23
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan yang sehari-hari melakukan kontak dengan pasien. Oleh karena itu sebuah rumah sakit harus mampu memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh pasien sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Kelanggengan suatu rumah sakit salah satunya ditentukan dari banyaknya jumlah pasien yang berkunjung ke rumah sakit untuk memperoleh jasa pelayanan kesehatan, semakin meningkatnya jumlah kunjungan pasien maka semakin baik keberadaan rumah sakit tersebut. Data Singapore Medicine yang dikutip oleh Akhmadi (2005) menyebutkan, kunjungan pasien khusus untuk berobat sebanyak 374.000 pasien dari manca negara, sebagian pasien mengunjungi Rumah Sakit Mount Elizabeth, sekitar 90% pasiennya dari Indonesia. Salah satu stasiun TV swasta di Indonesia (2008) menayangkan statistik bahwa tahun 2006 pasien dari Indonesia yang berobat di rumah sakit Singapura sebanyak 30% dan pada tahun 2007 meningkat lagi menjadi 50%. Data dari Konjen RI Penang (2004) menyebutkan dalam kurun waktu Januari hingga Juni 2004, jumlah kunjungan pasien Indonesia yang berobat ke Rumah Sakit Lam Wah Ee Penang mencapai 9000 orang atau rata-rata 50 pasien per hari. Kurun waktu yang sama di Rumah Sakit Adventist Penang tercatat 10.000 orang atau 55 pasien perhari. Abdillah (2006) mengatakan hampir 80% kunjungan pasien ke rumah sakit di Penang adalah warga Medan dan Sumut, sebagian lainnya berasal dari Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), jika kondisi ini dibiarkan, maka rumah sakit di daerah ini hanya dikunjungi oleh pasien-pasien miskin yang mengandalkan Askeskin dan Askes (saat itu), sedangkan warga kelas menengah dan atas akan berobat ke luar negeri. Harian Aceh (2008) menyebutkan bahwa angka kunjungan masyarakat Aceh yang berobat ke Malaysia sebanyak 200 orang sebesar 20% setiap minggunya. Fenomena banyaknya pasien Indonesia yang memilih berobat ke luar negeri diakui Soeparman (2004), Kepala Pusat Pengembangan Pembangunan Kesehatan Departemen Kesehatan, disebabkan masih buruknya sistem pelayanan dokter dan rumah sakit di Indonesia. Kasus malpraktek, kurang komunikasinya dokter kepada pasien, salah diagnosis sehingga menurunnya motivasi pasien untuk berobat ke rumah sakit yang ada 1

Tugas makalah CB dr

Embed Size (px)

Citation preview

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang bergerak di bidang pelayanan

kesehatan yang sehari-hari melakukan kontak dengan pasien. Oleh karena itu sebuah

rumah sakit harus mampu memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh pasien sehingga

dapat meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Kelanggengan suatu

rumah sakit salah satunya ditentukan dari banyaknya jumlah pasien yang berkunjung ke

rumah sakit untuk memperoleh jasa pelayanan kesehatan, semakin meningkatnya jumlah

kunjungan pasien maka semakin baik keberadaan rumah sakit tersebut.

Data Singapore Medicine yang dikutip oleh Akhmadi (2005) menyebutkan,

kunjungan pasien khusus untuk berobat sebanyak 374.000 pasien dari manca negara,

sebagian pasien mengunjungi Rumah Sakit Mount Elizabeth, sekitar 90% pasiennya dari

Indonesia. Salah satu stasiun TV swasta di Indonesia (2008) menayangkan statistik

bahwa tahun 2006 pasien dari Indonesia yang berobat di rumah sakit Singapura sebanyak

30% dan pada tahun 2007 meningkat lagi menjadi 50%.

Data dari Konjen RI Penang (2004) menyebutkan dalam kurun waktu Januari

hingga Juni 2004, jumlah kunjungan pasien Indonesia yang berobat ke Rumah Sakit Lam

Wah Ee Penang mencapai 9000 orang atau rata-rata 50 pasien per hari. Kurun waktu

yang sama di Rumah Sakit Adventist Penang tercatat 10.000 orang atau 55 pasien

perhari. Abdillah (2006) mengatakan hampir 80% kunjungan pasien ke rumah sakit di

Penang adalah warga Medan dan Sumut, sebagian lainnya berasal dari Nanggroe Aceh

Darussalam (NAD), jika kondisi ini dibiarkan, maka rumah sakit di daerah ini hanya

dikunjungi oleh pasien-pasien miskin yang mengandalkan Askeskin dan Askes (saat itu),

sedangkan warga kelas menengah dan atas akan berobat ke luar negeri. Harian Aceh

(2008) menyebutkan bahwa angka kunjungan masyarakat Aceh yang berobat ke

Malaysia sebanyak 200 orang sebesar 20% setiap minggunya.

Fenomena banyaknya pasien Indonesia yang memilih berobat ke luar negeri diakui

Soeparman (2004), Kepala Pusat Pengembangan Pembangunan Kesehatan Departemen

Kesehatan, disebabkan masih buruknya sistem pelayanan dokter dan rumah sakit di

Indonesia. Kasus malpraktek, kurang komunikasinya dokter kepada pasien, salah

diagnosis sehingga menurunnya motivasi pasien untuk berobat ke rumah sakit yang ada

1

di Indonesia. Fadilah (2008) mengakui, perkembangan fasilitas kesehatan yang maksimal

bagi publik di tanah air saat ini cenderung melambat, sebagai dampak krisis ekonomi

keuangan global. Nadesul (2008) mengatakan, masyarakat lebih memilih berobat ke luar

karena kurangnya sarana medik, rendahnya tingkat kepercayaan pasien, dan minimnya

perhatian dokter. Husein (2008), Dirjen Pelayanan Medis Departemen Kesehatan

mengatakan ada tiga faktor yang menentukan rumah sakit diminati pasien yaitu;

pelayanan, teknologi dan sumber daya manusia.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti Badan Penelitian dan

Pengembangan Propinsi Sumatera (2005), tentang beberapa faktor penyebab dan dampak

meningkatnya minat masyarakat berobat ke luar negeri mengemukakan di antaranya

faktor utama yang menyebabkan masyarakat berobat ke luar negeri dipengaruhi oleh

faktor psikologis yang meliputi: a) Keyakinan akan kemampuan dokter untuk mengatasi

penyakit/masalah yang diderita (36,50%), percaya akan akurasi diagnosis yang diberikan

dokter (30,50%), merasa lebih cepat sembuh (42,50%), butuh pelayanan prima (32,50%).

