Upload
ade-satria-apriadi
View
249
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
:)
Citation preview
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTIFIKASI
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 59 tahun
Pekerjaan : Tani
Alamat : Dusun III Sukarami, Sekayu
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
MRS : 7 April 2011
Medrek : 479810
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Benjolan di leher sebelah kanan.
Riwayat Perjalanan Penyakit
± 4 tahun sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh
timbulnya benjolan di leher sebelah kanan sebesar kelereng. Perubahan
suara menjadi serak (+), nyeri (-), susah menelan (-), sesak nafas (-),
demam (-), benjolan di tempat lain (-), jantung berdebar-debar (-), tangan
gemetar (-), tangan berkeringat (-), rasa penuh di ulu hati (-).
± 5 bulan sebelum masuk rumah sakit benjolan makin lama makin
membesar seperti telur ayam kampung. Perubahan suara menjadi serak
(+), nyeri (-), susah menelan (-), sesak nafas (-), demam (-), benjolan di
tempat lain (-), jantung berdebar-debar (-), tangan gemetar (-), tangan
berkeringat (-), rasa penuh di ulu hati (-).
1
Riwayat Penyakit Terdahulu/Lainnya
Tidak ada riwayat radiasi
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat penyakit yang sama disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Gizi : Cukup
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Pernafasan : 20x/menit
Nadi : 76x/menit
Suhu : 36,6 ºC
Pupil : Isokor, Refleks cahaya (+/+)
Mata : Exophtalmus (-)
Kepala : Konjungtiva (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : lihat status lokalis
Thorax : Jantung: HR 76x/menit, murmur (-), gallop (-),
Paru: vesikuler (+) / N, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen : Datar, BU (+) / N
Genitalia Eksterna : tidak ada kelainan
Ekstremitas Atas : tidak ada kelainan
Status Lokalis
Regio colli anterior sinistra
I : Tampak benjolan sebesar telur ayam kampung, warna kulit sama
dengan sekitar.
P : Teraba sebuah massa soliter, ukuran 4cm x 3cm x 1cm. Konsistensi
kenyal, permukaan rata, batas tidak tegas, nyeri tekan (-), mobile,
2
massa ikut bergerak saat menelan (+), pembesaran KGB di servikal,
jugular, submandibular atau klavikular (-).
Gambar tampak depan
Gambar tampak samping
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Rutin
Hb : 13,6 g/dl (N : 14-18 g/dl)
Ht : 43 vol% (N : 37-47 vol%)
Leukosit : 8400 mm³ (N : 5000-10000/mm³)
Trombosit : 265000 mm³ (N : 200000-500000/mm³)
LED : 6 mm/jam (N : <10 mm/jam)
Hitung Jenis : 0/4/4/46/37/9
3
Pemeriksaan Kimia Klinik
BSS : 98 mg/dL
Ureum : 33 mg/dL (N : 15-39 mg/dL)
Creatinin : 1,2 mg/dL (N : 0,9-1,3 mg/dL)
Protein total : 8,5 g/dL (N : 6-7,8 mg/dL)
Albumin : 3,8 g/dL (N: 3,5-5,0 g/dL)
Globulin : 4,7 g/dL (N: 2,0-3,5 g/dl)
Na+ : 135 mmol/L (N : 135-155 mmol/L)
K+ : 3,2 mmol/L (N : 3,5-5,5 mmol/L)
Pemeriksaan Seroimunologi
T3 : 1,42 nmol/mL (N: 1,30 – 3,10 nmol/mL)
T4 : 73,62 nmol/dL (N : 66,00 – 181,00 nmol/dL)
TSH : 0,348 uIU/mlL (N : 0,270 – 4,20 uIU/mL)
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan Rontgen Thorax AP: cor, pulmo, tulang normal. Kesan :
normal thorax
Pemeriksaan Rontgen Leher AP/Lateral : tumor regio colli anterior
kanan. Tidak ada kalsifikasi, trakea terdorong ke kiri.
