30
KITI N 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah perairan indonesia yang sangat luas merupakan sumber daya alam yang tidak habis-habisnya. Belum semua potensi kelautan yang ada telah dimanfaatkan secara maksimal. Pemanfaatan udang untuk keperluan konsumsi menghasilkan limbah dalam jumlah besar yang belum dimanfaatkan secara komersial. (Rochima, 2007). Limbah kulit udang yang selama ini hanya dimanfaatkan untuk pakan ternak, dapat diolah untuk pembuat kitin yang diproses lebih lanjut menghasilkan chitosan. Memiliki banyak manfaat dalam bidang industri, antara lain adalah sebagai pengawet makanan yang tidak berbahaya (non toksik) pengganti formalin limbah tersebut merupakan sumber potensial pembuatan kitin yang secara komersil bila dimanfaatkan dalam berbagai bidang misalnya biokimia, enzimologi, obat- obatan, pertanian, pangan, gizi, mikrobiologi, tekstil, komestik, dan lain-lain. (Herdyastuti, et al., 2009). Kitin adalah biopolimer tersusun oleh unit-unit N- asetil-D-glukosamin berikatan β (1-4) yang paling banyak dijumpai di alam setelah selulosa. Produksi alamiah kitin di dunia diperkirakan mencapai 109 metrik ton per tahun. Senyawa ini dijumpai sebagai komponen eksoskeleton crustecea, dinding sel insekta, kapang dan TEKNIK LIMBAH IKAN

1.Kitin

Embed Size (px)

DESCRIPTION

TEKNIK LIMBAH IKAN

Citation preview

Page 1: 1.Kitin

KITIN 2

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wilayah perairan indonesia yang sangat luas merupakan sumber daya alam

yang tidak habis-habisnya. Belum semua potensi kelautan yang ada telah

dimanfaatkan secara maksimal. Pemanfaatan udang untuk keperluan konsumsi

menghasilkan limbah dalam jumlah besar yang belum dimanfaatkan secara

komersial. (Rochima, 2007).

Limbah kulit udang yang selama ini hanya dimanfaatkan untuk pakan

ternak, dapat diolah untuk pembuat kitin yang diproses lebih lanjut menghasilkan

chitosan. Memiliki banyak manfaat dalam bidang industri, antara lain adalah

sebagai pengawet makanan yang tidak berbahaya (non toksik) pengganti formalin

limbah tersebut merupakan sumber potensial pembuatan kitin yang secara

komersil bila dimanfaatkan dalam berbagai bidang misalnya biokimia,

enzimologi, obat-obatan, pertanian, pangan, gizi, mikrobiologi, tekstil, komestik,

dan lain-lain. (Herdyastuti, et al., 2009).

Kitin adalah biopolimer tersusun oleh unit-unit N-asetil-D-glukosamin

berikatan β (1-4) yang paling banyak dijumpai di alam setelah selulosa. Produksi

alamiah kitin di dunia diperkirakan mencapai 109 metrik ton per tahun. Senyawa

ini dijumpai sebagai komponen eksoskeleton crustecea, dinding sel insekta,

kapang dan khamir. Kitosan merupakan senyawa deasetilasi kitin, terdiri dari unit

N-asetil glukosamin dan glukosamin. (Rochima, 2007).

Dalam pengawetan bahan pangan (khususnya produk perikanan) serta

dapat melakukan uji terhadap rendemen (yield) chitin.

1.2 Waktu dan Tempat

Praktikum teknik limbah ikan materi chitin dilaksanakan pada hari selasa,

tanggal 27 maret 2012, pukul 08.00-18.00 WIB di laboratorium pengolahan hasil

perikanan dan nutrisi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Brawijaya, Malang.

TEKNIK LIMBAH IKAN

Page 2: 1.Kitin

KITIN 3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Sampel

Klasifikasi udang vanamei menurut zipcodezoo (2012) adalah sebagai

berikut :

Kingdom : animalia

Phylum : arthropoda

Class : malacostraca

Ordo : decapoda

Family : penacidae

Genus : litopenaerus

Spesies : litopeaerus vannamel

Menurut Sedioetama (2012), komposisi gizi utama udang segar adalah

Komposisi Jumlah

Air 75 %

Protein 21,09 %

Lemak 0,29 %

Karbon 0,19 %

Ca 136 mg %

P 110 mg %

Fe 8,0 mg %

Vitamin A 60,5/100 g

Vitamin bakteri 0,01 mg %

Vitamin C 0 mg %

Brad 66,9 %

Energi 91 kal

Kulit udang mengandung protein 25-40 %, kalsium karbonat 45-50 % dan

kitin 15-20 %, tetapi besarnya kandungan komponen tersebut tergantung pada

jenis udang dan tempat hidupnya. Cangkang kepiting mengandung protein

15,60% - 23,90%, kalsium karbonat 53,70-78,40 % dan kitin 18,70-32,20 % yang

TEKNIK LIMBAH IKAN

Page 3: 1.Kitin

KITIN 4

juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat hidupnya (Puspawati dan Simpen,

2010).

