286

Click here to load reader

Awal pertikaian

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pertikaian yang membawa bencana untuk hubungan kerabat keluarga

Citation preview

Page 1: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

1

PANDAWA KURAWA

Page 2: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

2

PANDAWA KURAWA

Page 3: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

3

PANDAWA KURAWA

AWAL PERTIKAWAL PERTIKAWAL PERTIKAWAL PERTIKAAAAIAN IAN IAN IAN

Karya Karya Karya Karya

Hermawan Hermawan Hermawan Hermawan

Page 4: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

4

PANDAWA KURAWA

Novel ini aku persembahkan untuk kedua

orang tuaku sebagai tanda baktiku dan

untuk adikku tercinta semoga kalian tetap

sehat dan berada bersama Allah SWT

Page 5: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

5

PANDAWA KURAWA

DAFTAR ISI

1. AWAL KISAH...................................................................... 8

2. TEKA _ TEKI NARASOMA............................................ . 22

3. SAYEMBARA MANDURA............................................. . 47

4. LAHIRNYA DARAH KURU............................................. . 64

5. AWAL PERTIKAIAN....................................................... .. 97

6. DRONA SANG GURU SEJATI......................................... . 107

Page 6: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

6

PANDAWA KURAWA

7. MELENYAPKAN PANDAWA BAG 1.............................. . 164

8. MEMBASMI KEJAHATAN............................................... . 194

9. SEKUTU PRINGGONDANI............................................. . 244

PRAKATA

Sebuah sejarah yang panjang yang mengisahkan darah yang bergejolak

dari sebuah negara yang harus di perebutan oleh dua orang yang masih keturunan

sama. Yaitu keturunan Prabu Barata. Terselip suatu peristiwa yang mengilhami

bahwa suatu peperangan dapat membuat negera tersebut menderita dan membawa

bencana tapi apakah suatu kekekuasan harus di peroleh dengan tindakan

Page 7: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

7

PANDAWA KURAWA

kekerasan?. Dan mengapa agar suatu kekuasaan yang bukan miliknya harus

dipertahanan dengan menempuh perang ?.

Sebenarnya apa yang ada di pikiran manusia. Mengapa kekuasan dan

kewibawan yang berarti harus ada kemewahan dan keindahan dalam

pemerintahan ..??. Apa yang sebenarnya itu ?”.

Dari kisah yang saya tulis yang mengkisah dua keturunan yang berseteru.

Yaitu kurawa dan Pandawa. Kisah ini mengilhami kisah perang Baratayauda.

Dalam kisah ini pasti ada dua kubu. Yang satu baik dan jahat. Pandawa yang

merupakan kubu baik dan merupakan trah raja yang sah sebagai penerus kerajaan

Hastina. Tapi apa yang terjadi ..?”. Setelah Pandawa dewasa ia malah mendapat

perlakuan kasar dari para saudara Kurawa. Tapi mereka tetap diam selama masih

dalam Kebenaran. Saat mengumumkan Puntadewa sebagai pewaris tahta kerajaan

Hastina. Kurawa mulai menggunakan rencana licik agar kekuasan jatuh padanya.

Tapi apa yang didapatkan .../?”

Bahwa Kebenaran pasti Menang. Selama Pandawa masih dalam

Kebenaran maka kemenanagan akan datang. Sesuai janji yang tertulis dalam buku

yang pernah ditulis oleh eyang mereka tentang nasib kerajaan yang ditentukan

lewat perang jika hubungan damai tidak berhasil.

Dalam buku ini kisah patriot seorang anak Pandawa yang rela mati demi

kemenangan para junjungan. Walaupun sekarang banyak generasi muda yang

telah hilang semangat patriot tanah air bahkan rela negara dijajah.

Tapi itu semua belum cukup. Bagaimana bahwa kebenaran itu harus

ditegakkan. Sesuai dengan agama yang kita anut.

Page 8: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

8

PANDAWA KURAWA

Buku ini saya tulis hanya untuk sebagai contoh sikap hidup yang selalu

memegang teguh sikap Kebenaran sesuai dengan agama yang dianut. Dan untuk

memberikan gambaran bahwa Kebenaran akan selalu menang walaupun tidak

begitu cepat.

Demikian kata – kata yang dapat saya tulis dan ungkapkan. Bila dalam

penulisan kata atau kalimat tidak berkenan. Saya mohon maaf. Dan saya

menunggu saran dan kritik dari Anda untuk kemajuan buku yang saya tulis ini.

Sekian terima kasih

PENULIS

AWAL KISAH

Inilah aku begawan Palasara, ingin mengungkapkan bahwa akulah, bukan

Sentanu sebagaimana kitab-kitab besar menulisnya, pemilik sah Hastinapura.

Semenjak awal, hikayat memang sarat dengan absurditas. Aku mungkin bukan

siapa-siapa, manusia yang tak ber-apa-apa. Putri, berbaliklah.”Kubalurkan minyak

dari telapak, kuusapkan menyusuri permukaan perutnya, Namun Sakri, ayahku,

dan Sakutrem, kakekku, pernah mencoreng wajah para dewa-setidaknya menurut

Page 9: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

9

PANDAWA KURAWA

nalar-ketika keduanya, pada masa yang berbeda, berhasil membasmi para

penyerang Suralaya, yang tak mampu dihadapi bahkan oleh dewanya para dewa.

Sakutrem membunuh raja Nuswantara, sedangkan Sakri membinasakan entah raja

siapa, karena tak tercatat dalam hikayat. Logika yang kacau pula, bukan?

Bedanya, kemudian,Sakutrem mendapat anugerah seorang dewi jelita, sedangkan

keinginan Sakri untuk beristrikan bidadari yang serupa ditolak mentah-mentah

para dewa. Padahal, kurasa, keinginan Sakri itu wajar saja.

Disamping mengalahkan penyerbu Suralaya, ia juga masih berdarah

dewa. Bukankah Sakutrem itu putra Resi Manumayasa, cucu Resi Parikenan, dan

cicit Resi Bremani? Bukankah Bremani itu putra Batara Brama? Dan bukankah

Batara Brama itu putra Sang Manikmaya dan Dewi Uma? Bukan berarti aku

sedang mengaku-aku sebagai keturunan dewa. Aku juga tidak bangga karenanya.

Aku hanya mencoba menguraikan bukti bahwa ada bibit-bibit ketidakadilan yang

dilakukan para dewa. Aku sendiri tak punya banyak ambisi. Sejak muda aku

malah lebih suka bertapa di rimba raya. Aku ingin mengikuti laku kakek Resi

Manumayasa, yang mencapai taraf mumpuni dalam olah batin dan kanuragan

sekaligus.

Jangankan hanya sepasang burung pipit, sedangkan terhadap yang

berwujud segala rupa yang menakutkan aku tak beringsut setapak pun dari titik

pusat semadiku. Apalagi hanya selusin bidadari yang gemulai menari, cuma

berbusana kelopak bunga di sekeliling pinggangnya. Juga ketika kedua burung

kecil itu membangun sarang, melalui jalinan tangkai demi tangkai ranting dan

Page 10: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

10

PANDAWA KURAWA

helai demi helai ilalang dan daun kering, lalu bercinta dan membuahkan telur di

atas kepalaku.

Sebuah awal kehidupan, yang ditandai dengan akhir riwayat kehidupan

yang lain. Hanya cicit-cicit makhluk mungil, pilu mengorek telinga, ketika

pasangan induknya justru terbang entah ke mana. Dewata, jangan kau uji aku

dengan penderitaan bibit-bibit kehidupan yang murni. Biarlah aku gagal menjalani

tapa, tapi jangan sampai terputus harapan-harapan baru.

Tak tahan aku mendengar cicit-cicit tak berdaya itu. Gelombang suaranya

yang tak seberapa ternyata mampu meremukkan jantung melebihi auman raja

rimba. Kubatalkan tapaku, kuturunkan sarang di atas kepalaku, dan kukejar induk

yang telah meninggalkan anak-anaknya. Kukejar dari kedalaman rimba, hingga

semakin masuk kedalam. Di tepi Bengawan Gangga. Aku hanya menemukan

kesunyian. Hanya desir angin dan riak air sungai.

“Apa yang kaucari, anak muda?”Aku membalik badan.Dua sosok

bercahaya putih berdiri dengan sikap jumawa.“Aku mencari sepasang burung

pipit.”“Kamilah burung yang kaucari,” kata yang seorang, dengan sepasang

tangan berlipat di dada dan sepasang tangan lain mencengkeram tongkat bertatah

permata. Mataku luruh. Aku berlutut dan menyembah.

“Bagaimana dengan nasib anak-anak burung itu?”

“Tak perlu kau pikirkan. Engkau punya kewajiban yang lebih besar,

mengobati penderitaan Putri Wirata.”“Bagaimana caranya?” “Engkau akan tahu.”

Salah satu tangan kanannya mengasongkan sebuah botol warna jingga.

“Di mana bisa kutemui dia?” “Arah matahari terbenam.”

Page 11: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

11

PANDAWA KURAWA

Aku menoleh. Matahari yang hampir jatuh di seberang sungai membuat

pandanganku silau, dan tak kulihat apa-apa. Ketika kutolehkan lagi kepala, dua

sosok bercahaya itu telah sirna. Kutatap gelombang Gangga. Terlalu besar,

terlampau lebar, dan pasti sangat dalam untukkuarungi. Bahkan daratan di

seberang pun hanya tampak seperti garis samar.

Ada kecipak air beriak. Sebuah perahu pelahan melaju. Ah, mungkin ada

orang yang bersedia menyeberangkanku. Dan benar, justru perahu itulah yang

mendekat. Perahu nelayankah? Bau amisnya begitu menyengat hidungku. “Tuan

hendak menyeberang?” Seseorang bertanya lebih dulu. Suara perempuan. Lembut

dan sedikit serak. Bau amis makin menyesaki hidungku. “Apakah aku berhadapan

dengan Putri Wirata?”

“Bagaimana Tuan tahu?”

“Tuan Putri bersedia menyeberangkanku?” Aku balik bertanya

“Asal Tuan bersedia mengobatiku hingga sembuh.” Aku meloncat ke

perahu. Mendekati putri cantik itu.

Perempuan yang cantik, berlilit kain sederhana hingga sebatas dada.

Rambutnya air terjun yang berkilau oleh segaris sisa matahari. Benarkah bau amis

itu meruab dari sekujur tubuhnya yang sesungguhnya indah tiada tara? “Benar,

Tuan, dan saya sangat menderita karenanya.” Ia seakan sudah tahu apa isi hatiku.

“Aku akan memohon.”

Kulipat kedua kakiku di lantai perahu. Kutangkupkan kedua telapak

tanganku, dan kupejamkan mataku. Hanya bidang hitam. Dan kemudian titik

cahaya putih, gemilang, makin lama makin besar, dan akhirnya mewujud sosok

Page 12: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

12

PANDAWA KURAWA

bertangan empat itu. Oleskan minyak Jayengkaton yang kuberikan padamu,

bisiknya, jelas menyelusup dalam isi kepala.

“Ampuni Tuan Putri, saya akan mengoleskan minyak ini ke sekujur

tubuhmu.” Oh, jagat, ampuni aku, hanya inilah jalan yang bisa kutempuh.“Tuan

Putri, bukalah pakaianmu. Saya akan menutup mataku.”

Kulepas ikatan bandana di kepala, lalu kupasang menutupi mata, dan

kuikat kencang di bagian belakang. Gelap segera menyungkup. Hanya napas yang

kutahan-tahan, agar bau amis tak menyelusup hingga dada. Kuusapkan

Jayengkaton ke sekujur tubuhnya. Oh, tubuh yang begitu mulus. Seandainya tak

meruabkan bau amis yang menyengat. Dewa pengatur jagat, beri aku kekuatan.

Kubalurkan cairan minyak dari telapak, kuusapkan dari bawah tengkuk

pelan-pelan menyusuri kulitmu yang, duhai, kenyal dan lembut seperti karet,

menuruni lekukan di tengah punggungnya yang melandai bagai alur sungai lurus

ke dataran rendah, dan berakhir di lembah, di antara tonjolan bokongnya yang

membukit. Kurasakan, bukit itu menggerinjal seperti entakan sebuah gempa.

“Ampun Tuan yang lembut, hmm — seperti boneka, melesak sedikit

melalui lekuk pusarnya dan yang sedikit menonjol di tengahnya, mendaki hingga

celah dua bulatan payudaranya yang melembung dan kurasakan seperti kubah

kembar, dan berakhir menjelang pundak kirinya.

Oh, disertai lenguhan di bibir, tubuhnya bergetar. Tubuhku menggetar.

Tak ada lagi bau amis. Yang ada adalah keharuman yang memabukkan.

“Lepaskan bandanamu,” bisiknya. Napasnya mengusappipiku.

Page 13: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

13

PANDAWA KURAWA

Mentari telah hilang. Langit menyungkup dengan bidangnya yang remang.

Ombak Gangga hanya riak. Namun ombak di dada bergemuruh menggelegak.

Dan berahi pun tak terkendali.

Duhai dewata, jangan salahkan hamba, berahi adalah karunia purba yang

turun-temurun diwariskan para dewa, semenjak Sang Manikmaya dan Dewi Uma

bahkan bercinta di angkasa di atas punggung Sang Andini.) Tentu tak bisa

kunihilkan peran dewata, yang membantuku menolong Putri Wirata, dan lantas

memboyongnya menjadi belahan jiwa, dan kemudian membangun sebuah negara

yang kelak akan menjadi adidaya.

“Kunamakan negeri ini Hastina, dan engkau menjadi permaisuri yang akan

memancarkan keharuman ke negeri-negeri manca,” kataku. “Aku sangat bahagia,”

katanya. Wajahnya memancarkan cahaya, apalagi setelah rahimnya menjadi

pelindung setia sang putra, Abiyasa. Namun (begitulah selalu bagian dari cerita:

namun –) di jagat fana ini kebahagiaan tak pernah abadi.

Ketika itu Prabu Santanu mendengar desas-desus bahwa di sekitar sungai

Yamuna tersebar bau yang sangat harum semerbak. Suatu hari, seperti angin yang

membadai tiba-tiba, datang ksatria gagah tampan menggendong bayi dalam

pelukan. Wajahnya muram, tapi matanya seakan menggeram.

“Tolong susui bayiku Dewabrata, dengan susu Sang Ratu,” katanya. Aku

tak mampu berkata-kata mendengar permintaannya yang tak biasa. “Aku tak bisa

mengizinkan kecuali dengan izinnya, ”jawabku. “Aku hanya ingin agar anakku,

yang tak lagi beribu, dapat mencicip zat-zat kehidupan yang paling bermutu.”

Page 14: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

14

PANDAWA KURAWA

Kupanggil istriku. Matanya tersenyum.Kuanggukkan kepala. Namun mata

ksatria itu benar-benar menggeram ketika mulut mungil Dewabrata dengan rakus

mengisap puting Putri Wirata, permaisuriku. “Aku Sentanu dari Talkanda.

Permaisuri terlalu rupawan bagimu. Bagaimana kalau aku meminta agar ia

menjadi istriku?”Aku membelalak.

“Oh, ksatria yang baru kukenal, benarkah kata-kata yang kudengar?”“Bila

perlu, kita tentukan di palagan. ”Tak tahan lagi mendengar penghinaan yang

paling menghinakan, kuterjang tubuhnya yang tak berkuda-kuda.Ia menggelepak

dalam sekali gebrak.

Dengan cepat ia melenting dan menjulurkan tinjunya. Namun aku sudah

menduga gerakannya. Kumentahkan pukulannya dengan tangan yang terbuka.

Tubuhnya kembali terjengkang. Dan aku akan melayangkan hantaman pemungkas

tatkala melayang cahaya terang dari langit siang. “Cucuku, tahan

pukulanmu!”Sesosok tubuh tambun yang bercahaya berdiri di antarakami.

Mmh, kebayan para dewa rupanya.“Sudahlah, berikan negara dan

istrimu,” katanya.

“Mengapa?”“Kau akan tahu kelak sebabnya.”“Tapi mengapa?”

“Sudahlah, aku dewa, dan aku lebih tahu segalanya.

”Namun hingga sekarang aku tak pernah tahu mengapa negeri dan istriku

tercinta harus menjadi milik orang lain. Aku juga terus-menerus sangsi benarkah

dewa lebih tahu segalanya. Akhirnya Palasara menuruti bisikan dewa. Ia

menyerahkan istri dan negeranya. Ia hidup sebagai pandita di pertapan Rahtawu.

Page 15: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

15

PANDAWA KURAWA

Barata

Prabu Santanu jatuh cinta dan hendak melamar gadis tersebut. Ketika Sang

Raja melamar gadis tersebut, Gandawati mengajukan syarat bahwa jika ia harus

menjadi permaisuri Prabu Santanu, ia harus diperlakukan sesuai dengan Dharma

dan keturunan Gandhawati-lah yang harus menjadi penerus tahta. Mendengar

syarat tersebut, Sang Raja pulang dengan kecewa dan menahan sakit hati. Ia

menjadi jatuh sakit karena terus memikirkan gadis pujaannya yang tak kunjung ia

dapatkan. Sementara Abiyasa mengikuti ayahnya yang bertapa di Rahtawu.

Sampai akhir hayat di Rahtawu.

Melihat ayahnya jatuh sakit, Dewabrata menyelidikinya. Ia bertanya

kepada kusir yang mengantarkan ayahnya jalan-jalan. Dari sana ia memperoleh

informasi bahwa ayahnya jatuh cinta kepada seorang gadis. Akhirnya, ia

berangkat ke sungai Yamuna. Ia mewakili ayahnya untuk melamar puteri

Dasabala, Gandhawati, yang sangat diinginkan ayahnya. Ia menuruti segala

persyaratan yang diajukan Dasabala.

Ia juga bersumpah tidak akan menikah seumur hidup dan tidak akan

meneruskan tahta keturunan Raja Kuru agar kelak tidak terjadi perebutan

kekuasan antara keturunannya dengan keturunan Gandhawati. Sumpahnya

disaksikan oleh para Dewa dan semenjak saat itu, namanya berubah menjadi

Bisma. Akhirnya Prabu Santanu dan Dewi Gandhawati menikah lalu memiliki

dua orang putra bernama Citrānggada dan Wicitrawirya. Prabu Santanu wafat dan

Bisma menunjuk Citrānggada sebagai penerus tahta Hastinapura. Belum lama

Page 16: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

16

PANDAWA KURAWA

berkuasa Citranggada meninggal dan belum mempunyai permasuri. Maka untuk

selanjutnya di serahkan kepada Wicitrawirya.

Maka naik tahta sang Wicitrawirya. Kelak Wicitrawirya akan menurunkan

keluarga besar Pandawa dan Kurawa. Maka agar tak seperti kakaknya yang tak

memiliki keturunan sebelum turun tahta. Sang Ibu Setyawati segera mencarikan

permasuri. Bahwa terdengar kabar di kerajaan Kasi ada sebuah sayembara tanding

untuk merebutkan seorang putri cantik dari Kerajaan Kasi. Ia menyuruhnya

Anaknya Dewabrata untuk mengikuti sayembara tersebut. Karena demi janji yang

telah diucapakn sang Dewabrata menuruti perintah sang Ibu.

Bisma segera berangkat ke Kerajaan Kasi. Dan mohon doa restu dari sang

ibu agar berhasil. Bisma segera datang ke tempat sayembara. Ia mengalahkan

semua peserta yang ada di sana, termasuk Raja Salwa yang konon amat tangguh.

Bisma memboyong Amba tepat pada saat Amba memilih Salwa sebagai

suaminya, namun hal itu tidak diketahui oleh Bisma dan Amba terlalu takut untuk

mengatakannya.

Bersama dengan tiga adiknya yang lain, yaitu Ambika dan Ambalika,

Amba diboyong ke Hastinapura oleh Bisma untuk dinikahkan kepada

Wicitrawirya. Kedua adik Amba menikah dengan Wicitrawirya, namun hati

Amba tertambat kepada Salwa. Setelah Amba menjelaskan bahwa ia telah

memilih Salwa sebagai suaminya, Wicitrawirya merasa bahwa tidak baik untuk

menikahi wanita yang sudah terlanjur mencintai orang lain. Akhirnya ia

mengizinkan Amba pergi menghadap Salwa.

Page 17: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

17

PANDAWA KURAWA

Ketika Amba tiba di istana Salwa, ia ditolak sebab Salwa enggan menikahi

wanita yang telah direbut darinya. Karena Salwa telah dikalahkan oleh Bisma,

maka Salwa merasa bahwa yang pantas menikahi Amba adalah Bisma. Maka

Amba kembali ke Hastinapura untuk menikah dengan Bisma. Namun Bisma yang

bersumpah untuk tidak kawin seumur hidup menolak untuk menikah dengan

Amba. Akhirnya hidup Amba terkatung-katung di hutan. Ia tidak diterima oleh

Salwa, tidak pula oleh Bisma.

Karena Amba terus mendesak dan memaksanya, akhirnya tanpa sengaja

ia tewas oleh panah Dewabrata yang semula hanya bermaksud untuk menakut-

nakutinya. Sebelum meninggal Amba mengeluarkan kutukan, akan menuntut

balas kematiannya dengan perantara seorang prajurit wanita, yaitu Srikandi.

Kutukan Dewi Amba terhadap Dewabrata menjadi kenyataan. Dalam perang

Bharatayuddha, arwahnya menjelma dalam tubuh Srikandi dan berhasil

menewaskan Bisma (Dewabrata).

Dalam kurun waktu yang tak terlalu lama Citrawirya tak kunjung

memberikan cucu malah kematian datang menjemput. Ia mati dalam keadaan

belum punya keturunan.

Setelah kematian Citranggada dan Citrawirya anak-anak Dewi Setyawati

dengan Prabu Sentanu.” Dewi Gandawati merasakan kebimbangan terus siapa

yang akan melanjutkan pemerintahan Hastina...?”. Ia mulai teringat akan anak

yang pertama di Rahtawu. Maka ia mengirim utusan untuk memberitahukan

maksudnya. Surat sudah di tangan Abiyasa. Dewi Gandawati meminta Begawan

Abiyasa untuk memberikan keturunan. Atas permintaan ibunya, Begawan

Page 18: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

18

PANDAWA KURAWA

Abiyasa menikah dengan janda adik tirinya. Maka lahirlah kestatria yang buta dari

Dewi Ambika karena saat bertemu Abiyasa ia menutup mata yang diberinama

Destarata. Dan Pandu yang tengleng dan bule dari Dewi Ambalika karena pada

saat bertemu ia memaling muka. Karena anaknya cacat, Dewi Satyawati

memintanya untuk berketurunan lagi sehingga lahir Yamawidura dari dayang

bernama Datri. Namun, Yamawidura pun cacat, yaitu kakinya timpang. Karena

ketika Datri bertemu Abiyasa ia lari sambil terpincang – pincang.

Karena pemerintahan Hastina yang komplang tanpa ada pemimipin.

Abiyasa disuruh sang Ibu untuk naik tahta menggantikan adiknya. Abiyasa

menurut. Dan bergelar Prabu Kresnadwipayana. Naik tahta sang Abiyasa menjadi

raja Hastina. Ketentraman dan kedamaian bagi kerajaan Hastina.

Barata

Melihat anaknya sudah mencapai dewasa. Di Negara Astina, Prabu

Kresnadwipayana sedang memikirkan suksesi kerajaan untuk menggantikan

dirinya. Ia merasa sudah tua dan saatnya untuk diganti yang lebih muda. Hal itu

untuk melancarkan jalannya tata pemerintahan dan menghindari adanya konflik

baik dari dalam maupun dari luar.

Tetapi Prabu Kresna Dwipayana merasa gundah karena sesuai adat hukum

kerajaan bahwa yang berhak menggantikannya adalah putra tertua yakni Raden

Drestarasta tetapi ia mempunyai kekurangan yakni cacat netra. Hal ini akan

menimbulkan ketidaklancaran jalannya pemerintahan, sehingga bisa

Page 19: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

19

PANDAWA KURAWA

menimbulkan ringkihnya kerajaan. Tapi bila ia memilih anaknya yang kedua,

inipun akan dianggap menyalahi adat hukum kerajaan, yang nantinya akan

menimbulkan ketidakpuasaan disisi lain.

Apalagi memilih anaknya yang ketiga, jelas tidak mungkin. Untuk itu ia

tidak ingin memaksakan kehendak, justru ia menyerahkan kepada ketiga anaknya

untuk berfikir siapa yang lebih mampu dan berhak untuk menggantikan dirinya R.

Drestarasta mengusulkan R. Pandu untuk menggantikan raja Astina. Ia merasa,

walau sebagai putra tertua, namun ia menyadari akan kekurangannya. Sebagai

seorang raja harus sempurna lahir dan batin hal ini untuk menjaga kewibawaan

raja dan lancarnya pemerintahan. Namun R. Pandu tidak bersedia, ia berpedoman

sesuai adat hukum kerajaan bahwa yang berhak menduduki raja adalah putra

tertua, bila dipaksakan dikawatirkan dikemudian hari akan menimbulkan masalah.

R. Yamawidura juga menolak karena merasa paling muda dan belum cukup umur

untuk memikul tanggung jawab sebagai raja.

Prabu Kresnadwipayana pertama merasa senang ternyata anak-anaknya

dapat berfikir dengan hati nuraninya, menyadari akan kekurangan yang ada dalam

dirinya dan bisa mendudukkan posisinya masing-masing, sehingga tidak saling

berebut kekuasaan yang bisa menimbulkan perpecahan dan persaudaraan. Tapi

Prabu Kresnadwipayana juga semakin gundah, bila suksesi tidak segera dilakukan

akan menimbulkan ringkihnya kerajaan dan kurang lancarnya tata pemerintahan,

hal ini akan menimbulkan ancaman baik dari luar maupun dari dalam kerajaan.

Disaat suasana semakin sedih dan gundah, tiba-tiba dikejutkan datangnya

laporan bahwa Astina kedatangan musuh dari negara Lengkapura yang dipimpin

Page 20: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

20

PANDAWA KURAWA

Prabu Wisamuka. Prabu Krenadwipayana semakin gundah tapi satu sisi ia merasa

dapat jalan, dalam dirinya berfikir. Kini, inilah jalan untuk menguji ketiga

putranya, siapa diantara ketiga putranya yang berhasil mengusir musuh sehingga

disitu dapat dijadikan alasan untuk menetapkan jadi raja, sehingga rakyat nanti

betul-betul menilai pemimpinnya sudah teruji dam mampu menyelamatkan

rakyat, bangsa dan negaranya. Akhirnya ketiga putranya berangkat ke medan

perang menghadapi Prabu Wisamuka

Di medan pertempuran ketiga putra Astina berhadapan dengan Prabu

Wisamuka. Namun karena kesaktian Prabu Wisamuka, ketiga putra Astina dapat

dikalahkan, sehingga mengundurkan diri dan kembali ke Istana, tetapi R. Pandu,

tidak kembali ke istana tapi masuk ke hutan mencari sarana untuk dapat

mengalahkan musuh.

Dalam perjalanan di hutan, R. Pandu betemu dengan Batara bayu dan

Kamajaya yang sebelumnya menyamar menjadi raksasa dan menyerang Pandu

setelah dikalahkan kembali ke ujudnya. Oleh Bayu Pandu mendapat Aji

Bargawastra dan di aku anak oleh Bayu dan diberi nama Gandawrakta dan oleh

Kamajaya diberi keris Kyai Sipat Kelor. Setelah mendapatkan kesaktian R. Pandu

kembali ke istana.

Di Negara Amarta, Prabu Kresnadwipayana merasa sedih karena

kepergian R. Pandu yang tidak berpamitan sebelumnya, apalagi negara dalam

keadaan bahaya. Tiba-tiba R. Pandu datang dan menceritakan maksud

kepergiannya. Selanjutnya R. Pandu bermaksud ingin mengusir musuh dari

Negara Astina. Maka dengan dibantu sahabat-sahabat kerajaan Astina, antara lain

Page 21: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

21

PANDAWA KURAWA

Prabu Kuntiboja dari Mandura, Prabu Mandradipa dari Kerajaan Mandraka,

Pandu berangkat ke medan pertempuran.

Dengan kesaktian R. Pandu, Prabu Wisamuka dapat dibunuh dan bala

tentaranya melarikan diri. Negara Astina kembali dalam keadaan aman, Pandu

kembali ke Istana. Dengan keberhasilan R. Pandu mengusir musuh dan

menyelamatkan negara ini, mendorong hati saudara tua maupun mudanya yakni

R. Drestarasta dan R. Yamawidura untuk mendukung sepenuhnya R. Pandu untuk

menggantikan Raja Astina. Prabu Kresna Dwipayana juga sependapat dengan

anak-anaknya bahwa Pandu dianggap yang paling mampu memimpin negara

Astina. Resi Bisma yang hadir di negara Astina saat itu juga mendukung

pengangkatan R. Pandu untuk menjadi raja Astina. Maka dengan dukungan penuh

baik dari kakek, ayah, saudara dan rakyat Astina, Pandu dinobatkan menjadi raja

Astina menggantikan Prabu Kresna Dwipayana dengan gelar Prabu Pandu

Dewanata.

TEKA – TEKI NARASOMA

Sebelumnya ada sebuah kisah lain disisi kerajaan Mandraka . Kisah ini

berawal dari seorang resi muda yang telah berhasil membantu para dewa dalam

menumpas kerusuhan bangsa Jin Banujan di kahyangan Suralaya. Tersebutlah

Bambang Anggana Putra dari pertapaan Argabelah, putra kedua Resi Jaladara dari

pertapaan Dewasana dengan dewi Anggini, keturunan Prabu Citragada, raja

negara Magadha. Atas jasa-jasanya itulah Anggana Putra mendapat anugerah dari

Page 22: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

22

PANDAWA KURAWA

Batara Guru, yaitu diperkenankan menikahi salah seorang bidadari kahyangan

Maniloka

Di istana Jonggring Salaka, kahyangan Suralaya Maniloka, para dewa

sesangga jawata duduk di paseban agung menunggu sabda Raja Triloka.

Sementara di dampar kencana Mercupunda, Sanghyang Tengguru atau juga yang

dikenal dengan nama Sanghyang Manikmaya, Jagatnata, Batara Guru, bersabda.

"Anggana Putra, sesuai janjiku padamu, atas jasa-jasamu dalam menumpas

kerusuhan di kahyangan Suralaya, maka aku akan menganugerahkanmu seorang

bidadari untuk kau persunting. Pilihlah olehmu salah seorang diantara para

bidadari Maniloka ini".

Mendapatkan anugerah dan penghormatan dari raja Tribuana, Bambang

Anggana Putra sangat suka cita hatinya, ia merasa tersanjung atas penghormatan

yang telah diberikan kadewatan kepadanya, penghormatan dimana ia

diperkenankan bebas memilih sendiri bidadari yang akan dijadikan istrinya.

Bambang Anggana Putra adalah seorang yang berbudi luhur, jujur, dan polos

wataknya, ia salah seorang yang memiliki darah putih, hanya saja dibalik

kepribadian-kepribadiannya yang baik, sebagai manusia tetap ada satu kelemahan

yang dimilikinya, yaitu sifat jenakanya yang terkadang tidak dapat menempatkan

diri, ia sangat suka bersenda gurau yang pada akhirnya menyeret dia pada satu

masalah yang merenggut hari-hari depannya.

"Ampun pukulun... Sungguh hamba sangat bahagia mendapat anugerah

pukulun, seperti yang pukulun tawarkan kepada hamba memilih salah seorang

Page 23: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

23

PANDAWA KURAWA

bidadari Maniloka untuk dipersunting, namun melihat para bidadari penghuni

Maniloka ini yang semuanya berparas jelita membuat hamba tidak mampu

menentukan pilihan, akan tetapi walaupun begitu, sesungguhnya hamba pernah

mengagumi salah seorang diantara mereka".

"Siapakah gerangan Anggana Putra? Aku telah memberimu kesempatan

untukmu”.

"Jika pukulun tidak keberatan, pilihan hamba jatuh pada dewi Uma,

bidadari yang selama ini hamba kagumi".

Seperti ada halilintar menghantam dampar kencana Mercupunda, tubuh

Batara Guru bergetar, mukanya merah padam, hatinya menjadi panas sepanas

kawah Candradimuka. Semua para dewa terkesiap mendengar ucapan Bambang

Anggana Putra.

"Samudra madu kupersembahkan untukmu, namun sebaliknya kau

memberi cawan yang berisi racun kepadaku. Lancang ucapmu, Anggana Putra".

Batara Guru tidak dapat menahan amarahnya, ia sangat tersinggung dengan

ucapan Anggana Putra yang telah dianggap menodai kewibawaannya sebagai Raja

Tribuana. Betapa tidak, dewi Uma adalah kameswari Suralaya, ia adalah kekasih

hati dan permaisuri Sanghyang Guru sendiri.

Melihat gelagat yang kurang mengenakan, Anggana Putra segera menjura

hormat.

Page 24: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

24

PANDAWA KURAWA

“Ampun pukulun… Maafkan ucapan hamba tadi, sebenarnya hamba tidak

bermaksud menghina kewibawaan paduka, hamba hanya bermaksud bersenda

gurau karena pukulun menyuruh hamba memilih salah seorang bidadari penghuni

Maniloka tanpa pengecualian, maka hamba mengguraui pukulun, sebab dewi

Uma sendiri adalah bidadari penghuni Maniloka. Mohon pukulun memafkan sifat

jenaka hamba”.

Mungkin mudah memadamkan api yang sedang membakar, tetapi sangat

sulit meredakan api kemarahan dalam hati. Kemarahan tidak pernah timbul tanpa

alasan, walau alasan itu tidak selamanya benar. Dan alasan apapun yang dikatakan

Anggana Putra tidak mampu meredam kemarahan Sanghyang Guru.

"Sifatmu sangat tidak terpuji, kau tidak memiliki tatakrama. Hai putra

Jaladara! Kau telah menodai kewibawaanku, sungguh tidak pantas seorang resi

sepertimu memiliki sifat demikian, kau tidak ubahnya seperti Duruwiksa (raksasa

yang bertabiat biadab)”.

Sekecap sabda Raja Triloka, sabda yang dilambari sir aji kemayan

seketika merubah wujud Bambang Anggana Putra. Sirna kerupawanannya

berubah bentuk menjadi raksasa. Para dewa sesangga jawata geger melihat

perubahan wujud Bambang Anggana Putra.

"Ampun pukulun... Mohon pukulun mempertimbangkan kesalahan hamba

dengan hukuman yang pukulun jatuhkan kepada hamba. Mohon kembalikan

wujud hamba". Anggana Putra merasa sedih melihat perubahan dirinya.

Page 25: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

25

PANDAWA KURAWA

"Ludah telah dibuang pantang kujilat kembali. Sabdaku adalah hukum.

Pulanglah kau ke pertapaanmu. Sesuai janjiku, aku akan memberikan seorang

bidadari untukmu, tetapi aku akan menunjuk dewi Darmastuti sebagai istrimu, ia

akan menemani hari-harimu di Argabelah, namun kelak jika dewi Darmastuti

melahirkan seorang anak, maka ia akan kembali pulang ke kahyangan”.

Batara Narada tertegun mendengar sabda Raja Tribuana, ia sangat prihatin

dengan keadaan Bambang Anggana Putra. "Oladalaa... Adi Guru, tidak cukupkah

hukuman yang kau berikan? Setelah wujudnya kau rubah menjadi raksasa,

kebahagiaannya pun kau renggut. Pertimbangkan kebijaksanaanmu. Jagalah hati

dan pikiranmu dari nafsu amarahmu agar sabdamu tidak selalu bertindak lebih

cepat dari pikiranmu”.

Batara Guru menganggap semuanya sudah terlanjur, tidak dapat dirubah

lagi. Anggana Putra sangat sedih, ia tidak menyangka akan mendapat hukuman

sedemikian rupa. Setelah melakukan penghormatan yang terakhir kalinya,

Anggana Putra lalu pergi meninggalkan kadewatan Suralaya menuju Argabelah.

