Upload
eriis-cebong
View
35
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
1. Pengertian Tarif
Pengertian tarif sering kali diartikan sebagai
daftar harga (sewa, ongkos dan sebagainya)
sehingga dari pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa tarif sama dengan harga.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat
ahli mengenai pengertian tarif, sehingga menjadi
jelas pengertian antara tarif dan harga.
Ibrahim Pranoto K (1997:55) mendefinisikan
tarif sebagai berikut: tarif disebut juga bea atau
duty yaitu sejenis pajak yang dipungut atas
barang-barang yang melewati batas negara. Bea
yang dibebankan pada impor barang disebut bea
impor atau bea masuk (import tarif, import duty)
dan bea yang dibebankan pada ekspor disebut
bea ekspor, sedangkan bea yang dikenakan
pada barang-barang yang melewati daerah
pabean negara pemungut disebut bea transitu
atau transit duty.
Menurut Hamdy Hady (2000:65) tarif adalah
pungutan bea masuk yang dikenakan atas
barang impor yang masuk untuk dipakai/
dikonsumsi habis di dalam negeri.
Pengertian tarif dikemukakan pula oleh
Sobri (1997:71) yaitu suatu pembebanan atas
barang yang melintasi daerah pabean (costum
area). Daerah pabean adalah suatu daerah
geografis, yang mana barang-barang bebas
bergerak tanpa dikenakan cukai (= bea pabean).
Sedangkan menurut Tulus T.H. Tambunan
(2004:328) tarif adalah salah satu instrumen dari
kebijakan perdagangan luar negeri yang
membatasi arus perdagangan internasional.
Selanjutnya menurut Aliminsyah, dkk dalam
buku Kamus Istilah Akuntansi (2002:290-291)
mendefinisikan tarif sebagai pengaturan yang
sistematik dari bea yang dipungut atas barang
dan jasa yang melewati batas-batas Negara.
Dari pendapat-pendapat diatas maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa tarif merupakan
pungutan yang dibebankan untuk semua
barang-barang yang melewati batas negara baik
untuk barang yang masuk maupun keluar. Tarif
merupakan salah satu kebijakan pemerintahan
dalam mengatasi perdagangan dalam negeri dan
merupakan salah satu devisa negara.
2. Jenis-jenis Tarif
Selanjutnya akan dijelaskan beberapa jenis-jenis
tarif:
1. Tarif nominal : adalah besarnya presentase
tarif suatu barang tertentu yang tercantum dalam
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI). Buku
Tarif Bea Masuk Indonesia yang digunakan saat
ini adalah buku tarif berdasarkan ketentuan
harmonized system atau HS yang menggunakan
penggolongan barang dengan sistem 9 digit.
Penggolongan barang dengan sistem digit ini
akan mempermudah dan memperlancar arus
perdagangan internasional karena adanya
kesatuan kode barang untuk seluruh negara,
terutama yang telah menjadi anggota World
Customs Organization (WCO) yang bermarkas di
Brussel.
2. Tarif proteksi efektif : Tarif proteksi efektif ini
disebut juga sebagai Effective Rate of Protection
(ERP), yaitu kenaikan Value Added
Manufacturing (VAM) yang terjadi karena
perbedaan antara presentase tarif nominal untuk
barang jadi atau CBU (Completely Built-Up)
dengan tarif nominal untuk bahan baku/
komponen input impornya atau CKD (Completely
Knock Down).
3. Tarif berdasarkan harga (burden rate) : tarif
yang digunakan dalam pembebanan overhead
pra produksi.
4. Tarif bunga efektif (effective rate of interest) :
adalah tarif bunga di pasaran pada saat
pengeluaran obligasi.
5. Tarif dasar (basing rate):
a. Tempat yang dipilih untuk dijadikan dasar
penentu dari tarif-tarif pengangkutan dari satu
tempat ke tempat lain.
b. Tarif untuk menentukan tarif-tarif lainnya.
6. Tarif diskonto (discount rate): adalah tarif yang
digunakan untuk menghitung bunga yang harus
dipotongkan dari nilai jatuh tempo dari wesel.
7. Tarif pajak (tax rate): adalah tarif yang
diterapkan atas penghasilan kena pajak untuk
menghitung pajak penghasilan yang terhutang.
Tarif ini ditetapkan dalam undang-undang.
8. Tarif pajak marjinal (marginal tax rate): adalah
tarif pajak tertinggi yang dikenakan terhadap laba
dari wajib pajak.
9. Tarif transito (cut back rate): adalah tarif
pengangkutan yang dikenakan untuk pengapalan
transito
10. Tarif varian upah langsung (direct labor rate
variance): adalah perbedaan biaya antara tarif
sebenarnya yang dibayar untuk upah langsung
dengan tarif standar untuk memproduksi barang.