2.2 Pengertian Kitin

Kitin merupakan N-asetil glukosamin yang banyak dijumpai di alam,

terutama pada cangkang crustacea. Apabila kitin mengalami deasitilasi baik

secara kimia maupun enzimatis akan menghasilkan kitosan. Kitin dan kitosan dan

derivatnya merupakan biopolimer yang mempunyai potensi besar untuk

dikembangkan di Indonesia. Mengingat kegunaannya yang luas mulai dari bidang

kedokteran, industri, pangan, farmasi, kosmetik, pertanian dan lainnya. Hal

tersebut dikarenakan kitosan dan derivatnya memiliki sifat-sifat istimewa dalam

hal biokompatibilats, biodegradasi, aktivitas biologis tidak toksik, tidak

menimbulkan alergi dan kemampuannya dalam membentuk serat data film

(Oktavia, et al., 2005).

Kitin merupakan polimer β - (I-U) – N – asetil – D – glukosamin. Kita

adalah sebuah nitrogen yang mengandung polisakarida, secara kimia berhubungan

dengan selulosa. Kitin merupakan polimer terbesar kedua, setelah selulosa.

Seperti selulosa, kitin adalah polisakarida. Senyawa yang terbentuk dari berbagai

molekul gula sederhana yang identik. Kitin pertama kali ditemukan pada jamur

pada tahun 1811 oleh profesor Henri Branconnot, Direktur kebun botani di

Akademi Ilmiah di Nancy, Prancis (Thirunavukkasaru et al., 2011).

Kitin tidak digunakan dalam bentuk murni tapi dalam bentuk keturunan

misalnya kitosan, kitin berwarna putih dan berbentuk kristal. Kitin tidak beracun

dan tidak larut dalam air, dalam asam-asam anorganik encer, dalam asam-asam

organik dan dalam larutan alkali. Kitin tidak bersifat taksik dan mempunyai berat

molekul 1,2 x 106 (Alamsyah, 2003).

Struktur kimia kitin menurut Uria et al., 2006.

TEKNIK LIMBAH IKAN

Page 4: 1.Kitin

KITIN 5

Struktur kimia kitin (A), menunjukkan kesamaan dengan selulosa (B).

perbedaannya terletak pada posisi C2 yang ditunjukkan dengan titik lingkaran.

2.3 Perbedaan Kitin dan Kitosan

Perbedaan antara kitin dengan kitosan adalah pada setiap cincin molekul

kitin terdapat gugus asetil (CH3 – Co) pada atom karbon yang kedua, sedangkan

pada chitosan terdapat gugus amina (NH). Chitosan dapat dihasilkan dari kitin

dengan cara deasetilasi yaitu dengan cara direaksikan menggunakan alkali

konsentrasi tinggi dengan waktu yang relatif lama dan suhu tinggi

(Prasetyaningrum et al., 2007).

Kitin tidak larut dalam air sehingga penggunaannya terbatas, namun

dengan modifikasi struktur kimianya maka akan diperoleh senyawa turunan kitin

yang mempunyai sifat kimia yang lebih baik. Salah satu turunan kitin adalah

kitosan, suatu senyawa yang mempunyai rumus kimia poli β – (1,4) – 2 – amino –

2 – dioksi – D – glukosa yang dapat dihasilkan dari proses hidrolisis kitin

menggunakan basa kuat. Perbedaan kitin dan kitosan terletak pada kandungan

nitrogennya. Bila kandungan total nitrogennya kurang dari 7%, maka disebut

kitosan (Puspawati dan Simpen, 2010).