Sepeninggalnya Bambang Anggana Putra, ternyata Batara Guru masih

menyimpan dendam. Diam-diam ia masuk ke dalam perut bumi, menembus Sapta

Pertala (lapisan bumi ketujuh). Disana ia mengambil selongsong kulit Raja Naga

Hyang Antaboga yang mengalami pergantian kulit setiap 1000 tahun sekali.

Dengan kesaktiannya selongsongan kulit Raja Naga itu dicipta menjadi Taksaka

(naga) yang sangat sakti mandraguna. Saktinya Taksaka karena Batara Guru telah

memasukan sukma Candrabhirawa yang telah ditangkapnya saat melayang-layang

Page 26: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

26

PANDAWA KURAWA

mencari penitisan. Taksaka lalu dititahnya untuk menghadang perjalanan

Bambang Anggana Putra dengan maksud membinasakannya. Taksaka segera

melesat secepat kilat tatit menyusuri lapisan-lapisan bumi, mengejar Bambang

Anggana Putra.

Tidak berapa lama ketika Anggana Putra masih melayang di udara hendak

dalam perjalanan pulang, Taksaka yang memiliki kecepatan luar biasa telah

sampai mengejarnya, ia melesat cepat keluar dari dasar bumi dan segera

menyergap tubuh Bambang Anggana Putra. Tubuh Anggana Putra diterkam dan

dibanting dari atas udara. Anggana Putra luruh jatuh menghantam bumi,

menghancurkan bebatuan cadas gunung. Tidak sampai disitu, Takasaka kembali

memburu Anggana Putra yang saat itu segera bangkit. Secepat tatit Taksaka

kembali menyerangnya dengan menyemburkan wisa upas/racun dan api yang

keluar dari mulutnya. Api berkobar diseantero pertarungan mereka, wisa racun

melepuh meleburkan batu-batu dan tanah yang terkena semburannya. Akan tetapi,

racun-racun itu tidak mampu mematikan tubuh Anggana Putra, api pun tidak

mampu membakarnya. Bambang Anggana Putra digjaya, tubuhnya tidak cidera

sama sekali.

Perang tanding Anggana Putra melawan Taksaka berlangsung hebat.

Beberapa kali Taksaka melilit tubuh Anggana Putra dan hendak menghancur

luluhkan tulang-tulangnya, tapi tubuh raksasa itu seperti memiliki kekuatan yang

melebihi pasukan gajah Erawati. Hingga pada akhirnya, sang Taksaka tidak

mampu menandingi kesaktian Anggana Putra. Taksaka ditangkap, mulutnya

Page 27: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

27

PANDAWA KURAWA

dirobek hingga kepalanya terbelah menjadi dua. Lenyap wujud Taksaka tanpa

bekas, berubah menjadi sosok raksasa.

Raksasa jelmaan Taksaka itu merangsak maju menyerang Anggana Putra.

Dua raksasa mengadu kesaktian, mengadu kedigjayaan, saling pukul, saling

dorong, dan saling banting. Untuk beberapa saat pertempuran diantara keduanya

seperti seimbang, sama-sama tangkas dan cekatan, namun namun pada satu

kesempatan putra Resi Jaladara itu berhasil melukai dan membunuh musuhnya.

Ajaib! Setiap tetes darah yang keluar dari tubuh raksasa jelmaan Taksaka, dari

setiap darahnya yang membasahi rerumputan, bebatuan, dan benda apapun akan

berubah wujud menjadi raksasa yang besar dan bentuknya sangat sama satu antara

lainnya. Belum habis rasa heran Anggana Putra, raksasa-raksasa itu

menyerangnya. Anggana Putra dikepung, dikeroyok, dan diserang dari segala

penjuru. Anggana Putra berusaha melawan, akan tetapi setiap ia mampu melukai

dan membunuh raksasa-raksasa itu, maka tetesan darah mereka berubah menjadi

raksasa. Semakin banyak raksasa itu terlukai, maka tetesan darahnya menjadi

raksasa yang jumlahnya kian bertambah banyak dari sebelumnya, mati satu

tumbuh seribu. Karena merasa terdesak, Anggana Putra segera melompat jauh

menghindari kepungan bala raksasa. Dari tempat yang jauh Anggan Putra segera

melakukan meditasi, mengheningkan cipta, merapatkan kedua tangannya

menguncupkan seluruh panca indranya, sidakep sinuku tunggal.

Melalui wisik ghaib yang diterimanya, Anggana Putra diharuskan tidak

melawan, meredam segala nafsunya, menyatukan cipta dan rasa, menunjukan jati

dirinya sebagai seorang yang mengalir dalam tubuhnya darah putih. Semilir angin

Page 28: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

28

PANDAWA KURAWA

berhembus halus keluar dari setiap lubang tubuhnya, memancar cahaya putih dari

tubuhnya, tubuh Anggana Putra murub ngebyar memancarkan cahaya. Saat

raksasa-raksasa mengejar, dan mulai berdatangan mendekat, seketika raksasa-

raksasa itu sirna melebur menjadi satu, sirna wujud berubah menjadi cahaya.

"Bopo resi, ampun bopo resi… Aku, Candrabhirawa tidak sanggup

melawanmu karena engkau adalah seorang yang dialiri darah putih, untuk itu

perkenankan aku mengabdi kepadamu bopo resi... Jika kau membutuhkan aku

panggilah aku, Candrabhirawa." Sekelebat cahaya Candrabhirawa merasuk

menyusup ke gua garba, meraga sukma menjadi satu dengan Bambang Anggana

Putra. Demikian Candrabhirawa akan mengabdi kepada manusia berdarah putih,

seperti sebelumnya di jaman Arjuna Sasrabahu, ia mengabdi kepada Sukasrana,

dan kini ia kembali mengabdi kepada seorang berdarah putih, Anggana Putra

titisan Sukasrana.

Hari-hari selanjutnya, sesuai janji Sanghyang Otipati, dewi Darmastuti

turun dari kahyangan. Sang dewi kemudian diperistri oleh Bambang Anggana

Putra, mereka hidup rukun saling mengasihi dan menyayangi. Walau bentuk dan

rupa Bambang Anggana Putra kini adalah sosok seorang raksasa, tetapi dewi

Darmastuti sangat menyintainya, sangat patuh dan berbakti kepada suaminya.

Mahligai cinta diantara mereka kian tumbuh merekah seperti mekarnya bunga

hingga benih-benih cinta itu kemudian berbuah melahirkan seorang anak.

Anggana Putra dan dewi Darmastuti merasa bahagia karena cinta mereka

telah melahirkan seorang putri jelita yang kecantikannya telah mewarisi

Page 29: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

29

PANDAWA KURAWA

kecantikan ibunya. Namun kebahagiaan mereka berangsur surut ketika teringat

sabda Batara Guru, bahwa kelak sang dewi akan kembali pulang ke kahyangan

setelah ia melahirkan seorang anak. Anggana Putra sangat sedih karena ia akan

kehilangan istri yang sangat dicintai, begitu pun dengan dewi Darmastuti yang

harus meninggalkan bayi kecilnya. Kebahagiaan mereka seperti direnggut paksa,

direnggut oleh sebuah dendam, dendam yang tak kunjung padam.

Hari-hari dilalui Anggana Putra bersama putri kecilnya, Pujawati. Ia

membesarkan Pujawati dengan cinta dan kasih. Keteguhan hatinya membuat para

dewa dewi penghuni kahyangan merasa terharu, kecuali Sanghyang Guru yang

masih menaruh dendam kepadanya. Oleh sebab itu Batara Narada menamakannya

Bagaspati yang berarti matahari. Matahari yang bersinar terhadap bumi. Begitulah

Bagaspati kepada putrinya, ia menyinari, menumbuh kembangkan semangat,

memberikan penghidupan serta melindungi dengan penuh kasih sayang.

Barata

Sebuah kerajaan Mandaraka, negeri nan gemah ripah loh jinawi, subur

makmur tata tentrem kerta raharja. Negeri Mandaraka dipimpin oleh seorang raja

yang bernama Prabu Mandrapati dengan permaisurinya dewi Tejawati. Prabu

Mandrapati memiliki dua orang anak yang pertama seorang putra bernama

Bambang Narasoma, dan yang kedua adalah seorang putri bernama dewi Madrim.

Page 30: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

30

PANDAWA KURAWA

Alkisah Prabu Mandrapati mengundang putranya, Bambang Narasoma

untuk membicarakan masalah pernikahan putranya. Sudah sangat lama sang prabu

memendam rasa mengidam-idamkan seorang cucu dari putra mahkotanya, namun

hingga sampai saat itu Narasoma masih juga belum berkeinginan untuk membina

rumah tangga. Walau sang prabu sudah sering membujuknya, bahkan

menawarkan perjodohan dengan putri-putri anak raja dan bangsawan yang

menjadi sahabatnya, tetapi Narasoma selalu menolak secara halus.

"Ayahanda prabu, bukannya ananda menolak maksud baik ayahanda,

bukan pula ananda tidak berkeinginan untuk menikah, tetapi sampai saat ini

ananda masih belum menemukan seorang wanita yang sangat ananda idam-

idamkan, yaitu seorang wanita yang mirip seperti ibunda ratu”.

Ungkapan Narasoma membuat Prabu Mandrapati tersentak kaget, ia

menganggap putranya telah durhaka karena menyukai ibunya sendiri, padahal

sebenarnya maksud Narasoma adalah kemiripan kepribadiannya, sifat-sifatnya,

lemah lembut, kasih sayang terhadap anak dan setia kepada suami, hanya saja

tatkala ungkapan hati Narasoma belum tuntas diutarakan Prabu Mandrapati sudah

menuduhnya yang bukan-bukan dengan disertai amarah terlebih dahulu. Karena

murkanya, Prabu Mandrapati mengusir Narasoma dari istana. Ia tidak

memperkenankan putranya pulang sebelum mendapatkan seorang wanita untuk

dijadikan permaisuri.

Sebenarnya Narasoma adalah anak yang baik, berbakti kepada orangtua.

Dalam kesehariannya, ia sangat dekat dengan ibu dan adiknya, bercengkeraman

Page 31: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

31

PANDAWA KURAWA

dengan mereka, dan lebih banyak mencurahkan perasaan hatinya kepada mereka,

maka dari itu Narasoma sangat menyayangi ibu dan adiknya. Kepada mereka

Narasoma berjanji akan pulang kembali ke Mandaraka setelah nanti mendapatkan

wanita yang menjadi dambaan hatinya. Sebelum pergi meninggalkan istana,

Narasoma sempat menjenguk ibu dan adiknya di wisma Mandaraka, ia

menceritakan semua kesalah pahaman ayahandanya. Dewi Tejawati dan dewi

Madrim sangat prihatin, sebab mereka sangat memahami apa yang dimaksudkan

oleh Narasoma.

Dalam pengembaraannya ada banyak hal yang ditemui di luar istana. Ia

begitu merasa bebas seperti burung yang terbang sesuka hati, tanpa ada aturan-

aturan istana yang dirasakannya sangat membelenggu dan membatasi dirinya

dengan dunia luar. Dari sini ia dapat melatih diri dan mencari pengalaman baru,

mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan dari alam lingkungan sekitar yang

dipijaknya sebagai gudang dari segala ilmu, agar kelak dirinya menjadi lebih

matang sebelum dinobatkan menjadi seorang raja.

Kita tinggalkan sejenak perjalanan pengembaraan Narasoma, beralih

kepada Resi Bagaspati bersama putri tercintanya, dewi Pujawati.

Barata

Sementara waktu berputar digaris edarnya, di pertapaan Argabelah,

Pujawati telah tumbuh menjadi gadis dewasa, wajahnya cantik jelita tidak berbeda

dengan para bidadari hapsari penghuni kahyangan Maniloka. Tidak sia-sia

Page 32: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

32

PANDAWA KURAWA

Bagaspati mencurahkan seluruh kasih sayangnya terhadap Pujawati, sebab ia

tumbuh menjadi anak yang baik, berbakti dan sangat patuh kepada ayahnya. Suatu

hari Pujawati bermimpi dalam tidurnya, ia bermimpi bertemu dengan seorang

kesatria tampan yang mampu merebut simpatiknya.

Mimpi itu kerap terjadi berulang-ulang membuat Pujawati jatuh rindu.

Ada harapan tumbuh di dalam hati, dara jelita penghuni hutan Argabelah ini

mendamba cinta, hingga hari-harinya larut dalam lamunan. Melihat putri tercinta

sering melamun seorang diri, Bagaspati menjadi sangat prihatin. Apakah Pujawati

merindukan ibunya? Sungguh malang nasib si buah hati jika benar-benar sangat

merindukan pertemuan dengan ibunya, dari kecil ia tidak pernah melihat paras

ayu ibunya, ia hanya mendengar dongeng dan dongeng kisah ibunya sebelum

tertidur, sambil mendekap erat golek-golek kayu akar pohon, memejamkan kedua

mata indahnya, dan lalu menggapai mimpi-mimpi indahnya bersama putri raja

dan pangeran. Begitu yang tersirat dalam pikiran Resi Bagaspati.

"Putriku Pujawati, ada apakah gerangan yang mengganggu hati dan

pikiranmu sehingga beberapa hari ini bopo sering melihamu melamun?

Katakanlah putriku. Bopo sangat sedih jika melihatmu seperti itu. Apakah kau

merindukan ibumu?"

Pujawati menggeleng pelan. "Ananda tidak sedang merindukan ibu, bopo

resi. Ananda tahu, mungkin ananda tidak akan pernah dapat bertemu dengannya,

seperti yang pernah bopo ceritakan. Ananda pun telah merelakannya. Bagi

ananda, bopo resi sudah lebih dari cukup mewakili kasih sayangnya."

Page 33: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

33

PANDAWA KURAWA

"Lalu apa yang menjadi rasa gundahmu, putriku?"

Pujawati yang lugu, akhirnya berterus terang. Ia menceritakan segala

ihwal mimpinya, mimpi bertemu dengan seorang kesatria yang mengaku bernama

Narasoma dari negeri Mandaraka, kini kesatria itu telah mengganggu relung-

relung hatinya. Bagaspati terharu tapi juga bahagia mendengar ungkapan sang

putri, tidak disangka walau ia hanya seorang gadis gunung, hidupnya di tengah

hutan belantara, namun di hatinya telah tumbuh cinta, lumrahnya seorang manusia

normal. Walau Pujawati merindukan pangeran yang hadir lewat bunga-bunga

tidurnya, Bagaspati yakin itu adalah takdir perjodohan yang telah digariskan.

Bagaspati berjanji kepada putrinya untuk mencari kesatria itu, di ujung dunia pun

akan ia cari dan akan dibawanya pulang untuk dipersembahkan kepada sang putri.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Setelah sekian beberapa hari Bagaspati

melayang-layang di udara mencari sosok kesatria yang digambarkan oleh

putrinya, kini pencarian itu membuahkan hasil. Bagaspati bertemu dengan

Narasoma dalam sebuah perjalanan pengembaraannya. Bagaspati menceritakan

ihwal mimpi putrinya kepada Narasoma, dan menyimpulkan bahwa mimpi itu

mungkin saja telah menjadi takdir perjodohan diantara mereka. Sang resi

mengajak Narasoma untuk ikut ke pertapaan Argabelah. Di atas punggung kuda

nya dengan jumawa putra Mandaraka menolak.

“Cuih! Siapa sudi menikah dengan raksasa!”

Bagaspati meyakinkan bahwa putrinya sangat cantik jelita, sebab ia adalah

keturunan seorang bidadari hapsari, ibunya adalah seorang dewi dari kahyangan.

Page 34: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

34

PANDAWA KURAWA

Akan tetapi semua ucapan Bagaspati sedikit pun tidak membuat Narasoma

percaya, siapapun tidak akan percaya seorang raksasa mempunyai anak seorang

putri cantik jelita, begitu pikirnya. Tetapi karena Bagaspati terus menerus

mendesak agar dirinya ikut serta ke Argabelah, dan hal tersebut dianggap sebagai

paksaan, maka Narasoma menjadi marah. Siang itu cuaca sangat cerah. Matahari

memancarkan sinarnya tatkala putra Mandaraka melepaskan panah-panah

saktinya. Panah-panah itu berdesingan menghujani tubuh Bagaspati. Sang resi

tidak bergeming dari tempatnya berdiri, ia membiarkan anak-anak panah itu

mengenai sasarannya dengan tepat.

Trak! Trak!

Tidak satupun panah Narasoma mampu menembus kulit tubuh Bagaspati.

Narasoma semakin marah, menganggap raksasa dihadapannya sedang

memamerkan ilmu kekebalan, maka dengan sigap ia melayang dari atas kudanya,

menerjang Resi Bagaspati. Pertempuran terjadi cukup hebat, Narasoma cukup

mumpuni dalam hal kanuragan, ia seorang kesatria pilih tanding yang cukup

disegani diantara kesatria-kesatria negara sahabatnya. Akan tetapi Bagaspati tidak

melayaninya dengan sungguh-sungguh, karena ia tidak ingin Narasoma yang

menjadi pujaan hati putrinya terluka. Setelah cukup bagi Bagaspati untuk menguji

calon menantunya ini, ia pun segera mengakhiri pertarungan, dengan pukulan

sakti ajian ginengnya, ia melumpuhkan Narasoma. Putra Mandaraka terkulai

lemah tidak berdaya hingga Bagaspati memanggulnya dan membawanya ke

pertapaan Argabelah.

Page 35: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

35

PANDAWA KURAWA

Sesampainya di Argabelah, setelah Narasoma tersadar dari pinsannya

terkesima melihat kecantikan dewi Pujawati, tidak dapat ditolak suara hatinya,

bahwa ia pun jatuh cinta kepada putri Bagaspati. Mereka berdua lalu dinikahkan

oleh Bagaspati. Berhari-hari Narasoma sementara itu tinggal di pertapaan

Argabelah mengarungi lautan madu bersama Pujawati, istrinya yang sangat

dicintai. Entah kenapa, walau hati Narasoma terasa berbunga-bunga mendapatkan

seorang istri yang selama ini menjadi idamannya, tetapi hati kecilnya yang lain

merasa gelisah, ada sesuatu yang mengganjal hatinya. Kenapa setiap kali

berdekatan dengan ayah mertuanya, ia merasa risih dan tidak betah. Dan jika ayah

mertuanya menanyakan kapan Narasoma akan memboyong pulang Pujawati ke

Mandaraka, Narasoma selalu mengelak, ia selalu beralasan masih ingin

menikmati hidupnya di pegunungan Argabelah. Begitulah, setiap hari Narasoma

pergi berburu menghindari Bagaspati, paling tidak agar dalam sehari-harinya ia

tidak selalu berlama-lama bersanding dengan ayah mertuanya. Siang hari ia

berburu, malamnya baru pulang. Sebenarnya Pujawati merasa sangat kesepian,

karena ia masih ingin bercengkraman, bersenda gurau dan berkasih mesra

menikmati siang hari yang indah di bukit nan penuh bunga, di pegunungan

Argabelah. Begitupun yang dirasakan Bagaspati. Sang resi sangat prihatin dengan

sikap menantunya yang sering meninggalkan putrinya seorang diri, karena hari-

hari itu seharusnya milik mereka, hari-hari bahagia dimana seorang pasutri

berkasih mesra. Dan ketika Bagaspati mencoba menawarkan diri melakukan

perburuan, Narasoma selalu menolak. Padahal Bagaspati merasa senang jika ia

dapat memberikan sesuatu untuk kebahagiaan mereka.

Page 36: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

36

PANDAWA KURAWA

Pada suatu hari seperti biasanya Narasoma melakukan perburuan di hutan

sekitar pegunungan Argabelah. Di tengah hutan belantara itu Narasoma sering

merenung sendiri, ada perasaan gundah, bingung, kepada siapa harus ia curahkan

isi hatinya itu, pada Pujawati? Tidak mungkin. Ia tidak bisa mengatakannya

kepada Pujawati. Ia sangat menyayangi istrinya, ia tidak mau melukai hatinya.

Menjelang sore hari Narasoma tidak mendapatkan hewan buruan sebab hari itu ia

habiskan dalam lamunan kegelisahan hatinya. Ia memutuskan untuk bermalam di

tengah hutan sampai esok hari kembali melakukan perburuan, walau perburuan

hewan hutan itu hanya sebagai alasan saja tetapi Narasoma tidak ingin melihat

istrinya menjadi kecewa setelah beberapa lama pergi namun tidak mendapat hasil

tangkapan.

Malam yang dingin dan pekatnya hutan tidak mampu tertembus cahaya

bulan. Malam itu Narasoma melihat bayangan seekor babi hutan yang sedang

mengendap di rerimbunan tanaman liar. Ia mencoba membidikan anak panahnya,

membangkitkan kepekaan naluri berburunya, dan anak panah pun melesat.

Bidikan Narasoma meleset dari sasaran, babi hutan melarikan diri. Entah karena

gelapnya malam yang mengganggu pandangannya, atau karena kegelisahan hati

yang telah membuyarkan konsentrasinya? Narasoma mencoba mengejar babi

hutan tadi, ia masuk lebih dalam ke dalam hutan. Nun tidak seberapa jauh dari

tempat Narasoma melepaskan anak panahnya tadi, ada sebuah goa yang dijadikan

sebagai tempat pemujaan & bertapanya seorang resi. Tanpa sepengetahuan

Narasoma, anak panah yang dilepasnya tadi telah melukai ibu salah satu jari

tangan sang resi hingga putus. Resi pertapa sangat marah dengan perbuatan yang

Page 37: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

37

PANDAWA KURAWA

dilakukan seorang pemburu yang telah melukainya, ia segera mencari orang

tersebut untuk dimintai pertanggungjawaban. Sang Resi menyusuri hutan namun

yang dicarinya tidak ditemukan, tetapi ia terus mencari, menjelajahi hutan

pegunungan Argabelah.

Pujawati duduk diserambi pondok menanti sang kekasih yang tidak

kunjung pulang, sementara Bagaspati mencoba mencari menantunya, ia khawatir

Narasoma tersesat di dalam hutan. Tiba-tiba Pujawati dikejutkan dengan

kedatangan seorang pertapa yang menunjukan anak panah, menanyakan apakah ia

mengenali anak panah tersebut. Pujawati mengaku menganali anak panah tersebut

adalah milik suaminya. Ada rasa was-was pada diri Pujawati, ia khawatir terjadi

apa-apa dengan suaminya. Sang pertapa sangat marah setelah mendengar

pengakuan Pujawati.

“Aku ingin suamimu memotong jari tangannya untuk menggantikan jari

tanganku. Jika suamimu tidak mau mempertanggungjawabkan perbuatannya, aku

akan mengadukannya kepada dewa Brahma agar menghukumnya!”

Dewi Pujawati sangat mencintai Narasoma, ia sangat sayang kepada suaminya, ia

tidak mau suaminya terluka apalagi mendapat hukuman dari dewa Brahma. Maka,

Pujawati mengajukan permohonan kepada sang pertapa. Pujawati memotong jari

tangannya sendiri sebagai pertanggungjawaban perbuatan suaminya yang telah

dianggap salah. Begitulah kesetiaan dewi Pujawati. Ia berani mengorbankan diri

untuk keselamatan Narasoma.

Page 38: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

38

PANDAWA KURAWA

Malam itu perasaan Bagaspati sangat tidak enak hingga ia memutuskan

kembali pulang ke pertapaannya. Sebagai seorang ayah yang sangat mencintai

putrinya, perasaan Bagaspati sangat peka. Ia sangat terkejut setelah melihat salah

satu jari putrinya tidak lengkap, dan setelah mendengar cerita Pujawati, betapa

murkanya Bagaspati kepada si pertapa, namun Bagaspati sangat terharu atas

pembelaan Pujawati kepada suami. Kesetiaan Pujawati sebagai seorang istri

begitu sangat terpuji hingga Bagaspati menambahkan namanya menjadi

Setyawati, dewi Setyawati.

Disebuah gua di dalam hutan belantara, sang pertapa tengah bermujasmedi

di depan kobaran api pemujaan, ia sangat senang karena jari tangannya kini telah

terlengkapi oleh jari Pujawati, namun tiba-tiba api pemujaan sang pertapa menjadi

besar membuat sang pertapa menjadi terkejut. Lebih terkejut lagi ketika dalam

kobaran api yang membesar itu terlihat wajah raksasa Resi Bagaspati dengan

tawanya yang membahana.

“Hwahahaha… Ggrrrr… Hai pertapa! Kau boleh mengadu kepada

Brahma, bahkan kepada Yamadipati sekalipun, niscaya mereka tidak akan

sanggup mencabut nyawaku! Kembalikan jari tangan putriku, atau aku akan

menghancurkan tempat pemujaanmu dan membunuhmu!”

Sang pertapa mengigil ketakutan, ia sangat mengenal nama Bagaspati, ia

tidak mengira bahwa Pujawati adalah putri dari Bagaspati, maka tanpa syarat

apapun sang pertapa segera memotong kembali jari tangan dewi Pujawati yang

telah ia satukan diantara jari-jarinya. Begitulah kisah kesetiaan dewi Pujawati

Page 39: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

39

PANDAWA KURAWA

terhadap Narasoma hingga saat itu Narasoma sendiri memanggilnya dengan nama

Setyawati, sesuai yang diberikan Bagaspati.

Setelah kejadian itu, Narasoma yang telah kembali pulang ke pertapaan,

tidak lagi meninggalkan istrinya. Bagaspati senang karena akhirnya Narasoma

menjalani hari-harinya kembali bersama Setyawati (Pujawati). Bagaspati kini

menggantikan Narasoma mencari hewan buruan, ia mencarikan ayam hutan dan

daging menjangan (rusa) untuk dihadiahkan kepada mereka. Untuk beberapa hari

Narasoma memendam perasaan yang telah mengganggu pikirannya, walau pada

akhirnya ganjalan hati itu tetap saja meracuninya. Pada suatu hari, dalam

cengkeramanya Narasoma memberikan sebuah teka-teki kepada istrinya. Walau

teka-teki itu ia sampaikan dengan sifat canda dan senda gurau tetapi sempat

membuat Setyawati menjadi penasaran. Beberapa kali ia meminta jawaban dari

teka-teki tersebut, tapi Narasoma tidak mau menjawabnya, ia hanya menyuruh

Setyawati mencoba meminta jawaban kepada ayahnya.

“Bopo resi… Kanda Narasoma memberikan sebuah teka-teki kepada

ananda, walau itu hanyalah sebuah teka-teki, namun entah mengapa hati ananda

merasa gundah dan dilipur rasa penasaran. Kanda Narasoma selalu menolak

tatkala ananda meminta arti dari teka-teki itu, kakanda hanya mengatakan bahwa

ananda coba meminta arti tersebut kepada bopo resi”.

"Katakanlah, apa teka-teki itu putriku"

Page 40: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

40

PANDAWA KURAWA

“Seperti hidangan seperiuk nasi putih hangat yang harum bagai pandan

wangi, sangat nikmat untuk dirasakan, namun sayang ada satu gabah yang terselip

diantara butiran nasi yang ranum itu”.

Bagaspati menarik nafas panjang. Ia sudah mengetahui maksud dari

sebaris kata yang disampaikan Narasoma kepada putrinya. Ia tidak menduga

bahwa selama ini Narasoma menganggap dirinya hanya merusak keindahan

mahligai cintanya kepada Pujawati. Pantas saja jika selama ini Narasoma selalu

menghindar dan selalu beralasan untuk tidak buru-buru pulang kembali kepada

orang tuanya di Mandaraka, mungkin karena dia merasa malu mempunyai mertua

seorang raksasa, kasta yang selama ini dianggap paling rendah martabatnya. Sedih

kembali dirasakan oleh Bagaspati, dilain pihak ia sangat mencintai putrinya,

apapun akan ia berikan asal putrinya bahagia, walau nyawa yang harus jadi

pertaruhannya. Mungkin kematian akan menjadi jalan terbaik dan merupakan

akhir dari dendam Bathara Guru kepadanya.

Bagaspati berbisik kepada putri tercintanya agar segera memanggil

Narasoma, dan meminta sang putri menyiapkan seperangkat peralatan upacara

dan sesaji dengan alasan bahwa Ia akan menganugerahkan Narasoma aji kesaktian

Candrabhirawa yang selama ini dimilikinya. Setyawati segera menuruti titah

ayahandanya.

Saat Setyawati sibuk menyiapkan perlengkapan upacara, Narasoma telah

menghadap Bagaspati, duduk tertunduk. Hatinya yang gelisah menyimpan tanda

Page 41: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

41

PANDAWA KURAWA

tanya, apa gerangan yang akan disampaikan ayah mertuanya, jantungnya terasa

berdebar.

“Narasoma, bopo akan mencoba memberi jawaban atas teka-teki yang

telah disampaikan Setyawati. Bopo akan menjawabnya dihadapan kalian, agar

semuanya menjadi jembar, tidak ada lagi yang harus dipendam, tidak ada yang

harus dipersalahkan. Selain itu bopo juga akan menganugerahkan aji kesaktian

Candrabhirawa kepadamu, namun sebelum itu semua bopo minta kau berjanji.

Jaga dan rawatlah Setyawati, kasih sayangilah dia, cintai dia dengan sepenuh

kasih sayang. Janganlah kau sia-siakan dia, walaupun dia hanya seorang anak

gadis gunung yang jauh dari suba sita dan kekurangan tata pergaulan kerajaan,

tetapi dia anak yang baik, patuh dan sangat setia kepadamu. Jika nanti kau

kembali ke Mandaraka, tidak urung nanti Pegang teguhlah janjimu”.

Narasoma tidak mampu menatap Bagaspati, dengan bibir bergetar ia

mencoba memaksa mulutnya untuk mengucapkan sumpah dihadapan sang resi

bahari.

“Bopo resi… Demi langit dan bumi ananda bersumpah tidak akan menyia-

nyiakan Setyawati. Setulus cinta ananda kepadanya, ananda akan selalu

menjaganya, sehidup semati”.

Hanya itu yang mampu diucapkan Narasoma, begitu sulit bibirnya untuk

berkata-kata, seperti ada beban batin yang menghimpitnya. Bagi Bagaspati,

sedikit ucapan Narasoma itu telah menyejukan hatinya, menenteramkan

pikirannya. Bagaspati lalu menjelaskan aji kesaktian Candrabhirawa yang akan

Page 42: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

42

PANDAWA KURAWA

diturunkan kepadanya. Candra yang berarti bulan dan bhirawa yang mengandung

arti kegelapan bermakna ‘bulan yang menerangi kegelapan’. Bulan yang

diumpamakan sebagai tempat cahayanya hati orang-orang yang arif, cahaya yang

keluar dari hati memantulkan kekuatan yang tidak dimiliki oleh benda-benda

lainnya. Cahaya itu dapat melembutkan kerasnya hati dan pikiran manusia,

sehingga dapat membentuk peradaban yang berguna bagi alam semesta, maka

jadilah seseorang yang mampu menentramkan dan menyenangkan bagi

sesamanya. Bagaspati mengingatkan bahwa aji Candrabhirawa sangat ampuh,

namun aji kesaktian itu akan sangat tidak bertuah jika hanya dipergunakan untuk

mengagungkan nafsu diri dan keserakahan.

Malam kian larut, bulan yang bersinar dengan bintang gumintangnya

menghias malam, sementara awan hitam mulai merayap, sedikit demi sedikit

gumpalannya yang hitam mulai menyaput, memupuskan cahaya rembulan.

Setyawati telah datang membawa perlengkapan upacara dan sesaji, yang menurut

mereka adalah upacara untuk menurunkan aji Candrabhirawa. Kain kafan

dibentang, wangi dupa dan kembang menebar di ruang pesangrahan, api pancaka

mulai bergemeletakan ketika Resi Bagaspati mulai melakukan mujasmedi

melantunkan doa. Selanjutnya suasana hening, Bagaspati mengatupkan mulutnya,

mengheningkan cipta. Di hadapannya, Narasoma mengikuti segala apa yang

diperintahkan sang resi, sedangkan Setyawati hanya duduk menunggu dua orang

manusia yang sangat disayanginya, tanpa mengetahui apa-apa yang akan terjadi.

Setyawati yang polos, Setyawati yang lugu.

Page 43: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

43

PANDAWA KURAWA

Sekelebat cahaya keluar dari tubuh Bagaspati, namun cahaya itu seperti

ragu untuk meninggalkan jasad sang resi. Di alam sunyaruri awang uwung

suwung, alam diantara ada dan tiada, alam hening yang jauh dari segala jasad

kasar, dimana saat itu hanya Bagaspati yang merasakannya;

“Candrabhirawa, keluarlah! Dihadapanku adalah ahli warisku, menyatulah

kau dengannya, aku ingin pergi ke alam keabadian yang sejati. Telah tiba

waktunya bagiku untuk pulang ke alam kelanggengan. Keluarlah…

Candrabhirawa, ikutlah kau bersamanya, bersama menantuku, Narasoma sebagai

pewaris kejayaan Candrabhirawa.”

"Bopo resi… kenapa bopo mengeluarkanku dari gua garba, bopo… Aku

hanya ingin ikut dengan bopo resi, aku meragukan gua garba ahli warismu. Dia

tidak memiliki darah putih sepertimu bopo…”

“Percayalah padaku, Candrabhirawa. Menantuku seorang yang baik, patuh

dan berbudi luhur, cobalah menyesuaikan diri bersemayam dengannya.”

Awalnya Candrabhirawa menolak, tetapi pada akhirnya dengan sangat

terpaksa ia menuruti kata-kata Resi Bagaspati. Candrabhirawa melesat keluar dari

garba Bagaspati dan seketika merasuk ke dalam gua garba Narasoma. Putra

Mandaraka sempat bergetar tubuhnya saat menerima penyatuan Candrabhirawa.

Dilain pihak, berbarengan dengan keluarnya Candrabhirawa dari gua garba

Bagaspati, maka ruh Bagaspati pun terlepas dari jasadnya. Sang resi ambruk dari

dampar pesangrahan, jatuh ke dalam Pancaka Braja. Dewi Setyawati menjerit

tatkala melihat ayahnya terkapar di api pembakaran. Narasoma terkejut, ia segera

Page 44: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

44

PANDAWA KURAWA

memeluk Setyawati yang saat itu menangis menjerit ketika mengetahui

ayahandanya telah menghembuskan nafas. Itulah jawaban Resi Bagaspati.

Narasoma menyesali diri, ia merasa sangat bersalah.

Barata

Surya memancar menghangatkan bumi pertanda pagi mulai terang

benderang. Sepi lengang di pertapaan Argabelah tidak ada lagi canda tawa dara

jelita penghuni kuil, tidak ada lagi senandung syahdu ditepian telaga kecil yang

berhias bunga-bunga padma, begitu pun alunan doa rajaresi tidak lagi

mengumandang. Argabelah menjadi tempat mati berselimut belukar setelah

sepeninggalnya Resi Bagaspati.

Satu-satunya ahli waris sang resi telah diboyong oleh putra mahkota

Mandaraka. Demikian pengorbanan Bagaspati sebagai seorang ayah, ia rela

mengorbankan apa saja yang menjadi milikinya, sekalipun nyawa yang harus ia

berikan, asalkan sang putri bisa berlayar menempuh harapan kebahagiaan.

Narasoma dan Pujawati telah menetap di Mandaraka, kehadiran mereka

disambut hangat oleh keluarga Prabu Mandrapati. Pujawati sangat bersuka cita,

kini ia memiliki tempat dan kawan bermain yang baru, hidup di lingkungan istana

yang megah, dilayani oleh dayang-dayang yang setia menemani. Dewi Tejawati

ibu mertuanya, dan Dewi Madrim adik iparnya sangat menyayanginya, mereka

selalu menghibur disaat Pujawati sedih teringat mendiang bopo resi.

Page 45: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

45

PANDAWA KURAWA

Pada suatu hari di Paseban Agung istana Mandaraka, Prabu Mandrapati

memanggil Narasoma. Tidak ada orang lain selain mereka berdua, seakan ada

rahasia penting yang hendak disampaikan sang prabu kepada putranya.

