Upload
hilda-khoirun-nisa
View
174
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan Pendahuluan
RJP (Resuitasi Jantung Paru)
Atika Widyanti, 1006672213
Pengertian Resuitasi Jantung Paru
Resusitasi Jantung Paru adalah suatu tindakan darurat yang merupakan salah
satu usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas dan henti jantung ke fungsi
optimal, guna mencegah kematian biologis. Resusitasi merupakan segala usaha untuk
mengembalikan fungsi sistem pernafasan, peredaran darah dan saraf, yang terhenti
atau terganggu sehingga fungsinya dapat berhenti sewaktu-waktu, agar kembali
menjadi normal seperti semula. Dengan kata lain Resusitasi jantung paru merupakan
terapi segera untuk henti jantung dan henti nafas.
Beberapa penyebab henti jantung paru meliputi sebab-sebab pernafasan,
pemutusan aliran oksigen dan penyebab sirkulasi. Sebab-sebab pernafasan, bisa
dikarenakan hipoksia, contohnya pada pasien-pasien dengan kondisi sumbatan pada
pangkal lidah pada pasien yang tidak sadar, atau hambatan jalan nafas karena ada
aspirasi isi lambung, dapat pula disebabkan depresi pernafasan, kelumpuhan otot-otot
pernafasan, keracunan, atau kelebihan dosis obat.
Pemutusan aliran oksigen yang disbebabkan oleh henti sirkulasi oleh kelainan jantung
primer, Sedangkan penyebab sirkulasi, apabila fungsi transportasinya terganggu,
seperti : syok hipovolemik karena pendarahan, reaksi anafilaktik, kasus-kasus
tenggelam, overdosis obat, ketidakseimbangan elektrolit, ketidakseimbanagan irama
jantung.
Pengkajian Henti Jantung
Pengenalan terhadap henti jantung bergantung ditemukannya tanda-tanda tidak
adanya sirkulasi seperti henti jantung paru ditandai dengan :
1. Kesadaran hilang (dalam 15 detik setelah henti jantung)
2. Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau
brakialis pada bayi)
3. Henti nafas atau mengap-megap (gasping)
4. Terlihat seperti mati (death like appearance)
5. Warna kulit pucat sampai kelabu
6. Pupil dilatasi (setelah 45 detik).
Resusitasi dilakukan pada :
Infark jantung “kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik”
Serangan Adams-Stokes
Hipoksia akut
Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan
Sengatan listrik
Refleks vagal
Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang untuk
hidup.
Resusitasi tidak dilakukan pada :
Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang
berat.
Stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan lagi.
Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah
½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP
Prinsip Utama Yang Mendasari RJP
-Ketepatan : terapi ditujukan untuk mengembalikan pasien pada kehidupan yang
berkualitas.
-Kecepatan : setelah kegagalan sirkulasi / nafas total terjadi hipoksia vena dalam
waktu 3-4 menit. Selanjutnya, segera terjadi anoksia jantung yang menghambat
pemulihan sirkulasi. Akibat dari penanganan yang tidak tepat dan cepat adalah
kematian pasien.
Penatalaksanaan RJP
Pemeriksaan Primer
Prinsip pemeriksaan primer adalah bantuan napas dan bantuan sirkulasi. Untuk dapat
mengingat dengan mudah tindakan survei primer dirumuskan dengan abjad A, B, C,
yaitu :
A airway (jalan napas)
B breathing (bantuan napas)
C circulation (bantuan sirkulasi)
Sebelum melakukan tahapan A (airway), harus terlebih dahulu dilakukan prosedur
awal pada korban/pasien, yaitu :
1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong
2. Memastikan kesadaran dari korban/pasien.
Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak penolong harus
melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban/pasien, dapat dengan
cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban/pasien dengan lembut dan
mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya.
3. Meminta pertolongan.
Jika ternyata korban/pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera
minta bantuan dengan cara berteriak untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis
yang lebih lanjut.
4. Memperbaiki posisi korban/pasien.
Untuk melakukan tindakan RJP yang efektif, korban/pasien harus dalam
posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras. jika korban
ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi
terlentang. Ingat! penolong harus membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara
kepala, leher dan bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang,
korban harus dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur yang keras dan
kedua tangan diletakkan di samping tubuh.
5. Mengatur posisi penolong.
Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan
napas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi atau menggerakkan lutut.
