Upload
infosanitasi
View
815
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
PANDUAN RINGKAS SURVAI KEUANGAN (Untuk penyusunan Buku Putih dalam masa bridging) Tujuan Umum: Mengetahui seberapa jauh kondisi keuangan suatu kabupaten/kota dan mengetahui karakteristik pendanaan yang tengah berjalan. Tujuan Khusus: Melalui Pemetaan Keuangan, kita dapat melihat seberapa jauh pola pendanaan serta Kekuatan pendanaan yang tengah berjalan di kabupaten/kota dan selanjutnya dapat dilacak pos-pos yang efektif guna pendanaan sanitasi yang berkelanjutan di Kota/ Kab. A. Inventarisasi Dokumen Terkait Aspek Keuangan Kab/Kota
1. Dokumen Utama/Dokumen Langsung No Jenis Data Isi Dokumen Lokasi Sumber Data 1 Buku Realisasi
APBD Data Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan Kab/Kota
Bappeda, Sekda Kab/Kota
2 RPJMD (menjadi pedoman Renstra SKPD)
Arah Kebijakan Keuangan; Strategi Pemb.;Kebijakan Umum; Program SKPD
Bappeda, masing – masing SKPD
5 KUA Sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan pemda; prinsip dan kebijakan penyusunan APBD; teknis penyusunan APBD
Sekda, Bappenas, DPRD
6 PPAS Skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan ; Menentukan urutan program untuk masing – masing urusan; menyususn plafon anggaran sementara unt. Masing-masing program
Sekda, Bappenas, DPRD
7 RKA - SKPD Disusun setelah KUA/PPAS dibuat, harus mencerminkan hal-hal yang ada dalam KUA & PPAS
Masing – masing SKPD
2. Dokumen Pendukung
No Tentang U r a i a n Sumber Data
(1) (2) (3) (4)
1. Kinerja Pendapatan dan Belanja Langsung (Pembangunan) Sanitasi Kota)
menggambarkan kondisi historis pendapatan dan belanja langsung (pembangunan) subsektor sanitasi (sampah, air limbah domestik, dan drainase lingkungan – jika ada) berupa pendapatan retribusi yang ditetapkan berdasarkan Perda masing-masing,
penjelasan tentang perkembangan naik-turun untuk masing-masing pendapatan dan belanja langsung (pembangunan) sanitasi daerah yang dijelaskan melalui Tabel-tabel, gambar grafik.
penjelasan mengenai perbandingan antara pendapatan dengan belanja langsungnya pada suatu layanan sanitasi, dimana akan menghasilkan gambaran apakah pada layanan sektor sanitasi tertentu :
a) apabila pendapatan < belanja; berarti non cost recovery-beban subsidi naik atau,
b) apabila pendapatan > belanja; berarti cost recovery-beban subsidi turun
Buku Realisasi APBD lima tahun terakhir
Laporan Realisasi Anggaran lima tahun terakhir
2. Pembiayaan Non APBD Kab/Kota
Pembiayaan subsektor sanitasi dari DAK sanitasi
Pendanaan dari pusat melalui K/L (Dana Belanja K/L)
Pembiayaan subsektor sanitasi yang berasal dari anggaran pemerintah provinsi (satker propinsi – perpanjangan tangan pusat)
Pendanaan pusat berupa dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan, selama kurun waktu 3-5 tahun terakhhir,
Pembiayaan sanitasi yang berasal dari pinjaman / hibah dari pihak lender/donor, selama kurun waktu 3-5 tahun terakhhir,
Buku Realisasi APBD dan laporan realisasi anggaran SKPD lima tahun terakhir
No Tentang U r a i a n Sumber Data
(1) (2) (3) (4) 4. Partisipasi
Pembiayaan oleh Swasta dan Masyarakat
Gambaran tentang peranan swasta dalam penyediaan pendanaan guna melakukan pelayanan sanitasi (program fisik maupun non fisik).
Partisipasi kelompok masyarakat/LSM dalam pembangunan sanitasi
Laporan-laporan yang diserahkan kepada pemda (SKPD yang menangani – Bapermas, Dinas koperasi,dll.)
