Upload
achmad-fathony
View
249
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
TEKNIK LIMBAH IKAN
Citation preview
KITIN 2
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilayah perairan indonesia yang sangat luas merupakan sumber daya alam
yang tidak habis-habisnya. Belum semua potensi kelautan yang ada telah
dimanfaatkan secara maksimal. Pemanfaatan udang untuk keperluan konsumsi
menghasilkan limbah dalam jumlah besar yang belum dimanfaatkan secara
komersial. (Rochima, 2007).
Limbah kulit udang yang selama ini hanya dimanfaatkan untuk pakan
ternak, dapat diolah untuk pembuat kitin yang diproses lebih lanjut menghasilkan
chitosan. Memiliki banyak manfaat dalam bidang industri, antara lain adalah
sebagai pengawet makanan yang tidak berbahaya (non toksik) pengganti formalin
limbah tersebut merupakan sumber potensial pembuatan kitin yang secara
komersil bila dimanfaatkan dalam berbagai bidang misalnya biokimia,
enzimologi, obat-obatan, pertanian, pangan, gizi, mikrobiologi, tekstil, komestik,
dan lain-lain. (Herdyastuti, et al., 2009).
Kitin adalah biopolimer tersusun oleh unit-unit N-asetil-D-glukosamin
berikatan β (1-4) yang paling banyak dijumpai di alam setelah selulosa. Produksi
alamiah kitin di dunia diperkirakan mencapai 109 metrik ton per tahun. Senyawa
ini dijumpai sebagai komponen eksoskeleton crustecea, dinding sel insekta,
kapang dan khamir. Kitosan merupakan senyawa deasetilasi kitin, terdiri dari unit
N-asetil glukosamin dan glukosamin. (Rochima, 2007).
Dalam pengawetan bahan pangan (khususnya produk perikanan) serta
dapat melakukan uji terhadap rendemen (yield) chitin.
1.2 Waktu dan Tempat
Praktikum teknik limbah ikan materi chitin dilaksanakan pada hari selasa,
tanggal 27 maret 2012, pukul 08.00-18.00 WIB di laboratorium pengolahan hasil
perikanan dan nutrisi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Brawijaya, Malang.
TEKNIK LIMBAH IKAN
KITIN 3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Sampel
Klasifikasi udang vanamei menurut zipcodezoo (2012) adalah sebagai
berikut :
Kingdom : animalia
Phylum : arthropoda
Class : malacostraca
Ordo : decapoda
Family : penacidae
Genus : litopenaerus
Spesies : litopeaerus vannamel
Menurut Sedioetama (2012), komposisi gizi utama udang segar adalah
Komposisi Jumlah
Air 75 %
Protein 21,09 %
Lemak 0,29 %
Karbon 0,19 %
Ca 136 mg %
P 110 mg %
Fe 8,0 mg %
Vitamin A 60,5/100 g
Vitamin bakteri 0,01 mg %
Vitamin C 0 mg %
Brad 66,9 %
Energi 91 kal
Kulit udang mengandung protein 25-40 %, kalsium karbonat 45-50 % dan
kitin 15-20 %, tetapi besarnya kandungan komponen tersebut tergantung pada
jenis udang dan tempat hidupnya. Cangkang kepiting mengandung protein
15,60% - 23,90%, kalsium karbonat 53,70-78,40 % dan kitin 18,70-32,20 % yang
TEKNIK LIMBAH IKAN
KITIN 4
juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat hidupnya (Puspawati dan Simpen,
2010).
2.2 Pengertian Kitin
Kitin merupakan N-asetil glukosamin yang banyak dijumpai di alam,
terutama pada cangkang crustacea. Apabila kitin mengalami deasitilasi baik
secara kimia maupun enzimatis akan menghasilkan kitosan. Kitin dan kitosan dan
derivatnya merupakan biopolimer yang mempunyai potensi besar untuk
dikembangkan di Indonesia. Mengingat kegunaannya yang luas mulai dari bidang
kedokteran, industri, pangan, farmasi, kosmetik, pertanian dan lainnya. Hal
tersebut dikarenakan kitosan dan derivatnya memiliki sifat-sifat istimewa dalam
hal biokompatibilats, biodegradasi, aktivitas biologis tidak toksik, tidak
menimbulkan alergi dan kemampuannya dalam membentuk serat data film
(Oktavia, et al., 2005).
