View
224
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
110
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN
NELAYAN DI KABUPATEN LANGKAT
Oleh : Desi Astuti, SE.,MM
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pancabudi
Abstract : In Law No.32 Year 2004 as guideline of Local Middle Term Development Plan
of Langkat District year 2006/2010 has decided that the goal of development is to improve
the people prosperity. The improvement of people prosperity can be achieved if the income
of the people increase sufficiently so that it can meet the basic need of their life. Fishery
resources is actually potential benefited to improve the standard of living and the
prosperity of the fishermen, but in reality, there are so many fishermen who still can not
improve the result of their catching fish that the income of the fishermen does not increase.
This study observes and analyzes four factors, such s working capital, manpower,
experience, and distance of going to sea which influence on the income of found that
working capital, manpower, experience and distance of going to sea all together influence
the income of the fishermen in Langkat District. Of the four factors which influence on the
fishermen income, working capital factors gives nigger contribution compared with
manpower, experience and distance of going to sea factors. However, manpower and
distance of going to sea factors must also be considered because these factors are
supporting factors to the income of fishermen. By taking care of the result of this study that
working capital factors gives bigger contribution compared with other factors on the
income of the fishermen, it is suggested to open access to get working capital by
cooperating with cooperation or banks and non-banking institutions. It is also necessary to
perform founding and the development of ability in catching the fish and to improve the
technology in catching fish by using effective technology.
Key words : Fishermen’ income, Working Capital, Manpower, Experience, Distance
of Going to Sea, Ordinary Least Square (OLS)
Pendahuluan
Hasrat untuk mewujudkan
masyarakat yang sejahtera dalam arti
sebenarnya adalah tujuan mulia yang
hendak dicapai oleh bangsa Indonesia
termasuk Kabupaten Langkat sebagai sub
sistem di dalam Sistem Pemerintahan
Republik Indonesia.
Dalam Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 sebagai pedoman dari Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Kabupaten Langkat tahun 2006-
2010 telah menetapkan bahwa tujuan
pembangunan adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan penduduk. Peningkatan
kesejahteraan penduduk dapat
dimungkinkan apabila pendapatan
penduduk mengalami kenaikan yang cukup
hingga mampu memenuhi kebutuhan dasar
untuk kehidupannya. Hal ini dapat
diartikan bahwa kebutuhan kebutuhan
pangan, sandang, perumahan, pendidikan,
kesehatan, keamanan dan sebagainya
tersedia dan mudah dijangkau setiap
penduduk sehingga pada gilirannya
penduduk yang miskin semakin sedikit
jumlahnya.
Sumber daya perikanan sebenarnya
secara potensial dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
nelayan, namun pada kenyataannya masih
cukup banyak nelayan belum dapat
meningkatkan hasil tangkapannya, sehingga
tingkat pendapatan nelayan tidak
meningkat. Masyarakat yang
mempunyai mata pencaharian dan
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
111
berpenghasilan sebagai nelayan merupakan
salah satu dari kelompok masyarakat yang
melakukan aktivitas usaha dengan
mendapat penghasilan bersumber dari
kegiatan nelayan itu sendiri. Nelayan
adalah orang yang secara aktif melakukan
pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan
dan binatang air lainnya/tanaman air.
Tingkat kesejahteraan nelayan sangat
ditentukan oleh hasil tangkapannya.
Banyaknya tangkapan tercermin pula
besarnya pendapatan yang diterima dan
pendapatan tersebut sebagian besar untuk
keperluan konsumsi keluarga. Dengan
demikian tingkat pemenuhan kebutuhan
konsumsi keluarga atau kebutuhan fisik
minimum(KFM) sangat ditentukan oleh
pendapatan yang diterimanya.
Para nelayan melakukan
pekerjaannya dengan tujuan untuk
memperoleh pendapatan demi kebutuhan
hidup. Untuk pelaksanaannya diperlukan
beberapa perlengkapan dan dipengaruhi
pula oleh banyak faktor guna mendukung
keberhasilan kegiatan. Menurut Salim
(1999) faktor yang mempengaruhi
pendapatan nelayan meliputi faktor sosial
dan ekonomi yang terdiri dari besarnya
modal, jumlah perahu, jumlah tenaga kerja,
jarak tempuh melaut dan pengalaman.
Dengan demikian pendapatan nelayan
berdasarkan besar kecilnya volume
tangkapan, masih terdapat beberapa faktor-
faktor yang lain yang ikut menentukannya
yaitu faktor sosial dan ekonomi selain
diatas.
Dalam rangka mewujudkan
Pembangunan Nasional yang dilakukan
melalui Pembangunan Nasional terpadu dan
menyeluruh maka pembangunan sektor
ekonomi mutlak diperlukan yaitu
pembangunan ekonomi yang berimbang,
dimana terdapat kemampuan dan kekuatan
industri yang maju yang didukung oleh
kekuatan dan kemajuan pertanian yang
tangguh dengan sasaran untuk menaikkan
tingkat kehidupan dan kesejahteraan rakyat.
Upaya peningkatan kehidupan untuk lebih
sejahtera dilakukan dengan peningkatan
setiap produk yang dihasilkan sektor
kegiatan ekonomi.
Upaya yang dilakukan dalam
kaitannya dengan rencana kebijaksanaan
pembangunan sektor pertanian, khususnya
sub sector perikanan, bertujuan untuk :
a) Meningkatkan produksi dan mutu hasil
perikanan baik untuk memenuhi
pangan, gizi dan bahan baku industri
dalam negeri serta ekspor hasil
perikanan.
b) Meningkatkan produktivitas usaha
perikanan dan nilai tambah serta
meningkatkan pendapatan nelayan.
c) Memperluas lapangan kerja dan
kesempatan berusaha serta menunjang
pembangunan daerah
d) Meningkatkan pembinaan kelestarian
sumberdaya perikanan dan lingkungan
hidup.
Dengan kenyataan tersebut maka
sudah sewajarnyalah apabila potensi
sumberdaya perikanan yang ada
dikembangkan penangkapannya untuk
kemakmuran rakyat dengan tetap
memelihara dan menjaga kelestarian
sumberdaya perikanan ini, disamping
memperhatikan faktor-faktor yang
menunjang perolehan produksi nelayan
tersebut.
Wilayah Kabupaten Langkat
memiliki potensi perikanan dan kelautan
yang cukup besar. Wilayah pantai/laut
Kabupaten Langkat berada disepanjang 110
km Pantai Timur Sumatera atau Selat
Malaka. Wilayah kelautan yang demikian
luas, sudah tentu akan dapat memproduksi
ikan laut (tangkap) yang cenderung
meningkat. Ditambah lagi produksi
perikanan darat yang pada umumnya
dilakukan melalui budidaya.
