Click here to load reader
Upload
ai-niech-inoel
View
173
Download
42
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan Kasus
TUMOR SEREBRI
OLEH :
Dian Vera Widiawaty
H1A 005 014
PEMBIMBING :
Dr. Bambang Priyanto. Sp. BS
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
DI LAB/SMF BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB
2011
Kasus
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 70 tahun
Jenis kelamin : Laki - Laki
Alamat : Ampenan
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Pensiunan PNS
MRS : 5 Agustus 2011
II. Anamnesis
Keluhan utama : penurunan kesadaran
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUP NTB dengan keluhan tiba-tiba mengalami
penurunan kesadaran sejak pagi tanggal 5 Agustus 2011. Keluarga pasien baru sadar
bahwa pasien tidak sadarkan diri karena pasien tidak bisa dibangunkan pagi hari itu.
Riwayat mual-muntah disangkal.
Sebelumnya os mengeluh tidak bisa melihat sejak ± 5 bulan yang lalu. Pasien
saat itu mengeluh tiba-tiba tidak dapat melihat sama sekali pada kedua mata.
Penglihatan pasien sudah terganggu sejak beberapa tahun yang lalu dan sudah tidak
dapat melihat sama sekali sejak 5 bulan yang lalu. Pasien kemudian disarankan untuk
operasi katarak tetapi batal dioperasi dan hanya rawat di poliklinik.
Pasien mengeluh nyeri kepala sebelah kanan seperti ditekan dan tidak
menjalar, nyeri dirasakan hilang timbul pada waktu-waktu tidak tentu. Nyeri tidak
dipengaruhi oleh aktifitas, posisi, dan makanan. Sakit kepala hilang setelah minum
obat. Riwayat demam disangkal, riwayat kejang disangkal.
Pasien mengeluh mengalami kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri
sejak ± 2 bulan yang lalu. Keluhan ini dimulai dengan lemah pada tangan kiri
kemudian kaki kiri. Akhirnya tangan dan kaki kiri pasien tidak bisa digerakkan sama
sekali sejak 2 bulan yang lalu, sementara keluhan nyeri kepala sebelah kanan masih
dirasakan hilang timbul. Pasien kemudian mendapatkan pemeriksaan CT-Scan dan
didiagnosis menderita abses pada otak. Pasien disarankan untuk operasi tetapi
keluarga menolak.
Riwayat muntah (-), riwayat kejang (-), riwayat tidak bisa bicara (-), riwayat
gangguan emosi (-). Pasien juga mengeluh batuk sejak seminggu yang lalu. Batuk
terasa seperti ada dahak di tenggorokan tetapi tidak dapat keluar. Riwayat sesak nafas
(-), nyeri dada (-), penurunan berat badan (-), nafsu makan baik. Riwayat trauma
kepala (-), riwayat infeksi telinga (-), riwayat sinusitis (-).
Pasien 3 hari yang lalu sudah menjalani operasi dengan diagnosis post-
operasi tumor serebri. Saat ini pasien mengeluh masih sulit menggerakkan tangan dan
kaki kiri, sedangkan keluhan nyeri kepala sudah tidak dikeluhkan lagi. Penglihatan
pasien juga membaik. Keluhan batuk masih dirasakan dengan dahak berwarna putih,
kental, darah (-). Keluhan sesak nafas (-), nyeri dada (-).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien sejak kecil mengalami sakit kepala sebelah kanan yang hilang timbul setiap
beberapa minggu hingga beberapa bulan sekali setelah mengalami trauma di kepala.
Riwayat HT (-), riwayat DM (-), riwayat asma (-), riwayat batuk darah (-),riwayat
penyakit jantung (-).
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak terdapat keluarga pasien yang mengalami hal serupa. Riwayat TB (-),riwayat
HT (-), riwayat DM (-), riwayat asma (-), riwayat batuk darah (-),riwayat penyakit
jantung (-).
Riwayat Alergi :
Pasien menyangkal adanya alergi terhadap obat atau makanan tertentu.
Riwayat pengobatan:
Pasien hampir setiap bulan kontrol ke dokter spesialis saraf untuk mendapatkan obat
sakit kepala
Riwayat sosial dan kebiasaan:
Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak remaja. Pasien dapat menghabiskan kira-
kira 2 bungkus rokok setiap hari.
III. Pemeriksaan Fisik (tanggal 13/08/2011)
a. Status present :
Keadaan umum : Sedang
GCS: E4V5M6
Tanda vital :
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 80 x/menit, teratur, kuat angkat
- Pernafasan : 24 x/menit
- Suhu axilla : 36,7ᵒC
b. Pemeriksaan fisik umum :
1. Kepala – Leher
- Kepala : Normochepali, deformitas (-), tanda radang pada kulit kepala (-),
terpasang drainage di regio parietal dekstra berisi cairan+darah jumlah ± 3cc,
luka operasi baik, kering, perdarahan aktif (-), pus (-)
- Mata : Konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterus +/+, pupil isokor,
refleks pupil (+), arcus senilis (+), visus OD 2/60 (bed side), visus OS 2/60
(bed side)
- THT : tidak ditemukan kelainan
- Leher : massa (-), tidak terdapat pembesaran KGB, otot SCM tidak aktif,
2. Thoraks – Kardiovaskuler
- Inspeksi : venektasi (-), massa (-), scar (-), tampak pergerakan dinding thoraks
simetris, iktus kordis tidak tampak. Sela iga simetris.
- Palpasi : Teraba pergerakan dinding thorak simetris, fokal premitus +/+, iktus
kordis teraba pada ICS V midclavicular line.
- Perkusi :
Paru : sonor pada daerah dinding thorak sinistra dan dekstra
Jantung : pekak dengan batas kanan atas ICS II parasternalis dekstra, batas
kiri atas pada ICS II parasternalis sinistra, batas kiri bawah pada ICS V
midclavicular line.