Pemeriksaan USG
Thyroid kanan : ukuran membesar, tampak nodul berukuran 4,4 x 2,9 x
4,3 cm. Intensitas echo parenkim homogen rata. Tak
tampak kista maupun kalsifikasi
Thyroid kiri : bentuk dan ukuran normal. Intensitas echo parenkim
homogen rata. Tak tampak nodul/kista maupun
kalsifikasi.
Kesan : nodul soliter thyroid kanan DD/ struma nodosa.
4
Gambar USG thyroid Gambar Ro Cervical Lateral
Gambar Ro Cervical AP
5
E. DIAGNOSIS BANDING
Struma Nodosa non toksik
Tiroiditis
Karsinoma Tiroid
F. DIAGNOSIS KERJA
Struma Nodosa Non Toksik
G. PENATALAKSANAAN
Pro FNAB
Rencana isthmolobektomi
H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam: dubia ad bonam
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Struma nodosa atau struma adenomatosa terutama di temukan di daerah
pegunungan karena defisiensi iodium. Struma endemik ini dapat dicegah
dengan substitusi iodium. Di luar daerah endemik, struma nodosa ditemukan
secara insidental atau pada keluarga tertentu. Etiologinya umumnya
multifaktorial. Biasanya tiroid sudah membesar sejak usia muda dan
berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.
Struma multinodosa biasanya ditemukan pada wanita berusia lanjut, dan
perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasia sampai bentuk
involusi. Kebanyakan struma multinodosa dapat dihambat oleh tiroksin.
Penderita struma nodosa biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak ada
hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal, tetapi
kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi.
Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena
pertumbuhannya yang sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar
tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian penderita dengan struma
nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa gangguan.1
A. DEFINISI
Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi
karena folikel-folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun
sebagian folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar
tersebut menjadi noduler. Struma nodosa non toksik adalah pembesaran
kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai
tanda-tanda hipertiroidisme.
7
B. EMBRIOLOGI
Glandula thyroidea mula-mula berkembang dari penonjolan endodermal
pada garis tengah dasar pharynx, diantara tuberculum impar dan copula.
Nantinya penebalan ini berubah menjadi divertikulum yang disebut ductus
thyroglossalis. Dengan berlanjutnya perkembangan, duktus ini memanjang
dan ujung distalnya menjadi berlobus dua. Duktus ini merubah menjadi tali
padat dan bermigrasi menuruni leher, berjalan di sebelah anterior, atau
posterior terhadap os hyoideum yang sedang berkembang. Pada minggu ke
tujuh, tiba pada posisi akhirnya di dekat larynx dan trachea. Sementara itu tali
padat yang menghubungkan glandula thyroidea dengan lidah, terputus dan
lenyap. Tempat asal ductus tyroglossalis pada lidah menetap sebagai suatu
sumur yang disebut foramen caecum linquae. Kemudian, dua lobus pada
ujung terminal ductus thyroglossalis akan membesar sebagai akibat proliferasi
epitel dan membentuk glandula thyroidea.
C. ANATOMI
Glandula thyroidea terdiri atas lobus kiri dan kanan yang dihubungkan
oleh isthmus yang sempit. Setiap lobus berbentuk buah avokad, dengan
puncaknya ke atas sampai linea oblique cartilaginis thyroidea dan basisnya
terdapat dibawah, setinggi cincin trachea ke-4 atau ke-5. Glandula thyroidea
merupakan organ yang sangat vascular, dibungkus oleh selubung yang berasal
dari lamina pretrachealis. Selubung ini melekatkan kelenjar ini ke larynx dan
trachea.