Model Analisis Dalam penelitian ini akan
menjelaskan pengaruh antara modal kerja,
tenaga kerja, lamanya waktu melaut,
pengalaman dan jarak tempuh melaut
terhadap pendapatan nelayan di Kabupaten
Langkat yang dirumuskan dalam fungsi :
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
112
INC = f (MODAL, LAB, EXPE, DST)
Dimana :
INC = Pendapatan nelayan
MODAL = Modal kerja
LAB = Banyaknya orang yang melaut
dalam 1 sampan dayung atau
perahu motor atau kapal motor
EXPE = Pengalaman
DST = Jarak tempuh melaut
Dalam analisis ini pendekatan yang
dilakukan adalah analisis fungsi produksi,
dimana fungsi produksi menggambarkan
hubungan antara input dan output. Bentuk
fungsi produksi yang digunakan adalah :
INC = A MODAL1
LAB2
EXPE3
DST4
Selanjutnya fungsi tersebut
ditranformasikan ke dalam bentuk
ekonometrikannya sebagai berikut : Log INC = 0 + 1log MODAL + 2 log LAB +
3 log EXPE + 4 log DST +
dimana :
INC = Pendapatan nelayan (Rp.) per
bulan
MODAL = Modal kerja (Rp.) per bulan
LAB = Banyaknya orang yang ikut
melaut dalam 1 sampan dayung
atau perahu motor atau kapal
motor (jiwa)
EXPE = Pengalaman (tahun)
DST = Jarak tempuh melaut (km)
0 = Intercept
i = Koefisien regresi, i = 1, 2, 3
dan 4
= Error term (kesalahan
penganggu)
Metode Analisis
Metode Analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode kuadrat
terkecil biasa atau Ordinary Least Square
(OLS) dan dengan alat (software) Eviews
versi 4.1. Pengujian statistik dilakukan
dengan menggunakan uji F, uji t, dan uji R2.
Uji F digunakan untuk mengetahui
signifikansi secara serentak (simultan) dari
model yang diteliti dan uji t digunakan
untuk mengetahui signifikansi dari masing-
masing variabel yang diteliti atau secara
parsial, sedangkan uji R2 untuk mengetahui
seberapa besar variasi dari variabel bebas
mampu menjelaskan variabel terikat.
Definisi Operasional Variabel Penelitian
a) Nelayan adalah orang yang mata
pencahariannya menangkap ikan di laut
dengan menggunakan sampan dayung
atau biasa nelayan tradisional, perahu
motor dan kapal motor.
b) Pendapatan nelayan adalah pendapatan
bersih yang dibawa pulang oleh nelayan
yang diperoleh dari hasil penjualan
tangkapan/produksi ikan setelah
dikurangi modal kerja selama sebulan
(satuan Rp.)
c) Modal kerja adalah biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh nelayan dalam
memperoleh hasilnya. Biaya-biaya itu
terdiri dari : makan, rokok, minyak
solar, minyak bensin, upah tenaga kerja,
peralatan menangkap ikan (umpan)
selama sebulan (satuan Rp.).
d) Tenaga kerja adalah banyaknya orang
yang ikut melaut dalam 1 perahu atau
kapal motor (satuan jiwa).
e) Pengalaman adalah orang yang sudah
menjalani profesi hidupnya sebagai
nelayan dalam jangka waktu tertentu
(satuan tahun).
f) Jarak tempuh melaut adalah rata-rata
jarak yang ditempuh oleh nelayan
dalam menangkap ikan (satuan km).
Uji Kesesuaian (Test of goodness of fit)
Uji kesesuaian (test of goodness of
fit) dilakukan berdasarkan perhitungan nilai
koefisien determinasi (R2) yang kemudian
dilanjutkan dengan uji F (F-test) dan uji t (t-
test).
a. Koefisien determinasi (R2) bertujuan
untuk mengetahui seberapa besar
variabel bebas (modal kerja, tenaga
kerja, pengalaman dan jarak tempuh
melaut) dapat menjelaskan variabel
terikat (keuntungan nelayan).
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
113
b. Uji serempak (F-test) digunakan untuk
menguji signifikansi dari model
penelitian.
c. Uji parsial (t-test) digunakan untuk
menguji signifikansi dari masing-
masing (parsial) variabel bebas terhadap
variabel terikat.
Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
Dalam suatu model regresi
berganda ada beberapa permasalahan yang
bisa terjadi yang secara statistik dapat
mengganggu model yang ditentukan,
bahkan dapat menyesatkan kesimpulan
yang diambil dari persamaan yang
dibentuk. Untuk itu perlu dilakukan uji
penyimpangan asumsi klasik.
Multikolinieritas
Multikolinieritas timbul karena satu
atau lebih variabel bebas (penjelas)
merupakan kombinasi linier yang pasti
(sempurna) atau mendekati pasti dari
variabel penjelas lainnya. Jika terdapat
multikolinieritas sempurna, koefisien
regresi dari variabel penjelas tersebut tidak
dapat ditentukan dan variansnya bernilai tak
terhingga. Jika multikonilinieritas kurang
sempurna, koefisien regresi dapat
ditentukan, namun variansnya sangat besar,
sehingga tidak dapat menaksir koefisien
secara akurat. Dalam model regresi linier,
diasumsikan tidak terdapat multikolinieritas
di antara variabel-variabel penjelas, untuk
itu perlu dideteksi dengan mengamati
besaran-besaran regresi yang didapat, yaitu
:
1. Interval tingkat kepercayaan lebar
(karena varians besar maka standar
error besar, sehingga interval
kepercayaan lebar);
2. Koefisien determinasi tinggi dan
signifikasi nitai t statistik rendah;
3. Koefisien korelasi antar variable bebas
tinggi;
4. Nilai koefisien korelasi parsial tinggi.
Untuk melihat ada tidaknya
multikolinieritas dalam suatu model
pengamatan, dapat dilakukan dengan
regresi antar variabel bebas, sehingga dapat
diperoleh nilai koefisien determinan (R2)
masing-masing. Selanjutnya R2 hasil regresi
antar variabel bebas tersebut dibandingkan
dengan R2 hasil regresi model, sehingga
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Jika nilai R2 hasil regresi antar variabel
bebas > R2 model penelitian, maka
hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada
multikolinieritas dalam model empiris yang
digunakan ditolak.
Jika nilai R2
hasil regresi antar variabel
bebas < R2 model penelitian, maka
hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada
masalah multikolinieritas model empiris
yang digunakan tidak dapat ditolak.
Heteroskedastisitas
Salah satu asumsi dari model
regresi linier klasik adalah varian dari setiap
kesalahan pengganggu i untuk variabel-
variabel bebas yang diketahui merupakan
suatu bilangan konstan dengan symbol 2.
Kondisi seperti ini disebut dengan
homoskedastisitas, dengan persamaan
sebagai berikut :
E (i2) =
2 ,
dimana i = 1,2,...,n
Sedangkan bila varian tidak konstan
atau berubah-ubah disebut dengan
heteroskendastisitas.
Dalam prakteknya,
heteroskendastisitas banyak ditemui pada
data cross-section, karena pengamatan
dilakukan pada individu yang berbeda pada
saat yang lama, akan tetapi bukan berarti
heteroskendastisitas tidak mungkin terjadi
dalam data time series.
Untuk melihat atau mendeteksi
adanya heteroskendastisitas dapat dilakukan
dengan menggunakan Park Test (Uji dari
Park RE). Park memformalkan metode
grafik, dengan menganjurkan bahwa 2,
merupakan fungsi dari variabel bebas Xi.
