Click here to load reader
Upload
aisyah-turidho
View
149
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
TEORI BELAJAR MENURUT BRUNER
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 9
1. AISYAH TURIDHO (06081281520073)2. HANIFA ZULFITRI (06081281520065)3. ROGAYAH (06081381520054)4. WAHYU ADI NEGARA (06081381520043)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................... i
TEORI BELAJAR JEROME S.BRUNER.............................................................1
1. Biografi J.S Bruner....................................................................................1
2. Teori Belajar Bruner.................................................................................3
A. Proses Kognitif yang terjadi dalam belajar.................................................3
B. Tahap-Tahap penerapan belajar penemuan ( Metode Discovery)...............4
3. Teori Belajar Matematika Bruner...........................................................5
A. Tahap-Tahap Dalam Proses Belajar Matematika........................................6
B. Teorema-Teorema Tentang Cara Belajar Dan Mengajar Matematika........8
4. Alat Mengajar Menurut Jerome Bruner...............................................10
5. Aplikasi Teori Bruner Dalam Pembelajaran Matematika...................11
6. Kelebihan dan Kekurangan Teori Bruner............................................12
7. Cara Mengatasi Kelemahan Metode Discovery....................................12
KESIMPULAN....................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17
i
TEORI BELAJAR JEROME S.BRUNER
1. Biografi J.S Bruner
Jerome Seymour Bruner ini,
dilahirkan di New York City pada
tanggal 1 Oktober 1915. Ia
berkebangsaan Amerika. Bruner
menyelesaikan pendidikan sarjana di
Duke University di mana ia menerima
gelar sarjananya (B.A) pada tahun 1937.
Selanjutnya, Bruner belajar psikologi di
Harvard University dan mendapat gelar
doktornya pada tahun 1939 dan
mendapat gelar Ph.D. Pada tahun 1939
dibawah bimbingan Gordon Allport.
Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya meliputi
persepsi manusia, motivasi, belajar, dan berpikir. Dalam mempelajari
manusia, Bruner mengganggap manusia sebagai pemroses, pemikir, dan
pencipta informasi. Bruner menerbitkan artikel psikologis pertama yang berisi
tentang mempelajari pengaruh ekstrak timus pada perilaku seksual tikus
betina. Pada tahun 1941, tesis doktornya berjudul "A Psychological Analysis
of International Radio Broadcasts of Belligerent Nations".
Setelah menyelesaikan program doktornya, Bruner memasuki
Angkatan Darat Amerika Serikat dan bertugas di Divisi Warfare Psikologis
dari Markas Agung Sekutu Expeditory Angkatan Eropa komite di bawah
Eisenhower, meneliti fenomena psikologi sosial di mana karyanya berfokus
pada propaganda (subyek tesis doktornya) serta opini publik di Amerika
Serikat. Dia adalah editor Public Opinion Quarterly (1943-1944).
1
Pada tahun 1945, Bruner kembali ke Harvard sebagai profesor
psikologi dan sangat terlibat dalam penelitian yang berkaitan dengan
psikologi kognitif dan psikologi pendidikan. Ia dengan cepat naik pangkat
dari dosen menjadi profesor pada tahun 1952. Dia berperan penting dalam
membangun Path Breaking Center For Cognitive Studies pada tahun 1960
menjabat sebagai direktur pada tahun 1972. Lalu pada tahun 1964-1965 ia
terpilih dan menjabat sebagai presiden dari American Psychological
Association. Pada tahun 1970, Bruner meninggalkan Harvard untuk mengajar
di Universitas Oxford di Inggris. Dia kembali ke Amerika Serikat pada tahun
1980 untuk melanjutkan penelitian di bidang psikologi perkembangan. Pada
tahun 1972, Bruner berlayar melintasi Atlantik. Hal ini dikarenakan untuk
mengambil posisi Watts Professor of Experimental Psychology at Oxford
University. Pada tahun 1991, Bruner bergabung dengan fakultas di New York
University Law School. Selain itu, Bruner juga telah dianugerahi gelar
doktor kehormatan dari Yale dan Columbia, serta perguruan tinggi dan
universitas seperti Sorbonne, Berlin, dan Roma, dan merupakan Fellow dari
American Academy of Arts dan Ilmu.
