Upload
independent
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
CAPITAL RATIONING
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata kuliah : Manajemen Keuangan
Dosen Pengampu : Siti Amaroh, SE., M.Si
Disusun Oleh
Kelompok 8:
1. Faristina Alif (1320210187)
2. Choiril Mauludiyah (1320210194)
3. Mila Fatmawati (1320210201)
4. Isti Rohmah (1320210208)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH / EI
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pemilihan usulan investasi, manajemen
memerlukan informasi akuntansi sebagai salah satu dasar
penting untuk menentukan investasi.Informasi akuntansi
dimasukkan dalam suatu model pengambilan keputusan yang
berupa criteria penilaian investasi untuk memungkinkan
manajemen memilih investasi terbaik di antara alternative
investasi yang tersedia.
Secara prinsip perusahaan akan melakukan investasi
dalam proyek-proyek independen yang menghasilkan NPV
positif. Dengan demikian, perusahaan ini dalam jangka
panjang akan memperoleh dana yang cukup untuk menutup
investasi awal. Dalam jangka pendek, kadang-kadang
perusahaan tidak memiliki cukup dana untuk investasi
dalam proyek-proyek investasi yang menjanjikan NPV
positif.
Dengan kondisi tersebut, perusahaan harus melakukan
kajian dan pemilihan proyek-proyek dengan kendala dana
untuk menghasilkan nilai maksimum bagi perusahaan. Salah
satu pendekatan yang dapat dilakukan disebut capital
1
rationing, yaitu merupakan pendekatan dalam pemilihan
berbagai alternatif proyek investasi apabila perusahaan
memiliki dana terbatas. Oleh karena itu, pencatatan modal
(capital rationing) akan dibahas dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari capital rationing ?
2. Bagaimana Analisis waktu tunggal dan waktu ganda ?
3. Bagaimana pendekatan penilaian risiko ?
4. Apa pendekatan mean standar deviasi itu ?
5. Bagaimana pendekatan ekuivalen kepastian (Certainty
Equivalent Approach) itu?
6. Bagaimana pendekatan tingkat diskonto yang
disesuaikan dengan risiko (Risk Adjusted Discount Rate
Approach)?
7. Apa analisa sensitivitas (Sensitivity Analysis) itu?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Capital Rationing
Suatu Perusahaan harus melakukan efisiensi dalam
penggunaan uang karena terbatasnya dana atau modal yang
dimiliki perusahaan. Dalam manajemen keuangan yang
konservatif (hati-hati), maka investasi aktiva tetap
lebih aman menggunakan modal sendiri. Namun, modal
sendiri ini sifatnya terbatas, sehingga diperlukan
2
prioritas dalam penggunaannya. Karena terbatasnya dana,
maka usulan investasi yang akan dilaksanakan perusahaan
perlu dinilai secara rasional dengan melihat present
value tiap-tiap usulan investasi tersebut. Pemilihan
usulan investasi dengan melihat terbatasnya modal yang
tersedia dinamakan “capital rationing”. Oleh karena itu, capital
rationing terjadi ketika perusahaan menghadapi pilihan
beberapa usulan investasi yang menghasilkan return yang
berbeda-beda, sedangkan perusahaan memiliki keterbatasan
dana yang akan digunakan untuk investasi tersebut.1
Sebagai contoh, perusahaan menghadapi lima
alternatif proyek investasi yang semuanya menjanjikan NPV
positif dan dana yang dibutuhkan untuk lima proyek
tersebut Rp 100.000.000.000,00. Namun, perusahaan hanya
memiliki dana sebesar Rp 60.000.000.000,00. Dengan
kondisi tersebut, perusahaan harus melakukan kajian dan
pemilihan proyek-proyek dengan kendala dana untuk
menghasilkan nilai maksimum bagi perusahaan.2
Di samping memilih investasi yang menghasilkan
profit tertinggi, pemilihan usulan investasi juga perlu
memperhatikan sifat hubungan antar usulan-usulan
investasi yang ditawarkan. Hubungan antar usulan
investasi meliputi investasi yang bebas atau tidak
saling tergantung (independent), investasi yang saling
1 Siti Amaroh, Manajemen Keuangan, STAIN Kudus: Kudus, 2008, hlm. 186 2 Krismiaji, DASAR-DASAR AKUNTANSI MANAJEMEN, AMP YKPN: Yogyakarta, 2002,
hlm. 289
3
terkait atau saling tergantung (dependent) investasi yang
bersifat saling meniadakan (mutually exclusive).3
Contoh pemilihan investasi berkaitan dengan
keterbatasan dana yang tersedia:
Suatu perusahaan pengolahan kayu menghadapi 6 tawaran
investasi yang menjanjikan keuntungan cukup besar. Dana
yang tersedia sebanyak Rp 500 juta. Keenam tawaran
investasi tersebut mempunyai profitability index (benefit
cost ratio) sebagai berikut:
Usulan
Investas
i
Nilai
Investasi yang
diperlukan
Profitability
Index
Rangking
A Rp.
160.000.000
1,12 4
B Rp.
100.000.000
1,01 5
C Rp.
140.000.000
1,22 3
D Rp.
120.000.000
1,24 2
E Rp.
80.000.000
1,34 1
F Rp. 0,98 63 Martono dan D. Agus Harjitno, Manajemen Keuangan, EKONISIA: Yogyakarta,
2001, hlm. 157
4
170.000.000
Untuk memilih usulan investasi yang ditawarkan kita
perlu memperhatikan hubungan masing-masing usulan
investasi yang satu dengan lainnya. Apabila keenam usulan
investasi tersebut bersifat independent (tidak saling
tergantung). Maka kita memilih usulan investasi yang
memberikan present value aliran kas masuk yang tertinggi.