- Auskultasi :
o Paru: vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
o Jantung: S1,S2, tunggal, regular, M (-), G(-)
3. Abdomen
- Inspeksi : kulit tampak normal, distensi (-), venektasi (-), scar (-), tidak
tampak massa.
- Auskultasi : bising usus (+) Normal
- Perkusi : timpani pada lapang abdomen, batas hepar pada ICS VI sampai
subcostalis dektra.
- Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, tidak teraba massa pada
ke empat kuadran abdomen
4. Pelvic-inguinal
Tidak tampak adanya massa, pembesaran KGB (-).
5. Anal – perianal
Anus (+), mukosa anus tampak licin, massa (-), abses (-)
6. Ekstrimitas atas – Axilla
Edema -/-, deformitas -/-, Pembesaran KGB -/-
7. Ekstrimitas bawah
Edema -/-, deformitas -/-
c. Pemeriksaan neurologis GCS: E4V5M6 N. kranialis:
Nervus I (olfaktorius): dalam batas normal Nervus II (optikus): OD OS
- Visus 2/60 (bedsite) 2/60 (bedsite)
- Lapang pandang normal normal Nervus III - XII: dalam batas normal
Sensorik: Normal Motorik:
Reflex fisiologis: - biseps +/+
- triseps +/+
- KPR +/+
- APR +/+ Reflex patologis:
- Babinski: -/-
- Chadok: -/-
- Openheim: -/-
- Gordon: -/-
- Scaefer: -/- Kaku kuduk: (-) Kernig’s sign: (-)
MotorikSuperior Inferior
Dextra Sinistra Dextra SinistraPergerakan N NKekuatan 5 2 5 2Tonus otot N Hipotoni N Hipotoni Bentuk otot N N N N
IV. Resume
a. Anamnesis
Laki – laki, 70 tahun, datang dengan penurunan kesadaran sejak pagi hari. Pasien
sebelumnya sering mengeluh nyeri kepala yang terasa seperti ditekan, hilang timbul
sejak kecil. Pasien sejak ±5 bulan yang lalu mengalami gangguan penglihatan dan
mengalami lemas anggota gerak sebelah kiri sejak ± 2 bulan yang lalu.
Pasien sudah menjalani operasi 3 hari yang lalu dengan diagnosis post-operasi tumor
serebri. Saat ini pasien mengeluh masih sulit menggerakkan tangan dan kaki kiri,
sedangkan nyeri kepala sudah tidak dikeluhkan lagi. Penglihatan pasien juga
membaik. Keluhan batuk masih dirasakan dengan dahak berwarna putih, kental,
darah (-). Keluhan sesak nafas (-), nyeri dada (-).
b. Pemeriksaan fisik
- Status lokalis: Kepala : Normochepali, deformitas (-), tanda radang pada kulit
kepala (-), terpasang drainage di regio parietal dekstra, berisi cairan+darah
jumlah ± 3cc, luka operasi baik, kering.
c. Pemeriksaan neurologis
- Nervus kranialis I-XII: dalam batas normal
- Motorik: pergerakan ekstremitas superior dan inferior sinistra menurun,
kekuatan otot: 2
MotorikSuperior Inferior
Dextra Sinistra Dextra SinistraPergerakan N NKekuatan 5 2 5 2Tonus otot N Hipotoni N Hipotoni Bentuk otot N N N N
V. Diagnosis
- Diagnosis klinis: penurunan kesadaran + hemiplegi sinistra + cephalgia +
penurunan visus + batuk
- Diagnosis etiologi: Tumor serebri
- Diagnosis topis: intracranial supratentorial
VI. Problem post operasi
a. Hemiparesis sinistra
b. Batuk berdahak
c. Curiga suatu tumor metastase
VII. Usulan pemeriksaan
Ct scan thorax
USG abdomen
Pemeriksaan PA tumor
Hasil ct-scan kepala preoperasi:
Gambar 1. Tampak massa hipodens bulat oval ukuran 3,5 x 3,9 cm (tanda panah merah)
dengan perifokal edema yang luas di occipital kanan.
Gambar 2. Pada post kontras tampak ring enhancement. Ventrikel lateralis kanan menyempit.
Deviasi sign midline ke kiri.
Hasil foto thorax:
Gambar 3. Tampak massa padat (radiopaque) pada paru kanan atas (tanda panah merah)
VIII. Planning
Rencana Terapi
IVFD D5 ½ NS 20 tpm Dexamethasone 1 A/8 jam Piracetam 3 g/8 jam Ceftriaxone 1 g/12 jam Ketorolac 3% / 8 jam Kutoin 100 g/ 8 jam
Monitoring Kesadaran Vital sign, keluhan Perbaikan penglihatan Motorik Status neurologis pasien
Edukasi Diagnosis pasien Terapi yang diberikan Latihan mobilisasi sedikit demi sedikit Kontrol ke poli paru
IX. Prognosis
Dubia
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Angka kejadian tumor intrakanial berkisar antara 4,2-5,4 per 100.000 penduduk. Pada
semua autopsi yang dilakukan oleh bernat & Vincent (1987) dijumpai 2% tumor otak. Pada
anak dibawah 16 tahun, angka kejadian tumor otak adalah 2,4 per 100.000 anak. Tampaknya
angka kejadian tumor cenderung naik dengan bertambahnya umur. Tidak diketahui secara
pasti perbedaan angka kejadian menurut ras, tempat tinggal maupun iklim.8
Kira-kira 10% dari semua proses neoplasmatik di seluruh tubuh ditemukan pada
susunan saraf dan selaputnya, 8% berlokasi diruang intrakranial dan 2% di ruang kanalis
spinalis. Di Amerika didapat 35.000 kasus baru dari tumor otak setiap tahun, sedang menurut
Bertelone, tumor primer susunan saraf pusat dijumpai 10% dari seluruh penyakit neurologi
yang ditemukan di Rumah Sakit Umum. Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat
belum dilaporkan. Angka kejadian tumor otak pada anak-anak terbanyak pada dekade
pertama, sedang pada dewasa pada usia 30-70 dengan puncak usia 40-65 tahun. 4,9
Proses neoplasmatik atau proses malignansi di susunan saraf mencakup neoplasma
saraf primer dan non-saraf atau metastatik. Urutan frekuensi neoplasma di dalam ruang
tengkorak adalah sebagai berikut: (1) glioma (41%), (2) meningioma (17%), (3) adenoa
hipofisis (13%), (4) neurilemoma (12%), (5) neplasma metastatik dan (6) neoplasma
pembuluh darah serebral. 9