Dari pemaparan di atas, terlihat jelas bahwa Jerome S Bruner
merupakan ahli psikologi perkembangan dan khususnya psikologi kognitif,
yang tidak diragukan lagi. Hal ini terlihat jelas dari riwayat hidupnya, dan
kontribusi yang dilakukan Bruner dalam mengembangkan penelitiannya
tentang psikologi kognitif. Kiprah dan pengalaman yang sangat luas
mengenai psikologi telah membawanya pada banyak penghargaan yang
diterimanya. Penelitian-penelitian yang dilakukan Jerome S Bruner, mampu
membuktikan dan memunculkan teori baru, yang kemudian teori itu memiliki
ciri khas sendiri, dan berbeda dengan teori sebelumnya, inilah yang
dinamakan teori kognitif menurut pandangan Jerome S Bruner. Yaitu
menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi.
2
2. Teori Belajar Bruner
Dasar pemikiran teori Bruner memandang bahwa manusia sebagai
pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar
merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk
menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya
A. Proses Kognitif yang terjadi dalam belajar
Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu :
1) Proses perolehan informasi baru
Perolehan informasi baru dapat terjadi melalui kegiatan membaca,
mendengarkan penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau
mendengarkan audiovisual dan lain-lain. Informasi ini mungkin bersifat
penghalusan dari informasi sebelumnya yang telah dimiliki.
2) Proses mentransformasikan informasi yang diterima
Proses transformasi pengetahuan merupakan suatu proses bagaimana kita
memperlakukan pengetahuan yang sudah diterima agar sesuai dengan
kebutuhan.
3) Menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan
Dalam tahap evaluasi, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana
informasi yang telah ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk
memahami gejala atau masalah yang dihadapi.
Bruner berpendapat bahwa belajar merupakan faktor yang
menentukan dalam pembelajaran dibandingkan dengan perolehan khusus,
yaitu metode penemuan (dicovery). Metode discovery learning ini mendorong
siswa untuk belajar sendiri secara mandiri.
3
B. Tahap-Tahap penerapan belajar penemuan ( Metode Discovery)
Bruner berpendapat bahwa belajar merupakan faktor yang
menentukan dalam pembelajaran dibandingkan dengan perolehan khusus,
yaitu metode penemuan (dicovery). Metode discovery learning ini mendorong
siswa untuk belajar sendiri secara mandiri.
Adapun tahap-tahap penerapan belajar penemuan adalah sebagai berikut :
1) Stimulasi
Kegiatan belajar di mulai dengan memberikan pertanyaan yang
merangsang berpikir siswa, menganjurkan dan mendorongnya untuk
membaca buku dan aktivitas belajar lain yang mengarah pada persiapan
pemecahan masalah.
2) Problem Statement (mengindentifikasi masalah)
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak
mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran kemudian memilih
dan merumuskan dalam bentuk hipotesa (jawaban sementara dari masalah
tersebut).
3) Data collection (pengumpulan data)
Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan
informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesa tersebut.
4) Data prosessing (pengolahan data)
Yakni mengolah data yang telah diperoleh siswa melalui kegiatan
wawancara, observasi dll. Kemudian data tersebut ditafsirkan.
5) Verifikasi
Mengadakan pemerksaan secara cermat untuk membuktikan benar
tidaknya hipotesis yang ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil dan
processing.
6) Generalisasi
4
Mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum dan
berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan
memperhatikan hasil verivikasi.
Yang menjadikan dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari Piaget yang
menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif di dalam belajar di
kelas. Untuk itu, bruner memakai cara dengan apa yang
disebutnya “discovery learning”, yaitu dimana murid mengorganisasi bahan
yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedur ini berbeda
dengan reception learning atau expository teaching, di mana guru
menerangkan semua informasi dan murid harus mempelajari semua bahan/
informasi itu.
3. Teori Belajar Matematika Bruner
Adapun menurut Bruner belajar matematika adalah belajar mengenai
konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat didalam
materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan
struktur-struktur matematika itu. Dalam setiap kesempatan, pembelajaran
matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai
dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah
kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai
konsep matematika. Untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran,
sekolah diharapkan menggunakan alat peraga atau media lainnya.
Pendekatan dan strategi pembelajaran hendaknya mengikuti kaidah
pedagogi secara umum, yaitu pembelajaran diawali dari kongkret ke abstrak,
dari sederhana kekompleks, dari yang mudah kesulit dengan menggunakan
berbagai sumber belajar.
Menurut Bruner untuk memahami konsep-konsep yang sifatnya abstrak,
dibutuhkan wakil (representasi) yang dapat ditangkap oleh indera
manusia.Bruner juga mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak
sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga).
