Laporan RJP

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Praktikum Fisiologi

Citation preview

Bab IPENDAHULUAN

1.1 Dasar TeoriPertolongan pertama pada gawat darurat (PPGD) adalah sebagai tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap memperhatikan kontrol servikal. Pertolongan pertama dapat menyelamatkan jiwa manusia atau meningkatkan fungsi tanda-tanda vital seperti denyut jantung, suhu tubuh dan jalan pernafasan. Dalam tujuan khususnya, PPGD dapat mencegah si korban menjadi lebih buruk keadaannya dan meringankannya dari rasa sakit dan penderitaan. Dalam keadaan kritis, waktu beberapa menit saja dapat membuat perbedaan besar antara sembuh dan kematian. Filosofi dalam PPGD adalah Time Saving is Life Saving, dalam artian bahwa seluruh tindakan yang dilakukan pada saat kondisi gawat darurat haruslah benar- benar efektif dan efisien, karena pada kondisi tersebut pasien dapat kehilangan nyawa dalam hitungan menit saja ( henti nafas selama 2-3 menit dapat mengakibatkan kematian).Pertolongan Pertama tidak melakukan penanganan medis yang sesuai, tetapi hanya memberi bantuan sementara sampai didapatkan (jika diperlukan) perawatan medis, atau sampai dipastikan kemungkinan pulih tanpa perawatan medis. Pada kebanyakan kasus cedera dan penyakit membutuhkan hanya perawatan pertolongan pertama. Dari semua tindakan yang dilakukan selama pemeriksaan awal, penolong harus berhati-hati dan tidak memindahkan korban bila tidak penting untuk menyelamatkan jiwa. Semua gerakan yang tidak penting atau penanganannya yang kasar harus dihindari karena dapat memperburuk cidera tulang belakang atau fraktur yang tidak terdeteksi. Dalam rangka untuk memberikan pertolongan pertama yang baik, penolong harus mampu mengidentifikasi cidera korban atau sakit mendadak dan menentukan keparahannya.Bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan napas, membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan alat bantu (Alkatiri, 2007). Tujuan bnatuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat secara efektif pada organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal (Latief, 2009). Tindakan bantuan hidup dasar sangat penting pada pasien trauma terutama pada pasien dengan henti jantung yang tiga perempat kasusnya terjadi di luar rumah sakit (Alkatiri, 2007).Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernapasan dari korban / pasien.Henti napas merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar. Henti napas dapat terjadi pada keadaan : Tenggelam Stroke Obstruksi jalan napas Epiglotitis Overdosis obat-obatan Tersengat listrik Infark miokard Tersambar petir Koma akibat berbagai macam kasusPada awal henti napas oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya, jika pada keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat bermanfaat agar korban dapat tetap hidup dan mencegah henti jantung.Pada saat terjadi henti jantung secara langsung akan terjadi henti sirkulasi. Henti sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen. Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan terjadinya henti jantung.Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat medik yang bertujuan :a.Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.b.Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang mengalami henti jantung atau henti napas melalui Resusitasi Jantung Paru (RJP).

Beberapa tanda-tanda pernafasan:Adekuat (mencukupi)- Dada dan perut bergerak naik dan turun seirama dengan pernafasan- Udara terdengar dan terasa saat keluar dari mulut / hidung- Korban tampak nyaman- Frekuensinya cukup (12-20 x/menit)Kurang Adekuat (kurang mencukupi)- Gerakan dada kurang baik- Ada suara nafas tambahan- Kerja otot bantu nafas- Sianosis (kulit kebiruan)- Frekuensi kurang atau berlebihan- Perubahan status mentalTidak Bernafas- Tidak ada gerakan dada dan perut- Tidak terdengar aliran udara melalui mulut atau hidung- Tidak terasa hembusan nafas dari mulut atau hidung