5. Belanja Sanitasi Perkapita
Gambaran besarnya dana APBD yang dialokasikan untuk belanja sanitasi di suatu kota, yang dihitung dari belanja sanitasi dibandingkan dengan jumlah penduduk Kab/Kota ybs.
Laporan-laporan Jumlah penduduk (BPS, Bappeda, Bappermas)
Realisasi APBD
B. Langkah – langkah Pemetaan Dokumen Keuangan Kota Dokumen utama dalam pemetaan keuangan dalam penyususnan buku putih adalah Dokumen Realisasi APBD 5 tahun terakhir B.1. Realisasi APBD Pendapatan Pendapatan terdiri dari a) PAD, b) Dana Perimbangan dan c) lain-lain pendapatan yang sah. Dari sumber-sumber pendapatan daerah tersebut, pemda biasanya masih mengandalkan PAD dan dana perimbangan. Namun dalam perkembangannya pos lainnya dalam akun lain-lain pendapatan yang sah perlu dianalisa. Secara singkat masing – masing pos dari pendapatan adalah sebagai berikut
(a) PAD: Terdiri dari pajak daerah ; retribusi daerah; hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
(b) Dana Perimbangan: Terdiri dari dana bagi hasil pajak/ bukan pajak; DAU; DAK (c) Lain-lain pendapatan yang sah: Terdiri dari pendapatan hibah; dana darurat ; dana bagi
hasil pajak dari propinsi dan pemda lainnya ; dana penyesuaian dan otonomi khusus; bantuan keuangan dari propinsi atau pemda lainnya.
Harus dianalisa tren dari masing – masing pos pendapatan tersebut, misalnya dibandingkan antara besarnya PAD dengan total pendapatan dan bagaimana trendnya dari tahun ke tahun. Khusus mengenai pos lain-lain pendapatanyang sah khususnya akun bantuan keuangan, harus dianalisa trendnya, karena hal ini menyangkut aspek kelembagaan di propinsi dan kota serta menyangkut aspek perencanaan keuangannya. Artinya, apakah bantuan keuangan yang ada dapat dijadikan sumber pendanaan yang sustain atau hanya karena mendampingi pembiayaan program kota/kab. Belanja Dari sisi belanja, harus dilihat bagaimana pemda membelanjakan APBD nya untuk kegiatan operasional berupa belanja aparatur dibandingkan dengan belanja publik atau belanja langsungnya. Perbandingan belanja aparatur/belanja tidak langsung terhadap belanja publik/belanja langsung harus dihitung rata – ratanya sejak tahun 2005. Sehingga kita dapat mengetahui berapa komposisi belanja langsungnya dari total belanja APBDnya. Hal ini menunjukkan komitmen kota terhadap penyedian sarana publik termasuk sarana sanitasi.
CContoh Tabel: REKAPITULASI PENDAPATAN DAN BELANJA APBD LIMA TAHUN TERAKHIR Rp.(000)
No Mata Anggaran1) 2006 2007 2008 2009 2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) A Pendapatan
1 Pendapatan Asli Daerah
2 Dana Perimbangan
Transfer Pem Pusat lainnya
3
Lain-lain Pendapatan yang Sah
4 Transfer Propinsi
Jumlah
Pendapatan B Belanja
1
Belanja Rutin/Aparatur/Tidak Langsung
2
Belanja Pembangunan/Publik/Langsung
3 Belanja Tak Terduga
Jumlah Belanja
B.2. Realisasi Belanja Masing-masing SKPD Dalam memetatakan masing-masing SKPD yang terkait dengan pembangunan sanitasi, pertama-tama adalah mengetahui nama-nama SKPD nya (pemetaan), selanjutnya perlu diketahui kebijakan pemda dari melalui RPJMDnya. Apakah bidang-bidang yang terkait sanitasi sudah tercantum didalamnya, misalnya:
o Bidang Lingkungan hidup (Dinas Lingkungan, Dinkes,Dinas PU-CK) o Bidang perumahan dan fasilitas umum (Dinas perumahan, Dinas PU) o Bidang kesehatan (Dinas Kesehatan), dan o Bidang perlindungan sosial (Bapermas)
Dari pemetaan kelembagaan, Lalu kita akan mengetahui bagaimana perkembangan masing-masing belanja sanitasi pada masing-masing SKPD. Untuk bahan analisa, akan lebih baik jika kita mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi di kota yang bersangkutan guna
