din Allah

merayakan Maulid Nabi karena ingin mencoba membuat dirinya populer di kalangan

rakyat dengan memperkenalkan beberapa perayaan, salah satunya yang paling penting

adalah Maulid.36

Sumber tertua yang menyebut tentang Maulid pada dinasti fatimi adalah karya

Ibnu al-Ma’mun. Nama lengkapnya adalah Jamal al-Din ibn al-Ma’mun Abi Abd Allah

Muhammad ibn Fatik ibn Mukhtar al-Bata’ihi.37 Ayahnya adalah al-Ma’mun ibn al-

Bata’ihi yang termasyhur, yang dari tahun 515/1121 menduduki jabatan Perdana Menteri

di istana khalifah Fatimi, al-Amir.38 Tanggal kelahirannya secara tepat tidak diketahui,

tetapi C.H. Becker mengasumsikan bahwa ia dilahirkan beberapa waktu sebelum ayahnya

34 Lihat mengenai Ibn Katsir, (lk. 700/1300-772/1373) E.l. (2), iii, hlm. 817-818, art. oleh H.

Laoust. Teks yang dikutip As-Suyuti di sini hampir identik dengan teks Ibn Katsir, Al-bidayah wa-n-nihayah fi t-ta’rikh, i14 jil. Al-Qahirah 1351-8/1932-9, jil. XI, hlm. 136-137, sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta INIS, 1994)

35 Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994), hlm. 20 36 As-Sundubi, Tarikh al-ihtifal bil Maulud an-Nabawi, min al-asr al-awwal ila asr Faruq al-

awwal, al-Qahirah 1948, hlm. 63. Sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)

37 Khit. I, hlm. 390; dalam Khit., hlm. 83 dan Itt. III, hlm. 69 namanya diberikan sebagai berikut: Jamal al-Mulk Musa ibn al-Ma’mun al-Bata’ihi. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)

38 E.I. (2), i, hlm. 1091-1092, s.v. al-Bata’ihi, art. oleh D.M. Dunlop. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)

Page 28: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

ditangkap, sebab Ibn al-Ma’mun menyandang gelar amir, yang pasti didapat dari

ayahnya.39 Ibn al-Ma’mun meninggal pada tanggal 16 Jumada I/30 Mei 1192.40

Dalam Khitat karya ibn al-Ma’mun berisi satu bagian tentang Maulid. Bagian

bacaan ini mengacu kepada tahun 517/1123, adalah sebagai berikut:41

Kemudian ia (=ibn al-Ma’mun sub anno 517/1123) berkata: saya tiba pada bulan Rabi’I dan kami (=ibn al-Ma’mun dalam bukunya) akan mulai dengan hal yang membuat bulan ini termasyhur, yaitu dengan menyebutkan hari kelahiran Junjungan yang pertama dan terakhir, Muhammad –semoga Allah memberkati dan mengaruniakan damai sejahtera kepadanya- pada hari ke tiga belas.42 Dan sebagai zakat (sadaqah) ia (=Khalifah al-Amir) memberikan 6000 dirham terutama dari mal an-najawa43, dan dari persediaan dar al-fitrah44 40 piring kue dan dari gudang para wali dan pelindung mauseloum agung yang terletak di antara Bukit dan al-Qarafah45, tempat para Anggota Keluarga Hamba Allah –semoga Allah memberkatinya dan mengaruniakan damai sejahtera- diistirahatkan; gula, amandel, madu, dan minyak wijen untuk tiap mausoleum. Dan Sana’ al-Mulk ibn Muyassar46 melaksanakan pembagian 400 ratl47 manisan (halwah) dan 1000 ratl roti.

39 C.H. Becker, “Zur Geschichtsschreibung unter de Fatimiden”, dalam: Beitrage zur Geschichte

Aegyptens unter dem Islam, erstes Heft, Strassburg 1902, hlm. 1-31, hlm. 23. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)

40 Wiet, G., “Compte rendu de ibn Muyassar, Annales d’Egypte, ed. H. Masse, Le Caire 1919 dalam: Jurnal Asiatique 18 (1921), hlm. 65-125, hlm. 85 cat. 3. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)

41 Khit, I hlm. 432-433. bagian bacaan ini langsung menyusul pemerian tentang perayaan hari lahir al-Amir pada tahun 517, yang didahului dengan pemerian tentang maulid al-Amir pada tahun 516. Jika ibn al-Ma’mun yang memerikan maulid an-nabi di bawah tahun 516, al-Maqrizi akan menempatkan kutipan itu pada maulid sesudah maulid al-Amir pada tahun 516, dan ini tidak demikian. Lihat Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994), hlm. 9

42 Menurut G.S.P. Freeman-Grenville, The Muslim and Christian Calendars, London etc. 1963, 13 Rabi’I 517 jatuh pada hari Jum’at 11 Mei. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta INIS, 1994)

43 Najwa adalah jumlah yang harus dibayar untuk pengajaran agama (Ismaili) dalam pertemuan-pertemuan yang khusus diadakan untuk keperluan ini, yaitu yang disebut majalis, lihat E.I. (2), v, hlm. 1033a, s.v. madjlis; cf. Khit., hlm. 391. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta INIS:1994)

44 Rumah penyimpanan manisan, aslinya dimaksudkan untuk id al-fitr, dibangun oleh Khalifah Fatimi kedua di Mesir, al-Aziz, lihat ibn Zafir, Akhbar ad-duwal al-munqti’ah, ed. A. Ferre, Le Caire 1972, hlm. 38. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)

45 Gunungnya adalah al-Muqattam; al-Qarafah adalah makam yang terkenal 46 Menurut As-Sundubi, Tarikh al-ihtifal bil Maulud an-Nabawi, min al-asr al-awwal ila asr

Faruq al-awwal, op. cit., hlm. 67, catatan 1, dia kelak menjadi kadi Misr pada tahun 526 dan 528, dan dia dibunuh oleh Khalifah al-Hafiz pada 531/1137, sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)

47 Sebuah ukuran isi, barangkali berasal dari kata litra Yunani

Page 29: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Untuk menyongsong peringatan tersebut, dipersiapkan pula sebuah buku yang

secara lengkap membahas tentang riwayat hidup Nabi Muhammad Saw. yang kemudian

ditulis oleh Al-Hafidz Ibnu Dihyah dengan judul “At-Tanwir fi-imaulidin Basyirin

Nazhir”48 (Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw yang menggembirakan). Dari

tulisan inilah beliau mendapatkan hadiah dari Raja Malik al-Muzaffar sebanyak 1000

dinar emas49,

Perayaan Maulid secara besar-besaran didasari karena pada zaman itu, Raja

Mongolia Zengis Khan mengganas, melabrak, serta menghancurkan negeri Irak. Raja

Malik al-Muzaffar membayangkan apabila rakyat tidak memiliki ketahanan mental yang

tinggi, tentu mereka akan menjadi korban keganasan nafsu ekspansionisme tersebut. Pada

saat semangat rakyat melemah, Raja al-Muzaffar menemukan gagasan untuk

membangkitkan dan mengorbankan semangat rakyat dengan mengungkap kembali

riwayat hidup Rasulullah yang penuh dengan nilai heroisme dan patriotisme dalam

menegakkan kebenaran serta melindungi hak kaum lemah dan golongan yang tertindas.

Dengan keberkahan Maulid tersebut, diharapkan dapat memompa semangat rakyat untuk

berjuang membela negerinya sampai titik darah penghabisan, sehingga Zengis Khan-pun

tidak berhasil melabrak kerajaan kecil tersebut.50

Menurut Ibnu Jauzi menuliskan bahwa Raja Maulana Malik al-Muzaffar

mengeluarkan jamuan sebanyak51:

Tabel 1

48 Dua naskah sajak Ibn Dihyah Kitab at-tanwir fi maulid as-siraj al-munir disimpan di Paris, lihat

GAL, GI, hlm. 311. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)

49 Muhammad Anwar, Sejarah Nabi Muhammad, op. cit,, hlm. 12 50 Syarif Mursal al-Batawiy, Keagungan Maulid Nabi Muhammad Saw., op. cit, hlm. 15 51 Muhammad Anwar, Sejarah Nabi Muhammad., op. cit, hlm. 13

Page 30: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

No. Jamuan Banyak

1 Kambing Panggang 5.000 ekor

2 Ayam 10.000 ekor

3 Keju 10.000 kg

4 Kue dan Buah-buahan 30.000 piring

Total Biaya 300.000 dinar emas

Sumber : Ibnu Jauzi dalam Al-Miratuz Zaman

Dewasa ini perayaan hari lahir Nabi Muhammad Saw (Arab. Maulid an-nabi)

pada tanggal 12 Rabiul Awwal (=Rabi’i) merupakan satu dari tiga hari raya muslim yang

utama.52 Meskipun Maulid berbeda dari dua perayaan lainnya, yaitu Hari Raya Buka

Puasa (‘Id al-Fitr) dan Hari Raya Qurban (‘id al-Adha) dimana Maulid Nabi bukan hari

raya agama, dan perayaannya tidak ditentukan oleh Hukum,53 namun dirayakan di hampir

seluruh dunia muslim termasuk di Indonesia.

C. Sejarah Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di Jakarta

Merekonstruksi proses Islamisasi di Jakarta dan sekitarnya pada abad ke-13 s/d

abad ke-16 tak dapat dilakukan tanpa menyebut nama-nama besar seperti Kyan Santang

dan Sunan Kalijaga. Tetapi fakta sejarah yang menopang terlalu sedikit yang dapat

diketahui. Namun lokasi makam Kyan Santang, legenda Parahyangan, kisah-kisah rakyat

52 Yang dimaksudkan adalah Islam Sunni. Dalam kalangan Syi’I maulid juga dirayakan, tetapi

perayaan-perayaan lain lebih penting. Cf. H. Lazarus-Yafeh, “Muslim Festival”, dalam Numen 25 (1978), hlm. 52-64. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994)

53 Th. W. Jynboll, Handleiding tot de kennis van de Mohammedaansche Wet, Leiden 1930, hlm. 109. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta INIS, 1994)

Page 31: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

tentang Sunan Kalijaga, kiranya dapat menghantarkan kita pada titik terang Islamisasi

Jakarta dan sekitarnya pada masa itu.54

Keberhasilan ekspedisi Fatahillah menaklukan Bandar Sunda Kelapa pada tanggal

22 Juni 1527 dengan 1452 prajurit berhasil mengusir orang Portugis dari sana.55

Fatahillah kemudian diangkat menjadi bupati pertama Sunda Kelapa dan mengganti nama

Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang berarti kemenangan murni atas pertolongan

Allah.56 Nama tersebut terinspirasi dari ayat Al-Qur’an yakni Inna Fatahna Laka Fathan

Mubina (surat al-Fatah ayat 1) dan terinspirasi pula oleh kemenangan Rasulullah atas

Makkah pada bulan Ramadhan 8 Hijriyah/Januari 630. Fatahillah adalah tentara muslim

pertama yang menaklukan Banten dan kemudian menguasai Sunda Kalapa dari Pajajaran

pada tahun 1527.57

Berdirinya bangunan masjid di Angke, Marunda, Tambora, Kampung Banda,

Kebon Jeruk memperlihatkan fakta bahwa dakwah Islam di Jakarta dan sekitarnya

memperoleh impetus, dorongan yang inerjikal. Jayakarta di bawah Fatahillah menjadi

payung yang ampuh melindungi proses Islamisasi itu.58

Ketika J.P. Coen menaklukan Jayakarta, orang-orang Islam mundur ke

pedalaman. Saat itu masyarakat Islam yang mayoritas di Batavia hidup di luar tembok

kota. Masjid menjadi pusat kegiatan keagamaan Islam. Hal itu membuktikan bahwa

masyarakat Islam Betawi tidak berhubungan dengan Belanda secara langsung.59

54 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 81 55 Edi S. Ekadjati, Fatahillah Pahlawan Arif Bijaksana, (Jakarta:Mutiara, 1983), hlm. 42 56 Ibid,. hlm. 48-49. Lihat juga Soekanto, Dari Djakarta ke Djajakarta, (jakarta Penerbit

Soeroengan, 1954), hlm. 60 57 R. Soekmono, Pengantar Sejarah kebudayaan Indonesia, jilid ke-3, (Yogyakarta:Kanisius,

1973), hlm. 56 58 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 81-82 59 Tim Peneliti, Sejarah Perkembangan Islam di Jakarta, Abad XVII sampai Abad XX, (Jakarta

Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah, 1979), hlm. 20

Page 32: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Pada akhir abad ke-18 para perantau dari Hadramaut (hadaral maut) memberi

darah segar bagi perkembangan dakwah Islam di Jakarta dan sekitarnya. Menurut C.C.

Berg, orang-orang Hadramaut baru berdatangan di Jakarta pada akhir abad ke-18 untuk

berniaga. Walau pada mulanya sekedar berniaga, tetapi akhirnya mereka terlibat dalam

gerakan dakwah. Yang terkenal diantara mereka ialah Sayid Alaydrus, pendiri masjid

Luar Batang. Orang-orang perantau Hadramaut banyak yang menikah dengan orang

Betawi, yang mereka sebut sebagai orang Melayu. Karena itulah orang-orang keturunan

Arab menyebut orang-orang Indonesia dengan sebutan akhwal, yaitu saudara Ibu.60

Cara-cara dakwah Islam pada masa itu adalah ceramah, pengajian dan pengajaran

fiqih, tauhid, Al-Qur’an dan Hadits menurut madzhab Imam Syafi’i. Penggunaaan

madzhab Imam Syafi’i disebabkan seluruh ulama Betawi saat itu berfaham Ahlu Sunnah

Wal Jamaah.61 Ahlus Sunnah Wal Jamaah ialah golongan atau madzhab yang dalam

membahas ajaran-ajaran Islam berpegang kuat pada sunnah (hadits-hadits shahih) dan

mempunyai pengikut terbanyak (mayoritas).62 Dalam perkembangan selanjutnya, para

ulama Betawi saat itu mulai membacakan riwayat nabi Muhammad Saw. untuk

dipertunjukkan guna menarik perhatian kepada masyarakat untuk masuk Islam. Cara ini

sangat menarik untuk mengajak orang masuk Islam sehingga orang Tionghoa banyak

yang masuk Islam seperti di daerah Tambora.63

Peringatan Maulid merupakan tradisi terpenting dalam budaya Melayu.

Peringatan ini dilakukan di masjid, mushalla, pesantren, kantor, dan perumahan. Kata

60 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 83. Lihat juga Tim Peneliti, Sejarah

Perkembangan Islam di Jakarta, Abad XVII sampai Abad XX, op. cit, hlm. 40 61 Ibid,. 62 Harun Nasution, Teologi Islam: aliran, sejarah, analisa, dan perbandingan, (Jakarta:UI Press,

1986) 63 Achmad Fadli HS, Ulama Betawi, tesis, program studi Timur Tengah, (Jakarta:Pasca Sarjana

UI, , 2006), hlm. 36

Page 33: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Maulud lebih akrab dalam dunia Melayu. Maulud merupakan sarana dakwah yang

relevan dengan kehidupan umat Islam di Indonesia.64 Pada upacara Maulud alim ulama

dan ahli agama di berbagai daerah Indonesia menceritakan tahap-tahap kehidupan Nabi

Muhammad Saw., dan membacakan kisah-kisah dari karya Ja’far al-Barjanzi, dan cerita-

cerita kehidupan Nabi Muhammad Saw. dari kitab Sharafil’l-anam.65 Di Indonesia,

Malaysia, dan Brunei diadakan secara resmi peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw di

istana-istana negara dan telah menjadi tradisi terpenting di budaya dunia Melayu.

