14
ANALISIS FAKTOR CURAH HUJAN TINGGI SEBAGAI PENCETUS LONGSOR DI PURWOREJO 5 FEBRUARI 2016 Oleh: Giyarto Prakirawan Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang Jl. PUAD Bandara Ahmad Yani Semarang, Jawa Tengah-INDONESIA e-mail : [email protected] ABSTRAK Puncak musim hujan di Jawa Tengah secara umum berlangsung di bulan Januari – Februari, sehingga awal tahun 2016 ini perlu diwaspadai potensi terjadinya bencana banjir dan tanah longsor (landslide). Puncak musiim hujan depicu aktifnya monsun dingin Asia. Satu hal lagi saat ini fase Madden Julian Oscillation (MJO) berada di fase 4 yang berarti berada di Maritime Continent, sehingga penguapan atas massa udara basah sangat besar di sekitar pulau Jawa. Proses selanjutnya terjadi gerakan uap air secara vertikal dan membentuk beberapa cluster awan hujan, dimana awan hujan ini akan berpotensi menjadi hujan dengan intensitas hingga lebat dan berdurasi cukup lama yang akan memicu terjadinya bencana banjir dan tanah longsor terutama di Jawa Tengah, seperti di di Dusun Siwinong, Desa Penungkulan , Kecamatan Gebang Purworejo pada tanggal 5 Februari 2016. Dinamika atmosfer pada saat ini secara umum hampir selalu memberikan analisis menunjukkan potensi adanya hujan. Perlu diwaspadai pengaruh Madden Julian Oscillation (MJO) hingga akhir Februari 2016. Kata kunci : monsun Asia, landslide, Madden Julian Oscillation, dinamika atmosfer I. PENDAHULUAN Bencana banjir dan tanah longsor mengawali tahun 2016. Media elektronik maupun media cetak memberitakan musibah yang banyak menimbulkan kerugian materiil bahkan korban jiwa. Berikut ini salah satu peristiwa bencana tanah longsor yang terjadi di bulan Februari 2016 yang akan menjadi topik pembahasan dalam tulisan ini : “TUJUH TEWAS TERTIMBUN LONGSOR “.....Purworejo Darurat Bencana. Diberitakan di Harian Suara Merdeka (7/2/2016) hujan deras yang mengguyur sepanjang Jumat (5/2/2016) siang hingga malam hari mengakibatkan tebing setinggi 60 m dengan panjang 300 m lebih longsor. Longsor ini terjadi di Dusun Siwinong, Desa Penungkulan ,

Karya tulis longsor di purworejo

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Karya tulis  longsor di purworejo

ANALISIS FAKTOR CURAH HUJAN TINGGI

SEBAGAI PENCETUS LONGSOR DI PURWOREJO 5 FEBRUARI 2016

Oleh:

Giyarto

Prakirawan Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang

Jl. PUAD Bandara Ahmad Yani Semarang, Jawa Tengah-INDONESIA

e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Puncak musim hujan di Jawa Tengah secara umum berlangsung di bulan Januari – Februari, sehingga awal tahun 2016 ini perlu diwaspadai potensi terjadinya bencana banjir dan tanah longsor (landslide). Puncak musiim hujan depicu aktifnya monsun dingin Asia. Satu hal lagi saat ini fase Madden Julian Oscillation (MJO) berada di fase 4 yang berarti berada di Maritime Continent, sehingga penguapan atas massa udara basah sangat besar di sekitar pulau Jawa. Proses selanjutnya terjadi gerakan uap air secara vertikal dan membentuk beberapa cluster awan hujan, dimana awan hujan ini akan berpotensi menjadi hujan dengan intensitas hingga lebat dan berdurasi cukup lama yang akan memicu terjadinya bencana banjir dan tanah longsor terutama di Jawa Tengah, seperti di di Dusun Siwinong, Desa Penungkulan , Kecamatan Gebang Purworejo pada tanggal 5 Februari 2016. Dinamika atmosfer pada saat ini secara umum hampir selalu memberikan analisis menunjukkan potensi adanya hujan. Perlu diwaspadai pengaruh Madden Julian Oscillation (MJO) hingga akhir Februari 2016.