Juga sering didapatkan lobus piramidalis, yang menjalar ke atas dari
isthmus, biasanya ke kiri garis tengah. Lobus ini merupakan sisa jaringan
embryonic thyroid yang ketinggalan pada waktu migrasi jaringan ini ke bagian
anterior di hipofaring. Bagian atas dari lobus ini dikenal sebagai pole atas dari
kelenjar tiroid, dan bagian bawah disebut sebagai pole bawah. Suatu pita
fibrosa atau muscular sering menghubungkan lobus piramidalis dengan os
hyoideum; jika ia muscular disebut sebagai m. levator glandulae thyroidea.
8
Berat tiroid pada orang dewasa normal adalah 10-30 gram tergantung
kepada ukuran tubuh dan suplai Iodium. Lebar dan panjang dari isthmus
sekitar 20 mm, dan ketebalannya 2-6 mm. Ukuran lobus lateral dari pole
superior ke inferior sekitar 4 cm. Lebarnya 15-20 mm, dan ketebalan 20-39
mm.
Kelenjar tiroid terletak antara fascia colli media dan fascia prevertebralis.
Di dalam ruangan yang sama terdapat trakea, esophagus, pembuluh darah
besar, dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrachealis
dan melingkari duapertiga bahkan sampai tigaperempat lingkaran. A. carotis
communis, v. jugularis interna, dan n. vagus terletak bersama di dalam suatu
ruang tertutup di laterodorsal tiroid. N. recurrens terletak di dorsal sebelum
masuk ke laring. N. phrenicus dan truncus symphaticus tidak masuk ke dalam
ruang antara fascia media dan prevertebralis.
Limfe dari kelenjar tiroid terutama dicurahkan ke lateral, ke dalam nl.
cervicales profundi. Beberapa pembuluh limfe berjalan turun ke nl.
paratracheales.
Seluruh cincin tiroid dibungkus oleh suatu lapisan jaringan yang
dinamakan true capsule. Sedangkan extension dari lapisan tengah fascia
servicalis profundus yang mengelilingi tiroid dinamakan false capsule atau
surgical capsule. Seluruh arteri dan vena, plexus limphaticus dan kelenjar
paratiroid terletak antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi
penghubung di bagian posterior antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum
Berry menjadi penghubung di bagian posterior antara kedua lobus tiroid.
Aa. carotis superior dextra et sinistra, dan kedua aa. thyroidea inferior
dextra et sinistra memberikan vaskularisasi untuk tiroid. Kadang kala
dijumpai a. ima, cabang truncus brachiocephalica. Sistem vena berjalan
bersama arterinya, persarafan diatur oleh n. recurrens dan cabang dari n.
laryngeus superior, sedangkan sistem limfatik yang penting menerima aliran
limfe tiroid terdiri dari pembuluh limfe superior yang menerima cairan limfe
dari pinggir atas isthmus, sebagian besar permukaan medial lobus lateral, dan
permukaan ventral dan dorsal bagian atas lobus lateral dan pembuluh limfe
9
inferior yang menerima cairan limfe dari sebagian besar isthmus dan bagian
bawah lobus lateral.
Pada pembedahan tiroid penting memperhatikan jalan arteri pada pool atas
kanan dan kiri, karena ligasi tinggi pada arteri tersebut dapat mencederai n.
laryngeus superior, kerusakan nervus ini dapat mengakibatkan perubahan
suara menjadi parau yang bersifat sementara namun dapat pula permanen.
D. FISIOLOGI
Kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroid utama yaitu tiroksin (T4)
yang kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3).
Iodium nonorganic yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku
hormone tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga
mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. Sebagian
besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap
didalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormone
tiroid akan terikat dengan protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid
binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding
prealbumine, TBPA). Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulatimg hormone,
TSH) memegang peranan penting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid.
TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal
sebagai negative feedback sangat penting dalam pengeluaran hormone tiroid
ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikuler yang
menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolism kalsium,
yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.
E. HISTOLOGI
Kelenjar tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel
kecil yang dipisahkan satu dengan yang lainnya dengan jaringan ikat. Folikel-
folikel tiroid dibatasi oleh epitel kubus dan lumennya terisi oleh koloid.
