Upload
unhas
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS INDIVIDU
MAKALAH PENYULUHAN
PENYULUHAN DAN PEMBANGUNAN PERIKANAN
DI INDONESIA
NAMA : KASRI
NIM : L241 11 006
PRODI : SOSEK PERIKANAN
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya
menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa
pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas
ilmu tentang Penyuluhan dan Pembangunan Perikanan yang
penyusun sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan
berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri
penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “Penyuluhan dan
Pembangunan Perikanan di Indonesia” yang sangat
bermanfaat bagi penyuluh dan masyarakat khususnya para
nelayan. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna
tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen
yang telah membimbing penyusun agar dapat mengerti
tentang bagaimana cara kami menyusun makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang
lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki
kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan
kritiknya. Terima kasih.
Makassar,
30 Maret 2012
Penyusun Kasri
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Penyuluhan
B. Penyuluhan dalam Konteks Perubahan Berencana
C. Pembangunan Perikanan Di Indonesia
D.Permasalahan Pembangunan Perikanan Di Indonesia
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan
Perikanan
F. Karakteristik Undang-undang Perikanan
G. Perlunya Kebijakan dan Strategi yang Tepat
H.Pembangunan Perikanan memerlukan Penyuluhan
I. Pembangunan Perikanan Wajib Berbasis Ekosistem
J. Pembangunan Perikanan Wajib Berbasis Penelitian
K. Pembangunan Perikanan melalui Kewilayahan
L. Peran Wanita Nelayan dalam Pembangunan Perikanan
M. Revitalisasi Perikanan
BAB III PENUTUPAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki 18.306
pulau yang dipersatukan oleh laut dengan panjang garis
pantai 81.000 km terpanjang kedua di dunia setelah
Kanada, dengan bentang wilayah Indonesia dari ujung barat
(Sabang) sampai Timur (Merauke). Indonesia merupakan
negara maritim, dimana tiga per empat berupa laut (5,8
juta km2). Luas lautnya sekitar 3,1 juta km2, yang
terdiri dari perairan laut nusantara 2,8 juta km2 dan
perairan laut territorial 0,3 km2. Wilayah Indonesia juga
memiliki keanekaragaman hayati, hal ini dimungkinkan
karena Indonesia terletak diatara dua samudera yaitu
Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, juga diantara dua
benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia. Wilayah laut
menjadi sangat penting dengan dicantumkannya pada GBHN
tahun 1993, dan didirikannya Departemen Kelautan dan
Perikanan. Undang-Undang No. 22 dan 25 tahun 1999 juga
mencantumkan kelautan sebagai bagian dari otonomi daerah.
Laut mengandung potensi ekonomi (pembangunan) sangat
besar dan beragam. Indonesia memiliki potensi perikanan
yang sangat besar, manakala dilihat dari sisi luasnya
perairan lautan, letak geografis, wilayah maupun panjang
garis pantai. Indonesia memiliki potensi maksimum
perikanan laut sebesar 6,7 –7,7 juta metrik ton dan
potensi perikanan darat mencapai 3,6 juta metrik ton.
Sedangkan terumbu karang di Indonesia dikenal memiliki
keanekaragaman koral paling tinggi di dunia, dengan lebih
dari 70 genus biota laut didalamnya. (Choi & Hutagalung :
1988).
Menurut data Dirjen Perikanan (1995), potensi
lestari sumber daya perikanan tangkap di laut Indonesia
diperkirakan sebesar 6,7 juta ton dengan rincian 4,4 juta
ton di perairan laut territorial dan perairan laut
nusantara, serta 2,3 juta ton di perairan laut ZEEI.
Potensi kelautan yang meliputi perikanan, pariwisata
bahari dan jasa kelautan merupakan bidang pembangunan
yang tidak dapat berdiri sendiri, karena melibatkan
banyak sektor. Ketiga sektor di atas belum memberikan
kontribusi yang signifikan kepada Negara, apabila
dibandingkan dengqn potensi yang dimiliki. Hal ini
disebabkan oleh adanya berbagai kebijakan yang tumpang
tindih antar ketiga sektor tersebut. Disamping kurangnya
dukungan dari sektor lainnya. Pengembangan ketiga sektor
ini membutuhkan komitmen, koordinasi dan partisipasi
aktif dari sektor yang terkait (stakeholders). Untuk
mewujudkan hal tersebut diperlukan kesamaan pola pikir
dan pola tindak yang terintegrasi dari semua pihak dalam
mewujudkan kebijakan lintas sektoral untuk mempercepat
pembangunan perikanan, pariwisata bahari dan jasa
kelautan. Hal ini dikatakan Menteri Kelautan dan
Perikanan, Freddy Numberi pada perumusan Kebijakan
Pembangunan Kelautan Indonesia.
Hal inilah yang mendasari sehingga kami
ingin membuat makalah yang berjudul
”Penyluhan dan Pembangunan Perikanan di Indonesia”.
Semoga makalah ini berguna bagi pembaca agar penyuluhan
dan pembangunan perikanan di Indonesia bisa lebih dari
sebelumnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Penyuluhan ?
2. Bagaimana posisi penyuluhan dalam konteks perubahan
berencana ?
3. Bagaimana pembangunan perikanan di Indonesia beserta
permasalahannya ?
4. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
perikanan ?
5. Apa karakteristik undang-undang perikanan di Indonesia
?
6. Apa manfaat kebijakan dan strategi yang tepat ?
7. Apakah pembangunan perikanan memerlukan penyuluhan ?
8. Apa peran wanita nelayan dalam pembangunan perikanan ?
9. Bagaimana revitalisasi perikanan di Indonesia ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Penyuluhan.
2. Untuk mengetahui posisi penyuluhan dalam konteks
perubahan berencana.
3. Untuk mengetahui pembangunan perikanan di Indonesia
beserta permasalahannya.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan perikanan.
5. Untuk mengetahui karakteristik undang-undang perikanan
di Indonesia.
6. Untuk mengetahui manfaat kebijakan dan strategi yang
tepat.
7. Untuk mengetahui peran penyuluhan pembangunan
perikanan.
8. Untuk mengetahui peran wanita nelayan dalam
pembangunan perikanan.
9. Untuk mengetahui revitalisasi perikanan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penyuluhan
Penyuluhan perikanan adalah proses pembelajaran bagi
pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu
menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses
informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya
lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas,
efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta
meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Penyuluhan merupakan kegiatan pendidikan yang
mengandung prosesbelajar mengajar. Agar proses belajar-
mengajar berlangsung dengan efektif danefisien,
diperlukan suasana belajar-mengajar yang tepat.
Metoda Penyuluhan a d a l a h c a r a p e n y a m p a i a n
m a t e r i ( i s i p e s a n ) penyuluhan oleh penyuluh
kepada petani beserta anggota keluarganya baik
secara langsung maupun tidak langsung agar mereka
tahu, mau, dan mampu menggunakan inovasi baru.
Teknik penyuluhan dapat didefinisikan sebagai
keputusan-keputusanyang dibuat oleh sumber atau penyuluh
dalam memilih serta menata simbol danisi pesan
menentukan pilihan cara, dan frekuensi penyampaian
pesan serta menentukan bentuk penyajian pesan. Metoda
Penyuluhan tidak lain adalah suasana belajar
mengajar yangdiciptakan oleh sumber belajar (dengan
partisipasi dari peserta belajar) untuk merangsang dan
mengarahkan kegiatan belajar (Leagens, 1960). S e b a g a i
s e o r a n g p e n y u l u h ( a g e n p e m b a h a r u ) , k i t a
h a r u s d a p a t menentukan pilihan method mengajarkan apa
yang harus dipakai dalam suatukegiatan pendidikan
penyuluhan. Karena ada berbagai metoda yang
biasa digunakan dalam penyuluhan pertanian (Sukandar W,
1978). Penentuan method pengajaran apa yang akan
digunakan dalam suatukegiatan pendidikan penyuluhan,
hendaknya dilakukan dengan memperhatikan karakteristik-
karakteristik pada warga belajar. Hasil penelitian-
penelitian yang telah dilakukan dalam bidang ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan-perbedaan
cara belajar dikalangan warga belajar penyuluh, yang
menyebabkanada cara-cara mengajar tertentu yang lebih
menarik bagi kelompok – kelompokwarga belajar tertentu.
Ada 2 kelompok warga belajar yang dapat mengambil
manfaat yang lebih besar dari
1. Pendekatan Visual (gambar),
2. Pengalaman – pengalaman verbal (mendengar dan membaca). Ada
lagi aktivitas-aktivitas fisikal dan manipulasi obyek-
obyek pembantu belajar, pertimbangan dalam memilih
metode.
B. Penyuluhan dalam Konteks Perubahan Berencana
Suatu masyarakat tidak dapat maju dengan sendirinya
tanpa adanya pembangunan. Pembangunan itu sendiri akan
berlangsung bila masyarakat telah dapat lepas dari
problema kehidupan yang dihadapi. Sebagian besar
masyarakat memilih persoalan kehidupan yang spesifik.
Petani ikan dan nelayan memilki persoalan kehidupan yang
khas, yang umumnya masih berkutat dengan persoalan
peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan. Dengan semakin
berkembangnya Inovasi dan teknologi di bidang perikanan,
maka dipelukan sebuah kegiatan untuk melakukan perubahan-
perubahan kepada masyarakat untuk mengatasi isu yang
dihadap/ terlebih dahulu. Guna melaksanakan perubahan
tersebut, diperlukan kegiatan penyuluhan yang merupakan
wahana untuk melakukan perubahan. Penyuluhan sangat
diperlukan dalam pengembangan masyarakat tani-nelayan
agar masyarakat mampu mandiri. Anne W. Van den Bann dan
H. Stuart Hawkins (1988:11-13) menyebutkan bahwa
penyuluhan berperan penting untuk meningkatkan
kesejahteraan petani dan keluarganya melalui perubahan
perilaku dalam berusahatani, berbisnis dan bermasyarakat.
Untuk melakukan itu semua, jelas penyuluhan mencakup
kegiatan untuk melakukan perubahan berencana. Perubahan
berencana yang dilakukan dapat terjadi dalam skala
Individu, kelompok, masyarakat dan organisasi yang lebih
luas. Dikemukakan oleh Uppit, bahwa perubahan berencana
mencakup tujuh tahapan yaitu a. Mengembangkan keperiuan
untuk suatu perubahan ("unfreezJng").
b. Mendapatkan hubungan untuk berubah.
c. K1arifikasl atau diagnosis masalah sistem Idien.
d. Pemilihan alternatif penyelesaian, masalah dan tujuan;
menciptakan tujuan
dan maksud setiap tindakan.
e. Transfotmasi menuju,upaya perubahan nyata.
f. Generalisasi dan stabilisasi perubahan ("freezing).
h. Hubungan antara agen dengan klien mulai berakhlr
karena klien mulai mandiri. Namun, hubungan dapat
terjalin lagi dalam fenomena lain. Leagans (1962),
mengemukakan bahwa dalam pendidikan penyuluhan terdapat
empat masalah yang perlu diperhatikan yaitu;
• Changes In what people know - their knowledge of
themselves of their society and of their physical
environment
• Changes In what people can do - their skill, mental and
physical
• Changes in what people think and feel their attitude
toward themselves, toward their
society and toward their physical envlron~nt
• Changes In what people actually do their actions
related to factors determining their
own welfare
Untuk kelangsungan hidupnya, setiap anggota
masyarakat harus berupaya mengadakan perubahan
kebudayaan. Perubahan kebudayaan tlmbul sebagal akibat
adanya penemuan-penemuan baru baik yang berasal dari
dalam maupun dari luar masyarakat tersebut. Terdapat
perbedaan dalam penyebaran perubahan di masyarakat yaitu
ada yang menyebar dengan cepat (penularan) dan yang
lambat ( difusi). Hal inl dlsebabkan adanya perbedaan
kematangan masyarakat untuk menerima (reseptivitas)
perubahan yang bersangkutan. Derajat reseptivitas ini
bergantung pada berbagai keadaan dalam masyarakat seperti
tingkat pendidikan, adat Istiadat, kontak sosial, nilai-
nilai hidup, kebutuhan yang dirasakan, teknologi,
pengelompokan dan pelapisan masyarakat, perspektif
ekonomi.
