57
BAB I PENDAHULUAN Penyakit jantung dan pembuluh darah hingga saat ini masih merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. 2,4 Dari survey yang dilakukan WHO pada tahun 2008, diperkirakan sebanyak 13,5 juta orang meninggal (23,68% dari jumlah kematian total) karena penyakit jantung dan pembuluh darah. 4 Dari kematian 13,5 juta orang tersebut diperkirakan 7,3 juta kematian disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Pada tahun 2030, WHO memperkirakan terjadi 23,6 juta kemmatian karena penyakit jantung dan pembuluh darah. Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, hanya disebutkan prevalensi nasional penyakit jantung sebesar 7,2%, namun angka kejadian henti jantung mendadak belum didapatkan. 2 Bantuan Hidup Dasar (BHD) atau yang lebih dikenal dengan Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah suatu usaha kedokteran gawat darurat untuk memulihkan fungsi respirasi dan/atau sirkulasi yang mengalami kegagalan mendadak pada pasien yang masih mempunyai harapan hidup. 1 Tindakan bantuan hidup dasar umumnya dilakukan oleh paramedik, namun di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, serta Inggris, dapat dilakukan oleh kaum awam yang telah mendapat pelatihan sebelumnya. Tindakan pemberian BHD ini sangat berpengaruh terhadap angka survival korban, bahkan 1

RJP Guidline 2010

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: RJP Guidline 2010

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit jantung dan pembuluh darah hingga saat ini masih merupakan penyebab

kematian nomor satu di dunia.2,4 Dari survey yang dilakukan WHO pada tahun 2008,

diperkirakan sebanyak 13,5 juta orang meninggal (23,68% dari jumlah kematian total)

karena penyakit jantung dan pembuluh darah.4 Dari kematian 13,5 juta orang tersebut

diperkirakan 7,3 juta kematian disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Pada tahun

2030, WHO memperkirakan terjadi 23,6 juta kemmatian karena penyakit jantung dan

pembuluh darah. Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) tahun 2007, hanya disebutkan prevalensi nasional penyakit jantung

sebesar 7,2%, namun angka kejadian henti jantung mendadak belum didapatkan.2

Bantuan Hidup Dasar (BHD) atau yang lebih dikenal dengan Resusitasi Jantung

Paru (RJP) adalah suatu usaha kedokteran gawat darurat untuk memulihkan fungsi

respirasi dan/atau sirkulasi yang mengalami kegagalan mendadak pada pasien yang

masih mempunyai harapan hidup.1 Tindakan bantuan hidup dasar umumnya dilakukan

oleh paramedik, namun di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, serta

Inggris, dapat dilakukan oleh kaum awam yang telah mendapat pelatihan sebelumnya.

Tindakan pemberian BHD ini sangat berpengaruh terhadap angka survival korban,

bahkan dari survey yang dilakukan American Heart Association menemukan 50%

korban mengalami angka survival yang mencapai 80% dengan pemberian BHD oleh

orang awam di luar rumah sakit.4

Gambar 1. Rantai Kelangsungan Hidup (chain of survival) dalam Bantuan Hidup Dasar3,5

1

Page 2: RJP Guidline 2010

Tindakan BHD bukan merupakan suatu jenis keterampilan tindakan tunggal

semata, melainkan suatu usaha berkesinambungan antara pengamatan serta intervensi

yang dilakukan dalam memberikan pertolongan. Keberhasilan pertolongan yang

dilakukan ditentukan oleh kecepatan dalam memberikan tindakan awal BHD, hal ini

menjadi pencetus ide untuk membuat alur tindakan melakukan BHD yang efektif serta

melatih sebanyak mungkin orang awam dan paramedik untuk dapat melakukan BHD

secara baik dan benar. Secara umum, pengamatan serta intervensi yang dilakukan dalam

BHD merupakan satu rantai tak terputus, disebut sebagai rantai kelangsungan hidup

(chain of survival).

2

Page 3: RJP Guidline 2010

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirasi, Kardiovaskular dan Serebrovaskular

Pengenalan serta pemahaman yang baik terhadap anatomi serta fisiologi sistem

respirasi serta kardiovaskular akan membantu pelaksanaan bantuan hidup dasar yang

optimal baik untuk orang awam dan terlebih lagi untuk paramedis. Dengan mengetahui

anatomi dan fisiologi, penolong dapat mengurangi efek samping yang dapat terjadi saat

pelaksanaan tindakan bantuan hidup dasar pada penolong dan juga korban. Pada sub

bab ini akan dibahas secara superfisial terkait anatomi dan fisiologi sistem respirasi,

kardiovaskular dan serebrovaskular.

2.1.1 Sistem Respirasi

Anatomi sistem respirasi terbagi menjadi 4 komponen,2,5 yaitu :

1. Saluran nafas sebagai tempat masuknya udara luar ke dalam tubuh manusia

2. Alveoli:kantung udara tempat terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida

di dalam paru-paru

3. Komponen neuromuskular

4. Komponen pembuluh darah arteri, kapiler dan vena-vena

Saluran pernafasan terbagi menjadi dua, saluran bagian atas dan saluran bagian

bawah. Bagian atas terdiri dari lubang hidung, mulut, faring dan laring. Bagian bawah

terdiri dari trakea, bronkus, bronkiolus dan berakhir di alveoli. Komponen

neuromuskular sistem respirasi meliputi pusat saraf di otak, batang otak serta jaras-jaras

saraf menuju otot diafragma, otot interkostalis, serta otot bahu dan leher.

Dinding dada atau yang sering dikenal dengan nama dinding thorak terdiri dari 12

tulang iga melekat di vertebra. Sepuluh tulang iga yang melekat di sternum dan 2 tulang

iga yang tidak melekat ke sternum. Alveoli yang dilapisi oleh selapis sel tipis dengan

pembuluh darah kapiler di dalamnya adalah kantung udara tempat terjdinya pertukaran

oksigen dan karbondioksida.

Arteri pulmonalis merupakan pembuluh darah yang keluar dari ventrikel kanan

berisi darah dengan kandungan oksigen rendah menuju alveoli paru. Setelah dilakukan

pertukaran oksigen dengan karbondioksida di kapiker, darah tersebut mengalir ke

atrium kiri melalui vena pulmonalis dengan kandungan oksigen yang lebih tinggi untuk

didistribusikan ke seluruh tubuh. 3

Page 4: RJP Guidline 2010

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Respirasi11

Sistem respirasi berfungsi membawa oksigen dari udara luar masuk ke dalam darah dan

membuang karbondioksida dari dalam tubuh. Oksigen perlu sebagai bahan bakar pada

metabolisme tubuh. Sistem kardiovaskular mendistribusikan darah naik dari paru ke

seluruh tubuh atau sebaliknya. Jika terjadi penurunan jumlah oksigen yang dibawa

dalam darah atau kemampuan darah mengikat oksigen maka akan terjadi kerusakan

jaringan karena kekurangan oksigen.

Untuk mempertahankan keseimbangan, tubuh mengubah sistem metabolisme

dari aerobik menjadi anaerobik dengan sisa metabolisme berupa asam laktat. Jika proses

tersebut terjadi dalam jumlah besar, akan terjadi asidosis metabolik. Sebaliknya, jika

sistem respirasi mengalami kegagalan, maka pengeluaran karbondioksida dari dalam

tubuh akan mengalami gangguan. Keadaan tersebut akan mengakibatkan terjadinya

penumpukan gas karbondioksida (hiperkarbia) sehingga darah menjadi asam yang

disebut asidosis respiratorik.

Dalam keadaan normal, kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah

mengalami keseimbangan yang diatur oleh pusat pernafasan di otak. Karbondioksida

juga berfungsi sebagai stimulus primer pengaturan kecepatan dan kedalamamn

pernafasan.

4

Page 5: RJP Guidline 2010

2.1.2 Sistem Kardiovaskular

Sistem kardiovaskular meliputi jantung, arteri, vena dan kapiler. Jantung sebagai

pompa darah ke seluruh tubuh pada orang dewasa memiliki ukuran tidak lebih dari

sekepal tangan laki-laki dewasa. Jantung berada di pusat rongga dada, berada diatas

diafragma dikelilingi oleh paru kiri dan kanan serta terlindung oleh sternum.

Jantung terbagi menjadi 4 ruang : dua ruang atrium dan dua ruang ventrikel.

Bagian kanan jantung menerima darah yang mengandung banyak karbondioksida dari

seluruh tubuh yang kanan dibawa ke paru untuk pertukaran gas di alveoli. Setelah

terjadi pertukaran, darah akan kembali ke jantung bagian kiri melalui vena pulmonalis

menuju atrium kiri lanjut ke ventrikel kiri sebelum dipompakan ke seluruh tubuh.