Kelenjar tiroid mengandung 2 tipe sel utama yaitu thyroid follicular cells
dan C cells (parafollicular cells). Sel folikular menggunakan iodine dari darah
10
untuk membuat hormone, yang membantu meregulasi metabolisme tubuh. Sel
parafolikular membuat calcitonin, suatu hormone yang membantu
meregulasikan bagaimana tubuh menggunakan kalsium
F. ETIOLOGI
Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak
diketahui, namun sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala
tiroiditis ringan; oleh karena itu, diduga tiroiditis ini menyebabkan
hipotiroidisme ringan, yang selanjutnya menyebabkan peningkatan sekresi
TSH (thyroid stimulating hormone) dan pertumbuhan yang progresif dari
bagian kelenjar yang tidak meradang. Keadaan inilah yang dapat menjelaskan
mengapa kelenjar ini biasanya nodular, dengan beberapa bagian kelenjar
tumbuh namun bagian yang lain rusak akibat tiroiditis.
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid
merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
1. Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di
daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium,
misalnya daerah pegunungan.
2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
a. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam
kol, lobak, kacang kedelai).
b. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya :
thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).
c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.
Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuhan, puberitas,
menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya.
Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan
arseitektur yang dapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah
didaerah tersebut.
11
Akhirnya, ada beberapa makanan yang mengandung substansi goitrogenik
yakni makanan yang mengandung sejenis propiltiourasil yang mempunyai
aktifitas antitiroid sehingga juga menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid
akibat rangsangan TSH. Beberapa bahan goitrogenik ditemukan pada
beberapa varietas lobak dan kubis.
G. KLASIFIKASI
Pada struma gondok endemik, Perez membagi klasifikasi menjadi:
1. Derajat 0: tidak teraba pada pemeriksaan
2. Derajat I: teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan
3. Derajat II: mudah terlihat pada posisi kepala normal
4. Derajat III: terlihat pada jarak jauh.
Pada keadaan tertentu derajat 0 dibagi menjadi:
a. Derajat 0a: tidak terlihat atau teraba tidak besar dari ukuran normal.
b. Derajat 0b: jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat bila
kepala ditegakkan.
Burrow menggolongkan struma nontoksik sebagai berikut:
1. Nontoxic diffuse goiter
2. Endemic
3. Iodine deficiency
4. Iodine excess
5. Dietary goitrogenic
6. Sporadic
7. Conngenital defect in thyroid hormone biosynthesis
8. Chemichal agents, e.g lithium, thiocyanate, p-aminosalicylic acid
9. Iodine deficiency
10. Compensatory following thyroidectomy
11. Nontoxic nodular goiter due to causes listed above
12. Uninodular or multinodular
13. Functional, nonfunctional, or both.
12
Dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi hormon
tiroksin, maka bisa dibagi menjadi:
1. Hipertiroidi; sering juga disebut toksik (walaupun pada kenyataannya pada
penderita ini tidak dijumpai adanya toksin), bila produksi hormon tiroksin
berlebihan.
2. Eutiroid; bila produksi hormon tiroksin normal.
3. Hipotiroidi; bila produksi hormon tiroksin kurang.
4. Struma nodosa non toksik; bila tanpa tanda-tanda hipertiroidi
Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu:
1 Berdasarkan jumlah nodul;
a. bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter
(uninodosa)
b. bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.
5. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3 bentuk
nodul tiroid yaitu :
a. nodul dingin
b. nodul hangat
c. nodul panas.
6. Berdasarkan konsistensinya
a. nodul lunak
b. nodul kistik
c. nodul keras
d. nodul sangat keras.
H. PATOFISIOLOGI
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus,
masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar
tyroid..
13
Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang
distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi
molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk
dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul
yoditironin (T3).
Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi
Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis,
sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif.
Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan
metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui
rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar
hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.
I. GAMBARAN KLINIS
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat.
Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma
cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan
pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.
Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme.
