Upload
coryditapratiwi
View
3.072
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
PSIKOLOGI LINTAS BUDAYACORY DITA PRATIWI
11509614
3PA06
Tanya & Jawab :
1. Pengertian dari Psikologi Lintas Budaya ...
JAWAB : Budaya dapat didefinisikan sebagai pandangan hidup sekelompok orang.
Berikut ini adalah ulasan dari beberapa tokoh :
Eckensberger (1972)
Riset Lintas Budaya dalam Psikologi adalah perbandingan sistematik dan eksplisit antara ubahan-ubahan (variabel) psikologis di bawah kondisi-kondisi perbedaan budaya dengan maksud mengkhususkan anteseden-anteseden dan proses-proses yang memerantarai (mediate) kemunculan perbedaan perilaku.
Triandis, Malpass, & Davidson (1972)
Psikologi Lintas Budaya mencakup kajian suatu pokok persoalan yang bersumber dari dua budaya atau lebih, dengan menggunakan metode pengukuran yang ekuivalen, untuk menentukan batas-batas yang dapat menjadi pijakan teori psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang diperlukan agar menjadi universal.
Brislin, Lonner, & Thorndike (1973)
Psikologi Lintas Budaya ialah kajian empirik mengenai anggota berbagai kelompok budaya yang telah memiliki perbedaan pengalaman, yang dapat membawa ke arah perbedaan perilaku yang dapat diramalkan dan signifikan. Dalam sebagian besar kajian, kelompok-kelompok yang dikaji biasa berbicara dengan bahasa berbeda dan di bawah pemerintahan unit-unit politik yang berbeda.
Triandis (1980)
Psikologi Lintas Budaya berkutat dengan kajian sistematik mengenai perilaku dan pengalaman sebagaimana pengalaman itu terjadi dalam budaya yang berbeda, yang dipengaruhi budaya atau mengakibatkan perubahan-perubahan dalam budaya yang bersangkutan.
Namun apakah Psikologi Lintas Budaya itu?
Psikologi LintasBudaya
Segall, Dasen, & Poortinga (1990)
Psikologi Lintas Budaya adalah kajian ilmiah mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya.
Definisi ini mengarahkan perhatian pada dua hal pokok:1. Keragaman perilaku manusia di dunia2. Kaitan antara perilaku individu dengan konteks budaya
Dan definisi umumnya adalah:
Psikologi lintas budaya adalah kajian mengenai persamaan dan perbedaan dalam fungsi individu secara psikologis, dalam berbagai budaya dan kelompok etnik; mengenai hubungan-hubungan di antara ubahan psikologis dan sosio-budaya, ekologis, dan ubahan biologis; serta mengenai perubahan-perubahan yang berlangsung dalam ubahan-ubahan tersebut.
2. Apa hubungan mempelajari Psikologi Lintas Budaya dengan disiplin ilmu lainnya ...
JAWAB :
Gambar di atas akan membantu kita melihat bagaimana psikologi lintas budaya
berkesinambungan dengan disiplin ilmu-ilmu lain. Di belahan kiri terdapat disiplin-disiplin
pada aras populasi yang secara luas berkenaan dengan pemaparan, penganalisaan, dan
pemahaman terhadap ciri-iri seluruh populasi, kelompok atau kolektivitas. Dalam disiplin-
disiplin ini, jarang ditemukan pembahasan mengenai suatu kekhususan individu. Sebaliknya,
belahan gambar kanan menunjukan ranah khas psikologi yang sejak awal memang menelaah
fenomena pada aras individual (termasuk inter dan intra individual). Dari disiplin-disiplin
Disiplin-disiplin berkaitan
Ekologi
Antropologi
Sosiologi
Ilmu linguistik
Biologi
Aras populasi
Psikologi umum
Perkembangan
Perilaku sosial
Kepribadian
Kognisi
Persepsi
Aras individu
beraras populasi ini, psikologi lintas budaya dapat menarik sejumlah informasi substansial.
