Upload
steward-beyrend-tetelepta
View
97
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
RJP AHA 2010Oleh :
Samrah Elfuadah(091001100)
Pembimbing
dr. Jones Damanik, SpAn
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ANESTESIRUMAH SAKIT UMUM DR DJASAMEN SARAGIH
PEMATANG SIANTAR2013KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat TuhanYang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tulisan yang berjudul RJP AHA 2010 dalam rangka melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Anestesi RSUD Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.Dalam kesempatan ini pula penulis hendak menyampaikan rasa terimakasih kepada dr. Jones Damanik, SpAn yang telah memotivasi, membimbing, dan mengarahkan penulis selama menjalani program Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Anestesi dan dalam menyusun tulisan ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itulah, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kita.
Pematangsiantar, Desember 2013
PenulisDAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I PENDAHULUAN
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3
A. RANGKAIAN (SEKUENS) BANTUAN HIDUP DASAR
51. Response
62. Circulation (Sirkulasi)
7 3. Airway (Jalan Napas)
84. Breathing (Pernapasan)
12 B. OBSTRUKSI JALAN NAPAS KARENA BENDA ASING
15Penatalaksanaan Maneuver Heimlich
16
BAB III PENUTUP
19
DAFTAR PUSTAKA
23BAB IPENDAHULUANResusitasi Jantung Paru
Basic life support atau bantuan hidup dasar (BHD) sudah sering diperkenalkan dalam situasi kegawatdaruratan. Dalam perkembangannya, metode BHD selalu mengalami penyempurnaan.BHD sangat bermanfaatbagi penyelamatan kehidupan mengingat dengan pemberian sirkulasi dan napas buatan secara sederhana, BHD memberikan asupan oksigen dan sirkulasi darah ke sistem tubuh terutama organ yang sangat vital dan sensitif terhadap kekurangan oksigen seperti otak dan jantung. Berhentinya sirkulasi beberapa detik sampai beberapa menit, asupan oksigen ke dalam otak terhenti, terjadi hipoksia otak yang yang mengakibatkan kemampuan koordinasi otak untuk menggerakkan organ otonom menjadi terganggu, seperti gerakan denyut jantung dan pernapasan.Penyelamatan ini akan sangat bermanfaat jika dilakukan sesegera mungkin dan sebaik mungkin. Lebih baik ditolong, walupun tidak sempurna daripada dibiarkan tanpa pertolongan. Pada saat henti napas, kandungan oksigen dalam darah masih tersedia sedikit, jantung masih mampu mensirkulasikannya ke dalam organ penting, terutama otak, jika pada situasi diberi bantuan pernapasan, kebutuhan jantung akan oksigen untuk metabolisme tersedia dan henti jantung dapat dicegah.
Keterlambatan BHDPeluang Keberhasilan (Hidup)1 menit98 dari 100 korban
3 menit50 dari 100 korban
10 menit1 dari 100 korban
Kasus-kasus penyebab terjadinya henti jantung dan henti napas dapat terjadi kapan saja, dimana saja dan pada siapa saja. Contoh kasusnya antara lain adalah tenggelam, stroke, obstruksi jalan napas, menghirup asap, kercunan obat, tersengat listrik, tercekik, trauma, MCI (myocardial infarction) atau gagal jantung, dan masih banyak lagi. Kondisi diatas, ditandai dengan tidak terabanya denyut nadi karotis dan tidak adanya gerakan napas dada.Ketika American Heart Assocation (AHA) menetapkan pedoman resusitasi yang pertama kali pada tahun 1966, resusitasi jantung paru (RJP) awalnya A-B-C yaitu membuka jalan nafas korban (Airway), memberikan bantuan napas(Breathing) dan kemudian memberikan kompresi dinding dada (Circulation). Namun, sekuensinya berdampak pada penundaan bermakna (kira-kira 30 detik) untuk memberikan kompresi dinding dada yang dibutuhkan untuk mempertahankan sirkulasi darah yang kaya oksigen.
BAB IITINJAUAN PUSTAKADalam 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care, AHA menekankan fokus bantuan hidup dasar pada:1. Pengenalan segera pada henti jantung yang terjadi tiba-tiba (immediate recognitionof sudden cardiac arrest [SCA])2. Aktivasi sistem respons gawat darurat (activation of emergency response system)
3. Resusitasi jantung paru sedini mungkin (early cardiopulmonary resuscitation)
4. Segera didefibrilasi jika diindikasikan (rapid defibrilation if indicated)
Dalam AHA Guidelines 2010 ini, AHA mengatur ulang langkah-langkah RJP dari A-B-C menjadi C-A-B pada dewasa dan anak, sehingga memungkinkan setiap penolong memulaikompresi dada dengan segera. Sejak tahun 2008, AHAtelah merekomendasikan bagi penolong tidak terlatih (awam) yang sendirian melakukan Hands Only CPR atau RJP tanpa memberikan bantuan napas pada korban dewasa yang tiba- tiba kolaps.