"Narasoma, saat ini Prabu Basukunti, raja negara Mandura bermaksud

ingin menikahkan putrinya, namun ia menginginkan seorang kesatria yang cakap

dan tangguh untuk dijadikan menantu, maka dari itu ia berencana akan menggelar

sayembara. Kepada siapa saja yang dapat memenangkan sayembara, Prabu

Basukunti akan menganugerahkan Kunti Nalibrata.

Seperti yang ananda tahu, bahwa Mandaraka dan Mandura masih kerabat

baik, dalam darah kita mengalir juga darah mereka, darah bangsa Yadawa. Untuk

itu ayahanda ingin ananda mengikuti sayembara agar jalinan kekerabatan kita

menjadi semakin kukuh. Ayahanda percaya, ananda akan dapat

memenangkannya. Kecakapan dan keperkasaan ananda sebagai putra mahkota

Mandaraka akan dihormati dan disegani oleh raja-raja mancanegara."

Narasoma tertegun mendengar keinginan ayahandanya. Ia jadi gelisah dan

bingung, sebab jika ia mengikuti sayembara dan memenangkannya, maka Dewi

Kunti akan menjadi istrinya, sedangkan ia sangat mencintai Pujawati. Apalagi ia

sudah berjanji tidak akan menikahi wanita lain selain Pujawati, tetapi jika

keinginan ayahandanya tidak dituruti tentu ia akan mendapat kemurkaan dari

ayahandanya. Dalam keadaan bingung itu, Narasoma mencoba menjelaskan

kepada ayahandanya.

"Ampun ayahanda prabu, sesungguhnya ananda telah berjanji untuk tidak

menghianati Pujawati. Bahkan, di hadapan bopo Resi Bagaspati, ananda telah

Page 46: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

46

PANDAWA KURAWA

mengangkat sumpah tidak akan menduakan Pujawati, apalagi menyakiti hatinya.

Sebagai seorang kesatria, ananda tidak mugkin menjilat ludah sendiri. Maka dari

itu, bukannya ananda menolak mengikuti sayembara, akan tetapi ananda hanya

tidak ingin menduakan Pujawati dengan siapapun."

Prabu Mandrapati mencoba membujuk agar putranya mau mengikuti

sayembara, tetapi Narasoma selalu menolak secara halus dan berdalih, membuat

Prabu Mandrapati marah karena Narasoma dianggap tidak memiliki bakti kepada

orang tua, tidak bisa menyenangkan hati orang tua. Prabu Mandrapati merasa

sangat terpukul hingga menderita sakit. Sejak peristiwa itu Prabu Mandrapati

jarang tampil di paseban agung kerajaan, membuat para pembesar dan punggawa

istana menjadi khawatir, terlebih keluarga kerajaan sangat prihatin dengan

keadaan sang prabu. Dewi Tejawati, istri sang prabu sangat iba melihat suaminya

terbaring lemah di pembaringan, begitu juga Dewi Madrim yang selalu menangis

di samping ayahandanya, sedangkan Pujawati sendiri sangat tekun mengurusi

ayah mertuanya, membantu tabib-tabib istana yang mencoba memberi

pengobatan.

Narasoma hanya bisa tertunduk di samping pembaringan ayahandanya.

Sebenarnya ia sangat sayang terhadap keluarga, kepada ayahanda, ibunda, adik

dan istrinya. Dan ketika sakit ayahandanya tidak juga kunjung sembuh, maka

Narasoma memutuskan untuk memenuhi keinginan ayahandanya. Ia berbisik

kepada sang ayah, berjanji dan meminta restu untuk mengikuti sayembara. Hanya

kepada Pujawati, Narasoma beralasan ingin mencari tabib sakti untuk mengobati

ayahanda. Ia segera berangkat menuju negeri Mandura.

Page 47: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

47

PANDAWA KURAWA

SAYEMBARA MANDURA

Page 48: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

48

PANDAWA KURAWA

Di Hastina Prabu Pandudewanata di hadapan Destrarata, Yamawidura,

Resi Bisma dan Sang nenek Dewi Gandawati. Dalam pertemuan tersebut sang

nenek mengusulkan agar Prabu Pandudewanata segera mencari permasuri.

Terdengar kabar desas – desus di Mandura. Ada sebuah sayembara memanah

untuk merebutkan seorang putri cantik jelita bernama Dewi Kunti.

Dewi Kunti Nalibrata (Dewi Prita) sebenarnya adalah anak angkat Prabu

Basukunti, ia anak dari Raja Surasena yang juga berbangsa Yadawa, yang berarti

masih kerabat dekat Prabu Basukunti sendiri. Dewi Kunti diangkat anak oleh

Prabu Basukunti sejak masih bayi, pada saat itu Prabu Basukunti sendiri telah

memiliki seorang putra yang bernama Basudewa, namun kemudian setelah ia

diberi seorang anak perempuan oleh kerabatnya, dari istrinya, Dewi Dayita putri

Raja Boja, Prabu Basukunti dikaruniai seorang putra lagi, bernama Ugrasena.

Karena didesak terus – menerus oleh sang nenek Dewi Gandawati. Prabu

Pandudewanata bersedia untuk mengikuti sayembara memanah. Bersama para

Punakawan dan kedua saudaranya berangkat ke Mandura. Mereka mohon pamit

dan restu dari sesepuh Hastina. Sebelum ke Mandura. Prabu Pandudewanata

singgah di tempat sang bopo di Saptarengga. Ia minta restu dari boponya agar

dapat memenangkan sayembara tersebut. Berangkatlah mereka masuk ke dalam

hutan.

Barata

Page 49: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

49

PANDAWA KURAWA

Sebenarnya sayembara yang digelar oleh Prabu Basukunti tidak lain

adalah untuk menutupi aib yang telah menjadi rahasia keluarga istana. Diceritakan

bahwa, Dewi Kunti (Prita) telah mengalami peristiwa yang menggegerkan

keluarga istana Mandura. Kisahnya berawal saat negeri Mandura kedatangan

seorang pertapa sakti bernama Resi Druwasa dari pertapaan Jagadwitana. Prabu

Basukunti memberi tempat kepada sang resi, dan mengangkatnya sebagai

danghyang ajarya (guru) bagi putra-putrinya.

Di istana Mandura, Resi Druwasa sangat terkesan dengan prilaku dan

pelayanan Dewi Kunti. Sang dewi sangat santun dan patuh, berbudi pekerti baik,

sangat menghormati hidup orang lain, apalagi kepada orang tua dan gurunya.

Karena rasa sayangnya itulah Resi Druwasa menganugerahi japa mantra sakti

Adityarhedaya kepada kunti Nalibrata, yang mana kegunaan mantra tersebut

adalah untuk memanggil dewa-dewi kahyangan, sesuai yang dikehendaki.

Dikisahkan pula, setelah Dewi Kunti menerima japa mantra dari Resi

Druwasa, ketika ia sedang menyendiri di kaputren, ia sangat penasaran dengan

mantra sang resi, walau gurunya telah memberi amanat bahwa mantra tersebut

hanya dipergunakan jika benar-benar dibutuhkan. Tetapi, sebagai seorang dara

yang belum cukup dewasa dan matang, rasa penasaran itu sangat menggoda

dirinya untuk mencoba mantra tersebut.

Ketika itu Dewi Kunti sedang menyendiri di taman Batachinawi, taman

indah berhias seribu bunga. Diantara hangatnya dekapan sinar mentari pagi dan

semilirnya angin yang berhembus, Dewi Kunti melantunkan mantra-mantra

Adityarhedaya. Seketika ia terkejut melihat taman kaputren menjadi terang

Page 50: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

50

PANDAWA KURAWA

benderang bertaburan cahaya. Di hadapannya telah berdiri sosok Batara Surya

dengan menggunakan mahkota yang bergemerlapan.

"Apa yang kau inginkan dariku, dewi?"

Dewi Kunti terpesona melihat keelokan Batara Surya.

"Hamba hanya mencoba mantra dari guru hamba, Resi Druwasa..."

"Tapi kau telah membacakannya ketika hangat mentari menyinari

tubuhmu."

Sejak saat itu, tidak ada lagi kata-kata terucap dari dua insan yang telah

sama-sama terpaut hati, menyelami samudra hati diantara mereka. Dari kejadian

itulah, hingga akhirnya Dewi Kunti berbadan dua, hamil. Dewi Kunti hamil diluar

pernikahan, membuat seluruh keluarga istana Mandura menjadi bingung, lebih-

lebih Prabu Basukunti yang marah karena merasa malu. Apa yang akan dikatakan

oleh rakyat negerinya, juga raja-raja sahabat mancanegara, jika kehamilan

putrinya yang tanpa suami itu tersiar. Resi Druwasa sangat prihatin, tetapi juga

merasa sangat bertanggungjawab atas peristiwa tersebut. Bagaimanapun, Kunti

adalah muridnya, dan ia juga yang telah memberikan mantra sakti kepadanya.

Untuk menjaga nama baik keluarga kerajaan, maka dengan kesaktiannya,

ketika tiba waktunya Dewi Kunti akan melahirkan putra pertamanya dari Batara

Surya, Resi Druwasa mengeluarkan jabang bayi Kunti melalui telinga sebelah

kiri. Hal tersebut dimaksudkan agar keperawanan Kunti tetap terjaga.

Setelah putra Surya terlahir, Prabu Basukunti memerintahkan sang dewi

membuang bayi tersebut. Dengan perasaan sedih dan berat hati, Dewi Kunti

Page 51: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

51

PANDAWA KURAWA

menuruti kehendak ayahandanya. Ia membuang putranya yang telah diberinama

Basukarna (karena ia terlahir melalui telinga). Bayi elok yang telah memiliki

pusaka pembawaan sejak lahir berupa baju Tamsir Kerei Kaswargan dan anting

mustika sakti Pucunggul Maniking Surya itu akhirnya dilarung (dihanyutkan) ke

sungai Gangga. Kelak Basukarna ditemukan oleh Adhirata, kusir kerajaan

Hastinapura.

Negeri Mandura telah ramai dikunjungi oleh para kesatria, putra mahkota,

dan raja-raja dari seluruh mancanegara. Pada waktu itu, setiap harinya alun-alun

negeri Mandura dipadati oleh rakyat bangsa Yadawa yang ingin menyaksikan

jalannya sayembara. Rakyat Mandura ingin menyaksikan sendiri ketangguhan

kesatria yang akan memboyong putri sekar kedaton, dewi Kunti Nalibrata.

Singkat cerita, satu persatu para kesatria dan raja-raja mancanegara yang

telah menjadi peserta sayembara mencoba memanah seekor burung yang berada

dalam sangkar besi. Bentuk sayembara yang diselenggarakan oleh Prabu

Basukunti adalah memanah seekor burung yang berada dalam sangkar besi yang

diputar sangat kencang. Barang siapa yang mampu memanah burung di dalam

sangkar yang berputar, maka dialah yang akan memenangkan sayembara. Satu

persatu anak-anak panah yang dilepaskan para peserta sayembara luruh

berjatuhan. Panah-panah mereka tidak mampu menembus seekor burung di dalam

sangkarnya, sebab jari-jari sangkar besi yang berputar sangat cepat menjadi

perisai ketika anak-anak panah itu mencoba menyusup pada celah-celahnya.

Kegagalan para peserta sayembara sempat membuat peserta lainnya

menjadi putus asa, beberapa diantara mereka mengundurkan diri, ada yang

Page 52: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

52

PANDAWA KURAWA

langsung pulang kembali ke negara mereka, dan ada pula yang masih penasaran

ingin ikut menyaksikan tuntasnya sayembara. Baik keluarga raja ataupun rakyat

Mandura berharap ada satu diantara mereka yang mampu memenangkan

sayembara, tapi lagi-lagi gagal. Telah beberapa hari sayembara digelar, namun

belum juga ada peserta sayembara yang memenangkan pertandingan. Hingga tiba

giliran peserta terakhir maju ke arena pertandingan, ia tidak lain adalah Narasoma

dari Mandaraka. Narasoma mengangkat busur panahnya, mengarah pada sangkar

besi yang terletak berjarak puluhan tumbak di hadapannya. Semua yang hadir

bertanya-tanya dalam hati mereka, akankah anak panah itu bernasib serupa

dengan anak-anak panah sebelumnya yang telah dilepaskan para kesatria tanding

sebelumnya? Mampukah Narasoma melakukannya?

Narasoma melepas anak panah dari busurnya tatkala sangkar besi berputar

sangat kencang. Ribuan mata masih menatap sangkar yang berputar, yang

berangsur-angsur putarannya menjadi pelan. Serentak sorak sorai meriuh,

menyoraki kemenangan putra mahkota Mandaraka. Panah Narasoma menembus

seekor burung yang berada tepat di dalam sangkarnya. Prabu Basukunti beserta

keluarga kerajaan sangat gembira, karena pada akhirnya ada seorang kesatria yang

mampu memenangkan sayembara.

Narasoma dielu-lukan oleh rakyat Mandura, ibarat seorang pahlawan

perang yang telah memenangkan pertempuran di medan perang. Ini merasakan

kemengan telah menjadi miliknya.

Barata

Page 53: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

53

PANDAWA KURAWA

Di Pertapa Sapta Arga sang Resi begawan Abiyasa bersenda gurau dengan

para cantrik. Sepoi – sepoi angin terasa dingin pada badan yang resi yang ssudah

tua. Hampir tulang yang terbungkus dengan kulit. Raut wajah yang keriput bagai

layunya bunga mawar. Badan yang tidak lagi tegak dengan berjalan sudah pakai

tongkat. Dengan nafas yang tersenggal – senggal. Berjubahbatik loreng seperti

loreng harimau. Dengan cantrik – cantrik padepokan yang setia menemani.

Suara kicauan burung dengan merdu terdengar indah bagai bnyanyian lagu

syahdu. Desiran angin yang semilir menebarkan aroma wangi yang tercium dari

hidung yang hampir tertutup. Serta alunan musik dari para tumbuhan menambah

keagungan suara di padepokan Sapta Arga.

Dari arah luar terdengar bunyi seperti akan ada tamu yang akan

berkunjung ke Sapta arga. Tak lama datang Punakawan berserta ketiga putra

Prabu Pandudewanata, Destarata, dan Yama Widura. Langkah kaki ketiga putra

bagai sesuap surga kehidupan yang mengalir. Suara alunan tenag bagai air

mengalir tanpa gangguan.

Salam yang terucap dari mulut sang Pandhu bagai suara adzan yang indah

dan merdu.

“Assalamualaikum........bopo .....!” kata Pandhu.

“Wa’alaikum salam..........!” jawab resi Abiyasa.

Oh anakku bocah bagus raharjo ger Pandhu........! tanya Resi Abiyasa.

“Pangestunipun romo raharjo sowan kula.......hormatku romo .......!” kata

Pandhu.

Page 54: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

54

PANDAWA KURAWA

“Ya ger tak terima pangestune romo terimalah........!” kata resi Abiyasa.

“Saya angkat di kepala supaya jadi jimat keselamatan ...........!.”

“Destrarata mengucapkan bekti romo..........!.”

“Ya ger Destrarata romo bektimu restu terimalah.........!”

“Saya angkat di kepala supaya jadi jimat keselamatan ...........!.”

“Yama Widura mengucapkan bekti romo..........!.”

“Ya ger Widura romo bektimu restu terimalah.........!”

“Saya angkat di kepala supaya jadi jimat keselamatan ...........!.”

“Ada apa ketiga putra kesayangan datang kemari....?” kata resi Abiyasa.

“Romo resi kami diperintahkan eyang ratu Gandawati untuk mengikuti

sayembara di Mandura. Agar dapat mempersunting putri Prabu Basukunti.

Menurut romo resi bagaimana......?”kata Pandhu.

Resi Abiyasa menyarankan agar mengikuti sayembara tersebut. Dan

memberinya restu. Karena sudah cukup. Prabu Pandudewanata dan kedua

saudaranya berserta para Punakawan mohon pamit dan restu agar dapat

memenangkan sayembara tersebut. Berangkatlah mereka ke Mandura.

Barata

Setelah semuanya mereda menahan kegirangan, Narasoma lalu

menghadap Prabu Basukunti di pelataran panggung sayembara, tapi tiba-tiba dari

kerumunan penonton sayembara datang tiga orang satria menuju pelataran

Page 55: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

55

PANDAWA KURAWA

sayembara, salah satu dari mereka menyatakan ingin mengikuti sayembara.

Membuat Prabu Basukunti menanyakan jatidiri mereka.

"Siapa gerangan kisanak bertiga? Berasal dari manakah?"

"Perkenalkan, nama hamba Pandu Dewanata. Ini kakak hamba, kanda

Destarata, dan adik hamba Widura. Kami putra Praburesi Abyasa dari negeri

Hastinapura. Kedatangan kami tidak lain adalah ingin mengikuti Sayembara Kunti

Nalibrata."

Prabu Basukunti tertegun setelah mengetahui siapa ketiga satria tersebut.

"Oh!.. Ternyata kalian dari wangsa Kuru, datang dari jauh ingin mengikuti

sayembara. Sungguh sangat disayangkan kedatangan kalian terlambat. Ketahuilah

Pandu, sayembara Kunti Nalibrata baru saja usai, dan sayembara telah

dimenangkan oleh Narasoma, putra mahkota Mandaraka."

Para putra Hastina tertunduk setelah mendengar sayembar ditutup karena

sudah ada pemenangnya. Kedatangan mereka ternyata terlambat, namun saat

ketiganya hendak pamit meninggalakan tempat, tiba-tiba Narasoma menahannya.

Dengan kesombongan.

“Hai tunggu kau putra Hastina. Layaknya kau tak suka.....”.

"Jika paduka berkenan, biarkan mereka diberi kesempatan untuk

mengikuti sayembara."

Narasoma meminta Prabu Basukunti mengulang kembali sayembara.

Dalam pikiran Narasoma, ini adalah kesempatan baik untuk menguji ketangguhan

putra-putra Hastina. Bukanlah Wangsa Kuru telah tersohor keberbagai negara

Mancanegara? Secara turun temurun wangsa itu telah disegani kawan dan ditakuti

Page 56: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

56

PANDAWA KURAWA

lawan, tapi itu leluhur mereka yang terdahulu, dan ia hanya mendengar cerita. Dan

sekarang, apakah ketiga kesatria Hastina itu setangguh para pendahulunya. Ini

adalah waktu yang tepat untuk menguji kemampuan mereka, apakah mereka

memiliki kemampuan melakukan hal yang sama dengan dirinya? Kesatria dan

raja-raja mancanegara sendiri tidak ada yang sanggup melakukannya. Begitulah

yang ada dalam pikiran Narasoma, ia hendak bermaksud mempermalukan para

kesatria Kuru. Narasoma pun nampak kesombongannya setelah dielu-elukan, ia

sangat suka dipuji.

"Apa maksudmu Narasoma? Kau yang telah memenangkan sayembara,

dan aku tidak mungkin merubah peraturan!"

"Kalau begitu, biar hamba yang membuka sayembara baru untuk mereka.

Karena Kunti Nalibrata telah menjadi hak hamba, maka hamba berhak membuat

keputusan atas Kunti."

Prabu Basukunti sangat tersinggung dengan perkataan Narasoma, walau

memang betul Kunti Nalibrata telah menjadi haknya karena telah memenangkan

sayembara, tetapi Narasoma dianggap tidak menghargai orang lain, bahkan

menghormatinya sebagai raja Mandura, sekaligus bakal menjadi mertuanya. Tapi

mengingat Narasoma adalah putra Prabu Mandrapati yang menjadi sahabatnya

sekaligus masih memiliki hubungan kekerabatan darah Yadawa, maka Prabu

basukunti mencoba menahan diri, membiarkan Narasoma melakukan

kemauannya. Toh, segala kesombongan tidak akan berakhir baik.

"Aku memberi kesempatan padamu untuk mengikuti sayembara, tapi

dengan satu pertaruhan, jika kau mampu melakukan apa yang telah aku lakukan

Page 57: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

57

PANDAWA KURAWA

pada sayembara tadi, maka Kunti Nalibrata akan aku serahkan padamu, tapi jika

kau tidak mampu melakukannya, maka negeri Hastina menjadi negeri taklukan

Mandaraka."

Semua yang hadir terkejut mendengar perkataan Narasoma, termasuk

Prabu Basukunti. Tetapi para kesatria Kuru masih bersikap tenang, mereka seolah

tidak terpengaruh oleh tantangan Narasoma.

"Kedatangan kami ke Mandura hanya ingin mengikuti sayembara yang

digelar oleh Prabu Basukunti. Adapun sang prabu telah menutup sayembara

karena kau telah memenangkannya, maka kami pun akan turut undur diri, kami

tidak menginginkan hal lain yang akan menimbulkan perkara."

Pandu Dewanata lalu memberi hormat kepada Prabu Basukunti dan

mengajak kedua saudaranya beranjak pergi meninggalkan Mandura, tapi

Narasoma malah mengejeknya.

"Apa kau takut menghadapi tantangan, Pandu? Bukankah kalian putra-

putra Hastina yang tersohor itu? Aku kira kau memiliki sifat gagah berani seperti

leluhurmu, Baharata. Apakah kesatria terhormat seperti Bhisma Dewabrata tidak

mengajarimu keberanian sebagai seorang kesatria? Atau ayahmu tidak

membekalimu?

Kata-kata Narasoma sangat merendahkan di depan khalayak ramai,

membuat telinga Pandu menjadi panas. Terlebih Destarata, kakak Pandu yang

tunanetra itu giginya gemeretakan menahan marah. Diam-diam Destarata merapal

aji Kumbalageni, namun Widura membisikinya, agar sang kakak bisa menahan

emosi.

Page 58: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

58

PANDAWA KURAWA

"Apakah kau membiarkan orang lain menghina leluhur kita, Pandu?"

berkata sang Destarata kepada adiknya, hingga akhirnya Pandu Dewanata

menyanggupi tantangan Narasoma.

"Aku tidak pernah menolak tantangan, Narasoma! Jika itu yang menjadi

pertaruhanmu, aku tidak menolak!"

Masih disaksikan oleh ribuan rakyat Mandura, para kesatria dan juga raja-

raja mancanegara, sayembara kembali digelar. Pandu Dewanata berdiri di tengah

gelanggang, gondewa dan anak panahnya telah siap dalam genggaman. Tatkala

sangkar besi mulai diputar kencang, Pandu membidik sasarannya. Panah melesat

cepat mengarah sasaran, begitu kuatnya tenaga yang mendorong anak panah

hingga sangkar besi terlepas dari tiang pancang. Semua yang hadir tercengang dan

berdecak kagum. Pandu tidak hanya mampu melakukan seperti yang dilakukan

Narasoma, lebih dari itu, selain panah Pandu mampu menyusup jari-jari besi dan

menembus seekor burung di dalam sangkarnya, ia pun sekaligus mampu

menjatuhkan sangkarnya. Sorak sorai terdengar mengumandang, memuji

kehebatan Pandu Dewanata.

Narasoma tidak menyangka Pandu mampu melakukannya, dan dengan

sangat malu Narasoma akhirnya menyerahkan Kunti Nalibrata kepada Pandu, ia

kemudian pergi meninggalkan Mandura. Kini Dewi Kunti telah menjadi milik

Pandu Dewanata. Prabu Basukunti merasa sangat senang, tidak disangka akhirnya

ia akan berbesan dan menjalin kekerabatan dengan Hastinapura. Keesokan

harinya, setelah mendapat restu dari Prabu Basukunti, Pandu Dewanata

memboyong dewi Kunti untuk dibawa ke Hastinapura.

Page 59: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

59

PANDAWA KURAWA

Saat menuju perjalanan pulang, di tengah perjalanan, masih dalam wilayah

negara Mandura, rombongan Pandu Dewanata terhenti. Pandu menghentikan laju

kereta kencananya ketika di hadapanya telah menghadang seorang kesatria

penunggang kuda. Kesatria itu tidak lain adalah Narasoma. Ternyata putra Prabu

Mandrapati tidak benar-benar meninggalkan Mandura, ia tidak langsung pulang

ke Mandaraka. Setelah kemarin meninggalkan gelanggang sayembara, di tengah

perjalanan pulang, Narasoma merasa bimbang. Ia teringat ayahandanya, Prabu

Mandrapati yang sedang terbaring sakit. Apa yang akan ia katakan di hadapan

ayahandanya nanti. Apakah ia harus bercerita dusta dengan mengatakan ia kalah

dalam pertandingan sayembara? Atau menceritakan terus terang bahwa

kemenangannya telah digadaikan untuk sebuah pertaruhan? Semua itu hanya akan

memperparah sakit ayahandanya, maka dari itu Narasoma memutuskan untuk

tidak langsung pulang ke Mandaraka, ia berbalik arah menghadang Pandu.

"Kenapa kau menghadang perjalananku, Narasoma?"

"Pertaruhan kemarin kurang menguntungkan buatku, Pandu. Aku ingin

kau mengulang kembali pertaruhan itu. Kita tanding jurit! Jika aku yang menang,

maka kau serahkan kembali Dewi Kunti kepadaku, tapi jika aku yang kalah, aku

akan menyerahkan adiku, Dewi Madrim kepadamu."

"Silahkan, kau yang memulai Narasoma..."

Keduanya lalu terlibat perang tanding. Narasoma menggempur Pandu

dengan serangan yang begitu mematikan, dan Pandu mengimbanginya.

Pertempuran mereka sangat seimbang, sama-sama digjaya, sama-sama menguasai

ilmu kanuragan, dan senjata. Terkadang Pandu Dewanata terdesak oleh serangan

Page 60: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

60

PANDAWA KURAWA

Narasoma yang dilancarkan secara bertubi-tubi, begitu pula sebaliknya. Narasoma

sempat dibikin kerepotan dengan serangan balik yang dilancarkan Pandu.

Perang semakin menjadi, daya-daya kesaktian mereka memporak

porandakan sekitarnya. Tanah batu berhamburan, pohon-pohon tumbang dan

terbakar. Dan ketika keduanya beradu pukulan sakti, Narasoma terpental jauh dan

jatuh terpelanting. Darah segar menyembur dari mulutnya, dadanya berdenyut

sakit. Saat itu amarahnya kian menjadi, ia pun lalu ingin menjajal kesaktian

Chandrabhirawa. Tapi sesaat ketika Narasoma hendak membaca mantra

Chandrabhirawa, ia teringat pesan mendiang mertuanya, Resi Bhagaspati.

"Narasoma... Aji Candrabhirawa sangat ampuh, namun aji kesaktian itu

akan sangat tidak bertuah jika hanya dipergunakan untuk mengagungkan nafsu

diri dan keserakahan.

Jaga dan rawatlah Setyawati, kasih sayangilah dia, cintai dia dengan

sepenuh kasih sayang. Janganlah kau sia-siakan dia, walaupun dia hanya seorang

anak gadis gunung yang jauh dari suba sita dan kekurangan tata pergaulan

kerajaan, tetapi dia anak yang baik, patuh dan sangat setia kepadamu. Pegang

teguh janjimu, Narasoma..."

Kata-kata Resi Bagaspati mengiang di telinganya, seolah sang resi

membisikan langsung kepadanya, mengingatkan sumpahnya. Narasoma sangat

terganggu karenanya, ia mencoba melupakan dan tidak memperdulikan,

amarahnya sudah terlanjur berkobar. Ia segera merapal aji Chandrabirawa.

Sekejap, di hadapannya telah berdiri sosok raksasa cebol dengan seringai taring

yang terlihat menyeramkan.

Page 61: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

61

PANDAWA KURAWA

"Chandrabirawa! Binasakan musuhku!"

Raksasa Chandrabirawa segera melaksanakan perintah tuannya, ia

menyerang Pandu secara membabi buta. Mendapat serangan demikian, Pandu

segera mengeluarkan pusaka Chandrasa.

Cras! Cras! Cras!

Beberapa kali pusaka Pandu melukai tubuh Chandrabirawa. Darah

bercipratan keluar dari tubuh Chandrabirawa. Ajaib! Setiap percik darah yang

membasahi tanah bebatuan dan rerumputan berubah wujud menjadi raksasa cebol

yang bentuk dan rupanya sama persis dengan Chandrabirawa. Tanpa diperintah,

raksasa-raksasa jelmaan itu menyerang Pandu secara serentak. Pandu terkejut

melihat keanehan yang terjadi pada musuhnya, beberapa kali ia mencoba

membinasakan raksasa-raksasa jelmaan Chandrabirawa dengan pusakanya, tapi

Chandrabirawa justru semakin banyak jumlahnya. Pandu menjadi kerepotan

menghadapi musuh yang bertambah banyak jumlahnya, ia hanya berkelit,

menangkis, dan menghindari serangan, ia tidak lagi melukai raksasa jejadian

Chandrabirawa karena akan semakin bertambah banyak.

"Duuh... Ayahanda Resi Abyasa... Ayahanda Bhisma... Putramu keteteran

menghadapi musuh-musuh ini..."Pandu membatin.

Ia merasa putus asa menghadapi Chandrabirawa. Dan pada saat-saat yang

kritis, Pandu mendapat bisikan ghaib dari ayahandanya, Resi Abyasa. Pandu

dititah melakukan hening cipta, memusatkan segala nafsu murni dengan berpasrah

diri kepada Yang Maha Tunggal.

Page 62: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

62

PANDAWA KURAWA

Raksasa-raksasa Chandrabirawa kebingungan ketika melihat musuhnya

tidak melakukan apa-apa, diam tak bergerak. Naluri mereka pun mengisyaratkan

seperti tidak ada nafsu pada diri seseorang yang menjadi lawannya. Dalam

keadaan seperti itulah secara serta merta raksasa-raksasa Chandrabirawa

berkurang jumlahnya, terus dan terus berkurang hingga kembali menjadi satu

wujud Chandrabirawa.

Chandrabirawa melesat kembali masuk ke dalam gua garba Narasoma.

Candrabhirawa berkata kepada Narasoma agar tidak mempergunakannya

melawan orang-orang yang tidak memiliki nafsu angkara. Pandu tidak menyia-

nyiakan kesempatan, ia segera menerjang Narasoma yang sedang dalam

kebingungan. Putra Mandaraka terbanting dan jatuh terkapar saat pukulan-

pukulan Pandu beruntun menghantam dirinya, dan ketika Narasoma tertaih

mencoba bangun, ujung pusaka Pandu telah mengancam di hadapannya. Akhirnya

Narasoma menyerah, dan berjanji akan memboyong Dewi Madrim ke

Hastinapura.

Pandu beserta rombongan kembali melakukan perjalanan pulang ke

Hastinapura. Di tengah perjalanan ia kembali dihadang. Kali ini yang

menghadangnya adalah Harya Suman, putra Prabu Suwala dari negeri Gandhara.

Harya Suman yang juga telah terlambat mengikuti sayembara segera mengejar

perjalanan Pandu Dewanata.

Harya Suman dan Pandu kemudian terlibat perang tanding, tetapi

pertarungan itu tidak memakan waktu cukup lama. Putra mahkota Gandhara

bukanlah lawan tanding yang tangguh bagi Pandu, dengan mudah Pandu dapat

Page 63: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

63

PANDAWA KURAWA

membuat Harya Suman tidak berdaya. Harya Suman menyerah dan berjanji akan

memboyong kakaknya, Dewi Gandhari ke Hastinapura.

"Aku pegang janjimu, jika kau berdusta, maka Hastinapura akan meluluh

lantakan negerimu!"

Hastinapura mendapatkan tiga putri boyongan, Dewi Kunti dari negara

Mandura, Dewi Madrim dari negara Mandaraka, dan Dewi Ghandari dari negara

Gandhara. Ketiga putri tersebut awalnya akan dipasangkan dengan Destarata,

Pandu Dewanata, dan Widura, akan tetapi Widura menolak. Ia beralasan ketiga

putri tersebut usianya tidak sepadan dengan dirinya, maka Widura memberikan

haknya kepada Pandu, karena Pandu yang telah banyak berjasa dalam

memenangkan sayembara.

Untuk menghargai Destarata sebagai putra tertua, Pandu memberi

kesempatan kakaknya memilih satu diantara ketiga putri tersebut. Dalam hati

ketiga putri itu sendiri sebenarnya mereka menolak dijodohkan dengan Destarata

yang tunanetra, apalagi tahta Hastina akan diwariskan kepada Pandu Dewanata,

maka ketiganya memanjatkan doa agar tidak terpilih oleh Destarata.

Dewi Gandhari dengan dibantu adiknya, Harya Suman mencoba

membaluri tubuhnya dengan bau hanyir ikan dengan maksud agar dirinya tidak

terpilih oleh Destarata. Tetapi, Destarata yang selalu menggunakan naluri,

menggunakan indra penciumannya dalam memilih, saat ia mencium bau hanyir

ikan yang berasal dari tubuh Gandhari, bau hanyir itu justru mengingatkannya

pada panggang ikan yang menjadi makanan kesukaannya, maka Destarata

memutuskan jatuh pilihannya kepada Dewi Gandhari.

Page 64: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

64

PANDAWA KURAWA

Pandu Dewanata kemudian naik tahta menjadi raja Hastinapura

menggantikan Praburesi Abyasa (Prabu Kresna Dwipayana) yang mandita di

Wukir Retawu. Ia memiliki dua permaisuri yaitu, Dewi Kunti dan Dewi Madrim.

Kelak dari rahim kedua putri tersebut akan lahir kesatria-kesatria utama, Pandawa

Lima. Dari dewi Kunti akan lahir Yudhistira, Bima, dan Arjuna, sedangkan dari

rahim Dewi Madrim lahir Nakula dan Sadewa.

Sementara, Narasoma sendiri telah dinobatkan menjadi raja menggantikan

ayahandanya, Prabu Mandrapati yang telah meninggal setelah mendengar

kegagalan putranya dalam merebut sayembara. Narasoma menjadi raja Mandaraka

dengan gelar Prabu Salyapati. Dari rahim Pujawati, Narasoma dianugerahi lima

orang anak, yaitu ; Dewi Erawati (kelak menjadi istri Baladewa), Dewi Surtikanti

(kelak menjadi istri Basukarna), Dewi Banowati (kelak menjadi istri

Duryudhana), Bhurisrawa, dan Rukmarata. Hanya saja, salah satu putra

Narasoma/Prabu Salya yang bernama Bhurisrawa berwajah buruk seperti raksasa.

Ini dikarenakan dahulu Narasoma merasa jijik mempunyai mertua seorang

raksasa.

Page 65: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

65

PANDAWA KURAWA

LAHIRNYA DARAH KURU

Negara yang makmur dan sauasana yang begitu damai. Kehidupan

rakyatnya serba kecukupan yang negara tersebut berdiri karena kekuatan seorang

pertapa yang menurutnya kakek moyangnya. Ini negara gung binatara. Hastina

yang merupakan adi kuasa dibawah raja Pandudewanata.Tersiar kabar bahwa sang

permasuri Dewi Kunti telah mengandung anak yang pertama. Tapi telah bulan

kelahirannya anak tersebut belum juga lahir.

“Ada apa gerangan ...?”.

Pertemuan di istana Ngastina segera diadakan. Prabu Pandhu dihadap oleh

Dhestharata, Widura dan Patih Jayaprayitna. Mereka membicarakan kandungan

Kunthi yang telah sampai bulan kelahirannya belum juga lahir. Tengah mereka

berunding. Kedatangan tanpa diundang suara alunan melodi semilirnya gamelan

yang ditabuh bagai sebuah persembahan akan kedatangan sang bagus dari

mandura. Dengan langkah tenang sang Prabu Rukma berjlan ke mimbar Hastina.

“Raharjo dimas Prabu.......!”

“Pangestunipun kanda Prabu Pandhu raharjo sowan saya...bektiku

kanda..........!”

“Ya dimas Prabu Rukma.........restunipun enggal terimalah......!”

“Saya angkat datang mustaka supaya dadi jimat keselamatan........ !”

“Ada apa dimas tanpa ada kabar datang ke Hastina .......?”

“Pertama saya diutus kanda Prabu Basudewa untuk mengirimkan salam

sejahtera dari kanda Prabu Basudewa untuk kanda Prabu Pandhu. “

Page 66: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

66

PANDAWA KURAWA

“Ya dimas......!”

