25
198 Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan « Asri Wijayan Dkk 1. Framework Sistem Peradilan Dosen Dalam Mewujudkan Penyelesaian Perselisihan Berkeadilan Surya Nita Universitas Pembangunan Panca Budi [email protected], 08116313103 Abstrak Framework sistem peradilan dosen diharapkan memberi rasa keadilan bagi dosen pendidik profesional dan ilmuwan. Penyelesaian kasus dosen dengan yayasan tidak diatur di dalam Undang-Undang Guru dan Dosen. Bagaimana pengaturan penyelesaian perselisihan hubungan kerja dosen dengan yayasan berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial atau mekanisme peradilan umum?; Bagaimana framework dalam mewujudukan sistem peradilan dosen di Indonesia?. Berdasarkan Putusan PK Mahkamah Agung No. 18/PK/TUN/2002 tanggal 11 Juni 2004, bahwa penyelesaian melalui PHI dosen merupakan pekerja bukan tenaga profesional sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Guru dan Dosen. Dosen merupakan profesi, maka obyek dari pemberhentian dosen adalah perbuatan melawan hukum. Pengertian perbuatan melawan hukum menurut Pasal 1365 KUHPerdata: “Tiap perbuatan melanggar hukum menyebabkan kerugian, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian, mengganti kerugian.” Sehingga perbuatan melawan hukum dapat diajukan melalui Peradilan Umum perkara perdata menjadi pilihan yang harus dilakukan sebagai pendidik profesional dan ilmuwan yang merupakan bidang profesi sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 1601 merupakan jasa baik yang tidak diatur di dalam ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan. “Putusan PK Mahkamah Agung No. 18/PK/TUN/2002 tanggal 11 Juni 2004 hubungan Rektor PTS dengan para dekan, dosen, serta lain-lain pejabat bukanlah hubungan hukum dalam kepegawaian yang termasuk dalam lingkup hukum publik. Keputusan bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara. Penelitian lapangan diperoleh data penyelesaian perselisihan hubungan kerja dosen melalui PHI bukan peradilan umum, kasus dosen bukan hanya

1. Framework Sistem Peradilan Dosen Dalam Mewujudkan ... · Penyelesaian Perselisihan Berkeadilan Surya Nita Universitas Pembangunan Panca Budi [email protected], 08116313103

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 198 Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    « Asri Wijayanti Dkk

    1. Framework Sistem Peradilan Dosen Dalam Mewujudkan Penyelesaian Perselisihan Berkeadilan

    Surya Nita

    Universitas Pembangunan Panca Budi

    [email protected], 08116313103

    Abstrak

    Framework sistem peradilan dosen diharapkan memberi rasa keadilan bagi dosen pendidik profesional dan ilmuwan. Penyelesaian kasus dosen dengan yayasan tidak diatur di dalam Undang-Undang Guru dan Dosen. Bagaimana pengaturan penyelesaian perselisihan hubungan kerja dosen dengan yayasan berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial atau mekanisme peradilan umum?; Bagaimana framework dalam mewujudukan sistem peradilan dosen di Indonesia?. Berdasarkan Putusan PK Mahkamah Agung No. 18/PK/TUN/2002 tanggal 11 Juni 2004, bahwa penyelesaian melalui PHI dosen merupakan pekerja bukan tenaga profesional sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Guru dan Dosen. Dosen merupakan profesi, maka obyek dari pemberhentian dosen adalah perbuatan melawan hukum. Pengertian perbuatan melawan hukum menurut Pasal 1365 KUHPerdata: “Tiap perbuatan melanggar hukum menyebabkan kerugian, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian, mengganti kerugian.” Sehingga perbuatan melawan hukum dapat diajukan melalui Peradilan Umum perkara perdata menjadi pilihan yang harus dilakukan sebagai pendidik profesional dan ilmuwan yang merupakan bidang profesi sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 1601 merupakan jasa baik yang tidak diatur di dalam ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan. “Putusan PK Mahkamah Agung No. 18/PK/TUN/2002 tanggal 11 Juni 2004 hubungan Rektor PTS dengan para dekan, dosen, serta lain-lain pejabat bukanlah hubungan hukum dalam kepegawaian yang termasuk dalam lingkup hukum publik. Keputusan bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara. Penelitian lapangan diperoleh data penyelesaian perselisihan hubungan kerja dosen melalui PHI bukan peradilan umum, kasus dosen bukan hanya

  • « Asri Wijayanti Dkk

    199Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    permasalahan hubungan kerja dosen dibunuh mahasiswa, dilaporkan ke polisi oleh mahasiswa, kategori dosen pemerintah yang diangkat menjadi aparatur sipil negara atau dosen non PNS, adanya framework tentang Sistem Peradilan Dosen di Indonesia yang mewujudkan rasa keadilan.

    Kata Kunci : Framework, Sistem Peradilan, Dosen, Perselisihan, Keadila

    Pendahuluan

    Sejak diundangkan Undang-Undang No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen bahwa hak dan kewajiban, perlindungan dosen di Indonesia diatur di dalam ketentuan ini. Namun untuk kasus penyelesaian perselisihan, permasalahan dosen di Indonesia diselesaikan melalui Sistem Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Umum untuk kasus Perdata, maupun Peradilan Khusus melalui Pengadilan Hubungan Industrial sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan hubungan industrial.

    Dasar hukum kedudukan dosen di Indonesia diatur di dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Dosen sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Sedang di dalam Pasal 1 ayat (7) perjanjian kerja dan kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian tertulis antara guru dan dosen dengan penyelenggara pendidikan dan satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan berdasarkan peraturan perundangan. Jika dirujuk dari hukum perikatan bahwa kedudukaan dan hubungan hukum dosen dan yayasan sebagai badan penyelenggara pendidikan tinggi berdasarkan ketentuan undang-undang dan perjanjian sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 1233 KUHPerdata. Bahwa kedudukan dosen sebagai tenaga profesional pada pendidikan tinggi yang dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Dosen sebagai pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Dari ketentuan ini jelas bahwa dosen merupakan tenaga profesional yang dilindungi oleh ketentuan perundang-undangan. Ketentuan Pasal 5 kedudukan dosen sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Syarat utama untuk memperoleh predikat tenaga profesional

  • 200 Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    « Asri Wijayanti Dkk

    adalah sertifikat pendidik wajib bagi seluruh dosen di Indonesia memiliki sertifikat pendidik.

    Dosen sebagai pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat sebagaimana yang diatur di dalam Bab 1 Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Hak dosen diatur di dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 59. Dalam ketentuan Pasal 51 menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionala dosen berhak:

    a. Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;

    b. Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;

    c. Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;

    d. Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar, informasi, sarana prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian masyarakat;

    e. Memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik dan otonomi keilmuan;f. Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan

    peserta didik; dang. Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi

    keilmuan.

