View
245
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
FAKTOR DETERMINAN TERHADAP STRES KERJA PADA PEKERJA BAGIAN
PRODUKSI DI PT INDOGRAVURE TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.K.M)
Disusun Oleh:
SATRIO BUDI PRAKOSA RACHMAN
1113101000075
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
i
LEMBAR PERNYATAAN
1. Skripsi ini adalah hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.K.M) di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Januari 2018
Satrio Budi Prakosa Rachman
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Januari 2018
Satrio Budi Prakosa Rachman, NIM : 1113101000075
FAKTOR DETERMINAN TERHADAP STRES KERJA PADA PEKERJA
BAGIAN PRODUKSI DI PT INDOGRAVURE TAHUN 2017
(xxiii + 174 halaman, 48 tabel, 2 bagan, 2 lampiran)
ABSTRAK
Stres kerja merupakan gangguan fisik serta emosional pekerja yang
diakibatkan ketidakseimbangan antara tuntutan pekerjaan dengan kemampuan,
serta sumber daya pekerja. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan pada pekerja
produksi di PT. Indogravure menunjukkan bahwa 14 dari 30 pekerja (46,7%)
mengalami stres kerja. Stres kerja yang tidak ditanggulangi dengan baik, maka akan
menimbulkan dampak negatif baik bagi pekerja, maupun perusahaan. Tujuan
dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan
stres kerja pada pekerja produksi.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross
sectional. Pengambilan data dilakukan pada September – Oktober 2017 dengan
jumlah sampel sebanyak 76 sampel pekerja produksi. Analisis data dilakukan
dengan menggunakan analisis bivariat dengan Uji Chi-Square dan uji Mann-
Whitney.
Proporsi stres kerja pada pekerja produksi sebesar 51,3%. Terdapat empat
faktor yang secara statistik berhubungan dengan stres kerja, yaitu konflik
interpersonal (p-value = 0,039), ketidakpastian pekerjaan (p-value = 0,022), variasi
beban kerja (p-value = 0,040), dan aktivitas di luar pekerjaan (p-value = 0,032).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap stres kerja. Oleh
karena itu, peneliti menyarankan agar melakukan langkah pengendalian seperti,
melakukan komunikasi efekif dengan pekerja untuk mengendalikan konflik peran,
pendistribusian beban kerja yang sama antar pekerja, menerapkan strategi
penyelesaian konflik untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi antar pekerja,
menetapkan kebijakan yang jelas mengenai kepastian pekerjaan agar rasa khawatir
terhadap ketidakpastian pekerjaan dapat berkurang, serta meningkatkan
keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan terkait kondisi pekerjaan.
Kata Kunci : Stres Kerja, Pekerja Produksi, NIOSH Generic Job Stress
Questionnaire
Daftar Bacaan : 182 bacaan (1964 – 2017)
iii
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY DEPARTMENT
Undergraduate Thesis, January 2018
Satrio Budi Prakosa Rachman, NIM : 1113101000075
DETERMINANT FACTORS OF JOB STRESS AMONG PRODUCTION
WORKERS AT PT. INDOGRAVURE IN 2017
(xxiii + 174 pages, 48 tables, 2 charts, 2 attachments)
ABSTRACT
Job stress is a physical and emotional disturbances as a result of mismatch
between the demands of the job and the ability, as well as the worker’s. resources.
Based on preliminary research on production workers in PT. Indogravure,
suggested that there were 14 of the 30 workers (46,7%) who had experienced the
job stress. Job stress that is not addressed properly, it will cause negative impact for
both workers and companies. The purpose of this research is to know the factors
related to job stress on production workers.
This research is a quantitative research with cross sectional study design.
The data was collected from September until October 2017 with 76 samples of
production workers. The data analysis used with Chi-Square Test and Mann-
Whitney Test.
Prevalence of job stress among production workers is 51,3%. There are four
factors that are statistically related to job stress such as interpersonal conflict (p-
value = 0,039), job future ambiguity (p-value = 0,022), variance in workload (p-
value = 0,040), and activity outside of work (p-value = 0,032).
There are several factors that affected the work stress. Therefore, the
researcher suggested to perform the control measures by, do effective
communication with workers to control role conflict, distributing the same
workload among the workers, implementing conflict resolution strategies to resolve
conflicts that occured between workers, establishing clear policy regarding to job
security so that the fear of job uncertainty can be reduced, and increased the
involvement of workers in making decisions related to work conditions.
Keyword : Job Stress, Production Workers, NIOSH Generic Job Stress
Questionnaire
Reading List : 182 references (1964 – 2017)
iv
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
PERNYATAAN PERSETUJUAN
SKRIPSI
FAKTOR DETERMINAN TERHADAP STRES KERJA PADA PEKERJA
BAGIAN PRODUKSI DI PT INDOGRAVURE TAHUN 2017
Telah diperiksa, disetujui, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, Januari 2018
Oleh:
SATRIO BUDI PRAKOSA RACHMAN
NIM. 1113101000075
Mengetahui,
Pembimbing
Siti Rahmah Hidayatullah Lubis, S.KM., M.KKK
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018
v
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUI
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, Januari 2018
Ketua Sidang,
Dr. M. Farid Hamzens, M.Si
NIP. 19630621 199403 1 001
Anggota Penguji Sidang I,
Catur Rosidati, S.KM, M.KM
NIP. 19750210 200801 2 018
Anggota Penguji Sidang II,
Ir. Rulyenzi Rasyid, M.KKK
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama Lengkap : Satrio Budi Prakosa Rachman
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempat, Tanggal
Lahir
: Tangerang, 25 Agustus 1995
Agama : Islam
Alamat : Jln. AMD. Babakan Pocis RT:002/RW:02, Kec. Setu,
Tangerang Selatan, 15315
No. Telepon : +(62) 822-2026-6806
Email : satrio.budiprakosa@gmail.com
satrio.budi13@mhs.uinjkt.ac.id
RIWAYAT PENDIDIKAN
1999 – 2001 : RA/TKA Al-Amanah
Serpong, Tangerang Selatan
2001 – 2007 : SD Negeri Pamulang 1
Pamulang, Tangerang Selatan
2007 – 2010 : SMP Negeri 4 Kota Tangerang Selatan
Pamulang, Tangerang Selatan
2010 – 2013 : SMA Negeri 6 Kota Tangerang Selatan
Pamulang, Tangerang Selatan
2013 - Sekarang : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
RIWAYAT ORGANISASI
2007 – 2008 : Anggota Ekstrakulikuler Teater
Teater SMP Negeri 4 Kota Tangerang Selatan
2014 – 2015 : Staff Ahli Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia
vii
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Jakarta
2015 – 2016 : Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia dan
Organisasi, Departemen Pengembangan Organisasi
Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Jakarta
2015 – 2016 : Sekretaris Departemen Finance
Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja UIN Jakarta
2016 – 2017 : Sekretaris – Bendahara
Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Jakarta
2016 – 2017 : Bendahara Umum (Treasurer)
Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja UIN Jakarta
PENGALAMAN PRAKTIK BELAJAR DAN KERJA
2016 : Praktik Belajar Lapangan (PBL) I di Puskesmas Cisoka,
Kecamatan Cisoka, Kabupaten Tangerang pada 11 Januari – 22
Januari 2016
2016 : Praktik Belajar Lapangan (PBL) II di Puskesmas Cisoka,
Kecamatan Cisoka, Kabupaten Tangerang pada 8 Februari – 26
Februari 2016
2017 : Magang di Komite K3 Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati,
Jakarta pada 23 Januari – 28 Februari 2017
PENGALAMAN TRAINING DAN WORKSHOP
2015 : Pelatihan Manajemen dan Analisa Data Kesehatan oleh HMPS
Kesehatan Masyarakat
2015 : Workshop “Safety In The Process Industries” oleh PJK3 Fairuz
Artha Sejahtera
2015 : Workshop “Ergonomi di Tempat Kerja” oleh PJK3 Fairuz Artha
Sejahtera
viii
2016 : Fasilitator Pelatihan Manajemen dan Analisa Data Kesehatan oleh
HMPS Kesehatan Masyarakat
2016 : Pelatihan Manajemen Organisasi Kemahasiswaan, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2016 : Legislative Training oleh Senat Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2016 : Workshop “Risk Management and Loss Control” oleh PJK3 Fairuz
Artha Sejahtera
2016 : Workshop “Fire Management and Explosion” oleh PJK3 Fairuz
Artha Sejahtera
SEMINAR
2014 : Seminar Pengembangan Profesi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
“Optimalisasi Pemenuhan Regulasi Prasarana Perlintasan Kereta
Api Demi Stabilitas Transportasi Nasional”
2014 : Seminar Nasional Kesehatan Masyarakat “Upaya Menghadapi
Tantangan Kesehatan Masyarakat Indonesia post MDGs: Healthy
People – Healthy Environment” oleh Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Jakarta
2015 : Seminar Pengembangan Profesi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
“Peduli Keselamatan Berkendara: Aku dan Ojek Online Tertib
Berlalu Lintas”
2016 : Seminar Kajian Ilmu K3 Bersama “Pengenalan Sistem Manajemen
Lingkungan ISO 14001: 2015 dan Contoh Implementasinya” oleh
Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja UIN Jakarta
PENGALAMAN KARIR DAN PRESTASI
2004 : Peserta Pelatihan Dokter Kecil SD Negeri Pamulang 1
2005 : Peserta English Story Telling Competition Tingkat Kecamatan
Pamulang
2006 : Peserta Lomba Pidato Bahasa Indonesia Tingkat Kecamatan
Pamulang
ix
2007 : Anggota Saka Bakti Husada SMP Negeri 4 Tangerang Selatan
2011 : Peserta Lomba Cerdas Cermat Undang Undang Dasar 1945 dan
TAP MPR RI Tingkat Kota Tangerang Selatan
2012 : Peserta Lomba Cerdas Cermat Undang Undang Dasar 1945 dan
TAP MPR RI Tingkat Kota Tangerang Selatan
2012 : Partisipasi Olimpiade Siswa Nasional bidang Kimia Tingkat Kota
Tangerang Selatan
2014 : Panitia Orientasi Pengenalan Akademik dan Kebangsaan (OPAK)
Angkatan 2014 oleh BEM FKIK
2015 : Panitia Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan
(OPAK) Angkatan 2015 oleh DEMA FKIK
2015 : Panitia Milad FKIK Ke-11 Winning Eleven
2016 : Pengawas Pengenalan Budaya Akademik Kampus (PBAK)
Angkatan 2016
2016 : Pimpinan Sidang Pembentukan Organisasi Peminatan dan
Keilmuan (OPK) oleh Senat Mahasiswa FKIK
2016 : Tim Acara (EO) dalam Seminar Profesi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
2016 : Pimpinan Sidang Pemilihan Ketua Umum Senat Mahasiswa FKIK
Periode 2017
2017 : Penginput Data Tekanan Darah pada Bulan Hipertensi Nasional
oleh Indonesian Society of Hipertension
x
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Faktor Determinan
Terhadap Stres Kerja Pada Pekerja Bagian Produksi Di PT Indogravure Tahun
2017”. Shalawat beserta salam yang teriring doa semoga selalu tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang senantiasa atas izin Allah SWT mengajarkan umatnya
untuk terus memperoleh ilmu pengetahuan yang kelak bermanfaat bagi sesamanya.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam proses
memperoleh gelar sarjana. Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis
mendapatkan bantuan serta dukungan baik berupa ilmu, moril, do’a serta bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT atas segala nikmat, kasih sayang serta karunia-Nya yang telah
diberikan;
2. Orang tua dan kakak penulis yang selalu mendukung baik secara moril maupun
materil;
3. Prof Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
4. Ibu Fajar Ariyanti, SKM., M.Kes., Ph.D dan Ibu Dewi Utami Iriani, M.Kes.,
Ph.D selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta;
xi
5. Ibu Fase Badriah, M.Kes., Ph.D selaku pembimbing akademik dan Wakil
Dekan III yang selalu memberikan motivasi dan nasihat kepada penulis baik
secara langsung maupun tidak langsung.
6. Ibu Siti Rahmah Hidayatullah Lubis, M.KKK selaku dosen pembimbing yang
selalu menyediakan waktu untuk memberikan nasihat serta motivasi dan
bimbingan serta arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi;
7. Ibu Catur Rosidati, M.KM, Bapak Dr. M. Farid Hamzens dan Bapak Ir.
Rulyenzi Rasyid, M.KKK selaku penguji skripsi yang telah memberikan saran
serta arahan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi agar skripsi
ini bisa menjadi lebih baik lagi;
8. Bapak Mahmud Gandin selaku Manajer Keuangan PT. Indogravure, sekaligus
teman ayah dalam bantuannya memberikan kesempatan untuk dapat
melakukan penelitian di Indogravure;
9. Bapak Cahya selaku Pembimbing Lapangan dan Staff HRD-GA dalam
memberikan kesempatan untuk dapat melakukan penelitian dan memberikan
bimbingan selama pelaksaan proses turun lapangan;
10. Bapak Fandi Sanjaya selaku kepala shift bagian produksi PT. Indogravure serta
rekan-rekan produksi yang telah menerima dan membantu penulis dalam
melaksanakan penelitian di PT.Indogravure;
11. Bapak, Ibu staff HRD-GA yang telah membantu penulis selama proses
pelaksanaan penelitian skripsi;
12. Teman-teman Kesehatan Masyarakat khususnya K3 angkatan 2013 atas
dukungan dan semangat serta saran yang diberikan;
xii
13. Muhammad Luthfi dan Muhamad Febriansyah, terima kasih atas dukungan
moriil yang telah diberikan diberikan;
14. Kak Nur Najmi Laila, M.KKK, selaku senior yang mau direpotkan dalam
diskusi dan selalu memberikan saran serta nasihat kepada penulis agar skripsi
ini menjadi lebih baik lagi;
15. Rekan-rekan satu perjuangan dan seperbimbingan Ibu Rahmah (Aqil, Widya,
Nanda, Mega, Sanni, Dhanty, Iis) terima kasih selalu memberikan semangat
kepada penulis agar skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya;
16. Teman-teman Super Happy Family dan SEMA Tempo Dulu 2016 atas
dukungan, semangat serta do’a yang diberikan;
17. Teman-teman DEMA FKIK Periode 2015 dan Tim Solid BEM FKIK 2014
terima kasih atas dukungan yang diberikan selama ini baik materil maupun
moriil serta kenangan dan pengalaman yang diberikan selama penulis menjadi
anggota di dalamnya.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini, masih terdapat kekurangan
serta jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar kelak dapat menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
dalam perkembangan ilmu Kesehatan Masyarakat khusunya Keselamatan dan
Kesehatan Kerja serta bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, November 2017
Satrio Budi Prakosa Rachman
xiii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................................. ii
ABSTRACT .......................................................................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUI ................................................................. v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................ x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xix
DAFTAR BAGAN ............................................................................................ xxiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 8
1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................................................. 9
1.4 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 10
1.4.1 Tujuan Umum .............................................................................. 10
1.4.2 Tujuan Khusus ............................................................................. 11
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................... 12
1.5.1 Bagi Institusi Fakultas .................................................................. 12
1.5.2 Bagi Perusahaan ........................................................................... 12
1.5.3 Bagi Pekerja ................................................................................. 12
1.5.4 Bagi Peneliti ................................................................................. 13
1.6 Ruang Lingkup......................................................................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 14
2.1 Definisi Stres ............................................................................................ 14
2.2 Mekanisme Stres ...................................................................................... 15
2.3 Stres Kerja ................................................................................................ 16
2.4 Gejala Stres Kerja .................................................................................... 18
2.5 Dampak Stres Kerja ................................................................................. 19
2.6 Determinan Stres Kerja ............................................................................ 21
xiv
2.6.1 Faktor Pekerjaan........................................................................... 21
2.6.2 Faktor Individual .......................................................................... 35
2.6.3 Faktor Di Luar Pekerjaan ............................................................. 44
2.6.4 Faktor Pendukung ........................................................................ 45
2.7 Pengukuran Stres Kerja............................................................................ 46
2.8 Instrumen Penelitian ................................................................................ 47
2.9 Pencegahan dan Pengendalian Stres ........................................................ 50
2.10 Kerangka Teori ........................................................................................ 53
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ............. 55
3.1 Kerangka Konsep ..................................................................................... 55
3.2 Definisi Operasional ................................................................................ 57
3.3 Hipotesis .................................................................................................. 61
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 62
4.1 Desain Penelitian ..................................................................................... 62
4.2 Lokasi dan Waktu .................................................................................... 62
4.3 Populasi dan Sampel ................................................................................ 62
4.3.1 Populasi ........................................................................................ 62
4.3.2 Sampel .......................................................................................... 63
4.4 Pengumpulan Data ................................................................................... 64
4.4.1 Data Primer .................................................................................. 64
4.4.2 Data Sekunder .............................................................................. 65
4.5 Instrumen Penelitian ................................................................................ 65
4.6 Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ........................................................ 81
4.6.1 Validitas ....................................................................................... 81
4.6.2 Reliabilitas ................................................................................... 82
4.7 Manajemen Data ...................................................................................... 83
4.7.1 Data Coding (Mengkode Data) .................................................... 83
4.7.2 Data Editing (Menyunting Data) .................................................. 84
4.7.3 Data Entry (Memasukkan Data)................................................... 84
4.7.4 Data Cleaning (Membersihkan Data) .......................................... 84
4.8 Analisa Data ............................................................................................. 85
4.8.1 Analisa Univariat ......................................................................... 85
4.8.2 Analisa Bivariat ............................................................................ 86
BAB V HASIL ..................................................................................................... 88
xv
5.1 Gambaran Umum PT. Indogravure .......................................................... 88
5.1.1 Profil PT. Indogravure ................................................................. 88
5.1.2 Visi dan Misi Perusahaan ............................................................. 89
5.2 Analisis Univariat .................................................................................... 90
5.2.1 Gambaran Stres Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017 .............................................................. 90
5.2.2 Gambaran Faktor Pekerjaan pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017 .............................................................. 90
5.2.2.1 Distribusi Lingkungan Fisik ......................................................... 90
5.2.2.2 Distribusi Konflik Peran ............................................................... 91
5.2.2.3 Distribusi Ketaksaan Peran........................................................... 91
5.2.2.4 Distribusi Konflik Interpersonal ................................................... 92
5.2.2.5 Distribusi Ketidakpastian Pekerjaan............................................. 93
5.2.2.6 Distribusi Kontrol Kerja ............................................................... 93
5.2.2.7 Distribusi Kurang Kesempatan Kerja ........................................... 94
5.2.2.8 Distribusi Jumlah Beban Kerja ..................................................... 94
5.2.2.9 Distribusi Variasi Beban Kerja ..................................................... 95
5.2.2.10 Distribusi Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain ..................... 95
5.2.2.11 Distribusi Kemampuan yang Tidak Digunakan ........................... 96
5.2.2.12 Distribusi Tuntutan Mental .......................................................... 96
5.2.2.13 Distribusi Shift Kerja .................................................................... 97
5.2.3 Gambaran Faktor Individual pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017 .............................................................. 97
5.2.3.1 Distribusi Umur Pekerja ............................................................... 97
5.2.3.2 Distribusi Masa Kerja ................................................................... 98
5.2.3.3 Distribusi Kepribadian Tipe A ..................................................... 98
5.2.3.4 Distribusi Penilaian Diri ............................................................... 99
5.2.3.5 Distribusi Jenis Kelamin .............................................................. 99
5.2.3.6 Distribusi Status Pernikahan ...................................................... 100
5.2.4 Gambaran Faktor di Luar Pekerjaan pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 .................................. 100
5.2.4.1 Distribusi Aktivitas di Luar Pekerjaan ....................................... 100
5.2.5 Gambaran Faktor Pendukung pada Pekerja Bagian Produksi di
PT. Indogravure Tahun 2017 ..................................................... 101
5.2.5.1 Distribusi Dukungan Sosial ........................................................ 101
xvi
5.3 Analisa Bivariat ..................................................................................... 101
5.3.1 Hubungan Antara Lingkungan Fisik dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ......... 101
5.3.2 Hubungan Antara Konflik Peran dengan Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ...................... 102
5.3.3 Hubungan Antara Ketaksaan Peran dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ......... 103
5.3.4 Hubungan Antara Konflik Interpersonal dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ......... 104
5.3.5 Hubungan Antara Ketidakpastian Pekerjaan dengan Stres Kerja
pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 104
5.3.6 Hubungan Antara Kontrol Kerja dengan Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ...................... 105
5.3.7 Hubungan Antara Kurangnya Kesempatan Kerja dengan Stres
Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun
2017 ............................................................................................ 106
5.3.8 Hubungan Antara Jumlah Beban Kerja dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ......... 107
5.3.9 Hubungan Antara Variasi Beban Kerja dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ......... 107
5.3.10 Hubungan Antara Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain
dengan Stres Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017 ............................................................ 108
5.3.11 Hubungan Antara Kemampuan yang Tidak Digunakan dengan
Stres Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure
Tahun 2017 ................................................................................ 109
5.3.12 Hubungan Antara Tuntutan Mental dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ......... 110
5.3.13 Hubungan Antara Shift Kerja dengan Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ...................... 110
5.3.14 Hubungan Antara Umur dengan Stres Kerja pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 .................................. 111
5.3.15 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ...................... 112
5.3.16 Hubungan Antara Status Pernikahan dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ......... 113
5.3.17 Hubungan Antara Kepribadian Tipe A dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ......... 113
xvii
5.3.18 Hubungan Antara Penilaian Diri dengan Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ...................... 114
5.3.19 Hubungan Antara Aktivitas di Luar Pekerjaan dengan Stres Kerja
pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 115
5.3.20 Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ......... 116
BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................. 117
6.1 Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 117
6.2 Gambaran Stres Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure
Tahun 2017 ............................................................................................ 117
6.3 Hubungan Antara Faktor Pekerjaan Dengan Stres Kerja ...................... 121
6.3.1 Hubungan Antara Lingkungan Fisik Dengan Stres Kerja ......... 121
6.3.2 Hubungan Antara Konflik Peran Dengan Stres Kerja ............... 124
6.3.3 Hubungan Antara Ketaksaan Peran Dengan Stres Kerja ........... 127
6.3.4 Hubungan Antara Konflik Interpersonal Dengan Stres Kerja ... 130
6.3.5 Hubungan Antara Ketidakpastian Pekerjaan Dengan Stres
Kerja ........................................................................................... 133
6.3.6 Hubungan Antara Kontrol Kerja Dengan Stres Kerja................ 135
6.3.7 Hubungan Antara Kurangnya Kesempatan Kerja Dengan Stres
Kerja ........................................................................................... 137
6.3.8 Hubungan Antara Jumlah Beban Kerja Dengan Stres Kerja ..... 139
6.3.9 Hubungan Antara Variasi Beban Kerja Dengan Stres Kerja ..... 142
6.3.10 Hubungan Antara Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain
Dengan Stres Kerja .................................................................... 144
6.3.11 Hubungan Antara Kemampuan yang Tidak Digunakan Dengan
Stres Kerja .................................................................................. 146
6.3.12 Hubungan Antara Tuntutan Mental Dengan Stres Kerja ........... 148
6.3.13 Hubungan Antara Shift Kerja Dengan Stres Kerja .................... 149
6.4 Hubungan Antara Faktor Individu Dengan Stres Kerja ......................... 152
6.4.1 Hubungan Antara Umur Dengan Stres Kerja............................. 152
6.4.2 Hubungan Antara Masa Kerja Dengan Stres Kerja ................... 153
6.4.3 Hubungan Antara Status Pernikahan Dengan Stres Kerja ......... 155
6.4.4 Hubungan Antara Kepribadian Tipe A Dengan Stres Kerja ...... 156
6.4.5 Hubungan Antara Penilaian Diri Dengan Stres Kerja ................ 158
6.5 Hubungan Antara Faktor di Luar Pekerjaan Dengan Stres Kerja .......... 159
6.6 Hubungan Antara Faktor Pendukung Dengan Stres Kerja .................... 161
xviii
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 165
7.1 Simpulan ................................................................................................ 165
7.2 Saran ...................................................................................................... 170
7.2.1 Bagi Perusahaan ......................................................................... 170
7.2.2 Bagi Pekerja ............................................................................... 173
7.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya ........................................................... 174
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Instrumen Pengukuran Stres Kerja ....................................................... 48
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Dependen ............................................. 57
Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Independen ........................................... 57
Tabel 4.1 Skoring Instrumen NIOSH Generic Job Stress Questionnaire ............ 81
Tabel 4.2 Daftar Kode Variabel ............................................................................ 83
Tabel 4.3 Jenis Uji Variabel pada Analisa Univariat ............................................ 85
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Stres Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017 ....................................................................................... 90
Tabel 5.2 Distribusi Lingkungan Fisik di Bagian Produksi PT. Indogravure Tahun
2017 ....................................................................................................................... 90
Tabel 5.3 Distribusi Konflik Peran Pada Pekerja Bagian Produksi ...................... 91
Tabel 5.4 Distribusi Ketaksaan Peran Pada Pekerja Bagian Produksi .................. 92
Tabel 5.5 Distribusi Konflik Interpersonal Pada Pekerja Bagian Produksi .......... 92
Tabel 5.6 Distribusi Ketidakpastian Pekerjaan pada Pekerja Bagian Produksi di
PT. Indogravure Tahun 2017 ................................................................................ 93
Tabel 5.7 Distribusi Kontrol Kerja pada Pekerja Bagian Produksi ...................... 93
Tabel 5.8 Distribusi Kurang Kesempatan Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di
PT. Indogravure Tahun 2017 ................................................................................ 94
Tabel 5.9 Distribusi Jumlah Beban Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017 ....................................................................................... 94
Tabel 5.10 Distribusi Variasi Beban Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017 ....................................................................................... 95
xx
Tabel 5.11 Distribusi Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ................................................. 95
Tabel 5.12 Distribusi Kemampuan yang Tidak Digunakan pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ............................................................. 96
Tabel 5.13 Distribusi Tuntutan Mental pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017 ....................................................................................... 96
Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Shift Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017 ....................................................................................... 97
Tabel 5.15 Distribusi Frekuensi Umur pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017 ....................................................................................... 97
Tabel 5.16 Distribusi Frekuensi Masa Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017 ....................................................................................... 98
Tabel 5.17 Distribusi Kepribadian Tipe A pada Pekerja Bagian Produksi ........... 98
Tabel 5.18 Distribusi Penilaian Diri pada Pekerja Bagian Produksi .................... 99
Tabel 5.19 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin pada Pekerja Bagian Produksi di
PT. Indogravure Tahun 2017 ................................................................................ 99
Tabel 5.20 Distribusi Frekuensi Status Pernikahan pada Pekerja Bagian Produksi
di PT. Indogravure Tahun 2017 .......................................................................... 100
Tabel 5.21 Distribusi Frekuensi Aktivitas di Luar Pekerjaan ............................. 100
Tabel 5.22 Distribusi Frekuensi Dukungan Sosial pada Pekerja Bagian Produksi
di PT. Indogravure Tahun 2017 .......................................................................... 101
Tabel 5.23 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Lingkungan Fisik pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ............................................... 102
Tabel 5.24 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Konflik Peran pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ........................................................... 102
xxi
Tabel 5.25 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Ketaksaan Peran pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ............................................... 103
Tabel 5.26 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Konflik Interpersonal pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ............................................... 104
Tabel 5.27 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Ketidakpastian Pekerjaan pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 .................................. 105
Tabel 5.28 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Kontrol Kerja pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ........................................................... 105
Tabel 5.29 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Kurangnya Kesempatan Kerja
pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ......................... 106
Tabel 5.30 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Jumlah Beban Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ............................................... 107
Tabel 5.31 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Variasi Beban Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ............................................... 108
Tabel 5.32 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Tanggung Jawab Terhadap Pekerja
Lain pada Pekerja Bagian Produksi .................................................................... 108
Tabel 5.33 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Kemampuan yang Tidak
Digunakan pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017...... 109
Tabel 5.34 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Tuntutan Mental pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ............................................... 110
Tabel 5.35 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Shift Kerja pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ........................................................... 111
Tabel 5.36 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Umur pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ........................................................... 111
xxii
Tabel 5.37 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Masa Kerja pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ........................................................... 112
Tabel 5.38 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Status Pernikahan pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 .............................................. 113
Tabel 5.39 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Kepribadian Tipe A pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ............................................... 114
Tabel 5.40 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Penilaian Diri pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ........................................................... 114
Tabel 5.41 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Aktivitas di Luar Pekerjaan pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 .................................. 115
Tabel 5.42 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Dukungan Sosial pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017 ............................................... 116
xxiii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori .................................................................................... 54
Bagan 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................. 56
1
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada zaman industrialisasi saat ini, setiap industri dituntut untuk
memiliki produktivitas kerja yang tinggi. Hal ini selain dapat memberikan sisi
positif namun dapat pula memberikan sisi negatif, salah satunya dengan
munculnya penyakit akibat kerja yang dapat berpengaruh terhadap
produktivitas tenaga kerja dan dapat memberikan dampak negatif bagi
keselamatan dan kesehatan bagi para tenaga kerja (Nugrahani, 2008).
Berdasarkan data dari Organisasi Buruh Internasional (International
Labour Organization) tahun 2013, sebanyak 160 pekerja mengalami sakit
akibat kerja. Sedangkan pada tahun sebelumnya, ILO melaporkan bahwa
angka kematian akibat kecelakaan serta penyakit akibat kerja terdapat 2 juta
kasus per tahun (Kementerian Kesehatan, 2014). Salah satu penyakit yang
diakibatkan terkait pekerjaan adalah stres kerja.
Stres kerja didefinisikan sebagai ketidakmampuan mengatasi ancaman
yang dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia yang suatu saat
dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Murni, 2012).
Sedangkan stres kerja menurut Leka (2003) adalah respon seseorang yang
mungkin timbul saat tuntutan dan beban kerja tidak sebanding dengan
pengetahuan serta kemampuan dan tantangan bagi mereka untuk melaluinya.
Stres kerja menjadi hal yang berisiko bagi kesehatan dan keselamatan pekerja
ketika pekerjaan yang dilakukan melebihi kapasitas, sumber daya, serta
kemampuan pekerja yang dilakukan secara berkepanjangan (ILO, 2016).
2
Dalam suatu organisasi, masalah stres kerja menjadi gejala yang
penting untuk diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam
pekerjaan karena stres kerja dapat menjadi pemicu terjadinya kecelakaan
kerja (Daniawati, 2013). Ada beberapa faktor risiko yang memicu terjadinya
stres kerja pada pekerja, diantaranya terdiri dari faktor pekerjaan, faktor
individu, faktor di luar pekerjaan serta faktor pendukung (Hurrel & McLaney,
1988). Faktor pekerjaan adalah faktor yang bersumber dari situasi serta
kondisi yang berhubungan dengan pekerja di lingkungan kerja. Faktor-faktor
pekerjaan yang disebutkan oleh Hurrel & McLaney (1988) adalah lingkungan
fisik, konflik peran, ambiguitas (ketaksaan) peran, konflik interpersonal,
ketidakpastian pekerjaan, kontrol kerja, kesempatan kerja, jumlah beban
kerja, variasi beban kerja, tanggung jawab terhadap pekerja lain, kemampuan
yang tidak digunakan, tuntutan mental serta shift kerja. Hasil ini telah
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Amalina, dkk (2016) dimana
dalam hasil studinya menyebutkan bahwa kejadian stres kerja erat dengan
beberapa faktor pekerjaan seperti beban kerja dan tanggung jawab. Penelitian
lain yang dilakukan oleh Jalagat (2017), menjelaskan bahwa kemampuan
yang tidak digunakan serta beban kerja yang terlalu banyak merupakan
determinan dari stres kerja serta berpengaruh signifikan terhadap performa
pekerja.
Faktor individual adalah faktor yang timbul dari dalam diri manusia.
Hurrel & McLaney menyebutkan beberapa faktor individual seperti umur,
jenis kelamin, masa kerja, status pernikahan, kepribadian tipe A, dan
penilaian diri. Dalam beberapa penelitian, disebutkan bahwa faktor individual
3
berpotensi dalam menyebabkan stres kerja. Penelitian Lady, dkk (2017)
menjelaskan bahwa faktor individual seperti kepribadian tipe A serta
penilaian diri berpotensi dalam menyebabkan terjadinya stres kerja.
Penelitian lain olehAntoniou, dkk (2006) serta penelitian Kiecolt-Glaser
(2003) dalam Ogden (2012) menjelaskan bahwa stres kerja lebih tinggi
dialami oleh wanita, dikarenakan kelelahan secara emosional. Selain itu,
pernikahan yang tidak bahagia serta individu yang bercerai akan memiliki
tingkat stres yang sama tingginya dibanding dengan individu yang memiliki
pernikahan yang bahagia.
Faktor di luar pekerjaan merupakan faktor yang berhubungan dengan
di luar pekerjaan dimana dapat mempengaruhi stres kerja pada seseorang.
(Hurrel & McLaney, 1988). Hurrell (1990) menjelaskan bahwa dalam semua
model stres kerja, aktivitas di luar pekerjaan diakui sebagai salah satu sumber
stres bagi pekerja. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa aktivitas di luar
pekerjaan berpengaruh dalam kejadian stres kerja. Penelitian yang dilakukan
oleh Musangadah (2015), menjelaskan bahwa tuntutan yang berasal dari luar
pekerjaan berpengaruh positif terhadap stres kerja. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Ariyanto, dkk (2015), dimana aktivitas di luar pekerjaan
memiliki hubungan dengan stres kerja.
Adapun faktor pendukung merupakan kemampuan dan semua sumber
yang diperlukan untuk mengurangi dampak stres terhadap individu, dimana
terdiri dari dukungan dari rekan kerja, atasan, teman serta keluarga
(Hurrell & McLaney, 1988). Beberapa penelitian seperti yang dilakukan oleh
Almasitoh 2011), Setyaningrum (2014) serta Suryaningrum (2015)
4
menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara dukungan sosial yang diberikan
dengan stres kerja yang terjadi pada pekerja. Koradecka (2010) menjelaskan
dukungan sosial yang baik dapat mencegah timbulnya faktor yang dapat
menyebabkan stres.
Stres kerja merupakan masalah kesehatan yang umum terjadi dan sering
dikeluhakan oleh pekerja di berbagai Negara. Di Amerika, stres kerja
merupakan masalah yang umum terjadi dan merugikan bagi pekerja (NIOSH,
1999b). Menurut data WHO tahun 2014, di banyak Negara sekitar 8%
penyakit yang ditimbulkan akibat pekerjaan adalah depresi. Dalam sebuah
survei yang dilakukan oleh Princeton Survey Research Associates, diketahui
bahwa tiga dari empat orang di Amerika mengatakan bahwa pekerja pada saat
ini memiliki tingkat stres kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan
generasi beberapa tahun sebelumnya (NIOSH, 1999a). Sementara hasil
penelitian Labour Force Survey tahun 2014, menemukan bahwa terdapat
440.000 kasus stres akibat kerja di Inggris dengan angka kejadian sebanyak
1.380 kasus per 100.000 pekerja yang mengalami stres akibat kerja (Sari,
2016). Sementara Komisi Kesehatan Mental Kanada (Mental Health
Commission of Canada) tahun 2016, mencatat bahwa setidaknya terdapat 1
dari 5 orang Kanada yang mengalami masalah kesehatan psikologis pada
tahun tertentu serta terdapat 47% pekerja Kanada menganggap bahwa
pekerjaan mereka merupakan bagian yang paling menyebabkan stres dalam
kehidupan sehari-hari.
NIOSH (2000) mencatat bahwa sejak tahun 90-an dari seluruh biaya
kompensasi kesehatan tenaga kerja, 80% dikeluarkan untuk penyakit stres
5
akibat kerja. Di Negara Inggris sekitar 71% manajer mengalami gangguan
kesehatan fisik maupun mental akibat stres kerja. Penelitian yang dilakukan
oleh AIS (2013), stres kerja menjadi penyebab terjadinya kecelakaan,
absenteisme, turnover pekerja, serta kompensasi asuransi yang menyebabkan
kerugian lebih dari US 300 miliar di Amerika Serikat pada setiap tahunnya.
Di Indonesia, stres kerja juga menjadi salah satu masalah dengan angka
yang cukup tinggi. Meskipun belum terdapat data resmi, namun sudah
dilakukan beberapa penelitian terkait stres kerja. Hasil penelitian stres pada
kelompok kerja lebih tinggi dibanding populasi umum, dimana contohnya
adalah di Jakarta pada eksekutif muda kejadian stres mencapai 25% (Kamso
dkk, 2011). Penelitian lain yang dilakukan oleh Besral dan Widiantini pada
tahun 2013 pada pegawai Kementerian Kesehatan diketahui bahwa 79%
pegawai mengalami stres dimana parameter terbesar yang berkaitan dengan
stres adalah pola makan tidak teratur (85%) dan cepat lelah (78%).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Mariyam dan Pertiwi (2015) pada
karyawan Universitas Negeri Yogyakarta menyatakan bahwa 95% responden
penelitian mengalami stres kerja meskipun masuk kedalam stres kerja yang
tergolong ringan. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Setiawan dan
Sofiana (2013) pada pekerja produksi PT. Chanindo Pratama Piyungan
mencatat bahwa 86,2% pekerja mengalami stres kerja sedang dengan faktor-
faktor yang mempengaruhi lebih banyak persentase buruk dibanding
persentase baik. Hasil penelitian lain pada pekerja Factory PT. Maruki
Internasional Indonesia Tahun 2016 diketahui bahwa 34,4% pekerja
mengalami stres kerja berat (Ibrahim dkk, 2016).
6
Menurut Hawari (2006) dalam Munandar (2008), stres kerja ditandai
dengan adanya keluhan. Adapun keluhan yang dialami dibedakan menjadi
tiga yaitu: fisiologis, psikologis, dan perilaku. Keluhan fisiologis seperti sakit
kepala/pusing, sakit punggung, gangguan seksual, asma/sesak nafas, gugup,
nafsu makan menghilang, badan terasa lemah, letih/lesu. Sedangkan keluhan
psikologis seperti mudah marah, mudah tersinggung, perasaan tertekan,
merasa cemas/gelisah, mudah putus asa. Sementara keluhan perilaku seperti
kurang konsenterasi, cepat merasa lupa, menunda-nunda pekerjaan, serta
dapat melampiaskan dengan kebiasaan merokok, serta konsumsi alkohol
secara berlebih.
Stres yang tinggi dapat menimbulkan pengaruh yang berbeda pada
setiap orang. Perubahan yang timbul akibat stres dapat berupa perubahan
perilaku dan mempengaruhi kesehatan mental dan fisik (Gibson, 1997). Stres
yang berkepanjangan dapat menyebabkan masalah psikologis yang mengarah
ke psikiatri penyalahgunaan obat, minum alkohol dan kemudian tidak datang
untuk bekerja serta dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah
terserang infeksi (Depkes RI, 2006).
Penelitian yang dilakukan dengan melibatkan berbagai profesi mulai
dari dokter, mekanik, ilmuwan, businessman, salesman, pekerja bidang
konstruksi bangunan dan lainnya, mengungkapkan bahwa 18% pekerja
mengalami stres kerja di tempat kerja. Pekerja yang bekerja di bidang
keuangan, memakai shift, sering melakukan dinas berkaitan dengan pekerjaan
atau mendapat tanggung jawab yang besar lebih rentan mengalami stres
(Harrianto, 2005). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa stres kerja dapat
7
dialami oleh siapa saja dan pekerja di semua bidang, termasuk karyawan di
PT Indogravure.
PT. Indogravure merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
produksi kemasan fleksibel (flexible packaging), dimana perusahaan ini telah
berdiri sejak tahun 1971. Perusahaan ini terletak di daerah Rempoa,
Tangerang Selatan. Perusahaan ini merupakan perusahaan pembuat kemasan
fleksibel yang cukup besar di Indonesia. Sebagai perusahaan yang bergerak
di bidang pembuatan kemasan yang akan dikirim ke pelanggan (perusahaan)
yang bergerak di bidang farmasi, makanan, pupuk, kosmetik, serta obat
hewan, menjadikan PT. Indogravure harus terus meningkatkan kualitas dari
hasil produksi yang ada, terlebih apabila permintaan produksi sedang tinggi
dan juga diharuskan terus menerus melakukan perbaikan dengan tujuan untuk
meningkatkan kepuasan pelanggan.
Dalam kegiatan proses produksi, PT. Indogravure memiliki lebih dari
100 pekerja yang terbagi dalam beberapa unit salah satunya adalah unit
produksi. Unit produksi memiliki peran dalam pembuatan hasil produksi
berupa kemasan fleksibel yang akan dikirimkan kepada pelanggan. Dalam
pekerjaannya, pekerja produksi dituntut untuk dapat memenuhi target
produksi perusahaan. Selain itu, pekerja produksi harus memastikan semua
hasil produksi dalam keadaan baik dan tidak cacat, dimana pekerja produksi
dituntut untuk terus fokus dalam mengawasi mesin yang berjalan dan melihat
serta memeriksa hasil produksi selama proses kerja. Tuntutan pekerjaan
seperti beban kerja untuk pemenuhan target produksi perusahaan serta
tuntutan mental untuk terus fokus dalam memeriksa hasil produksi dan
8
mengawasi mesin yang berjalan, merupakan beberapa faktor dalam pekerjaan
yang dapat menimbulkan stres kerja bagi pekerja. Dua faktor tersebut dapat
menimbulkan risiko terjadinya stres kerja pada pekerja.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di bagian produksi PT.
Indogravure, didapatkan bahwa dari responden 30 studi awal, diketahui
bahwa total rata-rata skor yang didapatkan adalah sebesar 1,22. Responden
yang memiliki rata-rata skor diatas 1,22 sebesar 14 orang (46,7%) yang
dianggap memiliki atau mengalami stres kerja. Sedangkan 16 orang (53,3%)
memiliki rata-rata skor dibawah 1,22 yang dianggap tidak memiliki atau
mengalami stres kerja. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat
permasalahan stres kerja yang dirasakan oleh pekerja bagian produksi di
perusahaan tersebut
Upaya pencegahan serta pengendalian stres kerja perlu dilakukan untuk
menghindari pekerja dari dampak negatif yang ditimbulkan. Upaya yang
dapat dilakukan salah satunya adalah dengan pengukuran stres kerja serta
faktor yang berhubungan dan mempengaruhinya. Berdasarkan penjelasan
serta data-data yang telah didapat, penulis merasa perlu untuk mengangkat
penelitian dengan judul faktor determinan terhadap stres kerja pada pekerja
bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017.
1.2 Rumusan Masalah
PT. Indogravure merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
produksi kemasan fleksibel. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang
pembuatan kemasan yang akan dikirim ke pelanggan menjadikan PT.
Indogravure harus terus meningkatkan kualitas dari hasil produksi yang ada.
9
Dalam proses produksi, perusahaan ini memiliki lebih dari 100 pekerja yang
terbagi dalam beberapa unit salah satunya pekerja bagian produksi
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan, didapatkan bahwa dari
30 pekerja produksi 14 pekerja (46.7%) diantaranya dianggap mengalami
stres kerja. Sedangkan 16 pekerja (53.3%) dianggap tidak mengalami stres
kerja. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat permasalahan stres kerja
yang dirasakan oleh pekerja bagian produksi di perusahaan tersebut.
Stres kerja yang tidak ditanggulangi dengan baik dapat menimbulkan
efek negatif baik bagi pekerja, maupun perusahaan. Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor yang berhubungan
terhadap stres kerja pada pekerja bagian produksi di PT. Indogravure tahun
2017.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran stres kerja pada pekerja bagian produksi di PT
Indogravure tahun 2017?
2. Bagaimana gambaran faktor pekerjaan (lingkungan fisik, konflik peran,
ketaksaan peran, konflik interpersonal, ketidakpastian pekerjaan, kontrol
kerja, kurangnya kesempatan kerja, jumlah beban kerja, variasi beban
kerja, tanggung jawab terhadap pekerja lain, kemampuan yang tidak
digunakan, tuntutan mental) pada pekerja bagian produksi di PT
Indogravure tahun 2017?
3. Bagaimana gambaran faktor individual (usia, status pernikahan, masa
kerja, kepribadian tipe A, dan penilaian diri) pada pekerja bagian
produksi di PT Indogravure tahun 2017?
10
4. Bagaimana gambaran faktor di luar pekerjaan (aktivitas di luar
pekerjaan) pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure tahun 2017?
5. Bagaimana gambaran faktor pendukung (dukungan sosial) pada pekerja
bagian produksi di PT Indogravure tahun 2017?
6. Apakah ada hubungan antara faktor pekerjaan (lingkungan fisik, konflik
peran, ketaksaan peran, konflik interpersonal, ketidakpastian pekerjaan,
kontrol kerja, kurangnya kesempatan kerja, jumlah beban kerja, variasi
beban kerja, tanggung jawab terhadap pekerja lain, kemampuan yang
tidak digunakan, tuntutan mental) dengan stres kerja pada pekerja bagian
produksi di PT Indogravure tahun 2017?
7. Apakah ada hubungan antara faktor individual (usia, status pernikahan,
masa kerja, kepribadian tipe A, dan penilaian diri) dengan stres kerja
pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure tahun 2017?
8. Apakah ada hubungan antara faktor di luar pekerjaan (aktivitas di luar
pekerjaan) dengan stres kerja pada pekerja bagian produksi di PT
Indogravure tahun 2017?
9. Apakah ada hubungan antara faktor pendukung (dukungan sosial)
dengan stres kerja pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure tahun
2017?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya faktor determinan (faktor-faktor yang mempengaruhi)
terhadap stres kerja pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure
tahun 2017.
11
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran stres kerja pada pekerja bagian produksi di
PT Indogravure tahun 2017.
2. Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan (lingkungan fisik, konflik
peran, ketaksaan peran, konflik interpersonal, ketidakpastian
pekerjaan, kontrol kerja, kurangnya kesempatan kerja, jumlah beban
kerja, variasi beban kerja, tanggung jawab terhadap pekerja lain,
kemampuan yang tidak digunakan, tuntutan mental, shift kerja) pada
pekerja bagian produksi di PT Indogravure tahun 2017.
3. Diketahuinya gambaran faktor individual (usia, status pernikahan,
masa kerja, kepribadian tipe A, dan penilaian diri) pada pekerja
bagian produksi di PT Indogravure tahun 2017.
4. Diketahuinya gambaran faktor di luar pekerjaan (aktivitas di luar
pekerjaan) pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure tahun
2017.
5. Diketahuinya gambaran faktor pendukung (dukungan sosial) pada
pekerja bagian produksi di PT Indogravure tahun 2017.
6. Diketahuinya hubungan antara faktor pekerjaan (lingkungan fisik,
konflik peran, ketaksaan peran, konflik interpersonal, ketidakpastian
pekerjaan, kontrol kerja, kurangnya kesempatan kerja, jumlah beban
kerja, variasi beban kerja, tanggung jawab terhadap pekerja lain,
kemampuan yang tidak digunakan, tuntutan mental, shift kerja)
dengan stres kerja pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure
tahun 2017.