Fungsi yang dianjurkan adalah sebagai
berikut :
i2 =
2 Xi
e
vi
atau bila ditulis dalam bentuk logaritma
natural adalah sebagai berikut:
ln i2
= ln 2
+ ln Xi + vi
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
114
Karena i2
pada umumnya tidak diketahui,
maka Park menyarankan i2
digantikan
dengan i (residual), sehingga diperoleh :
ln i2 = In
2 + ln Xi + vi
= + ln Xi + vi
Sebagai pedoman, apabila koefisien
dari persamaan (3.7) signifikan secara
statistik, ini menunjukkan bahwa dalam
data dari model empiris yang sedang
diestimasi terdapat heteroskedastisitas, dan
sebaliknya, bila koefisien parameter dari
persamaan (3.7) tidak signifikan secara
statistik, maka asumsi homoskedastisitas
atau tidak adanya heteroskedastisitas dalam
data dari model empiris yang sedang
diestimasi tidak dapat ditolak.
Untuk dapat menerapkan uji Park,
maka ada beberapa langkah yang harus
dilakukan, yaitu :
1. Melakukan regresi dengan
menggunakan model yang sedang
diamati, kemudian didapatkan nilai
estimasi residual, i2
2. Lakukan regresi dengan menggunakan
persamaan
Normalitas
Untuk mengetahui apakah normal
dan tidaknya faktor pengganggu, t dengan
J-B test. Adapun kriteria untuk mengetahui
normal atau tidaknya dari faktor
pengganggu adalah sebagai berikut:
a. Bila nilai JB hitung (= 2
hitung) > nilai
2
tabel , maka hipotesis yang menyatakan
bahwa residual, t adalah berdistribusi
normal ditolak.
b. Bila nilai JB hitung (= 2
hitung) < nilai
2
tabel , maka hipotesis yang menyatakan
bahwa residual, t adalah berdistribusi
normal tidak dapat ditolak.
Linieritas
Uji linieritas digunakan untuk
mengetahui apakah spesifikasi model yang
digunakan sudah benar atau tidak. Apakah
fungsi yang digunakan sebaiknya berbentuk
linier atau tidak. Apakah suatu variabel
baru relevan atau tidak dimasukkan dalam
model. Untuk uji linieritas dalam penelitian
ini digunakan uji Ramsey (Ramsey RESET
Test), yaitu dengan membandingkan Fhitung
dan Ftabel. Kriteria keputusannya adalah
sebagai berikut:
a. Bila nilai Fhitung > nilai Ftabel , maka
hipotesis yang menyatakan bahwa
spesifikasi model digunakan dalam
bentuk fungsi linier adalah benar ditolak
b. Bila nilai Fhitung < nilai Ftabel , maka
hipotesis yang menyatakan bahwa
spesifikasi model digunakan dalam
bentuk fungsi linier adalah benar tidak
dapat ditolak.
Hasil Dan Pembahasan
Uji Validitas
Untuk mengetahui apakah
instrument kuesioner yang dipakai cukup
layak digunakan sehingga mampu
menghasilkan data yang akurat sesuai
dengan tujuan ukurannya, maka dilakukan
uji validitas. Ghozali (2005) menyatakan
bahwa pengukuran validitas internal
menggunakan uji validitas setiap butir
pertanyaan (content validity) dengan cara
melakukan korelasi antar skor butir
pertanyaan dengan total konstruk atau
variabel. Dalam hal ini melakukan korelasi
masing-masing skor pertanyaan dengan
total skor pertanyaan. Untuk perincian dari
uji validitas masing-masing variabel adalah
sebagai berikut:
a. Variabel Sosial
Tabel 1. Uji Validitas Variabel Sosial Scale Scale Corrected
Mean Variance Item- Alpha
if Item if Item Total if Item
Deleted Deleted Correlation Deleted
II.1 13.5000 2.0303 .5712 .6091
II.2 14.1700 2.3647 .3363 .4129
II.3 14.0300 2.3526 .3872 .4061
II.4 12.8500 2.5328 .3101 .3844
II.5 13.5400 2.2913 .3889 .4047
II.6 13.2700 1.7546 .5300 .5815
II.7 13.0200 2.2420 .3847 .4119
Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Berdasarkan hasil uji validitas
diatas, maka nilai validitas yang terdapat
pada kolom Corrected Item-Total
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
115
Correlation dari variabel sosial lebih besar
dari 0,30. Dengan demikian maka seluruh
pertanyaan dapat dinyatakan valid.
b. Variabel Kegiatan Usaha
Tabel 2. Uji Validitas Variabel Kegiatan
Usaha Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha
if Item if Item Total if Item
Deleted Deleted Correlation Deleted
III.2 806200.2371 1913151799312 .5370 .7246
III.5 639623.4330 1347258167798 .6650 .5023 III.6 258058.4845 147209441471.6 .8402 .6869
III.7 714774.1546 1621145602873 .8380 .6069
III.9 806192.0000 1913137886371 .4132 .4246 III.10 806184.9897 1913106928410 .7898 .6246
III.11 806199.2474 1913148918131 .5668 .5246
III.13 806183.4742 1913158472983 .4285 .4246
III.14 806198.2474 1913152430589 .4278 .4246
Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Karakteristik Nelayan Pada Obyek
Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi
unit analisis adalah nelayan yang memiliki
sampan dayung, perahu motor sampai kapal
motor yang tersebar di 8 kecamatan di
Kabupaten Langkat. Karakteristik
responden yang di bahas dalam penelitian
ini meliputi karakter sosial ekonomi
masyarakat nelayan di 8 kecamatan di
kabupaten Langkat yang dijadikan sebagai
sampel penelitian berjumlah 100 orang.
Usia Nelayan
Bagian pertama wawancara
digunakan untuk mengumpulkan data sosial
ekonomi nelayan di Kabupaten Langkat
adalah usia/umur. Berdasar tabel 3 ada
sebanyak 5,0% nelayan yang berusia
dibawah 24 tahun dan 3,0% berusia diatas
60 tahun. Rendahnya nelayan yang berusia
tua menunjukkan semakin besarnya usia
produktif yang bekerja sebagai nelayan.
Usia produktif antara 25 – 59 tahun sebesar
92,0%.
Tabel 3. Kondisi Usia Nelayan di
Kabupaten Langkat
Usia Nelayan
(Tahun)
Jumlah Persen
(%)
15 – 24 5 5,0
25 – 34 23 23,0
35 – 44 41 41,0
45 – 59 28 28,0
Lebih dari 59 thn 3 3,0
Total 100 100,0
Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Tingkat Pendidikan
Untuk tingkat pendidikan berdasar
4 menunjukkan hasil bahwa sebanyak
84,0% nelayan berpendidikan sampai
dengan tamat SD (tidak pernah sekolah atau
tidak tamat sekolah atau tamat SD).
Sedangkan yang berpendidikan tamat SMA
hanya sebesar 4,0%.
Tabel 4. Kondisi Tingkat Pendidikan
Nelayan di Kabupaten Langkat Tingkat Pendidikan Jumlah Persen
(%)
Tidak pernah sekolah 1 1,0
Tidak tamat SD 17 17,0
Tamat SD 66 66,0
Tamat SMP 12 12,0
Tamat SMA 4 4,0
Total 100 100,0
Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Jumlah Anggota Keluarga
Untuk jumlah anggota keluarga
berdasar tabel 5 menunjukkan hasil bahwa
jumlah anggota keluarga sampai dengan 2
jiwa sebanyak 31,0%. Sedangkan jumlah
anggota 3, 4 dan 5 jiwa sebanyak 50,0%.