See Picture:
(Posisi Penolong Yang Benar)
A. (AIRWAY) Jalan Napas
Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan
melakukkan tindakan :
a)Pemeriksaan jalan napas
Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas
oleh benda asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan
berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi
dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan
menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik
Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut
korban.
b)Membuka jalan napas
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada
korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan
menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas.
Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat
dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild – chin lift) dan
Manuver Pendorongan Mandibula (Rahang Bawah).
B. (BREATHING) Bantuan napas
Prinsipnya adalah memberikan 2 kali ventilasi sebelum kompresi dan memberikan 2
kali ventilasi per 10 detik pada saat setelah kompresi. Terdiri dari 2 tahap :
1.Memastikan korban/pasien tidak bernapas.
Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi napas
dan merasakan hembusan napas korban/pasien. Untuk itu penolong harus
mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung korban/pasien, sambil tetap
mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh
melebihi 10 detik.
2.Memberikan bantuan napas.
Jika korban/pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukkan melalui
mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada
tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan,
waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5 – 2 detik dan volume
udara yang dihembuskan adalah 7000 – 1000 ml (10 ml/kg) atau sampai dada
korban/pasien terlihat mengembang. Penolong harus menarik napas dalam pada saat
akan menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup. Konsentrasi
oksigen yang dapat diberikan hanya 16 – 17%. Penolong juga harus memperhatikan
respon dari korban/pasien setelah diberikan bantuan napas.
Cara memberikan bantuan pernapasan :
o Mulut ke mulut
Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang tepat dan
efektif untuk memberikan udara ke paru-paru korban/pasien. Pada saat dilakukan
hembusan napas dari mulut ke mulut, penolong harus mengambil napas dalam
terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut korban
dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat mengghembuskan napas dan juga
penolong harus menutup lubang hidung korban/pasien dengan ibu jari dan jari
telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume udara yang
diberikan pada kebanyakkan orang dewasa adalah 700 – 1000 ml (10 ml/kg). Volume
udara yang berlebihan dan laju inpirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara
memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung.
O Mulut ke hidung
Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak
memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka
yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong harus menutup
mulut korban/pasien.
O Mulut ke Stoma
Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang (stoma) yang
menghubungkan trakhea langsung ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan
pernapasan maka harus dilakukan ventilasi dari mulut ke stoma.
C. (CIRCULATION) Bantuan sirkulasi
Terdiri dari 2 tahapan :
1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban/pasien.
Ada tidaknya denyut jantung korban/pasien dapat ditentukan dengan meraba
arteri karotis di daerah leher korban/ pasien, dengan dua atau tiga jari tangan (jari
telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba
trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kira-kira 1 – 2 cm
raba dengan lembut selama 5 – 10 detik.
Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan
korban dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai
pernapasan korban/pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan jika
bernapas pertahankan jalan napas.
2.Memberikan bantuan sirkulasi.
Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan
bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan kompresi jantung luar, dilakukan dengan
teknik sebagai berikut :
o Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau kiri
sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum).
o Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3 jari ke
atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakan tangan penolong dalam
memberikan bantuan sirkulasi.
o Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan
di atas telapak tangan yang lainnya, hindari jari-jari tangan menyentuh dinding dada
korban/pasien, jari-jari tangan dapat diluruskan atau menyilang.
oDengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban dengan
tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali (dalam 15 detik = 30 kali
kompresi) dengan kedalaman penekanan berkisar antara 1.5 – 2 inci (3,8 – 5 cm).
o Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan
mengembang kembali ke posisi semula setiap kali melakukan kompresi dada. Selang
waktu yang dipergunakan untuk melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat
melakukan kompresi. (50% Duty Cycle).
o Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi tangan pada
saat melepaskan kompresi.
o Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2 (Tiap 15 detik = 30
kompresi dan 2 kali tiupan nafas), dilakukan baik oleh 1 atau 2 penolong.
Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 60 –
80 mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac
output) hanya 25% dari curah jantung normal. Selang waktu mulai dari menemukan
pasien dan dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi
(kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik.
RJP dihentikan bila :
Jantung sudah berdetak ditandai adanya nadi dan nafas sudah spontan
Mengecek nadi dan pernafasan
Penolong sudah kelelahan
Pasien dinyatakan tidak mempunyai harapan lagi/meninggal
RJP menurut American Heart Association 2010
American Heart Association (AHA) baru-baru ini telah mempublikasikan pedoman
cardio pulmonary resuscitation dan perawatan darurat kardiovaskular 2010 yang
dipublikasikan setiap 5 tahun sekali. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh
mencakup urutan dan prioritas langkah-langkah CPR dan disesuaikan dengan
kemajuan ilmiah saat ini unutk mengidentifikasi faktor yang mempunyai dampak
terbesar pada kelangsungan hidup. Mereka mengembangkan rekomendasi untuk
mendukung intervensi yang hasilnya menunjukkan paling menjanjikan.