Kata kunci : monsun Asia, landslide, Madden Julian Oscillation, dinamika atmosfer

I. PENDAHULUAN

Bencana banjir dan tanah longsor mengawali tahun 2016. Media elektronik maupun media cetak memberitakan musibah yang banyak menimbulkan kerugian materiil bahkan korban jiwa. Berikut ini salah satu peristiwa bencana tanah longsor yang terjadi di bulan Februari 2016 yang akan menjadi topik pembahasan dalam tulisan ini : “TUJUH TEWAS TERTIMBUN LONGSOR “.....Purworejo Darurat Bencana.

Diberitakan di Harian Suara Merdeka (7/2/2016) hujan deras yang mengguyur sepanjang Jumat (5/2/2016) siang hingga malam hari mengakibatkan tebing setinggi 60 m dengan panjang 300 m lebih longsor. Longsor ini terjadi di Dusun Siwinong, Desa Penungkulan , Kecamatan Gebang. Longsoran tebing akhirnya menerjang dan menimbun empat rumah di RT 3 RW 4. Longsor diperbukitan dengan luas area terdampak hingg 2 ha tersebut mengakibatkan tujuh orang meninggal dunia.

Longsoran merupakan suatu proses pergerakan massa tanah dan atau massa hancuran batuan penyusun lereng yang bergerak menuruni lerengnya akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.

Masalah kelongsoran khususnya di Indonesia, sering terjadi disebabkan keadaan geografi yang dibeberapa tempat memiliki curah hujan cukup tinggi dan daerah potensi gempa.  Curah hujan yang tinggi dianggap sebagai faktor utama kelongsoran karena air dapat mengikis suatu lapisan

Page 2: Karya tulis  longsor di purworejo

pasir, melumasi batuan ataupun meningkatkan kadar air suatu lempung sehingga mengurangi kekuatan geser.  Kemungkinan longsor akibat hujan masih harus dikaitkan dengan beberapa faktor antara lain topografi daerah setempat, struktur geologi, sifat kerembesan tanah dan morfologi perkembangannya.

Gambar 1 : Area longsor di suatu lereng(Sumber : SM, 5/2/2016)

Permasalahan yang umumnya melatarbelakangi bencana tanah longsor adalah:

Kemiringan lereng yang hampir tegak lurus akan berpengaruh terhadap stabilitas lereng.  Adanya infrastruktur yang berdiri di atas lereng tidak mungkin dipindah sehingga lahan untuk membuat kemiringan lereng sangat terbatas.

Keadaan geografi yang memiliki curah hujan cukup tinggi yang meningkatkan kadar air pori sehingga mengurangi kekuatan geser.

Bertambahnya kadar air pori jika terjadi hujan lebat karena kurang berfungsinya saluran drainase pada konstruksi tersebut yang mengakibatkan terhambatnya aliran air yang akan keluar sehingga tekanan air pori meningkat dan berpotensi mengakibatkan kelongsoran.

Di atas lokasi longsor telah berubah fungsi dari daerah hijau menjadi pemukiman yang menyebabkan berkurangnya daerah resapan air sehingga terjadi perubahan kandungan air tanah dalam rongga dan akan menurunkan stabilitas tanah.

Dari permasalahan yang umum melatarbelakangi bencana longsor diatas, selain kondisi topografis juga adanya kondisi yang mendukung yaitu hujan yang cukup intens dan juga lebat di daerah terdampak.

Gambar 2 : Peta lokasi kejadian longsor , Dusun Siwinong, Desa Penungkulan , Kecamatan Gebang Purworejo (Sumber : google.maps)

Page 3: Karya tulis  longsor di purworejo

II. TINJAUAN PUSTAKA

Umumnya musim berkaitan dengan monsun . Pengkajian tentang monsun telah lama dilakukan, antara lain Walker (1924), Ramage (1967) dll. Demikian juga pengkajian mengenai hubungan dan kaitan antara monsun Asia dan Australia dengan sistem cuaca dan musim di Indonesia, seperti yang dilakukan oleh Boerema (1926), de Boer (1948). Awal musim hujan oleh De Boer (1948) dicirikan dengan jumlah curah hujan dasarian. Bila dalam lebih dari tiga dasarian berturut-turut dalam periode Oktober sampai Maret terdapat curah hujan yang jumlahnya sama atau lebih dari 50 mm maka dasarian yang pertama ditetapkan sebagai awall musim hujan. Sebaliknya untuk musim kemarau. Pada saat musim hujan dengan curah hujan yang tinggi ini bencana banjir dan tanah longsor berpotensi besar untuk terjadi.