Rata-rata jumlah anggota dalam 1 (satu)
rumah tangga 4 anggota rumah tangga
untuk nelayan di Kabupaten Langkat.
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
116
Tabel 5. Kondisi Jumlah Anggota Keluarga
Nelayan di Kabupaten Langkat Jumlah Anggota
keluarga
(Jiwa)
Jumlah Persen
(%)
1 11 11,0
2 20 20,0
3, 4, 5 50 50,0
6,7,8 16 16,0
Lebih dari 9 3 3,0
Total 100 100,0
Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Lantai Rumah
Untuk lantai rumah di kawasan
nelayan Kabupaten Langkat berdasar tabel
6 menunjukkan bahwa sebagian besar
tempat tinggalnya lantainya berasal dari
papan sebanyak 65,0% kemudian diikuti
dari semen sebesar 29,0% dan yang dari
tanah sebesar 6,0%.
Tabel 6. Kondisi Lantai Rumah Nelayan di
Kabupaten Langkat
Lantai Rumah Jumlah Persen
(%)
Tanah 6 6,0
Papan 65 65,0
Semen 29 29,0
Total 100 100,0
Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Dinding Rumah
Untuk dinding rumah di kawasan
nelayan Kabupaten Langkat berdasar tabel
7 menunjukkan bahwa sebagian besar
tempat tinggalnya dinding rumahnya
berasal dari papan sebanyak 77,0%
kemudian diikuti dari tepas sebesar 13,0%.
Sedangkan yang permanen hanya 3,0%.
Tabel 7. Kondisi Dinding Rumah Nelayan
di Kabupaten Langkat
Dinding
Rumah
Jumlah Persen
(%)
Papan 77 77,0
½ Permanen 5 5,0
Permanen 3 3,0
Tepas 13 13,0
Total 100 100,0
Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Atap Rumah
Untuk atap rumah di kawasan
nelayan Kabupaten Langkat berdasar tabel
8 menunjukkan bahwa sebagian besar
tempat tinggalnya atap rumah berasal dari
seng sebanyak 70,0% kemudian diikuti dari
atap rumbia sebesar 30,0%.
Tabel 8. Kondisi Atap Rumah Nelayan di
Kabupaten Langkat
Atap Rumah Jumlah Persen
(%)
Atap Rumbia 30 30,0
Seng 70 70,0
Total 100 100,0
Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Alat Penerangan
Untuk alat penerangan rumah di
kawasan nelayan Kabupaten Langkat
berdasar tabel 9 menunjukkan bahwa
mayoritas alat penerangan yang digunakan
penduduk di kawasan nelayan Kabupaten
Langkat menggunakan listrik yaitu sebesar
94,0% kemudian diikuti dengan teplok
sebesar 6,0%.
Tabel 9. Kondisi Alat Penerangan Nelayan
di Kabupaten Langkat
Alat
Penerangan
Jumlah Persen
(%)
Teplok 6 6,0
Petromak 0 0,0
Listrik 94 94,0
Total 100 100,0
Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Sumber Air Minum
Untuk sumber air minum di
kawasan nelayan Kabupaten Langkat
berdasar tabel 10 menunjukkan bahwa
sebagian besar penduduk nelayan
menggunakan air sumur sebesar 67,0%
kemudian diikuti dengan menggunakan air
ledeng/PDAM sebesar 26,0% dan air
sungai sebesar 7,0%.
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
117
Tabel 10. Kondisi Sumber Air Minum
Nelayan di Kabupaten Langkat
Sumber Air
Minum
Jumlah Persen
(%)
Air Sungai 7 7,0
Air Sumur 67 67,0
Air
Ledeng/PDAM
26 26,0
Total 100 100,0
Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Tempat Membuang Kotoran/Tinja
Untuk tempat membuang
kotoran/tinja di kawasan nelayan
Kabupaten Langkat berdasar tabel 11
menunjukkan bahwa sebagian besar
penduduk nelayan untuk membuang
kotoran/tinja menggunakan WC/Jamban
milik sendiri sebesar 71,0% kemudian
diikuti dengan menggunakan sungai sebesar
25,0% dan toilet umum sebesar 4,0%.
Tabel 11. Kondisi Tempat Membuang
Kotoran/Tinja Nelayan di
Kabupaten Langkat
Tempat
Membuang
Kotoran/Tinja
Jumlah Persen
(%)
Sungai 25 25,0
Toilet Umum 4 4,0
WC/Jamban Milik
Sendiri
71 71,0
Total 100 100,0
Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Status Kepemilikan Rumah
Untuk status kepemilikan rumah di
kawasan nelayan Kabupaten Langkat
berdasar tabel 12 menunjukkan bahwa
sebagian besar penduduk nelayan memiliki
rumah sendiri yaitu sebesar 78,0%
kemudian diikuti dengan milik keluarga
sebesar 15,0% dan sewa sebesar 7,0%.
Tabel 12. Status Kepemilikan Rumah
Nelayan di Kabupaten Langkat
Status
Kepemilikan
Rumah
Jumlah Persen
(%)
Sewa 7 7,0
Milik Keluarga 15 15,0
Milik Sendiri 78 78,0
Total 100 100,0
Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Kepemilikan Perahu, Perahu dan Kapal
Motor
Untuk status kepemilikan perahu,
perahu/kapal motor di kawasan nelayan
Kabupaten Langkat berdasar tabel 13
menunjukkan bahwa nelayan memiliki
sendiri perahu, perahu motor dan kapal
motor sebesar 53,0% kemudian diikuti yang
sewa sebesar 41,0% dan kredit sebesar
6,0%.
Tabel 13. Status Kepemilikan
Perahu/Kapal Motor Nelayan di
Kabupaten Langkat
Status Kepemilikan
Perahu/Kapal
Motor
Jumlah Persen
(%)
Milik Sendiri 53 53,0
Sewa 41 41,0
Kredit 6 6,0
Total 100 100,0
Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Sistem Pembagian Hasil
Untuk sistem pembagian hasil dari
pendapatan. Misalkan di dalam 1 (satu)
perahu atau kapal motor yang terdiri dari
anggota (knek), tekong (nakhoda atau
pawang yang mempunyai mengetahui
keadaan laut) maka sistem pembagian
hasilnya adalah dari pendapatan bersih
kemudian dibagi masing-masing 1 bagian
untuk anggota (knek) dan 2 bagian untuk
tekong.
Sedangkan apabila perahu atau
kapal motor yang sewa dan pada waktu
melaut tanpa tekong maka sistem
pembagian hasilnya adalah dari pendapatan
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
118
bersih kemudian dibagi masing masing 1
bagian untuk nelayan dan untuk toke
(pemilik kapal) mendapat 1 – 2 bagian
tergantung perjanjian.
Apabila perahu atau kapal motor
yang sewa dan pada waktu melaut dengan
tekong maka sistem pembagian hasilnya
adalah dari pendapatan bersih kemudian
dibagi masing-masing 1 bagian untuk
anggota (knek) dan untuk tekong 1,5 bagian
serta untuk toke 2 bagian.
Karakteristik Nelayan Terhadap
Pendapatan di Kabupaten Langkat
Usia Terhadap Pendapatan Nelayan di
Kabupaten Langkat
Berdasar pada Tabel 14 bahwa usia
produktif (25 – 59 th) sebanyak 92 orang
(=92,0%) nelayan. Dari usia produktif
tersebut ternyata sebanyak 47 orang (=
47,0%) berpendapatan dibawah Rp
1.000.000,- dan jumlah nelayan usia
produktif yang berpendapatan di atas Rp
1.000.000,- sebanyak 45 orang (= 45,0%).