Gambar 2.2 Anatomi jantung7

Katup-katup jantung membatasi ruang-ruang atrium dengan ventrikel dan ventrikel

dengan pembuluh darah besar seperti aorta dan arteri pulmonalis. Katup ini berguna

untuk mempertahankan arah aliran darah tetap menuju distal dan tidak kembali ke

proksimal. Transportasi darah menuju ruang-ruang jantung menggunakan kontraktilitas

otot jantung, baik di atrium maupun ventrikel. Untuk memenuhi kebutuhan

5

Page 6: RJP Guidline 2010

metabolismenya, otot jantung mendapat perdarahan dari arteri koroner. Arteri koroner

terbagi menjadi dua bagian besar yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri.

Jantung dewasa dalam keadaan istirahat berdenyut antara 60-100 kali permenit.

Dalam tiap denyutnya, jantung memompakan darah sekitar 70 cc perkali, sehingga satu

menitnya darah yang dipompakan jantung adalah sekitar 5 liter darah permenit.2,5 Bila

melakukan latihan, jantung bisa memompakan darah sampai 37 liter permenit. Total

volume darah individu dengan berat 70 kg adalah 6 liter. Darah dipompakan keluar

jantung melalui kontraksi miokardium yang diawali dengan cetusan listrik secara alami

di nodus sinoatrial yang diteruskan menuju nodus atrioventrikular dan dihantarkan

menuju serabut purkinje melalui berkas his sebelum menggerakkan otot miokardium

untuk memompa darah keluar jantung. Proses kontraksi ini terjadi secara bersamaan dan

berulang secara terus menerus ketika otot jantung telah siap untuk melakukan kontraksi

kembali. Frekuensi denyut jantung dapat dipengaruhi oleh latihan rutin, rangsangan

sistem saraf dari otak, zat-zat hormonal dalam darah atau obat-obatan yang bersifat

merangsang atau menghambat sistem pacu jantung dan hantaran listrik jantung.

2.1.3 Sistem Serebrovaskular

Susunan sistem saraf pusat terdiri dari otak besar (serebrum), otak kecil (serebelum),

batang otak dan susunan saraf spinal. Bagian otak yang memiliki peranan besar dalam

system saraf adalah serebrum yang mengendalikan hampir sebagian besar kegiatan

sensorik dan motorik tubuh yang terjadi. Batang otak yang terletak diantara otak besar

dan susunan saraf spinal memiliki beberapa jaras (traktus) yang menghubungkan antara

otak besar, otak kecil dan saraf spinal. Keistimewaan batang otak adalah merupakan

pusat pengendali saraf otonom (saraf yang berdiri sendiri) contohnya adalah pusat

pernafasan (respirasi) dan peredaran darah (sirkulasi).

Otak merupakan organ tubuh yang paling banyak memerlukan oksigen untuk

aktivitasnya, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan suplai darah

kaya oksigen secara konstan. Apabila terjadi gangguan aliran darah menuju otak, atau

bahkan jika berhenti total, maka bisa terjadi kerusakan jaringan otak yang mungkin bisa

menimbulkan kematian. Pembuluh darah yang memperdarahi otak bersumber pada

arteri karotis kiri dan kanan yang mensuplai 80% aliran darah, sedangkan 20% sisanya

diperdarahi oleh arteri vertebralis kiri dan kanan. Kedua arteri ini bertemu membentuk

6

Page 7: RJP Guidline 2010

lingkaran yang disebut arteri sirkulus willisi yang memungkinkan seluruh bagian otak

tersuplai dengan darah.

Kerusakan jaringan otak menyebabkan penurunan fungsi bagian yang terkena,

namun bagian otak yang tidak mengalami kerusakan berfungsi normal. Keadaan

metabolisme yang terganggu seperti henti jantung akan mempengaruhi metabolisme sel-

sel otak. Sel otak akan mengalami iskemia apabila suplai oksigen dan glukosa terhenti

selama ≥ 5 menit akan mengalami kerusakan yang irreversible.1,2,5

Pertolongan gawat darurat berupa bantuan hidup dasar bertujuan untuk

mempertahankan serta memelihara, jika mungkin mengembalikan pasokan oksigen

secarab normal ke organ tubuh yang sangat membutuhkan oksigen seperti sel syaraf

yang sangat peka akan adanya penurunan suplai oksigen, jantung dan paru yang saling

berkaitan dan saling bergantung.

2.2 Bantuan Hidup Dasar Dewasa

Resusitasi jantung paru adalah suatu usaha kedokteran gawat darurat untuk memulihkan

fungsi respirasi dan/atau sirkulasi yang mengalami kegagalan mendadak pada pasien

yang masih mempunyai harapan hidup.1

Dikatakan pula resusitasi jantung paru adalah prosedur kedokteran gawat darurat

pada korban yang mengalami henti jantung primer atau keadaan henti nafas primer.

Henti jantung primer (cardiac arrest) adalah ketidaksanggupan curah jantung untuk

memenuhi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya secara mendadak dan

dapat kembali normal kalau dilakukan tindakan yang tepat atau akan menyebabakan

kematian atau kerusakan otak menetap kalau tindakan tidak adekuat. Sebagian besar

henti jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau takikardi tanpa denyut (80-90%)

terutama kalau terjadinya di luar rumah sakit, kemudian disusul oleh ventrikel asistol (±

10%) dan terakhir oleh disosiasi elektro-mekanik (± 5%).6

Sedangkan henti nafas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak

hal, misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi asap/uap/gas,

obstuksi jalan nafas oleh benda asing, tersengat listrik, tersambar petir, serangan infark

jantung radang epiglottis, tercekik (suffocation), trauma dan lain-lainnya.6

Bantuan hidup dasar adalah landasan untuk menyelamatkan hidup pada kasus henti

jantung. Aspek fundamental dari BHD meliputi mengenali dini (recognition) dari henti

jantung mendadak (sindrom koroner akut) dan aktivasi dari sistem gawat darurat, 7

Page 8: RJP Guidline 2010

resusitasi jantung paru dini (RJP), dan defibrilasi cepat dengan automated external

defibrillator (AED). Pada guidelines BHD tahun 2005 mengalami beberapa perubahan

pada guidline BHD 2010, berikut poin baru dan poin yang tetap dicantumkan dalam

guidelines BHD 20105 :

Mengenali segera adanya sindrom koroner akut (SKA) dengan menilai ada

tidaknya respon dan nafas normal ( korban tidak bernafas atau hanya magap)

“Look, Listen, and Feel” dihapus dari algoritme BHD

Mengupayakan RJP dengan tangan (hanya kompresi dada), kompresi dada

kontinyu pada pertengahan dada untuk penolong tak terlatih

Serangkaian siklus kompresi dada sebelum pemberian bantuan nafas (CAB

bukan ABC)

Petugas memberikan kompresi dada efektif atau RJP hingga korban mengalami

sirkulasi spontan kembali atau terminasi usaha resusitasi

Memfokuskan metode untuk memberikan RJP berkualitas (kompresi dengan

jumlah dan kedalaman yang adekuat, memungkinkan recoil penuh dada diantara

kompresi, meminimalisir interupsi pada kompresi dada dan menghindari

ventilasi berlebih)

Lanjutkan untuk memeriksa ulang nadi bagi paramedis/petugas

Algoritme BHD dewasa yang disederhanakan diperkenalkan dengan algoritme

tradisional yang direvisi

Rekomendasi untuk melakukan kompresi dada dengan pendekatan koreograp,

manajemen jalan nafas, memastikan nafas tetap paten, deteksi ritme jantung, dan

syok (jika memadai) oleh intergrasi tim penyelamat yang sangat terlatih pada

situasi yang sesuai.

SKA masih merupakan penyebab utama kematian di berbagai belahan dunia. SKA

disebabkan oleh beberapa etiologi (kardiak atau non kardiak), circumstance (witnessed

atau unwitnessed) dan setting (di rumah sakit atau diluar rumah sakit). Keragaman

situasi ini tidak memungkinkan dilakukannya resusitasi dengan satu protokol baku,

namun satu inti tindakan yang diharapkan dapat dilakukan dalan strategi universal untuk

mencapai kesuksesan resusitasi dapat dilakukan. Tindakan ini disebut sebagai suatu alur

“rantai survival”. Untuk korban dewasa meliputi:

- Mengenali segera adanya henti jantung dan aktivasi dari sistem gawat darurat8

Page 9: RJP Guidline 2010

- Resusitasi jantung paru dini dengan melakukan kompresi dada

- Jika ada indikasi, lakukan segera defibrilasi

- Bantuan hidup lanjut yang efektif

- Perawatan post henti jantung terintregasi

Jika alur ini diterapkan dengan cara yang efektif, angka survival dapat mencapai 50%

pada korban tidak sadar yang disaksikan langsung oleh penolong di luar rumah sakit

yang mengalami fibrilasi ventrikel (VF).5 Namun sayangnya, angka survival pada

keadaan korban diluar rumah sakit dan di rumah sakit sangat berbeda jauh. Sebagai

contoh, angka survival pada beberapa keadaan korban di luar rumah sakit dan di rumah

sakit yang disebakan oleh henti jantung dengan VF berbeda dari 5% hingga 50%. RJP

dini dapat meningkatkan harapan survival, saat ini RJP sering tidak dilakukan hingga

tim penyelamat tiba.3,5

Kompresi dada adalah komponen utama untuk RJP karena perfusi selama RJP

bergantung pada kompresi. Oleh karena itu, kompresi dada harus menjadi prioritas

tertinggi dan tindakakan awal ketika memulai RJP pada korban dewasa dengan henti

jantung mendadak. Kompresi kuat dan cepat menjadi tindakan yang sangat penting dari

kompresi dada. RJP yang berkualitas sangat penting bukan hanya pada onset tapi pada

pelaksanaan resusitasi. Defibrilasi dan pertolongan lanjut harus dilaksanakan

berkesinambungan untuk meminimalisir interupsi RJP. Defibrilasi segera merupakan

prediktor penting pada penanganan pasien dengan sindrom koroner akut VF. Usaha

untuk mengurangi interval dari saat kolaps hingga dapat dilakukannya defibrilasi dapat

secara potensial meningkatkan angka survival pada situasi di rumah sakit maupun diluar

rumah sakit. Berdasarkan situai dan keadaan sekitar, defibrilasi lebih dini dapat

dilaksanakan oleh berbagai profesi penolong, baik oleh penonton yang tidak terlatih,

polisi, tim medis gawat darurat dan petugas rumah sakit. Satu strategi yang diterapkan

adalah dengan menggunakan AED (automated external defibrillator). AED menilai

ritme jantung secara tepat, yang memungkinkan penolong yang tidak terlatih dalam

mengiterpretasikan ritme jantung untuk secara akurat memberikan kejut lifesaving pada

pasien SKA.

Pengenalan dan aktivasi segera, RJP dini dan defibrilasi cepat (jika memadai)

merupakan tiga langkah pertama dalam alur BHD untuk dewasa pada rantai

kelangsungan hidup (chain of survival).9

Page 10: RJP Guidline 2010

2.2.1 Aktivasi Sistem Respon Gawat Darurat

Penolong (awam) harus segera mencari bantuan atau menelpon nomor layanan gawat

darurat di daerah setempat untuk memperoleh bantuan saat menemukan korban tidak

sadar kapanpun.3,5 Ketika penolong ditanya oleh petugas (tim medis) untuk menentukan

apakah korban masih bernafas, penolong sering salah menginterpretasikan agonal gasp

atau nafas abnormal sebagai nafas normal. Informasi yang salah ini dapat menyebabkan

penyampaian instruksi yang salah oleh petugas untuk menginstruksikan penolong untuk

memulai RJP pada pasien henti jantung.

Untuk membantu penolong mengenali keadaan henti jantung, petugas harus

menanyakan tentang kesadaran korban, dan kualitas nafas (normal vs abnormal).

Penolong harus secara khusus diedukasi dalam mengenali nafas abnormal untuk

meningkatkan pengenalan gasping dan henti jantung. Petugas harus tanggap adanya

kejang umum singkat yang merupakan manifestasi awal dari henti jantung. Petugas

harus menyarankan RJP pada korban yang tidak sadarkan diri yang tidak bernafas

secara normal, oleh karena kebanyakan kasus dengan korban tidak sadarkan diri

disebabkan oleh henti jantung dan frekuensi pada kasus bukan henti jantung sangat

rendah. Petugas harus menginstruksikan penolong yang tidak terlatih untuk memberikan

RJP kompresi dada untuk dewasa dengan SKA, karena lebih mudah untuk penolong

menerima instruksi RJP via telepon untuk melakukan RJP hands-only atau kompresi

dada dari pada konvensional RJP (kompresi dada dan ventilasi).

Namun pada kasus henti jantung yang penyebabnya dicurigai atau sudah dapat

dipastikan oleh karena asfiksia, petugas harus menyampaikan instruksi untuk dilakukan

nafas bantuan nafas via telepon pada korban dewasa dan anak-anak misalkan pada kasus

tenggelam.

2.2.2 Alur Tatalaksana Bantuan Hidup Dasar Dewasa Bagi Umum

Langkah-langkah bantuan hidup dasar terdiri dari rentetan penilaian dan tindakan, yang

diilustrasikan dalam algoritme BHD baru yang lebih sederhana (Gambar 2.3).

Algoritma ini disusun untuk memberikan panduan langkah-langkah BHD yang logis

dan ringkas yang mudah dipelajari, diingat dan dilakukan oleh berbagai profesi yang

dapat memberikan pertolongan pertama. Langkah pada algoritma ini disesuaikan untuk

penolong tunggal yang harus memiliki pedoman untuk melakukan tindakan prioritas.

Namun, untuk tindakan yang dilakukan di rumah sakit dan unit gawat darurat tindakan 10

Page 11: RJP Guidline 2010

resusitasi melibatkan suatu tim yang melaksanakan tindakan resusitasi secara simultan

(satu penolong mengaktivasi sistem gawat darurat sedangkan yang lain mulai

memberikan kompresi jantung luar dan penolong ketiga memberikan ventilasi atau

mendapatkan bag-mask untuk memberikan ventilasi dan penolong keempat menyiapkan

defibrillator).

Gambar 2.3 Algoritme Bantuan Hidup Dasar yang disederhanakan3

1. Pengenalan dan Aktivasi segera Sistem Gawat Darurat

Jika seseorang menemukan seorang korban dewasa tidak sadarkan diri ( tidak bergerak

atau merespon rangsangang) atau menyaksikan seorang dewasa yang secara tiba-tiba

kolaps, setelah memastikan korban dan penolong aman, penolong harus memeriksa

respon korban dengan cara menepuk bahu korban dan memanggilnya. Penolong yang

11

Page 12: RJP Guidline 2010

terlatih atau pun yang tidak terlatih harus minimal mengaktivasi sistem gawat darurat

komunitas setempat (menghubungi 118, atau jika berada di suatu institusi dengan sistem

gawat darurat, hubungi nomor fasilitas gawat darurat tersebut). Jika korban juga tidak

ada atau bernafas abnormal (tergagap), penolong harus berpikir bahwa korban

mengalami henti jantung.3,5-7 Penonton harus segera menghubungi sistem gawat darurat

begitu penolong menemukan korban tidak sadar, petugas harus mampu untuk

membimbing penolong awam untuk memeriksa nafas dan langkah-langkah RJP jika

diperlukan. Petugas dapat memeriksa respon dan melihat ada tidaknya nafas normal dan

abnormal hampir secara simultan dilakukan sebelum aktivasi sistem gawat darurat.

Setelah aktivasi sistem gawat darurat seluruh penolong harus segera memulai RJP untuk

korban dewasa yang tidak berespon dengan tidak adanya nafas atau tidak ada nafas

normal (hanya magap).

Ketika penolong menghubungi 118 untuk memperoleh bantuan, penolong harus

menyiapkan jawaban pertanyaan tentang lokasi kejadian, kronologis kejadian, jumlah

dan kondisi korban dan tipe alat bantu yang tersedia. Jika penolong tidak pernah atau

lupa langkah melakukan RJP, mereka juga harus mengikuti instruksi tim medis. Dan

yang terakhir, penolong menutup telepon hanya jika paramedik menginstruksikan.

2. Cek nadi

Beberapa studi menunjukkan bahwa baik penolong dari orang awam dan petugas

kesehatan mengalami kesulitan dalam mendeteksi nadi. Petugas medis juga

memerlukan waktu yang cukup lama untuk memeriksa nadi.

- Penolong awam tidak harus memeriksa nadi dan harus berpikir bahwa henti

jantung terjadi pada korban jika seseorang tiba-tiba kolaps atau seorang korban

tidak sadarkan diri tidak bernapas dengan normal.

- Paramedic harus dapat memeriksa nadi tidak lebih dari 10 detik, dan jika

petugas medis tidak menemukan pasti denyut nadi dalam periode 10 detik ini,

penolong harus memulai kompresi dada

3. RJP Dini : Kompresi dada

Kompresi dada terdiri dari pemberian tekanan bertenaga yang berirama pada setengah

bagian bawah dari sternum. Kompresi ini menyebabkan darah mengalir melalai

peningkatan tekanan intratorakal dan secara langsung menekan jantung. Penekanan ini

menciptakan aliran darah dan penghantaran oksigen ke miokardium dan otak.12

Page 13: RJP Guidline 2010

- Kompresi dada yang efektif sangat penting untuk memungkinkan aliran darah

selama RJP. Untuk alasan ini semua pasien henti jantung harus menerima

kompresi dada.

- Untuk memberikan kompresi dada yang efektif harus dilakukan kompresi yang

kuat dan cepat. Baik penolong awam maupun para medis dapat melakukan

tindakan ini untuk melakukan kompresi dada dewasa dengan kecepatan

sekurangnya 100 kompresi per menit dengan kedalaman komprsi sekurangnya 2

inci atau 5 cm. Penolong harus meberikan kesempatan dada untuk recoil

komplet setiap kompresi, untuk memberikan kesempatan jantung untuk mengisi

secara komplet sebelum kompresi selanjutnya.