Kitin tidak digunakan dalam bentuk murni tapi dalam bentuk turunannya

misalnya kitosan, kitin berwarna putih dan berbentuk kristal, kitin tidak beracun

dan tidak larut dalam air, dalam asam-asam organik encer dan dalam larutan

alkali. Kitin tidak bersifat toksik dan mempunyai berat molekul 1,2 x 108. Secara

garis besar, kitoran adalah kitin yang telah mengalami proses penghilangan gugus

asetil (deasetilasi) dengan nama lain adalah 2 – amino – 2 – deoksi – D –

glukopiranosa dengan ikatan (1-4)β. Kitosan memiliki sifat yang larut dalam

asam-asam organik encer (asam asetat encer) dan tidak larut dalam air. Kitosan

tidak beracun dan tidak mempunyai efek samping bila dikonsumsi manusia.

Disamping itu kitosan tidak larut dalam basa pekat, tidak larut dalam alkohol dan

aseton, serta kitosan mempunyai bobot molekul 1,036 x 105 (Adawiyah, 2007).

TEKNIK LIMBAH IKAN

Page 5: 1.Kitin

KITIN 6

2.4 Pengertian Deproteinase

Proses komersial utama untuk ekstraksi kitin dari limbah udang didasarkan

pada dimineralisasi dengan perlakuan asam dan deproteinase dengan alkali.

Dalam beberapa tahun berakhir, proses deproteinase enzimatik telah

diperkenalkan sebagai uji alternatif untuk memperpendek alkali dengan tujuan

untuk mengurangi penurunan muta chitin karena dipolimerasi rantainya dan juga

memproduksi hidrolisat protein dengan keseimbangan komposisi asam amino

yang baik (Rochima, 2007).

Deproteinase bertujuan untuk memutuskan ikatan antara protein dan kitin,

dengan cara menambahkan natrium hidroksida. Rendemen setelah deproteinase

sebesar 32%. Rendemen ini merupakan rendemen kitin. Protein yang terekstrak

protein yang bermuatan negatif sehingga mengendap. Deproteinase (%Dp)

dihitung dengan persamaan:

%DP = [(Po x O) – (Pr – R)] x 100

(Po x D)

Dimana Po dan Pe adalah konsentrasi protein (99-1) sebelum dan sesudah

fermentasi masing-masing dan O dan R masing-masing adalah masa sampel asli

(gr) dan residu fermentasi (Roa dan Stevens, 2005).

Proses Deproteinase untuk menghilangkan kandungan protein dalam

bahan baku yang pada mulanya protein ini berikatan kovalen dengan kitin,

menggunakan larutan basa NaOH panas dalam waktu yang relatif lama

(Rockhianati, 2006).

2.5 Pengertian Demineralisasi

Deamineralisasi merupakan langkah penting dalam proses pemurnian kitin

dan limbah crustacea. Metode konvensional deamineralisasi mencakup

penggunaan asam kuat (utamany HCl) yang membahayakan sifat fisika kimia

menghasilkan limbah-limbah berbahaya dan meningkatkan penggunaan asam

organik (laktat dan asetat) yang diproduksi melalui fermentasi keju untuk

mendemineralisasi secara microbial cangkang udang yang telah diproteinasi

(Mahmoud, et al., 2007).

TEKNIK LIMBAH IKAN

Page 6: 1.Kitin

KITIN 7

Menurut, USU (2011) mineral dalam kulit kepiting dapat mencapai

40-50 % berat kering. Dalam proses demineralisasi menggunakan larutan asam

klorida encer. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan garam-garam organik

atau kandungan mineral yang ada pada kitin terutama kalsium karbonat. Reaksi

yang terjadi adalah sebagai berikut:

CaCO3 + HCl CaCl2 + NH2 CO3

H2CO3 CO2 + H2O

Demineralisasi adalah proses pelepasan mineral dari ikatan kitin, terutama

mineral CaCO3 dan CaPO4. Mineral dapat terlepas dari ikatan kitin dengan

terciptanya suasana asam. Salah satu mikroba yang dapat menciptakan suasana

asam. Salah satu mikroba yang dapat menciptakan suasana asam adalah

Asperiguus Niger (Abun, 2006).

2.6 Uji Proksimat Kitin

Kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan konsentrasi kadar abu kitin

udang serta hidrolisatnya dianalisis dengan metode pengeringan panas atmosfer

pada suhu 1050C metode lawry, sistem sohxlet dan pemanasan pada suhu 6000C,

masing-masing natrium klorida ditentukan dengan penganalisis garam (SAT - 2A,

TUA electronics) (ta Jepang). Konsentrasi xitin yang udang dan hidrolisat kitin

udang diperoleh dari jumlah total material dikurangi dengan kadar protein, kadar

lemak, kadar abu (Sanit et al., 2004).