    Negara menjamin adanya hak dosen dan memerintahkan untuk membuat aturan pelaksana melalui Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2009 Tentang Dosen, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Tunjangan Profesi Guru Dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru Dan Dosen, Serta Tunjangan Kehormatan Profesor yang ditanggung oleh Pemerintah dan beberapa ketentuan lain dalam Peraturan Menteri Pendidikan Tinggi.

    Perlindungan hukum sebagaiana yang diatur di dalam Pasal 75 Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen bahwa Pemerintah, Pemda, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan tinggi wajib memberikan perlindungan terhadap dosen dalam pelaksanaan tugas. Hal ini perlu menjadi perhatian yang sangat serius kepada pihak-pihak yang disebutkan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen bahwa bertanggung jawab memberikan perlindungan

  • « Asri Wijayanti Dkk

    201Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    bagi dosen khususnya dosen perempuan di Indonesia. Jangan sampai terjadi praktek di masyarakat bahwa mahasiswa di salah satu perguruan tinggi swasta di Medan melaporkan dosen perempuan ke Polisi untuk diproses melakukan tindakan pencemaran nama baik melakukan tindak pidana sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 310 KUHP, padahal dosen yang bersangkutan hanya melaksanakan fungsinya sebagai pendidik profesional dan ilmuwan yang menjalankan tri dharma perguruan tinggi di bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Bahkan lebih ektrim lagi terjadi tindakan kekerasan berupa pembunuhan yang dilakukan mahasiswa terhadap dosen perempuan di salah satu perguruan tinggi swasta di Medan. Seharusnya tindakan-tindakan ini tidak terjadi apabila semua pihak sebagaimana yang disebutkan dalam ketentuan ini melaksanakan kewajibannya memberikan perlindungan hukum. Dosen sebagai korban dari tidak dilaksanakannya perlindungan hukum bagi dosen.

    Hasil penelitian disertasi yang dilakukan bahwa kasus atau sengketa dosen diselesaikan melalui PHI, Pemutusan Hubungan Kerja melalui PTUN, kasus yang terjadi di lapangan bukan hanya hubungan kerja kasus terjadi pembunuhan dosen, dosen dilaporkan pencemarana nama baik. Dosen dibagi ke dalam dosen diangkat pemerintah dan dosen yayasan banyak lagi kategorinya. Dosen pemerintah ada dosen tetap terdiri dari dosen pns dengan dosen DPK, dosen PNS dan dosen non PNS di Universitas Negeri, selain dosen diangkat pemerintah ada dosen yang diangkat yayasan terdiri dari dosen tetap yayasan dan dosen tidak tetap dari kreteria dosen ini perlu dilakukan kajian dan analisis terhadap framework sistem peradilan dosen untuk menjawab permasalahan yang terjadi di masyarakat, maka dirumuskan judul sebagai berikut “Framework Sistem Peradilan Dosen Dalam Mewujudkan Penyelesaian Perselisihan Berkeadilan”.

    Rumusan Masalah

    Berdasarkan penjelasan dalam pendahuluan di atas dapat ditarik suatu rumusan masalah atau isu hukum terhadap Bagaimana pengaturan penyelesaian perselisihan hubungan kerja dosen dengan yayasan berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial atau mekanisme peradilan umum?; Bagaimana framework dalam mewujudukan sistem peradilan dosen di Indonesia?.

    Diskusi dan Pembahasan

    Peraturan kedepan dibutuhkan aturan fokus memperhatikan rasa keadilan. Dalam menjawab rumusan masalah ketiga menggunakan teori keadilan John Rawls,

  • 202 Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    « Asri Wijayanti Dkk

    suatu nilai yang mewujudkan keseimbangan antara bagian-bagian dalam kesatuan, antara tujuan-tujuan-tujuan bersama. Berdasarkan pertimbangan dan persetujuan tentang prinsip-prinsip keadilan yang disebut ‘justice as fairness’, menekankan perlunya ditegakkan dua asas yaitu asas kebebasan dan persamaan warga negara serta asas perlindungan bagi kaum duafa yang keadaan ekonominya tidak menguntungkan dalam stratifikasi sosial, yang secara struktural tidak adil (Teguh. Prasetyo & Abdul Halim Barkatullah, 2012). Menurut Rawls tidak adil mengorbankan hak dari satu atau beberapa orang hanya demi keuntungan ekonomis yang lebih besar bagi masyarakat secara keseluruhan. Sikap ini justru bertentangan dengan keadilan sebagai fairness, yang menuntut prinsip kebebasan yang sama sebagai basis pengaturan kesejahteraan sosial.

    Program penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan. Pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebabasan yang sama bagi setiap orang. Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi, sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik (reciprocal benefit) bagi setiap orang, baik berasal dari kelompok beruntung maupun tidak beruntung (Teguh. Prasetyo, & Abdul Halim Barkatullah, 2012). Prinsip berbedaan menuntut diaturnya struktur dasar masyarakat sedemikian rupa, sehingga kesenjangan prospek mendapat kesejahteraan, pendapatan, otoritas diperuntukkan bagi keuntungan orang-orang yang paling kurang beruntung. Sehingga keadilan sosial harus diperjuangkan untuk dua hal yang meliputi: Pertama melakukan koreksi dan perbaikan terhadap kondisi ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan menghadirkan institusi-institusi sosial, ekonomi dan politik yang memberdayakan. Kedua setiap aturan harus memposisikan diri (Salim. HS & Erlies Septiana Nurbaini, 2014).

    Rawls menawarkan suatu bentuk penyelesaian problematika keadilan dengan membangun teori keadilan berbasis kontrak. Suatu teori keadilan harus dibentuk dengan pendekatan kontrak, dimana asas keadilan yang dipilih bersama merupakan hasil kesepakatan bersama dari semua person yang bebas, rasional, dan sederajat. Melalui pendekatan kontrak sebuah teori keadilan menjamin pelaksanaan hak dalam mendistribusikan kewajiban secara adil bagi semua orang. Konsep keadilan haruslah bersifat kontraktual (Hernoko, 2010)

    Negara/pemerintah harus membuat ketentuan hukum atau perundang-undangan yang memberi perlindungan dan perlu dukungan hukum kepada pekerja yang berada dalam posisi lemah baik hak sipil, politik, maupun hak ekonominya

  • « Asri Wijayanti Dkk

    203Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    bukan majikan/pengusaha yang memiliki posisi lemah yang mendapat perlindungan hukum (H.R. Abdulssalam & Adri Desasfuryanto, 2016). Dari penjelasan di atas fokus kajian tentang keadilan sosial. Subyek utama keadilan sosial adalah struktur masyarakat, cara lembaga-lembaga sosial utama mendistribusikan hak dan kewajiban fundamental serta menentukan pembagian keuntungan dari kerjasama sosial. Bertujuan untuk melakukan perbaikan terhadap ketimpangan atau ketidakseimbangan kedudukan para pihak dalam suatu hubungan hukum antara pekerja dengan pengusaha melalui undang-undang dengan perlindungan hukum bagi pekerja.