Daerah yang dipengaruhi Madden Julian Oscillation (MJO) suhu muka lautnya meningkat seiring dengan perjalanan arus laut ke timur sehingga berdampak pada tingginya penguapan air laut. Proses selanjutnya terjadi gerakan uap air secara vertikal dan membentuk beberapa cluster awan hujan yang bergerak ke timur dengan kecepatan 5–10 m/s. Satu hal penting yang perlu diketahui, awan ini mengandung air sangat banyak serta mempunyai periode ulang 30 sampai 90 hari yang berarti dalam kisaran waktu tersebut akan terjadi peningkatan hujan di kawasan-kawasan yang dilaluinya. Namun perlu diingat, MJO hanya akan berpengaruh terhadap peningkatan hujan di Indonesia ketika posisi matahari di sebelah selatan khatulistiwa.

Pada saat itu pembentukan awan-awan tipe cumulonimbus sangat aktif di atmosfer sehingga berpotensi menimbulkan hujan deras dengan intensitas sangat tinggi yang berlangsung dalam beberapa hari. Kondisi ini perlu di waspadai karena dapat menimbulkan banjir dan tanah longsor.

III. DATA DAN METODE

Data yang digunakn dalam penelitian ini adalah Madden Julian Oscillation (MJO) Phase Diagram tanggal 29 Desember 2015 - 06 ebruari 2016, MSLP chart (3 - 5 Februari 2016), Gradien wind chart (3 - 5 Februari 2016), data kelembapan udara , labiltas udara (K-index/probabilitas badai), indeks curah hujan WRF, peta PRESYG, citra satelit , dan produk prakiraan cuaca dari Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang (3 – 5 Februari 2016).

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitik, yaitu dengan menganalisis faktor signifikan yang menyebabkan yang mendukung terjadinya curah hujan yang tinggi di pulau Jawa Tengah terutama Purworejo. Seperti kondisi monsun, MJO, MSLP chart, Gradien wind Chart hingga citra satelit yang mengindikasikan terjadinya hujan dengan intensitas tinggi di Jawa Tengah.

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. MonsunMonsun di sekitar Indonesia mempunyai peran banyak dalam tatanan sistem cuaca di

Indonesia. Sebab utama terjadinya monsun adalah perbedaan variasi tahunan suhu daratan luas (benua) dan lautan sekitarnya. Perbedaan suhu tersebut kemudian diikuti dengan perbedaan tekanan dengan lebih tinggi di atas daratan pada musim dingin dan sangat rendah di musim panas.

Di Indonesia dikenal monsun barat (monsun Asia) dan monsun timur (monsun Australia) meskipun tidak untuk semua daerah di Indonesia. Untuk saat sekarang ini terutama daerah di Jawa sangat dipengaruhi indikasi aktivitas monsun barat (monsun Asia), gejala ini dapat dilihat dari analisis mean sea level pressure (MSLP) di bawah ini.

Page 4: Karya tulis  longsor di purworejo

Gambar 3 : MSLP Analysis chart tanggal 5/2/2016 jam 00.00 UTC (Sumber : bom.gov.au)

Tekanan yang terbentuk di daratan Asia lebih tinggi daripada lautannya, yang secara umum tekanan di Asia (Utara Equator) lebih tinggi daripada di Australia (Selatan Equator). Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan suhu antara daerah sekitar daratan Asia dan daratan Australia.

