View
1.402
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Tuberculosis ( TBC )
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Tuberculosis (TB) adalah penyakit akibat kuman mycobakterium
tuberkulosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan
lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi
primer (Arif Mansjoer, 2000)
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian
tubuh lainnya, terutama meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe
(Suzanne dan Brenda, 2001)
2. Epidemiologi
Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi di
Indonesia pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di
Indonesia berkisar antara 0,2 -0,65%. Sedangkan menurut laporan
Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun
2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus
(256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan
merupakan kasus baru.
Pada dari data tahun 1997-2004 [Attachment: Tabel Identifikasi
Kasus 1997-2004 dan Tingkat Pelaporan 1995- 2000] terlihat adanya
peningkatan pelaporan kasus sejak tahun 1996. Yang paling dramatis
terjadi pada tahun 2001, yaitu tingkat pelaporan kasus TBC meningkat
dari 43 menjadi 81 per 100.000 penduduk, dan pelaporan kasus BTA
positif meningkat dari 25 menjadi 42 per 100.000 penduduk. Sedangkan
berdasarkan umur, terlihat angka insidensi TBC secara perlahan bergerak
1
ke arah kelompok umur tua (dengan puncak pada 55-64 tahun), meskipun
saat ini sebagian besar kasus masih terjadi pada kelompok umur 15-64
tahun. [Attachment : Age Specific Notification Rate 2004].
Pada negara dengan infeksi HIV endemik, tuberculosis merupakan
penyebab tunggal morbiditas dan mortalitas yang terpenting pada pasien
AIDS. Perkiraan yang beralasan tentang besarnya angka tuberculosis di
dunia adalah sepertiga populasi dunia terinfeksi dengan M. tuberculosis,
bahwa 30 juta kasus tuberculosis aktif di dunia, dengan 10 juta kasus baru
terjadi setiap tahun, dan bahwa 3 juta orang meninggal akibat tuberculosis
setiap tahun . Tuberculosis mungkin menyebabkan 6 % dari seluruh
kematian di seluruh dunia.
Pada umumnya presentasi klinis dan radiologis TB paru pada
penderita infeksi HIV dengan CD4 > 350 sel/µL sama dengan penderita
tanpa infeksi HIV, dimana tuberkulosis terbatas pada paru saja dan
gambaran radiologis umumnya menunjukkan adanya fibroinfiltrat pada
lobus atas paru dengan atau tanpa kavitas. Penurunan CD4 < 50 sel/µL
sering disertai tuberkulosis ekstrapulmoner. Gambaran radiologis pada
kondisi infeksi HIV yang berat sangat berbeda, dimana infiltrat dapat
terlihat di lobus tengah atau bawah paru, dapat berupa infiltrat milier (TB
milier), namun kavitas lebih jarang didapatkan. Derajat imunodefisiensi
ini juga berpengaruh pada gambaran laboratoris (BTA pada sputum) dan
histopatologis. Pada penderita dengan fungsi imun yang masih intact lebih
mudah didapatkan adanya BTA pada sputum dan gambaran granulomatus
secara histopatologi. Seiring dengan menurunnya sistem imun maka
kemungkinan untuk didapatkan BTA pada sputum semakin kecil dan
secara histopatologi gambaran granuloma juga sulit ditemukan karena
semakin sulit terbentuk atau bahkan tidak terbentuk sama sekali.
Masalah lainnya pada terapi tuberkulosis pada infeksi HIV/AIDS
adalah sering terjadi monoresistensi terhadap rifampisin tapi masih
susceptible terhadap isoniazid. Monoresistensi ini diduga terjadi karena
2
mutasi strain M tuberculosis yang drug-susceptible, bukan karena
transmisi penularan oleh strain yang memang resisten rifampisin.
Tindakan profilaksis terhadap infeksi patogen lainnya menurunkan
morbiditas dan mortalitas penderita tuberkulosis dengan infeksi
HIV/AIDS. WHO merekomendasikan profilaksis kotrimoksazol dengan
dosis harian 960 mg. Namun diperlukan studi lebih lanjut untuk
mengevaluasi keuntungan terapi, durasi, feasibility dan efektifitas
regimen ini. Profilaksis terhadap tuberkulosis diberikan jika telah terbukti
tidak ada tuberkulosis aktif pada penderita dengan tes tuberkulin positif
saat ini, atau pernah tes tuberkulin positif dan belum mendapat terapi
profilaksis sebelumnya, atau adanya riwayat kontak dekat (close contact)
dengan penderita tuberkulosis. Obat yang diberikan profilaksis adalah
isoniazid selama 9 bulan dengan dosis harian atau 2 kali seminggu, atau
salah satu dari pirazinamid, rifampisin atau rifabutin selama 2 bulan
dengan dosis harian.