Informasi-informasi ini dapat dikembangkan untuk memaparkankan konteks umum
perkembangan ilmu psikologi, berfungsinya individu, dan pemahaman terhadap variasi
perilaku individu yang tampil dalam populasi beragam budaya. Bidang psikologi lintas
budaya terletak di tengah gambar karena bidang ini diharap menyediakan wawasan tentang
perilaku individu sebagai hal yang berhubngan dengan fenomena aras populasi. Perlu juga
dicatat, psikologi lintas budaya sama sekali tidak “mengambil alih” seeluruh hal yang ada
pada psikologi, tetapi secara sederhana berkepentingan dengan sekian banyak macam
variabel yang dicakup psikologi umum.
Cara mewawasi berbagai aras ini tidak lain untuk memaparkan alasan yang sering
dikemukakan bahwa secara luas antropologi, ekologi, dan biologi merupakan disiplin-disiplin
alamiah (naturalistik), berkaitan dengan pemahaman tentang cara dan dimana seharusnya
disiplin ini ditempatkan. Contoh untuk antropologi, Edgerton (1974) berargumen,
“sesungguhnya, para antroplog merupakan para naturalis yang komitmennya terutama pada
fenomena itu sendiri. Para antropolog senantiasa meyakini, fenomena manusia paling baik
dipahami melalui prosedur-prosedur yang terutama peka terhadap konteks situasional
maupun sosial atau budaya”. Sebaliknya para psikolog mengakrabi eksperimentasi “sebagai
cara ampuh mereka dalam melakukan verifikasi”. Pendekatan ini tidak saja memasukan
eksperimen ke dalam prosedur berkesan kaku, melainkan juga menguji, mewawancarai, dan
mereka-reka suatu situasi semu untuk mengendalikan dan memagari perilaku. Memang,
banyak psikolog menggunakan metode-metode lebih naturalistik (seperti observasi) selama
sekian waktu, tetapi pertentangan yang dikemukakan Edgerton agaknya tepat. Ia
mengemukakan tidak ada keunggulan apa pun dari cara-cara naturalistik atau
eksperimentalisme. Keduanya sama-sama melegitimasikan pendekatan saintifik pada aras
masing-masing. Ia juga menyinggung, perlu ada suatu ranah interdisipliner yang sahih
sehingga “suatu titik temu (konvergensi) antara antropologi dan psikologi dapat terjadi. Titik
temu ini akan menjadi tonggak penggabungan antara naturalisme dan eksperimentalisme.
Pendapat yang sama dapat dikemukakan bila kita ingin menjembatani psikologi dengan
disiplin ilmu beraras populasi lain (ekologi, biologi, genetika populasi, linguistik, dan
sosiologi).
Dalam suatu analisis terperinci, Jahoda (1982) mengkaji hubungan antropologi dan
psikologi yang dalam banyak hal merupakan hubungan interdisipliner paling substansial. Ia
menelusuri interaksi panjang, terkadang sporadis, antara kedua disiplin mulai saat dipisahkan
sampai melalui suatu periode, saat kalangan akademisi menjadi ahli dalam kedua bidang itu.
Kemudian disusul periode saling menolak, bahkan bermusuhan, dengan pengecualian pada
bidang “budaya dan kepribadian” (kini dikenal dengan antropologi psikologi) pada beberapa
dasawarsa terakhir. Waktu itu terjadi suatu pertemuan jalan pikir yang penting di antara para
psikolog dengan antropolog. Klineberg (1980) juga telah menelusur hubungan temu-pisah
(again-off again relationship) ini yang umumnya beranjak dari pengalaman sebagai
partisipan aktif.