Dari pola MSLP di atas terdapat daerah tekanan rendah (Low Pressure Area/LPA) di sekitar daratan Australia dan ada beberapa pola LPA sebelah barat daya pulau Sumatra. Pola ini menunjukkan angin akan bertiup dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah (hukum Buys Ballot), sehingga angin bertiup dari benua Asia menuju benua Australia, dan karena menuju ke Selatan Khatulistiwa/Equator, maka angin akan dibelokkan ke arah kiri. Pada waktu ini, Indonesia khususnya akan mengalami musim hujan akibat adanya massa uap air yang dibawa oleh angin ini, saat melalui lautan luas di bagian utara (Samudera (Lautan) Pasifik dan Laut Cina Selatan).

Gambar 4 : Gradient Analysischart tanggal 5/2/2016 jam 00.00 UTC (Sumber : bom.gov.au)

Pola angin gradien merupakan aliran udara yang terletak sekitar 1000 meter di atas permukaan bumi, dan tingkat paling representatif dari aliran udara di atmosfer yang tidak terkena gesekan permukaan. Tingkat ini bebas dari angin lokal dan efek topografi (seperti angin laut, angin lereng bawah dll).

Dari pola angin gradien di atas karena pengaruh adanya LPA di sebelah barat daya pulau Sumatra (1009 hPa), maka memicu terbentuknya belokan angin dan melambatnya aliran masa udara dari Lautan Hindia. Kondisi ini menyebabkan terjadinya penumpukan massa udara yang mendukung pertumbuhan awan- awan hujan di pantai Selatan Jawa termasuk Purworejo.

Dari arsip data pola angin gradien yang dimiliki Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang, mulai tanggal 2 Februari 2016 jam 00.00 UTC terdapat pola konvergensi di Jawa Tengah bagian selatan dan sedikit bergerak ke arah pantai selatan ketika memasuki tanggal 4

Page 5: Karya tulis  longsor di purworejo

Februari 2016. Hal ini menjelaskan bahwa awan-awan hujan (kondisi hujan) sudah berlangsung beberapa hari di Jateng bagian selatan (termasuk Purworejo)sebelum terjadi bencana longsor.

B. Madden Julian Oscillation (MJO)Daerah yang dipengaruhi MJO suhu muka lautnya meningkat seiring dengan perjalanan arus

laut ke timur sehingga berdampak pada tingginya penguapan air laut. Proses selanjutnya terjadi gerakan uap air secara vertikal dan membentuk beberapa cluster awan hujan. Satu hal penting yang perlu diketahui, awan ini mengandung air sangat banyak serta mempunyai periode ulang 30 sampai 90 hari yang berarti dalam kisaran waktu tersebut akan terjadi peningkatan hujan di kawasan-kawasan yang dilaluinya. Namun perlu diingat, MJO hanya akan berpengaruh terhadap peningkatan hujan di Indonesia ketika posisi matahari di sebelah selatan khatulistiwa.

MJO mempunyai delapan fase dalam menyelesaikan satu kali periode osilasi. Berawal dari samudera Hindia bagian barat atau sebelah timur Afrika. Pada posisi ini dikatakan MJO berada pada fase 4 atau berada di sekitar pulau Jawa. Seperti gambar di bawah ini :

Gambar 5 : MJO Phase Diagram tanggal 29 Desember 2015 - 06 ebruari 2016 (Sumber : http://reg.bom.gov.au/climate/mjo/#tabs=MJO-phase)

Pengaruh MJO ini berlanjut sampai akhir Februari 2016. Dengan aktivitas monsun dingin Asia dan diikuti fase MJO yang berada pada posisi maritim kontinen (fase 4), pada saat ini pembentukan awan-awan tipe cumulonimbus sangat aktif di atmosfer sehingga berpotensi menimbulkan hujan lebat dengan intensitas sangat tinggi yang berlangsung dalam beberapa hari. Kondisi ini perlu di waspadai karena dapat menimbulkan banjir dan tanah longsor.

C. Kelembapan Udara (Relative Humidity)Kondisi Kelembaban Udara yang tinggi menyebabkan masa uap air jenuh yang menjadi

suplai pertumbuhan awan hujan cukup banyak tersedia. Sesuai pantauan yang kami lakukan bahwa mulai tanggal 3 – 5 Februari 2016 kondisi kelembapan udara di Jawa Tengah khususnya Purworejo mulai lapisan permukaan hingga 850 hPa menunjukkan angka yang cukup tinggi, yaitu : dalam kisaran 85-90%. Pada ketinggian 700 hPa hingga 500 hPa menunjukkan angka 70-80%, yang berarti suplai massa uap air jenuh sangat besar untuk pertumbuhan awan hujan.