Diagnosa tumor otak ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi. Dengan pemeriksaan klinis
kadang sulit menegakkan diagnosa tumor otak apalagi membedakan yang benigna dan yang
maligna, karena gejala klinis yang ditemukan tergantung dari lokasi tumor, kecepatan
pertumbuhan masa tumor dan cepatnya timbul gejala tekanan tinggi intrakranial serta efek
dari masa tumor ke jaringan otak yang dapat menyebabkan kompresi, invasi dan destruksi
dari jaringan otak. 9
Tumor otak
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas
(maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intrakranial) atau di sumsum
tulang belakang (medulla spinalis). Tumor ini lebih dikenal sebagai “neoplasma intrakranial”
karena beberapa tumor bukan tumbuh dari jaringan otak (misalnya meningioma dan
lymphoma). Akan tetapi, sebagian besar tumor otak memberikan gambaran klinis,
pendekatan diagnostik dan pengobatan yang sama. 4
Tumor atau neoplasma susunan saraf pusat dibedakan menjadi tumor primer dan
tumor sekunder atau metastatik. Tumor primer bisa timbul dari jaringan otak, meningen,
hipofisis dan selaput myelin. Tumor sekunder adalah suatu metastasis yang tumor primernya
berada di luar susunan saraf pusat, bisa berasal dari paru-paru, mamma, prostat, ginjal, tiroid
atau digestivus. Tumor ganas itu dapat pula masuk ke ruang tengkorak secara
perkontinuitatum, yaitu dengan melalui foramina basis kranii, seperti misalnya pada infiltrasi
karsinoma anaplastik dari nasofaring. 4,11,12
Etiologi
Asal usul neoplasma belum banyak diketahui walaupun telah banyak penelitian yang
dilakukan. Terdapat beberapa faktor etiologi yang diperkirakan berperan dalam timbulnya
suatu neoplasma, antara lain: 12,11
1. Bawaan
Meningioma, astrositoma, Sklerosis tuberose, dan neurofibroma dapat dijumpai pada
anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose dan neurofibroma merupakan
penyakit sindrom neurokutaneus yang etiologinya tidak diketahui, yang dapat
menyebabkan abnormalitas kulit dan susunan saraf pusat yang bervariasi. Selain jenis-
jenis neoplasma tersebut di atas, tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk mengatakan
bahwa ada faktor herediter yang memegang peranan pada pertumbuhan neoplasma
saraf.
2. Degenerasi atau perubahan neoplasmatik
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang
mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya
sebagian dari bangunan embrional yang tertinggal itu dapat menjadi ganas, karena
pertumbuhan terus dan merusak bangunan disekitarnya. Perkembangan abnormal itu
dijumpai pada kraniofaringoma, teratoma intrakranial dan kordoma.
3. Radiasi
Efek radiasi terhadap dura memang dapat menimbulkan pertumbuhan sel dura. Sel di
dalam otak atau sel yang sudah mencapai kedewasaan, pada umumnya agak kurang
peka terhadap efek sinar radiasi di banding sel neoplasma. Maka dari itu radiasi
digunakan untuk pemberantasan pertumbuhan sel neoplasmatik. Tetapi dosis
subterapeutik dapat merangsang pertumbuhan sel mesenkimal sehingga masih banyak
penyelidik yang menekankan pada radiasi sebagai faktor etiologi neoplasma saraf.
4. Virus
Belakangan ini telah cukup banyak bukti yang terkumpul bahwa ada virus yang
berperan dalam genesisnya suatu neoplasma. Perhatian terpusat pada virus Eipstein
Barr yang disangka berperan besar dalam genesisnya “Burkitt’s lymphoma” dan pula
pada genesis karsinoma anaplastik dari nasofaring.
5. Zat-zat karsinogen
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dilakukan. Kini telah diakui
bahwa ada substansi-sibstansi karsinogenik, misalnya methylchloranthrone dan
nitroso-ethyl-urea.
6. Trauma kepala
Trauma kepala telah lama diduga sebagai salah satu faktor resiko terjadinya tumor
otak dan masih menjadi kontroversi. Beberapa penelitian menunjukkan ada hubungan
antara riwayat trauma dengan kejadian meningioma, tetapi patofisiologinya belum
sepenuhnya dimengerti. Pada penelitian prospektif yang dilakukan oleh Annegers, JF
dkk pada 3000 pasien dengan trauma kepala, tidak ditemukan adanya peningkatan
resiko trauma dengan angka kejadian tumor otak. Hasil ini sama dengan penelitian
yang dilakukan oleh Gurney JG, dkk di Amerika Serikat yaitu tidak ada hubungan
antara riwayat trauma kepala, baik oleh karena tindakan forcep atau penyebab lain,
dengan angka kejadian tumor otak pada anak. 1,7
Klasifikasi
Terdapat bermacam-macam klasifikasi tumor otak, baik atas dasar jaringan asal tumor
maupun atas dasar lokasi tumor. Suatu pembagian praktis dari neoplasma susunan saraf pusat
adalah sebagai berikut: 12
A. Glioma
1. Astrositoma
i. Astrositoma derajat 1-2
ii. Astrositoma derajat 3-4 (glioblastoma multiforme)
2. Ependimoma
i. Ependimoma derajat 1-4
3. Oligodendroglioma
4. Meduloblastoma
5. Neuroastrositoma
B. Non-glioma
1. Meningioma
2. Adeno hipofisis
3. Neurilemoma (neurofibroma)
4. Hemangioblastoma
5. Khordoma, kista parafisis (kista koloid), kista dermoid, epidermoid,
kraniofaringioma, papiloma dan pinealoma
C. Neoplasma metastatik intrakranium
Neoplasma yang dapat bermetastase ke susunan saraf pusat adalah (menurut
frekuensinya): karsinoma bronkus, mammae, ginjal, lambung, prostat dan tiroid.
