14
Laporan Pendahuluan RJP (Resuitasi Jantung Paru) Atika Widyanti, 1006672213 Pengertian Resuitasi Jantung Paru Resusitasi Jantung Paru adalah suatu tindakan darurat yang merupakan salah satu usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas dan henti jantung ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis. Resusitasi merupakan segala usaha untuk mengembalikan fungsi sistem pernafasan, peredaran darah dan saraf, yang terhenti atau terganggu sehingga fungsinya dapat berhenti sewaktu-waktu, agar kembali menjadi normal seperti semula. Dengan kata lain Resusitasi jantung paru merupakan terapi segera untuk henti jantung dan henti nafas. Beberapa penyebab henti jantung paru meliputi sebab-sebab pernafasan, pemutusan aliran oksigen dan penyebab sirkulasi. Sebab-sebab pernafasan, bisa dikarenakan hipoksia, contohnya pada pasien-pasien dengan kondisi sumbatan pada pangkal lidah pada pasien yang tidak sadar, atau hambatan jalan nafas karena ada aspirasi isi lambung, dapat pula disebabkan depresi pernafasan, kelumpuhan otot-otot pernafasan, keracunan, atau kelebihan dosis obat. Pemutusan aliran oksigen yang disbebabkan oleh henti sirkulasi oleh kelainan jantung primer, Sedangkan penyebab sirkulasi, apabila fungsi transportasinya terganggu, seperti : syok hipovolemik karena pendarahan, reaksi anafilaktik, kasus-kasus tenggelam, overdosis obat, ketidakseimbangan elektrolit, ketidakseimbanagan irama jantung. Pengkajian Henti Jantung Pengenalan terhadap henti jantung bergantung ditemukannya tanda-tanda tidak adanya sirkulasi seperti henti jantung paru ditandai dengan : 1. Kesadaran hilang (dalam 15 detik setelah henti jantung)

85160137-LP-RJP-AHA-2010

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 85160137-LP-RJP-AHA-2010

Laporan Pendahuluan

RJP (Resuitasi Jantung Paru)

Atika Widyanti, 1006672213

Pengertian Resuitasi Jantung Paru

Resusitasi Jantung Paru adalah suatu tindakan darurat yang merupakan salah

satu usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas dan henti jantung ke fungsi

optimal, guna mencegah kematian biologis. Resusitasi merupakan segala usaha untuk

mengembalikan fungsi sistem pernafasan, peredaran darah dan saraf, yang terhenti

atau terganggu sehingga fungsinya dapat berhenti sewaktu-waktu, agar kembali

menjadi normal seperti semula. Dengan kata lain Resusitasi jantung paru merupakan

terapi segera untuk henti jantung dan henti nafas.

Beberapa penyebab henti jantung paru meliputi sebab-sebab pernafasan,

pemutusan aliran oksigen dan penyebab sirkulasi. Sebab-sebab pernafasan, bisa

dikarenakan hipoksia, contohnya pada pasien-pasien dengan kondisi sumbatan pada

pangkal lidah pada pasien yang tidak sadar, atau hambatan jalan nafas karena ada

aspirasi isi lambung, dapat pula disebabkan depresi pernafasan, kelumpuhan otot-otot

pernafasan, keracunan, atau kelebihan dosis obat.

Pemutusan aliran oksigen yang disbebabkan oleh henti sirkulasi oleh kelainan jantung

primer, Sedangkan penyebab sirkulasi, apabila fungsi transportasinya terganggu,

seperti : syok hipovolemik karena pendarahan, reaksi anafilaktik, kasus-kasus

tenggelam, overdosis obat, ketidakseimbangan elektrolit, ketidakseimbanagan irama

jantung.