11. Tarif yang ditentukan lebih dulu (predetermined
transfer price): adalah beban biaya tidak
langsung yang ditentukan terlebih dahulu untuk
tiap departemen yang menggunakannya. Jadi
disini beban-beban yang dianggarkan, sehingga
setelah terjadi dicari selisih efisiensi (spending
variance).
2.1 Konsep Biaya Produksi
2.1.1 Pengertian Biaya
Untuk menghasilkan suatu produk (output) tertentu diperlukan
sejumlah input. Dari sudut pandang produsen, biaya adalah nilai dari
sejumlah input (faktor produksi) yang digunakan untuk menghasilkan
suatu produk (output).
Output atau produk bisa berupa jasa pelayanan atau bisa juga
berupa barang. Di sektor kesehatan misalnya Rumah Sakit dan Puskesmas,
produk yang dihasilkan berupa jasa pelayanan kesehatan. Untuk
menghasilkan pelayanan pengobatan di Rumah Sakit, diperlukan sejumlah
input (faktor produksi) yang antara lain berupa obat, alat kedokteran,
tenaga dokter, perawat, gedung dan sebagainya. Dengan demikian biaya
pelayanan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dapat dihitung dari nilai
(jumlah unit X harga) obat, alat kedokteran, tenaga dokter, perawat, listrik,
gedung dan sebagainya yang digunakan untuk menghasilkan pelayanan
kesehatan.
Biaya juga sering diartikan sebagai nilai dari suatu pengorbanan
untuk memperoleh suatu output tertentu jika dianalisis dari sudut pandang
konsumen. Pengorbanan itu bisa berupa uang, barang, tenaga, waktu
maupun kesempatan. Dalam analisis ekonomi nilai kesempatan untuk
memperoleh sesuatu yang hilang karena melakukan suatu kegiatan juga
dihitung sebagai biaya yang disebut dengan biaya kesempatan
(opportunity cost). Apapun wujud pengorbanan tersebut, dalam
penghitungan biaya semuanya harus ditransformasikan ke dalam nilai
uang.
2.1.2 Pengertian Produksi
Menurut Ahyari (2002) produksi adalah suatu cara, metode
ataupun teknik menambah keguanaan suatu barang dan jasa dengan
menggunakan faktor produksi yang ada seperti tenaga kerja, mesin, bahan
baku dan dana agar lebih bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Menurut
Setiaji (2008), produksi adalah penciptaan atau penambahan faedah,
bentuk, waktu dan tempat atas faktor-faktor produksi sehingga lebih
bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan manusia.
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa produksi
adalah kegiatan untuk menciptakan dan menambah kegunaan (Utility)
suatu barang dan jasa.
2.1.3 Pengertian Biaya Produksi
Biaya produksi merupakan sebagian keseluruhan faktor yang
dikorbankan dalam proses produksi untuk menghasilkan produk hingga
produk tersebut sampai di tangan konsumen (Widjajanta, Widyaningsih,
2007). Jadi biaya produksi merupakan pengertian biaya yang dilihat dari
sudut pandang produsen, sehingga biaya produksi dapat diartikan sebagai
besarnya biaya atau pengorbanan yang harus dikeluarkan oleh produsen
untuk mendapatkan faktor produksi yang nantinya bisa digunakan untuk
menghasilkan output yang berupa jasa pelayanan ataupun berupa barang.
2.2 Klasifikasi Biaya
Klasifikasi biaya adalah penggolongan atau proses
mengelompokkan secara sistematis atas keseluruhan elemen yang ada ke
dalam golongan-golongan tertentu yang lebih ringkas untuk dapat
memberikan informasi yang lebih punya arti atau lebih penting.
2.2.1 Klasifikasi Biaya Menurut Hubungannya dengan Skala Produksi
1. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang dalam periode waktu tertentu
jumlahnya tetap, tidak bergantung pada jumlah pelayanan yang
dihasilkan. Contohnya : nilai dari gedung rumah sakit yang digunakan
(biaya gedung yang digunakan tidak berubah baik ketika pelayanannya
meningkat maupun menurun), nilai dari peralatan kedokteran, nilai
tanah tempat berdirinya rumah sakit.
2. Biaya Variabel (Variable Cost)
Biaya variabel adalah biaya yang besarnya tergantung pada output
yang dihasilkan. Misalnya biaya bahan untuk menghasilkan suatu
produk. Semakin banyak produk yang dihasilkan maka semakin banyak
bahan yang digunakan. Tak heran jika biaya semakin besar.
3. Biaya semitetap (semifixed cost)
Biaya semitetap adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume
kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang kostan pada volume
produksi tertentu.
4. Biaya semi variabel (semivariable cost)
Biaya semivariabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding
dengan perubahan volume kegiatan. Biaya ini mengandung unsur biaya
tetap dan unsur biaya variabel. Misalnya Biaya Tagihan Telepon, Biaya
Tagihan PLN (Listrik).
