Upload
mutmainnah-latief
View
143
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam bab- bab sebelumnya kta telah banyak mempelajari tantang belajar,
tetapi kita belum membahas tentang apakah yang sebenarnya menjadi hasil dari
pendidikan. Dapat kita bayangkan, bila seseorang tidak mampu mengklasifikasikan
atau mengelompokkan peristiwa- peristiwa, objek- objek, dan kegiatan- kegiatan
yang dijumpainya dalam kehidupan sehari- hari. Oleh karena tidak ada dua stimulus
yang sama benar, orang itu akan terpaksa memberikan respons yang berbeda terhadap
setiap stimulus yang diterimanya. Hal ini merupakan suatu beban yang berat bagi
memori.
Untunglah manusia itu dapat mengkategorisasikan berbagai stimulus-
stimulus yang mereka hadapi. Walaupun tidak ada dua jeruk yang sama besar, kita
dapat mengelompokkan jeruk itu, dan mengadakan reaksi yang serupa terhadap
semua anggota dari kelas jeruk. Kita dapat menentukan sifat sifat dari kelas jeruk,
memberi nama kategori itu, mengadakan respon terhadap semua anggota kelas itu
dengan cara yang sama yaitu dengan cara memakannya.
Konsep- konsep merupakan kategori- kategori yang kita berikan pada
stimulus- stimulus yang ada dilingkungan kita. Konsep- konsep menyediakan skema-
skema terorganisasiuntuk mengasimilasikan stimulus- stimulus baru, dan untuk
menentukan hubungan di dalam dan diantara kategori- kategori.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini, antara
lain:
1. Apa pengetian belajar konsep?
2. Bagaimana memperoleh dan menetukan konsep?
3. Bagaimana tingkat- tingkat konsep?
4. Bagaimana menentukan konsep- konsep yang akan diajarkan?
5. Bagaimana merencanakan pelajaran?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengetian Belajar Konsep
Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep-konsep
merupakan batu-batu pembangun (building blocks) berfikir. Konsep-konsep
merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan
prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Untuk memecahkan masalah seorang
siswa harus mengetahui aturan-aturan yang relevan, dan aturan-aturan ini didasarkan
pada konsep-konsep yang diperolehnya.
Tidak ada satu pun definisi yang dapat mengungkapkan arti yang kaya dari
konsep atau berbagai macam konsep-konsep yang diperoleh siswa. Oleh karena
konsep-konsep itu merupakan penyajian-penyajian internal dari sekelompok
stimulus-stimulus, konsep-konsep itu tidak dapat diamati; konsep-konsep harus
disimpulkan dari perilaku, walaupun kita dapat memberikan suatu definisi verbal dari
hubungan antara konsep itu dengan konsep-konsep yang lain.
Hal yang harus disadari saat ini adalah pentingnya belajar konsep tentang
sesuatu. Konsep yang dimaksud disini tidak lain dari kategori-kategori yang kita
berikan dari stimulus atau rangsangan yang ada di lingkungan kita. Konsep yang ada
di dalam struktur kognitif individu merupakan hasil dari pengalaman yang ia peroleh.
Jika keadaannya demikian, sebagian konsep yang dimiliki individu merupakan hasil
dari proses belajar yang mana proses hasil dari proses belajar ini akan menjadi
pondasi (building blocks) dalam struktur berpikir individu. Konsep-konsep inilah
yang dijadikan dasar oleh seseorang dalam memecahkan masalah, mengetahui aturan-
aturan yang relevan, dan hal-hal lain y ang ada keterkaitannya dengan apa yang harus
dilakukan individu.
Definisi konsep menurut sebagian besar orang adalah sesuatu yang diterima
dalam pikiran atau ide yang umum dan abstrak. Menurut salah satu ahli, konsep
adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau
hubungan yang mempunyai atribut yang sama.