Kitin merupakan polimer β - (I-U) – N – asetil – D – glukosamin. Kita
adalah sebuah nitrogen yang mengandung polisakarida, secara kimia berhubungan
dengan selulosa. Kitin merupakan polimer terbesar kedua, setelah selulosa.
Seperti selulosa, kitin adalah polisakarida. Senyawa yang terbentuk dari berbagai
molekul gula sederhana yang identik. Kitin pertama kali ditemukan pada jamur
pada tahun 1811 oleh profesor Henri Branconnot, Direktur kebun botani di
Akademi Ilmiah di Nancy, Prancis (Thirunavukkasaru et al., 2011).
Kitin tidak digunakan dalam bentuk murni tapi dalam bentuk keturunan
misalnya kitosan, kitin berwarna putih dan berbentuk kristal. Kitin tidak beracun
dan tidak larut dalam air, dalam asam-asam anorganik encer, dalam asam-asam
organik dan dalam larutan alkali. Kitin tidak bersifat taksik dan mempunyai berat
molekul 1,2 x 106 (Alamsyah, 2003).
Struktur kimia kitin menurut Uria et al., 2006.
TEKNIK LIMBAH IKAN
KITIN 5
Struktur kimia kitin (A), menunjukkan kesamaan dengan selulosa (B).
perbedaannya terletak pada posisi C2 yang ditunjukkan dengan titik lingkaran.
2.3 Perbedaan Kitin dan Kitosan
Perbedaan antara kitin dengan kitosan adalah pada setiap cincin molekul
kitin terdapat gugus asetil (CH3 – Co) pada atom karbon yang kedua, sedangkan
pada chitosan terdapat gugus amina (NH). Chitosan dapat dihasilkan dari kitin
dengan cara deasetilasi yaitu dengan cara direaksikan menggunakan alkali
konsentrasi tinggi dengan waktu yang relatif lama dan suhu tinggi
(Prasetyaningrum et al., 2007).
Kitin tidak larut dalam air sehingga penggunaannya terbatas, namun
dengan modifikasi struktur kimianya maka akan diperoleh senyawa turunan kitin
yang mempunyai sifat kimia yang lebih baik. Salah satu turunan kitin adalah
kitosan, suatu senyawa yang mempunyai rumus kimia poli β – (1,4) – 2 – amino –
2 – dioksi – D – glukosa yang dapat dihasilkan dari proses hidrolisis kitin
menggunakan basa kuat. Perbedaan kitin dan kitosan terletak pada kandungan
nitrogennya. Bila kandungan total nitrogennya kurang dari 7%, maka disebut
kitosan (Puspawati dan Simpen, 2010).
Kitin tidak digunakan dalam bentuk murni tapi dalam bentuk turunannya
misalnya kitosan, kitin berwarna putih dan berbentuk kristal, kitin tidak beracun
dan tidak larut dalam air, dalam asam-asam organik encer dan dalam larutan
alkali. Kitin tidak bersifat toksik dan mempunyai berat molekul 1,2 x 108. Secara
garis besar, kitoran adalah kitin yang telah mengalami proses penghilangan gugus
asetil (deasetilasi) dengan nama lain adalah 2 – amino – 2 – deoksi – D –
glukopiranosa dengan ikatan (1-4)β. Kitosan memiliki sifat yang larut dalam
asam-asam organik encer (asam asetat encer) dan tidak larut dalam air. Kitosan
tidak beracun dan tidak mempunyai efek samping bila dikonsumsi manusia.
Disamping itu kitosan tidak larut dalam basa pekat, tidak larut dalam alkohol dan
aseton, serta kitosan mempunyai bobot molekul 1,036 x 105 (Adawiyah, 2007).
TEKNIK LIMBAH IKAN
KITIN 6
2.4 Pengertian Deproteinase
Proses komersial utama untuk ekstraksi kitin dari limbah udang didasarkan
pada dimineralisasi dengan perlakuan asam dan deproteinase dengan alkali.