Di Jakarta, Maulud diadakan secara resmi di Masjid Istiqlal yang dihadiri oleh

Presiden RI dan para pejabat tinggi serta duta-duta besar negara-negara Islam.66

Allah Swt. berfirman:

أسوة حسنة لمن آان يرجو الله واليوم الآخر وذآر لقد آان لكم في رسول الله الله آثيرا

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik

bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat

dan dia banyak menyebut nama Allah. (QS. Al-Ahzab:21).

Dalam Al-Qur’an Allah juga berfirman tentang kemuliaan pribadi Rasulullah:

وإنك لعلى خلق عظيم

Artinya: Sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad) memiliki akhlak yang agung

dan mulia. (QS. Al-Qalam:4)

Nabi Muhammad Saw. merupakan manusia yang paling mulia. Orang yang

mencintai Nabi Muhammad Saw. akan mendapat tempat dalam surga yang penuh hikmat.

64 Tim Penyusun, Sekilas Hari-Hari Besar Islam, (Jakarta: Dinas Kebudayaan dan Permuseuman

DKI Jakarta), hlm. 10-12 65 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Balai Pustaka, P dan K, Jakarta, 1984, hlm. 395. Lihat

pula Yustiono (ed.), Islam dan Kebudayaan Indonesia, (Jakarta:Yayasan Festival Istiqlal, 1993), hlm. 259 66 Muhammad Zafar Iqbal, op. cit, hlm. 414-415

Page 34: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Rasulullah Saw. bersabda: “Barang siapa yang mencintaiku, maka ia bersamaku nanti

dalam surga”. (HR. As-Sijzi dari Anan).

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

ما آان محمد أبا أحد من رجالكم ولكن رسول الله وخاتم النبيين وآان الله بكل

شيء عليما

Artinya: Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seseorang laki-laki di

antara kamu, tetapi ia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan Allah Maha

Mengetahui segala sesuatunya. (QS. Al-Ahzab:40)

Selain dari itu Allah berfirman:

ل ياأيها الناس إني رسول الله إليكم جميعاق

Artinya: Katakanlah hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah

kepadamu. (QS. Al-Araf:158)

وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين

Artinya: Dan tidaklah Kami mengutus engkau hai Muhammad melainkan untuk

menjadi rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Anbiya: 107)

Inilah dasar-dasar untuk merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad Saw. di

Jakarta, seluruh Indonesia, dan di dunia Melayu.67 Maulid Nabi Besar Muhammad Saw.

dirayakan secara kenegaraan. Masyarakat Betawi di Jakarta merayakan Maulid Nabi

Muhammad Saw. dengan sangat meriah di masjid-masjid, rumah-rumah, serta di tempat-

tempat umum. Dalam acara Maulid di Jakarta biasanya orang membaca syair-syair

Syeikh Ja’far Al-Barjanzi yang memuji Nabi Muhammad Saw. Para Hadirin membaca:

67 Ibid., hlm. 415-416

Page 35: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Ya Nabi Salam Alaika Ya Rasul Salam Alaika Ya Habib Salam Alaika Shalawatullah Alaika.68

D. Pengertian dan Sejarah Pembentukan Komunitas Etnis Betawi

Kata “Betawi” digunakan sebagai identitas etnis tidak dikenal oleh orang Betawi

sendiri di masa lalu. Sejak abad ke-18 ada ulama asal Batavia yang belajar mengajar di

Mekkah dan Madinah menggunakan kata “Al-Batawi” di belakang namanya, seperti

Syeikh Abdurrahman Al-Batawi yang sejaman dengan ulama terkenal Muhammad

Arsyad al-Banjari sekitar tahun 1710-1812.69 Tetapi hal itu lebih menunjukkan tempat

asal daripada identitas etnis, sebagaimana lazimnya nama ulama Nusantara saat itu,

seperti Mahfudz at-Tremasi dari Termas, bukan al-Jawi yang berarti orang Jawa dan

lebih berkonotasi etnis, Hasan Mustafa al-Garuti dari Garut bukan as-Sundawi yang

berarti orang Sunda atau Abdurrauf as-Sinkili dari Singkel bukan al-Asihi yang berarti

orang Aceh.70

Islam dan Betawi merupakan hal yang tidak bisa terpisahkan. Bahkan sebutan

“Betawi” hanya bisa digunakan oleh penduduk asli Jakarta yang beragama Islam.

Sedangkan untuk penduduk asli Jakarta yang beragama Kristen secara turun menurun

biasanya disebut dengan daerah asalnya, seperti penduduk asli Jakarta yang beragama

Kristen yang diduga keturunan Mardjikers di daerah Tugu Jakarta Utara disebut orang

68 Soetcipto Wirosardjono, Maulid Nabi, Roberik Asal Usul, (Jakarta:Kompas Minggu, 23

September 1990) 69 Abdul Azis, Islam dan Masyarakat Betawi, (Jakarta:Logos, 2002), hlm. 2 70 Mengenai kebiasaan ulama Nusantara di Haramain yang menambahkan nama tempat asal

mereka di belakang nama diri, lihat Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII; Akar pembaharu Islam Indonesia, (Jakarta:Kencana, 2005)

Page 36: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Tugu dan penduduk asli beragama Kristen di daerah Depok disebut orang Depok atau

Belanda Depok.71

A.S. Widodo mengatakan bahwa kata ”Betawi” berasal dari kata Batavia yang

diciptakan Belanda tahun 1619 guna mengenang nenek moyang orang Belanda yakni

suku “Bataav”.72 Nama Betawi diambil dari legenda rakyat tentang peperangan antara

pasukan Belanda dengan pasukan Mataram. Saat itu karena Kompeni73 kekurangan

peluru dan bahan peledak ditambah lagi dengan jumlah pasukan yang tersisa hanya 12

orang,74 sehingga sangat tidak memungkinkan mereka akan menang melawan pasukan

Mataram yang jumlahnya tiga kali lipat dari Belanda. Salah seorang prajurit Kompeni

mempunyai inisiatif untuk mengambil panci dan mengisinya dengan kotoran manusia

(tahi). Lalu kotoran tersebut dilemparkan kepada pasukan Mataram yang berada di balik

tembok sehingga mereka berlarian sambil meneriakkan kata “Mambet Tahi !” “Mambet

Tahi !” (bau tahi). Kejadian itulah yang menurutnya pernah menjadi julukan Batavia

sebagai kota Tahi.75 Namun asal muasal Betawi dari kata Batavia dibantah oleh Ridwan

Saidi, menurutnya plesetan kota Batavia menjadi Betawi telah terjadi lama sebelum

kedatangan Belanda di Indonesia.76

Adapun yang disebut orang Betawi adalah penduduk pribumi daerah Jakarta yang sudah tidak jelas lagi asal keturunannya disebabkan perpaduan atau hasil proses asimilasi antara penduduk pribumi yang sudah lama menghuni daerah Jakarta dengan suku bangsa lain yang datang sebagai penghuni baru, antara lain orang Banten, Jawa, Bugis, Makassar, serta pendatang dari bangsa asing seperti

71 Abdul, Azis, op. cit, hlm. 75 72 AS. Widodo, Kota Tahi, dalam Ketoprak Betawi, majalah Intisari, (Jakarta:PT. Intisari

Mediatama, 2001), hlm. 38-47 73 Sebutan untuk penjajah dari Belanda 74 Pada tahun 1619, pasukan Belanda banyak yang meninggal akibat terkena penyakit malaria,

pasukan dari Belandapun tak ada yang mau datang ke Batavia karena takut terjangkit penyakit menular itu. 75 AS. Widodo, Kota Tahi, op. cit, hlm. 38-47 76 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 16

Page 37: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Cina, Belanda, Portugis, India, dan Arab. (Budiaman, 2006:16-17)77. Guines dalam Irawati (1993) menyebutkan salah satu ciri orang Betawi adalah yang lahir dan hidup minimal tiga generasi di Jakarta. Di sisi lain, yang dimaksud orang Jakarta adalah orang-orang dari suku lain seperti Jawa, Sunda, dan Sumatra yang lahir, tinggal, maupun bekerja di Jakarta dalam jangka waktu yang cukup lama.78

Sedangkan bahasa Betawi79 secara linguistik merupakan bahasa Melayu yang digunakan oleh penduduk asli Jakarta (Betawi) sebagai percakapan sehari-hari. Berdasarkan daftar kosakata Swadesh, seorang peneliti Amerika yang bersuamikan orang Indonesia, Kay Ikranegara, menyimpulkan hasil perhitungannya bahwa 93% kosakata dasar bahasa Betawi sama dengan kosakata bahasa Indonesia (disini bahasa Indonesia dianggap sebagai salah satu variasi bahasa Melayu). Sisanya 7% berasal dari bahasa Jawa, Sunda, Bali, dan Cina.80

Menurut Yasmine Zaki Shahab seperti dikutip Irawati (1993:19-20), masyarakat budaya Betawi dapat digolongkan menjadi tiga bagian81:

77 Fadjriah Nurdiarsih, Pandangan Sosial Dalam Sketsa-Sketsa Firman Muntaco, skripsi, program

studi Indonesia, Fakultas Ilmu Bahasa UI, 2007, hlm.21-22 78 Ibid., 79 Ada beberapa istilah yang diberikan para peneliti bahasa dengan alasan masing-masing untuk

menyebut bahasa yang diucapkan oleh komunitas etnis Betawi dalam berkomunikasi. Para peneliti Belanda seperti van der Tuuk, van der Wall, dan lain-lain memberi nama Bataviiasche-Malaische. C.J Batten (1868) menyebutnya Basa Betawi dan Liem Kim Hok (1884) menggunakan nama Melayu Betawi. Hans Kahler (1966) dan Sri Sukesi Adiwimarta (1966) menyebutnya omong Jakarta. Kay Ikranegara (1975) memberi nama Melayu Betawi. Stephen Wallace (1976, 1977) dan C.D Grinjs (1991) memberi nama Jakarta Malay (Melayu Jakarta). Muhadjir (1964, 1977) menggunakan istilah dialek Jakarta. Namun pada tulisan-tulisannya yang terakhir, Muhadjir menggunakan bahasa Betawi (2001) atau bahasa Melayu Betawi (2004). Lihat Fadjriah Nurdiarsih, Pandangan Sosial Dalam Sketsa-Sketsa Firman Muntaco, op. cit., hal. 4

Berkaitan dengan tumbuhnya kesadaran etnisitas akhir-akhir ini, istilah bahasa Betawi lebih popular digunakan, meskipun istilah yang benar seharusnya bahasa Melayu dialek Betawi. Bahasa Melayu adalah induk dari bahasa Betawi dan memiliki tiga subdialek, yaitu tengah, pinggir, ora. Lebih jelas lihat Abdul Chaer, Perkembangan Bahasa Melayu di Jakarta (2007).

80 Muhadjir, Bahasa Betawi: sejarah dan perkembangannya, (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 2000), hlm. 61

81 Fadjriah Nurdiarsih, Pandangan Sosial Dalam Sketsa-Sketsa Firman Muntaco, op. cit., hlm.7

Page 38: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

a. Betawi Tengah, meliputi wilayah yang dahulu menjadi Gemente Batavia,

tidak termasuk Tanjung Priuk. Wilayah budaya Betawi Tengah meliputi

seluruh Jakarta Pusat, sebagian Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.

Kebudayaannya sebagian dipengaruhi ajaran Islam.

b. Betawi Pinggir, meliputi sebagian wilayah Jakarta Timur, sebagian

Selatan Bogor dan Bekasi. Kebudayaannya banyak dipengaruhi

kebudayaan Jawa dan Sunda.

c. Betawi Ora, meliputi pinggiran Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan

Tangerang. Kebudayaannya banyak dipengaruhi kebudayaan Cina.

Jika kita kembali pada abad ke-10M, proses asimilasi mukimin awal berbahasa Sunda kuno dengan pendatang dari Kalimantan Barat berbahasa Melayu Polinesia membentuk sebuah komunitas baru yang menjadi kelompok etnik baru. Kelompok ini sampai dengan abad ke-19 disebut sebagai Melayu Jawa.82

Menurut Raden Arya Sastradarma yang menyusun karangan yang berjudul Kawantonan Ing Nagari Batawi, berdasarkan penglihatannya pada tahun 1865, kelompok etnik ini sudah menyebut dirinya sebagai “orang Betawi”, bercampur dengan sebutan sebagai “orang Selam”.83 Penyebutan diri sebagai orang Selam tampaknya tidak banyak dipakai lagi oleh orang Betawi sendiri di awal abad ke-20. Orang-orang Cina masih meneruskan sebutan orang Selam. Sedangkan orang-orang Arab lebih suka menyebut orang Betawi sebagai orang Melayu. Ada sebutan yang tidak terlalu populer untuk kelompok etnik ini sebelum mereka dinamakan Melayu Jawa yaitu orang Semanan. Sebutan ini berasal dari plesetan bahasa Iban Senganan yang berarti orang yang baru masuk Islam.84

Di dalam buku Sejarah Nasional Indonesia III diuraikan tentang kitab Sanghyang

Siksakhanda yang merupakan pedoman etnik bagi orang Pajajaran dan taklukannya.

Tatkala pesisir utara Jawa mulai dari Cirebon, Kerawang, dan Bekasi terkena pengaruh

Islam yang disebarkan oleh orang-orang Pasai, maka tidak sedikit orang-orang Melayu

82 Analisa Ridwan Saidi terhadap Lukisan Ernest Alfred Hardouin, 1853 83 Drs. S. Z. Haditsucipto, Sekitar 200 tahun Sejarah Jakarta (1750-1945), (Jakarta:Dinas Museum & Sejarah DKI Jakarta, 1979), hlm. 53 84 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 15

Page 39: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Jawa yang memeluk Islam. Penguasa Pajajaran menyebut mereka sebagai kaum langgara,

berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya orang yang telah berubah atau beralih.85

Orang-orang Melayu Jawa ini meninggalkan pedoman etnik Hindu Sanghyang

Sikskhanda. Tempat berkumpul mereka disebut langgar. Karena itu orang Betawi masih

menggunakan istilah itu sebagai padanan mushalla. Kaum langgara inilah yang

dinamakan Semanan. Penyebutan orang Betawi baru muncul di abad ke-19. adapun

plesetan kota Batavia menjadi Betawi telah terjadi lama sebelum itu. Hal ini karena

masalah transliterasi Arab, penulisan Batavia menjadi ba-ta-wau-ya, Betawi.86

Abdul Azis87 berpendapat bahwa etnis Betawi terbentuk relatif baru yaitu pada

sekitar permulaan abad ke-19 yang merupakan percampuran antar berbagai unsur suku

bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar wilayah Nusantara. Secara luas

telah diketahui bahwa penggunaan istilah Betawi merujuk kepada Batavia, sebuah nama

yang digunakan penjajah Belanda untuk kota Jakarta masa lalu. Sehingga sebelum istilah

Betawi lazim digunakan, mereka menyebut diri mereka sendiri dengan sebutan Orang

Selam.88

Raden Arya Sastradarma, seorang pelancong dari Surakarta yang menuliskan

pengalamannya selama di Batavia pada tahun 1870 dalam buku berjudul Kawontenan Ing

Nagari Betawi, menemukan bahwa umumnya penduduk Batavia saat itu menggunakan

bahasa Melayu dalam percakapan sehari-hari dan mereka menyebut diri dengan Orang

85 Ibid,. hlm. 15 86 Ibid,. hlm. 16 87 Abdul Azis, Islam dan Masyarakat Betawi, op. cit, hlm. 2 88 Ibid., hlm. 4

Page 40: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Selam yang agaknya merupakan pengucapan setempat untuk Islam, sebagaimana Srani

untuk kata “Nasrani”.89

Berbeda dengan pendapat tersebut, Ridwan Saidi membantah bahwa orang

Betawi asli itu tidak ada karena mereka berasal dari berbagai suku Cina, Arab, dan

Melayu. Ridwan Saidi berpendapat bahwa nenek moyang orang Betawi sudah ada sejak

daerah itu dikenal dengan nama Sunda Kelapa yang pada tahun 1522 dikontrakkan

kepada Portugis oleh kerajaan Pakuan dan pada 1527 Fatahillah merebut dan

memerdekakannya dari cengkraman kulit putih. Pertanyaan yang kemudian muncul

adalah apakah kota Sunda Kelapa yang sudah memiliki pelabuhan samudera tidak

berpenduduk? Kalau Betawi Lama (Sunda Kelapa) tidak berpenduduk, siapa yang

membongkar muatan di Sunda Kelapa? Tentunya ada kuli gotong dan kuli panggul yang

pastinya telah berumah tangga dan memiliki sanak saudara.90

Ridwan menilai sangat tidak bertanggung jawab pernyataan yang mengatakan

bahwa orang Betawi itu tidak ada karena mereka dikatakan berasal dari Cina dan Arab.