Dalam proses reseptivitas perubahan, terdapat orang-orang
yang menjadikan tugas hidupnya secara bayaran ataupun
sukarela melakukan usaha-usaha pematangan masyarakat
untuk perobahan itu, biasa disebut "penggerak pembaharuan
(change agent)". Di samping adanya golongan yang mendukung ke
arah perobahan, terdapat pula orang-orang yang tidak suka
perobahan atau tidak percaya akan manfaat perubahan,
malahan ada yang menghalanginya sama sekali. Mereka ini
biasanya terdiri dari:
a. Golongan yang ingin melindungi kepentingannya (vested
Interesti).
b. Golongan sentimentalis, yaitu tidak menginginkan
perubahan itu, tidak percaya
perubahan itu akan bermanfaat.
c. Golongan sinis, mengalah sebelum berusaha ke arah itu.
d. Golongan yang menentang perubahan tanpa alasan,
kecuali hanya menentang saja,
terutama bila perubahan itu diprakarsai oleh orang-orang
lain.
e. Golongan yang diyakinkan ter1ebih dahulu sebelum
melakukan perubahan.
f. Golongan yang tidak sanggup mengadakan perubahan
meskipun mungkin menyadari manfaat, disebabkan
karena keadaan ekonomi sosialnya tidak mengizinkan atau
karena cacat badan dan rohaninya.
Penerimaan perubahan oleh suatu masyarakat dapat
dipercepat secara teratur (akselarasi)
dengan pelbagai jalan peniruan (Imitation), pendidikan
(education), pembujukan (persuasion), propaganda (promotion),
perintah (Instruction) dan paksaan (coercion). Penyuluhan
perikanan sebagai suatu sistem pendidikan yang dalam
prakteknya juga mempergunakan cara-cara lain seperti
peniruan, pembujukan dan propaganda. Cara perintah
sedikit sekali dilakukan sementara paksaan malahan
dihindari.
C. Pembangunan perikanan di Indonesia
Berbicara tentang pembangunan perikanan sebenarnya
bukanlah suatu hal yang baru baik dilihat secara global
maupun nasional. Namun dalam pelaksanaannya masih belum
dipahami dengan baik dan oleh karenanya masih menunjukkan
banyak kerancuan pada tingkat kebijakan dan pengaturan
dan mempunyai banyak gejala pada tatanan implementasi
atau pelaksana. Sebagai sebuah konsep, pembangunan yang
mengandung pengertian sebagai pembangunan yang
“memperhatikan” dan “mempertimbangkan”. yang menganjurkan
agar pembangunan dilaksanakan dengan memperhatikan faktor
lingkungan (Soerjani, 1977: 66).
Wilayah perairan yang sangat luas memang memberikan
harapan dan manfaat yang besar, tapi juga membawa
konsekuensi dan beberapa permasalahan, antara lain
banyaknya sea lane of communication, tidak dipatuhinya
hukum nasional maupun internasional yang berlaku di
perairan seperti illegal fishing, illegal logging,
illegal mining, illegal migrant, human trafficking, atau
kurang terjaminnya keselamatan pelayaran.
Keberadaan Perairan Indonesia yang luas dan terletak
pada posisi silang di antara dua samudera dan dua benua,
mengharuskan Indonesia untuk berperan aktif dalam forum-
forum regional sehingga terjalin kerjasama dan kesatuan
di antara negara-negara tetangga. Kerjasama luar negeri
baik itu bilateral, regional maupun internasional perlu
ditingkatkan untuk mengatur pemanfaatan sumberdaya ikan,
penelitian maupun pengelolaan laut, termasuk dalam
pengaturan batas ZEE.
Selain itu Pendayagunaan dan pemanfaatan fungsi
wilayah laut nasional dengan menerapkan konvensi hukum
laut internasional meliputi penetapan batas wilayah
perairan indonesia maupun ZEE serta mengembangkan potensi
nasional merupakan kekuatan pertahanan keamanan di bidang
maritim untuk menjamin keselamatan dan pembangunan di
laut. Peran serta Departemen Perhubungan khususnya
perhubungan laut dalam pengadaan sarana-sarana
perhubungan laut akan memberi solusi bagi terbukanya
wilayah yang terisolasi sehingga memungkinkan pembangunan
wilayah di pulau-pulau maupun wilayah yang terpencil
sekalipun.
Pembangunan sarana dan prasarana di bidang perikanan
sangat dibutuhkan, misalnya pelabuhan perikanan atau
tempat pendaratan ikan. Pelabuhan perikanan dan juga
tempat pendaratan ikan merupakan pusat pengembangan
masyarakat nelayan dan pertumbuhan ekonomi perikanan,
pengembangan agribisnis dan agroindustri perikanan.
Pusat pelayanan tempat berlabuh kapal perikanan, tempat
pendaratan ikan hasil tangkapan dan hasil budidayaan,
tempat pelayanan kegiatan operasi kapal-kapal perikanan,
pusat pemasaran dan distribusi perikanan, tempat
pengembangan usaha industi perikanan dan pelayan eksport,
tempat pelaksanaan pengawasan, penyuluhan dan pengumpulan
data. Mengingat fungsi pelabuhan perikanan sangat luas
dan memiliki kekhususan, maka keberadaan pelabuhan
perikanan harus merupakan wilayah kerja tersendiri dan
tidak dapat disatukan dengan pelabuhan umum . Pembangunan
infrastuktur secara lengkap akan memacu perkembangan
pembangunan kelautan.
Kegiatan penangkapan ikan di laut sebagian besar
masih berkisar di perairan pantai yang padat penduduknya
seperti perairan Utara Jawa, Selat Bali, dan selat
Makasar. Dengan demikian pemanfaatan sumberdaya
perikanan laut selanjutnya dihadapkan kepada tantangan
untuk dapat memanfaatkan sumberdaya yang optimal dan
merata serta sekaligus dapat mengurangi
tekanan/intensitas pemanfaatan secara berlebihan di
daerah-daerah yang kritis. Selain itu juga perlu
meningkatkan pengoperasian di wilayah ZEE secara
bertahap. Untuk itu perlu pengaturan zona. Dimana zona
atau daerah-daerah yang sudah mengalami tekanan yang
tinggi penangkapan harus mengurangi armada perikanannya
sedang untuk daerah-daerah yang masih memiliki potensi
yang besar namun memiliki sedikit armada kapal, harus
mulai dilakukan penambahan armada. Selain itu perlu
dibangun armada-armada kapal perikanan yang besar yang
sanggup beroperasi di daerah ZEE. Hal ini perlu agar
potensi perikanan laut di daerah ZEE dapat dimanfaatkan
secara optimal. Selain itu kebijakan eksport kapal-kapal
bekas dapat dilanjutkan tetapi hal ini tanpa mematikan
pengadaan kapal-kapal dalam negeri. Selain itu perlunya
dorongan bagi pembangunan industri kapal perikanan dalam
negeri dan meningkatkan kemampuan rancang bangun serta
perekayasaan kapal dan alat penangkapan ikan.
Komitmen pemerintah dalam mendukung pembangunan
perikanan laut, merupakan salah satu kunci keberhasilan
dalam pembangunan di Sektor perikanan laut. Melihat
rumitnya struktur kelembagaan yang ikut ambil bagian
dalam menangani persoalan-persoalan perikanan laut
membuat semakin banyaknya masalah-masalah yang timbul,
untuk itu perlu penataan kembali lembaga-lembaga yang
terkait dalam bidang perikanan laut sehingga wewenang dan
fungsinya jelas dan optimal. Perlunya sikap rendah hati
dari setiap pimpinan lembaga untuk melepaskan
capurtangannya dan menyerahkan kepada lembaga yang
terkait.
Pembuatan perundang-undangan yang tepat serta
pengawasan yang ketat akan menghasilkan pengelolaan
sumberdaya laut yang efektif dan efisien tanpa merusak
sumberdaya laut yang ada. Oleh karena itu sebelum
pemerintah membuat perundang-undangan hendaknya
diperlukan informasi dan data, serta kajian yang lengkap
dan matang sehingga perundang-undangan yang berlaku
menjadi sangat efektif untuk dilaksanakan. Kegiatan
pengawasan mutlak diperlukan dengan konsep monitoring,
controlling dan survaillance (MCS). Pengawasan perlu
dilakukan juga terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan di
ZEE oleh kapal-kapal ikan asing yang mendapat ijin untuk
beroperasi di Perairan ZEEI, sehingga pencurian ikan oleh
kapal asing dapat ditekan sedemikian rupa sehingga
sumberdaya ikan tidak mengalami kerusakan.
Pendidikan dan pelatihan bagi sumberdaya manusia
terus diupayakan untuk meningkatkan jumlah dan kualitas
sumberdaya manusia baik dari segi pola pikir maupun dalam
ketrampilan, sehingga nantinya dapat memiliki wawasan ke
depan serta dapat menguasi teknologi dan mempunyai
inovasi menghadapi tantangan-tantangan jaman. Untuk dapat
meningkatkan kemampuan memanfaatkan sumberdaya perikanan
laut, khususnya di perairan ZEE, diperlukan nelayan yang
mempunyai pengetahuan dan kemampuan teknis pengoperasian
kapal besar (Muchtar A, 1999).
Dalam pembangunan Perikanan laut, penguasaan
teknologi perlu ditingkatkan. Teknologi yang perlu
ditingkatkan dalam pembangunan perikanan laut (Rohmin D,
1997) antara lain:
Pengembangan kemampuan armada penangkapan ikan
nasional, dari yang bersifat hunting menjadi lebih
bersifat harvesting. Ini memerlukan penguasaan dan
penerapan IPTEK baru, antara lain sensor system, remote
sensing dan GIS, permodelan dan simulasi komputer,
artificial inteligence dan decision support system,
teknologi penangkapan dan kapal penangkapan ikan yang
modern dan effisien untuk eksploitasi Sumberdaya ikan di
ZEE.
Pengembangan teknologi budidaya laut (mariculture),
termasuk sea ranching, untuk sumberdaya ikan yang sudah
dibudidayakan maupun yang belum (baru).
Penerapan bioteknologi untuk budidaya laut, termasuk
teknik ekstrasi bioactive subtances atau marine natural
products untuk industri pangan, obat-obatan dan
kosmetika.