12
7. Diketahuinya hubungan antara faktor individual (usia, status
pernikahan, masa kerja, kepribadian tipe A, dan penilaian diri)
dengan stres kerja pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure
tahun 2017.
8. Diketahuinya hubungan antara faktor di luar pekerjaan (aktivitas di
luar pekerjaan) dengan stres kerja pada pekerja bagian produksi di
PT Indogravure tahun 2017.
9. Diketahuinya hubungan antara faktor pendukung (dukungan sosial)
dengan stres kerja pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure
tahun 2017.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Institusi Fakultas
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi terkait stres
kerja khusunya stres kerja pada pekerja produksi, untuk peneliti lainnya
yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bacaan.
1.5.2 Bagi Perusahaan
Sebagai masukan pada instansi tempat penelitian tentang faktor yang
berhubungan dengan stres kerja agar dapat dilakukan pencegahan serta
dapat dikendalikan secara dini.
1.5.3 Bagi Pekerja
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan serta
pemahaman terhadap stres kerja yang disebabkan oleh berbagai faktor.
13
Sehingga pekerja dapat mengatasi secara dini agar produktivitas pekerja
tidak menurun.
1.5.4 Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah pengalaman serta pengetahuan peneliti
mengenai stres kerja dan faktor yang mempengaruhinya pada pekerja.
1.6 Ruang Lingkup
Penelitian ini membahas tentang faktor yang berhubungan dengan stres
kerja pada pekerja bagian produksi di PT. Indogravure. Penelitian ini
dilaksanakan pada tahun 2017 oleh Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tahun 2013.
Penelitian ini bersifat analitik kuantitatif dengan menggunakan desain studi
cross sectional dengan pengambilan sampel menggunakan simple random
sampling. Penelitian ini dilakukan pada bulan September hingga Oktober
2017. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah 76 sampel.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data
primer dengan cara pengisian kuesioner. Sedangkan sumber data sekunder
berupa profil instansi tempat penelitian, jumlah pekerja dan data lingkungan
fisik. Analisis yang digunakan dalam penelitian adalah analisis univariat
berupa analisa deskriptif serta analisis bivariat berupa uji Chi Square dan uji
Mann Whitney..
14
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Stres
Stres merupakan suatu kondisi yang negatif, suatu kondisi yang
mengarah ke timbulnya penyakit fisik ataupun mental atau mengarah ke
perilaku yang tidak wajar (Munandar, 2008). Menurut Siagian (2009), stres
merupakan kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan
pikiran dan kondisi fisik seseorang. Stres yang tidak diatasi dengan baik
biasanya berakibat pada ketidakmampuan seseorang untuk berinteraksi
secara positif dengan lingkungannya, baik dalam arti lingkungan pekerjaan
maupun di luarnya. National Safety Council (2003), menjelaskan bahwa stres
merupakan ketidakmampuan mental, fisik, emosional serta spiritual
seseorang dalam mengatasi ancaman yang pada suatu waktu dapat
mempengaruhi kesehatan orang tersebut.
Hartono (2007) menjelaskan bahwa stres merupakan reaksi nonspesifik
manusia terhadap rangsangan (stimulus stressor). Stres merupakan suatu
reaksi adaptif, bersifat sangat individual, sehingga suatu stres bagi seseorang
belum tentu dapat menyebabkan stres bagi orang lain. Perbedaan reaksi
terhadap suatu rangsangan, dikarenakan stres merupakan persepsi individu
terhadap kondisi di dalam lingkungannya (National Safety Council, 2003).
Reaksi stres juga sangat dipengaruhi oleh tingkat kematangan berpikir,
tingkat pendidikan, serta kemampuan adaptasi seseorang terhadap kondisi
lingkungannya (Hartono, 2007).
15
2.2 Mekanisme Stres
Rangsangan-rangsangan yang muncul baik secara fisik, kimiawi
maupun psikologis yang merupakan ancaman gangguan pada sistem
homeostasis tubuh dapat memicu respon atau terjadinya stres. Jika tubuh
bertemu dengan stresor, tubuh akan mengaktifkan respon saraf dan hormon
untuk melaksanakan tindakan pertahanan untuk mengatasi keadaan darurat.
Respon tersebut dikendalikan oleh hipotalamus (Shrewood, 1996) dalam
(Kadir, 2017).
Hipotalamus menerima masukan mengenai stresor yang diterima baik
fisik maupun psikologis dari hampir semua daerah di otak dan dari banyak
reseptor di tubuh. Sebagai respon, hipotalamus akan mengaktifkan sistem
saraf simpatis, mengeluarkan hormon CRH untuk merangsang sekresi
hormon ACTH serta kortisol serta memicu pengeluaran vasopresin. Stimulasi
simpatis pada gilirannya menyebabkan sekresi epinephrine, dimana hal ini
memiliki efek sekresi terhadap insulin serta glukagon oleh pankreas. Selain
itu terjadi vasokonstriksi arteriol di ginjal oleh katekolamin yang secara tidak
langsung memicu sekresi renin dengan menurunkan aliran darah ke ginjal.
Renin kemudian mengaktifkan mekanisme renin-angiotensin-aldosteron.
Dengan kata lain, selama stres, hipotalamus mengintegrasikan berbagai
respon baik dari sistem saraf simpatis maupun endokrin (Hole, 1981) dalam
(Kadir, 2017).
16
2.3 Stres Kerja
Menurut NIOSH (National Institute for Occupational Safety and
Health) mendifinisikan stres kerja sebagai keadaan psikologis yang mewakili
ketidakseimbangan persepsi seseorang mengenai tuntutan pekerjaan yang
tidak sesuai dengan kemampuan pekerja dalam mengatasi tuntutan tersebut.
Stres terjadi ketika persyaratan atau tuntutan pekerjaan tidak sesuai dengan
kemampuan, sumber daya serta kebutuhan pekerja (NIOSH, 1999b)
Greenberg (2002) mendifinisikan stres kerja sebagai kombinasi antara
sumber-sumber stres yang berhubungan dalam pekerjaan, karakteristik
individu, dan stresor di luar organisasi. Sementara World Health
Organization (2003) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan stres yang
berhubungan dengan kerja adalah respon seseorang yang mungkin timbul saat
tuntutan dan beban kerja tidak seimbang atau sebanding dengan pengetahuan
dan kemampuan serta tantangan bagi mereka untuk mampu
menanggulanginya. Pekerjaan yang sehat seharusnya mampu menyesuailan
antara tekanan kerja dengan kemampuan serta sumber daya yang dimiliki
individu, kemampuan mengontrol pekerjaan dan adanya dukungan dari orang
sekitar.
Stres di tempat kerja bukanlah merupakan fenomena baru. Penyebab
dasar dari terjadinya stres di tempat kerja dipicu oleh beberapa alasan.
Terjadinya perubahan ekonomi dan kemajuan teknologi yang pesat justru
semakin menambah tekanan para pekerja untuk menghasilkan lebih banyak
produk dalam waktu yang relatif lebih singkat. Sebanyak dua dari tiga pekerja
di suatu perusahaan mengaku mengalami stres kerja. Terdapat juga prakiraan
17
klaim yang harus dikeluarkan oleh perusahaan sebesar US 200 milyar per
tahun yang diakibatkan oleh stres kerja berupa masalah absen, keterlambatan,
kejenuhan, produktivitas yang semakin rendah, angka keluar-masuk tinggi,
kompensasi pekerja, serta peningkatan biaya asuransi kesehatan (National
Safety Council, 2003).
Pada dasarnya stres dipandang dalam dua cara yaitu sebagai stres baik
(eustress) dan stres buruk (distress). Eustress merupakan stres yang bersifat
positif dimana stres ini memacu dan mendorong individu untuk memenuhi
ambisi-ambisinya, karena sebagian orang akan tergerak dengan adanya
dorongan atau rangsangan. Distress merupakan stres yang bersifat negatif,
dimana awalnya stres ini merupakan sebuah tantangan namun bergerak
berlawanan arah menjadi ancaman, sehingga menghilangkan kemampuan
individu dalam memelihara serta mempertahankan diri terhadap stimulus atau
rangsangan yang datang dan bahkan hal tersebut dapat menyebabkan
kematian (Munandar, 2008).
Berdasarkan hasil riset d1an pengalaman, National Institute of
Occupational Safety and Health melihat bahwa working condition memiliki
peran utama dalam menimbulkan stres kerja. Akan tetapi, peranan dari faktor
individu tidak dapat diabaikan. Menurut pandangan NIOSH pemaparan
dengan working condition dapat mempengaruhi keselamatan dan kesehatan
kerja secara langsung. Akan tetapi, faktor individu dan situasi lainnya dapat
memperkuat atau memperlemah pengaruh ini (Pramudya, 2008).
18
2.4 Gejala Stres Kerja
NIOSH membagi stres, terutama stres akut dalam tiga gejala yaitu
gejala psikologis, fisiologis, dan gejala perilaku. APA (2016) menyatakan
bahwa gejala tersebut masih dapat diatasi apabila dikontrol dengan baik.
Adapun gejala tersebut diantaranya:
a. Gejala psikologis
Adapun gejala psikologis yang sering ditemui mengenai stres akut, antara
lain: nafsu makan menurun, sedih berkepanjangan, sulit berkonsenterasi,
merasa tertekan, pesimis, merasa selalu gagal, selalu merasa ketakutan,
gelisah ketika tidur, merasa kesepian, mudah menangis, merasa orang-
orang tidak ramah, tidak dapat menikmati hidup, berbicara lebih sedikit,
serta merasa tidak disukai orang-orang.
b. Gejala fisiologis
Gejala-gejala fisiologis dari stres akut adalah: wajah terasa panas, sakit
kepala, nyeri dada, mulut kering, napas pendek, tekanan darah tinggi,
nyeri otot, sembelit atau diare, kelelahan, insomnia, mudah sakit,
gangguan pencernaan, jantung berdebar cepat, rahang kaku, berkeringat
banyak, nafsu makan menurun/bertambah, tangan gemetar.
c. Gejala perilaku
Gejala-gejala perilaku dari stres akut diantaranya: tidak sabar, suka
berdebat, menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja, penggunaan
alkohol/obat-obatan, merokok, serta mengabaikan tanggung jawab.
Gejala stres kerja terutama stres akut apabila tidak ditanggulangi secara
dini dan terus menerus berlangsung maka akan berkembang menjadi suatu
19
penyakit yang berkaitan dengan stres. Hal ini akan menyebabkan atau
menjadikan stres akut berkembang menjadi stres kronis. Perubahan stres akut
menjadi kronis dapat disebabkan karena tuntutan serta tekanan yang terjadi
secara terus menerus, serta sulit untuk diatasi (APA, 2016). NIOSH,
mengemukakan beberapa penyakit yang berkaitan dengan stres kronis, seperti
diabetes, hernia, tuberkulosis, asma, penyakit jantung, rematik, epilepsi,
glaukoma, paralysis, gangguan ginjal, gangguan pernapasan, stroke, anemia,
gangguan hati atau pankreas, gangguan kelenjar tiroid, insomnia, gastritis,
colitis, ulkus lambung, sakit punggung, serta alergi.
2.5 Dampak Stres Kerja
Stres kerja dapat merugikan diri sendiri, pekerjaan, perusahaan serta
masyarakat dimana stres kerja yang berlebihan akan menurunkan
produktivitas seseorang dalam bekerja. Apabila banyak pekerja yang
mengalami stres kerja, maka produktivitas tempat kerja juga akan menurun.
Kerugian pada pekerja tidak hanya berhubungan dengan aktifitas kerja saja
namun dapat meluas pada aktivitas diluar pekerjaan, seperti sulit tidur,
konsterasi menurun, selera makan berkurang (Wantoro, 1999). Robbins
(1998) dalam Daniawati (2013) menjelaskan konsekuensi bagi organisasi
secara tidak langsung yaitu meningkatnya absensi, menurunnya tingkat
produktifitas, dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi,
memicu perasaan teralienasi hingga turnover.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Retnaningtyas (2005)
mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara stres kerja dengan
produktivitas pekerja wanita. Selain itu, penelitian lain dari Tunjungsari
20
(2011) menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara stres
kerja dengan kepuasan kerja. Sedangkan penelitian Suroso dan Siahaan
(2006) diketahui bahwa stres kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja
pekerja, yang artinya semakin tinggi tingkat stres yang dimiliki pekerja maka
semakin rendah kinerja yang dihasilkan.
Sedangkan menurut Lubis (2006), stres kerja dapat mengakibatkan hal-
hal sebagai berikut:
1. Penyakit fisik yang diinduksi oleh stres seperti penyakit jantung
koroner, hipertensi, tukak lambung, asma, gangguan menstruasi, dan
lain-lain.
2. Kecelakaan kerja, terutama pekerjaan yang menuntut kinerja yang
tinggi, serta bekerja secara bergilir.
3. Absensi kerja.
4. Lesu kerja, pegawai tidak termotivasi atau kehilangan motivasi kerja.
5. Gangguan jiwa, mulai dari gangguan ringan seperti gugup, tegang,
marah-marah, apatis, dan kurang konsenterasi sampai ketidakmampuan
yang berat seperti depresi dan cemas yang berlebihan.
Lain halnya yang dijelaskan oleh Cox (2002). Menurut Cox (2002) efek
stres yang mungkin muncul dikategorikan meliputi:
1. Dampak Subjektif
Kekhawatiran/kegelisahan, kelesuan, kebosanan, depresi,
keletihan, frustasi, kehilangan kesabaran, perasaan terkucil dan
merasa kesepian.
2. Dampak Perilaku
21
Stres yang dialami pekerja akan berdampak pada perilaku dari
pekerja itu sendiri dalam bekerja diantaranya peledakan emosi dan
perilaku impulsif, makan berlebihan, merokok berlebihan.
3. Dampak Kognitif
Ketidakmampuan mengambil keputusan yang sehat, daya
konsterasi menurun, kurang perhatian, sangat peka terhadap kritik,
dan hambatan mental.
4. Dampak Fisiologis
Tekanan darah meninggi, denyut jantung dan tekanan darah
meningkat, mulut kering, berkeringat, bola mata melebar, dan tubuh
panas dingin.
5. Dampak Organisasi
Produktivitas menurun, terasing dari mitra kerja, ketidakpuasan
kerja, menurunnya kekuatan kerja dan loyalitas terhadap instansi.
Kelima jenis dampak tersebut tidak mencakup seluruhnya, dan hanya
mewakili beberapa dampak potensial yang sering dikaitkan dengan stres.
2.6 Determinan Stres Kerja
2.6.1 Faktor Pekerjaan
Faktor pekerjaan adalah penyebab stres yang bersumber dari situasi
serta kondisi yang berhubungan dengan pekerja di lingkungan kerja.
Hurrel & McLaney (1988) menyebutkan bahwa faktor pekerjaan yang
dapat menyebabkan stres kerja antara lain lingkungan fisik, konflik
peran, ketaksaan peran (ambiguitas peran), konflik interpersonal,
ketidakpastian pekerjaan, kontrol kerja, kurangnya kesempatan kerja,
22
jumlah beban kerja, variasi beban kerja, tanggung jawab terhadap pekerja
lain, kemampuan yang tidak digunakan, tuntutan mental serta shift kerja.
a. Lingkungan Fisik
Kondisi fisik kerja memiliki pengaruh terhadap kondisi faal
serta psikologis tenaga kerja dimana kondisi tersebut dapat
berdampak pada kesehatan mental serta keselamatan kerja tenaga
kerja (Munandar, 2008). Kondisi seperti bising, vibrasi maupun
hygiene lingkungan kerja dapat menjadi stresor bagi tenaga kerja.
Menurut penelitian Susilo (2007), lingkungan fisik secara parsial
berpengaruh negatif signfikan terhadap stres kerja pada karyawan,
yang artinya semakin baik lingkungan fisik maka stres kerja akan
menurun.
Hal ini didukung oleh penelitian Arisona (2008), dimana
terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara persepsi
terhadap kondisi lingkungan kerja dengan tingkat stres kerja pada
karyawan bagian tebang angkut. Selain itu, penelitian Soep (2012)
menyatakan bahwa ada hubungan antara lingkungan kerja dan stres
kerja dengan P = 0,010. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh
Ningsih dan Fitri (2016), dimana dalam peneilitannya pada pekerja
industri bengkel las di Pekanbaru mendapatkan hasil bahwa
terdapat hubungan antara lingkungan fisik dengan terjadinya stres
kerja
b. Konflik Peran
23
Konflik peran biasanya terjadi pada individu ketika tingginya
harapan persuahaan terhadap diri tenaga kerja. Tetapi, tingginya
harapan tersebut mempersulit pencapaian tugas yang diberikan.
Gibson (1997) menyatakan bahwa konflik peran dapat menjadi
stresor yang penting bagi sebagaian orang. Konflik peran biasanya
muncul ketika pekerja diharuskan berperilaku dengan cara yang
bertentangan dengan diri mereka (Munandar, 2008).
Kahn dkk (1964) menyatakan bahwa tekanan dalam
pekerjaan muncul karena adanya dua kondisi yang sering dihadapi,
yaitu konflik peran dan ambiguitas peran. Konflik peran terjadi
ketika seseorang dengan tuntutan yang bertentangan melakukan
peran yang berbeda. Indikator dari konflik peran yang
dikembangkan oleh Rizzo, House dan Lirtzman dalam Mas”ud
(2004) adalah sebagai berikut:
1. Melakukan suatu pekerjaan dengan cara yang berbeda-beda
dan menerima penugasan tanpa sumber daya manusia yang
cukup untuk menyelesaikannya.
2. Mengesampingkan aturan agar dapat menyelesaikan tugas
dan menerima permintaan dua pihak atau lebih yang tidak
sesuai satu sama lain.
3. Melakukan pekerjaan yang cenderung diterima oleh satu
pihak tetapi tidak diterima oleh pihak lain dan melakukan
kegiatan yang sbenarnya tidak perlu.
24
4. Bekerja di bawah arahan yang tidak pasti serta perintah yang
tidak jelas.
Penelitian Almasitoh (2011) pada perawat di rumah sakit
Yogyakarta menyatakan bahwa konflik peran ganda memiliki
hubungan terhadap terjadinya stres kerja dengan p = 0,000. Selain
itu, penelitian lain yang dilakukan oleh Jumilah (2015) bahwa
konflik peran ganda yang dialami oleh pekerja wanita di PT. Pelita
Tomangmas Karanganyar memiliki hubungan yang sangat
signifikan dengan terjadinya stres kerja dengan p = 0,000.
Hubungan antara konflik peran ganda dengan stres kerja juga
ditunjukkan pada penelitian Karima (2014) dengan P = 0,007.
Konflik peran yang terjadi di perusahaan akan berdampak pada
tingginya angka absenteisme dan turnover pekerja (Karima, 2014).
c. Ketaksaan Peran
Ketaksaan peran berhubungan dengan ketidakjelasan dalam
memberikan tugas kepada pekerja, sehingga hal ini dapat
menimbulkan terjadinya frustasi serta sulitnya bagi pekerja untuk
mencapai kepuasan dalam bekerja. Ketaksaan peran atau
ambiguitas peran dapat muncul disebabkan kurangnya informasi
atau karena tidak adanya indormasi sama sekali atau informasinya
tidak disampaikan kepada individu mengenai pekerjaannya
(Yasa, 2017). Ketaksaan peran dirasakan jika seorang tenaga kerja
tidak memiliki cukup informasi untuk dapat melaksanakan
tugasnya, atau tidak mengerti harapan yang berkaitan dengan peran
25
tertentu (Munandar, 2008). Ketidakpahaman pekerja terhadap
peran yang harus dijalankan akan menimbulkan stres kerja di
tempat kerja (Hubbard, 1998). Semakin tidak jelas peran seseorang
maka semakin rendah pemanfaatan keahlian intelektual,
pengetahuan, dan keahlian kepemimpinan orang tersebut (Gibson,
1997).
Hasil survei yang dilakukan Kahn, dkk (1964) menunjukkan
bahwa 35 persen pekerja merasa bahwa tanggung jawab yang
diberikan kepada mereka tidak jelas sehingga mereka tidak
mengetahui apa yang harus dilakukan (Cardwell dan Flanagan,
2005). Penelitian yang dilakukan oleh Kariam (2014), menyatakan
bahwa ada hubungan antara ketaksaan peran dengan stres kerja
dengan P = 0,043.
d. Konflik Interpersonal
Setiap pekerjaan pasti mengharuskan pekerjanya untuk
berinteraksi dengan orang lain, misal dengan rekan kerja. Dalam
beberapa pekerjaan, interaksi sosial merupakan sumber kepuasan
kerja. Akan tetapi, di sisi lain, interaksi sosial berpotensi
menimbulkan konflik yang daat menimbulkan stres. Penyebab
muncul konflik interpersonal sringkali disebabkan kompetisi antar
pekerja. Di beberapa perusahaan, pekerja diwajibkan mencapai
target untuk bisa mendapat penghargaan atau reward.
Menurut Jex dan Britt (2008) bentuk konflik interpersonal
dapat terjadi dalam bentuk aktif maupun pasif. Konflik
26
interpersonal secara aktif dapat terjadi ketika seseorang
berargumen dan mengeluarkan kata-kata kasar kepada orang lain.
Sedangkan konflik interpersonal pasif dapat terjadi misal ketika
seseorang lupa mengundang rekan untuk menghadiri sebuah
pertemuan yang penting. Sehingga dapat dikatakan bahwa konflik
interpersonal merupakan salah satu variabel penting yang dapat
berdampak kompleks bagi pekerja yang mengalaminya.
Hasil penelitian yang dilakukan Tsuno, dkk (2009)
menunjukkan bahwa konflik interpersonal baik pada laki-laki
maupun perempuan berpengaruh terhadap stres secara psikologis.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Karima (2014), konflik
interpersonal memiliki hubungan positif dengan stres kerja dengan
P = 0,01. Adapun penelitian Dewi dan Wibawa (2016) pada Kantor
Sekretariat Daerah Kota Denpasar menyatakan bahwa konflik
interpersonal berpengaruh positif terhadap stres kerja, dimana hal
ini dikarenakan kurangnya komunikasi antara pegawai dalam
melaksanakan tugas yang diberikan yang diberikan dan adanya
perbedaan pendapat karena unsur pemikiran dan budaya yang
berbeda antara pegawai.
e. Ketidakpastian Pekerjaan
Ketidakpastian pekerjaan berkaitan dengan ancaman
kehilangan pekerjaan di masa mendatang. Ketidakpastian
pekerjaan merupakan salah satu sumber stres yang dapat
mengakibatkan menurunnya performa kerja dan menyebabkan
27
pekerja mencoba mencari pekerjaan di tempat lain (Stellman,
1998). Pengembangan karir merupakan pembangkit stres yang
potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan (Siringoringo,
2013).
Ketidakpastian pekerjaan dapat direspon berbeda oleh tiap
pekerja. Di satu sisi, pekerja akan semakin meningkatkan
performanya agar mereka dapat tetap bekerja. Akan tetapi, di satu
sisi lain secara tidak langsung dapat menimbulkan kondisi stres
yang dapat berdampak pada menurunnya produktivitas kerja
(Karima, 2014). Ketidakpastian dalam organisasi dapat
mengganggu kinerja karyawan dan dapat menimbulkan stres kerja
(Indrawan, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Karima (2014)
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara ketidakpastian
pekerjaan dengan stres kerja dengan P = 0,004.
f. Kontrol Kerja
Stres dapat terjadi ketika adanya permintaan dari lingkungan
yang tidak sesuai dengan kemampuan individu dalam
mengatasinya. Ketika permintaan dari lingkungan tersebut tidak
mampu dipenuhi maka individu tersebut akan merasa sulit
melakukan kontrol terhadap dirinya sendiri. Kurangnya kontrol
terhadap diri sendiri dapat menimbulkan stres yang disebabkan
ketidakmampuan individu dalam mengatur dirinya sendiri
(Cardwell & Flanagan, 2005).
28
Kontrol dalam lingkungan kerja merupakan kombinasi
antara tuntutan dalam pekerjaan dengan kebijaksanaan dalam
menggunakan kemampuan yang dimiliki. Kombinasi tuntutan
pekerjaan yang tinggi dengan rendahnya kontrol kerja dapat
menimbulkan tekanan yang tinggi dan menyebabkan berbagai
masalah kesehatan (Landy, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Lady, dkk (2017)
menyatakan bahwa ada hubungan antara kurangnya kontrol
dengan stres kerja dengan p-value = 0,001. Sementara penelitian
Marmot, dkk (1997) menunjukkan pekerja yang memiliki
kemampuan kontrol kerja kecil lebih memiliki risiko empat kali
lebih besar terkena serangan jantung dibanding pekerja memiliki
kontrol lebih besar terhadap pekerjaan (O’Rourke & Collins,
2009).
g. Kurangnya Kesempatan Kerja
Kurangnya kesempatan kerja yang tersedia dapat menjadi
suatu masalah besar bagi individu terhadap kemungkinan
kehilangan pekerjaan dan sulitnya mencari pekerjaan kembali
sehingga dapat memicu terjadinya stres (Bizymoms, 2013).
Kekhawatiran yang terjadi terus menerus dapat menimbulkan
gangguan kesehatan bagi individu yang merasakannya. Penelitian
Nurazizah (2017) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
kurangnya kesempatan kerja dengan stres kerja dengan P = 0,006.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Lady, dkk (2017) memberikan
29
hasil adanya hubunagn antara kurangnya kesempatan kerja dengan
stres kerja dengan p-value = 0,031.
h. Jumlah Beban Kerja
Gibson (1997) menyatakan bahwa beban kerja yang terlalu
banyak atau berlebih serta beban kerja yang sedikit merupakan
pembangkit stres atau stresor. Beban kerja dapat dikategorikan
lebih lanjut kedalam beban kerja berlebih/sedikit kuantitatif, yang
timbul akibat dari tugas yang diberikan kepada tenaga kerja untuk
diselesaikan dalam waktu tertentu dalam jumlah yang sedikit atau
berlebih. Beban kerja baik secara mental atau fisik berpotensi
sebagai stresor di tempat kerja. Bekerja di bawah tekanan waktu
untuk mencapai target merupakan sumber stres yang sering
terdapat dalam tempat kerja. Pada buku yang ditulis oleh Molloy
(2010), tuntutan dan beban kerja yang berlebih dapat memicu
adanya stres di tempat kerja.
Pada beberapa hasil penelitian ditemukan bahwa tingginya
tuntutan kognitif dapat mempengaruhi kondisi seseorang sehingga
dapat menyebabkan peningkatan risiko penyakit, kecelakaan kerja,
serta masalah kesehatan mental. Selain itu dengan tuntutan emosi
yang tinggi dan tingkat kepuasan kerja yang rendah, diperoleh
beberapa risiko kesehatan berupa kelelahan, burnout serta tekanan
psikologis (Eurofound, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Nishitani, dkk (2013)
menyatakan bahwa jumlah beban kerja secara signifikan berkaitan
30
dengan munculnya gejala stres seperti mudah marah, kelelahan,
gelisah, dan depresi. Penelitian yang diakukan oleh Oktaviana
(2010) mengatakan bahwa tuntutan pekerjaan diketahui
berpengaruh terhadap terjadinya kecemasan pada pekerja. Selain
itu penelitian yang dilakukan oleh Karima (2014) menyatakan
bahwa beban kerja memiliki hubungan positif dengan stres kerja
dimana P=0,001 yang berarti beban kerja yang meningkat akan
meningkatkan stres kerja. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Samosir dan Syahfitri (2008), pada pustakawan Universitas
Sumatera Utara menyatakan bahwa tuntutan pekerjaan yang
dialami oleh pustakawan terkadang sangat banyak yang
memungkinkan dapat menimbulkan stres kerja. Rivai (2014) pada
penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan antara beban kerja
dengan stres kerja dengan P = 0,011.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Amalina (2016)
menunjukkan hasil bahwa adanya hubungan yang sangat signifikan
antara beban kerja yang dimiliki pekerja dengan stres kerja dimana
p-value = 0,000, dimana beban kerja merupakan determinan dari
stres kerja pada penelitian tersebut. Adapun studi yang dilakukan
pada responden praktisi umum dengan menggunakan data
sekunder tahun 2003-2006 di Belanda juga menjelaskan bahwa
terdadapt hubungan yang signifikan antara beban kerja denagn
stres kerja (Hombergh, 2009).
i. Variasi Beban Kerja
31
Variasi beban kerja berkaitan dengan berbagai jenis
pekerjaan yang diberikan kepada pekerja dengan tuntutan
kemampuan yang berbeda-beda. Beban kerja yang beragam dapat
menimbulkan stres bagi pekerja dikarenakan pekerja merasa tidak
mampu melaksanakan tugas yang diberikan, dimana
ketidakmampuan pekerja dalam melaksanakan tugas yang
diberikan tersebut dapat mempengaruhi penilaian diri seseorang
terhadap dirinya (Gibson, 1997). Soegiono (2008) menyatakan
bahwa tuntutan tugas yang beragam dan tidak sesuai dengan
kompetensi yang dimiliki pekerja akan berdampak pada stres.
Penelitian yang dilakukan oleh Afrianti, dkk (2011) pada
petugas pemadam kebakaran, menunjukkan variasi beban kerja
yang tinggi berhubungan dengan munculnya gejala stres. Selain
itu, penelitian yang dilakukan oleh Lady, dkk (menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara variasi beban kerja dengan stres kerja
dengan p-value = 0,000. Selain itu, penelitian Lady, dkk (2017)
menunjukkan antara variasi beban kerja dengan stres kerja
memiliki derajat hubungan yang kuat serta berpola positif yang
artinya semakin tinggi variasi beban kerja yang diberikan serta
dimiliki oleh pekerja maka akan meningkatkan stres kerja pada
pekerja tersebut. Adapun penelitian lain yang dilakukan oleh
Saiko, dkk (2007) pada pekerja pemadam kebakaran di Jepang
menunjukkan hasil bahwa ada hubungan variasi dalam beban kerja
dengan gejala depresi pada pekerja tersebut.
32
j. Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain
Tanggung jawab merupakan sumber stres yang berasal dari
peranan dalam organisasi, dimana terbagi menjadi dua yaitu
tanggung jawab terhadap benda dan tanggung jawab terhadap
orang lain. Wardwell, dkk (1964) dalam Karima (2014)
menyatakan bahwa memegang tanggung jawab terhadap orang lain
lebih berat dibanding dengan tanggung jawab terhadap benda yang
secara signifikan dapat memicu terjadinya penyakit jantung
koroner. Penelitian yang dilakukan oleh Nurazizah (2017)
menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara
tanggung jawab dengan terjadinya stre kerja dengan P = 0,000.
k. Kemampuan yang Tidak Digunakan
Kemampuan pekerja yang tidak digunakan dapat
menimbulkan stres bagi pekerja tesebut. Kondisi ini seringkali
terjadi pada pekerja yang memiliki kemampuan banyak untuk
melakukan pekerjaan, namun kemampuan tersebut tidak dapat
digunakan karena sudah menggunakan alat bantu atau adanya
pekerja lain yang melakukan tugas tersebut. Kondisi seperti ini
dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan ketidakpuasan
bagi pekerja sehingga dapat menimbulkan stres (Ross & Altmaier,
2000).
Penelitian Nurazizah (2017) menyatakan bahwa ada
hubungan antara kemampuan yang tidak digunakan dengan stres
kerja dengan P = 0,001. Sementara penelitian Lady, dkk (2017)
33
memberikan hasil bahwa antara kemampuan yang tidak digunakan
dengan stres kerja memiliki derajat hubungan yang sangat kuat
dengan pola hubungan yang positif dengan stres kerja dimana p-
value penelitian tersebut adalah 0,000. Hal ini menunjukkan
semakin tinggi kemampuan yang tidak digunakan oleh pekerja
maka akan meningkatkan stres kerja pada pekerja tersebut. Selain
itu penelitian lain yang dilakukan Jamal dan Ahmed (2009)
menunjukkan bahwa kemampuan yang tidak digunakan
berhubungan signifikan terhadap kejadian stres kerja baik pada
level manager maupun pada pekerja buruh.
l. Tuntutan Mental
Tuntutan mental merupakan sumber stres yang signifikan
terutama pada pekerjaan yang menuntut interaksi dengan klien,
khususnya perusahaan pada sektor jasa. Koradecka (2010),
menyatakan bahwa pekerjaan yang menuntut kondisi emosional
yang baik sangat berhubungan dengan rendahnya tingkat
kesejahteraan pekerja secara mental. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Lady, dkk 92017) menunjukkan hasil bahwa
terdapat hubungan antara tuntutan mental dengan stres kerja
dengan p-value = 0,000, dan juga adanya derajat hubungan yang
sangat kuat antara kedua variabel tersebut serta berpola positif.
Artinya semakin tinggi tuntutan mental yang dimiliki pekerja maka
akan mengakibatkan stres kerja menjadi meningkat pada pekerja
tersebut.
34
m. Shift Kerja
Pada umumnya, waktu kerja telah diatur oleh Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi dalam keputusan menteri nomor
KEP.102/MEN/VI/2004, dimana waktu kerja normal untuk hari
kerja yaitu 7 jam/hari (hari ke 1-5), 5 jam/hari (hari ke-6) atau 40
jam/minggu. Sedangkan, untuk 5 hari kerja yaitu 8 jam/hari atau
40 jam/minggu. Apabila waktu kerja lebih dari waktu yang telah
ditetapkan tersebut, ama dihitung sebagai waktu kerja lembur.
Agar dapat beroperasi secara masimal selama 24 jam, maka
perusahaan menerapkan sistem shift kerja dalam proses
produksinya.
Shift kerja merupakan pola pengaturan jam kerja sebagai
pengganti kerja siang hari sebagaimana yang biasa dilakukan,
dimana biasanya dibagi atas kerja pagi, sore, dan malam (Strank,
2005). Adapun definisi lain dari shift kerja adalah suatu cara
mengorganisir waktu kerja harian pada orang lain atau tim yang
berbeda secara berturut-turut untuk waktu kerja yang biasanya 8
jam, dan meliputi waktu keseluruhan 24 jam (Agustin, 2012). Pada
umumnya, shift kerja terdiri atas tiga jenis yaitu, shift pagi, siang,
dan malam. Durasi kerja pada tiap perusahaan dapat berbeda
tergantung jenis serta kebutuhan perusahaan, dimana penerapan
shift dilakukan untuk meningkatkan produktivitas perusahaan.
Akan tetapi, hal tersebut juga dapat memberikan dampak yang
negatif bagi tubuh pekerja.
35
Shift kerja yang bertentangan dengan pola tidur akan berisiko
menimbulkan gangguan baik secara fisik, psikologis maupun
perilaku. Gangguan yang dialami dapat berupa gangguan
pernapasan, detak jantung, tekanan darah, ekskresi urin, mitosis
sel, produksi hormon, dan gangguan irama sirkardian. Shift kerja
terutama pada malam hari akan menyebabkan perubahan kerja,
dimana para pekerja pada malam hari diharuskan lebih aktif pada
waktu malam (Karima, 2014). Penelitian Marchelia (2014)
menyatakan bahwa ada hubungan antara shift kerja dengan stres
kerja dengan P = 0,000.
2.6.2 Faktor Individual
Tiap-tiap individu memiliki ambang stres yang berbeda-beda,
tergantung dari karakteristik individu itu sendiri. Karakteristik seorang
individu akan mempengaruhi kadar stres yang dialaminya. Evayanti
(2003) dikutip dalam Setyani (2013), menyatakan bahwa tidak semua
orang dapat menghadapi sumber stres yang sama akan mengalami stres
kerja karena adanya perbedaan karakteristik individu. Hal ini juga
sejalan dengan pernyataan NIOSH dimana karakteristik individu
merupakan suatu hal yang penting untuk memprediksi apakah
pekerjaan tertentu akan mengakibatkan stres, yang mana dengan kata
lain satu hal yang menyebabkan stres bagi satu orang mungkin tidak
menjadi masalah bagi orang lain (NIOSH, 1999a). Menurut Hurrel &
McLaney (1988), faktor individual terdiri dari umur, jenis kelamin,
masa kerja, status pernikahan, kepribadian tipe A, dan penilaian diri.
36
a. Umur
Umur diartikan sebagai lamanya keberadaan seseorang
yang diukur dalam satuan waktu dipandang dari segi kronologik,
individu normal yang memperlihatkan derajat perkembangan
anatomis, dan fisiologik sama (Nuswantari (1998) dalam
Daniawati 2013). Sedangkan menurut Hoetomo (2005) dalam
Kamus Bahasa Indonesia menyatakan bahwa umur merupakan
lama waktu hidup sejak dilahirkan.
Hubungan antara umur dengan stres memiliki kesamaan
dengan hubungan antara masa kerja dengan stres kerja. Namun
tidak selamanya umur dengan stres kerja dihubungkan dengan
masa kerja. Terdapat beberapa jenis pekerjaan yang sangat
berpengaruh dengan umur, terutama yang berhubungan dengan
sistem indera dan kekuatan fisik. Biasanya pekerja yang memiliki
umur lebih muda memiliki pengelihatan dan pendengaran yang
lebih tajam, serta gerakan yang lebih lincah dan daya tahan tubuh
yang lebih kuat. Namun, untuk beberapa jenis pekerjaan lain,
faktor umur yang lebih tua biasanya memiliki pengalaman dan
pemahaman bekerja lebih banyak. Sehingga pada jenis pekerjaan
tertentu umur dapat menjadi kendala dan dapat memicu
terjadinya stres (Munandar, 2008).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cardiff University
(2000) yang dikutip dalam Suprapto (2008) terhadap faktor
demografi yang mempengaruhi timbulnya stres kerja,
37
disimpulkan bahwa umur memiliki hubungan dengan timbulnya
stres kerja. Dalam penelitian ini, umur dibagi ke dalam 4 kategori,
yaitu usia 18-32 tahun, 33-40 tahun, 41-50 tahun, dan diatas usia
51 tahun. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa usia 41-
50 tahun memiliki persentase terbesar untuk terkena stres tingkat
tinggi (20,8%). Sedangkan untuk kategori umur yang memiliki
persentase terbesar dalam mengalami stres tingkat rendah adalah
usia 18-32 tahun dan usia diatas 51 tahun (83%). Hal ini
disebabkan pada usia awal perkembangan, keadaan emosi
seseorang masih lebih labil. Sedangkan pada usia lanjut, biasanya
daya tahan tubuh seseorang sudah mulai berkurang sehingga
sangat berpotensi untuk terkena stres.
Menurut European Commision for Employment and Social
Affair (1999) dalam Hidayat (2013), pada usia 20-29 tahun
individu berusaha menempatkan diri pada lingkungan sosial yang
berubah dengan cepat, adanya konflik, kebimbangan, dan nilai
sosial. Individu pada usia tersebut juga mulai memasuki masa
bekerja secara formal dan barang tentu mereka memiliki harapan-
harapan yang besar di dalam karirnya, namun apabila dirasakan
ketidaksesuaian dengan kondisi pekerjaan yang dimiliki saat ini,
maka individu tersebut akan merasa tidak puas dan cenderung
mengalami stres.
Menurut Minner (1992) dalam Lutfiyah (2011) pekerja
mungkin menjadi kurang kompeten setelah usai menginjak 40
38
tahun atau lebih. Pengurangan itu cenderung pada tugas yang
menekankan kecepatan, misalnya kecepatan respon otot atau
persepsi visual. Berhubungan dengan kematanga seseorang
secara psikologis maupun fisik. Pekerja yang umumnya lebih tua
sering gagal untuk mempelajari keahlian baru secara besar karena
mereka tidak percaya pengetahuan diperlukan, daripada karena
kurangnya kemampuan mereka.
Menurut Hidayat (2013) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa dari hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,008 yang
menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur dengan stres
kerja. Selain itu, menurut penelitian Aulya (2013) diketahui
bahwa ada hubungan antara umur dengan stres kerja dengan p
=0,012. Sedangkan berdasarkan penelitian Airmayanti (2009)
diketahui bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan stres
kerja.
Adanya hubungan yang bermakna antara umur dengan stres
kerja termasuk faktor yang mempengaruhi stres kerja dapat
disebabkan oleh faktor umur yang lebih muda, biasanya
disebabkan karena pekerja berusia muda biasanya belum
memiliki pengalaman dan pemahaman yang banyak dalam
bekerja, sehingga pada jenis pekerjaan tertentu usia menjadi
pemicu terjadinya stres (Suprapto, 2008).
b. Jenis Kelamin
39
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang dapat
menimbulkan stres di tempat kerja. Menurut ILO (2001),
perempuan lebih berisiko dalam mengalami stres yang dapat
menimbulkan penyakit akibat stres serta tingginya keinginan
untuk meninggalkan pekerjaannya. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan perempuan rentan dalam mengalami stres kerja,
yaitu:
a. Perempuan memiliki peran dominan dalam merawat
keluarga sehingga total beban kerja perempuan lebih tinggi
dibandingkan dengan laki-laki.
b. Tingkatan untuk mengontrol pekerjaan cenderung rendah
karena sebagian besar perempuan menempati jabatan di
bawah laki-laki.
c. Semakin banyaknya perempuan yang menduduki jabatan
pentung.
d. Semakin banyaknya perempuan yang bekerja pada tingkat
stres kerja yang tinggi.
e. Terjadinya ketidakadilan dan diskriminasi dari posisi yang
lebih senior.
Selain itu, respon perempuan dan laki-laki dalam
menghadapi stres cenderung berbeda. Penelitian yang dilakukan
Wichert (2002) menjelaskan bahwa laki-laki cenderung untuk
mengatasi stres yang dialami dengan melakukan perubahan
perilaku seperti merokok, minum alkohol, serta obat-obatan.
40
Sedangkan perempuan cenderung mengatasi stres yang dihadapi
dengan melakukan perubahan secara emosional. Sehingga laki-
laki cenderung mengalami penurunan kualitas kesehatan secara
fisik ketika mengalami stres, sementara wanita mengalami
penurunan kualitas kesehatan secara psikologis.
Penelitian yang dilakukan oleh Antoniou, dkk (2006)
menyatakan bahwa pekerja perempuan mengalami stres kerja
yang lebih tinggi dikarenakan beban kerja dan kelelahan secara
emosional. Penelitian lain yang dilakukan oleh Erlina, dkk (2006)
diketahui bahwa perempuan lebih cenderung mengalami stres
kerja dibandingkan dengan laki-laki dengan persentase 44,1%
untuk stres kerja tinggi. Sedangkan dalam penelitian lain, yang
dilakukan pada perawat tidak ditemukan hubungan antara stres
kerja dengan jenis kelamin (Sukmono, 2013).
c. Status Pernikahan
Status pernikahan dapat pula berpengaruh terhadap
pekerjaan. Individu yang menikah biasanya memiliki tingkat stres
yang lebih rendah dibandingkan dengan individu yang tidak
menikah. Hal ini dikarenakan apabila pekerja mendapat
dukungan dalam karir dari pasangannya maka stres kerja yang
dialaminya akan cenderung berkurang karena adanya dukungan
dari pasangan (Fink, 2010). Namun, pengaruh status pernikahan
terhadap stres akan berpengaruh positif apabila pernikahan
berjalan dengan baik (Karima, 2014).
41
Evayanti (2003) menyatakan bahwa pekerja yang berstatus
menikah, keadaan keluarga dapat menjadi penghambat,
mempercepat, atau menjadi penangkal proses terjadinya stres.
Apabila seseorang memiliki masalah gawat di rumah, maka
kecenderungan untuk mendapatkan stres di tempat kerja akan
lebih besar, begitu pula sebaliknya.
Pernikahan yang tidak bahagia akan lebih mungkin
menimbulkan stres dibandingkan dengan individu yang tidak
menikah. Hasil penelitian Kiecolt-Glaser, dkk (2003)
membuktikan bahwa individu yang bercerai serta individu yang
menikah namun tidak bahagia akan memiliki tingkat stres yang
sama tingginya dibandingkan dengan individu yang memiliki
pernikahan yang bahagia (Ogden, 2012).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Utami (2009)
menunjukkan bahwa adanya hubungan antara status perkawinan
dengan stres kerja dengan p = 0,031. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sukmono (2013) pada perawat
dimana terdapat hubungan antara status perkawinan dengan stres
kerja. Penelitian Vierdelina (2008) dimana dalam penelitiannya
menyatakan bahwa responden yang berstatus telah menikah
mengalami stres kerja sedang sebanyak 55,8%.
d. Masa Kerja
Masa kerja memiliki potensial untuk terjadinya stres kerja.
Baik masa kerja yang sebentar ataupun lama dapat memicu
42
terjadinya stres kerja serta diperberat dengan adanya beban kerja
yang besar (Munandar, 2008). Selain itu, masa jabatan yang
berhubungan dengan stres kerja sangat berkaitan dengan
kejenuhan dalam bekerja. Pekerja yang bekerja diatas 5 tahun
biasanya memilki tingkat kejenuhan yang lebih tinggi daripada
pekerja yang baru bekerja, sehingga dengan adanya tingkat
kejenuhan tersebut dapat menyebabkan stres kerja.
Menurut Wantoro (1999) yang dikutip oleh Rivai (2014)
mengatakan bahwa pekerja dengan masa kerja lebih lama, lebih
memiliki pengalaman yang luas, kematangan berpikir, dan
bersikap sehingga dapat bertindak lebih bijaksana. Semakin lama
masa kerja seseorang maka semakin tinggi pengalamannya di
tempat kerja sehingga semakin tinggi pula kepuasan kerjanya dan
memiliki kemampuan untuk mengatasi berbagai situasi pekerjaan
serta lebih mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan di
sekitarnya.
Budiono (2003) mengatakan bahwa masa kerja dapat
berpengaruh secara positif ataupun negatif. Pengaruh positif
dimana semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin
berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sedangkan akan
memberikan pengaruh negatif apabila semakin lama bekerja
maka akan menimbulkan kebosanan dan kelelahan.
Hasil penelitian Gautama (2008) diketahui bahwa ada
hubungan antara masa kerja dengan stres kerja dengan p = 0,000.
43
Sejalan dengan penelitian Setyani (2013) dimana menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara masa kerja dengan stres kerja
dengan p = 0,034.
e. Kepribadian Tipe A
Kepdibadian adalah keseluruhan cara dimana seorang
individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Salah
satu kepribadian yang ada dalam diri individu adalah kepribadian
tipe A. Individu dengan kepribadian tipe A cenderung memiliki
sifat kompetitif ambisius, tidak sabar, agresif dan sangat kritis.