Jauh sebelum kedatangan orang Arab dan Cina serta suku bangsa lain, Bandar Sunda

Kelapa/Jayakarta/Oud Batavia sudah ada penduduknya.91

Prof. Slamet Mulyana dalam bukunya Dari Holotan ke Djayakarta

mengungkapkan bahwa dalam satu ekskavasi di kawasan Condet, Jakarta Timur,

ditemukan kapak genggam dari zaman Neolitichum. Ini memberi petunjuk bahwa

kawasan Condet merupakan daerah hunian purba di Jakarta. Buku Sejarah Nasional

Indonesia III, editor umum: Marwati Djuned Pusponagoro dan Nugroho Notosusanto,

mengungkapkan bahwa ketika orang Belanda datang pertama kali tahun 1956 di Kalapa,

89 Ibid., hlm. 29 dan 74 90 Ridwan Saidi, Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta, (Jakarta:LSIP, 1994), hlm. 41 91 Ibid., hlm. 42

Page 41: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

mereka menceitakan bahwa banyak sekali dijumpai para pencari ikan. Dan selanjutnya

dalam Hikayat Banjar disebutkan bahwa penduduk yang berada di dalam dan di luar

kraton Jayakarta berjumlah 3.000 keluarga. Bila setiap keluarga rata-rata terdiri dari 5

jiwa, maka jumlah penduduk di Kalapa diperkirakan 15.000 orang yang berdiam di

kraton dan kawasan sekitarnya.92

Berdasarkan persebaran kapak persegi dari kebudayaan Neolitik, baik menurut

Solheim maupun R. Von Heine Geldern, dapatlah diperkirakan bahwa tanda-tanda

adanya awal pendudukan daerah-daerah di Indonesia termasuk daerah Jakarta

diperkirakan mulai 3000-1000SM. Usia ini tidak begitu bertentangan dengan dugaan usia

terjadinya dataran rendah menurut Dr. Verstappen yaitu 5000 tahun yang lalu. Hal itu

dapat dihubungkan pula dengan bukti bahwa tempat-tempat penemuan sebagian besar

alat-alat kapak persegi, beliung, batu-batuan itu kebanyakan berada di daerah Jakarta

yang letaknya di atas tanah-tanah93 yang lebih tinggi daripada dataran hasil

pengendapan.94

Bondan Kanumoyoso dalam pengantar buku Profil Etnik Jakarta mengatakan

bahwa Lance Cantles dalam suatu artikelnya menyebutkan salah satu unsur yang

membentuk etnis Betawi adalah para budak karena ia mendasarkan analisanya pada data

jumlah budak yang menetap di kota Batavia.95 Memang benar bahwa sampai dengan

abad ke-18 jumlah budak di dalam kota Batavia lebih banyak daripada jumlah penduduk

bebas. Namun jika kita mengalihkan perhatian ke wilayah di luat tembok kota yang

92 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 4 93 Pada tahun 1699 jumlah penduduk Batavia 21.911orang, dan penduduk Ommelanden 49.688

orang. Sedangkan tahun 1759 penduduk Batavia 16.194 orang dan Ommelanden 111.172 orang. Lihat Remco Raben, Batavia and Colombo, The Etnic and Spatial Order of Two Colonial Cities, 1600-1800, PH. D., dissertation: Leiden University, 1996, hlm. 309-319

94 Uka Tjandrasasmita, Sejarah Jakarta: Dari Zaman Prasejarah Sampai Batavia tahun 1750 (Jakarta:Dinas Museum dan Pemugaran Prov. DKI Jakarta, 2001), hlm. 12

95 Lance Castles, pengantar Profil Etnik Jakarta, (Jakarta:Masup Jakarta 2007), hlm. xii-xiii

Page 42: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

disebut dengan Ommelanden akan didapat gambaran yang berbeda. Jumlah penduduk

Ommelanden lebih besar daripada penduduk di dalam kota.96

Dalam prasasti Tugu disebutkan tentang penggalian Sungai Chandrabagha (sungai

Bekasi) oleh Raja Purnawarman. Sri Maharaja Purnawarman pada tahun ke-22

pemerintahannya memerintahkan pula menggali sungai Gomati sampai ke laut sepanjang

6.122 tombak atau sama dengan 12 km., dikerjakan dalam waktu 21 hari. Setelah

pekerjaan itu selesai diadakan upacara besar-besaran dan raja menghadiahkan 100 ekor

lembu kepada rakyat dan para Brahmana yang telah berjasa membuat saluran itu. Juga

ditanamkan patung Ganesha, dewa keselamatan, untuk menjaga bahaya.97

Dengan demikian sudah ada komunitas yang disantuni oleh kerajaan

Tarumanegara pada saat itu. Dapatlah dibayangkan berapa banyak jumlah tenaga kerja

yang dilibatkan dalam pembuatan sungai itu serta betapa ramai pesta yang diadakan

setelah itu.98

Wilayah kerajaan Tarumanegara yang berbatas timur sungai Citarum, berbatas

barat sungai Cisadane, berbatas selatan gunung Salak dan Gede, dan berbatas utara laut

Jawa, mempunyai rakyat dalam jumlah besar. Hanya saja berapa besar populasi

Tarumanegara tidak diketahui secara pasti. Namun dari prasasti Tugu dapat disimpulkan

bahwa kerajaan ini berpenduduk. Mereka yang berdiam di Kalapa merupakan bagian dari

populasi Tarumanegara.99 Kalapa adalah nama yang paling purba dari kawasan yang

kemudian disebut Jakarta.100

96 Ibid., 97 Minggu Merdeka, minggu ke-5, November 1992 98 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 5 99 Ibid., hlm. 6 100 Ibid.,

Page 43: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Kerajaan Tarumanegara mulai memudar pada abad ke-7M. Sementara itu

kekuasaan Sunda Pajajaran belum bangkit. Prof. Slamet Mulyana berpendapat di antara

tenggang waktu tersebut terjadi vacuum kekuasaan politik di Kalapa. Dalam masa

vacuum itulah muncul kerajaan Budha Sriwijaya sebagai periode interrugnum di Kalapa.

Bahkan berdasarkan prasasti Kota Kapur yang berangka tahun 686 yang ditemukan di

Pulau Bangka, J. Moens dan Purbatjaraka berpendapat bahwa kerajaan Tarumanagara

runtuh akibat serangan Sriwijaya.101

Pada abad ke-12M kerajaan Sunda Pajajaran mendirikan sejumlah pelabuhan

antara lain di Cimanuk, Tangerang, dan di Kalapa. Pelabuhan ini didirikan bukan untuk

membangun prasarana fisik melainkan mendirikan kantor untuk mengutip cukai di

pelabuhan. Pelabuhan itu sendiri secara tradisional telah berfungsi. Pada

perkembangannya pelabuhan yang oleh Pajajaran dinamakan Sunda Kalapa102 merupakan

pelabuhan yang paling ramai dibanding dengan pelabuhan-pelabuhan lain yang dikontrol

oleh kerajaan Sunda Pajajaran.103

Keistimewaan Sunda Kalapa adalah pasokan airnya, di samping anggurnya yang

dibuat oleh orang-orang Cina sangat digemari oleh para pelayar. Orang-orang Kalapa

telah mengerti cara penyaringan air minum yang berasal dari sumber Kali Ciliwung.

Sampai dengan abd ke-18M orang-orang Belanda minum air kali Ciliwung yang telah

disaring. Hingga sekarang di daerah Jakarta-Kota ada tempat yang dinamakan

Penjaringan, yang seharusnya Penyaringan. Di samping itu adanya dua pasar kuno yakni

101 Minggu Merdeka, Minggu ke-5, November 1992 102 Ini suatu ungkapan berdasarkan gramatika purba dimana subjek yang diterangkan berada di

belakang yang menerangkan, berdasatr gramatika modern mestinya Kalapa Sunda, Kalapa yang menjadi milik Sunda. Lihat Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 7

103 Ibid.,

Page 44: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Pasar Ikan dan Pasar Pisang.104 Hal ini mengindikasikan dinamika kehidupan ekonomi

yang telah berlangsung lama di Kalapa.

Lantas, siapakah orang-orang Kalapa? Orang-orang Kalapa adalah orang-orang

yang berasal dari tanah Jawa. Mereka berbahasa Sansekerta, dan di zaman kekuasaan

Pajajaran mereka berbahasa Sunda Kuno. Orang-orang itu kemudian bercampur baur,

kawin mawin, dan membentuk komunitas baru dengan migran yang datang dari

Kalimantan pada periode interrugnum.105 Prof. Bernd Nothofer dari Frankfurt University

memperkirakan arus migrasi dari Kalimantan ke Kalapa telah terjadi paling sedikit 10

abad yang lalu. Inilah yang menjadi cikal bakal komunitas etnis Betawi di Jakarta.106

E. Komunitas Etnis Betawi Kelurahan Kebagusan Dominasi warga Betawi di kelurahan Kebagusan107 membuat daerah ini kental

dengan nuansa Betawi. Tradisi dan adat istiadat yang biasa dilakukan oleh orang Betawi

masih tetap bertahan di Kebagusan. Warga betawi Kebagusan sangatlah menghormati

para tokoh masyarakat atau sesepuh adat dan juga tokoh agama setempat. Kehidupan ini

berlangsung turun menurun sampai sekarang.108

Saking hormatnya dengan para tokoh masyarakat atau tokoh agama hingga dapat

mudahnya para tokoh-tokoh tersebut mengerahkan masyarakat untuk berbagai kegiatan,

baik yang umum maupun keagamaan. Sebagaimana pengerahan masyarakat untuk

kegiatan Maulid, para tokoh masyarakat dan tokoh agama ini dengan sengaja

diikutsertakan demi membantu terselenggaranya kegiatan Maulid tersebut.109

104 Lokasi Pasar Pisang di dekat Stadhuis, pasar ini telah lenyap pasca Perang Dunia ke II 105 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, op. cit, hlm. 8 106 Ibid., 107 Hal ini diperkuat oleh pengamatan Alwi Shahab dalam bukunya Queen of The East, hlm. 113 108 Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008 109 Hasil wawancara dengan Zainal Abidin

Page 45: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Beberapa tradisi yang dipertahankan oleh orang Betawi Kebagusan adalah yang

berkaitan dengan siklus hidup manusia, seperti upacara kehamilan, kelahiran, potong

rambut dan aqiqah, khitanan, khatam Qur’an, pernikahan dan kematian.110

Upacara-upacara ini dianggap penting karena menandai dimulainya babak baru

dalam kehidupan manusia. Oleh karena masyarakat Betawi Kebagusan adalah pemeluk

agama Islam yang taat, tidaklah aneh jika upacara-upacara siklus hidup ini juga

berdasarkan ketentuan dalam agama Islam. Bagi orang yang mampu, tentu akan

melaksanakan upacara ini meskipun sekarang tidak selengkap urutan aslinya.

Selain tradisi yang bersumber pada upacara siklus hidup, masyarakat Betawi

Kebagusan juga mengenal tradisi dalam merayakan hari raya Idul Fitri, Idul Adha,

Maulid Nabi maupun Isra Mi’raj. Tradisi ini menempati posisi yang istimewa bagi orang

Betawi kebagusan, terbukti dengan adanya ritual-ritual dalam perayaannya. Semangat

inilah yang membuat Kebagusan terkenal dengan kampung santri di Kebagusan.111

Berdirinya Ikatan Warga Betawi Kebagusan sebagai wadah pemersatu warga

Betawi Kebagusan turut andil memperkokoh tali silaturahmi sesama warga Betawi

Kebagusan. Masyarakat Betawi Kebagusan yang tadinya tidak mengenal sesama

komunitas etnis Betawi bisa saling mengisi dan membantu satu sama lain.

Kekompakan dan kebersamaan yang telah terorganisir melalui wadah IWBK bisa

terlihat dengan diadakannya lorisan kondangan. Sebuah acara dimana sesama pengurus

dan anggota IWBK yang notabene warga Betawi Kebagusan dapat hadir dalam rangka

tasyakuran atau hajatan. Tasyakuran yang dimaksud berkenaan dengan acara pernikahan

yang akan diadakan oleh salah satu pengurus maupun anggota IWBK. Setiap anggota

110 Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008 111 Ibid.,

Page 46: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

IWBK wajib membayar iuran yang sudah ditentukan untuk diserahkan kepada empunya

hajatan. Disaat itulah mereka berkumpul sekaligus bersilaturahmi sesama warga Betawi

Kebagusan112. Bagi warga Betawi Kebagusan, kebersamaan dan persaudaraan antar

sesama warga Betawi maupun pendatang harus terjalin dengan baik guna meningkatkan

rasa aman dan tenteram di dalam kehidupan bermayarakat dan bernegara. Mereka seakan

tidak mempengaruhi tingkat sosial maupun asal daerah bilamana sesama warga

Kebagusan dapat saling tolong menolong dalam menciptakan keamanan dan ketertiban

daerah sekitarnya.

112 Hasil wawancara dengan Zainal Abidin

Page 47: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

BAB III

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KELURAHAN KEBAGUSAN

JAKARTA SELATAN

A. Letak Geografis

Kebagusan merupakan salah satu kelurahan yang berada di daerah kecamatan

Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kelurahan Kebagusan memiliki luas 226 hektar.113

Berdasarkan peta wilayah yang terdapat pada SK. Gubernur DKI Jakarta nomor 1251

tanggal 29 Juli 1986, letak kelurahan Kebagusan sebelah utara berbatasan dengan arteri

jalan TB. Simatupang dan sebelah selatan dengan kecamatan Jagakarsa. Sedangkan untuk

sebelah timur berbatasan dengan Jl. Kebagusan Raya serta sebelah barat berbatasan

dengan Kali Baru.114 Kampung ini memiliki 8 Rw. dan 87 Rt.115, luas tanah di kelurahan

Kebagusan terbagi atas:

Tabel 2

No. Keterangan Luas

1 Perumahan atau pekarangan 135 Ha

2 Sarana Pendidikan dan Ibadah 40 Ha

3 Jalan Raya 5 Ha

4 Usaha Pertanian 31 Ha

5 Sarana Olahraga 5 Ha

113 Data Kelurahan Kebagusan Tahun 2008 114 Peta wilayah Kelurahan Kebagusan berdasarkan SK. Gub. Prop. DKI Jakarta no. 1251 tgl. 29

Juli 1986 115 Data Kelurahan Kebagusan Tahun 2008

Page 48: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

6 Tanah Pemakaman 10 Ha

Sumber: Data kelurahan Kebagusan pada tahun 2008

Nama Kebagusan berasal dari nama seorang gadis jelita yang cantik. Nama gadis

itu ialah Tubagus Letak Lenang yang berasal dari kesultanan Banten. Ia bersama

keluarganya bermukim di Kebagusan. Menurut Endang Effendi, mantan Lurah

Kebagusan yang sekarang menjabat sebagai sekretaris Camat Pasar Minggu, cerita ini

berdasarkan penuturan seorang mandor yang dipercaya sebagai sumber sejarah lisan.116

Konon, kecantikan gadis berdarah biru ini sangat kesohor di kawasan Pasar

Minggu dan sekitarnya. Hal ini mengundang banyak pemuda ingin meminangnya

menjadi istri. Tidak diketahui apakah diantara pria itu ada yang memaksa untuk

mempersuntingnya atau tidak. Namun menurut sejarah, sang gadis tersebut sudah

memiliki pujaan hatinya sendiri. Dengan alasan tidak ingin mengecewakan pria

pujaannya, gadis cantik jelita ini nekad memilih bunuh diri. Akibat kematiannya yang

mengenaskan, ia banyak mendapatkan simpati117. Tidaklah heran bila makamnya yang

kini terdapat di jalan Kebagusan II Rt. 001/07 senantiasa dikunjungi banyak penziarah.