membandingkannya dengan tingkat pertumbuhan masing – masing bidang yang menjadi tanggung jawab masing-masing SKPD tersebut diatas. Apabila suatu kota memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif baik, maka kota tersebut relatif dapat dengan mudah melakukan pembangunan untuk sektor – sektor yang terkait sanitasi. Namun karena kota pada saat dilakukan survey keuangan belum memiliki dokumen perencanaan sanitasi yan terintegrasi maka pembangunan sanitasinya belum terfokus dan masih terkesan berjalan sendiri – sendiri pada masing – masing SKPD. Data pembangunan sanitasi dari masing-masing SKPD dapat dicocokkan (cross sheck) dengan data belanja modal kota/kab. Yang ada dalam dokumen realisasi belanja APBD suatu kota. Lebih jauh, kita dapat melihat sub sektor sanitasi apa yang menonjol kenaikannya atau penurunannya bila dibandingkan dengan sub sektor sanitasi lainnya (subsektor persampahan, air limbah, drainase lingkungan, dan PHBS (aspek non fisik). Hal ini dapat menunjukkan potensi sekaligus titik lemah kota dalam pembangunan sanitasinya. Prosentasi belanja sanitasi total suatu kota (yang dibandingkan dengan total belanja modal kota ybs.) dapat kita bandingkan dengan prosentasi rata-rata belanja sanitasi kota/kabupaten secara nasional. Rata – rata belanja sanitasi kota dan kabupaten di Indonesia berada pada kisaran 1%-2% dari total belanja APBD nya. Apabila suatu kota prosentasi belanja sanitasinya terhadap total belanja APBDnya diatas rata-rata tersebut, maka hal tersebut berarti berita baik dan harus ditingkatkan. Sebaliknya apabila dibawah rata-rata, maka perlu dianalisa lebih lanjut penyebabnya. Contoh Tabel BELANJA SANITASI PADA SKPD KOTA LIMA TAHUN TERAKHIR Rp. (000)
No SKPD 2004 2005 2006*) 2007 2008
1 DPU -
Pengairan
2 PU - CK
3 KLH
4 Kimtaru
5 Dinkes
6 Bappeda
7 Bapermas
8 dll.
Jumlah Belanja Sanitasi Kota
Jumlah
Belanja Total
Proporsi Belanja Sanitasi terhadap Belanja Total (%)
B.3. Besaran perhitungan pendanaan sanitasi perkapita
Untuk mengetahui apakah belanja APBD yang dialokasikan untuk pembangunan sanitasi sudah mencukupi untuk masyarakat di suatu kota, maka harus dihitung besarnya biaya pembangunan sanitasi perkapita. Perhitungannya adalah besarnya realisasi biaya pembangunan sanitasi di suatu kota dibagi dengan jumlah penduduk kota tersebut. Namun guna melengkapi analisa, maka harus juga diketahui jumlah penduduk terlayani (dalam jiwa dan %). Selanjutnya, setelah diketahui jumlah penduduk terlayani dan belanja per kapita yang ideal (standar nasional) maka akan dihitung :
• Belanja Ideal sanitasi kota berdasarkan jumlah penduduk (Dalam Rp.) • Prosentasi belanja ideal terhadap total belanja • Prosentasi belanja ideal terhadap belanja sanitasi
Dari data besarnya biaya pembangunan sanitasi yang didapat, maka besarnya biaya pembangnan sanitasi perkapita dapat dilihat pada tabel berikut :
Contoh Tabel BELANJA SANITASI PERKAPITA LIMA TAHUN TERAKHIR (Rp.000) No D e s k r i p s i 2006 2007 2008 2009 2010
A Komponen Belanja
Belanja Langsung
(Sanitasi)
B Indikator Layanan
Infrastruktur Jumlah Penduduk (jiwa)
Jumlah Penduduk
Terlayani (%)
Jumlah Penduduk
Terlayani (jiwa)
C Tingkat Belanja Sanitasi Perkapita (Rp) Pertahun
Berdasarkan Jumlah Penduduk Kota (Rp.1.000)
Berdasarkan Jumlah Penduduk Terlayani (Rp.1.000)
Jika Belanja Sanitasi Ideal Perkapita Pertahun adalah; (Rp.)