Selain itu, individu dengan kepribadian tipe ini cenderung lebih
mudah marah sehingga cenderung mengalami permusuhan
dengan lingkungan di sekitarnya (McLeod, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Kristanto, dkk (2007)
menyatakan bahwa kepribadian tipe A merupakan salah satu
faktor yang dapat menyebabkan stres pada indvidu. Selain itu
penelitian Karima (2014) menyatakan kepribadian tipe A
memiliki korelasi positif dengan stres kerja yang artinya semakin
tinggi kepribadian tipe A seseorang maka semakin tinggi tingkat
stres.
f. Penilaian Diri
Penilaian diri merupakan persepsi individu terhadap
kemampuan, keberhasilan dan kelayakan dirinya. Seseorang yang
memiliki konsep diri positif, maka dirinya memiliki penilaian diri
yang tinggi sehingga dapat mengembangkan diri dalam
44
mengahadapi kondisi, situasi, atau peristiwa yang mengganggu
atau mengancam dirinya. Hal ini menyebabkan dirinya terhindar
dalam mengalami stres kerja (Munandar, 2008). Penilitan yang
dilakukan oleh Karima (2014) menyatakan bahwa ada hubungan
antara penilaian diri dengan stres kerja dengan P = 0,007 dan
memiliki korelasi negatif dengan stres kerja dimana ketika
penilaian diri seseorang rendah maka akan meningkatkan
terjadinya stres kerja.
2.6.3 Faktor Di Luar Pekerjaan
Faktor di luar pekerjaan merupakan faktor yang berhubungan
dengan di luar pekerjaan dimana dapat mempengaruhi stres kerja pada
seseorang (Hurrel & McLaney, 1988). Aktivitas di luar pekerjaan dapat
berpengaruh dalam menimbulkan kondisi stres kerja, dimana pada
semua model stres kerja, aktivitas di luar pekerjaan diakui sebagai salah
satu sumber stres bagi pekerja (Hurrell, 1990). Isu-isu tentang keluarga,
krisis kehidupan, kesulitan keuangan, keyakinan pribadi, dan organisasi
yang bertentangan, konflik antara tuntutan kelurga serta tuntutan
perusahaan, dapat merupakan tekanan pada individu dalam
pekerjaannya, sebagaimana dalam pekerjaan memiliki dampak yang
negatif pada kehidupan keluarga dan pribadi (Munandar, 2008). Oleh
karena itu, menghilangkan sumber dari aktivitas di luar pekerjaan
sebaiknya dilakukan agar dapat mencegah menurunnya kepuasan kerja
seseorang serta menghambat perkembangan reaksi stres dari sumber
yang didapat ketika bekerja (Hurrell, 1990).
45
Penelitian Musangadah (2015), menunjukkan bahwa tuntutan
luar pekerjaan berpengaruh positif terhdap stres kerja. Penelitian
Murtiningrum (2005), diketahui bahwa konflik pekerjaan-keluarga
berpengaruh positif terhadap terjadinya stres kerja dengan nilai korelasi
0,533 dimana semakin besar konflik pekerjaan-keluarga maka akan
semakin meningkatkan stres kerja.
2.6.4 Faktor Pendukung
Faktor pendukung adalah kemampuan dan semua sumber yang
diperlukan untuk mengurangi dampak stres terhadap individu.
Dukungan sosial merupakan faktor pendukung yang dapat
mempengaruhi stres kerja seseorang (Hurrel & McLaney, 1988).
Menurut Gibson (1997), dukungan sosial merupakan kesenangan,
bantuan, atau keterangan yang diterima seseorang melalui hubungan,
baik formal, & informal dengan orang lain atau kelompok. Dukungan
sosial yang baik dapat berdampak positif bagi kesehatan pekerja. Hal
ini karena lingkungan yang baik dapat mencegah timbulnya faktor yang
dapat menyebabkan stres. Selain itu, apabila dalam lingkungan kerja
banyak terdapat sumber stres, dukungan sosial dapat menjadi penahan
dampak negatif sumber stres di lingkungan tersebut (Koradecka, 2010).
Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa dukungan sosial
yang rendah dapat meningkatkan risiko kesehatan seperti stres,
penyakit kardiovaskuler, gangguan mental umum, depresi (Eurofound,
2012). Penelitian yang dilakukan oleh Nurazizah (2017) menyatakan
bahwa ada hubungan antara dukungan sosial dengan stres kerja dengan
46
korelasi negatif dimana semakin rendah dukungan sosial maka akan
semakin tinggi stres kerja pada pekerja. Penelitian Setiawan & Sofiana
(2013) di PT. Chanindo Pratama Piyungan Yogyakarta diketahui bahwa
dukungan sosial memiliki peranan terhadap stres kerja dengan p =
0,048. Sementara penelitian Almasitoh (2011) menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan stres kerja dengan P=
0,000 pada perawat di rumah sakit Yogyakarta.
2.7 Pengukuran Stres Kerja
Cox, Griffith, dan Eusebio (2000) mengemukakan beberapa teknik
pengukuran stres yang banyak digunakan dalam studi Amerika Serikat, yang
digolongkan sebagai berikut:
1. Self Report Measure
Cara pengukuran ini merupakan yang paling sering digunakan
dalam penelitian, dimana pengukuran dilakukan dengan menanyakan
intensitas pengalaman baik fisiologis, psikologis maupun perilaku.
Adapun pengukuran ini dengan cara menggunakan kuesioner.
Pengukuran ini terlihat masuk akal untuk menemukan sejauh mana
tingkat stres yang dialami oleh seseorang dengan menanyakan secara
langsung. Selain itu, cara pengukuran ini dapat digunakan dengan mudah
dan cepat.
2. Physiological Measure
Pengukuran ini berusaha untuk melihat perubahan fisik akibat
stres, seperti ketegangan pada otot bahu, leher dan pundak. Cara ini
47
dianggap paling tinggi reabilitasnya, namun sangat tergantung si
pengukur dan pada alat yang digunakan pada saat pengukuran.
3. Biochemical Measure
Teknik pengukuran ini melihat stres melalui respon biokimia pada
individu berupa perubahan kadar hormon katekolamin dan kortikosteroid
setelah pemberian stimulus. Reabilitas cara ini tergolong paling tinggi
namun hasil pengukurannya dapat berubah apabila subjek penelitiannya
adalah perokok, peminum alkohol, dan kopi. Hal ini dikarenakan rokok,
kopi, dan alkohol dapat meningkatkan kadar kedua hormon tersebut
dalam tubuh.
2.8 Instrumen Penelitian
Saat ini penelitian mengenai stres kerja telah banyak dilakukan, dimana
penelitian yang dilakukan tersebut menggunakan berbagai jenis instrumen
penelitian. Berbagai macam instrumen penelitian sudah banyak dibuat yang
telah teruji baik validitas maupun reliabilitasnya. Adapun beberapa macam
isntrumen pengukuran stres kerja akan ditampilkan pada Tabel 2.1 berikut:
48
Tabel 2.1 Instrumen Pengukuran Stres Kerja
Nama Instrumen Penyusun Kelebihan Kekurangan
Quality of worklife
Questionnaire
NIOSH and
Institute for Social
Research at the
University of
Michigan
a. Digunakan untuk menilai faktor
yang berhubungan dengan stres
kerja dan kepuasan kerja
b. Digunakan untuk mengetahui
karakteristik organisasi yang
dikelompokkan dalam tingkat
pekerjaan, budaya/iklim, dampak
kesehatan, dampak lain, dan jam
kerja
a. Hanya mengukur efek stres pada
kesehatan fisik
Job Stress Survey (JSS) Spielberger (1994) a. Digunakan untuk menilai tingkat
keparahan dan frekuensi faktor
lingkungan kerja yang berdampak
pada keadaan psikologis pekerja
a. Faktor penilaian hanya pada
lingkungan kerja dan dampaknya
terhadap perubahan psikologis
b. Validitas dan reliabilitas diragukan
Job Content
Questionnaire
Karasek (1985) a. Dapat digunakan untuk mengukur
risiko kerja yang berhubungan
dengan penyakit jantung
b. Validitas dan reliabilitas kuesioner
telah teruji
a. Hanya terfokus pada penilaian
situasi psikologi dan sosial di
lingkungan kerja.
Life Stressor Checklist-
Revised (LSC-R)
Wolfe dan
Kimerling (1997)
a. Dapat digunakan untuk
mengidentifikasi area yang
membutuhkan intervensi
a. Validitas dan reliabilitas kuesioner
diragukan
The Workplace Stress
Scale
American Institute
of Stress (AIS)
a. Dapat digunakan untuk mengukur
tingkat stres kerja dengan
interpretasi skor yang jelas
a. Hanya dapat digunakan untuk
mengukur sumber stres yang
terdapat di lingkungan kerja
49
b. Sumber stres yang diukur berasal
dari dalam lingkungan kerja
HSE Indicator Tool
(HSE)
Health and Safety
Executive
a. Dapat digunakan untuk
menanggulangi faktor risiko stres
yang berhubungan dengan
pekerjaan
b. Dapat digunakan sebagai instrumen
tunggal atau digabungkan dengan
instrumen lainnya
a. Hanya dapat digunakan untuk
mengukur sumber stres yang
terdapat di lingkungan kerja
b. Hasil temuan dalam instrumen ini
didiskusikan kembali dengan pekerja
serta dilengkapi dengan data
pendukung lainnya.
NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire
Hurrell and
McLaney (1988)
a. Dapat digunakan untuk mengukur
sumber stres yang berasal dari
lingkungan kerja, di luar
lingkungan kerja, serta faktor
pendukung lainnya
b. Dapat digunakan untuk
mengevaluasi stres pada kondisi
akut dan kronis
c. Validitas dan reliabilitas kuesioner
telah teruji
d. Tersedia dalam berbagai bahasa
a. Pertanyaan yang ada dalam
instrumen terlalu banyak
Sumber: APA (2012) dan HSE (2001)
50
Berdasarkan Tabel 2.1 terdapat berbagai instrumen yang dapat
digunakan untuk melakukan pengukuran stres kerja pada pekerja. Namun,
pada penelitian ini peneliti memilih untuk menggunakan NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire. Instrumen NIOSH Generic Job Stress Questionnaire
dipilih dikarenakan instrumen ini dapat mengukur sumber stres kerja dari
berbagai faktor seperti lingkungan kerja, di luar lingkungan kerja, serta faktor
pendukung lainnya. Sementara, instrumen penelitian lainnya hanya
mengukur sumber stres kerja yang berasal dari lingkungan pekerjaan. Selain
itu, instrumen NIOSH Generic Job Stress Questionnaire dipilih karena
memiliki validitas dan reliabilitas yang sudah teruji.
2.9 Pencegahan dan Pengendalian Stres
Menurut Levi (1984) dalam Aulya (2013) upaya pencegahan terhadap
stres kerja dapat dilakukan dengan cara, yaitu:
1. Adanya peraturan tentang identifikasi bahaya kerja di lingkungan kerja
perusahaan, termasuk identifikasi terhadap bahaya psikososial kerja.
2. Program Healthy Life Style antara lain tidak minum minuman beralkohol,
tidak merokok, diet sehat, olahraga, rekreasi, dan lain-lain.
3. Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memikirkan dan
menentukan cara dan peralatan kerjanya, mempunyai wewenang untuk
menghentikan pekerjaan bila berbahaya.
4. Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengembangkan
keterampilannya.
5. Desain kerja yang memungkinkan berlangsungnya interaksi sosial
dengan baik, memberi kesempatan kepada pekerja untuk menentukan
51
variasi tempat kerja, seperti dekorasi ruang kerja, adanya musik, dan lain-
lain untuk menghindari kejenuhan.
6. Pendidikan dan pelatihan bagi pekerja.
7. Sistem penggajian tetap dan tidak menggunakan sistem upah harian.
Selain itu, menurut Mangkunegara (2002) upaya yang dapat dilakukan
untuk mencegah timbulnya stres kerja terkait rutinitas pekerjaan adalah salah
satunya dengan pola harmonis, yaitu dengan kemampuan mengelola waktu
dan kegiatan secara harmonis dan tidak menimbulkan berbagai hambatan.
Dengan pola ini, individu mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan
tantangan dengan cara mengatur waktu secara teratur.
Sementara menurut Munandar (2008), dalam manajemen stres dapat
dilakukan beberapa hal seperti kerekayasaan organisasi, kerekayasaan
kepribadian, teknik penenangan pikiran, maupun teknik penenangan melalui
aktifitas fisik.
a. Kerekayasaan organisasi
Teknik ini dilakukan untuk mengubah lingkungan kerja menjadi
lingkungan kerja yang tidak penuh stres. Lingkungan kerja secara fisik
yang menurut para pekerja dirasakan sebagai pembangkit stres dapat
diatur kembali dengan menganalisa kondisi lingkungan kerja.
b. Kerekayasaan kepribadian
Strategi yang digunakan dalam teknik ini adalah mengupayakan
timbulnya perubahan-perubahan dalam kepribadian individu sehingga
timbulnya stres kerja dapat dicegah dan agar ambang stres dapat menjadi
lebih baik lagi. Apabila pekerja telah mengalami stres yang menimbulkan
52
gangguan terhadap kesehatan mentalnya, maka psikoterapi dapat
diberikan agar kesehatan mental dapat berfungsi kembali secara optimal.
c. Teknik penenangan pikiran
Teknik penenangan pikiran bertujuan untuk mengurangi kegiatan
pikiran, membuat perasaan cemas dan khawatir berkurang, sehingga
pikiran menjadi tenang dan stres akan berkurang.
Teknik ini dilakukan dengan meditasi, pelatihan relaksasi
autogenic maupun pelatihan relaksasi neuromuscular. Pelatihan
relaksasi autogenic fokus pada gambaran perasaan tertentu yang dihayati
bersama dengan terjadinya peristiwa tertentu yang kemudian terkait kuat
dalam ingatan, sehingga timbulnya kenangan tentang peristiwa akan
menimbulkan penghayatan dari gambaran perasaan yang sama. Pelatihan
ini berusaha mengaitkan penghayatan yang menenangkan dengan
kejadian yang menimbulkan dengan kejadian yang menimbulkan
ketegangan, sehingga tubuh terkondisi untuk memberikan penghayatan
yang tetap menenangkan walaupun mengalami kejadian yang
sebelumnya menimbulkan ketegangan.
Sementara, pelatihan relaksasi neuromuscular terdiri dari latihan
sistematis terhadap otot dan komponen-komponen sistem syaraf yang
mengendalikan aktifitas otot, untuk mengurangi ketegangan dalam otot
sehingga dapat mengurangi ketegangan yang nyata dari tubuh.
d. Teknik penenangan melalui aktifitas fisik
Teknik ini bertujuan untuk menggunakan hasil-hasil stres yang
diproduksi oleh ketakutan maupun ancaman, atau mengubah sistem
53
hormon dan syaraf tubuh ke dalam sikap mempertahankan. Selain itu,
tujuan lainnya adalah menurunkan reaktivitas tubuh terhadap stres di
masa mendatang dengan cara mengkodisikan relaksasi. Dan juga
perasaan sehat, tenang, dan ringan yang timbul setelah melakukan
aktifitas fisik.
Aktifitas fisik dapat dilakukan sebelum dan sesudah terjadinya
stres. Aktifitas dapat dilakukan dengan senam kesegaran badan, jogging,
berjalan santai di pagi hari, dan sebagainya, apabila aktifitas fisik
dilakukan secara teratur, dapat membantu kita untuk menjadi lebih tahan
terhadap stres.
2.10 Kerangka Teori
Teori yang digunakan dalam kerangka teori ini mengacu kepada
instrumen NIOSH Generic Job Questionnaire yang diekmbangkan oleh
Hurrel & McLaney (1988) dimana stres kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang telah di jelaskan sebelumnya. Adapun kerangka teori tersebut
digambarkan dalam bagan 2.1 berikut:
54
Faktor Pekerjaan
a. Lingkungan Fisik
b. Konflik Peran
c. Ketaksaan Peran
d. Konflik Interpersonal
e. Ketidakpastian Pekerjaan
f. Kontrol Kerja
g. Kurangnya Kesempatan
Kerja
h. Jumlah Beban Kerja
i. Variasi beban Kerja
j. Tanggung Jawab Terhadap
Pekerja Lain
k. Kemampuan yang Tidak
Digunakan
l. Tuntutan Mental
m. Shift Kerja
Faktor di Luar Pekerjaan
a. Aktivitas di Luar Pekerjaan
Faktor Individual
a. Umur
b. Jenis Kelamin
c. Status Pernikahan
d. Masa Kerja
e. Kepribadian Tipe A
f. Penilaian Diri
Faktor Pendukung
a. Dukungan Sosial
Stres Kerja
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Hurrel dan McLaney (1988)
55
3 BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini, mengacu pada variabel yang akan
diteliti. Adapun variabel independen yang akan diteliti terdiri dari faktor
pekerjaan (lingkungan fisik, konflik peran, ketaksaan peran, konflik
interpersonal, ketidakpastian pekerjaan, kontrol kerja, kurangnya kesempatan
kerja, jumlah beban kerja, variasi beban kerja, tanggung jawab terhadap
pekerja lain, kemampuan yang tidak digunakan, tuntutan mental), faktor di
luar pekerjaan, faktor individual (umur, status pernikahan, masa kerja,
kepribadian tipe A, penilaian diri) dan faktor pendukung (dukungan sosial).
Adapun variabel dependen yang akan diteliti adalah stres kerja.
Adapun variabel seperti jenis kelamin, tidak diteliti hubungan dengan
variabel dependen dikarenakan hasilnya adalah homogen sehingga hanya
dilakukan uji distribusi frekuensi untuk variabel tersebut. Variabel penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam bagan 3.1:
56
Keterangan:
= Tidak diteliti hubungan
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Faktor Pekerjaan
a. Lingkungan Fisik
b. Konflik Peran
c. Ketaksaan Peran
d. Konflik Interpersonal
e. Ketidakpastian Pekerjaan
f. Kontrol Kerja
g. Kurangnya Kesempatan
Kerja
h. Jumlah Beban Kerja
i. Variasi beban Kerja
j. Tanggung Jawab
Terhadap Pekerja Lain
k. Kemampuan yang Tidak
Digunakan
l. Tuntutan Mental
m. Shift Kerja
Faktor di Luar Pekerjaan
a. Aktivitas di Luar Pekerjaan
Faktor Individual
a. Umur
b. Status Pernikahan
c. Masa Kerja
d. Kepribadian Tipe A
e. Penilaian Diri
Faktor Pendukung
a. Dukungan Sosial
Stres Kerja
a. Jenis Kelamin
57
3.2 Definisi Operasional
1. Faktor Dependen
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Dependen
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
1 Stres Kerja Keluhan stres yang dialami pekerja berdasarkan
perubahan secara fisiologis, psikologis, maupun
perilaku.
NIOSH Generic
Job Stress
Questionnaire
Penyebaran dan
Pengisian
Kuesioner
0. Stres (≥ Median atau
1,21)
1. Tidak Stres (<
Median atau 1,21)
Ordinal
2. Faktor Independen
Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Independen
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
1 Umur Lamanya waktu hidup responden dihitung
mulai dari tanggal lahir sampai dilakukannya
penelitian
NIOSH Generic
Job Stress
Questionnaire
Penyebaran dan
Pengisisan
Kuesioner
Umur saat ini
(dalam tahun)
Rasio
2 Jenis Kelamin Perbedaan laki-laki dan perempuan secara
biologis, dan fisiologis dari sejak lahir
NIOSH Generic
Job Stress
Questionnaire
Penyebaran dan
Pengisian
Kuesioner
0. Perempuan
1. Laki-laki
Ordinal
3 Masa Kerja Lamanya seseorang telah bekerja dihitung
mulai dari pertama kali bekerja hingga
dilakukannya penelitian
NIOSH Generic
Job Stress
Questionnaire
Penyebaran dan
Pengisisan
Kuesioner
Lama kerja
(dalam bulan)
Rasio
4 Status
Pernikahan
Keterangan yang menunjukkan riwayat
pernikahan responden yang sesuai dengan
kartu identitas responden
NIOSH Generic
Job Stress
Questionnaire
Penyebaran dan
Pengisian
Kuesioner
0. Tidak Menikah
1. Menikah
Ordinal
58
5 Kepribadian
Tipe A
Kepribadian individu yang cenderung
bersifat kompetitif, ambisius, tidak sabar,
agresif, dan sangat kritis
NIOSH Generic
Job Stress
Questionnaire
Penyebaran dan
Pengisian
Kuesioner
0. Tinggi (≥ Median
atau 3,25)
1. Rendah (< Median
atau 3,25)
Ordinal
6 Penilaian Diri Persepsi individu terhadap kemampuan,
keberhasilan, serta kelayakan dirinya yang
dapat mempengaruhi perilaku individu
tersebut.
NIOSH Generic
Job Stress
Questionnaire
Penyebaran dan
Pengisian
Kuesioner
0. Buruk (≥ Mean atau
3,57)
1. Baik (< Mean atau
3,57)
Ordinal
7 Lingkungan
Fisik
Persepsi responden tentang kebisingan,
pencahayaan, suhu, kelembaban, sirkulasi
udara, polusi udara, pemajanan bahan
berbahaya di lingkungan kerja.
NIOSH Generic
Job Stress
Questionnaire
Penyebaran dan
Pengisian
Kuesioner
0. Buruk (≥ Median
atau 1,30)
1. Baik (< Median atau
1,30)
Ordinal
8 Konflik Peran Tuntutan perusahaan terhadap responden
untuk mampu mengerjakan banyak tugas
secara bersamaan dan diluar ketentuan yang
berlaku.
NIOSH Generic
Job Stress
Questionnaire
Penyebaran dan
Pengisian
Kuesioner
0. Tinggi (≥ Median
atau 3,19)
1. Rendah (< Median
atau 3,19)
Ordinal
9 Ketaksaan
Peran
Kurangnya informasi mengenai pekerjaan
yang harus dilakukan sehingga menimbulkan
ketidakpahaman mengenai pekerjaan yang
harus dilakukan.
NIOSH Generic
Job Stress
Questionnaire
Penyebaran dan
Pengisian
Kuesioner
0. Tinggi (≥ Median
atau 2,42)
1. Rendah (< Median
atau 2,42)
Ordinal
10 Konflik
Interpersonal Permasalahan yang dihadapi antara
responden dengan orang lain seperti rekan
kerja atau atasan akibat interaksi sosial yang
tidak terjalin dengan baik.
NIOSH Generic
Job Stress
Questionnaire
Penyebaran dan
Pengisian
Kuesioner
0. Tinggi (≥ Mean atau
2,10
1. Rendah (< Mean
atau 2,10)
Ordinal
11 Ketidakpastian
Pekerjaan Ketakutan responden terhadap akan
hilangnya pekerjaan dan ancaman bahwa
pekerjaannya tidak diperlukan lagi.
NIOSH Generic
Job Stress
Questionnaire
Penyebaran dan
Pengisian
Kuesioner
0. Tinggi (≥ Median
atau 2,40)
1. Rendah (< Median
atau 2,40)
Ordinal
12 Kontrol Kerja Kurangnya otoritas responden untuk
melakukan kontrol terhadap pekerjaan yang
NIOSH Generic
Job Stress
Questionnaire
Penyebaran dan
Pengisian
Kuesioner
0. Rendah (< Median
atau 3,00)
Ordinal
59
dilakukan maupun hal-hal yang terkait
dengan pekerjaannya
1. Tinggi (≥ Median
atau 3,00)
13 Kurangnya
Kesempatan
Kerja
Rendahnya kesempatan pekerjaan yang
tersedia di perusahaan lain
NIOSH Generic
Job Stress
Questionnaire
Penyebaran dan
Pengisian
Kuesioner
0. Tinggi (≥ Median
atau 4,00)
1. Rendah (< Median
atau 4,00)
Ordinal
14 Jumlah Beban
Kerja Banyaknya jumlah pekerjaan atau tugas-
tugas yang harus dilakukan dan diselesaikan
oleh responden
NIOSH Generic
Job Stress
Questionnaire
Penyebaran dan
Pengisian
Kuesioner
0. Tinggi (≥ Median
atau 3,27)
1. Rendah (< Median
atau 3,27)
Ordinal
15 Variasi beban
Kerja Beragam jenis pekerjaan yang diberikan
kepada responden dengan tuntutan
kemampuan yang berbda-beda.
NIOSH Generic
Job Stress
Questionnaire
Penyebaran dan
Pengisian
Kuesioner
0. Tinggi (≥ Mean atau
3,52)
1. Rendah (< Mean
atau 3,52)
Ordinal
16 Tanggung
Jawab
Terhadap
Pekerja Lain
Tanggung jawab yang harus dilakukan
responden terhadap keamanan dan
keselamatan orang lain.
NIOSH Generic
Job Stress
Questionnaire
Penyebaran dan
Pengisian
Kuesioner
0. Tinggi (≥ Median
atau 2,75)
1. Rendah (< Median
atau 2,75)
Ordinal
17 Kemampuan
yang Tidak
Digunakan
Kemampuan yang dimiliki responden yang
tidak digunakan dalam melakukan kegiatan
pekerjaan.
NIOSH Generic
Job Stress
Questionnaire
Penyebaran dan
Pengisian
Kuesioner
0. Tinggi (≥ Median
atau 2,67)
1. Rendah (< Median
atau 2,67)
Ordinal
18 Tuntutan
Mental
Tuntutan pekerjaan yang berkaitan dengan
kondisi mental seperti emosi.
NIOSH Generic
Job Stress
Questionnaire
Penyebaran dan
Pengisian
Kuesioner
0. Tinggi (≥ Median
atau 3,25)
1. Rendah (< Median
atau 3,25)
Ordinal
19 Shift Kerja Pola pengaturan jam kerja sebagai pengganti
atau tambahan kerja siang hari sebagaimana
yang biasa dilakukan.
NIOSH Generic
Job Stress
Questionnaire
Penyebaran dan
Pengisian
Kuesioner
1. Shift Malam
2. Shift Sore
3. Shift Pagi
Ordinal
60
20 Aktivitas di
Luar Pekerjaan Kegiatan yang dilakukan di luar jam kerja
yang berkaitan dengan keluarga, pendidikan,
maupun kegiatan di dalam masyarakat
NIOSH Generic
Job Stress
Questionnaire
Penyebaran dan
Pengisian
Kuesioner
0. Tinggi (≥ Median
atau 2,00)
1. Rendah (< Median
atau 2,00)
Ordinal
21 Dukungan
Sosial Hubungan sosial responden yang terjalin
dengan orang lain seperti atasan, rekan kerja
ataupun kerabat.
NIOSH Generic
Job Stress
Questionnaire
Penyebaran dan
Pengisian
Kuesioner
0. Tinggi (≥ Mean atau
4,14)
1. Rendah (< Mean
atau 4,14)
Ordinal
61
3.3 Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara faktor pekerjaan (lingkungan fisik, konflik
peran, ketaksaan peran, konflik interpersonal, ketidakpastian pekerjaan,
kontrol kerja, kurangnya kesempatan kerja, jumlah beban kerja, variasi
beban kerja, tanggung jawab terhadap pekerja lain, kemampuan yang
tidak digunakan, tuntutan mental, shift kerja) dengan stres kerja pada
pekerja bagian produksi di PT Indogravure tahun 2017.
2. Terdapat hubungan antara faktor individual (usia, status pernikahan,
masa kerja, kepribadian tipe A, dan penilaian diri) dengan stres kerja
pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure tahun 2017.
3. Terdapat hubungan antara faktor di luar pekerjaan (aktivitas di luar
pekerjaan) dengan stres kerja pada pekerja bagian produksi di PT
Indogravure tahun 2017.
4. Terdapat hubungan antara faktor pendukung (dukungan sosial) dengan
stres kerja pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure tahun 2017.
62
4 BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik kuantitatif yaitu
penelitian yang dilakukan untuk menguji kausal atau determinan suatu
fenomena. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross
sectional yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan setiap
variabel yang diteliti. Desain studi cross sectional digunakan untuk melihat
serta menganalisis hubungan antara faktor risiko dengan efek, dengan cara
pendekatan, observasi atau pengumpulan data pada satu waktu atau dalam
waktu yang bersamaan (Notoadmodjo, 2010).
4.2 Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus - Oktober 2017 dimulai
dari perizinan tempat penelitian, pengambilan data, analisa data, dan
penulisan laporan skripsi. Lokasi penelitian di lakukan pada PT. Indogravure
yang berlokasi di Tangerang Selatan.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi merupakan kumpulan individu dimana hasil suatu
penelitian akan dilakukan generalisasi (Ariawan, 1998). Sementara
Sugiyono (2013) menyatakan bahwa populasi merupakan wilayah
generalisasi berupa objek/subjek yang memiliki kuantitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
ditarik kesimpulannya. Sedangkan menurut Sabri dan Hastono (2006),
63
populasi merupakan keseluruhan dari unit di dalam pengamatan yang
peneliti lakukan. Populasi pada penelitian ini adalah pekerja bagian
produksi di PT Indogravure yang berjumlah 132 orang.
4.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai atau
karakteristiknya diukur dan kemudian dipakai oleh peneliti untuk
menduga karakteristik dari populasi (Sabri dan Hastono, 2006). Adapun
teknik pengambilan sampel yang akan digunakan adalah dengan simple
random sampling yaitu setiap anggota dari populasi mempunyai
kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Adapun cara menghitung
besar sampel menggunakan rumus uji hipotesis 2 proporsi sebagai
berikut:
Keterangan:
n : Besar sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian
𝑍𝛼 : Kesalahan Tipe I ditetapkan sebesar 5 % = 1,96
𝑍𝛽 : Kesalahan Tipe II ditetapkan sebesar 80% = 0,84
P1 : Proporsi kejadian stres kerja pada kelompok berisiko (0,455)
P2 : Proporsi kejadian stres kerja pada kelompok tidak berisiko (0,143)
P : (P1 + P2)/2 (0,299)
Penentuan besar sampel minimal dilihat berdasarkan perhitungan
besar sampel menggunakan nilai P1 dan P2 dari hasil penelitian
64
sebelumnya. Adapun penelitian sebelumnya menggunakan penelitian
Setyani (2013). Sehingga sampel yang didapatkan adalah sebagai
berikut:
{1,96 √2 𝑥 0,299(1 − 0,299) + 0,84 √0,455(1 − 0,455) + 0,143(1 − 0,143)}2
(0,455 − 0,143)2
n masing-masing kelompok = 33
n total = 33 x 2 = 66 orang
Berdasarkan perhitungan besar sampel diperoleh sampel
minimum sebanyak 66 orang dan kemudian ditambahkan dengan sampel
cadangan sebesar 10% sehingga menjadi 73 sampel. Selanjutnya dalam
penyebaran kuesioner di lapangan ditambahkan kembali kuesioner
sehingga berjumlah 93 kuesioner. Namun, setelah dilakukan penyebaran
kuesioner di lapangan, jumlah kuesioner yang berhasil terkumpul dan
dianalisis yaitu sebanyak 76 kuesioner.
4.4 Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan data primer dan sekunder.
4.4.1 Data Primer
Data primer dilakukan dengan cara pengukuran langsung yaitu
dengan penyebaran kuesioner yang telah disusun sebelumnya. Kuesioner
merupakan metode pengumpulan data dengan cara mengadarkan daftar
pertanyaan berupa formulir-formulir untuk diisi oleh responden (Malik,
2016).
65
4.4.2 Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
yang diperoleh dari instansi tempat penelitian seperti profil perusahaan
PT. Indogravure, data pekerja (jumlah pekerja), serta data terkait
lingkungan fisik pada unit produksi PT. Indogravure.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk
pengumpulan data penelitian, berupa kuesioner, formulir observasi, dan
formulir-formulir lain yang berkaitan dengan pencatatan data dan sebagainya
(Notoadmodjo, 2010). Instrumen penelitian yang digunakan adalah NIOSH
Generic Job Questionnaire yang memuat 21 variabel penyebab stres kerja
dan tiga indikator stres berupa gejala perubahan psikologis, fisiologis, dan
perilaku. Adapun penjelasan dari masing-masing variabel yang akan diteliti
adalah sebagai berikut:
1. Stres Kerja
Variabel stres kerja terdiri dari pertanyaan-pertanyaan berupa
perubahan yang terjadi pada responden seperti perubahan fisiologis,
psikologis dan juga perubahan perilaku. Pertanyaan terkait perubahan
pada fisiologis, psikologis dan juga perilaku terdapat pada kuesioner
bagian P hingga R, dimana pertanyaan terkait perubahan fisiologis
terdapat pada kuesioner bagian P1-P17. Adapun pertanyaan terkait
perubahan psikologis dan perilaku terdapat pada kuesioner bagian Q1-
Q20 dan R1-R4.
66
Skoring pada pertanyaan perubahan fisiologis (item pertanyaan
P1-P17) terdiri dari 1 jika tidak pernah, 2 jika jarang, 3 jika kadang-
kadang, 4 jika sering dan 5 jika sangat sering. Selanjutnya skoring
pertanyaan berupa perubahan psikologis (item pertanyaan Q1-Q20)
terdiri dari 0 jika hampir tidak pernah (kurang dari 1 hari), 1 jika jarang
terjadi (sekitar 1-2 hari), 2 jika kadang-kadang terjadi (sekitar 3-4 hari),
dan 3 jika hampir terjadi setiap waktu (sekitar 5-7 hari). Skoring pada
pertanyaan perubahan perilaku (item pertanyaan R1-R4) terdiri dari 2
jika ya dan 1 jika tidak. Kemudian dihitung rata-rata skor pada
responden penelitian dengan membagi total skor jawaban responden
dengan jumlah pernyataan terkait gejala fisiologis, psikologis, dan
perilaku. Begitu seterusnya untuk responden lainnya.
Selanjutnya dilakukan uji normalitas data apakah stres kerja
berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan
bahwa stres kerja tidak berdistribusi normal. Kemudian, stres kerja akan
dibagi menjadi 2 dengan cut off point median populasi penelitian yaitu
stres (≥ median atau 1,21) dan tidak stres (< median atau 1,21).
2. Lingkungan Fisik
Variabel pertanyaan lingkungan fisik terdiri dari 10 pernyataan
yang terdapat pada bagian C1-C10 pada kuesioner. Skoring yang
dilakukan untuk variabel ini terdiri dari dua yaitu 1 jika benar dan 2 jika
salah. Dari 10 pernyataan, terdapat beberapa pernyataan yang memiliki
skor berkebalikan yaitu pernyataan pada C1, C2, C5, C9 dan C10.
Sehingga skoring yang dilakukan untuk pernyataan pada C1, C2, C5,
67
C9, dan C10 menjadi skor 2 jika benar dan skor 1 jika salah. Kemudian
dihitung rata-rata skor pada responden penelitian dengan membagi total
skor jawaban responden dengan jumlah pernyataan terkait lingkungan
fisik. Contoh perhitungannya adalah misal pada responden A menjawab
pertanyaan C1 benar, C2 benar, C3 benar, C4 salah, C5 salah, C6 benar,
C7 salah, C8 benar, C9 salah, C10 benar. Maka skor yang didapatkan
adalah untuk C1= 2, C2= 2, C3= 1, C4= 2, C5= 1, C6= 1, C7= 2, C8=
1, C9= 1, C10= 2, sehingga total yang didapatkan adalah 15 skor.
Kemudian dibagi dengan 10 karena terdapat 10 pertanyaan sehingga
didapatkan rata-rata skor adalah 1,5. Begitu seterusnya untuk responden
lainnya.
Selanjutnya dilakukan uji normalitas data apakah lingkungan
fisik berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan
bahwa lingkungan fisik tidak berdistribusi normal. Kemudian,
lingkungan fisik akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point median
populasi penelitian yaitu buruk (≥ median atau 1,30) dan tidak stres (<
median atau 1,30).
3. Konflik Peran
Variabel konflik peran terdiri dari 8 pernyataan yang terdapat
pada bagian D3, D5, D7, D8, D10, D11, D12, dan D14 dalam
kuesioner. Skoring yang dilakukan untuk variabel ini adalah skor 1 jika
sangat tidak tepat sekali, skor 2 jika sangat tidak tepat, skor 3 jika
kurang tepat, skor 4 jika tidak tepat, skor 5 jika tepat, skor 6 jika sangat
tepat, skor 7 jika sangat tepat sekali. Kemudian dihitung rata-rata skor
68
pada responden penelitian dengan membagi total skor jawaban
responden dengan jumlah pernyataan terkait konflik peran. Contoh
perhitungannya adalah misal pada responden A memiliki skor untuk
D3= 3, D5= 5, D7= 4, D8= 2, D10= 4, D11= 3, D12= 3, D14= 6,
sehingga total skor yang didapatkan oleh responden A adalah 30.
Kemudian dibagi dengan 8 dikarenakan terdapat 8 pernyataan sehingga
rata-rata skor yang didapatkan oleh responden A untuk variabel konflik
peran adalah 3,75. Begitu seterusnya untuk responden lainnya.
Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap
responden, dilakukan uji normalitas data apakah konflik peran
berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan
bahwa konflik peran tidak berdistribusi normal. Kemudian, konflik
peran akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point median populasi
penelitian yaitu tinggi (≥ median atau 3,19) dan rendah (< median atau
3,19).
4. Ketaksaan Peran
Pertanyaan pada variabel ketaksaan peran terdiri dari 6
pernyataan yang terdapat pada bagian D1, D2, D4, D6, D9, dan D13
pada kuesioner. Seluruh pernyataan pada variabel ini memiliki skoring
yang berkebalikan dengan item pernyataan pada variabel konflik peran,
sehingga skoring yang dilakukan adalah skor 7 jika sangat tidak tepat
sekali, skor 6 jika sangat tidak tepat, skor 5 jika kurang tepat, skor 4
jika tidak tepat, skor 3 jika tepat, skor 2 jika sangat tepat, dan skor 1
jika sangat tepat sekali. Kemudian dihitung rata-rata skor pada
69
responden penelitian dengan membagi total skor jawaban responden
dengan jumlah pernyataan terkait ketaksaan peran. Contoh
perhitungannya adalah misal pada responden A memiliki skor untuk
pernyataan D1= 3, D2= 6, D4= 4, D6= 5, D9= 7, D13= 4, sehingga
total skor yang didapatkan adalah 29. Kemudian dibagi dengan 6
dikarenakan terdapat 6 pernyataan sehingga rata-rata skor yang dimiliki
responden A untuk variabel ketaksaan peran adalah 4,83. Begitu
seterusnya untuk responden lainnya.
Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap
responden, dilakukan uji normalitas data apakah ketaksaan peran
berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan
bahwa ketaksaan peran tidak berdistribusi normal. Kemudian,
ketaksaan peran akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point median
populasi penelitian yaitu tinggi (≥ median atau 2,42) dan rendah (<
median atau 2,42).
5. Konflik Interpersonal
Variabel konflik interpersonal terdiri dari 16 pernyataan yang
terdapat pada bagian E1-E16 pada kuesioner. Dari ke-16 item
pernyataan terdapat pernyataan dengan skor yang terbalik yaitu
pernyataan E1, E5, E7, E8, E10, E12, dan E14. Skoring pada item
pernyataan E1, E5, E7, E8, E10, E12, dan E14 adalah skor 5 jika sangat
tidak setuju, skor 4 jika tidak setuju, skor 3 jika netral, skor 2 jika setuju,
dan skor 1 jika sangat setuju. Sementara skoring pada item pernyataan
E2, E3, E4, E6, E9, E11, E13, E15, dan E16 adalah skor 1 jika sangat
70
tidak setuju, skor 2 jika tidak setuju, skor 3 jika netral, skor 4 jika setuju,
dan skor 5 jika sangat setuju.
Kemudian dihitung rata-rata skor pada responden penelitian
dengan membagi total skor jawaban responden dengan jumlah
pernyataan terkait konflik interpersonal. Contoh perhitungannya adalah
misal pada responden A memiliki skor E1= 5, E2= 4, E3= 5, E4= 4,
E5= 2, E6= 3, E7= 2, E8= 3, E9= 4, E10= 5, E11= 2, E12= 1, E13= 3,
E14= 2, E15= 4, E16= 2 sehingga total yang didapatkan adalah 51,
kemudian dibagi 16 karena terdapat 16 pernyataan sehingga rata-rata
skor yang didapatkan adalah 3,19. Begitu seterusnya untuk responden
lainnya.
Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap
responden, dilakukan uji normalitas data apakah konflik interpersonal
berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan
bahwa konflik interpersonal berdistribusi normal. Kemudian, konflik
interpersonal akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point mean populasi
penelitian yaitu tinggi (≥ mean atau 2,10) dan rendah (< mean atau
2,10).
6. Ketidakpastian Pekerjaan
Variabel ketidakpastian pekerjaan terdiri dari lima pertanyaan
yang terdapat pada bagian F1-F5 pada kuesioner. Seluruh pernyataan
dalam variabel ini memiliki skoring yang berkebalikan sehingga
skoring yang dilakukan pada variabel ini adalah skor 5 jika sangat tidak
yakin, skor 4 jika tidak yakin, skor 3 jika cukup yakin, skor 2 jika yakin
71
dan skor 1 jika sangat yakin. Kemudian dihitung rata-rata skor pada
responden penelitian dengan membagi total skor jawaban responden
dengan jumlah pernyataan terkait ketidakpastian pekerjaan. Begitu
seterusnya untuk responden lainnya.
Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap
responden, dilakukan uji normalitas data apakah ketidakpastian
pekerjaan berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas
menunjukkan bahwa ketidakpastian pekerjaan tidak berdistribusi
normal. Kemudian, ketidakpastian pekerjaan akan dibagi menjadi 2
dengan cut off point median populasi penelitian yaitu tinggi (≥ median
atau 2,40) dan rendah (< median atau 2,40).
7. Kontrol Kerja
Variabel kontrol kerja terdiri dari 16 pertanyaan yang terdapat
pada bagian G1-G16 pada kuesioner. Skoring yang dilakukan adalah
skor 1 jika sangat kecil, skor 2 jika kecil, skor 3 jika cukup besar, skor
4 jika besar dan skor 5 jika sangat besar. Kemudian dihitung rata-rata
skor pada responden penelitian dengan membagi total skor jawaban
responden dengan jumlah pernyataan terkait kontrol kerja. Begitu
seterusnya untuk responden lainnya.
Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap
responden, dilakukan uji normalitas data apakah kontrol kerja
berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan
bahwa kontrol kerja tidak berdistribusi normal. Kemudian, kontrol
kerja akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point median populasi
72
penelitian yaitu rendah (< median atau 3,00) dan tinggi (≥ median atau
3,00).
8. Kurangnya Kesempatan Kerja
Variabel kurangnya kesempatan kerja terdiri dari empat
pertanyaan yang terdapat pada bagian H1-H4 pada kuesioner. Skoring
yang dilakukan adalah skor 1 jika sangat mudah, skor 2 jika mudah,
skor 3 jika cukup mudah, skor 4 jika sulit, dan skor 5 jika sangat sulit.
Kemudian dihitung rata-rata skor pada responden penelitian dengan
membagi total skor jawaban responden dengan jumlah pernyataan
terkait kurangnya kesempatan kerja kerja. Begitu seterusnya untuk
responden lainnya.
Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap
responden, dilakukan uji normalitas data apakah kurang kesempatan
kerja berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan
bahwa kurang kesempatan kerja tidak berdistribusi normal. Kemudian,
kurang kesempatan kerja akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point
median populasi penelitian yaitu tinggi (≥ median atau 4,00) dan rendah
(< median atau 4,00).
9. Jumlah Beban Kerja
Variabel jumlah beban kerja terdiri dari 11 pertanyaan yang
terdapat pada bagian I1-I4 dan J1-J7 pada kuesioner. Skoring yang
dilakukan adalah skor 1 jika tidak ada, skor 2 jika tidak terlalu banyak,
skor 3 jika agak banyak, skor 4 jika banyak dan skor 5 jika sangat
banyak. Namun, terdapat beberapa item pertanyaan yang memiliki skor
73
yang berkebalikan, yaitu item pertanyaan J1, J2, J5 dan J7, sehingga
skoring yang dilakukan adalah skor 5 jika tidak ada, skor 4 jika tidak
terlalu banyak, skor 3 jika agak banyak, skor 2 jika banyak, dan skor 1
jika sangat banyak. Kemudian dihitung rata-rata skor pada responden
penelitian dengan membagi total skor jawaban responden dengan
jumlah pernyataan terkait jumlah beban kerja. Adapun contoh
perhitungan yang dilakukan adalah misal pada responden A memilki
skor I1= 2, I2= 3, I3= 5, I4= 4, J1= 2, J2= 3, J3= 4, J4=4, J5= 5, J6= 2,
J7= 1 sehingga total skor yang didapatkan adalah 35. Selanjutnya dibagi
dengan 11 dikarenakan terdapat 11 pernyataan sehingga rata-rata skor
yang didapatkan responden A adalah 3,18. Begitu seterusnya untuk
responden lainnya.
Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap
responden, dilakukan uji normalitas data apakah jumlah beban kerja
berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan
bahwa jumlah beban kerja tidak berdistribusi normal. Kemudian,
jumlah beban kerja akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point median
populasi penelitian yaitu tinggi (≥ median atau 3,27) dan rendah (<
median atau 3,27).
10. Variasi Beban Kerja
Variabel variasi beban kerja terdiri dari tujuh pertanyaan yang
terdapat pada bagian I1-I7 pada kuesioner. Skoring yang dilakukan
adalah skor 1 jika tidak pernah, skor 2 jika jarang, skor 3 jika kadang-
kadang, skor 4 jika sering, dan skor 5 jika sangat sering. Kemudian
74
dihitung rata-rata skor pada responden penelitian dengan membagi total
skor jawaban responden dengan jumlah pernyataan terkait variasi beban
kerja. Begitu seterusnya untuk responden lainnya.
Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap
responden, dilakukan uji normalitas data apakah variasi beban kerja
berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan
bahwa variasi beban kerja berdistribusi normal. Kemudian, variasi
beban kerja akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point mean populasi
penelitian yaitu tinggi (≥ mean atau 3,52) dan rendah (< mean atau
3,52).
11. Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain
Variabel tanggung jawab terhadap pekerja lain terdiri dari empat
pertanyaan yang terdapat pada bagian J8-J11 pada kuesioner. Skoring
yang dilakukan adalah skor 1 jika tidak ada, skor 2 jika tidak terlalu
banyak, skor 3 jika agak banyak, skor 4 jika banyak dan skor 5 jika
sangat banyak. Kemudian dihitung rata-rata skor pada responden
penelitian dengan membagi total skor jawaban responden dengan
jumlah pernyataan terkait tanggung jawab terhadap pekerja lain. Begitu
seterusnya untuk responden lainnya.
Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap
responden, dilakukan uji normalitas data apakah tanggung jawab
terhadap pekerja lain berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji
normalitas menunjukkan bahwa tanggung jawab terhadap pekerja lain
tidak berdistribusi normal. Kemudian, tanggung jawab terhadap pekerja
75
lain akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point median populasi
penelitian yaitu tinggi (≥ median atau 2,75) dan rendah (< median atau
2,75).