Dalam beberapa tahun berakhir, proses deproteinase enzimatik telah
diperkenalkan sebagai uji alternatif untuk memperpendek alkali dengan tujuan
untuk mengurangi penurunan muta chitin karena dipolimerasi rantainya dan juga
memproduksi hidrolisat protein dengan keseimbangan komposisi asam amino
yang baik (Rochima, 2007).
Deproteinase bertujuan untuk memutuskan ikatan antara protein dan kitin,
dengan cara menambahkan natrium hidroksida. Rendemen setelah deproteinase
sebesar 32%. Rendemen ini merupakan rendemen kitin. Protein yang terekstrak
protein yang bermuatan negatif sehingga mengendap. Deproteinase (%Dp)
dihitung dengan persamaan:
%DP = [(Po x O) – (Pr – R)] x 100
(Po x D)
Dimana Po dan Pe adalah konsentrasi protein (99-1) sebelum dan sesudah
fermentasi masing-masing dan O dan R masing-masing adalah masa sampel asli
(gr) dan residu fermentasi (Roa dan Stevens, 2005).
Proses Deproteinase untuk menghilangkan kandungan protein dalam
bahan baku yang pada mulanya protein ini berikatan kovalen dengan kitin,
menggunakan larutan basa NaOH panas dalam waktu yang relatif lama
(Rockhianati, 2006).
2.5 Pengertian Demineralisasi
Deamineralisasi merupakan langkah penting dalam proses pemurnian kitin
dan limbah crustacea. Metode konvensional deamineralisasi mencakup
penggunaan asam kuat (utamany HCl) yang membahayakan sifat fisika kimia
menghasilkan limbah-limbah berbahaya dan meningkatkan penggunaan asam
organik (laktat dan asetat) yang diproduksi melalui fermentasi keju untuk
mendemineralisasi secara microbial cangkang udang yang telah diproteinasi
(Mahmoud, et al., 2007).
TEKNIK LIMBAH IKAN
KITIN 7
Menurut, USU (2011) mineral dalam kulit kepiting dapat mencapai
40-50 % berat kering. Dalam proses demineralisasi menggunakan larutan asam
klorida encer. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan garam-garam organik
atau kandungan mineral yang ada pada kitin terutama kalsium karbonat. Reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut:
CaCO3 + HCl CaCl2 + NH2 CO3
H2CO3 CO2 + H2O
Demineralisasi adalah proses pelepasan mineral dari ikatan kitin, terutama
mineral CaCO3 dan CaPO4. Mineral dapat terlepas dari ikatan kitin dengan
terciptanya suasana asam. Salah satu mikroba yang dapat menciptakan suasana
asam. Salah satu mikroba yang dapat menciptakan suasana asam adalah
Asperiguus Niger (Abun, 2006).
2.6 Uji Proksimat Kitin
Kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan konsentrasi kadar abu kitin
udang serta hidrolisatnya dianalisis dengan metode pengeringan panas atmosfer
pada suhu 1050C metode lawry, sistem sohxlet dan pemanasan pada suhu 6000C,
masing-masing natrium klorida ditentukan dengan penganalisis garam (SAT - 2A,
TUA electronics) (ta Jepang). Konsentrasi xitin yang udang dan hidrolisat kitin
udang diperoleh dari jumlah total material dikurangi dengan kadar protein, kadar
lemak, kadar abu (Sanit et al., 2004).
Menurut Rochima (2007), Analisis kimia rawa material (SHW) dan
ekstrak protein dilakukan dengan metode standar. Presentase kitin dalam SHW
ditentukan menurut metode shaldi dan synowlecki (1991). Komposisi nitrogen
dari endapan tahap pertama telah dianalisis. Total nitrogen diukur dengan metode
kjedhal dan protein residu ditentukan dengan metode lowry, menggunakan kristal
Albumin bourine sebagai protein standar. Hasilnya digunakan untuk menentukan
nitrogen kitin menurut rumus berikut:
Nitrogen Kitin : [(total nitrogen – nitrogen protein) – (total nitrogen – protein
residu / 6,25)]
Kualitas kitin yang diproduksi setelah tahap kedua dievaluasi dan dibandingkan
dengan tingkat pangan kitin komersial. Kadar abu ditentukan berdasarkan metode
TEKNIK LIMBAH IKAN
KITIN 8
AOAC dan derajat asetilasi, sebagai faktor struktural protein yang mempengaruhi
sifat-sifat kitin yang diukur dari spektrum inframerah yang dicatat pada
spektrometer seri FT-IR ralchelson.