Setiap orang dapat menjadi penolong pada korban yang tiba-tiba mengalami henti jantung. Keterampilan RJP dan penerapannya bergantung pada pelatihan yang pernah dijalani, pengalaman dan kepercayadirian penolong. Kompresi dada merupakan fondasi RJP sehingga setiap penolong baik terlatih maupun tidak, harus mampu memberikan kompresi dada pada setiap korban henti jantung. Karena pentingnya, kompresi dada harus menjadi tindakan prioritas pertama setiap korban dengan usia berapapun. Penolong yang terlatih, harus memberikan kompresi dada yang dikombinasikan dengan ventilasi (napas bantuan). Sedangkan penolong yang telah sangat terlatih diharapkan bekerja secara bersama-sama dalam bentuk tim dalam memberikan ventilasi dan kompresi dada.
Pedoman baru ini juga berisi rekomendasi lain yang didasarkan pada bukti yang telah dipublikasikan, yaitu:
Pengenalan segera henti jantung tiba-tiba (suddent cardiact arrest) didasarkan pada pemeriksaan kondisi unresponsive dan tidak adanya napas normal (seperti, korban tidak bernapasatau hanya gasping/terengah-engah). Penolongtidak boleh menghabiskan waktu lebih dari 10 detik untuk melakukan pemeriksaan nadi. Jika nadi tidak dapat dipastikan dalam 10 detik, maka dianggap tidak ada nadi dan RJP harus dimulai atau memakai AED (automatic external defibrilator) jika tersedia.
Perubahan pada RJP ini berlaku pada korban dewasa, anak dan bayi tapi tidak pada bayi baru lahir.
Look, Listen and Feel" telah dihilangkan dari algoritme bantuan hidup dasar.
Jumlah kompresi dada setidaknya 100 kali per menit
Penolong terus melakukan RJP hingga terjadi return of spontaneous circulation (ROSC) Kedalaman kompresi untuk korban dewasa telah diubah dari 1 - 2 inchi menjadi sedikitnya 2 inchi (5 cm)
Peningkatan fokus untuk memastikan bahwa RJP diberikan dengan high-quality didasarkan pada : Kecepatan dan kedalamankompresi diberikan dengan adekuat dan memungkinkan full chest recoil antara kompresi
Meminimalkan interupsi saat memberikan kompresi dada
Menghindari pemberian ventilasi yang berlebihan
Tujuan dari BHD adalah:
1. Mencegah berhentinya sirkulasi darah atau berhentinya pernapasan
2. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi (melalui kompresi dada) dan ventilasi (melalui bantuan napas penolong) dari pasien yang mengalami henti jantung atau henti napas melalui rangkaian kegiatan Resusitasi Jantung Paru (RJP).
A. RANGKAIAN (SEKUENS) BANTUAN HIDUP DASARRangkaian bantuan hidup dasar pada dasarnya dinamis, namun sebaiknya tidak ada langkah yang terlewatkan untuk hasil yang optimal. Berikut ini adalah algoritma bantuan hidup dasar berdasarkan 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovacular Care, yaitu :
1. Response
Pastikan situasi dan keadaan pasien dengan memanggil nama/sebutan yang umum dengan keras disertai menyentuh atau menggoyangkan bahu dengan mantap. Prosedur ini disebut sebagai teknik touch and talk. Hal ini cukup untuk membangunkan orang tidur atau merangsang seseorang untuk bereaksi. Jika tidak ada respon, kemungkinan pasien tidak sadar.
Terdapat tiga level tingkat kesadaran, yaitu:
a. Sadar penuh: sadar, berorientasi baik terhadap diri, waktu dan tempat
b. Setengah sadar: mengantuk atau bingung/linglung
c. Tidak sadar: tidak berespon
Jika pasien berespon
Tinggalkan pada posisi dimana ditemukan dan hindari kemungkinan resiko cedera lain yang bisa terjadi. Analisa kebutuhan tim gawat darurat.