12. Kemampuan yang Tidak Digunakan
Variabel kemampuan yang tidak digunakan terdiri dari tiga
pertanyaan yang terdapat pada bagian I8-I10 dalam kuesioner. Variabel
ini memiliki skoring yang berkebalikan, sehingga skoring yang
dilakukan adalah skor 5 jika tidak pernah, skor 4 jika jarang, skor 3 jika
kadang-kadang, skor 2 jika sering, dan skor 1 jika sangat sering.
Kemudian dihitung rata-rata skor pada responden penelitian dengan
membagi total skor jawaban responden dengan jumlah pernyataan
terkait kemampuan yang tidak digunakan. Begitu seterusnya untuk
responden lainnya.
Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap
responden, dilakukan uji normalitas data apakah kemampuan yang
tidak digunakan berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas
menunjukkan bahwa kemampuan yang tidak digunakan tidak
berdistribusi normal. Kemudian, kemampuan yang tidak digunakan
akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point median populasi penelitian
yaitu tinggi (≥ median atau 2,67) dan rendah (< median atau 2,67).
13. Tuntutan Mental
Variabel tuntutan mental terdiri dari lima pertanyaan yang
terdapat pada bagian K1-K5 dalam kuesioner. Skoring yang dilakukan
adalah skor 1 jika sangat setuju, skor 2 jika agak setuju, skor 3 jika agak
76
tidak setuju, skor 4 jika sangat tidak setuju. Terdapat item pertanyaan
yang memilki skor yang berkebalikan yaitu K1, K2, dan K3 sehingga
skoring yang dilakukan adalah skor 4 jika sangat setuju, skor 3 jika agak
setuju, skor 2 jika agak tidak setuju, dan skor 1 jika sangat tidak setuju.
Setelah itu, dihitung rata-rata skor pada responden penelitian
dengan membagi total skor jawaban responden dengan jumlah
pernyataan terkait tuntutan mental. Adapun contoh perhitungan yang
dilakukan adalah misal pada responden A memilki skor K1= 2, K2= 3,
K3= 4, K4= 2, K5=5, sehingga total skor yang dihasilkan adalah 16.
Kemudian dibagi dengan 5 dikarenakan terdapat 5 pernyataan sehingga
rata-rata skor yang didapatkan oleh responden A adalah 3,2. Begitu
seterusnya untuk responden lainnya.
Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap
responden, dilakukan uji normalitas data apakah tuntutan mental
berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan
bahwa tuntutan mental tidak berdistribusi normal. Kemudian, tuntutan
mental akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point median populasi
penelitian yaitu tinggi (≥ median atau 3,25) dan rendah (< median atau
3,25).
14. Shift Kerja
Variabel shift kerja terdiri dari dua pertanyaan yang terdapat pada
bagian B2 dan B3 dalam kuesioner. Adapun hasil ukur variabel shift
kerja adalah:
1. Shift Malam
77
2. Shift Siang
3. Shift Pagi
15. Umur
Variabel umur diukur dari responden lahir hingga waktu
dilakukannya penelitian (ulang tahun terakhir). Hasil ukur pada
variabel umur adalah umur responden (dalam tahun).
16. Jenis Kelamin
Variabel jenis kelamin dilihat dari perbedaan secara biologis dan
fisiologis pada laki-laki dan perempuan. Adapun hasil ukur variabel
jenis kelamin adalah:
1. Perempuan
2. Laki-laki
17. Masa Kerja
Variabel masa kerja dilihat dari berapa lama waktu yang telah
dilalui pekerja sejak bekerja di PT. Indogravure. Hasil ukur variabel ini
adalah lama masa kerja responden dalam bulan.
18. Status Pernikahan
Variabel status pernikahan merupakan keterangan yang
menunjukkan riwayat pernikahan pada responden sesuai dengan yang
tertera pada kartu identitas responden. Hasil ukur pada variabel ini
adalah:
1. Tidak menikah
2. Menikah
78
19. Kepribadian Tipe A
Variabel kepribadian tipe A terdiri dari 20 pernyataan dimana
terdapat pada bagian O1-O20 pada kuesioner. Skoring yang dilakukan
adalah skor 1 jika sangat tidak tepat, skor 2 jika tidak tepat, skor 3 jika
tidak tahu, skor 4 jika tepat dan skor 5 jika sangat tepat.
Dari 20 pernyataan tersebut, terdapat beberapa pernyataan yang
memiliki skor berkebalikan, yaitu pada O3, O6, O8, O9, O11, O12,
O14, O15, O16, O18, sehingga skoring yang dilakukan adalah skor 5
jika sangat tidak tepat, skor 4 jika tidak tepat, skor 3 jika tidak tahu,
skor 2 jika tepat, skor 1 jika sangat tepat. Kemudian dihitung rata-rata
skor pada responden penelitian dengan membagi total skor jawaban
responden dengan jumlah pernyataan terkait kepribadian tipe A. Begitu
setersunya untuk responden lainnya.
Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap
responden, dilakukan uji normalitas data apakah kepribadian tipe A
berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan
bahwa kepribadian tipe A tidak berdistribusi normal. Kemudian,
kepribadian tipe A akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point median
populasi penelitian yaitu tinggi (≥ median atau 3,25) dan rendah (<
median atau 3,25).
20. Penilaian Diri
Variabel penilaian diri terdiri dari 10 pernyataan yang terdapat
pada bagian L1-L10 dalam kuesioner. Skoring yang dilakukan adalah
skor 1 jika sangat tidak setuju, skor 2 jika tidak setuju, skor 3 jika netral,
79
skor 4 jika setuju, dan skor 5 jika sangat setuju. Dari 10 pernyataan,
terdapat beberapa pernyataan dengan skor berkebalikan yaitu pada pada
L2, L3, L6, L7, dan L9 ssehingga skor yang dilakukan adalah 5 jika
sangat tidak setuju, skor 4 jika tidak setuju, skor 3 jika netral, skor 2
jika setuju, dan skor 1 jika sangat setuju. Kemudian dihitung rata-rata
skor pada responden penelitian dengan membagi total skor jawaban
responden dengan jumlah pernyataan terkait penilaian diri. Begitu
seterusnya untuk responden lainnya.
Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap
responden, dilakukan uji normalitas data apakah penilaian diri
berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan
bahwa penilaian diri berdistribusi normal. Kemudian, penilaian diri
akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point mean populasi penelitian
yaitu buruk (≥ mean atau 3,57) dan baik (< mean atau 3,57).
21. Aktivitas di Luar Pekerjaan
Variabel aktivitas di luar pekerjaan terdiri dari 7 pertanyaan yang
terdapat pada bagian M1-M7 dalam kuesioner. Skoring yang dilakukan
adalah skor 1 jika ya dan skor 0 jika tidak. Kemudian dihitung rata-rata
total skor pada responden penelitian dengan menjumlahkan skor
jawaban responden sejumlah pertanyaan yang ada kemudian dibagi
dengan jumlah responden penelitian. Begitu seterusnya untuk
responden lainnya.
Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap
responden, dilakukan uji normalitas data apakah aktivitas di luar
80
pekerjaan berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas
menunjukkan bahwa aktivitas di luar pekerjaan tidak berdistribusi
normal. Kemudian, aktivitas di luar pekerjaan akan dibagi menjadi 2
dengan cut off point median populasi penelitian yaitu tinggi (≥ median
atau 2,00) dan rendah (< median atau 2,00).
22. Dukungan Sosial
Variabel dukungan sosial terdiri dari 12 pertanyaan dimana
terdapat pada bagiam N1-N12 dalam kuesioner. Skoring yang
dilakukan adalah 1 jika tidak pernah bercerita masalah pribadi, skor 2
jika tidak membantu, skor 3 jika jarang membantu, skor 4 jika kadang
membantu, dan skor 5 jika sangat membantu. Kemudian dihitung rata-
rata skor pada responden penelitian dengan membagi total skor jawaban
responden dengan jumlah pernyataan terkait dukungan sosial. Begitu
seterusnya pada responden lainnya.
Selanjutnya setelah didapatkan seluruh rata-rata pada tiap-tiap
responden, dilakukan uji normalitas data apakah dukungan sosial
berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan
bahwa dukungan sosial berdistribusi normal. Kemudian, dukungan
sosial akan dibagi menjadi 2 dengan cut off point mean populasi
penelitian yaitu tinggi (≥ mean atau 4,14) dan rendah (< mean atau
4,14).
Setiap item pertanyaan dalam kuesioner ini menggunakan poin skala
likert yang berbeda-beda, dimana terdapat item dengan skala empat poin
skala likert, lima poin skala likert, dan tujuh poin skala likert. Berikut
81
merupakan contoh pemberian skoring untuk pertanyaan dengan 5 poin skala
likert seperti dalam Tabel 4.1:
Tabel 4.1 Skoring Instrumen NIOSH Generic Job Stress Questionnaire
Sangat
tidak
setuju
Tidak
setuju
Netral Setuju Sangat
setuju
Skor item
positif
1 2 3 4 5
Skor item
negatif
5 4 3 2 1
Contoh skoring yang akan dilakukan yaitu pada variabel ketidakpastian
pekerjaan yang memiliki 5 pertanyaan. Untuk variabel tersebut hitung rata-
rata nilai yang didapatkan pada satu orang, yaitu:
F1 + F2 + F3 + F4 + F5/5
Hitung rata-rata setiap responden pada tiap variabel penelitian. Selanjutnya
dilakukan uji normalitas data untuk melihat kenormalan data pada masing-
masing variabel. Kemudian tiap variabel diketagorikan menjadi dua dengan
cut off point mean atau median populasi penelitian. Apabila data berdistribusi
normal maka cut off point adalah mean populasi penelitian, sementara apabila
data tidak berdistribusi normal maka cut off point adalah median populasi
penelitian.
4.6 Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
4.6.1 Validitas
Validitas merupakan indeks yang digunakan untuk menunjukkan
alat ukur dapat mengukur objek secara tepat atau tidak. Pengujian
validitas kuesioner dilakukan untuk mengetahui item kuesioner yang
valid maupun yang tidak valid. Item kuesioner yang tidak valid tidak
82
dapat digunakan untuk dilakukan pengukuran dan pengujian dalam
penelitian. Pengujian validitas dapat menggunakan rumus statistik
koefisien korelasi product moment. Hasil analisis yang didapatkan lalu
dibandingkan dengan tabel r. Item pertanyaan dapat dianggap valid
apabila hasil perhitungan statistik > r tabel dan begitu juga sebaliknya
(Notoadmodjo, 2010).
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
kuesioner baku yang dikembangkan oleh NIOSH, dimana kuesioner ini
diadaptasi dari berbagai skala yang memiliki validitas serta realibilitas
yang dapat dipercaya sehingga dapat digunakan untuk mengukur stres
kerja pada berbagai jenis pekerjaan (HSE, 2001).
4.6.2 Reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan kekonsistensian kuesioner dalam
menghasilkan informasi yang sama ketika digunakan berkali-kali untuk
mengukur variabel yang sama (Lapau, 2013). Pengujian reliabilitas salah
satunya dapat dilakukan dengan menggunakan rumus statistik Alpha
Cronbach. Hasil analisa reliabilitas selanjutnya akan dibandingkan
dengan tabel r Product Moment. Apabila hasil perhitungan statistik >
nilai tabel r Product Moment maka alat ukur yang digunakan dinyatakan
reliabel begitupun sebaliknya (Notoadmodjo, 2010). Sedangkan menurut
Budiharto (2008), instrumen dikatakan reliabel jika diperoleh nilai Alpha
Cronbach minimal 0,6.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan
kuesioner NIOSH Generic Job menunjukkan hasil reliabilitas sebesar
83
lebih dari 0,7 (Kazronian dkk, 2013), 0,84 (Karima, 2014), dan 0,775
(Nurazizah, 2017). Sedangkan hasil uji reliabilitas kuesioner yang telah
dilakukan, adalah 0,649.
4.7 Manajemen Data
Seluruh data primer yang telah terkumpul akan dilakukan pengolahan
data, dimana akan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak untuk
menganalisis data statistik yang meliputi proses kegiatan data coding, editing,
entry, dan cleaning.
4.7.1 Data Coding (Mengkode Data)
Merupakan kegiatan mengklasifikasikan data dan memberikan
kode atau merubah bentuk kode dari bentuk kata menjadi angka, angka
menjadi kata, atau merubah angka menjadi bentuk angka yang lain untuk
masing-masing kelas atau kategori sesuai dengan tujuan
dikumpulkannya data agar memudahkan dalam proses entry data dan
pengolahan data. Kegiatan ini sudah dilakukan pada saat membuat
instrumen penelitian yaitu kuesioner. Adapun kode variabel pada
kuesioner penelitian akan ditampilkan pada Tabel 4.3 berikut ini:
Tabel 4.2 Daftar Kode Variabel
No Variabel Kode
1 Informasi Pribadi A1 – A3
2 Informasi Pekerjaan Umum B1 – B4
3 Lingkungan Fisik C1 – C10
4 Konflik Peran D3, D5, D7, D8, D10,
D11, D12, D14
5 Ketaksaan Peran D1, D2, D4, D6, D9,
D13
6 Konflik Interpersonal E1 – E16
7 Ketidakpastian Pekerjaan F1 – F5
8 Kontrol Kerja G1 – G16
9 Kesempatan Kerja H1 – H4
84
10 Jumlah Beban Kerja I1 – I4; J1 -J7
11 Variasi Beban Kerja I1 – I7
12 Kemampuan yang Tidak Digunakan I8 – I10
13 Tanggung Jawab J8 – J11
14 Tuntutan Mental K1 – K5
15 Penilaian Diri L1 – L10
16 Aktivitas di Luar Pekerjaan M1 – M8
17 Dukungan Sosial N1 – N12
18 Kepribadian Tipe A O1 – O20
19 Stres Kerja (Perubahan Fisiologis,
Psikologis, dan Perilaku)
P1 – P17;
Q1 – Q20;
R1 – R4
4.7.2 Data Editing (Menyunting Data)
Merupakan proses penyuntingan yang dilakukan sebelum proses
pemasukan data. Pada tahap ini, dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan
ketepatan dalam pengisian lembar kuesioner. Pemeriksaan akan
dilakukan dilapangan apabila masih terdapat pertanyaan yang kosong,
maka peneliti akan menanyakan kembali kepada responden terkait.
4.7.3 Data Entry (Memasukkan Data)
Setelah dilakukan pengkodean dan kuesioner telah diisi oleh
responden, langkah selanjutnya adalah melakukan proses entry data atau
proses memasukkan data menggunakan perangkat lunak (software) pada
komputer sesuai dengan pengkodean yang telah ditetapkan agar data
dapat dianalisis.
4.7.4 Data Cleaning (Membersihkan Data)
Kegiatan pengecekkan data setelah data di masukkan atau di entry
yang bertujuan untuk mengecek kembali apakah terdapat data yang
belum di masukkan atau sudah namun salah. Proses cleaning terdiri dari
mengetahui missing data, variasi data, dan konsistensi data
85
4.8 Analisa Data
Analisa data yang dilakukan dengan menggunakan program aplikasi
(software) statistik. Adapun analisa data yang dilakukan adalah analisa
univariat, analisa bivariat.
4.8.1 Analisa Univariat
Analisa univariat bertujuan untuk melihat distribusi frekuensi
variabel dari masing-masing variabel yaitu variabel dependen (stres
kerja) serta variabel variabel independen (faktor lingkungan, faktor
individual, faktor di luar pekerjaan, faktor pendukung) pada penelitian
ini.
Pada variabel numerik, sebelum analisa lanjut dilakukan maka
harus dilakukan pengujian normalitas data (Sugiyono, 2013). Untuk
mengetahui kenormalan data dilakukan tes (uji) normalitas dengan
ketentuan jika probabilitas atau asymp. Sig (2-tailed) atau nilai
signifikansi > 0,05 maka distribusi data adalah normal (Sujianto, 2007).
Adapun jenis uji yang akan dilakukan pada analisa univariat akan
ditampilkan pada Tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.3 Jenis Uji Variabel pada Analisa Univariat
Variabel Jenis Data Jenis Uji
Stres Kerja Kategorik Uji Proporsi
Faktor Pekerjaan
Lingkungan Fisik Kategorik Uji Proporsi
Konflik Peran Kategorik Uji Proporsi
Ketaksaan Peran Kategorik Uji Proporsi
Konflik Interpersonal Kategorik Uji Proporsi
Ketidakpastian Pekerjaan Kategorik Uji Proporsi
Kontrol Kerja Kategorik Uji Proporsi
86
Variabel Jenis Data Jenis Uji
Kurangnya Kesempatan
Kerja Kategorik Uji Proporsi
Jumlah Beban Kerja Kategorik Uji Proporsi
Variasi beban Kerja Kategorik Uji Proporsi
Tanggung Jawab Terhadap
Pekerja Lain Kategorik Uji Proporsi
Kemampuan yang Tidak
Digunakan Kategorik Uji Proporsi
Tuntutan Mental Kategorik Uji Proporsi
Shift Kerja Kategorik Uji Proporsi
Faktor Individual
Umur Numerik Perhitungan Rata-Rata
Masa Kerja Numerik Perhitungan Rata-Rata
Jenis Kelamin Kategorik Uji Proporsi
Status Pernikahan Kategorik Uji Proporsi
Kepribadian tipe A Kategorik Uji Proporsi
Penilaian Diri Kategorik Uji Proporsi
Faktor Di Luar Pekerjaan
Aktivitas di Luar Pekerjaan Kategorik Uji Proporsi
Faktor Pendukung
Dukungan Sosial Kategorik Uji Proporsi
4.8.2 Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk memperoleh gambaran antara
variabel-variabel yang berhubungan dengan stres kerja. Adapun uji
statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi-square dan
uji Mann Whitney.
Untuk mencari hubungan antara variabel 2 kategorik (stres kerja)
dengan variabel numerik (umur dan masa kerja) dalam penelitian ini akan
dilakukan uji Mann-Whitney, dengan derajat kemaknaan 5% untuk
melihat hubungannya. Uji Mann Whitney digunakan karena data numerik
87
yaitu umur dan masa kerja tidak berdistribusi normal. Sementara untuk
mencari hubungan antara variabel kategorik dengan variabel kategorik
maka akan dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square.
Untuk mengetahui hubungan antara tiap variabel independen
dengan variabel dependen, maka dilihat p-value. Apabila p-value ≤ 0,05
maka dua variabel tersebut dikatakan berhubungan dan apabila p-value
> 0,05 maka dua variabel tersebut dikatakan tidak berhubungan.
88
5 BAB V
HASIL
5.1 Gambaran Umum PT. Indogravure
5.1.1 Profil PT. Indogravure
PT. Indogravure adalah perusahaan yang bergerak di bidang
industri kemasan plastik. Dalam proses produksi, PT. Indogravure
menggunakan berbagai jenis mesin produksi Rotogravure untuk
menunjang hasil cetakan yang optimal.
PT. Indogravure merupakan perusahaan yang didirikan pada
dengan Akte Pendirian No. 21 Tanggal 2 November 1971 dan
berkedudukan di Desa Rempoa, Ciputat. Perusahaan ini diprakarsai oleh
Bapak Sunarto Prawirosujanto. PT. Indgravure memproduksi produk
kemasan fleksibel (Flexible Packaging) dan meruoakan perusahaan
pertama di Indonesia yang memproduksi Laminated Aluminium Foil,
Polycellonium, Polycello, Polypanium Foil berikut percetakannya serta
merupakan perusahaan percetakan pertama yang menggunakan mesin
cetak Rotogravure.
Pada saat awal berdiri, perusahaan ini telah mampu memproduksi
beraneka ragam bentuk kemasan, diantaranya bahan dasar aluminium
foil dan cellophane. Dalam hal pelayanan kepada pelanggan, PT.
Indogravure dapat membantu pelanggan dalam merancang bentuk
kemasannya, selain itu dalam membuat kemasan, PT. Indogravure
mernggunakan bahan dasar terbaik dengan menggunakan mesin
teknologi terbaru.
89
Adapun dalam kegiatannya, PT. Indogravure berbatasan dengan
beberapa wilayah. Adapun wilayah yang berbatasan dengan perusahaan
PT. Indogravure adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Pemukiman Warga
Sebelah Timur : Kantor Kelurahan Rempoa
Sebelah Selatan : Jalan Pahlawan
Sebelah Barat : Pemukiman warga
5.1.2 Visi dan Misi Perusahaan
PT. Indogravure selalu melakukan peningkatan usahanya agar
tetap menjadi yang terbaik. Untuk mencapai komitmen ini, semua
karyawan berpedoman akan prinsip. Adapun visi dan misi dari
perusahaan PT. Indogravure adalah sebagai berikut:
1. Visi
Menjadi produsen flexible packaging terkemuka yang
kompetitif dan berwawasan lingkungan serta memberikan
kesejahteraan dan nilai tambah bagi semua stakeholders.
2. Misi
1. Memproduksi flexible packaging yang bermutu secara efektif dan
efisien.
2. Selalu meningkatkan kompetensi sumber daya manusia sesuai
dengan perkembangan IPTEK, khusunya dalam bidang Flexible
Packaging.
3. Melaksanakan proses produksi dengan memperhatikan K3 dan
kelestarian lingkungan.
90
5.2 Analisis Univariat
5.2.1 Gambaran Stres Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017
Gambaran mengenai stres kerja pada pekerja produksi di PT.
Indogravure tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut:
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Stres Kerja pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Stres Kerja Jumlah (n) Persentase
(%)
Stres 39 51,3
Tidak Stres 37 48,7
Jumlah 76 100
Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa responden yang
mengalami stres kerja sedikit lebih banyak dibandingkan dengan
responden yang tidak mengalami stres kerja.
5.2.2 Gambaran Faktor Pekerjaan pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017
5.2.2.1 Distribusi Lingkungan Fisik
Distribusi lingkungan fisik berdasarkan persepsi responden dapat
dilihat pada Tabel 5.2 berikut:
Tabel 5.2 Distribusi Lingkungan Fisik di Bagian Produksi PT.
Indogravure Tahun 2017
Lingkungan
Fisik
Jumlah (n) Persentase
(%)
Buruk 48 63,2
Baik 28 36,8
Jumlah 76 100
91
Berdasarkan Tabel 5.2 diketahui bahwa sebagian besar responden
menganggap area kerja di Bagian Produksi PT. Indogravure tergolong
buruk dengan persentase 63,2%.
5.2.2.2 Distribusi Konflik Peran
Berdasarkan hasil penelitian, distribusi konflik peran yang
dirasakan pekerja di Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat pada
Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Distribusi Konflik Peran Pada Pekerja Bagian Produksi
di PT. Indogravure Tahun 2017
Konflik
Peran
Jumlah (n) Persentase
(%)
Tinggi 38 50,0
Rendah 38 50,0
Jumlah 76 100
Berdasarkan Tabel 5.3 diketahui bahwa responden yang
menganggap bahwa konflik peran yang dialami tinggi sama dengan
responden yang menganggap bahwa konflik peran yang dialami rendah
dengan persentase 50%.
5.2.2.3 Distribusi Ketaksaan Peran
Berdasarkan hasil penelitian, distribusi ketaksaan peran yang
dirasakan pekerja di Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat pada
Tabel 5.4.
92
Tabel 5.4 Distribusi Ketaksaan Peran Pada Pekerja Bagian Produksi
di PT. Indogravure Tahun 2017
Ketaksaan
Peran
Jumlah (n) Persentase
(%)
Tinggi 38 50,0
Rendah 38 50,0
Jumlah 76 100
Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa responden yang
menganggap bahwa ketaksaan peran yang dialami tinggi sama dengan
responden yang menganggap bahwa konflik peran yang dialami rendah
dengan persentase 50%.
5.2.2.4 Distribusi Konflik Interpersonal
Berdasarkan hasil penelitian, distribusi konflik interpersonal yang
dirasakan pekerja di Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat pada
Tabel 5.5.
Tabel 5.5 Distribusi Konflik Interpersonal Pada Pekerja Bagian Produksi
di PT. Indogravure Tahun 2017
Konflik
Interpersonal
Jumlah (n) Persentase
(%)
Tinggi 39 51,3
Rendah 37 48,7
Jumlah 76 100
Berdasarkan Tabel 5.5 diketahui bahwa responden yang memiliki
konflik interpersonal yang tinggi sedikit lebih banyak dibandingkan
dengan responden yang memiliki konflik interpersonal yang rendah
dengan persentase 51,3%.
93
5.2.2.5 Distribusi Ketidakpastian Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian, distribusi ketidakpastian pekerjaan
yang dirasakan pekerja di Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat
pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6 Distribusi Ketidakpastian Pekerjaan pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Ketidakpastian
Pekerjaan
Jumlah (n) Persentase
(%)
Tinggi 40 52,6
Rendah 36 47,4
Jumlah 76 100
Berdasarkan Tabel 5.6 diketahui bahwa sebagian besar responden
menganggap ketidakpastian pekerjaan yang dimiliki atau dirasakannya
tinggi dengan persentase sebesar 52,6%.
5.2.2.6 Distribusi Kontrol Kerja
Berdasarkan hasil penelitian, distribusi kontrol kerja yang
dirasakan dan dimiliki pekerja di Bagian Produksi PT. Indogravure dapat
dilihat pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7 Distribusi Kontrol Kerja pada Pekerja Bagian Produksi
di PT. Indogravure Tahun 2017
Kontrol Kerja Jumlah (n) Persentase
(%)
Rendah 38 50,0
Tinggi 38 50,0
Jumlah 76 100
Berdasarkan Tabel 5.7 diketahui bahwa responden yang memiliki
kontrol kerja rendah sama dengan responden yang memiliki kontrol kerja
tinggi dengan persentase sebesar 50%.
94
5.2.2.7 Distribusi Kurang Kesempatan Kerja
Berdasarkan hasil penelitian, distribusi kurang kesempatan kerja
yang dirasakan pekerja Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat
pada Tabel 5.8.
Tabel 5.8 Distribusi Kurang Kesempatan Kerja pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Kurang
Kesempatan Kerja
Jumlah (n) Persentase (%)
Tinggi 40 52,6
Rendah 36 47,4
Jumlah 76 100
Berdasarkan Tabel 5.8 diketahui bahwa sebagian besar responden
merasakan kurang kesempatan kerja yang tinggi dengan persentase
sebesar 52,6%.
5.2.2.8 Distribusi Jumlah Beban Kerja
Berdasarkan hasil penelitian, distribusi jumlah beban kerja yang
dirasakan pekerja Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat pada
Tabel 5.9.
Tabel 5.9 Distribusi Jumlah Beban Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di
PT. Indogravure Tahun 2017
Jumlah Beban
Kerja
Jumlah (n) Persentase (%)
Tinggi 49 64,5
Rendah 27 35,5
Jumlah 76 100
Berdasarkan Tabel 5.9 diketahui bahwa sebagian besar responden
merasakan jumlah beban kerja yang diterima tinggi dengan persentase
sebesar 64,5%.
95
5.2.2.9 Distribusi Variasi Beban Kerja
Berdasarkan hasil penelitian, distribusi variasi beban kerja yang
dirasakan pekerja Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat pada
Tabel 5.10.
Tabel 5.10 Distribusi Variasi Beban Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di
PT. Indogravure Tahun 2017
Variasi Beban
Kerja
Jumlah (n) Persentase (%)
Tinggi 41 53,9
Rendah 35 46,1
Jumlah 76 100
Berdasarkan Tabel 5.10 diketahui bahwa sebagian besar responden
merasakan dan memiliki variasi beban kerja yang tinggi dengan
persentase sebesar 53,9%.
5.2.2.10 Distribusi Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain
Berdasarkan hasil penelitian, distribusi tanggung jawab yang
dirasakan pekerja Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat pada
Tabel 5.11.
Tabel 5.11 Distribusi Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Tanggung Jawab
Terhadap Pekerja
Lain
Jumlah (n) Persentase (%)
Tinggi 43 56,6
Rendah 33 43,4
Jumlah 76 100
Berdasarkan Tabel 5.11 diketahui bahwa sebagian besar responden
merasakan tanggung jawab terhadap pekerja lain yang dimilikinya tinggi
dengan persentase sebesar 56,6%.
96
5.2.2.11 Distribusi Kemampuan yang Tidak Digunakan
Berdasarkan hasil penelitian, distribusi kemampuan yang tidak
digunakan yang dirasakan pekerja Bagian Produksi PT. Indogravure
dapat dilihat pada Tabel 5.12.
Tabel 5.12 Distribusi Kemampuan yang Tidak Digunakan pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Kemampuan yang
Tidak Digunakan
Jumlah (n) Persentase (%)
Tinggi 37 48,7
Rendah 39 51,3
Jumlah 76 100
Berdasarkan Tabel 5.12 diketahui bahwa responden yang
merasakan kemampuan yang tidak digunakannya tinggi cenderung
sedikit dengan persentase 48,7%.
5.2.2.12 Distribusi Tuntutan Mental
Berdasarkan hasil penelitian, distribusi tuntutan mental yang
dirasakan pekerja Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat pada
Tabel 5.13.
Tabel 5.13 Distribusi Tuntutan Mental pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017
Tuntutan Mental Jumlah (n) Persentase (%)
Tinggi 42 55,3
Rendah 34 44,7
Jumlah 76 100
Berdasarkan Tabel 5.13 diketahui bahwa responden yang
merasakan tuntutan mental yang diterimanya tinggi cenderung lebih
banyak dibandingkan dengan responden yang merasakan tuntutan mental
yang diterimanya rendah dengan persentase 55,3%.
97
5.2.2.13 Distribusi Shift Kerja
Berdasarkan hasil penelitian, distribusi shift kerja pada pekerja
Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat pada Tabel 5.14.
Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Shift Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di
PT. Indogravure Tahun 2017
Variabel Kategori Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Shift Kerja
Shift Malam 14 18,4%
Shift Sore 29 38,2%
Shift Pagi 33 43,4%
Berdasarkan Tabel 5.14, diketahui bahwa 14 (18,4%) pekerja
produksi memiliki shift kerja malam, 29 (38,2%) shift kerja siang, dan 33
(43,4%) shift kerja pagi.
5.2.3 Gambaran Faktor Individual pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017
5.2.3.1 Distribusi Umur Pekerja
Distribusi umur responden berdasarkan hasil penelitian dapat
dilihat pada Tabel 5.15.
Tabel 5.15 Distribusi Frekuensi Umur pada Pekerja Bagian Produksi di
PT. Indogravure Tahun 2017
Variabel n Mean SD Min-Max 95% CI
Umur 76 32,36 8,20 19 – 51 30,48 – 34,23
Berdasarkan Tabel 5.15, diketahui bahwa rata-rata umur pekerja
produksi PT. Indogravure adalah 32,36 tahun dengan Standar Deviasi
8,20 dan pada rentang 95% CI berada pada 40,48 – 34,23. Umur termuda
adalah 19 tahun dan umur tertua adalah 51 tahun.
98
5.2.3.2 Distribusi Masa Kerja
Distribusi masa kerja responden berdasarkan hasil penelitian dapat
dilihat pada Tabel 5.16.
Tabel 5.16 Distribusi Frekuensi Masa Kerja pada Pekerja Bagian Produksi
di PT. Indogravure Tahun 2017
Variabel n Mean SD Min-Max 95% CI
Masa Kerja 76 93,71 79,72 3 – 325 75,49 – 111,93
Berdasarkan Tabel 5.16, diketahui bahwa rata-rata masa kerja
pekerja produksi PT. Indogravure adalah 93,71 bulan (± 8 tahun) dengan
Standar Deviasi 79,72 dan pada rentang 95% CI berada pada 75,49 –
111,93. Masa kerja terkecil adalah 3 bulan dan masa kerja terbesar adalah
325 bulan.
5.2.3.3 Distribusi Kepribadian Tipe A
Berdasarkan hasil penelitian, distribusi kepribadian tipe A yang
dimiliki pekerja Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat pada
Tabel 5.17.
Tabel 5.17 Distribusi Kepribadian Tipe A pada Pekerja Bagian Produksi
di PT. Indogravure Tahun 2017
Kepribadian Tipe A Jumlah (n) Persentase (%)
Tinggi 41 53,9
Rendah 35 46,1
Jumlah 76 100
Berdasarkan Tabel 5.17 diketahui bahwa cukup banyak responden
yang memiliki kepribadian tipe A yang tinggi dengan persentase 53,9%.
99
5.2.3.4 Distribusi Penilaian Diri
Berdasarkan hasil penelitian, distribusi frekuensi penilaian diri
yang dimiliki pekerja Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat
pada Tabel 5.18.
Tabel 5.18 Distribusi Penilaian Diri pada Pekerja Bagian Produksi
di PT. Indogravure Tahun 2017
Penilaian Diri Jumlah (n) Persentase (%)
Buruk 35 46,1
Baik 41 53,9
Jumlah 76 100
Berdasarkan Tabel 5.18, diketahui bahwa responden yang
memiliki penilaian diri yang buruk lebih sedikit dibanding dengan
responden yang memiliki penilaian diri yang baik dengan persentase
46,1%.
5.2.3.5 Distribusi Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian, distribusi frekuensi jenis kelamin
pada pekerja Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat pada Tabel
5.19.
Tabel 5.19 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)
Perempuan 0 0
Laki-Laki 76 100
Jumlah 76 100
Berdasarkan Tabel 5.19, diketahui bahwa seluruh responden
berjenis kelamin laki-laki (100%).
100
5.2.3.6 Distribusi Status Pernikahan
Berdasarkan hasil penelitian, distribusi frekuensi status pernikahan
pada pekerja Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat pada Tabel
5.20.
Tabel 5.20 Distribusi Frekuensi Status Pernikahan pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Berdasarkan Tabel 5.20 diketahui bahwa sebagian besar responden
berstatus menikah dengan persentase 64,5%.
5.2.4 Gambaran Faktor di Luar Pekerjaan pada Pekerja Bagian Produksi
di PT. Indogravure Tahun 2017
5.2.4.1 Distribusi Aktivitas di Luar Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian, distribusi frekuensi aktivitas di luar
pekerjaan pada pekerja Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat
pada Tabel 5.21.
Tabel 5.21 Distribusi Frekuensi Aktivitas di Luar Pekerjaan
pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Aktivitas di Luar
Pekerjaan
Jumlah (n) Persentase (%)
Tinggi 53 69,7
Rendah 23 30,3
Jumlah 76 100
Berdasarkan Tabel 5.21 diketahui bahwa sebagian besar responden
memiliki aktivitas di luar pekerjaan yang tinggi dengan persentase 69,7%
Status
Pernikahan
Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Tidak Menikah 27 35,5 %
Menikah 49 64,5 %
101
5.2.5 Gambaran Faktor Pendukung pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017
5.2.5.1 Distribusi Dukungan Sosial
Berdasarkan hasil penelitian, distribusi frekuensi dukungan sosial
yang diterima pekerja Bagian Produksi PT. Indogravure dapat dilihat
pada Tabel 5.22.
Tabel 5.22 Distribusi Frekuensi Dukungan Sosial pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Dukungan Sosial Jumlah (n) Persentase (%)
Tinggi 40 52,6
Rendah 36 47,4
Jumlah 76 100
Berdasarkan Tabel 5.22 diketahui bahwa sebagian responden
mendapatkan dukungan sosial yang tinggi dibandingkan dengan yang
rendah dengan persentase 52,6%.
5.3 Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara
variabel dependen dengan independen. Pada penelitian ini, uji yang
digunakan adalah uji chi square untuk data kategorik, dan uji Mann Whitney
untuk data numerik dan kategorik sama dengan 2.
5.3.1 Hubungan Antara Lingkungan Fisik dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Hasil analisis hubungan antara lingkungan fisik dengan stres kerja
pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat pada
Tabel 5.23.
102
Tabel 5.23 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Lingkungan Fisik
pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Lingkungan
Fisik
Stres Kerja
Total P-value Stres
Tidak
Stres
n % n % n %
Buruk 29 60,4 19 39,6 48 100 0,066
Baik 10 35,7 18 64,3 28 100
Berdasarkan Tabel 5.23 diketahui bahwa responden yang
mengalami stres kerja lebih banyak ditemukan pada pekerja yang
merasakan lingkungan fisik area kerjanya buruk. Berdasarkan hasil uji
chi square diketahui bahwa nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu
0,066. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
pada α = 5% antara lingkungan fisik dengan stres kerja pada pekerja
produksi di PT. Indogravure Tahun 2017.
5.3.2 Hubungan Antara Konflik Peran dengan Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Hasil analisis hubungan antara konflik peran dengan stres kerja
pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat pada
Tabel 5.24.
Tabel 5.24 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Konflik Peran
pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Konflik
Peran
Stres Kerja
Total P-value Stres
Tidak
Stres
n % n % n %
Tinggi 22 57,9 16 42,1 38 100 0,359
Rendah 17 44,7 21 55,3 38 100
Berdasarkan Tabel 5.24 diketahui bahwa responden yang
mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang
103
merasakan konflik peran yang tinggi. Berdasarkan hasil uji chi square
diketahui bahwa nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu 0,359. Hal
ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pada α = 5%
antara konflik peran dengan stres kerja pada pekerja produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017.
5.3.3 Hubungan Antara Ketaksaan Peran dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Hasil analisis hubungan antara ketaksaan peran dengan stres kerja
pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat pada
Tabel 5.25.
Tabel 5.25 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Ketaksaan Peran
pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Ketaksaan
Peran
Stres Kerja Total
P-value Stres Tidak Stres
n % n % n %
Tinggi 19 50,0 19 50,0 38 100 1,000
Rendah 20 52,6 18 47,4 38 100
Berdasarkan Tabel 5.25 diketahui bahwa responden yang
mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang
merasakan ketaksaan peran yang rendah. Berdasarkan hasil uji chi square
diketahui bahwa nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu 1,000. Hal
ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pada α = 5%
antara ketaksaan peran dengan stres kerja pada pekerja produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017.
104
5.3.4 Hubungan Antara Konflik Interpersonal dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Hasil analisis hubungan antara konflik interpersonal dengan stres
kerja pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat
pada Tabel 5.26.
Tabel 5.26 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Konflik
Interpersonal pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure
Tahun 2017
Konflik
Interpersonal
Stres Kerja Total
P-value Stres Tidak Stres
n % n % n %
Tinggi 25 64,1 14 35,9 39 100 0,039
Rendah 14 37,8 23 62,2 37 100
Berdasarkan Tabel 5.26 diketahui bahwa responden yang
mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang
merasakan konflik interpersonal yang tinggi. Berdasarkan hasil uji chi
square diketahui bahwa nilai p-value lebih kecil dari α = 5%, yaitu 0,039.
Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan pada α = 5%
antara konflik interpersonal dengan stres kerja pada pekerja produksi di
PT. Indogravure Tahun 2017.
5.3.5 Hubungan Antara Ketidakpastian Pekerjaan dengan Stres Kerja
pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Hasil analisis hubungan antara ketidakpastian pekerjaan dengan
stres kerja pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat
dilihat pada Tabel 5.27.
105
Tabel 5.27 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Ketidakpastian
Pekerjaan pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure
Tahun 2017
Ketidakpastian
Pekerjaan
Stres Kerja
Total P-
value Stres
Tidak
Stres
n % n % n %
Tinggi 26 65,0 14 35,0 40 100 0,022
Rendah 13 36,1 23 63,9 36 100
Berdasarkan Tabel 5.27 diketahui bahwa responden yang
mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang
merasakan ketidakpastian pekerjaan yang tinggi. Berdasarkan hasil uji
chi square diketahui bahwa nilai p-value lebih kecil dari α = 5%, yaitu
0,022. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan pada
α = 5% antara ketidakpastian pekerjaan dengan stres kerja pada pekerja
produksi di PT. Indogravure Tahun 2017.
5.3.6 Hubungan Antara Kontrol Kerja dengan Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Hasil analisis hubungan antara kontrol kerja dengan stres kerja
pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat pada
Tabel 5.28.
Tabel 5.28 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Kontrol Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Kontrol Kerja
Stres Kerja
Total P-
value Stres
Tidak
Stres
n % n % n %
Rendah 21 55,3 17 44,7 38 100 0,646
Tinggi 18 47,4 20 52,6 38 100
Berdasarkan Tabel 5.28 diketahui bahwa responden yang
mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang
106
memiliki kontrol kerja yang rendah. Berdasarkan hasil uji chi square
diketahui bahwa nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu 0,646. Hal
ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pada α = 5%
antara kontrol kerja dengan stres kerja pada pekerja produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017.
5.3.7 Hubungan Antara Kurangnya Kesempatan Kerja dengan Stres
Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun
2017
Hasil analisis hubungan antara kurangnya kesempatan kerja
dengan stres kerja pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017
dapat dilihat pada Tabel 5.29.
Tabel 5.29 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Kurangnya
Kesempatan Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure
Tahun 2017
Kurangnya
Kesempatan
Kerja
Stres Kerja
Total P-
value Stres
Tidak
Stres
n % n % n %
Tinggi 22 55,0 18 45,0 40 100 0,654
Rendah 17 47,2 19 52,8 36 100
Berdasarkan Tabel 5.29 diketahui bahwa responden yang
mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang
merasakan kurangnya kesempatan kerja yang tinggi. Berdasarkan hasil
uji chi square diketahui bahwa nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu
0,654. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
pada α = 5% antara kurangnya kesempatan kerja dengan stres kerja pada
pekerja produksi di PT. Indogravure Tahun 2017.
107
5.3.8 Hubungan Antara Jumlah Beban Kerja dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Hasil analisis hubungan antara jumlah beban kerja dengan stres
kerja pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat
pada Tabel 5.30.
Tabel 5.30 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Jumlah Beban Kerja
pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Jumlah Beban
Kerja
Stres Kerja
Total P-
value Stres
Tidak
Stres
n % n % n %
Tinggi 26 53,1 23 46,9 49 100 0,865
Rendah 13 48,1 14 51,9 27 100
Berdasarkan Tabel 5.30 diketahui bahwa responden yang
mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang
merasakan jumlah beban kerja yang tinggi. Berdasarkan hasil uji chi
square diketahui bahwa nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu 0,865.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pada α
= 5% antara jumlah beban kerja dengan stres kerja pada pekerja produksi
di PT. Indogravure Tahun 2017.
5.3.9 Hubungan Antara Variasi Beban Kerja dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Hasil analisis hubungan antara variasi beban kerja dengan stres
kerja pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat
pada Tabel 5.31.
108
Tabel 5.31 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Variasi Beban Kerja
pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Variasi Beban
Kerja
Stres Kerja
Total P-value Stres
Tidak
Stres
n % n % n %
Tinggi 26 63,4 15 36,6 41 100 0,040
Rendah 13 37,1 22 62,9 35 100
Berdasarkan Tabel 5.31 diketahui bahwa responden yang
mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang
merasakan variasi beban kerja yang tinggi. Berdasarkan hasil uji chi
square diketahui bahwa nilai p-value lebih kecil dari α = 5%, yaitu 0,040.
Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan pada α = 5%
antara variasi beban kerja dengan stres kerja pada pekerja produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017.
5.3.10 Hubungan Antara Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain dengan
Stres Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure
Tahun 2017
Hasil analisis hubungan antara tanggung jawab terhadap pekerja
lain dengan stres kerja pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017
dapat dilihat pada Tabel 5.32.
Tabel 5.32 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Tanggung Jawab
Terhadap Pekerja Lain pada Pekerja Bagian Produksi
di PT. Indogravure Tahun 2017
Tanggung
Jawab
Terhadap
Pekerja Lain
Stres Kerja Total
P-value Stres Tidak Stres
n % n % n %
Tinggi 24 55,8 19 44,2 43 100 0,507
Rendah 15 45,5 18 54,5 33 100
Berdasarkan Tabel 5.32 diketahui bahwa responden yang
mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang
109
merasakan tanggung jawab terhadap pekerja lain yang tinggi.
Berdasarkan hasil uji chi square diketahui bahwa nilai p-value lebih
besar dari α = 5%, yaitu 0,507. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan pada α = 5% antara tanggung jawab terhadap
pekerja lain dengan stres kerja pada pekerja produksi di PT. Indogravure
Tahun 2017.
5.3.11 Hubungan Antara Kemampuan yang Tidak Digunakan dengan
Stres Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure
Tahun 2017
Hasil analisis hubungan antara kemampuan yang tidak digunakan
dengan stres kerja pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017
dapat dilihat pada Tabel 5.33.
Tabel 5.33 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Kemampuan yang Tidak
Digunakan pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure
Tahun 2017
Kemampuan
yang Tidak
Digunakan
Stres Kerja
Total P-value Stres
Tidak
Stres
n % n % n %
Tinggi 18 48,6 19 51,4 37 100 0,823
Rendah 21 53,8 18 46,2 39 100
Berdasarkan Tabel 5.33 diketahui bahwa responden yang
mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang
merasakan kemampuan yang tidak digunakan rendah. Berdasarkan hasil
uji chi square diketahui bahwa nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu
0,823. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
pada α = 5% antara kemampuan yang tidak digunakan dengan stres kerja
pada pekerja produksi di PT. Indogravure Tahun 2017.
110
5.3.12 Hubungan Antara Tuntutan Mental dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Hasil analisis hubungan antara tuntutan mental dengan stres kerja
pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat pada
Tabel 5.34.
Tabel 5.34 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Tuntutan Mental pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Tuntutan
Mental
Stres Kerja
Total P-value Stres
Tidak
Stres
n % n % n %
Tinggi 25 59,5 17 40,5 42 100 0,174
Rendah 14 41,2 20 58,8 34 100
Berdasarkan Tabel 5.34 diketahui bahwa responden yang
mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang
merasakan tuntutan mental yang tinggi dibandingkan dengan pekerja
yang merasakan tuntutan mental yang rendah. Berdasarkan hasil uji chi
square diketahui bahwa nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu 0,174.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pada α
= 5% antara tuntutan mental dengan stres kerja pada pekerja produksi di
PT. Indogravure Tahun 2017.
5.3.13 Hubungan Antara Shift Kerja dengan Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Hasil analisis hubungan antara shift kerja dengan stres kerja pada
pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel
5.35.
111
Tabel 5.35 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Shift Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Shift Kerja
Stres Kerja Total
P-value Stres Tidak Stres
n % n % n %
Malam 6 42,9 8 57,1 14 100
0,569 Sore 17 58,6 12 41,4 29 100
Pagi 16 48,5 17 51,5 33 100
Berdasarkan Tabel 5.35 diketahui bahwa responden yang
mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang
bekerja pada shift kerja sore. Berdasarkan hasil uji chi square diketahui
bahwa nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu 0,569. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pada α = 5%
antara shift kerja dengan stres kerja pada pekerja produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017.
5.3.14 Hubungan Antara Umur dengan Stres Kerja pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Hasil analisis hubungan antara umur dengan stres kerja pada
pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel
5.36.