Masyarakat setempat menyebutnya sebagai makam Ibu Bagus. Makam ini sampai

sekarang masih terjaga dengan baik walau terletak jauh dari pusat keramaian. Untuk

mengingat dan menghormati beliau maka penduduk setempat menamakannya

Kebagusan. Tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan kenamaan ini mulai

diberlakukan. Yang jelas makam Ibu Bagus sampai sekarang masih dihormati sebagai

leluhur kampung ini.118

116 Alwi Shahab, Betawi: Queen of the East, (Jakarta:Penerbit Republika, 2004), hlm. 113 117 Ibid., hlm. 114 118 Ibid., hlm. 113 s/d 114

Page 49: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

B. Kependudukan

Kebagusan, kampung royo-royo yang terletak di Jakarta Selatan ini berpenduduk

38.305 jiwa. Sekitar 80% dari penduduknya ialah warga Betawi. Dominasi warga Betawi

di Kebagusan, selain karena penduduk asli juga karena pendatang. “Banyak warga

Betawi yang tergusur ditempat lain, memilih kampung Kebagusan sebagai tempat

tinggalnya,” ujar Endang Effendi119.

Menurut Endang Effendi yang merupakan penduduk asli Kebagusan mengatakan

bahwa nampaknya kampung ini memang sudah ditakdirkan sebagai wilayah kelurahan

yang dikuasai oleh perempuan. Hal ini bisa terlihat dari makam Ibu Bagus di Kebagusan

sampai kediaman Megawati Soekarno Putri yang merupakan mantan Presiden RI ke-5.

Bukan tidak beralasan Megawati memilih Kebagusan sebagai tempat tinggalnya. Ibu

Mega sebenarnya mampu membeli rumah di kawasan elite manapun. Nyatanya, beliau

justru memilih kawasan ber-KDB (koefisien dasar bangunan) rendah yang masih hijau

royo-royo, ujar Endang Effendi.120

Walaupun yang lebih menonjol di Kebagusan ialah perempuan namun bukan

berarti perempuan lebih banyak di kampung ini. Hal ini bisa terlihat dari jumlah

penduduk yang ada di Kebagusan.

Tabel 3

No. Keterangan Jumlah

1 Jumlah Penduduk 38. 305 jiwa

2 Laki-laki 22. 244 Jiwa

119 Wawancara ini telah dilakukan oleh Alwi Shahab dan dituliskan pada bukunya yang berjudul

Betawi; Queen of The East hal. 113. 120 Ibid., hal. 114

Page 50: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

3 Perempuan 16. 059 Jiwa

4 Warga Negara Asing 2 Jiwa

5 Kepala Keluarga 12. 851 Jiwa

6 Kepala Keluarga Laki-laki 10. 972 Jiwa

7 Kepala Keluarga Perempuan 1. 879 Jiwa

Sumber: Data kelurahan Kebagusan pada tahun 2008

Pemukiman yang cukup padat ini berada di wilayah yang cukup luas pula

sehingga tidak menyebabkan kepadatan penduduk yang berlebihan. Anak-anak masih

bisa bermain di pekarangan rumah yang luas serta orang dewasa masih bisa berolahraga

di kebun-kebun kosong yang biasanya dijadikan sebagai lapangan olahraga.121

Dari data jumlah penduduk yang ada di kelurahan Kebagusan terdapat 30.644

orang Betawi. Namun hanya sekitar 25.000 orang yang masih melaksanakan Perayaan

Maulid Nabi Muhammad Saw.122 Tidak semua warga Betawi Kebagusan merayakan

Maulid Nabi disebabkan adanya arus modernisasi yang bernilai negatif tanpa adanya

filter yang kuat hingga spirit keislaman warga Betawi Kebagusan mulai memudar.

Termasuk motivasi untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad Saw.123

C. Keadaan Komunitas Etnis Betawi Kelurahan Kebagusan

Berbeda dengan permukiman Betawi yang berada di pusat kota, warga Betawi

Kebagusan cenderung bekerja sebagai pedagang. Mereka di dukung oleh lahan-lahan

perkebunan yang berada di sekitar permukiman warga. Bahkan mereka memetik dan

menjualnya sendiri. Perkebunan yang ada di Kebagusan didominasi dengan perkebunan

buah-buahan. Buah rambutan, sawo, melinjo, pisang, pepaya, mangga dan jambu sangat

121 Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008 122 Ibid., 123 Ibid.,

Page 51: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

mudah ditemui di Kebagusan. Setelah matang, buah-buahan tersebut akan dibawa ke

Pasar Lenteng atau Pasar Minggu untuk dijual kepada masyarakat.124

Untuk itulah ada sebuah lirik lagu yang mengisahkan tentang produksi buah-

buahan hasil kebun di Kebagusan yang dijajakan di Pasar Minggu.

Pepaya, Pisang, Mangga, Jambu Dijual di Pasar Minggu

Demikianlah penggalan syair lagu yang biasa dibawakan orang Betawi Kebagusan.

Dengan pendapatan yang memadai dari hasil berdagang buah-buahan, mereka

menghidupi seluruh anggota keluarga dengan baik. Rasa syukur dan kepedulian yang

tinggi terhadap kehidupan keluarga membuat warga Betawi kebagusan menggemari

pekerjaan mereka masing-masing. Bahkan adapula warga Betawi Kebagusan yang

bekerja sebagai pedagang namun anak-anak mereka dapat menikmati pendidikan sampai

ke jenjang perguruan tinggi. Suatu hal yang cukup membanggakan bagi masa depan

warga Betawi Kebagusan.125

Walaupun warga Betawi Kebagusan lebih banyak bergerak di bidang perniagaan.

Namun ada juga warga Betawi Kebagusan yang bekerja di instansi pemerintah maupun

swasta. Bahkan ada yang menjadi pegawai negeri sipil dan memiliki kedudukan penting

di perusahaannya.126

Jenis pekerjaan yang beraneka ragam di Kebagusan membuat pendapatan

ekonomi mereka juga beraneka ragam. Tingkat ekonomi rendah sampai menengah ke

atas ada di Kebagusan. Mayoritas dari mereka termasuk ke dalam kategori tingkat

ekonomi menengah. “Ya asal tiap hari dapur ngebul, anak-anak terus sekolah, dan ada

124 Hasil pengamatan penulis pada tahun 2007 s/d 2008 125 Ibid., 126 Ibid.,

Page 52: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

uang jajan buat anak walau pas-pasan juga, itu udah lebih dari cukup..” begitulah

pendapat sebagian warga Betawi Kebagusan.127

Tabel 4

No. Jenis Pekerjaan Kuantitas Tingkat Ekonomi

1 Pedagang 70% Menengah

2 Karyawan 25% Menengah ke atas

3 Jasa 4% Menengah

4 Lain-lain 1% Rendah, menengah

Sumber : Hasil wawancara dengan Zainal Abidin

Warga Betawi Kebagusan juga sangat terbuka dengan kedatangan warga dari

berbagai daerah ataupun latar belakang. Mereka juga menempatkan mereka di tengah-

tengah kerumunan warga Betawi. Sebut saja kontrakan atau bangunan rumah yang

sengaja disewakan kepada orang lain dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan dan

pada waktu yang ditentukan. Kontrakan-kontrakan yang dibuat berada di dekat-dekat

pemilik rumah yang mayoritas Betawi. Ini menjadikan akulturasi budaya semakin hidup

dari hari ke hari walau tetap bernuansa Betawi.128

Orang Betawi akan sangat marah bilamana para pendatang yang mendiami

kontrakan-kontrakan yang telah disediakan membuat ulah. Mereka tak segan-segan untuk

menegur mereka, bahkan adapula yang langsung mengusir mereka dari rumah kontrakan.

Amarah dan emosi yang cukup tinggi dapat mereda setelah para pemuka agama dan

tokoh masyarakat menenangkan mereka. Walaupun cepat marah dan naik darah, warga

Betawi Kebagusan jarang sekali yang menggunakan kekerasan sebagai solusi pemecahan

127 Ibid., 128 Ibid.,

Page 53: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

masalah. Mereka cukup menegur, menasehati dan memberikan sedikit batasan kepada

para pendatang. “Kepribadian yang istimewa pada pertumbuhan masyarakat yang cukup

tinggi pada Ibukota Negara yang keras ini.”129

Dari segi sosial, warga Betawi Kebagusan cukup ramah dan bersahaja.

Kepedulian mereka terhadap sesama sangatlah tinggi. Pada saat merayakan Maulid,

tahlilan, atau nujuh bulan, mereka biasanya saling membawakan berbagai jenis makanan

ataupun bahan pokok makanan seperti beras, minyak, dan lain sebagainya130. Kepedulian

mereka juga tampak disaat musibah datang, mereka beramai-ramai membantu korban

musibah tersebut dengan cara saweran. Saweran adalah bentuk kepedulian warga melalui

pengumpulan uang secara kolektif tanpa adanya batasan materi. Entah itu besar atau

kecil, para warga ikhlas memberikannya. Biasanya ada juga yang langsung

memberikannya kepada warga yang sedang kesusahan. Mereka juga tak segan-segan

memberikan tempat kepada warga yang mengungsi akibat bencana alam yang belum

lama ini menimpa bangsa Indonesia. Bantuan yang mereka berikan tidak selalu tertuju

kepada warga asli Kebagusan. Asas pemerataan dilaksanakan dengan baik oleh warga

Kebagusan tanpa melihat status sosial dan suku bangsa. “Mau orang Jawa, Sunda, atau

Betawi sekalipun kalau lagi kena musibah ya kite bantu, masa mau berbuat baik harus

ngeliat-ngeliat dulu siape orangnya ma kerja apa tuh orang.”131

Tidak dapat dipungkiri, dalam hal keagamaan warga Betawi Kebagusan ialah

masyarakat yang taat beragama. Banyaknya masjid, mushalla, dan majlis taklim menjadi

wadah tersendiri atas kegiatan keagamaan mereka. Kampung yang memiliki banyak kyai,

129 Hasil wawancara dengan Zainal Abidin pada bulan Mei 2008 130 Ibid., 131 Hasil pengamatan penulis saat bencana banjir 2007 melanda sebagian wilayah kelurahan

Kebagusan, Jakarta Selatan

Page 54: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

ustadz dan ustadzah, maupun guru ngaji ini menjadikan kampung ini kental dengan

nuansa Islam. Hampir tidak ada warga Betawi Kebagusan yang beragama Kristen

Protestan, Katolik, Hindu maupun Budha132. Indikasi ini menandakan bahwa Islam

masuk dengan pesat di Kelurahan Kebagusan yang berada di Selatan Jakarta ini.

Pengaruh Islam turun menurun dari para leluhur yang terlebih dahulu mendiami

Kebagusan. Hal ini diteruskan sampai sekarang oleh anak-anak keturunan mereka.

Sangatlah malu warga Betawi Kebagusan yang memiliki anak namun tidak bisa mengaji.

Pengajian-pengajian yang berada di Kebagusan juga tergolong banyak. Ibu-ibu memiliki

pengajian tersendiri yang dilaksanakan pada siang hari, anak-anak selepas shalat magrib,

dan bapak-bapak yang biasanya seusai shalat isya dan dilaksanakan di masjid atau

mushalla.133

Bilamana salah seorang warga Betawi Kebagusan mengundang masyarakat untuk

hadir di kediamannya dalam rangka tasyakuran atau selametan. Para warga akan

berduyun-duyun mendatangi rumah tersebut seraya mendo’akan “si empunya” rumah

atas keinginan atau hajat yang telah terkabulkan. Inilah yang menyebabkan warga Betawi

Kebagusan sangat identik dengan Islam, hampir setiap ritual adat bersinggungan dengan

Islam serta dihadiri oleh masyarakat dengan penuh antusias.134

Dalam hal pendidikan, banyak kemajuan yang berarti bagi perkembangan warga

Betawi Kebagusan. Orang tua Betawi sudah banyak yang menyekolahkan anaknya

sampai tingkat perguruan tinggi. Mereka juga tidak segan-segan lagi menyekolahkan

anaknya di sekolah-sekolah umum walau tetap dibarengi dengan pengetahuan agama

yang biasanya diperoleh dari TPA (taman pendidikan Al-Qur’an) maupun majlis-majlis

132 Hasil wawancara dengan Zainal Abidin pada bulan Mei 2008 133 Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008 134 Ibid.,

Page 55: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

taklim yang secara khusus memberikan pengajaran agama. Khusus dengan pengajaran di

majlis-majlisn taklim diadakan sore maupun malam hari selepas pulang sekolah. Untuk

remaja maupun orang dewasa juga diadakan pengajian rutin yang diadakan para pengurus

remaja masjid setempat.

Berbeda dengan dahulu kala, masyarakat Betawi Kebagusan jarang sekali yang

menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah umum, apalagi sampai tingkat perguruan

tinggi. Hal itu didasarkan bukan karena mereka berpandangan sempit dengan dunia

pendidikan, hanya saja orientasi pendidikan mereka memang berbeda. Kini setelah

modernisasi mereka cukup memfasilitasi anak-anak mereka dengan mendatangkan guru

privat agama ke rumah.

Satu hal yang positif dari warga Betawi Kebagusan adalah jiwa sosial mereka

sangat tinggi, walaupun terkadang dalam beberapa hal mereka terlalu berlebih dan

cenderung tendensius. Orang Betawi Kebagusan sangat menghormati pluralisme, ini

terlihat dari hubungan baik antara warga Betawi Kebagusan dengan para pendatang dari

luar Jakarta.

D. Kebudayaan Masyarakat Kelurahan Kebagusan

Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta budhayyah yang merupakan

bentuk jamak dari kata budhhi yang berarti akal atau budi. Dengan demikian kebudayaan

dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal.135 Sedangkan

Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi136 merumuskan kebudayaan sebagai “semua

hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat”.

135 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, edisi baru kesatu, (Jakarta:CV. Rajawali,

1982), hlm. 166 136 Selo Sumardjan-Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi, edisi pertama,

(Jakarta:Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964), hlm. 113

Page 56: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Adapun istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya

dengan dengan kebudayaan, berasal dari kata Latin “colere” yang berarti mengolah atau

mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Dari asal kata itulah “colere” kemudian

menjadi “culture”, yang diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk

mengolah atau merubah alam.137

Kemajemukan masyarakat Indonesia, begitupun di kelurahan Kebagusan adalah

kenyataan yang tak bisa dipungkiri. Kemajemukan berarti terdapat keanekaragaman

unsur penyusun masyarakat kita, yakni suku bangsa, agama, dan golongan-golongan

sosial lainnya. Ciri yang nyata adalah kecendrungan kuat memegang identitas golongan

sosial masing-masing138.

