67
LAPORAN PENDAHULUAN Harga Diri Rendah A. Gambaran Umum Konsep Diri 1. Pengertian Konsep Diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuard and Sudeen, 1998). 2. Komponen Konsep Diri Menurut Stuatd and Sundeen (1998), konsep diri dibentuk dari lima komponen yaitu gambaran diri (body image), ideal diri (self care), harga diri (self esteem), peran diri (self role), identitas diri (self identity). a. Gambaran Diri Gambaran diri merupakan sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar, termasuk persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu. b. Ideal Diri Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi, aspirasi, tujuan ataau nilai personal tertentu. Sering juga disebut bahwa ideal diri sama dengan cita – cita, keinginan, harapan tentang diri sendiri.

7 diagnosa jiwa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tsjdbsm

Citation preview

LAPORAN PENDAHULUANHarga Diri Rendah

A. Gambaran Umum Konsep Diri1. Pengertian Konsep DiriKonsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuard and Sudeen, 1998).2. Komponen Konsep DiriMenurut Stuatd and Sundeen (1998), konsep diri dibentuk dari lima komponen yaitu gambaran diri (body image), ideal diri (self care), harga diri (self esteem), peran diri (self role), identitas diri (self identity).a. Gambaran DiriGambaran diri merupakan sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar, termasuk persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu.b. Ideal DiriIdeal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi, aspirasi, tujuan ataau nilai personal tertentu. Sering juga disebut bahwa ideal diri sama dengan cita cita, keinginan, harapan tentang diri sendiri.c. Harga DiriHarga diri adaalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku mempengaruhi ideal diri.d. Peran DiriPeran diri merupakan pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat.e. Identitas DiriMerupakan kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri.

Harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung (Schult & Videbeck, 1998). Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk kehilangan rasa percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, tidak berdaya, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa (Depkes RI, 2000).

B. Tanda dan GejalaBerikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan gangguan harga diri rendah:1. Perasaan malu terhadap diri sendiri, individu mempunyai perasaan kurang percaya diri.2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri, individu yang selalu gagal dalam meraih sesuatu.3. Merendahkan martabat diri sendiri, menganggap dirinya berada di bawah orang lain.4. Gangguan berhubungan sosial seperti menarik diri, lebih suka menyendiri dan tidak ingin bertemu orang lain.5. Rasa percaya diri kurang, merasa tidak percaya dengan kemampuan yang dimiliki.6. Sukar mengambil keputusan, cenderung bingung dan ragu-ragu dalam memilih sesuatu.7. Menciderai diri sendiri sebagai akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram sehingga memungkinkan untuk mengakhiri kehidupan.8. Mudaah tersinggung atau marah yang berlebihan.9. Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri.10. Ketegangan peran yang dirasakan.11. Pandangan hidup pesimis.12. Keluhan fisik13. Penolakan terhadap kemampuan personal14. Destruktif terhadap diri sendiri15. Menarik diri secara sosial16. Penyalahgunaan zat17. Menarik diri dari realitas18. Khawatir

C. Rentang ResponKeterangan:Respon MaladaptifRespon Adaptif

1. Aktualisasi diri : pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses yang dapat diterima.2. Konsep diri positif : apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun ynag negatif dari dirinya.3. Harga diri rendah : individu cenderung untuk menilai dirinya negatif dan merasa rendah dari orang lain.4. Keracunan identitas : kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek identitas masa kanak-kanak kedalam kematangan aspek psikososial kepribadian pada masa dewasa yang harmonis.5. Depersonalisasi : perasan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain.

D. Faktor Predisposisi1. Faktor yang mempengaruhi harga diri, termasuk penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis.2. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran yang sesuai dengan jenis kelamin, peran dalam pekerjaan dan peran yang sesuai dengan kebudayaan.3. Faktor yang mempengaruhi identitas diri, yaitu yaitu orang tua yang tidak percaya pada anak, tekanan teman sebaya dan kultur sosial yang berubah.

E. Faktor PresipitasiFaktor prepitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami kegagalan, serta menurunnya produktifitas. Gangguan konsep diri : harga diri rendah ini dapat terjadi secara situasional maupun kronik. 1) Situasional yaitu terjadi trauma yang tiba tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami/ istri, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba tiba).2) Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/ dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respon yang mal adaptif. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa.

F. Akibat (Effect)Harga diri rendah kronis dapat beresiko terjadinya isolasi sosial.

G. Teori para ahli mengenai Harga diri rendahPeplau dan Sulvian dalam Keliat (1999) mengatakan bahwa pengalaman interpersonal dimasa lalu atau tahap perkembangan dari bayi sampai lanjut usia yang tidak menyenangkan, merasa sering dipersalahkan, atau merasa tertekan kelak, akan menimbulkan perasaan aman yang tidak terpenuhi. Hal ini dapat menimbulkan perasaan ditolak oleh lingkungan dan apabila koping yang digunakan tidak efektif dapat menyebabkan harga diri rendah. Caplan dalam keliat (1999) mengatakan bahwa lingkungan sosial, pengalaman individu dan adanya perubahan sosial seperti perasaan dikucilkan, ditolak serta tidak dihargai akan mempengaruhi individu. Keadaaan seperti ini dapat menyebabkan strees dan menimbulkan penyimpangan perilaku seperti harga diri rendah kronis.