- Penolong harus mencoba meminimalisir frekuensi dan durasi dari interupsi

kompresi untuk memaksimalkan jumlah kompresi yang diberikan tiap menitnya.

Rasio kompresi ventilasi yang direkomendasikan adalah 30:2.

4. Amankan Jalan Nafas

Perubahan pada AHA guidline 2010 for CPR and ECC merekomendasikan inisiasi

kompresi sebelum ventilasi. Meskipun belum ada suatu penelitian pada hewan maupun

manusia yang memberikan bukti bahwa memulai RJP dengan kompresi 30 kali dari

pada memberikan ventilasi terlebih dahulu menyebabkan hasil yang lebih baik, namun

hal ini jelas bahwa aliran darah bergantung pada kompresi dada. Keterlambatan dan

interupsi dari kompresi dada harus diminimalisir saat keseluruhan proses resusitasi.

Terlebih lagi, kompresi dada dapat dilakukan hampir sesegera mungkin, sedangkan

memposisikan kepala, melakukan nafas bantuan dengan mulut ke mulut dan

menggunakan perlengkapan bag-mask semua itu memerlukan waktu.3,5-7

Ketika kompresi dada dimulai, penolong yang terlatih harus memberikan nafas

buatan melalui mulut ke mulut atau bag-mask untuk memberikan oksigenasi dan

ventilasi, dengan cara sebagai berikut :

- Berikan nafas buatan selama lebih dari satu detik

- Berikan udara dengan volume tidal yang cukuo untuk memperoleh rasio

kompresi dada 30 dan 2 kali ventilasi.

5. Defibrilasi dini dengan AED

Setelah mengaktivasi system gawat darurat, penolong tunggal harus memperoleh AED

(jika tersedia dekat dan akses mudah) dan kemudian kembali ke korban untuk 13

Page 14: RJP Guidline 2010

memasang dan menggunakan AED. Pada penolong dua orang atau lebih, satu penolong

harus memulai kompresi dada sedangkan penolong kedua mencari bantuan dan mencari

AED(di rumah sakit manual defibrillator). AED harus digunakan secepat mungkin dan

kedua penolong harus memberikan RJP dengan kompresi dada dan ventilasi.

Langkah-langkah defibrilasi3,5-7 :

- Nyalakan AED

- Ikuti petunjuk yang disampaikan AED

- Lakukan kembali kompresi dada sesegara mungkin setelah dilakukan syok

(meminimalisir interupsi).

Tingkat pengetahuan dan keterampilan penolong sangat menentukan intervensi yang

dapat dilakukan dalam memberikan resusitasi pada korban. Pada guidline 2010

diberikan strategi pendekatan pada 3 prototipe penolong yang berbeda dalam

memberikan intervensi RJP setelah penolong mengakivasi sistem gawat darurat.

Penolong Awam

Jika penolong tidak terlatih dalam memberikan RJP, penolong hanya melakukan

kompresi dada dengan kompresi kuat dan cepat atau mengikuti instruksi petugas.

Kompresi dada harus dilanjutkan oleh petugas hingga AED tersedia dan siap untuk

digunakan atau tim gawat darurat sudah mengambil alih.

Penolong Terlatih

Penolong yang terlatih minimal memberikan kompresi dada pada korban henti jantung.

Jika penolong mampu untuk melakukan bantuan nafas, dapat dilakukan ventilasi dengan

rasio 30 kompresi 2 nafas bantuan. Penolong harus melanjutkan resusitasi hingga

fasilitas AED tersedia dan siap digunakan atau tim gawat darurat mengambil alih

pertolongan.

Tim Medis

Seluruh petugas kesehatan sebaiknya terlatih untuk memberikan BHD. Petugas

kesehatan harus memberikan kompresi dada dan nafas bantuan pada korban henti

jantung. Kompresi dada 30 kali dan 2 kali nafas bantuan dilakukan hingga alat bantu

nafas lanjut terpasang; kemudian kompresi dada dilanjutkan dengan ventilasi 1 kali

nafas bantuan setiap 6 hingga 8 detik (8 -10 ventilasi per menit). Interupsi kompresi

dada harus diminimalisir saat pemasangan alat bantu nafas, dan ventilasi berlebih juga

harus dihindari. Petugas kesehatan sebaiknya melakukan tindakan resusitasi 14

Page 15: RJP Guidline 2010

berdasarkan kausa yang mungkin menyebabkan kolaps. Sebagai contok, saat petugas

kesehatan seorang diri melihat seorang korban tiba-tiba kolaps, petugas dapat berasumsi

bahwa korban mengalami suatu henti jantung mendadak dan segera menghubungi 118,

segera menemukan AED (jika tersedia) dan segera memasang dan menggunakan AED

tersebut dan dilanjutkan dengan pemberian RJP. Jika petugas seorang diri membantu

korban tenggelam atau korban dengan sumbatan benda asing yang tidak sadarkan diri,

petugas dapat memberikan RJP dalam 5 siklus (± 2 menit) sebelum menghubungi

sistem layanan gawat darurat.

2.2.3 Keterampilan BHD pada Korban Dewasa Bagi Petugas Kesehatan

Gambar 2.4 Algoritme BHD bagi petugas kesehatan5

- Mengenali Keadaan Korban Tidak Sadar (kotak 1)

Langkah pertama yang sangat penting dalam tatalaksana henti jantung adalah mengenali

segera adanya henti jantung. Penolong yang melihat secara langsung korban yang

mengalami kolaps atau menemukan seorang korban yang tidak sadar, langkah inisiasi

15

Page 16: RJP Guidline 2010

yang dilakukan yakni memastikan lingkungan sekitar aman dan nilai respon korban.

Kemudian nilai kesadaran korban, berikut langkah sederhana yang perlu dilakukan:

1. Apakah korban dalam keadaan sadar?

2. Apakah korban tampak mulai tidak sadar, tepuk atau goyangkan bahu korban dan

bertanya dengan suara keras “Apakah Anda baik-baik saja?”

3. Apabila korban tidak berespon, mintalah bantuan untuk menghubungi rumah sakit

terdekat, dan mulailah RJP.

Gambar 2.5 Cara memeriksa kesadaran11

Petugas kesehatan juga harus memeriksa nafas dan adanya nafas abnormal saat

memeriksa kesadaran, bila korban tidak sadar tanpa nafas, penolong harus berasumsi

korban mengalami henti jantung dan segera menghubungi tim gaway darurat. Penolong

mungkin tidak dapat menentukan secara akurat ada atau tidaknya nafas normal pada

korban tidak sadar dikarenakan saluran nafas yang tidak terbuka atau adanya occasional

gasping yang dapat terjadi pada menit pertama setelah SKA yang dapat membingunkan

dengan nafas normal. Penolong harus memperlakukan korban yang mengalami

occasional gasping seperti korban tidak sadar.

Beberapa studi menunjukkan penolong maupun petugas kesehatan mengalami

kesulitan dalam meraba nadi. Petugas kesehatan mungkin memerlukan waktu lama

untuk memeriksa nadi dan sulit untuk menentukan ada tidaknya nadi.

16

Page 17: RJP Guidline 2010

- Teknik Kompresi Dada

Pada sistem kompresi jantung luar cairan mengalir ketika gradien tekanan dan aliran

timbul selama kompresi jantung luar. Teori konvensional aliran darah selama kompresi

disebut cardiac pump theory. Kompresi langsung antara spine dan sternum berhubungan

dengan peningkatan tekanan dalam ventrikel menyebabkan penutupan katup mitral dan

trikupsid, berhubungan dengan aliran darah ke aorta dan arteri pulmonari.3,5-7

Pada teori thoracic pump, kompresi berhubungan dengan peningkatan tekanan

rongga torak. Berhubungan dengan gradien tekanan dari inrtatorak ke ekstratorak

arteri.3,5-7 Darah mengalir ke dalam thorak selama fase relaksasi dari kompresi dada,

sama dengan pada teori cardiac pump. Selama fase kompresi semua struktur intratorak

tertekan, sama dengan peningkatan tekanan intratorak yang disebabkan oleh depresi

sternal, menyebabkan darah keluar dari dada. Aliran balik melalui sistem vena diatur

oleh katup pada vena subklavian dan internal jugular dan oleh kompresi dinamik vena

pada dinding thorak oleh peningkatan tekanan intrathorak. Dinding pembuluh darah

yang kompresibel mencegah kolap pada arterial. Kolap arteri bisa terjadi jika tekanan

intratorak cukup meningkat.3,5

Pada individu tanpa teraba nadi, serial ritme kompresi jantung luar dapat dimulai.

Korban diletakkan pada posisi supine pada tempat yang keras, dengan penolong di

sampingnya. Kompresi jantung dilakukan dengan meletakkan ujung telapak tangan di

kunci dengan telapak tangan yang lain di tulang dada (sternum) bisa sejajar/segaris

antara puting payudara atau 3 jari diatas tulang muda di bawah sternum (prosessus

xypoid), letakkan kedua bahu anda sejajar dan lakukan kompresi jantung.3,5-7 Kompresi

dilakukan dengan kedalaman sekurangnya 2 inci atau 5 cm dengan 30 kompresi.