Tabel 5.36 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Umur pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Variabel n Mean SD P-Value
Stres 39 33,08 8,17 0,330
Tidak Stres 37 31,59 8,27
Berdasarkan Tabel 5.36 diketahui bahwa rata-rata umur pada
pekerja produksi PT. Indgravure yang mengalami stres kerja adalah
33,08 tahun dengan standar deviasi sebesar 8,17 pada 39 pekerja
sedangkan pada pekerja yang tidak mengalami stres kerja memiliki rata-
112
rata umur adalah 31,59 pada 37 pekerja. Hasil analisis menggunkan uji
statistik Mann-Whitney diketahui bahwa nilai p-value lebih besar dari α
= 5%, yaitu 0,330. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan pada α = 5% antara umur dengan stres kerja pada pekerja
produksi di PT. Indogravure Tahun 2017.
5.3.15 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Hasil analisis hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada
pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel
5.37.
Tabel 5.37 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Masa Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Variabel n Mean SD P-Value
Stres 39 103,33 77,65 0,119
Tidak Stres 37 83,57 81,67
Berdasarkan Tabel 5.37 diketahui bahwa rata-rata masa kerja pada
pekerja produksi PT. Indgravure yang mengalami stres kerja adalah
103,33 bulan dengan standar deviasi sebesar 77,65 pada 39 pekerja
sedangkan pada pekerja yang tidak mengalami stres kerja memiliki rata-
rata masa kerja sebesar 83,57 pada 37 pekerja. Hasil analisis
menggunkan uji statistik Mann-Whitney diketahui bahwa nilai p-value
lebih besar dari α = 5%, yaitu 0,119. Hal ini menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan pada α = 5% antara masa kerja dengan
stres kerja pada pekerja produksi di PT. Indogravure Tahun 2017.
113
5.3.16 Hubungan Antara Status Pernikahan dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Hasil analisis hubungan antara status pernikahan dengan stres kerja
pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat pada
Tabel 5.38.
Tabel 5.38 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Status Pernikahan
pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure
Tahun 2017
Status
Pernikahan
Stres Kerja
Total P-value Stres
Tidak
Stres
n % n % n %
Tidak Menikah 16 59,3 11 40,7 27 100 0,430
Menikah 23 46,9 26 53,1 49 100
Berdasarkan Tabel 5.38 diketahui bahwa responden yang
mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang
memiliki status tidak menikah dibanding dengan pekerja yang memiliki
status menikah dengan persentase 59,3%. Akan tetapi jumlahnya lebih
banyak pada pekerja yang berstatus menikah. Berdasarkan hasil uji chi
square diketahui bahwa nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu 0,430.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pada α
= 5% antara status pernikahan dengan stres kerja pada pekerja produksi
di PT. Indogravure Tahun 2017.
5.3.17 Hubungan Antara Kepribadian Tipe A dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Hasil analisis hubungan antara kepribadian tipe A dengan stres
kerja pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat
pada Tabel 5.39.
114
Tabel 5.39 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Kepribadian Tipe A
pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Kepribadian
Tipe A
Stres Kerja Total
P-value Stres Tidak Stres
n % n % n %
Tinggi 23 56,1 18 43,9 41 100 0,501
Rendah 16 45,7 19 54,3 35 100
Berdasarkan Tabel 5.39 diketahui bahwa responden yang
mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang
memiliki kepribadian tipe A tinggi dibanding dengan pekerja yang
memiliki kepribadian tipe A rendah. Berdasarkan hasil uji chi square
diketahui bahwa nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu 0,501. Hal
ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pada α = 5%
antara kepribadian tipe A dengan stres kerja pada pekerja produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017.
5.3.18 Hubungan Antara Penilaian Diri dengan Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Hasil analisis hubungan antara penilaian diri dengan stres kerja
pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat dilihat pada
Tabel 5.40.
Tabel 5.40 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Penilaian Diri pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Penilaian Diri
Stres Kerja Total
P-value Stres Tidak Stres
n % n % n %
Buruk 17 48,6 18 51,4 35 100 0,832
Baik 22 53,7 19 46,3 41 100
Berdasarkan Tabel 5.40 diketahui bahwa responden yang
mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang
memiliki penilaian diri baik dibanding dengan pekerja yang memiliki
115
penilaian diri buruk. Berdasarkan hasil uji chi square diketahui bahwa
nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu 0,832. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pada α = 5% antara penilaian
diri dengan stres kerja pada pekerja produksi di PT. Indogravure Tahun
2017.
5.3.19 Hubungan Antara Aktivitas di Luar Pekerjaan dengan Stres Kerja
pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Hasil analisis hubungan antara aktivitas di luar pekerjaan dengan
stres kerja pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat
dilihat pada Tabel 5.41.
Tabel 5.41 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Aktivitas di Luar
Pekerjaan pada Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Aktivitas di
Luar
Pekerjaan
Stres Kerja Total
P-value Stres Tidak Stres
n % n % n %
Tinggi 32 60,4 21 39,6 53 100 0,032
Rendah 7 30,4 16 69,6 23 100
Berdasarkan Tabel 5.41 diketahui bahwa responden yang
mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang
memiliki aktivitas di luar pekerjaan tinggi atau banyak dibanding dengan
pekerja yang memiliki aktivitas di luar pekerjaan rendah atau sedikit.
Berdasarkan hasil uji chi square diketahui bahwa nilai p-value lebih kecil
dari α = 5%, yaitu 0,032. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan pada α = 5% antara aktivitas di luar pekerjaan dengan stres
kerja pada pekerja produksi di PT. Indogravure Tahun 2017.
116
5.3.20 Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Hasil analisis hubungan antara aktivitas di luar pekerjaan dengan
stres kerja pada pekerja produksi PT Indogravure tahun 2017 dapat
dilihat pada Tabel 5.42.
Tabel 5.42 Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Dukungan Sosial pada
Pekerja Bagian Produksi di PT. Indogravure Tahun 2017
Dukungan
Sosial
Stres Kerja Total
P-value Stres Tidak Stres
n % n % n %
Rendah 21 52,5 19 47,5 40 100 1,000
Tinggi 18 50,0 18 50,0 36 100
Berdasarkan Tabel 5.42 diketahui bahwa responden yang
mengalami stres kerja, lebih banyak ditemukan pada pekerja yang
memiliki dukungan sosial rendah dibanding dengan pekerja yang
memiliki dukungan sosial tinggi. Berdasarkan hasil uji chi square
diketahui bahwa nilai p-value lebih besar dari α = 5%, yaitu 1,000. Hal
ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pada α = 5%
antara dukungan sosial dengan stres kerja pada pekerja produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017.
117
6 BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
1. Pertanyaan dalam kuesioner yang digunakan terlalu banyak yang dapat
menimbulkan rasa bosan dan kejenuhan pada responden sehingga tidak
fokus dalam pengerjaan kuesioner. Akan tetapi, validitas dan reliabilitas
pertanyaan dalam kuesioner telah teruji mampu untuk mengukur stres
kerja beserta faktor-faktornya.
2. Instrumen yang digunakan berupa tipe self-report measurement sehingga
memungkinkan responden untuk tidak mengisinya sesuai dengan kondisi
yang sesungguhnya.
3. Distribusi kuesioner tidak dilakukan dengan tatap muka langsung antara
peneliti dengan responden penelitian, akan tetapi dilakukan dengan
menitipkan kuesioner kepada kepala shift bagian produksi sehingga
kurang tersampaikannya maksud dan tujuan dari penelitian ini serta tidak
dapat memantau langsung proses pengerjaan kuesioner yang dilakukan
oleh responden.
6.2 Gambaran Stres Kerja pada Pekerja Bagian Produksi di PT.
Indogravure Tahun 2017
Stres kerja merupakan keadaan psikologis yang mewakili
ketidakseimbangan persepsi seseorang mengenai tuntutan pekerjaan yang
tidak sesuai dengan kemampuan pekerja dalam mengatasi tuntutan tersebut.
Stres kerja dapat terjadi ketika tuntutan pekerjaan tidak sesuai dengan
kemampuan, sumber daya serta kebutuhan pekerja (NIOSH,1999b).
118
Berdasarkan World Health Organization (2003) stres kerja tidak hanya
berkaitan dengan tekanan pekerjaan yang melebihi kemampuan, namun juga
berkaitan dengan kemampuan dan pengetahuan individu yang tidak
digunakan sehingga memicu timbulnya masalah bagi mereka.
Stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan, dan tanggapan dari
setaip individu dalam menghadapinya yang berbeda. Akibat adanya stres
kerja tersebut, orang akan menjadi nervous, merasakan kecemasan yang
kronis, peningkatan pada emosi, mengalami perubahan dala proses berfikir
serta terjadi perubahan pada kondisi fisik individu. Sebagai hasil dari adanya
stres kerja, pekerja mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengganggu
pelaksanaan kerja mereka, seperti mudah marah, serta agresif, emosi tidak
stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mau terlibat serta
kesulitan tidur (Agungpia, 2008) dalam Setyani (2013).
Dalam penelitian ini, stres kerja dapat diketahui dengan melihat
hubungan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya stres kerja
baik berupa faktor pekerjaan, faktor individual, faktor di luar pekerjaan,
maupun faktor pendukung. Pengukuran faktor tersebut dilakukan dengan
mengisi kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai pengalaman yang
dirasakan oleh responden terhadap berbagai faktor yang dihadapi selama
bekerja.
Secara umum, gejala stres kerja yang dialami oleh seseorang dapat
dilihat dari perubahan psikologis, fisiologis, dan perilaku (NIOSH, 1999b).
Berdasarkan hasil distribusi frekuensi stres kerja yang dialami responden di
PT. Indogravure yang disajikan pada Tabel 5.1, diketahui bahwa pekerja
119
produksi PT. Indogravure yang menjadi responden dalam penelitia ini yang
mengalami stres kerja yaitu 39 orang (51,3%). Hasil ini hampir mendekati
seimbang dengan responden yang tidak mengalami stres kerja yaitu sebesar
37 orang (48,7%). Hal ini kemungkinan dikarenakan bahwa masih adanya
pekerja yang sudah terbiasa dengan stressor yang ada di tempat kerja.
Sehingga rangsangan stres yang berpotensi mengalami stres tidak
menyebabkan masalah bagi mereka. Meskipun jumlah antara pekerja yang
mengalami stres kerja dengan yang tidak mengalami stres kerja hampir sama,
namun keadaan ini tetap harus dikendalikan oleh perusahaan untuk mencegah
terjadinya peningkatan kejadian stres kerja di masa mendatang yang
diakibatkan stressor yang ada di tempat kerja.
Stres kerja yang dialami oleh pekerja dapat berdampak panjang dengan
munculnya berbagai dampak kesehatan apabila tidak diatasi dengan baik
(Perlmutter & Villoldo, 2011). Wantoro (1999) menyatakan bahwa dampak
yang terjadi akibat stres kerja tidak hanya berhubungan dengan aktifitas kerja
namun dapat meluas pada aktivitas diluar pekerjaan seperti sulit tidur,
konsenterasi menurun serta selera makan berkurang. Stres berkepanjangan
dapat menyebabkan masalah psikologis yang mengarah pada penyalahgunaan
obat, minum alkohol, serta kemudian tidak datang untuk bekerja serta dapat
menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terserabf infeksi (Depkes,
2006).
Stres kerja yang terjadi pada pekerja tidak hanya dapat menimbulkan
gangguan kesehatan, namun juga dapat menimbulkan dampak lain yang dapat
berpengaruh bagi perusahaan maupun individu itu sendiri. Penelitian
120
Tunjungsari (2011) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara stres kerja dengan kepuasan kerja. Sementara penelitian
Suroso dan Siahaan (2006) diketahui bahwa stres kerja berpengaruh negatif
terhadap kinerja pekerja, yang artinya semakin tinggi tingkat stres yang
dimiliki oleh pekerja maka semakin rendah kinerja yang dihasilkan.
Sementara Robbins (1998) dalam Daniawati (2013) menjelaskan bahwa
konsekuensi bagi perusahaan akibat stres stres kerja terjadi secara tidak
langsung yaitu dengan meningkatnya absensi, menurunnya tingkat
produktivitas, hingga turnover pekerja. Penelitian lain yang dilakukan pada
pekerja sektor swasta di Yunani, ditemukan bahwa peningkatan stres kerja
yang dialami pekerja berdampak secara signifikan terhadap penurunan
produktivitas perusahaan. Dimana dalam kejadian ini dapat terjadi ketika
pekerjaan yang dimiliki sudah mulai mengganggu kehidupan pribadi pekerja,
maka hal ini akan berdampak negatif terhadap produktivitas perusahaan
(Halkos & Bousinakis, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa
faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya stres kerja secara statistik
terbukti berhubungan dengan stres kerja. Adapun faktor yang dapat menjadi
pemicu terjadinya stres kerja pada pekerja produksi dimana secara statistik
berhubungan dengan stres kerja, diantaranya adalah lingkungan fisik, konflik
interpersonal, ketidakpastian pekerjaan, variasi beban kerja, tanggung jawab,
tuntutan mental dan aktivitas di luar pekerjaan. Hal ini dapat menjadi salah
satu pertimbangan bagi pihak manajemen perusahaan untuk melakukan
121
langkah pencegahan serta pengendalian untuk mengurangi tingkat stres kerja
yang dialami pekerja produksi di perusahaan tersebut.
6.3 Hubungan Antara Faktor Pekerjaan Dengan Stres Kerja
6.3.1 Hubungan Antara Lingkungan Fisik Dengan Stres Kerja
Kondisi fisik kerja memiliki pengaruh terhadap kondisi faal serta
psikologis tenaga kerja dimana kondisi tersebut dapat berdampak pada
kesehatan mental serta keselamatan kerja tenaga kerja (Munandar, 2008).
Kondisi iklim kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab katyawan
mudah jatuh sakit, mudah stres, sulit berkonsenterasi serta menurunnya
produktivitas kerja. Apabila ruangan kerja tidak nyaman, panas, sirkulasi
udara buruk, ruangan kerja terlalu padat, lingkungan kerja kurang bersih,
berisik berpengaruh besar dalam kenyamanan kerja karyawan (Prabowo,
2010).
Lingkungan fisik area kerja dalam penelitian ini didapatkan dari hasil
analisa kuesioner yang telah diberikan. Berdasarkan hasil penelitian yang
disajikan pada Tabel 5.2, diketahui bahwa sebagian besar responden
menganggap bahwa lingkungan fisik di area kerja mereka buruk dengan
persentase 63,2%. Sementara berdasarkan hasil tabel silang pada Tabel 5.23,
diketahui bahwa responden yang mengalami stres kerja sebagian besar
menganggap bahwa lingkungan fisik area kerja mereka buruk. Hasil ini sesuai
dengan pernyataan Cary Cooper dalam Arisona (2008), dimana kondisi kerja
yang buruk berpotensi dalam menyebabkan pekerja mudah sakit, stres, sulit
berkonsenterasi dalam pekerjaannya, serta menurunnya produktivitas kerja.
Akan tetapi, hasil bivariat yang dilakukan diketahui bahwa tidak ada
122
hubungan antara lingkungan fisik dengan stres kerja dengan p-value 0,066.
Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ihsan dan
Salami (2015) pada pekerja divisi stamping PT X Indonesia, dimana
diketahui ada hubungan antara bahaya lingkungan fisik yang dalam hal ini
adalah temperatur dan kebisingan dengan kelelahan kerja. Hasil penelitian ini
juga tidak sejalan dengan penelitian Ningsih dan Fitri (2016) dimana dalam
peneilitannya pada pekerja industri bengkel las di Pekanbaru terdapat
hubungan antara lingkungan fisik dengan terjadinya stres kerja. Namun
penelitian ini sejalan dengan penelitian Amalina, dkk (2016) dimana tidak
ada hubungan antara faktor lingkungan fisik dengan stres kerja pada staf
akademik di Universitias Klang Valley, dan juga penelitian Lady, dkk (2017)
dimana tidak ada hubungan antara lingkungan fisik yang dalam ini adalah
kebisingan, suhu dan ventilasi pada pekerja Kantor BPBD Cilegon.
Kondisi lingkungan kerja meliputi ruang kerja yang tidak nyaman,
panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruang kerja terlalu padat, lingkungan
kerja yang kurang bersih, serta bising. Hasil data lingkungan fisik yang
didapatkan di perusahaan terdapat faktor fisik yang melebihi standar, yaitu
suhu area kerja. Hasil pengukuran suhu di area produksi menunjukkan data
sebesar 44OC untuk shift 1, 46OC untuk shift II, dan 46OC untuk shift III,
dimana data tersebut melebihi standar yang seharusnya (30OC – 32,5OC).
Akan tetapi, untuk kebisingan di area kerja, berdasarkan data lingkungan fisik
diketahui bahwa kebisingan masih di bawah standar yaitu sebesar 72,5 dB
(standar 85dB) (Permenkes, 2016).
123
Hasil analisa kuesioner lanjut menunjukkan bahwa pekerja
menganggap lingkungan fisik di area kerja memiliki kebisingan yang tinggi
(79,5%), pencahayaan yang baik (83,6%), suhu dan kelembaban udara yang
baik (61,6%), serta kualitas udara yang baik (64,4%). Hal ini tidak sejalan
dengan hasil data pengukuran lingkungan fisik di area produksi terutama pada
suhu dan kebisingan, dimana berdasarkan hasil kuesioner dengan data
lingkungan fisik menunjukkan hasil yang berkebalikan. Peneliti berasumsi
bahwa perbedaan tersebut menyebabkan tidak adanya hubungan antara
variabel lingkungan fisik dengan stres kerja. Hal ini disebabkan karena
individu memiliki makna masing-masing terkait situasi yang dihadapi dan
sejauh mana mereka menganggap situasi yang dihadapi merupakan situasi
yang stres atau tidak (Munandar, 2008).
Dampak ketika bekerja dengan kondisi lingkungan fisik yang buruk
membuat pekerja merasa lebih sulit dalam mengatasi stressor lain yang
terdapat di tempat kerja dan dapat menyebabkan menurunnya motivasi kerja.
Adanya hubungan antara lingkungan fisik dengan stres kerja menjadikan
manajemen harus melakukan langkah pengendalian untuk mengendalikan
lingkungan fisik. Hal ini untuk mengurangi bahaya dari lingkungan fisik yang
dapat memperberat stres kerja atau menyebabkan stres kerja bagi pekerja.
Langkah yang dapat dilakukan untuk mengendalikan bahaya fisik di tempat
kerja adalah mempertahankan kualitas kebisingan agar sesuai dengan standar
yang berlaku, dapat melakukan pengendalian teknis bagi bahaya bising agar
tingkat kebisingan yang dirasakan pekerja dapat berkurang meskipun
kebisingan yang diperoleh masih berada di bawah standar namun hal ini dapat
124
dilakukan untuk menjaga agar kebisingan tetap berada di bawah standar yang
berlaku, selain itu dilakukan pengawasan terhadap penggunaan alat pelindung
telinga yang diberikan serta memberikan sanksi terhadap pekerja yang tidak
menggunakan alat pelindung telinga di area kerja. Selanjutnya untuk bahaya
pencahayaan dapat dilakukan pencegahan dengan perbaikan pencahayaan di
tempat kerja agar sesuai (minimal 200 lux) dengan standar yang ada. Untuk
pengendalian kelembaban dan suhu serta udara lingkungan kerja dapat
dilakukan dengan pemberian ventilasi dilusi yang dibantu dengan fan dan
juga dapat dilakukan dengan pemeliharaan pendingin ruangan berupa
pembersihan filter udara secara periodik. Hal ini dapat dilakukan untuk
mengendalikan suhu, kelembaban serta udara di lingkungan kerja agar
terhindar dari bahaya polusi serta debu.
6.3.2 Hubungan Antara Konflik Peran Dengan Stres Kerja
Konflik peran diartikan sebagai keadaan dimana seorang individu
memiliki peran yang berbeda dalam waktu yang sama (Indrawan, 2009).
Konflik peran biasanya muncul ketika pekerja diharuskan untuk berperilaku
dengan cara yang bertentangan dengan diri mereka. Menurut Gibson (1997)
konflik peran dapat menjadi penekan (stresor) bagi sebagian orang.
Munandar (2008), menyatakan bahwa konflik peran timbul ketika pekerja
mengalami adanya pertentangan tugas yang harus dilakukan dan tanggung
jawab yang dimiliki, tugas yang harus dilakukan yang menurut pekerja bukan
merupakan bagian dari pekerjaannya, tuntutan yang bertentangan dari atasan,
rekan, atau orang lain yang dinilai penting bagi dirinya, serta pertentangan
125
dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu melakukan tugas
pekerjaannya.
Berdasakan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 5.3, diketahui
bahwa jumlah responden yang merasakan konflik peran dalam pekerjaannya
tinggi sama dengan responden yang mengganggap konflik peran dalam
pekerjaannya rendah dengan persentase 50,0%. Meskipun jumlah antara
keduanya sama besar, namun secara teoritis variabel ini masih dapat
berpotensi menimbulkan stres. Hal ini diketahui bahwa pekerja produksi
memiliki peran tambahan sebagai bagian dari salah pelaksana program seperti
program 5R di perusahaan. Menjadi bagian dari suatu organisasi di
perusahaan menyebabkan pekerja memiliki lebih dari satu peran dalam waktu
yang sama.
Konflik peran yang dialami pekerja dapat menimbulkan dampak
terutama dalam meningkatkan turnover pekerja dan menurunkan performa
kerja (Barling, 2005) dalam Karima (2014). Sementara Nurqamar (2014)
menyatakan bahwa dengan konflik peran yang tinggi yang dirasakan oleh
pekerja akan mengakibatkan timbulnya perasaan cemas, takut, tegang di
dalam mengambil suatu pekerjaan yang dapat berdampak pada penurunan
tingkat kinerja. Pomaki (2007) dalam Karima (2014) menyatakan bahwa
konflik peran dapat berhubungan dengan kelelahan secara emosional, gejala
depresi, bahkan timbulnya gangguan kesehatan secara fisik. Menurut
Schermerhorn, dkk (2011) stres kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
dimana salah satunya adalah konflik peran yang dirasakan pekerja.
126
Hasil analisa tabulasi silang pada Tabel 5.24, diketahui responden yang
mengalami stres kerja lebih banyak pada responden yang merasakan konflik
peran yang tinggi dengan persentase 57,9%. Namun hasil analisis ini
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara konflik peran dengan stres
kerja dengan p-value 0,359. Tidak adanya perbedaan signifikan antara konflik
peran dengan stres kerja, dikarenakan bahwa responden yang merasakan
konflik peran tinggi dan responden yang merasakan konflik peran rendah
berjumlah sama (50%). Sehingga hasil bivariat dalam penelitian ini
menunjukkan hasil p-value yang tidak berhubungan antara variabel konflik
peran dengan stres kerja.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yasa (2017), dimana tidak
ada hubungan antara konflik peran yang dialami pekerja Dinas Kesehatan
Kota Bali dengan stres kerja. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik
responden, dimana dalam penelitiannya responden berada di umur yang
cukup matang (40-50 tahun). Sehingga tingginya konflik yang dialami oleh
pegawai, maka tidak akan berpengaruh terhadap stres kerja dikarenakan
kematangan pegawai. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Karima
(2014) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara konflik peran
dengan stres kerja. Karima (2014) menyatakan bahwa tidak terdapatnya
hubungan antara kedua variabel ini, dapat terjadi karena dipengaruhi oleh
perbedaan karakteristik sampel yang dapat dipengaruhi oleh budaya kerja
yang diimplementasikan pada suatu negara. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan pada berbagai negara seperti Amerika, Norwegia,
127
Turki yang menunjukkan hasil berbeda pada setiap negara tersebut (Perrewe
& Ganster, 2011).
Dari penelitian ini meskipun diketahui bahwa tidak ada hubungan
antara variabel konflik peran dengan stres kerja, namun hasil tabulasi silang
menyatakan bahwa sebagian besar responden yang mengalami stres kerja
menganggap bahwa konflik peran yang dirasakannya tinggi. Oleh karena itu,
sebaiknya pihak manajemen berupaya untuk mengurangi konflik peran yang
dirasakan pekerja melalui komunikasi yang efektif. Peningkatan komunikasi
dengan pekerja dapat mengurangi ketidakpastian yang menyebabkan
terjadinya konflik peran dimana semakin banyak informasi yang diberikan
mengenai tuntutan, tantangan serta kesempatan kerja maka dapat mengurangi
konflik peran yang terjadi (Singh, 2009).
6.3.3 Hubungan Antara Ketaksaan Peran Dengan Stres Kerja
Ketaksaan peran berhubungan dengan ketidakjelasan dalam
memberikan tugas pada pekerja, sehingga hal ini dapat menimbulkan
terjadinya frustasi serta sulitnya pekerja untuk mencapai kepuasan dalam
bekerja. Ketaksaan peran dirasakan jika seorang pekerja tidak memiliki cukup
informasi untuk dapat melaksanakan tugasnya, atau tidak mengerti atau
merealisasi harapan yang berkaitan dengan peran tertentu (Munandar, 2008).
Informasi yang tidak jelas mengenai harapan yang harus dipenuhi membuat
pekerja harus menjalankan peran yang beragam. Ketidakpahaman pekerja
terhadap peran yang harus dijalankan akan menimbulkan stres di tempat kerja
(Hubbard, 1998).
128
Pada Tabel 5.4, diketahui bahwa responden yang merasakan ketaksaan
peran tinggi sama besar dengan responden yang merasakan ketaksaan peran
rendah dengan persentase 50,0%. Sama halnya dengan konflik peran,
meskipun responden yang merasakan ketaksaan peran tinggi dalam penelitian
ini memiliki jumlah yang sama dengan mereka yang merasakan ketaksaan
peran rendah namun secara teoritis ketaksaan peran dapat menyebabkan
terjadinya stres kerja. Menurut Sutherland & Cooper (2010), rendahnya
ketaksaan peran yang dirasakan oleh pekerja dapat dipengaruhi oleh
dukungan sosial yang baik dari supervisor maupun rekan kerja.
Berdasarkan hasil analisi tabulasi silang pada Tabel 5.25, menunjukkan
bahwa responden yang mengalami stres kerja kerja lebih banyak pada mereka
yang merasakan ketaksaan peran rendah dibanding dengan mereka yang
merasakan ketaksaan peran tinggi dengan persentase 52,6%. Berdasarkan
hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa ketaksaan peran tidak berhubungan
dengan stres kerja dengan p-value 1,000. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Yasa (2017) yang menyatakan bahwa tidak adanya hubungan yang
signifikan antara ambiguitas peran dengan stres kerja. Tidak adanya
hubungan antara ketaksaan peran dengan stres kerja dapat dilihat dari
karakteristik responden, dimana sebagian besar pegawai sudah cukup lama
bekerja (lebih dari 5 tahun). Yasa (2017) menyatakan bahwa responden yang
telah lama bekerja memiliki pengalaman yang sudah terbiasa dengan tekanan
kerja dan sudah terbiasa dengan pekerjaan sesuai dengan bidang masing-
masing sehingga bagaimanapun tingkat ambiguitas pekerja tidak akan
berpengaruh terhadap stres. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian, dimana
129
sebagian besar responden telah bekerja lebih dari 5 tahun. Sementara hanya
sedikit responden yang bekerja di bawah 5 tahun.
Sementara menurut Karima (2014) tidak adanya hubungan antara
ketaksaan peran dengan stres kerja dapat dipengaruhi oleh karakteristik
pekerjaan yang berbeda dengan penelitian lainnya. Selain itu, tidak adanya
hubungan antara ketaksaan peran dengan stres kerja pada penelitian ini dapat
dikarenakan prosedur kerja yang sudah jelas yang tersedia pada tempat kerja.
Dimana menurut Munandar (2008) salah satu yang menyebabkan ketaksaan
peran adalah kurangnya informasi yang didapat pekerja untuk dapat
melaksanakan tugasnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian
besar responden menganggap bahwa mereka mengetahui tugas yang harus
dikerjakan/diselesaikan selama bekerja.
Ketaksaan peran memiliki konsekuensi atau dampak yang sama dengan
permasalahan konflik peran dimana beberapa hasil penelitian menunjukkan
bahwa konflik peran dan ketaksaan peran berdampak pada timbulnya stres
kerja yang mengakibatkan menurunnya kepuasan kerja dari anggota
organisasi, rendahnya konsenterasi serta rendahnya kemampuan dalam
mengambil keputusan serta berpengaruh tidak langsung terhadap turnover
pekerja (Vanishree, 2014; Anton 2009; Rahim, 2011). Sigh (1998) dalam
Yasa (2017), menyatakan bahwa ketika pekerja mengalami ambiguitas peran
atau ketidakjelasan peran, disanalah mereka tidak mengetahui dengan jelas
bagaimana mereka menjalankan pekerjaan secara efektif maka dalam bekerja
mereka cenderung tidak efisien dan tidak terarah sehingga tingkat kinerja
yang dialami pekerja akan menurun.
130
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ketaksaan peran
yang tinggi memiliki persentase yang sama dengan ketaksaan peran yang
rendah, serta tidak memiliki hubungan terhadap stres kerja. Meskipun
variabel ini tidak memiliki hubungan dengan stres kerja, namun dapat
dilakukan pencegahan untuk menghindari terjadinya peningkatan ketaksaan
peran di waktu yang akan datang yang dapat memicu terjadinya stres.
Pencegahan ketaksaan peran dapat dilakukan dengan melakukan komunikasi
yang efektif (Singh, 2009). Komunikasi efektif dapat dilakukan antara atasan
dan bawahan (manajer dengan pekerja) ketika meeting setiap departemen
dilakukan atau setiap briefing yang dilakukan sebelum memulai pekerjaan.
Melalui hal tersebut, pekerja dapat menyampaikan hambatan yang dirasakan
mengenai pekerjaan yang mereka lakukan dan atasan dapat menyampaikan
peran dan tanggung jawab pekerja secara jelas sehingga pekerja dapat
mengetahui peran dan tanggung jawabnya serta dapat membantu pekerja
dalam mengatasi hambatan yang dirasakan khususnya ketaksaan peran yang
dirasakan pekerja.
6.3.4 Hubungan Antara Konflik Interpersonal Dengan Stres Kerja
Setiap pekerjaan mengharuskan pekerjanya untuk berinteraksi dengan
orang lain, misal dengan rekan kerja. Dalam beberapa pekerjaan, interaksi
sosial merupakan sumber kepuasan kerja. Akan tetapi, disisi lain interaksi
sosial berpotensi menimbulkan konflik yang dapat menimbulkan stres.
Konflik di tempat kerja merupakan hal yang biasa terjadi dimana
ketidaksepakatan merupakan kondisi yang tidak terhindarkan yang terjadi di
lingkungan pekerjaan. Beberapa konflik dapat mendorong dalam
131
meningkatkan produktivitas jika pekerja berusaha mencari solusi
permasalahan yang kreatif. Namun, ketika perbedaan dan ketidaksepakatan
memicu terjadinya perasaan sakit hati maka hal ini dapat menimbulkan stres
jangka panjang (Edelmann, 2000).
Hasil penelitian pada Tabel 5.5, menunjukkan bahwa sebgaian besar
responden menganggap bahwa konflik interpersonal yang dirasakannya
tinggi dengan persentase sebesar 51,3%. Secara teori, peningkatan konflik
interpersonal yang terjadi dapat meningkatkan terjadinya gejala stres kerja.
Peningkatan konflik interpersonal memiliki dampak yang sangat nyata
terhadap kejadian stres kerja. Dampak yang paling signifikan yaitu adanya
perasaan gelisah, dimana merupakan emosi yang muncul untuk
mengantisipasi permasalahan dan tantangan di masa depan. Apabila
seseorang pernah mengalami konflik interpersonal maka orang tersebut akan
menghabiskan banyak waktu yang lama untuk merenungkan masalah yang
pernah dialaminya dan lebih merasa khawatir mengenai kemungkinan terjadi
masalah serupa di masa depan (Jex & Britt, 2008).
Hasil analisis tabulasi silang pada Tabel 5.26 menunjukkan bahwa
responden yang mengalami stres kerja sebagian besar memiliki konflik
interpersonal yang tinggi dengan persentase sebesar 64,1%. Semakin tinggi
konflik interpersonal yang dialami oleh pekerja maka akan semakin
meningkatkan terjadinya stres kerja. Penelitian Laelasari (2016),
menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki hubungan interpersonal yang
kurang baik akan cenderung mengalami stres kerja 9,4 kali dibanding yang
memiliki hubungan interpersonal baik.
132
Berdasarkan hasil bivariat pada Tabel 5.26, juga diketahui bahwa antara
konflik interpersonal berhubungan secara signifikan dengan stres kerja
dengan P-value 0,039. Hasil tersebut sejalan dengan Lady, dkk (2017) yang
menyatakan bahwa konflik interpersonal berhubungan secara signifikan
dengan stres kerja. Penelitian lainnya yang dilakukan pada perusahaan
manufaktur baik skala kecil maupun skala sedang di Jepang menunjukkan
bahwa tingginya konflik interpersonal dapat berpengaruh terhadap
meningkatnya gejala depresi (Ikeda dkk, 2009). Selain itu, hasil ini juga
sejalan dengan penelitian Saijo, dkk (2007) dimana hasil yang didapat
menunjukkan bahwa ada hubungan antara konflik interpersonal dengan
gejala depresi pada petugas pemadam kebakaran di Jepang.
Konflik interpersonal yang sering terjadi adalah terdapatnya perbedaan
pendapat di antara anggota departemen, walaupun tidak menutup
kemungkinan adanya konflik yang terjadi pada antar departemen. Jex dan
Britt (2008) menyatakan bahwa bentuk konflik interpersonal dapat terjadi
dalam bentuk aktif maupun pasif. Konflik interpersonal secara aktif dapat
terjadi ketika seseorang berargumen dan mengeluarkan kata-kata kasat
kepada orang lain. Sementara konflik interpersonal pasif dapat terjadi misal
ketika seseorang lupa mengundang rekannya untuk menghadiri pertemuan
yang dianggap penting.
Konflik interpersonal yang tidak dikelola dengan baik dapat
menyebabkan penurunan produktivitas dan kualitas kerja sehingga
diperlukan langkah pengendalian dan pencegahan. Hal yang dapat dilakukan
adalah dengan melakukan penyelesaian konflik interpersonal pada pekerja
133
yang mengalaminya. Langkah pengendalian konflik interpersonal menurut
Wijono (2010), dapat dilakukan dengan melakukan komunikasi efektif
dengan pekerja yang bertikai. Komunikasi efektif dilakukan dengan
melakukan komunikasi dua arah yang menghasilkan umpan balik. Melalui
komunikasi, maka pihak manajemen dapat menggali informasi mengenai
permasalahan yang dihadapi antar pekerja tersebut. Sementara menurut
Arwani (2006), langkah yang dapat digunakan untuk penyelesaian konflik
adalah dengan memberikan pihak yang terlibat konflik untuk merenungkan
dan memikirkan alternatif penyelesaian masalahnya, melakukan kompromi
untuk mengambil jalan tengah dalam menyelesailkan konflik serta
melibatkan pihak yang terlibat konflik untuk bekerja sama dalam rangka
penyelesaian konflik. Dalam hal ini, dapat dilakukan pembuatan kegiatan
konseling secara periodik tiap 1 bulan sekali untuk mengetahui masalah yang
terjadi pada pekerja, terutama masalah konflik interpersonal pada pekerja.
6.3.5 Hubungan Antara Ketidakpastian Pekerjaan Dengan Stres Kerja
Ketidakpastian pekerjaan berkaitan dengan ancaman kehilangan
pekerjaan di masa mendatang, dimana variabel ini merupakan salah satu
sumber stres yang dapat mengakibatkan menurunnya performa kerja dan
menyebabkan pekerja mencoba mencari pekerjaan di tempat lain (Stellman,
1998). Ketakutan kehilangan pekerjaan dan ancaman bahwa pekerjaannya
dianggap tidak diperlukan lagi merupakan hal biasa yang dapat terjadi dalam
kehidupan kerja. Hal ini dapat terjadi karena adanya reorganisasi untuk
menghadapi perubahan lingkungan seperti penggunaan teknologi baru yang
134
membutuhkan keterampilan kerja yang baru maupun munculnya tenaga kerja
baru (Munandar, 2008).
Berdasarkan Tabel 5.6, diperoleh bahwa 52,6% responden atau
sebagian besar responden merasakan bahwa ketidakpastian terkait pekerjaan
yang dimilikinya tinggi. Ketidakpastian pekerjaan yang dirasakan oleh
pekerja akan berdampak buruk bagi diri pekerja tersebut. Perrewe & Ganster
(2010) menjelaskan bahwa ketidakpastian pekerjaan di masa depan, bagi
pekerja dinilai sebagai ancaman karena hal ini memiliki konsekuensi yang
serius yaitu dapat mengubah kehidupan seseorang secara drastis dan merubah
gaya hidup secara tidak terduga.
Hasil analisis tabulasi silang pada Tabel 5.27, menunjukkan bahwa
sebagian besar responden (65,0%) yang mengalami stres kerja merasakan
bahwa ketidakpastian pekerjaan yang dimilikinya tinggi. Selain itu
berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara ketidakpastian pekerjaan dengan stres kerja yang dialami pekerja
produksi PT. Indogravure dengan p-value 0,022. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Zyl, dkk (2013) yang dalam penelitiannya menyatakan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara ketidakpastian pekerjaan dengan
stres kerja.
Menurut Indrawan (2009) ketidakpastian pekerjaan dapat berupa
peluang kehilangan pekerjaan, kemungkinan pekerjaan tidak dilakukan lagi,
ketidakjelasan jenjang karir, serta kecilnya peluang promosi dan kenaikan
jabatan. Filipkowski dan Johnson (2008), menyatakan bahwa ketidakpastian
pekerjaan yang dirasakan pekerja dapat menyebabkan rendahnya komitmen
135
pekerja terhadap organisasi dan meningkatkan turnover pekerja (Perrewe &
Ganster, 2011). Robbins (2009) menjelaskan bahwa ketidakpastian pekerjaan
dapat terjadi dikarenakan kemungkinan perubahan pekerjaan serta
kemungkinan keterampilan yang tidak berguna di masa mendatang.
Kekhawatiran mengenai ketidakpastian pekerjaan dapat meningkatkan risiko
terjadinya stres pada individu tersebut yang dapat berdampak pada gangguan
secara psikologis dan fisik apabila stres terjadi dalam jangka waktu yang
panjang. Selain itu, kekhawatiran ini juga dapat memicu terjadinya kelelahan
dalam bekerja.
Terdapatnya sebagian besar responden yang merasakan ketidakpastian
pekerjaan yang tinggi serta adanya hubungan antara variabel ini dengan stres
kerja menjadikan variabel ini harus dilakukan langkah pencegahan dan
pengendalian. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan
mengendalikan ketidakpastian pekerjaan adalah dengan kontrak kerja yang
jelas mengenai status pekerja, masa kontrak dan upah yang diberikan,
menetapkan kebijakan yang jelas mengenai kepastian pekerjaan serta
menghargai hak pekerja (ILO, 2012).
6.3.6 Hubungan Antara Kontrol Kerja Dengan Stres Kerja
Kontrol kerja merupakan kombinasi antara tuntutan dalam suatu
pekerjaan dengan kebijaksanaan dalam menggunakan kemampuan yang
dimiliki. Kombinasi antara tuntutan pekerjaan yang tinggi dengan rendahnya
kontrol kerja dapat menimbulkan tekanan yang tinggi dan menyebabkan
timbulnya berbagai masalah kesehatan (Landy, 2010). Ketika permintaan dari
lingkungan tidak mampu dipenuhi maka individu akan merasa sulit
136
melakukan kontrol terhadap dirinya sendiri. Kurangnya kontrol terhadap diri
sendiri dapat menimbulkan stres yang disebabkan ketidakmampuan individu
dalam mengatur dirinya sendiri (Cardwell & Flanagan, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian yang tersaji pada Tabel 5.7 menunjukkan
hasil yang sama besar antara responden yang merasakan kontrol kerja rendah
dengan responden yang merasakan kontrol kerja tinggi dengan persentase
50,0%. Selain itu, berdasarkan hasil analisa tabulasi silang pada Tabel 5.28,
menunjukkan bahwa 55,3% responden yang mengalami stres kerja
merupakan responden yang merasakan kontrol kerja yang rendah. Akan
tetapi, hasil bivarat penelitian ini yang terdapat pada Tabel 5.28,
menunjukkan bahwa kontrol kerja tidak berhubungan dengan stres kerja
dengan p-value 0,646.
Hasil ini menunjukkan bahwa tinggi/rendahnya kesempatan pekerja
mengontrol pekerjaan yang dimiliki tidak dapat mempengaruhi stres kerja
yang dialami. Hasil ini sejalan dengan penelitian Karima (2014) yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kurangnya kontrol dengan
stres kerja. Menurut Byrne dan Rosenman (1990), hal tersebut dapat terjadi
karena lebih tingginya faktor pekerjaan lain seperti lebih tingginya jumlah
beban kerja yang membebani pekerja sehingga kesempatan pekerja untuk
mengontrol pekerjaan mereka masih belum mampu membantu dalam
mengurangi perasaan stres yang dialami.
Kurangnya kesempatan pekerja untuk mengontrol pekerjaan yang
dimiliki merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap munculnya
stres serta gangguan kesehatan yang dialami oleh pekerja (Karwowski, 2006).
137
Penelitian yang dilakukan oleh Marmot, dkk (1997) menunjukkan bahwa
pekerja yang memiliki kemampuan kontrol kerja rendah memiliki risiko
empat kali lebih besar terkena serangan jantung dibandingkan dengan pekerja
yang memiliki kontrol lebih besar terhadap pekerjaan (O’Rourke & Collins,
2009). Menurut Newton dan Jimmieson (2008) dalam Lewin, dkk (2011),
pemberian kesempatan kepada pekerja untuk mengontrol pekerjaan yang
dilakukan maka akan membantu mengurangi stres yang berkaitan dengan
pekerjaanya, dimana kesempatan yang diberikan kepada para pekerja dapat
meningkatkan kemudahan bagi para pekerja dalam menyelesaikan
pekerjaannya. Hal ini dapat mengurangi perasaan frustasi dan stres di tempat
kerja.
Langkah pengendalian dibutuhkan oleh pihak manajemen untuk
mengendalikan kontrol kerja kerja pada pekerja. Adapun langkah yang dapat
dilakukan untuk mengendalikan kontrol kerja agar setiap pekerja memiliki
kontrol yang baik terhadap pekerjaan yang dilakukan adalah dengan
melibatkan pekerja dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
kondisi pekerjaan (ILO, 2012).
6.3.7 Hubungan Antara Kurangnya Kesempatan Kerja Dengan Stres
Kerja
Kurangnya kesempatan kerja yang tersedia dapat menjadi suatu
masalah besar bagi individu yang dapat menyebabkan kekhawatiran terhadap
kemungkinan kehilangan pekerjaan dan sulitnya mencari pekerjaan kembali
(Bizymoms, 2013). Akibat dari hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
stres. Karena perasaan khawatir akibat kurangnya lapangan pekerjaan dapat
138
memicu terjadinya gangguan kesehatan mental, ketidakstabilan emosi, dan
kecemasan.
Berdasarkan Tabel 5.7, diketahui bahwa 52,6% responden merasakan
kurang kesempatan kerja yang tinggi. Sementara 47,4% responden
merasakan kurang kesempatan kerja yang rendah. Hal ini berarti
menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasa khawatir terhadap
kehilangan pekerjaan dan kesulitan dalam mencari lapangan kerja.
Kurangnya kesempatan kerja yang dirasakan oleh pekerja disebabkan
karena kekhawatiran pekerja terhadap ketersediaan lowongan pekerjaan
sesuai dengan kemampuan mereka di perusahaan lain dan bukan disebabkan
oleh faktor internal perusahaan. Sehingga, hal ini dapat menimbulkan
gangguan kesehatan dan menyebabkan terjadinya stres kerja yang berujung
pada terjadinya frustasi pada pekerja (Swain, 2008; Singh, 2006).
Berdasarkan analisa bivariat yang terdapat pada Tabel 5.29, diketahui
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kurangnya kesempatan
kerja dengan stres kerja dengan P-value 0,654. Namun, berdasarkan hasil
tabulasi silang diketahui bahwa sebagian besar responden yang mengalami
stres kerja merasakan kurang kesempatan kerja yang tinggi. Hal ini berarti
semakin tinggi rasa khawatir para pekerja mengenai kurangnya kesempatan
kerja maka akan semakin meningkat stres kerja yang dialami. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Eurofond (2010) pada pekerja di
Jerman pada tahun 1997 hingga 2001, dimana hasilnya menyatakan bahwa
pekerja yang tidak tetap yang dalam hal ini akan khawatir terhadap masa
depan pekerjaannya akan berdampak negatif terhadap kesehatan pekerja
139
seperti peningkatan depresi, dan stres. Penelitian Singh (2006) juga
menyatakan bahwa pekerja yang merasa khawatir terhadap kurangnya
kesempatan kerja yang dimiliki yang terjadi secara terus menerus akan
menimbulkan dampak gangguan kesehatan bagi individu.
Selain merugikan pekerja, kekhawatiran yang dialami pekerja juga
dapat berdampak negatif bagi perusahaan. Kekhawatiran yang dirasakan
pekerja dapat menyebabkan menurunnya komitmen pekerja terhadap
perusahaan, hilangnya kepercayaan terhadap manajemen, serta menurunnya
performa kerja (Witte, 2005). Meskipun tidak ada hubungan antara kurang
kesempatan kerja dengan stres kerja, namun hasil tabulasi silang
menunjukkan sebagian besar responden yang mengalami stres kerja
merasakan kurang kesempatan kerja yang tinggi. Oleh karena itu, pekerja
sebaiknya mengatasi perasaan khawatir mereka dengan melakukan kegiatan
seperti olahraga atau melakukan hobi yang disukai. Selain itu, pekerja dapat
melakukan peningkatan kemampuan diluar keterampilan yang dimiliki saat
ini sehingga tidak merasa khawatir apabila mencari pekerjaan yang tidak
sesuai dengan keterampilan yang dimiliki saat ini sekiranya kesempatan
bekerja di perusahaan saat ini sudah selesai.
6.3.8 Hubungan Antara Jumlah Beban Kerja Dengan Stres Kerja
Beban kerja merupakan lama seseorang melakukan aktivitas pekerjaan
sesuai dengan kemampuan dan kapasitas kerja yang bersangkutan tanpa
menunjukkan tanda kelelahan (Hariyono dkk, 2009). Sementara menurut
Rahim (2011), jumlah beban kerja merupakan suatu kondisi dimana pekerja
memiliki sejumlah pekerjaan yang banyak yang harus diselesaikan dalam
140
waktu yang terbatas sehingga pekerja memiliki ketidakmampuan untuk
menangani beban kerja yang dihadapinya. Gibson (1997) menyatakan bahwa
beban kerja yang terlalu banyak atau berlebih serta beban kerja yang sedikit
merupakan pembangkit stres. Beban kerja dapat dikategorikan kedalam
beban kerja berlebih atau terlalu sedikit kuantitatif, yang timbul akibat dari
tugas yang diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu
tertentu dalam jumlah yang terlalu sedikit maupun berlebih. Beban kerja yang
berlebih namun tidak disesuai dengan jumlah waktu kerja yang tersedia dapat
menjadi pemicu terjadinya stres kerja (Barkhuizen, 2008). Beban kerja yang
tinggi dan terus menerus sering dianggap sebagai faktor stres yang signifikan.