Adapun secara lebih singkat, untuk mempermudah pemahaman hubungan psikologi
lintas budaya dengan disiplin ilmu lain akan saya tampilkan 2 contoh ilmu yang berkaitan,
yaitu :
Hubungan antara Psikologi Lintas Budaya dengan Sosiologi
Dalam ilmu sosiologi ada istilah akulturasi, akulturasi merupakan proses dimana
suatu kelompok manusia suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur
suatu kebudayaan asing yang berbeda sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur
kebudayaan asing itu dengan lambat-laun diterima dan dapat diolah kedalam
kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu
sendiri. Kaitannya dengan psikologi lintas budaya yaitu bagaimana kelompok
manusia yang dihadapkan oleh kebudayaan lain yang dapat mengendalikan budaya
asing yang masuk sehingga budayanya sendiri tidak akan hilang. Unsur-unsur budaya
asing yang diterima, tentunya terlebih dahulu mengalami proses pengolahan, sehingga
bentuknya tidak asli lagi seperti semula.
Hubungan antara Psikologi Lintas Budaya dengan Antropologi
Ilmu antropologi menekankan pada pengertian tentang manusia dengan mempelajari
aneka warna, bentuk fisik, kepribadian, masyarakat serta kebudayaannya. Kaitannya
dengan psikologi lintas budaya yaitu bagaimana manusia dapat memahami adanya
perbedaan aneka warna kulit, bentuk fisik, kepribadian antara sesama manusia
sehingga manusia itu dapat menyesuaikan perilakunya pada kebudayaan tersebut,
maka manusia dapat berelasi baik dengan manusia lainnya.
3. Carilah artikel yang menggambarkan Psikologi Lintas
Budaya ...
JAWAB : Saya mengambil sebuah pembahasan mengenai Psikologi Lintas Budaya
dalam lingkup Self atau Kepribadian dari sebuah blog dengan alamat seperti di bawah ini :
http://nurdiniamalia.files.wordpress.com
Kajian Psikologi Lintas Budaya Dalam Lingkup Self atau
Kepribadian
Berbicara budaya adalah berbicara pada ranah sosial dan sekaligus ranah individual.
Pada ranah sosial karena budaya lahir ketika manusia bertemu dengan manusia lainnya dan
membangun kehidupan bersama yang lebih dari sekedar pertemuan-pertemuan insidental.
Dari kehidupan bersama tersebut diadakanlah aturan-aturan, nilai-nilai kebiasaan-kebiasaan
hingga kadang sampai pada kepercayaan-kepercayaan transedental yang semuanya
berpengaruh sekaligus menjadi kerangka perilaku dari individu-individu yang masuk dalam
kehidupan bersama. Semua tata nilai, perilaku, dan kepercayaan yang dimiliki sekelompok
individu itulah yang disebut budaya.
Pada ranah individual adalah budaya diawali ketika individu-individu bertemu untuk
membangun kehidupan bersama dimana individu-individu tersebut memiliki keunikan
masing-masing dan saling memberi pengaruh. Ketika budaya sudah terbentuk, setiap individu
merupakan agen-agen budaya yang memberi keunikan, membawa perubahan, sekaligus
penyebar. Individu-individu membawa budayanya pada setiap tempat dan situasi
kehidupannya sekaligus mengamati dan belajar budaya lain dari individu-individu lain yang
berinteraksi dengannya. Dari sini terlihat bahwa budaya sangat mempengaruhi perilaku
individu.
Budaya telah menjadi perluasan topik ilmu psikologi di mana mekanisme berpikir dan
bertindak pada suatu masyarakat kemudian dipelajari dan diperbandingkan terhadap
masyarakat lainnya. Psikologi budaya mencoba mempelajari bagaimana faktor budaya dan
etnis mempengaruhi perilaku manusia. Di dalam kajiannya, terdapat pula paparan mengenai
kepribadian individu yang dipandang sebagai hasil bentukan sistem sosial yang di dalamnya
tercakup budaya. Adapun kajian lintas budaya merupakan pendekatan yang digunakan oleh
ilmuan sosial dalam mengevaluasi budaya-budaya yang berbeda dalam dimensi tertentu dari
kebudayaan.