Benjolan di leher. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan
meningkatnya denyut nadi. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi
berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar,
dan kelelahan.
Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal :
1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).
2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras
3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada
4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.
5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.
J. DIAGNOSIS
14
Diagnosis struma nodosa non toksik ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, penilaian resiko keganasan, dan pemeriksaan penunjang.
Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena
tidak ada hipo- atau hipertiroidisme. Biasanya tiroid mulai membesar pada
usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena
pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala
kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa
dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan.
Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena
menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila
pembesarannya bilateral. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan
pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral. Pendorongan demikian
mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan. Penyempitan yang
berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea
dengan stridor inspirator.
Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik
untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena terfiksasi
pada trakea.
Pemeriksaan pasien dengan struma dilakukan dari belakang kepala
penderita sedikit fleksi sehingga muskulus sternokleidomastoidea relaksasi,
dengan demikan tiroid lebih mudah dievaluasi dengan palpasi. Gunakan kedua
tangan bersamaan dengan ibu jari posisi di tengkuk penderita sedang keempat
jari yang lain dari arah lateral mengeveluasi tiroid serta mencari pole bawah
kelenjar tiroid sewaktu penderita disuruh menelan.
Pada struma yang besar dan masuk retrosternal tidak dapat di raba trakea
dan pole bawah tiroid. Kelenjar tiroid yang normal teraba sebagai bentukan
yang lunak dan ikut bergerak pada waktu menelan. Biasanya struma masih
bisa digerakkan ke arah lateral dan susah digerakkan ke arah vertikal. Struma
menjadi terfiksir apabila sangat besar, keganasan yang sudah menembus
kapsul, tiroiditis dan sudah ada jaringan fibrosis setelah operasi.
15
Untuk memeriksa struma yang berasal dari satu lobus (misalnya lobus kiri
penderita), maka dilakukan dengan jari tangan kiri diletakkan di mediall di
bawah kartilago tiroid, lalu dorong benjolan tersebut ke kanan. Kemudian ibu
jari tangan kanan diletakkan di permukaan anterior benjolan. Keempat jari
lainnya diletakkan pada tepi belakang muskulus sternokleidomastoideus untuk
meraba tepi lateral kelenjar tiroid tersebut.
Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan:
1. lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus
2. ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
3. jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)
4. konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
5. nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
6. mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus
sternokleidomastoidea
7. pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak.
Inspeksi : leher dibatasi di cranial oleh tepi rahang bawah, di kaudal oleh
kedua tulang selangka dan tepi cranial sternum, di lateral oleh
pinggir depan m. trapezius kiri dan kanan. Kedua m.
sternocleidomastoideus selalu jelas terlihat, dan pada garis tengah
dari cranial ke kaudal terdapat tulang hyoid serta kartilago tiroid,
krikoid, dan trakea.
Palpasi : palpasi dapat dilakukan pada pasien dalam sikap duduk atau
berbaring, dengan kepala dalam sikap fleksi ringan supaya regangan
otot pita leher tidak mengganggu palpasi. Pada sikap duduk
dilakukan pemeriksaan dari belakang penderita maupun dari depan.
Sedangkan pada sikap berbaring digunakan bantal tipis di bawah
kepala. Tulang hyoid, kartilago tiroid dan krikoid sampai cincin
kedua trakaea biasanya mudah diraba di garis tengah. Cincin trakea
yang lebih kaudal makin sukar diraba karena trakea mengarah ke
dorsal. Pada gerakan menelan, seluruh trakea bergerak naik turun.
16
Satu-satunya struktur lain yang turut dengan gerakan ini adalah
kelenjar tiroid atau sesuatu yang berasal dari kelenjar tiroid.
Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu dibedakan
nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik:
1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan
sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik
dan kemudian menjadi lunak.
2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun
nodul yang mengalami kalsifikasi dapat dtemukan pada hiperplasia
adenomatosa yang sudah berlangsung lama.
