9
Ditengah haru-biru puja-puji yang dilontarkan bagi perkembangan perekonomian Indonesia, setidaknya terdapat 5 mitos yang kerap menghantui benak siapapun yang ingin mengenal perekonomian Indonesia lebih dekat lagi.McKinsey paparkan 5 mitos tersebut. Pertama, tentang ketahanan pertumbuhan ekonomi itu sendiri.Sampai sekarang, terus terang masih banyak pihak yang meragukan adakah pertumbuhan ciamik yang dibukukan negeri ini dapat berlangsung secara pasti dan terus menerus. Kedua, berkaitan dengan eksklusivitas pertumbuhan ekonomi domestik Indonesia, yang masih amat bergantung secara eksklusif dengan pertumbuhan ekonomi Jakarta. Ketiga, tentang status pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang dinilai merupakan hasil jiplakan dari strategi pertumbuhan berbasiskan ekspor seperti yang dilakukan oleh para “macan Asia”. Keempat yaitu mengenai “kutukan” kepemilikan sumber daya alam. Sampai sekarang, kerapuhan yang dialami perekonominan negeri ini, merupakan hasil sumbangsih dari ketergantungan nan tinggi perekonomian negeri ini terhadap keberlimpahan sumber daya alam (SDA). Bahkan banyak pihak yang menilai, ekonomi SDA terbilang tetap menjadi lokomotif utama penggerak roda perekonomian nasional. Kelima, tentang adanya fenomena ketidakseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan volume lapangan pekerjaan yang tersedia. Kelima mitos tersebut kemudian membentuk pandangan para investor global tentang struktur pasar nasional, khususnya dari sisi konsumen. Tingginya tingkat loyalitas konsumen Indonesia terhadap merek-merek tertentu, serta selektifnya konsumen negeri ini dalam penggunaan media sebagai alat perancang keputusan membeli adalah salah dua pandangan “mainstream” yang masih dianut hingga sekarang. Simpang siurnya pandangan terhadap pasar negeri ini juga melahirkan persepsi bahwa walaupun beragam “pengecualian-pengecualian” berlangsung, akan tetapi tingkat kepercayaan konsumen Indonesia tergolong kuat dan stabil. Akan tetapi, dengan prefrensi konsumsi yang terhitung berlangsung relatif lebih cepat. Warta Ekonomi 19 September 2012. ejak rekam ekonomi Indonesia yang solid dalam beberapa tahun terakhir kurang mendapatkan apresiasi. JAKARTA, Jaringnews.com - Konsultan bisnis internasional terkemuka, McKinsey Global Institute, dalam studi terbarunya tentang Indonesia, mengatakan dewasa ini banyak terjadi mispersepsi dan

5 Mitos Pertumbuhan Ekonomi Indonesaia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 5 Mitos Pertumbuhan Ekonomi Indonesaia

Ditengah haru-biru puja-puji yang dilontarkan bagi perkembangan perekonomian Indonesia, setidaknya terdapat 5 mitos yang kerap menghantui benak siapapun yang ingin mengenal perekonomian Indonesia lebih dekat lagi.McKinsey paparkan 5 mitos tersebut.

Pertama, tentang ketahanan pertumbuhan ekonomi itu sendiri.Sampai sekarang, terus terang masih banyak pihak yang meragukan adakah pertumbuhan ciamik yang dibukukan negeri ini dapat berlangsung secara pasti dan terus menerus.

Kedua, berkaitan dengan eksklusivitas pertumbuhan ekonomi domestik Indonesia, yang masih amat bergantung secara eksklusif dengan pertumbuhan ekonomi Jakarta.

Ketiga, tentang status pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang dinilai merupakan hasil jiplakan dari strategi pertumbuhan berbasiskan ekspor seperti yang dilakukan oleh para “macan Asia”.