Macam-macam konnsep yang kita pelajari tidak terbatas. Konsep panas
sangat berbeda dari konsep relativitas dalam beberpa dimensi. Flavel (1970)
menyarankan bahwa konsep-konsep dapat berbeda dala, tujuh dimensi, yaitu:
1. Atribut
Setiap konsep memiliki sejumlah atribut yang berbeda. Contoh-contoh konsep
harus mempunyai atribut-atribut yang relevan; termasuk juga atribut-atribut yang
tidak relevan, contohnya konsep meja harus mempunyai permukaan yang datar dan
sambungan- sambungan yang mengarah ke bawah yang mengangkat permukaan itu
dari lantai. Atribut- atribut dapat berupa fisik seperti warna, tinggi, atau bentuk, atau
dapat juga berupa fungsional.
2. Struktur
Struktur menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya atribut-atribut itu.
Ada tiga macam struktur yang dikenal yaitu;
a. Konsep-konsep konjuktif adalah konsep-konsep dimana terdapat dua atau
lebih sifat- sifat sehingga dapan memenuhi syarat sebagai contoh konsep.
Contonya seorang aktris adalah seorang wanita yang main dalam film.
Dua atribut, yaitu wanita dan main dalam film harus ada agar dapat
mewakili konsep aktris.
b. Konsep-konsep disjunktif adalah konsep-konsep dimana satu dari dua atau
lebih sifat-sifat harus ada contohnya konsep seorang paman yang
merupakan kakak dari ibu atau ayah, atau seorang pria yang menikah
dengan kakak wanita dari ayah atau ibu.
c. Konsep-konsep relasional menyatakan hubungan tertentu antara atribut-
atribut konsep. Kelas social adalah suatu contoh dari konsep relasional.
Kelas social ditentukan oleh hubungan antara pendapatan, pendidikan,
jabatan atau pekerjaan, dan factor-faktor lainnya.
3. Keabstrakan
Konsep-konsep dapat dilihat dan konkrit, atau konsep-konsep itu terdiri dari
konsep-konsep lain. Contohnya suatu sigitiga dapat dilihat.
4. Keinklusifan
Konsep ini ditujukan pada jumlah contoh-contoh yang terlibat dalam konsep itu.
Bagi seorang anak kecil, konsep kucing ditujukan pada seekor hewan tertentu
yaitu kucing keluarga. Bila anak itu telah mengenal beberapa kucing lainnya,
konsep kucing akan menjadi luas.
5. Generalitas atau keumuman
Bila diklasifikasikan, konsep-konsep dapat berbeda dalam posisi superordinat
atau subordinatnya. Konsep wortel adalah subordinat terhadap konsep sayuran,
selanjutnyakonsep sayuran subordinat terhadap konsep tanaman dapat dimakan.
Makin umum suatu konsep makain banyak asosiasi yang dapat dibuat dengan
konsep- konsep lainnya.
6. Ketepatan
Ketepatan suatu konsep menyangkut apakah ada sekumpulan aturan-aturan untuk
membedakan contoh-contoh dari noncontoh-noncontoh suatu konsep.
7. Kekuatan (power)
Kekuatan suatu konsep ditentukan oleh sejauh mana orang setuju, bahwa konsep
itu penting.
Menurut Rosser (1984), konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili
satu kelas objek-objek , kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-
hubungan, yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Oleh karena orang
mengalami stimulus-stimulus yang berbeda, orang membentuk konsep sesuai
dengan pengelompokkan stimulus-stimulus dengan ccara tertentu. Secara singkat
dapat kita katakan, bahwa suatu konsep merupakan suatu abstraksi mental yang
mewakili suatu kelas stimulus-stimulus. Kita menyimpulkan, bahwa suatu konsep
telah dipelajari, bila yang diajar dapat menampilkan perilaku-perilaku tertentu.
B. Cara Memperoleh Dan Menetukan Konsep
1. Cara memperoleh konsep
Menurut Ausubel (1968), konsep-konsep diperoleh dengan dua cara yaitu
formasi konsep (concept formation) dan asimilasi konsep (concept asimilasi).
Formasi konsep terutama merupakan bentuk perolehan konsep-konsep sebelum anak-
anak masuk sekolah. Sedangkan asimilasi konsep merupakan cara utama untuk
memperoleh konsep-konsep selama dan sesudah sekolah.