Langkah-Langkah BLS (Sistem CAB)1. Memeriksa keadaan pasien, respon pasien, termasuk mengkaji ada / tidak adanya nafas secara visual tanpa teknik Look Listen and Feel2. Melakukan panggilan darurat dan mengambil AED3. Circulation : Meraba dan menetukan denyut nadi karotis. Jika ada denyut nadi maka dilanjutkan dengan memberikan bantuan pernafasan, tetapi jika tidak ditemukan denyut nadi, maka dilanjutkan dengan melakukan kompresi dada. Untuk penolong non petugas kesehatan tidak dianjurkan untuk memeriksa denyut nadi korban. Pemeriksaan denyut nadi ini tidak boleh lebih dari 10 detik. Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah sternum). Penentuan lokasi ini dapat dilakukan dengan cara tumit dari tangan yang pertama diletakkan di atas sternum, kemudian tangan yang satunya diletakkan di atas tangan yang sudah berada di tengah sternum. Jari-jari tangan dirapatkan dan diangkat pada waktu penolong melakukan tiupan nafas agar tidak menekan dada.

Petugas berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri disamping korban jika korban berada di tempat tidur

Kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus (30 kompresi,sekitar 18 detik) Kecepatan kompresi diharapkan mencapai sekitar 100 kompresi/menit. Kedalaman kompresi untuk dewasa minimal 2 inchi (5 cm), sedangkan untuk bayi minimal sepertiga dari diameter anterior-posterior dada atau sekitar 1 inchi (4 cm) dan untuk anak sekitar 2 inchi (5 cm)4. AirwayKorban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui head tilt-chin lift. Caranya dengan meletakkan satu tangan pada dahi korban, lalu mendorong dahi korban kebelakang agar kepala menengadah dan mulut sedikit terbuka (Head Tilt) Pertolongan ini dapat ditambah dengan mengangkat dagu (Chin Lift).Namun jika korban dicurigai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melaluijaw thrustyaitu dengan mengangkat dagu sehingga deretan gigi rahang bawah berada lebih ke depan daripada deretan gigi rahang atas

5. BreathingBerikan ventilasi sebanyak 2 kali. Pemberian ventilasi dengan jarak 1 detik diantara ventilasi. Perhatikan kenaikan dada korban untuk memastikan volume tidal yang masuk adekuat. Untuk pemberian mulut ke mulut langkahnya sebagai berikut : Pastikan hidung korban terpencet rapat Ambil nafas seperti biasa (jangan terelalu dalam) Buat keadaan mulut ke mulut yang serapat mungkin

Berikan satu ventilasi tiap satu detik Kembali ke langkah ambil nafas hingga berikan nafas kedua selama satu detik. Jika tidak memungkinkan untuk memberikan pernafasan melalui mulut korban dapat dilakukan pernafasan mulut ke hidung korban. Untuk pemberian melalui bag mask pastikan menggunakan bag mask dewasa dengan volume 1-2 L agar dapat memeberikan ventilasi yang memenuhi volume tidal sekitar 600 ml. Setelah terpasang advance airway maka ventilasi dilakukan denganfrekuensi 6 - 8 detik/ventilasi atau sekitar 8-10 nafas/menit dankompresi dada dapat dilakukan tanpa interupsi. Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 10-12 nafas/menit dan memeriksa denyutnadi kembali setiap 2 menit. Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 :2, setelah terdapat advance airway kompresi dilakukan terusmenerus dengan kecepatan 100 kali/menit dan ventilasi tiap 6-8detik/kali.6. RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien bangun, atau petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas kesehatan sebaiknya tidak memakan lebih dari 10 detik, kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi otomatis atau pemasangan advance airway.