Melalui alat peraga yang ditelitinya itu, anak akan melihat langsung
5
bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang
sedang diperhatikannya itu. Keteraturan tersebut kemudian oleh anak
dihubungkan dengan keterangan intuitif yang telah melekat pada dirinya.
Dengan memanipulasi alat-alat peraga, siswa dapat belajar melalui
keaktifannya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bruner, belajar
merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk
menemukan hal-hal baru di luar (melebihi) informasi yang diberikan pada
dirinya. Sebagai contoh, seorang siswa yang mempelajari bilangan prima
akan bisa menemukan berbagai hal yang penting dan menarik tentang
bilangan prima, sekalipun pada awal mula guru hanya memberikan sedikit
informasi tentang bilangan prima kepada siswa tersebut.
Teori Bruner tentang kegiatan manusia tidak terkait dengan umur atau tahap
perkembangan (berbeda dengan Teori Piaget). Ada dua bagian yang
penting dari teori Bruner , yaitu :
A. Tahap-Tahap Dalam Proses Belajar MatematikaMenurut Bruner, jika seseorang mempelajari suatu pengetahuan
(Misalnya mempelajari suatu konsep Matematika), pengetahuan itu perlu
dipelajari dalam tahap-tahap tertentu, agar pengetahuan itu dapat
diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses
internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses
belajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu
dipelajari dalam tiga tahap, yang macamnya dan urutannya adalah sebagai
berikut :
a. Tahap enaktif, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu
pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif,
dengan menggunakan benda-benda kongkret atau menggunakan
situasi yang nyata.
b. Tahap Ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan
di mana pegetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam
bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar, atau diagram,
6
yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang
terdapat pada tahap enaktif tersebut di atas.
c. Tahap simbolik, yaitu suatu tahap pembelajaran di mana
pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol
abstrak (Abstract symbols yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai
berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang
bersangkutan), baik simbol-simbol verbal (Misalnya huruf-huruf,
kata-kata, kalimat-kalimat) lambang-lambang matematika, maupun
lambang-lambang abstrak lainnya.
Menurut Bruner, proses belajar akan berlangsung secara optimal jika
proses pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, dan kemudian jika tahap
belajar yang pertama ini telah dirasa cukup, siswa beralih ke kegiatan belajar
tahap kedua, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi
ikonik, dan selanjutnya, kegiatan belajar itu diteruskan dengan kegiatan
belajar tahap ketiga yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus
representasi simbolik.
Sebagai contoh, dalam mempelajari penjumlahan dua bilangan cacah,
pembelajaran akan terjadi secara optimal jika mula-mula siswa mempelajari
hal itu dengan menggunakan benda-benda konkret (misalnya
menggabungkan 3 kelereng dengan 2 kelereng, dan kemudian menghitung
banyaknya kelereng semuanya ini merupakan tahap enaktif). Kemudian,
kegiatan belajar dilanjutkan dengan menggunakan gambar atau diagram
yang mewakili 3 kelereng dan 2 kelereng yang digabungkan tersebut (dan
kemudian dihitung banyaknya kelereng semuanya, dengan menggunakan
gambar atau diagram tersebut/ tahap yang kedua ikonik, siswa bisa
melakukan penjumlahan itu dengan menggunakan pembayangan visual dari
kelereng tersebut. Pada tahap berikutnya yaitu tahap simbolis, siswa
melakukan penjumlahan kedua bilangan itu dengan menggunakan lambang-
lambang bialngan, yaitu : 3 + 2 = 5.
7
B. Teorema-Teorema Tentang Cara Belajar Dan Mengajar Matematika
Menurut Bruner ada empat prinsip prinsip tentang cara belajar dan
mengajar matematika yang disebut teorema. Keempat teorema tersebut
adalah teorema penyusunan (Construction theorem), teorema notasi
(Notation theorem), teorema kekontrasan dan
keanekaragaman (Contras and variation theorem), teorema
pengaitan (Connectivity theorem) .
a) Teorema penyusunan (Construction theorem)
Teorema ini menyatakan bahwa bagi anak cara yang paling baik
untuk belajar konsep dan prinsip dalam matematika adalah dengan
melakukan penyusunan representasinya. Pada permulaan belajar
konsep pengertian akan menjadi lebih melekat apabila kegiatan yang
menujukkan representasi konsep itu dilakukan oleh siswa sendiri.
