10

Tgs B.indo (Makalah)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tgs B.indo (Makalah)
Page 2: Tgs B.indo (Makalah)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengelasan yang pada prinsipnya adalah menyambung dua atau lebih komponen, lebih tepat

ditujukan untuk merakit (assembly) beberapa komponen menjadi suatu bentuk mesin.

Pengelasan merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari proses manufaktur. Proses

manufaktur lainnya yang telah dikenal antara lain proses-proses pengecoran (metal casting),

pembentukan (metal forming), pemesinan (machining), dan metalurgi serbuk (powder metallurgy).

Namun ada salah satu terpenting dari sebuah pengelasan adalah teknik pengelasan dan mampu

las. Teknik pengelasan dalam pemilihan sambungan dan mampu las perlu diketahui agar para

pembaca lebih cepat dan mudah memahami suatu permasalahan dalam pengelasan.

1.2 Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas, maka perumusan masalah dalam

mengetahui teknik pengelasan dalam pemilihan sambungan dan mampu las ini adalah :

a. Apa itu pengelasan ?

b. Bagaimana macam-macam proses pengelasan ?

c. Bagaimana jenis-jenis dan pemilihan sambungan ?

d. Apa pengaruh mampu las terhadap pengelasan ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari mengetahui teknik pengelasan dalam pemilihan sambungan dan mampu las

adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui pengertian pengelasan

b. Mengetahui macam-macam proses pengelasan

c. Mengetahui jenis-jenis dan pemilihan sambungan

d. Mengetahui pengaruh mampu las terhadapat pengelasan

Page 3: Tgs B.indo (Makalah)

BAB II

TEKNIK PENGELASAN DALAM PEMILIHAN SAMBUNGAN DAN MAMPU LAS

2.1 Pengertian pengelasan

Menurut buku “Pengantar Untuk Memahami Proses Pengelasan Logam” yang ditulis oleh Hery

Sonawan dan Rochim Suratman dan diterbitkan oleh Penerbit CV.Alfabeta, Pengelasan

(WELDING) adalah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara satu teknik

penyaambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan

atau tanpa logam tambahan dan menghasilkan sambungan yang kontinu. Proses penyambungan lain

yang dikenal lama selain pengelasan adalah penyambungan dengan cara BRAZING dan

SOLDERING. Perbedaannya dengan pengelasan adalah pada brazing dan soldering tidak sampai

mencairkna logam induk hanya logam pengisinya saja. Sedangkan perbedaan antara brazing dan

soldering terletak pada titik cair logam pengisinya. Titik cair logam pengisi proses brazing berkisar

450°C - 900°C. Sedangkan untuk soldering, titik cair logam pengisinya kurang dari 450°C.

2.2 Macam – macam proses pengelasan

Proses pengelasan dapat dibagi menjadi 3 bagian utama, yaitu pengealasan mencair (fusion

welding), pengelasan tidak mencair (solid state welding) dan soldering/brazing. Dengan demikian,

dalam proses pencairan diperlukan alat untuk mencairkan logam atau alat untuk memanaskan dan

menekan kedua bagian logam yang akan disambung. Peralatan pencair atau pemanas logam dapat

mendapatkan didasarkan pada penggunaan energi listrik, energi gas atau energi mekanik. Berikut ini

adalah beberapa prinsip dasar proses pengelasan seperti yang dimaksud diatas

2.2.1 Proses SMAW ( Shielded Metal Arc Welding )

Proses SMAW dalam proses pengelasan ini, logam induk mengalami pencairan akibat

pemanasan dari busur listrik yang ditimbulkan antara ujung elektroda dan permukaan benda

kerja. Busur listrik yang ada dibangkitkan oleh mesin las. Untuk lebih jelasnya, proses

SMAW ini dapat dibaca pada buku “Las Listrik SMAW dan Pemerikasaan Hasil Pengelasan”

yang ditulis oleh Ir. Hery Sonawan, MT. Dan diterbitkan oleh Penerbit CV. Alfabeta.