3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan,
walaupun nodul ganas tidak selalu mengadakan infiltrasi. Jika ditemukan
ptosis, miosis dan enoftalmus (Horner syndrome) merupakan tanda
infiltrasi atau metastase ke jaringan sekitar.
4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang
ganas, tetapi nodul multipel dapat ditemukan 40% pada keganasan tiroid
5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurgai ganas
terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba
membesar progresif.
6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah
bening regional atau perubahan suara menjadi serak.
7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus sternokleido
mastoidea karena desakan pembesaran nodul (Berry’s sign)
Kecurigaan suatu keganasan pada nodul tiroid bisa dirangkum:
1. Sangat mencurigakan
a. riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare
b. cepat membesar terutama dengan terapi dengan levotirosin
c. nodul padat atau keras
d. sukar digerakkan atau melekat pada jaringan sekitar
17
e. paralisis pita suara
f. metastasis jauh
2. Kecurigaan sedang
a. umur di bawah 20 tahun atau di atas 70 tahun
b. pria
c. riwayat iradiasi pada leher dan kepala
d. nodul >4cm atau sebagian kistik
e. keluhan penekana termasuk disfagia,disfonia, serak, dispnu dan batuk.
3. Nodul jinak
a. riwayat keluarga: nodul jinak
b. struma difusa atau multinodosa
c. besarnya tetap
d. FNAB: jinak
e. kista simpleks
f. nodul hangat atau panas
g. mengecil dengan terapi supresi levotiroksin.
18
Index Wayne digunakan untuk menentukan apakah pasien mengalami
eutiroid, hipotiroid atau hipertiroid
Gejala subjektif Angka Gejala objektif Ada Tidak
Dispneu d’ effort +1 Tiroid teraba +3 -3
Palpitasi +2 Bruit diatas
systole
+2 -2
Capai/lelah +2 Eksoftalmus +2 -
Suka panas -5 Lid retraksi +2 -
Suka dingin +5 Lid lag +1 -
Keringat banyak +3 Hiperkinesis +4 -2
Nervous +2 Tangan panas +2 -2
Tangan basah +1 Nadi
Tangan panas -1 <80x/m - -3
Nafsu makan ↑ +3 80-90x/m -
Nafsu makan ↓ -3 >90x/m +3
BB ↑ -3 < 11 à eutiroid
11-18 à normal
> 19 à hipertiroid
BB ↓ +3
Fibrilasi atrium +3
Jumlah
Pemerikasaan laboratorium yang digunakan dalam diagnosa
penyakit tiroid terbagi atas:
1. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid
Pemerikasaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan
radioimmuno-assay (RIA) dan cara enzyme-linked immuno-assay
(ELISA) dalam serum atau plasma darah. Pemeriksaan T4 total
dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar normal pada
orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat membantu
untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6
nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk mengetahui
hipotiroidisme primer di mana basal TSH meningkat 6 mU/L. Kadang-
kadang meningkat sampai 3 kali normal.
19
2. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid.
Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum
penderita dengan penyakit tiroid autoimun.
a. antibodi tiroglobulin
b. antibodi mikrosomal
c. antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
d. antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
e. thyroid stimulating hormone antibody (TSA)
Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas
adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada
umumnya secara klinis pun sudah bisa diduga, foto rontgen leher [posisi
AP dan Lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan
dengan intubasi anastesinya, bahkan tidak jarang intuk konfirmasi
diagnostik tersebut sampai memelukan CT-scan leher.
USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:
1. Dapat menentukan jumlah nodul
2. Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik,
3. Dapat mengukur volume dari nodul tiroid
4. Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak
menangkap iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.
5. Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat
dilakukan, pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya
pembesaran tiroid.
6. Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan
dilakukan biopsi terarah
7. Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.