Kelurahan Kebagusan memiliki beraneka ragam suku bangsa dan agama,

walaupun secara mayoritas Islam dan Betawi masih mendominasi daerah ini. Namun

banyaknya para pendatang dari luar daerah yang membawa budaya serta agama yang

berbeda membuat Kebagusan lebih terbuka terhadap suku dan agama lain. Suku jawa

merupakan mayoritas terbesar kedua setelah Betawi. Untuk Sunda, Batak, Ambon,

maupun yang lainnya hanyalah beberapa persen saja dan masih bisa dihitung dengan

jari.139

Sampai dengan penulisan skripsi ini, penulis belum mendapatkan secara pasti

sensus penduduk menurut suku bangsa. Namun bisa dipastikan bahwasanya suku

Betawilah yang terbanyak dalam masyarakat Kebagusan. Ideologi dan adat istiadat

Betawi membawa pengaruh yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini bisa

137 Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, cetakan kedua, (Jakarta:Penerbit Universitas, ,

1965), hlm. 77-78 138 Achmad Fedyani Syaipudin, MA. Konflik dan Integrasi; perbedaan faham dalam agama

islam, (Jakarta:CV. Rajawali), hlm. IX 139 Hasil wawancara dengan Fadjriah Nurdiarsih

Page 57: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

dilihat dengan tata cara para pendatang dalam berkomunikasi dan bersosialisasi sudah

hampir mirip dengan penduduk asli Betawi Kebagusan. Dengan begitu sulit untuk

membedakan antara warga Betawi maupun non-Betawi.140

Banyaknya suku bangsa dan agama yang ada di Kebagusan tidak membuat

kebudayaan asli Kebagusan yakni suku Betawi luntur. Keanekaragaman suku yang ada

malah membuat suku Betawi lebih terbuka dalam beberapa hal yang dianggap penting

dalam kehidupan sehari-hari. Sebut saja suku Jawa yang terkenal kegigihan dan

keuletannya dalam bekerja. Banyak warga Betawi Kebagusan yang meniru strategi orang

Jawa dalam bekerja. Pengalaman yang dimiliki orang Betawi dalam susah dan pahitnya

bekerja membuat orang Betawi bersemangat menjalani kehidupan. Warga Betawi

Kebagusan bisa lebih menata anggaran pengeluaran dan pemasukan dari setiap hasil

pekerjaan yang dilakukan. Kedatangan suku lain di Kebagusan membuat warga Betawi

Kebagusan lebih berkembang untuk maju dalam hal pendidikan maupun masa depan.

Mereka sudah tidak lagi mengandalkan rumah kontrakan ataupun tanah warisan yang

sekarang ini sudah banyak dikuasai oleh orang Jawa dan para pendatang lainnya.141

Orang Betawi Kebagusan sangat menjunjung tinggi budaya yang mereka warisi.

Hal ini terbukti dari berbagai macam tradisi yang sudah dilakukan para pendahulu

mereka. Dalam hal agama, ketaatan warga Betawi Kebagusan dalam menjalankan ajaran

Islam seringkali menjadi contoh bagi para pendatang. Tradisi-tradisi yang dilakukan

warga Betawi Kebagusan seperti tahlilan maupun nujuh bulan juga seringkali diadakan

dirumah-rumah para pendatang. Berbeda dengan segi kehidupan yang lainnya, dalam hal

agama warga Betawi Kebagusan tidak bisa ditentang maupun dilawan. Para pendatang

140 Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008 141 Ibid.,

Page 58: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

yang membawa caranya sendiri dalam urusan agama akan diacuhkan oleh penduduk asli.

Warga Betawi Kebagusan tidak memberikan izin bagi para pendatang yang bisa dengan

sewenang-wenang mencampuradukan atau bahkan menghilangkan tradisi yang kerapkali

dilakukan warga Betawi Kebagusan. Meskipun tidak ada toleransi bagi para pendatang

dalam urusan agama, tradisi tahlilan, nujuh bulan dan lain sebagainya tidak dipaksakan

bagi mereka. Warga Betawi Kebagusan cukup menghormati para pendatang yang ada di

Kebagusan bilamana mereka juga menghormati para penduduk asli Betawi Kebagusan

yang terlebih dahulu mendiami daerah ini.142

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan sebagian besar warga Betawi

Kebagusan masa kini agak terpinggirkan oleh modernisasi di lahan lahirnya sendiri

(Jakarta). Namun setelah kedatangan para pendatang dari luar Jakarta, warga Betawi

Kebagusan cukup bebenah diri dalam meningkatkan kualitas hidup mereka agar dapat

bersaing dengan para pendatang. Mereka sangat menyayangkan apabila para pendatang

dapat menguasai daerah yang didominasi warga Betawi ini. Setidaknya mereka tidak mau

kalah dengan para pendatang yang hanya sebagai anak kemarin sore di Kebagusan.143

142 Ibid., 143 Ibid.,

Page 59: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

BAB IV

TRADISI PERAYAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW SYAIR BARJANZI

PADA KOMUNITAS ETNIS BETAWI KELURAHAN KEBAGUSAN

A. Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Pada Komunitas Etnis Betawi

Kelurahan Kebagusan

Almarhum Prof. Hamka kenal betul watak orang Betawi, hal itu dikarenakan

Hamka yang menjadi ketua umum MUI pertama ini pernah bertahun-tahun bermukim di

perkampungan Betawi Taman Sari, Jakarta Barat. Hamka kemudian menjadi Imam Besar

Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru. Ulama besar ini sangat tertarik dengan ketaatan

warga Betawi terhadap agamanya. Hingga dalam “Seminar Perkembangan Islam” di

Jakarta pada tahun 1987, ia mengatakan:

“Sungguh mengagumkan kita, menilik betapa teguhnya orang Betawi memeluk Islam. Selama 350 tahun antara penjajah (Belanda) dan anak negeri asli (Betawi) masih tetap sebagai ‘minyak dan air’. Sekalipun bertemu dalam satu botol namun tetap tidak pernah bersatu. Bagaimanapun keras mengaduk minyak dalam botol kecil dalam air, sehabis adukan itu, disaat itu mereka berpisah kembali.”144

Hamka juga mengagumi ketahanan penderitaan yang dialami warga Betawi,

namun itu semua disikapi dengan sikap tawakal kepada Allah.

“Pukulan yang diderita warga Betawi dari Belanda sebagai rakyat terjajah sangatlah parah. Dari segi ekonomi, orang Betawi pada umumnya hidup dalam kemeralatan, dalam tanah-tanah terpencil… Rumah-rumah mereka terdiri dari dinding bambu anyaman atau atap rumbia. Mereka-pun tinggal di permukiman yang becek dan kotor. Namun bila waktu shalat telah masuk, fajar mulai menyingsing, kedengaranlah sayup-sayup sampai ke lorong-lorong kampung suara adzan yang mendayu-dayu. Hayya ‘alal shalah, hayya ‘alal falah…Maka dari lorong-lorong kampung Betawi yang becek

144 Hamka, Beberapa Perhatian Tentang Perkembangan Islam di Jakarta, dalam Ridwan Saidi, Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta, LSIP, Jakarta, 1994, hlm. 210. Lihat juga Alwi Shahab, Robin Hood Betawi, op. cit, hlm. 93

Page 60: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

itu keluarlah orang-orang kampung untuk shalat berjamaah. Sesudah itu mereka membaca ratib “Lailla Hailallah” dengan suara yang keras dan berulang-ulang sampai ada yang jadzab, yaitu kehilangan kesadaran diri lantaran teringat akan Allah dan lantaran berzikir itu bersama-sama dengan suara keras.”145

Kini pun, setelah Jakarta menjadi kota Megapolitan, daerah pertanian dan

persawahan telah berubah menjadi ‘hutan beton raya’, majlis-majlis taklim dan tempat

peribadatan kian banyak bermunculan. Suara adzan yang sayup-sayup tiap saat bergema

menembus pencakar-pencakar langit di Jakarta. Suara-suara tersebut dikumandangkan

dari permukiman kumuh warga Betawi yang hidup menyedihkan di kotanya sendiri

setelah kurang lebih 60 tahun merdeka.146

Ketaatan warga betawi terhadap Islam tidak terlepas dari peran serta para ulama-

ulama betawi pada saat itu yang diantaranya ialah Habib Ali Al-Habsyi, KH. Abdullah

Syafi’I, Habib Salim Jindan, Habib Abdurrahman Assegaf, KH. Moh. Mansur, KH.

Marzuki, Guru Mughni, KH. Achmad Zayadi Muhajir, KH. Muh. Amin, KH. Achmad

Ali, KH. Ali Hamidy, KH. Nur Ali, KH. Muhammad Syafi’I Hadzami, dan banyak lagi

yang lainnya.147

Di tengah-tengah perjuangan melawan penjajah, para ulama Betawi ini terus

menyiarkan Islam sampai ke seluruh permukiman warga Betawi. Tidaklah mengherankan

bila saat ini para ulama Betawi tersebut masih terngiang diingatan warga Betawi. Begitu

banyak peran mereka hingga warga Betawi kerapkali mendatangi majlis-majlis taklim

yang para ulama Betawi pimpin.148

Kebagusan, kampung yang didominasi oleh warga Betawi ini pun tak lepas dari

pengaruh ulama Betawi saat itu di dalam mensyiarkan agama Islam. Warga Betawi yang

145 Ibid., 146 Alwi Shahab, Robin Hood Betawi, op. cit, hlm. 94 147 Hasil pengamatan penulis di Forum Ulama dan Habaib Betawi Pusat 148 Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008

Page 61: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

hidup turun menurun di daerah ini sangatlah fanatik dengan Islam. Ini bisa dibuktikan

dengan banyaknya sarana dan prasarana agama Islam di Kebagusan. Tidak ada satu pun

tempat beribadah bagi agama lain di Kebagusan. Hal ini disebabkan hanya beberapa

orang saja yang beragama non Islam. Itupun kebanyakan merupakan pendatang dan

bukan warga Betawi.149

Tabel 5

No. Sarana Ibadah Jumlah

1 Masjid 9

2 Mushalla 27

3 Majlis Taklim 43

Sumber : Data kelurahan Kebagusan pada tahun 2008

Warga Betawi Kebagusan sangat menjunjung tinggi nilai-nilai Islam. Tidaklah

mengherankan setiap ada peringatan hari besar Islam seperti Maulid atau Isra’ Mi’raj

masyarakat dengan penuh antusias menghadiri acara tersebut. Semua warga bergabung

menjadi satu, mereka bersama-sama mengagungkan nama Allah dan bershalawat kepada

Rasulullah. Islam bukan hanya menjadi sebuah keyakinan terhadap Yang Kuasa, namun

bagi masyarakat Kebagusan Islam juga menjadi sebuah simbol dalam kehidupan sehari-

hari termasuk dalam tradisi yang kerapkali dilakukan.150

Sebut saja Tahlilan, Nujuh Bulan, Syukuran, Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, dan

Pekan Muharram. Kegiatan-kegiatan yang bersifat religius seperti ini menjadi sebuah

rutinitas yang hukumnya wajib dan harus dilaksanakan oleh masyarakat Kebagusan,

khususnya warga Betawi. Mereka merasa tidak afdol bilamana tidak mengadakan

149 Hasil wawancara dengan Zainal Abidin 150 Hasil pengamatan penulis pada tahun 2007 s/d 2008

Page 62: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

kegiatan seperti ini minimal setahun sekali. Mereka merasa ada yang kurang bahkan

hilang bila tidak mengadakan kegiatan-kegiatan bersifat religi seperti Maulid Nabi

Muhammad Saw.

Maulid Nabi yang diselenggarakan setiap tahun sekali menyedot pengunjung

yang besar. Biasanya setiap masjid, mushalla ataupun majelis taklim di kelurahan

Kebagusan mengundang jama’ah dari pengajian lainnya. Tidak mesti penduduk asli pada

daerah setempat yang menghadirinya, namun warga yang berasal dari daerah sekitarnya

turut menghadiri acara tersebut.151

Pada umumnya, Maulid Nabi yang diadakan di kelurahan Kebagusan diisi oleh

berbagai macam acara keislaman seperti pembacaan riwayat Nabi yang diiringi oleh

rebana atau marawis, sambutan dari ketua panitia dan ketua masjid atau pengajian, serta

ditutup dengan ceramah agama yang di berikan oleh para muballigh dari berbagai daerah.

Untuk menarik minat jama’ah biasanya panitia juga mendatangkan da’i-da’i kondang

yang umumnya sudah dikenal masyarakat melalui televisi atau radio.

Sebelum mengadakan Maulid Nabi, setiap masjid, mushalla atau majelis taklim

terlebih dahulu membentuk kepanitaan Dari kepanitiaan inilah yang nantinya merancang

dan mempersiapkan susunan acaranya, anggaran biaya, jamuan-jamuan, serta

penceramahnya.

Anggaran dana yang telah dibuat lalu disebarluaskan kepada penduduk. Hal ini

diharapkan dapat membantu panitia dalam mempersiapkan segala keperluan yang

menyangkut Maulid Nabi termasuk isi berkat dan honor penceramah. Dalam pengamatan

penulis, setiap anggaran dana yang ditujukan kepada masyarakat dan instansi pemerintah

maupun swasta yang ada di sekitar kelurahan Kebagusan biasanya mencapai 70-80 %

151 Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008

Page 63: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

dari total anggaran. Ini disebabkan masyarakat kelurahan Kebagusan, khususnya warga

Betawi sangat antusias dan berpartisipasi secara aktif dalam menyelenggarakan Maulid

Nabi.152

Perayaan Maulid Nabi pada komunitas etnis Betawi di kelurahan Kebagusan

tergolong meriah. Hal ini disebabkan Perayaan Maulid Nabi terkadang menjadi ukuran

atas kedudukan kampung itu sendiri. Tidaklah mengherankan bilamana setiap

mengadakan Maulid Nabi, ibu-ibu kerapkali kerepotan memasak dan mempersiapkan

jamuan yang akan dihidangkan yang lazim dikenal sebagai berkat.153

Berkat bagi warga Betawi Kebagusan cukup menjadi daya pikat yang ampuh

dalam menarik jama’ah. Warga Betawi akan merasa senang bilamana sepulang dari

menghadiri Maulid Nabi mereka membawa hasil ke rumah masing-masing. Hasil yang

pertama ialah nasihat-nasihat yang diberikan oleh para penceramah yang kelak dapat

diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Hasil yang kedua ialah berkat yang berisi lauk

pauk atau sembako. Ibu-ibu yang berada di rumah sangat senang karena pada bulan

Maulid atau Rabi’ul Awwal mereka selalu kebanjiran gula pasir, mie instan, teh, kopi,

dan lain-lain. Ini merupakan keberkahan tersendiri bagi dapur mereka.

Disaat ibu-ibu sibuk mempersiapkan jamuan yang akan dihidangkan, bapak-

bapak beserta remaja sibuk mempersiapkan dekorasi serta mencari dana untuk memenuhi

anggaran yang dibuat. Bila anggaran itu melampaui target, maka tak segan-segan panitia

akan mengundang dua atau tiga penceramah sekaligus. Walaupun materi (uang) tidak

selamanya menjadi tolak ukur keberhasilan perayaan Maulid Nabi di kelurahan

152 Ibid., 153 Hasil wawancara dengan Zainal Abidin

Page 64: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Kebagusan. Namun, tetap saja warga Betawi kelurahan Kebagusan selalu bersemangat

dalam menyiapkan segala keperluan menyangkut acara ini.154

Pahala menjadi ukuran atas partisipasi aktif yang warga Betawi lakukan. Mereka

menganggap bantuan yang diberikan atas penyelenggaraan Maulid Nabi kelak akan

dibalas oleh Allah di Yaumil Qiyamah nanti. Walaupun tak selamanya jumlah yang

diberikan itu besar, namun warga Betawi menganggap Maulid merupakan kegiatan yang

bukan hanya semata-mata menghambur-hamburkan uang semata namun juga merupakan

ekspresi teologis atas kecintaan mereka kepada Rasulullah Saw. Untuk itulah mereka rela

mengorbankan tenaga, pikiran, bahkan uang demi terselenggaranya Peringatan Maulid

Nabi Muhammad Saw. ini.