2.2.2 Jenis biaya berdasarkan fungsi dan aktivitas sumber daya
a. Biaya langsung (direct cost)
Biaya langsung adalah biaya yang dapat dihitung untuk tiap unit output
yang dihasilkan. Termasuk biaya langsung misalnya adalah biaya
tenaga kesehatan di Rumah Sakit.
b. Biaya tidak langsung (indirect cost)
Biaya tidak langsung adalah biaya yang dikeluarkan, tetapi tidak bisa
dihitung untuk tiap unit produk yang dihasilkan karena adanya unsur-
unsur biaya penggunaan fasilitas bersama. Biaya tidak langsung ini
disebut pula overhead cost. Contohnya biaya peralatan kantor
manajemen Rumah Sakit.
2.2.3 Jenis biaya berdasarkan pertanggungjawaban
a. Biaya Terkendali (controllable cost)
Adalah biaya yang secara langsung dapat dipengaruhi oleh seorang
pimpinan tertentu dalam jangka waktu tertentu.
Contoh : Biaya pemasangan iklan merupakan biaya terkendali bagi
manager Pemasaran.
b. Biaya Tak Terkendali (noncontrollable cost)
Adalah biaya yang tidak dapat dipengaruhi oleh seorang pimpinan
tertentu berdasarkan wewenang yang dimiliki atau tidak dapat
dipengaruhi oleh seorang pimpinan dalam jangka waktu tertentu.
Contoh : Biaya penggunaan bahan merupakan biaya tidak terkendali
bagi Manager Pembelian
2.2.4 Jenis biaya yang digunakan dalam pengambilan keputusan
a. Avoidable cost
Biaya-biaya yang dapat dihindari sebelum terjadinya suatu keputusan.
b. Sunk cost
Biaya-biaya yang telah dikeluarkan/ diterima sebelum terjadinya suatu
keputusan.
c. Incremental cost
Biaya yang timbul akibat adanya pertambahan/pengurangan output.
d. Opportunity cost
Biaya alternatif yang ditimbulkan akibat dipilihnya suatu keputusan.
2.3 Penghitungan Total Cost / Biaya Total
Dalam menjalankan suatu proses produksi tentu dihasilkan produk
baik berupa barang atau pun jasa. Sesuai dengan rumus produksi yaitu
adanya input, proses, dan output. Barang atau jasa yang dihasilkan
merupakan hasil dari penggunaan input modal, tenaga kerja, dan bahan
yang selanjutnya diproses menjadi barang dan jasa. Perusahaan
mendapatkan input tersebut dari pasar – pasar faktor produksi. Selanjutnya
tentu sebuah perusahaan akan menghitung berapa jumlah biaya total yang
timbul untuk memproduksi sejumlah barang.
2.3.1 Rumus Dalam Penghitungan Biaya Total
Biaya total adalah keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan
oleh suatu perusahaan. Biaya total berarti pula total pengeluaran terendah
yang diperlukan untuk memproduksi setiap tingkat output. Biaya total
akan meningkat ketika kuantitas dari barang yang diproduksi juga
meningkat. Dalam makalah ini dicontohkan tiga jenis penghitungan biaya
produksi yang berbeda klasifikasi namun hasil penghitungan
akhirnya tetap sama, adapun penghitungannya sebagai berikut :
1. Berdasarkan Skala Produksi.
TC = FC + VC
Keterangan : TC = Total cost
FC = Fixed cost
2. Berdasarkan Lama penggunaannya
TC = IC + OC + MC
Keterangan : TC = Total cost
IC = Investment cost
OC = Operasional cost
MC = Maintanance cost
3. Berdasarkan Fungsi Produksi
TC = IDC + DC
Keterangan : TC = Total cost
IDC = Indirect cost
DC = Direct cost
2.3.2 Penghitungan Satuan Biaya Rata-Rata
Biaya satuan adalah biaya yang dihitung untuk satu satuan produk
(pelayanan). Biaya satuan diperoleh dari biaya total (TC) dibagi jumlah
produk (Q) atau TC/Q. Dengan demikian dalam menghitung biaya satuan
harus ditetapkan terlebih dahulu besaran produk. Biaya satuan seringkali
disamakan dengan biaya rata-rata (average cost). Penetapan besaran
satuan produk itu dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Makin kecil satuan
produk/pelayanan akan makin rumit dalam menghitung biaya satuan.
Rumus biaya satuan :
Unit cost/Average cost AC = AFC + AVC
Keterangan :
TC = Total Cost VC = variable Cost
FC = Fixed Cost Q = Quantity of Output
AC = Average cost AFC = Average fixed cost
AVC = Average variable cost
Dengan melihat rumus biaya satuan (TC/Q) tersebut, maka jelas
tinggi rendahnya biaya satuan suatu produk tidak saja dipengaruhi oleh
besarnya biaya total tetapi juga dipengaruhi oleh besarnya produk atau
pelayanan.