Dalam proses perumusan dan penyusunan ide-ide, apabila anak
disertai dengan bantuan benda-benda konkrit mereka lebih mudah
mengingat ide-ide tersebut. Dengan demikian, anak lebih mudah
menerapkan ide dalam situasi nyata secara tepat. Dalam hal ini
ingatan diperoleh bukan karena penguatan, akan tetapi pengertian
yang menyebabkan ingatan itu dapat dicapai. Sedangkan pengertian
itu dapat dicapai karena anak memanipulasi benda-benda konkrit.
Oleh karena itu pada permulaan belajar, pengertian itu dapat dicapai
oleh anak bergantung pada aktivitas-aktivitas yang menggunakan
benda-benda konkrit.
Contoh, untuk memahami tentang konsep kubus atau balok maka
guru memperlihatkan benda-benda dalam kehidupan sehari-hari yang
berbentuk kubus atau balok.
b) Teorema Notasi
Teorema notasi mengungkapkan bahwa dalam penyajian konsep,
notasi memegang peranan penting. Notasi yang digunakan dalam
menyatakan sebuah konsep tertentu harus disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif siswa. Ini berarti untuk menyatakan sebuah
8
rumus misalnya, maka notasinya harus dapat dipahami oleh anak,
tidak rumit dan mudah dimengerti.
Notasi yang diberikan tahap demi tahap ini sifatnya berurutan
dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit. Urutan
penggunaan notasi disesuaikan dengan tingkat
perkembangan kognitif anak.
c) Teorema pengkontrasan dan keanekaragaman
Dalam teorema ini dinyatakan bahwa dalam mengubah dari
representasi konkrit menuju representasi yang lebih abstrak suatu
konsep dalam matematika, dilakukan dengan kegiatan pengontrasan
dan keanekaragaman. Artinya agar suatu konsep yang akan
dikenalkan pada anak mudah dimengerti, konsep tersebut disajikan
dengan mengontraskan dengan konsep-konsep lainnya dan konsep
tersebut disajikan dengan beranekaragam contoh. Dengan demikian
anak dapat memahami dengan mudah karakteristik konsep yang
diberikan tersebut.
Untuk menyampaikan suatu konsep dengan cara mengontraskan
dapat dilakukan dengan menerangkan contoh dan bukan contoh.
Sebagai contoh untuk menyampaikan konsep bangun ruang maka
pada anak diberikan beberapa gambar dan siswa menunjukkan
gambar yang termasuk bangun ruang dan yang bukan merupakan
bangun ruang.
Dengan contoh soal yang beranekaragam, kita dapat
menanamkan suatu konsep dengan lebih baik daripada hanya contoh-
contoh soal yang sejenis saja. Dengan keanekaragaman contoh yang
diberikan siswa dapat mengenal dengan jelas karakteristik konsep
yang diberikan kepadanya. Misalnya, dalam pembelajaran konsep
persegi panjang, persegi panjang sebaiknya ditampilkan dengan
berbagai contoh yang bervariasi, misalnya ada persegi panjang yang
posisinya bervariasi (ada yang kedua sisinya yang berhadapan
9
terletak horisontal dan dua sisi yang lainnya vertikal, ada yang
posisinya miring, dan sebagainya).
d) Teorema pengaitan (Konektivitas)
Teorema ini menyatakan bahwa dalam matematika antara satu
konsep dengan konsep lainnya terdapat hubungan yang erat, bukan
saja dari segi isi, namun juga dari segi rumus-rumus yang digunakan.
Materi yang satu mungkin merupakan prasyarat bagi yang lainnya,
atau suatu konsep tertentu diperlukan untuk menjelaskan konsep
lainnya. Seperti pada penentuan luas sisi bangun ruang balok maka
dibutuhkan pengetahuan prasyarat siswa tentang luas persegi
panjang.
Guru harus dapat menjelaskan kaitan-kaitan tersebut pada siswa.
Hal ini penting agar siswa dalam belajar matematika lebih berhasil.
Dengan melihat kaitan-kaitan itu diharapkan siswa tidak
beranggapan bahwa cabang-cabang dalam matematika itu sendiri
berdiri sendiri-sendiri tanpa keterkaitan satu sama lainnya.
Perlu dijelaskan bahwa keempat teorema tersebut di atas tidak
dimaksudkan untuk diterapkan satu persatu dengan urutan seperti di
atas. Dalam penerapannya, dua teorema atau lebih dapat diterapkan
secara bersamaan dalam proses pembelajaran suatu materi
matematika tertentu. Hal tersebut bergantung pada karakteristik dari
materi atau topik matematika yang dipelajari dan karakteristik dari
siswa yang belajar.