Pemeriksaan tiroid dengan menggunakan radio-isotop dengan
memanfaatkan metabolisme iodium yang erat hubungannya dengan
kinerja tiroid bisa menggambarkan aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk
20
lesinya. Penilaian fungsi kelenjar tiroid dapat juga dilakukan karena
adanya sistem transport pada membran sel tiroid yang menangkap iodida
dan anion lain. Iodida selain mengalami proses trapping juga ikut dalam
proses organifikasi, sedangkan ion pertechnetate hanya ikut dalam proses
trapping. Uji tangkap tiroid ini berguna untuk menentukan fungsi dan
sekaligus membedakan berbagaii penyebab hipertiroidisme dan juga
menentukan dosis iodium radioaktif untuk pengobatan hipertiroidisme.
Uji tangkap tiroid tidak selalu sejalan dengan keadaan klinik dan
kadar hormon tiroid. Pemeriksaan dengan sidik tiroid sama dengan uji
angkap tiroid, yaitu dengan prinsip daerah dengan fungsi yang lebih aktif
akan menangkap radioaktivitas yang lebih tinggi.
Pemerikasaan histopatologis dengan biopsi jarum halus (fine needle
aspiration biopsy FNAB) akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar
jangan sampai menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil FNAB
saja.
Berikut ini penilaian FNAB untuk nodul tiroid.
1. Jinak (negatif)
Tiroid normal
Nodul koloid
Kista
Tiroiditis subakut
Tiroiditis Hashimoto
2. Curiga (indeterminate)
Neoplasma sel folikuler
Neoplasma Hurthle
Temuan kecurigaan keganasan tai tidak pasti
3. Ganas (positif)
Karsinoma tiroid papiler
Karsinoma tiroid meduler
Karsinoma tiroid anaplastik.5
21
Pemeriksaan potong beku (VC = Vries coupe) pada operasi
tiroidektomi diperlukan untuk meyakinkan bahwa nodul yang dioperasi
tersebut suatu keganasan atau bukan. Lesi tiroid atau sisa tiroid yang
dilakukan VC dilakukan pemeriksaan patologi anatomis untuk memastika
n proses ganas atau jinak serta mengetahui jenis kelainan histopatologis
dari nodul tiroid dengan parafin block.
K. PENATALAKSANAAN
Pilihan terapi nodul tiroid:
1. Terapi supresi dengan hormon levotirosin
2. Pembedahan
3. Iodium radioaktif
4. Suntikan etanol
5. US Guided Laser Therapy
6. Observasi, bila yakin nodul tidak ganas.
Indikasi operasi pada struma adalah:
a. struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa
b. struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan
c. struma dengan gangguan tekanan
d. kosmetik.
Kontraindikassi operasi pada struma:
a. struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya
b. struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang lain
yang belum terkontrol
c. struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit
digerakkan yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang
demikian biasanya sering dari tipe anaplastik yang jelek prognosanya.
Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat sekaligus dilakukan
22
reseksi trakea atau laringektomi, tetapi perlekatan dengan jaringan
lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi yang baik.
d. struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya
karena metastase luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah
dilakukan sternotomi, dan bila dipaksakan akan memberikan mortalitas
yang tinggi dan sering hasilnya tidak radikal.
Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah
nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna.
Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus
tersebut operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi
inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan
histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan dengan tindakan
debulking dan radiasi eksterna atau khemoradioterapi.
Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan
isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (VC ).
Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat :
1. Lesi jinak.
Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi
2. Karsinoma papilare.
Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi
AMES.
a. Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan
observasi.
b. Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.
3. Karsinoma folikulare.
Dilakukan tindakan tiroidektomi total
4. Karsinoma medulare.
23
Dilakukan tindakan tiroidektomi total
5. Karsinoma anaplastik.
a. Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total.
b. Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking
dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau khemoradioterapi.
Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan
FNAB ( Biopsi Jarum Halus ). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin
didapat yaitu :
1. Hasil FNAB suspek maligna, “foliculare Pattern” dan “Hurthle
Cell”. Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan
potong beku seperti diatas.