Kita membuat rangking usulan investasi yang dimulai dari
usulan investasi yang memiliki profitability index tertinggi
hingga seluruh dana yang tersedia dapat digunakan. Dengan
demikian kita membuat suato portofolio (penganekaragaman)
investasi dari dana yang tersedia. Dari rangking
berdasarkan profitability index tersebut, maka kita akan
memilih usulan investasi dengan urutan investasi E, D, C,
A, B, dan F. Namun karena dana yang tersedia hanya Rp 500
juta, maka akan dipilih berdasarkan urutan profitability index-
nya yaitu investasi E, D, C, dan A dengan total nilai
investasinya sebesar : Rp 80.000.000 + Rp 120.000.000 +
Rp 140.000.000 + Rp 160.000.000 = Rp 500.000.000. 4
Dalam praktek pelaksanaan anggaran dimungkinkan
adanya fleksibilitas. Lagi pula biaya dari suatu usul
investasi tertentu mungkin disebar selama beberapa tahun.
Berhubung dengan itu kita harus mempertimbangkan lebih
dari hanya kendala satu waktu saja. Ini, berarti bahwa
kita tidak hanya mengadakan analisis waktu tunggal saja, tetapi
4 Siti Amaroh, Manajemen Keuangan, STAIN Kudus: Kudus, 2008, hlm. 186-187
5
kita perlu juga untuk mengadakan analisis waktu ganda (multi-
period -analysis).
Dengan analisis waktu ganda, penundaan dari usul
investasi adalah dimungkinkan. Usulan investasi dalam
tahun ini, sedangkan ada batasan anggaran, maka usul-usul
investasi yang mempunyai profitabilitas yang lebih kecil
dapat ditunda sampai periode berikutnya kalau anggaran
memungkinkan.
Yang dianggap sebagai biaya atau korban dari
pencatuan modal adalah profitabilitas yang dikorbankan
karena proyek tersebut tidak dilaksanakan pada tahun ini.
Kemungkinan terjadi kalau suatu unsur investasi tidak
dilaksakan pada tahun ini, dan ditunda sampai tahun
depan, proyek tersebut akan mempunyai profitabilitas yang
lebih rendah dibandingkan kalau dilaksanakan tahun ini.
Contoh:
Suatu perusahaan mempunyai kesempatan investasi di
bawah ini yang diurutkan menurut besarnya profitability-
index.
UsulInvesta
si
Profitability
IndeksTahun Ini
Danainvestasi
ProfitabilityIndex Kalau Ditunda
Tahun Depan
6 1,152.500.000,
00 1,11
7 1,132.000.000,
00 1,11
3 1,125.000.000,
00 1,07
2 1,093.000.000,
00 1,03
6
1 1,082.000.000,
00 1,01
5 1,072.500.000,
00 1,05
4 1,053.000.000,
00 1,01
B. Analisis Waktu Tunggal dan Waktu Ganda
Kita menyadari bahwa pelaksanaan anggaran adalah
tidak kaku. Dengan demikian dalam praktik dimungkinkan
adanya fleksibilitas. Lagipula biaya dari suatu usul
investasi tertentu mungkin disebar selama beberapa tahun.
Berhubung dengan itu kita harus memperhatikan lebih dari
hanya kendala satu waktu saja. Ini berarti bahwa kita
tidak hanya mengadakan analisis waktu tunggal saja, tetapi kita
perlu juga untuk mengadakan analisis waktu ganda.
Dengan analisis waktu ganda, penundaan dari usul
investasi adalah dimungkinkan. Kalau terdapat usulan
investasi dalam tahun ini, sedangkan ada batasan
anggaran, maka usul-usul investasi yang mempunyai
provitabilitas yang lebih kecil dapat ditunda sampai
periode berikutnya kalau anggaran memungkinkan.
Berhubung dengan itu, kalau kita mengadakan analisis
waktu ganda maka usul-usul investasi yang mempunyai angka
kehilangan yang besar diusahakan sedapat mungkin
dilaksanakan tahun ini, sedangkan yang mempunyai angka
kehilangan yang kecil dapat ditunda sampai tahun depan.
Tetapi tujuannya adalah tetap yaitu memilih kombinasi
usul investasi yang dapat menghasilkan NPV yang paling
7
tinggi. Hanya kombinasi disini meliputi usul investasi
yang akan dilakukan tahun depan.
1. Analisis Waktu Tunggal
Alternatif 1
Kombinasi dari usul-usul investasi 6,7, 3, 2, dan 5
yang memerlukan dana investasi sebesar Rp 2,50 + Rp 2,00
+ Rp 5,00 + Rp 3,00 + Rp 2,50 = Rp 15,00 (dalam jutaan
rupiah). Keseluruhan NPV dari alternatif ini adalah :
Usul 6 Rp 2.500.000,00 ( 1,15 – 1,0 ) = Rp
375.000,00
7 Rp 2.000.000,00 (1,13 – 1,0 ) = Rp
260.000,00
3 Rp 5.000.000,00 (1,12 – 1,0 ) = Rp
600.000,00
2 Rp 3.000.000,00 ( 1,09 – 1,0 ) = Rp
270.000,00
5 Rp 2.500.000,00 ( 1,07 – 1,0 ) = Rp
175.000,00
Rp 15.000.000,00 Total NPV Rp
1.680.000,00
Alternatif II
Kombinasi dari usul-usul investasi 6,7, 3, 2, dan 5
yang juga memerlukan dana investasi sebesar 15 juta.