Sebagai makhluk yang dapat berpikir, manusia memiliki pola-pola tertentu dalam
bertingkah laku. Tingkah laku ini menjadi sebuah jembatan bagi manusia untuk memasuki
kondisi yang lebih maju. Pada hakikatnya, budaya tidak hanya membatasi masyarakat, tetapi
juga eksistensi biologisnya, tidak hanya bagian dari kemanusiaan, tetapi struktur instingtifnya
sendiri. Namun demikian, batasan tersebut merupakan prasyarat dari sebuah kemajuan.
Lewin memberikan penjelasan mengenai peranan penting hubungan pribadi dengan
lingkungan. Meksipun terdapat konstruk psikologis individu yang sulit ditembus oleh
lingkungan luar, lingkungan masih tetap memiliki kontribusi dalam perkembangan individu.
Dalam teori Medan yang digagas Lewin ini, pribadi tak dapat dipikirkan secara terpisah dari
lingkungannya.
Kelly mendefinisikan budaya sebagai bagian yang terlibat dalam proses harapan-
harapan yang dipelajari/dialami. Orang-orang yang memiliki kelompok budaya yang sama
akan mengembangkan cara-cara tertentu dalam mengonstruk peristiwa-peristiwa, dan mereka
pun mengembangkan jenis-jenis harapan yang sama mengenai jenis-jenis perilaku tertentu.
Terdapat suatu benang merah antara pendapat Lewin dan Kelly. Individu senantiasa
bersinggungan dengan dunianya (lingkungan). Sementara itu, sebagai masyarakat dunia,
manusia mungkin saja mengembangkan kebudayaan yang hampir sama antara satu
masyarakat dengan masyarakat lainnya.
Jika diamati, saat ini manusia sering kali menghadapi permasalahan yang disebabkan
oleh budaya yang tidak mendukung. Ketika pengaruh budaya buruk mempengaruhi
kepribadiaan seseorang maka dengan sendirinya berbagai masalah yang tidak diinginkan
akan terjadi secara terus-menerus. Sebagai contoh, ketika budaya berpakaian minim bagi
kaum perempuan masuk ke Indonesia, muncul berbagai perdebatan.
Kepribadian dalam Lintas Budaya
Kepribadian merupakan konsep dasar psikologi yang berusaha menjelaskan keunikan
manusia. Kepribadian mempengaruhi dan menjadi kerangka acuan dari pola pikir dan
perilaku manusia, serta bertindak sebagai aspek fundamental dari setiap individu yang tak
lepas dari konsep kemanusiaan yang lebih besar, yaitu budaya sebagai konstuk sosial.
Menurut Roucek dan Warren, kepribadian adalah organisasi yang terdiri atas faktor-
faktor biologis, psikologis dan sosiologis sebagaimana digambarkan oleh bagan di bawah ini:
Definisi kepribadian
Hal pertama yang menjadi perhatian dalam studi lintas budaya dan kepribadian adalah
perbedaan diantara keberagaman budaya dalam memberi definisi kepribadian. Dalam
literature-literatur Amerika umumnya kepribadian dipertimbangkan sebagai perilaku, kognitif
dan predisposisi yang relatif abadi. Definisi lain menyatakan bahwa kepribadian adalah
serangkaian karakteristik pemikiran, perasaan dan perilaku yang berbeda antara individu dan
cenderung konsisten dalam setiap waktu dan kondisi. Ada dua aspek dalam definisi ini, yaitu
kekhususan (distinctiveness) dan stablilitas serta konsistensi (stability and consistency).