“Yang kedua saya ingin melihat ketentraman kerajaan Hastina........!”

“Ya dimas...!”

“Yang ketiga........saya diutus kanda Prabu Basudewa untuk meminta

bantuan kepada kanda Prabu Pandhu......!”\

“Bantuan apa dimas.......?”

Arya Prabu Rukma datang memberi tahu, bahwa negara Mandura akan

diserang perajurit dari negara Garbasumandha. Raja Garbasumandha ingin

merebut Dewi Maherah. Istri Prabu Basudewa. Raja Basudewa minta bantuan

dengan utusan Arya Prabu Rukma. Mendengar ada bahaya yang akan mengancam

kerajaan kakak ipar. Dengan sigap sang Prabu Pandhu bersedia untuk membantu.

Paseban agung di mimbar Hastina diteruskan. Kali ini sang Prabu Pandhu

memberikan perintah pada adiknya Arya Widura. Arya Widura disuruh pergi ke

Wukir Retawu dan ke Talkandha, supaya mohon doa restu demi kelahiran bayi.

Arya Widura menerima perintah kandanya.

“Perintah kanda akan hamba laksnakan ........!”

Berangkatlah Arya Widura meninggalkan paseban agung Hastina. Prabu

Pandhu menyerahkan pemerintahan Hastina kepada sang Patih Gandamana.

Badan tegak. Gagah perkasa bagai superman. Dengan jalan langkah yang

bagaikan suara hentak gajah. Biarpun sudah tua, tapi badan masih segar bugar

bagai satria muda.

“Kakang Gandamana aku serahkan Hastina pada kakang Patih.......!”

“Perintah Paduka akan hamba laksanakan.....!”

Page 67: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

67

PANDAWA KURAWA

Prabu Pandhu meninggalkan paseban agung. Raja Pandhu menemui Dewi

Kunthi yang sedang berbincang-bincang dengan Dewi Ambika, Dewi Ambiki dan

Dewi Madrim. Setelah memberi tahu tentang rencana kepergiannya ke Mandura,

ia segera bersamadi. Ia berganti baju satria, dengan keris dibelakang. Ia berangkat

ke Mandura bersama Arya Prabu Rukma. Saudara tua yang buta, Dhestharata

menunggu kerajaan Ngastina.

Barata

Di negara yang tak jauh berbeda, yang berkuasa raja raksasa. Raja yang

sangat bengis dan rakus. Dengan kejamnya ia memerintah kerajaannya. Tubuh

kekar dan berwajah beringas bagai harimau yang siap menerkam. Tubuh gembal

dan gemuk dengan tinggi kurang lebih 3 meter. Langkah yang berjalan dengan

guncangan bagai sebuah gempa bumi berkekuatan 3 SR. Ia bernama Prabu

Yaksadarma. Yaksadarma raja Garbasumandha. Paseban agung segera digelar.

Prabu Yaksadarma dihadap oleh Arya Endrakusuma, adiknya yang berwujud

sama dengannya yang memiliki sifat rakus dan tamak. Patih Kaladruwendra,

Togog, Sarawita dan Ditya Garbacaraka. Pembahasan segera dibuka. Sang raja

siap menumpah isi hatinya dihadapan para punggawa. Bagai lahar yang siap

meletus. Semua is yang siap keluar bagi sebuah pistol yang siap membidik

seorang penjahat.

Page 68: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

68

PANDAWA KURAWA

Raja berkeinginan memperisteri Dewi Maherah isteri raja Mandura. Para

punggawa di inta pendapat. Semua terdiam tiada yang berani keluar kata – kata.

Bagai sebuah mulut yang tetutup lakban. Raja menanyai patihnya. Ia terdiam

bagai sebuah ging yang tak dipukul. Bagaimana bilang ia tidak kalau permintaan

rajanya.

Ia memberi perintah pada patihnya. Sang patih tak mungkin menolaknya.

Ia memerintahkan Ditya Garbacaraka. Ditya Garbacaraka disuruh melamar,

Togog menyertainya, Patih Kaladruwendra dan perajurit disuruh mengawal

perjalanan mereka.

Perjalanan yang panajng bagai jalan sebauh rel kereta. Perajurit

Garbasumandha bertemu dengan perajurit Ngastina. Terjadilah perang, tetapi

perajurit Garbasumandha menyimpang jalan.

Barata

Negara gung binanatara yang merupakan kerajaan keturunan Batara

Wisnu. Kerajan yang gemah ripah loh jinawi. Mandura rajanya Bernama Prabu

Basudewa. Raja Basudewa dihadap oleh Patih Saraprabawa, Arya Ugrasena dan

hulubalang raja. Mereka menanti kedatangan Arya Prabu Rukma. Arya Prabu

Rukma datang bersama Pandhu. Kedatangan bagai sebuah jalan yang menyatakan

kebenaran. Iringan suara merdu burung – burung berkicauan. Sambutan hangat

dari Prabu Basudewa, Arya Ugrasena.

Page 69: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

69

PANDAWA KURAWA

Setelah berwawancara, raja Basudewa masuk ke istana akan menjumpai

para isteri. Namun Garbcaraka telah masuk ke istana lebih dahulu, dan berhasil

melarikan Dewi Maherah. Dewi Mahendra dan Dewi Badraini kebingungan.

Mereka bagai gajah yang kehilangan gading. Harum semerbak bagai aroma bunga

mawar. Kedatangan Basudewa dan Pandhu. Melihat kedua istri kebingungan . ia

mendekati kedua istrinya.

“Dinda dewi ada apa ?” tanya Prabu Basudewa.

“Begini kanda kang mbok Dewi Maherah telah diculik.........!” kata

istrinya.

“Di culik dinda.........!”

Mendengar berita dari istrinya, Basudewa minta agar Pandhu segera

mencarinya. Pandhu mohon pamit. Pandhu segera berangkat meninggalkan

kerajaan Mandura.

Tak lama Pandhu berhasil mengejar Garbacaraka dan merebut Dewi

Maherah, pertarungan sempat terjadi. Kedua memang sakti. Tapi Prabu Pandhu

lebih berpengalaman.

“Hai satria siapa kau berani mengganggu urusanku....?”

“Aku raja Hastina, Pandhu Dewanata..!”

Page 70: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

70

PANDAWA KURAWA

“Oh inikah raja termashyur akan kedigdayaannya......kenalkan akau Ditya

Garbacaraka.....”

Pertarungan kembali terjadi, dengan keris kalanadah Pandhu berhasil

mengalahkan Garbacaraka. Dewi Maherah berhasil direbutnya. lalu dibawa

kembali ke Mandura. Dewi Maherah diserahkan kepada kakak ipar Prabu

Basudewa. Setelah menyerahkan Dewi Maherah, Pandhu minta pamit, kembali ke

Ngastina, Raja Basudewa mengikutinya.

Barata

Bunyi gamalan dengan iringan gending – gending jawa. Alunan merdu

bagai nyainyian syair merdu untuk sang kekasih. Kemunculan empat punakawan

Semar, Gareng, Petruk dan Bagong bersenda gurau. Semar dengan bentuk bulat

seperti gentong, kuncung dikepalanya mata yang sedikit merem. Menandakan

bahwa ia bukan pemalas melainkan sesuatu lambang menandakan bahwa dia

seorang yang sangup melawan hawa nafsu dunia. Anak yang pertama Gareng

bentuk badan seperti kapal dengan tangan cengkot dan kaki pincang. Ia

merupakan pertanda kawula yang hati – hati dalam bertindak. Dan tidak suka

mengambil hak milik oarng lain. Anak yang kedua Petruk. Memiliki hidung

panjang dan berkulit hitam dengan badan tinggi. Anak yang ketiga Bagong.

Badan seperti gentong bibir tebal dan suka menghibur.

Mereka kemudian menghadap Begawan Abiyasa. Bagawan Abiyasa

sedang berunding dengan Resi Bisma tentang kehamilan Kunthi. Arya Widura

datang dengan para Punakawan. Suara gemuruh angin petanda akan kedatangan

Page 71: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

71

PANDAWA KURAWA

satria yang telah ditunggu kedatangannya. Arya Widura berserta Punakawan

menghadap Resi Abiyasa.

“Raharjo ger Widura....!”

“Restunya romo begawan, bektiku romo......!”

“Ya tak terima bektimu, pangestunipun bopo terimalah......!”

“Saya angkat di kepala suapya jadi jimat keselamatan ...”!

“Bagaimana Widura keadaan kandungan anakku Kunti.......?”

“Begini romo panemabahan saya diminta kanda Prabu Pandhu

memintakan sarana untuk kelahiran bayi yang dikandung oleh kang mbok

Kunthi.”

Mendengar perkataan dari anaknya kedua panemabahan bersiap untuk ke

Hastina. Arya Widura disuruh berangkat kembali ke Ngastina, Bagawan Abiyasa

dan Resi Bisma segera mengikutinya. Arya Widura dan punakawan mohon pamit.

Mereka meninggalkan pertapan Sapta Arga.

Dalam perjalanan Arya Widura dihadang oleh raksasa Garbasumandha.

Melihat rombongan raksasa yang tak dikenal Arya Widura mengamuk, perajurit

raksasa banyak yang gugur dan melarikan diri.

Barata

Page 72: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

72

PANDAWA KURAWA

Dikahayangan tempat para dewa bersemayam. Dengan tubuh gagah dan

berwibawa duduk di Mercupundu manik kahyangan sang Hayng Guru. Badan

tegak dengan memilik banyak tangan. Disetiap tangan memegang senjata. Bathara

Guru mengadakan pertemuan di Suralaya, dihadiri oleh Bathara Narada, Bathara

Panyarikan, Bathara Dharma dan Bathara Bayu. Batara Narada merupakan

seorang patih kahyangan dengan tubuh cebol dan berwajah badut. Batara

Panyarikan, tubuh kurus, kecil dan berwajah tampan.ia merupakan dewa senopati

kahyangan. Batara Bayu merupakan dewa angin. Batara Bayu dengan tubuh

gagah, tegak dan kuat berwajah tampan. Begitu dengan Sang Hyang Darma

merupakan dewa keadilan. Berparas tampan. Mereka berbicara tentang kehamilan

Kunthi.

“Kakang Batara Narada, bagaimana kabar Kunthi, kakang...?”

“Adhi Guru, anakku Kunthi sudah mengandung 9 bulan, menurut adhi

Guru bagaimana selanjutnya.....”

“Turunlah kakang Batara bersama Batara Darma, Panyarikan, dan

Bayu...untuk memberi pertolongan pada Kunthi anakku....”

“Sendika adhi Guru....!”

Sang Hyang Guru mengutus para dewa untuk pergi ke Hastina. Bathara

Narada disuruh turun ke marcapada bersama Bathara Dharma, Bathara Panyarikan

dan Bathara Bayu. Batara Narada, bata Mereka disuruh memberi pertolongan

kepada Dewi Kunthi.

Page 73: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

73

PANDAWA KURAWA

Barata

Dalam perjalanan menuju ke Hastina. Raja Basudewa dan Pandhu

berjumpa dengan Patih Kaladruwendra. Mereka dihadang oleh pasukan

Garbasumandha. Pasukan raksasa dipimpim seorang patih yang kejam dan bengis.

Mata melotot bagai mau keluar dengan muka merah merona bagi kilatn api. Patih

Kaladruwendra dengan keris menghadang perjalanan Prabu Basudewa dan

Pandhu.

“Hai satria siapa naamu....haaa...haaaaaaa.......?”

“Jangan bentak – bentak bertanya, bertanyalah dengan sopan, sebelum aku

jawab siapa namamu wahai raksasa... dan dimana dangka( tingggal)mu?”

“Ditanya balik tanya....aku Patih Kaladruwendra dari kerajaan

Garbasumandha...”

“Aku Raja Mandura, Prabu Basudewa dan ini adik iparku raja Hastina,

Prabu Pandhu Dewanata......”

“Oh ini ratu Mandura, kalau begitu serahkan Dewi Maherah pada untuk

kuberikan pada rajaku......”

“Jangan kau ambil istri kakakku, langkahi dulu mayat Pandhu.......”

Page 74: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

74

PANDAWA KURAWA

Terjadilah perkelahian, pertarungan sengit terjadi. Dua kekuatan saling

beradu. Adu jotos keduanya. Hantaman demi hantaman dilancarkan Pandhu.

Begitu pula Kaladruwendra. Tapi hantaman Kaladruwendra tak membuat Pandhu

gentar. Bahkan ia masih berdiri kokoh setiap hantaman Kaladruwendra di

lancarkan mengenai tubuhnya. Melihat pertarungan yang tidak akan selesai

sebelum salah satu mati. Dengan sigap Pandhu mengambil panah. Rentangan

busur panah segera ditarik.

Rek ......rek......!

Juuuuus......juuuuus....melancar bagai kilatan cahaya. Dengan cepat anak

panah tubuh Kaladruwendra. Kaladruwendra terbunuh oleh panah Pandhu. Kepala

sang patih terbang bersama anak panah yang dilepas. Melihat gusti patih mati,

pasukan Garbasumandha lari terbirit untuk menyelamatkan. Dan pasukan

Garbasumandha menghilang. Lari pasukan patih Kaladruwendra segera bergegas

melaporkan akan kematian sang patih.

Melihat aman dan damai, Prabu Pandhu dan Prabu Basudewa melanjutkan

begitu juga raden Ugrasena dan Arya Prabu Rukma.

Barata

Page 75: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

75

PANDAWA KURAWA

Di kerajaan Garbasumandha, Raja Yaksadarma dan Endrakusuma menanti

kedatangan Garbacaraka. Suara semilir dengan hembuasan angin lebat dan hujan

deras mengiringi kedatangan Garbacaraka. Disambutnya sang utusan tersebut.

“Garbacaraka, bagaimana hasilnya...... ?”

“Ampun sinuwun, hamba Garbacaraka akan bercerita tentang hasil yang

diperoleh, tetapi direbut oleh raja Pandhu.”

Cerita belum selesai, tiba-tiba sebuah jatuh dihadapan raja. Buk.....! suara

jatuh seperti kepala manusia, terlihat darah berceceran. Dilihat wajah kepala itu.

Melihat wajah tak asing, ini kepala Kaladruwendra. Melihat patihnya telah tewas,

Yaksadarma marah, lalu mempersiapkan perajurit, akan menyerang negara

Hastina.

“Dimas Endrakusuma, aku serahkan keamanan kerajaan Garbasumdha

padamu....”

“Baik kanda Prabu, hati – hati kanda...”.

Berangkatlah Prabu Yaksadarma ke Hastina. Bersama beribu – beribu

pasukan yang dipimpin Garbacaraka segera menuju Hastina. Amarah yang panas

bagai gunung berapi siap meletus akibat lamaran di tolak patihnya meninggal.

“Hutang nyawa dibalas dengan nyawa.......!” kata Prabu Yaksadarma.

Page 76: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

76

PANDAWA KURAWA

Hembusan semilir telah bertiup sepoi – sepoi. Tak lama kedatangan

rombongan Prabu Pandhu, Prabu Basudewa, Ugrasena dan Arya Prabu Rukma

disambut baik oleh rakyat Hastina. Rakyat Hastina berhamburan keluar untuk

menyaksikan kedatangan raja mereka, dari perang. Keselamatan raja Pandhu

sangat diharapkan oleh para rakyat Hastina. Karena selama pemerintahan Hastian

tentram dan damai.

Dipaseban Agung Arya Widura telah menanti kedatangan Kanda Prabu

Pandhu berserta rombongan Mandura. Pandhu segera naik tahta. Paseban yang

telah digelar. Bagai sebauh musayawah besar. Raja Pandhu berbicara dengan

Arya Prabu Rukma, Ugrasena, raja Basudewa dan Arya Widura.

“Bagaimana dimas mengenai romo Resi Abiyasa dan romo begawan

Begawan Bisma?”

Arya Widura memberi tahu tentang kesanggupan Bagawan Abiyasa dan

Resi Bisma. Prabu Pandhu merasa bahagia karena kedua orang tua berkenan hadir

dalam kelahiran anak pertamanya. Tengah mereka berbincang-bincang. Suara

angin yang bertiup bagai suara lagu khasiidah yang di dendangkan. Kedatangan

Bagawan Abiyasa dan resi Bisma telah dinanti.

“Raharjo romo resi.. bektiku romo !”

“Ya ger anak Prabu ...pangestunipun terimalah...!”

“Saya terima di atas kepala supaya jadi jimat keselamatan......”

Page 77: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

77

PANDAWA KURAWA

Setelah mereka berdua disambut, lalu diajak masuk ke istana. Suara angin

yang bertiuop dengan aroma bau wangi bunga setaman. Membuat suasana Hastina

dilanda suatu pertanda baik.

“Ada apa gerangan ini bopo resi.......?”

“Oh apa ini kakang Bisma.....?”

“Mana aku tahu dimas resi......?”

“Kang semar menurut ini pertanda apa ?”

“Tenang saja, doro resi ini kedatangan dewa.......!”

“Oh begitu kakang semar.....”

Kedatangan Bathara Narada dan Bathara Darma.Raja Pandhu dan

Basudewa cepat-cepat menyambut kedatangan para dewa.

“Bekti kami bukulun Narada dan bukulun Darma......!”

“Ya Ger Pandhu dan Basudewa........!”

Bathara Narada memberi tahu tentang tujuan kedatangannya. Bathara

Narada menyuruh agar Bathara Darma merasuk kepada Dewi Kunthi,

membimbing kelahiran bayi. Bathara Darma merasuk, bayi dalam kandungan

Dewi Kunthi lahir melalui ubun-ubun. Bayi lahir laki-laki. Bathara Narada

Page 78: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

78

PANDAWA KURAWA

memberi nama Puntadewa, dan mendapat sebutan Darmaputra. Semua yang hadir

menyambut kelahiran sang bayi.

Kedatangan musuh tanpa diundang, laporan pasukan teleksandi, Raja

Yaksadarma dan para pengikutnya datang menyerang negara Ngastina.

Mendengar Hastina diserang dengan sigap Pandhu menerjang Prabu Yaksadarma.

Raja Yaksadarma mati oleh Pandhu. Mendengar kakak tewas, Endrakusuma maju

kepalagan, ia menantang satria Hastina. Majulah sang Widura, Endrakusuma

mati oleh Arya Widura, Garbacaraka mati oleh Arya Ugrasena. Bathara Bayu

menghalau semua perajurit raksasa. Musuh telah berhasil dibasmi. Pesta besar di

negara Ngastina. Menyambut kelahiran sang Yudistira.

Barata

Sementara Destarastra memilih Dewi Gendari untuk dijadikan istrinya.

Dewi Gendari merasa kecewa. Karena ia gagal sebagai calon permasuri Hastina.

Seharusnya putri cantik sepertinya menjadi istri Pandu Dewanata, bukan

Destarastra yang buta itu. Dalam hati ia bersumpah bahwa anak keturunannya

dengan Destarastra tidak akan pernah akur dengan anak keturunan Pandu

Dewanata.

Tak lama, Dewi Gendari hamil. Namun, Destarastra merasa sangat

bersedih hati, Kesedihan mereka disebabkan kandungan Dewi Gendari yang telah

mencapai usia tiga tahun lamanya. Walau telah mencapai 1000 hari lebih,

Page 79: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

79

PANDAWA KURAWA

melampaui batas kenormalan usia hamil, akan tetapi belum juga ada tanda-tanda

akan melahirkan si jabang bayi.

Selama mengandung, angan-angan Dewi Gendari tak pernah lepas dari

rasa dendam dan sakit hati kepada Pandu Dewanata. Ambisi untuk menumpas

keturunan sang pandu sebagai pelampiasan dendam sakit hatinya selalu tak pernah

lupa diucapkan dalam permohonan doa Dewi Gendari kepada dewata. Akan tetapi

saat itu belum juga ada dampak terkabulnya doa permintaan isteri adipati negara

Ngastinapura ini. Pagi, siang, sore hingga malam hari, hatinya senantiasa

dirundung perasaan resah gelisah, gundah gulana. Dan bahkan hampir putus asa,

Mengingat antara apa yang menjadi cita-cita dendam hatinya, maupun ingat akan

kandungannya yang telah melampaui kenormalan itu, sama sekali belum

membawa hasil seperti apa yang diharapkannya.

Selama masa kehamilan, Dewi Gendari tak pernah memiliki ketentraman

di hati. Apalagi setelah mengetahui Dewi Kunthi, permaisuri Pandu telah

melahirkan puteranya yang pertama, yang diberi nama Raden Puntadewa atau

juga disebut Raden Wijakangka. Bahkan Dewi Kunthi kini telah dan hampir

melahirkan puteranya yang kedua. Kecemasan serta seribu satu macam perasaan

gelisah dan tidak enak terkandung dalam hati Dewi Gendari ini semakin menjadi-

jadi.

Ketiadamenentuan perasaan hati Dewi Gendari yang sedang berbadan dua

itu, mengakibatkan tubuhnya terasa gerah dan tidak betah tinggal dalam bangsal

Kaputren. Dewi Gendari kemudian melangkahkan kakinya, dengan langkah-

langkah gontai menuruni tangga pualam di bangsalnya menulusuri jalan setapak

Page 80: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

80

PANDAWA KURAWA

di antara hijaunya rerumputan, menuju ke taman sari kerajaan Ngastinapura yang

luas dan asri, diikuti oleh empat orang emban sebagai abdi pengiringnya. Kala itu

surya telah condong ke barat, saat Dewi Gendari beserta empat orang abdinya

menulusuri jalan setapak yang terbuat dari pualam, diantara semerbak harum

aneka bunga, serta rimbunnya pohon buah-buahan yang menghiasi taman

kerajaan, gerbang-gerbang sebagai batas bagian-bagian taman yang luas itu,

pandangan matanya yang sayu lurus memandang ke depan seakan-akan tak peduli

dengan segala keindahan taman di sekelilingnya. Tak lama kemudian Dewi

Gendari telah melalui gerbang taman yang ke tujuh dan merupakan bagian taman

yang terakhir.

Dalam bagian taman ini berisi aneka macam binatang buas maupun jinak

serta beragam unggas sebaga hiasannya, tak ubahnya seperti isi kebun binatang

layaknya namun tampat terawat bersih dan rapi. Di tengah petamanan margasatwa

ini terdapat sebuah kolam besar yang terbuat dari batu pualam dengan dihiasi

kelompok bunga teratai nan mekar dengan indahnya. Ikan-ikan yang berwarna-

warni berlari berpasangan berkejar-kejaran d bawah warna biru jernihnya air.

Tanpa sepengetahuan Dewi Gendari bahwa kedatangannya di taman satwa itu,

telah membuat seluruh binatang buas yang ada di taman menjadi beringas,

sementara binatang yang jinak serta unggas seperti gelisah dan ketakutan,semua

ini merupakan firasat buruk.

Hembusan angin keras membuyarkan lamunan Dewi Gendari, mengetahui

cuaca buruk, Dewi Gendari mengajak para emban kembali ke kaputren. Langkah

Dewi Gendari semakin dipercepat karena gerimis telah mulai turun. Tiba tiba saja

Page 81: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

81

PANDAWA KURAWA

Dewi Gendari yang sedang mengandung ini tersentak kaget saat mendengar suara

harimau mengaum begitu keras. Karena rasa kaget yang teramat sangat tubuh

Dewi Gendari gemetar, wajah pucat, tak terasa Dewi Gendari telah melahirkan di

tempat di mana ia berdiri, yaitu bebrapa jengkal sebelum mencapai gerbang

kaputren tempat tinggalnya. Dewi Gendari bukan melahirkan bayi sehat dan

mungil, melainkan adalah segumpal daging yang bercampur darah mengental,

berwarna mrah kehitam-hitaman, daging yang baru lahir dari rahim Dewi Gendari

itu bergerak-gerak serta berdenyut-denyut seakan-akan bernyawa.

Setelah melihat dan mengetahui hal ini, bukan main marah Dewi Gendari,

karena emosinya gumpalan daging itu diinjak injah hingga terpecah belah, lalu

ditendang-tendang dengan kakinya ke arah yang tak menentu, pecahan serta

serpihan daging yang dilahirkan Dewi Gendari tercerai berai berserakan di atas

rerumputan taman. Dewi Gendari merasa emosi, geram dan marah. Setelah itu ia

pun menjerit dan mengangis histeris. Anehnya, setiap serpihan daging yang

berserakan itu besar atau kecil tetap berdenyut dan bergerak-gerak.

Sang Destrarasta menjadi bingung. Dialam bawah sadar ia mendengar

perkataan ayahnya sang resi Abiyasa. Atas nasehat Begawan Abiyasa yang telah

datang secara gaib dari pertapaannya, meminta agar Destarasta untuk menutupi

setiap serpihan daging itu dengan daun jati.

Dewi Gendari segera melakukan perintah sang resi. Dengan perasaan

was-was serta perasaan takut yang tertahan, Dewi Gendari serta emban dan

beberapa orang prajurit penjaga taman melaksanakan tugas yang diperintahkan

Destarasta, menutupi serpihan daging itu dengan daun jati, jumlahnya mencapai

Page 82: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

82

PANDAWA KURAWA

100 keping. Bersamaan dengan kejadian itu, suasana taman di Ngastinapura

berubah menjadi sangat menyeramkan. Binatang buas mengeluarkan suaranya,

disusul dengan lolongan anjing hutan yang berkepanjangan bersahutan, burung

hantu, kelelawar, burung gagak serta binatang malam lainnya. Binatang-binatang

yang lelolong tak kunjung berhenti, suasana seram dan menakutkan meliputi

Ngastinapura. Banyak para emban dan prajurit penjaga malam ketakutan,

wajahnya pucat, badannya menggigil, merinding bulu romanya.

Selesai memutupi gumpalan darah ,Dewi Gendari turun segera menuju

tempat pemujaan, ia memohon kepada dewa, agar cita-citanya untuk berputera

banyak, bisa terkabul. Tiba-tiba saja Batari Durga muncul secara gaib dan

memberitahukan, apabila lewat tengah malam mendengar tangisan bayi di taman,

Dewi Gendari agar cepat-cepat menghampiri bayi tersebut, karena itu adalah

puteranya. Setelah memberikan pesan Batari Durgapun menghilang dari hadapan

Dewi Gendari secara gaib, kembali ke kahyangan di wukir pidikan.

Dan benar saja, saat terdengar tangisan, Dewi Gendari segera menuju ke

taman. Dan betapa terkejutnya ia saat ia melihat ada 100 bayi di sana. Seluruh isi

kerajaan bahagia mendengar berita tersebut

Berikut nama-nama Kurawa :

1. Duryodana (Suyodana)

2. Dursasana (Duhsasana)

3. Abaswa

4. Adityaketu

5. Alobha

Page 83: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

83

PANDAWA KURAWA

6. Anadhresya (Hanyadresya)

7. Anudhara (Hanudhara)

8. Anuradha

9. Anuwinda (Anuwenda)

10. Aparajita

11. Aswaketu

12. Bahwasi (Balaki)

13. Balawardana

14. Bhagadatta (Bogadenta)

15. Bima

16. Bimabala

17. Bimadewa

18. Bimarata (Bimaratha)

19. Carucitra

20. Citradharma

21. Citrakala

22. Citraksa

23. Citrakunda

24. Citralaksya

25. Citrangga

26. Citrasanda

27. Citrasraya

28. Citrawarman

Page 84: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

84

PANDAWA KURAWA

29. Dharpasandha

30. Dhreksetra

31. Dirgaroma

32. Dirghabahu

33. Dirghacitra

34. Dredhahasta

35. Dredhawarman

36. Dredhayuda

37. Dretapara

38. Duhpradharsana

39. Duhsa

40. Duhsah

41. Durbalaki

42. Durbharata

43. Durdharsa

44. Durmagati

45. Durmarsana

46. Durmukha

47. Durwimocana

48. Duskarna

49. Dusparajaya

50. Duspramana

51. Hayabahu

Page 85: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

85

PANDAWA KURAWA

52. Jalasandha

53. Jarasanda

54. Jayawikata

55. Kanakadhwaja

56. Kanakayu

57. Karna

58. Kawacin

59. Krat

60. Kundabhedi

61. Kundadhara

62. Mahabahu

63. Mahacitra

64. Nandaka

65. Pandikunda

66. Prabhata

67. Pramathi

68. Rodrakarma (Rudrakarman)

69. Sala

70. Sama

71. Satwa

72. Satyasanda

73. Senani

74. Sokarti

Page 86: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

86

PANDAWA KURAWA

75. Subahu

76. Sudatra

77. Suddha (Korawa)

78. Sugrama

79. Suhasta

80. Sukasananda

81. Sulokacitra

82. Surasakti

83. Tandasraya

84. Ugra

85. Ugrasena

86. Ugrasrayi

87. Ugrayudha

88. Upacitra

89. Upanandaka

90. Urnanaba

91. Wedha

92. Wicitrihatana

93. Wikala

94. Wikatanana

95. Winda

96. Wirabahu

97. Wirada

Page 87: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

87

PANDAWA KURAWA

98. Wisakti

99. Wiwitsu

100. Wyudoru (Wiyudarus )

Barata

Setelah kelahiran putra pertamanya Pandu merasa bahagia kemudian sang

dewi mulai mengandung lagi. Tak lama pada bulan kelahirannya telah tiba.

Maka lahirlah putra kedua yang berwujud bungkus. Seluruh kerajaan Astina

sangat berduka karena kelahiran anak jabang bayi Prabu Pandu dan Dewi

Kunti yang berwujud terbungkus. Tak ada senjata yang mampu untuk

memecah bungkus tersebut. Kurawa yang juga ikut membantu memecah

bungkus tersebut, walaupun dengan tujuan berbeda ingin melenyapkan sang

jabang bayi – juga tidak sanggup melakukannya. Sampai akhirnya, terdapat

wangsit dewata yang meminta bayi bungkus tersebut dibuang di hutan

Krendawahana.

Sementara belum lama hamil pada anak kedua Dewi Kunti mengandung

lagi. Tapi aneh, pada saat lahir, sukma Arjuna yang berwujud cahaya yang

keluar dari rahim ibunya dan naik ke kayangan Kawidaren tempat para

bidadari. Semua bidadari yang ada jatuh cinta pada sukma Arjuna tersebut

yang bernama Wiji Mulya. Kegemparan tersebut menimbulkan kemarahan

para dewa yang lalu menyerangnya. Cahaya yang samar samar tersebut lalu

berubah menjadi sesosok manusia tampan yang berpakaian sederhana.

Page 88: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

88

PANDAWA KURAWA

Hilangnya sukma Wiji Mulya dari tubuh Dewi Kunthi menyebabkan

kesedihan bagi Prabu Pandu. Atas nasehat Semar, Pandu lalu naik ke

kayangan dan meminta kembali putranya setelah diberi wejangan oleh Batara

Guru. Mengenai hasta brata. Selesai diberi Wejangan pandhu meminta putra

kembali dan mohon pamit untuk kembali ke Hastina. Sang dewi Kunti merasa

bahagia mendengar putranya selamat. Dan memberinama Arjuna, Permadi,

Maka tumbuh dewasa lah bayi tersebut menjadi satria yang tampan.

Merasa kakaknya yang berwujud bungkus belum dapat ditolong, ia pergi ke

pertapan Wukir Retawu. Di pertapaan wukir retawu Begawan Abyasa

kedatangan Raden Permadi yang dikuti oleh punakawan.

“Kakek bagaimana nasib kakak bungkus, sudah sampai beberapa tahun tak

ada kabar baik mengenai ini eyang, menjadikan dukanya ibu Kunti”

“Tentu saja sang Begawan yang memang dipenuhi oleh budi luhur sudah

mengetahui apa yang akan terjadi.

Adanya bayi bungkus tersebut menjadikan gegernya suralaya. Bumi

gonjang ganjing bergetar seperti dibelah. Lautan menjadi kering.

Di suralaya Batara Guru memanggil Gajah Sena putra sang batara yang

berwujud gajah untuk memecah si bungkus sehingga menjadi manusia yang

sejati. Sang guru juga mengutus Dewi Umayi untuk melatih tentang

keutamaan kepada si bayi bungkus.

Page 89: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

89

PANDAWA KURAWA

Selanjutnya Gajahsena dengan kekuatan yang dimilikinya membuka

bungkus sijabang bayi. Namun dengan pecahnya bungkus, sang bayi menjadi

marah karena ia merasa disakiti, maka terjadilah perkelahian yang dahsyat

diantara keduanya. Pertempuran tersebut berakhir dengan kalahnya Gajah

Sena. Namun bersamaan dengan sirnanya jasad sang Gajah, seluruh roh dan

kekuatannya merasuk kedalam badan si bayi bungkus., Kemudian datanglah

Betara Narada.

Si bungkus kemudian bertanya pada Sang Batara Narada ,”Heeem,

siapakah aku ini?”

“Perkencong, perkencong waru doyong …”. “Anakku ger bungkus , kamu

itu sesungguhnya adalah putra nomor dua dari Raja Prabu Pandu Dewanata di

Hastina. Kamu lahir berwujud bungkus, dan kehendak Dewata kamu akan

menjadi ksatria utama, dan untuk itu engkau kuberi nama Bratasena”.

Bratasena kemudian hari menjelma menjadi seorang yang gagah dan

menakutkan karena badannya yang tinggi besar dengan suara yang

menggelegar. Sampai suatu ketika. Datanglah Raja dari Tasikmadu yang

meminta pertolongan kepada Bratasena untuk melenyapkan raja raksasa

bernama Kala Dahana. Patih Kala Bantala, Kala Maruta dan Kala Ranu.

Dengan kekuatannya Bratasena mengalahkan para raksasa tersebut. Mereka

sirna dan semua kekuatan para raksasa tadi menyatu dalam tubuh Raden

Bratasena; itulah kekuatan api, tanah,angin dan air.

Page 90: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

90

PANDAWA KURAWA

Barata

Sementara sang istri yang kedua yaitu Dewi Madrim yang telah

mengandung. Tapi keinginan yang diminta aneh untuk dipenuhi. Merasa

bingung maka Raja Pandhudewanata berwawancara dengan Resi Bisma,

Yamawidura, Patih Kuruncana, Puntadewa, Sena dan Permadi. Sang raja

minta petunjuk dan nasihat kepada Resi Bisma, bahwa Madrim ingin naik

Lembu Andini kendaraan Batara Guru. Resi Bisma memberi saran agar raja

minta nasihat kepada Bagawan Abyasa di Saptaarga, di pertapaan Wukir

Retawu. Raja Pandhudewanata menerima saran Resi Bisma, Patih Kuruncana

diperintahkan mempersiapkan perajurit. Setelah selesai perundingan, raja

masuk ke Gupitmandragini menemui dua isterinya, raja memberi tahu tentang

hasil pertemuan, dan rencana kepergian raja ke Saptaarga.

“Dinda dewi aku akan pergi Sapta arga untuk meminta saran pada romo

resi.....”

“Baik kanda, berhati – hatilah kanda......!”

Yamawidura mengumumkan perintah dan rencana kepergian raja kepada

para perajurit. Para perajurit diperintah supaya menghormat keberangkatan

raja. Sebagian perajurit dipersiapkan untuk mengawal kepergian raja ke Wukir

Retawu. Raja bersama perajurit berangkat ke Saptaarga, dipimpin oleh

Yamawidura.

Page 91: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

91

PANDAWA KURAWA

Barata

Di kerajaan yang tak jauh Hastina yang masih merupakan wilayah

Hastina. Kesuburan tanah gemah rimpah loh jinawi. Yaitu kerajaan Turilaya.