H. Mekanisme KopingMekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka pendek dan jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri yang menyakitkan.1. Pertahanan jangka pendeka. Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis identitas (misal : bermain musik, bekerja keras, menonton tv)b. Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara (ikut serta dalam aktivitas sosial, agama, klub politik, kelompok/geng).c. Aktivitas yang secara sementara menguatkan perasaan diri (misalnya olahraga yang kompetitif, pencapaian akademik, kontes untuk mensapatkan popularitas)d. Aktivitas yang mewakili upaya jangka pendek untuk membuat masalah identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan individu (misal : Penyalahgunaan obat)2. Pertahanan jangka panjanga. Penutupan identitas : adopsi identitas premature yang diinginkan oleh orang penting bagi individu tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi dan potensi diri individu.b. Identitas negatif: Asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat diterima oleh nilai dan harapan masyarakat.

Pohon MasalahEffect Isolasi Sosial

Core Problem Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah

Caused Gangguan Citra Tubuh

Sumber: Budi Anna Keliat, 2005)

Resiko Perilaku Kekerasan

A. PengertianPerilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).Resiko perilaku kekerasan adalah adanya kemungkinan seseorang melakukan tindakan yang dapat mencederai orang lain dan lingkungan akibat ketidakmampuan mengendalikan marah secara konstruktif (CMHN, 2006). Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontol (Yosep, 2007).

B. EtiologiPenyebab terjadinya marah menurut Stuart & Sundeen (1995) yaitu harga diri rendah merupakan keadaan perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan, gangguan ini dapat situasional maupun kronik. Bila kondisi ini berlangsung terus tanpa kontrol, maka akan dapat menimbulkan perilaku kekerasan.

C. Tanda dan Gejala1. Muka merah2. Pandangan tajam3. Otot tegang4. Nada suara tinggi5. Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak6. Memukul jika tidak senang. (Budiana Keliat, 1999).

D. Rentang respon

Keterangan :1. Asertif : kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain, akan memberi kelegaan pada individu dan tidak akan menimbulkan masalah.2. Frustasi : respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena yang tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan. Dalam keadaan ini tidak ditemukan alternatif lain. Selanjutnya individu merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan dan terlihat pasif.3. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.1. Agresif : perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tertapi masih terkontrol.2. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol

E. Faktor PredisposisiBerbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi,artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :1. Psikologiskegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat menyebabkan agresif atau amuk, masa kanakkanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan dapat menyebabkan gangguan jiwa pada usia dewasa atau remaja.

2. Biologisrespon biologis timbul karena kegiatan sistem syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin, sehingga tekanan darah meningkat, takhikardi, wajah merah, pupil melebar dan frekuensi pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku dan reflek cepat. Hal ini disebabkan energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.3. PerilakuReinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.4. Sosial budayaBudaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah olah perilaku kekerasan diterima (permissive).5. Aspek spiritual kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi ungkapan marah individu. Aspek tersebut mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal ini bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa. Individu yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, selalu meminta kebutuhan dan bimbingan kepadanya.

F. Faktor PresipitasiFaktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

G. Mekanisme KopingMekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain : 1. Sublimasi2. Proyeksi3. Represi 4. Reaksi formasi5. Displacement

H. Asuhan Keperawatan1. Pengkajian FokusTanda dan gejala perilaku kekerasan yaitu : Fisik : Muka merah, berkeringat, pandangan tajam, sakit fisik, nafas pendek, tekanan darah meningkat, penyalahgunaan obat. Emosi : Tidak adekuat, rasa terganggu, tidak aman, marah / jengkel dan dendam. Sosial : Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan humor. Spiritual : Kemahakuasaan, keragu-raguan, tidak bermoral, kebejatan, kebajikan / kebenaran diri dan kreatifitas terhambat karena tidak dapat dipilih secara rasional. Intelektual : Mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, dan meremehkan (Keliat B.A, 1996).2. Diagnosa Keperawatana. Masalah Keperawatan:1) Perilaku Kekerasan Data data yang mendukung menurut Towsend (1998) dan Depkes RI (2006)a) Data Subjektif :(1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.(2) Klien membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.(3) Klien mengungkapkan rasa permusuhan yang mengancam, klien merasa tidak berdaya, ingin berkelahi, dendam.b) Data Objektif(1) Klien mengamuk, merusak dan melempar barang barang.(2) Melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang di sekitarnya.2) Resiko perilaku kekerasana) Data subjektifKlien menyatakan sering mengamuk, klien mengatakan tidak puas bila tidak memecahkan barang, klien mengungkapkan mengancam orang lain.b) Data objektifMuka merah dan tegang, pandangan tajam, postur tubuh yang, mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan, jalan mondar mandir, bicara kasar, suara tinggi, menjerit /berteriak, mengancam secara verbal atau fisik, nafas pendek, menolak.3) Harga diri rendahMenurut Depkes RI (2006)a) Data subyektif:Klien mengkritik diri, perasaan tidak mampu, klien merasa bersalah, klien merasa tidak berguna, klien merasa malu, pandangan hidup yang pesimis, penolakkan terhadap kemampuan diri.b) Data objektif:Selera makan kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, bicara lambat dan nada suara lemah

b. Pohon Masalah

Perilaku KekerasanResiko Perilaku Kekerasan

Core Problem

Harga Diri Rendah(Keliat B.A., 1999)