Pengkajian Henti Jantung

Pengenalan terhadap henti jantung bergantung ditemukannya tanda-tanda tidak

adanya sirkulasi seperti henti jantung paru ditandai dengan :

1. Kesadaran hilang (dalam 15 detik setelah henti jantung)

Page 2: 85160137-LP-RJP-AHA-2010

2. Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau

brakialis pada bayi)

3. Henti nafas atau mengap-megap (gasping)

4. Terlihat seperti mati (death like appearance)

5. Warna kulit pucat sampai kelabu

6. Pupil dilatasi (setelah 45 detik).

Resusitasi dilakukan pada :

Infark jantung “kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik”

Serangan Adams-Stokes

Hipoksia akut

Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan

Sengatan listrik

Refleks vagal

Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang untuk

hidup.

Resusitasi tidak dilakukan pada :

Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang

berat.

Stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan lagi.

Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah

½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP

Prinsip Utama Yang Mendasari RJP

-Ketepatan : terapi ditujukan untuk mengembalikan pasien pada kehidupan yang

berkualitas.

-Kecepatan : setelah kegagalan sirkulasi / nafas total terjadi hipoksia vena dalam

waktu 3-4 menit. Selanjutnya, segera terjadi anoksia jantung yang menghambat

Page 3: 85160137-LP-RJP-AHA-2010

pemulihan sirkulasi. Akibat dari penanganan yang tidak tepat dan cepat adalah

kematian pasien.

Penatalaksanaan RJP

Pemeriksaan Primer

Prinsip pemeriksaan primer adalah bantuan napas dan bantuan sirkulasi. Untuk dapat

mengingat dengan mudah tindakan survei primer dirumuskan dengan abjad A, B, C,

yaitu :

A airway (jalan napas)

B breathing (bantuan napas)

C circulation (bantuan sirkulasi)

Sebelum melakukan tahapan A (airway), harus terlebih dahulu dilakukan prosedur

awal pada korban/pasien, yaitu :

1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong

2. Memastikan kesadaran dari korban/pasien.

Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak penolong harus

melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban/pasien, dapat dengan

cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban/pasien dengan lembut dan

mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya.

3. Meminta pertolongan.

Jika ternyata korban/pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera

minta bantuan dengan cara berteriak untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis

yang lebih lanjut.

4. Memperbaiki posisi korban/pasien.

Untuk melakukan tindakan RJP yang efektif, korban/pasien harus dalam

posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras. jika korban

ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi

terlentang. Ingat! penolong harus membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara

kepala, leher dan bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang,

Page 4: 85160137-LP-RJP-AHA-2010

korban harus dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur yang keras dan

kedua tangan diletakkan di samping tubuh.

5. Mengatur posisi penolong.

Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan

napas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi atau menggerakkan lutut.

See Picture:

(Posisi Penolong Yang Benar)

A. (AIRWAY) Jalan Napas

Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan

melakukkan tindakan :

a)Pemeriksaan jalan napas

Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas

oleh benda asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan

berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi

dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan

menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik

Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut

korban.

Page 5: 85160137-LP-RJP-AHA-2010

b)Membuka jalan napas

Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada

korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan

menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas.

Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat

dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild – chin lift) dan

Manuver Pendorongan Mandibula (Rahang Bawah).

B. (BREATHING) Bantuan napas

Prinsipnya adalah memberikan 2 kali ventilasi sebelum kompresi dan memberikan 2

kali ventilasi per 10 detik pada saat setelah kompresi. Terdiri dari 2 tahap :

1.Memastikan korban/pasien tidak bernapas.

Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi napas

dan merasakan hembusan napas korban/pasien. Untuk itu penolong harus

mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung korban/pasien, sambil tetap

Page 6: 85160137-LP-RJP-AHA-2010

mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh

melebihi 10 detik.

2.Memberikan bantuan napas.

Jika korban/pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukkan melalui

mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada

tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan,

waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5 – 2 detik dan volume

udara yang dihembuskan adalah 7000 – 1000 ml (10 ml/kg) atau sampai dada

korban/pasien terlihat mengembang. Penolong harus menarik napas dalam pada saat

akan menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup. Konsentrasi

oksigen yang dapat diberikan hanya 16 – 17%. Penolong juga harus memperhatikan

respon dari korban/pasien setelah diberikan bantuan napas.