3. Etiologi
Agens infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang
aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap
panas dan sinar ultra violet, dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3
– 0,6/um. Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis kompleks
adalah:
Mycobakterium tuberculosis
Varian asian
Varian african I
Varian asfrican II
Mycobakterium bovis
Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterial
othetan Tb (mott, atipyeal) adalah :
Mycobacterium cansasli
Mycobacterium avium
3
Mycobacterium intra celulase
Mycobacterium scrofulaceum
Mycobacterium malma cerse
Mycobacterium xenopi
4. Faktor Presdiposisi
Tubercolosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui
udara. Individu terinsfeksi melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa atau
bernyanyi, melepaskan droplet besar ( lebih besar dari 100u ) dan kecil ( 1
sampai 5 u ). Droplet yang besar menetap, sementara droplet yang kecil
tertahan diudara dan tertiup oleh individu yang rentan. Individu yang
beresiko tinggi untuk tertular tuberculosis adalah sebagai berikut:
Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB
aktif.
Individu imunosupresif ( Termasuk lansia, pasien dengan kanker,
mereka yang dalam terapi kortikosteroid atau mereka yang terinfeksi
dengan HIV ).
Pengguna obat-obatan IV dan alkoholik.
Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat
( tunawisma,tahanan, etnik dan ras minoritas terutama anak-anak
dibawah usia 15 tahun atau dewasa muda antara yang berusia 15-44
tahun ).
Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya
( misalny diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi,
bypass gasterektomi yeyunoileal ).
Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi ( Asia tenggara,
Afrika, Amerika latin, karibia ).
Setiap individu yang tinggal di institusi ( misalnya fasilitas perawatan
jangka panjang, institusi psikiatrik, penjara ).
Indivudi yang tinggal didaerah perumahan substandart kumuh.
Petugas kesehatan
4
5. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau
dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini
dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada
tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam
suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai
berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan
menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke
alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan
limfosit ( biasanya sel T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas
seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat
infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi
hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya
diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang
besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak
menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang
alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas
lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan.
Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit
bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari
pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang
akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.
Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada
sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau
berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening
menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan
infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
5
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi
ini butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju
yang biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa
dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan
fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi
lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk
suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon.
Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana
bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi
tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan
percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru
lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen
brokus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt
dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung
sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan
lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam
waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge
menjadi peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh
darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai
aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada
oragan lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya
sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena
akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus
6
nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang
masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.
6. Klasifikasi
a. Pembagian secara patologis :
Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ).
Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ).
b. Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
Tuberkulosis Paru BTA positif.
Tuberkulosis Paru BTA negative
c. Pembagian secara aktifitas radiologis :
Tuberkulosis paru ( Koch pulmonal ) aktif.
Tuberkulosis non aktif .
Tuberkulosis quiesent ( batuk aktif yang mulai sembuh ).
d. Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )
Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat
non kapitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya
tidak melebihi satu lobus paru.
Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan
diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus
tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak
lebih dari satu pertiga bagian satu paru.
For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas
yang melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.
e. Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American
Thorasic Society memberikan klasifikasi baru:
Karegori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi,
riwayat kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif.
Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya
infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
7
Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit.
f. Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :
Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif
dan kasus baru dengan batuk TB berat.
Kategori II : ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal
dengan sputum BTA positf.
Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan
kelainan paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari
yang disebut dalam kategori I.
Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.
7. Manifestasi Klinis
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala
khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara
klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit
untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut:
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan.
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah).
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Gejala khusus, antara lain sebagai berikut:
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi
sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-
paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar,
akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang
disertai sesak.
8
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru),
dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi
tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan
bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar
cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus
otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak),
gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran
dan kejang-kejang.
8. Pemeriksaan Diagnostik
Sputum Culture : Positif untuk mycobacterium tuberkulosa pada
stadium aktif.
Ziehl Neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid) :
positif untuk BTA.
Skin Test (PPD, Mantoux, Tine, Vollmer Patch) : reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48 – 72 jam setelah injeksi antigen
intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi tetapi
tidak mengindikasikan penyakit sedang aktif.
Chest X-Ray : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal di
bagian paru-paru bagian atas, deposit kalsium pada lesi primer yang
membaik atau cairan pada effusi. Perubahan mengindikasikanTB yang
lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous.
Histologi atau Culture jaringan (termasuk kumbah lambung, urine
dan CSF, biopsi kulit) : positif untu mycobacterium tuberkulosa.
Needle Biopsi of Lung Tissue : positif untuk granuloma TB, adanya
sel-sel besar yang mengindikasikan nekrosis.
Elektrolit : mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya
infeksi; misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, mungkin
ditemukan pada TB paru kronik lanjut.
9
ABGs : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa
kerusakan paru.
Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat
kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.
Darah : lekositosis, LED meningkat.