    Harmonisasi hukum melalui peran Pemerintah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi para pihak dalam hukum ketenagakerjaan sebagai upaya untuk merealisasikan keselarasan, kesesuaian, keserasian, kecocokan, keseimbangan di antara norma-norma hukum di dalam peraturan perundang-undangan sebagai sistem hukum ke dalam satu kesatuan kerangka sistem hukum nasional dalam hukum tentang pengaturan kedudukan dosen PTS di Indonesia, sehingga diharapkan adanya rumusan aturan baru dengan memperhatikan rasa keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan.

    Pengertian dosen menurut Pasal 1 angka 2 Undang- Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan dan meyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

    Bagan 1Pengertian Dosen

    DOSEN

    PENDIDIK PROFESIONAL ILMUWAN

    TUGAS UTAMA

    MENTRANSFORMASIKAN MENGEMBANGKAN MENYEBARLUASKAN IPTEKS

    PENDIDIKAN PENELITIAN PENGABDIAN MASYARAKAT

  • 204 Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    « Asri Wijayanti Dkk

    Kedudukan Dosen sebagai pendidik profesional pada Pasal 3 Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen sebagai tenaga profesional yang memiliki keahlian khusus untuk mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan teknologi dan seni melalui tri dharma pendidikan tinggi pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Status Dosen pada PTS terdiri dari Dosen Tetap Yayasan, DPK, Dosen Tidak Tetap, dan dosen luar biasa. Dosen tetap Yayasan adalah dosen yang diangkat yayasan berdasarkan perjanjian kerja. Dosen Pegawai Negeri yang ditempatkan di Yayasan atau disebut dosen DPK yang memiliki perjanjian kerja dengan yayasan. Dosen tidak tetap atau kontrak adalah dosen yang berdasarkan perjanjian kerja dengan waktu tertentu dan bukan merupakan dosen tetap yayasan. Dosen Luar biasa adalah dosen yang diangkat baik dari PTN untuk ditempatkan di Yayasan.

    Dosen dalam menjalankan profesi harus memiliki etika profesi sebagai seorang tenaga profesional dan ilmuwan. Di dalam ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Guru dan dosen harus memiliki prinsip profesionalitas. Bahwa profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:

    1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;

    2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;

    3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;

    4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;

    5. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;

    6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;

    7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;

    8. Memiliki Jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan;

    9. Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional

    Landasan ini menjadi dasar dalam pelaksanaan kode etik dosen di Indonesia, sehingga dosen dalam menjalankan fungsi dan tugasnya harus berdasarkan prinp profesionalitas sebagai dosen di Indonesia. Ciri khas dosen dalam melaksanakan

  • « Asri Wijayanti Dkk

    205Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    tugasnya menggunakan prinsip profesionalitas. Sehingga memenuhi ciri khas profesi dalam International Encyclopedic of Education adalah sebagai berikut:

    1. Suatu bidang yang terorganisasi dari teori intelektual yang terus menerus berkembang dan diperluas;

    2. Suatu teknik intelektual;

    3. Penerapan praktis dari teknik intelektual pada urusan praktis;

    4. Suatu priode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi;

    5. Beberapa standar dan pernyataan tentang etika profesi yang dapat diselenggarakan;

    6. Kemampuan memberi kepemimpinan pada profesi sendiri;

    7. Asosiasi dari anggota-anggota profesi menjadi suatu kelompok yang akrab dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggota;

    8. Pengakuan sebagai profesi;

    9. Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi;

    10. Hubungan yang erat dengan profesi lain (Abdul Wahid & Moh. Muhibbin,, 2009).

    Etika profesi dosen dirumuskan dalam bentuk Kode etik Dosen yang mengatur etika kepribadian dosen sebagai ilmuwan, pendidik dan pengajar, hubungan dosen dengan perguruan tinggi, teman sejawat, mahasiswa, tenaga penunjang akademik, dan tenaga administratif. Dosen sebagai ilmuwan dan pendidik serta sebagai anggota masyarakat telah menentukan pilihan profesinya untuk berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan, bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat. Atas dasar kesamaan profesi sebagai ilmuwan, pendidik, makhluk pribadi dan makhluk sosial, menyadari perlunya suatu pedoman dalam sikap dan bertingkah laku sebagai perwujudan tekad dan panggilan hati nurani yang ditungakan dalam kode etik dosen.

    Kode etik dapat dituangkan sebagai berikut:

    1. Kepribadian dosen sebagai ilmuawan mengikuti perkembangan dan meningkatkan ilmu pengetahuan, teknolodi dan seni, memiliki kepekaan terhadap permasalahan masyarakat, mengembangkan ilmu pengetahuan, bertindak secara rasional, objektif, terbuka, jujur dan bijaksana;

    2. Sebagai pendidik dan pengajar melaskanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, memberi teladan, menyampaikan ilmu pengetahuan teknologi

  • 206 Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    « Asri Wijayanti Dkk

    dan seni, menjaga kehormatan diri dengan tidak melanggar norma yang berlakudalam menjalankan tugas sebagai dosen;

    3. Hubungan dosen dengan perguruan tinggi berperan aktif memelihara dan mengembangkan keberadaan perguruan tinggi, menjaga dan meningkatkan nama baik perguruan tinggi;

    4. Hubungan dosen dengan mahasiswa melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran dengan sikap tulus ikhlas, kreatif, komunikatif, berpegang pada moral luhur dn profesionalisme, serta tidak diskriminatif, menyempurnakan metode pendidikan dan pembelajaran, memfasilitasi mahasiswa agar menjadi ilmuwan yang beriman, bertakwa, berilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dan berguna bagi masyarakat, bernegara, dan umat manusia;

    5. Hubungan dosen dengan penunjang akademik, dan tenaga administratif memposisikan tenaga penunjang akademik dan tenaga administratif sebagai mitra kerja dan bersikap menghargai, menjaga hubungan baik dalam bidang pekerjaan secara profesional dan kemanusiaan dalam suasana kekeluargaan.

    Tabel. 1

    Kompetensi dan Sub Kompetensi Dasar Dosen

    Kompetensi Subkompetensi Indikator

    Kompetensi Ilmuwan

    Melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian masyarakat

    Dosen memiliki kualifikasi akademik paling rendah pendidikan S2

    Mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat.

    Dosen melaksanakan pendidikan minimal 12 sks dan maksimal 16 sks.

    Mengikuti perkembangan dan meningkatkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

    Melaksanakan dua Penelitian dalam 1 tahun

    Bertindak secara rasional, objektif, terbuka, jujur dan bijaksana.

    Melaksanakan 1 Pengabdian masyarakat dalam 1 tahun

    Melaksanakan publikasi ilmiah

  • « Asri Wijayanti Dkk

    207Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    Kompetensi Profesional

    Kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.

    Kualifikasi akademik minimal S2 linear

    Sertifikat pendidik. Mengikuti ujian untuk memperoleh sertifikat pendidik (program sertifikasi dosen)

    Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.

    Melanjutkan pendidikan program doktor, melanjutkan pendidikan tidak berhenti untuk mengembangkan pengetahuan dan keprofesional ilmu yang dimiliki baik secara formal maupun non formal.

    Kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.

    Mengikuti pelatihan-pelatihan dan seminar dalam mengembangkan pengetahuan yang dimiliki.

    Kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.

    Membuat tulisan dalam proses publikasi baik buku, prosiding, jurnal yang berkaitan dengan pengembangan profesi dan pengetahuan.

    Jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

    Penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.

    Kompetensi Kepribadian

    Sehat jasmani dan rohani. Membuat surat izin pemeriksaan kesehatan jasmani dan rohani.

    Bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.

    Mendaftarkan diri sebagai dosen di perguruan tinggi baik negeri maupun swasta.

    Komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.

    Menjamin terlaksananya tri dharma perguruan tinggi

    Tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan

    Kompetensi Sosial

    Dihormati masyarakat. Kecendikiawanan di masyarakatAktif dalam kegiatan kemasyarakatan.Sebagai cendikiawan dalam menyelesaikan permasalahan di masyarakat.Mengabdikan diri bagi kepentingan masyarakat.

    Sumber: Diolah dari Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

    Dosen dalam hubungan kerja dengan yayasan ataupun perkumpulan adalah pekerja yang memenuhi unsur dari hubungan kerja adanya perintah, pekerjaan dan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Dosen meskipun sebagai tenaga

  • 208 Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    « Asri Wijayanti Dkk

    profesional, namun hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 1 ayat (7) dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Dosen merupakan tenaga profesional yang memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan tri dharma perguruan tinggi. Tenaga profesi memiliki kriteria sebagai berikut:

    1. Meliputi bidang tertentu saja (spesialis);

    2. Berdasarkan keahlian dan keterampilan khusus

    3. Bersifat tetap atau terus-menerus;

    4. Lebih mendahulukan pelayanan dari pada imbalan (pendapatan);

    5. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan masyarakat;

    6. Terkelompok dalam suatu organisasi (Muhammad, 2006).

    Proses penyelesaian perselisihan oleh pihak ketiga di luar pengadilan dalam hal konsiliasi yaitu suatu proses penyelesaian perselisihan yang melibatkan pihak ketiga netral, pilihan para pihak yang berselisih yang membantu pihak-pihak yang berselisih mencari penyelesaian saling menguntungkan bagi para pihak. Jika tidak mencapai kesepakatan, maka konsiliator mengeluarkan putusan yang bersifat anjuran. Konsiliator adalah seseorang atau lebih yang memenuhi syarat dan ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melakukan konsiliasi. Konsiliator mempertemukan para pihak yang berselisih, maka para pihak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/buruh hanya dalam satu perusahaan.

    Mediasi yaitu suatu proses penyelesaian perselisihan yang melibatkan pihak ketiga yang berperan sebagai perantra untuk mempertemukan kedua belah pihak yang berselisih, yang membantu pihak-pihak yang berselisih dalam menyelesaikan perselisihan. Hasil mediasi ini berupa perjanjian perdamaian. Pelaksanaan perjanjian perdamaian mediasi ini dilakukan para pihak berdasarkan kesepakatan. Mediaor menetapkan suaut putusan yang bersifat anjuran. Pelaksanaan putusan mediator terserah para pihak. Mediator menurut ketentuan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 adalah pegawai negeri sipil di bidang ketenagakerjaan, yang memenuhi syarat sebagai mediator dan ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan,

  • « Asri Wijayanti Dkk

    209Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja.buruh hanya dalam satu perusahaan.

    Pada proses arbitrase penyelesaian perselisihan yang melibatkan pihak ketiga yang netral, berdasarkan kesepakatan piha-pihak yang brselisih. Keputusan yang dibuat oleh pihak arbiter adalah bersifat final dan mengikat pihak-pihak yang berselisih berdasarkan perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak. Arbiter seseorang atau lebih yang dipilih para pihak yang berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh menteri untuk memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/buruh hanya dalam satu perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbiteraweri untuk memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/buruh hanya dalam satu perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbiterase yang putusannya mengikat para pihak dan bersiat final.

    Bekerja pada suatu perusahan ataupun yayasan sebagai kayaryawan ataupun dosen tentu tidak tutup kemungkinan akan terjadi pemutusan hubungan kerja. Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan mengartikan bahwa Pemberhentian atau Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antar pekerja dan pengusaha. Dalam pemutusan yang bersumber dari pengusaha tentunya menimbulkan kewajiban bagi Pengusaha untuk membayarkan uang Pesangon, Uang mengatian hak dan uang-uang lainnya, yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha.

    Perselisihan hubungan industrial terjadi akibat wanprestasi yang dilakukan pihak buruh atau oleh pihak pengusaha. Perselisihan terjadi karena saling beda pendapat mengenai pelaksanaan atau perlakuan hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan kondisi kerja. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang pnyelesaian perselisihan hubungan industrial memperluas perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh dalam satu perusahaan. Perselisihan dalam hal perselisihan hak, perselisihan kepentingan saja, perselisihan pemutusan hubungn kerja dan perselisihan antara serikat pekerja di dalam suatu perusahaan (Widodo Suryandono & Aloysius Uwiyono, 2014).

    Penjelasan pengertian perselisihan hak yaitu perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhi hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Contoh perselisihan hak seperti dalam PKB berhak cuti dengan upah penuh Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang

  • 210 Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    « Asri Wijayanti Dkk

    timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuian pendapat mengenai pembuatan dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Dalam hal kenakan upah, tunjangan anak dan istri. Perselisihan pemutusan hubungan kerja yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. Buruh menolak di PHK karena uang pesangon tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Perselihan antara serikat pekerja sebagai perselisihan antara Serikat pekerja/Serikat Buruh dengan Serikat pekerja/Serikat Buruh lain hanya dalam satu perusahaan karena tidak ada kesesuaian pendapat mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatan pekerjaan. Dalam hal siapa yang mewakili pekerja menghadapi pengusaha dalam perundingan pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (Widodo Suryandono & Aloysius Uwiyono, 2014).

    Penyelesaian kasus diselesaikan melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) melalui Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Bahwa dosen merupakan pekerja sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.

    “Jika dirujuk pada Putusan PK Mahkamah Agung No. 18/PK/TUN/2002 tanggal 11 Juni 2004 yang merumuskan kaidah hukum sebagai berikut: bahwa hubungan antara Rektor Universitas Swasta dengan para dekan/dosen serta lain-lain pejabat di lingkungan Universitas Swasta bukanlah hubungan hukum dalam kepegawaian yang termasuk dalam lingkup hukum publik. Keputusan bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara. Adapun fakta bahwa Universitas Swasta berada di bawah koordinasi Kopertis Departemen Pendidikan Nasional bukanlah berarti bahwa Universitas Swasta berada dalam hierarki pemerintahan dan pegawai-pegawainya berstatus pegawai negeri, tetapi peranan Kopertis adalah dalam rangka pengawasan agar Perguruan Tinggi Swasta dapat di bawah koordinasi pemerintah” (Abdoellah., 2016).