Bogadata raja negara Turilaya berunding dengan Gandapati, Kartipeya, Patih

Hanggadenta, Gendhingcaluring, Togog dan Sarawita. Mereka membicarakan

amanat Arya Suman yang disampaikan oleh Kartipeya, tentang perang

Baratayuda. Mereka menginginkan urungnya perang itu. Mereka mengambil

putusan untuk menyerang negara Ngastina, membunuh raja Pandhudewanata

beserta anak-anaknya. Patih Hanggadenta ditugaskan menyerang negara

Ngastina. Gendhingcaluring ditugaskan menjaga tapal batas, dan siapa saja

yang akan membantu Ngastina supaya dihancurkannya. Raja Bogadata dan

Kartipeya akan pergi ke Ngastina secara sembunyi-sembunyi. Gandapati

ditugaskan menjaga keamanan negara Turilaya. Setelah siap, mereka

berangkat menjalankan tugasnya masing-masing. Perajurit Turilaya bertemu

dengan perajurit Ngastina, terjadilah pertempuran. Pertempuran padam setelah

mereka menghentikan perang. Masing-masing menyimpang jalan mencari

selamat.

Barata

Page 92: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

92

PANDAWA KURAWA

Pandepokan yang sangat sejuk berada di tengah hutan. Tertutup oleh hutan

lebat dan rimbun. Tinggallah seorang resi dengan putri yang cantik jelita.

Bernama Resi Darmana dan Endang Darmi. Resi Darmana dan anaknya

Endang Darmi berbicara dengan para cantrik di padepokan Hargasana. Sang

Resi membicarakan surat lamaran Brahmana Kamindana. Endang Darmi

menurut kehendak ayahnya.

Tak lama Brahmana Kamindana datang, menagih kesanggupan dan

jawaban Resi Darmana tentang lamarannya. dengan kata keras dan kasar

keluar dari mulut sang Brahmana Kamindana. Watak sang Brahmana

Kamindana amat kasar tutur katanya, mendengar ucapan Resi Kamindana

yang kasar dan tidak santun, membuat Resi Darmana marah, terjadilah

perkelahian. Para cantrik ikut membantu resi Darmana.

Para cantrik mengeroyok Brahmana Kamindana. Mula-mula Brahmana

Kamindana kalah, kemudian menggunakan pusaka saktinya berupa tombak

pendek. Resi Darmana ditangkap akan dibunuhnya. Sebelum terbunuh, Resi

Darmana mengutuk. Brahmana Kamindana dikatakan seperti rusa. Bersamaan

dengan jatuhnya pusaka Brahmana Kamindana ke dada Resi Darmana,

Brahmana Kamindana berubah menjadi rusa dan Resi Darmana meninggal

dunia.

Setelah mendengar kematian ayahnya, Endang Darmi pergi meninggalkan

padepokan. Brahmana Kamindana mengejarnya, tetapi ia tidak dapat

menangkapnya. Dikatakan oleh sang brahmana, Endang Darmi lari cepat

Page 93: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

93

PANDAWA KURAWA

seperti rusa. Seketika Endang Darmi berubah menjadi rusa betina. Rusa

Kamindana berhasil menangkap rusa Darmi, mereka masuk ke hutan.

Barata

Angin semilir membawa Prabu Pandhu di padekona ayahnya. Raja

Pandhudewanata bersama Semar, Gareng, Petruk dan Bagong menghadap

Begawan Abyasa di Saptaarga. Raja menyampaikan maksud kedatangannya.

Bagawan Abyasa memberi petunjuk dan nasihat, bahwa permintaan Madrim

itu kelewat batas, dan besar bahayanya. Bagawan Abyasa menyerahkan

kepada sikap Pandhudewanata sendiri. Pandhu ingin menuruti keinginan

Madrim, lalu minta diri bersama para punakawan. Bagawan Abyasa

mengawal dari kejauhan, menuju ke Ngastina.

Di tengah perjalanan Pandhu dan para panakawan bertemu dengan

perajurit raksasa dari Turilaya. Terjadilah pertempuran. Perajurit yang

dipimpin Gendhingcaluring kalah dan tidak mampu menglahkan kedigdyaan

Pandu. Togog dan Sarawita kembali ke Turilaya. Pandhu meneruskan

perjalanan ke Suralaya.

Bathara Narada dan Bathara Indra, Bathara Yama, Bathara Aswan,

Bathara Aswin dan Lembu Andini menghadap Bathara Guru. Bathara Guru

bertanya kepada Bathara Aswi dan Bathara Aswin, sebab apa mereka berdua

turun ke Ngastina. Mereka menjawab, bahwa mereka datang atas panggilan

Page 94: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

94

PANDAWA KURAWA

Madrim isteri Raja Pandhu, yang ingin mempunyai anak. Bathara Guru

menyuruh agar mereka berdua turun ke Ngastina, untuk bertanggungjawab

atas kelahiran bayi yang akan datang. Bathara Aswan dan Bathara Aswin

berangkat ke Ngastina.

Sepeninggalnya Bathara Aswan dan Bathara Aswin, raja Pandhu datang,

menghadap Bathara Guru, minta pinjaman Lembu Andini. Bathara Guru

marah, sebab raja Pandhu pernah mendirikan taman larangan dewa yang

disebut Taman Kadilengleng, yang mirip dengan taman Tinjomaya. Pandhu

minta maaf, tetapi Bathara Guru bertambah marah, karena ia hanya menuruti

keinginan perempuan isterinya. Pandhu minta maaf dan menyampaikan

beberapa sanggahan dengan berbagai pertanyaan.

“ Apakah ia bersalah karena menuruti permintaan isteri? “

“Makhluk yang mengajukan permohonan kepada Dewa itu bersalah?”

“Apakah salah bila raja minta perlindungan kepada raja semua

raja?Apakah sudah benar raja Tribuana menolak permintaan raja kecil?

Bukankah raja besar wajib mengabulkan permintaan raja kecil dan

melindunginya? Akhirnya Bathara Guru mengabulkan permintaan Pandhu

dengan syarat, Pandhu tidak akan berbuat salah lagi. Bila Pandhu sudah

selesai naik Lembu Andini maka akan dicabut nyawanya. Pandhu sanggup

menerima hukumannya, lalu mohon diri. Para panakawan dan Lembu Andini

mengikutinya.”

Page 95: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

95

PANDAWA KURAWA

Sepeninggal Pandhu dari Suralaya, Bathara Guru mengutus Bathara

Narada supaya turun ke Ngastina. Nyawa Pandhu harus dicabut sesudah

mengendarai Lembu Andini. Bathara Yama diberi tugas untuk mengikuti

Bathara Narada. Mereka berdua berangkat ke Ngastina. Pandhu mengikuti

jalannya Lembu Andini masuk ke hutan Kandhawa. Di tengah hutan Pandhu

melihat sepasang Rusa yang sedang memadu kasih. Ia iri melihatnya. Rusa

jantan dipanah, berubah menjadi Brahmana Kamindana. Brahmana

Kamindana mengutuk, pandhu akan mati bila memadu kasih dengan isterinya.

Rusa betina juga dipanahnya, lalu kembali menjadi Endang Darmi. Endang

Darmi mengutuk, isteri Pandhu akan mati setelah melahirkan bayi

kandungannya. Brahmana Kamindana dan Endang Darmi musnah dari

pandangan Pandhu. Pandhu kembali ke negara Ngastina.

Bagawan Abyasa dihadap oleh Resi Bisma, Yamawidura, Patih Kuruncana

dan Sena, mereka memperbincangkan kepergian Pandhu ke Suralaya. Pandhu

dan punakawan datang bersama Lembu Andini. Pandhu melapor segala

usahanya, kemudian masuk ke istana menemui Dewi Kunthi dan Dewi

Madrim. Setelah memberi tahu tentang hasil yang diperoleh, Pandhu dan

Dewi Madrim naik Lembu Andini. Mereka melayang-layang di angkasa, di

atas negara Ngastina. Di atas angkasa Pandhu dan Madrim berwawan asmara,

kemudian turun ke bumi Ngastina. Lembu Andini kembali ke Suralaya.

Pandhu masuk istana, bercerita kepada Begawan Abyasa, Resi Bisma,

Yamawidura, Patih Kuruncana, Sena dan Arjuna.

Page 96: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

96

PANDAWA KURAWA

Mereka asyik mendengarkan cerita Pandhu di istana. Bathara Narada dan

Bathara Yama menjalankan tugas mereka, nyawa Pandhu dicabutnya. Pandhu

meninggal dunia, orang seistana gempar kesedihan. Bathara Aswan dan

Bathara Aswin menjelma kepada bayi yang dikandung oleh Dewi Madrim.

Setelah Dewi Madrim tahu bahwa raja Pandhu telah meninggal, ia bunuh

diri, sebuah patrem ditusukkan ke dalam perutnya. Dua bayi lahir melalui luka

perut Dewi Madrim. Bathara Narada dan Bathara Yama datang, menemui

Abyasa, minta agar bayi itu diberi nama Pingsen ( Nakula ) dan Tangsen (

Sadewa ). Kemudian jenasah Pandhu dan Madrim dibawa ke Tepetloka.

Tempat pembakaran mayat. Suara tangis dan haru seluruh rakyat akan

kepergian Raja tercinta mereka. Karena kedua putra Madrim telah ditinggal

ibunya Dewi Madrim. Maka Begawan Abyasa meminta agar Kunthi

mengasuh dua bayi itu seperti anaknya sendiri. Kunthi menerima kedua bayi

dengan senang hati.

Raja Bogadata, Kartipeya dan perajurit Turilaya bersiap-siap menggempur

negara Ngastina. Bagawan Abyasa berunding dengan Resi Bisma.

Yamawidura, Sena, Patih Kuruncana dan Arjuna. Mereka membicarakan

kekacauan negara dan serangan musuh. Bogadata dan perajurit telah

menyerang. Patih Kuruncana ditugaskan untuk menyiapkan perajurit. Sena,

Arjuna dan Yamawidura ikut berperang. Bogadata dipanah oleh Arjuna,

Kartipeya kena panah Yamawidura, Hanggadenta mati oleh Patih Kuruncana,

para perajurit Turilaya musnah oleh amukan Sena. Perang pun selesai.

Page 97: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

97

PANDAWA KURAWA

Bagawan Abyasa, Resi Bisma, Yamawidura dan Patih Kuruncana

berunding, mereka akan menobatkan Dhestharasta sebagai pemegang

pemerintahan sampai para Pandhawa dewasa. Mereka mengadakan pesta

penobatan. Dan arya Suman menjadi patih Hastina. Sementara para Pandawa

tingal bersama eyang mereka di Sapta arga. Menginjak dewasa para Pandawa,

maka diboyonglah ke Hastina.

Page 98: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

98

PANDAWA KURAWA

AWAL PERTIKAIAN

Pagi itu udara segar, langit cerah. Burung berkicau merdu, ayam jantan

berkokok bersusulan. Pertanda hari baru mulai dibentangkan. Negara besar yang

bernama Hastinapura mengawali hari itu dengan mengadakan pasowanan agung.

Sang Prabu Destarastra duduk di dampar kencana, beralaskan beludru hitam

beraroma bunga melati. Sang raja memakai mahkota Jamang Mas bersusun tiga,

didampingi sang prameswari Dewi Gendari, dan dikelilingi para emban, cethi,

keparak, manggung. Hadir dalam pasowawan agung tersebut, Patih Sengkuni,

Resi Bisma, Yamawidura, para tumenggung, mantri, bupati, demang, lurah,

sentana, nayaka dan para kawula.

Menurut silsilah, Prabu Destarastra adalah anak sulung raja Hastinapura

yang bernama Abiyasa atau Prabu Kresnadwipayana dengan Dewi Ambika.

Namun karena ia buta, maka yang diangkat sebagai raja, anak ke duanya yang

bernama Pandudewanata. Pada masa pemerintahan Pandu, Negara Hastinapura

mengalami kemajuan pesat, kesejahteraan meningkat, kejayaan negeri terangkat.

Namun sayang, pada puncak pemerintahannya, Pandudewanata beserta Dewi

Madrim wafat akibat menemuhi permintaan sang istri Dewi Madrim. Maka para

sesepuh istana menyaran agar Destarasta yang memegang tahta Hastina. Menungu

hingga putra Pandu dewasa. Hingga sekarang Destarastralah yang memegang

tahta Hastinapura. Tahta itu telah memberinya segalanya, kesenangan kepuasan,

kekuasaan, kekayaan, kebesaran, kewibawaan dan keagungan. Betapa nikmatnya

tahta itu. Semakin lama duduk di atas tahta, akan semakin nikmat rasanya.

Page 99: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

99

PANDAWA KURAWA

Ya itulah tahta, sesuatu yang terbaik di bumi Hastinapura. Berikanlah yang

terbaik kepada anak-anak kita, kata Gendari terngiang ditelinga Destarastra.

Tidak! Itu bukan yang terbaik, karena hal itu dapat menjerumuskan anak-anak kita

ke dalam perang saudara. Namun dikarenakan bujukan Gendari tak pernah henti,

Destarastra terombang-ambing, antara mempertahankan atau menyerahkan tahta.

Jika menuruti pikirannya, tahta akan dipertahankan untuk isteri dan anak-anaknya.

Namun jika menuruti kesadarannya, tahta akan diserahkan kepada anak-anak

Pandudewanata.

Untuk mengatasai konflik batinnya, Destarastra mengadakan Pasowanan

agung, untuk menyampaikan niatnya kepada para tetua dan penasihat negri,

bagaimana pendapat mereka jika anak-anak Pandudewanata diboyong di

Hastinapura, agar diantara Kurawa dan Pandawa dapat hidup berdampingan

dengan damai, bahu-membahu membangun negeri dan meneruskan kejayaan

Hastinapura.

“Sinuwun Prabu sesembahan hamba, hamba menyetujui rencana sinuwun

Prabu memboyong anak-anak Pandudewanata, dan hamba akan mempersiapkan

upacara besar-besaran menyambut kedatangan mereka.”

“Sengkuni, penyambutan itu tidak perlu dengan kemewahan. Semenjak

Negara Hastina ditinggalkan Pandudewanata, banyak kawula yang hidup dibawah

garis kemiskinan. Melihat kenyataan itu, apakah engkau sampai hati

Page 100: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

100

PANDAWA KURAWA

menghamburkan kemewahan, di tengah-tengah kemiskinan, hanya demi sebuah

upacara? Bukankah yang terpenting adalah keselamatan para Pandawa?”

“Maafkan hamba dhuh Sang Maha Resi Bisma, sesungguhnya maksud

hamba tidak lain kecuali demi menjaga kewibawaan Raja.”

“Ada cara lain untuk menjaga kewibawaan raja, tidak dengan kemewahan

dan kekuatan. Di tengah-tengah keprihatinan, seorang raja akan semakin

berwibawa jika dia rela menanggalkan kewibawaanya dan bersama-sama dengan

kawula ikut merasakan dan menjalani keprihatinan.” Sahut Bisma.

“Ampun Kakanda Prabu.” Sela Yamawidura. “Benar apa yang dikatakan

Paman Resi Bisma, bahwa kewibawaan tidak terletak pada kemewahan, kekuatan

dan simbol-simbol raja yang ada di keraton, tetapi kewibawaan raja ada pada

mereka, para kawula. Bukankah tahta dan mahkota tidak ada artinya jika tanpa

kawula? Dan tepatlah kiranya jika Kakanda Prabu memboyong Pandawa di

Hastinapura. Dengan kebijaksanaan tersebut, rakyat akan menilai bahwa Kakanda

Prabu memperhatikan mereka, mendengarkan suara mereka, serta merasakan

jeritan hati mereka yang dirundung rindu kepada anak-anak Pandudewanata.”

Yamawidura memang dikenal sebagai penasehat bijaksana dan waskitha.

Para sesepuh dan Destarastra menyetujui saran Yamawidura. Maka segeralah

diputuskan hari pelaksanaan memboyong Pandawa, Yamawidura diangkat

menjadi duta, menemui Begawan Abiyasa di Saptarengga, untuk memboyong

Kunthi dan ke lima anaknya.

Page 101: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

101

PANDAWA KURAWA

Pada hari yang ditentukan, sejak pagi kawula berduyun-duyun memenuhi

alun-alun dan ruas-ruas jalan yang akan di lewati anak-anak Pandu. Dengan

kesadaran dan ketulusan hati, para kawula memasang umbul-umbul, rontek,

bendera, penjor dan macam-macam hiasan untuk menyambut anak-anak Pandu.

Hastinapura berubah wajah. Ibarat seorang gadis sedang bersolek, untuk

menyambut kekasihnya yang telah lama berpisah. Waktu itu, ketika

Pandudewanata, meninggalkan Hastinapura, rakyat mengiring dengan tetesan air

mata. Nestapa Pandudewanata adalah duka kawula Hastinapura. Setelah lama

berpisah, hari itu, kerinduan antara kawula dan raja tumpah kepada anak-anak

Pandudewanata.

“Hore! Horeee! Calon Raja kita datang.”

“Hidup calon Raja!” “Hidup anak Pandu!” “Hiduuup!”

Sepanjang jalan para kawula Hastinapura mengelu-elukan. Mereka saling

berebut ingin melihat dari dekat putra-putra Pandudewanata. Pancaran

kebijaksanaan Puntadewa, kekokohan Bimasena, ketampanan Harjuna,

ketenangan Nakula dan kecerdasan Sadewa, mampu mengudang kekaguman

rakyat Hastinapura. Ketika kereta yang ditumpangi Dewi Kunthi melintas di

depan mereka, ada rasa iba tersembul dari ekspresi wajah rakyat Hastinapura,

tatkala melihat kerut-kerut wajah wanita setengah baya itu menggoreskan

penderitaan yang teramat dalam.

Sore hari, setelah upacara Pandawa Boyong usai. Jalan-jalan menuju

kotaraja menjadi lengang, alun-alun kembali sepi. Prabu Destarastra termenung,

Page 102: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

102

PANDAWA KURAWA

merasakan peristiwa yang baru saja berlalu. “Gendari, Benar apa yang dikatakan

Yamawidura bahwa kewibawaan tidak berada pada simbol raja. Tanpa simbol-

simbol raja, anak-anak Pandudewanata disambut bak raja besar, melebihi raja

yang berkuasa. Itu artinya bahwa simbol-simbol raja yang aku pakai selama ini

kosong, dan isinya ada di tangan anap-anak Pandu. Untuk itu sudah sepantasnya

tahta Hastinapura aku berikan kepada Pandawa”

“Jangan Kanda Prabu, Kakanda harus mempertahankan tahta Hastinapura”

“Mempertahankan tahta tanpa kewibawaan?”

“Bukankah Kanda Prabu yang memegang kekuasaan dan menguasai

negeri ini? Termasuk menguasai kewibawaan. Jika kewibawaan itu diyakini

berada di tanggan Pandhawa kita akan merebutnya dan memberikan kepada para

Kurawa. Ingat! Kakanda, kita belum memberikan yang terbaik untuk anak-anak

kita.” Sore menjelang malam, langit menjadi semakin merah. Cahaya matahari

mulai enggan menambah panasnya Bumi Hastinapura yang kian panas, sepanas

hati Dewi Gendari.

Di dalem kasatrian Hastinapura, Puntadewa berkumpul dengan kedua

adiknya, Suasana sedikit hening. Beberapa pepohon yang berada di halaman

memantulkan cahaya matahari ke wajah mereka, melalui balik daun-daunnya

yang berwarna ke coklat-coklatan. Siang itu, saat istirahat, matahari berada diatas

kepala, Semar memanfatkan waktunya untuk mengunjungi momongannya.

Page 103: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

103

PANDAWA KURAWA

“Dhuh doro kula, Puntadewa, Bimasena, Harjuna, ada goresan sendu di

wajah kalian. Adakah sesuatu perkara besar yang melebihi kemampuan kalian

untuk menanggungnya, sehingga menggelisahkan hati?”

“Kakang Semar, engkau sungguh seorang panakawan pinunjul, mampu

merasakan apa yang kami rasakan. Memang benar, ada perasaan yang menyesak

hati. Keberadaan kami di Hastinapura rupa-rupanya tidak dikehendaki oleh para

Kurawa. Mereka menunjukan sikap tidak bersahabat, bahkan mengarah pada

permusuhan. Gerak-gerik kami dicurigai, kami dilarang keluar masuk benteng

untuk bertatap muka dengan para kawula, sehingga kami jadi serba salah untuk

melakukan sesuatu.”

“Dhuh doro kula, dengan keadaan yang kurang menguntungkan tersebut

bukan berarti kalian tidak dapat berbuat sesuatu. Bagi orang bijak, waktu jangan

disia-siakan. Setiap denyutnya harus membawa manfaat. Pekerjaan itu jangan

ditunggu, tetapi dikerjakan. Dharma bakti jangan dinanti, tetapi dijalani.”

“Kakang Semar, kami menjadi bingung, apa yang musti kami kerjakan?”

“Dhuh adhuh, ndara, ndara, bendara kula. Sampeyan itu bagaimana ya ?

Di Saptarengga eyangmu Abiyasa telah mengajari banyak hal, baru

beberapa bulan hidup di istana, rasa pangrasa kalian menjadi tumpul. Apakah

kalian tidak melihat dan merasakan kehidupan di lingkungan beteng dalam ini.

Para abdi menjadi korban kebijakan raja, hidup dalam penderitaan dan tekanan.

Mereka butuh dibela, dilindungi dan dibebaskan dari berbagai ancaman. Sebagai

seorang satria masihkan kalian bertanya, apa yang musti dikerjakan?” “Kakang

Page 104: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

104

PANDAWA KURAWA

Semar, kami telah mencoba melakukan hal itu, namun kami malahan dituduh

menentang kebijaksanaan raja dan membuat kerusuhan di benteng dalam ini”

“Kalian memang harus cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Kalian

dapat melakukan sesuatu untuk sebuah keadilan, tanpa harus menimbulkan

kecurigaan dan membuat keonaran. Jangan berhenti karena dihalangi! Karena

sesungguhnya pekerjaan mulia tidak akan pernah selesai hanya dengan berpangku

tangan dan keragu-raguan.” Tanpa menunggu jawaban, Semar segera melangkah

pergi. Kakinya yang besar dan kokoh menapaki hamparan pasir, melewati sela-

sela pohon Sawo Beludru. Puntadewa, Bimasena dan Harjuna terpaku diam.

Mereka menatap kepergian Semar hingga hilang ditelan pintu depan menuju arah

keluar.

Siang itu matahari tak terhalang mega, wajah mereka yang merah karena

teguran Semar, semakin memerah diterpa pasir di halaman Kasatrian yang

beterbangan tertiup angin. Dari pandangan matanya dapat diketahui bahwa

perasaan mereka sangat terpukul. Mereka menyadari ketidak mampuannya

menghadapi sebuah suasana yang sengaja dibuat untuk semakin memojokkan

mereka.

Tiba-tiba siang yang hening itu pecah oleh kegaduhan para Kurawa yang

datang di Dalem Kasatrian. Disertai teguran sinis, mereka menghampiri

Puntadewa dan adik-adiknya. Ketiga anak Pandu itu diam saja. Suara yang tidak

mengenakan dan menyakitan itu, sudah terbiasa keluar dari mulut para Kurawa.

Page 105: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

105

PANDAWA KURAWA

“Huaa ha ha…! Bingung! Linglung! Pantas saja anak gunung di kraton

bingung. Ha ha ha. Bukankah hidup di keraton menyenangkan? Makan enak, tidur

nyenyak, apakah masih kurang? Apakah menginginkan wanita sintal manis,

cantik bahenol? Huaaaa …” “Hmm, jaga mulutmu Kakang Dursasana, jika tidak

ingin aku robek.”

Para Kurawa terdiam, mereka tergetar oleh kata-kata Bimasena.

Puntadewa mencoba meredakan ketegangan.

“Sebagai saudara tua yang kami hormati seharusnya kalian tidak

mengeluarkan kata-kata pedas menusuk, karena sesungguhnya kami ingin hidup

berdampingan dengan damai. Di Hastinapura ini bukankah tidak ada perbedaan

diantara kita”

“Tidak berbeda dengan kami? Hua ha ha ha. Menggelikan! Kami adalah

para putra raja yang hidup di keraton, sedangkan kalian adalah anak Pandhu yang

hidup di hutan.”

“Tetapi Ramanda Pandhu adalah raja yang berhak atas tahta Hastinapura.”

“Orang mati tidak dapat naik tahta. Tetapi kalau memang kalian ingin

diperlakukan sama seperti putra raja, silakan minta dikeloni arwah bapakmu,

huaaaaa.” Ejek Dursasana. “Hmm, kurang ajar.”

Bimasena tak mampu menahan amarah ketika ayahnya yang sudah

meninggal dihina. Duryudana dan Dursasana yang berada dipaling depan,

dihampirinya dengan kakinya, Keduanya jatuh terlentang menyentuh pasir. Para

Page 106: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

106

PANDAWA KURAWA

kurawa maju mengerubut. Belum berlanjut keributan itu, tiba-tiba terdengarlah

suara yang sudah tidak asing di telinganya. “Bima anakku.”

Ditolehnya arah datangnya suara. Ia melihat Dewi Kunthi ibundanya dan

Yamawidura pamandanya telah berada diantara Puntadewa dan Harjuna.

Bersamaan dengan itu Para Kurawa meninggalkan Kasatrian.

“Bima, jaga amarahmu, tidak ada gunanya membuat onar di negri yang

kita cintai ini.” “Benar kata ibumu Kunthi, jika nafsu amarahmu kau biarkan liar,

akibatnya akan merugikan negri, mencelakai sesama dan menghancurkan diri

sendiri.”

Tanpa sepatah katapun Bimasena berjalan memasuki dalem kasatrian,

dikuti oleh Kunthi, Yamawidura dan kedua adiknya.

Sesampainya di ruang tengah, mereka duduk bersama. Dalam kesempatan

tersebut, Yamawidura menyampaikan perkembangan terbaru yang menyangkut

keberadaan Anak-anak Pandu di Negara Hastinapura. Ada sekelompok petinggi

Negri dan para bangsawan yang membuat laporan, bahwa semenjak Pandawa

memasuki kota raja, kewibawaan raja berangsur-angsur surut. Jika hal ini

dibiarkan, pada saatnya nanti wahyu raja akan berpindah kepada Pandhawa. Maka

jalan satu-satunya yang harus dilakukan adalah mengusir Pandawa dari Bumi

Astinapura.

“Aku sudah mengingatkan kepada Raja, agar meneliti terlebih dahulu

kebenaran laporan itu sebelum mengambil keputusan. Namun omongan Sengkuni

dan Gendari lebih berpengaruh. Kakanda Prabu memutuskan, kalian diusir dari

Page 107: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

107

PANDAWA KURAWA

Hastinapura. Namun ada secercah harapan, ketika Kakanda Prabu masih

mendengarkan suaraku, untuk tidak mengusir kalian keluar dari bumi Astinapura.

Ia memperbolehkan aku memboyong kalian di Panggombakan, yang masih

terhitung wilayah Hastinapura.”

Malam itu malam purnama, Kunthi, kelima anaknya dan Yamawidura

meninggalkan kotaraja Hastinapura. Tidak seperti ketika mereka memasuki

kotaraja, kali ini, disepanjang jalan yang dilaluinya, tidak ada rakyat yang

mengelu-elukannya, kecuali suara binatang malam yang mengidungkan tembang

kesedihan. Sementara itu, bulan bundar menyembunyikan mukanya di balik awan

hitam, ia tidak sampai hati melihat ketidak adilan yang disandang anak-anak

manusia. Maka berangkatlah mereka ke kadipaten Panggombakkan kediaman

Yamawidura.

Page 108: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

108

PANDAWA KURAWA

DURNA SANG GURU SEJATI

Pagi itu di kapautren Panggombakan yang sekitarnya banyak ditumbuhi

pohon besar kecil nan rindang, ramai oleh kicaunya burung-burung. Teristimewa

suara burung prenjak bersautan persis didepan rumah sebelah kanan. Biasanya itu

pertanda akan datang seorang wiku, pandhita atau panembahan. Semar meyakini

pertanda itu, maka ia bersama para abdi panggombakan mempersiapkan segala

sesuatu untuk menyambut tamu agung tersebut.

Keyakinan Semar dalam menanggapi pertanda alam melalui suara burung

prenjak menjadi kenyataan. Tak lama kemudian, datanglah Begawan Abiyasa dari

Pertapaan Saptaarga. Yamawidura, Kunthi dan Pandhawa tergopoh-gopoh

menyambutnya. Kedatangan Begawan Abiyasa sungguh amat tepat, karena

kerabat Pandhawa sedang gundah hatinya menyusul pengusirannya dari Negara

Hastinapura. Bagaikan air kendi yang telah berusia delapan tahun menyiram

kepala dan hatinya. Dingin menyegarkan. Suasana menjadi tenang tentram.

Belum genap sepekan Begawan Abiyasa tinggal di Panggombakan, tiba-

tiba suasana damai dihempaskan oleh kedatangan Patih Sengkuni dan para

Kurawa. Dengan alasan karena terdorong oleh kerinduannya kepada sauadaranya

yaitu para Pandhawa. Namun ternyata itu sekedar basa-basi yang tidak

berlangsung lama. Rupanya para Kurawa telah mengatur strategi. Beberapa orang

ditugaskan untuk menjauhkan Bima dan saudaranya dengan Begawan Abiyasa.

Karena yang menjadi tujuan utama adalah untuk menemui Begawan Abiyasa.

Page 109: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

109

PANDAWA KURAWA

Pada mulanya mereka menghaturkan sembah seperti layaknya seorang

cucu kepada eyangnya yang bijak. Tetapi apa yang kemudian terjadi? Para

Kurawa yang diwakili Patih Sengkuni menanyakan perihal Lenga (minyak) Tala

milik Begawan Abiyasa. “Kami tidak percaya bahwasanya Sang Begawan tidak

membawanya. Tidak mungkin Lenga Tala lepas dari dirinya.

Karena Lenga Tala merupakan minyak yang mempunuai kasiat luar biasa.

Siapa saja yang sekujur badannya diolesi Lenga Tala ia tidak akan terluka oleh

bermacam jenis senjata. Oleh karena itu kedatangan kami ke Panggombakan ini

untuk memimta Lenga Tala sekarang juga. Jika Sang Begawan Abiyasa

mengatakan bahwa Lenga Tala tidak dibawa, kami akan melepaskan semua

pakaian yang menempel, untuk membuktikan bahwa Sang Begawan telah

membohongi kami! He he he.”

Belum mendapat jawaban, Dursasana mulai melakukan aksinya. Ia dengan

cepat menjulurkan tangannya dan menarik ubel-ubel tutup kepala yang dipakai

Begawan Abiyasa. Bersamaan itu tampaklah benda bercahaya berbentuk oval,

berujud cupu, jatuh dan menggelinding di lantai. Dengan cekatan Dursasana

menyahut benda tersebut dan membawanya kabur, seraya terkekeh-kekeh.

“Memang benar engkau tidak berhohong hai Abiyasa, bahwa dirimu tidak

membawa Lenga Tala. Karena yang membawa adalah aku, hua ha ha” Dursasana

berlari sambil menari-nari menimang cupu yang berisi Lenga Tala, diikuti oleh

Patih Sengkuni, Duryudana dan beberapa Kurawa. Abiyasa bersama beberapa

cantrik tidak mapu berbuat apa-apa. Namun dibalik raganya yang lemah, Sang

Page 110: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

110

PANDAWA KURAWA

Begawan Abiyasa mempunyai kekuatan lain yang jauh melebihi kekuatan ragawi

manapun, yaitu dengan kekuatan sabda yang keluar dari mulutnya. “Inikah

Destrarastra hasil didikkanmu? Apakah engkau tidak cemas bahwa suatu saat

perilaku anak-anakmu Kurawa yang diperbuat untukku akan menimpamu pula?

Bahkan lebih dari itu, mereka akan beramai-ramai menginjak-injak kepalamu, hai

Destarastra. Dan engkau Sengkuni. Karena mulutmulah semua ini terjadi. Oleh

karena hasutanmu, mulutmu akan menjadi lebar, selebar badanmu.”

Para cantrik mengerti bahwa apa yang di katakan Guru mereka tidak

sekedar ungkapan ketidak puasan, tetapi merupakan kutukan bagi Drestarastra dan

Patih Sengkuni. Maka ketika guntur menggelegar dibarengi angin bertiup

kencang, para Cantrik merasa ngeri, karena hal tersebut menjadi pertanda bahwa

kutukan Begawan Abiyasa benar-benar akan terjadi.

Para cantrik Padepokan Saptaarga yang ikut ke Panggombakan merasa

tercabik hatinya, menyaksikan Sengkuni dan para Kurawa menghina guru mereka,

Begawan Abiyasa. Sikap diam mereka bukan karena ketakutan, tetapi bagi

mereka tidaklah terpuji membuat keributan pada saat bertandang di

Panggombakan. Karena kesadaran tersebut, tanpa diperintah salah satu diantara

para cantrik berlari keluar, untuk melaporkan kejadian tersebut kepada Bimasena.

Sementara itu, rombongan Kurawa yang berhasil membawa Lenga Tala,

bergantian menimang-nimang benda berbentuk oval bercahaya, sembari menari-

nari di sepanjang jalan. Para peladang yang sedang merawat tanamannya, memilih

menyembunyikan diri, dari pada harus memberi hormat sembah kepada para

Page 111: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

111

PANDAWA KURAWA

bangsawan yang tidak mereka sukai. Burung-burung pun terbang berhamburan

meninggalkan pepohonan di pinggir jalan untuk mengabarkan kepada kawula

Panggombakan untuk menjauhi jalan yang akan dilewati rombongan Patih

Sengkuni dan para Kurawa, supaya hati mereka tidak dikotori oleh kejahatannya.

Cupu bercahaya berisi Lenga Tala yang dapat membuat kekebalan badan

dari serangan segala jenis senjata dan pusaka, sungguh menyilaukan hati Patih

Sengkuni dan Kurawa. Oleh karena nafsunya itu, mereka tidak memperdulikan

lagi sesamanya, bahkan saudaranya atau malah pepundhennya yang seharusnya

mereka hormati. Saking asyiknya mengamati benda hasil rampasannya, Patih

Sengkuni dan Para Kurawa tidak menyadari bahwa Bimasena telah menyusul

mereka.

Panas hati Bima. Ia tidak mampu lagi membendung luapan amarah. Tanpa

banyak kata, dengan cepat kaki Bima yang perkasa menghampiri dada Dursasana.

Terjengkang-lah Dursasana menipa Kurawa yang lain. Saat itulah tiba-tiba

Bimasena merebut Lenga Tala dari tangan Duryudana. Patih Sengkuni

kebingungan, seperti orang kebakaran jenggot. Dengan suara parau ia berteriak

“Kejar Bimasena dan rebut Lenga Tala!” Dursasana segera bangkit mengejar

Bimasena, diikuti Duryudana dan adik-adiknya serta Patih Sengkuni.

Bimasena adalah seoarang Ksatria sejati. Ia tidak lari. Dengan dada tegak

Bima menunggu terjangan para Kurawa. Bimasena bergeming menerima pukulan

bertubi-tubi. Ia berusaha dengan sekuat tenaga mempertahankan Lenga Tala.

Namun sedahsyat apapun tenaga manusia tentu ada batasnya. Demikian pula

Page 112: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

112

PANDAWA KURAWA

Bimasena, menghadapi keroyokan para Kurawa. Tenaganya semakin menyusut.

Pada saat kelelahan, ia memutuskan untuk melempar Lenga Tala, jauh ke arah

gunung Sataarga. Sengkuni dan para Kurawa terkejut sesaat, namun kemudian

bagaikan gerombolan Serigala mengejar Domba, mereka berlari kearah jatuhnya

Cupu Lenga Tala. Bimasena dan Harjuna dan beberapa cantrik menyusulnya.

Bima berdiri tegak memandang ke arah jatuhnya Cupu Lenga Tala. Ada kelegaan

dihati Bima, ketika ia membayangkan bahwa cupu tersebut akan membentur batu

dan isinya tumpah, tidak dapat dimanfaatkan.

Tidaklah mudah untuk menemukan cupu yang dilempar Bimasena.

Walaupun dengan sisa tenaganya, lemparan Bimasena jauh hingga menjangkau di

balik bukit, sehingga Patih Sengkuni dan Kurawa kehilangan arah jatuhnya Cupu

Lenga Tala. Menjelang sore, Cupu Lenga Tala belum di temukan. Akhirnya Patih

Sengkuni dan Kurawa dipaksa menghentikan pencariannya, karena hari mulai

gelap. Mereka bertekad tidak akan pulang ke Negara Hastinapura sebelum dapat

menemukan cupu tersebut.