Page 6: Karya tulis  longsor di purworejo

Gambar 6 : Kondisi kelembapan udara lapisan 850 – 500 hPa tgl 5/2/2016(Sumber : bom.gova.au)

D. K-Index (Ukuran Probabilitas Thunderstorm/Badai)Indeks K adalah nilai sebagai ukuran untuk menaksir potensi timbulnya awan badaiguntur

berdasarkan laju susut suhu vertikal, kelengasan udara (udara dengan kelembapan nisbi tinggi) lapisan bawah, dan perluasan vertikal dari lapisan udara lengas. Indeks K cukup baik untuk digunakan menandai potensi timbulnya badaiguntur massa udara, tetapi kurang cocok untuk badaiguntur termal. Sesuai dengan kondisi saat ini di Jawa Tengah massa udara yang mengalir cukup basah karena pengaruh monsun dan MJO.Selain digunakan untuk menandai adanya badaiguntur, indeks K digunakan pula untuk menandai dampak dari badaiguntur, misalnya banjir.  Indeks yang tercatat pada tanggal 5 Februari 2016 di Jateng bagian selatan menunjukkan kisaran angka 35-39. Hal ini memberikan arti bahwa potensi terbentuknya awan badaiguntur cukup besar (80-90 %) dengan luasan diperkirakan tersebar di Jawa Tengah bagian selatan.

E. Data Curah HujanPada indeks curah hujan dari WRF BMKG citra hujan 3-jam, pada tanggal 5 Februari 2016

pukul 16.00 WIB dan 19.00 WIB di sekitar Purworejo dihasilkan citra sebagai berikut :

Page 7: Karya tulis  longsor di purworejo

Gambar 7 : Indeks curah hujan pulau Jawa pukul 16.00 WIB dan 19 WIB (Sumber : http://diseminasi.meteo.bmkg.go.id/wrf/)

Pada indeks curah hujan WRF pukul 16.00 WIB hingga 19.00 WIB diatas, daerah Purworejo terjadi akumulasi curah hujan dengan estimasi takaran 5 -15 mm/jam (hujan ringan – sedang).

Pada peta PRESYG wilayah Indonesia hari Jumat 5 Februari 2016 menghasilkan warning

sebagai berikut :

Gambar 8 : Peta PRESYG wilaah Indonesia 5 Februari 2016 (Sumber : metpublik BMKG)

Dari peta diatas disarankan dibuat warning untuk daerah Jawa Tengah terutama pegunungan tengah dan bagian selatan bahwa pada tanggal 5 Februari 2016 akan ada potensi hujan dengan intensitas lebat. Hal ini dapat dilihat dari pengaruh adanya massa udara basah lapisan rendah terkonsentrasi di Jawa Tengah. Sehingga menyebabkan proses konveksi dalam skala lokal yang mendukung pertumbuhan awan hujan di wilayah tersebut.

Hujan dengan intensitas sedang hingga lebat terjadi merata di wilayah Purworejo dan sekitarnya pada tanggal 5 Pebruari 2016 sekitar pukul 15.00 - 20.00 WIB, yang menyebabkan terjadi longsor di Ds Siwinong,RT 03/04 Penungkulan, Kec. Gebang, Purworejo, Jawa Tengah. Berdasarkan data pengamatan curah hujan dari beberapa Pos hujan diketahui bahwa hujan yang terjadi di wilayah Purworejo hampir merata dengan intensitas sedang - lebat. Konsentrasi hujan

Page 8: Karya tulis  longsor di purworejo

lebat terjadi di Desa Kedung pucung, Bendung Jrakah, Kalimeneng dan Bruno tercatat lebih dari 100 dan yang paling besar adalah Kedungpucung tercatat 159 mm (sebagai catatan : daerah terdekat dengan lokasi longsor di Bruno). Dibawah ini tabel curah hujan pada tanggal 5 Februari 2016 yang tercatat di Pos hujan di daerah Purworejo.

