22
41 BAB 3 PETA KONSEP DAN PEMBAHASAN SKENARIO 3 Perlimfogen Spreading Perkontinuatum Pemberian antibiotik dan analgesik diminum tidak Subyektif: - 2 minggu lalu nyeri saat mengunyah - 3 hari lalu bengkak pada pipi kiri Obyektif: - Bengkak pada pipi kiri tidak berbatas jelas, warna agak kemerahan, pada palpasi teraba agak padat dan nyeri tekan. - Kelenjar Limfe submandibularis kiri teraba Serous periostitis Infeksi periapikal Gangren pulpa Karies sekunder Ditambal Gigi geraham kiri bawah (36) karies Wanita 25 tahun Limfe regional Rongga spasia Vestibular abses Cortical Cancellous bone Limfadenitis Treatment Antibiotik Obyektif: - Pembengkakan pada pipi tampak lebih besar dan lebih padat. - Vestibulum oris bengkak dan ada fluktuasi Penunjang: - Foto panoramik tampak radiolusent pada Drainase Insisi

172007_bab 3 pembahasan dan mapping.docx

Embed Size (px)

Citation preview

50

TreatmentAntibiotikDrainaseInsisiLimfadenitisLimfe regionalRongga spasiaVestibular absesCorticalCancellous bonePerlimfogenPerkontinuatumBAB 3PETA KONSEP DAN PEMBAHASANSKENARIO 3

Wanita 25 tahun

Gigi geraham kiri bawah (36) karies( 1 tahun yang lalu )Ditambal

Karies sekunder

Subyektif:2 minggu lalu nyeri saat mengunyah3 hari lalu bengkak pada pipi kiriObyektif:Bengkak pada pipi kiri tidak berbatas jelas, warna agak kemerahan, pada palpasi teraba agak padat dan nyeri tekan.Kelenjar Limfe submandibularis kiri teraba padat dan nyeri tekan.Vestibulum oris regio 35, 36, 37 kemerahanDruk dan perkusi nyeri

Gangren pulpa

Infeksi periapikal

Serous periostitis

Pemberian antibiotik dan analgesik diminum tidak teratur

Spreading

Obyektif:Pembengkakan pada pipi tampak lebih besar dan lebih padat.Vestibulum oris bengkak dan ada fluktuasiPenunjang:Foto panoramik tampak radiolusent pada periapikal gigi 36

Penderita wanita 25 tahun dating dengan keluhan bengkak pada pipi kiri sejak 3 hari yang lalu. Sejak 1 tahun lalu sebelumnya ada gigi geraham kiri bawah yang berlubang ditambal. Gigi tersebut sejak 2 minggu yang lalu terasa sakit bila digunakan untuk mengunyah Pada pemeriksaan klinis didapatkan pembengkakan pada pipi kiri tidak berbatas jelas, warna agak kemerahan, pada palpasi teraba agak padat dan terdapat nyeri tekan. Kelenjar limfe submandibularis kiri teraba, padat, dan nyeri pada tekanan. Kelenjar limfe submandibularis kiri teraba, padat, dan nyeri pada tekanan. Pemeriksaan intraoral tidak menunjukkan pembengkakan jaringan lunak, hanya terdapat kemerahan pada vestibulum oris region 35, 36, dan 37. Tampak gigi 36 dengan tumpatan kelas I pada mahkota, pada pemeriksaan perkusi dan druk timbul nyeri. Penderita diberi resep obat antibiotik dan analgesic oleh dokter gigi yang memeriksa, tetapi penderita tidak minum obatnya dengan teratur. Tiga hari kemudian penderita dating kembali untuk kontrol. Pembengkakan pada pipi tampak lebih besar dan teraba lebih padat, pada pemeriksaan intraoral tampak pembengkakan pada vestibulum oris dan terdapat fluktuasi. Pada foto panoramic tampak gambaran radiolucent pada periapikal gigi 36.