Faktor lingkungan meliputi: biaya lebih murah (26,50%), fasilitas dan teknologi rumah

sakit/pelayanan kesehatan lebih canggih dan modern (34.00%), pelayanan yang diberikan

lebih baik (31%), penanganan terhadap pasien lebih cepat (30%),

keramahtamahan/keterampilan tenaga medis lebih baik (36,50%), rekomendasi dokter

dalam negeri (38,00%). Data di atas memperlihatkan perilaku konsumen pelayanan

kesehatan segmen menengah ke atas di negeri kita.

Untuk konsumen pelayanan kesehatan di segmen menengah ke bawah, saat ini

sedang merasakan euforia era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Era Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN), telah merubah pola pelayanan kesehatan di Indonesia dalam

setahun terakhir, tak terkecuali di wilayah Kabupaten Sidoarjo. Hingga triwulan pertama

tahun 2015, menurut data BPJS Kesehatan (2015), cakupan kepesertaan BPJS Kesehatan

di wilayah Surabaya mencapai (27,12%), di Kabupaten Sidoarjo mencapai (32,80%), di

Kabupaten Gresik mencapai (48,98%), dan di Kabupaten Mojokerto mencapai (45,27%).

Meski cakupan kepesertaan BPJS Kesehatan belum mencapai 100% seperti yang

diamanatkan UU No.40/2004 tentang SJSN dan Perpres No.12 Tahun 2013 tentang JKN,

namun dampaknya telah banyak dirasakan khususnya oleh rumah sakit milik swasta.

Rumah sakit milik swasta dengan segmen pasar menengah ke bawah,

mengalami penurunan kunjungan dan atau utilisasi/ pemanfaatan layanan kesehatan yang

2

mereka disediakan, manakala tidak menjadi faskes tingkat lanjut (FKTL) dari BPJS

Kesehatan selaku pengelola JKN.

Di RSIA Arafah Anwar Medika Sukodono, yang termasuk dalam rumah sakit

milik swasta yang belum bekerja sama sebagai FKTL BPJS Kesehatan, dalam dua tahun

terakhir yaitu tahun 2014 (saat program JKN dimulai) dan 2015, telah mengalami

penurunan yang cukup signifikan terutama pada utilisasi/ pemanfaatan pelayanan rawat

jalan untuk spesialis kandungan dari tahun 2013 (sebelum program JKN dilaksanakan).

Kunjungan rawat jalan spesialis kandungan menurun terus dalam kurun waktu

dua tahun terakhir, pada tahun 2014 kunjungannya turun sebanyak 382 kunjungan atau

sekitar 19,03% dari tahun 2013. Dan kemudian pada tahun 2015, kunjungan kembali

turun sebanyak 205 kunjungan atau sekitar 12,61% dari tahun 2014.

Faktor psikologis dan faktor lingkungan merupakan bagian dari perilaku pasien

dalam pengambilan keputusan untuk berkunjung ke rumah sakit. Menurut Engel dalam

Suryani (2008), perilaku konsumen (pasien) mencakup pemahaman terhadap tindakan

yang langsung yang dilakukan konsumen dalam mendapatkan, mengonsumsi dan

mengabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan

mengikuti tindakan tersebut.

Selanjutnya Prasetijo (2005) mengatakan bahwa perilaku konsumen merupakan

proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan,

mengevaluasi, dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa maupun ide yang diharapkan

bisa memenuhi kebutuhannya. Seseorang atau perusahaan dalam memahami perilaku

konsumen bukanlah suatu pekerjaan yang mudah karena banyaknya variabel yang saling

berinteraksi.

Perilaku konsumen merupakan proses yang kompleks dan multi dimensional, yang

mencakup proses pengambilan keputusan dan kegiatan yang dilakukan konsumen secara

fisik dalam pengevaluasian, perolehan penggunaan atau mendapatkan barang dan jasa.

Jadi di dalam menganalisis perilaku konsumen tidak hanya menyangkut faktor-faktor

yang mempengaruhi pengambilan keputusan kegiatan, akan tetapi juga meliputi proses

pengambilan keputusan yang menyertainya (Suryani, 2008).

Rumah sakit sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan memberikan dua

jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan

administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang

medik, rehabilitasi medik dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan

3

melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan dan unit rawat inap. Sasaran pelayanan

kesehatan rumah sakit bukan hanya individu pasien, tapi sudah berkembang mencakup

keluarga pasien dan masyarakat umum. Fokus perhatiannya adalah pasien sebagai

individu maupun sebagai bagian dari sebuah keluarga. Dengan demikian pelayanan

kesehatan di rumah sakit merupakan pelayanan kesehatan paripurna (komprehensif dan

holistik) (Muninjaya, 2004).

Rais (2003) dalam penelitiannya menguji pengaruh kualitas pelayanan, fasilitas

rumah sakit, biaya rawat inap terhadap keputusan konsumen dalam memilih rumah sakit

untuk berobat rawat inap di RS Muhammadiyah Surakarta. Hasilnya menunjukkan

bahwa semua variabel tersebut mempunyai pengaruh signifikan terhadap keputusan

konsumen dalam memilih rumah sakit untuk berobat rawat inap. Kurnia (2007) dalam

penelitiannya menguji pengaruh persepsi pasien partikulir tentang kualitas pelayanan

terhadap kepuasan pasien rawat inap di RSU PTPN II Tembakau Deli Medan. Hasilnya

semua variabel berpengaruh positip dan signifikan terhadap kepuasan pasien. Hasan

(2006) dalam penelitiannya menguji pengaruh kualitas pelayanan terhadap kunjungan

pasien rawat jalan studi kasus puskesmas di Aceh Utara, hasilnya menunjukkan bahwa

kualitas pelayanan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kunjungan pasien rawat

jalan.