DAERAH Tgl 5 Februari 2016

Kedungpucung 159 mmKalimeneng 106 mm

Bruno 102 mm

Bendung Jrakah 120 mmPangen Juru Tengah 98 mmKedung gubit 89 mm

F. Citra SatelitPada citra satelit infrared area south west terlihat pertumbuhan awan konvektiv yang

signifikan di Wilayah Purworejo dan sekitarnya pada 5 Pebruari 2016 pukul 15.00 - 19.00WIB, seperti gambar di bawah ini :

Page 9: Karya tulis  longsor di purworejo

Gambar 9 :perkembangan pertumbuhan awan hujan di pulau Jawa tanggal 5/2/2016 mulai pukul 14.00 – 19.00 WIB (Sumber : bom.gova.au)

Pada pagi hari didaerah Purworejo dalam kondisi cerah berawan dengan kondisi atmosfer sudah tampak dalam kondisi labil, menjelang siang beberapa tempat sudah di guyur hujan ringan tidak merata. Perkembangan pertumbuhan awan hujan dimulai pukul 13.00 WIB, yang disebabkan berkumpulnya massa udara cukup basah yang disebabkan olek perlambatan kecepatan angin dan konvergensi di Jawa Tengah bagian selatan. Dengan indeks badai yang ada dalam probabilitas yang cukup tinggi maka awan-awan hujan tumbuh hingga lapisan atas dan dalam jumlah cukup banyak, sehingga menutupi hampir seluruh wilayah Purworejo. Maka hujan dengan intensitas sedang – lebatpun tinggal menunggu waktu. Curah hujan yang tinggi seperti ini yang dapat menjadi pencetus terjadinya longsor, terutama untuk daerah yang labil dan topografi berbukit dengan kemiringan yang signifikan.

G. Prakiraan Cuaca Dalam rangka penguatan pelayanan meteorologi, Stasiun Meteorologi Ahmad Yani

Semarang mengeluarkan prakiraan cuaca 3 (tiga) harian dengan menggambarkan kondisi cuaca pada : pagi (07.00 – 13.00 WIB), siang (13.00 – 19.00 WIB), malam (19.00 – 00.00 WIB), dan dini hari (00.00 – 07.00 WIB).

Seperti tampak pada gambar di bawah ini :

Page 10: Karya tulis  longsor di purworejo

Gambar 10 : Produk prakiraan cuaca Kabupate/Kota di wilayah Jawa Tengah dari Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang tanggal 3 – 5 Februari 2016.

Kejadian longsor bukanlah kejadian yang bisa terjadi karena dipicu oleh proses hujan dalam waktu yang pendek, seperti kejadian di Dusun Siwinong, Desa Penungkulan , Kecamatan Gebang Purworejo ini. Karena mulai akhir Januari 2016 untuk daerah Jawa Tengah bagian selatan termasuk Purworejo sudah dilanda hujan dengan intesitas sedang – lebat. Sehingga curah hujan yang diterima cukup tinggi apabila diukur mulai kejadian-kejadian hujan sebelumnya. Seperti prakiraan cuaca sebagai bentuk pelayanan yang disampaikan oleh Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang terhadap publik dan stakeholder yang ada, pada gambar di atas mulai tgl 3 – 5 Februari 2016 daerah Purworejo berpotensi diguyur hujan intensitas ringan-sedang.

Prakiraan cuaca ini juga telah kami validasi dengan peringatan dini cuaca yang terjadi, seperti redaksi yang kami kirimkan ke publik melalui media jaringan stakeholder kami pada group-group yang ada di fasilitas android yang tersedia. Peringatan dini kami sebarkan minimal 30 menit sebelum kejadian cuaca ekstrim tersebut terjadi, apabila masih dalam tahap potensi. Apabila suatu kejadian cuaca ekstrim telah terjadi diluar pantauan kami, karena keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang ada maka kami tetap akan selalu memberikan informasi kejadian cuaca ekstrim tersebut. Berikut bentuk peringatan dini cuaca yang kami keluarkan terkait kejadian cuaca ekstrim tgl 5 Februari 2016 yang menjadi pemicu kejadian longsor di Purworejo :