Keempat yaitu mengenai “kutukan” kepemilikan sumber daya alam. Sampai sekarang, kerapuhan yang dialami perekonominan negeri ini, merupakan hasil sumbangsih dari ketergantungan nan tinggi perekonomian negeri ini terhadap keberlimpahan sumber daya alam (SDA). Bahkan banyak pihak yang menilai, ekonomi SDA terbilang tetap menjadi lokomotif utama penggerak roda perekonomian nasional.

Kelima, tentang adanya fenomena ketidakseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan volume lapangan pekerjaan yang tersedia.

Kelima mitos tersebut kemudian membentuk pandangan para investor global tentang struktur pasar nasional, khususnya dari sisi konsumen. Tingginya tingkat loyalitas konsumen Indonesia terhadap merek-merek tertentu, serta selektifnya konsumen negeri ini dalam penggunaan media sebagai alat perancang keputusan membeli adalah salah dua pandangan “mainstream” yang masih dianut hingga sekarang.

Simpang siurnya pandangan terhadap pasar negeri ini juga melahirkan persepsi bahwa walaupun beragam “pengecualian-pengecualian” berlangsung, akan tetapi tingkat kepercayaan konsumen Indonesia tergolong kuat dan stabil. Akan tetapi, dengan prefrensi konsumsi yang terhitung berlangsung relatif lebih cepat. Warta Ekonomi 19 September 2012.

ejak rekam ekonomi Indonesia yang solid dalam beberapa tahun terakhir kurang mendapatkan apresiasi.

JAKARTA, Jaringnews.com - Konsultan bisnis internasional terkemuka, McKinsey Global Institute, dalam studi terbarunya tentang Indonesia, mengatakan dewasa ini banyak terjadi mispersepsi dan mitos tentang kemajuan ekonomi Indonesia. Akibatnya, Indonesia yang telah bangkit menjadi negara demokratis, ekonominya kuat dan pemain yang diperhitungkan di level internasional, tidak cukup terekspos dan mendapat apresiasi yang selayaknya.

“Jejak rekam Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini sangat luar biasa tetapi kurang mendapatkan apresiasi. Ekonomi Indonesia bukan sesuatu yang besar sekonyong-konyong tetapi ekonomi yang tumbuh berkelanjutan dalam jangka panjang,” kata Raoul Oberman, chairman McKinsey Indonesia ketika memaparkan studi itu kemarin (18/9) di Hotel Four Seasons, Jakarta.

Menurut dia, mengutip studi McKinsey yang bertajuk The Archipelago Econony: Unleashing Indonesia’s Potential, paling tidak ada lima mispersepsi dan mitos tentang Indonesia yang perlu diluruskan.

Page 2: 5 Mitos Pertumbuhan Ekonomi Indonesaia

Mitos # 1: Perekonomian Indonesia Relatif Tidak Stabil. Mitos ini, menurut McKinsey, tidak mengandung kebenaran.Jauh dari tidak stabil, perekonomian Indonesia justru merupakan perekonomian yang tumbuh paling konsisten diantara berbagai perekonomian global dalam 10 tahun terakhir.

Dari tahun 2000 hingga 2010, pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar diantara 2 persen hingga 4 persen.Bandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Malaysia yang dalam periode ini berkisar dari 9 persen ke minus 2 persen pada masa krisis global 2008.

Mitos # 2: Pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya terpusat secara eksklusif di Jakarta. Ini pun tidak tepat.Jakarta memang merupakan sumber pertumbuhan ekonomi yang besar.Kontribusinya terhadap perekonomian keseluruhan mencapai seperlima sampai seperempat dari keseluruhan ekonomi, jika Jakarta yang dimaksud adalah kawasan Jabodetabek.

Namun, menurut studi McKinsey, yang juga tidak boleh dilupakan adalah kota-kota berukuran menengah di seluruh Indonesia ekonominya telah tumbuh cepat melampaui pertumbuhan PDB Nasional. Kota-kota kelas menengah (dengan penduduk 2-10 juta) juga telah tumbuh melebihi pertumbuhan Jakarta.

Kota-kota lain yang lebih kecil dengan penduduk 150 ribu jiwa atau kurang, juga telah menunjukkan pertumbuhan ekonominya yang lebih cepat.