Beban kerja yang tinggi juga sering dikaitkan dengan jam kerja serta
intensitas kerja yang panjang (Eurofound, 2010). Permasalahan jumlah beban
kerja merupakan masalah umum yang menyebabkan munculnya stres kerja
yang dialami oleh pekerja di berbagai sektor industri (Karwowski, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada Tabel 5.9, diketahui
bahwa sebagian besar responden merasakan jumlah beban kerja yang
dimilikinya tinggi dengan persentase sebesar 64,5%. Adanya jumlah beban
kerja yang tinggi yang dirasakan oleh pekerja secara teoritis dapat
mengganggu kesehatan pada pekerja tersebut. Pada buku yang ditulis oleh
Molloy (2010), tuntutan dan beban kerja yang berlebih dapat memicu
munculnya stres di tempat kerja. Menurut Hariyono, Suryani, Wulandari
(2009) beban kerja yang berlebih atau tinggi dapat menyebabkan pekerja
mengalami kelelahan atau kejenuhan. Sementara Claessens, Van Eerdedan
Roe (2004) menyatakan bahwa beban kerja yang tinggi dapat menyebabkan
141
rendahnya produktivitas kerja akibat sulitnya melakukan pengaturan waktu
dalam menyelesaikan pekerjaan yang dimiliki (Perrewe & Ganster, 2010).
Berdasarkan hasil tabulasi silang pada tabel 5.30 diketahui bahwa
sebagian besar responden yang mengalami stres kerja merasakan jumlah
beban kerja yang dimilikinya tinggi. Namun, berdasarkan analisis bivariat
pada Tabel 5.30, tidak ada hubungan yang signifikam antara jumlah beban
kerja dengan stres kerja dengan P-value 0,865. Hasil penelitian ini tidak
sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Amalina (2016),
Sarwendah (2013), dan Lady (2017) yang menyatakan bahwa adanya
hubungan antara jumlah beban kerja dengan stres kerja pada pekerja. Akan
tetapi penelitian ini sesuai dengan penelitian Nurazizah (2017).
Tidak adanya hubungan antara dua variabel tersebut, dikarenakan
beban kerja yang rendah maupun tinggi sama-sama dapat menyebabkan stres
kerja. Hal ini sesuai dengan pernyataan Manuaba (2000), bahwa beban kerja
berlebih maupun rendah sama-sama dapat menimbulkan stres kerja. Beban
kerja yang terlalu berat dapat menyebabkan penyakit akibat kerja pada
pekerja. Sedangkan beban kerja yang terlalu sedikit dapat menyebabkan rasa
bosan karena terjadi pengulangan gerak. Sehingga dalam penelitian ini tidak
ditemukan hubungan antara beban kerja dengan stres kerja.
Peneliti juga berasumsi bahwa tidak adanya hubungan antara jumlah
beban kerja dengan stres kerja pada penelitian ini juga dapat terjadi karena
pekerja telah mampu bekerjasama dalam tim secara efektif. Mawarti (2016)
menjelaskan bahwa kemampuan tim dalam mendistribusikan beban kerja
142
yang berlebih dapat mengakibatkan tim dapat beradaptasi dengan perubahan
yang terjadi di lingkungan kerja.
Beban kerja yang dirasakan pekerja dapat menimbulkan dampak yang
serius bagi diri pekerja tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan dampak
yang cukup serius akibat jumlah beban kerja. Eurofond (2012) menyatakan
bahwa tingginya tuntutan kognitif dapat mempengaruhi kondisi seseorang
sehingga dapat menyebabkan peningkatan risiko penyakit, kecelakaan kerja,
serta masalah kesehatan mental serta dapat menyebabkan tingkat kepuasan
kerja yang rendah. Selain itu Jex & Britt (2008), menyatakan bahwa tingginya
beban kerja berhubungan dengan peningkatan kadar tekanan darah selama
bekerja.
Meskipun tidak adanya hubungan dengan stres kerja, jumlah beban
kerja yang dapat berdampak pada stres kerja tetap harus dilakukan langkah
pengendalian. Adapun langkah pengendalian yang dapat dilakukan dengan
mengatur jumlah beban kerja yang diberikan kepada pekerja serta
menyesuaikannya dengan kemampuan yang dimiliki pekerja (Borkowski,
2011). Pengaturan beban kerja yang adil dan sama antar pekerja menjadikan
pekerja tidak merasa memiliki beban kerja yang berat sendiri.
6.3.9 Hubungan Antara Variasi Beban Kerja Dengan Stres Kerja
Variasi beban kerja berkaitan dengan berbagai jenis pekerjaan yang
diberikan kepada pekerja dengan tuntutan kemampuan yang berbeda-beda.
Beban kerja yang beragam dapat menimbulkan stres bagi pekerja dikarenakan
pekerja merasa tidak mampu melaksanakan tugas yang diberikan, dimana
ketidakmampuan pekerja dalam melaksanakan tugas yang diberikan tersebut
143
dapat mempengaruhi penilaian diri seseorang terhadap dirinya (Rose, 1994).
Soegiono (2008) menyatakan bahwa tuntutan tugas yang beragam dan tidak
sesuai dengan kompetensi yang dimiliki pekerja akan berdampak pada stres.
Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada Tabel 5.10, didapatkan
bahwa sebagian bsar responden merasakan variasi beban kerja yang tinggi
dengan persentase sebesar 53,9%. Selain itu, hasil tabulasi silang yang
terdapat pada Tabel 5.31 menjelaskan bahwa sebagian besar responden yang
mengalami stres kerja memiliki variasi beban kerja yang tinggi dibanding
responden yang merasakan variasi beban kerja yang rendah. Selain itu hasil
analisa bivariat pada Tabel 5.31 menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara variasi beban kerja dengan stres kerja.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Lady, dkk (2017) yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara variasi beban kerja dengan stres kerja. Dalam
penelitian lain yang dilakukan Ikeda (2009), pada pekerja manufaktur di
Jepang menunjukkan hal yang sama bahwa variasi beban kerja yang tinggi
berhubungan terhadap peningkatan gejala depresi baik pada pekerja laki-laki
maupun perempuan. Penelitian Hoshino, dkk (2016) juga menyatakan bahwa
ada hubungan antara variasi beban kerja dengan terjadinya depresi pada
pekerja wanita Jepang. Penelitian lain yang dilakukan oleh Saijo, dkk (2007)
juga menyatakan bahwa variasi beban kerja berhubungan secara signifikan
dalam menyebabkan gejala depresi.
Tingginya variasi beban kerja yang dirasakan oleh pekerja, dapat terjadi
karena pekerja merasa tidak mampu mengerjakan beban kerja yang terlalu
beragam atau bervariasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Soegiono (2008)
144
yang menyatakan bahwa tuntutan tugas yang beragam akan berdampak pada
stres kerja. Secara umum, pekerja produksi memiliki beban kerja antara lain
membuat proses produksi sesuai dengan permintaan customer berdasarkan
jadwal yang telah ditetapkan, membuat ulang hasil produksi apabila
mengalami kesalahan atau tidak sesuai standar, bertanggung jawab terhadap
hasil produksi yang dihasilkan, membuat laporan hasil produksi, serta
memelihara area kerja seperti kebersihan dan kenyamanan (dengan
menerapkan prinsip 5R pada area kerja). Tuntutan pekerjaan yang bervariasi
ini dapat menyebabkan timbulnya keluhan stres kerja pada pekerja. Seperti
hasil penelitian ini yang memberikan hasil bahwa sebagian besar responden
dituntut untuk berpikir cepat dan meningkatkan konsenterasi selama bekerja.
6.3.10 Hubungan Antara Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain
Dengan Stres Kerja
Tanggung jawab di dalam pekerjaan terbagi menjadi dua, yaitu
tanggung jawab terhadap benda dan tanggung jawab terhadap orang lain.
Memegang tanggung jawab terhadap orang lain secara signifikan dapat
memicu terjadinya penyakit jantung koroner dibanding dengan memegang
tanggung jawab terhadap benda. Semakin tua dan tinggi tanggung ajwab
mereka maka akan semakin besar kemungkinan munculnya gejala penyajit
jantung koroner (Cooper, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.11, diketahui bahwa sebagian
besar responden merasakan tanggung jawab terhadap pekerja lain tinggi.
Meskipun pekerja produksi lebih banyak berinteraksi dengan mesin produksi,
namun secara tidak langsung hasil produksi yang dihasilkan akan
berpengaruh terhadap masa depan pekerjaan pekerja lain apabila hasil
145
produksi tidak sesuai dengan standar yang seharusnya. Menurut Karwowski
(2006), tanggung jawab terhadap orang lain dapat berkaitan dengan
kesuksesan dan keselamatan orang tersebut di lingkungan pekerjaan.
Sehingga semakin tinggi tanggung jawab yang dimiliki oleh seseorang
terhadap orang/orang lain, maka akan dapat memicu terjadinya stres kerja.
Berdasarkan hasil analisis bivariat pada Tabel 5.32, diketahui bahwa
sebagian besar responden yang mengalami stres kerja merasakan dan
memiliki tanggung jawab terhadap pekerja lain yang tinggi. Akan tetapi,
berdasarkan hasil analisa bivariat diketahui bahwa variabel tanggung jawab
terhadap pekerja lain tidak berhubungan dengan stres kerja dengan p-value
0,507. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Amalina (2016) dimana
tanggung jawab berhubungan secara signifikan terhadap stres kerja. namun
penelitian ini sejalan dengan penelitian Karima (2014). Aldwin (2007),
menjelaskan bahwa tanggung jawab biasanya beriringan dengan kemampuan
pekerja untuk mengontrol pekerjaannya. Tanggung jawab yang tinggi apabila
disertai dengan kemampuan mengontrol dengan baik, maka akan mampu
menurunkan stres kerja. Pada penelitian ini, terlihat bahwa keduanya telah
berjalan secara bersamaan atau beriringan akan tetapi tingginya beban kerja
yang dimiliki pekerja lebih berpotensi menyebabkan terjadinya stres kerja.
Sehingga sekalipun besarnya tanggung jawab yang dibebankan kepada
seseorang mampu dikontrol dengan baik namun bila jumlah beban kerja tetap
tinggi maka pekerja tetap akan mengalami stres kerja.
Meskipun tidak adanya hubungan antara tanggung jawab terhadap
pekerja lain dengan stres kerja, namun langkah pencegahan tetap dapat
146
dilakukan untuk mencegah terjadinya stres kerja apabila terjadi peningkatan
variabel ini di tempat kerja. Langkah yang dapat dilakukan adalah dengan
desain ulang pekerjaan. Desain ulang pekerjaan dilakukan untuk
menyesuaikan antara pekerjaan serta tanggung jawab yang harus dilakukan
pekerja serta disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki pekerja (Karima,
2014). Selain itu dapat pula mendelegasikan tanggung jawab terhadap pekerja
lain yang memiliki pekerjaan lebih sedikit guna mencegah menumpuknya
tanggung jawab pada pekerja tertentu.
6.3.11 Hubungan Antara Kemampuan yang Tidak Digunakan Dengan Stres
Kerja
Kemampuan pekerja yang tidak digunakan dapat menimbulkan stres
bagi pekerja tesebut. Kondisi ini seringkali terjadi pada pekerja yang
memiliki kemampuan banyak untuk melakukan pekerjaan, namun
kemampuan tersebut tidak dapat digunakan karena sudah menggunakan alat
bantu atau adanya pekerja lain yang melakukan tugas tersebut. Kondisi
seperti ini dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan ketidakpuasan
bagi pekerja sehingga dapat menimbulkan stres (Ross & Altmaier, 2000).
Pada penelitian yang ditampilkan pada Tabel 5.12, diketahui bahwa
sebagian besar responden merasakan kemampuan yang tidak digunakannya
rendah dengan persentase sebesar 51,3%. Hal ini dapat diketahui bahwa
sebagian besar responden sudah terbiasa menggunakan mesin produksi serta
sebagian besar responden masih dapat menggunakan kemampuan yang
dimiliki semasa sekolah. Penn (1994) menjelaskan bahwa ketika kemampuan
pekerja benar-benar tidak digunakan maka akan menghasilkan ketidakpuasan
bekerja yang dirasakan oleh pekerja.
147
Berdasarkan hasil analisa bivariat pada Tabel 5.33 diketahui bahwa
variabel ini tidak berhubungan secara statistik dengan stres kerja dengan p-
value 0,823. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Lady, dkk (2017)
dimana ada hubungan antara kemampuan yang tidak digunakan dengan stres
kerja. Hasil ini juga tidak sejalan dengan penelitian Elshaer, dkk (2017),
dimana dalam penelitiannya terdapat hubungan antara kemampuan yang
tidak digunakan dengan kelelahan emosional. Akan tetapi, hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Karima (2014), dimana dalam penelitiannya tidak
terdapat hubungan antara kemampuan yang tidak digunakan dengan stres
kerja dengan p-value = 0,617. Menurut Karima (2014), tidak adanya
hubungan antara kedua variabel tersebut dikarenakan, kemampuan yang tidak
digunakan bukan merupakan suatu hal yang menyebabkan stres. Akan tetapi,
terdapatnya faktor pekerjaan lain yang dapat menimbulkan stres.
Sementara dalam penelitian ini, peneliti berasumsi bahwa tidak adanya
hubungan antara kemampuan yang tidak digunakan dengan stres kerja dalam
penelitian ini, dapat disebabkan karena pekerja produksi mayoritas berasal
dari sekolah menengah kejuruan yang telah terbiasa dengan penggunaan alat-
alat atau mesin, sehingga kemampuan mereka dalam menggunakan mesin
saat di bangku sekolah dapat dipakai saat bekerja. Hal ini sesuai dengan
analisa jawaban kuesioner dimana sebagian besar responden menjawab
bahwa masih dapat menggunakan kemampuan serta keterampilan yang
dimiliki saat responden masih sekolah.
148
6.3.12 Hubungan Antara Tuntutan Mental Dengan Stres Kerja
Tuntutan mental merupakan sumber stres yang signifikan terutama
pada pekerjaan yang menuntut interaksi dengan klien seperti perusahaan pada
sektor jasa. Pekerjaan yang menuntut kondisi emosional yang baik sangat
berhubungan dengan rendahnya tingkat kesejahteraan pekerja secara mental
(Koradecka, 2010). Hal ini memungkinkan terjadinya peningkatan stres pada
pekerja.
Berdasarkan hasil penelitian ini yang ditampilkan pada Tabel 5.13,
didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden merasakan tuntutan mental
yang dimiliki tinggi saat responden sedang bekerja. Berdasarkan analisa
tabulasi silang pada Tabel 5.34 diketahui bahwa sebagai besar responden
yang mengalami stres kerja merasakan tuntutan mental yang tinggi dibanding
responden yang merasakan tuntutan mental yang rendah. Akan tetapi,
berdasarkan hasil bivariat diketahui bahwa tidak adanya hubungan yang
signifikan antara tuntutan mental dengan stres kerja dengan p-value sebesar
0,174. Hal ini sejalan dengan penelitian Karima (2014) dimana tidak terdapat
hubungan antara tuntutan mental dengan stres kerja. Hal ini dapat terjadi
dikarenakan pekerja sudah terbiasa dengan tekanan pekerjaan yang
dirasakannya sehingga tidak menganggap tuntutan mental sebagai penyebab
utama terjadinya stres yang dirasakan.
Gryna (2004) menjelaskan bahwa tuntutan mental yang terjadi secara
berlebihan yang melampaui kemampuan serta kompetensi pekerja dapat
menyebabkan terjadinya frustasi, bahkan burnout. Pekerjaan dengan tuntutan
mental yang baik seharusnya berada pada level tuntutan mental yang nyaman
149
bagi pekerja sehingga sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Walaupun demikian, sebagian besar pekerja dalam penelitian ini dapat
menyelesaikan pekerjaan dengan baik serta tetap dapat melakukan pekerjaan
meskipun pikirannya sedang tidak fokus.
Meskipun tidak adanya hubungan antara tuntutan mental dengan stres
kerja, namun tetap mengharuskan adanya langkah pencegahan bagi variabel
ini. Adapun langkah pencegahan yang dapat dilakukan menurut ILO (2012)
adalah dengan pertimbangan ulang terkait jumlah pekerjaan dengan kapasitas
pekerja serta mengembangkan kemampuan serta performa pekerja dalam
bekerja.
6.3.13 Hubungan Antara Shift Kerja Dengan Stres Kerja
Shift kerja merupakan pola pengaturan jam kerja sebagai pengganti
kerja siang hari sebagaimana yang biasa dilakukan, dimana biasanya dibagi
atas kerja pagi, sore, dan malam (Strank, 2005). Pada umumnya, shift kerja
terdiri atas tiga jenis yaitu, shift pagi, siang, dan malam. Durasi kerja pada
tiap perusahaan dapat berbeda tergantung jenis serta kebutuhan perusahaan,
dimana penerapan shift dilakukan untuk meningkatkan produktivitas
perusahaan.
Apabila dilihat dari waktunya, sistem shift kerja yang dilaksanakan di
PT. Indogravure merupakan sistem shift biasa yang terdiri dari 3 jenis shift
kerja. jenis shift kerja yang dijalani yaitu shift pagi, siang, dan malam. Shift
pagi dimulai pada pukul 07.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB, shift siang
dimulai pukul 15.00 WIB hingga pukul 23.00 WIB, sedangkan shift malam
150
dimulai pukul 23.00 WIB hingga pukul 07.00 WIB. Pekerja bagian produksi
dipekerjakan pada seluruh jenis shift kerja.
Berdasarakan komunikasi dengan pihak Indogravure diketahui bahwa
PT. Indogravure melaksanakan rotasi kerja setiap satu minggu sekali.
Sedangkan arah rotasi yang diterapkan di PT. Indogravure adalah rotasi
mundur. Pekerja produksi bekerja dimulai dari shift malam, shift siang, dan
kemudian shift pagi. Sementara hari libur yang diterapkan oleh PT.
Indogravure setelah bekerja shift adalah 1 hari. Pekerja bagian printing
bekerja selama 3 hari lalu libur 1 hari, sementara pekerja bagian laminasi dan
finishing bekerja selama 6 hari dan libur 1 hari.
Berdasarkan hasil yang didapatkan dan ditampilkan pada Tabel 5.14
diketahui bahwa pekerja yang melakukan shift malam terdapat 14 orang
(18,4%), shift sore 29 orang (38,2%) serta shift pagi 33 orang (43,4%).
Pekerja yang bekerja shift merupakan subjek yang rentan mengalami stres
kerja, seperti kelelahan, mudah marah, depresi, serta kurang minat bekerja
(Speegle, 2013). Selain itu shift kerja dapat memberikan dampak negatif bagi
fisiologis seseorang dikarenakan irama sirkardian seseorang terganggu. Efek
yang ditimbulkan seperti mudah lelah, menurunnya nafsu makan serta
gangguan pencernaan (Saftarina & Hasanah, 2014).
Berdasarkan hasil bivariat pada Tabel 5.35 diketahui bahwa tidak ada
hubungan antara shift kerja dengan stres kerja dengan p-value 0,569. Hasil ini
tidak sejalan dengan penelitian Marchelia (2014) yang menyatakan bahwa
ada hubungan antara shift kerja dengan stres kerja. akan tetapi, hasil
penelitian ini sejalan dengan Karima (2014) dan Nurazizah (2017) dimana
151
tidak ada hubungan antara shift kerja dengan stres kerja. Sementara penelitian
Dirken (1966), menjelaskan bahwa tidak ditemukan perbedaan gejala berarti
antara pekerja yang bekerja shift maupun tidak shift.
Tidak terdapatnya hubungan antara shift kerja dengan stres kerja pada
penelitian ini dapat terjadi karena pekerja shift sudah beradaptasi dengan baik
dengan jadwal mereka yang harus bergilir. Selain itu, pengaruh pekerjaan
terhadap pekerja produksi tidak berbeda baik pekerja yang bekerja pada shift
malam, siang ataupun pagi sehingga stres yang dialami pekerja tidak
dipengaruhi oleh faktor shift kerja. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara stres kerja pada pekerja produksi
yang bekerja yang bekerja pada shift pagi, siang serta malam.
Walaupun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara shift kerja
dengan stres kerja, namun sebaiknya pihak manajemen melakukan langkah
pengendalian untuk mencegah timbulnya stres kerja akibat pengaruh shift
kerja. Langkah yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan sistem
shift Amerika yaitu shift pagi dimulai pada pukul 08.00 – 16.00. Shift sore
dimulai pukul 16.00 – 24.00, dan shift malam dimulai pukul 24.00 hingga
08.00 pagi. Hal ini dapat memberikan keuntungan seperti tidur lebih lama
terutama pada shift pagi dan sore serta memberikan kesempatan pekerja untuk
mendapatkan waktu makan bersama dengan keluarga (Kuswadji, 1997).
Selain itu, diupayakan agar pekerja berusia tua tidak bekerja secara shift,
karena pekerja berusia tua lebih berisiko mengalami masalah gangguan
sirkardian dibanding pekerja usia muda (Barling dkk, 2005).
152
6.4 Hubungan Antara Faktor Individu Dengan Stres Kerja
6.4.1 Hubungan Antara Umur Dengan Stres Kerja
Umur diartikan sebagai lamanya keberadaan seseorang yang diukur
dalam satuan waktu dipandang dari segi kronologik, individu normal yang
memperlihatkan derajat perkembangan anatomis, dan fisiologik sama
(Nuswantari, 1998) dalam (Daniawati, 2013). Sedangkan menurut Hoetomo
(2005) dalam Kamus Bahasa Indonesia menyetakan bahwa umur merupakan
lama waktu hidup sejak dilahirkan. Menurut Rasasi (2015) umur merupakan
salah satu faktor risiko stres kerja pada seseorang. Namun, penelitian
mengenai pengaruh umur terhadap stres kerja masih menunjukkan hasil yang
seringkali berbeda-beda. Berdasarkan penelitian Aulya (2013) diketahui
bahwa ada hubungan antara umur dengan stres kerja. Sementara penelitian
yang dilakukan oleh Airmayanti (2009) diketahui tidak ada hubungan antara
umur dengan stres kerja.
Dari penelitian ini yang terdapat pada Tabel 5.15, diketahui rata-rata
umur pekerja produksi dalam penelitian ini adalah 32,36 tahun. Umur pekerja
termuda pada penelitian ini adalah 19 tahun dan umur pekerja tertua adalah
51 tahun. Rauschenbach dan Hertel (2011) dalam Schlick (2013) menjelaskan
bahwa hubungan umur dengan tingkat stres kerja membentuk kura U terbalik
dimana tingkat stres pada pekerja muda ( < 35 tahun) cenderung rendah dan
mulai mengalami peningkatan dan mencapai puncak stres kerja pada usia
menengah (36-50 tahun). Selanjutnya mengalami penurunan pada golongan
usia > 50 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian Cardiff University (2000)
dalam Suprapto (2008), dimana usia 41-50 tahun memiliki persentase terbesar
153
dalam terkena stres tingkat tinggi. Sedangkan pada usia 18-32 tahun dan usia
diatas 51 tahun memiliki persentase dalam mengalami stres tingkat rendah.
Perbedaan tingkat stres ini dapat dipengaruhi oleh tuntutan kerja yang
cenderung berbeda pada masing-masing kelompok umur sehingga
menghasilkan tingkat stres yang berbeda-beda.
Berdasarkan hasil bivariat pada Tabel 5.36, berdasarkan signifikansi α
= 5% diketahui bahwa umur tidak berhubungan secara signifikan dengan stres
kerja dengan p-value 0,157. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Lady (2017), Amalina (2016), Saijo (2007), Ibrahim (2016), Prabowo (2010),
dan Hidayat (2013) dimana tidak ada hubungan antara umur pekerja dengan
stres kerja yang dialami pekerja. Tidak adanya hubungan pada peneilitian ini
dikarenakan faktor pekerjaan seperti beban kerja yang diemban oleh pekerja
tidak dipengaruhi oleh umur. Baik pada pekerja muda maupun pekerja
berumur tua memiliki beban kerja yang tidak berbeda sehingga variabel umur
tidak berpengaruh dengan tingkat stres kerja (Karima, 2014).
6.4.2 Hubungan Antara Masa Kerja Dengan Stres Kerja
Masa kerja memiliki potensial untuk terjadinya stres kerja. Masa kerja
berhubungan dengan pengalaman pekerja dalam menghadapi permasalahan
di tempat kerja. Pekerja yang bekerja lama (diatas 5 tahun) biasanya memiliki
tingkat kejenuhan yang lebih tinggi daripada pekerja yang baru bekerja.
Kejenuhan ini kemudian dapat berdampak pada timbulnya stres di tempat
kerja (Munandar, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian ini yang terdapat pada Tabel 5.16,
diketahui bahwa rata-rata masa kerja yang dimiliki pekerja produksi adalah
154
93,71 bulan (± 8 tahun). Menurut Harigopal (1995), pekerja yang memiliki
masa kerja lebih lama biasanya memiliki permasalahan kerja lebih banyak
dibandingkan dengan pekerja dengan masa kerja yang masih sedikit.
Sehingga pekerja yang mempunyai masa kerja lebih lama akan mengalami
stres yang lebih tinggi dibanding pekerja yang bekerja baru atau memiliki
masa kerja sedikit.
Berdasarkan analisa bivariat pada Tabel 5.37 diketahui bahwa antara
masa kerja dengan stres kerja tidak berhubungan secara signifikan
berdasarkan uji Mann Whiney dengan alfa 5% dengan p-value 0,330. Hasil
ini sejalan dengan penelitian Lady (2017), yang menyatakan bahwa tidak ada
hubungan secara signifikan antara umur dengan stres kerja. Penelitian ini juga
sejalan dengan penelitian Bayuwega (2016) yang menyatakan bahwa tidak
ada hubungan antara masa kerja dengan stres kerja. Namun hasil penelitian
ini tidak sejalan dengan penelitian Prabowo (2010), yang dalam penelitiannya
terdapat hubungan secara signifikan antara masa kerja dengan stres kerja.
Tidak adanya hubungan antara masa kerja dengan stres kerja, karena
masa kerja lama maupun baru sama-sama dapat menjadi pemicu terjadinya
stres kerja. Masa kerja yang lama dapat menyebabkan stres kerja karena
timbulnya rasa bosan akibat pekerjaan yang monoton. Sementara masa kerja
baru dapat menyebabkan stres kerja karena pengalaman seseorang dalam
menghadapi suatu pekerjaan (Ismafiaty, 2011; Ibrahim, 2016). Sementara
Karima (2014) menjelaskan bahwa tidak adanya hubungan antara masa kerja
dengan stres kerja dapat dipengaruhi karena besarnya tanggung jawab yang
diberikan kepada pekerja. Pekerja baru maupun lama sama-sama memiliki
155
tanggung jawab dan beban kerja yang sama besar. Sehingga, masa kerja baru
ataupun masa kerja lama yang dimiliki oleh pekerja tidak dapat
mempengaruhi tingkat stres kerja yang dialami pekerja.
6.4.3 Hubungan Antara Status Pernikahan Dengan Stres Kerja
Individu yang menikah biasanya memiliki tingkat stres lebih rendah
dibandingkan dengan individu yang tidak menikah. Hal ini dikarenakan
pekerja yang mendapatkan dukungan karir dari pasangan maka stres akan
cenderung berkurang (Fink, 2010). Akan tetapi, pengaruh status pernikahan
terhadap stres kerja hanya berpengaruh positif apabila pernikahan yang ada
berjalan dengan baik (Karima, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.20, diketahui bahwa sebagian
besar pekerja produksi PT. Indogravure bestatus menikah (64,5%).
Sedangkan sisanya memiliki status tidak menikah (35,5%). Berdasarkan hasil
analisa tabulasi silang pada Tabel 5.38, diketahui bahwa sebagian besar
responden yang mengalami stres kerja, memiliki status tidak menikah dengan
persentase sebsar 59,3%. Akan tetapi berdasarkan hasil analisa bivariat, status
pernikahan tidak berhubungan dengan stres kerja dengan p-value 0,676. Hasil
ini sejalan dengan penelitian Amalina (2016), Ismafiaty (2011), yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara status menikah dengan stres
kerja. Tidak adanya perbedaan antara status menikah dengan stres kerja dapat
terjadi karena sama tingginya faktor pekerjaan baik pada pekerja yang
menikah maupun pekerja yang belum menikah sehingga tingkat stres kerja
yang ada tidak terlalu berbeda pada kelompok pekerja yang menikah maupun
yang belum menikah (Karima, 2014).
156
Tidak adanya hubungan antara status pernikahan dengan stres kerja
juga dapat terjadi akibat status pernikahan yang dapat mempengaruhi perilaku
seseorang baik secara positif maupun negatif tergantung bagaimana
seseorang menilai suatu masalah (Ismafiaty, 2011). Seperti yang
diungkapkan oleh Evayanti (2003), pekerja yang berstatus menikah, keadaan
keluarga dapat menjadi penghambat, mempercepat, atau menjadi penangkal
terjadinya stres. Apabila seseorang memiliki masalah di rumah maka
kecenderungan untuk mendapat stres di tempat kerja akan lebih besar maupun
sebaliknya. Penelitian Kiecolt-Glaser (2003) dalam Ogden (2012),
menyatakan bahwa individu yang bercerai atau individu yang menikah
namun tidak bahagia akan mengalami tingkat stres yang sama tingginya
dibandingkan dengan individu yang memiliki pernikahan yang bahagia.
6.4.4 Hubungan Antara Kepribadian Tipe A Dengan Stres Kerja
Kepribadian dapat diartikan sebagai keseluruhan cara dimana seorang
individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Salah satu
kepribadian yang ada dalam diri individu adalah kepribadian tipe A
(Robbins, 2008). Individu dengan kepribadian tipe A, cenderung mengalami
tingkat stres yang sedang sampai tinggi. Hal ini karena kepribadian tipe A
memiliki pola perilaku sangat ambisius dan agresif, berlomba dengan waktu
dan terlibat penuh pada tugas-tugas pekerjaannya (Robbins, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian yang ditampilkan pada Tabel 5.17,
diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki kepribadian tipe A yang
tinggi dengan persentase sebesar 53,9%. Individu dengan jenis kepribadian
ini, antara lain bercirikan sifat kompetitif, ambisius, tidak sabar, agresif dan
157
sangat kritis. Selain itu, individu dengan tipe kepribadian ini cenderung lebih
mudah marah sehingga cenderung mengalami permusuhan dengan
lingkungan di sekitarnya serta cenderung menderita ketegangan lebih besar
dibandingkan dengan kepribadian tipe B yang cenderung santai (McLeod,
2011; Setyawan, 2008).
Berdasarkan hasil tabel silang pada Tabel 5.39, diketahui bahwa
responden yang mengalami stres kerja sebagian besar memiliki kepribadian
tipe A yang tinggi dengan persentase sebesar 56,1%. Meskipun demikian,
akan tetapi variabel kepribadian tipe A tidak berhubungan secara signifikan
dengan stres kerja pada penelitian ini dengan p-value 0,501. Hasil ini tidak
sejalan dengan penelitian Lady (2017), Tejasurya (2010), Wijono (2006)
dimana ada hubungan yang signifikan antara variabel kepribadian tipe A
dengan stres kerja. Hasil ini juga tidak sejalan dengan penelitian Aghaei, dkk
(2013) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kepribadian tipe A
dengan stres kerja pada pekerja sektor swasta. Namun hasil penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian Karima (2014) serta Nurazizah (2017) dimana
dua penelitian tersebut memberikan hasil tidak adanya hubungan antara
variabel kepribadian tipe A dengan stres kerja.
Salah satu ciri kepribadian tipe A menurut Friedman dan Rosenman
(1974) adalah mudah mengalami stres. Namun dalam penelitian ini tidak
adanya hubungan antara kepribadian tipe A dengan stres kerja pada
responden bisa terjadi karena pekerja yang memiliki kepribadian tipe A tinggi
maupun pekerja yang memiliki kepribadian tipe A rendah, memiliki tingkat
stres kerja yang hampir sama. Sehingga stres kerja yang dialami bukan
158
dipengaruhi oleh kepribadian tipe A namun dapat dipengaruhi oleh faktor
lain.
6.4.5 Hubungan Antara Penilaian Diri Dengan Stres Kerja
Penilaian diri merupakan persepsi individu terhadap kemampuan,
keberhasilan dan kelayakan dirinya. Seseorang yang memiliki konsep diri
positif, maka dirinya memiliki penilaian diri yang tinggi sehingga dapat
mengembangkan diri dalam mengahadapi kondisi, situasi, atau peristiwa
yang mengganggu atau mengancam dirinya. Hal ini menyebabkan dirinya
terhindar dalam mengalami stres kerja (Munandar, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada Tabel 5.18, diketahui
bahwa sebagian besar responden telah memiliki penilaian diri yang baik
dengan persentase sebesar 53,9%. Hasil ini sejalan dengan penelitian Lady
dkk (2017), dimana dalam penelitiannya penilaian diri sudah memiliki
kecenderungan yang baik atau tinggi. Menurut Lundberg & Cooper (2011),
penilaian diri yang rendah sangat mungkin dalam meningkatkan risiko stres
yang dialami oleh seseorang terutama apabila tuntutan pekerjaan dan konflik
yang dimiliki cukup tinggi.
Berdasarkan hasil analisa bivariat pada Tabel 5.40, diketahui bahwa
penilaian diri dengan stres kerja tidak memiliki hubungan yang signifikan
dengan p-value 0,832. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
Nurazizah (2017) dimana dalam penelitiannya tidak ada hubungan antara
penilaian diri dengan stres kerja denga p-value = 0,536. Menurut Karima
(2014), tidak adanya hubungan antara variabel penilaian diri dengan stres
kerja dikarenakan meskipun seseorang telah menilai bahwa dirinya memiliki
159
kemampuan diri yang baik, namun penilaian diri tersebut tidak mampu dalam
mengurangi perasaan stres yang dialami pekerja dikarenakan faktor pekerjaan
yang tinggi salah satunya adalah beban kerja dan kekhawatiran terhadap masa
depan pekerjaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana dalam hasil
analisa tabel silang yang dilakukan diketahui bahwa responden yang memiliki
stres kerja lebih banyak pada mereka yang memiliki penilaian diri baik. Hal
ini dapat terjadi, dikarenakan meskipun penilaian diri pekerja sudah
cenderung baik namun tingginya faktor pekerjaan seperti jumlah beban kerja
yang dirasakannya tinggi tidak dapat mengurangi stres yang dirasakannya.
Dalam penelitian ini, diketahui bahwa penilaian diri pekerja produksi
sudah cenderung baik meskipun tidak ada hubungan antara variabel tersebut
denga stres kerja. Oleh karena itu, sebaiknya para pekerja tetap berusaha
dalam mempertahankan penilaian dirinya. Hal ini dapat dilakukan agar tidak
terjadi penurunan dalam penilaian terhadap diri sendiri yang dapat berdampak
terhadap peningkatan stres kerja di masa yang akan datang.
6.5 Hubungan Antara Faktor di Luar Pekerjaan Dengan Stres Kerja
Faktor di luar pekerjaan merupakan faktor yang berhubungan dengan
di luar pekerjaan dimana dapat mempengaruhi stres kerja pada seseorang
(Hurrel & McLaney, 1988). Aktivitas di luar pekerjaan dapat berpengaruh
dalam menimbulkan kondisi stres kerja, dimana pada semua model stres
kerja, aktivitas di luar pekerjaan diakui sebagai salah satu sumber stres bagi
pekerja (Hurrell, 1990).
Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada Tabel 5.21, diketahui
bahwa sebagian besar responden memiliki aktivitas di luar pekerjaan yang
160
tinggi dengan persentase sebesar 69,7%. Stres yang terjadi di tempat kerja
juga dapat dipengaruhi oleh tuntutan di luar pekerjaan. Isu-isu tentang
keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keluarga, keyakinan pribadi, dan
organisasi yang bertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan
perusahaan, dapat memberikan tekanan pada individu dalam pekerjaannya
(Munandar, 2008). Sama seperti stres kerja yang dapat mempengaruhi
kehidupan keluarga, maka tuntutan di luar pekerjaan juga dapat
mempengaruhi kehidupan di lingkungan pekerjaan (Nelson & Quick, 2013).
Hasil analisis tabulasi silang pada penelitian ini yang terdapat pada
Tabel 5.41, menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang mengalami
stres kerja memiliki aktivitas di luar pekerjaan yang tinggi. Selain itu,
berdasarakn hasil analisa bivariat terdapat hubungan antara aktivitas di luar
pekerjaan dengan stres kerja dengan p-value sebesar 0,032. Hasil ini sejalan
dengan penelitian Ariyanto, dkk (2015) dimana penelitian tersebut
menyatakan bahwa ada hubungan antara aktivitas di luar pekerjaan dengan
stres kerja yang dialami oleh masinis daerah operasi II Bandung.
Adanya kecenderungan yang cukup tinggi pada variabel aktivitas di
luar pekerjaan dalam penelitian ini serta adanya hubungan dengan stres kerja
dapat terjadi dikarenakan responden merasa bahwa tanggung jawab diluar
pekerjaan yang dilakukan dapat terbawa pada saat responden bekerja. Hal ini
dapat berpengaruh terhadap kinerja dari responden itu sendiri. Hal ini sesuai
dengan penjelasan Ariyanto, dkk (2015) yang menyatakan bahwa dalam
penelitiannya responden merasa bahwa adanya tanggung jawab yang cukup
besar di luar pekerjaannya, seperti tanggung jawab pada keluarga atau pihak
161
luar lainnya. Sehingga membuat masalah tersebut terbawa pada saat
responden bekerja. Sehingga dapat mempengaruhi kinerja dari responden itu
sendiri.
Cukup tingginya variabel aktivitas di luar pekerjaan pada penelitian ini
serta adanya hubungan antara variabel ini dengan stres kerja mengharuskan
pekerja untuk mengendalikan faktor tersebut. Langkah pengendalian yang
dapat dilakukan adalah dengan metode penenangan diri baik seperti meditasi,
olahraga, ataupun melakukan hobi yang disukai. Hal ini diharapkan dapat
mengurangi dampak yang ditumbulkan akibat aktivitas di luar pekerjaan yang
dapat memperberat stres kerja akibat pekerjaan.
6.6 Hubungan Antara Faktor Pendukung Dengan Stres Kerja
Faktor pendukung adalah kemampuan dan semua sumber yang
diperlukan untuk mengurangi dampak stres terhadap individu. Dukungan
sosial merupakan faktor pendukung yang dapat mempengaruhi stres kerja
seseorang (Hurrel & McLaney, 1988). Dukungan sosial yang baik dapat
berdampak positif bagi kesehatan pekerja. Hal ini karena lingkungan yang
baik dapat mencegah timbulnya faktor yang dapat menyebabkan stres. Selain
itu, apabila dalam lingkungan kerja banyak terdapat sumber stres, dukungan
sosial dapat menjadi penahan dampak negatif sumber stres di lingkungan
tersebut (Koradecka, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian yang ditampilkan pada Tabel 5.22,
diketahui bahwa sebagian besar responden telah mendapatkan dukungan
sosial yang tinggi dengan persentase 52,6%. Dukungan sosial yang
didapatkan pekerja dari tempat kerja dapat memberikan kontribusi, terutama
162
dalam produktivitas dan kesejahteraan karyawan (Hodson, 1997). Johnson
(2000) mengemukakan bahwa dukungan sosial secara umum akan
meningkatkan produktivitas kerja melalui peningkatan motivasi, dan
kepuasan kerja. Selain itu, dapat pula meningkatkan kesejahteraan psikologi,
serta kesehatan fisik. Dukungan sosial dapat mempengaruhi kesehatan
seseorang dengan melindunginya dari dampak negatif akibat stres kerja yang
tinggi, serta membantu seseorang untuk dapat mengatasi keadaan stres yang
dialami (Rout, 2002). Penelitian Margiati (1999) dalam Nurazizah (2017)
menjelaskan dimana ketika seseorang/pekerja tidak mendapat dukungan dari
rekan kerja (baik atasan maupun bawahan) maka akan cenderung lebih mudah
dalam mengalami stres. Salah satu dukungan sosial menurut Almasitoh
(2011), dapat berasal dari rekan kerja dimana dukungan dari rekan kerja akan
membantu seseorang keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi,
terutama terkait masalah pekerjaan.
Hasil analisis tabulasi silang yang ditampilkan pada Tabel 5.42,
menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang mengalami stres kerja
memiliki dukungan sosial yang rendah. Namun pada penelitian ini dukungan
sosial tidak berhubungan dengan stres kerja dengan p-value 1,000. Hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan pernyataan Kato (2008) yang menyatakan
bahwa beban kerja yang tinggi yang dirasakan oleh pekerja apabila disertai
dengan dukungan sosial yang baik, maka akan mampu mencegah terjadinya
dampak stres yang dialami. Selain itu, penelitian ini juga tidak sejalan dengan
penelitian Almasitoh (2011), Setyaningrum (2014), dan Suryaningrum (2015)
yang menyatakan bahwa ada hubungan antara dukungan sosial yang
163
diberikan dengan stres kerja yang terjadi pada pekerja yang dalam hal ini
adalah petugas kesehatan. Penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian
Honda (2014) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara stres kerja
dengan dukungan sosial yang diberikan oleh atasan dan/atau rekan kerja.
Akan tetapi penelitian ini sejalan dengan penelitian Karima (2014), dimana
tidak ada hubungan antara dukungan sosial dengan stres kerja.
Tidak terdapatnya hubungan antara dukungan sosial dengan stres kerja
pada pekerja produksi PT Indogravure dapat terjadi dikarenakan dukungan
sosial yang dimiliki oleh para pekerja tidak mampu mengurangi perasaan
stres yang dapat diakibatkan oleh tingginya faktor pekerjaan seperti beban
kerja yang tinggi, serta kurangnya kesempatan kerja yang dirasakan oleh
pekerja. Karima (2014) menjelaskan bahwa dukungan sosial yang baik
sekalipun tidak mampu menurunkan stres kerja yang dialami pekerja yang
dapat berasal dari faktor pekerjaan. Selain itu berdasarkan penelitian
terdahulu diketahui bahwa pengaruh karakteristik pekerjaan dapat
mempengaruhi hasil penelitian, sehingga pada penelitian ini tidak terdapat
hubungan antara dukungan sosial dengan stres kerja (Rossi dkk, 2006).
Banyak kasus yang menunjukkan bahwa pekerja yang mengalami stres
kerja adalah pekerja yang tidak mendapat dukungan dari keluarga, teman, dan
semacamnya. Begitu juga ketika pekerja tidak mendapat dukungan dari rekan
kerja akan cenderung lebih mudah mengalami stres (Margiati, 1999).
Menurut Cohen dan Syme (1985), dukungan sosial yang dirasakan akan
berfungsi mengurangi efek-efek negatif dari gangguan dan mengembalikan
individu kedalam kesehatan mental yang baik. Adanya dukungan sosial yang
164
terus-menerus dari lingkungan terdekatnya, baik dari keluarga, rekan kerja,
maupun atasan maka akan membuat seorang karyawan merasa dihargai dan
diperhatikan sehingga konflik yang timbul akan dihadapi dengan tenang.
Dari hasil penelitian ini secara keseluruhan menunjukkan bahwa
dukungan sosial di lingkungan kerja sudah cukup baik, meskipun tidak ada
hubungan antara variabel ini dengan stres kerja. Oleh karena itu, lingkungan
sosial ini sebaiknya tetap terjaga untuk mencegah timbulnya stres kerja di
kemudian hari. Dukungan sosial yang baik dapat berupa hubungan yang
harmonis antara pihak manajemen dan pekerja dan saling memberikan
dukungan terhadap sesama pekerja. Rahmawati (2014) mengemukakan
bahwa dukungan yang diberikan dapat terdiri dari dukungan penghargaan
kepada pekerja yang bertujuan untuk mengembangkan harga diri dan
kepercayaan diri seseorang. Selain itu dapat pula berupa dukungan informatif
seperti pemberian nasihat atau saran, penjelasan dan umpan balik yang
bertujuan untuk memberikan alternatif pemecahan masalah yang dihadapi.
165
7 BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap pekerja
produksi di PT Indogravure dapat disimpulkan bahwa:
1. Distribusi stres kerja pada pekerja bagian produksi PT. Indogravure sebesar
51,3% dari total responden.
2. Gambaran faktor pekerjaan adalah sebagai berikut:
a. Sebagian besar responden menganggap lingkungan fisik di area kerja
buruk dengan persentase 63,2%.
b. Responden yang memiliki konflik peran tinggi sama dengan responden
yang memiliki konflik peran rendah dengan persentase 50,0%.
c. Responden yang memiliki ketaksaan peran tinggi sama dengan
responden yang memiliki ketaksaan peran rendah dengan persentase
50,0%.
d. Sebagian besar responden memiliki konflik interpersonal yang tinggi
dengan persentase 51,3%.
e. Sebagian besar responden merasakan dan menganggap ketidakpastian
pekerjaan yang dimiliki tinggi dengan persentase 52,6%
f. Responden yang memiliki kontrol kerja rendah sama besar dengan
responden yang memiliki kontrol kerja tinggi dengan persentase
sebesar 50,0%.
166
g. Sebagian besar responden merasakan dan menganggap kurangnya
kesempatan kerja yang tinggi dengan persentase 52,6%.
h. Sebagian besar responden merasakan jumlah beban kerja yang
dimilikinya tinggi dengan persentase 64,5%.
i. Sebagian besar responden merasakan variasi beban kerja yang
dimilikinya tinggi dengan persentase 53,9%.
j. Sebagian besar responden merasakan tanggung jawab terhadap pekerja
lain yang dimilikinya tinggi dengan persentase 56,6%.
k. Responden yang merasakan kemampuan yang tidak digunakannya
tinggi cenderung sedikit dengan persentase 48,7%.
l. Sebagian besar responden merasakan tuntutan mental yang dimilikinya
tinggi dengan persentase 55,3%.
m. Responden yang bekerja pada shift malam sebanyak 18,4%, shift sore
sebanyak 38,2%, dan shift pagi sebanyak 43,4%.
3. Gambaran faktor individual adalah sebagai berikut:
a. Umur responden memiliki rata-rata sebesar 32,36 tahun.
b. Masa kerja responden memiliki rata-rata sebesar 93,71 bulan (± 8
tahun).
c. Sebagian besar responden memiliki kepribadian tipe A yang tinggi
dengan persentase sebesar 53,9%.
d. Sebagian besar responden memiliki penilaian diri yang baik dengan
persentase sebesar 53,9%.
e. Seluruh responden berjenis kelamin laki-laki (100%).