Berdasarkan psikososial orang yang sedang sakit atau keluarga dari orang yang

sakit adalah dalam kondisi ketidaknyamanan: rasa sakit, kekhawatiran, kecemasan,

kebingungan, dan sebagainya. Oleh karena itu, pasien sangat memerlukan bantuan bukan

saja pengobatan, tetapi juga bantuan lain seperti informasi, nasihat, dan petunjuk-

petunjuk dari para petugas rumah sakit berkaitan dengan masalah atau penyakit yang

mereka alami (Notoatmojo, 2005).

Berdasarkan uraian tersebut di atas, diduga ada permasalahan dengan faktor

lingkungan (pendidikan, ekonomi, kebijakan, tindakan keluarga, tindakan petugas

kesehatan, sarana dan prasarana), faktor individu (motivasi/ kebutuhan, persepsi, sikap),

serta faktor strategi pemasaran (marketing mix yang diterapkan oleh perusahaan

pesaing), sehingga menyebabkan menurunnya kunjungan kembali pasien baik di rumah

sakit dengan segmen menengah ke atas maupun rumah sakit dengan segmen menengah

ke bawah.

4

1.2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana perilaku konsumen pelayanan kesehatan rumah sakit?

b. Apakah faktor lingkungan (pendidikan, ekonomi, kebijakan, tindakan keluarga,

tindakan petugas kesehatan, sarana dan prasarana), faktor individu (motivasi/

kebutuhan, persepsi, sikap), serta faktor strategi pemasaran (marketing mix yang

diterapkan oleh perusahaan pesaing), merupakan faktor-faktor yang mempegaruhi

perilaku konsumen pelayanan kesehatan rumah sakit?

c. Bagaimanakah model perilaku konsumen pelayanan kesehatan rumah sakit?

1.3. Tujuan

a. Memahami tentang perilaku konsumen dalam pelayanan kesehatan rumah sakit.

b. Mempelajari apakah faktor lingkungan (pendidikan, ekonomi, kebijakan,

tindakan keluarga, tindakan petugas kesehatan, sarana dan prasarana), faktor

individu (motivasi/ kebutuhan, persepsi, sikap), serta faktor strategi pemasaran

(marketing mix yang diterapkan oleh perusahaan pesaing), merupakan faktor-

faktor yang mempegaruhi perilaku konsumen pelayanan kesehatan rumah sakit.

c. Menggambarkan model perilaku konsumen dalam pelayanan kesehatan rumah

sakit.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian perilaku konsumen

Pada dasarnya perilaku konsumen merupakan tindakan atau perilaku, termasuk di

dalamnya aspek-aspek yang mempengaruhi tindakan itu, yang berhubungan dengan

usaha untuk mendapatkan produk (barang dan jasa) guna memenuhi kebutuhannya.

Tidak ada kesamaan definisi yang dikemukanan para ahli, perbedaan itu disebabkan

adanya perbedaan sudut pandang. Perilaku manusia sangat komplek sehingga sangat sulit

digambarkan dengan kata-kata.

Pengertian perilaku konsumen menurut Shiffman dan Kanuk (2000) adalah

“Consumer behavior can be defined as the behavior that customer display in searching

for, purchasing, using, evaluating, and disposintog of products, services, and ideas they

expect will satisfy they needs”. Pengertian tersebut berarti perilaku yang diperhatikan

konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan mengabaikan

produk, jasa, atau ide yang diharapkan dapat memuaskan konsumen untuk dapat

memuaskan kebutuhannya dengan mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan.

Selain itu perilaku konsumen menurut Loudon dan Della Bitta (1993) adalah:

“Consumer behavior may be defined as the decision process and physical activity

individuals engage in when evaluating, acquiring, using, or disposing of goods and

services”. Dapat dijelaskan perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan dan

kegiatan fisik individu-individu yang semuanya ini melibatkan individu dalam menilai,

mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan jasa-jasa.

Pengertian perilaku konsumen menurut Engel et al. (1994:3) adalah tindakan yang

langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan

jasa, termasuk proses yang mendahului dan menyusul dari tindakan ini.

Mowen (1990:5) mengatakan bahwa perilaku konsumen adalah studi unit-unit dan

proses pembuatan keputusan yang terlibat dalam menerima, menggunakan dan penentuan

barang, jasa, dan ide. Difinisi tersebut menggunakan istilah unit-unit pembuat keputusan,

6

karena keputusan bisa dibuat oleh individu atau kelompok. Difinisi tersebut juga

mengatakan bahwa konsumsi adalah proses yang diawali dengan penerimaan, konsumsi,

dan diakhiri dengan penentuan (disposition). Tahap penerimaan menganalisa faktor-

faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen terhadap produk, tahap konsumsi

menganalisa bagaimana konsumen senyatanya menggunakan produk yang diperoleh.

Tahap penentuan menunjukkan apa yang dilakukan konsumen setelah selesai

menggunakan produk tersebut.

Swastha dan Handoko (1987:9) mendifinisikan perilaku konsumen sebagai

tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan

menggunakan barang dan jasa ekonomi misalnya, termasuk kegiatan pengambilan

keputusan.

Menurut Ebert dan Griffin (1995) perilaku konsumen dijelaskan sebagai: “the

various facets of the decision of the decision process by which customers come to

purchase and consume a product”. Dapat dijelaskan sebagai upaya konsumen untuk

membuat keputusan tentang suatu produk yang dibeli dan dikonsumsi.

Perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan serta proses psikologis yang

mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli,

menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan kegiatan mengevaluasi

(Sumarwan, 2003). “Niat membeli, pembelian, evaluasi pembelian (apakah barang atau

jasa yang dibeli itu betul-betul dibutuhkan, berguna dan memuaskan) serta upaya

mendapatkan barang dan jasa disebut perilaku konsumen.

Perilaku konsumen melibatkan interaksi antara pengaruh (afeksi) dan kognisi,

perilaku dan kejadian di sekitar. Untuk memahami konsumen dan mengembangkan

strategi pemasaran kita harus memahami apa yang dipikirkan (kognisi) apa yang

dirasakan (afeksi) dan apa yang mereka lakukan serta kejadian sekitar yang

mempengaruhi dan dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan, dirasa, dan dilakukan

konsumen.

Perilaku Konsumen adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung

terlibat dalam mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa termasuk di dalamnya

7

proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut

(Swastha dkk., 1997). Perilaku konsumen mempelajari di mana, dalam kondisi macam

apa, dan bagaimana kebiasaan seseorang membeli produk tertentu dengan merk tertentu.

Secara umum, definisi dari perilaku konsumen adalah “interaksi dinamis antara

pengaruh dan kognisi, perilaku, dan kejadian disekitar kita, dimana terdapat aspek

pertukaran didalamnya” (Peter & Olson, 1999). Dari definisi umum tersebut, dapat

diambil kesimpulan bahwa terdapat tiga faktor penting didalam definisi tersebut, yaitu

perilaku konsumen adalah dinamis, melibatkan interaksi antara pengaruh dan kognisi,

perilaku dan kejadian sekitar, adanya aspek pertukaran. Perilaku konsumen adalah

dinamis artinya bahwa seorang individu konsumen, suatu komunitas konsumen, atau

masayarakat luas akan selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. Hal ini berdampak

tidak hanya pada studi perilaku konsumen itu sendiri akan tetapi juga pada

pengembangan strategi pemasaran.

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, menurut Simamora (2008) yaitu:

1. Faktor kebudayaan

Faktor kebudayaan merupakan faktor yang paling luas dan paling dalam terhadap

perilaku konsumen. Pemasar harus memahami peran yang dimainkan oleh:

1. Kultur, adalah faktor paling pokok dari keinginan dan perilaku seseorang.

Makhluk yang lebih rendah umumnya dituntut oleh naluri. Sedangkan manusia,

perilakunya biasanya dipelajari dari lingkungan sekitarnya. Sehingga nilai,

persepsi, preferensi, dan perilaku antara seorang yang tinggal pada daerah tertentu

dapat berbeda dengan orang lain yang berada di lingkungan yang lain pula.

Sehingga pemasar sangat berkepentingan untuk melihat pergeseran kultur

tersebut agar dapt menyediakan produk-produk baru yang diinginkan konsumen.

2. Subkultur, tiap kultur mempunyai mempunyai subkultur yang lebih kecil, atau

kelompok orang dengan sistem nilai yang sama berdasarkan pengalaman dari

situasi hidup yang sama. Seperti kelompok kebangsaan yang bertempat tinggal

pada suatu daerah mempunyai citarasa dan minat etnik yang khas. Demikian pula

halnya dengan kelompok keagamaan. 

8

3. Kelas sosial, adalah susunan yang relatif permanen dan teratur dalam suatu

masyarakat yang anggotanya mempunyai nilai,minat, dan perilaku yang sama.

Kelas sosial ditentukan oleh faktor tunggal seperti pendapatan tetapi diukur

sebagai kombinasi pekerjaan, pendapatan, kekayaan dan variabel lainnya. Kelas

sosial memperlihatkan preferensi produk dan merek yang berbeda.

2. Faktor sosial

Perilaku konsumen juga akan dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti: kelompok

kecil,keluarga, peran dan status sosial dari konsumen. Faktor-faktor ini sangat

mempengaruhi tanggapan konsumen, oleh karena itu pemasar harus benar-benar

memperhitungkannya untuk menyusun strategi pemasaran.

1. Kelompok, perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok kecil.

Anggotanya disebut kelomok keanggotaaan. Ada yang disebut dengan kelompok

primer, di mana anggotanya berinteraksi secara tidak formal seperti

keluarga,teman dan sebagainya. Ada pula yang disebut dengan kelompok

sekunder, yaitu seseorang berinteraksi secara formal tetapi tidak reguler.

Kelompok rujukan adalah kelompok yang merupakan titik perbandingan atau

tatap muka atau tak langsung dalam pembentukan sikap seseorang. Orang sering

dipengaruhi oleh kelompok rujukan dimana ia tidak menjadi anggotanya.

2. Keluarga, anggota keluarga pembeli dapat memberikan pengaruh yang kuat

terhadap perilaku pembeli. Keluarga orientasi adalah kelarga yang terdiri dari

orangtua yang memberikan arah dalam hal tuntutan agama, politik, ekonomi dan

harga diri. Bahkan jika pembeli sudah tidak berhubungan lagi dengan orang tua,

pengaruh terhadap perilaku tetap ada. Sedangkan pada keluarga prokreasi, yaitu

keluarga yang tediri atas suami-istri dan anak pengaruh pembelian itu akan sangat

terasa.

3. Peran dan status, posisi seorang dalam tiap kelompok dapat ditentukan dari segi

peran dan status. Tiap peran membawa status yang mencerminkan penghargaan

umum oleh masyarakat.

3. Faktor pribadi

Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti:

9

1. Usia dan tahap daur hidup, orang akan mengubah barang dan jasa yang mereka

beli sepanjang kehidupan mereka. Kebutuhan dan selera seseorang akan berubah

sesuai dengan usia. Pembelian dibentuk oleh tahap daur hidup keluarga. Sehingga

pemasar hendaknya memperhatikan perubahan minat pembelian yang terjadi yang

berhubungan dengan daur hidup manusia.

2. Pekerjaan, pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya

dengan jabatan yang mempunyai minat diatas rata-rata terhadap produk mereka.