Hasil tahap deamineralisasi memberikan analisis kadar air, kadar abu, dan
kadar N, dari hasil analisis tahap deamineralisasi dipilih yang mempunyai kadar
abu terkecil mengingat proses demineralisasi merupakan tahap penghilangan
komponen-komponen mineral. Diperoleh kadar abu terkecil dari semua perlakuan
adalah 0,55% yaitu pada perlakuan H2S2, HCl 15 N, suhu 900C waktu 1 jam
dengan rasio tetap 1 : 7. Hal ini diduga oleh adanya kesempurnaan reaksi
pelepasan CaCO3 CaO + CO3 (Suptijah, 2004).
2.7 Manfaat Kitin
Menurut Suryaningrum et al. (2005) kitin memiliki kemampuan sebagai
pengikat air. Pengikat lemak, koagulasi dan bersifat biodegradable sehingga
membuat menjadi bahan baku yang atraktif. Kitin dan derivatnya dapat digunakan
sebagai biomedikal dalam berbagai macam tujuan seperti bakteriostatik, kosmetik,
spermindal, sarung tangan operasi, mobilisasi emim, membran dianalisis, kontak
lensa, obat luka, antikolestrol, anti gastrik, antibilirubin, dan anti koagulasi.
Salah satu bahan alami yang aman digunakan untuk memperpanjang
kesegaran ikan adalah kitosan. Kitosan merupakan produk hasil turunan kitin
dengan rumus N – asetil – O – glukosamin, merupakan polimer kationik yang
mempunyai jumlah monomer sekitar 200-300. Monometer tidak toksik dan
mempunyai berat molekul sekitar 800 kb (Suptijah et al., 2005).
Kitin merupakan bahan modern serbaguna yang ramah lingkungan. Kitin
dan turunannya bersifat brodegradable dan biocampatible telah digunakan dalam
berbagai segi perekonomian (misalnya penanganan limbah industri, kertas, alat
terapi biomedis, kosmetik, bioteknologi, pertanian, ilmu pangan, dan teknologi
membran) jumlah dan berbagai macam penggunaannya dalam industri
berkembang begitu pesat. Berzeski mengemukakan bahwa potensi aplikasi dari
kitin dan turunannya telah mencapai lebih dari 200 (Mahmoud et al., 2007).
TEKNIK LIMBAH IKAN
KITIN 9
3. METODOLOGI
3.1 Alat dan Fungsi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum teknik limbah ikan materi kitin
antara lain:
- Oven : untuk mengeringkan sampel pada suhu 1050C
selama 2 jam dan pada suhu 800C selama 2 jam
- Blender : untuk menghaluskan sampel
- Timbangan digital : menimbang sampel dengan ketelitian 10-1 gram
- Loyang : tempat sampel saat pengeringan di oven
- Beaker glass 1000 ml : wadah mencampur kulit udang dengan NaOH
3,5% dan HCl 1 N
- Gelas ukur 100 ml : mengukur larutan NaCH 3,5% dan HCl 1 N
- Stopwatch/Jam : menghitung waktu
- Magnetic stirer : menghomogenkan sampel diatas hotplate
selama 30 menit
- Selang air : mengalirkan air dari kran
- Kipas angin : mengangin-anginkan bahan sebelum
dimasukkan ke oven serta mempercepat
pengeringan.