167
f. Sebagian besar responden memiliki status menikah, yaitu sebanyak 49
responden (64,5%).
4. Sebagian besar responden memiliki aktivitas di luar pekerjaan yang tinggi
dengan persentase sebesar 69,7%.
5. Sebagian besar responden mendapatkan dukungan sosial yang tinggi
dengan persentase sebesar 52,6%.
6. Hubungan antara faktor pekerjaan dengan stres kerja adalah sebagai berikut:
a. Tidak ada hubungan antara lingkungan fisik dengan stres kerja pada
pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value
sebesar 0,066.
b. Tidak ada hubungan antara konflik peran dengan stres kerja pada
pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value
sebesar 0,359.
c. Tidak ada hubungan antara ketaksaan peran dengan stres kerja pada
pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value
sebesar 1,000.
d. Terdapat hubungan antara konflik interpersonal dengan stres kerja pada
pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value
sebesar 0,039.
e. Terdapat hubungan antara ketidakpastian pekerjaan dengan stres kerja
pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-
value sebesar 0,022.
168
f. Tidak ada hubungan antara kontrol kerja dengan stres kerja pada
pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value
sebesar 0,646.
g. Tidak ada hubungan antara kurangnya kesempatan kerja dengan stres
kerja pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017
dengan p-value sebesar 0,654.
h. Tidak ada hubungan antara jumlah beban kerja dengan stres kerja pada
pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value
sebesar 0,865.
i. Terdapat hubungan antara variasi beban kerja dengan stres kerja pada
pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value
sebesar 0,040.
j. Tidak ada hubungan antara tanggung jawab terhadap pekerja lain
dengan stres kerja pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure
Tahun 2017 dengan p-value sebesar 0,507.
k. Tidak ada hubungan antara kemampuan yang tidak digunakan dengan
stres kerja pada pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017
dengan p-value sebesar 0,823.
l. Tidak terdapat hubungan antara tuntutan mental dengan stres kerja pada
pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value
sebesar 0,174.
169
m. Tidak ada hubungan antara shift kerja dengan stres kerja pada pekerja
bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value sebesar
0,569.
7. Hubungan antara faktor individual dengan stres kerja adalah sebagai
berikut:
a. Tidak ada hubungan antara umur dengan stres kerja pada pekerja bagian
produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value sebesar 0,330.
b. Tidak ada hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada pekerja
bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value sebesar
0,119.
c. Tidak ada hubungan antara status pernikahan dengan stres kerja pada
pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value
sebesar 0,430.
d. Tidak ada hubungan antara kepribadian tipe A dengan stres kerja pada
pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value
sebesar 0,501.
e. Tidak ada hubungan antara penilaian diri dengan stres kerja pada
pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value
sebesar 0,832.
8. Terdapat hubungan antara aktivitas di luar pekerjaan dengan stres kerja pada
pekerja bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value
sebesar 0,032.
170
9. Tidak ada hubungan antara dukungan sosial dengan stres kerja pada pekerja
bagian produksi di PT Indogravure Tahun 2017 dengan p-value sebesar
1,000.
7.2 Saran
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi stres kerja perlu adanya pengendalian serta pencegahan untuk
mengurangi konsekuensi terjadinya stres kerja pada pekerja, baik
pengendalian dari pihak manajemen maupun dari pekerja, sebagai berikut:
7.2.1 Bagi Perusahaan
1. Melakukan komunikasi yang efektif dengan pekerja mengenai cara
penyelesaian pekerjaan untuk mengendalikan konflik peran yang
dirasakan pekerja.
2. Melakukan evaluasi terhadap uraian kerja pekerja produksi dan
melakukan komunikasi yang efektif sebelum bekerja. Komunikasi
yang efektif dilakukan untuk menyampaikan peran serta tanggung
jawab pekerja produksi secara jelas serta pekerja dapat
menyampaikan hambatan yang dirasakan selama melakukan
pekerjaan.
3. Pembuatan program kegiatan konseling secara periodik bulanan
untuk mendiskusikan masalah yang terjadi pada pekerja terutama
terkait masalah konflik interpersonal pekerja. Kegiatan tersebut
dapat dilakukan oleh pihak Kepala Bagian Produksi yang bekerja
sama dengan pihak HRD - GA (Human Resources Development –
171
General Affair). Hasil dari konseling tersebut dapat digunakan untuk
mencari strategi penyelesaian konflik. Misalnya dengan
menempatkan pekerja yang sedang terlibat konflik untuk bekerja
dalam 1 grup shift dalam rangka penyelesaian konflik,
4. Pembuatan kegiatan outdoor seperti gathering perusahaan, dimana
kegiatan ini dapat dilakukan untuk membangun hubungan
interpersonal yang baik antara pekerja dengan pekerja atau pekerja
dengan atasan. Selain itu, kegiatan ini dapat dilakukan sebagai
langkah dalam melepas penat dari rutinitas pekerjaan serta langkah
mencegah terjadinya peningkatan stres akibat beban serta rutinitas
pekerjaan.
5. Menciptakan dan mempertahankan kualitas lingkungan fisik agar
tetap sesuai dengan standar yang ditetapkan, seperti melakukan
pengendalian teknis (memasang penghalang atau barrier) untuk
meredam suara bising yang dihasilkan oleh mesin, meningkatkan
pengawasan secara intensif terhadap pemakaian alat pelindung
telinga (ear plug) dan memberikan sanksi bagi yang tidak
menggunakannya, serta pemberian ventilasi dilusi yang dibantu
dengan fan untuk mengendalikan suhu di area kerja.
6. Menetapkan kontrak kerja yang jelas mengenai status kepegawaian
pekerja produksi, serta menerapkan kebijakan yang jelas mengenai
kepastian kerja untuk mengurangi rasa khawatir pekerja terhadap
ketidakpastian pekerjaan yang dirasakan.
172
7. Melakukan pendistribusian beban kerja yang sama antar pekerja,
dengan harapan dapat menjadikan pekerja tidak merasa memiliki
beban kerja yang berat sendiri.
8. Meningkatkan keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan
yang berkaitan dengan kondisi pekerjaan untuk meningkatkan
kontrol pekerja serta partisipasi pekerja terhadap pekerjaan.
9. Dapat membuat kegiatan senam sehat secara periodik tiap minggu,
dimana diharapkan dalam kegiatan tersebut selain dapat digunakan
untuk langkah mengurangi stres yang dirasakan pekerja dapat pula
untuk membangun hubungan interpersonal yang baik, baik antara
sesama rekan kerja maupun antara pekerja dengan atasan. Dapat pula
dilakukan pembangunan sarana olahraga jika memungkinkan,
dimana sarana tersebut dapat digunakan pekerja dalam melakukan
kegiatan fisik (olahraga) untuk mengurangi perasaan stres yang
dialami.
10. Penjaringan calon pekerja produksi yang sesuai dengan bidang
keahlian saat calon pekerja masih sekolah. Penjaringan/perekrutan
yang sesuai menjadikan calon pekerja tetap dapat menggunakan
kemampuannya saat masih di bangku sekolah, sehingga perasaan
terkait kemampuan yang tidak digunakan dapat dikurangi. Selain itu
dapat pula dilakukan pemberian pelatihan bagi pekerja baru yang
belum pernah memiliki keahlian dalam bekerja dengan mesin atau
berhadapan dengan mesin.
173
7.2.2 Bagi Pekerja
1. Mengatur waktu dengan baik dalam melakukan atau menyelesaikan
pekerjaan dengan kehidupan pribadi sehingga terjadi keseimbangan
antara pekerjaan yang dilakukan dengan kehidupan pribadi yang
dimiliki.
2. Menambah relasi dengan teman di luar perusahaan saat ini agar
memudahkan mencari lowongan kerja baru apabila kontrak kerja
dengan perusahaan saat ini sudah habis.
3. Mempertahankan dalam penggunaan alat pelindung telinga (ear
plug) yang telah disediakan oleh manajemen perusahaan agar
melindungi dari paparan bising terus menerus yang dapat
mengakibatkan masalah pendengaran, walaupun kebisingan di area
kerja tidak terlalu tinggi.
4. Menjaga serta meningkatkan hubungan interpersonal yang baik
sesama rekan kerja. Serta apabila merasa memiliki konflik dengan
rekan kerja, dapat dibicarakan dengan atasan untuk meminta
pendapat mengenai cara penyelesaian masalah. Selain itu juga dapat
membicarakan masalah konflik tersebut dengan rekan kerja yang
bertikai agar dapat segera menyelesaikan masalah yang terjadi
sehingga tidak berlarut-larut.
174
7.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
1. Melakukan penyebaran serta pengisian kuesioner secara langsung
kepada responden agar maksud dan tujuan penelitian dapat
tersampaikan dengan jelas.
2. Mendampingi serta melakukan pemantauan terhadap responden
selama melakukan pengisian kuesioner agar tidak terjadi kerjasama
antar responden.
3. Menggunakan instrumen penelitian lain yang lebih objektif
dibandingkan dengan instrumen self-reported measurement.
175
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, R., Widyahening, I,S., Amri, Z., Kusumawardhani, A. 2011. Stressor
Kerja dan Insomnia pada Petugas Pemadam Kebakaran di Jakarta Selatan.
Journal Indonesian Medical Association, 61(12).
Aghaei, M., Asadollahi, A., Moezzi, A. D., Beigi, M., Parvinnejad, F., 2013. The
Relation Between Personality Type, Locus of Control, Occupational
Satisfaction and Occupational Exhaustion and Determining the
Effectiveness of Stress Innoculation Trainng (SIT) on Reducing It Among
Staffers of Saipa Company. Journal of Recent Science, 2(12) : 6-11.
Agustin, D., 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur pada Pekejra
Shift di PT. Krakatau Tirta Industri Cilegon. Universitas Indonesia, Depok.
Airmayanti, D., 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi PT. ISM. Bogasari Flour Mills Tbk. UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
AIS., 2013. Workplace Stress. Diakses dari http://www.stress.org/workplace-stress/
pada tanggal 5 Mei 2017.
Almasitoh, U, H., 2011. Stres Kerja Ditinjau dari Konflik Peran Ganda dan
Dukungan Sosial pada Perawat. Jurnal Psikologi Islam, 8(1): 63-82.
Aldwin, C. M., 2007. Stress, Coping, and Development: An Integrative Perspective.
The Guilford Press, United States of America.
Amalina, N., Huda., Hejar., 2016. Jib Stress and Its Determinants Among Academic
Staff in a University in Klang Valley, Malaysia. Int Journal of Public Helath
and Clinical Sciences, 3(6): 125 -136.
Amran, Y. 2012. Pengolahan dan Analisis Data Statistik di Bidang Kesehatan.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
176
Anton., 2009. The Impact of Role Stress on Workers Behavior Through Job
Satisfication and Organizational Commitment. International Journal
Psychology, 44(3): 187-194.
Antoniou, P, F., & Vlachakis, A.N., 2006. Gender and Age Differences in
Occupational Stress and Professional Burnout Between Primary and High-
school Teachers in Greece. Journal of Managerial Psychology, 81, 682-690.
APA., 2012. Measures of Organizational Stressors. Diakses melalui
http://supp.apa.org/books/Preventive-Stress-Management-
Second/organizationalstressors.pdf pada 20 Oktober 2017.
APA., 2016. Stress : The Different Kind of Stress. Diakses melalui
http://www.apa.org/helpcenter/stress-kinds.aspx.
Ariawan, I., 1998. Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan. FKM
Universitas Indonesia, Depok.
Arisona, A.S. 2008. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kondisi Lingkungan
Kerja dengan Tingkat Stres Kerja pada Karyawan Bagian Tebang Angkut
di Pabrik Gula Rejo Agung Baru Madiun. Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta.
Ariyanto, A., Ceacilia, S.W., Arie, D., 2015. Analisis Tingkat Stres dan
Performansi Masinis Daerah Operasional II Bandung. J. Online Institut
Teknologi Nasional, 3(1).
Arwani, Z., 2006. Manajemen Bangsal Keperawatan. Anggota IKAPI, Jakarta.
Barkhuizen, N., Rothmann, S., 2008. Occupational Stress of Academic Staff in
South African Higher Education Institutions. South African Journal of
Psychology, 38: 321-336.
Barling, J., Kelloway, E.K., Frone, M.R., 2005. Handbook of Work Stress. Sage
Publications Inc, United States of America.
177
Bayuwega, H. G., Wahyuni, I., Kurniawan, B., 2016. Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Stres Kerja pada Anggota Polisi Satuan Reserse
Kriminal Polres Blora. E-Journal Undip, 4(4) : 673-681.
Bickford, M., 2005. Stress in the Workplace: A General Overview of the Causes,
the Effects, and the Solution. Diakses dari
http://www.cmhanl.ca/pdf/Work%20Place%20Stress.pdf pada tanggal 27
April 2017.
Bizymoms. 2013. The Lack of Job Opportunities : Job Employment Opportunities.
Diakses dari http://www.bizymoms.com/job-career/lack-of-
jobopportunities.html pada tanggal 21 Agustus 2017.
Budiharto., 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan dengan Contoh Bidang Ilmu
Kesehatan Gigi. EGC, Jakarta.
Budiono, S., 2003. Bunga Rampai Higiene Perusahaan Ergonomi (HIPERKES) dan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang.
Byrne, D. G., Rosenman, R. H., 1990. Anxiety and the Heart. Hemisphere
Publishing Corporation, United States of America.
Cardwell, M., Flanagan, C. 2005. Psychology AS.
Cohen, S., Syme, S. L., 1985. Social Support and Health. Academic Press Inc,
Florida.
Cooper, C. L., 2013. From Stress to Wellbeing. Palgrave Macmillan, New York.
Cox., Tom., Amanda., Griffith., dan Eusebio Rial-Gonzales., 2000. Work Related
Stress, Officer for Official Publications of the European Communities.
Luxembourg.
178
Daniawati, 2013. Hubungan Antara Individual Arena dan Work Arena dengan Stres
Kerja pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower
(EPC3) Proyek Banyu Urip di PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun
2013. UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Depkes RI., 2006. Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja Instalasi Farmasi
Rumah Sakit (K3-IFRS). Depkes RI, Jakarta
Dewi, I.G.A.A.D.A., Wibawa, I. M. A., 2016. Pengaruh Konflik Interpersonal dan
Beban Kerja terhadap Stres Kerja pada Kantor Sekretariat Daerah Kota
Denpasar. E-Jurnal Manajemen Unud, 5 (8) : 4865 – 4891.
Edelmann, R.J., 2000. Interpersonal Conflicts At Work. Universities Press, India.
Elshaer, N. S. M., Moustafa, M. S. A., Aiad, M. W., Ramadan, M. I. E., 2017. Job
Stress and Burnout Syndrome among Critical Care Healthcare Workers.
Alexandria Journal of Medicine.
Emeny. R., 2013. Workplace Stress Poses Risk to Health.
Eurofound., 2010. Work Related Stress. Diakses melalui
https://www.eurofound.europa.eu/observatories/eurwork/comparative-
information/work-related-stress pada tanggal 5 November 2017.
Eurofound., 2012. Health and Well-being at Work: A Report Based on the Fifth
European Working Conditions Survey. Dublin.
Evayanti., 2003. Gambaran Keluhan Stres Kerja pada Pengemudi Bus Kota PPD
Jakarta Tahun 2002. Universitas Indonesia, Depok.
Fink, G., 2010. Stress Consequences: Mental, Neuropsychological, and
Socioeconomic. Elsevier, United Kingdom.
Friedman, M., Rosenman, R. H., 1974. Type A Behavior and Your Heart. Knopf,
New York.
179
Gautama, D., 2008. Studi Stres Kerja Perawat di RS. X Jakarta. Universitas
Indonesia, Depok.
Gibson, dkk., 1995. Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta, Erlangga.
Gibson, J. 1997. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Jilid 1. Binarupa Aksara,
Jakarta.
Government of Canada., 2016. Psychological Health in the Workplace. Diakses
dari https://www.canada.ca/en/employment-social-
development/services/health-safety/reports/psychological-
health.html?wbdisable=true pada 4 September 2016.
Greenberg, J.S. 2002., Comprehensive Stress Management. 8th ed. New York,
McGraw-Hill Companies, Inc.
Gryna, F. M., 2004. Work Overload: Redesigning Jobs to Minimize Stress and
Burnout. Quality Press, United States of America.
Halkos, G., Bousinakis, D., 2010. The Effect of Stress and Satisfaction on
Productivity. International Journal of Productivity and Performance
Management, 59(5) : 415 - 431.
Harigopal, K., 1995. Organizational Stress: A Study of Role Conflict.
Hariyono, W., Suryani, D., Wulandari, Y., 2009. Hubungan Antara Beban Kerja,
Stres Kerja, dan Tingkat Konflik dengan Kelelahan Kerja Perawat di Rumah
Sakit Islam Yogyakarta PDHI Kota Yogyakarta. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 3(3) : 186-197.
Harrianto, R. 2005. Stres Akibat Kerja dan Penatalaksanaannya. Jurnal Kedokteran
Trisakti, 145-154.
Hartono., 2007. Stres & Stroke. Kanisius, Yogyakarta.
Hawari, D., 2006., Manajemen Stress, Cemas, dan Depresi. FKM UI, Jakarta
180
Hidayat, F., 2012. Hubungan Antara Karakteristik Pekerja, Kondisi Pekerjaan, dan
Lingkungan Kerja dengan Stres Kerja pada Pengemudi Mini Bus di
Terminal Kampung Rambutan Jakarta Tahun 2013. UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Hodson, R., 1997. Group Relations at Work Splidarity, Conflict, and Relations with
Management Work and Occupation. Journal of Applied Psychology, 24:
426-452.
Hoetomo., 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya, Mitra Pelajar.
Honda, A., Date, Y., Abe, Y., Aoyagi, K., Honda, S., 2014. Work-related Stress,
Caregiver Role, and Depressive Symptoms among Japanese Workers.
Safety and Health Work Journal, 5(7): 7-12.
Hoshino, A., Amano, S., Suzuki, K., 2016. Relationship Between Depression
and Stress Factors in Housework and Paid Work Among Japanese
Women. Hong Kong Journal of Occupational Therapy, 27: 35-41.
HSE, 2001. Baseline Measurements for The Evaluation of Work-related Stress
Campaign. Diakses dari
http://www.hse.gov.uk/research/crr_pdf/2001/crr01322.pdf pada tanggal 21
Agustus 2017.
HSE., 2001. Baseline Measurements for The Evaluation of Work-related Stress
Campaign. Diakses dari
http://www.hse.gov.uk/research/crr_pdf/2001/crr01322.pdf pada tanggal
20 Oktober 2017.
HSE., 2014. Stress at Work. Diakses dari
http://www.acas.org.uk/media/pdf/q/c/Stress-atwork-advisory-booklet.pdf
pada tanggal 19 Agustus 2017.
Hubbard, J.R. 1998. Handbook of Stress Medicine: An Organ System Aproach.
181
Hurrell, J. J. 1990. An Overview of Organizational Stress and Health. NIOSH, USA
Hurrel., McLaney. 1988. Exposure to Job Stress – a new psychometric instrument.
Scand J Work Environ Health, 14(1) : 27-28.\
Ibrahim, H., Armansyah, M., Yahya, G. N., 2016. Faktor-Faktor yang Berhubungan
Dengan Stres Kerja pada Pekerja Factory 2 PT. Maruki International
Indonesia Makassar Tahun 2016. Al-Shihah: Public Health Science Journal,
3(1) : 60-68.
Ihsan, T., Salami, I. R. S., 2015. Hubungan Antara Bahaya Fisik Lingkungan Kerja
dan Beban Kerja dengan Tingkat Kelelahan pada Pekerja di Divisi Stamping
PT. X Indonesia. Jurnal Teknik Lingkungan UNAND, 12 (1) : 10-16.
Ikeda., Nakata., Takahashi., JHojou., Haratani., Nishikido., Kamibeppu., 2009.
Correlates of Depressive Symptomps Among Workers in Samll and Medium
Scale Manufacturing Enterproses in Japan. Occupational Health, 51: 26-
37.
ILO., 2012. Stress Prevention at Work Checkpoints.
ILO., 2016. Psychosocial Risk and Work-related Stress. Diakses dari
http://www.ilo.org/safework/areasofwork/workplace-health-promotionand-
well-being/WCMS_108557/lang--en/index.htm pada tanggal 31 Agustus
2017.
ILO., 2016. Workplace Stress: A Collective Challenge.
Indrawan, R. 2009. Pengaruh Konflik Peran terhadap Stres Kerja dengan
Ketidakpastian dan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Mediasi. Universitas
Sebelas Maret, Surakarta.
Ismafiaty., 2011. Hubungan Antara Strategi Koping Dan Karakteristik Perawat
Dengan Stress Kerja Di Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit Dustira
Cimahi. Jurnal Kesehatan Kartika.
182
Ivancevich, J.M., Ganster, D.C., 2014. Job Stress From Theory to Suggestion.
taylor & Francis, USA.
Jalagat, R., 2017. Determinants of Job Stress and Its Relationship on Employee Job
Performance. American Journal of Management Science and Engineering,
2(1) : 1-10.
Jamal, M., Ahmed, S.W., 2009. Job STress, Stress -Prone Type A Behavior, and
Personal and Organizational Consequences. Canadian Journal of
Administrative Science, 2(2): 360-374.
Jex, S.M., Britt, T.W. 2008. Organizational Psychology: A Scientist-Practitioner
Approach. John Wiley & Sons Inc, Canada.
Johnson, D.W., Johnson, F.P., 2000. Joining Together: Group Theory and Group
Skill. 8th Edition. Prentise Hall, New Jersey.
Jumilah, S.M., 2015. Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja
Kerja Pada Wanita di PT. Pelita Tomangmas Karanganyar. Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Kadir, A.,2017. Perubahan Hormon Terhadap Stress. Diakses melalui
http://journal.uwks.ac.id/index.php/jikw/article/download/84/84 pada
tanggal 11 Desember 2017.
Kahn, R.L., Wolfe, D.M., Quinn, R.P., Snoek, J.D., Rosenthal, R.A., 1964.
Organizational STress: Studies in Role Conflict and Ambiguity. John Wiley
& Sons, New York.
Kamso, S., dkk. 2011. Prevalensi dan determinan sindrom metabolik pada
kelompok eksekutif di Jakarta dan Sekitarnya. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 6(2): 85-90.
Karima, A. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada
Pekerja di PT X Tahun 2014. UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
183
Karwowski, W., 2006. International Encyclopaediaof Ergonomics and Human
Factors. CRC Press, United States of America.
Kazronian, S., Zakerian, S., Saraji, J., Hosseini, M. 2013. Reliability and Validity
Study of the NIOSH Generic Job Questionnaire Among Firefighters in Iran.
Journal Health and Safety of Work, 3(3).
Kementerian Kesehatan., 2014. 1 Orang Pekerja di Dunia Meninggal Setiap 15
Detik karena Kecelakaan Kerja. Diakses dari:
www.depkes.go.id/article/view/201411030005/1-orang-pekerja-di
duniameninggal-setiap-15-detik-karena-kecelakaan-kerja.html pada 26
April 2017.
KEP.102/MEN/VI/2004 Tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur.
Koradecka, D. 2010. Handbook of Occupational Safety and Health. CRC Press,
USA.
Kristanto, A.A., Dewi, K.S., Dewi, E.K. 2007. Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja
pada Perawat ICU Rumah Sakit Tipe C di Kota Semarang.
Kuswadji, S., 1997. Pengaturan Tidur Pekerja Shift. Cermin Dunia Kedokteran.
Lady, L., Wahyu, S., Ade, M., 2017. Analisis Tingkat Stres Kerja dan Faktor-Faktor
Penyebab Stres Kerja Pada Pegawai BPBD Kota Cilegon. J. Industrial
Servicess, 3(1b): 191-197.
Laelasari, E., Kurniawidjaja, L. M., 2016. Faktor Kondisi Pekerjaan yang
Mempengaruhi Stres Kerja pada Pegawai Negeri Sipil di Badan Litbang
Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Jurnal Ekologi Kesehatan, 15(2): 127-
139.
Landy, F. 2010. Work in the 21st Century: An Introduction to Industrial and
Organizational Psychology.
184
Lapau, B., 2013. Metode Penelitian Kesehatan Metode Ilmiah Penulisas Skripsi,
Tesis, dan Disertasi. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Leka, S ., 2003. "Work Organization and Stress : Systematic Problem Approach for
Empoyers, Managers, and Trade Union Representative. Institute of Work,
Health, and Organisations, United Kingdom.
Lewin, D., Kaufman, B. E., Gollan, P. J., 2011. Advances in Industrial and Labor
Relations. Emerald Group Publishing, United Kingdom.
Lubis, H.S., 2006. Stres Kerja. Modul Kuliah Program Ilmu Kesehatan Masyarakat
Kekhusussan Kesehatan Kerja.
Lutfiyah., 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja pada
Polisi Lalu Lintas. UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Lundberg, U., Cooper, C. L., 2011. The Science of Occupational Health: Stress,
Psychobiology, and the New World of Work. Blackwell Publishing, United
Kingdom.
Malik, A.R., 2016. Gambaran Faktor Psikososial di Tempat Kerja pada Pekerja
Tekstil PT. Sandratex Ciputat Tahun 2016. UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta.
Mangkunegara, A. P., 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. PT.
Remaja Rosdakarya, Bandung.
Manuaba., 2000. Ergonomi, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja. Guna Widya,
Surabaya.
Marchelia, V. 2014. Stres Kerja Ditinjau dari Shift Kerja pada Karyawan. Jurnal
Ilmiah Psikologi, 2 (1).
Margiyati, L., 1999. Stress Kerja: Penyebab dan Alternatif Pemecahannya.
Masyarakat Kebudayaan dan Politik Th XII, 3: 71-80.
185
Mariyam, Siti., Kartika Ratna Pertiwi., 2015. Faktor Determinan Tingkat Stres Dan
Kelelahan Kerja Karyawan Universitas Negeri Yogyakarta. Jurnal Sains
Dasar 2015 Vol 4 (2): 114-121.
Mawarti, F. A., 2016. Studi Deskriptif Mengenai Efektifitas Kerjasama Tim pada
Perawat Multazam dan Arafah II di Rumah Sakit Islam Assyifa Sukabumi.
Universitas Islam Bandung, Bandung.
McLeod, S. 2011. Type A Personality. Diakses dari
http://www.simplypsychology.org/personality-a.html pada tanggal 19
Agustus 2017.
Molloy, Andrea., 2010. Success: Sukses Bukan Mimpi. Raih Asa Sukses, Depok.
Munandar, A.S., 2008. Psikologi Industri dan Organisasi. UI Press, Jakarta.
Murni, 2012. Hubungan Intensitas Kebisingan terhadap Stres Kerja di Bagian
Winding dan Finising PT. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta.
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Murtiningrum, A., 2005. Analisis Pengaruh Konflik Pekerjaan-Keluarga Terhadap
Stres Kerja dengan Dukungan Sosial Sebagai Variabel Moderasi.
Universitas Diponegoro, Semarang.
National Safety Council, 2003. Manajemen Stres. EGC, Jakarta.
Nelson, D., Quick, J., 2013. Organizational Behavior: Science, The Real World and
You. Cengange Learning, United States of America.
Ningsih, K. W., Fitri, R. P., 2016. Pengaruh Lingkungan Fisik Terhadap Terjadinya
Stres Kerja pada Pekerja Industri Bengkel Las di Kota Pekanbaru. STIKes
Pyung Negeri Pekanbaru, Pekanbaru.
NIOSH., 1999a. Stress at Work. Diakses dari https://www.cdc.gov/niosh/docs/99-
101/ pada 5 Mei 2017.
186
NIOSH, 1999b. Stress At Work. NIOSH, Columbia.
NIOSH, 2000. Occupational Stress Index. Diakses dari www.cdc.gov pada 4
September 2017.
Nishitani, N., Sakakibara, H., Akiyama, I. 2013. Short Sleeping Time and Job Stress
in JapaneseWhite-Collar Workers. The Open Sleep Journal, 6: 104-109.
Notoadmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta,
Jakarta.
Nugrahani, S., 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Operasional PT. Gunze Indonesia. Universitas Indonesia,
Depok.
Nurazizah. 2017. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada
Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017. UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Nurqamar, F, H., Ria, M., 2014. Konflik Peran dan Ambiguitas Peran Implikasinya
Terhadap Stres Kerja dan Kinerja Pejabat Struktural Progdi. Jurnal Analisis,
3(1): 24-31.
O’Rourke, J., Collins, S. 2009. Managing Conflict and Workplace Relationship.
Ogden, J., 2012. Health Psychology. McGraw Hill, New York.
Oktaviana, R., 2010. Hubungan antara Penyesuaian Diri dengan Kecemasan dalam
Menghadapi Tuntutan Kerja pada Mahasiswa Perawat Praktek. Jurnal Ilmu
Psikologi, 4 (1), 1-14.
Penn, R., 1994. Skill and Occupational Change. Oxford University Press, United
Kingdom.
Perlmutter, D., Alberto, V., 2011. Power Up Your Brain. Hay House, United States
of America.
187
Permenkes., 2016. Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri.
Perrewe, P. L., Ganster, D. C., 2010. New Development in Theoretical and
Conceptual Approaches to Job Stress. Emerald Group Publishing, United
Kingdom.
Perrewe, P. L., Ganster, D.C., 2011. The Role of Individual Differences in
Occupational Stress and Well Being. Emerald Group Publishing Limited,
United Kingdom.
Prabowo, Y. F., 2010. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stres Kerja pada
Bagian Produksi Industri Mebel PT. Chia Jiann Indonesia Furniture di
Wedelan Jepara. Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Pramudya, F., 2008. Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja (Studi Kasus
pada Perawat di RSKO Tahun 2008). Universitas Indonesia, Depok.
Rahim, M. A., 2011. Managing Conflict in Organization. Transaction Publishers,
United States of America.
Rahmawati. O., 2014. Hubungan Dukungan Pemimpin dengan Motivasi Perawat
untuk melanjutkan Pendidikan Keperawatan di Puskesmas Wilayah
Kecamatan Puger Kabupaten Jember. UNMUH Jember, Jember.
Rasasi, Al., 2015. Work-related Stress Among Nurses Working in Dubai, a
Burden for Healthcare Institutions. American Journal of Psychology and
Cognitive Science, 1 (2) : 61-65.
Retnaningtyas, D., 2005. Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Produktivitas Kerja
di Bagian Linting Rokok PT Gentong Gotri Semarang. Universitas
Indonesia, Depok.
Rivai, A. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Pekerja
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK)
di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta Tahun 2014. UIN Syarif
188
Hidayatullah, Jakarta.
Riyanto, A., 2009. Penerapan Analisis Multivariat dalam Penelitian Kesehatan.
Niftra Media Press, Bandung.
Robbins, S. P., Judge, T. A., 2008. Perilaku Organisasi. Salemba Empat, Jakarta.
Robbins, S. P., 2009. Organizational Behaviour in Southern Africa. Pearson
Education, South Africa.
Rose, A.H., 1994. Human Stress and The Environment. Vol 5. Gordon and Breach
Science Publishers, Swiss.
Ross, R.R., Altmaier, E.M. 2000. Intervention in Occupational Stress : A Handbook
of Counselling for Stress at Work. Sage Publication, London.
Rossi, A.M., Perrewe, P. L., Sauter, S. L., 2006. Stress and Quality of Working Life:
Current Perspective in Occupattional in Occupational Health. Information
Age Publishing Inc: United States of America.
Rout, U. R., Rout, J. K., 2002. Stress Management for Primary Health Care
Professional. Kluwer Academic: United States of America.
Sabri, L., Hastono, S.P., 2006. Statistik Kesehatan. PT. Rajagrafindo Persada,
Jakarta.
Saftarina., Hasanah., 2014. Hubungan Shift Kejra dengan Gangguan Pola Tidur
pada Perawat Instalasi Rawat Inap di RSUD Abdul Moeloek Bandar
Lampung 2013. Medula, 2.
Saijo, Y., Ueno, T., Hashimoto, Y., 2007. Job Stress and Depressive Symptomps
Among Japanese Fire Fighters. American Journal of Industrial Medicine,
50 : 470-480.
189
Samosir, Z.Z., Syahfitri, I., 2008. Faktor Penyebab Stres Kerja Pustakawan pada
Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. J. Stud Perpus dan Informasi. 4,
60-69.
Sari, B., 2016. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Akibat Kerja pada
Tenaga Kerja Perkebunan PT. Megasawindo Perkasa Kabupaten Bungo
Tahun 2016.
Sarwendah, E., 2013. Hubungan Beban Kerja Dengan Tingkat Stress Kerja Pad
Pekerja Sosial Sebagai Caregiver di Panti SOsial Tresna Werdha Budi
Mulia DKI Jakarta 2013. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulla,
Jakarta.
Schermerhorn, Jr, J. R., 2011. Introduction to Management 11th Edition. John Wiley
& Sons Inc, Iowa.
Setiawan, D.A., Sofiana, L., 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres
Kerja di PT. Chanindo Pratama Piyungan Yogyakarta. J. Kesehat. 6, 133–
144.
Setyani, T.W., 2013. Analisis Stres Kerja dan Hubungannya dengan Karakteristik
Pekerja, Kondisi Pekerjaan, dan Lingkungan Kerja pada Dosen di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013. UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Setyaningrum, P., 2014. Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Stres Kerja
Pada Tenaga Kerja Kesehatan Non Keperawatan di RS. Ortopedi Prof. Dr. R.
Soeharso Surakarta. Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta.
Siagian, S. P., 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara, Jakarta.
Singh, H., 2009. Organizational Behaviour. Neekuni Print Process, India.
Singh, L. B., 2006. The Scourge of Unemployment in India and Psychological
190
Health. Ashok Kumar Mittal, India.
Siringoringo, E., Nontji, W., Hadju, V. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Stres Kerja Perawat di Ruang ICU RS Stella Maris Makasar.
STIKES Mega Rezky, Makasar.
Soegiono, P. 2008. Pengaruh Kepemimpinan, Tuntuan Tugas dan Karier Staknan
terhadap Stres Kerja dan Dampaknya bagi Komitmen Organisasi dan
Organization Citizenship Behavior Karyawan PT. Alfa Retailindo
Surabaya.
Soep. 2012. Stres Kerja Perawat berdasakan Karakteristik Organisasi di Rumah
Sakit. Jurnal Keperawatan Indonesia, 15(1) : 67-74.
Speegle, M., 2013. Safet, Health, and Environmental Concepts for the Process
Industry. Delmar, United States of America.
Stranks, J. 2005. Stress at Work Management and Prevention. Elsevier
Butterworth-Heinemann, Inggris.
Stellman, J.M. 1998. Encyclopaedia of Occupational Health and Safety. ILO,
Geneva.
Sugiyono, 2013. Metodologi Penelitian Manajemen. Alfabeta, Bandung.
Sujianto, A.E., 2007. Aplikasi Statistik dengan SPSS untuk Pemula. Prestasi
Pustaka, Jakarta.
Sukmono, T., 2013. Hubungan Antara Karakteristik Individu Dengan Tingkat Stres
Kerja Perawat Indonesia yang Bekerja di Qatar. Universitas
Muhammadiyah Semarang, Semarang.
Suprapto, P.H., 2008. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada
Polisi Lalu Lintas di Kawasan Pucak-Cianjur Tahun 2008. UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
191
Suroso, Arif Rahman., Rotua Siahaan., 2006. Pengaruh Stres dalam Pekerjaan
Terhadap Kinerja Karyawan Studi Kasus di Perusahaan Agribisnis PT. NIC.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suryaningrum, T., 2015. Pengaruh Beban Kerja dan Dukungan Sosial Terhadap
Stres Kerja pada Perawat RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.Universitas
Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Susilo, T. 2007. Analissi Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik dan Non Fisik
Terhadap Stres Kerja Pada PT. Indo Bali di Kecamatan Negara, Kabupaten
Jimbaran, Bali. Jurnal Tekmapro, 2(2).
Sutherland, V. J., Cooper, C.L., 2010. Strategic Stress Management: An
Organizational Approach. Palgrave Macmillan, United Kingdom.
Swain, S., 2008. Applied Psychology: India Specific and Cross-Cultural
Perspectives. New Vishals, India.
Tarwaka, 2013. Ergonomi Industri “Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di
Tempat Kerja.” Harapan Press, Surakarta.
Taware, Efa Novita., Widjajaning Budi., Gartinia Nurcholis., 2011. Hubungan
antara Motivasi Kerja Perawat dengan Kecenderungan Mengalami Burn out
pada Perawat di RSUD Serui-Papua. Jurnal INSAN, 13 (2), 74-84.
Tejasurya, M. A., 2010. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Stres Kerja dan
Dampaknya Terhadap Kinerja Karyawan Pra Purna Karya di Damatex
Salatiga. Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
Tsuno, Kawakami, Inoue, Ishizaki, Tabata, Tsuchiya, Shimazu. 2009. Intragroup
and Intergroup Conflict at Work, Psychological Distress, and Work
Engagement in a Sample of Employees in Japan. Industrial Health.
Tunjungsari, Peni., 2011. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kepuasan Kerja
Karyawan pada Kantor Pusat PT. Pos Indonesia (Persero). Universitas
192
Komputer Indonesia, Bandung
Utami, Gitalia Budhi., 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Stres Kerja pada Perawat Instalasi Rawat Inap B RS. Pelni Petamburan. UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Van Den Hombergh, P., Künzi, B., Elwyn, G., Van Doremalen, J., Akkermans, R.,
Grol, R., Wensing, M., 2009. High Workload and Job Stress are Associated
with Lower Practice Performance in General Practice: An Observational
Study in 239 General Practices in the Netherlands. BMC Health Services
Research, 9(118) : 1-8.
Vanishree, P., 2014. Impact of Role Ambiguity, Role Conflict and Role Overload
on Job Stress in Small and Medium Scale Industries. Journal of
Management Sciences, 3(1) : 10-13.
Vierdelina, Nadya., 2008. Gambaran Stres Kerja dan Faktor-Faktor yang
Berhubungan pada Pengemudi Bus Patas 9B Jurusan Bekasi Barat –
Cililitan Jakarta. Universitas Indonesia, Depok.
Wantoro, B., 1999. Stres Kerja. Maj. Hyperkes Dan Keselam. Kerja XXXII.
Wijono, S., 2006. Pengaruh Kepribadian Tipe A dan Peran Terhadap Stres Kerja
Manajer Madya. Jurnal INSAN, 8(3) : 188-197
Wijono, S., 2010. Psikologi Industri dan Organisasi. Kencana, Jakarta.
Williams, S., 1997. Menjadikan Tekanan Sebagai Pemicu Kinerja Puncak: Suatu
Pendekatan Positif Terhadap Stres. PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.
World Health Organization., 2003. Work Organization and Stress. WHO, United
Kingdom.
Yasa, I. W. M., 2017. Pengaruh Konflik Peran dan Ambiguitas Peran Terhadap
Kinerja Pegawai Melalui Mediasi Stres Kerja Pada Dinas Kesehatan Kota
Bali. Jurnal Ekonomi & Bisnis, 4(1) : 38-57.
193
Zyl, L. V., Eeden, C. V., Rothmann, S., 2013. Job Insecurity and The Emotional
and Behavioral Consequences. Journal Bussiness Management, 44(1).
194
LAMPIRAN
KUESIONER PENELITIAN
NIOSH Generic Job Stress Questionnaire
Kepada Yth.
Bapak/Ibu/Saudara/i Karyawan Produksi PT. Indogravure
di Tempat
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Salam Hormat.
Perkenalkan saya, Satrio Budi Prakosa Rachman mahasiswa program studi Kesehatan
Masyarakat peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), akan mengadakan penelitian
yang berjudul “Faktor Determinan Terhadap Stres Kerja pada Pekerja Bagian Produksi
di PT Indogravure Tahun 2017” dengan tujuan mengetahui dan menganalisa faktor risiko
stres kerja pada pekerja produksi PT. Indogravure. Penelitian ini tidak akan menimbulkan hal
merugikan bagi bapak/ibu sebagai responden. Informasi yang didapatkan akan dijamin
kerahasiaannya dan hanya akan digunakan dalam kepentingan penelitian ini. Oleh karena itu
saya mohon agar Bapak/Ibu untuk menjawab pertanyaan ini dengan objektif dan sejujur-
jujurnya sesuai dengan kondisi Bapak/Ibu. Atas bantuan dan kerja sama yang di berikan, saya
ucapkan terima kasih.
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk menjadi responden
penelitian ini dan saya memahami dan menyadari bahwa penelitian ini bersifat rahasia dan
tidak akan mempengaruhi atau mengakibatkan hal yang merugikan saya. Oleh karena itu,
saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Tangerang Selatan, September 2017
Peneliti
Satrio Budi Prakosa Rachman
NIM. 1113101000075
Responden
( )
PETUNJUK PENGISIAN
1. Bacalah setiap pertanyaan dan pilihan jawaban dengan seksama
2. Lingkari setiap jawaban yang tersedia untuk tipe pertanyaan Ya-Tidak atau dengan skala Sangat
Tidak Setuju – Sangat Setuju / Sangat Mudah – Sulit / Tidak Pernah – Sangat Sering, dll
Identitas Diri
Nama Lengkap :
No. Telepon :
Bagian Kerja : 1. Printing
2. Laminasi
3. Finishing
Shift Kerja :
Tanggal dan Jam Pengisian :
A. Informasi Pribadi
No Pertanyaan Diisi Peneliti
A1 Jenis Kelamin
0. Perempuan
1. Laki-laki
[ ] A1
A2 Tanggal Lahir
.........................................................................................................
[ ] A2
A3 Status Pernikahan
0. Tidak Menikah
1. Menikah
[ ] A3
B. Informasi Umum Pekerjaan
No Pertanyaan Diisi Peneliti
B1 Sudah berapa lama Anda bekerja di Perusahaan ini?
.............. Tahun ................ Bulan
[ ] B1
B2 Pilihlah deskripsi yang sesuai dengan situasi Anda
1. Pekerja Tetap
2. Pekerja Kontrak
3. Pekerja Lepas
[ ] B2
B3 Pilihlah keadaan SHIFT kerja Anda
1. Rotasi shift setiap 8 jam kerja
2. Tanpa rotasi shift
[ ] B3
B4 Jika Anda bekerja shift, bagaimana pola rotasi shift Anda?
1. Shift 8 jam; Pagi-Sore-Malam
2. Shift 8 jam; Malam-Sore-Pagi
3. Shift 8 jam; tanpa pola
[ ] B4
C. Lingkungan Fisik
No Menurut Anda apakah lingkungan tempat Anda bekerja
memiliki.........
1.
Benar
2.
Salah
Diisi
peneliti
C1 Tingkat kebisingan di area kerja saya tinggi 1 2 [ ] C1
C2 Tingkat pencahayaan di area kerja saya rendah atau gelap 1 2 [ ] C2
C3 Suhu di area kerja saya selama musim kemarau cenderung nyaman 1 2 [ ] C3
C4 Suhu di area kerja saya selama musim hujan cenderung nyaman 1 2 [ ] C4
C5 Kelembaban area kerja saya terlalu tinggi atau terlalu rendah 1 2 [ ] C5
C6 Sirkulasi udara di area kerja saya baik 1 2 [ ] C6
No Menurut Anda apakah lingkungan tempat Anda bekerja
memiliki.........
1.
Benar
2.
Salah
Diisi
peneliti
C7 Udara di area kerja saya bersih dan bebas polusi 1 2 [ ] C7
C8 Saya terlindung dengan baik dari paparan bahan berbahaya yang
ada di lingkungan kerja 1 2 [ ] C8
C9 Secara keseluruhan, kualitas lingkungan fisik di tempat kerja saya
adalah buruk 1 2 [ ] C9
C10 Area kerja saya sangat berantakan 1 2 [ ] C10
D. Konflik Peran dan Ketaksaan Peran
*STTS : Sangat Tidak Tepat Sekali TP : Tidak Tepat STS : Sangat Tepat Sekali
STT : Sangat Tidak Tepat T : Tepat
KT : Kurang Tepat ST : Sangat Tepat
No Pernyataan STTS STT KT TP T ST STS Diisi
peneliti
D1 Saya mengetahui hak saya sebagai
pekerja 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D1
D2 Saya mengetahui dengan jelas rencana,
sasaran dan tujuan pekerjaan saya 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D2
D3 Saya harus menyelesaikan pekerjaan
dengan cara yang berbeda atau tidak biasa 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D3
D4 Saya membagi waktu dengan baik selama
bekerja 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D4
D5 Saya mendapat tugas tanpa adanya
bantuan padahal saya membutuhkannya 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D5
D6 Saya mengetahui tanggung jawab kerja
saya 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D6
D7
Saya harus melanggar peraturan atau
kebijakan untuk menyelesaikan tugas
saya
1 2 3 4 5 6 7 [ ] D7
D8
Saya bekerja dengan dua unit atau lebih
yang memiliki cara bekerja berbeda
dengan unit saya
1 2 3 4 5 6 7 [ ] D8
D9 Saya mengetahui apa yang diharapkan
perusahaan dari hasil kerja saya 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D9
D10 Saya mendapat permintaan kerja yang
bertentangan dari dua orang atau lebih 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D10
D11 Cara saya menyelesaikan pekerjaan tidak
dapat diterima orang lain 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D11
D12
Saya menerima tugas tanpa sumber daya
dan material yang cukup untuk
menyelesaikannya
1 2 3 4 5 6 7 [ ] D12
D13 Saya mengetahui tugas yang harus saya
selesaikan selama bekerja 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D13
D14 Saya mengerjakan hal yang tidak penting 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D14
E. Konflik Interpersonal
*STS : Sangat Tidak Setuju N : Netral SS : Sangat Setuju
TS : Tidak Setuju S : Setuju
No Pernyataan STS TS N S SS Diisi
peneliti
E1 Adanya kerukunan antar anggota unit saya 1 2 3 4 5 [ ] E1
E2 Dalam unit saya, kami sering berselisih mengenai
pekerjaan 1 2 3 4 5 [ ] E2
E3 Adanya perbedaan pendapat di antara anggota unit
saya 1 2 3 4 5 [ ] E3
E4 Adanya perselisihan di unit saya 1 2 3 4 5 [ ] E4
E5 Setiap anggota unit saya saling mendukung ide anggota
lainnya 1 2 3 4 5 [ ] E5
E6 Adanya perselisihan antar tim kerja di dalam unit saya 1 2 3 4 5 [ ] E6
E7 Adanya keramahan diantara anggota unit saya 1 2 3 4 5 [ ] E7
E8 Adanya rasa kebersamaan di dalam unit saya 1 2 3 4 5 [ ] E8
E9 Adanya perselisihan antara unit saya dengan unt lain 1 2 3 4 5 [ ] E9
E10 Adanya kesepakatan kerja antara unit saya dengan unit
lain 1 2 3 4 5 [ ] E10
E11 Unit lain menyembunyikan informasi penting yang
dibutuhkan unit saya 1 2 3 4 5 [ ] E11
E12 Hubungan antara unit saya dengan unit lain berjalan
rukun dalam mencapai tujuan organisasi 1 2 3 4 5 [ ] E12
E13 Kurangnya rasa tolong menolong antara unit saya
dengan unit lain 1 2 3 4 5 [ ] E13
E14 Adanya kerjasama antara unit saya dengan unit lain 1 2 3 4 5 [ ] E14
E15 Adanya perselisihan antara unit saya dengan unit lain 1 2 3 4 5 [ ] E15
E16 Unit lain membuat masalah dengan unit saya 1 2 3 4 5 [ ] E16
F. Ketidakpastian Pekerjaan
*STY : Sangat Tidak Yakin CY : Cukup Yakin SY : Sangat Yakin
TY : Tidak Yakin Y : Yakin
No Pertanyaan STY TY CY Y SY Diisi
peneliti
F1 Apakah Anda yakin dengan masa depan pekerjaan
Anda? 1 2 3 4 5 [ ] F1
F2 Seberapa yakin Anda akan mendapat kesempatan
kenaikan jabatan beberapa tahun ke depan? 1 2 3 4 5 [ ] F2
F3 Seberapa yakin keterampilan kerja Anda akan berguna
dan bernilai lima tahun mendatang? 1 2 3 4 5 [ ] F3
F4
Seberapa yakin diri Anda mengenai tanggung jawab
pekerjaan yang akan Anda dapatkan selama enam bulan
kedepan?