Namun ada nelayan yang berusia 15 – 24
tahun sebanyak 5 orang (= 5,0%) dengan 4
orang yang berpendapatan diatas Rp
1.000.000,-. Untuk lebih detailnya dapat
dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Tabulasi Silang Antara Usia
Terhadap Pendapatan Nelayan di
Kabupaten Langkat
Pendapatan per bulan Usia (Th.) Total
(Rp.) 15 – 24 25 – 34 35 – 44 45 – 59 Lebih
dari 59
≤ 500.000 1 8 7 11 1 28
500.001 – 1.000.000 7 10 4 1 22
1.000.001 – 1.500.000 1 5 9 5 1 21
1.500.001 – 2.000.000 3 2 3 2 10
> 2.000.000 1 12 6 19
Total 5 23 41 28 3 100
Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Tingkat Pendidikan Terhadap
Pendapatan Nelayan di Kabupaten
Langkat
Berdasar pada Tabel 15 jumlah
nelayan yang berpendidikan sampai tamat
SD yang berpendapatan kurang dari Rp
1.000.000,- sebanyak 41 nelayan (=41,0%),
sedangkan nelayan yang berpendidikan
sampai tamat SD yang berpendidikan lebih
dari Rp 1.000.000,- sebanyak 45 nelayan (=
45,0%).
Untuk yang berpendidikan tamat SMA
jumlah responden 4 orang (= 4,0%) dengan
2 orang nelayan yang berpendapatan kurang
Rp 1.000.000,- dan 2 orang nelayan yang
berpenghasilan diatas Rp 1.000.000,-
Tabel 15. Tabulasi Silang Antara Tingkat
Pendidikan Terhadap
Pendapatan Nelayan di
Kabupaten Langkat
Pendapatan per bulan
(Rp.)
Pendidikan Total
Tidak Pernah
Sekolah
Tidak Tamat
Sekolah SD
SD SMP SMA
≤ 500.000 4 20 3 1 28
500.001 – 1.000.000 1 5 11 4 1 22
1.000.001 – 1.500.000 3 14 4 21
1.500.001 – 2.000.000 1 7 1 1 10
> 2.000.000 4 13 1 1 19
Total 1 17 65 13 4 5100
Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Jumlah Anggota Keluarga Terhadap
Pendapatan Nelayan di Kabupaten
Langkat
Berdasar pada Tabel 16, jumlah
anggota keluarga sampai dengan 2 jiwa
untuk nelayan yang berpendapatan
dibawah Rp 1.000.000,- sebanyak 18 orang
(= 18,0%), sedangkan yang berpendapatan
di atas Rp 1.000.000,- sebanyak 13 orang
(= 13,0%).
Untuk jumlah anggota keluarga dari
3 sampai dengan 5 jiwa yang
berpenghasilan di bawah Rp 1.000.000,-
sebanyak 25 orang (= 25,0%), sedang yang
berpenghasilan diatas Rp 1.000.000,-
sebanyak 13 orang (= 13,0%).
Untuk jumlah anggota keluarga dari
6 sampai dengan 11 jiwa yang
berpenghasilan di bawah Rp 1.000.000,-
sebanyak 7 orang (= 7,0%), sedang yang
berpenghasilan di atas Rp 1.000.000,-
sebanyak 12 orang (= 12,0%).
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
119
Tabel 16. Tabulasi Silang Antara Jumlah
Anggota Keluarga Terhadap
Pendapatan Nelayan
di Kabupaten Langkat
Pendapatan per bulan
(Rp.)
Jumlah Anggota Keluarga
(Jiwa)
Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
≤ 500.000 2 8 9 1 4 1 1 1 1 28
500.001 – 1.000.000 5 3 1 9 1 1 2 22
1.000.001 – 1.500.000 1 5 6 3 1 1 4 21
1.500.001 – 2.000.000 3 2 3 1 1 10 > 2.000.000 2 5 5 2 3 1 1 19
Total 11 20 24 19 7 4 6 6 1 1 1 100
Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Status Kepemilikan Rumah Terhadap
Pendapatan Nelayan di Kabupaten
Langkat
Berdasar Tabel 17, jumlah nelayan
dengan status kepemilikan rumah sewa
dengan pendapatan dibawah Rp 1.000.000,-
sebanyak 6 orang (= 6,0% ), sedangkan
yang berpenghasilan di atas Rp 1.000.000,-
sebanyak 1 orang (1,0%).
Untuk jumlah nelayan dengan status
kepemilikan rumah yang merupakan milik
keluarga dengan pendapatan di bawah Rp
1.000.000,- sebanyak 7 orang (=
7,0%), sedang yang berpendapatan di atas
Rp 1.000.000,- sebanyak 9 orang (= 9,0%).
Untuk jumlah nelayan dengan status
kepemilikan rumah yang merupakan milik
sendiri dengan pendapatan di bawah Rp
1.000.000,- sebanyak 37 orang (= 37,0%),
sedang yang berpendapatan di atas Rp
1.000.000,- sebanyak 40 orang (=40,0%).
Tabel 17. Tabulasi Silang Antara Status
Kepemilikan Rumah Terhadap
Pendapatan Nelayan di
Kabupaten Langkat
Pendapatan per bulan Status Kepemilikan Rumah Total
(Rp.) Sewa Milik
Keluarga
Milik
Sendiri
≤ 500.000 2 3 23 28 500.001 – 1.000.000 4 4 14 22
1.000.001 – 1.500.000 1 4 16 21
1.500.001 – 2.000.000 3 7 10 > 2.000.000 2 17 19
Total 7 15 78 100
Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Status Kepemilikan Perahu/Kapal Motor
Terhadap Pendapatan Nelayan di
Kabupaten Langkat
Berdasar Tabel 18, jumlah nelayan
dengan status kepemilikan perahu/kapal
motor milik sendiri dengan pendapatan
dibawah Rp 1.000.000,- sebanyak 23 orang
(= 23,0% ), sedangkan yang berpenghasilan
di atas Rp 1.000.000,- sebanyak 30 orang
(30,0%).
Untuk jumlah nelayan dengan status
kepemilikan perahu/kapal motor yang
merupakan sewa dengan pendapatan di
bawah Rp 1.000.000,- sebanyak 25 orang
(= 25,0%), sedang yang berpendapatan di
atas Rp 1.000.000,- sebanyak 16 orang (=
16,0%).
Untuk jumlah nelayan dengan status
kepemilikan perahu/kapal motor yang
merupakan kredit dengan pendapatan di
bawah Rp 1.000.000,- sebanyak 2 orang
(= 2,0%), sedang yang berpendapatan di
atas Rp 1.000.000,- sebanyak 4 orang
(= 4,0%).