Keseluruhan NPV dari alternatif ini adalah :
Usul 6 Rp 2.500.000,00 ( 1,15 – 1,0 ) =
Rp375.000,00
8
3 Rp 5.000.000,00 ( 1,12 – 1,0 ) =
Rp600.000,00
2 Rp 3.000.000,00 ( 1,09 – 1,0 ) =
Rp 270.000,00
1 Rp 2.000.000,00 ( 1,08 – 1,0 ) =
Rp160.000,00
5 Rp 2.500.000,00 ( 1,07 – 1,0 ) =
Rp 175.000,00
Rp 15.000.000,00 Total NPV = Rp
1.580.000,00
Dari dua analisis tersebut ternyata alternatif I
yaitu yang terdiri dari usul-usul investasi 6, 7, 3, 2
dan 5 mempunyai total NPV yang lebih besar daripada
alternatif II, sehingga kita harus memilih alternatif I
atau kombinasi I.5
2. Analisis Waktu Ganda
Dalam analisis waktu ganda kita perlu mengetahui
besarnya kehilangan angka dari masing-masing usul
investasi kalau usul tersebut terpaksa ditunda sampai
tahun depan yang ini dapat dilihat sebagai berikut:
Usul Outlay PI PI
Kehilangan
Investasi Sekarang Kalau Ditunda
angka
5Bambang Riyanto, DASAR-DASAR PEMBELANJAAN PERUSAHAAN, BPFE YOGYAKARTA:Yogyakarta, 1995, hlm. 142-143
9
Tahun Depan
6 Rp 2,5 juta 1,15 1,11 0,04
7 2,0 juta 1,13 1,11 0,02
3 5,0 juta 1,12 1,07 0,05
2 3,0 juta 1,09 1,03 0,06
1 2,0 juta 1,08 1,01 0,07
5 2,5 juta 1,07 1,05 0,02
4 3,0 juta 1,05 1,01 0,04
Kita mencoba untuk menyusun berbagai kombinasi yang
terdiri dari usul-usul investasi yang akan dilakukan tahun
ini dan yang akan ditunda sampai tahun depan sebagai
berikut:
Kombinasi I
Tahun ini : Usulan 6, 7 , 3, 2, dan 5
Usulan 6 Rp 2.500.000,00 ( 1,15 – 1,0 ) = Rp
375.000,00
7 Rp 2000.000,00 (1,13 – 1,0) = Rp
260.000,00
3 Rp 5.000.000,00 ( 1,12 – 1,0 ) = Rp
600.000,00
2 Rp 3.000.000,00 ( 1,09 – 1,0 ) = Rp
270.000,00
10
5 Rp 2.500.000,00 ( 1,07 – 1,0 ) = Rp
175.000,00
Rp 15.000.000,00 Rp
1.680.000,00
Ditunda Tahun Depan :
Usulan 4 Rp 3.000.000,00 (1,01 – 1,0 ) =
Rp30.000,00
Rp 18.000.000,00
Total NPV = Rp 1.710.000,00
Dana investasi tahun ini yang digunakan Rp 15 juta dan
usul investasi yang ditunda memerlukan Rp 3 juta sehingga
keseluruhan menjadi Rp 18 juta. (Masih dalam batas anggaran
investasi tambahan tahun depan = Rp 2 juta).
Kombinasi II
Tahun ini: Usulan 6, 3, 1, 5 dan 4
Usulan 6 NPV = Rp 375.000,00
3 = Rp 600.000,00
1 =Rp 160.000,00
5 = Rp 175.000,00
4 = Rp 150.000,00
NPV proyek tahun ini Rp
1.460.000,00
Ditunda Tahun Depan:
11
Usulan 7 ( Rp 2.000.000,00(1,11-1.0) = Rp
220.000,00
Total NPV Rp 1.680.000,00
Dana investasi yang digunakan tahun ini Rp 15 juta dan
untuk usulan yang ditunda sampai tahun depan membutuhkan dana
investasi sebesar Rp 2 juta sehingga keseluruhan menjadi Rp 17
juta.
Kombinasi III
Tahun ini: Usulan 6, 2, 3, 1, dan 5
Usulan 6 NPV = Rp 375.000,00
2 = Rp 270.000,00
3 =Rp 600.000,00
1 = Rp 160.000,00
5 = Rp 175.000,00
NPV proyek tahun ini Rp
1.580.000,00
Ditunda Tahun Depan:
Usulan 7 ( Rp 2.000.000,00(1,11-1.0) = Rp
220.000,00
Total NPV Rp 1.800.000,00
Dari hasil perhitungan di atas tampak jelas bahwa
kombinasi III adalah kombinasi yang menghasilkan keseluruhan
atau total NPV yang paling besar dibandingkan dengan kombinasi
12
I dan kombinasi II sehingga sebaiknya perusahaan memilih
kombinasi III.6
C. Pendekatan Penilaian Risiko
Risiko merupakan penyimpangan hasil (return) yang
diperoleh dari rencana hasil (return) yang diharapkan.