- Hot plate : memanaskan sampel pada suhu 60-600C selama
1 jam
- Spatula : meratakan sampel saat diloyang dan mengaduk
sampel saat pencampuran
- Nampan : tempat meletakkan alat dan bahan
- Coolbox : tempat meletakkan sampel (cangkang udang)
sebelum diproses menjadi kitin
- Kamera : dokumentasi dalam setiap perlakuan dalam
praktikum
- Baskom : tempat meletakkan sampel/bahan serta untuk
tempat mencuci cangkang udang
- Kain lap : untuk mengeringkan alat yang telah dicuci
TEKNIK LIMBAH IKAN
KITIN 10
3.2 Bahan dan Fungsi
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum teknik limbah ikan materi
kitin adalah :
- Cangkang udang : sebagai bahan yang diolah menjadi kitin
- Air : menetralkan sampel dan mencuci alat
- NaOH 3,5% : larutan basah untuk proses deproteinasi
- HCl 1 N : larutan asam untuk proses demineralisasi
- Kertas lakmus : mengukur pH
- Kain blancu : menyaring sampel saat pencucian
- Kain serbet : membantu mengambil loyang saat dilakukan
pengeringan
- Alufo : menutup beakerglass saat diaduk dengan
magnetic stirrer
- Tissue : mengeringkan alat saat pencucian
- Kertas label : menandai sampel
- Aquades : membilas sampel cangkang agar pH nya netral
- Kertas alas : alas saat menimbang
- Plastik : untuk membungkus kitin
TEKNIK LIMBAH IKAN
KITIN 11
3.3 Skema Kerja
TEKNIK LIMBAH IKAN
Limbah cangkang / Kulit udang
Dicuci dengan air bersih
Perlakuan fisik :
- pengeringan dengan oven 800C selama 2 jam
- penghancuran dengan blender
- ditimbang 20 gram
Deproteinasi :
- pencampuran dengan NaOH 3,5% perbandingan 1:10
- diaduk dengan magnetic stirrer pada suhu 50-550C selama 30 menit
- pencucian sampai pH netral
- pengeringan 1050C selama 2 jam
Demineralisasi :
- pencampuran dengan HCl 1 N perbandingan 1:10
- pemanasan 60-650C selama 1 jam
- penyaringan
- pencucian sampai pH netral
- pengeringan 1050C selama 2 jam.
Kitin
Yield Kitin =berat kitin(gr )
berat sampel (gr) x 100%
KITIN 12
4. PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
Kel Berat Sampel Berat Kitin % Yield Kitin
1 20 gram 3,48 gram 17,4%
2 20 gram 4,47 gram 22,35%
3 20 gram 3,34 gram 16,7%
4 20 gram 4,06 gram 20,3%
5 20 gram 5,35 gram 26,75%
6 20 gram 0,88 gram 4,41%
7 20 gram 2,70 gram 13,5%
8 20 gram 4,79 gram 23,95%
9 20 gram 1,8 gram 9%
10 20 gram 4,5 gram 22,5%
* Data Analisa Proksimal
Kandungan Kadar (%)
Kadar air 8,835
Kadar abu 8,744
Protein 33,673
Lemak 6,109
Karbohidrat 42,640
4.2 Analisa Prosedur
Pada praktikum teknik limbah ikan materi kitin yang pertama dilakukan
adalah menyiapkan alat dan bahan. Alat-alat yang dibutuhkan adalah nampan,
coolbox, blender, loyang, erlenmeyer, oven, timbangan digital, gelas ukur, selang,
magnetik stirrer, kipas angin, jam, hot plate, beaker glass, spatula, pipet tetes,
baskom, kamera, kain lap. Bahan yang dibutuhkan adalah NaOH, HCl 1 N, kulit
udang, kain blancu, air, alumunium foil, kertas lakmus merah, kertas lakmus biru,
aquades, kertas label, plastik, tissu, kertas alas.
TEKNIK LIMBAH IKAN
KITIN 13
Langkah pertama disiapkan sampel. Cangkang udang vanamei dicuci
terlebih dahulu dengan air mengalir lalu ditiriskan. Lalu cangkang diletakkan
diloyang dan dikeringkan dengan oven pada suhu 1000C selama 2 jam. Selama
pengeringan, cangkang diaduk menggunakan pengaduk kayu agar kering. Tujuan
pengeringan agar karapas benar-benar kering dan meminimalkan kadar air dalam
karapas. Digunakan suhu 1000C agar tidak merusak karapas karena jika terlalu
panas tekstur karapas akan rusak. Lalu dihaluskan dengan blender untuk
mendapatkan serbuk karapas dan mudah saat dihomogenkan. Kemudian
ditimbang sebanyak 20 gram dengan timbangan analitik dengan ketelitian 0,01
gram.