Pengembangan teknologi pengelolaan (konservasi)
sumberdaya perikanan dan lingkungan laut serta
rehabilitasi habitat ikan yang telah rusak, sehingga
kelestarian produksi sumberdaya ikan dapat dipelihara.
Pengembangan ilmu dan teknologi kelautan, khususnya
dalam bidang fisika oseanografi.
Selain penguasaan teknologi seperti yang telah
dikemukakan di atas, diperlukan juga teknologi pasca
panen untuk mendapatkan produk yang berkualitas yang
dapat oleh pasar internasional maupun lokal. Indonesia
juga harus mengembangkan rekayasa kelautan dimana
Indonesia dipacu untuk dapat menghasilkan peralatan yang
dibutuhkan dalam bidang perikanan tanpa harus terus
menerus mengadalakan peralatan buatan luar negeri.
Pengembangan ini dapat dilakukan secara bersama-sama
antara instansi pemerintah, perguruan tinggi maupun
swasta yang bergerak dalam bidang IPTEK kelautan secara
menyeluruh.
Selain teknologi yang terus ditingkatkan juga perlu
diimbangi dengan sistem informasi dan data yang akurat
bagi kepentingan nelayan maupun instansi terkait untuk
pengambilan kebijakan. Misalnya informasi mengenai
daerah penangkapan ikan, potensi sumberdaya ikan di suatu
perairan tertentu sehingga informasi-informasi ini dapat
mengarahkan nelayan melakukan penangkapan.
Dalam pembangunan perikanan laut juga perlu
pengembangan pola kemitraan. Pola kemitraan harus
ditingkatkan untuk mendorong keterpaduan kegiatan
pemanfaatan sumberdaya ikan antara pengusaha skala kecil
(nelayan) dengan pengusaha skala besar dan BUMN. Juga
perlunya kemudahan investasi, keringanan bunga oleh bank-
bank pemerintahan dan keringanan perpajakan. Bila
digambarkan, faktor-faktor yang mendukung keberhasilan
pembangunan perikanan laut adalah sebagai berikut :
a. Geografis : Hamkamnas dan sarana perhubungan laut
b. Sarana & prasarana : Pelabuhan perikanan/tempat
pendaratan ikan dan infrastruktur yang memadai
c. Aktualisasi Pemanfaatan : Pengaturan lokasi
penangkapan, pengadaan armada untuk ZEE dan pembuatan
kapal dalam negeri
d. Komitmen Pemerintah : Penataan lembaga terkait,
pembuatan Undang-undang, pengawasan sumberdaya manusia,
Pendidikan & pelatihan, penguasaan teknologi
D. Permasalahan Pembangunan Perikanan
Salah satu persoalan mendasar dalam pembangunan
perikanan adalah lemahnya akurasi data statistik
perikanan. Data perikanan di berbagai wilayah di
Indonesia biasanya berdasarkan perkiraan kasar dari
laporan dinas perikanan setempat. Belum ada metode baku
yang handal untuk dijadikan panduan dinas-dinas di daerah
setempat dalam pengumpulan data perikanan ini. Bagi
daerah-daerah yang memiliki tempat atau pelabuhan
pendaratan ikan biasanya mempunyai data produksi
perikanan tangkap yang lebih akurat karena berdasarkan
pada catatan jumlah ikan yang didaratkan. Namun demikian
akurasi data produksi ikan tersebut pun masih
dipertanyakan berkaitan dengan adanya fenomena transaksi
penjualan ikan tanpa melalui pendaratan atau transaksi
ditengah laut. Pola transaksi penjualan semacam ini
menyulitkan aparat dalam menaksir jumlah/nilai ikan yang
ditangkap di peraiaran laut di daerahnya. Apalagi dengan
daerah-daerah yang tidak memiliki tempat pendaratan ikan
seperti di kawasan pulau-pulau kecil di Indonesia maupun
berkembangnya tempat-tempat pendaratan ikan swasta atau
‘TPI Swasta’ yang sering disebut tangkahan-tangkahan
seperti yang berkembang di Sumatera Utara.
Bagaimana pemerintah akan menerapkan kebijakan
pengembangan perikanan bila tidak didukung dengan data-
data yang akurat. Apakah ada jaminan pemerintah mampu
membongkar sistem penangkapan ikan yang carut-marut dan
tiap-tiap daerah yang mempunyai bentuk dan pola yang
berbeda-beda. Keadaan sistem yang mampu memonitor setiap
aktivitas penangkapan di daerah-daerah menjadi satu
kelemahan yang terpelihara sejak dulu. Celah kelemahan
inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang
terkait untuk memperkaya diri dari hasil perikanan
tangkap. Sehingga isukebocoran devisa dengan adanya
pencurian ikan menggambarkan kelemahan sistem manajemen
pengelolaan perikanan nasional. Tanpa mengetahui karakter
atau pola/jaringan bisnis penangkapan ikan yang dilakukan
masyarakat atau para nelayan yang bermodal diberbagai
daerah atau sentrasentra penangkapan ikan, maka kebijakan
perijinan ulang terhadap usaha penangkapan ikan ini akan
terdapat peluang korupsi dan kolusi. Ditengarai dengan
pola/jaringan bisnis perikanan tangkap sudah terbiasa
dengan budaya KKN, maka mekanisme kolusi dan korupsi di
dalam bisnis penangkapan ikan ini harus diatasi secara
sistematis.
Beberapa permasalahan yang selama ini dianggap
sebagai faktor penghambat pelaksanaan pembangunan
kelautan dan perikanan antara lain faktor internal dan
faktor eksternal.
a. Faktor Internal antara lain sebagian besar nelayan
merupakan nelayan tradisional dengan karaktersitik sosial
budaya yang belum kondusif untuk kemajuan usaha, sebagian
besar struktur armada yang dimiliki masih didominasi
struktur skala kecil dan tradisional (berteknologi
rendah), ketimpangan tingkat pemanfaatan stock ikan
antara kawasan satu dengan kawasan lainnya, masih
banyaknya praktek illegal, unregulated dan unreported
fishing,penegakan hukum masih lemah, terjadinya kerusakan
lingkungan ekosistem laut yang disebabkan oleh pengeboman
dan penambangan pasir, terbatasnya sarana prasarana
sosial dan ekonomi (transportasi, komunikasi, kesehatan,
pendidikan dan perumahan) dan lemahnya market
intelligence yang meliputi penguasaan informasi tentang
segmen pasar, harga dan pesaing.
b. Faktor eksternal yang ikut mempengaruhi lambatnya
pembangunan kelautan dan perikanan adalah khususnya yang
terkait dengan kebijakan moneter, fiskal dan investasi
seperti suku bunga pinjaman dan penyediaan kredit
perikanan.
Pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan masa
depan tentunya harus dapat menjawab permasalahan
permasalahan yang selama ini dianggap sebagai faktor yang
menghambat proses pembangunan kelautan dan perikanan
secara berkelanjutan, berkeadilan dan merata.
Tabel 2. Perkiraan nilai ekonomi potensi sumberdaya
perikanan.
Jenis Potensi Potensi
Lestari
(ribu ton)
Perkiraan Nilai
(US$ juta)
Perikanan tangkap
dilaut
5.006 15.101
Potensi lestari
diperairan umum
356 1.068
Perikanan bududaya
laut
46.700 46.700
Perikanan budidaya
tambak
1.000 10.000
Perikanan bududaya
air tawar
2.195
Bioteknologi kelautan 4.000
Total 82.064
Tabel 3. Potensi ekonomi perikanan budidaya.
Jenis
Budidaya
Luas
Potensi
(ha)
Potensi
Produksi
(ton)
Nilai (Trilliun
Rp)
Budidaya
laut
5.200.000 65.000.000 220
Budidaya
tambak
800.000 800.000 10
Budidaya
kolam
200.000 300.000 1.5
Budidaya
keramba
140.000 11.200.000 16
Sawah mina
padi
500.000 500.000 2.5
Total 250
Beberapa alasan pembangunan kelautan antara lain:
a. Indonesia memiliki sumberdaya laut yang besar baik
ditinjau dari kuantitas maupun keragamannya, Sumberdaya
laut tersebut bila ditinjau dari kuantitas sangat besar
seperti yang diuraikan di sub bab potensi sumberdaya laut
di bagian bawah ini, adapun keragaman sumberdaya laut
untuk jenis ikan diketahui terdapat 8.500 jenis ikan pada
kolom perairan yang sama, 1.800 jenis rumput laut dan
20.000 jenis moluska.
b. Sumberdaya laut merupakan sumberdaya yang dapat
dipulihkan, artinya bahwa ikan ataupun sumberdaya laut
lainnya dapat dimanfaatkan, namun harus memperhatikan
kelestariaannya, sehingga nantinya masih terus dapat
diusahakan.
c. Pusat Pertumbuhan ekonomi, dengan akan berlakunya
liberalisasi perdagangan di abad 21 ini, akan terbuka
peluang untuk bersaing memasarkan produk-produk kelautan
dalam perdagangan internasional.
d. Sumber protein hewani, sumberdaya ikan mengandung
protein yang tinggi khususnya untuk asam amino tak jenuh,
atau dikenal juga dengan kandungan OMEGA-3 yang sangat
bermanfaat bagi tubuh manusia.
e. Penghasil devisa negara, udang dan beberapa jenis ikan
ekonomis penting seperti tuna, cakalang ataupun lobster,
saat ini merupakan komoditi eksport yang menghasilkan
devisa negara diluar sektor kehutanan maupun
pertambangan.
f. Memperluas lapangan kerja, dengan semakin sempitnya
lahan pertanian di areal daratan, dan semakin tingginya
persaingan tenaga kerja di bidang industri, maka salah
satu alternatif dalam penyediaan lapangan kerja adalah di
sektor perikanan. Apalagi dengan adanya otonomi daerah
maka daerah-daerah yang memiliki potensi di bidang
perikanan yang cukup besar akan berlomba untuk
mengembangkan potensi perikanan laut yang ada, sehingga
akan membuka peluang yang sangat besar bagi penyediaan
lapangan kerja yang sangat dibutuhkan oleh Bangsa
Indonesia sekarang ini.
g. Industri perikanan berhubungan luas dengan industri-
industri lainnya, industri perikanan berhubungan erat
dengan industri lainnya misalnya dalam pengadaan kapal,
pengadaan bahan bakar minyak (BBM), juga pengadaan sarana
dan prasarana lainnya.
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Perikanan
Sebagai sumberdaya yang dapat diperbaharui
(renewable resources), sumberdaya ikan mempunyai batas-
batas tertentu sesuai dengan daya dukungnya (carrying
capacity). Oleh karena itu, apabila pemanfaatannya
dilakukan secara bertentangan dengan kaedah-kaedah
pengelolaan, maka akan berakibat terjadinya kepunahan.