Risiko ini terjadi karena keadaan waktu yang akan datang
penuh dengan ketidak pastian (uncertainity). Sebagai
contoh, dalam perhitungan laba-rugi, kita bisa melakukan
penaksiran-penaksiran penjualan dan biaya-biaya untuk
waktu yang akan datang. Dengan penaksiran tersebut, maka
perusahaan dapat menentukan kebijakan-kebijakan yang
perlu dilakukan di masa datang. Namun karena waktu yang
akan datang penuh ketidak pastian, maka penaksiran
tersebut kemungkinan akan meleset dari apa yang kita
perkirakan. Apabila waktu yang akan datang sudah pasti,
tentu saja kita tidak perlu membuat perkiraan
(penaksiran). Tidak seorangpun yang dapat mengetahui apa
yang akan terjadi, maka penaksiran tersebut kemungkinan
keliru atau tidak sesuai dengan kenyataan setelah suatu
kegiatan terjadi.
Risiko dalam perusahaan tidak dapat dihindari. Kita
hanya dapat mengelola bagaimana agar risiko tersebut
sekecil mungkin mempengaruhi keputusan perusahaan.7
Sedangkan penilaian risiko adalah metode sistematis
dalam melihat aktivitas kerja, memikirkan apa yang dapat
6Ibid., hlm. 144-1457Martono dan D. Agus Harjitno, Manajemen Keuangan, EKONISIA: Yogyakarta,
2001, hlm. 166-167
13
menjadi buruk dan memutuskan kendali yang cocok untuk
mencagah terjadinya kerugian, kerusakan, atau cidera di
tempat kerja. Penilaian ini harus juga melibatkan
pengendalian yang diperlukan untuk menghilangkan,
mengurangi, atau meminimalkan risiko.8
Dalam hal ini, menggunakan pendekatan yang
mengabaikan faktor risiko, ini menggunakan asumsi bahwa
arus kas diketahui dengan pasti dan bahwa biaya modal
(cost of capital) adalah tidak mengandung risiko, dalam
keadaan ada kepastian tersebut, besarnya biaya modal sama
dengan tingkat bunga bebas risiko (risk-free rate of
interest) atau tingkat bunga bebas murni (pure interest
rate), karena tidak ada kemungkinan tidak dapat
direalisasikan arus kas yang diharapkan. Dilihat dari
corak risiko perusahaan secara keseluruhan, pendekatan
tersebut menggunakan asumsi bahwa penerimaan setiap usul
investasi tidak akan mengubah corak risiko perusahaan
secara keseluruhan sehingga tidak akan mengubah penilaian
risiko dari pembeli modal terhadap perusahaan yang
bersangkutan.9
D. Pendekatan Mean – Standard Deviasi
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling
langsung memasukkan unsur risiko ke dalam kriteria
keputusan yang menggunakan konsep nilai sekarang (present
value). Perhitungan statistik yang paling sering8http://rajapresentasi.com/2010/09/penilaian-risiko-dan-manajemen-
risiko/9Bambang Riyanto, DASAR-DASAR PEMBELANJAAN PERUSAHAAN, BPFE YOGYAKARTA:Yogyakarta, 1995, hlm. 156
14
digunakan untuk mengukur resiko suatu proyek adalah
“standart deviasi” yang tujuannya adalah untuk mengetahui
berapa deviasi cash inflow suatu proyek dari “mean” atau
expected valuenya. Untuk dapat mengetahui “coefficient of
variation” dari suatu proyek, maka standart deviasi yang
diperoleh dibagi dengan mean, dimana pengukuran dengan
coefficient of variation ini memungkinkan seseorang untuk
membandingkan resiko suatu proyek yang besarnya berbeda
satu sama lain.10
Dalam hubungan ini kita berhubungan dengan alat
statistik yang disebut probabilitas yang dapat
didefinisikan sebagai kemungkinan terjadinya suatu
peristiwa di antara kejadian seluruhnya yang mungkin
terjadi, atau perbandingan frekuensi kejadian dengan
kejadian seluruhnya. Apabila seorang manajer keuangan
membuat estimasi arus kas suatu proyek, dia
mempertimbangkan probabilitas dari masing-masing arus kas
yang mungkin terjadi. Ini berarti bahwa dia mengadakan
estimasi sejumlah kemungkinan kejadian. Dengan cara ini
kita dapat mempertimbangkan rentang (range) arus kas yang
mungkin terjadi untuk suatu periode tertentu, dan bukan
hanya arus-kas yang paling dikehendaki.
Dalam kaitan ini besarnya risiko suatu proyek
investasi dapat dilihat dari besarnya penyebaran arus-kas
dari proyek investasi tersebut. Kalau risiko dihubungkan
dengan distribusi probabilitas arus-kas yang mungkin
terjadi, maka dapat dikatakan bahwa makin besar
10 Lukman Syamsudin, Manajemen Keuangan Perusahaan, Rajawali: Jakarta, 2011,hlm. 494
15
penyebarannya berarti makin besar risikonya. Risiko di
sini dapat dedifinisikan sebagai variabilitas arus kas
terhadap arus-kas yang diharapkan. Makin besar
variabilitasnya, dapat diartikan makin besar risiko dari
proyek tersebut.
Misalnya ada dua proyek yaitu proyek A dan proyek
B yang diproyeksikan mempunyai distribusi probabilitas
arus-kas sabagai berikut:
Proyek A Proyek B
Probabilitas Arus- kas Probabilitas Arus-kas0,30 Rp3.000,00 0,30 Rp2.000,000,40 Rp4.000,00 0,40 Rp4.000,000,30 Rp5.000,00 0,30 Rp6.000,00
Distribusi probabilitas dari kedua proyek tersebut
dapat digambarkan dengan berikut di bawah ini:
Perbandingan dua usulan proyek
Proyek A
3000 4000 50000
0.1
0.2
0.3
0.4
16
Proyek B
2000 4000 60000
0.050.10.150.20.250.30.350.40.45
Dari gambar tersebut tampak bahwa penyebaran arus-
kas proyek B lebih besar dari pada proyek A, meskipun
arus-kas yang paling besar kemungkinan terjadinya adalah
sama untuk kedua proyek tersebut yaitu Rp 4.000,00.