Pembahasan Setelah dilakukan pemeriksaan dapat diketahui tampak adanya pembengkakan pada pipi kiri sejak 3 hari yang lalu. Kemudian sejak 2 minggu yang lalu terasa sakit bila digunakan untuk mengunyah. Pemeriksaan intra oral tampak gigi 36 dengan tumpatan klas 1 pada mahkota, pada pemeriksaan perkusi dan druk timbul nyeri. Pada pemeriksaan klinis didapatkan pembengkakan pada pipi kiri tidak berbatas jelas, warna agak kemerahan, pada palpasi teraba agak padat dan terdapat nyeri tekan. Dari anamnesa dan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan penunjang radiologis pada pasien, dapat diketahui bahwa kasus ini merupakan infeksi odontogen, yaitu infeksi yang asal mulanya dari gigi dengan port de entry dari pulpoperiapikal. Infeksi odontogen biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang mencapai ruang pulpa, kemudian berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya terjadi gangren pulpa atau kematian pada pulpa akibat invasi mikroorganisme. Gangren pulpa karena karies yang dalam, akan memberikan jalan bagi bakteri untuk memasuki jaringan periapikal. Kemungkinan tumpatan kelas I pada gigi 36 penderita mengalami kebocoran tepi. Kebocoran dapat disebabkan proses menumpat yang kurang baik, kemungkinan ada celah dalam ukuran mikro antara bahan tumpatan dengan jaringan keras gigi. Keadaan-keadaan tersebut dapat menjadi jalan masuk mikroorganisme, terutama bakteri, sebagai penyebab terjadinya karies sekunder, begitu pula pembersihan kurang baik juga dapat menyebabkan karies sekunder. Karies sekuder disebut juga karies rekuren, yaitu karies yang timbul pada lokasi yang telah memiliki riwayat karies sebelumnya. Bila karies ini dibiarkan, maka terjadi invasi mikroorganisme melalui pulpa. Infeksi biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu dengan adanya karies gigi yang sudah mendekati ruang pulpa, kemudian akanberlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya terjadi gangren pulpa. Adanya gangren pulpa menyebabkanbakteri bisa menembus masuk saluran akar sampai apeksgigi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar progresif ke jaringan lainyang dekat dengan strukturgigi yang gangren tersebut. Akibat perubahan jaringan yang disebabkan karena aktivitas bakteri dan pertahanan lokal dari host serta mekanisme serupa yang bekerja secara sistemik, menimbulkan gambaran klinis infeksi. Rasa sakit tekan, eritema dan edema mudah dikenali sebagai manifestasi suatu peradangan. Kadang-kadang bakteri yang memproduksi gas bisa memicu dan mendukung terjadinya respon pembengkakan. Produksi pus adalah akibat langsung dari mekanisme lokal pertahanan terhadap virulensi bakteri. Gambaran klinis diatas dibuktikan dari adanya tes druk dan perkusi yang positif pada pasien.Penjalaran infeksi tersebut dapat menyebabkan abses, abses ini dibagidua yaitu penjalaran tidakberat (yang memberikan prognosis baik) dan penjalaran berat (yang memberikan prognosis buruk). Ketika jaringan periapikal telah diinokulasi oleh bakteri lalu terjadi infeksi aktif, maka infeksi menyebar ke berbagai arah, terutama yang memiliki pertahanan paling rendah. Pola penyebaran keradangan dan infeksi odontogen yang paling sering ialah secara per kontinuatum, yaitu dengan menjalarnya infeksi yang berlanjut ke daerah jaringan sekitar dan spasial wajah. Infeksi menyebar melalui tulang cancellous hingga lempeng kortikal. Jika lempeng kortikal tipis, infeksi akan mengikis tulang dan memasuki jaringan lunak.Lokasi infeksi yang spesifik tergantung pada 2 faktor utama, yaitu ketebalan tulang di sekitar apeks gigi yang terinfeksi. Ketika