Tidak semua warga Betawi Kebagusan merupakan muslim yang taat, ada saja

diantara mereka yang masih suka bermain judi, mabuk-mabukan, atau melakukan

maksiat lainnya. Namun, ketika diadakan Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.

mereka bergegas meninggalkan semua aktifitas dosa mereka untuk ikut berpartisipasi

membantu mempersiapkan segala keperluan Maulid. Bahkan tak jarang dari mereka yang

juga menjadi panitia penyelenggara Maulid. Walaupun tidak selamanya mereka selalu

berada di masjid namun jika menyangkut kegiatan Islam mereka selalu ikut berperan

serta. Sungguh mengagumkan kecintaan orang Betawi Kebagusan terhadap Islam.155

Dalam merayakan Maulid Nabi, panitia penyelenggara terlebih dahulu

menyebarkan informasi pemberitahuan kepada jama’ah, baik yang berada di sekitar

lokasi diadakannya Maulid maupun dari jama’ah luar. Dahulu, mereka kerapkali

membunyikan petasan sebagai komunikasi antar kampung. Kampung lain yang berada

154 Hasil pengamatn penulis tahun 2007 s/d 2008 155 Ibid.,

Page 65: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

disekitar Kebagusan pun akan bertanya-tanya akan ada kegiatan apa di Kebagusan bila

petasan tersebut dibunyikan. Setelah mengetahui akan ada suatu acara, entah itu Maulid

ataupun lainnya maka masyarakat disekitar Kebagusan akan beramai-ramai

mendatanginya. Namun, saat ini mereka lebih suka menyebarkan pamflet ataupun

spanduk-spanduk yang dipasang di persimpangan jalan. Hal ini merupakan hasil dari

modernisasi yang diterima warga Betawi disamping makruhnya membunyikan petasan

menurut sebagian ulama.156

Sangat mudah menemukan masjid ataupun majlis taklim yang mengadakan

perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di Kebagusan, karena hampir setiap diadakan

perayaan Maulid Nabi panitia memasang umbul-umbul pada setiap rute jalan yang tertuju

kepada lokasi Maulid. Ini juga menjadi penunjuk jalan bagi para jama’ah dari luar

kampung untuk dapat menghadiri acara tersebut.157

Pada dasarnya masyarakat Betawi Kebagusan mengadakan perayaan Maulid Nabi

sebagai tradisi atas para pendahulu-pendahulu mereka. Ini berlangsung dari tahun ke

tahun. Namun, setelah ditelisik lebih jauh bahwa Perayaan Maulid Nabi di Kebagusan

merupakan media komunikasi yang paling efektif dalam menjadikan kampung ini

kampung yang bernuansa Islami. Maulid mampu menjadi obat atas penyakit-penyakit

masyarakat seperti perjudian maupun mabuk-mabukan. Diharapkan selepas menghadiri

Maulid Nabi masyarakat kembali mengingat perjuangan Rasulullah serta berupaya

meneladani akhlak beliau.158

B. Model Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. Di Kelurahan Kebagusan

156 Alwi Shahab, Robin Hood Betawi, Republika, Jakarta, 2002, hlm. 89 157 Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008 158 Ibid.,

Page 66: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw di Kelurahan Kebagusan memiliki

beberapa urutan pelaksanaan yakni:

1. Pembukaan

Setiap acara dimulai dengan pembacaan surah Al-Fatihah yang dipimpin oleh

pembawa acara atau MC, lalu setelah itu dibacakan susunan acara Perayaan Maulid Nabi

Muhammad Saw. sambil memandu acara selanjutnya. MC di Kebagusan biasnya terdiri

dari satu orang, tetapi bisa juga dua orang dengan bagian satu orang laki-laki dan satu

orang perempuan. Oarng yang menjadi MC biasanya memiliki kecakapan vokal dan

komunikasi yang baik, sehingga pelaksanaan acara Maulid Nabi Muhammad Saw. bisa

terdengar jelas dan berjalan lancar.

2. Pembacaan Do’a Arwah

Pembacaan do’a arwah ialah pembacaan surah Al-Fatihah yang dikhususkan

kepada arwah Nabi Muhammad Saw, sahabat dan keluarganya, serta para sesepuh dan

tokoh agama di Kebagusan, tidak lupa arwah kaum muslimin dan muslimat yang telah

terlebih dahulu meninggal dunia. Setelah itu membaca surah Yaasin. Kemudian membaca

surah Al-Ikhlas sebanyak tiga kali, Al-Falaq satu kali, An-Nass satu kali, membaca akhir

surah Al-Baqoroh, membaca tahlil (laa ila haa illallah) sebanyak 33 kali, tahmid

(alhamdulillah), tasbih (subhanallah), dan takbir (Allahu akbar) masing-maasing

sebanyak tiga kali.159

3. Pembacaan Riwayat Nabi Muhammad Saw. syair Barjanzi

Pembacaan riwayat Nabi Muhammad Saw. syair Barjanzi, ialah pembacaan

riwayat kehidupan Nabi Muhammad Saw. (rawi) dari awal sampai akhir hidupnya yang

dikarang oleh Syeikh Ja’far al-Barjanzi, pembacaan ini dilaksanakan oleh tiga orang 159 Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008

Page 67: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

pembaca. Masing-masing orang membaca sebagian rawi sampai selesai. Pada saat

Asyrakal, ketiga orang tersebut membacanya secara bersamaan diikuti para hadirin. Pada

saat inilah, hadirin berdiri bersama-sama untuk mengikuti pembacaan rawi tersebut160.

Saat Asyrakal diiringi oleh iringan Rebana. Pada saat Asyrakal pula terdapat satu orang

yang berkeliling menyemprotkan minyak wangi ke tangan jama’ah diiringi oleh daun

mawar dan melati yang sengaja disebar ke setiap penjuru jamaah. Hal ini dilaksanakan

untuk menebarkan wewangian dan sebagai bukti pengagungan terhadap Nabi

Muhammad Saw. yang memiliki keharuman bagaikan minyak kasturi.

4. Sambutan-sambutan

Sambutan atau sepatah kata disampaikan oleh ketua pelaksana, ketua masjid atau

mushalla, dan juga para instansi pemerintah yang hadir seperti Bapak Camat atau Lurah.

Pada saat sambutan, ketua pelaksana atau ketua masjid menyampaikan ucapan terima

kasih kepada masyarakat yang telah banyak membantu secara materil sekaligus

permohonan maaf apabila pelaksanaan Maulid Nabi Muhammad Saw. masih banyak

kekurangan dan kesalahan. Sedangkan sambutan dari instansi pemerintah menyampaikan

bebrapa himbauan yang dianggap penting untuk diketahui dan dilaksanakan masyarakat.

5. Pembacaan Al-Qur’an

Qari’ atau pembaca Al-Qur’an membacakan sebagian dari ayat Al-Qur’an yang

berkaitan dengan kelahiran maupun kehidupan Rasulullah Saw. Pada umumnya qari’

membacakan surah al-Ahzab ayat 21 dan 40, al-Qalam ayat empat, al-Araf ayat 158, dan

al-Anbiya ayat 107.

160 Hasil pengamatan penulis tahun 2007 s/d 2008

Page 68: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

6. Ceramah Agama

Ceramah agama adalah acara yang ditunggu-tunggu masyarakat. Hal ini

disebabkan para penceramah biasanya adalah para da’i yang sudah cukup kondang.

Bahkan terkadang para da’i yang dipanggil ialah da’i tingkat nasional yang sudah

terkenal dan sering tampil di televisi. Ibu-ibu sangatlah antusias apabila penceramah

menyampaikan nasihat agama disertai humor yang membuat isi ceramah lebih menarik.

Namun tak selamanya pencermah yang dipanggil adalah para da’i kondang. Ada pula

yang para penceramah dari wilayah Kebagusan pula. Hal ini tidak terlalu

dipermasalahkan sebab masyarakat Kebagusan tidak melihat siapa penceramahnya

namun isi yang disampaikan.

7. Penutup dan Ramah Tamah

Setelah ceramah agama, perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. ditutup dengan

do’a. Do’a dibacakan oleh sesepuh agama setempat. Namuin sebelum pembacaan do’a,

panitia pelaksana membagikan berkat kepada para hadirin. Setelah semuanya telah

terbagi, maka sesepuh agama setempat-pun mulai membacakan do’a. Setelah selesai

pelaksaan acara, penceramah dan beberapa sesepuh agama dan tokoh adat, serta panitia

pelaksana bekumpul pada satu ruangan untuk makan bersama.

Inilah model perayaan Maulid Nabi Muhamad Saw. di Kebagusan, walau sudah

banyak perubahan. Namun perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. selalu dilaksanakan

dari tahun ke tahun bahkan diturunkan dari generasi ke generasi sehingga perayaan

Maulid Nabi tetap diagungkan oleh masyarakat Betawi di Kebagusan.

Page 69: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari beberapa uraian diatas maka dapat disimpulkan ke dalam beberapa uraian,

yakni:

1. Perayaan Maulid di Kebagusan merupakan bentuk ekspresi kebahagiaan warga

Kebagusan, khususnya warga Betawi Kebagusan atas terlahirnya Rasulullah Saw. ke

dunia ini. Mereka sangat yakin bahwasanya Rasulullah ialah manusia yang dapat

memberikan syafaat kelak. Mereka membuktikan kebahagiaan mereka melalui perayaan

Maulid Nabi Muhammad Saw. Walaupun Maulid tidak memiliki landasan syar’i, akan

tetapi bagi komunitas etnis Betawi Kebagusan mengadakan perayaan Maulid Nabi

merupakan perkara yang baik yang akan menghasilkan yang baik pula. Maulid di

Kebagusan juga menjadi sarana untuk memperkokoh tali silaturahmi antar warga Betawi

maupun warga Betawi dengan para pendatang.

2. Warga Betawi Kebagusan tidak terlalu mempersoalkan komunitas budaya lainnya

yang ingin menghadiri Maulid Nabi yang diadakan warga Betawi Kebagusan. Dengan

senang hati mereka sangat menghormati mereka. Tidak jarang pula, warga Betawi

Kebagusan mengikutsertakan para pendatang (non-Betawi) sebagai panitia

penyelenggara maupun pengurus masjid. Ini merupakan bukti bahwa tak selamanya

orang Betawi sangat sukuisme. Unsur-unsur budaya, politis, ekonomi, bahkan status

sosial hilang bilamana perayaan Maulid Nabi diadakan. Dengan kata lain, perayaan

Page 70: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Maulid Nabi Muhammad Saw. di Kebagusan sangat banyak mengandung manfaat

dibandingkan maksiat.

3. Mayoritas warga Betawi Kebagusan beragama Islam dan berfaham Ahli Sunnah Wal

Jama’ah. Mereka sangatlah menjunjung tinggi ajaran Islam lengkap dengan setiap

perangkatnya. Tidaklah mengherankan setiap ada kegiatan-kegiatan yang bernuansa

Islam, mereka rela bersama-sama menyiapkan segala keperluan demi terselenggaranya

perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw.

4. Warga Betawi Kebagusan bersifat pluralisme dan terbuka terhadap setiap golongan

dan status mereka. Dengan demikian mereka tidak menjadi “Jago Kampung” yang

merasa memiliki kampung ini seutuhnya. Warga Betawi cenderung terbuka terhadap para

pendatang, mereka dapat bersosialisasi dengan baik terhadap komunitas budaya lainnya.

Hal inilah yang menyebabkan perayaan Maulid Nabi tidak selalu diisi oleh warga Betawi

asli Kebagusan baik dari segi kepanitiaan maupun pelaksanaan.

5. Setiap kegiatan-kegiatan yang bernuansa Islam selalu di dukung penuh oleh

masyarakat setempat. Mereka rela mengeluarkan materi, tenaga, dan pikiran demi

terselengaranya kegiatan tersebut. Hal ini tidak terlepas dari peran serta para ulama

setempat di dalam memberikan tausyiah atas segala amal baik yang mereka lakukan akan

dibalas setimpal dngan apa yang telah mereka keluarkan.

6. Kekompakan dan kebersamaan sesama masyarakat Kebagusan, khususnya warga

Betawi masih terlihat kental. Pengaruh dari para tokoh masyarakat juga begitu terasa

hingga tidak sulit mengerahkan massa untuk menyelenggarakan Maulid Nabi. Pada

umumnya, warga Betawi Kebagusan sangat menghormati para leluhur dan tokoh

Page 71: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

masyarakat setempat. Selain menjadi panutan dalam kehidupan sehari-hari, biasanya para

tokoh masyarakat juga menjadi ustadz dan “palang pintu” asli Kebagusan.

B. Saran

Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di Kebagusan diharapkan dapat menjadi

momentum kebangkitan umat untuk memperkokoh ukhuwah Islamiyah sesama muslim

maupun antar warga masyarakat. Dengan mengingat kembali perjuangan Rasulullah

maka umat Islam khususnya warga Betawi Kebagusan mampu menjawab tantangan

zaman melalui peneladanan atas sikap dan prilaku Rasulullah.

Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. pada komunitas etnis Betawi Kebagusan

selayaknya tidak hanya menjadi sebuah acara seremonial belaka, tetapi perayaan Maulid

Nabi ini dapat menjadi salah satu implementasi dalam memuliakan Nabi Muhammad

Saw. dan memuliakan Nabi Muhammad merupakan salah satu refleksi kecintaan kita

terhadap beliau.

Merayakan peringatan Maulid Nabi merupakan salah satu amal perbuatan yang

paling utama dan sebuah ritual pendekatan diri kepada Allah, karena keseluruhan

peringatan Maulid Nabi merupakan ungkapan kebahagiaan dan kecintaan kepada Nabi

Muhammad Saw. dan kecintaan warga Betawi Kebagusan kepada Nabi termasuk salah

satu prinsip dasar Iman dalam Islam. Untuk itulah perayaan Maulid Nabi di Kebagusan

hendaknya dapat memperkuat keimanan dan ketakwaan warga Betawi Kebagusan.

Warga Betawi Kebagusan masih banyak yang menganggap perayaan Maulid Nabi

hanyalah sebuah acara seremonial belaka. Hal ini menyebabkan setelah menghadiri

Maulid Nabi mereka kembali kepada sikap dan prilaku masing-masing. “Ya yang mabok

Page 72: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

tetep mabok, yang shalat mah tetep shalat.” Pemaknaan atas perayaan Maulid Nabi

masih sangat kurang diresapi warga Betawi Kebagusan.

Semoga perayaan-perayaan keagamaan seperti ini dapat berjalan dengan baik dan

berkesinambungan hingga masyarakat Betawi Kebagusan dapat memahami betul hakikat

dan makna yang terkandung dalam perayaan tersebut untuk dapat diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari melalui sikap keteladanan Rasululullah sebagai Uswatun Hasanah.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, Pustaka Amani, Jakarta

Al Batawiy, Syarif Mursal. Keagungan Maulid Nabi Muhammad Saw., al-

Syarifiyyah, Jakarta, 2006

Page 73: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Anwar, Muhammad. Sejarah Nabi Muhammad Saw., S.A. Alaydrus, Jakarta, 1988

Ardan, S.M. Nyai Dasima, Masup Jakarta, Depok, 2007 As-Sundubi, Tarikh al-ihtifal bil Maulud an-Nabawi, min al-asr al-awwal ila asr

Faruq al-awwal, al-Qahirah 1948 Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara

Abad XVII & XVIII; Akar pembaharu Islam Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005 Azis, Abdul. Islam dan Masyarakat Betawi, Logos, Jakarta, 2002 Becker, C.H. “Zur Geschichtsschreibung unter de Fatimiden”, dalam: Beitrage

zur Geschichte Aegyptens unter dem Islam, erstes Buletin Dian al-Mahri, edisi 10, tahun 2008 Castles, Lance. Pengantar Profil Etnik Jakarta, Jakarta, 2007 E.I. (2), i, hlm. 1091-1092, s.v. al-Bata’ihi, art. oleh D.M. Dunlop Ekadjati, Edi S. Fatahillah Pahlawan Arif Bijaksana, Mutiara, Jakarta, 1983 Fadli HS,Achmad. Ulama Betawi, tesis, program studi Timur Tengah, Pasca

Sarjana UI, Jakarta, 2006 Fairchild, Henry Fartt (ed). 1962, Dictionary of Sociology, Paterson, New Jersey:

Littlefield Adams & Co. Gottschalk, L. Al-Malik Al-Kamil, Ibn Katsir, (lk. 700/1300-772/1373) E.l. (2), iii,

hlm. 817-818, art. oleh H. Laoust G, Wiet. “Compte rendu de ibn Muyassar, Annales d’Egypte, ed. H. Masse, Le

Caire 1919 dalam: Jurnal Asiatique 18 (1921) G.S.P. Freeman-Grenville, The Muslim and Christian Calendars, London etc.