Klasifikasi menurut WHO 13
WHO Classification of Tumors of the Central Nervous System
Tumors of Neuroepithelial Tissue
Tumors of the Cranial and Spinal Nerves
Tumors of the Meninges
Lymphomas and Hemopoeitic neoplasms
Germ Cell Tumors
Cysts and Tumor-like lesions
Tumors of the sellar region
Local extensions from regional tumors
Metastatic Tumors
WHO Classification of Tumors of Neuroepithelial Tissue.
1.1 Astrocytic Tumors
1.2 Oligodendroglial Tumors
1.3 Ependymal Tumors
1.4 Mixed Gliomas
1.5 Choroid Plexus Tumors
1.6 Neuroepithelial Tumors of uncertain origin
1.7 Neuronal and Mixed Neuronal-glial Tumors
1.8 Pineal parencymal Tumors
1.9 Embryonal Tumors
WHO Classification of Astrocytic Tumors
1.1 Astrocytic Tumors
1.1.1 Astrocytoma
1.1.1.1. Fibrillary
1.1.1.2. Protoplasmic
1.1.1.3. Gemistocytic
1.1.2. Anaplastic Astrocytoma
1.1.3. Glioblastoma
1.1.3.1.Giant Cell Glioblastoma
1.1.3.2. Gliosarcoma
1.1.4. Pilocytic Astrocytoma
1.1.5. Pleomorphic xanthoastrocytoma
1.1.6. Subependymal Giant Cell Astrocytoma
WHO classification of Cerebral Gliomas
Grade I : Circumscribed Astrocytomas: Pilocytic Astrocytoma/ PXA /Subependymal
Giant Cell Astrocytoma
WHO Classification of Diffuse Cerebral Gliomas
Grade II : low-grade
Grade III: Anaplastic
Grade IV: Glioblastoma
Gejala klinis
Pembagian tumor dalam kelompok benigna dan maligna tidak berlaku secara mutlak
bagi tumor intrakanial, oleh karena tumor yang benigna secara histologik dapat menduduki
tempat yang vital sehingga menimbulkan kematian dalam waktu singkat. Oleh karena itu
maka tepatlah pendirian para ahli yang mengatakan bahwa setiap tumor serebri haruslah
dianggap “ganas secara klinis”. 12
Gambaran klinik ditentukan oleh lokasi tumor dan peningkatan tekanan intrakanial.
Tanda penting dari tumor otak ialah adanya gejala neurologis yang progresif. Progresifitas ini
bergantung pada lokasi, kecepatan pertumbuhan tumor dan edema di sekitarnya. Gambaran
klinik tumor intrakranial dapat dibagi dalam: 4,11,12
1. Gejala umum tekanan intrakranial yang meninggi
a. Nyeri kepala
b. Muntah
c. Kejang fokal
d. Gangguan mental
2. Tanda-tanda fisis diagnostik
a. Papiledema
b. Pada anak-anak tekanan intrakranial yang meningkat dapat menimbulkan
diastase sutura kranii
c. Bradikardi dan irama dan frekuensi pernafasan berubah
d. Penipisan (destruksi) atau penebalan (hyperostosis) tulang tengkorak
3. Gejala-gejala fokal
Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:
Lobus frontal
Menimbulkan gejala perubahan kepribadian dengan fungsi intelektual yang
menurun, dengan konfabulasi dan Witzelsucht (suka membadut). Bila tumor
menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra lateral, kejang fokal.
Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia. Bila tumor
terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster kennedy. Pada lobus
dominan menimbulkan gejala afasia
Lobus parietal
Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi homonym.
Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus
angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s
Lobus temporal
Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang didahului
dengan aura atau halusinasi. Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala
afasia dan hemiparese. Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat
diketemukan gejala choreoathetosis, parkinsonism.
Lobus oksipital
Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan.
Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang
menjadi hemianopsia, objekagnosia. Tumor lobus oksipitalis biasanya
menimbulkan rasa nyeri dibelakang kepala, hemianopsia, agnosia visual dan
aleksia.
Tumor di ventrikel ke III
Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan
obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan intrakranial
mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan penurunan
kesadaran
Tumor di cerebello pontin angle
Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma. Dapat dibedakan
dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi
pendengaran. Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari
daerah pontin angel
Tumor Hipotalamus
Menyebabkan gejala peningkatan TIK akibat oklusi dari foramen Monroe.
Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan perkembangan
seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan cairan dan elektrolit,
bangkitan
Tumor di cerebelum
Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat erjadi
disertai dengan papil udem. Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang
menjalar keleher dan spasme dari otot-otot servikal
4. Tanda lokalisatorik yang menyesatkan
a. Kelumpuhan N. IV
b. Kelumpuhan N.III
c. Babinski yang positif di kedua sisi
d. Gangguan mental
e. Gangguan endokrin
f. ensefalomalasi
5. Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranial yang meninggi
Proses desak ruang tidak saja memenuhi rongga tengkorak yang merupakan
runag yang tertutup, akan tetapi proses neoplasmatik sendiri dapat menimbulkan
perdarahan setempat. Selain itu, jaringan otak menjadi edema akibat penimbunan
katabolit disekitar jaringan neoplasma atau karena penekanan pada vena.