Tabel 18. Tabulasi Silang Antara Status
Kepemilikan Perahu/Kapal Motor
Terhadap Pendapatan Nelayan di
Kabupaten Langkat
Pendapatan per bulan Status Kepemilikan
Perahu/Kapal Motor Total
(Rp.) Milik
Sendiri
Sewa Kredit
≤ 500.000 17 11 28
500.001 – 1.000.000 6 14 2 22
1.000.001 – 1.500.000 14 6 1 21 1.500.001 – 2.000.000 7 3 10
> 2.000.000 9 7 3 19
Total 53 41 6 100
Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Tingkat Pendapatan Nelayan dan Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhinya
Untuk tingkat pendapatan berdasar
Tabel 19 menunjukkan bahwa penduduk
yang berpendapatan kurang dari atau sama
dengan Rp 1.000.000,- sebesar 50,0%.
Sedangkan yang berpendapatan Rp
1.000.000,- – Rp 2.000.000,- sebesar 31,0%
dan yang berpendapatan diatas Rp
2.000.000,- sebesar 19,0%.
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
120
Tabel 19. Tingkat Pendapatan per bulan
Nelayan di Kabupaten Langkat Pendapatan per bulan
(Rp.)
Jumlah Persen
(%)
500.000 28 28,0
500.001 – 1.000.000 22 22,0
1.000.001 – 1.500.000 21 21,0
1.500.001 – 2.000.000 10 10,0
> 2.000.001 19 19,0
Total 100 100,0
Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Untuk tingkat pendapatan (hasil
penjualan – modal kerja) per bulan
penduduk nelayan di Kabupaten Langkat
minimum sebesar Rp 55.000,- dan yang
tertinggi sebesar Rp 7.440.00,- dan dengan
pendapatan rata-rata sebesar Rp 1.259.207,-
.
Untuk modal kerja per bulan
penduduk nelayan di Kabupaten Langkat
minimum sebesar Rp 40.000,- dan yang
tertinggi sebesar Rp 9.000.000,-.
Untuk tenaga kerja yang ikut dalam
melaut minimum sebanyak 1 orang dan
yang tertinggi sebesar 11 orang dengan
rata-rata 2,49 orang ( 3 orang).
Untuk lamanya waktu melaut dalam
satu kali melaut minimum selama 3 jam dan
yang paling lama sebesar 120 jam (= 5 hari)
dengan rata-rata selama 16,60 jam dalam 1
kali melaut.
Untuk pengalaman dalam
menangkap ikan, nelayan di Kabupaten
Langkat mempunyai pengalaman minimum
selama 3 tahun dan paling lama sebesar 54
tahun dengan rata-rata pengalaman selama
23,69 tahun ( 24 tahun).
Untuk jarak tempuh melaut, nelayan
di Kabupaten Langkat minimum sejauh 1
km dan yang paling jauh 75 km dengan
rata-rata sejauh 9,65 km ( 10 km).
Tabel 20. Pendapatan dan Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Pendapatan
Nelayan di Kabupaten Langkat
Keterangan Minimum Maksimum Mean Std.
Deviasi
Pendapatan per bulan (Rp) 55.000 7.440.000 1.259.207 1.188.818
Modal Kerja per bulan
(Rp)
40.000 9.000.000 985.827 1.423.735
Tenaga Kerja (orang) 1 11 2,49 1,79
Pengalaman (tahun) 3 54 23,69 10,22
Jarak Tempuh Melaut (km) 1 75 9,65 11,96
Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Hasil Estimasi Dengan Menggunakan
Metode OLS
Untuk melihat pengaruh variabel
bebas yaitu modal kerja, jumlah tenaga
kerja, pengalaman dan jarak tempuh melaut
terhadap variabel terikat yaitu pendapatan
nelayan di Kabupaten Langkat dengan
menggunakan metode Ordinary Least
Square (OLS) dengan bantuan program
Eviews 4.1, berdasarkan perhitungan fungsi
Cobb-Douglas diperoleh persamaan regresi
sebagai berikut :
Hasil Estimasi Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Pendapatan Nelayan
di Kabupaten Langkat
Keterangan : ** signifikan pada α =5%
Sumber : Data diolah (Lampiran 5)
Berdasarkan nilai R-squared (R2)
sebesar 0,6162 yang diperoleh dari
penelitian menyatakan bahwa variabel
independen (variabel modal kerja, tenaga
kerja, pengalaman dan jarak tempuh
melaut) mampu menjelaskan variasi
pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat
sebesar 61,62%. Sedangkan sisanya sebesar
38,38% dijelaskan oleh variabel lain yang
tidak dimasukkan dalam model estimasi ini.
Dari hasil estimasi bahwa nilai F-
statistik yang diperoleh, yaitu sebesar
3,1236 yang berarti lebih besar dari
F0,05(5,94) = 2,30; ini berarti secara
bersama-sama (serentak) yaitu modal kerja,
tenaga kerja, pengalaman dan jarak tempuh
melaut mempengaruhi pendapatan nelayan
di Kabupaten Langkat dengan tingkat
kepercayaan 95 persen.
Berdasarkan uji t-statistik (uji secara
parsial), maka dapat diketahui bahwa
variabel yang berpengaruh secara signifikan
terhadap pendapatan nelayan di Kabupaten
Langkat adalah modal kerja dan tenaga
kerja pada tingkat = 5 persen sedangkan
LOG(INC) = 10,029 + 0,293 LOG(MODAL) + 0,258 LOG(LAB) + 0,158 LOG(EXPE)
Std. Error (0,1139) (0,1294) (0,1746)
t-stat (2,575)** (1,997)** (0,904)
+ 0,004 LOG(DST)
Std. Error (0,0066)
t-stat (0,648)
R2 = 0,616233
R2 = 0,579022
F-stat = 3,123600
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
121
variabel bebas yaitu pengalaman dan jarak
tempuh melaut tidak berpengaruh
signifikan secara statistik terhadap
pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat.
Hasil estimasi diatas menunjukan
bahwa koefisien regresi modal kerja sebesar
0,293 bermakna bahwa apabila modal kerja
bertambah 10 persen, maka pendapatan
nelayan dapat meningkat sebesar 2,93
persen.
Koefisien tenaga kerja menunjukkan
koefisien regresi sebesar 0,258 bermakna
bahwa apabila jumlah tenaga kerja
bertambah 10 persen, maka pendapatan
nelayan dapat meningkat 2,58 persen.
Sebagaimana yang telah dirumuskan
pada bab sebelumnya, bahwa pengujian
secara parsial (individu) dilakukan dengan
membandingkan nilai t-hitung dengan nilai
t-tabel. Selain itu juga dilihat berdasarkan
nilai signifikinsi (sig.) pada hasil estimasi
(lampiran 5).
Dengan jumlah sampel (n) = 100,
variabel bebas (k) = 4 maka derajat bebas
untuk nilai t-statistik (n-k-1) atau sama
dengan 95. Pada variabel modal kerja
mernpunyai t-hitung sebesar 2,575 lebih
besar dari t-tabel α = 0,05 sebesar 1,98
yang bermakna bahwa variabel modal kerja
berpengaruh signifikan pada α = 0,05
terhadap pendapatan nelayan di Kabupaten
Langkat.
Sementara itu t-hitung variabel
tenaga kerja sebesar 1,997 lebih besar
dibandingkan nilai t-tabel pada α = 0,05
sebesar 1,98 dengan demikian bahwa
variabel jumlah tenaga kerja berpengaruh
signifikan terhadap pendapatan nelayan di
Kabupaten Langkat.
Sementara itu t-hitung variabel
pengalaman sebesar 0,904 lebih kecil
dibandingkan nilai t-tabel pada α = 0,05
sebesar 1,98 dengan demikian bahwa
variabel pengalaman tidak berpengaruh
signifikan terhadap pendapatan nelayan di
Kabupaten Langkat.