Pendekatan pembelajaran perolehan konsep adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami suatu konsep
tertentu.Pendekatan pembelajaran ini dapat diterapkan untuk semua umur, dari anak-
anak sampai orang dewasa. Untuk taman kanak-kanak, tentunya, pendekatan ini dapat
digunakan untuk memperkenalkan konsep yang sederhana. Misalnya konsep
binatang, tumbuhan, dan lain-lain. Pendekatan ini, lebih tepat digunakan ketika
penekanan pembelajaran lebih dititikberatkan pada mengenalkan konsep baru,
melatih kemampuan berpikir induktif dan melatih berpikir analisis.
a. Pembentukan Konsep
Pembentukan konsep merupakan proses induktif. Bila anak dihadapkan
pada stimulus-stimulus, lingkungan, ia mengabstraksi sifat-sifat tertentu atau atribut-
atribut tertentu yang sama dari berbagai stimulus-stimulus. Pembentukan konsep
merupakan suatu bentuk belajar penemuan (discovery learning), paling sedikit dalam
bentuk primitive yang melibatkan proses-proses psikologi seperti analisis
diskriminatif, abstraksi, diferensiasi, pembentukan (generation) hipotesis dan
pengujian (testing), dan generalisasi. Pembentukan konsep ini juga ditujukan oleh
orang-orang yang lebih tua dalam situasi-situasi kehidupan nyata dan dalam
laboratorium, tetapi dengan tingkat sofistifikasi yang lebih tinggi.
b. Asimilasi Konsep
Asimilasi konsep merupakan proses deduktif, dimana anak-anak diharapkan
belajar banyak konsep melalui proses asimilasi konsep. Untuk memperoleh konsep-
konsep melalui proses asimilasi, orang yang belajar harus sudah memperoleh definsi
formal dari suatu kata menunjukkan kesamaan-kesamaan (commonalities) dengan
konsep tertentu dan membedakan kata itu dari konsep-konsep lain.
Walupun kedua bentuk belajar konsep ini efektif, pembentukan konsep lebih
memakan waktu daripada asimilasi konsep. Dengan mempertimbangkan, bahwa
begitu banyak konsep yang harus dipelajari siswa selama sekolah, penggunaan
berlebihan dari metoda penemuan hendaknya dibatasi.
2. Pembentukan Konsep
Belajar konsep telah diteliti para ahli psikologi lebih dari enam puluh tahun.
Sebagian besar dari eksprimen dilakukan dalam laboratorium, dan pada aumumnya
mengenai pembentukan konsep- konsep. Subjek- subjek penelitian dihadapkan pada
sejumlah stimulus yang mempunyai berbagai atribut. Subjek- subjek itu diharapkan
membentuk konsep yang didasarkan pada hal- hal tang penting dari stimulus-
stimulusnya.
1) Pendekatan Perilaku
Bagi para penganut teori perilaku, dasar belajar konsep, seperti juga bentuk-
bentuk belajar yang lain, ialah asosiasi stimulus dan respons. Perbedaan utama antara
belajar konsep dan belajar-bellajar yang lain ialah dalam belajar konsep anak yang
belajar memberikan suatu respons terhadap sejumlah stimulus yang berbeda, jadi
bukan memberikan satu respon terhadap satu stimulus.
Bagi para pengikut teori-teori perilaku, belajar konsep melibatkan
perubahan-perubahan kuantitatif. Perubahan-perubahan itu terdiri atas; penambahan
lebih banyak stimulus pada suatu respon yang sudah dipelajari dan peningkatan
jumlah berbagai hubungan S—R.
Para perilakuwan menekankan aspek-aspek yang dapat diamati dari situasi
sebagai factor-faktor penting dalam belajar konsep. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa belajar konsep dipengaruhi oleh factor-faktor berikut:
1) Pola reinforsemen dan umpan balik
2) Jumlah contoh-contoh positif dan negative
3) Jumlah atribut-atribut
2) Pendekatan-pendekatan Kognitif
Penedekatan-pendekatan kognitif tentang belajar memusatkan pada proses
perolehan konsep-konsep, pada sifat dari konsep-konsep, dan pada bagaimana
konsep-konsep itu disajikan dalam struktur kognitif. Walaupun para teoriwan
kognitif memikirkan kondisi-kondisi yang memperlancar pembentukan konsep,
penekanan mereka ialah pada proses-proses internal yang digunakan dalam belajar
konsep-konsep.