I. Masalah Keperawatan dan Data Fokus Pengkajian1. Masalah Keperawatan Harga diri rendah Perilaku kekerasan Koping individu tidak efektif Perubahan sensori persepsi; Halusinasi Resiko mencederai diri sendiri lingkungan & orang lain.2.Data Fokus Pengkajian Faktor Predisposisi Faktor Presipitasi Mekanisme koping yang digunakan Perilaku yang muncul (misal menyerang, memberontak perilaku kekerasan)

J. Diagnosa Keperawatan Resiko mencederai diri sendiri, lingkungan, dan orang lain berhubungan dengan perilaku kekerasan Perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah Perilaku kekerasan berhuungan dengan koping individu tidak efektifK. Rencana TindakanTujuan

Pasien mampu : Mengidentifikasi penyebab dan tanda perilaku kekerasan Menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan Menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan Mengontrol perilaku kekerasannya dengan cara : Fisik Sosial / verbal Spiritual Terapi psikofarmaka (patah obat)

Keluarga mampu : Merawat pasien di rumah

Kriteria EvaluasiIntervensi

Setelah .x pertemuan, pasien mampu : Menyebutkan penyebab, tanda, gejala dan akibat perilaku kekerasan Memperagakan cara fisik 1 untuk mengontrol perilaku kekerasanSP I Identifikasi penyebab, tanda dan gejala serta akibat perilaku kekerasan Latih cara fisik 1 : Tarik nafas dalam Masukkan dalam jadwal harian pasien

Setelah .x pertemuan, pasien mampu : Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan Memperagakan cara fisik untuk mengontrol perilaku kekerasan

SP 2 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1) Latih cara fisik 2 : Pukul kasur / bantal Masukkan dalam jadwal harian pasien

Setelah .x pertemuan pasien mampu : Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan Memperagakan cara sosial / verbal untuk mengontrol perilaku kekerasanSP 3 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2) Latih secara sosial / verbal Menolak dengan baik Meminta dengan baik Mengungkapkan dengan baik Masukkan dalam jadwal harian pasien

Setelah .x pertemuan, pasien mampu : Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan Memperagakan cara spiritualSP 4 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1,2&3) Latih secara spiritual: Berdoa Sholat Masukkan dalam jadwal harian pasien

Setelah .x pertemuan pasien mampu : Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan Memperagakan cara patuh obatSP 5 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1,2,3&4) Latih patuh obat : Minum obat secara teratur dengan prinsip 5 B Susun jadwal minum obat secara teratur Masukkan dalam jadwal harian pasien

Setelah .x pertemuan keluarga mampu menjelaskan penyebab, tanda dan gejala, akibat serta mampu memperagakan cara merawat.SP 1 Identifikasi masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien Jelaskan tentang Perilaku Kekerasan : Penyebab Akibat Cara merawat Latih 2 cara merawat RTL keluarga / jadwal untuk merawat pasien

Setelah .x pertemuan keluarga mampu menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu merawat serta dapat membuat RTLSP 2 Evaluasi SP 1 Latih (simulasi) 2 cara lain untuk merawat pasien Latih langsung ke pasien RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien

Setelah .x pertemuan keluarga mampu menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu merawat serta dapat membuat RTLSP 3 Evaluasi SP 1 dan 2 Latih langsung ke pasien RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien

Setelah .x pertemuan keluarga mampu melaksanakan Follow Up dan rujukan serta mampu menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan

SP 4 Evaluasi SP 1,2 &3 Latih langsung ke pasien RTL Keluarga : Follow Up-Rujukan

Resiko Bunuh Diri

A. PengertianBunuh diri adalah suatu kondisi dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam jiwanya, dalam sumber lain dikatakan bunuh diri sebagai perilaku deskruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku deskruktif yang mencakupsetiap aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal inisebagai sesuatu yang diinginkan (Stuart dan Sudden,1995).