Sementara itu t-hitung variabel jarak
tempuh melaut sebesar 0,648 lebih kecil
dibandingkan nilai t-tabel pada α = 0,05
sebesar 1,98 dengan demikian bahwa
variabel jarak tempuh melaut tidak
berpengaruh signifikan terhadap
pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat.
Hasil estimasi diatas menunjukan
bahwa koefisien modal kerja menunjukkan
elastisitas dari modal kerja terhadap
pendapatan nelayan, dengan elastisitas
sebesar 0,293 bermakna bahwa modal
kerja terhadap pendapatan nelayan adalah
tidak elastis (inelastic). Hal ini berarti
respon pendapatan nelayan terhadap modal
kerja sangat kecil.
Sementara itu koefisien jumlah
tenaga kerja yang menunjukkan elastisitas
jumlah tenaga kerja terhadap pendapatan
nelayan dengan elastisitas sebesar 0,258
bermakna bahwa jumlah tenaga kerja
terhadap pendapatan nelayan adalah tidak
elastis (inelastic). Hal ini berarti respon
pendapatan nelayan terhadap jumlah tenaga
kerja sangat kecil.
Sedangkan untuk koefisien
pengalaman yang menunjukkan elastisitas
pengalaman terhadap pendapatan nelayan
dengan elastisitas sebesar 0,158 bermakna
bahwa pengalaman terhadap pendapatan
nelayan adalah tidak elastis (inelastic). Hal
ini berarti respon pendapatan nelayan
terhadap pengalaman sangat kecil.
Sedangkan untuk koefisien jarak
tempuh melaut yang menunjukkan
elastisitas jarak tempuh melaut terhadap
pendapatan nelayan dengan elastisitas
sebesar 0,004 bermakna bahwa jarak
tempuh melaut terhadap pendapatan
nelayan adalah tidak elastis (inelastic). Hal
ini berarti respon pendapatan nelayan
terhadap jarak tempuh melaut sangat kecil.
Uji Asumsi Klasik
Mempertimbangkan bahwa dalam
model regresi yang ingin dicapai adalah
Best Linear Unbiased Estimator (BLUE)
dan ada kalanya sering dijumpai dalam
model regresi (terutama regresi linear
berganda) berbagai masalah terutama
pelanggaran terhadap asumsi klasik, maka
dalam penelitian ini dilakukan pengujian
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
122
asumsi klasik berupa multikolinieritas,
heteroskedastisitas, normalitas dan
linieritas.
Uji Multikolinieritas
Interpretasi dari model regresi
berganda secara implisit bergantung pada
asumsi bahwa antar variabel bebas yang
digunakan dalam model tersebut tidak
saling berkolerasi. Koefisien-koefisien
regresi biasanya diinterpretasikan sebagai
ukuran perubahan variabel terikat jika salah
satu variabel bebasnya naik sebesar satu
unit dan seluruh variabel bebas lainnya
dianggap tetap. Namun interpretasi ini
menjadi salah apabila terdapat hubungan
linear antar variabel bebas. Berikut ini hasil
uji multikolinieritas pada Tabel 21 adalah
sebagai berikut:
Tabel 21. Hasil Estimasi Uji
Multikolinieritas
Variabel R2
LOG (MODAL) 0,217
LOG (LAB) 0,233
LOG(EXPE) 0,059
LOG(DST) 0,337
Sumber : Data diolah (Lampiran 6 s/d 9)
Berdasarkan pada Tabel 4.25 diatas
dapat terlihat bahwa nilai R2
{LOG(INC) C LOG(MODAL) LOG(LAB)
LOG(EXPE) LOG(DST), yaitu 0,616 lebih
besar dari pada nilai R2 antar variabel bebas
dalam regresi parsial yaitu : 0,217; 0,233;
0,059 dan 0,337 berdasarkan ketentuan
rule of thumb dan metode ini dapat
disimpulkan bahwa dalam model tersebut
tidak ditemukan adanya multikolinierity.
Uji Heteroskedastisitas
Dalam regresi berganda, salah satu
asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran
parameter dalam model tersebut bersifat
BLUE adalah var (ui) σ2 (konstan), semua
sesatan mempunyai variansi yang sama.
Padahal ada kasus-kasus tertentu dimana
variansi u1 tidak konstan, melainkan suatu
variabel berubah-ubah.
Berdasarkan hasil estimasi uji white
heterokedastisticity test pada tabel 22,
diperoleh besarnya nilai Obs*R-squared
sebesar 11,399 dan bila dibandingkan
dengan nilai 2 Tabel sebesar 118,743 pada
tingkat signifikansi = 5%, maka dapat
disimpulkan bahwa nilai Obs*R-squared
lebih kecil dan nilai 2 Tabel (Obs*R-
squared = 10,703 < 2 Tabel = 118,743).
Dengan demikian, hasil uji dengan
menggunakan white heterokedastisticity test
tidak ditemukan masalah
heteroskedastisitas dalam model yang
digunakan.
Tabel 22. Hasil Estimasi Uji
Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test:
F-statistic 0.781175 Probability 0.686336 Obs*R-squared 11.39968 Probability 0.654392
Sumber : Data diolah (lampiran 10)
Uji Normalitas
Uji Normalitas ini dilakukan untuk
mengetahui normal apa tidaknya faktor
pengganggu yang dapat diketahui melalui
uji JB-test. Uji ini menggunakan hasil
estimasi residual dan Chi-Square
Probability Distribution. Hasil estimasi
yang dilakukan dengan uji JB test dapat
dilihat pada Lampiran 11
Berdasarkan hasil estimasi uji JB
test pada Lampiran 11, diperoleh besarnya
nilai Jarque-Bera normality test statistics
sebesar 4,975 dan bila dibandingkan
dengan nilai 2 Tabel sebesar 118,743 pada
tingkat = 5%, maka dapat disimpulkan
bahwa nilai JB test lebih kecil dan nilai 2
Tabel (JB test hitung = 4,975 < 2 Tabel
118,743). Hal ini berarti model empiris
yang digunakan dalam model tersebut
mempunyai residual atau faktor
pengganggu yang berdistribusi normal yang
tidak dapat ditolak.
Uji Linieritas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui
apakah spesifikasi model yang digunakan
sudah benar atau tidak. Apakah fungsi
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
123
yang digunakan dalam studi empiris
berbentuk linier atau tidak. Uji linieritas
dalam penelitian ini menggunakan uji
Ramsey (Ramsey RESET Test).
Berdasarkan hasil estimasi Ramsey
RESET test pada lampiran 12, diperoleh
hasil nilai Fhit sebesar 0,067 dan bila
dibandingkan dengan nilai Ftabel sebesar
2,47 pada tingkat = 5%, maka dapat
disimpulkan bahwa nilai Fhit lebih kecil dan
nilai Ftabel. Oleh karena itu, berdasarkan
hasil uji Ramsey dapat disimpulkan bahwa
model yang benar spesifikasinya dalam
bentuk linier atau persamaan dalam bentuk
linier.
Dengan melakukan berbagai uji
asumsi klasik dan hasilnya ternyata bebas
dari pelanggaran asumsi klasik maka dapat
disimpulkan bahwa model yang digunakan
dalam menaksir pendapatan nelayan di
Kabupaten Langkat sudah baik “BLUE”.