1963 Haditsucipto, S.Z. Sekitar 200 tahun Sejarah Jakarta (1750-1945), Dinas

Museum & Sejarah DKI Jakarta, 1979 H. Lazarus-Yafeh, “Muslim Festival”, dalam Numen

Page 74: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Hadi W.M, Abdul. Perayaan Maulud Melintas Abad, Harian Pelita, Jakarta, Minggu, 11 November 1990

Iqbal, Muhammad Zafar. Islam di Jakarta; studi sejarah islam dan budaya

betawi, tesis, Program Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2002 Jynboll, Th.W. Handleiding tot de kennis van de Mohammedaansche Wet, Leiden

1930 Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, Pusat Bahasa Departemen

Pendidikan Nasional Balai Pustaka, Jakarta, 2003 Kapten, Nico. Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., INIS, Jakarta, 1994 Katsir, Ibn. Al-bidayah wa-n-nihayah fi t-ta’rikh, i14 jil. Al-Qahirah 1351-

8/1932-9, jil. XI Keraf, Goyrs. Komposisi, Nusa Indah, NTT, 2001 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Balai Pustaka, P dan K, Jakarta, 1984 . Pengantar Antropologi, cetakan kedua. Penerbit Universitas,

Jakarta, 1965 Muhadjir, Bahasa Betawi: sejarah dan perkembangannya, Yayasan Obor

Indonesia, Jakarta, 2000 Minggu Merdeka, minggu ke-5, November 1992 Nurdiarsih, Fadjriah. Pandangan Sosial Dalam Sketsa-Sketsa Firman Muntaco,

skripsi, program studi Indonesia, Fakultas Ilmu Bahasa UI, 2007 Nasution, Harun. Teologi Islam: aliran, sejarah, analisa, dan perbandingan, UI

Press, Jakarta, 1986 Raben, Remco. Batavia and Colombo, The Etnic and Spatial Order of Two

Colonial Cities, 1600-1800, PH. D., dissertation: Leiden University, 1996 Saidi, Ridwan. Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta, LSIP, Jakarta, 1994 . Profil Orang Betawi; asal muasal, kebudayaan, dan adat istiadat,

Gunara kata, Jakarta, 2001 Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar, edisi baru kesatu, CV. Rajawali,

Jakarta, 1982

Page 75: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

. Dari Djakarta ke Djajakarta, Penerbit Soeroengan, Djakarta,

1954H. Soekmono, R. Pengantar Sejarah kebudayaan Indonesia, jilid ke-3, Kanisius,

Yogyakarta, 1973

Selo Sumardjan-Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi, edisi pertama, Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1964

Shahab, Alwi. Robin Hood Betawi, Republika, Jakarta, 2002 . Betawi: Queen of the East, Penerbit Republika, Jakarta, 2004

Syaipudin, MA, Achmad Fedyani. Konflik dan Integrasi; perbedaan faham

dalam agama islam, CV. Rajawali Jakarta Tim Penyusun, Peta Seni Budaya Betawi, Dinas Kebudayaan DKI Jakarta,

Jakarta, 1985/1986 . Ragam Budaya Betawi, Dinas Kebudayaan & Permuseuman

Prov. DKI Jakarta, Jakarta, 2002 . Maulid Nabi Muhammad Dalam Tinjauan Syariah, PB.

Syahamah, Jakarta Tim Penyusun, Sekilas Gambaran Kesenian Jakarta dan Latar Belakang

Kehidupan Dalam Masyarakat, Dinas Museum dan Sejarah, DKI Jakarta, 1979, Cetakan kedua

. Sekilas Hari-Hari Besar Islam, KODI DKI Jakarta, Dinas

Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta Tim Peneliti, Sejarah Perkembangan Islam di Jakarta, Abad XVII sampai Abad

XX, Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1979 Tjandrasasmita, Uka. Sejarah Jakarta: Dari Zaman Prasejarah Sampai Batavia

tahun 1750 Dinas Museum dan Pemugaran Prov. DKI Jakarta, 2001 Untuk Beberapa Macam Rebana, Majalah Indonesia Indah, Jakarta, Nomor

32/1992 Widodo, A.S. Kota Tahi, dalam Ketoprak Betawi, majalah Intisari, (PT. Intisari

Mediatama, 2001) Wirosardjono, Soetcipto. Maulid Nabi, Roberik Asal Usul, Kompas Minggu, 23

September 1990, Jakarta

Page 76: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Yustiono (ed.), Islam dan Kebudayaan Indonesia, Yayasan Festival Istiqlal, Jakarta, 1993

Page 77: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

DEPARTEMEN AGAMA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FORMULIR PENDAFTARAN CALON PESERTA WISUDA

SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2008/2009

1. Nama : Ahmad Awliya 2. Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 1 November 1986 3. Nomor Pokok : 104051001815 4. Fakultas : Dakwah dan Komunikasi 5. Jurusan : Komunikasi dan Penyiaran Islam 6. Program : S1 7. Judul Skripsi : Tradisi Perayaaan Maulid Nabi Muhammad Saw

Pada Komunitas Etnis Betawi Kebagusan 8. Tanggal Lulus : 27 Agustus 2008 9. No. Ijazah : 10. Indeks Prestasi : 3, 29 Yudisium: Amat Baik 11. Jabatan Dalam Organisasi 12. Kemahasiswaan : - 13. Alamat Asal : Jalan Kebagusan Raya Rt. 04 Rw. 01 No. 39,

Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12520 14. Alamat Sekarang : Jalan Kebagusan Raya Rt. 04 Rw. 01 No. 39,

Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12520 15. Nama Ayah : Abu Bakar 16. Pendidikan Ayah : SMU 17. Pekerjaaan Ayah : PNS 18. Nama Ibu : Masenun 19. Pendidikan Ibu : SMU 20. Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga

Jakarta, 17 September 2008 Tanda Tangan Ybs.

Ahmad Awliya

DEPARTEMEN AGAMA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

Page 78: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

IDENTITAS ALUMNI Wisuda Ke : 73/ Tahun Akademik : 2008/2009

Yang Bertanda Tangan Di Bawah Ini : 1. Nama : Ahmad Awliya 2. Nomor Pokok : 104051001815 3. Jenis Kelamin : Laki-laki 4. Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 1 November 1986 5. Alamat Asal : Jalan Kebagusan Raya Rt. 04 Rw. 01 No. 39,

Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12520 6. Alamat Sekarang : Jalan Kebagusan Raya Rt. 04 Rw. 01 No. 39,

Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12520 7. Kode Pos : 12520 8. Telepon : (021) 788 34 185 9. Jurusan/Program : Komunikasi dan Penyiaran Islam/S1 10. Judul Skripsi : Tradisi Perayaaan Maulid Nabi Muhammad

Saw Pada Komunitas Etnis Betawi Kebagusan 11. Pembimbing : Dr. Murodi, M.A 12. Penguji 1 : Dra. Hj. Roudhonah, M.A 13. Penguji 2 : Drs. Wahidin Saputra, M.A 14. Tanggal Lulus Ujian : 27 Agustus 2008 15. IP/Yudisium : 3, 29/ Amat Baik 16. Nomor & tanggal Ijazah : 17. Pekerjaan : - 18. Alamat Pekerjaan : -

Jakarta, 17 September 2008

Mengetahui, Tanda Tangan Ybs. Ketua Jurusan

Drs. Wahidin Saputra, M.A Ahmad Awliya

Page 79: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Wawancara dengan Narasumber I

Wawancara ini dilakukan pada tanggal 14 Mei 2008, pukul 11.50, bertempat di

sekretariat Ikatan Warga Betawi Kebagusan (IWBK), Jl. Kebagusan 4, Kebagusan, Pasar

Minggu, Jakarta Selatan. Wawancara ini dilakukan terhadap Zainal Abidin, sekretaris

umum IWBK Pusat.

Wawancara ini menggunakan bahasa nonformal percakapan sehari-hari dengan

penyuntingan sederhana agar lebih mudah dimengerti.

Ahmad Awliya (Aa) : Maaf nih, kalau ude ganggu kesibukan bapak.

Zainal Abidin (Za) : Enggak, ga apa-apa

Aa : Menurut bapak, Betawi itu seperti apa sih pak?

Za : Ya kalau orang betawi kan, orang yang berada di Pulau Jawa tapi tidak

berbahasa sunda walau ada beberapa istilah yang bercampur dengan sunda

itu sendiri. Asal-usul Betawi itu sendiri saya belum jelas tau nih, tapi yang

jelas bukan dari kerajaan.

Aa : Berarti ga ada istilah feodalisme dalam Betawi ya pak?

Za : Ya ga ada, ya dari rumpun melayu itu orang Betawi.

Aa : Kalau untuk orang Betawinya pak, ya maksudnya ciri-ciri orang Betawi?

Za : Ciri secara fisik atau apa nih?

Aa : Ya fisik atau juga sifatnya.

Za : Sifat orang betawi yang pertama religius, keagamaannya kuat, kental gitu.

Kemudian mang ada sebagian orang Betawi itu yang suka ngambek. Itu

Page 80: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

sebenarnya sih bukan ngambek, itu karena harga diri orang Betawi itu

tinggi. Dan juga katanya orang Betawi itu males, kita bukan males orang

Betawi. Dulu waktu zaman kakek nenek kita, kalo kita mau sekolah dibilang

“ah.. elu ngapain sekolah, macul aja sono”. Orang macul kan bukan berarti

males, berarti masih ada yang dia kerjain. Cuma emang orang Betawi males

karena ga mau di atur gitu. Kan kalau dia jadi petani ga mau diatur, dia

ngatur dirinya sendiri gitu. Secara fisik sih sama aja, ga jauh beda.

Aa : Kalau kepribadiannya gimana, maksudnya orang Betawi itu apa suka

gimana?

Za : Pribadinya?

Aa : Heeh..

Za : Betawi itu suka humoris, sosialnya cukup tinggi. Ya kalau ada kesusahan…

buktinya dengan adanya kondangan, Betawi kan cukup rembuk. Ya kalau

ada yang meninggal kan ada tahlilan sebagai bukti bahwa orang Betawi itu

peduli sesama.

Aa : Yang menjadikan orang Betawi itu kental sama agama, apa ada faktor dari

leluhur atau orang-orang tua kita?

Za : Ya ada dari leluhur, ya kalau kata mereka daripada lu sekolah mendingan lu

ngaji. Ya mungkin dari sananya kali, zaman si Pitung kali. Hahaha…

Aa : Maksudnya udah turun menurun gitu ya pak?

Za : Iya udah turun menurun, iya adalah anak Betawi yang nakal. Suku manapun

juga ada itu.

Aa : Iya..ya..

Page 81: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Za : Tapi secara umum orang Betawi itu taat agama.

Aa : Kalau di Kebagusan, mayoritas orang Betawinya beragama apa pak?

Za : Islam..Islam.. ga ada orang Betawi Kebagusan beragama Kristen, atau Budha

atau Hindhu.

Aa : Ya karena mayoritas Islam, biasanya kan banyak kegiatan kayak Maulid,

Isra Mi’raj, dan lain-lain. Nah kira-kira apa sih yang membuat mereka

terkadang suka banget ngadain acara kayak gitu?

Za : Yang pertama adalah mereka cinta bener ama Rosul, sehingga apapun

bentuknya. Entah dia nyunatin, ngawinin, entah orang mati pasti ada Maulid

sebab begitu cintanya ama Rasul. Ya menjunjung tinggi gitu. Ya kalau

sekarang-sekarang ini ada yang ngomong Maulid itu bid’ah-lah itu mah

ditolak bener sama orang Betawi.

Aa : Maksudnya di Kebagusan?

Za : Iya maksudnya di Kebagusan.

Aa : Faktor yang buat antusias orang mau aja gitu, ya maksudnya ngumpul untuk

Maulid?

Za : Yang pertama mungkin, ada juga pengaruh dari teman. “Ya gw ga enak ah

ma temen makanya gue hadir ah ma dia”. Kayak gitu tuh. Ya faktor

utamanya sih karena mereka cinta sama Rosul.

Za : Ya bisa dilihat lah, misalnya di masjid mana nih ada Maulid. Diliat orangnya

juga, nah masjid itu jarang kemana-mana tuh. Makanya kita datang. Nah

kalau hadir kan nanti bisa tambah rame lagi.

Page 82: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Aa : Kalau dari tokoh masyarakat atau tokoh agama yang ada di Kebagusan itu

gimana pak?

Za : Oh iya.. Dalam kehidupan gitu?

Aa : Iya, maksudnya ketika mereka bilang iya yang lain pada ikut iya gitu.

Za : Ya kalau disini itu ada orang-orang seperti itu.. seperti tokoh-tokoh agama

atau masyarakat gitu. Ya itu mank orang-orang yang diakuin sama

masyarakat. Jangankan dia bener, dia bohong juga diikutin ma orang gitu.

Hehehe..

Aa : Kira-kira pengaruhnya itu apa dari kegiatan-kegiatan kayak Maulid terhadap

kehidupan sehari-hari?

Za : Ya emang sejauh ini belum tampak di masyarakat. Ya acara Maulid kan

untuk nambah iman dan takwa, tapi kadang-kadang itu juga ga seratus

persen tepat sasaran. Kalau di Kebagusan kira-kira ada 30… eh 26.000

orang, 80 % orang Islam. Ya kita kan ga semuanya ikut gitu, pasti ada aja

yang… Ya ga seratus persen lah yang bisa ngubah hidup masyarakat

Betawi. Ya sedikit-sedikit ada gitu…

Aa : Ya kalau pada sosial kemasyarakatan, ya kalau ada Maulid disini mereka

sama tetangga jadi rukun atau gimana gitu?

Za : Ya itu betul karena mereka saling bantu. Salah satu contoh nih, kalau saya

ngadain Maulid di rumah saya, ya saya cuma ngundang orang datang, itu

saya cuma ngundang dia datang kadang-kadang ada yang suka bantu beras..

Aa : Pada bawa-bawaan gitu ya pak..

Za : Haha.. iya pada bawa.

Page 83: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Aa : Secara globalnya nih pak, kalau perayaan Maulid di Kebagusan seperti apa

pak?

Za : Ya biasa-bisa aja, seperti kayak ada pengajian, baca Al-Qur’an, atau tahlil,

ya intinya terus kemudian baca rawi. Ya itu aja, ga da perubahan dari dulu

dari saya masih kecil.

Aa : Faktor pendukung sama penghambatnya apa aja pak?

Za : Kalau yang mendukung, kalau ada Maulid gitu. Masyarakat Betawi sekecil

apapun berusaha untuk membantu. Ya kayak ada sesuatu aja yang kurang

kalau ga ngadain. Kemudian hambatannya, ya ada yang suka atau tidak

suka. Ya itu ya egonya orang Betawi itu tinggi.