Test Fungsi Paru : VC menurun, Dead Space meningkat, TLC
meningkat dan menurunnya saturasi oksigen yang merupakan gejala
sekunder dari fibrosis/infiltrasi parenchim paru dan penyakit pleura.
9. Prognosis
Jika berobat teratur sembuh total (95%).
Jika dalam 2 tahun penyakit tidak aktif, hanya sekitar 1 % yang
mungkin relaps.
10. Therapy
Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberculosis , yaitu
sebagai berikut:
Aktivitas bakterisid
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh
(metabolismenya masih aktif). Aktivitas bakteriosid biasanya diukur
dengan kecepataan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman
sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan
dari permulaan pengobatan).
Aktivitas sterilisasi
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang
pertumbuhannya lambat (metabolismenya kurang aktif). Aktivitas
sterilisasi diukur dari angka kekambuhan setelah pengobatan
dihentikan.
Pengobatan penyakit Tuberculosis dahulu hanya dipakai satu
macam obat saja. Kenyataan dengan pemakaian obat tunggal ini
banyak terjadi resistensi. Untuk mencegah terjadinya resistensi ini,
10
terapi tuberculosis dilskukan dengan memakai perpaduan obat,
sedikitnya diberikan 2 macam obat yang bersifat bakterisid. Dengan
memakai perpaduan obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat
diabaikan karena jarang ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat
atau lebih serta pola resistensi yang terbanyak ditemukan ialah INH
Adapun jenis obat yang dipakai adalah sebagai berikut :
- Obat Primer - Obat Sekunder
1. Isoniazid (H) 1. Ekonamid
2. Rifampisin (R) 2. Protionamid
3. Pirazinamid (Z) 3. Sikloserin
4. Streptomisin 4. Kanamisin
5. Etambutol (E) 5. PAS (Para Amino Saliciclyc
Acid)
6. Tiasetazon
7. Viomisin
8. Kapreomisin
Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES.2000 yaitu :
Tahap INTENSIF
Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk
mencegah terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahab
intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita
TB BTA positif menjadi negatif (konversi) pada akhir pengobatan
intensif. Pengawasan ketat dalam tahab intensif sangat penting untuk
mencegah terjadinya kekebalan obat.
Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih
panjang dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya
kekambuhan. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten
(dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
11
Paduan obat kategori 1 :
Tahap Lama (H) / day R day Z day F day Jumlah Hari XMinum Obat
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 60
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 54
Paduan Obat kategori 2 :
Tahap Lama (H)@300
mg
R@450
mg
Z@500
mg
E@ 250
Mg
E@500
mg
Strep.Injeksi
JumlahHari XMinum Obat
Intensif 2 bulan1 bulan
11
11
33
33
--
0,5 % 6030
Lanjutan 5 bulan 2 1 3 2 - 66
Paduan Obat kategori 3 :
Tahap Lama H @ 300 mg R@450mg P@500mg Hari XMinum Obat
Intensif 2 bulan 1 1 3 60
Lanjutan3 x week
4 bulan 2 1 1 54
OAT sisipan (HRZE)
Tahap Lama H@300mg
R@450mg
Z@500mg
E day@250mg
Minum obat X
HariIntensif(dosis
1 bulan 1 1 3 3 30
12
harian)
11. Penatalaksaan
Penyuluhan.
Pencegahan
- Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya
diberikan sejak anak masih kecil agar terhindar dari penyakit
tersebut.
- Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera
diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat
dan terjadi penularan.
- Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak
- Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
- Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak
melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah
dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus
baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke
dalam rumah.
- Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak
meludah/mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan
menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang
dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta
menenangkan pikiran.
Pemberian obat-obatan : OAT (Obat Anti Tuberkulosa),
Bronchodilator, Expectoran, OBH, dan Vitamin.
Fisioterapi dan rehabilitasi.
Konsultasi secara teratur.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien ( Doengoes, Marilynn E : 2000 ) adalah
sebagai berikut:
13
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas
pendek), demam, menggigil.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak
(tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam
subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat
badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak
sub kutan.
c. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan
kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks
paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan
pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris
(effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan
pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah,
nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga
timbul pleuritis.
e. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
14
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan,
mudah tersinggung.
f. Keamanan
Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
g. Interaksi Sosial
Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular,
perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas
fisik untuk melaksanakan peran.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental
atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema
trakeal/faringeal.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya
keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar
kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
c. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi
sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
d. Gangguan rasa nyaman ( nyeri akut ) berhubungan dengan inflamasi
paru, batuk menetap.
e. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan
berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang
salah, informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, terbatasnya
pengetahuan/kognitif
h. Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi
berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia
menurun/ statis sekret, kerusakan jaringan akibat infeksi yang
15
menyebar, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, kurang infeksi
tentang infeksi kuman.
16
Recommended