Kalau risiko dihubungkan dengan distribusi probabilitas
arus-kas dari kedua proyek tersebut, maka dapat diartikan
bahwa proyek B mempunyai risiko yang lebih besar dari
pada proyek A. Oleh karena itu kita akan lebih menyukai
proyek A dibandingkan dengan proyek B.11
Untuk mengukur besarnya standar deviasi kita
menggunakan formula sebagai berikut:
EV =∑t=1
nVi.Pi
Dalam hal ini:EV : nilai aliran kas yang diharapkan (expected value)Vi : aliran kas pada tiap kemungkinan yang terjadiPi : probabilitas dari tiap aliran kas yang terjadi
11 Ibid., hlm. 157-158
17
σ=√∑t=1
n¿¿¿
Dalam hal ini σadalah deviasi standar distribusi nilaitersebut.
Contoh:Terdapat dua proyek investasi yaitu proyek x dan proyek y.
Besarnya aliran kas dan kemungkinan (probabilitas) yang terjadi untuk tiap-
tiap aliran kas adalah sebagai berikut:
Tabel
Proyek investasi X Proyek investasi YProbabilitas Aliran Kas Probabilitas Aliran Kas
0,10 Rp 6.000 0,20 Rp 6.0000.40 Rp 8.000 0,20 Rp 8.0000,30 Rp 10.000 0,15 Rp 10.0000,10 Rp 12.000 0,30 Rp 12.0000,10 Rp. 14.000 0,15 Rp 14.000
1. Menghitung nilai aliran kas yang diharapkan dengan formula
EV¿∑t=1
nViPi
Nilai aliran kas :Untuk proyek investasi X : Rp 6.000 x 0,10 = Rp 600
Rp 8.000 x 0.40 = Rp 3.200 Rp 10.000 x 0,30 = Rp 3.000 Rp 12.000 x 0,10 = Rp 1.200 Rp.14.000 x 0,10 = Rp 1.400
Nilai yang diharapkan = EVX
=Rp 9.400
UIntuk proyek investasi Y: Rp 6.000 x 0,20 = Rp 1.200 Rp 8.000 x 0.20 = Rp 1.600 Rp 10.000 x 0,15 = Rp 1.500 Rp 12.000 x 0,30 = Rp 3.600
18
Rp.14.000 x 0,15 = Rp 2.100
Nilai yang diharapkan = EVY = Rp 10.000
2. Menghitung deviasi standar aliran kasNilai aliran kas yang diharapkan dari proyek investasi X
dan Y tidak sama besarnya
yaitu proyek X sebesar Rp 9.400, sedangkan proyek Y Rp
10.000. Untuk
melihat besarnya tingkat risiko, maka kita perlu
menghitung besarnya deviasi
standar sebagai pengukur risiko masing-masing proyek
investasi dengan formula
berikut:
σ=√∑t=1
n¿¿¿
a. Deviasi Standar aliran kas proyek investasi X
σx =
√ (6.000−9.400 )2.0,1+(8.000−9.400)2.0,4+(10.000−9.400 )2.0,3+¿ (12.000−9.400 )2.0,1
σx = √1.156.000+784.000+1.080.000+676.000+2.116.000
σx =√5.812.000σx=Rp 2.410,81 atau Rp 2.410 (dibulatkan).
b. Deviasi standar aliran kas proyek investasi Y
σy =
√ (6.000−10.000 )2.0,2+(8.000−10.000)2.0,2+(10000−10.000)2.0,15+(12.000−10.000 )2.0.3(14.000−10.000 )2.0,15
σy = √3.200.000+800.000+0+1.200.000+2.4000.000
σy = √7.600.000σy= Rp 2.756,81 atau Rp 2.760 ( dibulatkan)
19
Setelah dilakukan perhitungan deviasi standar
ternyata deviasi standar proyek X sebesar Rp 2.410
sedangkan deviasi standar proyek investasi Y sebesar Rp
2.760. Hal ini berarti deviasi standar proyek Y lebih
besar daripada proyek X. Dengan
demikian investasi proyek Y lebih berisiko dibanding proyek
X.12
E. Pendekatan Ekuivalen Kepastian ( Certainty Equivalent Approach)
Pendekatan ini akan membuat seseorang untuk
memberikan penilaian yang sama antara sejumlah arus kas
tertentu yang sudah pasti diterima dengan sejumlah arus
kas tertentu yang diharapkan yang belum pasti dan
mengandung risiko. Dalam pendekatan certainty –
equivalent ini penyesuaian risiko dilakukan secara
langsung terhadap arus kas yang diperkirakan akan terjadi
di waktu yang akan datang. Dengan mengurangi arus kas
yang diharapkan yang mengandung ketidakpastian itu
menjadi arus kas yang pasti sebenarnya kita kembali lagi
bersangkutan dengan penilaian proyek investasi yang dalam
keadaan ada kepastian. Dalam keadaan ada kepastian kita
harus menggunakan tingkat diskonto bebas risiko (risk –
free rate ). Demikian pula halnya dalam pendekatan
certainty – equivalent ini kita juga harus menggunakan
tingkat diskonto bebas risiko untuk mendiskontokan arus
kas yang ekuivalen mempunyai kepastian. Aturan
12 Martono dan D. Agus Harjitno, Manajemen Keuangan, EKONISIA:Yogyakarta, 2001, hlm. 172-174
20
pengambilan keputusan dengan menggunakan pendekatan ini
adalah sama mengenai diterima atau ditolaknya suatu
proyek investasi, yaitu apabila “certainty – equivalent
NPV” lebih besar daripada nol maka usul investasi
tersebut diterima, dan sebaliknya kalau kurang dari nol
maka usul investasi tersebut selayaknya ditolak.13
Bagaimana cara menghitung certainty – equivalent
cash flow (C.Et) selama umur proyek?