Perbedaan langkah-langkah BLS sistem ABC dengan sitem CABNoABCCAB

1.Memeriksa respon pasienMemeriksa respon pasien termasuk ada/ tidaknya nafas secara visual

2.Melakukan panggilan darurat dan mengambil AEDMelakukan panggilan darurat

3.Airway (Head Tilt, Chin Lift)Circulation (Kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus 30 kompresi,sekitar 18 detik)

4.Breathing (Look, Listen, Feel, dilanjutkan memberi 2x ventilasidalam-dalam)Airway (Head Tilt, Chin Lift)

5.Circulation (Kompresi jantung + nafas buatan (30 : 2))Breathing (memberikan ventilasi sebanyak 2 kali, Kompresi jantung + nafas buatan (30 : 2))

6.Defribilasi

Alasan untuk perubahan sistem ABC menjadi CAB adalah : Henti jantung terjadi sebagian besar pada dewasa. Angka keberhasilan kelangsungan hidup tertinggi dari pasien segala umur yang dilaporkan adalah henti jantung dan ritme Ventricular Fibrilation (VF) atau pulseless Ventrivular Tachycardia (VT). Pada pasien tersebut elemen RJP yang paling penting adalah kompresi dada (chest compression) dan defibrilasi otomatis segera(early defibrillation). Pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada seringkali tertunda karena proses pembukaan jalan nafas (airway) untuk memberikan ventilasi mulut ke mulut atau mengambil alat pemisah atau alat pernafasan lainnya. Dengan mengganti langkah menjadi C-A-B maka kompresi dada akan dilakukan lebih awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda satu siklus kompresi dada (30 kali kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik). Kurang dari 50% orang yang mengalami henti jantung mendapatkan RJP dari orang sekitarnya. Ada banyak kemungkinan penyebab hal ini namun salah satu yang menjadi alasan adalah dalam algoritma A-B-C, pembebasan jalan nafas dan ventilasi mulut ke mulut dalam Airway adalah prosedur yang kebanyakan ditemukan paling sulit bagi orang awam. Memulai dengan kompresi dada diharapkan dapat menyederhanakan prosedur sehingga semakin banyak korban yang bisa mendapatkan RJP. Untuk orang yang enggan melakukan ventilasi mulut ke mulut setidaknya dapat melakukan kompresi dada.Metode pengecekan nafas menggunakan metode Look, Listen,dan Feet.(a) Look :Lihat apakah ada gerakan dada (gerakan bernafas), apakah gerakan tersebut simetris/tidak(b) Listen :Dengarkan apakah ada suara nafas normal, dan apakah ada suara nafas tambahan yang abnormal (bisa timbul karena ada hambatan sebagian).Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas :Snoring : Suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan nafas bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah pengecekan langsung dengan cara cross-finger untuk membuka mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk tangan yang digunakan untuk chin lift , ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk menekan rahang bawah ke bawah. Lihatlah apaka ada benda yang menyangkut di tenggorokan korban (mis : gigi palsu dll). Pindahkan benda tersebut. Gargling : Suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan disebabkan oleh cairan (mis : darah), maka lakukanlah cross-finger (sepeti di atas), lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai namanya menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain untuk menyapu rongga mulut dari cairan-cairan).Crowing : Suara dengan nada tinggi, biasanya disebabkan karena pembengkakan (edema) pada trakea, untuk pertolongan tetap lakukan manuver head tilt and chin lift atau jaw thrust saja. Jika suara nafas tidak terdengar karena ada hambatan total pada jalan nafas, maka dapat dilakukan : 1. Black Blow, sebanyak 5 kali, yaitu dengan memukul menggunakan telapak tangan daerah diantara tulang scapula dipanggung.

Back-blow pada bayi

2. Heimlich manuver, dengan cara ini memposisikan diri seperti gambar, lalu menarik tangan kearah belakang atas,

Abdominal Thrust pada anak

Heimlich Manuver, posisi berbaring bagi orang tidak sadar

Heimlich Manuver, tangan digenggam dan dilakukan sendiri3. Chest Thrust, dilakukan pada ibu hamil, bayi atau obesitas dengan cara memposisikan diri seperti pada gambar lalu mendorong tangan kearah dalam atas.(c) Feel : Rasakan dengan pipi pemeriksa apakah ada hawa panas dari korban Perlindungan Diri Bagi Penolong1.Pastikan tempat memberi pertolongan tidak akan membahayakan penolong dan pasien 2.Minimalisasi kontak langsung dengan pasien untuk mencegah penularan penyakit3.Selalu memperhatikan kesehatan diri penolong, sebab pemberian pertolongan pertama adalah tindakan yang sangat memakan energi. Jika dengan kondisi tidak fit, justru akan membahayakan penolong sendiri