4. Alat Mengajar Menurut Jerome Bruner
Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam empat macam menurut
fungsinya antara lain:
1. Alat untuk menyampaikan pengalaman “vicaorus” (sebagai
pengganti pengalaman yang langsung) yaitu menyajikan bahan yang
sedianya tidak dapat mereka peroleh secara langsung di sekolah. Hal
ini dapat dilakukan melalui film, TV, rekaman suara dan sebagainya.
10
2. Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau
prinsip suatu gejala misalnya model molekul, model bangun ruang;
3. Alat dramatisasi, yakni mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa
atau tokoh, film tentang alam, untuk memberikan pengertian tentang
suatu idea atau gejala;
4. Alat automatisasi seperti teaching machine atau pelajaran
berprograma yang menyajikan suatu masalah dalam urutan teratur
dan memberikan balikan atau feedback tentang respon siswa. Telah
banyak alat-alat yang tersedia bagi guru namun yang penting adalah
bagaimana menggunakan alat-alat itu sebagai suatu system yang
terintegrasi.
5. Aplikasi Teori Bruner Dalam Pembelajaran Matematika
Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan
dengan:
1. Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan.
Misal : untuk contoh mau mengajarkan bentuk bangun datar segiempat,
sedangkan bukan contoh adalah berikan bangun datar segitiga, segi lima
atau lingkaran.
2. Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep.
Misalnya berikan pertanyaan kepada sibelajar seperti berikut ini ” apakah
nama bentuk ubin yang sering digunakan untuk menutupi lantai rumah?
Berapa cm ukuran ubin-ubin yang dapat digunakan?
3. Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari
jawabannya sendiri. Misalnya Jelaskan ciri-ciri/ sifat-sifat dari bangun
Ubin tersebut?
4. Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan
intuisinya. Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian
gunakan pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk berpikir dan
mencari jawaban yang sebenarnya.
11
6. Kelebihan dan Kekurangan Teori Bruner
Seperti teori-teori yang lain Teori bruner juga memiliki kelebihan dan
kekurangan. Berikut akan sedikit dibahas mengenai kelebihan dan
kekurangan dari teori Bruner.
Kelebihan Teori Bruner
1. Belajar penemuan dapat digunakan untuk menguji apakah belajar
sudah bermakna.
2. Pengetahuan yang diperoleh si belajar akan tertinggal lama dan
mudah diingat.
3. Belajar penemuan sangat diperlukan dalam pemecahan masalah
sebab yang diinginkan dalam belajar agar si belajar dapat
mendemonstrasikan pengetahuan yang diterima.
4. Transfer dapat ditingkatkan di mana generalisasi telah ditemukan
sendiri oleh si belajar daripada disajikan dalam bentuk jadi.
5. Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh
dalam menciptakan motivasi belajar.
6. Meningkatkan penalaran si belajar dan kemampuan untuk berfikir
secara bebas.
Kekurangan Teori Bruner
1. Teori belajar ini menuntut peserta didik untuk memiliki kesiapan
dan kematangan mental. Peserta didik harus berani dan
berkeinginan mengetahuai keadaan disekitarnya. Jika tidak
memiliki keberanian dan keinginan tentu proses belajar akan gagal.
2. Teori belajar seperti ini memakan waktu cukup lama dan kalau
kurang terpimpin atau kurang terarah dapat menyebabkan
kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari.
7. Cara Mengatasi Kelemahan Metode Discovery
Untuk mengurangi kelemahan dalam penerapan metode discovery diperlukan
beberapa strategi yang harus dilaksanakan guru yaitu :
12
1. Membentuk kelompok-kelompok kecil yang anggotanya terdiri dari siswa
pandai dan siswa kurang pandai, agar siswa yang pandai bisa membimbing
siswa yang kurang pandai. Dengan cara ini pula kelemahan kelas besar
dalam penggunaan metode ini dapat diatasi.
2. Memulai dengan penemuan terbimbing atau terpimpin (guided discovery)
yakni adanya bantuan atau petunjuk dari guru. Bantuan guru dapat dimulai
dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan dengan memberikan
informasi secara singkat. Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat
di dalam lembar kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan guru sebelum
pembelajaran dimulai.
13
KESIMPULANMenurut Bruner untuk memahami konsep-konsep yang sifatnya
abstrak, dibutuhkan wakil (representasi) yang dapat ditangkap oleh indera
manusia.Bruner juga mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya
diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Melalui alat
peraga yang ditelitinya itu, anak akan melihat langsung bagaimana keteraturan
dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang sedang diperhatikannya itu.