Biaya satuan ada 2 macam, yaitu:
a. Biaya satuan actual/biaya tetap rata-rata/average fixed cost = AFC
Yaitu biaya tetap yang dikeluarkan unit produksi perusahaan untuk
menghasilkan satu output berdasarkan besaran produk perusahaan.
Nilai AFC hanya dipengaruhi oleh perubahan output karena jumlah
TFC sifatnya konstan.
AFC = TFC
Q
Kurva AFC merupakan sebuah garis lengkung yang mengarah ke
kanan bawah. Hal ini memang seharusnya demikian sebab kedua ujung
kurva AFC semakin lama semakin mendekati garis sumbu grafik tetapi
tidak pernah menyinggung apalagi memotong sumbu-sumbunya. Hal
ini karena di ujung kiri, pada tingkat output nol, nilai AF adalah tak
hingga (~). Sedangkan di ujung kanan, nilai AFC tidak mungkin sama
dengan nol, berapapun jumlah output yang dihasilkan.
Grafik Kurva biaya tetap rata-rata
b. Biaya satuan normative/biaya variabel rata-rata/Average variable cost
= AVC
Yaitu biaya yang diperlukan untuk menghasilkan satu jenis produk
perusahaan menurut standar baku dengan melihat kapasitas dan
utilitasnya.
AVC = TVC
Q
Penetapan harga yang rasional mutlak memerlukan informasi tentang
biaya satuan. Dalam kenyataan tidak mudah menghitung biaya satuan,
antara lain karena produk perusahaan cenderung sangat banyak. Kurva
TC memiliki memiliki bentuk persis dengan kurva VC (hanya letaknya
saja yang berbeda), bentuk kurva biaya rata-rata (AC) itu pun juga
menyerupai bentuk kurva biaya variabel rata-rata (AVC). Kalau
bentuk kurva biaya variabel rata-rata menyerupai huruf U, bentuk
kurva biaya rata-rata itu pun juga menyerupai huruf U. Biaya rata-rata
mula-mula sekali turun dan sesudah dicapai suatu titik tertentu, lalu
mulai naik.
Grafik Kurva Biaya Variabel Rata-rata
Biaya Rerata
AFC
Biaya Rerata
AFC0
K
Q
L
AVC
Namun demikian, meskipun bentuk kurva biaya rata-rata (AC) ini
juga menyerupai huruf U tetapi ada perbedaan dengan kurva biaya
varibel rata-rata (AVC). Bedanya adalah bahwa kurva biaya rata-rata
(AC) itu turun dengan cepat, tetapi naik dengan perlahan-lahan.
Dengan kata lain, bagian kiri kurva itu lebih curam dibandingkan
bagian kanannya. Hal ini dapat terjadi karena adanya pengaruh dari
kurva biaya tetap rata-rata (AFC). Kita ketahui bahwa kurva biaya
tetap rata-rata mula-mulai turun dengan tajam, untuk kemudan makin
lama makin melandai. Bagian pertama kurva AFC yang curam itu
ketika bergabung dengan bagian kurva AVC yang juga turun
menghasilkan kurva biaya rata-rata yang curam.
Selanjutnya bagian kanan kurva biaya variabel rata-rata yang naik
ketika bergabung dengan bagian kanan kurva biaya tetap rata-rata yang
landai, lalu menghasilkan kurva biaya rata-rata yang sekalipun naik-
landai. Itu sebabnya mengapa kurva biaya rata-rata mempunyai bentuk
yang sebelah kiri turun dengan cepat dan bagian kananya naik dengan
lebih lambat, dan itu pula sebabnya mengapa kurva biaya rata-rata
tidak terletak tepat di atas kurva biaya variabel rata-rata sebagaimana
kurva TC terletak tepat di atas kurva VC, melainkan antara keduanya
terpisahkan oleh jarak vertikal yang makin ke kanan makin
menyempit. Berkaitan dengan hal ini, setiap titik di sepanjang kurva
biaya rata-rata menyatakan besarnya biaya total yang harus dipikul
oleh setiap satuan output.
Biaya rata-rata ini paling rendah ketika kurva biaya rata-rata
mencapai titiknya yang terendah. Hal ini menerangkan bahwa pada
saat biaya rata-rata terendah itu output telah dihasilkan dengan cara
yang paling efisien, artinya setiap satuan output telah dihasilkan
dengan biaya yang serendah-rendahnya. Itulah sebabnya tingkat output
yang dihasilkan ketika biaya rata-rata adalah terendah atau minimum
seperti itu disebut sebagai tingkat output yang optimal.