Jika sendirian, tinggalkan pasien sementara, minta bantuan
Observasi dan kaji ulang secara regular
Jika pasien tidak berespon
Berteriak minta tolong
Atur posisi pasien. Sebaiknya pasien terlentang pada permukaan keras dan rata. Jika ditemukan tidak dalam posisi terlentang, terlentangkan pasien dengan teknik log roll, secara bersamaan kepala, leher dan punggung digulingkan.
Atur posisi penolong. Berlutut sejajar dengan bahu pasien agar secara efektif dapat memberikan resusitasi jantung paru (RJP).
Cek nadi karotis
AHA Guideline 2010 tidak menekankan pemeriksaan nadi karotis sebagai mekanisme untuk menilai henti jantung karena penolong sering mengalami kesulitan mendeteksi nadi. Jikan dalam lebih dari 10 detik nadi karotis sulit dideteksi, kompresi dada harus dimulai.
Penolong awam tidak harus memeriksa denyut nadi karotis
Anggap cardiac arrest jika pasien tiba-tiba tidak sadar, tidak bernapas atau bernapas tapi tidak normal (hanya gasping).
2. Circulation (Sirkulasi)
Compressions
Bila tidak ada nadi
Mulai lakukan siklus 30 kompresi dan 2 ventilasi
1. Lutut berada di sisi bahu korban
2. Posisi badan tepat diatas dada pasien, bertumpu pada kedua tangan
3. Letakkan salah satu tumit telapak tangan pada sternum, diantara 2 putting susu dan telapak tangan lainnya di atas tangan pertama dengan jari saling bertaut atau dua jari pada bayi ditengah dada
4. Tekan dada lurus ke bawah dengan kecepatan setidaknya 100x/menit (hampir 2 x/detik)
AHA Guideline 2010 merekomendasikan :
1. Kompresi dada dilakukan cepat dan dalam (push and hard) 2. Kecepatan adekuat setidaknya 100 kali/menit
3. Kedalaman adekuat
Dewasa : 2 inchi (5 cm), rasio 30 : 2 (1 atau 2 penolong)
Anak : 1/3 AP ( 5 cm), rasio 30 : 2 (1 penolong) dan 15 : 2 (2 penolong)
Bayi : 1/3 AP ( 4 cm), rasio 30 : 2 (1 penolong) dan 15 : 2 (2 penolong)
4. Memungkinkan terjadinya complete chest recoil atau pengembangan dada seperti semula setelah kompresi, sehingga chest compression time sama dengan waktu relaxation/recoil time.
3. Airway (Jalan Napas)
Pastikan jalan napas terbuka dan bersih yang memungkinkan pasien dapat bernapas
Bersihkan jalan napas
Amati suara napas dan pergerakan dinding dada
Cek dan bersihkan dengan menyisir rongga mulut dengan jari, bisa dilapisi dengan kasa untuk menyerap cairan.
Dilakukan dengan cara jari silang (cross finger) untuk membuka mulut.
Membuka jalan napas
Secara perlahan angkat dahi dan dagu pasien (Head tilt & Chin lift) untuk buka jalan napas
1. Head Tilt & Chin Lift
a. Membaringkan korban terlentang pada permukaan yang datar dan keras
b. Meletakkan telapak tangan pada dahi pasien
c. Menekan dahi sedikit mengarah ke depan dengan telapak tangan
d. Meletakkan ujung jari telunjuk dan jari tengah dari tangan lainnya di bawah bagian ujung tulang rahang pasien
e. Menengadahkan kepala dan menahan/menekan dahi pasien secara bersamaan sampai kepala pasien pada posisi ekstensi
2. Jaw Trust
a. Membaringkan korban terlentang pada permukaan yang datardan keras
b. Mendorong ramus vertikal mandibula kiri dan kanan ke depan sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas, atau,
c. Menggunakan ibu jari masuk ke dalam mulut korban dan bersama dengan jari-jari yang lain menarik dagu korban ke depan, sehingga otot-otot penahan lidah teregang dan terangkat
d. Mempertahankan posisi mulut pasien tetap terbuka
Ambil benda apa saja yang telihat
Pada bayi, posisi kepala harus normal
Cek tanda kehidupan: respon dan suara napas
Jangan mendongakkan dahi secara berlebihan, secukupnya untuk membuka jalan napas, karena bisa berakibat cedera leher.
AHA Guideline 2010 merekomendasikan untuk :
Gunakan head tilt-chin lift untuk membuka jalan napas pada pasien tanpa ada trauma kepala dan leher. Sekitar 0,12-3,7% mengalami cedera spinal dan risiko cedera spinal meningkat jika pasien mengalami cedera kraniofasial dan/atau GCS