Selanjutnya tahap deproteinasi. Cangkang halus yang sudah ditimbang dan
dimasukkan beaker glass 250 ml lalu ditambah dengan NaOH 3,5% dengan
perbandingan 1:10. Jadi jika berat cangkang 20gram, maka NaOH yang
dibutuhkan 200 ml. diukur volume NaOH dengan gelas ukur sebanyak 200 ml.
kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass berisi cangkang halus dan ditutup
alufo. Kemudian dihomogenkan dengan magnetik stirrer. Caranya dinyalakan
terlebih dahulu hot plate pada suhu 50-550C kemudian diletakkan beaker glass
berisi larutan NaOH dan cangkang halus kemudian dimasukkan magnetik stirer ke
dalam beaker glass. Ditunggu selama 20 menit sampai campuran homogen.
Setelah itu disaring dengan kain blancu dan dinetralisasi pH dengan cara disiram
dengan air mengalir terus menerus. Indikasi untuk mengetahui pH sudah netral
digunakan kertas lakmus. Kemudian dikeringkan kembali dalam oven pada suhu
1050C selama 30 menit. Tujuan deproteinase adalah untuk menghilangkan atau
memisahkan ikatan protein dengan kitin sehingga diperoleh kitin murni tanpa
protein, perhitungan jumlah NaOH:
Ml NaOH = 101
x berat kitin
= 10 x 20
= 200 ml
Menurut Rochima (2007) dalam penelitiannya deproteinase bertujuan
untuk memutuskan ikatan antara protein dan kitin dengan cara menambahkan
TEKNIK LIMBAH IKAN
KITIN 14
natrium hidroksida. Protein yang terletak dalam bentuk Na – proteinat dimana ion
Na+ mengikat ujung rantai protein yang bermuatan negatif sehingga mengendap.
Tahap selanjutnya demineralisasi cangkang udang yang sudah di
keringkan ditimbang dengan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram lalu
dicatat berat. Kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass 100 ml dan
ditambahkan HCl 1 N dengan perbandingan 1:10 untuk menghilangkan mineral
pada cangkang udang.
Menurut Abun (2006), demineralisasi adalah proses pelepasan mineral
dari ikatan kitin terutama mineral CaCO3 dan CaPO4. Mineral dapat terlepas dari
ikatan kitin dengan terciptanya suasana asam.
Campuran tersebut dihomogenkan dengan spatula kemudian di tutup
dengan alufo untuk mencegah penguapan pada HCl, selanjutnya dipanaskan
dalam waterbath pada suhu 600C – 650C selama 1 jam dengan tujuan agar HCl
dapat hilang dan diperoleh hasil yang baik. Kemudian dilakukan pencucian
dengan air mengalir untuk menetralkan pH dan diuji pHnya dengan kertas lakmus.
Pencucian menggunakan kain blancu agar carapas tidak ikut terbuang bersama air.
Tahap terakhir carapus diratakan pada loyang kemudian dikeringkan
dalam oven pada suhu 1050C selama 2 jam untuk menghilangkan kadar air dalam
cangkang udang dan didapat cangkang udang yang kering. Setelah itu dilakukan
perhitungan yield kitin dengan rumus :
Yield kitin (%) = berat kitin(gr )
berat sampel (gr) 100%
Menurut Rochima (2007) rendemen kitin dihitung berdasarkan
perbandingan antara berat kain dengan berat limbah rajungan menggunakan
rumus:
% yield = berat kitin
berat limbah x 100%
4.2 Analisa Hasil
Pada praktikum teknik limbah ikan materi kitin dengan sampel cangkang
udang diperoleh yield kitin pada kelompok 1 sebesar 17,4%. Kelompok 2 sebesar
22,35%. Kelompok 3 16,7%. Kelompok 4 20,3%. Kelompok 5 26,75%.
TEKNIK LIMBAH IKAN
KITIN 15
Kelompok 6 4,41%. Kelompok 7 13,5%. Kelompok 8 23,95%. Kelompok 9 9%
dan kelompok 10 sebesar 22,5%.
Berdasarkan analisa proksimat, didapatkan hasil kadar air 8,835%, kadar
abu 8,744%, protein 33,63%, lemak 6,109% dan karbohidrat 42,640%.