Biaya satuan pada pelayanan kesehatan memiliki karakteristik,
antara lain sebagai berikut:
a Biaya yang dihitung tersebar di unit Biaya produksi dan unit
penunjang. Sehingga perlu metode distribusi biaya untuk
mengalokasikan biaya yg ada di unit penunjang ke unit
produksi
b Output pelayanan kesehatan sangat beragam, baik unit
pelayanan maupun tindakannya.
c Ada yg sifatnya ideal (kapasitas) dan aktual (apa adanya),
yang disebut unit cost normatif dan unit cost actual
2.4 Break Even Point (Titik Impas)
2.4.1 Pengertian Break Even Point (Titik Impas) menurut para ahli
a. Syarifuddin Alwi (1990)
Suatu keadaan perusahaan dimana dengan keadaan tersebut perusahaan
tidak mengalami kerugian juga perusahaan tidak mendapatkan laba
sehingga terjadi keseimbangan atau impas. hal ini bisa terjadi bila
perusahaan dalam pengoperasiannya menggunakan biaya tetap dan
volume penjualannya hanya cukup untuk menutup biaya tetap dan biaya
variable.
b. Bambang Riyanto (1995)
Volume penjualan di mana penghasilannya (revenue) tepat sama
besarnya dengan biaya totalnya, sehingga perusahaan tidak mendapatkan
keuntungan atau menderita kerugian.
c. Mulyadi (2001)
Keadaan suatu usaha yang tidak memperoleh laba dan tidak menderita
rugi. Dengan kata lain, suatu usaha dikatakan impas jika jumlah
pendapatan atau revenue (penghasilan) sama dengan jumlah biaya, atau
apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya
tetap saja.
d. Menurut Dwi Prastowo Darminto dan Rifka Julianty (2002) dalam
bukunya Analisa Laporan Keuangan :
Konsep dan Manfaat Titik impas adalah titik dimana total biaya sama
dengan total penghasilan.
e. Menurut Henry Simamora (2002) dalam bukunya Akuntansi
Manajemen,
Volume penjualan dimana jumlah pendapatan dan jumlah bebannya
sama, tidak terdapat laba maupun rugi.
f. Armila Krisna Warindrani, (2006) Break Even Point kondisi perusahaan
yang tidak memperoleh laba dan tidak mengalami kerugian, dengan
mengetahui Break Even Point dimana perusahaan akan meningkatkan
penjualan diatas break even point untuk mendapatkan laba dan
menghindarkan penjualan dibawah Break Even Point karena akan
menderita kerugian.adalah
g. Darsono Prawironegoro dan Ari Purwanti (2008)
Posisi dimana perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita
kerugian. BEP atau titik impas sangat penting bagi manajemen untuk
mengambil keputusan untuk menarik produk atau mengembangkan
produk.
h. Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2009) dalam bukunya Akuntansi
Biaya Melalui Pendekatan Manajerial Titik impas
Suatu keadaan dimana perusahaan yang pendapatan dan penjualannya
sama dengan jumlah total biayanya atau besarnya kontribusi marjin sama
dengan total biaya tetap.
2.4.2 Manfaat Break Even Point
Menurut Soehardi Sigit, (2002), Analisis Break Even Point dapat
digunakan untuk membantu menetapkan sasaran dan tujuan perusahaan.
Analisis Break even secara umum dapat memberikan informasi kepada
pimpinan, bagaimana pola hubungan antara volume penjualan, cost/biaya,
dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada level penjualan tertentu.
Dalam analisis BEP terdapat manfaat bagi manajemen antara lain:
1) Membantu pengendalian melalui anggaran (budgetery control).
Membantu menunjukkan perubahan apabila ada yang diperlukan
untuk menjadikan biaya selaras dengan pendapatan.
2) Meningkatkan dan menyeimbangkan penjualan. Berlaku sebagai
sinyal peringatan untuk menggugah manajemen terhadap
kemungkinan kesulitan dalam program penjualan. Jika penjualan
secara relatif tidak cukup tinggi dibandingkan dengan biasanya
seperti semestinya, kenyataan ini akan diperhatikan. Dengan
demikian akan tersedia cukup waktu guna mengevaluasi kembali
teknik penjualan.
3) Menganalisa dampak volume penjualan. Memberi jawaban atas
pertanyaan seperti:
a. Berapa banyak volume penjualan saat ini bisa berkurang
sebelum industri menderita rugi?
b. Berapa kenaikan laba bila ada kenaikan volume penjualan?
4) Menganalisis harga jual dan dampak perubahan biaya. Menunjukkan
pengaruh yang mungkin terjadi atas laba akibat perubahan harga jual
yang disertai oleh perubahan lain, sebagai contoh:
a. Perubahan apa yang dapat diharapkan dalam laba jika terjadi
perubahan harga dengan asumsi semua faktor lainnya
tetap/konstan?
b. Jika harga barang dikurangi apa kombinasi perubahan volume
dan biaya yang paling praktis untuk diberikan dan apa pengaruh
bersih kombinasi industri tersebut terhadap laba?
c. Demikian pula jika harga naik apa kombinasi perubahan dan
pengaruhnya terhadap laba yang layak untuk diharapkan?
5) Merundingkan upah. Membantu manajemen karena:
a. Menunjukkan dengan cepat kemungkinan pengaruh perubahan
usulan gaji terhadap laba (dianggap tidak ada perubahan
efisiensi karyawan).
b. Memberikan bantuan dalam menentukan kemungkinan
penghematan efisiensi yang dapat melindungi posisi laba
industri.