Malam merambat pelan. Di tempat peristirahatan, Patih Sengkuni,

Duryudana dan Dursasana tidak dapat segera memejamkan mata. Kekhawatiran

yang sama, muncul di dalam benaknya. Mereka khawatir jika malam terlalu

panjang, Cupu Lenga Tala ditemukan orang lain. Niat mereka ingin merobek

malam sehingga pagi segera menjelang, untuk melanjutkan usahanya mencari dan

menemukan Lenga Tala. Namun sang malam berjalan seperti biasanya, hingga

gelapnya mencapai titik sempurna. Pada saat itu, hampir bersamaan, ketiganya

tercengang melihat seleret sinar kebiru-biruan yang membelah langit dari bawah

Page 113: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

113

PANDAWA KURAWA

ke atas. Tanpa diperintah ketiganya bergegas menuju tempat asal sinar misterius

tersebut. Karena kegaduhan langkah mereka, para Kurawa yang lain terbangun

dari tidurnya. Tanpa mengetahui apa yang dilakukan oleh para pimpinan mereka,

mereka bangun menyusul Patih Sengkuni, Duryudana dan Dursasana yang sudah

mendahului hilang ditelan pekatnya malam.

Niat Patih Sengkuni, Duryudana, Dursasana dan Kurawa lainnya berubah.

Jika semula mereka menginginkan hari segera pagi, namun dengan adanya cahaya

kebiru-biruan, mereka bermaksud menghentikan gelap, sebelum dapat

menemukan apa yang menjadi sumber cahaya tersebut. Karena di dalam gelap

mereka dapat dengan jelas melihat sinar kebiru-biruan itu, sehingga dengan

mudah dapat menemukan tempat cahaya itu berasal.

Di pinggir hamparan tanah pategalan, tepatnya di sebuah sumur tua, awal

dari cahaya itu. Secara bebarengan mereka mendekati sumur melongok di

dalamnya. Mata mereka berkilat-kilat melihat benda yang menjadi sumber dari

cahaya. Hampir bersamaan mereka berucap “Cupu Lenga Tala.” Betapa senang

hati mereka melihat benda yang dicarinya ada di depan mata dalam keadaan utuh.

Maksud hati ingin segera mengambilnya, namun mereka kebingungan bagaimana

caranya? Sumur yang tidak begitu luas itu amat dalam. Dinding sekelilingnya

penuh lobang, ditumbuhi semak belukar. Tampaklah di antara rimbunnya semak,

beberapa ekor ular berbisa dengan badannya yang mengkilat tertimpa cahaya.

Melihat keadaan sumur yang menyeramkan, diantara mereka tidak ada yang

punya nyali untuk masuk ke dalam sumur. Beberapa lama mereka mondar-mandir

di seputar sumur, tanpa berbuat sesuatu.

Page 114: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

114

PANDAWA KURAWA

Bersamaan dengan merekahnya fajar di ujung Timur, Bimasena, Harjuna

dan saudara-saudaranya datang. Sengkuni menyapanya dengan amat manis.

“Anak-anakku Pandawa, kebetulan kalian datang. Hampir saja kami putus asa

tidak dapat menemukan Cupu Lenga Tala. Sekarang cupu telah diketemukan di

dalam sumur tua ini. Namun di antara kami tak ada berani mengambil. Hanya

kalianlah yang kami harapkan dapat mengambilnya, untuk kemudian dibagi

dengan adil.” Bimasena dapat menangkap dibalik kata-kata manis, ada tipu

muslihat yang kotor. “Aku tidak mau! Biarlah Cupu Lenga Tala tenggelam di

dasar sumur, dari pada jatuh ke tangan orang-orang durhaka.”

Bimasena dan saudara-saudaranya ingin segera pergi, tanpa berniat

melongok sumur tua itu. Namun langkah mereka terhenti ketika melihat

kelebatnya seseorang. Dengan langkahnya yang ringan orang tersebut menuju

sumur tua. Ia membawa rumput kalanjana yang telah disambung-sambung. Semua

mata menatapnya. Walaupun badannya cacat, mata orang itu tajam bagai elang.

Kewibawaan memancar kuat darinya. Sesampainya di bibir sumur, sembari

menebarkan pandangan ke arah Kurawa dan Pandhawa, ia berkakata. “Apa yang

kalian inginkan dariku?” “Ambilkan benda itu untuk kami!.” Teriak para Kurawa.

“Baiklah! Lihatlah!” Seperti mendapatkan aba-aba, para Kurawa berebut merapat

di bibir sumur, ingin melihat apa yang akan dikerjakan orang asing tersebut.

Dengan penuh keyakinan ia menurunkan rangkaian rumput kalanjana ke dalam

sumur. Ditanganya, sambungan rumput-rumput itu berubah bagaikan seekor naga

kecil yang ganas, menyergap Cupu Lenga Tala, dan mengangkatnya ke

permukaan sumur. Dalam sekejap Cupu Lenga Tala telah berada dalam

Page 115: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

115

PANDAWA KURAWA

genggamannya. Para kurawa bersorak gembira. Bagaikan anak-anak kecil yang

mendapatkan kembali mainan kesukaannya. Mereka saling berdesakan, berebut

menjulurkan tangannya, untuk mendapatkan Cupu Lenga Tala.

Orang asing tersebut mengerutkan keningnya, ia nampak tidak senang atas

perilaku para Kurawa. “Tidak sembarang orang yang mempunyai benda istimewa

ini. Aku ingin bertemu dengan pemiliknya untuk mengembalikan padanya.”

Dalam hati mereka bertanya-tanya. Siapakah orang ini? Apakah dia kenal dengan

Begawan Abiyasa, pemiliknya?. Namun mereka tidak berani menanyakan hal

tersebut. Ada rasa getar dan takut menyaksikan kesaktian yang telah ditunjukkan.

Oleh karena itu para Kurawa tidak berani memaksakan kehendak untuk

mendapatkan Cupu Lenga Tala. Mereka menyerahkan kepada Patih Sengkuni

yang dipercaya mempunyai banyak siasat untuk mendapatkan cupu dari tangan

orang asing tersebut.

Sementara itu para Pandhawa justru lebih tertarik kepada perilaku orang

asing tersebut yang dipercaya mempunyai segudang ilmu tingkat tinggi, dari pada

Cupu Lenga Tala. Bagi para Pandhawa yang sejak kecil gemar berguru, bertemu

dengan orang berilmu tinggi merupakan kesempatan yang tidak boleh sia-siakan.

Maka dengan tak segan-segan mereka menghampirinya. Harjuna bersimpuh

menyembahnya dan Bimasena mengangkat orang itu di atas kepala wujud lain

dari sembah Bimasena. Keduanya hampir bersamaan berucap: “Perkenankanlah

aku menjadi muridmu ya maha guru.” Orang itu terharu karenanya.. Sejak awal ia

mengamati Bimasena dan Harjuna. Matanya yang tajam dapat melihat kejujuran,

kepatuhan, kesetiaan dan bakat yang luar biasa dibalik ketampanan Harjuna dan

Page 116: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

116

PANDAWA KURAWA

kegagahan Bimasena. Gayungpun pun bersambut. Sesungguhnya penggembaran

orang asing tersebut hingga sampai ke tempat ini dalam upaya mencari murid

terbaik. Dan saat ini telah ditemukan dalam diri Harjuna dan Bimasena.. “Siapa

namamu bocah bagus?” “Nama hamba Harjuna” “Dan kau bocah gagah perkasa?”

“Bimasena” “Baiklah Harjuna dan Bimasena mulai hari ini kalian aku angkat

menjadi muridku”

Orang sakti bertubuh cacad itu telah mengangkat murid baru, Bimasena

dan Harjuna, dan disusul Puntadewa, Nakula dan Sadewa. Dalam pernyataan awal

mereka berlima berjanji akan selalu patuh kepada guru. “Ha, ha, ha, bagus-bagus!

Aku tidak menyangka bertemu kalian berlima yang terkenal dengan sebutan

Pandhawa Lima. Dengan suka hati aku bersedia menjadi gurumu”

Patih Sengkuni gusar. Orang asing yang berhasil mengambil Cupu Lenga

Tala, telah mengangkat murid Pandhawa. Dengan demikian dapat dipastikan

bahwa Lenga Tala akan diberikan Pandhawa. Apalagi setelah mengetahui bahwa

para Kurawa telah merebut paksa dari tangan Begawan Abiyasa. Namun sebelum

kemungkinan paling buruk terjadi, Patih Sengkuni segera mendekatinya, dengan

penuh hormat ia memperkenalkan diri. “Namaku Sengkuni, patih Hastinapura,

dan yang berada di sekitar sumur itu adalah putra-putra raja. Jika diperbolehkan

aku akan memanggilmu Kakang, seperti layaknya sebutan untuk saudara tua.

Kebetulan Sang raja butuh guru sakti bagi putra-putranya. Untuk itu kakang,

sekarang juga engkau aku ajak menghadap raja. Aku akan meyakinkan

kesaktianmu, sehingga raja berkenan mengangkatmu menjadi guru resmi istana.”

Page 117: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

117

PANDAWA KURAWA

“Sebenarnya orang asing tersebut tidak membutuhkan murid, selain

Pandhawa lima. Namun tawaran Patih Sengkuni perlu dipertimbangkan. Karena

dengan menjadi guru istana, ia dapat memanfaatkan kekuatan dan kebesaran

Hastinapura untuk tujuan-tujuan pribadi. “Baiklah Adhi Sengkuni, aku terima

tawaranmu, asalkan anakku Aswatama dan Pandhawa lima boleh masuk ke istana

untuk bersama putra-putra raja mendapatkan ilmu dariku.”

Sengkuni keberatan dengan syarat itu. Ia tidak suka Pandhawa tinggal di

istana. Bahkan beberapa waktu lalu Patih Sengkuni berhasil membujuk raja untuk

mengusir Pandhawa, dengan alasan bahwa Pandhawa telah menghasut rakyat

untuk memusuhi raja. “Jika kalian keberatan dengan syarat itu, akupun keberatan

untuk masuk istana. Maaf! Selamat tinggal! Ayo murid-muridku, ikutilah aku!”

“Adhuh celaka! Lenga Tala dibawa! Para Kurawa kejar dia!!”

Ketika Kurawa bergerak untuk mengejar mereka, tiba-tiba kabut tebal

menghadang jalan. Orang sakti dan Pandawa lima lenyap di balik putihnya kabut.

Tak lama para Pandawa tiba di Sokalima. Dan saat menjelang pagi para

Pandawa mulai belajar ilmu dari sang guru. Arjuna yang ahli menggunakan

gandewa. Bima sangat ahli mengunakan gada. Yudistira ahli mengunakn tombak.

Nakula dan Sadewa ahli mengunakan pedang. Hari – hari para Pandawa belajar

pada sang guru. Terutama Arjuna yang sangat hebat dalam memanah hal ini

dirasakan ole sang Drona. Kebehatan bahkan bisa melebihi sang guru Drona.

Maka menjelang tengah malam, Harjuna memasuki halaman padepokan

Sokalima. Temaramnya cahaya lampu minyak menyambut wajah halus nan

Page 118: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

118

PANDAWA KURAWA

tampan di pintu gerbang padepokan. Wajah tersebut sudah sangat dikenal oleh

para cantrik yang jaga, sehingga dengan serta-merta mereka menyambutnya

dengan penuh hormat, dan mengantarnya sampai di depan pintu, tempat sang guru

menanti.

Sang Guru Durna sudah cukup lama duduk bersila di ruang dalam

menghadap meja dengan lampu minyak yang diletakkan di tengah-tengahnya. Di

meja pendek itulah Guru Durna meletakan pusaka andalan yang berujud busur

panah pemberian Batara Indra, namanya Gandewa. Kedahsyatan pusaka ini

adalah, jika busur tersebut ditarik di medan perang, akan mengeluarkan anak

panah dengan jumlah tak terbatas, dapat mencapai ratusan ribu, tergantung dari

pemakainya. Sesungguhnya busur ini akan diwariskan kepada Aswatama, anak

laki-laki satu-satunya. Namun rupanya sang guru Durna tidak cukup puas dengan

kemampuan Aswatama. Dibandingkan dengan murid-murid yang lain, Aswatama

tidak memiliki keistimewaan, sehingga jika pusaka Gandewa dipercayakan

kepada Aswatama, ia akan mengalami kesulitan untuk menggunakannya, apalagi

jika harus menarik busur Gandewa di medan perang.

Dengan mempertimbangkan kemampuan yang ada, terlebih pada

penguasaan berolah senjata panah, maka Harjunalah yang mempunyai

kemampuan memanah jauh meninggalkan murid-murid yang lain. Maka tidak

dapat disalahkan jika Harjuna lebih diistimewakan dibanding murid-murid yang

lain, termasuk juga Aswatama, karena Harjuna memang istimewa.

Suara gemerit menandakan pintu ruang tengah dibuka.

Page 119: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

119

PANDAWA KURAWA

“Saya datang menghadap di tengah malam ini bapa guru, maafkan saya”

“Masuklah Harjuna, aku telah lama menunggumu.”

Dengan langkah hati-hati Harjuna memasuki ruangan, menyembah, untuk

kemudian laku dhodhok dan duduk menunduk di hadapan sang guru Durna. Mata

Harjuna menatap sebuah busur yang pernah diperlihatkan kepadanya. Ada getar

yang kuat di hati Harjuna melihat busur Gandewa yang sengaja diletakan dan

disiapkan di meja. Sebagai murid yang lantip dan cerdas Harjuna dapat membaca

bahwa ada hubungannya antara pemanggilan dirinya dengan pusaka Gandewa.

Suasana menjadi hening dan khidmat ketika Durna mengawali

pembicaraan yang wigati dan serius.“Harjuna murid yang aku kasihi, engkau tahu

pusaka ini adalah pemberian Batara Indra pemimpin para Dewa. Diberikan

padaku karena ketekunanku menjalani laku belajar ilmu memanah, baik secara

lahir dan juga secara batin. Sehingga bagiku busur Gandewa ini merupakan tanda

puncak prestasiku dalam hal ilmu memanah.

Namun sekarang aku tidak muda lagi, apalagi fisikku cacat sehingga tidak

mungkin berprestasi seperti dulu lagi. Oleh karenanya, busur Gandewa ini

sebaiknya aku wariskan kepada murid yang dapat mencecap ilmu memanahku

dengan tuntas.

Pada mulanya aku memang berharap banyak kepada anakku Aswatama,

namun dengan jujur aku mengakui bahwa ia tidak mampu mewarisi pusaka

dahsyat ini, dikarenakan ilmu memanahnya tidak sempurna. Harjuna tentunya

Page 120: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

120

PANDAWA KURAWA

engkau dapat membaca arah pembicaraanku ini. Namun pasti engkau tidak akan

pernah menduga rencanaku atas pusaka ini.”

“Ampun Bapa Guru, saya tidak akan pernah mengungkapkan isi hatiku,

sebelum Bapa Guru mengatakan kepadaku. Karena sesungguhnya, bapa guru

dapat membaca isi hatiku.”

“He he he, Harjuna engkau memang murid yang selalu bisa membuat aku

bangga. Kepatuhan, ketekunan, kemampuan dan kesetiaan yang telah engkau

baktikan kepadaku selama ini adalah dasar pertimbanganku untuk memberikan

semua ilmu yang ada padaku, khususnya ilmu memanah. Sehingga dengan

demikian kemampuan memanah yang telah engkau kuasai sejajar dengan dengan

kemampuanku. Jika aku lebih unggul dalam pengalaman, engkaupun lebih unggul

dalam hal tenaga.

Harjuna bocah bagus, seorang guru sejati akan sangat berbahagia jika

dapat menghasilkan murid yang mempunyai kemampuan melebihi gurunya. Maka

untuk itulah aku memanggilmu secara khusus di tengah malam ini untuk

menyempurnakan ilmu memanah yang telah aku ajarkan padamu.”

Tangan Durna yang mulai menampakan keriputnya tersebut bergetar,

dengan perlahan dan hati-hati ia mengambil pusaka Gandewa.

“Terimalah pusaka ini, Harjuna”

“Bapa Guru”

Page 121: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

121

PANDAWA KURAWA

“Seperti ketika aku menerima pusaka ini dari Batara Indra, demikian pula

aku memberikan pusaka ini kepadamu sebagai tanda penghargaan atas prestasimu

dalam ilmu memanah.”

“Adhuh Bapa Guru, apakah aku cukup pantas menerima penghargaan

yang demikian tinggi? Tidakkah Aswatama yang lebih berhak menerima warisan

pusaka dari Bapa Guru Durna?”

“Harjuna, purbawasesa ada padaku, aku masih percaya bahwa engkau

tidak akan pernah mencoba untuk tidak taat kepada perintahku.”

“Ampun bapa guru Durna, dengan penuh rasa bakti dan hormat pusaka

Gandewa aku terima. Terimakasih bapa guru atas penghargaan ini.”

Dengan perlahan tangan Harjuna dijulurkan menerima pusaka Gandewa.

Di sisi gelap, jauh dari jangkauan cahaya lampu minyak, ada sepasang

mata yang sejak awal memperhatikan dialog antara guru dan murid tersebut. Pada

saat pusaka Gandewa telah berpindah ke tangan Harjuna, dari ke dua sudut mata

tersebut menyembul airmata bening berkilau. Walau hanya beberapa tetes, namun

telah mampu membasahi ke dua pipinya.

Aswatama sakit hati melihat haknya direbut oleh orang lain. Bagaimana

tidak? Bukankah ia adalah anak semata wayang, satu-satunya pewaris dari sang

Guru Durna, tetapi mengapa dengan enaknya, tanpa pembicaraan dan

pemberitahuan lebih dulu, bapanya telah mewariskan mustikaning pusaka

Gandewa pemberian Dewa Indra itu kepada Harjuna. Siapakah Harjuna itu?

Page 122: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

122

PANDAWA KURAWA

Bukankah ia hanyalah salah satu murid Sokalima? Tidak ada hubungan darah

sama sekali dengan Sang Guru Durna?

“Dhuh Dewa!!!” Aswatama merebahkan diri di lantai, air matanya akan

menetes, namun tiba-tiba ditahannya, ketika ia mendengar langkah kaki yang

tidak asing di telinga mendekati dirinya. Dengan segera ia bangkit. Panas hatinya

telah mengeringkan air di matanya. Sebelum suara langkah kaki tersebut sampai

ditempat itu, ia lari menembus kegelapan malam. Langkah Durna dipercepat agar

dapat mengetahui kemana Aswatama mengarahkan larinya.

Di tanah lapang ujung dusun Aswatama menghentikan larinya. Ia

berbaring terlentang dirumput yang mulai dibasahi embun malam. Walaupun

malam itu bulan sedang tidak bertahta, langit tidak menjadi gelap-pekat karena

bertaburnya berjuta bintang. Aswatama membiarkan rasa dingin mulai menyentuh

kulit, merambat ke aliran darah menuju ke jantung dan meyebar ke hati, ke otak

dan ke seluruh tubuh.

Proses pendinginan itulah yang kemudian membuat Aswatama tidak

mampu lagi membendung air matanya. Ia menagis tersedu-sedu bukan karena

pusaka Gandewa, tetapi lebih kepada bahwa keberuntungan tidak pernah berpihak

padanya. Dhuh Sang Hyang Tunggal, tidakah Engkau cabut saja nyawaku, dari

pada hidupku hanya akan menambah cacatan buruk bagi sejarah manusia.

Dalam keadaan seperti itu biasanya Aswatama mulai berimajinasi tentang

ibunya yang adalah seorang bidadari bernama Wilutama. Dengan cara demikian

Page 123: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

123

PANDAWA KURAWA

maka semua persoalan hidup akan terlupakan. Yang ada adalah sebuah kerinduan

untuk berjumpa dengan seorang ibu yang pernah melahirkannya.

Dicarinya wajah ibunya diantara bintang-bintang yang berserakan, namun

tidak pernah ditemukan. Bahkan senyumnyapun tidak.

Barata

Siang itu langit biru bersih tanpa awan. Sang surya bersinar dengan

sempurna. Namun walaupun begitu panasnya tidak mampu menembus lebatnya

pepohonan di hutan kecil yang berada di sekitar Padepokan Sokalima. Di ujung

jalan setapak yang diapit oleh rimbunnya semak belukar, ada serombongan

bangsawan sedang berburu binatang hutan. Salah satu di antaranya adalah

Harjuna dengan membawa anjing pelacak. Tanpa seorang pun mengetahui apa

yang terjadi, tiba-tiba si anjing menyalak dengan keras dan berlari menuju arah

tertentu. Tanpa diberi aba-aba Harjuna dan saudara-saudaranya mengikuti anjing

pelacak tersebut.

Cep! Langkah mereka terhenti, demikian juga nyalak anjing pelacak diam

seketika. Perlahan-lahan Harjuna mendekati anjing kesayangannya yang sudah

tidak bergerak. Hatinya berdesir, keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya.

Kesatria luar biasa, murid andalan Sokalima tersebut tak kuasa menahan gejolak

hatinya. Kemarahan besar meledak-ledak di dadanya. Selama hidupnya belum

Page 124: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

124

PANDAWA KURAWA

pernah ia mendapat malu seperti saat ini. Sebagai satu-satunya murid Sokalima

yang ahli berolah senjata panah telah dihadapkan kenyataan bahwa tingkat

kemampuan menggunakan senjata panah yang dikuasai Harjuna masih berada di

bawah seorang yang melepaskan anak panahnya ke kepala anjing pelacak

tersebut. Dengan seksama Harjuna dan saudara-saudaranya meneliti panah yang

tepat menancap di antara kedua mata anjingnya dengan sempurna. Ada tujuh anak

panah yang menancap hampir bersamaan pada satu titik yang sama. Sehingga

cukup menyisakan satu anak panah rangkap tujuh. Sangat luar biasa.

“Kurang ajar, siapa orang yang telah memanah anjing kesayanganku!?”

Bima, Puntadewa, Sadewa dan Nakula, lebih heran lagi dibandingkan

dengan Harjuna. Mata mereka tidak melihat ketika ada tujuh panah yang hampir

bersamaan menghujam otak si anjing pelacak yang hanya berjarak beberapa

jengkal di depannya.

Harjuna adalah seorang ksatria yang gemar ‘tapa ngrame’, selalu siap

sedia menolong sesamanya yang membutuhkan, melindungi yang lemah,

membela yang teraniaya. Ia senantiasa memperjuangkan kebenaran dan

menentang yang durhaka. Maka tidak mengherankan, jika pada saat Sang Harjuna

menyusuri jalan-jalan pedesaan, mereka berebut untuk menawarkan agar Harjuna

berkenan singgah di rumahnya, untuk memberikan cunduk bunga melati, lambang

dari cinta dan kasih sayang. Oleh karenanya bagi keluarga yang dikunjungi

Harjuna menjadi berkah akan berkelimpahan.

Page 125: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

125

PANDAWA KURAWA

“Hore! Hore! Hore! Sang Pekik datang, kita sambut dia, kita taburkan

bunga mawar warna-warni. Ayo jongkok, ayo jongkok, jongkok. Beri sembah

hormat kepadanya. Sang Pekik mampirlah di gubuk kami, mangga pinarak Raden,

Raden Harjuna. Horeee!”

Cep klakep! Suara suka-cita para kawula pedesaan yang terngiang di

telinga berhenti seketika. Demikian pula suasana penuh kasih yang pernah

singgah di sanubari lenyap tak berbekas. Ketika sang Harjuna melihat anjing

kesayangannya tergeletak mati ditembus tujuh anak panah sekaligus. Yang

ditinggal adalah sebuah kemarahan, yang semakin menjadi besar.

“Kurang ajar! Siapa yang berani menghina Harjuna, ayo keluarlah! Perang

tanding melawan panengah Pandawa.”

Suasana hening sepi, tidak ada suara yang menanggapi tantangan Harjuna.

Puntadewa cemas akan keadaan adiknya.

“Dinda Harjuna, mengapa jiwamu menjadi ringkih, engkau tidak dapat

mengendalikan amarahmu ketika melihat panah luar biasa.”

“Karena anjing kesayanganku dibunuh.”

“Bukan Dinda Harjuna, bukan karena anjing kesayanganmu yang telah

mati, tetapi karena pembunuhnya adalah orang yang sangat luar biasa dalam

menggunakan senjata panah, melebihi kemampuanmu. Bukankah begitu Harjuna.

Seharusnya engkau menjadari, bahwa di atas langit masih ada langit.”

Page 126: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

126

PANDAWA KURAWA

“Kakanda Punta, bukankah langit di atasku adalah Bapa Guru Durna?

Mungkinkah yang melakukan ini adalah Bapa Guru Durna? Karena hanya Bapa

Guru yang mempunyai ilmu panah Sapta Tunggal yaitu melepaskan tujuh anak

panah pada satu titik sasaran. Namun selama aku menjadi muridnya, Bapa Guru

Durna belum pernah memberi contoh ilmu panah Sapta Tunggal sesempurna kali

ini. Bapa Durna! Aku datang menghadap.”

Kedatangan Harjuna dan saudara-saudaranya disambut Pandita Durna

dengan wajah berseri-seri. Maklumlah, Harjuna dan Bimasena adalah murid-

murid kesayangan yang menjadi andalan Sokalima. Namun rupanya keceriaan

wajah sang guru terhenti. Dahinya yang memang sudah keriput semakin keriput

ketika ditatapnya Harjuna membawa anjing yang mati tertancap panah di dahinya

dengan ilmu Sapta Tunggal.

Hatinya berdesir. Ia tahu siapa yang melakukannya, siapa lagi kalau bukan

Ekalaya. Tetapi bagaimana jika Harjuna tahu tentang Ekalaya?

“Apakah Bapa Guru yang telah melakukan ini?”

Durna menggelengkan kepalanya

“Lalu siapa yang telah menguasai ilmu Sapta Tunggal, salah satu ilmu

panah andalan Sokalima dengan sempurna?”

Durna berusaha untuk menyembunyikan nama Ekalaya terutama di

hadapan Harjuna. Karena ia tahu jika Harjuna mengetahui bahwa ada murid

Sokalima yang lebih pandai dibandingkan dirinya, akan fatal jadinya.

Page 127: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

127

PANDAWA KURAWA

“Harjuna, akhir-akhir ini hutan di sekitar Sokalima sering didatangi

pemburu asing, mungkin salah satu di antaranya yang telah melepaskan panah

itu.”

“Ampun Bapa Guru, apakah ilmu Sapta Tunggal juga diajarkan di luar

Sokalima?”

“Tidak Harjuna, tetapi ada ribuan ilmu memanah yang diajarkan di luar

Sokalima. Dan bisa saja beberapa di antaranya mirip dengan ilmu Sapta Tunggal.

Lolongan anjing yang terus-menerus dirasa dapat mengganggu semedinya,

maka Ekalaya melepaskan anak panah dari jarak jauh dan diarahkan ke suara

anjing. Namun ternyata tindakan yang dilakukan Ekalaya tersebut berbuntut

panjang. Pasalnya anjing yang terkena panah bukan anjing hutan, dan bukan pula

anjing milik penduduk sekitar, seperti yang diduga oleh Ekalaya. Namun anjing

tersebut ternyata anjing pelacak milik Harjuna.

Ketika Harjuna membawa bangkai anjingnya kepada Pandita Durna, dan

menanyakan perihal panah yang menancap, Harjuna belum sepenuhnya lega atas

keterangan Sang Guru Durna. Ia akan mencari sampai ketemu, siapa

sesungguhnya orang berilmu tinggi yang telah membunuh anjingnya. Maka

Harjuna segera mohon pamit untuk kembali ke hutan kecil di pinggiran Sokalima.

Barata

Page 128: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

128

PANDAWA KURAWA

Melihat kegelisahan Harjuna, Aswatama yang sejak awal mengamati dari

kejauhan, diam-diam mendahului Harjuna masuk ke tengah hutan untuk

mengabarkan kepada Ekalaya dan Anggraeni. Demi keselamatan dua sahabatnya

Aswatama menyarankan agar keduanya pergi ke tempat yang aman untuk

sementara.

Sejatinya Ekalaya tidak gentar sedikit pun berhadapan dengan Harjuna,

namun jika ia dan Anggraeni mau menyingkir ke tempat yang aman, tindakan itu

merupakan penghargaannya kepda Aswatama sahabatnya. Tidak beberapa lama

sejak kepergian Ekalaya dan Anggraeni, Harjuna sampai di sanggar Ekalaya.

Mata Harjuna teperanjat melihat ada patung Pandita Durna di tengah.

Siapa yang membuat patung ini? Patung yang diletakkan sedemikian rupa itu

sangat hidup. Mata dan senyum bibirnya akan membuat getar siapa pun yang

memandangnya. Pandangan Harjuna ditebarkan mengamati tempat di sekitarnya.

Dilihat dari kebersihan dan perlengkapan yang ada, tempat ini masih aktif

digunakan untuk latihan memanah. Lalu siapa orangnya? Apakah ia yang

memanah anjingku? Sembunyi di mana ia?

Harjuna, satria berbudi halus dan suka menolong tersebut, perlahan-lahan

dirambati perasaan marah. Darahnya menghangat dan mulai mendidih.

“Kurang ajar! Jika engkau satria keluarlah! Hadapi aku......”

Harjuna adalah murid Pandhita Durna yang masuk kategori lantip, cerdas

dan cepat tanggap akan sasmita perlambang yang diberikan gurunya. Oleh

karenanya sebelum sang Guru Durna menyelesaikan ceritanya, Harjuna sudah

Page 129: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

129

PANDAWA KURAWA

mampu menangkap bahwa Gurunya secara tidak langsung telah mengangkat raja

muda Paranggelung sebagai muridnya.

“Bapa Guru yang aku hormati, jika berkenan sebaiknya cerita mengenai

raja muda yang rupawan, sakti dan rendah hati dicukupkan. Kami sesungguhnya

tidak mempunyai hak untuk melarang sang Guru mengangkat murid baru.

Demikian pula kiranya seorang Guru tidak berhak melarang muridnya berguru

kepada guru yang lain. Tetapi bukankah selama ini pengangkatan murid-murid

Sokalima selalu melibatkan saudara tua perguruan? Adakah kekhususan untuk

murid yang satu ini? Adakah rahasia yang tidak boleh diketahui oleh murid-murid

yang lain?”

“Harjuna jangan terlalu jauh berprasangka. Jika engkau mau dengan sabar

mendengarkan ceritaku sampai selesai, tentunya akan menjadi jelas bahwa

prasangkamu mengenai diriku keliru. Berhubung engkau telah memotong

ceritaku, maka aku tegaskan bahwa Raja muda itu telah tiba di Sokalima dan

belajar ilmu-ilmu Sokalima, tetapi aku tidak mengangkatnya sebagai murid.”

“Ampun Bapa Guru, maafkan saya yang khilaf ini.”

Harjuna menyesal. Karena merasa dirinya diremehkan oleh orang lain,

hatinya panas terbakar, sehingga tanpa sadar ia telah berani memotong cerita Sang

Guru. Nampaknya Durna kecewa atas tindakan murid yang dikasihi tersebut. Ia

tidak ingin memperpanjang suasana yang tidak mengenakkan ini. Maka segeralah

ia masuk ke ruang dalam, meninggalkan Harjuna dan empat saudaranya.

Page 130: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

130

PANDAWA KURAWA

Karena kedudukannya sebagai murid papan atas di Sokalima telah tergeser

oleh murid lain, padahal keberadan murid tersebut tidak diketahui sebelumnya,

dan tiba-tiba menjadi orang istimewa di Sokalima, Harjuna merasa kesulitan

untuk mengendalikan emosinya, menjernihkan pikirannya dan mendinginkan

hatinya. Oleh karenanya ia ingin segera bertemu dengan raja muda Paranggelung

untuk membuktikan sejauh mana ketampanannya dan menakar seberapa tinggi

ilmunya.

Jika pada awalnya Ekalaya atau juga sering disebut Palgunadi ingin

menghindari Harjuna atas saran Aswatama, namun setelah mendengarkan cerita

dari para cantrik ia tidak sampai hati membiarkan Sang Guru Durna dipojokkan

oleh desakan Harjuna. Maka atas pertimbangan dan kesepakatan Ekalaya,

Aswatama dan Anggraeni, mereka berniat menemui Pandita Durna untuk

memohon agar sang Guru memperkenankan Palgunadi meladeni tantangan

Harjuna.

Pada teriknya siang, mereka bertiga tiba di halaman padepokan Sokalima.

Sebelum kaki-kaki mereka menapaki lantai pendapa induk untuk menemui Guru

Durna, ada lima orang datang menghampiri. Sebelum mereka saling menyapa,

Aswatama memperkenalkan Ekalaya dan Anggraeni kepada Harjuna, Puntadewa,

Bimasena, Nakula dan Sadewa. Pada kesempatan tersebut, Ekalaya memohon

maaf terutama kepada Harjuna, karena khilaf ia telah membunuh anjing pelacak

milik Harjuna. Namun permintaan maaf yang tulus tersebut tidak menyelesaikan

masalah. Karena sesungguhnya bukan itu permasalahannya. Nampaknya Harjuna

gagal dalam mencoba mengendalikan gejolak hatinya yang sangat luar biasa.

Page 131: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

131

PANDAWA KURAWA

Sulit rasanya menerima kenyataan bahwa Ekalaya secara penampilan

mampu mengimbangi dirinya yang selama ini mendapat julukan lelananing jagad

dan lancuring bawana yang berarti laki-laki tampan yang mampu memberi warna

keindahan bagi dunia. Apalagi ketika dilihatnya Anggreni, wanita yang

mendampingi Ekalaya, darah Harjuna mengalir lebih cepat. Kecantikan dan

kemolekan Anggraeni tidak kalah dibandingkan dengan isteri-isteri Harjuna.

Bahkan pendamping Ekalaya ini mempunyai daya tarik sangat luar biasa yang

tidak dimiliki oleh wanita-wanita lain, termasuk isteri-isteri Harjuna. Keempat

saudara Harjuna pun merasakan bahwa pasangan Ekalaya dan Anggraeni

merupakan pasangan ideal yang mempunyai daya magnet kuat. Siapa saja akan

merasa bangga mengenal dan mendapat kesempatan berbincang-bincang dengan

pasangan raja dan ratu dari Negara Paranggelung tersebut.

Tentunya dapat dimaklumi jika Harjuna tak kuasa menyiram bara api

cemburu yang menyala di hatinya. Bahkan kesempurnaan Anggraeni sebagai

isteri setia Ekalaya bak minyak yang memercik, maka sekejap kemudian bara api

di hati Harjuna mulai menyala tak terkendali.

“Bocah Bagus aku ingin mengajakmu bertanding, seperti kebiasaan di

Padepokan Sokalima yang belum pernah engkau jalani.”

“Maaf Kisanak, aku perlu mendapat ijin dari Bapa Guru Durna.”

“Jangan mengaku guru kepada seseorang yang tidak pernah

mengangkatmu sebagai murid.”

Page 132: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

132

PANDAWA KURAWA

“Aku tidak peduli! Siapa pun yang telah membantuku menuju

kesempurnaan hidup, beliau adalah guruku. Demikian juga jika engkau dapat

membantuku menerapkan ilmu-ilmu Sokalima dalam arena pertandingan, engkau

pun menjadi guruku.”

“Baiklah, aku ajari engkau cara menarik panah dengan baik!”

Reeeet!! Dengan gerakan halus namun mengandung daya luar biasa

Harjuna menarik busurnya dan diarahkan ke dada Palgunadi. Semua orang tegang

melihatnya. Mereka dapat merasakan ada kemarahan besar di balik gemeretnya

suara busur Harjuna. “Jangan Adinda, jangan lakukan itu.” Pinta Puntadewa,

saudara sulung Harjuna.

“Maaf Kakanda Punta, bukankah Kakanda juga pernah mengalami jiwa

Ksatria yang terkoyak?”