Tekanan intrakranial yang meningkat secara progresif menimbulkan gangguan
kesadaran dan manifestasi disfungsi batang otak yang dinamakan:
a. Sindrom unkus atau sindrom kompresi diensefalon ke lateral
b. Sindrom kompresi sentral rostrokaudal terhadap batang otak, dan
c. Herniasi serebelum di foramen magnum
Pemeriksaan penunjang
Apabila kita telah mengambil kesimpulan bahwa telah terjadi proses desak ruang
intrakranium (dapat tumor, abses, atau hematoma) maka pemeriksaan lanjut yang dapat kita
lakukan adalah sebagai berikut:
1. Foto kepala 12
Foto kepala sekurang-kurangnya dari 2 arah yakni AP dan lateral. Hal yang
diharapkan dapat terlihat adalah :
Pelebaran sutura; terjadi pada anak, makin muda usia anak makin cepat serta
makin lebar sutura. Sutura sagital dan koronal adalah yang paling mudah
melebar.
Impressiones digitate; terjadi bila peningkatan TIK sudah lama, sehingga
gambaran kranium tampak “aspek berawan”
Pelebaran fossa hipofisis dan destruksi endositosis, dapat timbul oleh
meningioma
Pengapuran terutama pada glioma, pinealoma
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI) 6,3
MRI dengan gadolinium adalah pemeriksaan penunjang pilihan dalam
menegakkan diagnosis tumor otak. MRI dengan kontras lebih sensitif dibandingkan
CT-scan dalam mengidentifikasi suatu lesi dan batas abnormal suatu tumor glioma.
Pada pemeriksaan menggunakan MRI tidak terjadi paparan radiasi dan bahan kontras
yag diinjeksikan, gadolinium, dapat memasuki sawar darah otak sehingga dapat
memperlihatkan batas antara perluasan tumor, edema otak dan bagian otak yang
normal.
Karakteristik gambaran tumor astrositoma pada MRI berupa massa yang difus,
tidak meluas dan tidak dikelilingi oleh edema otak, kecuali pada astrositoma maligna
dimana gambaran khasnya adalah berupa massa dengan perluasan yang ireguler dan
tampak seperti cincin, lesi juga dikelilingi oleh edema otak. Suatu tumor kista akan
tampak sebagai area homogen. Tumor glioma grade rendah akan tampak sebagai
gambaran hipodens pada MRI atau bisa juga isodens.
Pemeriksaan penunjang MRI tidak bisa dilakukan pada pasien-pasien yang
menggunakan pacemaker, paramagnetic aneurysma clips, benda asing lain di tubuh
yang terbuat dari metal, atau alat-alat magnetik lain di dalam rongga atau kranium.
MRI juga sulit dilakukan pada pasien yang memiliki klaustrofobia.
3. C.A.T (Computed Axial Tomography/CT scan) 6,9
Gambaran CT Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal
berupa massa yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak
dikelilingi jaringan udem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya
kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya
karena sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata bila
pada waktu pemeriksaan CT Scan disertai dengan pemberian zat kontras. Setelah
pemberian kontras, akan terlihat kontras enhancement dimana tumor mungkin terlihat
sebagai daerah hiperdens. Kelemahan CT Scan yaitu kurang mengetahui adanya
tumor yang berpenampang < 1,5 cm dan yang terletak pada basis kranii.
4. Elektro-ensefalografi (EEG) 12,14
Biasanya dikerjakan kalau ada kejang-kejang. Dapat mendeteksi kira-kira 70%
tumor supratentorial, sedangkan untuk tumor infratentorial hanya sedikit
kegunaannya. EEG berguna untuk membedakan apakah kejang disebabkan oleh
proses metabolik atau suatu tumor lokal. Perekaman EEG di atas suatu tumor dapat
memperlihatkan gelombang delta (0,5-4 siklus per detik).
5. Ekoensefalografi 12,14
Dapat diperoleh informasi mengenai suatu proses desak ruang intrakranial
yang menimbulkan pergeseran ventrikel lateralis dan ventrikel III; dan adanya
penggeseran struktur garis tangah (midline). Misalnya bila terdapat suatu peranjakan
ke kiri (> 3 mm) maka dapatlah disimpulkan bahwa terdapat suatu proses desak ruang
di dalam rongga tengkorak di sisi kanan.
6. Angiografi 12
Dapat memperlihatkan kelainan arsitektur pembuluh darah di sekitar tumor,
dan penting untuk membedakan malformasi pembuluh darah dengan neoplasma.
Dalam klinik, angiografi hanya dilakukan bila ada rencana untuk tindakan bedah
saraf.
7. Ventrikulografi 12
Tumor serebri merupakan suatu kontraindikasi untuk melakukan lumbal
pungsi. Bila melakukan ventrikulografi maka kita terlebih dahulu membuat suatu
lubang trefin (trephin-opening) di daerah oksipital, satu di sisi kanan dan satu di sisi
kiri. Melalui lubang trefin ini lantas dilakukan pungsi kornu oksipitalis vntrikulus
lateralis. Melalui pemeriksaan ini dapat diketahui apakah suatu tumor terletak di
bawah atau dia atas tentorium.
Bahan untuk pemeriksaan PA didapat bila tumor dapat diangkat seluruhnya atau
sebagian. Mungkin pula material itu didapat dengan “needle biopsy”. Untuk
mengenyampingkan kemungkinan tumor sekunder maka hendaknya paru, mammae, tiroid,
prostat, ginjal, dan traktus digestivus penderita diperiksa dengan teliti. 12
Diagnosa banding
Gejala yang paling sering dari tumor otak adalah peningkatan tekanan intrakranial,
kejang dan tanda defisit neurologik fokal yang progresif. Setiap proses desak ruang di otak
dapat menimbulkan gejala di atas, sehingga agak sukar membedakan tumor otak dengan
beberapa hal berikut: 4,6,12
a. Infeksi: abses intraserebral, meningitis kronis, tuberkuloma
b. Non infeksi: epidural hematom, hipertensi intrakranial benigna, trauma primer otak,
multiple sklerosis
c. Penyakit degeneratif: stroke hemoragik, stroke infark, alzeimer
d. Penyakit kongenital: hidrosefalus
Penatalaksanaan
1. Medikamentosa 14
Pengobatan medikamentosa terdiri dari obat non-sitistatika dan sitostatika.
a. Non-sitostatika
Langkah pertama pada pengobatan metastasis tumor otak (MTO) ialah
pemberian kortikosteroid yang bertujuan untuk memberantas edema otak.