Dengan 1 atau 2 penolong tetap 30 kompresi per siklus. Ini dilakukan selama 5 siklus

(sekurangnya 1 menit menjadi 100 kompresi). Setelah 5 siklus tadi, cek kembali denyut

nadi karotis sampai bantuan ambulan datang, atau ada respon pasien, atau pasien terlihat

mati biologis – tanda-tanda rigor mortis.3,5-7

Sebenarnya dengan mengkompresi jantung, secara tidak langsung memberikan

ekspirasi napas. Nilai sirkulasi darah korban dengan menilai denyut arteri besar (arteri

karotis, arteri femoralis). Apabila terdapat denyut nadi maka berikan pernapasan buatan

2 kali. Apabila tidak terdapat denyut nadi maka lakukan kompresi dada sebanyak 30

kali.3,5-7

17

Page 18: RJP Guidline 2010

Gambar 2.5. Tekhnik dan mekanisme kompresi jantung10.

Kenapa meningkatkan kompresi dada menjadi 30 kali persiklus?5

1. Memberikan kesempatan jantung berdenyut lebih cepat, kalau terlalu banyak

ventilasi ada fase silence.

2. Mengurangi ITP ( Intra Thoracic Pressure)- tekanan dalam rongga dada karena

ventilasi untuk mencegah regurgitasi/aspirasi

Gambar 2.6 Posisi kompresi dada, dimulai dari lokasi processus xyphoideus, dan tarik garis ke

kranial 2 jari diatas processus xyphoideus, dan lakukan kompresi pada tempat tersebut.3,5,10

18

Page 19: RJP Guidline 2010

Gambar 2.7 Kemudian berikan 2 kali napas buatan dan teruskan kompresi dada sebanyak 30 kali.

Ulangi siklus ini sebanyak 5 kali3,5,10

Setelah mengulang siklus 5 kali kemudian cek nadi dan napas korban, apabila:

1. Tidak ada napas dan tidak ada nadi : teruskan RJP sampai bantuan datang

2. Terdapat nadi tetapi tidak ada napas: mulai lakukan pernapasan buatan

3. Terdapat nadi dan napas: korban membaik.

- Rasio Kompresi-Ventilasi (kotak 4)

Rasio kompresi-ventilasi 30:2 sesuai untuk korban dewasa, namun masih diperlukan

validasi lebih lanjut di tempat lainnya. Rasio 30:2 ini berdasarkan konsensus antara

para ahli dan publikasi kasus berseri. Bila sudah terpasang alat bantu nafas, seorang

penolong diperlukan untuk melanjutkan kompresi dada dengan kecepatan paling

sedikit 100 kali per menit tanpa interupsi untuk ventilasi. Penolong dapat

memberikan ventilasi setiap 6-8 detik.

- RJP Kompresi Dada

Hanya 20% - 30% korban henti jantung di luar rumah sakit yang menerima

resusitasi. Kompresi dada oleh penolong sangat membantu untuk meningkatkan

peluang untuk survive korban henti jantung bila dibandingkan dengan korban henti

jantung yang tidak memperoleh resusitasi. Bantuan nafas pada kasus SKA dengan

VF tidak sepenting kompresi dada karena level oksigen di darah masih cukup untuk

19

Page 20: RJP Guidline 2010

beberapa menit pertama setelah henti jantung. Terkadang korban juga mengalami

gasping atau agonal gasp, dan ini memungkinkan pertukaran gas oksigen dan

karbondioksida. Jika saluran nafas terbuka, recoil dada passive selama fase relaksasi

saat kompresi dada juga memungkinkan adanya pertukaran udara.

Manajemen Saluran Nafas

- Membuka Jalan Nafas ; penolong awam

Penolong terlatih yang percaya bisa melakukan kompresi dan ventilasi harus membuka

jalan nafas menggunakan maneuver head tilt-chin lift.

- Membuka jalan nafas ; petugas kesehatan

Petugas kesehatan harus menggunakan maneuver head tilt-chin lift untuk membuka

jalan nafas pada korban yang tidak ada bukti mengalami trauma kepala dan leher. Untuk

korban dengan curiga cedera spinal, penolong harus restriksi gerakan spinal manual dari

pada imobilisasi. Jika petugas mencurigai adanya cedera servikal, untuk membuka jalan

nafas menggunakan jaw thrust tanpa ekstensi. Oleh karena menjaga jalan nafas tetap

paten dan memberikan ventilasi yang cukup merupakan prioritas dalan RJP,

menggunakan head tilt-chin lift maneuver juga tetap dilakukan jika jaw thrust tidak

cukup untuk membuka jalan nafas.

Gambar 2.8 Head tilt – chin lift manuver12

Nafas bantuan

Pada Guidline AHA 2010, direkomendasikan sebagai berikut :

Berikan setiap nafas bantuan selama satu menit

20

Page 21: RJP Guidline 2010

Berikan volume tidal yang cukup untuk dapat terlihat naiknya dada korban

Jika alat bantu nafas (endotrakeal tube, LMA dll) sudah terpasang) selama RJP

dilakukan oleh 2 penolong, berikan 1 nafas setiap 6-8 detik tanpa menyesuaikan

nafas dengan kompresi. Jangan ada interupsi saat melakukan kompresi dada

untuk memberikan ventilasi.

Beberapa studi pada pasien anestesi dewasa (dengan perfusi normal) menyarankan

bahwa volume tidal 8 – 10 ml/kg menjaga oksigenasi normal dan eliminasi CO2. Selama

RJP, curah jantung sebesar 25% - 30% dari nilai normal, sehinggan pengambilan

oksigen dari paru dan penghantaran CO2 ke paru juga berkurang. Dari alas an tersebut

selama RJP pada korban dewasa, kebutuhan volume tidal ± 500 – 600 ml (6 – 7 ml/kg)

akan terpenuhi. Terpenuhinya volume tidal dapat dilihat dari bergeraknya dada

mengembang saat diberikan ventilasi.

Pasien dengan sumbatan jalan nafas atau komplian paru yang rendah

memerlukan tekanan yang lebih tinggi untuk dapat memberikan ventilasi yang cukup

(untuk dapat membuat dada terlihat mengembang). Ventilasi berlebih tidak

menguntungkan dan dapat menyebabkan inflasi gaster dan ini dapat mengakibatkan

komplikasi seperti regurgitasi dan aspirasi. Yang paling membahayakan, ventilasi

berlebih dapat membahayakan karena meningkatkan tekanan intratorakal, mengurangi

venous return ke jantung, dan mengurangi cardiac output dan survival.

- Nafas buatan dari mulut ke mulut

Bantuan nafas mulut-ke mulut memberikan oksigen dan ventilasi pada korban, untuk

memberikan nafas bantuan penolong menarik napas biasa (bukan nafas dalam),

kemudian bibir penolong ditempelkan ke bibir pasien yang terbuka dengan erat supaya

tidak bocor dan udara ekspirasi dihembuskan ke mulut pasien sambil menutup kedua

lubang hidung pasien dengan cara memencetnya. Berikan 1 nafas selama lebih dari 1

menit, tarik nafas regular kembali dan berikan nafas bantuan kedua selama lebih dari 1

menit. Menarik nafas regular dari pada nafas dalam daoat mencegah penolong untuk

tidak mengalami pusing dan mencegah overinflasi pada paru korban. Penyebab paling

sering dari kesulitan memberikan nafas bantuan adalah membuka jalan nafas kurang

tepat, jadi jika dada korban tidak mengembang saat diberikan ventilasi dengan nafas

pertama, reposisi kembali kepala dengan maneuver head tilt-chin lift lalu nberikan

ventilasi yang kedua.21

Page 22: RJP Guidline 2010

Gambar 2.9 Pemberian ventilasi dari mulut ke mulut12

Jika korban dengan sirkulasi spontan (nadi yang mudah dan teraba kuat) memerlukan

ventilasi, petugas harus memberikan nafas bantuan 1 nafas setiap 5 – 6 detik atau 10 –

12 nafas per menit.3,5-7

- Nafas buatan dari mulut ke alat bantu nafas

Beberapa petugas kesehatan dan penolong merasa takut atau tidak nyaman memberikan

nafas bantuan dari mulut ke mulut dan lebih memilih menggunakan alat bantu lainnya.

Risiko penularan penyakit melalui ventilasi mulut ke mulut sangat rendah, sehingga

untuk melakukan ventilasi dengan atau tanpa alat bantu sangat dianjurkan. Pada bantuan

napas mulut ke sungkup pada dasarnya sama dengan mulut ke mulut. Sungkup

diletakkan di tepi hidung dan mengelilingi mulut. Penolong meletakkan jempol pada

bagian sungkup yang terletak di hidung pasien, jari telunjuk pada tangan yang sama

diletakkan pada garis tepi tulang rahang. Sungkup tertutup rapat pada wajah penderita.