Belanja” Ideal” Sanitasi
Kota adalah (Rp.1.000);
Realisasi Total Belanja Pemda (belanja langsung)
Simulasi (%) belanja Ideal terhadap Total Belanja
Realisasi Total Belanja Sanitasi
Simulasi (%) belanja Ideal terhadap Total Realisasi Belanja Sanitasi
Persentasi Belanja sanitasi Thd Belanja Total
Sumber : realisasi APBD; *) anggaran Pembangunan sanitasi perkapita kota tidak dapat dijadikan indikator pencapaian pembangunan sanitasi. Pembangunan sanitasi di kota Pekalongan harus juga diikuti dengan kenyataan dilapangan. Kondisi riil dilapangan yang dapat menjadi indikator keberhasilan ataupun pencapaian pembangunan sanitasi suatu kota, harus juga disertai peningkatan terhadap akses kepada sarana dan prasarana sanitasi seperti naiknya akses masyarakat terhadap jamban; naiknya rasio pelayanan parasaran dan sarana persampahan per area penduduk, dan berkurangnya area genangan. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah indikator – indikator kesehatan seperti berkurangnya masyarakat yang menderita penyakit – penyakit yang berasosiasi dengan aspek sanitasi, seperti misalnya naik atau turunnya angka kematian bayi akibat diare, DBD, dll. Atau secara umum naik atau turunnya masyarakat yang menderita penyakit yang berasosiasi dengan faktor sanitasi. Apabila alokasi anggaran pembangunan sanitasi baik fisik maupun non fisik mengalami peningkatan dimana disertai dengan meningkatnya akses masyarakat terhadap sarana dan parasarana sanitasi serta menurunnya angka penderita penyakit berasosiasi dengan sanitasi buruk, berarti pembangunan sanitasi yang dilakukan selama ini telah benar – benar efektif. Namun apabila yang terjadi adalah kondisi sebaliknya, maka masih perlu peningkatan pembangunan sarana dan parsarana sanitasi. B.4. Pembiayaan Daerah Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan dan pengeluaran pembiayaan. Dimana pembiayaan adalah sebagai konsekuensi jika terjadi adanya deficit sebagai akibat besarnya belanja yang melebihi pendapatan suatu kota.Pembiayaan neto merupakan selisih dari penerimaan pembiayaan dengan pengeluaran pembiayaan. Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran. Penerimaan pembiayaan Terdiri dari : 1) SILPA tahun sebelumnya yang diakibatkan, diantaranya oleh : pelampauan penerimaan PAD ; pelampauan penerimaan dana perimbangan; pelampauan penerimmaaan lain-lain penerimaan daerah yang sah; kewajiban kepada pihak ke3 yang sampai akhir tahun belum terselesaikan; dan kegiatan lanjutan.2) Pencairan dana cadangan, 3) Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, 4)Penerimaan pinjaman daerah ( dari berbagai sumber), 5) Penerimaan kembali pemberian pinjaman, 6) Penerimaan piutang daerah ( penerimaan piutang
dari pendapatan daerah; penerimaan piutang dari pemerintah, dan penerimaan piutang dari daerah lain) Pengeluaran pembiayaan Terdiri dari : 1) Pembentukan dana cadangan; 2) Penyertaan modal (investasi) pemda; 3) Pembayaran pokok hutang dan 4) pemberian pinjaman daerah
C. Opsi Pendanaan Dalam survey keuangan juga harus dipetakan opsi-opsi pendanaan yang digunakan selama ini dalam kaitannya dengan pembiayaan program dan kegiatan terkait aspek sanitasi. Harus dijelaskan apa saja sumber dan mekanisme yang sudah ada selama ini, apa dan bagaimana sumber dan mekanisme pendanaan yang bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah propinsi, dan dari pemerintah kota/kabupaten sendiri atau bahkan dari sumber lainnya misalnya partisipasi swasta. Contoh Tabel SUMBER DAN MEKANISME PENDANAAN 2005 2006 2007 2008 2009 Pem. Pusat 1.
2. 3. 4.