Menurut Rochima (2007), Analisis kimia rawa material (SHW) dan

ekstrak protein dilakukan dengan metode standar. Presentase kitin dalam SHW

ditentukan menurut metode shaldi dan synowlecki (1991). Komposisi nitrogen

dari endapan tahap pertama telah dianalisis. Total nitrogen diukur dengan metode

kjedhal dan protein residu ditentukan dengan metode lowry, menggunakan kristal

Albumin bourine sebagai protein standar. Hasilnya digunakan untuk menentukan

nitrogen kitin menurut rumus berikut:

Nitrogen Kitin : [(total nitrogen – nitrogen protein) – (total nitrogen – protein

residu / 6,25)]

Kualitas kitin yang diproduksi setelah tahap kedua dievaluasi dan dibandingkan

dengan tingkat pangan kitin komersial. Kadar abu ditentukan berdasarkan metode

TEKNIK LIMBAH IKAN

Page 7: 1.Kitin

KITIN 8

AOAC dan derajat asetilasi, sebagai faktor struktural protein yang mempengaruhi

sifat-sifat kitin yang diukur dari spektrum inframerah yang dicatat pada

spektrometer seri FT-IR ralchelson.

Hasil tahap deamineralisasi memberikan analisis kadar air, kadar abu, dan

kadar N, dari hasil analisis tahap deamineralisasi dipilih yang mempunyai kadar

abu terkecil mengingat proses demineralisasi merupakan tahap penghilangan

komponen-komponen mineral. Diperoleh kadar abu terkecil dari semua perlakuan

adalah 0,55% yaitu pada perlakuan H2S2, HCl 15 N, suhu 900C waktu 1 jam

dengan rasio tetap 1 : 7. Hal ini diduga oleh adanya kesempurnaan reaksi

pelepasan CaCO3 CaO + CO3 (Suptijah, 2004).

2.7 Manfaat Kitin

Menurut Suryaningrum et al. (2005) kitin memiliki kemampuan sebagai

pengikat air. Pengikat lemak, koagulasi dan bersifat biodegradable sehingga

membuat menjadi bahan baku yang atraktif. Kitin dan derivatnya dapat digunakan

sebagai biomedikal dalam berbagai macam tujuan seperti bakteriostatik, kosmetik,

spermindal, sarung tangan operasi, mobilisasi emim, membran dianalisis, kontak

lensa, obat luka, antikolestrol, anti gastrik, antibilirubin, dan anti koagulasi.

Salah satu bahan alami yang aman digunakan untuk memperpanjang

kesegaran ikan adalah kitosan. Kitosan merupakan produk hasil turunan kitin

dengan rumus N – asetil – O – glukosamin, merupakan polimer kationik yang

mempunyai jumlah monomer sekitar 200-300. Monometer tidak toksik dan

mempunyai berat molekul sekitar 800 kb (Suptijah et al., 2005).

Kitin merupakan bahan modern serbaguna yang ramah lingkungan. Kitin

dan turunannya bersifat brodegradable dan biocampatible telah digunakan dalam

berbagai segi perekonomian (misalnya penanganan limbah industri, kertas, alat

terapi biomedis, kosmetik, bioteknologi, pertanian, ilmu pangan, dan teknologi

membran) jumlah dan berbagai macam penggunaannya dalam industri

berkembang begitu pesat. Berzeski mengemukakan bahwa potensi aplikasi dari

kitin dan turunannya telah mencapai lebih dari 200 (Mahmoud et al., 2007).

TEKNIK LIMBAH IKAN

Page 8: 1.Kitin

KITIN 9

3. METODOLOGI

3.1 Alat dan Fungsi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum teknik limbah ikan materi kitin

antara lain:

- Oven : untuk mengeringkan sampel pada suhu 1050C

selama 2 jam dan pada suhu 800C selama 2 jam

- Blender : untuk menghaluskan sampel

- Timbangan digital : menimbang sampel dengan ketelitian 10-1 gram

- Loyang : tempat sampel saat pengeringan di oven

- Beaker glass 1000 ml : wadah mencampur kulit udang dengan NaOH

3,5% dan HCl 1 N

- Gelas ukur 100 ml : mengukur larutan NaCH 3,5% dan HCl 1 N

- Stopwatch/Jam : menghitung waktu

- Magnetic stirer : menghomogenkan sampel diatas hotplate

selama 30 menit

- Selang air : mengalirkan air dari kran

- Kipas angin : mengangin-anginkan bahan sebelum

dimasukkan ke oven serta mempercepat

pengeringan.