6) Menganalisa bauran produk. Memungkinkan dilakukan pengujian
krisis atas bauran produk. Analisa impas untuk tiap jalur produk
merupakan bantuan yang berharga dalam menentukan produk mana
yang mungkin harus dihapuskan.
7) Menilai keputusan-keputusan kapitulasi dan ekspansi lanjutan
memberi sarana guna menilai terlebih dahulu usulan belanja barang
modal yang dapat mengubah struktur biaya industri
8) Menganalisa margin pengamanan sebagai cadangan margin
pengaman dan cara untuk mempengaruhi melalui pengamanan.
Analisis break even dapat membantu pimpinan dalam mengambil
keputusan mengenai hal-hal sebagai berikut:
a. Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar
perusahaan tidak mengalami kerugian.
b. Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan
tertentu.
c. Seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak
menderita rugi.
d. Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan
volume penjualan terhadap keuntungan yang diperoleh.
2.4.3 Tujuan Break Even Point
a. Mencari tingkat aktivitas dimana pendapatan sama dengan biaya.
b. Menunjukan suatu sasaran volume penjualan minimal yang harus
diraih.
c. Memungkinkan perusahaan mengetahui apakah mereka beroperasi
dekat atau jauh dari titik impas.
2.4.4 Asumsi Dasar BEP
Dalam penggunaan teknik analisis titik impas digunakan beberapa asumsi
dasar sebagai berikut :
1. Tarif setiap jenis pelayanan diasumsikan konstan pada berbagai
tingkatan volume pemakaian. Asumsi ini diperlukan untuk
menggambarkan penerimaan dalam bentuk garis lurus.
2. Semua elemen biaya produksi dapat dikelompokkan kedalam
kelompok biaya tetap dan biaya variabel. Biaya variabel mempunyai
variabilitas terhadap output yang diproduksi bukan terhadap kegiatan
lain di luar produksi.
3. Harga faktor produksi (seperti upah pegawai, harga kapital, dll)
diasumsikan konstan pada berbagai tingkatan kegiatan produksi.
Asumsi ini diperlukan untuk menggambarkan biaya dalam bentuk
garis lurus.
4. Kapasitas yang dimiliki firma adalah tidak berubah, karena perubahan
kapasitas yang dimiliki rumah sakit dapat merubah pola hubungan
antara biaya penerimaan dan laba. Asumsi ini menunjukkan bahwa
analisis titik impas hanya kita gunakan dalam periode jangka pendek.
5. Tingkat efisiensi dari rumah sakit tidak berubah, karena program
efisiensi yang sangat berhasil ataupun sebaliknya tingkat pemborosan
yang luar biasa akann berpengaruh terhadap pola hubungan biaya
penerimaan dan laba.
6. Tingkat dan metode teknologi yang digunakan oleh rumah sakit tidak
berubah. Perubahan tingkat dan metode teknologi yang digunakan
rumah sakit dapat mempengaruhi pola hubungan antara biaya
penerimaan dan laba.
7. Apabila rumah sakit menyediakan bermacam-macam jenis pelayanan
(diversifikasi) maka komposisi jasa yang ditawarkan diasumsikan
tidak berubah. Perubahan komposisi ini akan berakibat berubahnya
persentase laba kontribusi.
2.4.5 Menentukan Break Even Point (BEP) / Titik Impas
1) Rumusan untuk menghitung BEP = titik impas dengan rumus
matematika
a) Atas dasar rupiah
b) Atas dasar unit
Keterangan:
FC : Biaya tetap
VC : Biaya variabel per unit
P : Harga jual per unit
S : Penjualan
BEP(Rp) : Jumlah untuk produk yang dihasilkan impas dalam
rupiah
BEP (Q) : Jumlah untuk produk yang dihasilkan impas dalam
unit
2) Analisis BEP dengan grafik
Grafik 1.2.Grafik BEP
3) Metode “Trial and Error”
Q
TC
P
P
(000)
BEP300
150
60 Q (000)
FC
VC
Penghitungan Break Even Point dapat dilakukan dengan cara “Trial
and Error” atau cara coba-coba, yaitu dengan menghitung
keuntungan netto dari suatu volume produksi atau penjualan tertentu.
Apabila penghitungan tersebut menghasilkan keuntungan, maka
diambil volume penjualan yang lebih rendah. Apabila dengan
mengambil suatu volume penjualan tertentu perusahaan menderita
kerugian, maka kita akan mengambil volume penjualan yang lebih
besar. Demikian seterusnya sehingga dicapai volume penjualan
dimana penghasilan penjualan tepat sama dengan biaya total.