B. Tanda dan gejala1. Mempunyai ide bunuh diri2. Mengungkapkan keinginan untuk mati3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan4. Impuls5. Menunjukan perilaku yang mencurigakan6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri7. Verbal terselubung (berbicara soal kematian, menanyakan dosis obat kematian)8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat)9. Kesehatan mental (secara klinis klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis, dan menyalahgunakan alkohol)10. Kesehatan fisik11. Pengangguran12. Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun13. Status perkawinan14. Pekerjaan 15. Konflik interpersonal16. Latar belakang keluarga17. Orientasi seksual18. Sumber sumber personal19. Sumber-sumber sosial20. Menjadi korban kekerasan saat kecil

C. Rentang ResponRespon MaladaptifRespon Adaptif

Destruktif diri tidak langsungBunuh diriPencederaan diriBeresiko destruktifPeningkatan diri

Keterangan:1. Peningkatan diriSeseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan kerjanya. 2. Beresiko destruktifSeseorang memiliki kecendrungan atau beresiko mengalami perilaku deskruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal. 3. Destruktif diri tidak langsungSeseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri, misalnya karena pandangan seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal 4. Pencederaan diriSeseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.5. Bunuh diriSeseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang.

D. Faktor PredisposisiTidak ada teori tunggal yang mengiungkapkan tentang bunuh diri dan memberi petunjuk mengenai cara melakukan intervensi yang terapeutik. Teori perilaku meyakini bahwa pencerdasan diri merupakan hal yang dipelajari dan diterima pada saat anak-anak dan masa remaja. Teori psikologi memfokuskan pada masalah tahap awal perkembangan ego, trauma interpersonal, dan kecemasan berkepanjangan yang mungkin dapat memicu seseorang untuk mencederai diri.Teori inerpersonal mengungkapkan bahwa mencederai diri sebagi kegagalan dari interaksi dalam hidup, masa anak-anak mendapat perlakuan kasar serta tidak mendapat kepuasan (Stuart dan Sundeen, 1995)Lima faktor predisposisi yang menunjuang pada pemahaman perilaku destruktif diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :1. Diagnosis psikiatrik2. Sifat kepribadian3. Lingkungan psikososial4. Riwayat keluarga5. Faktor biokimia

E. Faktor PresipitasiPerilaku deskruktif diri dapat ditimbulkan oleh stres berlebihan yang dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memerlukan. Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah meloihat atau membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan melakukan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebur menjadi sangat rentan.

F. Sumber KopingKlien dengan penyakit kronis atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri.

G. Mekanisme kopingSeorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang berhubungan dengan perilau bunuh diri, termasuk denial, rasionalization, regression dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif. Perilaku bunuh diri menunjukan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri seseorang.

H. Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul1. Resiko bunuh diri2. Bunuh diri3. Isolasi sosial4. Harga diri rendah kronis

I. Data Yang Perlu DikajiMasalah KeperawatanData yang perlu dikaji

Resiko bunuh diriSubjektif Mengungkapkan keinginan untuk bunuh diri Mengungkapkan keinginan untuk mati Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang mematikan Mengungkapkan adanya konflik interpersonal Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku kekerasan saat kecilObjektif Impulsif Menunjuukan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh) Ada riwayat penyakit mental (depresi, psikois, dan penyalahgunaan alkohol) Adanya riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal). Pengangguran Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun Status perkawinan yang tidak harmonis

Halusinasi

A. PengertianHalusinasi adalah ganggiuan persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik (Stuart & Sudden). B. Tanda dan gejala1. Bicara, senyum, bicara sendiri2. Menarik diri dan menghindari diri dari orang lain3. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata4. Tidak dapat menurunkan perhatian5. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain, dan lingkungan, takut)6. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah7. Menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat8. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tanpak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitas dan ketakutan9. Biasa terdapat disrientasi waktuData MayorData Minor

a. Mengatakan mendengar suara bisikan/bayangan b. Berbicara sendiric. Tertawa sendirid. Marah tanpa sebaba. Menyatakan kesalb. Menyatakan senang dengan suara- suarac. Menyendiri d. Melamun

C. Tahapan dan Tingkatan Halusinasi1. Comporting yaitu cemas sedang, halusinasi merupakan kesenangan.2. Condemnine yaitu cemas berat, halusinasi menjadi refulsif.3. Controlling yaitu emas berat, halusinasi tidak dapat ditolak.4. Conquering yaitu panik, klien dikuasai oleh halusinasinyaD. Klasifikasi1. Halusinasi pendengaran2. Halusinasi penglihatan3. Halusinasi penciuman4. Halusinasi pengecapan5. Halusinasi perabaan

E. Rentang Respon

F. Faktor Predisposisi1. Biologis2. Psikologis3. Sosial budaya

G. Faktor PresipitasiFaktor sosial budaya : teori ini menyatakan bahwa stress lingkungan dapat menyebabkan terjadinya respon neurobiologist yang maladaptive, misalnya lingkungan yang penuh dengan kritik (rasa bermusuhan), kehilangan kemandirian dalam kehidupan/kehilangan harga diri, kerusakan dalam hubungan interpersonal, kesepian, tekanan dalam pekerjaan dan kemiskinan (Depkes, 2000).