Mitos # 3: Ekonomi Indonesia mengikuti pola pertumbuhan ekonomi Macan Asia yang dihela oleh ekspor. Menurut McKinsey, pandangan ini juga tidak valid. McKinsey menilai negara-negara di Asia tidak selalu menapaki jalur pembangunan ekonomi yang seragam.Apa yang selama ini disebut model Asia –ekonomi dihela oleh investasi dan ekspor—sesungguhnya bukan keharusan. Indonesia termasuk yang tidak mengikuti pola itu.

Menurut McKinsey, ekspor hanya menyumbang 35 persen dari PDB Indonesia, dan 11 persen diantaranya adalah ekspor nonmigas. Artinya, ekonomi Indonesia terutama sangat dihela oleh konsumsi. Meskipun demikian perlu ditambahkan bahwa kendati ekspor Indonesia hanya 35 persen dari PDB, itu sudah setara dengan setengah dari PDB Malaysia pada tahun 1989, periode dimana tingkat pendapatan Malaysia sama dengan pendapatan Indonesia saat ini.

Mitos # 4: Sumber Daya Alam merupakan motor utama penggerak ekonomi. McKinsey mengakui bahwa sumber daya alam memang sektor yang substansial dalam perekonomian Indonesia.Indonesia merupakan produsen adn eksportir terbesar untuk komoditas batubara, coklat dan timah.Kandungan nikel dan bauksit Indonesia nomor empat dan nomor tujuh di dunia.

Meskipun demikian, secara keseluruhan persentase kontribusi sumber daya alam pada perekonomian telah menurun dalam satu dekade terakhir. Sektor pertambangan hanya tumbuh 0,3 persen rata-rata per tahun dan pertanian tumbuh 2,6 persen, sedangkan sektor jasa telah tumbuh lebih dari 6 persen.

Mitos # 5: Pertumbuhan ekonomi RI terutama bersumber dari pertambahan jumlah tenaga kerja. Hal ini pun menurut McKinsey, tidak didukung kebenaran.Justru pertumbuhan ekonomi RI dalam satu dekade ini lebih banyak disumbang oleh pertumbuhan produktivitas tenaga kerja ketimbang pertumbuhan tenaga kerja itu sendiri.

Page 3: 5 Mitos Pertumbuhan Ekonomi Indonesaia

Produktivitas tenaga kerja Indonesia dalam satu dekade terakhir, menurut McKinsey, telah tumbuh rata-rata 3 persen per tahun, angka tertinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.Pertumbuhan produktivitas itu telah menyumbang 60 persen pertumbuhan ekonomi dalam dua dekade terakhir sementara di Malaysia hanya 55 persen dan di Singapura 45 persen. Jaring News.com 12 September 2012.

JAKARTA, KOMPAS.com — Chairman McKinsey Global Institute Raoul Oberman mengatakan, Indonesia berpotensi menjadi negara maju pada 2030.Apa saja faktanya?

Pertama, tingkat ekonomi Indonesia dinilai paling stabil di dunia.Bahkan, Bank Indonesia sudah menjelaskan bahwa perekonomian Indonesia paling stabil dalam 4-5 tahun terakhir.

Kedua, sekitar 90 persen pertumbuhan ekonomi nasional berasal dari wilayah di luar Jawa.Jadi, pertumbuhan ekonomi ini bukan hanya terjadi di Jawa atau Jakarta.

Ketiga, sekitar 11 persen ekspor komoditas berasal dari sektor nonmigas.Ini membantah mitos bahwa model pertumbuhan dalam negeri didominasi ekspor.

Keempat, pemakaian sumber daya sudah berkurang, bahkan sudah berkurang hingga 7 persen.Ini juga membantah bahwa sumber daya adalah penopang utama perekonomian.

Kelima, sekitar 60 persen pertumbuhan ekonomi ditopang oleh peningkatan produktivitas.Ini juga membantah bahwa pertumbuhan ekonomi hanya dari pertumbuhan angkatan kerja.