2.2.2 Proses GMAW ( Gas Metal Arc Welding )

Proses pengelasan ini juga disebut dengan MIG (Metal Iner Gas). Proses lain yang serupa

dengan MIG adalah MAG (Metal Active Gas). Perbedaannya adalah terletak pada gas

pelindung yang digunakan. Perbedaannya terletak pada gas pelindungnya, pada MIG

digunakan gas pelindung berupa gas Inert seperti Argon (Ar) dan Helium (He), sedangkan

pada MAG digunakan gas gas-gas sepeti Ar + CO2 , Ar + O2 atau CO2. Proses GMAW ini

tidak jauh berbeda dengan SMAW yaitu penyambungan diperoleh dari proses pencairan

sambungan logam induk dan elektroda yang nantinya membeku membentuk logam las.

Perbedaan lainnya yang cukup terlihat yaitu pada SMAW pelindung logam las berupa fluks,

Page 4: Tgs B.indo (Makalah)

sedangkan pada GMAW pelindung logam ini berupa gas. Proses GMAW ini selain hasil

dipakai untuk menelas baja karbon juga sangat baik dipakai untuk mengelas baja tahan

karat atau stainless steel dan logam-logam lain yang afinitasnya terhadap Oksigen sangat

besar seperti Alimunium (Al) dan Titanium (Ti).

2.2.3 Proses GTAW ( Gas Tungsten Arc Welding )

Pengelasan ini termasuk pengelasan mencair dimana sebagai logam induk mencair akibat

pemanasan busur listrik. Prinsip dasar dari proses GTAW ini tidak jauh berbeda dengan

GMAW. Pada proses ini juga digunakan gas pelindung seperti Argon dan Helium sebagai gas

pelindung kubangan logam las. Adapun perbedaan yang cukup nyata adalah pada

penggunaan material elektroda. Pada GMAW, elektroda juga berperan sebagai penyuplai

logam gas dan oleh karenanya maka elektroda ini dibuat dari logam yang mirip dengan logam

induk dan ikut mencair. Pada GTAW, elektroda terbuat dari Tungsten (Wolfram) yang tidak

ikut mencair. Untuk menyuplai logam las diperlukan kawat las (logam pengisi / filler metal)

yang diberikan secara manual. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada proses

GTAW ini, logam pengisi atau kawat las dapat diberikan pada sambungan ataupun tidak

sama sekali.

2.2.4 Proses SAW ( Submerged Arc Welding )

Proses busur las listrik lainnya yaitu las busur rendam (SAW). Dalam proses ini, busur

listrik dan proses suplai logam las dari kawat las berlangsung dalam keadaan tertutupi oleh

serbuk fluks. Selama proses pengelasan, busur listrik selain mencairkan ujung serbu fluks.

Oleh karena itu selama pembekuan, logam las terlindungi oleh terak dan serbuk fluks yang

tersisa.

2.2.5 Las oksi-asetilen (oxy-acetylene welding)

Proses lain yang termasuk pengelasan mencair adalah las oksi-asetilen. Las oksi-asetelin

ini lazim dikenal dengan istilah Las Karbit atau Las Gas. Proses ini memanfaatkan campuran

gas Oksigen dan Asetilen untuk menghasilkan panas. Panas yang dihasilkan sebenarnya

berasal dari nyala api yang keluar dari nosel las (torch). Nyala api ini dipakai untuk

mencairkan logam induk dan logam pengisi selama pengelasan.

Nyala api yang dihasilkan di ujung torkh (nosel) merupakan hasil perbandingan gas

oksigen (O2) dan gas asetilen (C2H2), jika perbandingan gas oksigen dan asetilen sama besar

1:1 maka dihasilkan jenis nyala netral. Nyala ini dipakai jika akan mengelas baja, besi cor,

baja tahan karat dan tembaga. Jenis nyala kedua adalah nyala karburasi dimana tekanan gas

asetilen lebih besar dari pasa gas oksigen atau rasio O2 : C2H2 < 1. Nyala ini dipakai untuk

keperluan pelapisan (hardfacing), brazing dan pengelasan aluminium dan logam non-ferro

lainnya, dan pengelasan besi cor. Nyala ketiga adalah nyala oksidasi dimana rasio O2 : C2H2 >

Page 5: Tgs B.indo (Makalah)

1, jenis nyala ini banyak digunakan untuk keperluan memotong plat baja, mengelas kuningan

dan keperluan brazing.