H. Mekanisme Koping1. Regresi, merupakan upaya kliuen untuk menanggulangi ansietas.2. Proyeksi, sebagai upaya menjelaskan keracunan persepsi3. Menarik diri

I. Masalah Keperawatan Dan Data Fokus Pengkajian1. Masalah keperawatana. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkunganb. Perubahan sensori perceptual : halusinasic. Isolasi sosial : menarik diri2. Data fokus pengkajiana. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkunganDS:Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar dan mengacak-ngacak lingkungan dllDO: Klien mengamuk, merusak, dan melempar barang, melakukan tindakan kekerasan kepada orang disekitarnyab. Perubahan sensori perceptual : halusinasiDS: Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata dll.DO: Klien berbicara sendiri Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu Disorientasi 3. Diagnoasa keperawatana. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perubahan perceptual : halusinasib. Perubahan sensori perceptual : halusinasi berhubungan dengan menarik diri.

Diagnosa : Gangguan Persepsi Sensori HalusinasiTujuanKriteria EvaluasiIntervensi

Pasien mampu : Mengenali halusinasi yang dialaminya Mengontrol halusinasinya Mengikuti program pengobatanSetelah ....x pertemuan pasien dapat menyebutkan : Isi, waktu, frekuensi, situasi pencetus, perasaan Mampu memperagakan cara dalam mengontrol halusinasiSP 1 Bantu pasien mengenal halusinasinya (Isi, waktu, frekuensi, situasi pencetus, perasaan) Latih mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik. Tahapan tindakannya meliputi : Jelaskan cara menghardik halusinasinya Peragakan cara menghardik Minta pasien memperagakan ulang Pantau peberapan cara ini beri penguatan perilaku pasien Masukan dalam jadwal kegiatan pasien

Setelah ...x pertemuan, pasien mampu : Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan Memperagakan cara bercakap-cakap dengan orang lainSP 2 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1) Latih berbicara dengan orang lain saat halusinasi muncul Masukan dalam jadwal kegiatan pasien

Setelah ...x pertemuan, pasienmampu : Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan Membuiat jadwal kegiatan sehari-hari dan mampu memperagakannyaSP 3 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan SP 2) Latih kegiatan agar halusinasitidak muncul. Tahapannya : Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi Diskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien Latih pasien melakukan aktivitas Susun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih (dari bangun pagi sampai malam hari) Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan, berikan penguatan terhdap perilaku pasien yang positif

Setelah ...x pertemuan, pasien mampu : Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan Menyebutkan manfaat dari program pengobatanSP 4 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1, 2, 3) Tanyakan program pengobatan Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa Jelaskan akibat bila tidak digunakan sesuai program Jelaskan akibat putus obat Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat Jelaskan pengobatan (5B) Latih pasien minum obat Masukan dalam jadwal harian pasien

Keluarga mampu :Merawat pasien di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.

Setelah...x pertemuan keluarga mampu menjelaskan tentang halusinasiSP 1 Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien Jelaskan tentang halusinasi : Pengertian hakusinasi Jenis halusinasi dalam pasien Tanda dan gejala Cara merawat pasien (cara komunikasi, pemberian obat, dan pembetrian aktivitas kepada pasien) Sumber sumber pelayanan kesehatan yang bisa di jangkau Bermain peran cara merawat Rencana tindak lanjut keluarga, jadwal keluarga untuk merawat pasien.

Setelah ...x pertemuan, keluarga mampu : Menyelesaikan kegiatan yang sudah dilakukan Memperagakan cara merawat pasienSP 2 Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1) Latih keluarga merawat pasien RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien

Setelah ...x pertemuan, keluarga mampu : Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan Memperagakan cara merawat pasien serta mampu membuat RTLSP 3 Evaluasi kemampuan keluarga (SP 2) Latih keluarga merawat pasien RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien

Setelah ...x pertemuan keluarga mampu : Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan Melaksanakan follow up rujukanSP 4 Evaluasi kemampuan keluarga Evaluasi kemampuan pasien RTL keluarga : Follow up Rujukan

Waham

A. PengertianWaham adalah suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal) tapi diyakini keberadaannya (Dadang Hawari, 1999). Waham/delusi merupakan keyakinan palsu yang timbul tanpa stimulus luar yang cukup dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:1. Tidak realistis2. Tidak logis3. Menetap 4. Egoistik5. Diyakini keberadaannya oleh penderita6. Tidak dapat dikoreksi7. Dihayati oleh penderitamya sebagai hal yang nyata8. Penderita hidup dalam wahamnya itu.

B. Tanda dan gejala1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakini (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi sesuai kenyataan)2. Klien tanpak tidak mempunyai orang lain3. Curiga4. Bermusuhan5. Merusak (diri, orang lain dan lingkungan)6. Takut, sangat waspada7. Tidak dapat menilai realitas8. Ekspresi wajah tegang9. Mudah tersinggung (Aziz, dkk, 2003)

Data mayorData minor

a. Merasa curigab. Merasa cemburuc. Merasa diancamd. Merasa sebagai orang hebate. Merasa memiliki kekuatan luar biasaf. Marah-marah tanpa sebabg. Menyendirih. Inkoheren a. Merasa orang lain menjauhb. Merasa tidak ada yang mau mengertic. Marah-marah karena alasan sepeled. Menyendiri