- Hot plate : memanaskan sampel pada suhu 60-600C selama

1 jam

- Spatula : meratakan sampel saat diloyang dan mengaduk

sampel saat pencampuran

- Nampan : tempat meletakkan alat dan bahan

- Coolbox : tempat meletakkan sampel (cangkang udang)

sebelum diproses menjadi kitin

- Kamera : dokumentasi dalam setiap perlakuan dalam

praktikum

- Baskom : tempat meletakkan sampel/bahan serta untuk

tempat mencuci cangkang udang

- Kain lap : untuk mengeringkan alat yang telah dicuci

TEKNIK LIMBAH IKAN

Page 9: 1.Kitin

KITIN 10

3.2 Bahan dan Fungsi

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum teknik limbah ikan materi

kitin adalah :

- Cangkang udang : sebagai bahan yang diolah menjadi kitin

- Air : menetralkan sampel dan mencuci alat

- NaOH 3,5% : larutan basah untuk proses deproteinasi

- HCl 1 N : larutan asam untuk proses demineralisasi

- Kertas lakmus : mengukur pH

- Kain blancu : menyaring sampel saat pencucian

- Kain serbet : membantu mengambil loyang saat dilakukan

pengeringan

- Alufo : menutup beakerglass saat diaduk dengan

magnetic stirrer

- Tissue : mengeringkan alat saat pencucian

- Kertas label : menandai sampel

- Aquades : membilas sampel cangkang agar pH nya netral

- Kertas alas : alas saat menimbang

- Plastik : untuk membungkus kitin

TEKNIK LIMBAH IKAN

Page 10: 1.Kitin

KITIN 11

3.3 Skema Kerja

TEKNIK LIMBAH IKAN

Limbah cangkang / Kulit udang

Dicuci dengan air bersih

Perlakuan fisik :

- pengeringan dengan oven 800C selama 2 jam

- penghancuran dengan blender

- ditimbang 20 gram

Deproteinasi :

- pencampuran dengan NaOH 3,5% perbandingan 1:10

- diaduk dengan magnetic stirrer pada suhu 50-550C selama 30 menit

- pencucian sampai pH netral

- pengeringan 1050C selama 2 jam

Demineralisasi :

- pencampuran dengan HCl 1 N perbandingan 1:10

- pemanasan 60-650C selama 1 jam

- penyaringan

- pencucian sampai pH netral

- pengeringan 1050C selama 2 jam.

Kitin

Yield Kitin =berat kitin(gr )

berat sampel (gr) x 100%

Page 11: 1.Kitin

KITIN 12

4. PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

Kel Berat Sampel Berat Kitin % Yield Kitin

1 20 gram 3,48 gram 17,4%

2 20 gram 4,47 gram 22,35%

3 20 gram 3,34 gram 16,7%

4 20 gram 4,06 gram 20,3%

5 20 gram 5,35 gram 26,75%

6 20 gram 0,88 gram 4,41%

7 20 gram 2,70 gram 13,5%

8 20 gram 4,79 gram 23,95%

9 20 gram 1,8 gram 9%

10 20 gram 4,5 gram 22,5%

* Data Analisa Proksimal

Kandungan Kadar (%)

Kadar air 8,835

Kadar abu 8,744

Protein 33,673

Lemak 6,109

Karbohidrat 42,640

4.2 Analisa Prosedur

Pada praktikum teknik limbah ikan materi kitin yang pertama dilakukan

adalah menyiapkan alat dan bahan. Alat-alat yang dibutuhkan adalah nampan,

coolbox, blender, loyang, erlenmeyer, oven, timbangan digital, gelas ukur, selang,

magnetik stirrer, kipas angin, jam, hot plate, beaker glass, spatula, pipet tetes,

baskom, kamera, kain lap. Bahan yang dibutuhkan adalah NaOH, HCl 1 N, kulit

udang, kain blancu, air, alumunium foil, kertas lakmus merah, kertas lakmus biru,

aquades, kertas label, plastik, tissu, kertas alas.