2.4.6 CRR (Cost Recovery Rate)
Cost Recovery Rate adalah nilai dalam persen yang menunjukkan
seberapa besar kemampuan rumah sakit menutup biayanya (Cost)
denganpenghasilan yang didapatkan retribusi pasien (revenue). Rumus
perhitungannya adalah :
Tujuan dari perhitungan CCR dapat digunakan sebagai indikator
kinerja keuangan rumah sakit serta mengidentifikasi keadaan untung atau
ruginya rumah sakit. Idealnya CRR di suatu organisasi adalah >1 atau >
100%, Jika CRR =1 atau 100% berarti organisasi tersebut belum
memperoleh keuntungan secara finansial, tidak ada selisih antara
pendapatan dengan pengeluaran (wulandari, 2003). Dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2005 tentang pengelolaan
keuangan badan layanan umum “Pasal 1, yang disebut BLU (Badan
Layanan Umum) adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang dan atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan
dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas”. Persyaratan rumah sakit yang ingin menjadi BLU, antara
lain harus memiliki cost recovery rate atau anggaran yang bias diperoleh
dari pelayanan sebesar 60 % , rumah sakit harus memiliki rencana bisnis
dan neraca yang siap di audit serta memiliki peraturan atau hospital by
law.
BAB III
APLIKASI PENGHITUNGAN BIAYA PRODUKSI, BEP DAN CRR PADA
PELAYANAN HAEMATOLOGI LABORATORIUM DI YAYASAN
KESEHATAN TELKOM SURABAYA
3.1 Analisa Biaya Produksi, BEP dan CRR pada Poli Gigi Yayasan
Kesehatan Telkom Surabaya
1. Identifikasi biaya per bulan di poli gigi Yayasan Kesehatan Telkom
Surabaya adalah sebagai berikut :
No. Unsur Biaya Biaya (Rp) FC/VC DC/IDC IC/OC
1. Nilai Investasi Tanah 19.666.667 FC IDC IC
2. Depresiasi Nilai Gedung 20.000.000 FC DC IC
3. Depresiasi Alat Medis 15.000.000 FC DC IC
4. Depresiasi Alat Non Medis 5.500.000 FC DC IC
5. Biaya Pemeliharaan Gedung 250.000 VC DC OC
6. Biaya Pemeliharaan Alat Medis 500.000 VC DC OC
7. Gaji Dokter Gigi (1 orang) 4.500.000 FC DC OC
8. Gaji Perawat Gigi (1 orang) 2.500.000 FC DC OC
9.Gaji Tenaga Kebersihan (1 orang)
900.000 FC IDC OC
10. Biaya Listrik 500.000 VC DC OC
11. Biaya Air 250.000 VC IDC OC
12. Biaya Telepon 200.000 VC IDC OC
13. Biaya Bahan Habis Pakai 1.000.000 VC IDC OC
14. Biaya Pencetakan Kartu Pasien 150.000 VC DC OC
Total Cost (Biaya Produksi Total) 70.916.667
2. Penghitungan Unit Cost
UCn = TFC/Qcap + TVC/Qac
= Rp 68.816.667,00 / 900+ Rp 2.100.000,00 / 630
= Rp 76.463,00 + Rp 3.334,00
= Rp 79.797,00
Keterangan :
UCn = Unit Cost Normatif
TFC = Total Fixed Cost
Qcap = Jumlah target pasien per bulan, diperoleh dari pasien supply
maksimal
TVC = Total Varible Cost
Qac = Jumlah pasien actual, diperoleh dari data rata-rata pasien per
bulan
Jadi unit cost normatif Poli Gigi Yayasan Telkom Surabaya adalah Rp.
79.797,00
Penghitungan Unit Cost Aktual:
UCac = TC/Qac
= Rp 70.916.667,00/630
= Rp 112.566,00
Keterangan :
UCac = Unit Cost Aktual
TC = Total Cost
Qac = Jumlah pasien aktual per bulan, diperoleh dari jumlah rata-
rata pasien per bulan
3. Penghitungan BEP
QBEP(u) = TFC / (P-AVC)
= Rp. 68.816.667,00 / (Rp 100.000,00 - Rp. 3.334,00)
= Rp. 68.816.667,00/ Rp 96.666,00
= 711 pasien
Keterangan :
QBEP(u) : Tingkat output dimana keadaan titik impas terjadi
TFC : Biaya tetap total
P : Tarif per unit, diasumsikan rata-rata Rp 100.000,00
AVC : Biaya variabel per unit
QBEP(sales) = TFC / [1-(AVC/P)]
= Rp. 68.816.667,00 / [1 - (Rp. 3.334,00 / Rp 100.000,00)]
= Rp. 68.816.667,00 / 0,96666
= = Rp 71.190.147,00
Keterangan :
QBEP(sales) : Tingkat penjualan dimana keadaan titik impas terjadi
TFC : Biaya tetap total
P : Tarif per unit
AVC : Biaya variabel per unit
Jadi, poli gigi mengalami keadaan titik impas pada pasien ke 711 atau
tingkat penjualan sebesar Rp. 71.190.147,00.