Dengan demikian, agar kelestarian sumberdaya ikan tetap
terjaga maka diperlukan perangkat hukum yang pasti yang
disertai dengan penegakan hukum (law enforcement). Dengan
kata lain, ketidakpastian hukum dan lemahnya penegakan
hukum inilah yang menjadi penyebab rusaknya eksosistem
perairan laut.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka
pengelolaan perikanan merupakan hal yang utama yang harus
dilaksanakan secara terpadu dan terarah. Pengelolaan
perikanan (fisheries management) merupakan upaya yang
sangat penting dalam mengantisipasi terjadinya
kompleksitas permasalahan, baik ekologi maupun sosial-
ekonomi di wilayah pesisir dan laut. Upaya ini muncul
sebagai akibat dari pemanfaatan kawasan pesisir dan laut
yang open access. Praktek open access yang selama ini
banyak menimbulkan masalah yaitu kerusakan sumberdaya
hayati laut, pencemaran, over-exploitation, dan konflik-
konflik antar nelayan. Permasalahan tersebut diperparah
oleh Undang-undang No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan
yang bersifat sentralistis dan anti pluralisme hukum,
sehingga undang-undang tersebut mengabaikan peran
masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan.
Kentalnya nuansa sentralistis dan pemasungan hak
masyarakat oleh pemerintah dalam Undang-undang No. 9
Tahun 1985. Namun, banyaknya materi yang diatur bukan
berarti undang-undang tersebut sudah lengkap dan sesuai
dengan aspirasi serta kehendak masyarakat. Berikut akan
dipaparkan hal-hal penting yang harus menjadi perhatian
kita bersama dalam mewujudkan perikanan yang
berkelanjutan dan bertanggung jawab. (Mahfud MD, 2010).
1. Pembangunan Perikanan Laut
a. Objektif projek tujuan utama aktiviti ini
dilaksanakan adalah untuk :
Mengurangkan bilangan golongan nelayan miskin dan
termiskin melalui program bantuan bagi membolehkan mereka
meningkatkan pendapatan keluarga.
Meningkatkan kecekapan serta kemahiran nelayan miskin
dan termiskin ke arah peningkatan produktiviti sektor
perikanan artisenal / pantai.
Memberi suntikan teknologi kepada sektor perikanan
pantai ke arah memodenkan kumpulan nelayan artisenal.
Memperbaiki kedudukan sosio-ekonomi nelayan.
b. Komponen projek
Projek ini melibatkan pemberian Geran bantuan kepada
nelayan yang tersenarai sebagai nelayan miskin dan
termiskin.
Gerakan bantuan adalah bertujuan untuk membiayai kos
pembelian perkakas / peralatan bernilai tidak melebihi Rp
50.000/orang. Dengan bantuan ini dijangka nelayan-nelayan
miskin dan termiskin akan dapat meningkatkan pendapatan
mereka, kerana mereka menjadi ‘owner operator’ dan tidak
hanya menjadi awak-awak bot.
2. Pembangunan Produk Baru Perikanan
a. Objektif projek tujuan utama aktiviti ini dilaksanakan
adalah untuk :
Untuk membangunkan dan memajukan produk-produk sedia
ada yang dihasilkan oleh usahawan atau produk baru hasil
penyelidikan oleh MARDI atau lain-lain badan.
Untuk menaiktaraf kaedah pemprosesan, kualiti,
piawaian, jenama, pembungkusan, kaedah persembahan,
pernyataan komposisi nutrien, pelabelan dan pengeluaran
produk yang lebih berdaya saing.
Untuk mendapatkan kepercayaan dan keyakinan konsumer
melalui pengeluaran produk mengikut manual serta amalan
pemprosesan yang berkualiti dengan mempunyai persijilan
GHP/GMP/Halal/HACCP bagi memastikan pengeluaran yang
konsisten, berkualiti, selamat dimakan dan boleh
dipercayai.
Menyediakan bantuan melalui satu pakej yang lengkap
sebagai tambahan kepada pelaburan yang telah dibuat oleh
usahawan terpilih dalam setiap aktiviti di peringkat
pengeluaran produk yang bermula dari penyediaan premis,
penerimaan bahan mentah, pemprosesan, pembungkusan,
penyimpanan, pemasaran serta pemindahan teknologi (TOT).
b. Komponen proyek. Pembangunan produk dan pemprosesannya
akan ditumpukan melalui:
Penyediaan premis yang berkualiti.
Penyediaan peralatan pemprosesan yang mencapai
standard pengeluaran produk yang ditetapkan.
Mengujicuba pengeluaran secara semi komersil sebelum
dipindahkan kepada usahawan.
Penjelasan komponen projek adalah seperti berikut :
Penyediaan premis yang berkualiti. Perusahaan kecil-
kecilan bagi menghasilkan produk-produk nilai ditambah
dalam sektor perikanan biasanya dilakukan di dalam
kawasan rumah dan tidak mengamalkan kaedah pemprosesan
yang higenik. Dengan penguatkuasaan berbagai-bagai
peraturan dan undangundang sama ada oleh kerajaan
Malaysia atau di peringkat global, maka sudah sampai
masanya kaedah pemprosesan secara higenik diperkenalkan
secara intensif di dalam RMKe-9. Untuk mengubah keadaan
pengusaha-pengusaha tersebut sangatlah sukar kerana ia
melibatkan perubahan sikap, minda dan memerlukan tambahan
dalam pelaburan mereka. Oleh itu, pihak kerajaan perlulah
memperkenalkan kaedah ini melalui penyediaan premis-
premis yang berkualiti dengan cara meningkatkan lagi
kemudahan yang ada di PPHP LKIM. Pendekatan ini akan
dapat menjadi penggalak kepada usahawan-usahawan sedia
ada untuk menukar kaedah pemprosesan mereka menjadi lebih
higenik dan teratur.
Penyediaan peralatan pemprosesan yang mencapai
standard pengeluaran produk yang ditetapkan. Sejajar
dengan hasrat kerajaan untuk memajukan industri
perikanan, penggunaan peralatan moden yang mengikut
spesifikasi dalam aktiviti pemprosesan makanan adalah
penting bagi menjamin mutu serta keselamatan produk yang
dihasilkan. Memproses makanan secara mekanisasi
sepenuhnya akan dapat mengurangkan pencemaran makanan dan
meningkatkan kapasiti pengeluaran produk. Sementara itu,
peralatan bagi program sanitasi premis, peralatan dan
pekerja juga akan diberi keutamaan bagi memenuhi konsep
sanitasi dalam GHP. Kelengkapan sanitari seperti apron,
sarung tangan, bahan pencuci, dan lain-lain peralatan
untuk mensanitasi juga akan disediakan. Penyediaan
peralatan pemprosesan mengikut spesifikasi yang
ditetapkan serta mematuhi amalan-amalan yang digariskan
dalam Manual Pemprosesan akan memudahkan loji mereka
untuk mendapatkan persijilan seperti GHP, GMP, Halal dan
HACCP. Dengan adanya HACCP, produk-produk mereka akan
lebih berdaya saing di pasaran terbuka.
Mengujicuba pengeluaran produk secara semi komersil
sebelum dipindahkan kepada usahawan. Pembangunan produk
akan dilakukan ke atas produk yang telah diuji dan
disahkan boleh dikomersilkan oleh MARDI atau badan-badan
lain yang terlibat. Produk-produk yang telah berjaya
diperingkat R&D makmal akan diuji pengeluarannya secara
semi komersil di premis-premis yang disediakan oleh LKIM.
Setelah ujicuba pengeluaran secara semi komersil berjaya
dilakukan, teknologi akan dipindahkan kepada usahawan
yang berminat untuk mengkomersilkannya. Pengeluaran
secara komersil ini akan dibuat di PPHP, di loji
pemprosesan PNK dan kawasan IKS yang disewakan kepada
usahawan.
3. Khidmat Sokongan Pembangunan Perikanan Laut
a. Objektif projek
Membangunkan sumber manusia (nelayan artisenal) dari
aspek pengetahuan dan kemahiran melalui latihan dan
bimbingan.
Menyediakan kumpulan pekerja tempatan (nelayan) yang
mahir untuk mengusahakan vesel rawai tuna di lautan ZEE
negara dan Lautan Hindi. Memberi penerangan mengenai
konsep “Community Based Fisheries Management” dengan
“fishing rights” di kawasan unjam kepada kumpulan nelayan
tempatan.
b. Komponen Projek
Latihan kepada nelayan artisenal dalam bidang
teknologi perkakasan dan peralatan secara penempatan
(attachment).
Latihan bekerja secara penempatan/sangkut
[attachment] kepada nelayan tempatan yang berminat untuk
menceburi bidang merawai tuna di lautan ZEE negara dan
Lautan Hindi.
Sessi penerangan kepada nelayan tempatan,
terutamanya yang menangkap ikan di kawasan unjam,
mengenai konsep “Community Based Fisheries Management”
serta mengenai “fishing rights” di kawasan unjam.
4. Insentif berbagai peralatan
a. Objektif Projek
Memperkayakan sekitaran laut pantai melalui
peningkatan kepadatan (density) dan kepelbagaian
(biodiversity) hidupan marin disamping mengujudkan
habitat baru.
Memudahkan nelayan pantai menangkap ikan melalui
‘targetfishing’ di kawasan unjam meningkatkan
produktiviti dan sekaligus pendapatan mereka. Melindungi
kawasan perairan pantai dari terus dicerobohi dan
dirosakkan oleh kegiatan penangkapan ikan tidak
bertanggung jawab.
Memupuk kesedaran dikalangan nelayan tentang
pentingnya pemuliharaan dan penggunaan sumber perikanan
secara optimum dan rasional.
Merintis usaha kearah ‘Community Based Fisheries
Management’ (CBFM), dengan mewujudkan ‘Fishing Rights’ di
kawasan unjam masing-masing.
b. Komponen projek
Pembinaan unjam-unjam meliputi pembekalan modul-modul
pengangkutan darat dan laut serta kerja-kerja melabuh
modul-modul di dasar laut.
Berbagai rekabentuk modul dan binaan akan di cuba
mengikut kesesuaian kawasan bagi memastikan keberkesanan
yang terbaik. Faktor-faktor kos dan faedah akan diambil
kira bagi menentukan rekabentuk yang paling berkesan.
Kerja-kerja pemantauan, penyenggaraan, kajian dan
penilaian bagi memastikan keberkesanan unjam dilaksanakan
secara berkala.
Berdasarkan temuan-temuan kajian, pengenalpastian
teknologi binaan dan kaedah penangkapan ikan yang
sesuaikan disyorkan.
F. Karakteristik Undang-undang Perikanan
Produk Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang
Perikanan, jika kita cermat secara lebih kritis dan
mendalam maka akan tampak beberapa karakteristik yang
mendasarinya yaitu :
a. Menganut ideologi penguasaan dan pemanfaatan sumber
daya perikanan yang berbasis pada negara (state-based
resource on control and management), bercorak
sentralistik, dan pendekatan yang bernuansa sektoral.