TEKNIK LIMBAH IKAN

Page 12: 1.Kitin

KITIN 13

Langkah pertama disiapkan sampel. Cangkang udang vanamei dicuci

terlebih dahulu dengan air mengalir lalu ditiriskan. Lalu cangkang diletakkan

diloyang dan dikeringkan dengan oven pada suhu 1000C selama 2 jam. Selama

pengeringan, cangkang diaduk menggunakan pengaduk kayu agar kering. Tujuan

pengeringan agar karapas benar-benar kering dan meminimalkan kadar air dalam

karapas. Digunakan suhu 1000C agar tidak merusak karapas karena jika terlalu

panas tekstur karapas akan rusak. Lalu dihaluskan dengan blender untuk

mendapatkan serbuk karapas dan mudah saat dihomogenkan. Kemudian

ditimbang sebanyak 20 gram dengan timbangan analitik dengan ketelitian 0,01

gram.

Selanjutnya tahap deproteinasi. Cangkang halus yang sudah ditimbang dan

dimasukkan beaker glass 250 ml lalu ditambah dengan NaOH 3,5% dengan

perbandingan 1:10. Jadi jika berat cangkang 20gram, maka NaOH yang

dibutuhkan 200 ml. diukur volume NaOH dengan gelas ukur sebanyak 200 ml.

kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass berisi cangkang halus dan ditutup

alufo. Kemudian dihomogenkan dengan magnetik stirrer. Caranya dinyalakan

terlebih dahulu hot plate pada suhu 50-550C kemudian diletakkan beaker glass

berisi larutan NaOH dan cangkang halus kemudian dimasukkan magnetik stirer ke

dalam beaker glass. Ditunggu selama 20 menit sampai campuran homogen.

Setelah itu disaring dengan kain blancu dan dinetralisasi pH dengan cara disiram

dengan air mengalir terus menerus. Indikasi untuk mengetahui pH sudah netral

digunakan kertas lakmus. Kemudian dikeringkan kembali dalam oven pada suhu

1050C selama 30 menit. Tujuan deproteinase adalah untuk menghilangkan atau

memisahkan ikatan protein dengan kitin sehingga diperoleh kitin murni tanpa

protein, perhitungan jumlah NaOH:

Ml NaOH = 101

x berat kitin

= 10 x 20

= 200 ml

Menurut Rochima (2007) dalam penelitiannya deproteinase bertujuan

untuk memutuskan ikatan antara protein dan kitin dengan cara menambahkan

TEKNIK LIMBAH IKAN

Page 13: 1.Kitin

KITIN 14

natrium hidroksida. Protein yang terletak dalam bentuk Na – proteinat dimana ion

Na+ mengikat ujung rantai protein yang bermuatan negatif sehingga mengendap.

Tahap selanjutnya demineralisasi cangkang udang yang sudah di

keringkan ditimbang dengan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram lalu

dicatat berat. Kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass 100 ml dan

ditambahkan HCl 1 N dengan perbandingan 1:10 untuk menghilangkan mineral

pada cangkang udang.

Menurut Abun (2006), demineralisasi adalah proses pelepasan mineral

dari ikatan kitin terutama mineral CaCO3 dan CaPO4. Mineral dapat terlepas dari

ikatan kitin dengan terciptanya suasana asam.

Campuran tersebut dihomogenkan dengan spatula kemudian di tutup

dengan alufo untuk mencegah penguapan pada HCl, selanjutnya dipanaskan

dalam waterbath pada suhu 600C – 650C selama 1 jam dengan tujuan agar HCl

dapat hilang dan diperoleh hasil yang baik. Kemudian dilakukan pencucian

dengan air mengalir untuk menetralkan pH dan diuji pHnya dengan kertas lakmus.

Pencucian menggunakan kain blancu agar carapas tidak ikut terbuang bersama air.

Tahap terakhir carapus diratakan pada loyang kemudian dikeringkan

dalam oven pada suhu 1050C selama 2 jam untuk menghilangkan kadar air dalam

cangkang udang dan didapat cangkang udang yang kering. Setelah itu dilakukan

perhitungan yield kitin dengan rumus :

Yield kitin (%) = berat kitin(gr )

berat sampel (gr) 100%

Menurut Rochima (2007) rendemen kitin dihitung berdasarkan

perbandingan antara berat kain dengan berat limbah rajungan menggunakan

rumus:

% yield = berat kitin

berat limbah x 100%

4.2 Analisa Hasil

Pada praktikum teknik limbah ikan materi kitin dengan sampel cangkang

udang diperoleh yield kitin pada kelompok 1 sebesar 17,4%. Kelompok 2 sebesar

22,35%. Kelompok 3 16,7%. Kelompok 4 20,3%. Kelompok 5 26,75%.