Pengaruh kortikosteroid terutama dapat dilihat pada keadaankeadaan seperti
nyeri kepala yang hebat, defisit motorik, afasia dan kesadaran yang menurun.
Mekanisme kerja kortikosteroid belum diketahui secara jelas. Beberapa
hipotesis yang dikemukakan: meningkatkan transportasi dan resorbsi cairan
serta memperbaiki permeabilitas pembuluh darah; di samping itu mempunyai
efek onkolitik terhadap MTO. Perbaikan sudah ada dalam 24-48 jam. Jenis
kortikosteroid yang dipilih yaitu glukokortikoid; yang paling banyak dipakai
ialah deksametason, selain itu dapat diberikan prednison atau prednisolon.
Dosis deksametason yang biasa dipakai 0,25-1 mg/kgBB/hari, dibagi
dalam 4-6 kali pemberian secara intravena, intramuscular atau per os. Selain
kortikosteroid, dapat juga diberikan zat-zat hiperosmolar, antara lain: manitol
20%, 1-2 gram/kgBB dalam waktu 15-30 menit melalui infus atau intravena.
Dapat juga diberikan gliserol 5% per os 1 gram/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali
pemberian. Kalau perlu dapat diberikan antikonvulsan.
b. Sitostatika
Ada 13 faktor yang mempengaruhi hasil sitostatika terhadap tumor otak,
yaitu: cara pemberiannya, ikatan protein, aliran darah, permeabilitas vaskuler,
volume rongga ekstraseluler, distribusi obat ke dalam lingkungan tumor, sifat-
sifat molekuler obat, kinetik sel tumor, metabolisme dan ekskresi, brain sink
effect, dan reaksi otak terhadap tumor dan obat. Obat antitumor yang sering
dipakai terhadap tumor otak antara lain :
• Methotrexate
Methotrexate bekerja dengan menghambat metabolisme DNA.
Methotrexate diberikan intratekal atau intraventrikuler karena obat ini tidak
dapat menembus sawar darah otak.
• 1,3 Bis(2-chloroethyl)-1-nitrosourea (BCNU) dan 1-(2-chloroethyl)-3-cy
clohexy/-1 -n itro sourea (CCNU).
Kerjanya menghambat pembentukan DNA. Keduanya larut dalam
lemak dan dapat menembus sawar darah otak. BCNU diberikan intravena,
CCNU per os. Kombinasi dengan radioterapi memberikan efek sinergistik
terhadap MTO. Obat-obat antineoplasma yang lain masih dalam taraf
percobaan, dan pada umumnya hasilnya tidak memuaskan.
• Temozolomide 2,5
Temozolomide adalah agen alkylating generasi kedua imidazotetrazine
yang merupakan obat kemoterapi baru yang dapat masuk ke dalam cairan
serebrospinal dan tidak perlu diaktivasi melalui metabolisme hepar. Obat ini
mampu didistrubusikan ke semua jaringan termasuk otak sehingga efektif
melawan berbagai jenis kanker seperti melanoma metastasis, glioblastoma
multiforme, dan tumor solid lainnya.
Temozolomide bisa ditoleransi dengan baik dengan efek
myelosuppresi minimal dan tanpa efek toksik dalam darah sehingga efek
samping berupa mual-muntah dapat diatasi dengan antiemetik biasa. Stabilitas
dan solubilitas yang baik membuat temozolomide dapat didistribusikan ke
semua jaringan dengan bioavailabilitas kira-kira 100%.
Efeks samping temozolomide biasanya berupa mual dan muntah ringan
sampai sedang yang dapat hilang sendiri atau dapat diatasi dengan pemberian
obat antiemetic biasa. Insiden mual dan muntah berat hanya terjadi pada kira-
kira 4% kasus. Untuk mencegah efek samping tersebut maka temozolomide
dapat diberikan satu jam sebelum makan. Kontraindikasi pemberian
temozolomide adalah pada orang yang hipersensitif terhadap kandungan obat
tersebut, pasien yang menderita penyakit myelosupresi berat, serta ibu hamil
dan menyusui karena temozolomide bersifat teratogenik dan fetotoksik.
Temozolomide telah disahkan sebagai terapi medikamentosa pasien
dewasa dengan astrositoma anaplastik (glioblastoma multiforme) yang sulit
disembuhkan di Amerika Serikat dan di Eropa.
2. Tindakan pembedahan 4,12,14
Indikasi eksisi pada MTO apabila tumor soliter, terletak supratentorial dan
aktivitas tumor primernya sudah tidak ada atau tinggal sedikit. Metastasis
infratentorial biasanya tidak dibedah karena mortalitas operasinya sangat tinggi.
Tindakan operasi lain yang dapat dianjurkan sesuai dengan keperluan ialah:
pengangkatan sebagian, biopsi, dekompresi dan pembuatan shunt (bypass) untuk
melancarkan aliran likuor. Suatu tumor supratentorial dapat diangkat melalui suatu
kraniotomi. Pada suatu tumor infratentorial usaha ini dilakukan melalui suatu
kraniektomi.
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu pembedahan tumor
otak yakni: diagnosis yang tepat, rinci dan seksama, perencanaan dan persiapan pra
bedah yang lengkap, teknik neuroanastesi yang baik, kecermatan dan keterampilan
dalam pengangkatan tumor, serta perawatan pasca bedah yang baik, Berbagai cara
dan teknik operasi dengan menggunakan kemajuan teknologi seperti mikroskop, sinar
laser, ultrasound aspirator, bipolar coagulator, realtime ultrasound yang membantu
ahli bedah saraf mengeluarkan massa tumor otak dengan aman.