    Apabila terjadi kasus antara dosen dengan yayasan, maka peroses penyelesaian sengketa dimana yayasan merupakan badan hukum perdata, sehingga apabila terjadi kasus pemberhentian dosen bukan lagi termasuk kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara pada Pasal 1 butir 3 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu: suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan

  • « Asri Wijayanti Dkk

    211Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata bahwa dapat diajukan melalui kompetensi Pengadilan Hubungan Industrial bahwa perselisihan hubungan industrial dapat berupa perselisihan mengenai hak, kepentingan, pemutusan hubungan kerja (PHK) atau antara serikat pekerja di dalam suatu perusahaan (Syamsuddin., 2010, ). Berdasarkan Putusan PK Mahkamah Agung No. 18/PK/TUN/2002 tanggal 11 Juni 2004, namun jika diselesaikan melalui PHI jelas bahwa dosen sebagai pekerja.

    Dosen merupakan profesi, maka obyek dari pemberhentian dosen adalah perbuatan melawan hukum. Pengertian perbuatan melawan hukum menurut Pasal 1365 KUHPerdata: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam perbuatan melawan hukum adalah suatu perbuatan, perbuatan tersebut melawan hukum, kesalahan dari pihak pelaku, kerugian bagi korban, hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian. Sehingga perbuatan melawan hukum dapat diajukan melalui Peradilan Umum perkara perdata menjadi pilihan yang harus dilakukan sebagai pendidik profesional dan ilmuwan yang merupakan bidang profesi sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 1601 merupakan jasa baik yang tidak diatur di dalam ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

    Permasalahan tentang kewenangan penyelesaian perselisihan hak, pemutusan hubungan kerja (PHK), dan perselisihan kepentingan antara dosen dan PTS yang timbul sebelum Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) terbentuk masih terus dipertentangkan dalam PHI. Putusan Mahkamah Agung atas sengketa dosen dan PTS sebelum berlaku UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang menyatakan dosen dan PTS tidak sama dengan pekerja/buruh sampai saat ini masih dijadikan alasan oleh sebagian PTS menyatakan PHI tidak berwenang mengadili sengketa dosen dan PTS. Yang terlupakan dari persepsi itu adalah substansi dari Undang-Undang No. 13 tahun 2003 yang secara eksplisit menyatakan jenis usaha seperti yayasan lembaga pendidikan masuk dalam pengertian perusahaan dan pengusaha. Merujuk pada beberapa putusan PHI, tidak ada lagi keraguan bagi PTS dan yayasan pendidikan lainnya menyelesaikan perselisihan dengan dosen dan guru melalui PHI.

    Bahwa penyelesaian perselisihan hubungan kerja antara guru dan dosen swasta masuk dalam ruang lingkup lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 bagian

  • 212 Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    « Asri Wijayanti Dkk

    dari kenyataan undang-undang guru dan dosen serta perundang-undangan lainnya yang tidak mengatur khusus lembaga penyelesaian perselisihan guru dan dosen swasta. Kewenangan menyelesaikan perselisihan dosen swasta pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) merupakan hasil dari perluasan penafsiran dengan menganalogkan pejabat PTS seperti Rektor sebagai pejabat tata usaha negara. Merujuk pada eksistensi dan substansi UU Ketenagakerjaan maka tafsir di atas sudah tidak relevan mendorong penyelesaian sengketa dosen swasta ke luar dari hukum ketenagakerjaan.

    Pada Penyelesaian Hubungan Industrial pembedaan pengertian perselisihan perburuhan tersebut dimaksudkan untuk membedakan kewenangan lembaga perselisihan dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Mediasi diberi kewenangan 4 macam perselisihan hubungan industrial yaitu mencakup perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh di dalam satu perusahaan. Sedangkan konsiliasi diberi wewenang menyelesaikan 3 macam perselisihan hubungan insdustrial yaitu perselisihan kepentingan perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh di dalam satu perusahaan. Arbitrase diberi kewenangan menyelesaikan perselisihan hubungan industrial perselisihan kepentingan, dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh di dalam satu perusahaan. Pengadilan hubungan industrial dan Mahkamah Agung Republik Indonesia kewenangan 4 macam perselisihan hubungan industrial yaitu mencakup perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh di dalam satu perusahaan.

    Proses penyelesaian perselisihan oleh pihak ketiga di luar pengadilan dalam hal konsiliasi yaitu suatu proses penyelesaian perselisihan yang melibatkan pihak ketiga netral, pilihan para pihak yang berselisih yang membantu pihak-pihak yang berselisih mencari penyelesaian saling menguntungkan bagi para pihak. Jika tidak mencapai kesepakatan, maka konsiliator mengeluarkan putusan yang bersifat anjuran. Konsiliator adalah seseorang atau lebih yang memenuhi syarat dan ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melakukan konsiliasi. Konsiliator mempertemukan para pihak yang berselisih, maka para pihak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/buruh hanya dalam satu perusahaan.

  • « Asri Wijayanti Dkk

    213Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    Mediasi yaitu suatu proses penyelesaian perselisihan yang melibatkan pihak ketiga yang berperan sebagai perantra untuk mempertemukan kedua belah pihak yang berselisih, yang membantu pihak-pihak yang berselisih dalam menyelesaikan perselisihan. Hasil mediasi ini berupa perjanjian perdamaian. Pelaksanaan perjanjian perdamaian mediasi ini dilakukan para pihak berdasarkan kesepakatan. Mediaor menetapkan suaut putusan yang bersifat anjuran. Pelaksanaan putusan mediator terserah para pihak. Mediator menurut ketentuan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 adalah pegawai negeri sipil di bidang ketenagakerjaan, yang memenuhi syarat sebagai mediator dan ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja.buruh hanya dalam satu perusahaan.

    Pada proses arbitrase penyelesaian perselisihan yang melibatkan pihak ketiga yang netral, berdasarkan kesepakatan piha-pihak yang brselisih. Keputusan yang dibuat oleh pihak arbiter adalah bersifat final dan mengikat pihak-pihak yang berselisih berdasarkan perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak. Arbiter seseorang atau lebih yang dipilih para pihak yang berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh menteri untuk memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/buruh hanya dalam satu perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbiteraweri untuk memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/buruh hanya dalam satu perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbiterase yang putusannya mengikat para pihak dan bersiat final.

    Pada proses peradilan hubungan industrial merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum memutus di tingkat pertama mengenai perselisihan hak, di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan, di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja, di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/buruh dalam satu perusahaan. Pengadilan khusus hubungan industrial menerapkan prinsip sederhana, cepat dan murah. Gugatan terhadap Pemutusan Hubungan Kerja hanya mempunyai tenggang waktu satu tahun sejak diterima atau diberitahukan keputusan dari pihak pengusaha.

    Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan sebagai tenaga profesional memiliki hubungan kerja dengan yayasan berdasarkan perjanjian kerja dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Penyelesaian kasus

  • 214 Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    « Asri Wijayanti Dkk

    dosen dengan yayasan tidak diatur di dalam Undang-Undang Guru dan Dosen. Berdasarkan Putusan Pininjauan Kembali Mahkamah Agung No. 18/PK/TUN/2002 tanggal 11 Juni 2004, bahwa penyelesaian melalui PHI jelas bahwa dosen merupakan pekerja bukan tenaga profesional sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Guru dan Dosen. Dosen merupakan profesi, maka obyek dari pemberhentian dosen adalah perbuatan melawan hukum. Pengertian perbuatan melawan hukum menurut Pasal 1365 KUHPerdata: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Sehingga perbuatan melawan hukum dapat diajukan melalui Peradilan Umum perkara perdata menjadi pilihan yang harus dilakukan sebagai pendidik profesional dan ilmuwan yang merupakan bidang profesi sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 1601 merupakan jasa baik yang tidak diatur di dalam ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Berdasarkan penjelasan di atas rumusan masalah sebagai berikut; 1. Bagaimana kedudukan dosen sebagai tenaga profesional dan ilmuwan dalam hubungan kerja dengan yayasan?; 2. Bagaimana pengaturan penyelesaian perselisihan hubungan kerja dosen dengan yayasan berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial atau mekanisme peradilan umum?; 3. Bagaimana penerapan penyelesaian perselesihan hubungan kerja dosen dengan yayasan di Indonesia?. “Jika dirujuk pada Putusan PK Mahkamah Agung No. 18/PK/TUN/2002 tanggal 11 Juni 2004 yang merumuskan kaidah hukum sebagai berikut: bahwa hubungan antara Rektor Universitas Swasta dengan para dekan/dosen serta lain-lain pejabat di lingkungan Universitas Swasta bukanlah hubungan hukum dalam kepegawaian yang termasuk dalam lingkup hukum publik. Keputusan bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara. Bahwa dalam penelitian lapangan diperoleh data penyelesaian perselisihan hubungan kerja dosen melalui PHI bukan peradilan umum.

    Yayasan merupakan suatu Badan Hukum (Subyek Hukum) sebagai penyandang hak dan kewajiban yang memiliki kecakapan untuk bertindak, maka sesungguhnya pihak yang berwenang untuk membuat perikatan/perjanjian adalah Yayasan. Dalam pelaksanaannya, segala perbuatan dan tindakan Yayasan dilakukan oleh salah satu Organ Yayasan yaitu Pengurus. Dan dalam melaksanakan kegiatan Yayasan sehari-hari, Pengurus dapat mengangkat Pelaksana Kegiatan atau Pengurus Harian. Hal-hal tersebut diatur lebih rinci di dalam Anggaran Dasar Yayasan. Rektor juga menjabat sebagai Pengurus atau Pelaksana Kegiatan atau Pengurus Harian, sehingga Rektor berwenang untuk bertindak atas nama Yayasan, termasuk membuat perikatan. Selain itu, bisa saja Pengurus atau

  • « Asri Wijayanti Dkk

    215Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    Pelaksana Kegiatan atau Pengurus Harian menunjuk/memberikan kuasa kepada Rektor/Dekan untuk melakukan perbuatan/tindakan tertentu, seperti membuat dan menandatangani perjanjian. Penggunaan kedua pola ini sangat bergantung pada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar Yayasan dan Statuta Perguruan Tinggi yang bersangkutan. Dengan demikian, terlepas dari pola apapun yang digunakan, para pihak yang terikat di dalam Perjanjian Kerja tetaplah Subyek Hukum, yaitu pekerja (dosen) dan pemberi kerja (yayasan).

    “Yayasan sebagai suatu badan hukum mampu dan berhak serta berwenang untuk melakukan tindakan-tindakan perdata. Pada dasarnya keberadaan badan hukum bersifat permanen, artinya badan hukum tidak dapat dibubarkan hanya dengan persetujuan para pendiri atau anggotanya. Badan hukum hanya dapat dibubarkan jika telah dipenuhi segala ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan dalam anggaran dasarnya. Hal tersebut sama kedudukannya dengan perkumpulan yang berbentuk berbadan hukum, dimana dipandang sebagai subyek hukum karena dapat melakukan perbuatan hukum, menyandang hak dan kewajiban, dapat digugat maupun menggugat di Pengadilan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa yayasan dan perkumpulan yang berbentuk Badan Hukum mempunyai kekuatan hukum yang sama, yaitu sama-sama dianggap sebagai subyek hukum dan dapat melakukan perbuatan hukum, tetapi antara yayasan dan perkumpulan yang tidak berbentuk Badan Hukum, maka yayasan kedudukannya lebih kuat daripada perkumpulan sebagaimana tersebut di atas. Hak dan kewajiban yang dimiliki oleh yayasan dan perkumpulan yang berbentuk Badan Hukum adalah sama, yaitu sebagai berikut: berhak mengajukan gugatan, wajib mendaftarkan perkumpulan atau yayasan tersebut pada instansi yang berwenang untuk mendapatkan status badan hukum (Hukum Online.com. 2017).”

    Bekerja pada suatu perusahan ataupun yayasan sebagai kayaryawan ataupun dosen tentu tidak tutup kemungkinan akan terjadi pemutusan hubungan kerja. Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan mengartikan bahwa Pemberhentian atau Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antar pekerja dan pengusaha. Dalam pemutusan yang bersumber dari pengusaha tentunya menimbulkan kewajiban bagi Pengusaha untuk membayarkan uang Pesangon, Uang mengganti hak dan uang-uang lainnya, yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha.

  • 216 Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    « Asri Wijayanti Dkk

    Perselisihan dosen dengan Yayasan dimana Pemutusan Hubungan Kerja masalah apabila waktu pemberhentian itu tidak tetap pada malam hari, karena disuatu disisi tidak etis juga tidak sah karena tidak melalui putusan pengadilan, sebagaimana diatur dalam Pasal 155 ayat (1) Undang- Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan “Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) batal demi hukum” sedangkan Pasal 151 ayat (3) menyebutkan “Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan.”

    Permasalahan tentang kewenangan penyelesaian perselisihan hak, pemutusan hubungan kerja (PHK), dan perselisihan kepentingan antara dosen dan PTS y6ang timbul sebelum Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) terbentuk masih terus dipertentangkan dalam PHI. Putusan Mahkamah Agung atas sengketa dosen dan PTS sebelum berlaku UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang menyatakan dosen dan PTS tidak sama dengan pekerja/buruh sampai saat ini masih dijadikan alasan oleh sebagian PTS menyatakan PHI tidak berwenang mengadili sengketa dosen dan PTS. Yang terlupakan dari persepsi itu adalah substansi dari Undang- Undang No. 13 tahun 2003 yang secara eksplisit menyatakan jenis usaha seperti yayasan lembaga pendidikan masuk dalam pengertian perusahaan dan pengusaha. Merujuk pada beberapa putusan PHI, tidak ada lagi keraguan bagi PTS dan yayasan pendidikan lainnya menyelesaikan perselisihan dengan dosen dan guru melalui PHI.