3. Keadaan ekonomi, keadaan ekonomi sangat mempengaruhi pilihan produk.

Pemasar yang produknya peka terhadap pendapatan dapat dengan seksama

memperhatikan kecenderungan dalam pendapatan pribadi, tabungan dan tingkat

bunga. Jadi indikator-indikator ekonomi tersebut menunjukkan adanya resesi,

pemasar dapat mencari jalan untuk menetepkan posisi produknya.

4. Gaya hidup, orang yang berasal dari subkultur, kelas sosial dan pekerjaan yang

sama dapat mempunyai gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup seseorang

menunjukkan pola kehidupan orang yang bersangkutan yang tercermin dalm

kegiatan, minat, dan pendapatnya. Konsep gaya hidup apabila digunakan oleh

pemasar secara cermat, dapat membantu untuk memahami nilai-nilai konsumen

yang terus berubah dan bagimana nilai-nilai tersebut mempengaruhi perilaku

konsumen.

5. Kepribadian dan konsep diri, tiap orang mempunyai kepribadian yang khas dan

ini akan mempengaruhi perilaku pembeliannya. Kepribadian mengacu pada

karekteristik psikologi yang unik yang menimbulkan tanggapan realtif konstan

terhadap lingkungannya sendiri. Kepribadian sangat bermanfaat untuk

menganalisis perilaku konsumen bagi beberapa pilihan produk atau merek.

4. Faktor psikologis

Pada suatu saat tertentu seseorang mempunyai banyak kebutuhan baik yang bersifat

biologis. Kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan fisiologis tertentu seperti rasa lapar,

haus, dan sebagainya. Sedangkan kebutuhan yang bersifat psikologis adalah kebutuhan

yang timbul dari keadaan fisiologi tertentu seperti kebuthan untuk diakui,harga diri, atau

kebutuhan untuk diterima oleh lingkungannya.

Pihak pembelian seseorang juga dipengaruhi oleh faktor psikologi yang utama, yaitu:

10

1. Motivasi, kebanyakan dari kebutuhan yang ada tidak cukup kuat untuk

memotivasi seseorang untuk bertindak pada suatu saat tertentu. Suatu kebutuhan

akan berubah menjadi motif apabila kebutuhan itu telah mencapai tingkat

tertentu. Motif adalah suatu kebutuhan yang cukup menekan seseorang untuk

mengejar kepuasan.

Kebutuhan Konsumen Muncul Karena:

Kebutuhan yang dirasakan konsumen (felt need) muncul dari diri konsumen

(fisiologis) misalnya rasa lapar dan haus

Kebutuhan yang dimunculkan dari luar konsumen misalnya aroma makanan

yang merangsang, iklan dan pemasaran yang bisa membangkitkan kebutuhan

konsumen

Jenis Kebutuhan Konsumen

Kebutuhan primer (primary needs) untuk mempertahankan hidupnya seperti

kebutuhan bioloigis dan fisiologis (innate needs) kebutuhan air, makanan,

udara, pakaian dan rumah.

Kebutuhan sekunder disebut juga kebutuhan yang muncul sebagai reaksi

terhadap lingkungan dan budayanya. Kebutuhan ini bersifat psikologis karena

muncul dari sikap subjektif konsumen dan lingkungannya misalnya citra diri

(self esteem), harga diri (prestige), kekuatan (power).

Kebutuhan yang muncul sebagai reaksi konsumen terhadap lingkungan dan

budayanya misalnya rumah adalah kebutuhan primer bagi konsumen, karena

adanya kebutuhan ingin sebagai orang sukses dan mampu, sehingga ia memilih

lokasi yang menggambarkan kelas sosial atas.

Pemilihan bentuk dan lokasi akan menggambarkan kebutuhan sekunder dari

seorang konsumen. Kebutuhan yang dirasakan seringkali dibedakan berdasarkan

kepada manfaat yang diharapkan dari pembelian dan penggunaan produk;

pertama karena manfaat fungsional dan karakteristik objektif dari produk tersebut

misalnya obeng akan memberikan manfaat fungsional untuk memudahkan dalam

membuka dan memasang kembali mur pada pada peralatan mesin. Seorang

konsumen yang membeli obeng memiliki tujuan karena ia tidak bisa membuka

mur dengan tangannya sendiri. Yang kedua adalah kebutuhan ekspresif atau

hedonic yaitu kebutuhan yang bersifat psikologis seperti rasa puas, gengsi, emosi

11

dan perasaan subjektif lainnya. Kebutuhan ini muncul seringkali untuk memenuhi

tuntutan sosial estetika. Misalnya seorang laki-laki merasa perlu membeli dasi

untuk digunakan di kantor.

2. Persepsi, seseorang yang termotivasi akan siap bereaksi. Bagaimana orang itu

bertindak dipengaruhi oleh persepsi mengenai situasi. Dua orang dalam kondisi

motivasi yang sama dan tujuan situasi yang sama mungkin bertindak secara

berbeda karena perbedaan persepsi mereka terhadap situasi itu. Persepsi sebagai

proses di mana individu memilih, merumuskan dan menafsirkan masukan

informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti mengenai dunia.

3. Proses belajar (learning), proses belajar menjelaskan perubahan dalam perilaku

seseorang yang timbul dari pengalaman dan kebanyakan perilaku manusia adalah

hasil proses belajar. Secara teori, pembelajaran seseorang dihasilkan melalui

dorongan, rangsangan, isyarat,tanggapan, dan penguatan. Para pemasar dapat

membangun permintaan akan produk dengan menghubungkannya dengan

dorongan yang kuat, dengan menggunakan isyarat motivasi, dan dengan

memberikan penguatan yang posiitif.

4. Kepercayaan dan sikap, melalui tindakan dan proses belajar, orang akan

mendapatkan kepercayaan dan sikap yang kemudian mempengaruhi perilaku

pembeli. Kepercayaan adalah suatu pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang

tentang sesuatu. Sedangkan sikap adalah organisasi dan motivasi, perasaan

emosional,persepsi, dan proses kognitif kepada suatu aspek.