C. Klasifikasi1. Waham agama, yaitu keyakinan klien terhadap sesuatu agama berlebihan.2. Waham kebesaran, yaitu keyakinan klien yang secara berlebihan tentang dirinya atau kekuasaannya.3. Waham somatik, yaitu keyakinan klien bahasa tubuh/bagian tubuh terganggu/terserang penyakit atau didalam tubuhnya ada binatang.4. Waham curiga, yaitu keyakinan klien bawha seseorang/kelompok tertentu yang berusaha merugikan / mencederai dirinya.5. Waham nihilistik, yaitu keyakinan klien bahwa dirinya sudah meninggal.6. Waham sisip pikir, yaitu keyakinanklien bahwa orang lain mengetahui apa yang dipikirkannya meskipun dia tidak mengungkapkan pikirannya itu.7. Waham kontrol pikir, yaitu keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh kekuatan luar biasa (Depkes, 2000).

D. Rentang Respon

E. Faktor Predisposisi1. Biologis2. Psikologis3. Sosial budaya

F. Faktor PresipitasiFaktor sosial budaya : teori ini menyatakan bahwa stress lingkungan dapat menyebabkan terjadinya respon neurobiologist yang maladaptive, misalnya lingkungan yang penuh dengan kritik (rasa bermusuhan), kehilangan kemandirian dalam kehidupan/kehilangan harga diri, kerusakan dalam hubungan interpersonal, kesepian, tekanan dalam pekerjaan dan kemiskinan (Depkes, 2000).

G. Mekanisme Koping1. Regresi, merupakan upaya kliuen untuk menanggulangi ansietas2. Proyeksi, sebagai upaya menjelaskan keracunan persepsi3. Menarik diri

H. Masalah Keperwatan dan Data Fokus Pengkajian1. Masalah Keperawatana. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkunganb. Perubuahan proses pikir : wahamc. Isolasi sosial : menarik diri2. Data fokus Pengkajiana. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkunganDS:Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar dan mengacak ngacak lingkunganDO:Klien mengamuk, merusak, dan melempar barang, melakukan tindakan kekerasan kepada orang disekitarnya.b. Peruibahan proses pikir : wahamDS:Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetap tidak sesuai dengan kenyataanDO:Klien tampak tidak memiliki orang lain, curiga, bermusuhan, merusak, takut, waspada, paniki, sangat waspada, mudah tersinggung, ekspresi wajah klien tegang3. Diagnosa Keperawatana. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perubahan proses pikir : wahamb. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.

Diagnosa Keperawatan : Gangguan Proses Pikir : wahamTujuanKriteria EvaluasiIntervensi

Paien mampu : Berorientasi kepada realitas secara bertahap Mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan Menggunakan obat dengan prinsip 6 benarSetelah ...x pertemuan, pasien dapat memenuhi kebutuhannyaSP 1 Identifikasi kebutuhan pasien Bicara konteks realita (tidak mendukung atau membantah waham pasien) Latih pasien untuk memenuhi kebutuhannya dasar Masukan dalam jadwal harian pasien

Setelah ...x pertemuan, pasien mampu : Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan Mampu menyebuitkan serta memilik kemampuan yang dimilikiSP 2 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1) Identifikasi potensi/ kemampuan yang dimiliki Pilih dan latih potensi / kemampuan yang dimilki Masukan dalam jadwal kegiatan pasien

Setelah ...x pertemuan, pasien mampu :Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu memilih kemampuan lain yang dimilikiSP 3 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan 2) Pilih kemampuan yang dapat dilakukan Pilih dan latih potensi kemampuan lain yang dimiliki Masukan dalam jadwal kegiatan pasien

Keluarga mampu : Mengidentifikasi waham pasien Memfasilitasi pasien untuk memenuhi kebutuhannya Mempertahankan program pengobatan pasien secara optimalSetelah ...x pertemuan keluarga mampu mengidentifikasi masalah dan menjelaskan cara merawat pasienSP 1 Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien Jelaskan proses terjadinya waham Jelaskan tentang cara merawat pasien waham Latih (stimulasi) cara merawat RTL keluarga / jadwal merawat pasien

Setelah ...x pertemuan keluarga mampu : Menyebutkan kegiatan yang sesuai dilakukan Mampu memperagakan cara merawat pasienSP 2 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1) Latih keluarga cara merawat pasien (langsung ke pasien) RTL keluarga

Setelah ...x pertemuan keluarga mampu mengidentifikasi masalah dan cara merawat pasienSP 3 Evaluasi kemampuan keluarga Evaluasi kemampuan pasien RTL keluarga : Follow Up Rujukan

Defisit Perawatan Diri

A. PengertianPerawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).Menurut Poter & Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan Wartonah 2000).

B. EtiologiMenurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah:1. Faktor Predisposisia. Perkembangan : keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.b. Biologis : penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.c. Kemampuan realitas turun : klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.d. Sosial : kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.2. Faktor PresipitasiAdalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognitif atau perseptual, cemas, lemah/lelah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri. Menurut Depkes (2000) faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:a. Body Image : gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.b. Praktik Sosial : pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.c. Status sosial ekonomi : personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.d. Pengetahuan : pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diatebes melitus ia harus menjaga kebersihan kakinya. e. Budaya : disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.f. Kebiasaan seseorang : ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.g. Kondisi fisik atau psikis : pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.a. Dampak fisik : banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : gangguan integritas kulit, gangguan menbran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.b. Dampak psikososial : masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualsasi diri dan gangguan interaksi sosial.

C. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri1. Mandi/hygieneKlien mengalami ketidakmdampuan dalam membersihkan badan, memperoleh atau mendapatkan sumber air bersih, mengatur suhu, atau aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.2. Berpakaian dan berhiasKlien mempunyai kelemahan dalam melakukan atau mengambil potongan pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tahap memuaskan, dan mengenakan sepatu.3. MakanKlien tidak memiliki kemampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan makanan, menggunakan perkakas, mengunyah makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, dan memasukkan makanan ke dalam mulut.4. ToilettingKlien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk toiletting dan membersihkan badan setelah toiletting.

D. Tanda Dan GejalaMenurut Depkes (2000) tanda dan gejala pasien dengan defisit perawatan diri adalah:1. Fisika. Badan bau, pakaian kotorb. Rambut dan kulit kotorc. Kuku panjang dan kotord. Gigi kotor disertai mulut baue. Penampilan tidak rapi2. Psikologisa. Malas, tidak ada inisiatifb. Menarik diri, isolasi sosialc. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina3. Sosiala. Interaksi kurangb. Kegiatan kurangc. Tidak mampu berperilaku sesuai normad. Cara makan tidak teratur, BAB dan BAK di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri

E. Rentang ResponRespon Adaptif

Respon Maladaptif

Pola perawatan diri seimbangKadang perawatan diri kadang tidakTidak melakukan perawatan diri

Keterangan:1. Pola perawatan diri seimbangSaat klien mendapatkan stressor dan mampu untuk berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.2. Kadang perawatan diri kadang tidakSaat klien mendapatkan stressor kadang-kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.3. Tidak melakukan perawatan diriKlien mengatakan tidak peduli dan tidak bisa melakukan perawatan saat menghadapi stressor.

Pohon Masalah

EffectResiko Kerusakan Integritas Kulit

Core Problem Defisit Perawatan Diri

Caused Isolasi Sosial

F. Diagnosa Keperawatan Jiwaf. Defisit Perawatan Dirig. Isolasi Sosial

G. Strategi Pelaksanaan Defisit Perawatan DiriDefisit Perawatan DiriPasien

SP 1 p1. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri2. Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri 3. Melatih pasien cara menjaga kebersihan diri4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP 2 p1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya2. Menjelaskan cara makan yang baik3. Melatih pasien cara makan yang baik4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP 3 p1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya2. Menjelaskan cara eliminasi yang baik3. Melatih cara eliminasi yang baik4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP 4 p1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya2. Menjelaskan cara berdandan3. Melatih pasien cara berdandan5. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harianKeluarga

SP 1 k1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit perawatan diri dan jenis defisit perawatan diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien defisit perawatan diri

SP 2 k1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien defisit perawatan diri

SP 3 k1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning)2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

Isolasi Sosial

A. Pengertian1. Hubungan sosialHubungan sosial adalah hubungan untuk menjalin kerja sama dan ketergantungan dengan orang lain (Stuart and Sundeen, 1998).2. Kerusakan interaksi sosialKerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguan hubungan intrapersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes, 2000).3. Isolasi sosialSuatu sikap dimana individu menghindari dari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalan.ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain (Balitbanhg, 2007).B. Tanda dan gejala1. Kurang spontan2. Apatis3. Ekspresi wajah kurang berseri4. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri5. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal6. Mengisolasi diri7. Tidak ada atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya8. Asupan makan dan minum terganggu9. Retensi urin dan faeses10. Aktivitas menurun11. Kurang energi12. Rendah diri C. Rentang Respon

Berikut ini akan dijelaskan tentang respon yang terjadi pada isolasi sosial:1. Respon adaptif Adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum berlaku. Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas normalketika menyelesaikan masalah. Berikut ini adalah sikap termasuk respon adaptif. Menyendiri, respon yang dibutuh kan seseorang untuk merenungkan apa yang terjadi di lingkungannya. Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial. Bekerja sama, kemmapuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain. Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.2. Respon maladaptif Adalah respon yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respon maladaptif. Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara trebuka dengan orang lain. Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain. Manipulasi seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam. Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.