Bruner membagi tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam tiga
tahap yaitu tahap enaktif, tahap ikonik dan tahap simbolik. Beberapa konsep
dalam pembelajaran matematika dapat diuraikan langkah-langkah pembelajaran
menurut Bruner, mulai modus representasi enaktif, ikonik, dan simbolik. Seperti
pada materi bangun ruang sisi datar contohnya pemahaman konsep volum balok
atau membuat jaring-jaring kubus.
Selain teori perkembangan kognitif, Bruner mengemukakan teorema-
teorema tentang cara belajar dan mengajar matematika yaitu:
a. Teorema konstruksi (Construction Theorem)
b. Teorema Notasi (Notation Theorem).
c. Teorema kekontrasan dan variasi (Contrast and variation theorem)
d. Teorema konektivitas (Connectivity theorem)
14
HASIL DISKUSI
i. Atikarani Noer Saleha
Bagaimana cara kita untuk memperlakukan informasi yang diterima agar
sesusi kebutuhan kita dan untuk siswa?
Agar dapat memperlakukan informasi sesuai kebuhan maka kita harus
dapat melibatkan informasi yang sudah kita ketahui dengan informasi yang
baru didapat.
ii. Yulianita Maharani
Jelaskan yang dimaksud “ dimana murid mengorganisasi bahan yang
dipelajari dengan suatu bentuk akhir?”
Maksudnya murid dapat menyimpulkan suatu permasalah yang ada
iii. Reno Sutriono
Apakah teori brunner cocok untuk K13?
Metode yang digunakan pada teori bruner yaitu metode discovery learning,
hal ini sesuai dengan pendekatan saintifik yang diterapkan dalam kurikulum
2013. Namun, kembali lagi kepada materi yang diajarkan karena tidak semua
materi bisa menggunakan metode discovery, untuk materi yang tidak bisa
menggunakkan metode ini maka bisa digunakan metode lain dan ditinjau dari
teori belajar yang lainnya.
iv. Nety Wahyu Saputri
Teori Bruner memiliki perbedaan dengan Piaget yaitu tidak mengelompokkan
berdasarkan usia? Lalu dari mana kita tahu kapan siswa memasuki tahap
tersebut.
Tahap-tahap tersebut tidak mempertimbangkan usia tetapi dilihat dari
langkah-langkah pembelajarannya, jadi untuk menegtahui kapan kita
memasuki tahap tersebut maka harus disesuaikan dengan cara penyampaian
15
pembelajarannya, misal jiak menggunakan bahasa komunikasi berarti tahap
yang dilakukan adalah tahap simbolik.
v. Kori Auga Islamirta
Bagaimana cara guru mengetahui kapan ia harus memakai tahap enaktif,
ikonik, maupun simbolik?
Pertanyaan kori hampir sama dengan pertanyaan nety, jadi untuk
mengetahui kapan memasuki thap enaktif, ikonik dan simbolik kembali lagi
ke pengertian tahap tersebut dan kita sesuaikan dengan cara kita
menyampaikan materi pembelajaran
vi. Rahma Wulandari
Jika teorema-teorema tentang cara belajar dan mengajar Matematika, sudah
dilakukan dengan baik, tetapi siswa belum paham dengan konsep yang kita
ajarkan, lalu apa yang salah pada teorema tersebut? Bagaimana cara
mengatasi kelemahan metode discovery pada siswa privat?
Tidak ada kesalahan pada teorema melainkan kesalahan atau kurangnya
dalam pengaplikasian pembelajaran tersebut. Sehingga dalam proses
pembelajaran harus dilakukan sebuah evaluasi sebagai bentuk penilaian
sehingga tidak terulangnya kesalahan yang terjadi pada pembelajaran
16
DAFTAR PUSTAKA
Ardi. (07, 10 2009). Retrieved 09 19, 2016, from
http://blog.unnes.ac.id/ardhi/2009/10/07/teori-belajar-bruner/
Newboenagin. (2013, 10). Aplikasi teori bruner dalam pembelajaran matematika
di tingkat SD. Retrieved 09 19, 2016, from
https://made82math.files.wordpress.com
pendidik, I. (2014, 10). Kelebihan dan Kekurangan Teori Bruner. Retrieved 09
19, 2016, from http://www.ilmupendidik.com
Suhendi. (2013, 06 08). Teori Belajar Matematika Menurut
Bruner,Gagne,Thorndike,Skinner,Piaget. Retrieved 09 19, 2016, from
https://hendisuhendi2012.wordpress.com