Bab IIHASIL PERCOBAAN

1.1Pertanyaan dan Jawaban1.Jelaskan mengapa mahasiswa fakultas kedokteran gigi memerlukan pengetahuan tentang BLS ?Karena sebagai dasar dan bekal saat terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, mungkin pasien tidak sadarkan diri atau sebagainya ketika kita melakukan pelayanan kesahatan. Sehingga kita sebagai dokter gigi dapat melakukan pertolongan pertama sebelum dilakukan perawatan yang sesuai dengan kondisi pasien. Selain itu, sebagai tenaga medis, seorang dokter gigi harus bisa melakukan BLS, sehingga ketika tiba-tiba menemui keadaan darurat di jalan, kita dapat memberikan pertolongan.2.Apa yang anda lakukan apabila anda temukan gigi tiruan pasien anda tertelan?Ketika gigi tiruan pasien tertelan, saya harus melakukan pertolongan pertama dengan pembebasan jalan nafas, dengan mengambil gigi palsu pasien dengan metode cross finger untuk membuka mulut menggunakan 2 jari yaitu ibu jari dan jari telunjuk tangan yang digunakan untuk chin lift, ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk menekan rahang bawah kebawah. Kemudian mengambil gigi palsu yang menyangkut. Jika gigi sudah tertelan sampai abdomen, bisa dilakukan metode back-blow atau metode heimlich maneuver3.Apa gunaya metode back blow di bidang kedokteran gigi?Metode back blow yaitu memukul dengan telapak tangan daerah diantara tulang scapula. Pertolongan black blow maneuver dilakukan apabila terjadi kasus tersedak benda padat pada pasien, seperti gigi tiruan atau benda lain serta ketika terjadi henti napas pada pasien bayi atau anak-anak. 4. Apa gunanya metode Heimlich Manuever di bidang kedokteran gigi ?Hiemlich manuever dilakukan jika metode back-blow tidak berhasil mengeluarkan benda asing yang tertelan. Sebenarnya metode heimlich manuever dan back blow memiliki fungsi yang sama, namun bagian yang ditekan ialah ulu hati, sehingga dilakukan jika benda yang tertelan sudah mencapai abdomen.5.Apa gunanya metode Chest Thrust di bidang kedokteran gigi ?Chest Thrust memiliki fungsi yang sama seperti back-blow dan hiemlich maneuver yaitu untuk mengeluarkan benda-benda asing yang tertelan. Chest thrust dilakukan pada ibu hamil, bayi atau obesitas. 7. Apa yang anda lakukan pada saat anda jumpai pasien anda mengalami pingsan setelah dilakukan anastesi ? Jelaskan !Jika pasien menjadi pingsan setelah di anastesi, tindakan saya adalah memberikan PPGD dengan langkah awal memeriksa kesadaran pasien apakah benar-benar tidak sadar, dengan metode AV-PU (Alert, Verbal, Pain, Unresponsive). Kemudian membebaskan jalan nafas pasien dengan tidak lupa meminta bantuan dengan orang disekitar. Setelah itu, memeriksa jalan nafas pasien dengan metode look, listen, feel. Bila pasien tidak sadar dan tidak bernafas, segera melakukan pijat jantung (RJP) 30 kali disela 2 kali nafas buatan terus dilakukan sampai pertolongan datang dan bisa dilakukan pertolongan lebih lanjut.