3. Radioterapi 4,12,14
Biasanya dilakukan setelah eksisi total atau parsial terhadap tumor yang
radiosensitif. Kriteria tumor yang radiosensitif, terdiri atas sel yang undifferentiated,
terdapat banyak gambaran mitosis, banyak vaskularisasi terutama terdiri atas kapiler
halus, dan jumlah substansi intersel sedikit atau hampir tidak ada.
Tumor diterapi melalui radioterapi konvensional dengan radiasi total sebesar
5000-6000 cGy tiap fraksi dalam beberapa arah. Kegunaan dari radioterapi ini
didasarkan pada alasan bahwa sel-sel normal lebih mampu memperbaiki kerusakan
subletal dibandingkan sel-sel tumor dengan dosis tersebut. Radioterapi akan lebih
efisien jika dikombinasikan dengan kemoterapi intensif.
Radioterapi diberikan juga pada MTO apabila lesinya multipel, atau lesi yang
soliter tapi tumor primer di tempat lain dalam tubuh masih aktif. Tujuan radioterapi di
sini sebagai pengobatan paliatif (mengurangi nyeri kepala, perbaikan fungsi motorik,
gangguan bicara dan lain-lain).
4. Kemoterapi 4,12
Jika tumor tersebut tidak dapat disembuhkan dengan pembedahan, kemoterapi
tetap diperlukan sebagai terapi tambahan dengan metode yang beragam. Pada tumor-
tumor tertentu seperti meduloblastoma dan astrositoma stadium tinggi yang meluas ke
batang otak, terapi tambahan berupa kemoterapi dan regimen radioterapi dapat
membantu sebagai terapi paliatif.
Yang ideal adalah bila tumor itu dapat diangkat secara menyeluruh. Bila hal
ini tidak mungkin maka sebanyak mungkin tumor diangkat. Bila tumor itu tidak dapat
diangkat maka akan dilakukan dekompresi. Untuk mengurangi tekanan
intrakranialdapat pula dipasang suatu “ventrikulocaval shunt”. Suatu pembedahan
kemudian disusul dengan suatu terapi sinar atau kimia.
Prognosis
Prognosisnya tergantung jenis tumor spesifik. Berdasarkan data di Negara-negara
maju, dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang tepat melalui pembedahan dilanjutkan
dengan radioterapi, angka ketahanan hidup 5 tahun (5 years survival) berkisar 50-60% dan
angka ketahanan hidup 10 tahun (10 years survival) berkisar 30-40%. Beberapa hal yang
merupakan prognosis buruk tumor otak metastase adalah usia lanjut, gejala-gejala muncul
kurang dari 1 minggu, dan adanya penurunan kesadaran. 4,6
PEMBAHASAN KASUS
Tumor otak adalah neoplasma yang lebih dikenal dengan tumor intrakranial. Tumor
otak bisa primer dan bisa merupakan metastasis dari suatu neoplasma di tempat lain. pada
kasus ini seorang pasien laki-laki umur 71 tahun datang ke RSUP NTB dikeluhkan
mengalami penurunan kesadaran secara mendadak pagi hari (tanggal 5 Agustus 2011).
Sebelumnya pasien mengeluhkan penglihatan yang perlahan-lahan menurun dan akhirnya
tidak dapat melihat sama sekali sejak 5 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan adanya
nyeri kepala yang hilang timbul pada waktu-waktu yang tidak tentu, tidak dipengaruhi posisi,
makanan maupun cuaca. Sejak 2 bulan yang lalu pasien juga mengeluhkan adanya kelemahan
anggota gerak sebelah kiri yang kemudian menjadi tidak bisa digerakkan sama sekali.
Keluhan demam disangkal, kejang disangkal, muntah disangkal, perubahan emosi disangkal,
riwayat tidak bisa atau kesulitan berbicara disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
hipertensi, diabetes mellitus, tuberkulosis, sesak nafas, penyakit infeksi di telinga atau sinus
sebelumnya. Pasien memiliki riwayat nyeri kepala kronis sejak kecil dan rajin kontrol ke
dokter spesialis saraf tiap beberapa bulan sekali.
Keluhan nyeri kepala pada pasien ini kemungkinan disebabkan oleh peningkatan
tekanan intrakranial otak oleh karena tumor intrakranial yang dialaminya. Nyeri kepala
merupakan gejala dini tumor intrakranial pada kira-kira 20% dari para penderita. Nyeri
biasanya paling berat dipagi hari karena selama tidur malam PCO2 serebral meningkat
sehingga mengakiatkan peningkatan aliran darah otak yang demikian meningkatkan tekanan
intrakranial. Pada pasien ini keluhan nyeri kepala yang dirasakan semakin berat pada pagi
hari disangkal. Keluhan nyeri kepala sejak kecil yang dikeluhkan pasien kemungkinan tidak
berhubungan dengan tumor otak yang dialami pasien saat ini. keluhan tersebut disebabkan
oleh riwayat trauma yang pernah dialami pasien saat kecil.
Pada tumor otak biasanya gangguan penglihatan disebabkan oleh karena terjadinya
papiledema atau karena pendesakan oleh tumor itu sendiri. Gangguan penglihatan yang
terjadi pada pasien ini kemungkinan disebabkan peningkatan tekanan intrakranial hingga
mendesak khiasma optikum sehingga terjadi gangguan penglihatan berupa penurunan visus
pada kedua mata. Ketika tumor di eksisi maka penglihatanpun perlahan-lahan membaik.