2.2.6 Las Gesek

2.3 Jenis-Jenis dan Pemilihan Sambungan

Penyambungan dalam pengelasan diperlukan untuk meneruskan beban atau tegangan diantara

bagian-bagian yang disambung. Karena meneruskan beban, maka bagian sambungan juga akan

menerima beban, oleh karenanya bagian sambungan yang paling tidak memiliki kekuatan yang sama

dengan bagian yang disambung.

Untuk dapat menyambung dua komponen logam diperlukan berbagai jenis sambungan. Pada

sambungan inilah nantinya logam tambahan diberikan, sehingga kesatuan antara komponen-

komponen yang disambung. Ada berbagai jenis sambungan yaitu :

1. Sambungan Temu (Butt Joint)

2. Sambungan T (Tee Joint)

3. Sambungan Sudut (Corner Joint)

4. Sambungan Saling Tumpang (Lap Joint)

5. Sambungan Sisi (Edge Joint)

Pemilihan jenis sambungan terutama didasarkan pada ketebalan plat yang dilas. Dalam

pengelasan, ada yang disebut pelat tipis dan pelat tebal, menurut AWS Code (American Welding

Society) disebut tipis apabila ketebalan kurang dari 1 in (= 25,4 mm) dan disebut pelat tebal jika

ketebalannya lebih dari 1 in. Pemilihan jenis sambungan didasarkan pada ketebalan pelat yang akan

dilas.

Menurut Howard B. Cary (6) dalam bukunya “Modern Welding Technology” menjelaskan sebagai

berikut :

Ada banyak faktor yan g harus dipertimbangkan dalam merencanakan sebuah sambungan las,

diantaranya faktor ekonomik dari rancangan sambungan las, kekuatan sambungan dan kemampuan

juru las untuk mengerjakan sambungan tersebut. Si perancang harus mempertimbangkan

persyaratan kekuatan yang telah disebutkan dan persyaratan penetrasi menurut pembebanan dan

servis. Desain sambungan harus mampu mengakomodasi persyaratan-persyaratan dengan cara

yang paling ekonomik.

Ada tiga faktor yang menentukan dalam pemilihan jenis sambungan (menurut Howard B. Cary (6)

didalam buku “Modern Welding Technology”) :

1. Luas penampang sambungan las

Yang dimaksud dengan luas penampang logam las adalah luas dari kampuh yang terisi oleh

logam las. Untuk membedakan daerah logam las dari bukan logam las maka pada daerah logam

las diberikan garis arsiran. Luar logam las yang kecil berarti bagian kampuh yang terisi logam las

hanya memerlukan sedikit logam tambahan. Demikian juga dengan luas penampang logam las

yang besar yang berarti bagian kampuh terisi oleh lebih banyak logam tambahan.

Page 6: Tgs B.indo (Makalah)

2. Kemudahan proses pengelasan

Ada beberapa faktor yang dapat mempermudah pekerjaan dalam pengelasan. Dua

diantaranya adalah bentuk sambungan las yang sederhana dan posisi pengelasan. Bentuk

sambungan dapat mempengaruhi kemudahan juru las dalam mengisi kampuh dengan logam las.

Maka pengelasan satu sisi lebih praktis dari pada pengelasan dua sisi dan juga lebih disukai oleh

juru las.

3. Persiapan Kampuh atau Pembuatan Kampuh

Menurut AWS Code, kampuh akan diperlukan jika ketebalan pelat yang dilas lebih dari 6

mm. Oleh karena itu pengelasan pada pelat yang tebalnya kurang dari 6 mm lebih praktis karena

tidak perlu membuat kampuh. Bagaimana untuk pelat yang tebalnya 6 mm ? tentu saja ini lebih

merepotkan karena harus membuat kampuh terlebih dahulu sebelum dilas. Mengapa harus dibuat

kampuh ? tujuannya adalah agar logam tambahan dapat mengisi seluruh bagian kampuh. Jika

tidak dibuatkan kampuh penetrasi logam las tidak mampu mengisi seluruh bagian

kampuh/sambungan.