1. 2. 3. 4
1. 2. 3. 4
1. 2. 3. 4
1. 2. 3. 4
Jumlah
Pem. Prop 1. 2. 3. 4.
1. 2. 3. 4
1. 2. 3. 4
1. 2. 3. 4
1. 2. 3. 4
Jumlah
Pemda Kab/Kota
1. 2. 3. 4.
1. 2. 3. 4
1. 2. 3. 4
1. 2. 3. 4
1. 2. 3. 4
Jumlah
Setelah kita memetakan apa saja sumber dan mekanisme pendanaan yang ada di suatu kota, maka berdasarkan data teknis yang dimiliki, akan dilakukan analisa sumber dan kebutuhan pendanaan untuk suatu sitem sanitasi atau program dan kegiatan sanitasi yang akan dijalankan di suatu kota. Dalam menganalisa masing-masing sumber pembiayaan, pertama-tama mengetahui apa saja untuk kegiatan fisik (opsi teknologi) dan non fisik yang akan dibiayai, kemudian masing-masing kegiatan fisik dan non fisik tersebut dijabarkan secara cukup mendetil, agar dapat dibuat skala prioritas sederhana yang selanjutnya dapat prakiraan sumber-sumber pembiayaannya.
D. Integrasi Aspek Keuangan dengan Aspek-aspek lainnya Integrasi aspek keuangan dengan aspek-aspek lainnya seperti aspek kelembagaan, aspek teknis, dan aspek komunikasi. Hal ini sangat strategis karena akan memperlancar proses penyusunan buku putih dan bahkan lebih lanjut akan menyumbang data dan informasi ketika menyusun SSK. Contoh Tabel Keterkaitan Aspek – aspek lain dengan aspek Keuangan
Isu / Aspek Keuangan Data Yang Diperlukan Teknis 1.
2. 3. 4.
1. 2. 3. 4.
Kelembagaan 1. 2. 3. 4.
1. 2. 3. 4.
Komunikasi 1. 2. 3. 4.
1. 2. 3. 4.
Aspek Teknis dengan Aspek Keuangan Beberapa aspek teknis yang menyangkut aspek keuangan adalah meliputi kondisi sarana sanitasi yang terdapat di suatu kota. Misalnya jumlah dan kondisinya serta biaya yang dibutuhkan untuk : perbaikan dan operasionalisasi serta perawatan masing-masing sarana sanitasi tersebut. Lebih jauh, jika kota sudah memiliki cetak biru dan DED dari perencanaan suatu sarana sanitasi, maka data dan informasi mengenai biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan dan perbaikan masing-masing sarana sanitasi juga dibutuhkan dalam bentuk suatu matrik yang ringkas Aspek Kelembagaan dengan Aspek Keuangan Terkait dengan aspek kelembagaan yang diperlukan oleh aspek keuangan, maka tupoksi dari SKPD yang bertanggungjawab langsung terhadap masalah keuangan daerah harus diperoleh oleh konsultan keuangan. Selain itu, data mengenai tupoksi SKPD lainnya yang terkait langsung dengan pembangunan sarana sanitasi juga diperlukan. Aspek regulasi juga harus dibahas, apakah secara kelembagan ada permasalahan yang timbul dalam menjalankan perda yang terkait dengan sanitasi. Terkait dengan regulasi juga dibutuhkan data mengenai komentar-komentar dari konsultan kelembagaan mengenai efektifitas dari dijalankannya perda-perda sanitasi selama ini. Aspek Komunikasi dengan Aspek Keuangan Berbeda dengan dua aspek sebelumnya, aspek keuangan secara ideal harus selalu dapat menjembatani antara rekomendasi-rekomendasi ataupun ide-ide konsultan terhadap pemerintah kota yang disampaikan dengan cara yang paling dapat diterima dilingkungan pokja
dan secara efektif dan efisien diserap untuk selanjutnya ditindaklanjuti oleh pokja atau pemerintah kota. Maka aspek komunikasi harus dapat menentukan media dan event apa yang menurut analisa konsultan komunikasi paling sesuai dengan karakteristik suatu kota, agar isu-isu terkait aspek keuangan khususnya dalam pembangunan sanitasi dapat disampaikan kepada para pemangku kepentingan.