Kesimpulan
1. Modal kerja, jumlah tenaga kerja,
pengalaman dan jarak tempuh melaut
secara bersama-sama berpengaruh nyata
terhadap pendapatan nelayan di
Kabupaten Langkat.
2. Modal kerja mempunyai pengaruh
positif terhadap pendapatan nelayan,
ceteris paribus. Dengan kata lain,
apabila modal kerja naik akan
meningkatkan pendapatan nelayan.
Begitu juga halnya dengan tenaga kerja,
pengalaman dan jarak tempuh melaut
mempunyai pengaruh positif terhadap
pendapatan nelayan.
3. Nilai elastisitas dari variabel modal
kerja, tenaga kerja, pengalaman dan
jarak tempuh melaut mempunyai nilai
elastisitas kurang dari 1 (inelastic)
terhadap pendapatan nelayan di
Kabupaten Langkat, sehingga respon
pendapatan nelayan terhadap modal
kerja, tenaga kerja, pengalaman dan
jarak tempuh melaut sangat kecil.
Saran-Saran
1. Untuk mendorong peningkatan
pendapatan nelayan sudah seharusnya
pemerintah Kabupaten Langkat
terutama Dinas Perikanan dengan
bekerja sama dengan dinas terkait
lainnya mencari solusi dari
permasalahan modal kerja dengan
membuka akses untuk mendapatkan
modal kerja guna kesejahteraan nelayan
dengan cara bekerjasama dengan
koperasi atau lembaga keuangan bank
dan non bank.
2. Untuk mendorong kemampuan dari
nelayan maka Pemerintah Kabupaten
Langkat terutama Dinas Perikanan
dapat memberikan pembinaan dan
pengembangan kemampuan nelayan
dalam kemampuan menangkap ikan dan
juga meningkatkan teknologi dalam
menangkap ikan dengan teknologi yang
tepat guna.
3. Untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat nelayan, perlu diberikan
penyuluhan tentang bagaimana
kelayakan dalam menangkap ikan.
Meskipun masyarakat nelayan telah
banyak memiliki pengalaman (umunya
pola tradisional), namun penyuluhan ini
perlu dilakukan terutama berorientasi
kepada penggunaan dan pemanfaatan
teknologi.
4. Penggunaan tenaga kerja oleh masing-
masing kelompok nelayan hendaknya
disesuaikan dengan kebutuhan sehingga
akan mengurangi biaya ke laut (lebih
efisien), karena tambahan tenaga kerja
tersebut tidak profesional.
5. Peralatan yang digunakan oleh para
nelayan pada umumnya masih minim
dan tradisonal sehingga hasil
tangkapnnya acapkali tidak dapat
menutupi biaya yang digunakan untuk
konsumsi rumah tangga. Untuk itu
diperlukan sentuhan dan bantuan dari
para pemilik modal agar dapat
mendukung kelengkapan peralatan
penangkapan ikan yang diperlukan para
nelayan.
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
124
DAFTAR PUSTAKA
__________, 2001, Dimensi Ekonomi
Kehidupan Sosial Masyarakat
Nelayan, Jurnal Ekonomi dan
Pembangunan (JEP), IX(1).
Badaruddin, 2001, Kelembagaan Sosial
Ekonomi dan Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Nelayan
Kecamatan Percut Sei Tuan,
Lembaga Penelitia, Medan.
Budiharsono, 2001, Teknis Analisis
Pembangunan Wilayah Pesisir
dan Lautan, PT. Pradnya Paramita,
Jakarta.
Badan Pusat Statitistik (BPS), 2007,
Kabupaten Langkat Dalam
Angka, BPS, Langkat.
Dahuri, Rokhmin, 2004, Membangun
Kelautan dan Perikanan, Bening,
Jakarta.
Gujarati, Damodar, 2003, Ekonometrika
Dasar, Erlangga, Jakarta.
Joesran dan Fathorrozi, 2003. Teori
Ekonomi Mikro. Salemba Empat,
Jakarta.
Rahardja, Manurung, 2006, Teori
Ekonomi Mikro, Edisi Ketiga, LP
Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Jakarta.
Said Ali, Harahap, 2003, Analisis Masalah
Kemiskinan dan Ketimpangan
Pendapatan Nelayan di Medan
Belawan, Sumut, Tesis S2 PPS
USU, Medan.
Salim, Agus, 1999, Analisis Tingkat
Pendapatan Nelayan dan Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhinya
di Kecamatan Syiah Kuala
Kotamadya Banda Aceh, Tesis S2
PPS USU, Medan.
Sasmita, 2006, Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Pendapatan
Usaha Nelayan Di Kabupaten
Asahan, Tesis S2. PPS USU,
Medan.
Sastrawidjaya, dkk, 2002, Nelayan
Nusantara, Pusat Riset Pengolahan
Produk Sosial Ekonomi Kelautan
dan Perikanan, Jakarta.
Sobri, 1999. Ekonomi Makro. BPFE-
UGM, Yogyakarta.
Sukirno, S., 2006. Makroekonomi. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Zulfikar, 2002, Analisis Sistem bagi
Hasil Terhadap Pendapatan Buruh
Nelayan di Kabupaten Deli Serdang,
Sumut, Skripsi S1, EP USU, Medan.
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
125
DAFTAR PUSTAKA
__________, 2001, Dimensi Ekonomi Kehidupan Sosial Masyarakat Nelayan,
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan (JEP), IX(1).
Badaruddin, 2001, Kelembagaan Sosial Ekonomi dan Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Nelayan Kecamatan Percut Sei Tuan, Lembaga Penelitia,
Medan.
Budiharsono, 2001, Teknis Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan,
PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Badan Pusat Statitistik (BPS), 2007, Kabupaten Langkat Dalam Angka, BPS,
Langkat.
Dahuri, Rokhmin, 2004, Membangun Kelautan dan Perikanan, Bening, Jakarta.
Gujarati, Damodar, 2003, Ekonometrika Dasar, Erlangga, Jakarta.
Joesran dan Fathorrozi, 2003. Teori Ekonomi Mikro. Salemba Empat, Jakarta.
Rahardja, Manurung, 2006, Teori Ekonomi Mikro, Edisi Ketiga, LP Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Said Ali, Harahap, 2003, Analisis Masalah Kemiskinan dan Ketimpangan
Pendapatan Nelayan di Medan Belawan, Sumut, Tesis S2 PPS USU,
Medan.
Salim, Agus, 1999, Analisis Tingkat Pendapatan Nelayan dan Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhinya di Kecamatan Syiah Kuala Kotamadya Banda
Aceh, Tesis S2 PPS USU, Medan.
Sasmita, 2006, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha
Nelayan Di Kabupaten Asahan, Tesis S2. PPS USU, Medan.
Sastrawidjaya, dkk, 2002, Nelayan Nusantara, Pusat Riset Pengolahan Produk
Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Sobri, 1999. Ekonomi Makro. BPFE-UGM, Yogyakarta.
Sukirno, S., 2006. Makroekonomi. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Zulfikar, 2002, Analisis Sistem bagi Hasil Terhadap Pendapatan Buruh Nelayan
di Kabupaten Deli Serdang, Sumut, Skripsi S1, EP USU, Medan.
Recommended