Penjelasan Umum UU 9/1985 menyebutkan, “Pasal 33 UUD 1945
menentukan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Ketentuan ini merupakan landasan konstitusional dan
sekaligus arah bagi pengaturan berbagai hal yang
berkaitan dengan sumber daya ikan.”
b. Hubungan antar sektor dalam pengelolaan sumber daya
perikanan tidak diatur secara terkoordinasi dan
terintegrasi (sectoral policy), sehingga setiap sektor
cenderung berjalan sendiri-sendiri sesuai dengan visi
sektornya masing-masing.
c. Hak-hak masyarakat lokal atau nelayan kampung atas
penguasaan dan pengelolaan sumber daya perikanan belum
diakui secara utuh atau masih bersifat mendua
(ambiguity).
d. Kebijakan pengelolaan sumber daya perikanan yang lebih
berpihak pada kepentingan pemilik modal besar (capital
oriented), dengan mengabaikan kepentingan dan mematikan
potensi perekonomian nelayan kecil (nelayan kampung).
e. Mengabaikan perlindungan hak-hak asasi manusia (HAM),
terutama hak-hak masyarakat lokal atau nelayan kampung
atas penguasaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan.
f. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya
perikanan masih bersifat semu atau belum bersifat sejati
(ungenuine public participation).
g. Transparansi dan demokratisasi dalam proses
pengambilan keputusan belum diatur secara jelas.
h. Akuntabilitas pemerintah kepada publik (public
accountability) dalam pengelolaan sumber daya perikanan
belum diatur secara tegas.
i. Pengelolaan yang berorientasi pada konservasi sumber
daya alam/perikanan (natural resources oriented) untuk
menjamin kelestarian dan bekerlanjutan fungsi sumber daya
alam/perikanan tampak dalam kebijakannya, namun kekuatan
penegakannya masih lemah sehingga tidak mampu menjerat
pelaku kejahatan di bidang perikanan/kelautan.
G. Perlunya kebijakan dan strategi yang tepat
Dengan melihat kondisi potensi dan permasalahan
tersebut maka terdapat beberapa alasan utama mengapa
sektor kelautan dan perikanan sebagai alternatif utama
pembangunan masa depan. Yaitu sebagai berikut :
a. Sumber daya laut di indonesia memiliki potensi yang
sangat besar tetapi belum tergarap secara optimal
b. Sumberdaya yang terlibat atau yang bekerja di sektor
perikanan dan kelautan sangat banyak, bahkan cenderung
mengalami peningkatansetiap tahun.
c. Potensi pasar yang sangat baik baik pasar domestik
dan pasar luar negri.
d. Pemanfaatan potensi yang belum mampu memberikan
kemakmuran dan kesejahteraan bagi bangsa dan negara.
e. Telah terjadi tingkat kejenuhan pembangunan yang
bersumber dari daratan (perikanan, perkebunan,
pertambangan, kehutanan dan lain-lain).
f. Industri kelautan dan perikanan memiliki
keterkaitan dengan industri lainnyaseperti halnya
kosmetik, farmasi, dan energi.
g. Investasi disektor kelautan dan perikanan memiliki
efisiensi yang tinggi dan memiliki daya serap tenaga
kerja yang tinggi. Untuk itu perlu adanyasebuah kebijakan
yang berperan sebagai payung dibidang kelautan yang
sifatnya lintas sektoral, institutional serta teritegrasi
dalam mengembangkan sumberdaya kelautan secara bijaksana
untuk kepentingan publik dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat (social well being). Kebijakan
pengelolaan kawasan pesisir adalah segala bentuk usaha,
kegiatan, pekerjaan dan political yang diarahkan kepada
pendayagunaan potensi kelautan dan pemanfaatannya secara
terencana, rasional, serasi dan seimbang untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan memperluas
kesempatan berusaha dan membuka lapangan pekerjaan.
h. Sedangkan strategi secara umum yang harus
dilaksanakan didalam melaksanakan pembangunan kelautan
dan perikanan masa depan antara lain: Sumberdaya laut
yang tersedia mempunyai potensi yang sangat besar tetapi
belum tergarap secara optimal. Sumberdaya yang terlibat
atau yang bekerja di sektor perikanan dan kelautan sangat
banyak, bahkan cenderung mengalami peningkatan setiap
tahun.
i. Investasi di sektor kelautan dan perikanan
memiliki efisiensi yang tinggi dan memiliki daya serap
tenaga kerja yang tinggi Untuk itu perlu adanya sebuah
kebijakan yang berperan sebagai payung di bidang
keduanya, Perlunya fasilitas pendukung yang terdiri dari
fasilitas fisik, kelembagaan yang terdiri dari
kelembagaan keuangan, asuransi, LSM, lembaga pemasaran,
assosiasi dan perundang-undangan yang mendukung dalam
pengelolaan sumberdaya laut dan perikanan secara
berkelanjutan, adil dan merata.
Arah Kebijakan
Secara umum, arah kebijakan pengelolaan pembangunan
perikanan dan kelautan yang diperlukan harus diarahkan
kepada kesejahteraan rakyat, penciptaan lapangan kerja
dan pertumbuhan ekonomi (peningkatan devisa dan sumbangan
PDB Nasional). Secara spesifik diarahkan kepada :
a. Peningkatan kesejahteraan nelayan Indonesia
b. Peningkatan pemberdayaan nelayan
c. Pengembangan pendidikan, pelatihan, pengetahuan dan
ketrampilan sumberdaya manusia pengelola sumberdaya laut
dan perikanan
d. Penguatan kelembagaan nelayan di tingkat lokal dan
nasional
e. Desentralisasi pembangunan sektor kelautan dan
perikanan yang searah dengan sistem desentralisasi
pemerintahan daerah atau otonomi daerah
f. Kebijakan permodalan (penyediaan kredit dan suku bunga
rendah)
g. Penataan struktur pasar dan lingkungan usaha
Memperjuangkan Undang-undang perlindungan nelayan
h. Kebijakan pembangunan secara terpadu dan
berkelanjutan
i. Gerakan secara nasional untuk percepatan pembangunan
kelautan dan perikanan secara berkelanjutan.
Arah kebijakan pembangunan kelautan meliputi
beberapa aspek antara lain bidang perikanan, perhubungan
laut, pertambangan laut, pariwisata bahari, bangunan
kelautan, industri maritim dan jasa kelautan.
Pendekatan kebijakan
Sumberdaya laut Indonesia bila dikelola dengan baik,
akan dapat menjadikannya sebagai penyumbang perekonomian
negara yang besar, gambaran sektor kelautan dan kehidupan
nelayan Indonesia seharusnya tidak seburuk apa yang
seperti terjadi saat ini. Ini mengingat, sebagai negara
maritim yang tiga per empat berupa laut (5,8 juta km2),
kaya akan sumber daya (resources) baik hayati maupun non
hayati, Indonesia memiliki banyak potensi untuk
dikembangkan menjadi kekuatan riil bagi pertumbuhan
ekonomi Indonesia.
Situasi yang kontras antara kondisi sektor kelautan
dan kehidupan nelayan Indonesia saat ini dengan potensi
kelautan Indonesia, sesungguhnya tidak lain disebabkan
oleh buruknya tata kelola (bad governance) atas laut
Indonesia. Penyebab dari kurang mantapnya tata kelola
kelautan Indonesia ini antara lain berasal dari sistem
pembangunan kelautan Indonesia yang tidak bebas dari
praktek-praktek gambling, spekulatif, tidak aspiratif,
kurang koordinasi antar lintas sektor, pengelola yang
tidak amanah, dan lain sebagainya.
Disamping itu, kebijakan pembangunan perikanan dan
kelautan negara sejak Orde Baru hingga saat ini, ternyata
tidak mengalami perubahan yang berarti. Kebijakan
pembangunan perikanan dan kelautan, tampaknya masih
dibangun dengan konsep yang masih mengekploitir
sumberdaya perikanan dan kelautan untuk mengejar
pertumbuhan ekonomi sebagai sasaran utama, sementara
aspek pemerataan dan keadilan, serta kesejahtetaan dan
peningkatan taraf hidup pelaku utama perikanan dan
kelautan (nelayan) menduduki peringkat yang kurang
mendapat penekanan. Hal ini dicirikan oleh permasalahan
pembangunan perikanan dan kelautan kebanyakan masih
menghadapi persoalan yang bersifat klasik dari tahun ke
tahun sampai saat ini.
Penekanan pembangunan perikanan dan kelautan kepada
eksploitasi sumberdaya laut yang dilakukan secara besar-
besaran secara belum merata mengakibatkan penurunan
kualitas ekosistem lingkungan. Walaupun penurunan
kualitas ekosistem laut juga diakibatkan pengelolaan di
darat (misal: pembuangan limbah, dan sedimentasi).
Eksploitasi besar-besaran sehingga membawa akibat pada
penurunan kualitas ekosistem lingkungan, tetapi belum
mampu mengangkat harkat, martabat, dan kesejahteraan
pelaku utama sektor kelautan, yakni nelayan. Ironisnya
lagi penurunan kualitas lingkungan akibat eksploitasi
secara terus menerus dan besar-besaran di beberapa lokasi
perairan, tetapi di perairan lainnya malah terjadi
illegal fishing yang dilakukan oleh kapal-kapal asing.
Berdasarkan realitas di atas, maka perlu adanya
perubahan yang radikal di dalam kebijakan pembangunan
sektor perikanan dan kelautan di masa mendatang.
Pendekatan pembangunan yang sentralistik, mengutamakan
materi dengan ukuran utama peningkatan pendapatan
perkapita, mengabaikan kesejahteraan pelaku utama sektor
perikanan dan kelautan adalah hal yang tidak boleh
dilanjutkan. Ini mengingat, pendekatan yang demikian ini
telah melecehkan manusia dan menganggap modal sebagai
sumber utama pertumbuhan dengan konsekuensi yang amat
merugikan dan menjauhkan bangsa dari pencapaian tujuan
kemerdekaan. Pendekatan perumusan kebijakan pembangunan
kelautan dan perikanan di Indonesia dapat didekati
dengan:
a. visi kebijakan pembangunan kelautan harus dilandasi
oleh semangat rasa syukur kita terhadap Allah SWT atas
karunia sumber daya (resources) perikanan dan kelautan
yang begitu besar kepada bangsa Indonesia. Sebagai
perwujudan rasa syukur atas karunia Ilahi ini, maka perlu
menempatkan prioritas pertama pada peningkatan taraf
hidup nelayan sebagai pelaku utama pembangunan sektor
perikanan dan kelautan.
b. tuntutan dikembangkan tata kelola yang baik (good
governance) atas perikanan dan kelautan Indonesia di masa
mendatang. Dan sebagai perwujudan untuk mengembangkan
good governance tersebut, perlu adanya upaya mewujudkan
sistem pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia yang
direncanakan dan ditata secara menyeluruh dan terpadu
dengan dukungan regulasi, pedoman teknis dan standar
operasional kerja yang akomodatif, jelas dan kondusif,
bebas dari praktek spekulatif, serta menempatkan para
pengelola ekonomi yang amanah, jujur, dan kompenten.
c. pembangunan kelautan dan perikanan di Indonesia
perlu dikembangkan dengan pendekatan bersifat kelembagaan
yang holistik dan komprehensif. Ini berarti tujuan dan
nilai-nilai dasar operasional dari kegiatan-kegiatan
pembangunan bertumpu pada manusia termasuk nilai-nilai
moral yang dianut. Semua kelembagaan pembangunan
Indonesia yang bergerak di semua sektor dan daerah perlu
melaksanakan transformasi diri secepat mungkin sehingga
mampu mengemban tugas membawa seluruh bangsa ke suatu
trayektori perkembangan yang akan menyelesaikan masalah
struktural seperti korupsi, pengangguran, dan kemiskinan;
dan sekaligus menempatkan bangsa ini ke suatu posisi yang
penuh daya saing, bermartabat, dan kuat secara moral,
ekonomi dan sosial. Ini berarti, transformasi itu secara
horisontal perlu menyeluruh; tidak bisa menyangkut hanya
satu atau beberapa bidang saja seperti ekonomi saja, atau
hukum saja, politik saja, atau hukum dan ekonomi saja.