infeksi mencapai tulang, infeksi akan memasuki jaringan lunak melalui bagian tulang yang paling tipis. Hubungan pada tempat perforasi dari tulang ke perlekatan otot pada maxila dan mandibula juga mempengaruhi lokasi terlokalisirnya pus pada jaringan. (Fehrenbach, 1997).Pada kasus ini manifestasi dari infeksi odontogen adalah terbentuknya vestibular abses. Awalnya, pus yang terbentuk pada abses periapikal akan terus mencari jalan keluar, sehingga mendesak tulang alveolar. Ketika pus mulai mencapai korteks, respon inflamasi akan melepas komponen keradangan dan sel plasma ke rongga subperiosteal (antara korteks dan periosteum) dengan tujuan menghambat laju pus yang kandungannya berpotensi destruktif. Peristiwa ini cenderung menimbulkan rasa sakit, terasa hangat pada regio yang terlibat, bisa timbul pembengkakan, peristiwa ini disebut periostitis/serous periostitis. Adanya tambahan istilah serous disebabkan karena konsistensi eksudat yang dikeluarkan ke rongga subperiosteal mengandung kurang lebih 70% plasma, dan tidak kental seperti pus karena belum ada keterlibatan pus di rongga tersebut. Periostitis dapat berlangsung selama 2-3 hari, tergantung keadaan host.Setelah menembus periosteum, pus tersebut akan mencari jalan keluar ke arah intra oral maupun ekstra oral. Di dalam intra oral, abses tersebut dapat menjadi abses submukosa, abses palatal, abses bukal, abses gingival, dan lain-lain tergantung dari tempat abses tersebut berada. Pada kasus ini perluasan infeksi membentuk vestibular abses disebabkan karena apeks yang terinfeksi letaknya lebih condong ke bukal. Selain itu ketebalan dan vaskularisasi tulang mandibula di daerah bukal lebih rendah daripada di daerah lingual sehingga abses cenderung ke bukal. Pola penyebaran abses kemudian dipengaruhi oleh kondisi perlekatan otot. Apabila pada pus yang telah mengarah ke bukal tepatnya pada daerah inferior m.buccinator dapat terjadi buccal space abscess, sedangkan pada daerah superior m.buccinator dapat terjadi vestibular abscess seperti yang terjadi pada kasus tersebut. Vestibular abscess dapat disebut sebagai abses submukosa atau abses yang terdapat dibawah mukosa. Jika abses sudah mencapai stadium sub mukosa maka pembengkakan akan nampak jelas dimana perkusi pada gigi yang terlibat terasa sedikit sakit dengan konsistensi lunak dan fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh periosteum yang rusak sehingga abses akan menjalar ke daerah vestibulum oris sehingga terjadi pembengkakan.Pada pasien juga terjadi penyebaran infeksi odontogen per limfogen, yaitu masuknya bakteri dan antigen ke dalam aliran pembuluh getah bening (regional) dan akhirnya sampai ke submandibular lymph node sehingga menyebabkan produksi limfosit dan sel darah putih meningkat serta menginfiltrasi neutrofil ke lymph node. Hal ini menyebabkan terjadinya limfadenitis akut kelenjar submandibula kiri. Hasil diagnosa ini juga didukung oleh teraba padatnya kelenjar limfe submandibularis kiri dan nyeri pada saat dilakukan penekanan. Kelenjar submandibular adalah kelenjar utama untuk seluruh gigi dan berkaitan dengan jaringan, kecuali insisif mandibula dan molar ketiga rahang atas. Terapi yang dapat diberikan pada vestibular abses adalah drainase, pemberian antibiotik serta ekstraksi gigi 36. Perawatan pada abses pada prinsipnya adalah insisi dan drainase. Insisi adalah pembuatan jalan keluar nanah secara bedah (dengan scapel). Drainase adalah tindakan eksplorasi pada fascial space yang terlibat untuk mengeluarkan nanah dari dalam jaringan, biasanya dengan menggunakan hemostat. Untuk mempertahankan drainase dari