1 2 3 4 5 [ ] F4
F5 Jika Anda kehilangan pekerjaan, seberapa yakin Anda
dapat mendukung diri Anda sendiri? 1 2 3 4 5 [ ] F5
G. Skala Otoritas Kerja
*SK : Sangat Kecil CB : Cukup Besar SB : Sangat Besar
K : Kecil B : Besar
No Pertanyaan SK K CB B SB Diisi
peneliti
G1 Berapa besar hak Anda dalam mengatur pekerjaan? 1 2 3 4 5 [ ] G1
G2 Berapa besar tugas Anda dalam mengatur ketersediaan
pasokan alat di unit Anda? 1 2 3 4 5 [ ] G2
G3 Berapa besar hak Anda dalam mengatur urutan
pekerjaan yang akan dilakukan? 1 2 3 4 5 [ ] G3
G4 Berapa besar hal Anda dalam menentukan jumlah
pekerjaan yang akan Anda lakukan? 1 2 3 4 5 [ ] G4
G5 Berapa besar hak anda dalam menentukan waktu
penyelesaian pekerjaan? 1 2 3 4 5 [ ] G5
G6 Berapa besar pengaruh Anda terhadap kualitas
pekerjaan Anda? 1 2 3 4 5 [ ] G6
G7 Berapa besar hak anda dalam menata area kerja? 1 2 3 4 5 [ ] G7
G8 Berapa besar hak anda dalam mengatur pembagian tim
kerja? 1 2 3 4 5 [ ] G8
G9 Berapa besar tugas Anda dalam melakukan
pengawasan pekerjaan? 1 2 3 4 5 [ ] G9
G10 Berapa besar pengaruh Anda dalam pengambilan
keputusan di unit Anda? 1 2 3 4 5 [ ] G10
G11 Berapa besar pengaruh Anda dalam menentukan
kebijakan dan prosedur di unit Anda? 1 2 3 4 5 [ ] G11
G12 Berapa besar tugas Anda dalam memastikan
ketersediaan material kerja? 1 2 3 4 5 [ ] G12
G13 Berapa besar tugas Anda untuk memberikan pelatihan
terhadap anggota unit Anda? 1 2 3 4 5 [ ] G13
G14 Berapa besar hak Anda dalam menentukan penataan
peralatan kerja? 1 2 3 4 5 [ ] G14
G15 Selama bekerja, apakah Anda memiliki waktu untuk
beristirahat sejenak? 1 2 3 4 5 [ ] G15
G16 Berapa besar pengaruh jabatan Anda terhadap
pekerjaan di unit Anda? 1 2 3 4 5 [ ] G16
H. Kesempatan Kerja
*SM : Sangat Mudah CM : Cukup Mudah SS : Sangat Sulit
M : Mudah S : Sulit
No Pertanyaan SM M CM S SS Diisi
peneliti
H1 Apakah mudah untuk mendapatkan pekerjaan di
perusahaan lain? 1 2 3 4 5 [ ] H1
H2 Apakah mudah untuk menemukan pekerjaan di
perusahaan lain sebaik pekerjaan Anda saat ini? 1 2 3 4 5 [ ] H2
H3
Bagaimana Anda menggambarkan ketersediaan
lowongan kerja di perusahaan lain yang sesuai dengan
kemampuan diri Anda?
1 2 3 4 5 [ ] H3
H4 Berapa besar kemungkinan Anda untuk pindah ke kota
lain untuk mendapatkan pekerjaan di perusahaan lain? 1 2 3 4 5 [ ] H4
I. Tuntutan Kerja
*TP : Tidak Pernah KK : Kadang-Kadang SS : Sangat Sering
J : Jarang S : Sering
No Pertanyaan TP J KK S SS Diisi
peneliti
I1 Seberapa sering Anda dituntut bekerja sangat cepat? 1 2 3 4 5 [ ] I1
I2 Seberapa sering Anda dituntut bekerja sangat keras? 1 2 3 4 5 [ ] I2
I3 Seberapa sering pekerjaan Anda sangat menyita waktu
Anda? 1 2 3 4 5 [ ] I3
I4
Seberapa sering Anda diharuskan mengambil
keputusan besar yang berkaitan dengan pekerjaan
Anda?
1 2 3 4 5 [ ] I4
I5 Seberapa sering beban kerja Anda bertambah? 1 2 3 4 5 [ ] I5
I6 Seberapa sering Anda harus meningkatkan
konsenterasi selama bekerja? 1 2 3 4 5 [ ] I6
I7 Seberapa sering Anda diharuskan berpikir dengan
cepat selama bekerja? 1 2 3 4 5 [ ] I7
I8 Seberapa sering Anda menggunakan kemampuan dan
pengetahuan yang didapat ketika sekolah? 1 2 3 4 5 [ ] I8
I9
Seberapa sering Anda diberi kesempatan untuk
melakukan pekerjaan dengan menggunakan
kemampuan terbaik Anda?
1 2 3 4 5 [ ] I9
I10 Seberapa sering Anda menggunakan keterampilan
yang didapat pelatihan dalam bekerja? 1 2 3 4 5 [ ] I10
J. Beban Kerja dan Tanggung Jawab
*TA : Tidak Ada AB : Agak Banyak SB : Sangat Banyak
TTB : Tidak Terlalu Banyak B : Banyak
No Pertanyaan TA TTB AB B SB Diisi
peneliti
J1 Berapa banyak pengurangan beban kerja yang Anda
rasakan? 1 2 3 4 5 [ ] J1
J2 Selama bekerja, berapa banyak waktu yang Anda
gunakan untuk berpikir dan merenung? 1 2 3 4 5 [ ] J2
J3 Berapa banyak beban kerja Anda? 1 2 3 4 5 [ ] J3
J4 Berapa banyak pekerjaan yang harus Anda selesaikan? 1 2 3 4 5 [ ] J4
J5 Berapa banyak waktu yang Anda punya untuk
menyelesaikan seluruh pekerjaan? 1 2 3 4 5 [ ] J5
J6 Berapa banyak tugas Anda dalam bekerja? 1 2 3 4 5 [ ] J6
J7 Berapa banyak ketenangan yang Anda rasakan diantara
beban kerja yang berat? 1 2 3 4 5 [ ] J7
J8 Berapa besar tanggung jawab Anda terhadap masa
depan orang lain? 1 2 3 4 5 [ ] J8
J9 Berapa besar tanggung jawab Anda terhadap keamanan
kerja orang lain? 1 2 3 4 5 [ ] J9
J10 Berapa besar tanggung jawab Anda terhadap moral
orang lain? 1 2 3 4 5 [ ] J10
J11 Berapa besar tanggung jawab Anda terhadap
kesejahteraan dan kehidupan orang lain 1 2 3 4 5 [ ] J11
K. Tuntutan Mental
*SS: Sangat Setuju ATS : Agak Tidak Setuju
AS : Agak Setuju STS : Sangat Tidak Setuju
No Pernyataan SS AS ATS STS Diisi
peneliti
K1 Pekerjaan saya membutuhkan konsenterasi tinggi 1 2 3 4 [ ] K1
K2 Pekerjaan saya mengharuskan saya mengingat banyak hal 1 2 3 4 [ ] K2
K3 Saya harus selalu fokus bekerja sepanjang waktu 1 2 3 4 [ ] K3
K4 Saya selalu bekerja dengan santai tetapi pekerjaan saya tetap
selesai dengan baik 1 2 3 4 [ ] K4
K5 Saya tetap dapat bekerja meskipun pikiran saya sedang tidak
fokus 1 2 3 4 [ ] K5
L. Penilaian Diri
*STS : Sangat Tidak Setuju N : Netral SS : Sangat Setuju
TS : Tidak Setuju S : Setuju
No Pernyataan STS TS N S SS Diisi
peneliti
L1 Secara keseluruhan, Saya merasa puas dengan diri saya 1 2 3 4 5 [ ] L1
L2 Saya merasa saya tidak cukup untuk dibanggakan 1 2 3 4 5 [ ] L2
L3 Terkadang Saya merasa tidak berguna 1 2 3 4 5 [ ] L3
L4 Saya merasa bahwa saya berharga dan setara dengan
orang lain 1 2 3 4 5 [ ] L4
L5 Saya merasa saya memiliki kualitas diri yang baik 1 2 3 4 5 [ ] L5
L6 Saya cenderung merasa bahwa diri saya gagal 1 2 3 4 5 [ ] L6
L7 Saya berharap bisa lebih peduli terhadap diri saya 1 2 3 4 5 [ ] L7
L8 Saya bisa melakukan pekerjaan sebaik yang dilakukan
orang lain 1 2 3 4 5 [ ] L8
L9 Terkadang, saya berpikir saya tidak bisa melakukan
apa-apa 1 2 3 4 5 [ ] L9
L10 Saya mengambil sikap positif dari diri saya 1 2 3 4 5 [ ] L10
M. Aktivitas di Luar Pekerjaan
No Pertanyaan 1.
Ya
2.
Tidak
Diisi
peneliti
M1 Apakah Anda saat ini memiliki pekerjaan di tempat kerja lain? 1 2 [ ] M1
No Pertanyaan 1.
Ya
2.
Tidak
Diisi
peneliti
M2 Apakah Anda memiliki anak di rumah? 1 2 [ ] M2
M3 Apakah Anda memiliki tanggung jawab utama dalam mengurus
anak? 1 2 [ ] M3
M4 Apakah Anda memiliki tanggung jawab utama dalam membersihkan
rumah? 1 2 [ ] M4
M5 Apakah Anda memiliki tanggung jawab dalam merawat orang lanjut
usia atau orang cacat secara teratur? 1 2 [ ] M5
M6 Apakah Anda sedang sekolah dan mengambil kursus untuk
mendapat gelar? 1 2 [ ] M6
M7 Apakah Anda mengikuti organisasi sukarela atau agama dimana
Anda menghabiskan setidaknya 5 sampai 10 jam per minggu? 1 2 [ ] M7
N. Dukungan Sosial
*TP : Tidak Pernah
bercerita masalah pribadi
JM : Jarang Membantu SM: Sangat Membantu/
Mudah
TM : Tidak Membantu KM : Kadang Membantu
No Pernyataan TP TM JM KM SM Diisi
peneliti
N1 Apakah keberadaan atasan Anda membuat pekerjaan
Anda lebih mudah? 1 2 3 4 5 [ ] N1
N2 Apakah rekan kerja Anda membuat pekerjaan Anda
lebih mudah? 1 2 3 4 5 [ ] N2
N3 Apakah pasangan, teman dan keluarga membuat
pekerjaan anda lebih mudah? 1 2 3 4 5 [ ] N3
N4 Apakah mudah berdiskusi mengenai pekerjaan
dengan atasan anda? 1 2 3 4 5 [ ] N4
N5 Apakah mudah berdiskusi mengenai pekerjaan
dengan rekan kerja anda? 1 2 3 4 5 [ ] N5
N6 Apakah mudah berdiskusi mengenai pekerjaan
dengan pasangan, teman dan keluarga anda? 1 2 3 4 5 [ ] N6
N7 Apakah atasan anda mau membantu anda ketika
terjadi kesulitan saat bekerja? 1 2 3 4 5 [ ] N7
N8 Apakah rekan kerja anda mau membantu anda ketika
terjadi kesulitan saat bekerja? 1 2 3 4 5 [ ] N8
N9 Apakah pasangan, teman dan keluarga anda mau
membantu anda ketika terjadi kesulitan saat bekerja? 1 2 3 4 5 [ ] N9
N10 Apakah atasan anda mau mendengarkan masalah
pribadi anda? 1 2 3 4 5 [ ] N10
N11 Apakah rekan kerja anda mau mendengarkan
masalah pribadi anda? 1 2 3 4 5 [ ] N11
N12 Apakah pasangan, teman dan keluarga anda mau
mendengarkan masalah pribadi anda? 1 2 3 4 5 [ ] N12
O. Kepribadian Tipe A
No Pernyataan
Sangat
Tidak
Tepat
Tidak
Tepat
Tidak
Tahu Tepat
Sangat
Tepat
Diisi
peneliti
O1 Saya sering merasa gelisah 1 2 3 4 5 [ ] O1
O2 Saya bekerja dengan cepat dan energik 1 2 3 4 5 [ ] O2
O3 Saya sangat lambat ketika berbicara di
telepon 1 2 3 4 5 [ ] O3
O4 Saya sering terburu-buru ketika
mengerjakan apapun 1 2 3 4 5 [ ] O4
O5 Saya sering menggerakan tangan dan
kepala ketika berbicara 1 2 3 4 5 [ ] O5
O6 Saya jarang mengebut ketika
berkendara 1 2 3 4 5 [ ] O6
O7 Saya suka pekerjaan yang berpindah-
pindah tempat 1 2 3 4 5 [ ] O7
O8 Orang-orang menganggap saya lebih
diam dari biasanya 1 2 3 4 5 [ ] O8
O9 Gaya berbicara saya lembut
dibandingkan orang lain 1 2 3 4 5 [ ] O9
O10 Saya selalu menulis dengan cepat 1 2 3 4 5 [ ] O10
O11 Saya lambat dan hati-hati dalam
bekerja 1 2 3 4 5 [ ] O11
O12 Cara makan saya lambat 1 2 3 4 5 [ ] O12
O13 Saya senang mengebut ketika
berkendara 1 2 3 4 5 [ ] O13
O14 Saya senang bekerja dengan lambat dan
hati-hati 1 2 3 4 5 [ ] O14
O15 Cara berbicara saya lambat 1 2 3 4 5 [ ] O15
O16 Saya membiarkan masalah selesai
dengan sendirinya 1 2 3 4 5 [ ] O16
O17 Saya senang mempengaruhi orang lain 1 2 3 4 5 [ ] O17
O18 Cara berjalan saya lambat 1 2 3 4 5 [ ] O18
O19 Cara makan saya cepat 1 2 3 4 5 [ ] O19
O20 Saya biasa bekerja dengan cepat 1 2 3 4 5 [ ] O20
P. Perubahan Fisiologis
*TP : Tidak Pernah KK : Kadang-Kadang SS : Sangat Sering
J : Jarang S : Sering
No Apakah setelah bekerja, Anda mengalami keluhan berikut
ini? TP J KK S SS
Diisi
peneliti
P1 Wajah terasa panas meskipun tidak bekerja dan cuaca tidak
panas 1 2 3 4 5 [ ] P1
P2 Berkeringat banyak meskipun tidak bekerja dan cuaca tidak
panas 1 2 3 4 5 [ ] P2
P3 Mulut terasa kering 1 2 3 4 5 [ ] P3
P4 Otot terasa kaku dan tegang 1 2 3 4 5 [ ] P4
P5 Anda merasa sakit kepala 1 2 3 4 5 [ ] P5
P6 Anda merasa kram di kepala atau migrain 1 2 3 4 5 [ ] P6
P7 Anda merasa ada gumpalan di tenggorokan atau perasaan
tersendat 1 2 3 4 5 [ ] P7
P8 Tangan anda gemetar tanpa diketahui penyebabnya 1 2 3 4 5 [ ] P8
P9 Sesak napas meskipun sedang tidak bekerja yang berat 1 2 3 4 5 [ ] P9
P10 Anda merasa jantung anda berdetak cepat 1 2 3 4 5 [ ] P10
P11 Tangan Anda berkeringat banyak 1 2 3 4 5 [ ] P11
P12 Anda merasa pusing 1 2 3 4 5 [ ] P12
P13 Anda mengalami sakit perut saat gugup atau bingung 1 2 3 4 5 [ ] P13
P14 Jantung terasa berdebar-debar atau nyeri dada 1 2 3 4 5 [ ] P14
P15 Anda mengalami sakit yang mempengaruhi pekerjaan anda 1 2 3 4 5 [ ] P15
P16 Kehilangan nafsu makan 1 2 3 4 5 [ ] P16
P17 Gangguan tidur pada malam hari 1 2 3 4 5 [ ] P17
Q. Perubahan Psikologis
*0 : Hampir tidak pernah (kurang dari 1 hari)
1: Jarang terjadi (sekitar 1-2 hari)
2: Kadang-kadang terjadi (sekitar 3-4 hari)
3: Hampir terjadi setiap waktu (sekitar 5-7 hari)
No Apakah setelah bekerja, Anda mengalami keluhan
berikut ini?
< 1
Hari
1-2
Hari
3-4
Hari
5-7
Hari
Diisi
peneliti
Q1 Saya merasa terganggu dengan hal yang biasanya tidak
mengganggu 0 1 2 3 [ ] Q1
Q2 Nafsu makan saya menurun 0 1 2 3 [ ] Q2
Q3 Saya tidak dapat menghilangkan rasa sedih meskipun telah
dibantu teman atau keluarga saya 0 1 2 3 [ ] Q3
Q4 Saya merasa diri saya sebaik orang lain 0 1 2 3 [ ] Q4
Q5 Saya sulit berkonsenterasi dalam bekerja 0 1 2 3 [ ] Q5
Q6 Saya merasa tertekan atau depresi 0 1 2 3 [ ] Q6
Q7 Saya merasa semua yang saya lakukan adalah sebuah usaha 0 1 2 3 [ ] Q7
Q8 Saya merasa optimis terhadap masa depan saya 0 1 2 3 [ ] Q8
Q9 Saya merasa hidup saya merupakan sebuah kegagalan 0 1 2 3 [ ] Q9
Q10 Saya merasa ketakutan 0 1 2 3 [ ] Q10
Q11 Saya merasa gelisah ketika tidur 0 1 2 3 [ ] Q11
Q12 Saya merasa senang 0 1 2 3 [ ] Q12
Q13 Saya berbicara lebih sedikit daripada biasanya 0 1 2 3 [ ] Q13
Q14 Saya merasa kesepian 0 1 2 3 [ ] Q14
Q15 Saya merasa orang-orang tidak ramah 0 1 2 3 [ ] Q15
Q16 Saya menikmati hidup saya 0 1 2 3 [ ] Q16
Q17 Saya mudah menangis 0 1 2 3 [ ] Q17
Q18 Saya merasa sedih 0 1 2 3 [ ] Q18
Q19 Saya merasa orang-orang tidak menyukai saya 0 1 2 3 [ ] Q19
Q20 Saya sulit mengalihkan perhatian saya 0 1 2 3 [ ] Q20
R. Perubahan Perilaku
No Pertanyaan 1.
Ya
2.
Tidak
Diisi
peneliti
R1 Apakah Anda seorang perokok? 1 2 [ ] R1
R2 Jika “YA”, apakah anda menjadi seorang perokok sebelum bekerja di
Departemen/Unit Produksi PT. Indogravure? 1 2 [ ] R2
R3 Selama 6 bulan terakhir, apakah anda mengalami kecelakaan kerja? 1 2 [ ] R3
R4 Selama 1 bulan terakhir, apakah anda kehilangan hari kerja karena sakit? 1 2 [ ] R4
Terima Kasih Atas Kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i dalam Menjawab pertanyaan pada
Kuesioner ini dengan lengkap ☺
Mohon Diperiksa Kembali Jawaban Anda dan Pastikan Sudah Terisi Lengkap
Uji Reliabilitas
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.649 127
Uji Univariat
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Umur .189 76 .000 .925 76 .000
Masa Kerja .139 76 .001 .898 76 .000
Lingkungan Fisik .168 76 .000 .947 76 .003
Konflik Peran .109 76 .026 .973 76 .105
Ketaksaan Peran .156 76 .000 .954 76 .008
Konflik Interpersonal .098 76 .066 .978 76 .211
Ketidakpastian Pekerjaan .108 76 .028 .970 76 .070
Kontrol Kerja .116 76 .013 .970 76 .070
Kurangnya Kesempatan Kerja .154 76 .000 .939 76 .001
Jumlah Beban Kerja .111 76 .021 .969 76 .061
Variasi Beban Kerja .099 76 .061 .981 76 .307
Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain .128 76 .003 .966 76 .037
Kemampuan Yang Tidak Digunakan .181 76 .000 .949 76 .004
Tuntutan Mental .172 76 .000 .936 76 .001
Aktivitas di Luar Pekerjaan .178 76 .000 .910 76 .000
Dukungan Sosial .089 76 .200* .977 76 .171
Penilaian Diri .091 76 .187 .983 76 .423
Kepribadian Tipe A .300 76 .000 .783 76 .000
Stres Kerja .229 76 .000 .852 76 .000
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Descriptives
Statistic Std. Error
Umur Mean 32.36 .940
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 30.48
Upper Bound 34.23
5% Trimmed Mean 32.06
Median 30.00
Variance 67.219
Std. Deviation 8.199
Minimum 19
Maximum 51
Range 32
Interquartile Range 12
Skewness .635 .276
Kurtosis -.693 .545
Masa Kerja Mean 93.71 9.144
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 75.49
Upper Bound 111.93
5% Trimmed Mean 87.77
Median 80.00
Variance 6.355E3
Std. Deviation 79.717
Minimum 3
Maximum 325
Range 322
Interquartile Range 118
Skewness .981 .276
Kurtosis .335 .545
Lingkungan Fisik Mean 1.3237 .02183
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.2802
Upper Bound 1.3672
5% Trimmed Mean 1.3208
Median 1.3000
Variance .036
Std. Deviation .19035
Minimum 1.00
Maximum 1.70
Range .70
Interquartile Range .30
Skewness .329 .276
Kurtosis -.546 .545
Konflik Peran Mean 3.1512 .08404
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.9838
Upper Bound 3.3186
5% Trimmed Mean 3.1775
Median 3.1875
Variance .537
Std. Deviation .73261
Minimum 1.00
Maximum 4.62
Range 3.62
Interquartile Range 1.12
Skewness -.423 .276
Kurtosis -.088 .545
Ketaksaan Peran Mean 2.4275 .06238
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.3032
Upper Bound 2.5518
5% Trimmed Mean 2.4473
Median 2.4166
Variance .296
Std. Deviation .54383
Minimum 1.17
Maximum 3.33
Range 2.16
Interquartile Range .83
Skewness -.422 .276
Kurtosis -.480 .545
Konflik Interpersonal Mean 2.1020 .05513
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.9922
Upper Bound 2.2119
5% Trimmed Mean 2.0979
Median 2.1200
Variance .231
Std. Deviation .48061
Minimum 1.06
Maximum 3.19
Range 2.12
Interquartile Range .61
Skewness .220 .276
Kurtosis .043 .545
Ketidakpastian Pekerjaan Mean 2.4053 .08078
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.2443
Upper Bound 2.5662
5% Trimmed Mean 2.3947
Median 2.4000
Variance .496
Std. Deviation .70425
Minimum 1.00
Maximum 4.00
Range 3.00
Interquartile Range 1.00
Skewness .316 .276
Kurtosis -.102 .545
Kontrol Kerja Mean 3.0684 .06538
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.9381
Upper Bound 3.1986
5% Trimmed Mean 3.0628
Median 3.0000
Variance .325
Std. Deviation .56999
Minimum 1.94
Maximum 4.31
Range 2.38
Interquartile Range .75
Skewness .280 .276
Kurtosis -.609 .545
Kurangnya Kesempatan Kerja
Mean 3.7914 .07329
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.6454
Upper Bound 3.9374
5% Trimmed Mean 3.8246
Median 4.0000
Variance .408
Std. Deviation .63893
Minimum 2.00
Maximum 5.00
Range 3.00
Interquartile Range .75
Skewness -.747 .276
Kurtosis .784 .545
Jumlah Beban Kerja Mean 3.2957 .03511
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.2258
Upper Bound 3.3657
5% Trimmed Mean 3.3043
Median 3.2727
Variance .094
Std. Deviation .30608
Minimum 2.45
Maximum 3.91
Range 1.45
Interquartile Range .46
Skewness -.474 .276
Kurtosis -.066 .545
Variasi Beban Kerja Mean 3.5228 .04887
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.4255
Upper Bound 3.6202
5% Trimmed Mean 3.5191
Median 3.5700
Variance .182
Std. Deviation .42606
Minimum 2.29
Maximum 4.71
Range 2.43
Interquartile Range .44
Skewness .053 .276
Kurtosis .515 .545
Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain
Mean 2.7368 .08958
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.5584
Upper Bound 2.9153
5% Trimmed Mean 2.7390
Median 2.7500
Variance .610
Std. Deviation .78091
Minimum 1.00
Maximum 4.25
Range 3.25
Interquartile Range 1.00
Skewness .015 .276
Kurtosis -.623 .545
Mean 2.7102 .07400
Kemampuan Yang Tidak Digunakan
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.5628
Upper Bound 2.8576
5% Trimmed Mean 2.6926
Median 2.6666
Variance .416
Std. Deviation .64509
Minimum 1.33
Maximum 4.33
Range 3.00
Interquartile Range .67
Skewness .444 .276
Kurtosis -.373 .545
Tuntutan Mental Mean 3.1730 .04460
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.0842
Upper Bound 3.2619
5% Trimmed Mean 3.1841
Median 3.2500
Variance .151
Std. Deviation .38880
Minimum 2.20
Maximum 3.80
Range 1.60
Interquartile Range .60
Skewness -.488 .276
Kurtosis -.569 .545
Aktivitas di Luar Pekerjaan Mean 2.2418 .14154
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.9598
Upper Bound 2.5237
5% Trimmed Mean 2.2686
Median 2.0000
Variance 1.523
Std. Deviation 1.23395
Minimum .00
Maximum 4.00
Range 4.00
Interquartile Range 2.00
Skewness -.147 .276
Kurtosis -.992 .545
Dukungan Sosial Mean 4.1390 .05855
Lower Bound 4.0224
95% Confidence Interval for Mean
Upper Bound 4.2557
5% Trimmed Mean 4.1537
Median 4.0830
Variance .261
Std. Deviation .51047
Minimum 2.67
Maximum 5.00
Range 2.33
Interquartile Range .73
Skewness -.316 .276
Kurtosis -.127 .545
Penilaian Diri Mean 3.5658 .04128
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.4836
Upper Bound 3.6480
5% Trimmed Mean 3.5620
Median 3.6000
Variance .129
Std. Deviation .35983
Minimum 2.80
Maximum 4.40
Range 1.60
Interquartile Range .50
Skewness .136 .276
Kurtosis -.272 .545
Kepribadian Tipe A Mean 3.7599 .12551
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.5098
Upper Bound 4.0099
5% Trimmed Mean 3.6778
Median 3.2500
Variance 1.197
Std. Deviation 1.09417
Minimum 2.45
Maximum 6.40
Range 3.95
Interquartile Range 1.65
Skewness 1.179 .276
Kurtosis -.012 .545
Stres Kerja Mean 1.2105 .05582
Lower Bound 1.0993
95% Confidence Interval for Mean
Upper Bound 1.3217
5% Trimmed Mean 1.1953
Median 1.1200
Variance .237
Std. Deviation .48663
Minimum .52
Maximum 2.20
Range 1.68
Interquartile Range .34
Skewness .816 .276
Kurtosis -.424 .545
1. Stres Kerja Kategori Stres Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Stres 39 51.3 51.3 51.3
Tidak Stres 37 48.7 48.7 100.0
Total 76 100.0 100.0
2. Lingkungan Fisik
Kategori lingkungan Fisik
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Buruk 48 63.2 63.2 63.2
Baik 28 36.8 36.8 100.0
Total 76 100.0 100.0
3. Konflik Peran Kategori Konflik Peran
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tinggi 38 50.0 50.0 50.0
Rendah 38 50.0 50.0 100.0
Total 76 100.0 100.0
4. Ketaksaan Peran Kategori Ketaksaan Peran
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tinggi 38 50.0 50.0 50.0
Rendah 38 50.0 50.0 100.0
Total 76 100.0 100.0
5. Konflik Interpersonal Kategori Konflik Interpersonal
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tinggi 39 51.3 51.3 51.3
Rendah 37 48.7 48.7 100.0
Total 76 100.0 100.0
6. Ketidakpastian Pekerjaan Kategori Ketidakpastian Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tinggi 40 52.6 52.6 52.6
Rendah 36 47.4 47.4 100.0
Total 76 100.0 100.0
7. Kontrol Kerja
Kategori Kontrol Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 38 50.0 50.0 50.0
Tinggi 38 50.0 50.0 100.0
Total 76 100.0 100.0
8. Kurang Kesempatan Kerja Kategori Kurang Kesempatan kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tinggi 40 52.6 52.6 52.6
Rendah 36 47.4 47.4 100.0
Total 76 100.0 100.0
9. Jumlah Beban Kerja Kategori Jumlah Beban Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tinggi 49 64.5 64.5 64.5
Rendah 27 35.5 35.5 100.0
Total 76 100.0 100.0
10. Variasi beban Kerja Kategori Variasi Beban Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tinggi 41 53.9 53.9 53.9
Rendah 35 46.1 46.1 100.0
Total 76 100.0 100.0
11. Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain Kategori Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tinggi 43 56.6 56.6 56.6
Rendah 33 43.4 43.4 100.0
Total 76 100.0 100.0
12. Kemampuan Tidak Digunakan Kategori kemampuan yang Tidak Digunakan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tinggi 37 48.7 48.7 48.7
Rendah 39 51.3 51.3 100.0
Total 76 100.0 100.0
13. Tuntutan Mental Kategori Tunruran Mental
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tinggi 42 55.3 55.3 55.3
Rendah 34 44.7 44.7 100.0
Total 76 100.0 100.0
14. Shift Kerja Shift Kerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Malam 14 18.4 18.4 18.4
Sore 29 38.2 38.2 56.6
Pagi 33 43.4 43.4 100.0
Total 76 100.0 100.0
15. Kepribadian Tipe A Kategori Kepribadian Tipe A
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tinggi 41 53.9 53.9 53.9
Rendah 35 46.1 46.1 100.0
Total 76 100.0 100.0
16. Penilaian Diri Kategori Penilaian Diri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Buruk 35 46.1 46.1 46.1
Baik 41 53.9 53.9 100.0
Total 76 100.0 100.0
17. Status Pernikahan Status Pernikahan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak Menikah 27 35.5 35.5 35.5
Menikah 49 64.5 64.5 100.0
Total 76 100.0 100.0
18. Aktivitas di Luar Pekerjaan Kategori Aktivitas Luar pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Tinggi 53 69.7 69.7 69.7
Rendah 23 30.3 30.3 100.0
Total 76 100.0 100.0
19. Dukungan Sosial Kategori Dukungan Sosial
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Rendah 40 52.6 52.6 52.6
Tinggi 36 47.4 47.4 100.0
Total 76 100.0 100.0
Uji Bivariat
1. Hubungan Lingkungan Fisik dengan Stres Kerja
Kategori lingkungan Fisik * Kategori Stres Kerja Crosstabulation
Kategori Stres Kerja
Total Stres Tidak Stres
Kategori lingkungan Fisik Buruk Count 29 19 48
% within Kategori lingkungan Fisik
60.4% 39.6% 100.0%
Baik Count 10 18 28
% within Kategori lingkungan Fisik
35.7% 64.3% 100.0%
Total Count 39 37 76
% within Kategori lingkungan Fisik
51.3% 48.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 4.319a 1 .038
Continuity Correctionb 3.387 1 .066
Likelihood Ratio 4.364 1 .037
Fisher's Exact Test .057 .033
Linear-by-Linear Association 4.263 1 .039
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,63.
b. Computed only for a 2x2 table
2. Hubungan Konflik Peran dengan Stres Kerja Kategori Konflik Peran * Kategori Stres Kerja Crosstabulation
Kategori Stres Kerja
Total Stres Tidak Stres
Kategori Konflik Peran Tinggi Count 22 16 38
% within Kategori Konflik Peran
57.9% 42.1% 100.0%
Rendah Count 17 21 38
% within Kategori Konflik Peran
44.7% 55.3% 100.0%
Total Count 39 37 76
% within Kategori Konflik Peran
51.3% 48.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 1.317a 1 .251
Continuity Correctionb .843 1 .359
Likelihood Ratio 1.321 1 .250
Fisher's Exact Test .359 .179
Linear-by-Linear Association 1.299 1 .254
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,50.
b. Computed only for a 2x2 table
3. Hubungan Ketaksaan Peran dengan Stres Kerja
Kategori Ketaksaan Peran * Kategori Stres Kerja Crosstabulation
Kategori Stres Kerja
Total Stres Tidak Stres
Kategori Ketaksaan Peran Tinggi Count 19 19 38
% within Kategori Ketaksaan
Peran 50.0% 50.0% 100.0%
Rendah Count 20 18 38
% within Kategori Ketaksaan
Peran 52.6% 47.4% 100.0%
Total Count 39 37 76
% within Kategori Ketaksaan
Peran 51.3% 48.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .053a 1 .818
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .053 1 .818
Fisher's Exact Test 1.000 .500
Linear-by-Linear Association .052 1 .820
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,50.
b. Computed only for a 2x2 table
4. Hubungan Konflik Interpersonal dengan Stres Kerja Kategori Konflik Interpersonal * Kategori Stres Kerja Crosstabulation
Kategori Stres Kerja
Total Stres Tidak Stres
Kategori Konflik Interpersonal
Tinggi Count 25 14 39
% within Kategori Konflik Interpersonal
64.1% 35.9% 100.0%
Rendah Count 14 23 37
% within Kategori Konflik Interpersonal
37.8% 62.2% 100.0%
Total Count 39 37 76
% within Kategori Konflik Interpersonal
51.3% 48.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.243a 1 .022
Continuity Correctionb 4.244 1 .039
Likelihood Ratio 5.304 1 .021
Fisher's Exact Test .038 .019
Linear-by-Linear Association 5.174 1 .023
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,01.
b. Computed only for a 2x2 table
5. Hubungan Ketidakpastian Pekerjaan dengan Stres Kerja Kategori Ketidakpastian Pekerjaan * Kategori Stres Kerja Crosstabulation
Kategori Stres Kerja
Total Stres Tidak Stres
Kategori Ketidakpastian Pekerjaan
Tinggi Count 26 14 40
% within Kategori Ketidakpastian Pekerjaan
65.0% 35.0% 100.0%
Rendah Count 13 23 36
% within Kategori Ketidakpastian Pekerjaan
36.1% 63.9% 100.0%
Total Count 39 37 76
% within Kategori Ketidakpastian Pekerjaan
51.3% 48.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.330a 1 .012
Continuity Correctionb 5.226 1 .022
Likelihood Ratio 6.418 1 .011
Fisher's Exact Test .021 .011
Linear-by-Linear Association 6.246 1 .012
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,53.
b. Computed only for a 2x2 table
6. Hubungan Kontrol Kerja dengan Stres Kerja Kategori Kontrol Kerja * Kategori Stres Kerja Crosstabulation
Kategori Stres Kerja
Total Stres Tidak Stres
Kategori Kontrol Kerja Rendah Count 21 17 38
% within Kategori Kontrol Kerja
55.3% 44.7% 100.0%
Tinggi Count 18 20 38
% within Kategori Kontrol Kerja
47.4% 52.6% 100.0%
Total Count 39 37 76
% within Kategori Kontrol Kerja
51.3% 48.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .474a 1 .491
Continuity Correctionb .211 1 .646
Likelihood Ratio .475 1 .491
Fisher's Exact Test .647 .323
Linear-by-Linear Association .468 1 .494
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,50.
b. Computed only for a 2x2 table
7. Hubungan Kurang Kesempatan Kerja dengan Stres Kerja Kategori Kurang Kesempatan kerja * Kategori Stres Kerja Crosstabulation
Kategori Stres Kerja
Total Stres Tidak Stres
Kategori Kurang Kesempatan kerja
Tinggi Count 22 18 40
% within Kategori Kurang Kesempatan kerja
55.0% 45.0% 100.0%
Rendah Count 17 19 36
% within Kategori Kurang Kesempatan kerja
47.2% 52.8% 100.0%
Total Count 39 37 76
% within Kategori Kurang Kesempatan kerja
51.3% 48.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .459a 1 .498
Continuity Correctionb .200 1 .654
Likelihood Ratio .459 1 .498
Fisher's Exact Test .646 .327
Linear-by-Linear Association .453 1 .501
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,53.
b. Computed only for a 2x2 table
8. Hubungan Jumlah Beban Kerja dengan Stres Kerja Kategori Jumlah Beban Kerja * Kategori Stres Kerja Crosstabulation
Kategori Stres Kerja
Total Stres Tidak Stres
Kategori Jumlah Beban Kerja
Tinggi Count 26 23 49
% within Kategori Jumlah Beban Kerja
53.1% 46.9% 100.0%
Rendah Count 13 14 27
% within Kategori Jumlah Beban Kerja
48.1% 51.9% 100.0%
Total Count 39 37 76
% within Kategori Jumlah Beban Kerja
51.3% 48.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .168a 1 .682
Continuity Correctionb .029 1 .865
Likelihood Ratio .168 1 .682
Fisher's Exact Test .811 .432
Linear-by-Linear Association .166 1 .684
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,14.
b. Computed only for a 2x2 table
9. Hubungan Variasi Beban Kerja dengan Stres Kerja Kategori Variasi Beban Kerja * Kategori Stres Kerja Crosstabulation
Kategori Stres Kerja
Total Stres Tidak Stres
Kategori Variasi Beban Kerja Tinggi Count 26 15 41
% within Kategori Variasi Beban Kerja
63.4% 36.6% 100.0%
Rendah Count 13 22 35
% within Kategori Variasi Beban Kerja
37.1% 62.9% 100.0%
Total Count 39 37 76
% within Kategori Variasi Beban Kerja
51.3% 48.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.216a 1 .022
Continuity Correctionb 4.218 1 .040
Likelihood Ratio 5.276 1 .022
Fisher's Exact Test .038 .020
Linear-by-Linear Association 5.148 1 .023
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,04.
b. Computed only for a 2x2 table
10. Hubungan Tanggung Jawab terhadap Pekerja Lain dengan Stres Kerja
Kategori Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain * Kategori Stres Kerja Crosstabulation
Kategori Stres Kerja
Total Stres Tidak Stres
Kategori Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain
Tinggi Count 24 19 43
% within Kategori Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain
55.8% 44.2% 100.0%
Rendah Count 15 18 33
% within Kategori Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain
45.5% 54.5% 100.0%
Total Count 39 37 76
% within Kategori Tanggung Jawab Terhadap Pekerja Lain
51.3% 48.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .802a 1 .370
Continuity Correctionb .441 1 .507
Likelihood Ratio .803 1 .370
Fisher's Exact Test .488 .253
Linear-by-Linear Association .791 1 .374
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,07.
b. Computed only for a 2x2 table
11. Hubungan Kemampuan Yang Tidak Digunakan dengan Stres Kerja Kategori kemampuan yang Tidak Digunakan * Kategori Stres Kerja Crosstabulation
Kategori Stres Kerja
Total Stres Tidak Stres
Kategori kemampuan yang Tidak Digunakan
Tinggi Count 18 19 37
% within Kategori kemampuan yang Tidak Digunakan
48.6% 51.4% 100.0%
Rendah Count 21 18 39
% within Kategori kemampuan yang Tidak Digunakan
53.8% 46.2% 100.0%
Total Count 39 37 76
% within Kategori kemampuan yang Tidak Digunakan
51.3% 48.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .205a 1 .650
Continuity Correctionb .050 1 .823
Likelihood Ratio .205 1 .650
Fisher's Exact Test .819 .412
Linear-by-Linear Association .203 1 .653
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,01.
b. Computed only for a 2x2 table
12. Hubungan Tuntutan Mental dengan Stres Kerja Kategori Tunruran Mental * Kategori Stres Kerja Crosstabulation
Kategori Stres Kerja
Total Stres Tidak Stres
Kategori Tunruran Mental Tinggi Count 25 17 42
% within Kategori Tunruran Mental
59.5% 40.5% 100.0%
Rendah Count 14 20 34
% within Kategori Tunruran Mental
41.2% 58.8% 100.0%
Total Count 39 37 76
% within Kategori Tunruran Mental
51.3% 48.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 2.532a 1 .112
Continuity Correctionb 1.851 1 .174
Likelihood Ratio 2.545 1 .111
Fisher's Exact Test .166 .087
Linear-by-Linear Association 2.498 1 .114
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,55.
b. Computed only for a 2x2 table
13. Hubungan Shift Kerja dengan Stres Kerja Shift Kerja * Kategori Stres Kerja Crosstabulation
Kategori Stres Kerja
Total Stres Tidak Stres
Shift Kerja Malam Count 6 8 14
% within Shift Kerja 42.9% 57.1% 100.0%
Sore Count 17 12 29
% within Shift Kerja 58.6% 41.4% 100.0%
Pagi Count 16 17 33
% within Shift Kerja 48.5% 51.5% 100.0%
Total Count 39 37 76
% within Shift Kerja 51.3% 48.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 1.126a 2 .569
Likelihood Ratio 1.131 2 .568
Linear-by-Linear Association .006 1 .939
N of Valid Cases 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 6,82.
14. Hubungan Umur dengan Stres Kerja Group Statistics
Kategori Stres Kerja N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Umur Stres 39 33.08 8.174 1.309
Tidak Stres 37 31.59 8.268 1.359
Test Statisticsa
Umur
Mann-Whitney U 628.000
Wilcoxon W 1.331E3
Z -.974
Asymp. Sig. (2-tailed) .330
a. Grouping Variable: Kategori Stres Kerja
15. Hubungan Masa Kerja dengan Stres Kerja Group Statistics
Kategori Stres Kerja N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Masa Kerja Stres 39 103.33 77.647 12.434
Tidak Stres 37 83.57 81.665 13.426
Test Statisticsa
Masa Kerja
Mann-Whitney U 571.500
Wilcoxon W 1274.500
Z -1.559
Asymp. Sig. (2-tailed) .119
a. Grouping Variable: Kategori Stres Kerja
16. Hubungan Status Pernikahan dengan Stres Kerja Status Pernikahan * Kategori Stres Kerja Crosstabulation
Kategori Stres Kerja
Total Stres Tidak Stres
Status Pernikahan Tidak Menikah Count 16 11 27
% within Status Pernikahan 59.3% 40.7% 100.0%
Menikah Count 23 26 49
% within Status Pernikahan 46.9% 53.1% 100.0%
Total Count 39 37 76
% within Status Pernikahan 51.3% 48.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 1.058a 1 .304
Continuity Correctionb .622 1 .430
Likelihood Ratio 1.062 1 .303
Fisher's Exact Test .345 .215
Linear-by-Linear Association 1.044 1 .307
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,14.
b. Computed only for a 2x2 table
17. Hubungan Kepribadian Tipe A dengan Stres Kerja Kategori Kepribadian Tipe A * Kategori Stres Kerja Crosstabulation
Kategori Stres Kerja
Total Stres Tidak Stres
Kategori Kepribadian Tipe A Tinggi Count 23 18 41
% within Kategori Kepribadian Tipe A
56.1% 43.9% 100.0%
Rendah Count 16 19 35
% within Kategori Kepribadian Tipe A
45.7% 54.3% 100.0%
Total Count 39 37 76
% within Kategori Kepribadian Tipe A
51.3% 48.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .815a 1 .367
Continuity Correctionb .452 1 .501
Likelihood Ratio .816 1 .366
Fisher's Exact Test .490 .251
Linear-by-Linear Association .804 1 .370
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,04.
b. Computed only for a 2x2 table
18. Hubungan Penilaian Diri dengan Stres Kerja Kategori Penilaian Diri * Kategori Stres Kerja Crosstabulation
Kategori Stres Kerja
Total Stres Tidak Stres
Kategori Penilaian Diri Buruk Count 17 18 35
% within Kategori Penilaian Diri
48.6% 51.4% 100.0%
Baik Count 22 19 41
% within Kategori Penilaian Diri
53.7% 46.3% 100.0%
Total Count 39 37 76
% within Kategori Penilaian Diri
51.3% 48.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .196a 1 .658
Continuity Correctionb .045 1 .832
Likelihood Ratio .196 1 .658
Fisher's Exact Test .818 .416
Linear-by-Linear Association .193 1 .660
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,04.
b. Computed only for a 2x2 table
19. Hubungan Aktivitas di Luar Pekerjaan dengan Stres Kerja Kategori Aktivitas Luar pekerjaan * Kategori Stres Kerja Crosstabulation
Kategori Stres Kerja
Total Stres Tidak Stres
Kategori Aktivitas Luar pekerjaan
Tinggi Count 32 21 53
% within Kategori Aktivitas Luar pekerjaan
60.4% 39.6% 100.0%
Rendah Count 7 16 23
% within Kategori Aktivitas Luar pekerjaan
30.4% 69.6% 100.0%
Total Count 39 37 76
% within Kategori Aktivitas Luar pekerjaan
51.3% 48.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.756a 1 .016
Continuity Correctionb 4.620 1 .032
Likelihood Ratio 5.865 1 .015
Fisher's Exact Test .024 .015
Linear-by-Linear Association 5.680 1 .017
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,20.
b. Computed only for a 2x2 table
20. Hubungan Dukungan Sosial dengan Stres Kerja Kategori Dukungan Sosial * Kategori Stres Kerja Crosstabulation
Kategori Stres Kerja
Total Stres Tidak Stres
Kategori Dukungan Sosial Rendah Count 21 19 40
% within Kategori Dukungan Sosial
52.5% 47.5% 100.0%
Tinggi Count 18 18 36
% within Kategori Dukungan Sosial
50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 39 37 76
% within Kategori Dukungan Sosial
51.3% 48.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .047a 1 .828
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .047 1 .828
Fisher's Exact Test 1.000 .505
Linear-by-Linear Association .047 1 .829
N of Valid Casesb 76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,53.
b. Computed only for a 2x2 table
Recommended