Bantuan napas diberikan melalui sungkup.3,5-7

- Nafas buatan dari mulut ke hidung dan mulut ke ventilasi stoma

22

Page 23: RJP Guidline 2010

Pada bantuan nafas mulut ke hidung, maka udara ekspirasi penolong dihembuskan ke

hidung pasien sambil menutup mulut pasien. Tindakan ini dilakukan jika mulut pasien

sulit dibuka (trismus) atau trauma maksilo-fasial, korbn di air atau ventilasi mulut ke

mulut sulit dijangkau. Bantuan napas dapat pula dilakukan dari mulut ke stoma atau

lubang trakeostomi pada pasien pasca bedah laringektomi.3,5-7

- Ventilasi dengan Bag dan Mask

Penolong dapat memberikan ventilasi bag-mask dengan udara ruangan atau oksigen.

Alat bantu bag-mask memberikan ventilasi tekanan positif tanpa alat bantu nafas;

sehingga bag-mask dapat menyebabkan inflasi gaster dan komplikasinya.

- Ventilasi dengan supraglotik airway

Alat bantu nafas supraglotis seperti LMA, esophageal-tracheal combitube dan king

airway device, saat ini dalam lingkup praktek BHD di sejumlah wilayah (dengan

autorisasi khusus dari control medis). Ventilasi dengan bag melalui alat ini memberikan

suatu alternative untuk bag-mask ventilasi untuk petugas yang terampil dan memiliki

pengalaman cukup dalam menejemen nafas pada kasus henti jantung.

- Ventilasi dengan advanced airway

Ketika korban telah terpasang alat bantu nafas lanjut selama pemberian RJP, penolong

tidak lagi diberikan resusitasi dengan siklus 30 kompresi dan 2 nafas. Namun, kompresi

dada kontinyu diberikan sekurangnya 100 per menit tanpa dihentikan untuk

memberikan ventilasi, dan ventilasi diberikan 1 nafas setiap 6-8 detik.

AED Defibrilasi

Seluruh petugas BHD harus dilatih untuk dapat melakukan defibrilasi karena VF. Untuk

korban henti jantung, angka survival paling tinggi ketika penolong segera memberikan

RJP dan defibrilasi pada 3 – 5 menit dari kolaps. Defibrilasi cepat adalah tatalaksana

pilihan untuk kasus VF pada durasi singkat.

Perbaikan Posisi

Perbaikan posisi dilakukan pada pasien tidak sadar yang jelas memiliki nafas normal dn

sirkulasi yang efektif. Posisi ini ditujukan untuk memelihara jalan nafas tetap paten dan

mengurangi risiko sumbatan dan aspirasi pada saluran nafas. Korban ditempatkan

dengan posisi miring dengan lengan bawah didepan tubuh. Terdapat beberapa variasi 23

Page 24: RJP Guidline 2010

dari perbaikan posisi, masing-masing memiliki keunggulan tersendiri. Namun tidak ada

satu posisi lebih unggul dari posisi lain pada semua korban.3,5

2.3 Resusitasi Pada Situasi Khusus

- Sindrom Koroner Akut

Mengenali, mendiagnosis dan menterapi dini akut miokard infark dapat meningkatkan

outcome dengan membatasi kerusakan otot-otot jantung, tapi terapi paling efektif jika

diberikan dalam beberapa jam dari onset gejala. Gejala klasik terkait SKA adalah rasa

tidak nyaman di dada, nyeri pada daerah dada atas, nafas pendek, berkeringat, mual dan

nyeri kepala. Gejala MI ditandai dengan berlangsungnya gejala lebih dari 15 menit.

Gejala SKA atypical mungkin lebih sering terjadi pada orang tua, wanita dan pasien

diabetes, tapi beberapa pasien mengalami tanda dan gejala atypical.

Untuk meningkatkan outcome, semua penolong dan petugas harus dilatih untuk

mengenali gejala SKA, meskipun atypical. Pada pasien sadar dan berpotensi memiliki

gejala kardiak, petugas hendaknya meminta pasien untuk mengunyah aspirin (160 – 325

mg), dengan memastikan pasien tidak memiliki riwayat alergi aspirin dan tanda

perdarahan saluran pencernaan aktif.5-8

Petugas harus menilai EKG 12-lead, tentukan onset gejala SKA, dan

beritahukan kedatangan kita ke RS yang akan kita tuju. Pada pasien dispneu,

hipoksemia, memiliki tanda gagal jantung atau saturasi oksihemoglobin <94%, petugas

harus memberikan oksigen dan mentitrasi terapi untuk memberikan konsentrasi oksigen

terendah yang akan menjaga saturasi oksihemoglobin ≥94%. Jika pasien tidak

meminum aspirin dan tidak memiliki riwayat alergi aspirin dan tidak ada bukti adanya

perdarahan saluran cerna aktif,petugas harus member pasien aspirin (160-325 mg)

nonenterik untuk dikunyah.

Petugas dapat memberikan nitrogliserin untuk pasien dengan rasa tidak nyaman

atau nyeri dan dicurigai mengalami SKA. Meskipun kuat alas an untuk

mempertimbangkan pemberian nitroglycerin dini pada pasien dengan hemodinamik

stabil, tidak adanya bukti yang cukup untuk mendukung pemberian rutine nitroglycerin

di unit gawat darurat atau pada keadaan diluar rumah sakit pada pasien yang dicurigai

mengalami SKA. Nitrate dalam segala bentuk merupakan kontraindikasi pada pasien

dengan tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau ≥30 mmHg dibawah ambang batas dan 24

Page 25: RJP Guidline 2010

pada pasien dengan infark ventrikel kanan. Peringatan harus diberikan pada pasien yang

diiketahui memiliki STEMI dinding inferior dan EKG sisi kanan harus dievaluasi untuk

menilai infark ventricular kanan. Pemberian nitrate dengan pengawasan ketat harus

dilakukan pada pasien dengan STEMI inferior dan diduga adanya keterlibatan

ventricular kanan karena pasien ini memerlukan preload ventrikel kanan yang cukup.

Nitrate kontraindikasi ketika pasien mengkonsumsi phosphodiesterase-5 (PDE-5)

inhibitor dalam 24 jam.

Untuk pasien yang didiagnosis dengan STEMI di luar rumah sakit, petugas

harus memberikan analgesic yang sesuai, seperti morpin intravena untuk nyeri dada

yang persisten. Petugas dapat mempertimbangkan pemberian morpin intravena untuk

nyeri yang tidak dapat ditentukan yang tidak responsive terhadap pemberian

nitroglycerin. Namun demikian, morpin harus digunakan dengan peringatan keras pada

unstable angina (UA)/NSTEMI karena terkait dengan meningkatnya angka mortalitas

dengan pemberian dosis besar.

- Stroke

Pemberian terapi fibrinolitik dalam satu jam pertama dari onset gejala mengurangi

cedera neurologis dan meningkatkan outcome pada pasien dengan stroke iskemi akut.

Golden window untuk pemberian terapi dini sangat terbatas, dimana tatalaksana yang

efektif untuk dapat pulih mendekati sehat semula terapi harus diberikan kurang dari 6

jam onset. Terapi yang efektif memerlukan deteksi dini dari tanda-tanda stroke.

Aktivasi segera sistem layanan gawat darurat dan personelnya; triase yang sesuai

dengan pusat stroke; pemberihuan sebelum tiba di pusat layanan; tindakan triase yang

cepat; evaluasi dan manajemen di unit gawat darurat dan pemberian terapi fibrinolitik

segera pada pasien.5-8

Pada pasien dengan risiko tinggi untuk mengalami stroke, anggota keluarga dan

petugas BHD harus berlatih mengenali tanda dan gejala stroke dan sesegera mungkin

menghubungi sistem gawat darurat ketika tanda stroke muncul. Tanda dan gejala stroke

dapat berupa kesemutan tiba-tiba atau kelemahan pada wajah, lengan, kaki khususnya

pada satu sisi tubuh; bingung tiba-tiba, sulit berbicara atau mengerti pembicaraan,

penglihatan terganggu yang mendadak pada satu atau kedua mata; kesulitan berjalan

mendadak, kehilangan keseimbangan; dan nyeri kepala hebat dengan penyebab yang

tidak diketahui.25

Page 26: RJP Guidline 2010

- Tenggelam

Durasi dan derajat keparahan hipoksia sangat menentukan outcome pada pasien kasus

tenggelam. Petugas harus memberikan RJP, khususnya resusitasi nafas bantuan sesegera

mungkin setelah korban diangkat dari air. Ketika membantu korban tenggelam pada

usia berapapun, penolong tunggal harus memberikan 5 siklus RJP sebelum

menghubungi layanan gawat darurat.3,5,7,8

Ventilasi dari mulut ke mulut di air dapat membantu ketika dilakukan oleh penolong

yang terlatih. Kompresi dada sulit dilakukan di dalam air, ini tidak efektif dan dapat

membahayakan baik penolong maupun korban. Belum ada bukti yang menyatakan air

sebagai benda asing yang menyumbat saluran nafas. Maneuver yang digunakan untuk

kasus obstruksi jalan nafas oleh benda asing tidak direkomendasikan untuk korban

tenggelam karena maneuver ini tidak berefek dan dapat menyebabkan cedera, muntah,

aspirasi dan keterlambatan pemberian resusitasi.