pus perlu dilakukan pemasangan drain, misalnya dengan rubber drain atau penrose drain, untuk mencegah menutupnya luka insisi sebelum drainase pus tuntas. Apabila belum terjadi drainase spontan, maka perawatan abses vestibular adalah insisi dan drainase pada puncak fluktuasi dan drainase dipertahankan dengan pemasangan drain (drain karet atau kasa), pemberian antibiotik untuk mencegah penyebaran infeksi dan analgesik sebagai penghilang sakit. Pencabutan dilakukan setelah gejala akutnya mereda, yaitu dengan dilakukan insisi dan pemberian medikasi berupa antibiotik dan analgesik. Sebelum dilakukan insisi diberikan keputusan apabila spesimen pus ingin dikultur dan dilihat keadaannya, apabila setuju, maka dilakukan aspirasi dengan syringe 18 gauge, permukaan diusap dengan betadin sebagai disinfektan, lalu 1-2 ml. Setelah itu, pasien diberi anestesi secara regional, yaitu dengan nerve block, namun bila tidak cukup untuk mengurangi sakit atau pasien kesusahan membuka mulut, maka anestesi secara general diindikasikan. Insisi dengan scalpel dengan sudut tegak lurus terhadap tulang, insisi dengan scalpel dan blade no 11 melalui mukosa dan submukosa secara horizontal. Insisi dilakukan tidak lebih dari 1 cm. Lalu hemostat berbentuk kurva dimasukan dan dibuka secara perlahan ke segala arah untuk membuka lokulasi atau kavitas yang tidak ikut terbuka saat awal insisi. Pus yang terdrainase keluar tidak boleh dibiarkan di mulut pasien, tetapi harus di aspirasi dengan suction. Setelah drainase, diberikan drain kecil untuk tetap mempertahankan insisi terbuka dengan menggunakan seperempat inci penrose drain yang steril. Drain tersebut akan dijahit dengan benang yang tidak dapat diserap tubuh. Apabila sudah terjadi drainase spontan (sudah ada fistula) maka dapat langsung dilakukan pencabutan gigi penyebab. Pencabutan gigi yang terlibat (menjadi penyebab abses) biasanya dilakukan sesudah pembengkakan sembuh dan keadaan umum penderita membaik. Dalam keadaan abses yang akut tidak boleh dilakukan pencabutan gigi karena manipulasi ekstraksi yang dilakukan dapat menyebarkan radang sehingga mungkin terjadi osteomyelitis. Ada beberapa tujuan dari tindakan insisi dan drainase, yaitu mencegah terjadinya perluasan abses atau infeksi ke jaringan lain, mengurangi rasa sakit, menurunkan jumlah populasi mikroba beserta toksinnya, memperbaiki vaskularisasi jaringan (karena pada daerah abses vakularisasi jaringan biasanya jelek) sehingga tubuh lebih mampu menanggulangi infeksi yang ada dan pemberian antibiotik lebih efektif, dan mencegah terjadinya jaringan parut akibat drainase spontan dari abses. Selain itu, drainase dapat juga dilakukan dengan melakukan open bur dan ekstirpasi jarngan pulpa nekrotik, atau dengan pencabutan gigi penyebab. Pemakaian antibiotik dalam perawatan medikasi lebih diutamakan dengan tujuan untuk mencegah penyebaran infeksi. Pemilihan antibiotik dilakukan berdasarkan bakteri penyebab infeksi. Terdapat dua faktor mikrobiologi yang harus ada di dalam benak dokter gigi pada saat memilih antibiotik. Pertama, antibiotik harus efektif melawan organismeStreptococcusselama bakteri ini paling banyak ditemukan. Kedua, antibiotik harus efektif melawan bakteri anaerobik sprektrum luas. Penisilin masih menjadidrug of choiceyang sensitif terhadap organismeStreptococcus(aerobik dan anaerobik), namun sayangnya antibiotik jenis ini telah mengalami resistensi. Akhir-akhir ini penggunaan metronidazole sangat populer dalam perawatan infeksi odontogen. Metronidazole tidak memiliki aktivitas dalam melawan bakteri aerob, tetapi efektif terhadap bakteri anaerob.