2.3 Langkah-langkah pengambilan keputusan konsumen

Disiplin perilaku konsumen telah mengalami perjalanan yang cukup panjang

sebelum berkembang dan menjadi sebuah disiplin yang sangat penting dan dibutuhkan.

Menurut Engel, dkk (1990) bahwa perilaku konsumen memiliki akar utama dari ilmu

ekonomi. Teori perilaku konsumen merupakan salah satu landasan teori ekonomi mikro

yang sangat esensial, sebelum memahami mengenai teori permintaan dan teori

perusahaan. Teori perilaku konsumen menjelaskan bahwa seorang konsumen akan

melakukan pilihan terbaik dengan cara memaksimumkan kepuasan atau utilitasnya.

Dalam usaha memaksimumkan kepuasan seorang konsumen menghadapi kendala

12

pendapatan dan harga-harga barang. Sedangkan preferensi dan faktor-faktor lain yang

dianggap mempengaruhi pengambilan keputusan dianggap tetap atau diabaikan yang

dikenal dengan istilah ceteris paribus.

Engel, dkk (1990) mengemukakan bahwa teori perilaku konsumen yang

berkembang tidak diuji secara empiris sampai pertengahan abad 20. Pengujian empiris

dengan survey dan eksperimen banyak dilakukan setelah disiplin pemasaran pada

program studi bisnis dan disiplin studi konsumen pada program studi ekonomi rumah

tangga berkembang. Pada dekade 1960-an disiplin perilaku konsumen muncul sebagai

sebuah disiplin yang berbeda. Perkembangan ini pengaruh dari penulis: George Katona,

Robert Ferber, John A. Howard. George Katona dikenal sebagai bapak ekonomi

psikologi;

Mengkritik teori ekonomi perilaku konsumen dan kemudian mengembangkannya

dengan memasukkan elemen-elemen psikologi dalam pengambilan keputusan konsumen.

Menjadi professor di University of Michigan, Amerika. Disanalah dia menjadi pionir

penelitian mengenai consumer’s confidence.

Langkah-langkah pengambilan keputusan konsumen

a. Pengenalan kebutuhan: muncul ketika konsumen menghadapi suatu masalah yaitu

suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan

keadaan yang sebenarnya terjadi (memilih pembantu atau mesin cuci).

b. Pencarian informasi: mulai dilakukan ketika konsumen memandang bahwa

kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk.

Konsumen akan mencari informasi yang tersimpan didalam ingatannya (pencarian

internal) dan mencari informasi dari luar (pencarian eksternal); model,/jenis, merk,

harga, cara pembayaran.

c. Evaluasi alternatif: muncul karena banyak alternatif pilihan (merk, jenis, ukuran,

harga) sehingga konsumen harus memiliki atribut dalam mengevaluasi alternatif dari

suatu produk yang akan memberikan manfaat yang diharapkannya; ukuran, harga dan

penggunaannya.

d. Pembelian: jika konsumen telah memutuskan alternatif yang akan dipilih dan

mungkin penggantinya jika diperlukan, maka akan melakukan pembelian (tempat dan

cara pembayarannya).

13

e. Evaluasi hasil: segera setelah membeli konsumen akan menggunakan produk, lalu

mengevaluasi produk tersebut; apakah sesuai dengan harapannya dan apakah produk

tersebut berfungsi sebagaimana yang dijanjikan oleh produsen. Konsumen akan

merasa kepuasan atau ketidakpuasan terhadap produk yang dibelinya. Jika merasa

puas akan mengkomunikasikan kepada orang lain dan menstimulasi konsumen

potensial untuk membeli produk yang sama, sebaliknya konsumen yang tidak puas

akan menghambat pembelian berikutnya dari pembeli potensial.

Secara ringkas proses pengambilan keputusan konsumen dapat digambarkan sebagai

berikut:

2.4 Tipe Pengambilan Keputusan Konsumen

1. Pemecahan masalah yang diperluas: dilakukan pada pembelian barang-barang tahan

lama, barang mewah, elektronik juga keputusan untuk berlibur yang mengharuskan

pilihan yang tepat.

14

2.Pemecahan masalah yang terbatas: konsumen menyederhanakan proses

pengambilan keputusan disebabkan konsumen memiliki waktu dan sumber daya yang

terbatas, iklan dan peragaan produk ditempat penjualan telah membantu konsumen

untuk mengenali produ tersebut, juga media berperan menstimulasi minat dan

mendorong tindakan pembelian.

3. Pemecahan masalah rutin: konsumen telah memiliki pengalaman terhadap produk

yang akan dibelinya, konsumen hanya mereview apa yang diketahuinya dan hanya

membutuhkan informasi yang sedikit.

15

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Perilaku konsumen pelayanan kesehatan

Perilaku konsumen pelayanan kesehatan rumah sakit adalah semua kegiatan,

tindakan serta proses psikologis pada saat sebelum membeli, ketika membeli/

menggunakan hingga kegiatan mengevaluasi jasa pelayanan kesehatan rumah sakit

(Sumarwan, 2003).

Michael R. Solomon (2013) menyatakan bahwa pengambilan keputusan konsumen

untuk memilih/ membeli/ menggunakan produk atau jasa adalah bagian inti dari perilaku

konsumen. Demikian halnya dengan konsumen dalam pelayanan kesehatan rumah sakit.

Seperti yang disampaikan oleh Muninjaya (2004), bahwa rumah sakit sebagai

salah satu sub sistem pelayanan kesehatan memberikan dua jenis pelayanan kepada

masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan

mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik dan

pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit

rawat jalan dan unit rawat inap. Sasaran pelayanan kesehatan rumah sakit bukan hanya

individu pasien, tapi sudah berkembang mencakup keluarga pasien dan masyarakat

umum. Fokus perhatiannya adalah pasien sebagai individu maupun sebagai bagian dari

sebuah keluarga. Dengan demikian pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan

pelayanan kesehatan paripurna (komprehensif dan holistik).