Penolong harus mengangkat korban tenggelam dari air bersama dengan tim

penyelamat yang ada dan harus memulai resusitasi sesegera mungkin. Cedera spinal

cord pada kasus tenggelam jarang terjadi. Apabila korban menunjukkan tanda klinis

cedera, intoksikasi alkohol atau riwayat menyelam ke perairan dalam memiliki risiko

cedera spinal cord yang lebih tinggi, dan petugas harus mempertimbangkan stabilisasi

dan imobilisasi servikal dan thorakal pada korban.

- Hipotermi

Pada korban tidak sadar dengan hipotermi, penilaian nafas dan nadi cukup sulit

dilakukan oleh karena denyut jantung dan nafas mungkin sangat lambat, tergantung

pada derajat hipotermi.

Jika korban tidak sadar tanpa nafas normal, penolong harus memulai kompresi dada

segera. Jika korban tidak respon tanpa adanya nafas atau tanpa nafas normal, petugas

dapat memeriksa nadi, tapi harus memulai RJP jika nadi tidak dapat dirasakan dalam

waktu 10 detik. Jangan menunggu memeriksa temperature korban dan jangan

menunggu hingga korban kembali hangat untuk memulai RJP. Untuk mencegah

hilangnya panas tubuh lebih banyak, lepaskan pakaian basah dari tubuh pasien, lindungi

korban dari angin, panas atau dingin; dan jika mungkin ventilasi korban dengan udara

yang hangat dan oksigen yang lembab.5,7,8

26

Page 27: RJP Guidline 2010

Hindari gerakan kasar dan kirim korban ke rumah sakit segera mungkin. Jika VF

terdeteksi, petugas emergensi harus memberikan terapi kejut (DC shock) dengan

menggunakan protokol yang sama yang digunakan pada pasien henti jantung

normothermi. Untuk pasien henti jantung hipotermi, usaha resusitasi dilanjutkan hingga

pasien diperiksa oleh petugas yang lebih kompeten. Pada situasi diluar rumah sakit,

teknik menghangatkan secara pasif dapat digunakan hingga penghangat aktif tersedia.

- Sumbatan benda asing pada saluran nafas (Tersedak)

Sumbatan benda asing pada saluran nafas (tersedak) merupakan hal yang dapat dicegah,

namun dapat menyebabkan kematian. Kebanyakan kasus dilaporkan terjadi pada

dewasa ketika mereka makan. Tersedak pada anak dan bayi terjadi ketika mereka

makan atau bermain dan didampingi oleh orangtua mereka. Kejadian tersedak

umumnya disaksikan oleh oranglain dan penolong biasanya memberikan bantuan saat

korban masih berespon. Tatalaksana biasanya berhasil, dan angka survival dapat

melebihi 99%.5,7,8

Mengenali korban mengalami tersedak adalah kunci keberhasila outcome, hal

ini penting untuk membedakan kegawatdaruratan ini dengan serangan jantung, kejang

atau kondisi lain yang dapat menyebabkan distress respirasi mendadak, sianosis dan

penurunan kesadaran. Benda asing dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas ringan

atau berat. Penolong harus memberikan tindakan ketika korban tersedak terlihat

menunjukkan tanda sumbatan jalan nafas berat. Tanda yang dapat terlihat yakni

pertukaran udara yang tidak baik dan kesulitan bernafas yang semakin berat seperti

batuk, sianosis atau tidak dapat berbicara atau bernafas. Korban mungkin akan

memegang lehernya, menunjukkan tanda tersedak secara umum.

Pertolongan harus diberikan sesegera mungkin, jika sumbatan ringan dan korban

melawannya dengan batuk, jangan memberikan usaha pertolongan terhadap usaha

batuknya dan nafasnya. Coba untuk memberi pertolongan hanya bila tanda sumbatan

berat berkembang: korban tidak dapat batuk lagi, sulit nafas yang memberat, dan

disertai stridor, atau korban mulai tidak sadar. Hubungi layanan gawat darurat jika

korban mulai sulit bernafas.

Data klinis mengenai keefektifan maneuver untuk meringankan kasus tersedak

memiliki anka keberhasilan yang cukup baik. Pada korban sadar dengan usia > 1 tahun

dengan tersedak derajat berat, laporan kasus menunjukkan hal yang dapat dilakukan dan 27

Page 28: RJP Guidline 2010

efektif adalah dengan menepuk punggung, penekanan abdominal dan penekanan dada.

50% kasus yang tiba di rumah sakitelah dapat diatasi benda asing yang menyumbat

saluran nafasnya. Penekanan abdomen member 85% keberhasilan dalam membantu

mengatasi tersedak. Hanya beberapa kasus yang memerlukan tindakan suction atau

menggunakan Margil forcep. Kurang dari 4% korban mengalami kematian.5,8

Bila penekanan abdominal tidak berhasil, penolong dapat mempertimbangkan

penekanan pada dada. Penekanan pada bayi < 1 tahun tidak direkomendasikan karena

dapat menyebabkan cedera.

Penekanan pada dada harus digunakan pada korban obesitas jika penekanan pada

abdomen sulit dilakukan. Jika korban adalah wanita hamil trimester akhir, penolong

harus menggunakan penekanan dada.

Jika korban tidak sadar, segera hubungi petugas dan mulai memberikan resusitasi.

Saat saluran nafas terbuka selama resusitasi, penolong harus mencari benda pada mulut

korban dan jika menemukannya, segera keluarkan.

2.4 Bantuan hidup lanjutan (Advance Life Support)3

Yaitu tunjangan hidup dasar ditambah dengan :

D (drugs) : pemberian obat-obatan termasuk cairan.

Obat-obat tersebut dibagi menjadi 2 golongan:

Penting:

a. Adrenalin : adalah suatu vasokonstriktor dan pacu jantung yang sangat poten

Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta, dosis yang diberikan 0,5-1

mg iv diulang setelah 5 menit sesuai kebutuhan dan yang perlu diperhatikan

dapat meningkatkan pemakaian O2 myocard, takiaritmi, fibrilasi ventrikel.3 Pada

anak-anak dosisnya adalah 10 mcg/kg. apabila jalur vena belum ada, dapat

diberikan intratrakea lewat pipa endotrakea (1 ml adrenalin 1 : 1000 diencerkan

dengan 9 ml akuades steril). Apabila keadaan sangat mendesak, bisa diberikan

intrakardiak. Tetapi belakangan ini cara intrakardiak tidak dianjurkan lagi.1

28

Page 29: RJP Guidline 2010

b. Natrium Bicarbonat: Penting untuk melawan metabolic asidosis, diberikan iv

dengan dosis awal : 1 mEq/kgBB, baik berupa bolus ataupun dalam infus setelah

selama periode 10 menit. Dapat juga diberikan intrakardial, begitu sirkulasi

spontan yang efektif tercapai, pemberian harus dihentikan karena bisa terjadi

metabolik alkalosis, takhiaritmia dan hiperosmolalitas. Bila belum ada sirkulasi

yang efektif maka ulangi lagi pemberian dengan dosis yang sama.3

c. Sulfat Atropin: Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi atrioventrikuler

dan mempercepat denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi. Paling berguna

dalam mencegah “arrest” pada keadaan sinus bradikardi sekunder karena infark

miokard, terutama bila ada hipotensi. Dosis yang dianjurkan ½ mg, diberikan iv.