Dari data diatas diperoleh yield kitin tertinggi dengan sampel cangkang
udang pada kelompok 5 yaitu sebesar 26,75% dan terendah pada kelompok 6
sebesar 4,41%.
Isolasi kitin dari kulit udang menghasilkan rendemen diatas 20%. Ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mathess dkk (2006), yaitu
rendemen kitin dari kulit udang sebesar 35,61% (Puspawati dan Simpen, 2010).
Menurut Kasmiah (2008), hasil analisa praksimat menunjukkan bahwa
komposisi cangkang udang adalah kadar air 6,87%, kadar abu 38,82%, kadar
protein 41,02% dan rendemen 15,96%.
Dari hasil praktikum kualitas kitin yang paling baik ditinjau dari yield
kitin adalah kelompok 1 dengan berat kitin 3,48 gram dan yield kitin 17,4%.
Ditunjang oleh pendapat Marganov 2003 dalam Puspawati dan Simpen (2010)
yang menyatakan kulit udang mengandung protein 25-40%, kalsium-karbonat 45-
50% dan kitin 15-20%.
TEKNIK LIMBAH IKAN
KITIN 16
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada praktikum teknik limbah ikan materi kitin dapat disimpulkan sebagai
berikut:
- kitin merupakan polimer - (1-4) – N – aseton – D – glukosamin
- kitin mempunyai rumus molekul (C8H13O5N)n, sedangkan kitosan
(C8H11O4N)n
- kitin dalam bentuk murni, dalam bentuk turunannya misal kitosan, kitosan
berwarna putih dan berbentuk kristal putih
- kitosan merupakan bahan kimia yang multiguna berbentuk serat dan
merupakan kopopolimer berbentuk lembaran tipis, berwarna putih atau
kuning, tidak berbau
- kitin biasanya digunakan dalam bidang industri makanan, medis dan obat-
obatan, kosmetik, bioteknologi, fotografi, kimia dan pertanian, penanganan
limbah dan sebagainya.
- kualitas kadar air baik 8,835%, kadar abu baik 8,744%, kualitas protein
kurang baik 33,673%, kualitas lemak baik 6,109% dan karbohidrat
42,640%.
- ditinjau dari yield kitin kualitas paling baik pada kelompok 1 sebesar 17,4%.
5.5 Saran
Sewaktu praktikum diharapkan saat pencucian lebih berhati-hati agar tidak
tumpah dan harus benar-benar netral pHnya untuk mendapatkan hasil yang
maksimal.
TEKNIK LIMBAH IKAN
KITIN 17
DAFTAR PUSTAKA
Abun. 2006. Pengukusan Nilai Kecernaan Ransim yang Mengandung Limbah Udang Windu Produk Fermentasi Pada Ayam Broiler. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. FAPET. UNDIP : Semarang.
Adawiyah, Rabiatul. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara: Jakarta
Alamsyah, Rizal. 2003. Karakteristik dan Penerapan Kitin dan Kitosan. Jurnal Teknologi Industri Pertanian Vol. II (2), 61-68. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian: Bogor
Herdyastuti, N; T.J. Raharjo; Mudasir dan 5. Matjeh. 2009. Chitinase dan Chitinolyti Microorganism; Isolation Characterization and Potential. Indo. J. Chem. 2009. 9 (1), 37-47
Kasmiah. 2008. Karakteristik Kitin dan Cangkang Udang yang di Ekstraksi Secara Kimia. Semnas Tahunan & Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan.