2. Hasil FNAB benigna.
Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6
bulan kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti
dengan tindakan observasi dan apabila nodul tersebut tidak ada
perubahan atau bertambah besar sebaiknya dilakukan tindakan
isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.
24
Bagan Penatalaksanaan Nodul TiroidBagan I
Nodul Tiroid
Klinis
Suspek Maligna Suspek Benigna
Inoperabel Operabel FNAB
Biopsi Insisi Isthmolobektomi
Lesi jinak VC Suspek maligna Benigna Folikulare pattern
Hurthle cell
Papilare Folikulare Medulare Anaplastik Supresi TSH 6 bulan
Risiko Risiko Rendah Tinggi Membesar
Mengecil Tidak ada
Perubahan
Debulking
Observasi Tiroidektomi total Radiasi eksterna/
Khemotherapi
25
L. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi adalah perubahan kearah keganasan
( Ca tiroid )
26
BAB III
ANALISIS KASUS
Pada anamnesis didapatkan data bahwa penderita ini berusia 59 tahun.
Perjalanan penyakit yang relatif lama (4 tahun), pertumbuhan nodul dari mulai
sebesar kelereng lalu menjadi sebesar telur ayam, tidak disertai nyeri, tidak
disertai demam atau riwayat trauma dapat menyingkirkan kemungkinan penyebab
penyakit adalah infeksi atau trauma. Tidak adanya riwayat keluarga atau
masyarakat di lingkungan sekitar yang mengidap penyakit yang sama dapat
membantu menyingkirkan diagnosis bahwa kasus ini adalah penyakit endemik.
Kemungkinan bahwa kasus ini adalah hipertiroidisme juga dapat disingkirkan
karena tidak ditemukannya gejala tremor, tangan berkeringat atau jantung
berdebar-debar. Pada anamnesis lebih lanjut diketahui bahwa ± 5 bulan SMRS
penderita tidak mengalami sesak nafas, tidak disertai gangguan bicara (suara
menjadi serak) dan sulit menelan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan sebuah nodul soliter, berukuran sebesar
telur ayam, dengan konsistensi kenyal, permukaan rata, terfiksir, ikut dalam
gerakan menelan, tanpa disertai nyeri. Disimpulkan bahwa penyakit yang diderita
pasien ini adalah suatu pembesaran kelenjar.
Tidak didapatkannya nodul lain baik di servikal, jugular, submandibular,
ataupun klavikulair, juga pada tulang tengkorak atau ekstremitas menuntun
diagnosis bahwa neoplasma tersebut mungkin bersifat jinak atau dapat juga ganas
namun belum terdapat metastasis jauh.
Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan radiologis berupa foto rontgen thoraks AP, foto
rontgen leher AP/Lateral, USG thyroid. Dari pemeriksaan laboratorium hasil yang
didapat menunjukkan angka yang normal. Dari pemeriksaan radiologis, foto
thoraks tidak menunjukkan adanya struma intrathorakal, tidak ada metastase
tumor ke rongga thorax, dan didapatkan gambaran jantung, paru dan tulang yang
normal, rontgen leher tampak tumor regio colli, tidak tampak massa yang
berkalsifikasi, dan trakea terdorong ke kiri. USG thyroid didapatkan tampak tiroid
27
lobus kanan membesar, tampak nodul berukuran 4,4 x 2,9 x 4,3 cm, intensitas
echo parenkim homogen rata, dan tak tampak kista maupun kalsifikasi. Gambaran
tersebut memberi kesan nodul soliter thyroid kanan DD/ struma nodosa
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan disimpulkan diagnosis kerja bahwa pasien ini menderita
struma nodosa non toksik ( SNNT ). Penatalaksanaan yang tepat untuk pasien ini
adalah isthmolobektomi. Prognosis quo ad vitam penderita ini adalah dubia ad
bonam sementara quo ad functionam penderita ini adalah dubia ad bonam.
28