Wanita 50 tahunSKENARIO 4

TreatmentSinusitis Maksilaris DextraScheheider MembranSpreading perkontinuatumInfeksi periapikalGangren pulpaKaries gigi 16( 2 tahun yang lalu )

Subyektif:3 hari yang lalu keluar bau busuk dari lubang hidung.Obyektif:Perkusi dan druk pada gigi 16 menimbulkan nyeriPenunjang:Foto panoramikFoto periapikal regio 16, 15, 14Foto proyeksi Waters

Pencabutan gigi 16 dan kemudian dilakukan penjahitan.Rujuk pasien kepada spesialis THT.

Seorang penderita wanita berumur 50 tahun dating ingin mencabutkan gigi geraham atas kanan yang berlubang besar. Gigi tersebut mulai berlubang besar sejak kira-kira 2 tahun yang lalu makin lama lubangnya makin besar. Ada riwayat bau busuk keluar dari lubang hidung sisi kanan sejak 3bulan yang lalu. Pada pemeriksaan didapatkan gigi 16 karies profunda perforasi dan gigi 18 sisa akar. Tes perkusi dan druk pada gigi 16 memberikan respon kemeng. Pendeita dirujuk untuk pembuatan foto panoramik, foto periapikal region 16, 15, 14 dan foto proyeksi Water.

PembahasanSeorang penderita wanita berumur 50 tahun dating ingin mencabutkan gigi geraham atas kanan yang berlubang besar. Gigi tersebut mulai berlubang besar sejak kira-kira 2 tahun yang lalu makin lama lubangnya makin besar. Ada riwayat bau busuk keluar dari lubang hidung sisi kanan sejak 3bulan yang lalu. Melalui hal ini dapat diperoleh diagnose sementara bahwa pasien ini menderita sinusitis. Dengan pemeriksaan lebih lanjut menggunakan foto rontgen dan pemeriksaan intra oral, diagnose ini dapat ditegakkan. Pada pemeriksaan intra oral didapatkan gigi 16 karies profunda perforasi dan gigi 18 sisa akar. Tes perkusi dan druk pada gigi 16 memberikan respon kemeng. Respon nyeri pada tes perkusi (ketuk) ini menunjukkan indikasi adanya keradangan pada pulpa dan periodontal. Sedangkan respon nyeri pada tes druk (tekan) merupakan indikasi adanya kelainan pada periapikalDiagnosa pada pasien ini didukung dengan adanya pemeriksaan radiografik foto panoramik dan foto proyeksi waters. Pada foto panoramik ditemukan adanya karies profunda perforasi pada gigi 16. Hal ini menyebabkan bakteri memiliki jalan masuk (port de entre) untuk menginfiltrasi ruang pulpa. Adanya jalan masuk ini menyebabkan mudahnya bakteri untuk terus menginvasi ke dalam ruang pulpa. Invasi bakteri yang terus-menerus ini, didukung dengan respon jaringan yang menurun mengakibatkan terjadinya infeksi pada ruang pulpa. Infeksi ruang pulpa yang berkelanjutan menyebabkan nekrosis pulpa. Apabila dalam tahap ini belum dilakukan perawatan, maka bakteri akan terus melakukan invasi sampai pada daerah periapikal dan dapat melakukan perluasan. Hal ini dapat menyebabkan infeksi periapikal.Pada gambaran radiografi panoramik juga terlihat bahwa akar gigi regio 16 ini memiliki akar yang dekat dengan dinding sinus maksilaris, sehingga apabila terjadi infeksi periapikal pada gigi regio 16 ini menyebabkan invasi bakteri ke dalam mukosa sinus maksilaris kanan. Kelenjar-kelenjar mucus pada dinding sinus memproduksi mucus dan secara fisiologi tersalurkan ke hidung melalu ostium. Sekresi dan drainase dari mucus adalah bagian dari system pertahanan tubuh