Kita mengenal beberapa cara untuk menghitung
certainty equivalent cash flow yaitu:
1. Estimasi arus kas dikurangi dengan sejumlah standar
deviasi yang cukup untuk menjamin bahwa dalam distribusi
normal, kemungkinan terjadinya akan terjadi dengan pasti.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara misalnya mengurangi
mean dari estimasi arus kas untuk setiap periodenya
dengan 3 standar deviasi yang persamaanya tampak sebagai
berikut:
C.Et = At – 3σ
Dimana
C.Et = Certainty – equivalent untuk periode t
At = Mean cashflow estimate periode t
σ = standar deviasi
Pengurangan mean estimasi arus kas dengan 3 standar
deviasi akan membuat kita mempunyai 99,7% kepastian
bahwa kejadian yang akan terjadi paling sedikit sama
dengan certainty – equivalent. Dengan sendirinya kita13 Ibid., hlm: 163-164
21
dapat menggunakan setiap multiple dari standar deviasi di
mana kita merasa mempunyai kepastian.
Dua standar deviasi kedua arah dari mean ( + dan - )
mempunyai arti bahwa kita mempunyai 95% kepastian bahwa
salah satu kejadian yang mungkin terjadi dalam daerah
tersebut akan terjadi. Satu standar deviasi kedua arah
dari mean mempunyai arti bahwa kita dapat mempunyai 68,3%
kepastian bahwa salah satu kejadian yang mungkin terjadi
dalam daerah tersebut akan terjadi.
Contoh :
Mean dari estimasi arus kas setiap periode selama 3 tahun
sebesar Rp 6.000,00 dan standar deviasi setiap periodenya
sebesar Rp 1.000,00. Atas dasar data tersebut dengan
menggunakan rumus diatas maka besarnya certainty –
equivalent cashflow setiap periodenya dapat dihitung
yaitu:
C.Et = Rp 6.000,00 – 3(Rp 1.000,00)
= Rp 3.000,00
Apabila proyek tersebut memerlukan jumlah investasi
sebesar Rp 10.000,00 dan tingkat diskonto bebas risiko
adalah 10% maka “certainty – equivalent NPV” dari proyek
tersebut akan menjadi
NPV = -10.000 + 3.000 + 3.000 + 3.000
(1,10)1
(1,10)2 (1,10)3
= - Rp 2.540,00
22
Oleh karena certainty – equivalent NPV dari proyek
tersebut adalah negatif, maka kita akan menolak proyek
tersebut.
2. Metode kedua untuk menghitung certainty – equivalent
cashflow ialah dengan cara mengurangi mean dari estimasi
arus kas dengan sejumlah kas sebesar koefisien variasi
dari estimasi arus kas tersebut.
Dari contoh diatas diketahui bahwa mean dari
estimasi arus kas sebesar Rp 6.000,00 dan standar
deviasinya sebesar Rp 1.000,00. Dengan data tersebut
dapat ditentukan besarnya koefisien variasi sebesar
1.000/6.000 = 0,167. Dengan demikian maka besarnya
certainty – equivalent cashflow menurut metode ini ialah:
C.Et = Rp 6.000,00 – 0,167(Rp 6.000,00) = Rp
4.998,00
Certainty – equivalent NPV dari proyek tersebut adalah:
NPV = -10.000 + 4.998 + 4.998 + 4.998
(1,10)1 (1,10)2 (1,10)3
= + Rp 2.429,00
Oleh karena certainty – equivalent NPV dari proyek
tersebut adalah positif, maka kita akan menerima proyek
tersebut .
3. Metode ketiga untuk perhitungan certainty –
equivalent cashflow ialah dengan cara mengalihkan mean
dari estimasi arus kas dengan suatu faktor atau koefisien
23
tertentu yang disebut “certainty – equivalent
coefficient” (CEC).
CEC akan makin besar kalau certainty – equivalent
terhadap arus kas yang diestimasikan untuk periode yang
bersangkutan juga makin besar. CEC akan mendekati 1,0
kalau arus kas yang pasti dan arus kas yang diestimasikan
akan sama. Kalau kita menjadi kurang pasti bahwa arus kas
yang diestimasikan akan sama dengan arus kas yang pasti,
maka CEC akan makin kecil dan secara ekstrem akan
mencapai nol.
CEC ini kemudian diterapkan pada pembilang
(numerator) pada formula NPV atau kas yang diestimasikan
sehingga menjadi certainty – equivalent cash – flow, dan
menggunakan tingkat diskonto bebas risiko sebagai
penyebutnya (denominator).
Apabila diketahui bahwa “certainty –equivalent
coefficient” sebesar 0,70 untuk setiap periodenya selama
tiga tahun, maka besarnya certainty – equivalent NPV dari
proyek tersebut akan menjadi:
NPV = -10.000 + 0,70 (6.000) + 0,70(6.000) +
0,70(6.000)
(1,10)1 (1,10)2
(1,10)3
= + Rp 445,00
Oleh karena certainty – equivalent NPV dari proyek
ini adalah positif, maka proyek tersebut diterima.