    Pada proses peradilan hubungan industrial merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum memutus di tingkat pertama mengenai perselisihan hak, di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan, di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja, di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/buruh dalam satu perusahaan. Pengadilan khusus hubungan industrial menerapkan prinsip sederhana, cepat dan murah. Gugatan terhadap Pemutusan Hubungan Kerja hanya mempunyai tenggang waktu satu tahun sejak diterima atau diberitahukan keputusan dari pihak pengusaha, sehingga dalam kasus Pemutusan Hubungan Kerja Dosen di Indonesia diselesaikan melalui Pengadilan Hubungan Industrial untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan hak, pemutusan hubungan kerja, Perselihan antara serikat pekerja sebagai perselisihan antara Serikat pekerja/Serikat Buruh dengan Serikat pekerja/Serikat Buruh lain hanya dalam satu perusahaan karena

  • « Asri Wijayanti Dkk

    217Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    tidak ada kesesuaian pendapat mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatan pekerjaan.

    Dalam kasus hubungan kerja dosen dengan Yayasan penyelesaian perselisihan dosen menggunakan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dimana kasus yang diterima dalam pengadilan tersebut merupakan perselisihan hak yang terkait dalam perjanjian kerja atau adanya pemutusan hubungan kerja. Sehingga pembahasan mengenai hubungan kerja dosen dengan Yayasan tetap mengacu kepada Undang-Undang Ketenagakerjaan sebagai aturan umum dalam hubungan kerja dosen dengan yayasan yang juga diatur di dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Tentang Guru dan Dosen, Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan aturan pelaksana yang membahas tentang hubungan hukum melalui hubungan kerja dosen dan perguruan tinggi berbadan hukum Yayasan di Indonesia.

    Berdasarkan penelitian lapangan bahwa pengawasan ketenagakerjaan dosen PTS tidak dilakukan karena PTS tidak melaporkan perjanjian kerja kepada Dinas Tenaga Kerja. Hal ini dapat disebabkan karena dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tidak menyebutkan tentang sistem pengawasan hubungan kerja dosen dengan yayasan sebagai penyelenggara. Apabila terjadi permasalahan kerja siapa yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan hubungan kerja apakah diselesaikan menurut ketentuan yang diatur di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian perselisihan hubungan Industrial. Bahwa sistem penyelesaian perselisihan hubungan industrial melaui jalur pengadilan maupun di luar pengadilan. Penyelesaian di luar pengadilan melalui perundingan pertama bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial (Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial). Kedua konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral (Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial), ketiga melalui arbitrase adalah penyelesaian perselisihan kepentingan dan perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar pengadilan hubungan industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan

  • 218 Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    « Asri Wijayanti Dkk

    Hubungan Industrial), kempat mediasi adalah penyelesaian hak, perselisihan kepentingan perselisihan pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Abdul. Khakim, 2015).

    Penyelesaian pengadilan hubungan industrial merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum (pengadilan negeri), yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial. Kewenangan menangani perselisihan hubungan industrial mengenai perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, perselisihan antarserikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Tahapan penyelesaian melalui Pengadilan Negeri, melakukan upaya hukum kasasi langsung diajukan ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Tingkat Kasasi berkuatan hukum tetap bisa menjadi alternatif solusi terwujudnya mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan yang cepat, tepat, adil dan murah (Abdul. Khakim 9.-1., 2015).

    Setelah penelusuran data sekunder atas kasus yang pernah terjadi dilakukan juga koresponden dengan Pengawas Ketenagakerjaan (Angga Suanggana Yusuf Muhammad, 9 Januari 2015) untuk menggambarkan adanya gap atas kondisi hubungan kerja dosen dengan yayasan. Dalam koresponden mengajukan pertanyaan sebagai berikut: pertama bagaimana pengawasan atas hubungan kerja dosen dengan yayasan dilaksanakan oleh institusi yang dapat menyelesaikannya. Apakah sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan atau menggunakan Undang-Undang Guru dan Dosen. Kedua bagaimana kedudukan para pihak dalam perjanjian kerja dosen yang dibuat oleh yayasan atau rektor atau dekan. Ketiga apakah hubungan kerja hanya pada para pihak yang membuat perjanjian. Contoh perjanjian kerja dengan universitas apakah hak dan kewajiban dosen hanya pada universitas bukan yayasan. Padahal Rektor sebagai pengelola PTS bertindak untuk dan atas nama yayasan. Keempat bagaimana bentuk pengawasan yang dilakukan pegawai pengawas ketenagakerjaan atas hubungan kerja.apakah Kewajiban lapor dari yayasan atas perjanjian kerja menurut bapak sudah dilakukan. Kalau belum bentuk pengawasan yang telah dilakukan karena tanpa pengawasan hak dan kewajiban dosen dan yayasan dapat terjadi ketidakseimbangan. Kelima Dalam menetukan gaji pokok menurut undang-undang ketenagakerjaan kalau di bawah UMR dapat dipidana sebagaimana kasus ketenagakerjaan di Surabaya. Apakah kondisi seperti ini bisa diterapkan pada hubungan kerja dosen dengan yayasan tidak sesuai dengan hak normatif.

  • « Asri Wijayanti Dkk

    219Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    Adapun penjelasan sebagai berikut bahwa ketentuan yang mengatur tentang Dosen, yaitu Undang-Undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Undang-Undang No.12 Tahuns 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Selain mengatur tentang dosen pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN), kedua Undang-Undang tersebut juga mengatur tentang dosen pada Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Pengangkatan dan penempatan Dosen dan tenaga kependidikan oleh badan penyelenggara (salah satunya adalah Yayasan) dilakukan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Perjanjian kerja atau kesepakatan kerja memuat tentang gaji pokok, penghasilan yang melekat pada gaji, penghasilan lain dan Jaminan kesejahteraan sosial serta maslahat tambahan sesuai dengan undang-undang yang mengatur mengenai guru dan dosen. Dari ketentuan tersebut terlihat bahwa hubungan kerja Dosen pada PTS merupakan hubungan ketenagakerjaan yang didasarkan pada perjanjian kerja. Dengan demikian, hubungan kerja Dosen pada PTS juga terikat pada UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Karena itu, pengawasan atas hubungan kerja antara dosen dengan yayasan merupakan tugas dan kewenangan dari Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan. Pengawasan dilakukan dengan berdasarkan kepada ketiga Undang-Undang tersebut, yaitu: Undang-Undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Undang-Undang No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, serta Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