Kata-kata Harjuna mengingatkan ketika Puntadewa menjelma menjadi

raksasa putih sebesar gunung karena tak kuasa menahan amarahnya. Maka

dibiarkannya adiknya memilih cara untuk mengatasi kemarahannya yang tidak

mudah dikendalikan.

Busur Harjuna semakin melengkung tajam. Anak panahnya siap

menembus dada Ekalaya yang dibiarkannya terbuka wajar. Tidak lebih dari lima

hitungan maka panah Harjuna akan meninggalkan busurnya menembus dada

Ekalaya tanpa perlawanan. Anggraeni memejamkam matanya dan menggigit

bibirnya, tidak tega melihat suaminya ditembus anak panah Harjuna. Namun ia

Page 133: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

133

PANDAWA KURAWA

tidak berbuat apa pun, karena percaya bahwa suaminya akan mampu

menyelamatkan diri.

Wuuuss, tiba-tiba Sang Guru Durna berdiri di antara Ekalaya dan Harjuna.

Kedatangan Durna di tengah-tengah mereka memaksa pertikaian antara

Harjuna dan Ekalaya berhenti sementara.

“Aku dapat merasakan apa yang kalian rasakan. Sebagai seorang ksatria,

perang tanding merupakan cara penyelesaian pamungkas yang terbaik. Kecuali

jika salah satu di antara kalian mau mengalah atau mengaku kalah sebelum

bertanding. Itu pun tidak mungkin kalian lakukan. Pasti! Karena aku tahu watak

keduanya. Maka jangan salah sangka jika aku melarang kalian ber perang tanding.

Silakan berperang tanding, asalkan jelas alasannya.”

“Ampun Bapa Guru, orang ini telah membunuh anjing pelacakku.”

“Ampun Sang Maha Resi, aku telah meminta maaf.”

“Bagus! Sisi lain dari seorang ksatria adalah mau mengakui

kesalahannya.”

“Bagaimana dengan pihak yang tidak melakukan kesalahan, tetapi pihak

yang dirugikan?”

“Itu tergantung orangnya. Jika yang dirugikan seorang Brahmana tentunya

ia akan memaafkan, karena yang bersangkutan telah mengakui kesalahannya. Jika

yang dirugikan seorang raja, ia akan memberi ampun tetapi bersyarat. Syaratnya

Page 134: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

134

PANDAWA KURAWA

bisa hukuman, denda atau yang lain. Jika yang dirugikan adalah seorang Ksatria,

ia dapat memilih di antara keduanya, seperti raja atau seperti brahmana.”

“Ampun Bapa Guru, bolehkah saya tidak memilih di antara keduanya?”

“Boleh! Boleh! Apa yang kau pilih Harjuna?”

“Cara Ksatria sejati. Perang tanding!”

“Bagaimana Ekalaya?”

”Perang tanding untuk apa? Jika untuk anjing yang mati aku tidak mau.

Lebih baik aku mengaku kalah dan minta maaf.”

Harjuna terdiam. Ia kebingungan. Sesungguhnya untuk apa perang

tanding? Yang pasti tidak untuk seekor anjing, melainkan untuk sebuah martabat

dan harga diri.

“Bagaimana jawabmu Harjuna?”

Durna melemparkan pertanyaan Ekalaya.

“Sebagai saudara tua seperguruan aku ingin menjajal ilmu Ekalaya.”

“Bagus Harjuna! Sesungguhnya aku pun ingin menjajal seberapa tinggi

tingkat ilmu seorang lelananging jagad.”

Darah muda Ekalaya mulai panas. Ia mulai tidak senang, bahkan

cenderung muak melihat sikap ksatria besar seperti Harjuna bersifat arogan,

meremehkan sesamanya. Maka ia sengaja membakar hati Harjuna yang sudah

Page 135: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

135

PANDAWA KURAWA

membara. Seperti dikomando, keduanya melakukan sembah kepada Sang Guru

Durna dan memberi hormat kepada Aswatama, Anggraeni, Puntadewa, Bimasena,

Nakula, Sadewa dan para cantrik-mentrik.

Maka mulailah mereka bertempur. Keduanya sama-sama sakti dan

mempunyai bekal ilmu yang cukup. Jurus demi jurus mereka keluarkan. Ilmu

demi ilmu mereka benturkan, namun keadaan masih berimbang. Mereka yang

menyaksikan tegang berdebar menyaksikan kedua orang sakti beradu ilmu.

Beberapa di antaranya menjadi pusing menyaksikan gerakan-gerakan Harjuna dan

Ekalaya. Maka mereka lebih memilih menjauhi arena pertempuran dan duduk di

bibir pendapa.

Hari menjelang sore, pertempuran belum berakhir. Keduanya sama-sama

muda, sama-sama sakti, sama-sama tampan-rupawan, dan sama-sama

menggunakan ilmu-ilmu Sokalima.

“Luar biasa, ternyata ilmu-ilmu Sokalima sangat dahsyat. Tetapi mengapa

aku yang sudah belasan tahun menjadi cantriknya tidak dapat seperti mereka ya?”

Celetuk seorang cantrik.

“Lha iya jelas, wong kamu kalau diajari malah tidur,” timpal cantrik yang

lain.

Karena hari mulai gelap dan keduanya sudah kehabisan tenaga maka

Durna menghentikan pertempuran. Dengan wajah cemas Anggraeni memapah

suaminya, diajak masuk ke bilik untuk kemudian dirawat dengan penuh kasih dan

kesetiaan. Sedangkan di pihak Harjuna, Nakula dan Sadewa yang cemas sejak

Page 136: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

136

PANDAWA KURAWA

awal pertempuran berlari mendapati Harjuna untuk diajak berjalan memasuki

salah satu bilik yang biasa ditempati Harjuna. Sementara Aswatama dan para

cantrik-mentrik meninggalkan arena pertempuran untuk menceritakan kepada

sanak saudara tentang pengalaman luar biasa yang baru sekali disaksikan

sepanjang hidup mereka.

Suasana memang menjadi sangat sepi. Durna masih duduk sendirian, tidak

ada satu cantrik pun yang berani mendekat. Tampaklah garis-garis wajahnya

semakin dalam, sedalam kesenduan hatinya, menyaksikan kedua murid pilihan

bertaruh antara hidup dan mati. Jika saat ini keduanya masih hidup, tentunya pada

saatnya nanti hanya ada satu yang hidup. Ekalaya atau Harjuna.

Sejatinya yang menjadi harapan Durna, pertikaian antara Ekalaya dan

Harjuna tidak usah dilanjutkan. Keduanya sama-sama sakti, ibarat dua sayap

Sokalima yang perkasa. Mereka dapat membawa terbang nama Sokalima tinggi-

tinggi, ke segala penjuru dunia. Sangat disayangkan jika satu di antaranya gugur

pada medan harga diri. Namun itu tidaklah mungkin, karena di antara keduanya

masih menyisakan bara api didadanya. Dinginnya malam di Sokalima tak kuasa

mendinginkan hati mereka yang bertikai.

Dari masing-masing bilik yang ditempati Harjuna dan Ekalaya memancar

energi yang saling bertemu sehingga bagi para cantrik yang kebetulan lewat di

antara kedua bilik tersebut, pasti akan terkejut, dikarenakan ada sengatan hawa

panas yang tidak mengenakkan.

Page 137: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

137

PANDAWA KURAWA

Walau di dalam komplek padepokan Sokalima ada perbawa hawa panas,

di depan pintu gerbang padepokan menebar energi lembut penuh kedamaian lewat

kidungan cantrik jaga yang terbawa angin. Jika yang sedang bertikai mau

membuka jendela hati dan membiarkan kidungan malam itu menyusup ke relung-

relungnya, niscaya tidak mustahil pertempuran lanjutan yang tentunya lebih

dahsyat tidak akan pernah terjadi.

Tidak peduli didengar atau pun tidak didengar, dirasakan maupun

diabaikan, kidung malam tetap mengalun dari bibir cantrik tua yang berkulit

kehitam-hitaman.

Tidak beberapa lama kemudian, cantrik tua yang menjadi sumber suara

kidungan tak kuasa menahan kantuknya, ia berbaring di gardu jaga. Akhirnya

kidung malam yang mengingatkankan bahwa manusia ini lemah tak berdaya

tetapi congkak dan tinggi hati, tak mau mengakui kelemahannya, hilang tak

berbekas, tertutup suara burung hantu kutu-kutu walang ataga atau serangga-

serangga malam yang saling bersahutan. Dengan demikian daya kidungan tersebut

tak pernah menembus bilik mereka yang bertikai. Bilik hati Harjuna dan Ekalaya

Malam kian larut, tidak ada lagi senda gurau di antara para cantrik yang

jaga, tidak terdengar lagi kidung malam. Hari menjelang dini hari, tidak seperti

biasanya Guru Durna duduk sendirian di ruang tengah. Disorot lampu temaram,

tampaklah bahwa ia sedang berduka, duka yang sangat dalam. Baru kali ini

sebagai guru besar ia tak kuasa menghentikan pertikaian kedua muridnya. Yah

walaupun secara resmi Ekalaya tidak diangkat menjadi muridnya, tetapi jujur saja

Page 138: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

138

PANDAWA KURAWA

secara batin Durna telah mengangkat Ekalaya sebagai muridnya. Apalagi

diperkuat dengan adanya patung Durna di Sanggar Ekalaya yang dijadikan pusat

konsentrasi dalam mempelajari ilmu-ilmu Sokalima.

Selagi masih ada kesempatan, Durna berusaha mencegah kemungkinan

yang paling buruk yaitu kematian salah satu di antara keduanya. Namun usaha

Durna hanya mampu menunda saatnya. Karena permasalahannya sudah

merambah pada harga diri, hal yang paling berharga bagi seorang kesatria. Dan

penyelesaiannya hanya satu yaitu perang tanding. Dua hari lagi di saat bulan

purnama mereka akan berperang tanding antara hidup dan mati.

Kabar tentang perang tanding antara Harjuna dan Ekalaya telah tersebar

tidak hanya di wilayah padepokan Sokalima, tetapi jauh di luar Sokalima. Di

tanah lapang yang biasanya menjadi tempat pendadaran murid-murid Sokalima,

malam itu menjadi istimewa. Sejak sore hari ribuan orang mulai berdatangan.

Mereka ingin meyaksikan lanjutan pertandingan maha dahsyat di abad ini.

Di tengah kerumunan orang yang jumlahnya mencapai ribuan, Durna

berdiri tegar di antara keduanya, Harjuna dan Ekalaya. Detik-detik purnama telah

muncul di ufuk timur. Harjuna dan Ekalaya telah mempersiapkan diri. Demi

sebuah harga diri, mereka telah siap menghadapi kemungkinan yang paling buruk,

yaitu kematian.

Sebentar kemudian perang tanding dimulai. Bayangan keduanya tidak

dikenali lagi yang mana Ekalaya dan yang mana Harjuna. Seperti pertandingan

Page 139: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

139

PANDAWA KURAWA

pertamanya, sebagian besar dari mereka pandangannya kabur dan kepalanya

menjadi pusing.

Sebelum menyadari apa yang terjadi tiba-tiba Harjuna terlempar ke luar

arena. Sorak membahana dari penonton menambah bara api di dada Harjuna

menjadi semakin menyala. Ia mulai tak sabar, tangannya manyambar busur yang

telah disiapkan di pinggir arena. Bruull! Ribuan anak panah keluar dari busurnya.

Dengan tenang Ekalaya menyambut hujan panah yang diluncurkan Harjuna.

Hanya hitungan detik patahan anak panah jatuh berserakan di antara Harjuna dan

Ekalaya.

Perang adu kesaktian ilmu memanah berlangsung lama. Pada akhirnya

Harjuna mengeluarkan pusaka andalan Sokalima yang diwariskan Guru Durna

kepadanya yaitu pusaka Gandewa. Pusaka tersebut memancarkan cahaya berkilau

yang menyilaukan mata.

Reketek!! Pusaka gandewa ditarik oleh Harjuna. Durna sangat terkejut, ia

ingin mencegahnya namun terlambat. Dari pusaka gandewa telah meluncur ribuan

anak panah yang tak habis-habisnya, mengarah pada Ekalaya. Semua penonton

tercengang memandangnya. Sungguh luar biasa.

Aswatama yang pernah kecewa karena Rama Durna telah mewariskan

pusaka dahsyat kyai Gandewa kepada Harjuna, mencemaskan keselamatan

Ekalaya sahabatnya yang dihujani ribuan anak panah yang muntah dari busur

Gandewa. Wah gawat!! Namun setelah menyaksikan bagaimana Ekalaya

menyambut hujan panah yang dilontarkan Harjuna, dengan busur pusaka yang tak

Page 140: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

140

PANDAWA KURAWA

kalah dahsyatnya dengan pusaka Gandewa, kecemasan Aswatama berkurang.

Namun ketegangan justru semakin bertambah. Tidak saja bagi Aswatama, tetapi

juga dirasakan oleh mereka yang menyaksikan ribuan anak panah saling beradu

dan meledak-ledak di angkasa Sokalima.

Malam bulan purnama semakin bercahaya karena dihiasai oleh percikan-

percikan api warna-warni akibat beradunya ribuan anak panah yang dilontarkan

Harjuna dan Ekalaya. Kejadian yang luar biasa tersebut membuat Kahyangan

Jonggring Saloka gonjang-ganjing. Ada hawa panas menebar di seluruh wilayah

para dewa tersebut, di tempat Batara Guru bertahta. Karena terusik

kenyamanannya diutuslah Patih Narada untuk melerai pertikaian antara Harjuna

dan Ekalaya. Dalam perjalanan menuju ke Marcapada, Hyang Narada tertegun

melihat pemandangan di depannya, tepat di atas langit Soka Lima. Ada percikan

cahaya api warna-warni silih berganti. Sampai sehebat inikah kesaktian

keduanya? Layak jika pengaruhnya sampai ke Kahyangan Jonggring Saloka.

Maka tanpa membuang waktu, Dewa nomor dua di Kahyangan Jonggring Saloka

tersebut segera turun ke arah yang sedang bertikai. Namun niat Patih Narada

terhalangi oleh asap hitam pekat yang muncul tiba-tiba menyusul suara ledakan

menggelegar. Awan hitam tersebut semakin tebal bergulung-gulung menyelimuti

langit Soka Lima. Bersamaan dengan suara ledakan dahsyat, Batara Guru diiringi

para Dewa dan Dewi turun dari Kahyangan ingin menyaksikan apa yang terjadi di

Marcapada.

Suasana menjadi sangat mencekam. Malam bulan purnama yang

sebelumnya semakin mempesona dengan adanya percikan-percikan api warna-

Page 141: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

141

PANDAWA KURAWA

warni kini menjadi gelap gulita dan sepi mencekam. Tidak ada lagi sorak sorai

dan tepuk tangan dari para penonton yang menyaksikan perang-tanding antara

Ekalaya dan Harjuna. Melihat keadaan yang semakin tidak nyaman, Batara Guru

memerintahkan agar para Dewa-Dewi menaburkan bunga-bunga dengan aroma

nan wangi untuk menyingkirkan asap hitam yang menyelimuti Soka Lima.

Sekejap kemudian hujan bunga telah mengguyur Soka Lima. Daya dan aromanya

mampu menyibak asap hitam yang menutupi kejadian besar yang ada di Soka

Lima. Pelan tapi pasti, asap hitam pekat yang menutupi padepokan Soka Lima

berangsur-angsur menghilang. Malam bulan purnama menjadi sempurna kembali.

Malam menjadi mempesona. Ribuan penonton perang tanding yang sejak sore

berdatangan di Soka Lima belum beranjak dari tempatnya. Mereka yang telah

menumpahkan perhatiannya dengan segenap rasa-perasaan dan emosinya di

dalam perang tanding tersebut semakin dibuat terheran-heran dengan kejadian

berikutnya.

Tanah lapang di Soka Lima, tempat Harjuna dan Ekalaya bertanding, kini

penuh bertaburan bunga warna-warni dengan aroma keharumannya masing-

masing. Asap tebal yang muncul akibat ledakan yang ditimbulkan karena

beradunya kedua busur pusaka milik Harjuna dan Ekalaya kini telah berganti

dengan para Dewa-Dewi yang mengiringi Batara Guru yang menyusul Batara

Narada untuk menghentikan yang sedang bertikai.

“Kang! Bermimpikah aku?”

“Coba aku cubit lenganmu”

Page 142: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

142

PANDAWA KURAWA

“Aduh! Sakit kang.”

“Itu namanya kamu tidak sedang bermimpi. Kau dan aku berada di dalam

alam sadar.”

“Tetapi lihatlah itu kang, langit di sekeliling kita penuh dengan gambar

para dewa yang sangat mempesona dan para dewi yang amat jelita.”

“Ssst! Jangan keras-keras dan gumunan isteriku, itu adalah para Dewa dan

para Dewi yang mengiringi Batara Guru dan Batara Narada, ingin melerai perang

tanding antara Harjuna dan Ekalaya.”

Sepasang suami isteri tersebut tidak memperpanjang pembicaraannya.

Mereka bersama-sama ribuan penonton yang lain lebih memilih memusatkan

perhatiannya dengan apa yang akan dilakukan Batara Guru dan Batara Narada

terhadap Harjuna dan Ekalaya yang tergeletak tak berdaya. Dikarenakan mereka

berdua telah menguras tenaga dan ilmunya untuk memuntahkan puluhan ribu anak

panah melalui busur pusakanya masing masing. Pada puncaknya Busur Gandewa

milik Harjuna dan busur pusaka milik Ekalaya saling menyedot dan beradu. Maka

terjadilah ledakan amat dahsyat disertai asap hitam pekat yang bergulung-gulung,

menggulung kedua busur pusaka hingga hilang tak berbekas.

Durna tergopoh-gopoh menyembah rajanya dewa serta pengiring yang

menginjakkan kakinya di Soka Lima. Setelah menanggapi sembah Durna dan juga

sembah dari ribuan orang yang hadir, Batara Guru didampingi Batara Narada

mendekati Ekalaya dan Harjuna untuk kemudian memercikkan air kehidupan

Page 143: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

143

PANDAWA KURAWA

kepada mereka. Setelah itu didekatinya orang nomor satu di Soka Lima sembari

bersabda:

“Durna selesaikan pertikaian di antara muridmu dengan adil.”

Sekejap kemudian Batara Guru dan seluruh pengiringnya meninggalkan

Soka Lima. Malam pun pulih seperti malam purnama sebelumnya, sebelum ada

pertikaian yang menimbulkan hawa panas ke seluruh alam semesta dan mengusik

kenyamanan alamnya para Dewa-Dewi. Soka Lima berangsur-angsur pulih seperti

hari-hari biasa yang tenang dan damai jauh dari mereka yang bertikai.

Orang-orang mulai melangkah pulang dengan perasaan yang sulit

digambarkan dan terlalu banyak untuk diceritakan. Namun di masing-masing hati

masih tersisa pertanyaan bagaimanakah akhir dari pertikaian antara hidup dan

mati. Dan kalau boleh mereka berharap bahwa pertikaian akan berubah menjadi

perdamaian dan persahabatan.

Memang benar, di sisa malam itu Soka Lima boleh menikmati ketenangan

dan ketentraman, dikarenakan yang bertikai terbaring tak berdaya. Bahkan

mungkin jika Sang Hyang Guru tidak memercikkan air kehidupannya di raga

mereka yang lemah, tidak ada kehidupan lagi. Dengan demikian tentunya akan

tamatlah pertikaian mereka bersama kerapuhan raganya. Ketika pertarungan

tersebut Arjuna melihat ada ilmu yang berbeda yang dimiliki oleh Ekalaya.

Barata

Page 144: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

144

PANDAWA KURAWA

Saat pagi yang cerah tiba, udara yang semilir menyentuh kulit hingga

terasa dingin. Tidak jauh dari kediaman Kerajaan Paranggelung, Sang Prabu

Palgunadi sedang mengadakan pisowan Agung. Ia mengadakan sayembara

menamah dalam istana untuk mengadakan pesta karena telah kembali dari

perburuan, saat memanah Prabu Palgunadi begitu hebat menggunakan panah

melebihi Arjuna. Melihat sang Prabu Palgunadi yang begitu hebat menggunakan

ilmu sapta tunggal Arjuna merasa cemburu oleh Begawan Drona ia meminta

untuk ditambah ilmu keskatian saat memanah.” Guru, kenapa Palgunadi lebih

hebat dari saya padahal ilmu yang digunakan sama...?”, keluh Arjuna.

Saat pisowan itu Arjuna yang memakai tutup muka memanah dengan

memberi bunga pada sang dewi, Prabu Plagunadi terkejut dan terheran. Walaupun

ia jago mengolah gandewa tapi tidak dapat melakukan apa yang dilakukan Arjuna.

Drona saat sepi segera mendatangi Ekalaya. Saat akan mulai pertandingan

yang ketiga, Prabu Ekalaya, harus mengalah. Prabu Ekalaya tak sanggup untuk

mengalah, Maafkan aku Bapa Resi, hal itu tidak mungkin dapat aku lakukan. Aku

tidak dapat berpura-pura untuk kalah. Karena ketika tangganku telah menarik

busur dan memegang anak panah, ada daya luar biasa yang terhimpun dengan

sendirinya di seluruh budi, pikiran dan sekujur tubuhku serta otot bebayuku, guna

menghadang serangan musuh.”

“Oo lole, lole blegudhug monyor-monyor prit gantil buntute bedhug. Lalu

ilmu apa yang engkau gunakan?“

Page 145: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

145

PANDAWA KURAWA

“Maafkan aku Bapa Resi Durna, pada tataran luar aku menggunakan ilmu

Sapta Tunggal, ilmu andalan Soka Lima, tetapi tenaga dalamnya berasal dari

pusaka Mustika Ampal.”

“Mustika Ampal?”

”Bapa Resi, Mustika Ampal adalah pusaka pemberian Sang Hyang

Wenang, wujudnya adalah cincin. Menurut Ramanda Prabu Hiranyandanu, cincin

Mustika Ampal dianugerahkan ketika Ramanda sedang melakukan tapa guna

memohon agar anak yang ada dalam kandungan sang prameswari kelak dapat

memimpin Negara Nisada dengan adil dan bijaksana. Ramanda juga mengisahkan

bahwa cincin Mustika Ampal mempunyai daya sangat luar biasa dan ketepatan

yang akurat pada saat digunakan untuk menarik busur dan melepaskan anak

panah. Sehingga sudah menjadi kehendaknyalah Mustika Ampal dianugerahkan

kepada calon raja di Negara Nisada, di mana seluruh rakyatnya terampil

menggunakan panah.

Bapa Resi, dikarenakan Cincin Mustika Ampal dikenakan di ibu jariku

sejak bayi, hingga sekarang setelah aku menjadi raja di Negara Nisada atau

Paranggelung menggantikan Ramanda Prabu yang telah wafat, cincin tersebut

telah berada di bawah kulit dan di luar daging, menyatu dengan ibu jari tanganku.

Oleh karena Cincin Mustika Ampal itulah aku tidak mungkin untuk berpura-pura

kalah. Kecuali jika serangan musuh lebih dahsyat daripada kekuatan Cincin

Mustika Ampal.”

Page 146: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

146

PANDAWA KURAWA

Pantas, pusaka Gandewa dapat dihadang dengan kekuatan Mustika Ampal.

Bahkan pusaka pemberian Dewa Indra yang baru saja diwariskan kepada Harjuna

tersebut hancur lebur musnah tak berbekas.

Tiba-tiba hati Pandita Durna terusik. Ilmu-ilmu yang digunakan Ekalaya

tidak murni ilmu Sokalima, tetapi telah dipadukan dengan sipat kandel pribadi

yang didapat sejak masih bayi. Walaupun Harjuna juga menimba ilmu di banyak

tempat, ilmu-ilmu yang digunakan dalam perang tanding adalah ilmu-ilmu yang

diajarkan di Sokalima.Membandingkan di antara keduanya sang Guru besar

tersebut tak kuasa lagi berdiri di tengah secara adil. Ia mulai berpihak kepada

Harjuna, murid mula pertama yang patuh berbakti dan telah mengangkat nama

Sokalima melambung tinggi berkat ilmu-ilmu yang selalu digunakannya. Tak

terkecuali ketika berperang tanding melawan Ekalaya.

“Ekalaya, jika niatmu tidak berubah, mau mengalah dengan cara berpura-

pura kalah dalam perang tanding, ada cara yang dapat ditempuh, yaitu jika Cincin

Mustika Ampal tersebut dilepas untuk sementara.”

“Ampun Bapa Resi Durna, bagaimana bisa dilepas, Mustika Ampal telah

jadi satu dengan ibu jari tangan kananku.”

“Ekalaya, apakah engkau tidak percaya bahwa aku dapat melakukannya?”

“Ampun Bapa Resi, maafkan aku yang bodoh ini, maafkan aku.”

Page 147: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

147

PANDAWA KURAWA

Dengan tergopoh-gopoh Ekalaya menyembah Sang Resi Durna, beringsut

mendekat, sembari mengulurkan ibu jari tangan kanannya, tempat Cincin Mustika

Ampal berada.

Sang Guru bertanya kepada muridnya,

“Tidak percayakah engkau padaku Ekalaya?”

“Ampun Bapa Resi, bukan maksudku untuk tidak mempercayai

kemampuan Bapa Resi Durna. Aku percaya, Bapa Resi mampu melakukannya.

Silakan Bapa Resi, ambilah cincin Mustika Ampal ini dari ibu jari tanganku.”

Pandita Durna ingin menunjukkan bahwa dirinya adalah guru yang

mumpuni dan menguasai berbagai ilmu tingkat tinggi. Sehingga tidak akan

kesulitan dalam melepas Cincin Mustika Ampal, walaupun sudah manjing

menjadi satu dengan ibu jari tangan kanan Ekalaya.

Ekalaya memberikan tangan kanannya kepada seorang yang sangat ia

hormati. Tangan itu bergetar tanpa dapat dicegahnya. Dengan amat perlahan

Durna mencoba mengeluarkan cincin Mustika Ampal itu.

Satu kali, dua kali usaha Durna belum berhasil. Cincin tersebut masih

terpendam rapat di antara kulit dan daging. Walaupun tidak kelihatan mencolok,

Durna telah mengerahkan sebagian besar tenaga dalamnya, sehingga keringatnya

susul menyusul meninggalkan dahinya yang semakin berkerut. Dikarenakan

tangan Ekalaya bergetar, Durna menganggap bahwa Ekalaya telah menghimpun

energi untuk menghalangi pengambilan Mustika Ampal

Page 148: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

148

PANDAWA KURAWA

“Ekalaya, jangan berusaha menahan cincin Mustika Ampal.”

“Ampun Bapa Resi, aku tidak menahannya. Tangan ini bergetar dengan

sendirinya.”

Durna mencoba lagi. Kali ini ia mengerahkan seluruh kemampuannya.

Tangan Ekalaya dan tangan Pandita Durna bergetar semakin cepat dan semakin

kuat. Pusaran hawa panas memancar dari kedua tangan tersebut.

Panas, panas dan semakin panas.

“Aduh! “

Tiba-tiba Ekalaya mengeluh pendek. Kemudian terkulai di lantai bilik.

Mendengar bahwa suaminya dalam bahaya, Anggraeni segera masuk ke

biliknya,“Kangmaaass!”

Anggraeni menubruk Ekalaya yang tergeletak tidak sadarkan diri.

Sungguh amat mengejutkan, ibu jari Ekalaya telah tiada. Dan meninggalkan luka

memilukan. Anggraeni tahu bahwa di ibu jari itulah pangkal kesaktian suaminya.

Jika sekarang ibu jari tersebut telah tiada, artinya bahwa kesaktiannya telah

lenyap.

Namun sekarang Cincin Mustika Ampal yang telah mempecundangi nama

besar Sokalima di hadapan orang banyak berada dalam genggamannya. Apa yang

dapat kau lakukan, Ekalaya, menghadapi Harjuna tanpa Cincin Mustika Ampal.

Tiba-tiba hati Durna telah dibakar oleh sakit hatinya, karena ilmu-ilmu Sokalima

Page 149: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

149

PANDAWA KURAWA

yang diperagakan dengan sempurna oleh Harjuna, murid kesayangannya, tak

mampu mengalahkan Ekalaya.

Durna menimang-nimang Cincin Mustika Ampal, menuju bilik Harjuna.

Namun sebelum tangan Durna mengetuk pintu, Harjuna telah membukakannya.

“Silakan masuk Bapa Guru Durna.”

“Harjuna, aku membawa pusaka dahsyat, namanya Cincin Mustika

Ampal. Dengan pusaka ini engkau dapat mengalahkan Ekalaya dengan mudah.

Kenakanlah pusaka ini pada ibu jari tangan kananmu, serta tunjukkan kepadanya

dan kepada banyak orang bahwa ilmu Sokalima tak terkalahkan.”

Harjuna menyembah, kemudian memberikan tangan kanannya. Pandita

Durna segera mengenakan Cincin Mustika Ampal di ibu jari Harjuna sebelah

kanan.

Sungguh ajaib!

Dengan masih menyisakan rasa herannya, Durna dan Harjuna mengamati

keajaiban itu. Jari tangan Harjuna bertambah satu, sehingga jumlahnya menjadi

enam.

“Dimanakah Cincin Mustika Ampal yang disebut-sebut Bapa Guru?”

“Ada di dalam ibu jari yang baru itu Harjuna.”

Harjuna juga ingin membuktikan daya kekuatan dari Cincin Mustika

Ampal. Maka segeralah satria Panengah Pandawa tersebut menyahut busur serta

Page 150: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

150

PANDAWA KURAWA

anak panahnya, lalu pergi keluar dari biliknya. Di tengah gulita malam, Harjuna

melepaskan anak panahnya ke arah pohon beringin yang berdiri angker di sudut

halaman komplek bilik-bilik siswa Sokalima. Jari tangan yang berjumlah enam

menjadi sangat pas untuk membidikan anak panah. Bagai suara ribuan kumbang,

anak panah itu telah melesat meninggalkan busurnya. Sekejap kemudian, luar

biasa akibatnya, ribuan sulur pohon beringin putus berserakan menumpuk di

tanah. Sehingga pohon yang semula dinamakan beringin wok, pohon beringin

yang mempunyai brewok itu, menjadi bersih tanpa brewok lagi.

Harjuna tertegun atas daya luar biasa yang ditimbulkan oleh pusaka Cincin

Mustika Ampal pemberian Bapa Guru Durna. Segera setelahnya, Harjuna

memberi sembah dan mengucap terimakasih yang tak terhingga atas pusaka

dahsyat pemberian sang guru besar Sokalima itu. Kemudian Harjuna berjanji akan

mengalahkan Ekalaya pada pertemuan yang ke tiga kalinya nanti, dengan ilmu-

ilmu Sokalima yang dilambari Cincin Mustika Ampal.

Hatinya Dewi Angggaini saat Arjuna datang ke kaputren ia sangat sedih,

Maka Arjuna menghiburnya. “Cah ayu kamu kenapa?”, tanya Arjuna. “Aku tidak

apa – apa kang mas”. Bersama para punkawan Arjuna menyandungkan gending –

gending jawa dengan kidung asmara. Merasa terhibur oleh hati sang Dewi. Sang

dewi mulai menampakan senyum kembali. Ini membuat hati Arjuna berbunga –

bunga ketika melihat senyum bibirnya yang mempesona.

“Kang mas, kenapa kang mas kesini?”, tanya sang dewi. “Aku kesini

untuk melihat sang dewi yang mempesona hatiku”. Dengan rayuan manis keluar

Page 151: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

151

PANDAWA KURAWA

dari mulut Arjuna. “Ah kang mas bisa saja”. Mereka berdua sedang tetaman

asmara yang maha dashyat. Hingga terlupa semua kejadian yang ada. Gelora

asmara yang ada pada Arjuna melupakan semua pertandingan yang akan

dilaksanakan sang Guru. Sesaat kemudian ia teringat, terperanjatlah Arjuna. “Ada

apa kang mas?’, tanya sang dewi. Sebenarnya sang dewi ingin agar Arjuna

melupakan pertandingan yang akan dilaksanakan. “Maaf diajeng Angraini, saya

ada urusan sebentar”. Arjuna segera meningglkan kaputren. Ekalaya yang melihat

istri bersama pria lain mersa cemburu. Saat malam menjelang, sang dewi

menemui suaminya Ekalaya. “Bagaimana keadaan kang mas Prabu?”. “Aku tidak

apa – apa”. “Diajeng jangan kau tinggalkan aku sendirian”. Mendengar perkataan

suaminya dewi Anggarini, tergugah hatinya. Ia tidak akan meningglakan

suaminya lagi.

Pagi hari yang cerah, burung merdu berkicauan. Diatas pepohonan yang

rindang membuat suasana hati menjadi bahagia. Tetapi tidak bagi sang dewi.

Karena ini saat pertandingan antara Prabu Ekalaya dan Arjuna dimulai. Maka

membuat hati sang dewi sangat was – was dan cemas. “Aku tidak ingin kedua

terluka”. Maka sang dewi menyusulnya kedalam hutan.

Pertarungan Antara Arjuna dan Ekalaya dimulai disansikan puluhan raja

dari berbagai kerajaan. Pertandinganpun segera dimulai, “hai Palgunadi

menyerahlah engkau padaku”, teriak Arjuna. “Jangan suruh aku menyerah wahai

Palguna, inilah jiwa satriaku”,jawab Ekalaya. Pukulan pertama dilancar Arjuna.

Page 152: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

152

PANDAWA KURAWA

Ekalaya yang sudah lenyap kesaktiannya tidak bisa bangkit dari pukulan

Arjuna. Bertubi – tubi Ekalaya menerima pukulan Arjuna. Drona yang meliaht

Ekalaya tergopoh menghadapi Arjuna.” Lanjutkan...terus! Lanjutkan... Terus!” ,

teriak sang resi. Arjuna mau menghentikan pertandingan tidak jadi, karean ia

mendenagr perinath gurunya.Tiba – tiba sang Dewi datang memeluk suaminya ini

membuat ia membenci Arjuna.

Walaupun perasaan asmara yang kian mempesona dalam pandangan , tapi

berubah ketika melihat suaminya terbaring jatuh dan ditertawakan oleh raja – raja

yang hadir menyaksikan. “Mana perasanmu Droan sebagai seorang resi” terdiam

Drona tanpa ada kata – kata dari mulut. “Dan kalian para raja mana jiwa satria

kalian”. Tetegun seketika tawa para raja. “Dan kamu Arjuna tegakah kamu

menyayat hatiku ini”, terdiam sang Arjuna. “Dewi....., Dewi Anggraini.... Bukan

begitu maksud saya”.

Dewi Anggaini segera membawa suami meninggalkan pertandingan,

dengan tatapan tajam ia terus memandang Arjuna. Dewi Anggraini segera naik

kuda bersama Palgunadi. Dibawalah Prabu Palgunadi ke istana, suara prak....

Prak...! Tinggal kedengaran jauh kuda tersebut meningglakan pertandinagan.

Dewi Anggraini tiba di Paranggelung, sang suami segera dibaringkan

ditempat tidur. “Bertahanlah kang mas”. “Diajeng jangan tinggalkan aku”.

Dengan suara terpatah –patah suara yang diucapkan Ekalaya. “Kanda harus

bertahan”. Tiba napas sang Prabu tidak terasa dan detang jantung tak terdengar

lagi. “ Kanda jangan tinggalkan aku”.Karena tidak tertolong lagi maka Prabu

Page 153: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

153

PANDAWA KURAWA

Palgunadi meninggal. Kanda Prabu...!, kanda Prabu....!. Melihat suaminya telah

tiada. Dewi Anggraini mau menyusul kematian suaminya, dengan patrem ia

menusuk tubuhnya, maka sang dewi ikut Meninggal.

Arjuna yang melihat dewi Anggraini yang tak mempedulikan segea

rmenyusul ke Paranggelung. Dengan sigap ia naik kuda, di cambuknya, suara

prak....!.prak.......!Meninggalkan sang resi. Sang resi yang gelagat Arjuna yang tak

ada peduli anjuran guru, maka disusullah Arjuna yang pergi ke Paranggelung.