Mahmoud, N.S; A.E. Ghaly dan F. Arab. 2007. Uncoventional Approach for Demineralization of Deproteinized Crustacean Shells for Chitin Production. American Journal of Biochemistry and Biotechnology 3 (1): 1-9. 2007
Oktavia, I; NZI; R. Viany, A. 2005. Potensi Kitin Sebagai Biopolimer. Jurnal Teknologi Pangan Vol 5 No.3
Prasetyaningrum; A. Rokhati; Purwintasari S. 2007. Optimasi Derajat Deasetilasi Pada Proses Pembuatan Chitosan dan Pengaruhnya Sebagai Pengawet Pangan. RIPTEK. Vol 1 No.1: 39-46
Puspawati, N.M. dan T.N. Simpen. 2010. Optimasi Deasetilasi Kitin dari Kulit Udang dan Cangkang Kepiting Limbah Restoran Seafood menjadi Kitosan Melalui Variasi Konsentrasi NaOH. Jurnal Kimia 4 (1): 79-90
Roa, Mukka dan Williem F. Stevens. 2005. Chitin Production by Lactobacillus Fermentation of Shrimp Biowastern a drum reactor and its chemical to chitosan. Journal of Chemical Technology and Biotechnology
Rochma, Emma. 2007. Karakteristik Kitin dan Kitosan Asal Limbah Rajungan. Cirebon: Jawa Barat.
TEKNIK LIMBAH IKAN
KITIN 18
Rokhiati, N. 2006. Pengaruh Derajat Deasetilasi Kitosan dan Kulit Udang Terhadap Aplikasinya sebagai Pengawet Makanan Reaktor Vol 10 No.2: 54-58
Sanjit, Jasa; Chunaung Tang; Rang M. Chang; Anol Chang. 2004. Braks for Performance Control per High Volume Non Entroctus System
Sedioetama. 2002. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Potensi. ITB: Bandung.
Suptijah, Pipih. 2004. Tingkatan Kualitas Chitosan Hasil Modifikasi Proses Produksi. Buletin THP Vol VIII No.1
Suryaningrum, T.D; Dyah Ikasari dan Syamdidi. 2005. Kajian Fisilogis Lobster Air Pada Suhu Dingin sebagai Dasar Untuk Penanganan dan Transportasi Hidup Sistem Kering. Vol 3 No.1
Thiranavukkasasu, N; K. Dhinamala; R. Moses lubaras. 2011. Production of Chitin From Two Marine Stomatopods (Orato Squilla Sp) Crustacea Journal of Chemical and Pharmaceutical Research 3 (1): 353-359
Uria, Agustinus Robert; Tkawati Khasanah dan Fusuawanusi Fauziah. 2006. Optimization of Bacillus Sp. Kls-14 Chitinase Production Using Marrine Crustacean Waste J. Causbol. Ref. 2006
Usu. 2011. Bahan Pengawet Makanan Khusus Hasil Olahan Dimanfaatkan Untuk Metabolisme Bahan Makanan dan Bersifat Menghambat Senyawa Antimikroba. Universitas Sumatera Utara
Zipcodezoo. 2012. Klasifikasi Sampel. http://zipcodezoo.com. Diakses pada 21 maret 2012 pukul 21.00 WIB
TEKNIK LIMBAH IKAN
KITIN 19
LAMPIRAN
Perhitungan Yield Kitin
Rumus Yield Kitin = berat kitin(gr )
berat sampel (gr) x 100%
Kelompok 1
Yk = 3,4820
x 100% = 17,4%
Kelompok 2
Yk = 4,4720
x 100% = 22,35%
Kelompok 3
Yk = 3,3420
x 100% = 16,7%
Kelompok 4
Yk = 4,0620
x 100% = 20,3%
Kelompok 5
Yk = 5,3520
x 100% = 26,75%
Kelompok 6
Yk = 10,17
20 x 100% = 50,85%
Kelompok 7
Yk = 2,7020
x 100% = 13,5%
Kelompok 8
Yk = 4,7920
x 100% = 23,95%
Kelompok 9
Yk = 1,8020
x 100% = 9%
Kelompok 10
TEKNIK LIMBAH IKAN
KITIN 20
Yk = 4,520
x 100% = 22,5%
TEKNIK LIMBAH IKAN
KITIN 21
LAMPIRAN
Kulit Udang Dicuci dengan air bersih Kulit udang yang bersih
Kulit udang yang telah kering Kulit udang diblender
Ditimbang Diberi NaOH 3,5%
Diaduk selama 30 menit Dicuci hingga pH netral
TEKNIK LIMBAH IKAN
KITIN 22
Diberi HCl 1 N (Demineralisasi) Dicuci hingga pH netral
Dikeringkan dengan oven Kitin yang telah kering
Ditimbang Hasil Kitin
TEKNIK LIMBAH IKAN