    Yayasan merupakan suatu Badan Hukum (Subyek Hukum) sebagai penyandang hak dan kewajiban yang memiliki kecakapan untuk bertindak. Maka, sesungguhnya pihak yang berwenang untuk membuat perikatan/perjanjian adalah Yayasan. Dalam pelaksanaannya, segala perbuatan dan tindakan Yayasan dilakukan oleh salah satu Organ Yayasan yaitu Pengurus. Dan dalam melaksanakan kegiatan Yayasan sehari-hari, Pengurus dapat mengangkat Pelaksana Kegiatan atau Pengurus Harian. Hal-hal tersebut diatur lebih rinci di dalam Anggaran Dasar Yayasan. Di lapangan, bisa terjadi bahwa Rektor juga menjabat sebagai Pengurus atau Pelaksana Kegiatan atau Pengurus Harian, sehingga Rektor berwenang untuk bertindak atas nama Yayasan, termasuk membuat perikatan. Selain itu, bisa saja Pengurus atau Pelaksana Kegiatan atau Pengurus Harian menunjuk/memberikan kuasa kepada Rektor/Dekan untuk melakukan perbuatan/tindakan tertentu, seperti membuat dan menandatangani perjanjian. Penggunaan kedua pola ini sangat bergantung pada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar Yayasan dan Statuta Perguruan Tinggi yang bersangkutan. Dengan demikian, terlepas dari pola apapun yang digunakan, para pihak yang terikat di dalam Perjanjian Kerja tetaplah Subyek Hukum, yaitu pekerja (dosen) dan pemberi kerja (yayasan)

  • 220 Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    « Asri Wijayanti Dkk

    Kesimpulan

    Berdasarkan hasil analisis bahwa ketentuan Putusan PK Mahkamah Agung No. 18/PK/TUN/2002 tanggal 11 Juni 2004, bahwa penyelesaian melalui PHI dosen merupakan pekerja bukan tenaga profesional sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Guru dan Dosen. Dosen merupakan profesi, maka obyek dari pemberhentian dosen adalah perbuatan melawan hukum. Pengertian perbuatan melawan hukum menurut Pasal 1365 KUHPerdata: “Tiap perbuatan melanggar hukum menyebabkan kerugian, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian, mengganti kerugian.” Sehingga perbuatan melawan hukum dapat diajukan melalui Peradilan Umum perkara perdata menjadi pilihan yang harus dilakukan sebagai pendidik profesional dan ilmuwan yang merupakan bidang profesi sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 1601 merupakan jasa baik yang tidak diatur di dalam ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan. “Putusan PK Mahkamah Agung No. 18/PK/TUN/2002 tanggal 11 Juni 2004 hubungan Rektor PTS dengan para dekan, dosen, serta lain-lain pejabat bukanlah hubungan hukum dalam kepegawaian yang termasuk dalam lingkup hukum publik. Keputusan bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara.

    Framework tentang Sistem Peradilan Dosen di Indonesia yang mewujudkan rasa keadilan dapat dilakukan karena dosen di Indonesia terdiri dari dosen yang diangkat pemerintah baik dosen PNS atau ASN maupun dosen universitas, Dosen DPK, Dosen yayasan dengan perjanjian kerja dan kasus bukan hanya terbatas tentang hubungan kerja namun ada kasus yang terjadi berdasarkan penelitian lapangan dosen dibunuh mahasiswa, dilaporkan ke polisi oleh mahasiswa, kategori dosen pemerintah yang diangkat menjadi aparatur sipil negara atau dosen non PNS, adanya pengaturan dalam Pasal 75 Undang-Undang Guru dan Dosen bahwa perlindungan hukum bagi dosen secara materil maupun formil. Secara materil diwujudkan dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, dan secara formil diharapkan dibentuknya peraturan tentang Sistem Peradilan Dosen di Indonesia.

    Rekomendasi

    Rekomendasi yang diberikan dalam tulisan ini bahwa perlu ada jaminan perlindungan hukum secara formil terhadap dosen melalui perlindungan pada hukum acara dalam hal ini dengan dirumuskan framework Sistem Peradilan Dosen di Indonesia dalam mewujudkan penyelesaian perselisihan yang berkeadilan bagi seluruh dosen di Indonesia dengan tidak membandingkan dosen diangkat

  • « Asri Wijayanti Dkk

    221Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    pemerintah maupun dosen non pemerintah. Sistem Peradilan dosen diperuntukkan bagi seluruh dosen di Indonesia, sehingga memberikan jaminan perlindungan hukum secara materiil maupun formil.

    Referensi

    Abdul Wahid & Moh. Muhibbin, 2009, Etika Profesi Hukum, Bayumedia Publishing, Malang, 98-99.

    Abdul. Khakim, 2015. Aspek Hukum Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Antara Peaturn dan Pelaksanaan).Citra Aditya Bakti. Bandung. 93-96.

    Abdul. Khakim, 2015. Aspek Hukum Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Antara Peaturn dan Pelaksanaan).Citra Aditya Bakti. Bandung. 97-100.

    Abdulkadir. Muhammad, 2006. Etika Profesi Hukum. Citra Aditya, Bandung, 58.

    Agus. Yudha Hernoko, 2010, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersil, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 55-56.

    H.R. Abdulssalam & Adri Desasfuryanto, 2016, Hukum Ketenagakerjaan (Hukum Perburuhan), PTIK, Jakarta, 45.

    Priyatmanto. Abdoellah. 2016. Revitalisasi Kewenangan PTUN Gagasan Perluasan Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negera. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka. 142.

    Salim. HS & Erlies Septiana Nurbaini, 2014, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Disertasi dan Tesis, Rajawali Pers, Jakarta, 31.

    Syaufii. Syamsuddin. 2010. Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Jakarta: Sarana Bhakti Persada. 15.

    Teguh. Prasetyo & Abdul Halim Barkatullah, 2012, Filsafat, Teori, & Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 329-330.

    Teguh. Prasetyo, & Abdul Halim Barkatullah, 2012a, Filsafat, Teori, & Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 31.

    Widodo Suryandono & Aloysius Uwiyono, 2014, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan Pemutusan Hubungan Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja dalam Asas-Asas Hukum Perburuhan, Rajawali Pers, Jakarta, 125-127.

    Widodo Suryandono & Aloysius Uwiyono, 2014, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan Pemutusan Hubungan Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja dalam Asas-Asas Hukum Perburuhan, Rajawali Pers, Jakarta, 125-127.

    Widodo Suryandono & Aloysius Uwiyono, 2014, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan Pemutusan Hubungan Industrial dan Pemutusan

  • 222 Menggagas Hukum Perburuhan Berkeadilan

    « Asri Wijayanti Dkk

    Hubungan Kerja dalam Asas-Asas Hukum Perburuhan, Rajawali Pers, Jakarta, 128-129.

    Artikel online

    Angga Suanggana Yusuf Muhammad, Pengawas Ketenagakerjaan Daerah Istimewa Yogyakarta 9 Januari 2015 Jam 9:39 wib.

    http://id.wikipedia.org/wiki/Dosen, terakhir kali dikunjungi 19 maret 2014 Jam 16.00 wib.

    Hukum Online.com. 2017. http://www.hukumonline .com/klinik /detail/cl2755/bedanya-perkumpulan-dengan-yayasan. (Accessed April 27. 2017).

    Juanda Pangaribuan dikutip Jam 10.00 wib hari kamis tgl 27 November 2014 di http://catalog.danlevlibrary.net/index.php?p=show_detail&id=8510.