TEKNIK LIMBAH IKAN

Page 14: 1.Kitin

KITIN 15

Kelompok 6 4,41%. Kelompok 7 13,5%. Kelompok 8 23,95%. Kelompok 9 9%

dan kelompok 10 sebesar 22,5%.

Berdasarkan analisa proksimat, didapatkan hasil kadar air 8,835%, kadar

abu 8,744%, protein 33,63%, lemak 6,109% dan karbohidrat 42,640%.

Dari data diatas diperoleh yield kitin tertinggi dengan sampel cangkang

udang pada kelompok 5 yaitu sebesar 26,75% dan terendah pada kelompok 6

sebesar 4,41%.

Isolasi kitin dari kulit udang menghasilkan rendemen diatas 20%. Ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mathess dkk (2006), yaitu

rendemen kitin dari kulit udang sebesar 35,61% (Puspawati dan Simpen, 2010).

Menurut Kasmiah (2008), hasil analisa praksimat menunjukkan bahwa

komposisi cangkang udang adalah kadar air 6,87%, kadar abu 38,82%, kadar

protein 41,02% dan rendemen 15,96%.

Dari hasil praktikum kualitas kitin yang paling baik ditinjau dari yield

kitin adalah kelompok 1 dengan berat kitin 3,48 gram dan yield kitin 17,4%.

Ditunjang oleh pendapat Marganov 2003 dalam Puspawati dan Simpen (2010)

yang menyatakan kulit udang mengandung protein 25-40%, kalsium-karbonat 45-

50% dan kitin 15-20%.

TEKNIK LIMBAH IKAN

Page 15: 1.Kitin

KITIN 16

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pada praktikum teknik limbah ikan materi kitin dapat disimpulkan sebagai

berikut:

- kitin merupakan polimer - (1-4) – N – aseton – D – glukosamin

- kitin mempunyai rumus molekul (C8H13O5N)n, sedangkan kitosan

(C8H11O4N)n

- kitin dalam bentuk murni, dalam bentuk turunannya misal kitosan, kitosan

berwarna putih dan berbentuk kristal putih

- kitosan merupakan bahan kimia yang multiguna berbentuk serat dan

merupakan kopopolimer berbentuk lembaran tipis, berwarna putih atau

kuning, tidak berbau

- kitin biasanya digunakan dalam bidang industri makanan, medis dan obat-

obatan, kosmetik, bioteknologi, fotografi, kimia dan pertanian, penanganan

limbah dan sebagainya.

- kualitas kadar air baik 8,835%, kadar abu baik 8,744%, kualitas protein

kurang baik 33,673%, kualitas lemak baik 6,109% dan karbohidrat

42,640%.

- ditinjau dari yield kitin kualitas paling baik pada kelompok 1 sebesar 17,4%.

5.5 Saran

Sewaktu praktikum diharapkan saat pencucian lebih berhati-hati agar tidak

tumpah dan harus benar-benar netral pHnya untuk mendapatkan hasil yang

maksimal.

TEKNIK LIMBAH IKAN

Page 16: 1.Kitin

KITIN 17

DAFTAR PUSTAKA

Abun. 2006. Pengukusan Nilai Kecernaan Ransim yang Mengandung Limbah Udang Windu Produk Fermentasi Pada Ayam Broiler. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak. FAPET. UNDIP : Semarang.

Adawiyah, Rabiatul. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara: Jakarta

Alamsyah, Rizal. 2003. Karakteristik dan Penerapan Kitin dan Kitosan. Jurnal Teknologi Industri Pertanian Vol. II (2), 61-68. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian: Bogor

Herdyastuti, N; T.J. Raharjo; Mudasir dan 5. Matjeh. 2009. Chitinase dan Chitinolyti Microorganism; Isolation Characterization and Potential. Indo. J. Chem. 2009. 9 (1), 37-47

Kasmiah. 2008. Karakteristik Kitin dan Cangkang Udang yang di Ekstraksi Secara Kimia. Semnas Tahunan & Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan.