Semua definisi di atas menggambarkan bahwa kepribadian didasarkan pada stabilitas
dan konsistensi di setiap konteks, situasi dan interaksi. Definisi tersebut diyakini dalam
tradisi panjang oleh para psikolog Amerika dan Eropa yang sudah barang tentu
mempengaruhi kerja ataupun penelitian mereka. Semua teori mulai dari psikoanalisa Freud,
behavioral approach Skinner, hingga humanistic Maslow-Rogers meyakini bahwa
kepribadian berlaku konsistan dan konsep-konsep mereka berlaku universal.
Dalam budaya timur, asumsi stabilitas kepribadian sangatlah sulit diterima. Budaya
timur melihat bahwa kepribadian adalah kontekstual (contextualization). Kepribadian bersifat
lentur yang menyesuaikan dengan budaya dimana individu berada. Kepribadian cenderung
berubah, menyesuaikan dengan konteks dan situasi.
Locus of control
Hal paling menarik dari hubungan kepribadian dengan konteks lintas budaya adalah
masalah locus of control. Sebuah konsep yang dibangun oleh Rotter (1966) yang menyatakan
bahwa setiap orang berbeda dalam bagaimana dan seberapa besar kontrol diri mereka
terhadap perilaku dan hubungan mereka dengan orang lain serta lingkungan.
Locus of control kepribadian umumnya dibedakan menjadi dua berdasarkan arahnya,
yaitu internal dan eksternal. Individu dengan locus of control eksternal melihat diri mereka
sangat ditentukan oleh bagaimana lingkungan dan orang lain melihat mereka. Sedangkan
locus of control internal melihat independency yang besar dalam kehidupan dimana hidupnya
sangat ditentukan oleh dirinya sendiri.
Sebagai contoh adalah penelitian perbandingan antara masyarakat Barat (Eropa-
Amerika) dan masyarakat Timur (Asia). Orang-orang Barat cenderung melihat diri mereka
dalam kaca mata personal individual sehingga seberapa besar prestasi yang mereka raih
ditentukan oleh seberapa keras mereka bekerja dan seberapa tinggi tingkat kapasitas mereka.
Sebaliknya, orang Asia yang locus of control kepribadiannya cenderung eksternal melihat
keberhasilan mereka dipengaruhi oleh dukungan orang lain ataupun lingkungan.
Budaya dan Perkembangan Kepribadian
Kepribadian manusia selalu berubah sepanjang hidupnya dalam arah-arah karakter
yang lebih jelas dan matang. Perubahan-perubahan tersebut sangat dipengaruhi lingkungan
dengan fungsi–fungsi bawaan sebagai dasarnya. Stern menyebutnya sebagai Rubber Band
Hypothesis (Hipotesa Ban Karet). Seseorang diumpamakan sebagai ban karet dimana faktor-
faktor genetik menentukan sampai mana ban karet tersebut dapat ditarik (direntangkan) dan
faktor lingkungan menentukan sampai seberapa panjang ban karet tersebut akan ditarik atau
direntangkan. Dari hipotesa di atas dapat disimpulkan bahwa budaya memberi pengaruh pada
perkembangan kepribadian seseorang. Perubahan-perubahan yang terjadi pada seorang anak
yang tinggal bersama orangtua ketika beranjak dewasa tentunya sangat berbeda dengan
perubahan-perubahan yang terjadi pada anak yang tinggal di panti asuhan.
Selain itu, perkembangan kepribadian seseorang dipengaruhi pula oleh semakin
bertambahnya usia seseorang. Semakin bertambah tua seseorang, tampak semakin pasif,
motivasi berprestasi dan kebutuhan otonomi semakin turun, dan locus of control dirinya
semakin mengarah ke luar (eksternal).