24
4. Metode keempat dari perhitungan certainty –
equivalent ialah apa yang dinamakan “ time – adjusted method”.
Pada prinsipnya metode ini sama dengan metode ketiga di
atas, tetapi dengan diadakan penyesuaian CEC untuk setiap
periodenya. Kalau kita merasa kurang pasti terhadap
estimasi arus kas selama umur proyek, kita dapat
menentukan certainty – equivalent coefficient yang makin
kecil dari tahun ke tahun. Misalnya dari contoh di atas
kita menentukan CEC setiap tahunnya selama 3 tahun
adalah:
Tahun pertama CEC1 = 0,70
Tahun kedua CEC2 = 0,60
Tahun ketiga CEC3 = 0,50
Maka certainty – equivalent NPV dari proyek tersebut
menjadi:
NPV = -10.000 + 0,70(6.000) + 0,60(6.000) + 0,50(6.000)
(1,10)1 (1,10)2
(1,10)3
= - Rp 953,00
Oleh karena certainty – equivalent NPV dari proyek
tersebut negatif, maka proyek investasi itu tidak kita
terima.
F. Risk Adjusted Discount Rate Approach
25
Pada pendekatan “risk- adjusted discount rate”
( RADR) ini, unsur risiko tidak dimasukkan ke dalam arus
kas yang diharapkan, tetapi secara langsung dimasukan ke
dalam tingkat diskonto yang merupakan penyebut
(denominator) pada formula NPV.
Dalam metode ini tingkat diskonto disesuaikan untuk
mengimbangi risiko.Apabila suatu proyek mengandung risiko
yang besar, diperlukan return yang besar pula untuk
mengimbangi risiko yang besar tersebut. Untuk itu maka
kita akan menggunakan tingkat diskonto yang makin besar
apabila tingkat risiko yang terkandung dalam suatu
proyek makin besar. Dengan makin besarnya tingkat
diskonto yang digunakan hal tersebut akan memperkecil
present value dari arus kas neto yang diharapkan yang
selanjutnya akan memperkecil NPV dari proyek tersebut
sehingga menjadikan proyek tersebut kurang menarik.
Misalkan suatu perusahaan sedang mempertimbangkan
untuk memilih salah satu dari dua proyek, yaitu proyek A
dan B. Biaya proyek untuk masing-masing diperkirakan sama
yaitu sebesar Rp 100.000,00. Proyek A diperkirakan akan
menghasilkan arus kas yang diharapkan sebesar Rp20.000,00
per tahun selama 8 tahun. Proyek B diperkirakan
menghasilkan arus kas yang diharapkan sebesar Rp20.000,00
per tahun selama 8 tahun juga. Tetapi karena pasar untuk
produk A lebih baik dari pada pasar untuk produk, maka
standar deviasi dari arus kas proyek A akan lebih kecil
dari pada proyek B. Misalkan standar deviasi untuk proyek
A sebesar Rp.3000,00 dan untuk proyek B sebesar
26
Rp20.000,00. Mengingat adanya perbedaan tingkat risiko
yang terkandung dalam masing-masing proyek tersebut, maka
pimpinan perusahaan akan menggunakan tingkat diskonto
yang berbeda untuk kedua proyek tersebut.
Oleh karena proyek B mengandung risiko yang lebih
besar dibandingkan dengan proyek A, maka ditetapkan
tingkat diskonto untuk proyek B juga lebih besar dari
pada tingkat diskonto yang akan digunakan untuk menilai
proyek A. Misalkan tingkat diskonto untuk proyek A
ditetapkan sebesar 10% dan untuk proyek B sebesar 14%.14
G. Sensitivity Analysis
Analisis sensitivitas (sensitivity analysis)
merupakan teknik untuk menilai akibat yang terjadi karena
adanya perubahan–perubahan aliran kas suatu proyek
tertentu. Analisis sensitivitas ini merupakan cara atau
metode simulasi yang digunakan untuk melihat perubahan
yang terjadi apabila variabel-variabel yang
mempengaruhinya diubah-ubah. Analisis ini dapat digunakan
untuk menilai tingkat kepekaan (tingkat sensitivitas)
perubahan aliran kas apabila faktor-faktor yang
mempengaruhi besaranya aliran kas tersebut dapat di ubah-
ubah.
Dengan analisis sensitivitas ini perusahaan dapat
memperkirakan aliran kas yang dapat dicapai dengan
14 Ibid., hlm. 167-168
27
tingkat kemungkinan yang terjadi. 15Analisis sensitivitas
tetap menggunakan tingkat bunga yang telah disesuaikan
dengan risiko dalam menaksir NPV investasi. Hal tersebut
disebabkan karena tujuannya adalah tetap menggunakan
expected cash flow dalam analisis.16
Misalkan suatu rencana investasi ditaksir memerlukan
dana sebesar Rp.5.000 juta Pada tahun ke 0. Proyek
tersebut mempunyai usia ekonomis 5 tahun, dan investasi
senilai Rp.5.000 juta tersebut disusut dengan metode
garis lurus tanpa nilai sisa. Dengan demikian maka beban
penyusutannya adalah Rp.1.000 juta setiap tahunnya.
Taksiran penjualan per tahun adalah 1.000 unit dengan
harga jual Rp.5 juta per unit. Biaya variabel per unit
Rp.2 juta, dan biaya tetap (belum termasuk penyusutan )
Rp.1.000 juta per tahun. Taksiran unit yang terjual,
harga jual,biaya variabel, dan biaya tetap diasumsikan
tidak berubah setiap tahunnya. Pajak yang di tanggung
adalah 35%.