Bab IIIPEMBAHASAN

Kegawatdaruratan dapat terjadi di mana saja termasuk dalam praktek kedokteran gigi. Walaupun kebanyakan kegawatdaruratan terjadi pada orang dewasa, tetapi suatu masalah yang serius dapat terjadi pada pasien yang lebih muda. Meskipun kegawatdaruratan pasien anak merupakan hal yang jarang dalam perawatan kedokteran gigi tetapi jika hal ini terjadi maka dapat mengancam nyawa. Dokter gigi secara umum harus siap untuk menangani secara menyeluruh dan efektif jika kegawatdaruratan ini terjadi.Salah satu contoh kondisi kegawatdaruratan adalah ketika gigi tiruan pasien tertelan. Sebagai dokter gigi, tindakan yang bisa dilakukan adalah memeriksa apakah gigi tiruan tersebut masih dapat diambil atau tida. Ketika masih bisa diambil, dapat digunakan metode jaw thrust yaitu mendorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas kemudian diambil dengan cara cross finger. Namun, ketika sudah tertelan lebih jauh, dapat dilakukan metode back blow atau heimlich maneuver.Back blow juga dapat dilakukan bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik silang garis antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae). Pertolongan ini juga digunakan untuk membebaskan jalan napas saat terjadi henti napas pada pasien bayi atau anak-anak. Sedangkan pertolongan heimlich maneuver dilakukan apabila perawatan dengan metode black blow maneuver tidak berhasil. Metode black blow maneuver dan metode heimlich maneuver sebenarnya memiliki fungsi yang sama, hanya saja pada metode heimlich maneuver dilakukan penekanan pada ulu hati dan dilakukan apabila benda padat sudah tertelan sudah sampai pada abdomen serta berfungsi untuk untuk membebaskan jalan napas saat terjadi henti napas pada pasien bayi, anak-anak, dan orang dewasa untuk korban sadar dan tidak sadar.Metode chest thrust sebenarnya sama saja dengan metode heimlich maneuver, hanya saja pada metode chest thrust yang ditekan adalah dada atau tulang rusuk.Jika menjumpai pasien dianastesi kemudian tidak sadarkan diri, kita bisa memberikan PPDG dengan langkah awal pengkajian korban yang meliputi pernafasan dan peredaran darahnya. Jika pasien pingsan, yang diperiksa adalah pernafasannya melalui terangkatnya dada dengan metode Look, Listen and Feel. Hal lain yang perlu diperiksa yaitu pupil mata dan denyut nadi pada artericarotis. Apabila korban tidak menunjukkan tanda-tanda kesadaran, maka segera dilakukan pijat jantung dan nafas buatan sampai bantuan datang sehingga dapat dilakukan pertolongan lebih lanjut.

KESIMPULAN

Kemampuan PPDG maupun RJP sangat penting dimiliki oleh calon tenaga medis terutama mahasiswa kedokteran gigi. Hal ini penting ketika menghadapi pasien yang tiba-tiba tidak sadarkan diri, nafas tercekik, ataupun dalam kondisi gawat darurat, kita dapat langsung memberikan pertolongan pertama untuk menyelamatkan pasien, sebelum akhirnya diberikan perawatan lanjutan yang sesuai dengan keadaan korban.

DAFTAR PUSTAKA

Alkatiri, J., Bakri Syakir. 2007. Resusitasi Jantung Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi IV jilid I. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.Benson, Ralph. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGCDavey, Patrick. 2006. At a Glance Mendicine. Jakarta : ErlanggaJohn M. Field, Part 1: Executive Summary: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care.Circulation 2010;122;S640-S656.Latief, Said A., Kartini A. Suryani, M. Rusman D. 2009. Petunjuk Praktis Anastesiologi. Edisi Dua. Jakarta: Bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif FK UI.Bantuan Hidup Dasar oleh dr. Purwoko, SpAnababar.blogspot.com/2012/02/basic-life-support-bantuan-hidup-dasar.html (diakses pada tanggal 4 Desember 2014)mifdadruju.wordpress.com/galeri/pramuka/materi-ppgd/ (diakses pada tanggal 4 Desember 2014)

18