Peringatan dini cuaca Jateng tgl 05 Februari 2016 pkl 16.30 WIB. Berpotensi hujan sedang - lebat (hujan sedang berdurasi panjang) disertai petir dan angin kencang pada pukul 16.30 wib di wilayah Kebumen - Purworejo. Kondisi ini diperkirakan masih akan berlangsung hingga pukul 17.30 WIB.Prakirawan Stamet A. Yani SemarangUpdate Peringatan Dini Cuaca BMKG Jateng Tgl. 5 Februari 2016 pkl. 18.45 WIB. Masih berpotensi terjadi hujan sedang hingga lebat pkl. 18.40 WIB di wil. Kebumen dan Purworejo . Kondisi ini diprakirakan masih akan berlangsung hingga pukul 20.00 WIB dan meluas ke Purwokerto , Cilacap dan sekitarnya.

Page 11: Karya tulis  longsor di purworejo

Prakirawan Stamet A. Yani Semarang

V. KESIMPULAN

Pada musim hujan karena pengaruh monsun barat (monsun Asia) yang diperkuat dengan pengaruh Madden Julian Oscillation (MJO) pada fase 4 yang berarti akan memperkuat kondisi/kejadian hujan yang terjadi di Jawa Tengah hingga intensitas sedang – lebat dalam durasi yang lama. Kondisi seperti ini merupakan faktor besar sebagai pemicu terjadinya banjir dan tanah longsor di beberapa tempat terutama dalam kondisi topografi yang berbukit dengan kemiringan yang signifikan. Periode munculnya MJO terjadi bersamaan dengan banyaknya awan sehingga puncak musim hujan akan kembali terjadi dalam waktu dekat.

Pada saat pembentukan awan-awan tipe cumulonimbus sangat aktif di atmosfer sehingga berpotensi menimbulkan hujan deras dengan intensitas sangat tinggi yang berlangsung dalam beberapa hari. Secara umum dinamika atmosfer pada masa sekarang ini yang memasuki puncak musim penghujan dari beberapa unsur mulai dari pola angin gradien, kelembapan udara perlapisan, kondisi labilitas udara yang ada pastinya memberikan indikasi yang kuat terhadap terjadinya fenomena cuaca ekstrim (curah hujan yang tinggi).

Diharapkan terjadinya peningkatan atau penguatan pelayanan meteorologi yang semakin cepat, tepat dan akurat sehingga dapat sampai ke masyarakat dan instansi terkait. Nantinya akan berguna apabila indikasi bencana telah terdeteksi dengan baik, terutama yang berkaitan dengan bidang meteorologi. Sehingga dampak kerugian harta benda dan nyawa akan dapat diminimalisir.

Banjir dan tanah longsor terjadi bukan semata-mata akibat curah hujan yang amat tinggi, namun juga dipengaruhi oleh jenis tanah dan kondisi lingkungan yang semakin rusak.Analisis kompleksitas pengaruh cuaca ekstrim yang dapat digunakan untuk mempertinggi akurasi prakiraan cuaca ini tidak akan memberi manfaat banyak untuk dijelaskan manakala pemerintah dan masyarakat kemudian tidak bertindak sebagaimana mestinya.

DAFTAR PUSTAKA

Peatman SC, Matthews AJ, Stevens DP, 2014 :  Propagation of the Madden-Julian Oscillation through the Maritime Continent and scale interaction with the diurnal cycle of precipitation. Quart. J. Roy. Meteorol. Soc., 140, 814-825.

Batstone CP, Matthews AJ, Stevens DP, 2005 :  Coupled ocean-atmosphere interactions between the Madden-Julian Oscillation and synoptic-scale variability over the warm pool. J. Climate, 18, 2004-2020.

Harian SUARA MERDEKA : “TUJUH TEWAS TERTIMBUN LONGSOR “.....Purworejo Darurat Bencana, edisi Jumat tanggal 5 Februari 2016.

Soerjadi Wirjohamidjojo, PROBLEMA CUACA DAN IKLIM INDONESIA (2013)