Mahmoud, N.S; A.E. Ghaly dan F. Arab. 2007. Uncoventional Approach for Demineralization of Deproteinized Crustacean Shells for Chitin Production. American Journal of Biochemistry and Biotechnology 3 (1): 1-9. 2007

Oktavia, I; NZI; R. Viany, A. 2005. Potensi Kitin Sebagai Biopolimer. Jurnal Teknologi Pangan Vol 5 No.3

Prasetyaningrum; A. Rokhati; Purwintasari S. 2007. Optimasi Derajat Deasetilasi Pada Proses Pembuatan Chitosan dan Pengaruhnya Sebagai Pengawet Pangan. RIPTEK. Vol 1 No.1: 39-46

Puspawati, N.M. dan T.N. Simpen. 2010. Optimasi Deasetilasi Kitin dari Kulit Udang dan Cangkang Kepiting Limbah Restoran Seafood menjadi Kitosan Melalui Variasi Konsentrasi NaOH. Jurnal Kimia 4 (1): 79-90

Roa, Mukka dan Williem F. Stevens. 2005. Chitin Production by Lactobacillus Fermentation of Shrimp Biowastern a drum reactor and its chemical to chitosan. Journal of Chemical Technology and Biotechnology

Rochma, Emma. 2007. Karakteristik Kitin dan Kitosan Asal Limbah Rajungan. Cirebon: Jawa Barat.

TEKNIK LIMBAH IKAN

Page 17: 1.Kitin

KITIN 18

Rokhiati, N. 2006. Pengaruh Derajat Deasetilasi Kitosan dan Kulit Udang Terhadap Aplikasinya sebagai Pengawet Makanan Reaktor Vol 10 No.2: 54-58

Sanjit, Jasa; Chunaung Tang; Rang M. Chang; Anol Chang. 2004. Braks for Performance Control per High Volume Non Entroctus System

Sedioetama. 2002. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Potensi. ITB: Bandung.

Suptijah, Pipih. 2004. Tingkatan Kualitas Chitosan Hasil Modifikasi Proses Produksi. Buletin THP Vol VIII No.1

Suryaningrum, T.D; Dyah Ikasari dan Syamdidi. 2005. Kajian Fisilogis Lobster Air Pada Suhu Dingin sebagai Dasar Untuk Penanganan dan Transportasi Hidup Sistem Kering. Vol 3 No.1

Thiranavukkasasu, N; K. Dhinamala; R. Moses lubaras. 2011. Production of Chitin From Two Marine Stomatopods (Orato Squilla Sp) Crustacea Journal of Chemical and Pharmaceutical Research 3 (1): 353-359

Uria, Agustinus Robert; Tkawati Khasanah dan Fusuawanusi Fauziah. 2006. Optimization of Bacillus Sp. Kls-14 Chitinase Production Using Marrine Crustacean Waste J. Causbol. Ref. 2006

Usu. 2011. Bahan Pengawet Makanan Khusus Hasil Olahan Dimanfaatkan Untuk Metabolisme Bahan Makanan dan Bersifat Menghambat Senyawa Antimikroba. Universitas Sumatera Utara

Zipcodezoo. 2012. Klasifikasi Sampel. http://zipcodezoo.com. Diakses pada 21 maret 2012 pukul 21.00 WIB

TEKNIK LIMBAH IKAN

Page 18: 1.Kitin

KITIN 19

LAMPIRAN

Perhitungan Yield Kitin

Rumus Yield Kitin = berat kitin(gr )

berat sampel (gr) x 100%

Kelompok 1

Yk = 3,4820

x 100% = 17,4%

Kelompok 2

Yk = 4,4720

x 100% = 22,35%

Kelompok 3

Yk = 3,3420

x 100% = 16,7%

Kelompok 4

Yk = 4,0620

x 100% = 20,3%

Kelompok 5

Yk = 5,3520

x 100% = 26,75%

Kelompok 6

Yk = 10,17

20 x 100% = 50,85%

Kelompok 7

Yk = 2,7020

x 100% = 13,5%

Kelompok 8

Yk = 4,7920

x 100% = 23,95%

Kelompok 9

Yk = 1,8020

x 100% = 9%

Kelompok 10

TEKNIK LIMBAH IKAN

Page 19: 1.Kitin

KITIN 20

Yk = 4,520

x 100% = 22,5%

TEKNIK LIMBAH IKAN

Page 20: 1.Kitin

KITIN 21

LAMPIRAN

Kulit Udang Dicuci dengan air bersih Kulit udang yang bersih

Kulit udang yang telah kering Kulit udang diblender

Ditimbang Diberi NaOH 3,5%

Diaduk selama 30 menit Dicuci hingga pH netral

TEKNIK LIMBAH IKAN

Page 21: 1.Kitin

KITIN 22

Diberi HCl 1 N (Demineralisasi) Dicuci hingga pH netral

Dikeringkan dengan oven Kitin yang telah kering

Ditimbang Hasil Kitin

TEKNIK LIMBAH IKAN