Cara memberikan bantuan pernapasan :

o Mulut ke mulut

Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang tepat dan

efektif untuk memberikan udara ke paru-paru korban/pasien. Pada saat dilakukan

hembusan napas dari mulut ke mulut, penolong harus mengambil napas dalam

terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut korban

dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat mengghembuskan napas dan juga

penolong harus menutup lubang hidung korban/pasien dengan ibu jari dan jari

Page 7: 85160137-LP-RJP-AHA-2010

telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume udara yang

diberikan pada kebanyakkan orang dewasa adalah 700 – 1000 ml (10 ml/kg). Volume

udara yang berlebihan dan laju inpirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara

memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung.

O Mulut ke hidung

Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak

memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka

yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong harus menutup

mulut korban/pasien.

O Mulut ke Stoma

Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang (stoma) yang

menghubungkan trakhea langsung ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan

pernapasan maka harus dilakukan ventilasi dari mulut ke stoma.

C. (CIRCULATION) Bantuan sirkulasi

Terdiri dari 2 tahapan :

1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban/pasien.

Ada tidaknya denyut jantung korban/pasien dapat ditentukan dengan meraba

arteri karotis di daerah leher korban/ pasien, dengan dua atau tiga jari tangan (jari

telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba

Page 8: 85160137-LP-RJP-AHA-2010

trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kira-kira 1 – 2 cm

raba dengan lembut selama 5 – 10 detik.

Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan

korban dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai

pernapasan korban/pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan jika

bernapas pertahankan jalan napas.

2.Memberikan bantuan sirkulasi.

Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan

bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan kompresi jantung luar, dilakukan dengan

teknik sebagai berikut :

o Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau kiri

sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum).

Page 9: 85160137-LP-RJP-AHA-2010

o Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3 jari ke

atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakan tangan penolong dalam

memberikan bantuan sirkulasi.

o Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan

di atas telapak tangan yang lainnya, hindari jari-jari tangan menyentuh dinding dada

korban/pasien, jari-jari tangan dapat diluruskan atau menyilang.

oDengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban dengan

tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali (dalam 15 detik = 30 kali

kompresi) dengan kedalaman penekanan berkisar antara 1.5 – 2 inci (3,8 – 5 cm).

Page 10: 85160137-LP-RJP-AHA-2010

o Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan

mengembang kembali ke posisi semula setiap kali melakukan kompresi dada. Selang

waktu yang dipergunakan untuk melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat

melakukan kompresi. (50% Duty Cycle).

o Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi tangan pada

saat melepaskan kompresi.

o Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2 (Tiap 15 detik = 30

kompresi dan 2 kali tiupan nafas), dilakukan baik oleh 1 atau 2 penolong.

Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 60 –

80 mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac

output) hanya 25% dari curah jantung normal. Selang waktu mulai dari menemukan

pasien dan dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi

(kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik.

RJP dihentikan bila :

Page 11: 85160137-LP-RJP-AHA-2010

Jantung sudah berdetak ditandai adanya nadi dan nafas sudah spontan

Mengecek nadi dan pernafasan

Penolong sudah kelelahan

Pasien dinyatakan tidak mempunyai harapan lagi/meninggal

RJP menurut American Heart Association 2010

American Heart Association (AHA) baru-baru ini telah mempublikasikan pedoman

cardio pulmonary resuscitation dan perawatan darurat kardiovaskular 2010 yang

dipublikasikan setiap 5 tahun sekali. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh

mencakup urutan dan prioritas langkah-langkah CPR dan disesuaikan dengan

kemajuan ilmiah saat ini unutk mengidentifikasi faktor yang mempunyai dampak

terbesar pada kelangsungan hidup. Mereka mengembangkan rekomendasi untuk

mendukung intervensi yang hasilnya menunjukkan paling menjanjikan.