"Ini saatnya Indonesia untuk tidak hanya menjadi jago kandang saja, tetapi juga harus jadi juara di dunia," kata Raoul di acara KEN "Penyatuan Visi Bersama Menuju Indonesia Maju 2030" di Hotel Ritz Carlton, Sudirman, Jakarta, Selasa (13/11/2012).

Menurut Raoul, Indonesia memang memiliki waktu yang panjang untuk bisa menjadi negara maju.Jika diproyeksikan menjadi negara maju pada 2030, Indonesia perlu waktu 85 tahun untuk bisa menjadi negara maju.

Bayangkan dengan negara Inggris yang perlu 250 tahun untuk bisa menggandakan produk domestik brutonya.Namun, China hanya perlu 12 tahun untuk melipatgandakan PDB-nya."Inilah kebangkitan Asia, salah satunya Indonesia," tuturnya. Kompas.com 13 November 2013.

TEMPO.CO, New York - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, ada lima mitos soal Indonesia yang selama ini salah kaprah. Perkembangan sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia selama 10 tahun terakhir membuat kelima mitos itu, kata SBY, sudah saatnya direvisi.

Ini disampaikan SBY dalam pidatonya pada Indonesia Investment Day di Bursa Saham New York atau New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Senin pagi waktu setempat, 24 September 2012.

Page 4: 5 Mitos Pertumbuhan Ekonomi Indonesaia

Fakta yang mendukung perubahan atas kelima mitos ini, kata SBY, dia kutip dari laporan Institut McKinsey, lembaga think-tank ekonomi dan pemerintahan global. Laporan itu berjudul The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s Potential.

"Dalam laporannya, McKinsey mengutip dan menyangkal setidaknya lima mitos tentang Indonesia.Sekarang saya akan menjelaskan secara singkat lima mitos tersebut dan berharap tidak ada lagi perdebatan mengenai hal tersebut," kata SBY.

Mitos pertama adalah perekonomian Indonesia relatif tidak stabil.Kenyataannya, kata SBY, pertumbuhan Indonesia lebih konsisten dibandingkan negara-negara anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pengembangan Ekonomi atau OECD maupun BRIC (Brasil, Rusia, India, Cina).

"Sejak tahun 2001, perekonomian Indonesia telah secara konsisten tumbuh cepat setiap tahun, kecuali pada tahun 2009, yang tumbuh 4,6 persen karena krisis keuangan global," SBY menjelaskan. Tahun ini, Indonesia memproyeksikan pertumbuhan 6,5 persen.

Mitos kedua adalah cerita bahwa pusat pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya bertumpu di Jakarta. Kenyataannya, kota-kota besar lain dan kota menengah juga tumbuh, seperti Surabaya, Makassar, dan Medan.

Mitos nomor tiga mengatakan bahwa perekonomian Indonesia tidak berbeda dari model pertumbuhan yang lebih banyak didorong ekspor."Yang benar adalah bahwa ekspor memainkan peran yang jauh lebih simpel dalam perekonomian Indonesia," kata SBY.Separuh pertumbuhan Indonesia memang didorong oleh konsumsi pasar domestik.Ini berkat populasi penduduk Indonesia yang nomor empat terbesar di dunia.

Menurut mitos nomor empat, perekonomian Indonesia terutama didorong oleh sumber daya alam."Kenyataannya adalah bahwa peran sumber daya, sebagaimana ekspor, secara proporsional mulai berkurang dibandingkan dengan peran investasi dan konsumsi," kata SBY lagi.

Sedangkan mitos kelima menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia didorong oleh adanya buruh murah.Faktanya, tenaga kerja di Indonesia memang besar, namun produktivitasnya juga meningkat."Memang ada ruang untuk perbaikan angkatan kerja, dan kami sedang melakukan hal itu," ujar SBY. Tempo.com 17 Maret 2014

Lembaga riset Internasional, McKinsey Global Institute memperkirakan dengan tingkat pertumbuhan ekonominya yang paling stabil di dunia, Indonesia akan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi nomor tujuh di dunia pada tahun 2030 mendatang.