D. EtiologiTerjadinya menarik diri dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan stresor presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposoisi dan stresor presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi terjadi perilaku menarik diri.1. Faktor predisposisi Faktor tumbuh kembang Pada setisp tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.Tahap PerkembanganTugas

Masa bayiMenetapkan rasa percaya

Masa bermainMengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri

Masa prasekolahBelajar menunjukan inisiatif, rasa tanggung jawab, dan hati nurani

Masa sekolahBelajar kompetisi, bekerja sama, dan berkompromi

Masa praremajaMenjalin hubungan intim dengan teman sesama jenis kelamin

Masa remajaMenjadi intim dengan teman lawan jenis atau bergantung pada orang tua

Masa dewasa mudaMenjadi saling bergantung antara orang tua dan teman, mencari pasangan, meniokah, dan mempunyai anak

Masa tengah bayaBelajar menerima hasil kehidupan yang sudah dilalui

Masa dewasa tuaBerduka karena kehilangan dan mengembangkan perasaan keterikatan dengan budaya

Bila tugas tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah. Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonalSumber : Stuart and Sundeen Faktor komunikasi keluargaGangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan keluarga Faktor sosial budayaIsolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana settiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti lansia, berpenyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya. Faktor biologisFaktor biologis juga merupakan salah satu pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami struktur abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbik dan daerah kortikal.2. Faktor presipitasiTerjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stresosprepitasi dapat di kelompokan sebagai berikut:a. Faktor eksternalContohnya adalah stresor budaya yaitu stres yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.b. Faktor internalContohnya adalah stresor psikologis yaitu stres yang terjadi akibat asietas berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemempuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.

E. Mekanisme Koping1. Curiga 2. Dependen 3. Manipulatif 4. Menarik diri

F. Masalah Keperawatan dan Fokus Pengkajian 1. Masalah Keperawatana. Resiko perubahan persepsi - sensori : halusinasib. Isolasi Sosial : menarik diric. Gangguan konsep diri : harga diri rendah2. Data yang perlu dikajia. Resiko perubahan persepsi - sensori : halusinasi1) Data Subjektif Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus Klien merasa makan sesuatu Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang dilihat dan didengar Klien ingin memukul/ melempar barang-barang2) Data Objektif Klien berbicara dan tertawa sendiri Klien bersikap seperti mendengar/ melihat sesuatu Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu Disorientasi b. Isolasi Sosial : menarik diri1) Data SubyektifSukar didapat jika klien menolak komunikasi. Terkadang hanya berupa jawaban singkat ya atau tidak.2) Data ObyektifKlien terlihat apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri di kamar dan banyak diam.c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah1) Data subyektifKlien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.2) Data obyektifKlien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ ingin mengakhiri hidup.

G. Diagnosa Keperawatan 1. Isolasi sosial : Menarik diri2. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah3. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

H. Rencana Tindakan Keperawatan Tujuan

Pasien mampu : Menyadari penyebab isolasi sosial Berinteraksi dengan orang lain

Keluarga mampu : Merawat pasien isolasi sosial di rumah

Kriteria EvaluasiIntervensi

Setelah .x pertemuan klien mampu: Membina hubungan saling percaya Menyadari penyebab isolasi sosial, keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain Melakukan interaksi dengan orang lain secara bertahapSP I Identifikasi penyebab Siapa yang satu rumah dengan pasien Siapa yang dekat dengan pasien Siapa yang tidak dekat dengan pasien Tanyakan keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien Latih berkenalan Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain Berikan contoh cara berinteraksi dengan orang lain Beri kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan di hadapan perawat Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang teman / anggota keluarga Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan 2,3,4 orang dan seterusnya Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain, mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya, beri dorongan terus menerus agar pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya. Masukkan jadwal kegiatan pasien

SP 2 Evaluasi SP1 Latih berhubungan sosial secara bertahap Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien

SP 3 Evaluasi SP1 dan 2 Latih cara berkenalan dengan 2 orang atau lebih Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien

Setelah .x pertemuan keluarga mampu menjelaskan tentang : Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien Penyebab isolasi sosial Sikap keluarga untuk membantu pasien mengatasi isolasi sosialnya Pengobatan yang berkelanjutan dan mencegah putus obat Tempat rujukan dan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasienSP 1 Identifikasi masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien Penjelasan isolasi sosial Cara merawat pasien isolasi sosial Latih (simulasi) RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien

SP 2 Evaluasi SP 1 Latih (langsung ke pasien) RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien

SP 3 Evaluasi SP 1 dan SP 2 Latih (langsung ke pasien) RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien

SP 4 Evaluasi kemampuan keluarga Evaluasi kemampuan pasien Rencana tindak lanjut keluarga Follow Up Rujukan

DAFTAR PUSTAKA

1. Fitria, Nita. 2009. Aplikasi Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Salemba Medika2. Direktorat kesehatan jiwa, Ditjen. 2000., Teori Dan Tindakan Keperawatan Jiwa. Jakarta : Yankes RI keperawatan jiwa3. Keliat, B.A. 1999. Proses Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC4. Maramis, F, W. 1998. Catatan Ilmu kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press5. Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa Terjemahan Dari Pocket Guide To Psychyatric Nursing, oleh Achir Yani S. Hamid. 3rd Ed. Jakarta : EGC6. Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Ed : 1. Bandung : RSJP.7. Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawtan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta : EGC