Perumusan kebijakan
Kesejahteraan merupakan kata kunci sekaligus tujuan
utama dari kebijakan yang diformulasikan, Kesejahteraan
nelayan dapat dicapai apabila aspek-aspek (sumberdaya
manusia, permodalan, sosial, sumberdaya alam, fisik
sarana dan prasarana) mengalami perningkatan yang semakin
besar dirasakan oleh nelayan. Hubungan kelima aspek dalam
mewujudkan kesejahteraan nelayan dapat divisualisasikan
sebagai segi lima sama sisi (pentagonal) yang berubah
dari ukuran kecil ke ukuran yang lebih besar.
Peningkatan kesejahteraan nelayan indonesia.
Pembangunan kelautan dan perikanan yang dilakukan
haruslah mampu meningkatkan kesejahteraan para nelayan
sebagai aktor utama pembangunan tersebut. Menyusun
undang-undang perlindungan petani dan
nelayan.Permasalahan-permasalahan yang timbul dalam
pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan sering kali
sangat merugikan nelayan sebagai pelaku utamanya. Semakin
menurunnya generasi muda yang mau meneruskan profesi
sebagai nelayan telah banyak dialami di berbagai lokasi.
Penguatan kelembagaan nelayan di tingkat lokal sampai
nasional. Pemasalahan nelayan yang telah banyak
dibicarakan dalam berbagai forum diskusi atau seminar
yang dilakukan oleh berbagai lembaga belumlah menunjukkan
dampak signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan kaum
nelayan. Bahkan keberadaan lembaga atau organisasi yang
mengatas namakan perjuangan nelayan sering digunakan
untuk berbagai kepentingan politik atau untuk mendapatkan
garapan proyek yang manfaatnya tidak dirasakan oleh
nelayan itu sendiri. Lembaga yang terbentuk diarahkan
berfungsi sebagai intermediasi, memfasilitasi terjalinnya
jalinan koordinasi, komunikasi, dan informasi antara
masyarakat nelayan dengan:
a. Sesama nelayan, Pemerintah, parlemen dan instansi
terkait, Lembaga investasi dan permodalan, Lembaga
pendidikan dan pelatihan, Media informasi public.
b. Pelaksanaan desentralisasi pembangunan sektor
perikanan dan kelautan. Desentralisasi sektor perikanan
dan kelautan ini memiliki dua dimensi kebijakan yang
sangat penting. Pertama, Pemerintah Daerah memiliki
kewajiban untuk membina para nelayan di daerahnya.
Artinya, jika selama ini tanggung jawab untuk membina
para nelayan berada pada Pemerintah Pusat, maka sejalan
dengan desentralisasi sektor perikanan dan kelautan ini,
kewajiban tersebut seharusnya dibebankan pada Pemerintah
Daerah. Hal ini masih ditandai dengan program-program
pembinaan, pendampingan, dan pemberdayaan nelayan
sebagian besar berasal dari Pemerintah Pusat. Kedua,
Pemerintah Daerah diberikan wewenang yang utuh untuk
membangun sektor perikanan dan kelautannya sesuai dengan
keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki oleh
daerah bersangkutan. Dengan demikian, campur tangan
pembangunan subsektoral oleh Pemerintah Pusat,
sebagaimana pada era Orde Baru, seharusnya sudah
ditinggalkan. Hal ini juga diharapkan akan meningkatnya
pemerataan pembangunan di sektor perikanan dan kelautan
c. Kebijakan permodalan bagi sektor perikanan dan
pelautan. Urgensi Pendirian Bank Petani dan Nelayan Perlu
bagi Indonesia untuk memiliki bank petani dan nelayan.
Tujuan dari pendirian Bank Petani dan Nelayan ini adalah
untuk melayani para petani dan nelayan kita dalam
memudahkan akses modal. Kalangan perbankan beranggapan
untuk menanamkan investasi ke sektor perikanan memiliki
faktor resiko yang tinggi.
d. Penataan struktur pasar dan lingkungan usaha
penataan struktur dan lingkungan usaha, melalui:
Memperkuat dan membangun praktek usaha dan perdagangan
yang adil dan sehat, tidak membiarkan terjadinya praktek-
praktek monopoli, oligopoli, kartel, dan bentuk-bentuk
usaha yang tidak sehat lainnya, Memperkuat perundang-
undangan di bidang persaingan usaha yang sehat (Anti
Monopoli) sehingga bisa menjamin akses yang sama kepada
para pelaku usaha. Penegakan hukum (law enforcement) yang
atas peraturan perundang-undangan di bidang persaingan
usaha yang sehat (Anti Monopoli). Mengkaji ulang seluruh
tataniaga dan pemberian hak-hak eksklusif seperti hak
distribusi komoditi tertentu yang kontra produktif
terhadap perkembangan UMKM. Tidak mengandalkan dan
menggantungkan penjualan secara ekspor saja, tetapi juga
mengarahkan penjualan produk perikanan ke dalam negeri
untuk pencapaian target pemenuhan konsumsi ikan rakyat
Indonesia dari 21,7 kg/kapita/tahun (tahun 2000) menjadi
30 kg/kapita/tahun.
e. Kebijakan pengembangan sektor perikanan dan sektor
industri yang terpadu. Pembangunan di sektor kelautan dan
perikanan, tidak boleh dipandang sebagai hanya sebagai
cara untuk menghilangkan kemiskinan dan pengangguran.
Namun, lebih dari itu, karena sektor kelautan dan
perikanan merupakan basis perekonomian nasional, maka
sudah sewajarnya jika sektor perikanan dan kelautan ini
dikembangkan menjadi sektor unggulan dalam kancah
perdagangan internasional.
f. Kebijakan di bidang birokrasi, kelembagaan, serta
penanganan masalah korupsi. Dengan birokrasi yang tidak
efektif dan tidak efisien akan sangat sulit untuk
mencapai kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat
Indonesia. Pembangunan kelautan dan perikanan yang
dilaksanakan melihat bahwa reformasi birokrasi harus
mencakup transformasi kultur birokrasi yang feodal
menjadi kreatif dan inovatif, restrukturisasi dan
perampingan birokrasi, perbaikan sistem kompensasi dan
insentif termasuk alokasi anggaran rutin yang lebih
proporsional, pelaksanaan sistem punishment, dan
perbaikan sistem recruitment. Pembangunan kelautan dan
perikanan yang dilaksanakan juga melihat bahwa
kelembagaan peradilan di Indonesia, terutama kelembagaan
di bidang penanganan korupsi masih sangat lemah. Oleh
karena itu, Pembangunan kelautan dan perikanan yang
dilaksanakan dipandang perlu diadakan kelembagaan
peradilan yang secara khusus mengurusi masalah penanganan
kasus-kasus korupsi.
g. Pemeliharaan dan peningkatan daya dukung serta
kualitas lingkungan. Pembangunan kelautan dan perikanan
yang dilaksanakan haruslah membawa manfaat pada
masyarakat setempat atau keuntungan tertentu bagi
keuangan publik lokal dan nasional serta memperhatikan
aspek kelestarian lingkungan sehingga senantiasa terjamin
kelangsungannya (sustainable).
Mengelola pascapanen hasil perikanan
Sejatinya perikanan merupakan suatu sistem bisnis
yang terdiri dari tiga subsistem (komponen) Utama, yakni
produksi, penanganan dan pengolahan (handling and
processing), serta pemasaran. Pada subsistem produksi,
kita bisa menghasilkan produk primer perikanan (ikan,
udang, kerang-kerangan, echinodermata, dan biota perairan
lainnya) melalui dua cara, yaitu penangkapan (perikanan
tangkap, capture fisheries) dan pembudidayaan (perikanan
budidaya, aquaculture).
Oleh sebab itu, kalau kita ingin sukses dalam
membangun perikanan nasional, maka kita harus mengelola
pembangunan perikanan atas dasar pendekatan bisnis
perikanan terpadu. Sosok perikanan Indonesia yang
berhasil adalah yang mampu memberikan keuntungan
(kesejahteraan) bagi seluruh pelaku usaha (terutama
nelayan, pembudidaya ikan, pengolah hasil perikanan, dan
pedagang), memenuhi kebutuhan ikan dan produk perikanan
nasional, menghasilkan devisa signifikan, serta
menghadirkan pertumbuhan ekonomi tinggi (di atas 7% per
tahun) secara berkelanjutan (on a sustainable basis).
Dalam praktiknya, pendekatan bisnis perikanan
terpadu berarti memastikan, bahwa banyaknya (volume)
setiap jenis ikan dan produk perikanan yang diproduksi
(melalui perikanan tangkap maupun perikanan budidaya)
harus sesuai (matching) dengan jumlah kebutuhan dan
selera (preference) pasar (konsumen), baik pasar lokal,
nasional, maupun ekspor. Dengan demikian, dari
perspektif bisnis, tugas kita di subsistem pemasaran
adalah bagaimana agar masyarakat Indonesia dan dunia
mengkonsumsi, menggunakan, dan membeli ikan dan produk
perikanan sebanyak mungkin dengan harga yang
menguntungkan para produsen.
Sementara itu, tugas subsistem penanganan dan
pengolahan (pasca panen) adalah untuk menjamin, bahwa
kualitas, keamanan (safety), rasa (taste), bentuk sajian,
dan kemasan (packaging) ikan dan produk perikanan
memenuhi segenap persyaratan dan selera konsumen (pasar).
Pada subsistem inilah, proses peningkatan nilai tambah
terhadap ikan dan produk perikanan berlangsung.
Bahkan, mengacu pada UU N0.31/2004 tentang
Perikanan, proses penciptaan nilai tambah dalam sektor
perikanan juga bisa ditempuh dengan menerapkan
bioteknologi. Yakni dengan cara mengekstraksi senyawa
aktif (bioactive substances) atau produk alamiah (natural
products) dari biota perairan, kemudian memprosesnya
menjadi ratusan produk industri makanan dan minuman,
obat-obatan (farmasi), kosmetik, cat, film, bioenergi,
kertas, dan lainnya.
H. Pembangunan perikanan butuh penyuluhan
Keberadaan penyuluh perikanan memiliki peran sangat
penting dalam rangka mendukung pelaksanaan revitalisasi
pertanian, perikanan, dan kehutanan serta melaksanakan UU
No.16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan. Keberadaan penyuluh perikanan
bertujuan untuk membangun potensi masyarakat dalam bidang
perikanan tangkap, mengembangkan perikanan budidaya,
meningkatkan kualitas produk, menciptakan suasana
kondusif bagi pertumbuhan industri perikanan nasional,
serta memelihara lingkungannya.