Budaya dan Indigenous Personality
Berbagai persoalan mendasar yang muncul dalam kajian kepribadian dalam tinjauan
lintas budaya dia atas menggambarkan sebuah kenyataan bahwa antar budaya yang berbeda
sangat mungkin secara mendasar memiliki pandangan yang berbeda mengenai apa tepatnya
kepribadian itu. Suatu kenyataan yang merangsang perlunya kajian-kajian yang bersifat lokal
atau indigenous personality yang mampu memberi penjelasan mengenai kepribadian individu
dari suatu budaya secara mendalam. Konseptualisasi mengenai kepribadian yang
dikembangkan dalam sebuah budaya tertentu dan relevan hanya pada budaya tersebut.
Sebagai contoh kajian indigenous personality adalah penelitian yang dilakukan Doi
(1973). Doi mengemukakan adanya Amae yang dikatakan sebagai inti konsep dari
kepribadian orang-orang Jepang. Amae berakar pada kata ‘manis’, dan secara perlahan
dirujukkan sebagai sifat pasif, ketergantungan antar individu. Dipaparkan pula bahwa Amae
berakar pada hubungan antara bayi dengan ibunya. Menurut Doi, relationship seluruh orang
Jepang dipengaruhi dan berkarakteristik Amae, sebagaimana Amae ini secara mendasar
mempengaruhi budaya dan kepribadian orang Jepang. Suatu konsep yang memandang
kepribadian sebagai bagian tak terpisahkan dari konsep hubungan sosial.
Temuan mengenai Amae di atas menunjukkan adanya perbedaan konsep kepribadian
antara orang Jepang dan orang Amerika. Para Psikolog Amerika memandang bahwa yang
menjadi inti kepribadian adalah konsep Ego. Ego disebut ekslusif kepribadian karena Ego
mengontrol pintu-pintu kearah tindakan, memilih segi-segi lingkungan kemana ia dan
bagaimana caranya, serta memiliki kuasa mengontrol proses-proses kognitif berupa persepsi,
memori dan berpikir. Tujuan terpenting dari Ego adalah mempertahankan kehidupan
individu. Konsep yang memandang kepribadian sebagai suatu yang bersifat otonom.
Budaya dan Konsep Diri
Definisi konsep diri
Konsep diri adalah organisasi dari persepsi-persepsi diri. Organisasi dari bagaimana
kita mengenal, menerima dan mengenal diri kita sendiri. Suatu deskripsi tentang siapa kita,
mulai dari identitas fisik, sifat hingga prinsip.
Berpikir mengenai bagaimana mempersepsi diri adalah bagaimana seseorang
memberi gambaran mengenai sesuatu pada dirinya. Selanjutnya label akan sesuatu dalam diri
tersebut digunakan sekaligus untuk mendeskripsikan karakter dirinya. Sebagai contoh,
seseorang yang mengatakan bahwa dirinya adalah seorang yang humoris. Deskripsi ini
berimplikasi bahwa: (1) orang tersebut memiliki atribut sebagai seorang yang humoris dalam
dirinya, yang boleh jadi merupakan kemampuan ataupun ketertarikan terhadap segala hal
yang berbau humor, (2) semua tindakan, pikiran dan perasaan orang tersebut mempunyai
hubungan yang dekat dengan atribut tersebut, bahwa orang tersebut selama ini dalam setiap
perilakunya selalu tampak humoris, (3) tindakan, perasaan dan pikiran orang tersebut di masa
yang akan datang akan dikontrol oleh atributnya tersebut, bahwa orang tersebut dalam
perilakunya di esok hari akan selalu menyesuaikan dengan atributnya tersebut.
Asumsi-asumsi akan pentingnya konsep diri berakar dari pemilikiran individualistik
barat. Dalam masyarakat barat, diri dilihat sebagai sejumlah atribut internal yang meliputi
kebutuhan, kemampuan, motif, dan prinsip-prinsip. Konsep diri adalah inti dari keberadaan
(existence) dan secara naluriah tanpa disadari mempengaruhi setiap pikiran, perasaan dan
perilaku individu tersebut.