1. Bukan ABC lagi tapi CAB
Sebelumnya dalam pedoman pertolongan pertama, kita mengenal ABC:
airway, breathing dan chest compressions, yaitu buka jalan nafas, bantuan
pernafasan, dan kompresi dada. Saat ini kompresi dada didahulukan, baru setelah
itu kita bisa fokus pada airway dan breathing. Pengecualian satu-satunya adalah
hanya untuk bayi baru lahir. Namun untuk RJP bayi, RJP anak, atau RJP dewasa,
harus menerima kompresi dada sebelum kita berpikir memberikan bantuan jalan
nafas.
2. Tidak ada lagi looking, listening dan feeling
Kunci utama menyelamatkan seseorang dengan henti jantung adalah dengan
bertindak, bukan menilai. Telepon ambulans segera saat kita melihat korban tidak
sadar dan tidak bernafas dengan baik. Percayalah pada nyali anda, jika anda
mencoba menilai korban bernafas atau tidak dengan mendekatkan pipi anda pada
mulut korban, itu boleh-boleh saja. Tapi tetap saja sang korban tidak bernafaas dan
tindakan look feel listen ini hanya akna menghabiskan waktu
3. Kompresi dada lebih dalam lagi
Seberapa dalam anda harus menekan dada telah berubah pada RJP 20110 ini.
Sebelumnya adalah 1 ½ sampai 2 inchi (4-5 cm), namun sekarang AHA
merekomendasikan untuk menekann setidaknya 2 inchi (5 cm) pada dada.
4. Kompresi dada lebih cepat lagi
AHA mengganti redaksi kalimat disini. Sebelumnya tertulis: tekaan dada
sekitar 100 kompresi per menit. Sekarang AHA merekomndasikan kita untuk
menekan dada minimal 100 kompresi per menit. Pada kecepatan ini, 30 kompresi
membutuhkan waktu 18 detik.
5. Hands only CPR
Ada perbedaan teknik dari yang tahun 2005, namun AHA mendorong RJP
seperti ini pada 2008. AHA masih menginginkan agar penolong yang tidak terlatih
melakukan Hands only CPR pada korban dewasa yang pingsan di depan mereka.
Pertanyaan besarnya adalah: apa yang harus dilakukan penolong tidak terlatih pada
korban yang tidak pingsan di depan mereka dan korban yang bukan dewasa/ AHA
memang tidak memberikan jawaban tentang hal ini namun ada saran sederhana
disini: berikan hands only CPR karena berbuat sesuatu lebih baik daripda tidak
berbuat sama sekali.
6. Kenali henti jantung mendadak
RJP adalah satu-satunya tata laksana untuk henti jantung mendadak dan AHA
meminta kita waspada dan melakukan RJP saat itu terjadi.
7. Jangan berhenti menekan
Setiap penghentian menekan dada berarti menghentikan darah ke otak yang
mengakibatkan kematian jaringan otak jika aliran darah berhenti terlalu lama.
Membutuhkan beberapa kompresi dada untuk mengalirkan darah kembali. AHA
menghendaki kita untuk terus menekan selama kita bisa. Terus tekan hingga alat
defibrilator otomatis datang dan siap untuk menilai keadaan jantung. Jika sudah
tiba waktunya untuk pernafasan dari mulut ke mulut, lakukan segera dan segera
kembali pada menekan dada.
Daftar Pustaka
Muttaqin, Arif .(2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta : Penerbit Salemba Medika
Davey, Patrick. (2006). At The Glance Medicine. Jakarta : Penerbit Erlangga
Huon, Gray dkk. (2003). Lecture Notes Kardiologi ed.4. Jakarta : Penerbit Erlangga
Agung (2010). Resusitasi Jantung Paru Pada Kegawatan Kardiovaskuler.
http://www.agung-skep-ns.co.cc/2010/08/resusitasi-jantung-paru-pada-
kegawatan.html. (diakses Jum’at 22 Feb 2011)
Ariefudin. (2011). Pedoman RJP Update 2010 (Revisi).
http://www.medicalzone.org/2010/index.php?option=com_content&task=view&i
d=553 (diakses Sabtu 22 Feb 2011).