Untuk jenis sambungan, mungkin terdiri dari banyak jenis kampuh/alur yang biasanya

tergantung pada ketebalan logam induk yang dilas. Sebagai contoh untuk jenis sambungan temu,

jenis-jenis sambungan kampuh yang mungkin ada adalah :

a. V-butt joint (sambungan temu kampuh V)

b. Double V-butt joint (sambungan temu kampuh V-ganda)

c. U-butt joint (sambungan temu kampuh U)

d. Double U-butt joint (sambungan temu kampuh U-ganda)

e. Sambungan Temu - Kampuh J

Sambungan dalam pengelasan terdiri dari lima jenis seperti diatas. Pada bagian kampuh,

nantinya akan diisi oleh logam las yang berasal dari kawat las atau logam pengisi yang mencair.

Logam las atau Lasan yang mengisi kampuh sambungan berdasarkan banyaknya logam las yang

mengisi kampuh, dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu lasan penetrasi penuh dan lasan

penetrasi tidak penuh atau penetrasi sebagian. Apabila logam las mengisi seluruh bagian kampuh

atau kata lain lasan penetrasi penuh maka hal ini disebut dengan GROOVE WELD disingkat

dengan huruf G, sedangkan jika logam las tidak mengisi seluruh bagian kampuh atau lasan

penetrasi sebagian maka jenis lasan ini dikenal sebagai FILLET WELD disingkat dengan huruf F.

Ditinjau dari kekuatan sambungan, sambungan dengan lasan penetrasi penuh memiliki

kekuatan tertinggi. Kemudian, lasan ini juga tidak hanya mampu menerima beban statik tetapi

juga mampu meneruskan beban dinamik. Lasan ini hanya mampu menerima beban –beban statik.

Page 7: Tgs B.indo (Makalah)

Jika pelat diberi beban F tegak lurus dengan arah pengelasan, maka tegangan normal (σ ) yang

terjadi disambungan dapat dihitung dengan menggunaan persamaan berikut :

Karena pengelasan menghasilkan penetrasi penuh maka luas sambungan yang mampu

meneruskan beban (atau disebut lebih efektif) diperoleh dari hasil perkalian tebal logam las

efektif (te) dan lebar pelat (L). Tebal logam las efektif ini sering disebut dengan panjang efektif

(effective length). Dengan demikian tegangan yang terjadi disambung las adalah sebesar :

2.4 Pengaruh Mampu Las (weld-ability) Terhadap Pengelasan

Weld-ability atau mampu las atau keterlasan adalah kemampuan suatu logam atau kombinasi

logam yang dilas menjadi suatu kontruksi tertentu yang memiliki karakteristik dan sifat tertentu dan

sunggup memenuhi persyaratan yang diinginkan. Pengertian yang lebih mudah dipahami dari sifat

mampu-las ini adalah logam dengan sifat mampu las tinggi berarti mampu dilas dengan usaha yang

minim. Usaha yang dimaksud disini adalah misalnya :

a. Apakah perlu diberikan pemanasan mula (preheat) sebelum pengelasan ?

b. Apakah harus diberikan pemanasan pasca pengelasan (PWHT, post weld heat treatment) ?

c. Apakah memerlukan prosedur pengelasan khusus, misalnya penggunaan elektroda dengan

fluks berhidrogen rendah ?

Jika suatu logam dilas tidak banyak memerlukan usaha-usaha diatas maka dapat dikatakan

mampu las logam itu tinggi. Sebagai contoh baja karbon rendah memiliki sifat mampu las tinggi

karena pengelasan baja karbon rendah tidak memerlukan preheat ataupun PWHT.

Selain dipengaruhi oleh perlu tidaknya preheat dan PWHT, sifat mampu las juga dapat dikatakan

tinggi apabila selama dan selama dan setelah pengelasan tidak menghasilkan retak/cacat di daerah

hasil pengelasan. Seperti telah diketahui bahwa proses pengelasan dikatakan berhasil apabila ditinjau

dari berbagai sisi tidak terdapat kekurangan yang berarti. Salah satu kekuarangan yang dimaksud

adalah sedikitnya cacat atau retak di daerah hasil pengelasan.

2.5