4. Penghitungan CRR
CRR pada poli gigi Yayasan Telkom dapat dihitung dengan cara:
CRR Total = TR / TC x 100%
= 630 x Rp. 100.000,00 / Rp 70.916.667,00 x 100%
= Rp 63.000.000,00 / Rp 70.916.667,00 x 100%
= 88,9 %
Keterangan :
CRR Total : Cost Recovery Rate
TR : Total Revenue = Qac x P
TC : Total Cost
Jadi tingkat kemampuan pengembalian biaya poli gigi adalah sebesar 88,9%
3.2 Analisa Biaya Produksi, BEP dan CRR pada Pelayanan Haematologi
Laboratorium di Yayasan Kesehatan Telkom Surabaya
1. Identifikasi biaya per tahun di Pelayanan Haematologi Laboratorium di
Yayasan Kesehatan Telkom Surabaya adalah sebagai berikut :
No. Unsur Biaya Biaya (Rp) FC/VC DC/IDC IC/OC
1. Nilai Investasi Tanah 236.000.000 FC IDC IC
2. Depresiasi Nilai Gedung 200.000.000 FC DC IC
3. Depresiasi Alat Medis 150.000.000 FC DC IC
4. Depresiasi Alat Non Medis 180.000.000 FC DC IC
5. Biaya Pemeliharaan Gedung 9.000.000 FC DC OC
6. Biaya Pemeliharaan Alat Medis 12.000.000 FC DC OC
7. Gaji analis medis (2 orang) 66.000.000 FC DC OC
8. Gaji administrator (1 orang) 21.600.000 FC DC OC
9.Gaji Tenaga Kebersihan (1 orang)
10.800.000 FC IDC OC
10. Biaya Listrik 9.000.000 VC DC OC
11. Biaya Air 4.200.000 VC IDC OC
12. Biaya Telepon 2.400.000 VC IDC OC
13. Biaya Bahan Habis Pakai 12.000.000 VC DC OC
14. Biaya Pencetakan Kartu Pasien 1.800.000 VC DC OC
Total Cost (Biaya Produksi Total) 914.800.000
2. Penghitungan Unit Cost
UCn = TFC/Qcap + TVC/Qac
= Rp 885.400.000,00 / 3600 + Rp 29.400.000,00 / 3240
= Rp 245.945,00 + Rp 9.075,00
= Rp 255.020,00
Keterangan :
UCn = Unit Cost Normatif
TFC = Total Fixed Cost
Qcap = Jumlah target pasien per tahun, misal target yayasan adalah 3600
pasien setahun
TVC = Total Varible Cost
Qac = Jumlah pasien actual, diasumsikan 90% dari target = 3240 pasien
Penghitungan Unit Cost Aktual:
UCac = TC/Qac
= Rp 914.800.000,00 /3240
= Rp 282.345,00
Keterangan :
UCac = Unit Cost Aktual
TC = Total Cost
Qac = Asumsi jumlah pasien aktual dalam setahun (90% dari target)
Jadi, di Pelayanan Haematologi Laboratorium di Yayasan Kesehatan
Telkom Surabaya memiliki unit cost normatif = Rp. 255.020,00 dan unit
cost actual = Rp 282.345,00
3. Penghitungan BEP
QBEP(u) = TFC / (P-AVC)
= Rp. 885.400.000,00 / (Rp 250.000,00 - Rp. 9.075,00)
= Rp. 885.400.000,00 / Rp 240.925,00
= 3676 pasien
Keterangan :
QBEP(u) : Tingkat output dimana keadaan titik impas terjadi
TFC : Biaya tetap total
P : Tarif per unit, diasumsikan Rp 250.000,00
AVC : Biaya variabel per unit
QBEP(sales) = TFC / [1-(AVC/P)]
= Rp. 885.400.000,00 / [1 - (Rp 9.075,00 / Rp 250.000,00)]
= Rp. 885.400.000,00 / 0,96364
= Rp 918.807.854,00
Keterangan :
QBEP(sales) : Tingkat penjualan dimana keadaan titik impas terjadi
TFC : Biaya tetap total
P : Tarif per unit
AVC : Biaya variabel per unit
Jadi, Pelayanan Haematologi Laboratorium di Yayasan Kesehatan Telkom
Surabaya mengalami keadaan titik impas pada pelayanan pasien ke 3676
atau tingkat penjualan sebesar Rp 918.807.854,00.
4. Penghitungan CRR
CRR pada poli gigi Yayasan Telkom dapat dihitung dengan cara:
CRR Total = TR / TC x 100%
= 3240 x Rp. 250.000,00 / Rp 914.800.000,00 x 100%
= Rp 810.000.000,00 / Rp 914.800.000,00 x 100%
= 88,54 %
Keterangan :
CRR Total : Cost Recovery Rate
TR : Total Revenue = Qac x P
TC : Total Cost
Jadi tingkat kemampuan pengembalian biaya poli gigi adalah sebesar
88,54%