Selain itu pelayanan kesehatan rumah sakit yang awalnya merupakan kebutuhan

primer (fisiologis), saat ini juga merupakan kebutuhan hedonic yaitu kebutuhan yang

bersifat psikologis yang menyangkut rasa puas, gengsi, emosi dan perasaan subjektif

lainnya. Kebutuhan ini muncul seringkali untuk memenuhi tuntutan sosial. Misalnya

untuk menunjukkan posisi kelas sosialnya atau untuk menggambarkan gaya hidupnya,

konsumen dengan segmen menengah ke atas di Indonesia, seperti yang telah disebutkan

sebelumnya lebih memilih pelayanan rumah sakit yang ada di luar negeri seperti

Singapura dan Malaysia. Data Singapore Medicine yang dikutip oleh Akhmadi (2005)

menyebutkan, kunjungan pasien khusus untuk berobat sebanyak 374.000 pasien dari

manca negara, sebagian pasien mengunjungi Rumah Sakit Mount Elizabeth, sekitar 90%

pasiennya dari Indonesia. Salah satu stasiun TV swasta di Indonesia (2008)

16

menayangkan statistik bahwa tahun 2006 pasien dari Indonesia yang berobat di rumah

sakit Singapura sebanyak 30% dan pada tahun 2007 meningkat lagi menjadi 50%.

Data dari Konjen RI Penang (2004) menyebutkan dalam kurun waktu Januari

hingga Juni 2004, jumlah kunjungan pasien Indonesia yang berobat ke Rumah Sakit Lam

Wah Ee Penang mencapai 9000 orang atau rata-rata 50 pasien per hari. Kurun waktu

yang sama di Rumah Sakit Adventist Penang tercatat 10.000 orang atau 55 pasien

perhari. Abdillah (2006) mengatakan hampir 80% kunjungan pasien ke rumah sakit di

Penang adalah warga Medan dan Sumut, sebagian lainnya berasal dari Nanggroe Aceh

Darussalam (NAD). Meskipun faktanya di Indonesia juga ada rumah sakit dengan

fasilitas dan pelayanan paripurna kelas atas, sebagian besar segmen menengah atas di

Indonesia lebih memilih belanja pelayanan kesehatan rumah sakit ke luar negeri.

Sebaliknya konsumen dengan segmen menengah ke bawah cenderung lebih

memilih rumah sakit di dalam negeri, apalagi dengan adanya kebijakan JKN (Jaminan

Kesehatan Nasional) saat ini. Dengan pengorbanan sumber daya yang kecil (relatif jauh

lebih murah), konsumen (peserta BPJS Kesehatan) dapat memperoleh pelayanan

kesehatan rumah sakit dengan full coverage (tanpa ditarik biaya) apabila mereka

mengikuti prosedur pelayanan JKN yang berlaku. Karena itulah saat ini konsumen

pelayanan kesehatan rumah sakit di segmen menengah ke bawah ini berbondong-

bondong memadati rumah sakit yang menjadi provider BPJS kesehatan untuk

mendapatkan solusi masalah kesehatannya. Fenomena ini terlihat di banyak rumah sakit

provider BPJS Kesehatan hampir di seluruh Indonesia, yang mana konsumen rela untuk

mengantri panjang demi mendapatkan pelayanan kesehatan yang murah/ gratis.

Fenomena ini menuntut rumah sakit (terutama swasta) yang belum menjadi provider

BPJS Kesehatan harus mengembangkan strategi pemasaran untuk mengantisipasi

kecenderungan ini dengan membidik segmen yang tepat dan menciptakan produk

pelayanan yang sesuai dengan perilaku konsumen yang dibidiknya agar dapat bertahan

dalam situasi seperti saat ini.

17

3.2 Faktor-faktor yang mempegaruhi perilaku konsumen pelayanan kesehatan

Dalam pelayanan kesehatan rumah sakit seperti halnya pada produk atau jasa

lainnya dipengaruhi oleh faktor:

1. Faktor kebudayaan

Faktor kebudayaan merupakan faktor yang paling luas dan paling dalam terhadap

perilaku konsumen. Pemasar harus memahami peran yang dimainkan oleh kultur,

sub kultur dan kelas sosial. Sebagai contoh untuk menggambarkan pengaruh faktor

kebudayaan terhadap perilaku konsumen pelayanan kesehatan rumah sakit, pada

masyarakat di daerah pedesaan ada budaya/ norma dimana seorang ibu dan bayinya

tidak boleh keluar rumah sebelum mencapai 40 hari setelah proses persalinan. Pada

masyarakat dengan budaya seperti ini, tidak akan memanfaatkan pelayanan

imunisasi bayi di rumah sakit namun lebih memilih memanggil bidan ke rumah

atau memanfaatkan pelayanan imunisasi dengan sistem home visit.

2. Faktor sosial

Perilaku konsumen juga akan dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti: kelompok

kecil, keluarga, peran dan status sosial dari konsumen. Faktor-faktor ini sangat

mempengaruhi tanggapan konsumen, oleh karena itu pemasar harus benar-benar

memperhitungkannya untuk menyusun strategi pemasaran. Contoh dari pengaruh

faktor sosial ini adalah perilaku konsumen pelayanan kesehatan rumah sakit untuk

melakukan belanja pelayanan kesehatan di luar negeri, guna menunjukkan kelas

sosial mereka.

3. Faktor pribadi

Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti usia

dan daur hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep

diri. Contoh pengaruh pribadi dalam perilaku konsumen pelayanan kesehatan

rumah sakit, misalkan seorang pekerja pabrik dengan ekonomi menengah kebawah

yang diikutkan program jaminan kesehatan dan kecelakaan akan lebih memilih

menggunakan pelayanan rumah sakit yang dapat mencover jaminan kesehatan dan

kecelakaannya pada saat dia sedang mengalami kecelakaan kerja yang

membutuhkan penanganan medis.