Chairman McKinsey Global Institute, Raoul Oberman, dalam presentasi di acara “Penyatuan Visi Bersama Menuju Indonesia Maju 2030” yang diselenggarakan Komite Ekonomi Nasional (KEN) di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (13/11), menyatakan prediksi itu didasarkan pada hasil penelitian McKinsey Global selama 6 bulan terakhir.

Dalam acara yang dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu, Raoul Oberman mengemukakan, ada 5 (lima) indikasi yang bisa mendukung pencapaian Indonesia menjadi negara dengan ekonomi nomor 7 (tujuh) di dunia.

Pertama, tingkat ekonomi Indonesia dinilai paling stabil di dunia.Bahkan, Bank Indonesia sudah menjelaskan bahwa perekonomian Indonesia paling stabil dalam 4-5 tahun terakhir.“Saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia paling stabil di dunia, melebihi pertumbuhan ekonomi negara-negara maju yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).Indonesia, didorong oleh tingkat konsumsi domestik yang luar biasa besar,” jelas Raoul.

Page 5: 5 Mitos Pertumbuhan Ekonomi Indonesaia

Kedua, sekitar 90 persen pertumbuhan ekonomi nasional berasal dari wilayah di luar Jawa.Jadi, pertumbuhan ekonomi ini bukan hanya terjadi di Jawa atau Jakarta, namun telah menyebar ke berbagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di luar Jawa.

“Ini dampak positif urbanisasi. Urbanisasi di Indonesia, telah menyebar rata di kota-kota besar Indonesia,” ungkap Raoul.

Menurut Raoul, dimensi urbanisasi membuat masyarakat menjadi lebih produktif. Kota-kota tumbuh lebih besar di atas 7 persen berada di luar Jawa.

Ketiga, sekitar 11 persen ekspor komoditas berasal dari sektor nonmigas.Ini membantah mitos bahwa model pertumbuhan dalam negeri didominasi ekspor.

Keempat, pemakaian sumber daya sudah berkurang, bahkan sudah berkurang hingga 7 persen.Ini juga membantah bahwa sumber daya adalah penopang utama perekonomian.

Kelima, sekitar 60 persen pertumbuhan ekonomi ditopang oleh peningkatan produktivitas.Ini juga membantah bahwa pertumbuhan ekonomi hanya dari pertumbuhan angkatan kerja.

Meski demikian, Raoul mengingatkan , bahwa Indonesia memiliki tantangan berupa produktivitas, inklusivitas, dan pertumbuhan stabil. “Saya yakin Indonesia bisa menghadapi tantangan itu, sebab Indonesia memiliki nilai Bhineka Tunggal Ika, amanah, dan mental menjadi juara dunia," tuturnya.

Menurut Chairman McKinsey Global Institute itu, sekaranglah saatnya Indonesia untuk tidak hanya menjadi jago kandang saja, tetapi juga harus jadi juara di dunia.

“Indonesia memiliki waktu yang panjang untuk bisa menjadi negara maju.Jika diproyeksikan menjadi negara maju pada 2030, Indonesia perlu waktu 85 tahun untuk bisa menjadi negara maju,” tutur Raoul.

Ia membandingkan dengan negara Inggris yang perlu waktu 250 tahun untuk bisa menggandakan produk domestik brutonya. Meskipun, China hanya perlu 12 tahun untuk melipatgandakan PDB-nya. "Inilah kebangkitan Asia, salah satunya Indonesia," tukas Raoul.(WID/Humas Setkab/ES).

Kekuatan perekonomian Indonesia kini terus melejit di dunia Internasional. Tidak menutup kemungkinan nantinya Indonesia akan menjadi sebuah negara besar dengan tingkat pertumbuhan perekonomian yang positif.