Sebagai bolus dan diulang dalam interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi >

60 /menit, dosis total tidak boleh melebihi 2 mg kecuali pada blok atrioventrikuler

derajat 3 yang membutuhkan dosis lebih besar.

d. Lidokain: Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek antiaritmia dengan

cara meningkatkan ambang stimulasi listrik dari ventrikel selama diastole. Pada

dosis terapeutik biasa, tidak ada perubahan bermakna dari kontraktilitas miokard,

tekanan arteri sistemik, atau periode refrakter absolut. Obat ini terutama efektif

menekan iritabilitas sehingga mencegah kembalinya fibrilasi ventrikel setelah

defibrilasi yang berhasil, juga efektif mengontrol denyut ventrikel prematur yang

mutlti fokal dan episode takhikardi ventrikel. Dosis 50-100 mg diberikan iv

sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa diulang bila perlu. Dapat dilanjutkan dengan

infus kontinu 1-3 mg.menit, biasanya tidak lebih dari 4 mg.menit, berupa

lidocaine 500 ml dextrose 5 % larutan (1 mg/ml).3

Berguna:

a. Isoproterenol: Merupakan obat pilihan untuk pengobatan segera (bradikardi hebat

karena complete heart block). Ia diberikan dalam infus dengan jumlah 2 sampai

20 mg/menit (1- 10 ml larutan dari 1 mg dalam 500 ml dectrose 5 %), dan diatur

untuk meninggikan denyut jantung sampai kira-kira 60 kali/menit. Juga berguna

untuk sinus bradikardi berat yang tidak berhasil diatasi dengan Atropine.3

b. Propanolol: Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti

berguna untuk kasus-kasus takhikardi ventrikel yang berulang atau fibrilasi

ventrikel berulang dimana ritme jantung tidak dapat diatasi dengan Lidocaine. 29

Page 30: RJP Guidline 2010

Dosis umumnya adalah 1 mg iv, dapat diulang sampai total 3 mg, dengan

pengawasan yang ketat.3

c. Kortikosteroid: Sekarang lebih disukai kortikosteroid sintetis (5 mg/kgBB methyl

prednisolon sodium succinate atau 1 mg/kgBB dexamethasone fosfat) untuk

pengobatan syok kardiogenik atau shock lung akibat henti jantung. Bila ada

kecurigaan edema otak setelah henti jantung, 60-100 mg methyl prednisolon

sodium succinate tiap 6 jam akan menguntungkan. Bila ada komplikasi paru

seperti pneumonia post aspirasi, maka digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg tiap

6 jam.3

E (EKG) : diagnosis elektrokardiografis secepat mungkin setelah dimulai KJL,

untuk mengetahui apakah ada fibrilasi ventrikel, asistole atau agonal ventricular

complexes.

F (fibrillation treatment) : tindakan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel.

Gambaran EKG pada Ventrikel Fibrilasi ini menunjukan gelombang listrik tidak

teratur baik amplitudo maupun frekuensinya.

Gambar 2.10 Fibrilasi Ventrikel.11

Terapi definitifnya adalah syok electrik (DC-Shock) dan belum ada satu obatpun

yang dapat menghilangkan fibrilasi. Terapi fibrilasi adalah usaha untuk segera

mengakhiri disritmia takhikardia ventrikel dan vibrilasi ventrikel menjadi irama

sinus normal dengan mempergunakan syok elektrik. Syok elektrik ini menghasilkan

depolarisasi serentak semua serat otot jantung dan setelah itu jantung akan

berkontraksi spontan, asalkan otot jantung mendapatkan oksigen yang cukup dan 30

Page 31: RJP Guidline 2010

tidak menderita asidosis. Terapi syok elektrik dapat dilakukan dengan arus bolak

balik atau arus searah melalui dada.1

Gambar 2.11 Algorithm for advanced life support for adults.12

Algoritma baru diharuskan untuk meminimalkan interupsi selama kompresi dada

untuk memaksimalkan keuntungan kompresi: syok elektrik diberikan tunggal,

meminimalkan mengecek nadi, ketika interupsi atau jeda untuk pemberian obat-

obatan atau saat mengoptimalkan airway, diusahakan untuk meminimalkan interupsi

selama CPR. Karena syok elektrik tidak direkomendasikan dilakukan untuk panjang

untuk fibrilasi ventikel atau pulseless ventricular tachycardia (PEA), maka

direkomendasikan dosis energi tunggal untuk semua defibrilasi: 200J pada

defibrillator bifasik atau 360J jika dengan menggunakan monofasik defibrillator.

2.5 Bantuan Hidup Jangka Panjang (Prolonged Life Support)3

Yaitu pengelolaan intensif untuk mencegah kegagalan organ multiple, yang

merupakan satu kesatuan langkah yang terdiri dari:

31

Page 32: RJP Guidline 2010

G (Gauge) : Pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring penderita secara terus

H (Humanization) : Harus diingat bahwa korban yang ditolong adalah manusia yang

mempunyai perasaan, karena itu semua tindakan hendaknya berdasarkan

perikemanusiaan.

I (Intensive care) : perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi :

trakheostomi, pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung, pengukuran pH,

pCO2 bila diperlukan, dan tunjangan sirkulasi, mengendalikan kejang. Keputusan

untuk memulai dan mengakhiri usaha resusitasi adalah masalah medis, tergantung

pada pertimbangan penafsiran status serebral dan kardiovaskuler penderita. Kriteria

terbaik adanya sirkulasi serebral dan adekuat adalah reaksi pupil, tingkat kesadaran,

gerakan dan pernafasan spontan dan refleks. Keadaan tidak sadar yang dalam tanpa

pernafasan spontan dan pupil tetap dilatasi 15-30 menit, biasanya menandakan

kematian serebral dan usaha-usaha resusitasi selanjutnya biasanya sia-sia. Kematian

jantung sangat memungkinkan terjadi bila tidak ada aktivitas elektrokardiografi

ventrikuler secara berturut-turut selama 10 menit atau lebih sesudah RJP yang tepat

termasuk terapi obat.3

2.6 Bantuan Hidup Dasar pada Bayi dan Anak

Pada anak dipakai satu tangan, sedangkan untuk bayi hanya dipakai ujung jari telunjuk

dan tengah. Ventrikel bayi dan anak kecil terletak lebih tinggi dalam rongga dada, jadi

tekanan harus dilakukan di bagian tengah tulang dada.3

32

Page 33: RJP Guidline 2010

Gambar 2.12. Pediatric health care provider BLS algorithm8

33

Page 34: RJP Guidline 2010

Gambar 2.13 Tabel Bantuan Hiduup Dasar pada dewasa, anak dan bayi4

BAB III

34

Page 35: RJP Guidline 2010

PENUTUP

Langkah-langkah bantuan hidup dasar untuk lifesaving adalah mengenali dengan segera

dan aktivasi system layanan gawat darurat, RJP dini dan defibrilasi segera untuk kasus

fibrilasi ventrikel. Ketika seorang dewasa kolaps, siapapun didekatnya harus

menaktivasi sitem layanan gawat darurat dan memulai kompresi dada.

Penolong yang terlatih yang mampu dan petugas kesehatan harus memberikan

kompresi dan ventilasi. Berbeda terhadap pemikiran orang awam sebelunya, RJP tidak

membahayakan, tanpa berbuat sesuatu adalah langkah yang berbahaya dan RJP dapat

menyelamatkan. Kompresi dada harus dilakukan dengan kompresi kuat dan cepat di

tengah dada. Penolong harus memungkinkan adanya recoil setelah setiap kompresi dan

minimalisasi interupsi dari kompresi dada. Ventilasi berlebih juga harus dihindari.bila

tersedia AED harus dilakukan tanpa menunda kompresi dada. Dengan dilaksanakannya

tindakan resusitasi dini dan efektif, kehidupan dapat diselamatkan setiap harinya.

TUGAS ILMIAH SMF ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF35

Page 36: RJP Guidline 2010

FK UNUD/RSUP SANGLAH

2012

JUDUL MAKALAH : RESUSITASI JANTUNG PARU GUIDLINE 2010

TTEMPAT PRESENTASI : Ruang Pertemuan dr. Mangku SMF Anestesi dan Terapi

Intensif FK UNUD/RSUP Sanglah

JENIS KEGIATAN : Tinjauan Pustaka

PENYELIA : dr. IGAG Utara Hartawan, Sp. An

RANGKUMAN : Langkah-langkah bantuan hidup dasar untuk lifesaving

adalah mengenali dengan segera dan aktivasi sistem

layanan gawat darurat, RJP dini dan defibrilasi segera

untuk kasus fibrilasi ventrikel.

DAFTAR PUSTAKA:

1. Mangku G dan Senapathi TGA. 2010. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi.

Jakarta: Indeks

2. Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11 th Edition

Companies.

3. Subagjo A, dkk. 2011. Bantuan Hidup Jantung Dasar. PP PERKI

4. WHO. 2008. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/index2.html

5. Berg AR (ed). 2010. Part 5: Adult Basic Life Support: 2010 American Heart

Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency

Cardiovascular Care. Available: http://circ.ahajournals.org/ content/

122/18_suppl_3/S685. (Accesssed: May 3, 2012)

6. Hazinski MF (ed). 2010. Highligts of the 2010 American Heart Association

Guidelines for CPR and ECC.

7. Nolan JP (ed). 2010. Resuscitation Guidelines 2010. London: Resuscitation

Council UK: October 2010; p;16-23.

8. Terry L (ed).2010. Part 12: Cardiac Arrest in Special Situation: 2010 american

Heart association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency

Cardiovascular. http://circ.ahajournals.org/content/122/18_suppl_3/S829.

9. Berg DM(ed). 2010. Part 13: Pediatric Basic Life Support: 2010 American Heart

Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency

Cardiovasculara. http://circ.ahajournals.org/content/122/18_suppl_3/S862.36

Page 37: RJP Guidline 2010

10. (http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.web.books.com/

eLibrary/Medicine/Physiology/Cardiovascular/Heart)

11. Imgres. Available: www.pemdatabase.org/files/Pulseless_arrest.jpg. (Accesssed:

May 3, 2012).

12. Cayle, W. Available: www.aafp.org/afp/20060501/practice_f1.gif. (Accesssed:

May 3, 2012).

37