Gejala hemiparesis biasanya merupakan tanda lokalisatorik tumor di daerah
presentral. Gejala seperti hemiparesis, monoparesis, afasia bisa merupakan tanda-tanda
lokalisatorik atau simptomp fokal dari suatu tumor, tetapi bilamana tekanan intrakranial
sudah cukup tinggi dan membangkitkan gejala dan tanda tersebut, maka hemiparesis atau
gejala lain yang bangkit atau baru muncul tidak mempunyai arti lokalisatorik. Oleh karena
tumor otak yang dialami pasien berada di daerah oksipitalis maka dapat disimpulkan bahwa
gejala hemiparesis yang dialami oleh pasien juga disebabkan oleh peningkatan tekanan
intrakranial yang cukup tinggi sehingga terjadi pendesakan pada area presentralis yang
merupakan area motorik.
Peningkatan tekanan intrakranial ini juga akhirnya dapat menyebabkan penurunan
kesadaran seperti yang terjadi pada pasien ini. Proses desak ruang suatu tumor hingga
menyebabkan penurunan kesadaran merupakan proses yang kompleks dimana manifestasinya
berupa a) Sindrom unkus atau sindrom kompresi diensefalon ke lateral, b) Sindrom kompresi
sentral rostrokaudal terhadap batang otak, dan c) Herniasi serebelum di foramen magnum.
Sebelum dilakukan tindakan operasi, pasien ini sempat di diagnosis abses serebri di
daerah oksipitalis. Penentuan diagnosis ini kemungkinan didasarkan atas gambaran CT Scan
dimana pada tampak massa hipodens yang dikelilingi oleh lingkaran atau ring sign yang
merupakan gambaran mirip abses serebri. Abses serebri sendiri adalah salah satu diagnosis
banding tumor serebri, bedanya pada abses serebri biasanya ada riwayat demam dan riwayat
infeksi di tempat lain misalnya otitis media supuratif kronis, mastoiditis, sinusitis, infeksi di
paru-paru atau jantung, dan lain-lain.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah pertama dengan medikamentosa yang
bertujuan untuk menurunkan tekanan intrakranial pasien yaitu dengan pemberian
dexamethason, piracetam sebagai metabolik aktivator, ceftriaxone sebagai antibiotik
profilaksis post operasi, ketorolac 3% untuk mengurangi nyeri dan kutoin sebagai obat anti
kejang. Monitoring pasien post operasi adalah berupa monitoring kesadaran, vital sign,
keluhan, status neurologis pasien seperti perbaikan penglihatan, motorik, sendorik, dan lain-
lain.
Problem post operasi yang masih ditemui pada pasien ini adalah berupa hemiparesis
sinistra dan batuk berdahak, sedangkan keluhan nyeri kepala sudah tidak dikeluhkan lagi dan
penglihatan sudah membaik. Terbukti dari hasil pemeriksaan fisik neurologis dimana visus
pasien ODS 2/60 (bedsite) dan dengan lapang pandang yang baik.
Problem lain yang ditemukan adalah adanya kecurigaan bahwa tumor serebri yang
dialami oleh pasien merupakan tumor sekunder atau metastasis. Kecurigaan ini berdasarkan
gambaran foto thorax pasien pre-operasi yang menunjukkan adanya massa padat pada paru
kanan atas. Oleh karena itu disarankan pasien untuk melakukan pemeriksaan penunjang yaitu
Ct Scan thorax dan USG abdomen. Pemeriksaan USG abdomen bertujuan untuk memastikan
apakah tumor primer berasal dari organ abdomen seperti gaster, usus atau prostat.
Prognosis pasien dengan tumor otak metastase pada umumnya adalah buruk. Dengan
penanganan yang baik maka persentase angka ketahahan hidup diharapkan dapat meningkat.
Pada umumnya pasien dengan tumor otak metastase single memiliki prognosis yang lebih
baik dari pada tumor otak metastase multiple. Usia juga menentukan prognosis dimana usia
lanjut biasanya memiliki prognosis yang kurang baik dibanding usia muda. Jadi prognosis
pasien ini adalah dubia, dimana seperti yang telah disebutkan dalam tinjauan pustaka
beberapa hal yang merupakan prognosis buruk tumor otak metastase adalah usia lanjut,
gejala-gejala muncul kurang dari 1 minggu, dan adanya penurunan kesadaran.
Keluarga pasien disarankan untuk kontrol ke poli paru untuk memeriksakan dan untuk
memperoleh penanganan lebih lanjut masalah paru yang ditemukan pada pemeriksaan foto
thorax yang dicurigai sebagai tumor primer pada pasien ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Annegers JF, Laws ER Jr, Kurland LT, Grabow JD. Head trauma and subsequent brain
tumors. Neurosurgery. 1979, 4: 203-206.
2. Deangelis, Lisa M. 2001. Brain tumor. N Engl J Med, Vol. 344, No. 2
3. Enggariani. 2008. Tumor Otak (Brain Tumor). Available from:
http://belibis-a17.com/2008/10/23/602/. (Accessed at: 2011, September 3)
4. Greenberg, Harry S., Chandler, William F., Sandler, Howard M. 1999. Brain Tumors.
Oxford University Press: New York
5. Gurney JG, et al. 1996. Head Injury as a isk Factor for Brain Tumor in Children: Result
from Multicenter Control Study. Available from: http://www.jstor.org/pss/3702147.
(Accessed at: 2011, 19 September)
6. Harsono. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gajah Mada University Press; Yogyakarta.
Hal 201-207
7. Japardi, Iskandar. 2002. Gambaran CT-Scan pada Tumor Otak Benigna. USU digital
library; Sumatera Utara.
8. Japardi, Iskandar. 2002. Tekanan Tinggi Intrakranial. USU digital library; Sumatera
Utara.
9. Mardjono, mahar. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat; Jakarta. Hal 390-396
10. Ngoerah, I Gst Ng Gd. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlangga University
Press; Surabaya. Hal 332-345.
11. Pillay, Prem. 2009. Brain Tumors. Available from:
http://www.drprempillay.org/eng/services_brain_tumors.htm. (Accessed at: 2011,
September 3)
12. Sitepu, Firman., Nara, P. 1985. Metastasis Tumor di Otak. Cermin Dunia Kedokteran No.
36,1985 41