Studi-studi kognitif tentang perolehan konsep telah memperlihatkan
beberapa penemuan sebagai yang dikemukakan dibawah ini.
1) Konsep-konsep konjunktif lebih mudah dipelajari daripada konsep-konsep
disjunktif atau konsep-konsep relasioonal.
2) Belajar konsep lebih mudah dengan menggunakan paradigm selektif daripada
paradigma reseptif.
3) Beberapa Pendekatan Dewasa Ini
Dalam bukunya “Principles of Intructional Design” (1988) Gagne
menyarankan kondisi-kondisi berikut yyang dibutuhkan untuk belajar konsep-konsep
konkrit.
Kondisi internal: siswa harus dapat membedakan contoh suatu konsep dan
noncontoh suatu konsep. Jika digunakan instruksi verbal, subyek sudah harus ada
sebelumnya mempelajari nama verbal. Siswa harus mengingat kembali diskriminasi
maupun nama verbal
Kondisi eksternal: isyarat-isyarat verbal merupakan cara-cara utama dalam mengajar
konsep-konsep konkrit.
C. Tingkat-Tingkat Pencapaian Konsep
Pengembangan konsep-konsep melalui satu seri tingkatan. Kita mencapai
konsep-konsep pada tingkat-tingkat yang berbeda. Konsep-konsep yang berbeda
dipelajari pada usia-usia yang berbeda. Klausmeier (1977) menghipotesiskan ada
empat tingkat pencapaian konsep, yaitu :
1. Tingkat konkret
Tingkat konkret ditandai dengan adanya pengenalan anak terhadap suatu
benda yang pernah ia kenal. Contohnya pada suatu saat anak bermain kelereng dan
pada waktu yang lain dengan tempat yang berbeda ia menemukan lagi kelereng, lalu
ia bisa mengidentifikasi bahwa itu adalah kelereng maka anak tersebut sudah
mencapai tingkat konkret.
2. Tingkat identitas
Pada tingkat identitas seseorang dapat dikatakan telah mencapai tingkat
konsep identitas apabila ia mengenal suatu objek setelah selang waktu tertentu,
memiliki orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau bila objek itu
ditentukan melalui suatu cara indra yang berbeda. Misalnya mengenal kelereng
dengan cara memainkannya, bukan hanya dengan melihatnya lagi.
3. Tingkat klasifikatori
Tingkat klasifikatori dapat digambarkan anak sudah mampu mengenal
persamaan dari contoh yang berbeda tetapi dari kelas yang sama. Misalnya anak
mampu membedakan antara apel yang masak dengan apel yang mentah.
4. Tingkat formal
Pada tingkatan formal anak sudah mampu membatasi suatu konsep dengan
konsep lain, membedakannya, menentukan ciri-ciri, memberi nama atribut yang
membatasinya, bahkan sampai mengevaluasi atau memberikan contoh secara verbal.
D. Menentukan Konsep-Konsep yang akan Diajarkan
Dalam menentukan konsep yang akan diajarkan, ada beberapa sumber
yang perlu kita ketahui, yaitu:
1. Penulis-penulis buku pelajaran (buku teks)
2. Pengembangan-pengembangan kurikulum
3. Pengalaman guru itu sendiri
4. Anak-anak atau siswa itu sendiri
Penuntun-penuntun kurikulum dan buku-buku teks menyediakan suatu
kerangka atau konsep-konsep yang akan diajarkan dan perilaku siswa akan
menentukan konsep-konsep lain. Pengetahuan guru tentang perkembangan kognitif
dan perkembangan bahasa itu sendiri akan menyediakan informasi tambahan, bukan
hanya untuk menentukan konsep-konsep yang diajarkan, melainkan juga untuk
menentukan tingkat-tingkat yang dapat kita harapkan dicapai oleh para siswa.
E. Merencanakan Pelajaran
Proses belajar mengajar perlu direncanakan agar dalam pelaksanaannya
pembelajaran berlangsung dengan baik dan dapat mencapai hasil yang diharapkan.
Dalam merencanakan, guru harus memutuskan tingkat pencapaian konsep yang
mana yang dapat diharapkan dari para siswa. Analisis konsep dapat menolong guru
dalam hal ini, dan memilih materi pelajaran yang akan diberikan.