Dengan demikian taksiran kas masuk bersih per tahun
adalah sebagai berikut: (semua angka dalam jutaan).
Penghasilan penjualan
Rp.5.000
Biaya-biaya
Variabel Rp.2.00015 Martono dan D. Agus Harjitno, Manajemen Keuangan, EKONISIA:
Yogyakarta, 2001, hlm. 18816 Suad Husnan, MANAJEMEN KEUANGAN TEORI DAN PENERAPAN (KEPUTUSAN JANGKAPANJANG), BPFE-Yogyakarta: Yogyakarta, 1985, hlm. 235
28
Tetap Rp.1.000
Penyusutan Rp.1.000
Rp.4.000
Laba sebelum pajak
Rp.1.000
Pajak Rp.
350
Laba setelah Pajak
Rp. 650
Kas masuk bersih Rp.1.000 + Rp. 650 = Rp.1.650
Apabila r yang dipandang relevan adalah 18%, maka NPV
investasi tersebut adalah, NPV = -5000 + 5.160 = +
Rp. 160 juta.17
17 Ibid., hlm. 234
29
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Capital rationing merupakan Pemilihan usulan
investasi dengan melihat terbatasnya modal yang
tersedia .
2. Analisis waktu tunggal dan waktu ganda
a. Analisis waktu tunggal
b. Analisis waktu ganda
kita perlu mengetahui besarnya kehilangan
angka dari masing-masing usul investasi kalau
usul tersebut terpaksa ditunda sampai tahun
depan.
3. Pendekatan penilaian Risiko
Resiko dalam perusahaan tidak dapat dihindari.
Kita hanya dapat mengelola bagaimana agar risiko
30
tersebut sekecil mungkin mempengaruhi keputusan
perusahaan.Risiko yang terjadi di perusahaan ada
yang dapat dikelola atau diatasi oleh perusahaan,
terdapat pula risiko yang tidak dapat diatasi oleh
perusahaan. Risiko yang tidak dapat diatasi oleh
perusahaan ini biasanya karena tidak dapat
dikontrol oleh perusahaan.
4. Pendekatan Mean – Standard Deviasi
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang
paling langsung memasukkan unsur risiko ke dala
kriteria keputusan yang menggunakan konsep nilai
sekarang (present value).
5. Pendekatanan Certainty Equivalent Approach
Pendekatan ini akan membuat seseorang untuk
memberikan penilaian yang sama antara sejumlah
arus kas tertentu yang sudah pasti diterima dengan
sejumlah arus kas tertentu yang sudah pasti
diterima dengan sejumlah arus kas tertentu yang
diharapkan yang belum pasti dan mengandung risiko.
Dalam pendekatan certainty-equialent ini
penyesuaian risiko dilakukan secara langsung
terhadap arus kas yang diperkirakan akan terjadi
diwaktu yang akan datang. Dengan mengurangi arus
kas yang diharapkan yang mengandung ketidakpastian
itu menjadi arus kas yang pasti sebenarnya kita
kembali lagi bersangkutan dengan penilaian ptroyek
investtasi yang dala keadaan ada kepastian.
6. Risk Adjusted Discount Rate Approach
31
Pada pendekatan “ risk- adjusted discount rate
“( RADR) ini, unsur risiko tidak dimasukkan ke dalam
arus kas yang diharapkan, tetapi secara langsung
dimasukan ke dalam tingkat diskonto yang merupakan
penyebut ( denominator) pada formula NPV.
Dalam metode ini tingkat diskonto disesuaikan
untuk mengimbangi risiko.Apabila suatu proyek
mengandung risiko yang besar, diperlukan return yang
besar pula untuk mengimbangi risiko yang besar
tersebut. Untuk itu maka kita akan menggunakan
tingkat diskonto yang makin besar apabila tingkat
risiko yang terkandung dalam suatu proyek makin
besar. Dengan makin besarnya tingkat diskonto yang
digunakan hal tersebut akan memperkecil present
value adari arus kas neto yang diharapkan yang
selanjutnya akan memperkecil NPV dari proyek
tersebut sehingga menjadikan oroyek tersebut kurang
menarik.
7. Sensitivity Analysis
Analisis sensitivitas ( sensitivity analysis)
merupakan teknik untuk menilai akibat yang terjadi
karena adanya perubahan–perubahan aliran kas suatu
proyek tertentu. Analisis sensitivitas ini
merupakan cara atau metode simulasi yang digunakan
untuk melihat perubahan yang terjadi apabila
variabel-variabel yang mempengaruhinya diubah-
ubah.
32
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan.
Apabila ada kesalahan serta kekurangan dalam makalah
kami, kami mohon ma’af. Semoga makalah ini bermanfa’at
bagi kami dan pembaca. Dan kami menyadari bahwa makalah
yang kami buat jauh dari kata sempurna. Maka dari itu,
kritik serta saran yang membangun dari pembaca sangat
kami harapkan demi perbaikan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang Riyanto, DASAR-DASAR PEMBELANJAAN PERUSAHAAN, BPFE
YOGYAKARTA: Yogyakarta, 1995
Krismiaji, DASAR-DASAR AKUNTANSI MANAJEMEN, AMP YKPN:
Yogyakarta, 2002
Lukman Syamsudin, Manajemen Keuangan Perusahaan, Rajawali:
Jakarta, 2011
Martono dan D. Agus Harjitno, Manajemen Keuangan,
EKONISIA: Yogyakarta, 2001
33