Kedepan, sistem penyuluhan yang akan dikembangkan
DKP ditujukan untuk mengembangkan kapasitas sumberdaya
manusia kelautan dan perikanan dalam berperan
mensejahterakan dirinya sendiri, serta mewujudkan
industrialisasi perikanan nasional. Oleh karena itu,
sudah sepatutnya bahwa Sistem Penyuluhan tersebut harus
bersifat dinamis dan menyesuaikan dengan kondisi
lingkungan masing-masing. Apalagi, keberadaan penyuluh
kelautan dan perikanan berperan sebagai dinamisator,
fasilitator maupun motivator, dan menjadi mitra sejati
menjadi sangat diperlukan.
Adapun yang dimaksud penyuluh swasta adalah tenaga
pemasaran benih, pupuk atau pakan dari perusahaan swasta,
yang juga secara aktif telah melaksanakan penyuluhan.
Pada saat budidaya udang merebak di tahun 1980-an, para
“penyuluh” swasta inilah yang paling berperan dalam alih
teknologi budidaya udang. Dalam era demokratisasi,
industrialisasi dan penerapan teknologi maju seperti saat
ini, efisiensi birokrasi harus diwujudkan dengan
mengembangkan kemitraan bersama dengan perusahaan swasta,
yang lama kelamaan dapat menjadi penyuluh PNS.
Sedangkan penyuluh swadaya adalah para nelayan atau
pembudidaya ikan yang sudah relatif lebih maju dari
teman-temannya dapat didorong dan difasilitasi oleh
Pemerintah untuk menjadi penyuluh mandiri. Artinya,
penyuluh dari nelayan atau pembudidaya.
Tabel. Peta tahunan kebutuhan rekruitmen tenaga penyuluh
perikanan Pemerintah 2009-2013
No Wilayah Jumlah
yang
tersedia
Rencana kebutuhan/rekruitmen
penyuluh perikanan (orang)2009 2010 2011 2012 2013 TOTAL
1. Indonesia
Barat
1.455 520 534 527 520 534 4.090
2. Indonesia
Tengah
689 680 600 760 760 610 4.099
3. Indonesia
Timur
696 679 670 688 688 670 4.091
JUMLAH 2.840 1.87
9
1.80
4
1.97
5
1.96
8
1.81
4
12.28
0
I. Pembangunan perikanan wajib berbasis ekosistem
Sebagai negara anggota Asia Pacific Fisheries
Commission – Food and Agriculture Organization (APFIC-
FAO), Indonesia pada dasarnya harus menganut prinsip-
prinsip Ecosystem Approach Fisheries (EAF) dan Ecosystem
Aquaculture Approach (EAA) atau pembangunan perikanan dan
akuakultur dengan pendekatan berbasis ekosistem. Hal
tersebut teungkap dalam hasil Regional Consultative
Workshop yang diselenggarakan oleh APFIC-FAO di Colombo,
Srilanka beberapa waktu lalu. Pertemuan yang dibuka oleh
Menteri Perikanan dan Sumberdaya Kelautan Republik
Srilanka ini bertujuan untuk menyusun suatu strategi
pengelolaan perikanan yang berkelanjutan, bertanggung
jawab dan mampu meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha.
Untuk pemerintah dan organisasi-organisasi non
pemerintahan. Diharapkan mampu mengubah kebijakan
perikanan yang semula hanya berorientasi target spesies,
berubah kepada perikanan yang memperhatikan pengelolaan
sumberdaya yang berkelanjutan.
Delegasi Indonesia yang diketuai oleh Dr. Suseno
Sukoyono beserta perwakilan negara anggota APFIC lainnya
dikelompokkan dalam tiga Group besar yaitu: Bay of Bengal
Large Marine Ecosystem (BOBLME), Aquaculture dan South
China Sea . Dalam Group tersebut dibahas mengenai
langkah-langkah penerapan EAF dan EAA yang secara garis
besar dibagi menjadi 5 langkah yakni mengumpulkan data-
data mengenai daerah yang akan diterapkan EAF dan EAA,
melakukan identifikasi permasalahan dengan
mengkalrifikasi permasalahan yang ada, menerapkan
prioritas utama masalah yang dihadapi, penyiapan rencana
pengelolaan EAF/EAA yang terintegrasi dan yang terakhir,
yaitu menyusun rencana pengelolaan untuk 3 masalah
prioritas yaitu Ecological well-being, Human well-being
dan Governance atau pertimbangan ekologis, pertimbangan
untuk kesejahteraan umat manusia serta penataan atau
pengelolaan sumberdaya perairan yang baik. Dengan
aktifnya Indonesia di APFIC-FAO, serta dalam berbagai
organisasi regional (RFMO) seperti IOTC, dan CCSBT, maka
semakin menunjukan komitmen negara ini kepada pembangunan
yang memperhatikan aspek ekologis yang berkelanjutan
(sustainability). Selanjutnya harus ada pemantauan yang
lebih positif secara nasional yakni memprioritaskan
penelitian status sumberdaya perairan (stock assasment),
pengaturan yang tegas, bila perlu ada penetapan musiman
atau pada wilayah tertentu. Segala penertiban tersebut
harus dibarengi dengan pemantauan dan pengawasan, dan
tentu saja perlu langkah-langkah yang serius memangkas
adanya pungutan liar dan tindak pidana korupsi di segala
bidang.
J. Pembangunan Perikanan Berbasis Penelitian
Indonesia perlu mengubah cara pandang pembangunan
dari yang terpusat di kontinental (daratan) ke maritim
(kelautan). Karena itu, pengembangan kelautan dan
perikanan menjadi penting. Maka, dia mendukung kemitraan
dalam penelitian perikanan Indonesia-Australia. cara
pandang sudah harus berubah, termasuk soal anggaran yang
selama ini hanya berdasarkan ke wilayah darat.
Menurutnya, ke depan, perlu juga memperbanyak anggaran
pada sektor kelautan. "Kita jadikan Indonesia sebagai
satu kesatuan besar dalam pem-.bangunan darat dan laut.
Dari pembangunan kontinental ke maritim (Fadel muhammad,
2010).
Menurut Fadel muhammad. Ada beberapa penelitian yang
perlu ditingkatkan, khususnya di sektor perikanan dan
kelautan, pembiakan ikan, dan akuakultur. Apalagi,
Indonesia berupaya menjadi penghasil perikanan berskala
internasional serta menjadi bangsa berpenghasilan
menengah ke atas di dunia pada 2015.
Laut yang menjadi potensi di masa depan, perlu
penanganan yang lebih baik. Menurutnya, Indonesia selama
ini masih tertinggal dalam pembangunan kelautan jika
dibandingkan Australia, Thailand, dan Vietnam. "Kita
tertinggal karena mereka sudah lebih dulu mengembangkan
penelitian di bidang ini. Banyak bidang perikanan yang
belum berkembang, seperti penyakit udang dan penangkaran
tuna. Pihaknya juga ingin mengembangkan semacam pusat
pengembangan ikan dan ingin mendapatkan teknologi yang
maju dari Australia dalam hal menjamin keamanan produk
dalam perikanan.
Sebagai negara kepulauan, kita punya potensi besar
dalam perikanan dan kelautan. Kita bisa punya nilai
tambah bila dilakukan penelitian yang mendalam.
Karenanya, saya mendukung dengan adanya konsultasi
bilateral dalam kemitraan penelitian perikanan dan kerja
sama di bidang ini. Ada 30 negara bekerja sama dalam
bidang penelitian perikanan. Australia, menurutnya,
mengembangkan 59 proyek dalam bidang perikanan di
Indonesia. Kontribusi di bidang ini, diharapkan bisa
memajukan sektor perikanan dan pertanian. Kerja sama ke
depan sangat menentukan dalam perkembangan ekonomi.
K. Pembangunan perikanan melalui kewilayahan
Pembangunan kelautan dan perikanan di Indonesia
dilakukan dengan pendekatan kewilayahan melalui program
minapolitan. Tujuannya mewujudkan kesejahteraan
masyarakat kelautan dan perikanan, khususnya nelayan,
pembudidaya dan pengolah ikan. Menteri Kelautan dan
Perikanan Fadel Muhammad mengatakan untuk itu pendekatan
dalam pembanguan minapolitan dilakukan dengan sistem
manajemen kawasan dengan prinsip integrasi, efisiensi,
kualitas dan akselerasi.
Menurut Fadel, dalam membangun Pelabuhan Ratu
sebagai salah satu kawasan minapolitan, maka perlu
diambil langkah-langkah strategis dalam rangka
terciptanya kesejahteraan nelayan, pembudidaya dan
pengolah ikan. Adapan langkah-langkah yang diambil adalah
penguatan ekonomi masyarakat kelautan dan perikanan skala
kecil, Penguatan Usaha Menengah dan Atas (UMA) serta
pengembangan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis
wilayah dengan sistem manajemen kawasan. Namun, dalam
membangun kawasan minapolitan sebagaimana yang dicita-
citakan bagi kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan
membutuhkan enam persyaratan. Pertama, komitmen daerah
melalui renstra, alokasi APBD dan tata ruang yang
seimbang. Kedua, adanya komoditas unggulan seperti udang,
patin, lele, tuna, dan rumput laut. Ketiga, letak
geografis yang strategis dan secara alami cocok untuk
usaha perikanan. Keempat, sistem mata rantai produksi
hulu dan hilir seperti lahan budidaya dan pelabuhan
perikanan. Kelima, fasilitas pendukung, seperti
keberadaan sarana dan prasarana seperti jalan, pengairan
serta listrik. Keenam, kelayakan lingkungan dengan
kondisi yang baik dan tidak merusak. Apabila persyaratan-
persyaratan tersebut terpenuhi, maka kebijakan strategis
menjadikan kawasan minapolitan sebagai kawasan ekonomi
yang terdiri dari sentra-sentra produksi dan perdagangan
komodtas kelautan dan perikanan, yang dapat meningkatkan
pendapatan nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan.
Pada akhirnya, peningkatan pendapatan tersebut dapat
meningkatkan kesejahterakan masyarakat kelautan dan
perikanan. Adanya komitmen daerah dalam mengembangkan
kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
daerah, pada akhirnya dapat mensejahterakan masyarakat
disekitarnya. Dalam operasional pelaksanaan minapolitan,
pengelolaan usaha akan dilakukan oleh Lembaga Pengelola
(BLU). Adapun, pola usaha dalam minapolitan tersebut
terdiri dari Taksi Mina Bahari (TMB) yang diperuntukan
untuk pemberdayaan nelayan skala kecil (buruh nelayan)
dalam bentuk pendampingan usaha, penyuluhan insentif dan
bantuan sosial melalui bantuan pengelolaan. Usaha Bisnis
Nelayan Terpadu (UBNT) yang diperuntukan pada nelayan
pemilik perorangan melalui bantuan akses teknologi dan
informasi, serta fasilitasi usaha dan kemitraan. Kemudian
usaha perikanan tangkap terpadu dengan peruntukan bagi
perusahaan melalui pengaturan dan fasilitasi usaha,
kemitraan usaha dengan usaha skala kecil.