Aa : Saran bapak untuk orang Betawi itu sendiri, khususnya yang ada di

Kebagusan dalam ngadain Maulid itu seperti apa?

Za : Saran saya kalau dalam Maulid, ya minimal ada yang nyangkut lah dari

tausyiahnya atau mencontoh prilaku Rosul. Kemudian juga jangan terlalu

berlebihan lah. Jangan yang ditekanin konsumsi mulu. Ya tapi kita ga bisa

menghilangkan itu semua karena emang udah kebiasaan kita. Kepengen ada

suatu acara Maulid yang simpel, tidak menyusahkan orang.

Aa : Tapi emang salah satu ciri dari Betawi kayak gitu?

Za : Ya emang ciri Betawi kayak gitu, gotong royong mah. Ada aja rejekinya.

Hehehe..

Aa : Mayoritas dari orang Betawi Kebagusan secara ekonomi kayak gimana?

Za : Pedagang.

Aa : Kalau untuk karyawan atau pegawai negeri sipil?

Page 84: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Za : Ya ada lah tapi ga lebih dari 30% lah..

Aa : Berarti 70%nya dagang ya?

Za : Ya dagang, ngobjek juga. Hehehe... Pengacara (pengangguran banyak

acara).

Aa : Untuk sosial kemasyarakatan, maksudnya cukup ramah atau enggak sama

orang-orang pendatang?

Za : Nah, orang kita pada dasarnya nrimo aja gitu, tidak ada masalah. Kalau

orang pendatang itu ga banyak lagu, ya kita oke-oke aja. Tapi kalau

pendatang tapi banyak tingkah ya udah… sikat aja.

Aa : Hahaha.. Ya udah pak, makasih banyak udah mau ngobrol-ngobrol.

Za : Gitu aja, iya dah sama-sama.

Jakarta, 14 Mei 2008

(Zainal Abidin)

Page 85: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Wawancara dengan Narasumber II

Wawancara ini dilakukan pada tanggal 22 Juni 2008, pukul 20.00, bertempat di

kediaman narasumber, Jl. Kebagusan Raya, Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Wawancara ini dilakukan terhadap Fadjriah Nurdiarsih, anak betawi asli Kebagusan yang

telah menyelesaikan S1-nya pada program studi Indonesia, fakultas Ilmu Pengetahuan

Budaya, Universitas Indonesia. Beliau sekarang menjadi editor di penerbit Komunitas

Bambu yang membawahi penerbit Mushaf dan Masup Jakarta yang banyak menerbitkan

buku-buku tentang Betawi dan Jakarta.

Ahmad Awliya (Aa) : Sehubungan dengan pekerjaan anda sebagai editor

buku-buku Betawi. Buku apa saja yang sudah pernah anda edit?

Fadjriah Nurdiarsih (Fn): Banyak… Salah satunya ialah buku mengenai Major

Riantje. Kalau kaitannya dengan Betawi, Mayor Riantje ini adalah seorang keturunan

Portugis yang menjadi orang terkaya di Batavia pada abad ke-19. Tapi karena ia mestizo

atau separuh keturunan Portugis sehingga kekayaan tidak dianggap oleh para penguasa

kolonial Belanda, padahal ia adalah orang terkaya.

Aa : Menurut anda, apa sih Betawi itu sendiri?

Fn : Betawi itu adalah istilah yang dilekatkan untuk menyebut suku bangsa yang

dianggap sebagai penghuni asli Jakarta. Tapi sebenarnya Betawi itu adalah

percampuran dari berbagai suku bangsa. Jadi ada suku bangsa asli di

Batavia yang kemudian berasimilasi dengan para pendatang yang akhirnya

membentuk suatu kebudayaan baru yakni Betawi yang dikenal pada abad

ke-19.

Aa : Kalau untuk bahasa Betawi?

Page 86: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Fn : Kalau kita bicara bahasa, bahasa itu menunjukkan kebudayaan. Misalnya

bahasa Indonesia digunakan oleh orang Indonesia. Berarti bahasa Betawi

adalah bahasa yang digunakan oleh orang Betawi. Jadi pengertiannya itu

�ocia, berbeda dengan bahasa Jakarta yang digunakan oleh orang-orang

yang berada di wilayah Jakarta, entah itu orang Betawi, Jawa, Sunda,

maupun yang lainnya.

Aa : Bagaimana dengan cikal bakal dari komunitas Betawi. Menurut anda seperti

apa?

Fn : Ya menurut saya orang Betawi itu gak ada kerajaan, ga punya mitos, asal

usul atau cerita dongeng mengenai darimana dia berasal. Tapi pada

hakikatnya tidak usah dipermaslahkan secara berlarut-larut.

Aa : Menurut Lance Castles, Betawi itu keturunan Budak? Bagaimana menurut

anda?

Fn : Asumsi Lance Castles itu berdasarkan data atau arsip yang ada pada

pemerintah Belanda. Ini sudah banyak disangkal oleh para pakar dan orang

Betawi itu sendiri bahwa arsip itu hanya menyebutkan orang Betawi baru

ada pada abad sekian, sebelum itu belum ada penduduknya di Batavia.

Karena dianggapnya Batavia ialah negeri yang kosong. Baru saat itu

didatangkan budak-budak dari Bali dan Sulawesi yang pada akhirnya

disebut sebagai cikal bakal orang Betawi.

Aa : Berarti anda setuju pada pendapat Ridwan Saidi bahwa orang Betawi sudah

ada sejak dahulu kala?

Page 87: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Fn : Ya..sebenarnya saya setuju juga karena tidak mungkin Batavia itu tanah

kosong sbelum ditemukan J.P. Coen.

Aa : Lalu bagaimana dengan orang Jakarta yang sudah lama mendiami Jakarta ini

dan kemudian menyebut dirinya sebagai orang Betawi?

Fn : Ya itu hanya pengertiannya. Memang ada beberapa ahli, saya lupa namanya.

Ia bilang orang Betawi itu adalah yang pertama adalah orang yang asli

keturunan Betawi, kedua adalah orang yang sudah tinggal lima generasi

berturut-turut di Jakarta.tapi kan sekarang sudah semakin maju, banyak

bukan asli Betawi tapi sudah tinggal selama lima generasi berturut-turut.

Jadi mereka juga tidak lagi memiliki keterikatan dengan daerah asal. Mereka

mengidentifikasikan orang Betawi padahal mereka adalah orang Jakarta.

Aa : Menurut anda bagaimana dengan komunitas etnis Betawi di Kebagusan?

Fn : Saya melihatnya cukup maju dan cukup solid. Terbukti dengan adanya

organisasi bernama IWBK (Ikatan Warga Betawi Kebagusan) meskipun

kiprahnya masih bersifat sosial. Masih hanya untuk menjalin silaturahmi

supaya tidak terputus, menguatkan identitas etnisnya. Tapi yang saya lihat

gerakan untuk menumbuh kesadaran akan Betawi masih belum ada.

Misalnya kalau �oci ada pelatihan teater, menari, musik. Ya kecintaan

seperti itu kan harus dipupuk, ya namanya kesenian Betawi saat ini sudah

mulai luntur.. Ya itu yang masih kurang, masih hanya mengandalkan

silaturahmi dan kumpul-kumpul aja.

Aa : Secara ekonomi maupun agama seperti apa?

Page 88: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Fn : Secara agama orang Betawi sudah dikenal dengan ketaatannya kepada Islam.

Bukan Betawi-lah kalau tidak Islam. Malah dulu orang Betawi dikenal

dengan sebutan orang Selam yang berarti orang Islam. Kalau kefanatikan ya

jelas ada, ya pokoknya mereka terkenal-lah kepatuhannya terhadap Islam.

Kalau bicara ekonomi itu relatif. Sebenarnya orang Betawi itu kaya, dalam

arti mereka punya tanah, kebun, dan usaha yang menghasilkan uang.

Memang kelemahannya orang Betawi itu gagap teknologi dan terhadap

kemajuan. Banyak yang hanya mengandalkan harta tanah warisan dan

kepemilikan kebun. Biasanya orang Betawi dikenal sebagai pedagang atau

ulama. Ya secara ekonomi saya melihatnya biasa-biasa saja. Dalam arti

orang Betawi itu mungkin kalau dilihat orang lain secara ekonominya ga

bagus, mungkin akan dibilang miskin. Tapi kalau orang Betawi dibilang

garis kemiskinan itu tidak benar karena mereka tidak berorientasi dengan

kekayaan. Yang dipentingkan itu adalah kebutuhan hidup dan cita-cita

mereka ya pergi haji. Jadi diluar itu mereka tidak materialistis lah, apa yang

dianggap orang lain kurang, bagi orang Betawi itu cukup.

Aa : Secara sosial kemasyarakatan seperti apa, apalagi dengan adanya para

pendatang?

Fn : Ya nerima-nerima aja walau masih ada ketegangan di Kebagusan karena

orang Betawi masih ingin dianggap sebagai pemilik tanah sekaligus tuan

rumah sementara orang Jawa disini sudah semakin banyak karena memang

tanah orang Betawi yang beli orang Jawa tapi penerimaan sehari-hari tidak

ada masalah hanya saja dalam aktifitas sosial maupun keagamaan itu orang

Page 89: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Betawi masih sulit nerima para pendatang untuk lebih menonjol karena ya

itu tadi masih ingin dianggap tuan rumah.

Aa : Berapa persen populasi orang Betawi dengan komunitas lainnya?

Fn : Saya rasa sekarang sudah cukup berimbang ya. Orang Betawinya banyak

tapi orang Jawa atau komunitas etnis lainnya juga banyak. Ya mungkin

50%-50%, udah ga bisa dibilang kampung Betawi asli.

Aa : Bagaimana dengan indikasi kebudayaan Betawi di Kebagusan sendiri?

Fn : Ya tentu saja yang berkaitan dengan upacara-upacara �ocia, misalnya nujuh

bulan, sunatan, aqiqah, pernikahan, dan yang berhubungan dengan

keagamaan seperti Maulid, selametan, atau tahlilan.

Aa : Apa pengaruhnya terhadap sosial kemasyarakatan?

Fn : Ya itu hanya lebih mengarah ke masalah kepercayaan, keyakinan dan

keafdolan saja.

Aa : Secara lebih real ada lagi?

Fn : Saya rasa hanya itu saja, orang kita (Betawi) hanya terbiasa saja melakukan

tradisi seperti itu yang harus dilakukan. Sebenarnya tidak ada keharusan

Cuma mereka merasa lebih tenang dan nyaman hatinya ketika

melakukannya. Mereka akan merasa berdosa jika tidak melakukannya.

Aa : Faktor apa saja yang membuat orang Betawi Kebagusan suka melakukan

hal-hal seperti itu?

Fn : Karena tradisi itu sebenarnya baik, seperti nujuh bulan, aqiqah, empat puluh

hari dikarenakan tujuannya baik untuk berdo’a memohon keselamatan. Jadi

aspek religiusitasnya terpenuhi, kenyamanannya terpenuhi.

Page 90: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Aa : Kritik dan saran anda untuk warga Betawi Kebagusan?

Fn : Seperti saya sudah bilang, harus lebih berpikir kreatif lagi. Kadang-kadang

orang Betawi itu maunya tenar saja. Misalnya mengadakan acara gede-

gedean, ada pawai, karnaval, pokoknya acara seremonial tapi disamping itu

harus ada aspek-aspek yang harus dibina seperti aspek-aspek sosial budaya,

penelitian, dan pelestarian budaya Betawi itu sendiri.

Aa : Kesimpulan yang dapat anda ambil dari wawancara ini?

Fn : Orang Betawi masih kuat memegang tradisinya. Ya menurut mereka apa

yang dianggap baik, apa yang orang tua dulu anggap baik maka akan

dilaksanakan walau mereka banyak yang tidak tahu apa landasannya.

Jakarta, 22 Juni 2008

(Fadjriah Nurdiarsih)

Page 91: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Wawancara dengan Narasumber III

Wawancara ini dilakukan pada tanggal 2 Juli 2008, pukul 21.00, bertempat di

kediaman narasumber, Jl. Kebagusan Raya, Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Wawancara ini dilakukan terhadap Abdul Azis, ketua Remaja Islam Masjid Baitul Rahim

(RISBA), Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Ahmad Awliya (Aa) : Apa yang anda ketahui tentang perayaan Maulid Nabi

Muhammad Saw.?

Abdul Azis (Az) : Perayaan Nabi Besar Nabi Muhammad Saw. adalah

sebuah gambaran dan luapan perasaan umat muslim seluruh dunia dan khususnya umat

muslim Indonesia untuk memuliakan Nabi Muhammad Saw. sebagai junjungan dan

panutan dalam kehidupan umat muslim dunia.

Aa : Berapa besar minat masyarakat terhadap kegiatan tersebut?

Az : Cukup besar dan banyak.

Aa : Menurut anda, faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat untuk

merayakan Maulid Nabi?

Page 92: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

Az : 1. Karena kecintaan yang besar kepada Nabi Muhammad Saw.

2. Masyarakat banyak yang ingin mendengarkan ceramah dan petuah-petuah berharga

yang disampaikan oleh penceramah pada peringatan Maulid Nabi

3. Masyarakat banyak yang memanfaatkan momentum ini untuk untuk saling

bersilaturahmi serta bertemu dan bercengkrama karena biasanya banyak

tamu-tamu undangan dari luar lingkungan sekitar

Aa : Apakah faktor-faktor dari tokoh agama maupun tokoh masyarakat turut

mempengaruhi orang untuk merayakan Maulid Nabi?

Az : Iya…

Aa : Di kelurahan Kebagusan, seperti apakah bentuk perayaan Maulid Nabinya?

Az : Ada pembacaan rawi, ada pembacaan tilawah Al-Qur’an, ada penceramah

agama, ada beberapa sambutan dari tokoh masyarakat dan dewan

pemerintah setempat. Biasanya bentuknya seremonial dan diadakan di

masjid.

Aa : Dari pengamatan anda, berapa persentase masyarakat yang masih merayakan

Maulid Nabi?

Az : 90 %

Aa : Hambatan apa yang terdapat dalam perayaan Maulid Nabi yang pernah anda

lakukan?

Az : Kurang lebih dana, karena seringkali panitia kerepotan dalam penyediaan

konsumsi. Hal itu disebabkan banyaknya jama’ah yang datang seringkali

tidak sesuai dengan segala persiapan non teknis seperti itu. Seringkali juga

Page 93: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf

penceramah yang diinginkan tidak bisa hadir karena banyaknya schedulle

yang padat.

Aa : Apa tolak ukur keberhasilan dalam mengadakan perayaan Maulid Nabi?

Az : yang pertama itu penceramah yang diinginkan bisa hadir, tidak kekurangan

konsumsi untuk jama’ah, banyak jama’ah yang puas karena pelayanan yang

baik dan tidak ada kesalahan dalam pelaksanaan acara tersebut.

Aa : Apa pengaruh perayaan Maulid Nabi dalam kehidupan sosial

kemasyarakatan di kelurahan Kebagusan?

Az : Mempererat tali silaturahmi antar warga, khususnya warga Kebagusan. Para

Jama’ah juga dapat mengambil hikmah dari ceramah agama yang

disampaikan serta bisa mencontoh akhlak Nabi Muhammad Saw.

Aa : Manfaat apa yang diperoleh setelah mengadakan perayaan Maulid Nabi

Muhammad Saw.?

Az : Semakin eratnya hubungan sosial antar warga Kebagusan, rasa kekeluargaan

yang tinggi, para dewan pemerintah dapat menyampaikan pesan dan

maklumat kepada warga, serta diharapkan dapat menambah ilmu dan

keimanan serta ketakwaan kepada Allah Swt.

Jakarta, 2 Juli 2008

(Abdul Azis)

Page 94: AHMAD AWLIYA-FDK.pdf