dan memainkan peranan penting untuk memelihara homeostasis mikroba pada sinus. Jika sinus ini mengalami infeksi, dinding mukosa sinus menjadi tebal dan dilanjutkan dengan perubahan pathogenesis lainnya, seperti edema, degenerasi, hiperplasi, dan hipertrofi. Akumulasi eksudat pada sinus maksilaris kanan mengakibatkan obstruksi ostium sinus maksilaris. Hal ini mengakibatkan hipoksia jaringan sehingga permeabilitas kapiler pun meningkat yang kemudian terjadi akumulasi transudat. Akumulasi transudat ini menyebabkan terjadinya retensi cairan serous yang pada hasil radiografik foto proyeksi waters tampak perselubungan di sinus maksilaris kanan yang terlihat radiopak dibandingkan dengan gambaran sinus maksilaris sebelah kirinya yang terlihat radiolusen. Keadaan sinus ini disertai dengan gambaran foto proyeksi waters serta riwayat ada bau busuk yang keluar dari lubang hidung sisi kanan pada pasien menunjukkan bahwa pasien ini mengalami odontogenik sinusitis maksilaris yang disebabkan oleh infeksi periapikal pada karies yang telah profunda perforasi.Dalam keadaan fisiologis, sinus ini steril. Sinusitis dapat terjadi bila klirens silia sekret sinus berkurang atau ostium sinus menjadi tersumbat, retensi sekret yang menyebabkan pasien tersebut mengalami flu yang tak kunjung sembuh, tekanan sinus negatif, dan berkurangnya tekanan parsial oksigen. Lingkungan ini cocok untuk pertumbuhan organisme patogen. Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam sinus dan akan memberikan media yang menguntungkan untukberkembangnya bakteri anaerob. Antrum maksila mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan akar gigi pre molar dan molar atas. Hubungan ini dapat menimbulkan problem klinis seperti infeksi yang berasal dari gigi dan fistula oroantral dapat naik ke atas dan menimbulkan infeksi sinus. Karena nervus alveolaris superios menyuplai gigi molar rahang atas dan membran mukosa dari sinus maksilaris, inflamasi pada mukosa sinus dapat diikuti dengan sensasi rasa sakit pada gigi molar. Keadaan inilah yang disebut dengan sinusitis maksilaris dentogen. Proyeksi foto yang digunakan biasanya proyeksi waters dan panoramik dan memberikan gambaran perselubungan atau penebalan lapisan lendir dinding sinus.Pada pasien ini sebagai dokter gigi kita bisa memberikan dua pilihan terapi untuk mengatasi penyebab sinusitis maksilaris ini yang dikarenakan karies sekunder pada gigi regio 16 ini, yakni dengan perawatan saluran akar dan ekstraksi gigi, yang mana terdapat kelebihan dan kekurangan masing-masing pada setiap pilihan terapi. Pada perawatan saluran akar untuk kasus ini bisa terjadi kemungkinan kekambuhan dikarenakan kemungkinan bakteri yang merupakan sumber infeksi yang masih tersisa di dalam saluran akar. Namun dengan dilakukan perawatan saluran akar ini, gigi masih bisa dipertahankan. Sedangkan untuk ekstraksi gigi, sumber infeksi nya bisa dihilangkan tetapi juga bisa berakibat perforasi akar gigi ke dalam sinus maksilaris apabila ekstrasi tidak dilakukan dengan hati-hati. Sedangkan untuk perawatan rongga sinus pada pasien, dokter gigi harus merujuknya (bekerja sama) dengan dokter spesialis THT.