Diri individual
Diri individual adalah diri yang fokus pada atribut internal yang sifatnya personal;
kemampuan individual, inteligensi, sifat kepribadian dan pilihan-pilihan individual. Diri
adalah terpisah dari orang lain dan lingkungan.
Budaya dengan diri individual mendesain dan mengadakan seleksi sepanjang
sejarahnya untuk mendorong kemandirian sertiap anggotanya. Mereka didorong untuk
membangun konsep akan diri yang terpisah dari orang lain, termasuk dalam kerangka tujuan
keberhasilan yang cenderung lebih mengarah pada tujuan diri individu.
ibu
diri
ayah
teman
temanatasan
kakak
Dalam kerangka budaya ini, nilai akan kesuksesan dan perasaan akan harga diri
megambil bentuk khas individualisme. Keberhasilan individu adalah berkat kerja keras dari
individu tersebut.
Diri individual adalah terbatas dan terpisah dari ornag lain. Informasi relevan akan
diri yang paling penting adalah atribut-atribut yang diyakini stabil, konstan, personal dan
instrinsikdalam diri.
Diri kolektif
Budaya yang menekankan nilai diri kolektif sagat khas dengan cirri perasaan akan
keterkaitan antar manusia satu sama lain, bahkan antar dirinya sebagai mikro kosmos dengan
lingkungan di luar dirinya sebagai makro kosmos. Tugas utama normative pada budaya ini
adalah bagaimana individu memenuhi dan memelihara keterikatannya dengan individu lain.
Individu diminta untuk menyesuaikan diri dengan orang lain atau kelompok dimana mereka
bergabung. Tugas normative sepanjang sejarah budaya adalah mendorong saling
ketergantungansatu sama lain. Karenanya, diri (self) lebih focus pada atribut eksternal
termask kebutuhan dan harapan-harapannya.
Dalam konstruk diri kolektif ini, nilai keberhasilan dan harga diri adalah apabila
individu tersebut mampu memenuhi kebutuhan komunitas dan menjadi bagian penting dalam
hubungan dengan komunitas. Individu focus pada status keterikatan mereka (interdependent),
dan penghargaan serta tanggung jawab sosialnya. Aspek terpenting dalam pengalaman
kesadaran adalah saling terhubung antar personal.
Dapat dilihat bahwa diri (self) tidak terbatas, fleksibel, dan bertempat pad konteks,
serta saling overlapping antara diri dengan individu-individu lain khususnya yang dekat atau
ibu
diri
ayah
teman
teman atasann
kakak
relevan. Dalam budaya diri kolektif ini, informasi mengenai diri yang terpenring adalah
aspek-aspek diri dalam hubungan.
Pengaruhnya terhadap persepsi diri
Studi yang dilakukan oleh Bond danTak-Sing (1983), dan Shwender dan Bourne
(1984) menunjukkan bagaimana perbedaan konstruk diri mempengaruhi persepsi diri. Studi
ini membandingkan kelompok Amerika dan kelompok Asia, subyek diminta menuliskan
beberapa karakteristik yang menggambarkan diri mereka sendiri. Respon yang diberikan
subyek bila dianalisa dapat dibagi ked lam dua jenis, yaitu respon abstrak atau deskripsi sifat
kepribadian seperti saya seorang yang mudah bergaul, saya orang yang ulet; dan respon
situasional seperti saya biasanya mudah bergaul dengan teman-teman dekat saya.
Hasil studi menunjukkan bahwa subyek Amerika cenderung memberikan respon
abstrak sedangkan subyek Asia cenderung memberikan respon situasional. penemuan ini
menyatakan bahwa individu dengan konstruk diri yang dependent cenderung menekankan
pada atribut personal: kemampuan ataupun sifat kepribadian; sebaliknya individu dengan
konstruk diri intersependent lebih cenderung melihat diri mereka dalam konteks situasional
dalam hubungannya dengan orang lain.