McKinsey Global Institute (MGI) menyebutkan, setidaknya ada lima mitos tentang Indonesia yang selama ini memenuhi benak sebagian besar investor.

Direktur MGI yang juga Chairman McKinsey Indonesia Raoul Oberman mengungkapkan, mitos tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk bisa memberikan gambaran lebih jelas kepada dunia Internasional.

“Bagi Investor, sangat penting untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya agar tidak melewatkan peluang bisnis yang begitu besar di Indonesia,” katanya.

Mitos pertama, saat pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak stabil.Kenyataanya, Indonesia justru termasuk salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi paling stabil di dunia dalam satu dekade terakhir. “Periode 2000-2010, ekonomi Indonesia rata-rata tumbuh 5,2 persen, hanya kalah oleh China dan India. Tapi, standar deviasi pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 0,9 persen, lebih stabil dibanding India yang 1,8 persen dan China yang 2,0 persen,” ujarnya.

Mitos kedua, pertumbuhan ekonomi terpusat di Jakarta, kenyatannya memang memiliki kontributor terbesar untuk perekonomian Indonesia. Namun, pertumbuhan ekonomi di wilayah lain justru lebih tinggi daripada Jakarta.

Page 6: 5 Mitos Pertumbuhan Ekonomi Indonesaia

Contohnya, ekonomi Jakarta pada periode 2002-2010 tumbuh rata-rata 5,8 persen, masih kalah oleh kota besar lain seperti Bandung (6,7 Persen), Surabaya dan Medan (7 Persen). Sementara itu, kota lain yang lebih kecil seperti Pekanbaru, Pontianak, Balikpapan, dan Makasar justru bisa tumbuh hingga 8,6-9,8 persen. “Jadi, investor seharusnya melihat juga potensi besar di daerah,” ujarnya.

Mitos ketiga, pertumbuhan Indonesia kini didorong oleh ekspor.Realitanya, pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih banyak didorong konsumsi domestik.Dalam krisis seperti sekarang ini, Indonesia tidak bisa mengandalkan ekspor.

Mitos keempat, ekonomi Indonesia didorong oleh Sumber Daya Alam (SDA).Oberman mengatakan, Indonesia memang kaya SDA.Contohnya saja, negara produsen minyak kelapa sawit terbesar dunia, eksporter batubara terbesar kedua dunia, serta produsen cokelat dan timah terbesar kedua di dunia.“Tapi, sejak periode 2000-2010, ekonomi Indonesia makin matang dengan peran sektor jasa yang lebih besar daripada sumber daya alam,” ungkapnya.

Mitos kelima, produktivitas pekerja rendah. Menurut Oberman, jika dilihat sepintas, produktivitas pekerja di Indonesia memang masih kalah oleh negara lain seperti Malaysia. Namun, jika melihat trend periode 1990-2010, laju kenaikan tingkat produktivitas pekerja Indonesia justru lebih tinggi dari Malaysia, bahkan dengan Singapura.

Sementara, CEO PT Indika Energy Tbk Arsjad Rasjid mangatakan, selama ini investor lebih sering mendengar berita-berita buruk tentang Indonesia di media massa. Misalnya, terorisme, korupsi dan kemiskinan.

“Karena itu, bagi investor (asing), saya sarankan untuk datang langsung ke Indonesia, ketemu dengan pelaku bisnis, maka anda akan temukan begitu banyak peluang dan potensi bisnis di Indonesia,” ujarnya dalam acara Mandiri Investment Forum.

Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar menambahkan, selain potensi yang luar biasa besar, Indonesia memang memiliki beberapa PR (Pekerjaan Rumah). Namun, ibarat kalimat “is the glass half empty or half full?”. Mahendra meminta para investor tidak melihat Indonesia dengan half empty (pesimis), namun half full (optimis).”Sebab ekonomi Indonesia akan terus naik.” katanya.(TM).

- See more at: http://hatta-rajasa.info/read/826/ekonomi-indonesia-terus-melejit#sthash.lzYM1Erk.dpuf.