18

4. Faktor psikologis

Pada suatu saat tertentu seseorang mempunyai banyak kebutuhan baik yang bersifat

biologis. Kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan fisiologis tertentu seperti rasa lapar,

haus, dan sebagainya. Sedangkan kebutuhan yang bersifat psikologis adalah kebutuhan

yang timbul dari keadaan fisiologi tertentu seperti kebutuhan untuk diakui, harga diri,

atau kebutuhan untuk diterima oleh lingkungannya. Perilaku pembelian seseorang juga

dipengaruhi oleh faktor psikologi yang utama, yaitu motivasi, persepsi, proses belajar,

kepercayaan dan sikap.

Contoh pengaruh psikologis ini dapat dijelaskan dari hasil penelitian Rais (2003)

dalam penelitiannya menguji pengaruh kualitas pelayanan, fasilitas rumah sakit, biaya

rawat inap terhadap keputusan konsumen dalam memilih rumah sakit untuk berobat

rawat inap di RS Muhammadiyah Surakarta. Hasilnya menunjukkan bahwa semua

variabel tersebut mempunyai pengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen dalam

memilih rumah sakit untuk berobat rawat inap. Kurnia (2007) dalam penelitiannya

menguji pengaruh persepsi pasien tentang kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien.

Konsumen akan memilih tempat pelayanan kesehatan yang dipersepsikannya memiliki

kualitas pelayanan yang bagus, fasilitas yang lengkap dan tarif yang sesuai.

19

3.3 Model perilaku konsumen pelayanan kesehatan rumah sakit

Secara singkat model perilaku konsumen pelayanan kesehatan rumah sakit dapat

digambarkan sebagai berikut:

20

EVALUASI PASCA PEMANFAATAN BRAND & PRODUK PELAYANAN

KESEHATAN YANG TELAH DIPILIH

PEMILIHAN ATAS BRAND & PRODUK PELAYANAN KESEHATAN YANG AKAN

DIMANFAATKAN

EVALUASI BERBAGAI ALTERNATIF BRAND & PRODUK PELAYANAN

KESEHATAN

PENCARIAN BERBAGAI INFORMASI PELAYANAN KESEHATAN

PENGENALAN MASALAH:KEUTUHAN & KEINGINAN PELAYANAN

KESEHATAN

KONSUMEN PELAYANAN KESEHATAN

BUDAYA KULTUR SUB KULTUR KELAS SOSIAL

SOSIAL KELOMPOK KELUARGA PERAN & STATUS

PRIBADI USIA & DAUR HIDUP PEKERJAAN EKONOMI GAYA HIDUP KEPRIBADIAN & KONSEP

DIRI

PSIKOLOGIS MOTIVASI PERSEPSI PROSES BELAJAR KEPERCAYAAN & SIKAP

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Perilaku konsumen pelayanan kesehatan rumah sakit adalah semua kegiatan,

tindakan serta proses psikologis pada saat sebelum membeli, ketika membeli/

menggunakan hingga kegiatan mengevaluasi jasa pelayanan kesehatan rumah

sakit.

2. Pengambilan keputusan konsumen untuk memilih/ membeli/ menggunakan

produk atau jasa adalah bagian inti dari perilaku konsumen. Demikian halnya

dengan konsumen dalam pelayanan kesehatan rumah sakit.

3. Dalam pelayanan kesehatan rumah sakit perilaku konsumen dipengaruhi oleh

faktor:

a. Faktor kebudayaan

Faktor kebudayaan merupakan faktor yang paling luas dan paling dalam

terhadap perilaku konsumen. Pemasar harus memahami peran yang

dimainkan oleh kultur, sub kultur dan kelas sosial.

b. Faktor sosial

Perilaku konsumen juga akan dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti:

kelompok kecil, keluarga, peran dan status sosial dari konsumen.

c. Faktor pribadi

Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi

seperti usia dan daur hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup,

kepribadian dan konsep diri.

d. Faktor psikologis

Perilaku pembelian seseorang juga dipengaruhi oleh faktor psikologi yang

utama, yaitu motivasi, persepsi, proses belajar, kepercayaan dan sikap.

21

4. Model perilaku konsumen pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:

22

EVALUASI PASCA PEMANFAATAN BRAND & PRODUK PELAYANAN

KESEHATAN YANG TELAH DIPILIH

PEMILIHAN ATAS BRAND & PRODUK PELAYANAN KESEHATAN YANG AKAN

DIMANFAATKAN

EVALUASI BERBAGAI ALTERNATIF BRAND & PRODUK PELAYANAN

KESEHATAN

PENCARIAN BERBAGAI INFORMASI PELAYANAN KESEHATAN

PENGENALAN MASALAH:KEUTUHAN & KEINGINAN PELAYANAN

KESEHATAN

KONSUMEN PELAYANAN KESEHATAN

BUDAYA KULTUR SUB KULTUR KELAS SOSIAL

SOSIAL KELOMPOK KELUARGA PERAN & STATUS

PRIBADI USIA & DAUR HIDUP PEKERJAAN EKONOMI GAYA HIDUP KEPRIBADIAN & KONSEP

DIRI

PSIKOLOGIS MOTIVASI PERSEPSI PROSES BELAJAR KEPERCAYAAN & SIKAP

DAFTAR PUSTAKA

1. http://himamika09.blogspot.com/2009/03/konsep-perilaku-konsumen.html.Diakses tanggal 2 Oktober 2009.

2. Hamidah. Perilaku Konsumen Dan Tindakan Pemasaran. library.usu.ac.id. Diakses 2 Oktober 2009.

3. Engel, James F, BlackWell Roger D, Miniard Paul W..1994.PerilakuKonsumen.Jakarta.Binarupa Aksara.

4. http://danidena.blogspot.com/2009/10/konsep-dasar-perilaku-konsumen.html5. Solomon, Consumer Behaviour, 10th Edition, Copyright © 2013 Pearson Education, Inc. publishing as Prentice Hall

23