Pengaruhnya pada social explanation
Konsep diri juga menjadi semacam pola panduan bagi kognitif dalam melakukan
interpretasi terhadap perilaku orang lain. Individu dengan diri individual, yang memiliki
keyakinan bahwa setiap orang memiliki serangkaian atribut internal yang relatif stabil, akan
menganggap orang lain juga memiliki hal yang sama. Hasilnya, ketika mereka melakukan
pengamatan dan interpretasi terhadap perilaku orang lain, mereka berkeyakinan dan
mengambil kesimpulan bahwa perilaku orang lain tersebut didasi dan didorong oleh aspek-
aspek dalam atribut internalnya.
Pengaruhnya pada motivasi berprestasi
Motivasi adalah faktor yang membangkitkan dan menyediakan tenaga bagi perilaku
manusia dan organisme lainnya. motivasi manusia merupakan konsep yang paling banyak
menarik perhatian dan diteliti dalam kajian psikologi, sekaligus paling controversial karena
banyaknya definisi dan pemikiran yang dikembangkan. Teori motivasi yangn terkenal
diantaranya disampaikan oleh Maslow dan Mc-Clelland.
Dalam teori motivasi Maslow, manusia memiliki hierarki kebutuhan dari kebutuhan
paling dasar yaitu fisiologis hingga kebutuhan paling tinggi yaitu aktualisasi diri. Sementara
menurut Mc-clelland, manusia juga dimotivasi oleh dorongan sekunder yang penuh tenaga
yang tidak berbasis kebutuhan, yaitu berprestasi, berafiliasi atau menjalin hubungan, dan
berkuasa.
Dalam tradisi barat, konsep diri bersifat individual, motivasi diasosiasikan sebagai
sesuatu yang personal dan internal, dan kurang terkait dengan konteks sosial ataupun
interpersonal. Dalam komunitas tradisi timur, konsep diri condong dilihat sebagai bagian
kolektifitas, kesuksesan adalah untuk mencapai tujuan sosial yang lebih luas. Kesuksesan
selalu dipandang terkait dengan kebanggaan dan kebahagiaan orang lain, terutama orang-
orang terdekat.
Pengaruhnya pada peningkatan diri (self enhancement)
Memelihara atau meningkatkan harga diri diasumsikan akan memiliki bentuk yang
berbeda pada budaya yang cenderung interdependent. Diantara orang-orang yang datang dari
budaya interdependent, penaksiran atribut internal diri mungkin tidak terkait dengan harga
diri (self esteem) ataupun kepuasan diri (self satisfiaction). Sebaliknya, harga diri ataupun
kepuasan diri terlihat lebih terkait dengan keberhasilan memainkan perannya dalam
kelompok, memelihara harmoni, menjaga ikatan, dan saling membantu. Bagi orang-orang dri
interdependent culture, melihat dirir sebagai unik atau berbeda malah akan menjadikan
ketidakseimbangan psikologis diri. Mereka akan merasa terlempar dari kelompoknya dan
kesepian sebagai manusia.
Pengaruhnya pada emosi
Emosi dapat diklasifikasikan atas arah hubungan sosial dari emosi, yaitu apakah
emosi tersebut akan mengarahkan pada pemisahan diri dengan lingkungan, penarikan diri,
ataupun penolakan hubungan sosial sekaligus secara simultan meningkatkan rasa penerimaan
diri untuk mandiri dan lepas dari ketergantungan pada orang lain yang selanjutnya disebut
socially disengaged emotions dan emosi yang akan mengarahkan pada keterhubungan dengan
orang lain dan lingkungan luarnya atau dikenal sebagai socially engaged emotions.
DAFTAR PUSTAKA
Berry, John W, dkk. 1999. Psikologi Lintas Budaya : Riset dan Aplikasi. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Nurdiniamalia. Psikologi Lintas Budaya dalam lingkup Self atau Kepribadian. http://nurdiniamalia.files.wordpress.com.