Jurnas.com | INDONESIA dinilai sudah berhasil keluar dari mitos yang selama ini diyakini banyak orang, bahwa perekonomian Indonesia dipastikan tidak stabil setelah krisis ekonomi yang melanda pada 1998.

Kenyataannya, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa pulih dalam waktu singkat. Hal itu termuat dalam survei yang dilakukan McKinsey Global Institute (MGI) yang bertajuk The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s Potential.

“Selama 10 tahun Indonesia, jika dibandingkan dengan negara-negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan BRICs (Brazil, Russia, India, China plus South Africa), Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi nomor satu paling stabil di dunia ini,” kata Chairman McKinsey Indonesia, Raoul Oberman saat menyampaikan laporannya pada acara Penyatuan Visi "Bersama Menuju Indonesia Maju 2030" yang diselenggarakan Komite Ekonomi Nasional, di Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (13/11).

Mitos lain, katanya, pertumbuhan ekonomi yang awalnya dinilai hanya akan terpusat di Pulau Jawa pun terbantahkan. Saat ini, 90 persen kota dengan pertumbuhan tercepat justru berada di luar Jawa. Pertumbuhan ekonomi Indonesia disebut-sebut hanya akan didominasi ekspor dan manufaktur, kenyataannya kontribusi komoditas non ekspor sebesar 11 persen dari PDB.

Page 7: 5 Mitos Pertumbuhan Ekonomi Indonesaia

Raoul menambahkan, sepuluh tahun lalu, sumber daya pendorong disebut sebagai penopang utama perekonomian.Saat ini, konsumsi domestik justru memegang peranan dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia.Selain itu produktivitas juga menjadi kunci pertumbuhan ekonomi Indonesia.“Pertumbuhan negara ini hanya ditopang dari peningkatan jumlah angkatan kerja, itu tidak benar, 60 persen pertumbuhan ekonomi kita bisa berhasil dengan baik karena peningkatan produktivitas,” ujar Raoul.

Meski mampu keluar dari mitos, kata Raoul, Indonesia tidak boleh berdiam diri, ada tantangan yang harus dihadapi ke depannya.“Kita harus fokus pada tantangan melalui produktivitas, inklusifitas, dan pertumbuhan yang kokoh,” ujar Raoul.

Dalam hal menciptakan pertumbuhan yang kokoh, Raoul berpesan agar Indonesia mulai mengurangi impor Bahan Bakar Minyak (BBM). Pasalnya hingga tiga puluh tahun ke depan permintaan energi akan semakin meningkat dibarengi dengan pertumbuhan kelas menengah dari 50 juta orang, pada 2030 diprediksi meningkat menjadi 90 juta orang.

Pertumbuhan kelas menengah hingga mencapai 140 juta jiwa ini berpotensi bisnis sebesar US$1,8 triliun. “Sembilan puluh juta yang akan masuk ke dalam kelas konsumen, mereka adalah orang yang bisa mengeluarkan uang US$10 per kepala. Konsumen dengan besaran US$1,1 triliun ini menjadi peluang besar bagi pelaku bisnis,” kata Raoul.

Oleh karena itu, perlu ada pergeseran pola pikir dari entitlement (hak) menjadi amanah.Artinya, dari jangka pendek menjadi jangka panjang.Perubahan pola pikir lainnya yakni, dari jago kandang menjadi juara dunia.Artinya, dari tujuan awal swasembada pertanian menjadi sentra pangan, dari pemikiran tertutup menjadi terbuka.

Dengan melakukan ini, ia yakin Indonesia mampu menduduki peringkat ke-7 besar dunia pada 2030. “Tetap fokus pada tantangan, saya berharap Indonesia bisa menjadi pemenang,” ujarnya.

- See more at: http://www.jurnas.com/news/76410/McKinsey_Mampu_Keluar_dari_Mitos_Indonesia_Tak_Boleh_Bersantai_2012/1/Ekonomi/Ekonomi#sthash.99iTMTFR.dpuf. 17 Maret 2014.