L. Peran wanita nelayan dalam pembangunan perikanan
Wanita merupakan salah satu komponen yang sangat
penting dalam pembangunan pesisir hal ini disebabkan
karena posisi wanita sangat strategis dalam kegiatan
berbasis perikanan dan kelautan. Sebagai contohnya wanita
sangat berperan sebagai pedagang pengecer, pengumpul
ikan, pedagang besar, buruh upahan, maupun tenaga
pengolah hasil perikanan. Namun demikian, dalam berbagai
aspek kajian ataupun program-program pembangunan pesisir
mereka tidak banyak tersentuh. Ketika banyak orang
berbicara tentang nelayan yang terlintas dalam pikiran
kita adalah kaum pria yang sebagian atau seluruh hidupnya
berjuang menghadapi gelombang besar atau angin kencang
untuk memperoleh hasil tangkapan ikan di tengah samodra
yang luas.
Pikiran demikianlah yang mendorong lahirnya program
pembangunan perikanan yang bias gender seperti nampak
pada berbagai program pemberdayaan masyarakat pesisir.
Kondisi demikian telah dianggap sebagai hal yang lumrah
karena dalam budaya Indonesia, wanita identik dengan
sosok nyang lemah, dan juga disebut sebagai ”kanca
wingking” yang hanya berkutat pada berbagai urusan rumah
tangga bahkan seperti dikatakan Djohan (1994) geraknyapun
dibatasi dalam lingkup rumah tangga. Sehingga artikulasi
peran wanita nelayan dalam kehidupan sosial dan budaya di
pesisir menjadi kurang atau tidak tampak.
Keterbatasan ekonomi keluargalah yang menuntut
wanita nelayan termasuk anak-anak mereka bekerja di
daerah pesisir. Dalam kegiatan perikanan laut wanita
nelayan berperan sangat strategis terutama pada ranah
pasca panen dan pemasaran hasil perikanan. Di beberapa
wilayah pesisir peranan nelayan wanita sangat penting,
juga sering menyentuh wilayah yang dianggap sebagai dunia
kerja kaum laki-laki yaitu penangkapan ikan seperti yang
banyak ditemukan dalam kegiatan penangkapan kepiting di
daerah mangrove Teluk Bintuni Papua. Di daerah pesisir
pantai Prigi banyak juga ditemukan wanita nelayan bukan
lagi sebagai pengolah, ataupun penjual hasil perikanan
namun lebih dari itu, para wanita nelayan ini menjadi
buruh nelayan yang bekerja menarik jaring dari pinggir
pantai. Tidak pandang tua ataupun muda, kondisi sedang
sakit ataupun sehat, sedang berhalangan ataaupun tidak,
para wanita nelayan ini bekerja keras demi sesuap nasi
untuk membantu penghasilan sang suami.
Nelayan wanita merupakan sosok yang sangat penting
dalam pembangunan ekonomi perikanan di Indonesia.
Masyarakat nelayang yang sering mendapatkan pandangan
sebagai masyarakat miskin tak dapat dipungkiri bahwa
inilah yang terjadi di negeri ini. Namun dengan adanya
peran nelayan wanita telah membukakan jalan untuk menjadi
masyarakkat pesisir yang sejahtera dan cukup dalam
ekonomi. Dulu ketika peran wanita tidak sepenuhnya diakui
membuat perekonomian suatu keluarga akan lemah. Kini di
era global ini telah membuka peluang bagi semua wanita,
khususnya wanita nelayan untuk berperan aktif dalam
pembangunan perekonomian perikanan menjadi lebih baik.
Peran wanita nelayan dalam pembangunan perekonomian
masyarakat pesisir kini telah terlihat sangat nyata.
Semakin pentingnya pembangunan perekonomian di
Indonesia khususnya perekonomian masyarakat pesisir, maka
dibutuhkan suatu peran aktif dari semua lapisan
masyarakat dan pemerintah. Peran wanita nelayan yang
sangat penting dalam pembangunan sektor perikanan
menjadikan modal yang sangat berharga dalam menuju
kesejahteraan yang selalu diharapkan oleh semua
masyarakat pesisir. Kini dibutuhkan suatu kebijakan
pemesrintah yang berpihak pada nelayan khususnya nelayan
wanita. Hal ini sangat diperlukan mengingat strategisnya
peran wanita nelayan. Kerjasama yang sinergi dan saling
memahami sangat diperlukan untuk menjadikan kehidupan
nelayan yang lebih baik
M. Revitalisasi perikanan
Sudah 5 tahun lalu revitalisasi pertanian, perikanan
dan kelautan (RPPK) dicanangkan. Pertanyaan mendasarnya
adalah apakah sektor perikanan selama ini sudah vital
dalam pembangunan nasional sehingga mampu mensejahterakan
masyarakat terutama nelayan dan petani ikan. Substansi
revitalisasi dalam tiga dasa warsa terakhir sejak
kebijakan modernisasi perikanan tahun 1970-an, sektor
perikanan belum memberikan kontribusi yang signifikan
bagi pembangunan nasional. Paling tidak dalam setahun
hanya berkontribusi terhadap pendapatan nasional sebesar
US$ 2 miliyar.
Revitalisasi perikanan dimaksudkan untuk menggenjot
kontribusi perikanan terhadap pendapatan nasional melalui
pendapatan nasional bukan pajak (PNBP). Sayangnya,
revitalisasi perikanan baik dalam tataran konsepsional
maupun program aksinya tidak jelas. Hal ini disebabkan
indikator keberhasilan revitalisasi perikanan dilihat
dari seberapa besar kontribusi institusinya khususnya
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) terhadap PNBP.
Revitalisasi perikanan harusnya dimaknai sebagai suatu
sistem pembangunan yang terintegrasi dengan komponen
daratan yaitu pertanian dan kehutanan. Namun yang terjadi
adalah revitalisasi perikanan hanyalah penjelmaan
modernisasi perikanan tahun 1970-an itu. Substansi
revitalisasi perikanan lebih dibumbuhi dengan aransemen
bahasa yang baru yang memang sudah berkembang sebelumnya.
Di sinilah ketidakjelasan dari kebijakan revitalisasi
perikanan.
Revitalisasi perikanan yakni mengembalikan sub
sektor perikanan mana yang pernah vital dan berkontribusi
signifikan dalam pembangunan perikanan di Indonesia.
Konsep revitalisasi perikanan sekarang ini lebih ke arah
pengembangan subsektor baru dalam bidang perikanan
seperti budidaya rumput laut, perikanan lepas pantai
(ZEE) dan laut dalam (deep sea) dan ekstensifikasi
pertambakan udang serta kerapu. Sementara itu, subsektor
perikanan tangkap diarahkan untuk mengembangkan perikanan
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Problemnya,
penangkapan ikan di ZEE kerapkali berhadapan dengan kapal
asing yang juga beroperasi di wilayah itu. Kapal asing
memiliki teknologi penangkapan dan sumberdaya manusia
yang terlatih dalam aktivitas penangkapan. Aktivitas
mereka inipun mendapatkan jaminan dari UU Perikanan No.
31 Tahun 2004. Oleh karena itu pemerintah harus
mengamandemen dulu UU tersebut, apabila mau mengembangkan
perikanan nasional di ZEE. Perikanan ZEE ini masih belum
optimal dikembangkan sebagai aktivitas perikanan
nasional.
Pemerintah harusnya tidak perlu memberikan angin
surga revitalisasi terhadap masyarakat perikanan
(nelayan, petani ikan dan pelaku industri perikanan).
Pemerintah sebaiknya menyusun kebijakan yang jelas
tentang pembangunan perikanan. Tidak perlu menggunakan
istilah ”revitalisasi”, Gerbang Mina bahari (GMB) atau
Revolusi Biru di masa lalu seolah-olah menjadi dewa
penyelamat pembangunan perikanan nasional. Cukup
menggunakan istilah pembangunan perikanan saja, tetapi
substansi dan arah kebijakan serta indikator
keberhasilannya jelas.
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Penyuluhan perikanan adalah proses pembelajaran bagi
pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu
menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses
informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya
lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas,
efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta
meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Penyuluhan merupakan kegiatan pendidikan yang
mengandung prosesbelajar mengajar. Agar proses belajar-
mengajar berlangsung dengan efektif danefisien,
diperlukan suasana belajar-mengajar yang tepat.
Pembangunan sektor kelautan di Indonesia merupakan
hal yang sangat penting sebagai usaha untuk menumbuhkan
perekonomian indonesia yang dewasa ini sedang mengalami
kelesuhan akibat krisis ekonomi sejak tahun 1997, serta
untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
Indonesia. Pembangunan Perikanan laut meliputi
pembangunan sumberdaya manusia, teknologi, sarana dan
prasarana perikanan laut, pengaturan kelembagaan,
perundang-undangan, kemitraan dan perlunya pengawasan
dalam segala bidang yang berhubungan dengan sumberdaya
laut sehingga nantinya akan memberikan solusi bagi
masalah-masalah yang ada..
Sumberdaya laut Indonesia yang begitu besar bila dikelola
dengan baik, akan dapat menjadikannya sebagai penyumbang
perekonomian negara yang besar, gambaran sektor kelautan
dan kehidupan nelayan Indonesia seharusnya tidak seburuk
apa yang seperti terjadi saat ini. Indonesia memiliki
banyak potensi untuk dikembangkan menjadi kekuatan riil
bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Visi kebijakan
pembangunan kelautan harus dilandasi oleh semangat rasa
syukur kita terhadap Allah SWT atas karunia sumber daya
(resources) perikanan dan kelautan yang begitu besar
kepada bangsa Indonesia. Sebagai perwujudan rasa syukur
atas karunia Ilahi ini, maka perlu menempatkan prioritas
pertama pada peningkatan taraf hidup nelayan sebagai
pelaku utama pembangunan sektor perikanan dan kelautan.
Adapun kebijakan yang direkomendasikan berdasarkan
rumusan di atas adalah:
1. Peningkatan kesejahteraan nelayan Indonesia
2. Menyusun undang-undang perlindungan petani dan
nelayan
3. Penguatan Kelembagaan Nelayan di Tingkat Lokal
sampai nasional
4. Pelaksanaan desentralisasi pembangunan sektor
perikanan dan kelautan
5. Kebijakan permodalan bagi sektor perikanan dan
kelautan, urgensi pendirian bank petani dan nelayan
6. Penataan struktur pasar dan lingkungan usaha
7. Kebijakan pengembangan sektor perikanan dan sektor
industri yang terpadu
8. Kebijakan di bidang birokrasi, kelembagaan, serta
penanganan masalah korupsi
9. Pemeliharaan dan peningkatan daya dukung serta
kualitas lingkungan.
B. Saran
Menurut saya, untuk membangun pembangunan perikanan
di Indonesia kita harus mencetak penyuluh-penyuluh yang
hebat, agar para nelayan termotivasi untuk melakukan apa
yang telah disuluhkan oleh para penyuluh. Selain itu,
pemerintah juga harus turun tangan untuk memberikan
bantuan semacam alat tangkap atau sebagainya kepada para
nelayan agar lebih memperbaiki namanya di mata
masyarakat. Penulis juga berharap kepada para pembaca
agar memberikan saran dan kritikannya kepada penulis agar
pembuatan makalah selanjutnya bisa lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
http://adelaidearsenal.blogspot.com/2011/01/ pembangunan-
perikanan.html
http://infohukum.kkp.go.id/files_kepmen/KEP%2054%20MEN
%202011.pdf
http://journal.ipb.ac.id/index.php/bulekokan/article/
viewFile/2489/1478
http://www.scribd.com/doc/73309248/Penyuluhan-Kelompok-3