Pasien Laki-laki 58 tahunSKENARIO 5

Gigi sisa akarGangren radixKelainan Jantung

memperparah

Open Heart Surgery

Menghilangkan fokal infeksi Resiko endokarditis

Infeksi periapikal

Resiko bakteremiaAntibotik Pasca Ekstraksi

Penyebaran perhematogenRB: Vena alveolar inferiorRA: Vena alveolar posterior superiorPleksus Vena PterygoideusVena JugularisVena Cava SuperiorMasuk ke JantungMelekat pada EndokardBakteri EndokarditisEkstraksi GigiAnestesi LokalAntibiotik Profilaksis Pra Ekstraksi gigi

Seorang penderita laki-laki usia 58 tahun datang atas rujukan dari Klinik Kardiologi RS Dr Soetomo untuk mencabutkan gigi-giginya yang sisa akar. Di dalam surat rujukan disebutkan bahwa penderita boleh dilakukan pencabutan gigi tetapi harus diberikan antibiotik 1 jam sebelum tindakan.

PembahasanDalam kasus ini, rujukan dikirim oleh klinik Kardiologi untuk mencabutkan gigi pasien. Hal ini menunjukkan pasien memiliki kelainan pada jantung. Pada orang yang menderita kelainan pada jantung, gigi yang gangren dapat menjadi salah satu fokal infeksi. Fokal infeksi adalah suatu infeksi lokal yang awalnya hanya melibatkan sebagian kecil dari tubuh, tetapi dapat berkembang menyebabkan infeksi pada bagian tubuh lain. Sebelum pasien melakukan open heart surgery, dokter kardiolog akan menyarankan pasien untuk mencabut gigi yang bermasalah, karena bakteri dan mikroorganisme lain yang terdapat di aliran darah selama pembedahan jantung, dapat tersangkut pada septum jantung dan menginfeksi endokardium.Gigi pasien awalnya terkena karies lalu berkembang menjadi pulpitis. Respon tubuh pasien tidak dapat menanggulanginya sehingga terjadilah gangren radix atau nekrosis akibat respon inflamasi pada pulpa. Pada gigi nekrosis, bakteri dapat menembus ruang pulpa dan masuk hingga ke apeks gigi lalu menimbulkan infeksi pada periapikal. Infeksi yang terjadi pada periapikal dapat menyebar melalui sistem peredaran darah. Pada kasus ini, jika dilakukan ekstraksi maka bakteri pada periapikal dapat masuk ke pembuluh darah yang disebut sebagai bakteremia. Salah satu bakteri penyebab utama terjadinya bakteremia adalah Streptococcis viridans.Bakteri patogen masuk ke dalam vena rongga mulut di sekitar tempat ekstraksi yaitu vena alveolaris superior pada maksila atau vena alveolaris inferior pada mandibula lalu turut mengalir dengan darah ke pleksus vena pterigoid. Pleksus vena pterigoid merupakan penghubung antara sinus cavernosus dengan pleksus vena faringeal dan vena maksilaris melalui vena emisaria. Bakteri kemudian mengalir hingga vena jugularis internal dan eksternal dan masuk ke jantung. Bakteri tersebut akan melekat pada lapisan endokardium dan permukaan katub jantung lalu menyebabkan terjadinya endokarditis bakterial infektif. Meskipun endokarditis dapat terjadi pada katub jantung yang normal, namun pada pasien dengan kelainan katup tertentu dan gangguan kardiovaskuler akan memudahkan terjadinya infeksi tersebut.Endokarditis infektif dibagi menjadi dua yaitu endokarditis infektif akut dan sub-akut. Pada endokarditis infektif akut mikroorganisme penyebabnya adalah mikroorganisme yang sangat virulen (misalnya Staphylococcus aureus), sedangkan Pada endokarditis infektif sub-akut disebabkan oleh mikroorganisme dengan virulensi yang sedang hingga rendah (Streptococcus viridans). Infeksi pada rongga mulut dan prosedur bedah mulut yang invasive merupakan rute masuknya mikroorganisme khususnya pada endokarditis akibat Streptococcus viridans. Untuk mencegah terjadinya endokarditis, pada kasus ini pasien diberi antibiotik profilaksis sebelum dilakukan ekstraksi. Antibiotik profilaktik ini harus diberikan 1 jam sebelum dilakukan tindakan ekstraksi gigi dengan dosis tinggi, dan dilanjutkan dengan setengah dosis awal setelah 6 jam dan 12 jam dilakukan tindakan. Antibiotik dikonsumsi selama 5 hari. Jika pemberian antibiotik secara peroral tidak memungkinkan, maka dapat diberikan secara parenteral. Obat yang direkomendasikan oleh The American Heart Association (2007) untuk antibiotik profilaksis adalah sebagai berikut:

Situasi PasienAntibiotikRuteDosis sebelum tindakanRegimen

DewasaAnak

Antibiotik biasaAmoxicillinoral2 g50 mg/kg1 jam sebelum prosedur

Tidak dapat meminum obat per oralAmpicillinCephazolin*iv/imiv/im2 g1g50 mg/kg50 mg/kg30 menit sebelum prosedur

Alergi penisillinClindamycinCephalexinAzithromycinoraloraloral600 mg2 g500 mg20 mg/kg50 mg/kg15 mg/kg1 jam sebelum prosedur1 jam sebelum prosedur1 jam sebelum prosedur

Alergi penisilin dan tidak dapat meminum obat per oralClindamycinCefazolin*iviv/im600 mg1g200 mg/kg50 mg/kg30 menit sebelum prosedur30 menit sebelum prosedur

Keterangan: iv: intravena; im: intramuscular* Cephalosporin jangan digunakan pada individu yang mengidap reaksi hipersensitif terhadap penisilin.

Selain pemberian antibiotik profilaksis, sebelum tindakan ekstraksi akan dilakukan tindakan anastesi lokal. Anastesi menggunakan bahan yang sedikit mengandung atau tanpa vasokonstriksi agar denyut jantung tidak meningkat.