1. Bukan ABC lagi tapi CAB

Page 12: 85160137-LP-RJP-AHA-2010

Sebelumnya dalam pedoman pertolongan pertama, kita mengenal ABC:

airway, breathing dan chest compressions, yaitu buka jalan nafas, bantuan

pernafasan, dan kompresi dada. Saat ini kompresi dada didahulukan, baru setelah

itu kita bisa fokus pada airway dan breathing. Pengecualian satu-satunya adalah

hanya untuk bayi baru lahir. Namun untuk RJP bayi, RJP anak, atau RJP dewasa,

harus menerima kompresi dada sebelum kita berpikir memberikan bantuan jalan

nafas.

2. Tidak ada lagi looking, listening dan feeling

Kunci utama menyelamatkan seseorang dengan henti jantung adalah dengan

bertindak, bukan menilai. Telepon ambulans segera saat kita melihat korban tidak

sadar dan tidak bernafas dengan baik. Percayalah pada nyali anda, jika anda

mencoba menilai korban bernafas atau tidak dengan mendekatkan pipi anda pada

mulut korban, itu boleh-boleh saja. Tapi tetap saja sang korban tidak bernafaas dan

tindakan look feel listen ini hanya akna menghabiskan waktu

3. Kompresi dada lebih dalam lagi

Seberapa dalam anda harus menekan dada telah berubah pada RJP 20110 ini.

Sebelumnya adalah 1 ½ sampai 2 inchi (4-5 cm), namun sekarang AHA

merekomendasikan untuk menekann setidaknya 2 inchi (5 cm) pada dada.

4. Kompresi dada lebih cepat lagi

AHA mengganti redaksi kalimat disini. Sebelumnya tertulis: tekaan dada

sekitar 100 kompresi per menit. Sekarang AHA merekomndasikan kita untuk

menekan dada minimal 100 kompresi per menit. Pada kecepatan ini, 30 kompresi

membutuhkan waktu 18 detik.

5. Hands only CPR

Ada perbedaan teknik dari yang tahun 2005, namun AHA mendorong RJP

seperti ini pada 2008. AHA masih menginginkan agar penolong yang tidak terlatih

melakukan Hands only CPR pada korban dewasa yang pingsan di depan mereka.

Pertanyaan besarnya adalah: apa yang harus dilakukan penolong tidak terlatih pada

Page 13: 85160137-LP-RJP-AHA-2010

korban yang tidak pingsan di depan mereka dan korban yang bukan dewasa/ AHA

memang tidak memberikan jawaban tentang hal ini namun ada saran sederhana

disini: berikan hands only CPR karena berbuat sesuatu lebih baik daripda tidak

berbuat sama sekali.

6. Kenali henti jantung mendadak

RJP adalah satu-satunya tata laksana untuk henti jantung mendadak dan AHA

meminta kita waspada dan melakukan RJP saat itu terjadi.

7. Jangan berhenti menekan

Setiap penghentian menekan dada berarti menghentikan darah ke otak yang

mengakibatkan kematian jaringan otak jika aliran darah berhenti terlalu lama.

Membutuhkan beberapa kompresi dada untuk mengalirkan darah kembali. AHA

menghendaki kita untuk terus menekan selama kita bisa. Terus tekan hingga alat

defibrilator otomatis datang dan siap untuk menilai keadaan jantung. Jika sudah

tiba waktunya untuk pernafasan dari mulut ke mulut, lakukan segera dan segera

kembali pada menekan dada.

Page 14: 85160137-LP-RJP-AHA-2010

Daftar Pustaka

Muttaqin, Arif .(2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Kardiovaskuler. Jakarta : Penerbit Salemba Medika

Davey, Patrick. (2006). At The Glance Medicine. Jakarta : Penerbit Erlangga

Huon, Gray dkk. (2003). Lecture Notes Kardiologi ed.4. Jakarta : Penerbit Erlangga

Agung (2010). Resusitasi Jantung Paru Pada Kegawatan Kardiovaskuler.

http://www.agung-skep-ns.co.cc/2010/08/resusitasi-jantung-paru-pada-

kegawatan.html. (diakses Jum’at 22 Feb 2011)

Ariefudin. (2011). Pedoman RJP Update 2010 (Revisi).

http://www.medicalzone.org/2010/index.php?option=com_content&task=view&i

d=553 (diakses Sabtu 22 Feb 2011).