1. Menentukan tingkat pencapaian konsep
Tingkat pencapaian konsep yang diharapkan dari siswa, tergantung pada
kompleksitas dari konsep dan tingkat perkembangan kognitif dari siswa. Tingkat
pencapaian formal dapat diharapkan bila pengajaran yang tepat diberikan pada siswa-
siswa pada periode operasional formal. Tingkat-tingkat pencapaian konsp yang
diharapkan tercermin dari tujuan-tujuan pengajaran yang dirumuskan bagi para siswa.
2. Analisis konsep
Analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk
menolong guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian
konsep. Untuk melakukan analisis konsep, guru hendaknya memperhatikan hal-hal
berikut :
a. Nama konsep
Orang dapat membentuk konsep-konsep tanpa memberi nama pada konsep
itu, terutama pada tingkat konkret dan tingkat identitas. Tetapi, setelah mereka masuk
sekolah mereka diberi pelajaran tentang nama-nama konsep yang telah diterima
secara luas.
b. Atribut-atribut kriteria dan variabel konsep
Atribut-atribut criteria suatu konsep adalah ciri-ciri konsep yang perlu untuk
membedakan contoh-contoh dan noncontoh-noncontoh, dan untuk menentukan
apakah suatu objek baru merupakan suatu contoh dari konsep. Atribit-atribut variabel
konsep ialah ciri-ciri yang mungkin berbeda di antara contoh-contoh tanpa
mempengaruhi inklusi dalam kategori konsep itu.
c. Definisi konsep
Pada tingkat formal, siswa dapat belajar konsep melalui definisi yang
diberikan. Kemampuan untuk menyatakan suatu definisi dari suatu konsep dapat
digunakan sebagai suatu criteria bahwa siswa telah belajar konsep itu.
d. Contoh-contoh dan noncontoh-noncontoh
Dengan membuat daftar dari atribut-atribut dari suatu konsep, pengembangan
konsep-konsep dan nonkonsep-nonkonsep dapat diperlancar.
e. Hubungan konsep pada konsep-konsep lain : superordinat, koordinat, dan
subordinat.
Untuk sebagian besar konsep-konsep, kita dapat mengembangkan suatu hiarki
dari konsep-konsep yang berhubungan yang memperlihatkan bagaimana suatu konsep
terkait pada konsep-konsep lain.
BAB III
KESIMPULAN
Pembentukan konsep-konsep mengizinkan kita untuk mengatur dan
menyederhanakan lingkungan kita. Konsep-konsep merupakan dasar-dasar unuk
berpikir, untuk belajar aturan-aturan, dana akhirnya untuk menyederhanakan
masalah-masalah. Tanpa kosep-konsep tak mungkun kita mengajar.
Pendekatan belajar konsep menurut teoriwan-teoriwan perilaku dan
teoriwan-teoriwan kogntif berbeda. Pendekatan perilaku menekankan prosedu-
prosedur kondisi, sedangkan pendekatan kognitif menghubungkan belajar konsep
pada struktur kognitif.
Guru hendaknya menentukan konsep-konsep yang akan diajarkannya pada
para siswa, tingkat-tingkat pencapaian konsep yang diterapkan dari para siswa.
Analisis konsep dapat digunakan untuk merencenakan pembelajaran, dan untuk
menentukan apakah para siswa telah mencapai konsep-konsep pada tingkat yang
sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
Arsianah, Rinda. 2008. Konsep Belajar dalam Dunia Pendidikan. http://pkab.wordpress.com. Diakses pada tanggal 18 september 2011.
Fataruba, Hayatuddin. 2010. Pengertian Teori dan Konsep Belajar. http://taliabupomai.blogspot.com
Sofa, Pakde. 2008. Teori Belajar Konsep dan Strategi Penerapannya Dikelas. http://massofa.wordpress.com. Diakses pada tanggal 18 september 2011.
Suciptoardi. 2011. Perencanaan pembelajaran sejarah. http://www. Viva Historia, Jas Merah.com. Diakses pada tanggal 19 september 2011.
Syamrilaode. 2010. Tingkat-tingkat Pencapaian Konsep. http://www. shvoong.com . Diakses pada tanggal 19 september 2011.
Wilis, Dahar Ratna, 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.