Dengan secepat kilat Arjuna sampai di Paranggelung.

Ia segera mencari Dewi Anggraini, tanpa diduga sang dewi sudah tiada.

Hati Arjuna menjadi putus asa. Melihat Arjuna yang telah kehilangan cinta, maka

sang Guru segera memeluknya. Ini menghilangkan cintanya pada Anggraini dan

Karena ilmu telah sempurna maka sang guru mengajaknya untuk kembali ke

Sakolima. Dengan hati yang sudah teriris – iris Arjuna mengikuti gurunya. Drona

dan Arjuna meninggalkan Paranggelung. Prak ....! Prak..... Akhirnya tiba di

Sakoalima dan para saudara – saudaranya telah menunggu kedatangannya.

Barata

Sementara itu, sesampainya di keraton Hastinapura, Patih Sengkuni

melaporkan kepada raja, bahwa lenga tala gagal direbut. Sekarang dibawa pergi

oleh seorang pandhita sakti. Bahkan ia telah mengangkat murid Pandhawa dan

membawa serta mereka ke padepokannya.

Page 154: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

154

PANDAWA KURAWA

Duryudana dan para Kurawa merengek-rengek memohon kepada raja agar

Pandhita sakti tersebut diangkat menjadi Guru Istana.

“Ampun Kakanda Prabu, perlu menjadi pertimbangan, ia mau menjadi

guru para Kurawa asalkan Pandawa lima diperkenankan masuk istana, pada hal

beberapa waktu yang lalu Kanda Prabu telah mengusir mereka.”

“Jika demikian biarlah anak-anakku yang datang berguru ke padanya”

“Ampun Kakanda Prabu, langkah tersebut akan merosotkan kewibawaan

paduka raja,”

“Lantas bagaimana pendapatmu Patih Sengkuni?”

“Kanda Prabu, sebelumnya aku ingin mencari padepokannya untuk

kemudian memaksa dia datang di istana tanpa Pandawa Lima”

Mendengar rencana Patih Sengkuni, Duryudana yang menyaksikan sendiri

kesaktiannya padhita tersebut bertanya, lalu siapa yang mampu memaksanya?

Sengkuni sempat gelagepan, namun ia kemudian berkata, “Aku akan

memerintahkan satu bregada prajurit untuk mengepung dan kemudian

menangkapnya.

“Sengkuni! Apakah untuk mendapatkan seorang guru tidak boleh dengan

cara paksa. Jika terjadi korban nyawa apakah engkau mau bertanggungjawab?

“Maksud saya tidak begitu Maha Resi Bisma. Apa yang akan kami

lakukan ini semata-mata merupakan tanda bakti kepada raja. Karena jika nantinya

Page 155: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

155

PANDAWA KURAWA

para putra raja mendapatkan guru yang sakti, dan menyerap ilmunya, mereka akan

mampu menjaga, memperkuat dan memperluas kerajaan Hastinapura”

“Sengkuni, Sengkuni, apakah engkau tidak pernah melihat guru sakti di

Hastinapura ini? Coba kamu jawab dengan jujur, tidak adakah Guru Sakti di

Hastinapura? Sengkuni!”

“Ada, ada Maha Resi, bahkan tidak sekedar ada, tetapi banyak. Jumlahnya

kira-kira ratusan, ee mungkin bisa mencapai ribuan. Sedangkan yang diangkat

menjadi guru istana saja sudah seratus lebih. Padahal gaji mereka…” “Cukup!!

Sekarang jawab pertanyaanku, apakah para Kurawa telah menyerap semua ilmu

dari mereka, terutama para guru yang digaji istana?” Eee sudah, eh belum dhing.

Maksud saya semua ilmu telah diajarkan dan dipahami, tetapi belum semua di

kuasai.” “Bagus, lalu apa usahamu agar para Kurawa mampu menyerap ilmu para

guru istana dengan baik? “

Ampun Maha Resi Bisma, jika bibir ini menjadi panjang, salah satunya

karena setiap waktu aku selalu mengatakan kepada keponakanku para kurawa,

belajarlah yang tekun dan rajin. Tetapi memang mempelajari ilmu-ilmu tingkat

tinggi tidak cukup dengan rajin dan tekun, tetapi membutuhkan bakat dan

kemampuan” “Jadi menurutmu cucu-cucuku para Kurawa itu rajin dan tekun?”

Iya, eee kadang-kadang rajin, dan kadang-kadang tekun. Eee rajin kok, tetapi”

“Sengkuni, engkau akan mengatakan bahwa para Kurawa itu tekun dan rajin

tetapi tidak berbakat dan tidak mampu menguasai ilmu-ilmu tinggi?” “Tidak

Page 156: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

156

PANDAWA KURAWA

demikian Sang Maha Resi, para Kurawa itu mempunyai bakat dan kemampuan,

tetapi belum ada guru yang mampu menggali bakat dan kemampuannya”

“Sengkuni! Engkau jangan menyalahkan para guru istana! Engkau

menganggap aku buta? Tidak dapat melihat kenyataan yang sebenarnya?

Bukankah para Kurawa tidak dengan sungguh-sungguh menyerap ilmu dari para

guru istana? Dan itu sesungguhnya menjadi tanggunggjawabmu untuk memotivasi

mereka.”

“Ampun Maha Resi, hamba ini seorang Patih, tugas hamba mengabdi

kepada negara dan raja. Bukan sebagai pengasuh anak-anak raja.” “Baik! Jika

demikian jangan ikut campur dalam hal mencari guru untuk para Kurawa. Anak

Prabu Destarastra, ijinkanlah aku sendiri yang akan menemui guru sakti yang

diinginkan anak-anakmu. Pertimbanganku agar para Kurawa dan para Pandawa

menyerap ilmu dari guru yang sama, dengan aturan dan disiplin yang sama serta

sumpah ketaatan yang sama pula. Sehingga dengan demikian ada harapan untuk

mempersatukan diantara mereka.”

Destarastra setuju usul Resi Bisma, karena sesungguhnya ada harapan

yang sama, agar diantara anak-anaknya dan anak-anak Pandudewanata hidup

berdampingan dengan rukun. Tetapi entah apa sebabnya benih-benih permusuhan

telah tumbuh lebih cepat dari pada benih-benih kerukunan.

Dengan pertimbangan bahwa Yamawidura mengetahui letak padepokan,

tempat Pandhita Sakti berada, maka Destarastra memerintahkan kepada

Yamawidura untuk mengiring Resi Bisma. Menurut keterangan Sadewa, sewaktu

Page 157: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

157

PANDAWA KURAWA

mohon restu kepada Ibunda Dewi Kunthi ke Panggombakan, ia beserta keempat

saudaranya selama beberapa waktu tinggal di Padepokan Sokalima yang terletak

di tapal batas wilayah Negara Pancalaradya, untuk berguru kepada Padhita Durna.

Pada hari yang telah disepakati, sebelum matahari terbit, Resi Bisma

diiringi Yamawidura keluar dari Kestalan Keraton Hastinapura, menuju arah

tenggara. Derap dari delapan kaki kuda yang mereka tumpangi, meninggalkan

debu yang terbang terbawa angin dan menempel pada lekuk-lekuk bangunan

Keraton Hastinapura yang indah.

Di tengah terik matahari, Resi Bisma dan Yamawidura sengaja tidak

berhenti, agar segera sampai di Padepokan Sokalima, tempat Pandhita Durna

menggembleng cantrik-cantriknya, termasuk Pandhawa Lima. Jika pun harus

istirahat, sekedar untuk memberi makan minum kuda-kuda mereka.

Dilihat pada garis-garis wajahnya, Resi Bisma sudah tidak muda lagi,

bahkan dapat dikatakan lanjut usia, namun badannya masih tegap dan jiwanya

masih tegar, jauh lebih muda dari usia yang sebenarnya. Sorot matanya tajam

bagai rajawali. Segudang ilmu sakti yang ia pelajari sejak masa kanak-kanak,

masih melekat kuat di badan dan jiwanya. Waktu muda ia mendapat tiga anugerah

besar yaitu; umur panjang sampai tujuh turunan, tidak pernah kalah dalam

berperang dan tidak dapat mati jika tidak atas permintaan sendiri. Ia menjadi

putera mahkota kerajaan Hastinapura pada masa pemerintahan ayahnya, Prabu

Sentanu. Namun karena Dewi Setyawati, ibu sambungnya menginginkan tahta

demi anaknya, maka ia mengalah, dengan ikhlas tahta diserahkan kepada anak

Page 158: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

158

PANDAWA KURAWA

Setyawati. Bahkan ia berjanji untuk menjalani hidup ‘wadat’ tidak menikah, agar

tidak mempunyai keturunan yang akan mengusik tahta Hastinapura, dan

menimbulkan pertumpahan darah diantara saudara.

Dengan kebesaran hati, Resi Bisma telah melepaskan tahtanya dan

menjalani hidup wadat. Walaupun ada godaan besar dari seorang wanita bernama

Dewi Amba, Bisma tetap setia dengan janjinya untuk tidak menurunkan anak dari

seorang wanita. Namun saat ini ia sangat kecewa, bukan karena ia telah merelakan

tahtanya dan menjalani laku hidup wadat, tetapi lebih dikarenakan pergolakan

tahta Hastinapura tidak terhindarkan karenanya. “Apakah keputusanku untuk

melepaskan tahta salah? Jikakalau benar, mengapa Citragada dan Wicitrawirya

anak Setyawati, belum genap hitungan tahun menduduki tahta, meninggal secara

berurutan? Menurut anggapan rakyat Hastinapura, Citragada dan Wicitrawirya

tidak kuat menduduki tahta, mereka kuwalat kepada pendiri Keraton dan Rakyat

Hastinapura. Karena secara tidak langsung telah merebut tahta yang bukan haknya

dari tanganku. Rupanya Ibunda Setyawati mempercayainya anggapan rakyat. Ia

sangat menyesalkan telah mengajukan anak-anaknya untuk menduduki tahta.

Pada suatu malam, Ibunda Ratu menemuiku, dan meyapaku. Ia selalu

memanggilku dengan nama kecilku, Dewa Brata. Ketika nama itu disebut, aku

diingatkan kepada ibuku Dewi Ganggawati, seorang bidadari yang memberikan

nama itu. Aku rindu padanya, ingin dipeluk, dicium, dibelai dengan penuh cinta.

Namun itu tak pernah aku rasakan. Sejak bayi, Ibunda telah meninggalkan aku

dan ramanda Prabu Sentanu kembali ke kahyangan.

Page 159: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

159

PANDAWA KURAWA

“Dewa Brata, aku telah melakukan kesalahan besar kepadamu dan rakyat

Hastinapura. Semenjak kedua adik tirimu meninggal berurutan, tahta Hastinapura

kosong. Aku sadar, tragedi ini merupakan peringatan ‘Hyang Akarya Jagad’

bahwa sesungguhnya hanya engkaulah yang berhak atas tahta Hastinapura.”

“Bukan Ibunda yang bersalah, melainkan aku. Karena dengan memberikan

tahta kepada keturunan Ibunda Dewi Setyawati, aku telah mengkhianati

leluhurku, pendiri Keraton Hastinapura ini. Seakan-akan tahta Hastinapura adalah

milikku, dapat aku gunakan sesukaku, boleh aku diberikan sesuai keinginanku.

Demikian pula kedudukan putera mahkota yang kutanggalkan tanpa persetujuan

rakyat, artinya aku telah menyelewengkan kepercayaan rakyat Hastinapura.”

“Dewa Brata inilah saat yang tepat untuk menebus kesalahan kita”

“Katakan apa yang harus aku lakukan untuk menebus kesalahan.”

“Jika engkau mau melakukan, kesalahku tertebus pula”

“Katakan Ibunda, katakanlah”

“Duduklah di tahta Hastinapura”

Malam itu terang benderang, tidak turun hujan. Bulan penuh menggantung

di langit, kidung malam mengalun merdu. Namun kata-kata Ibunda Ratu laksana

halilintar menggelegar di dada Dewa Brata. Sesungguhnya yang dikatakan Ibunda

Ratu, sama dengan bisikan nuraninya bahkan sama pula dengan nurani rakyat,

yang beranggapan bahwa satu-satunya orang yang berhak, pantas dan kuat

Page 160: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

160

PANDAWA KURAWA

menduduki tahta adalah Dewa Brata. Namun kesadarannya menolak untuk

menjadi raja.

Aku mengalami goncangan yang amat hebat, jika aku tidak bersedia

menjadi raja, artinya aku telah mengingkari tradisi pendiri kraton Hastinapura,

dan menolak mandat yang diberikan rakyat. Namun sebaliknya jika aku bersedia

menjadi raja, aku telah mengkianati janjiku dan menghina para Dewa yang telah

memberikan tiga anugerah karena kerelaanku menyerahkan tahta dan hidup

wadat.

Resi Bisma menghentikan permenungan masa lalunya, ia dan Yamawidura

sampai di gapura masuk padepokan Sokalima. Sang Resi Bisma banyak berharap

kepada guru besar Soka Lima, untuk membantu mengurangi beban perasaan

bersalah, dengan mempersatukan Pandhawa dan Kurawa, sehingga mampu

meredam sengketa dan pertumpahan.

Dua orang cantrik menyambut dengan penuh hormat, sopan dan ramah,

walaupun mereka tidak tahu bahwa tamunya adalah dua orang besar dari negara

yang besar pula.

Bisma dan Yamawidura turun dari kudanya, segera dua orang cantrik

menghampirinya untuk menambatkan kuda-kuda mereka. Begitu pula dengan dua

cantrik lain mengiring Bisma dan Yamawidura menuju ke bangunan induk

padepokan. Sepanjang jalan, aneka bunga warna-warni menjulur tangkainya,

merunduk di pinggir jalan, bagaikan pagar-ayu, menyambut datangnya kedua

Page 161: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

161

PANDAWA KURAWA

tamu agung. Di bibir tangga bangunan induk, Pandita Durna, beserta Puntadewa,

Bimasena, Harjuna, Nakula dan Sadewa tergopoh-gopoh menyongsong mereka.

“Selamat datang di padepokan Sokalima, Sang Resi Agung Hastinapura.

Sudah tiga hari ini, sepasang burung prenjak berkicau bersautan persis di depan

rumah induk. Itu pertanda bahwa padepokan akan kedatangan tamu Resi Agung.”

“Pandhita Durna jangan berlebihan, aku manusia biasa seperti engkau,

bukan manusia agung.”

Durna mengangguk-angguk, walaupun sesungguhnya ia tahu bahwa

Bisma adalah Resinya para Resi.

Setelah mereka dipersilakan duduk, Bisma mengawali pembicaraan.

“Pandhita Durna, tentunya engkau telah mengetahui banyak tentang aku

dari cucu-cucuku Pandhawa. Namun aku ingin mengatakan bahwa hingga saat ini

hidupku selalu dibayang-bayangi perasaan bersalah. Menyusul keputusanku yang

pertama: ketika aku merelakan tahta kepada anak-anak Setyawati dengan

Ramanda Prabu Sentanu yaitu Citragada dan Wicitrawirya, yang meninggal

berurutan setelah menduduki tahta. Keputusan yang ke dua: mengangkat Abiyasa,

anak Setyawati dengan Palasara trah Pertapa Saptaarga, bukan trah Hastinapura.

Sejak Abiyasa menduduki tahta, Hastinpura selalu bermasalah. Terlebih lagi

setelah kehadiran Kurawa dan Pandhawa perebutan tahta Hastinapura semakin

meruncing.”

Page 162: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

162

PANDAWA KURAWA

“Sang Resi Bisma, perjalanan hidupku rupanya juga tidak lebih baik.”

Pandita Durna berkisah pula.

“Sampai saat ini perasaan bersalah seperti yang dirasakan Sang Resi juga

menggelayut dalam hidupku. Ketika Ramanda Prabu Baratwaja menginginkan

aku menjadi raja di Hargajembangan, aku menolak, dan memilih pergi ke Tanah

Jawa, untuk berguru kepada Begawan Abiyasa. Tetapi tragedi telah menimpaku,

badan dan wajahku cacat seumur hidup. Aku menggembara tak tentu arah di

negeri orang, dengan membawa anak tanpa ibu.”

Mereka terdiam untuk sementara waktu, ingin saling memahami

perjalanan hidup masing-masing.

“Pandita Durna, aku tahu engkau dalam penderitaan, namun engkaulah

yang kurasa dapat membantu mencegah perang antara Kurawa dan Pandawa.

Untuk itulah aku datang memohon engkau bersedia menjadi guru mereka. Karena

dengan menjadikan mereka murid-muridmu, mereka akan menjadi saudara

seperguruan, yang akan menumbuhkan perasaan senasib, seperjuangan. Bukankah

hal tersebut akan memperkecil benih-benih permusuhan?”

“Pada awalnya aku lebih berminat mengangkat murid para Pandhawa.

Namun setelah Sang Resi mengungkapkan tujuan mulia dibalik pengangkatan

murid Para Kurawa, aku bersedia menjadi guru mereka.”

“Terimakasih Kumbayana. Tentunya dengan kesediaanmu, Prabu

Destrarastra akan memberikan gelar guru istana.”

Page 163: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

163

PANDAWA KURAWA

“Dhuh Sang Resi Bisma, ada yang lebih penting dari gelar itu, yaitu

kebebasan mengajar setiap orang yang membutuhkan.”

Bisma dapat memahaminya, karena ia tahu persis darma seorang pandita

atau resi, ialah memberikan ilmu kepada siapa saja, tidak pilih-pilih. Ibaratnya

sebuah sumur yang selalu terbuka bagi yang menimba air darinya.

Sebelum kembali ke Istana Resi Bisma dan Yamawidura berpesan agar

selain mengajarkan ilmu, ada hal mendasar yang wajib ditanamkan kepada

Pandhawa dan Kurawa, yaitu agar diantara mereka dibangun rasa mencintai, sikap

saling menghargai dan rela memberi maaf.

Membangun sikap moral tidak lebih mudah dibandingkan dengan

mengajarakan ilmu kanuragan dan ilmu kebatinan. Oleh karenanya seorang guru

diharuskan mempunyai otoritas penuh, teguh adil dan berwibawa. Dengan alasan

tersebut, Bisma setuju bahwa tempat penggemblengan para murid, dilakukan di

Sokalima. Maka para Kurawa segera mendapatkan pelajaran dari sang Resi. Saat

berlatih saja para kurawa merasa malas dan bergemar bernain wanita. Dan terlihat

sikap para kurawa selalu mengganggap remeh musuh terlihat sudah. Bukti nyata

bahwa kemampuan Pandawa dalam menyerap ilmu Sokalima lebih baik

dibanding dengan warga Kurawa, dapat ditengarai ketika diadakan pendadaran

murid-murid Sokalima. Dalam ketrampilan berolah aneka senjata keluarga

Pandawa lebih unggul. Demikian juga ketika Durna menguji murid-muridnya

untuk menundukkan Raja Durpada dan Patih Gandamana. Yang berhasil

menundukkan mereka adalah keluarga Pandawa. Oleh karena alasan tersebut

Page 164: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

164

PANDAWA KURAWA

warga Kurawa merasa terancam atas keberadaan keluarga Pandawa yang lebih

sakti dan lebih unggul. Maka disusunlah sebuah rencana untuk menyingkirkan

warga Pandawa.

Page 165: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

165

PANDAWA KURAWA

MELENYAPKAN PANDAWA Bag 1

Tuntas sudah ilmu Soka lima di berikan pada Pandawa dan Kurawa.

Terlihat berbeda dalam olah kanuragan pada diri satria Pandawa terutama Bima.

Bima yang secara fisik mempunyai kekuatan yang luar biasa, tetapi lugu dan

sederhana dalam pola pikir, dijadikan target utama dan pertama untuk

disingkirkan. Patih Sengkuni dan Duryudana menyusun rencana untuk membunuh

Bima. Maka dibuatlah sebuah pesanggrahan yang nyaman dan indah di hutan

Pramanakoti, di pinggir Sungai Gangga. Bimasena diundang pesta di

pesanggrahan tersebut. Makanan dan minuman tersedia melimpah. Bimasena

datang sendirian memenuhi undangan Duryudana yang dianggap sebagai saudara

tua yang dihormati. Sengkuni, Duryudana, Dursasana, dan warga Kurawa lainnya

menampakkan rasa persahabatan penuh keakraban dalam menjamu Bimasena.

Tanpa perasaan curiga, Bimasena menikmati hidangan yang disajikan.

Berkali-kali Duryudana menambah tuak ke dalam bumbung minuman di

tangan Bima. Entah mengapa, Bima tak kuasa menolak tawaran warga Kurawa.

Apakah ia takut akan menyakiti hati para Kurawa jika menolak tawarannya.

Walau sesungguhnya Bimasena telah merasakan kepalanya berat dan pusing

karena kebanyakan minum tuak, toh ia selalu meneguknya tatkala minuman yang

ada di bumbungnya ditambah Duryudana.

Sekuat apa pun Bima bertahan memaksakan diri untuk menuruti kehendak

para Kurawa, akhirnya sampailah pada batas daya tahan Bimasena. Selanjutnya

Bimasena tidak kuat lagi dan jatuh di lantai. Sebagian besar warga Kurawa

Page 166: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

166

PANDAWA KURAWA

terkejut melihat Bima jatuh begitu cepat. Namun tidak banyak yang tahu kecuali

Sengkuni dan Duryudana, bahwasanya tuak yang khusus diminum Bimasena telah

dicampuri dengan racun yang mematikan. Bima terkulai tak berdaya, dari

mulutnya keluar busa berwarna putih. Sengkuni segera memerintahkan warga

Kurawa segera mengikat badan Bimasena dengan akar-akar pohon. Setelah diikat

kuat-kuat, lalu diberi bandul batu yang sangat besar, Bimasena dilemparkan ke

sungai Gangga yang membentuk kedung dengan kedalaman lebih dari 12 meter.

Warga Kurawa bersorak gembira, bak tumpukan batu bata yang roboh

membarengi deburan air sungai Gangga yang memecah ditimpa Bimasena.

Sebentar kemudian permukaan air sungai Gangga menutup kembali untuk

menyembunyikan apa yang sesungguhnya terjadi dengan diri Bimasena. Puluhan

pasang mata warga Kurawa tak kuasa menembus kedalaman sungai Gangga lebih

dari satu meter. Namun semua yang ikut pesta mempunyai anggapan yang sama,

bahwa Bimasena akan segera mati.

Kedung Sungai Gangga terkenal sangat gawat, karena dihuni oleh ribuan

ular ganas yang dirajai oleh raja ular bernama Aryaka. Ular-ular ganas tersebut

tidak membuang-mbuang waktu. Mereka bergerak amat cepat menyambut benda

asing yang masuk ke dalam air. Beratnya tubuh Bima ditambah dengan beratnya

batu mengakibatkan tubuh Bimasena tenggelam semakin cepat menuju ke dasar

sungai. Ribuan ular beracun mematuki tubuh Bima.

Eloknya terjadi peristiwa yang tak terbayangkan manusia. Patukan ular-

ular beracun tersebut tidak membuat Bimasena mati lebih cepat. Racun yang telah

Page 167: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

167

PANDAWA KURAWA

masuk di tubuh Bima lewat minuman yang disajikan, tidak mempunyai daya

pembunuh lagi, bahkan telah menjadi tawar ketika bereaksi dengan racun akibat

patukan ribuan ular. Dengan sangat cepat tubuh Bimasena berangsur-angsur pulih

kekuatannya. Bimasena kemudian sadar, tetapi tidak diberi kesempatan untuk

mengingat kejadian yang menimpa dirinya, karena sekujur badannya dipatuk oleh

ribuan ular berbisa. Ia mengamuk membunuh ribuan ular yang menyerangnya.

Raja ular Aryaka mendapat laporan bahwa ada orang mengamuk di dasar sungai,

dan telah membunuh ribuan ular. Raja Aryaka mendekatinya, dan tahulah dia

bahwa orang itu bukan orang sembarangan. Bima adalah anak Dewa Bayu,

dewanya angin.

Dengan keramahan kebapakan. Naga Aryaka mendekati Bimasena. Dan

redalah kemarahan Bimasena. Kemudian Bimasena melakukan penghormatan

kepada Naga Aryaka dan meminta maaf atas kelakuannya karena telah membunuh

ribuan rakyatnya. Setelah segalanya menjadi baik, termasuk ular-ular yang telah

dibunuh dihidupkan kembali oleh Naga Aryaka, Bima ingat akan semua kejadian

yang menimpanya sejak awal hingga akhir, dan menceritakannya kepada Naga

Aryaka.

Naga Aryaka mendengarkan cerita Bima dengan seksama. Ada ungkapan

syukur dari Naga Aryaka bahwasannya Bima akhirnya lolos dari ancaman

pembunuhan yang dilakukan oleh Patih Sengkuni dan Duryudana. Sebagai tanda

rasa syukur itu Naga Aryaka memberi anugerah kepada Bima berujud minum

Tirta Rasakundha. Setelah meminum Tirta Rasakundha, Bima tidak merasakan

bahwa dirinya berada di dalam air di dasar Bengawan Gangga. Tidak ada bedanya

Page 168: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

168

PANDAWA KURAWA

dengan di atas daratan, napasnya lancar, badan serta pakaiannya tidak basah. Naga

Aryaka menghendaki agar beberapa hari Bima berada di dasar Bengawan Gangga

untuk memperoleh ilmu darinya.

Dengan senang hati Bima memenuhi permintaan Naga Aryaka yang telah

berperan dalam menyelamatkan dirinya. Berbagai ilmu tentang hidup di

wejangkan kepada Bima. Setelah dianggap cukup, Naga Aryaka berpesan.

”Bima, janganlah engkau membalas kejahatan saudara tuamu dengan

kejahatan pula, karena hal tersebut tidak menyelesaikan masalah. Serahkan

masalahmu kepada Sang Hyang Tunggal penguasa alam semesta. Serahkan

kepada Dia perbuatan jahat Sengkuni dan Kurawa. Jika pun ada hukuman, birlah

Dia yang menghukumnya.” Bima berjanji akan mentaati nasihat Naga Aryaka,

dan mohon diri meninggalkan Bengawan Gangga untuk kembali ke

Panggombakan.

Sesampainya di Panggombakan, Bima disambut oleh paman Yamawidura,

Ibunda Kunthi, Puntadewa serta adik-adiknya dengan sukacita. Karena beberapa

pekan sejak diundang pesta di pesanggrahan alas Pramanakoti, Bima belum

kembali. Kepada mereka diceritakannya apa yang dialami Bima dari awal sampai

akhir. Sungguh mengharukan tetapi juga membahagiakan. Bima lolos dari maut,

bahkan memperoleh ilmu dan Tirta Rasakundha dari Naga Aryaka.

Kabar kepulangan Bima di Panggombakan dalam keadaan segar bugar

membuat Sengkuni, Duryudana dan warga Korawa kelimpungan. Mereka sudah

terlanjur mengabarkan kepada Raja Destrarasta bahwa Bima jatuh tenggelam di

Page 169: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

169

PANDAWA KURAWA

kedung Bengawan Gangga sewaktu berpesta pora di Pesanggrahan Alas

Pramanakoti. Karena lama tidak muncul Bima dianggap telah mati disantap naga-

naga ganas penghuni kedung bengawan Gangga. Tetapi ternyata, Bima belum

mati, ia menjadi semakin perkasa. Dengan mendapat kesaktian baru yang

memungkinkan ia dapat hidup di dalam air seperti layaknya berada di atas daratan

”Sengkuni! Aku mendengar bahwa Bima kembali dalam keadaan selamat.,

benarkah itu?”

”Ampun Sang Prabu Destrarasta, apa yang paduka dengar benar adanya.

Bima masih hidup. Untuk itu kami mohon ampun atas praduga hamba

sebelumnya yang mengatakan bahwa Bima telah mati. Karena lebih dari sepekan

warga Kurawa menunggu disekitar kedung bengawan Gangga, tempat Bima

tenggelam, namun Bima tidak muncul. Kami beranggapan bahwa tidak ada

seorang manusia yang dapat bertahan hidup di dalam air, selama berhari-hari. Jika

ternyata ia masih hidup, hamba sendiri cukup heran, dengan ilmu sihir macam apa

yang digunakan Bima.”

”Cukup Sengkuni! Panggil Bima dan saudara-saudaranya, aku ingin

mendengar kisahnya.”

”Baik Sang Prabu, perintah paduka segera aku laksanakan.”

Dengan terbata-bata Sengkuni segera undur diri. Prabu Destarastra

menarik napas panjang. Ia dapat merasakan kepatuhan Sengkuni dan juga Gendari

isterinya adalah kepatuhan semu. Walaupun telah dibungkus dengan kata-kata

manis, suasana yang damai menentramkan, toh kebusukan hatinya tercium juga.

Page 170: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

170

PANDAWA KURAWA

Jika dapat memilih ia lebih senang tidak menjadi raja di Hastinapura. Percuma

saja ia memerintah. Karena aturan, wewenang, keputusan dan kebijakan raja

selalu diselewengkan demi kepentingan Isteri dan Patihnya.

Sengkuni gelisah, apa jadinya jika Bima berkisah tentang penganiayaan

yang dilakukan warga Kurawa. Walaupun Sengkuni dan Gendari menganggap

remeh Destrarastra karena kebutaan matanya, mereka miris juga kepada aji Lebur

Sakethi yang dimiliki Destarastra. Namun kegelisahan Sengkuni tak

berkepanjangan. Ia segera mendapat akal, untuk menghadapi cerita Bima. Yang

penting menjaga agar Destarastra tidak marah.

Usaha membunuh para Pandawa yang dilakukan oleh Sangkuni, Gendari

dan para Kurawa berkali-kali gagal. Namun berkali pula ia lolos dari tuduhan

Sang Raja. Dan itu tidak membuat jera. Bahkan semakin terbakar hati mereka

untuk segera menyingkirkan Pandawa.

Diilhami oleh sebuah peristiwa kebakaran, Sengkuni mendapat gagasan

baru untuk menyingkirkan Pandawa. Ya dengan cara dibakar akan sulit dilacak

penyebabnya. Gagasan tersebut disetujui oleh Gendari, Duryudana dan para

Kurawa. Kemudian diteruskan kepada Purucana, seorang ahli membuat bangunan

yang cepat dan indah. Maka mulailah dibangun sebuah bale di Waranawata, yang

letaknya jauh dari kotaraja Hastinapura.

Untuk mengetahui kisah Bima yang sebenarnya maka para Pandawa

diundang ke Hastina. Bersama para sauadaranya. Bima datang menghadap. Prabu

Destarata segera menanyakan kisahnya pada Bima.

Page 171: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

171

PANDAWA KURAWA

Di hadapan sang raja, Bimasena tidak mengisahkan peristiwa yang

sebenarnya menimpa dirinya di kedung Sungai Gangga wilayah hutan

Pramanakoti. Hal tersebut dilakukan semata-mata agar tidak a...da dendam yang

tersisa di hatinya. Ia teringat nasihat Naga Aryaka ”Bima, janganlah engkau

membalas kejahatan saudara tuamu dengan kejahatan pula, karena hal tersebut

tidak menyelesaikan masalah. Serahkan masalahmu kepada Sang Hyang Tunggal

penguasa alam semesta. Serahkan kepada Dia perbuatan jahat Sengkuni dan

Kurawa. Jika pun ada hukuman, biarlah Dia yang menghukumnya.” Dan

Bimasena telah berjanji untuk mentaati nasihat Naga Aryaka, dewa penguasa

sungai telah menolong, menyelamatkan dan bahkan memberikan anugerah Tirta

Rasakundha kepada dirinya.

Prabu Destarastra tahu bahwa ada sesuatu kejadian buruk yang

disembunyikan Bimasena, maka pada kesempatan lain Deatarastra memanggil

beberapa orang terdekat tanpa kehadiran Bimasena dan saudara-saudaranya. Pada

kesempatan tersebut, Sang Prabu Destarastra melampiaskan amarahnya kepada

Sengkuni.

“Sengkuni, Sengkuni, sampai kapankah engkau akan mempermainkan

aku? Berapa kali engkau telah meniupkan kabar bohong kepadaku yang adalah

raja Hastinapura.”

“Ampun Sang Prabu Destarastra, waktu itu memang benar, saya melihat

dengan mata kepala sendiri, bahwa seusai pesta, mungkin karena saking

banyaknya minum tuak, Bimasena jalan sempoyongan dan masuk ke kedung

Page 172: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

172

PANDAWA KURAWA

sungai Gangga. Para perajurit berjaga-jaga di pinggir sungai, dan siap menolong

jika sewaktu-waktu Bimasena timbul dari kedung tersebut. Namun hingga sampai

dengan hari ke tiga, anak ke dua dari Pandudewanata tersebut tidak muncul juga.

Salahkah jika kemudian aku menyimpulkan bahwa Bimasena telah mati? Adakah

seseorang yang mampu bertahan di dalam air selama tiga hari?”

“Sengkuni! Nyatanya engkau salah! Bimasena masih hidup!!!

Bentakan Destarastra membuat semua yang ada di pisowanan tersebut

tertunduk diam. Tidak ada satupun yang berani mengeluarkan kata-kata.

Destarastra sendiri nampaknya sudah tidak ingin lagi mengeluarkan sepatah kata

pun. Bahkan ia memberi isyarat kepada Gendari agar dituntunnya meninggalkan

pisowanan terbatas.

Sengkuni semakin terbakar atas nasib baik yang dialami Bimasena. Api

kebencian yang menyala-nyala di hati Sengkuni memang ingin sungguh-sungguh

diwujudkan untuk membakar, tidak hanya Bimasena tetapi juga Kunti dan ke lima

anaknya.

Untuk sebuah rencana besar tersebut, Sengkuni tidak mau gagal lagi. Ia

memerintahkan Purucona, arsitek nomor satu di Hastinapura untuk membuat

sebuah bangunan peristirahatan yang indah dan nyaman di atas pegunungan di

luar kotaraja Hastinapura. Bangunan semi permanent tersebut dirancang kusus.

Tiang-tiang bangunan diisi dengan sendawa dan gandarukem, bahan sejenis mesiu

dan minyak yang mudah terbakar.

Page 173: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

173

PANDAWA KURAWA

Kunti dan Anak-anaknya memang bukan tipe pendendam. Di hati mereka

telah diajarkan bagaimana senantiasa menumbuhkan sikap nan tulus untuk

mengasihi kepada siapapun tak terkecuali, termasuk kepada mereka yang telah

menganiaya dirinya. Karena dengan demikian hatinya tidak ditumbuhi dendam

yang menggerogoti dan meracuni hidupnya.

Oleh karenanya, sekali lagi, bujuk rayu Sengkuni dan Duryudana berhasil

mengajak Ibu Kunti, Puntadewa, Bimasena, Herjuna, Nakula dan Sadewa untuk

merasakan nyamannya rumah peristirahatan yang bernama Bale Sigala-gala di

puncak pegunungan.

Dua pekan lagi, saat purnama sidhi, Kunti dan ke lima anaknya berjanji

akan memenuhi undangan Sengkuni dan para Kurawa dalam acara andrawina di

Bale Sigalgala. Mendengar rencana tersebut Sang Paman Yamawidura, orang

yang mempunyai kelebihan dalam hal membaca kejadian yang belum terjadi,

merasakan firasat buruk yang harus dihindari. Maka ia memanggil Kanana

abdinya, yang ahli membuat terowongan. Kanana diperintahkan untuk

menyelidiki Pesanggrahan Bale Sigala-gala dan secepatnya membuat terowongan

untuk jalan penyelamatan jika terjadi sesuatu atas pesanggrahan tersebut.

Kanana segera melaksanan perintah rahasia Yamawidura dengan sebaik-

baiknya, serapi-rapinya dan secepat-cepatnya. Ia tahu bahwa sosok Yamawidura

adalah titisan Bathara Dharma, dewa keadilan dan kebenaran. Ia mempunyai

kelebihan dan tak tertanding di negara Hastinapura dalam hal membaca kejadian

yang akan terjadi. Raja Sendiri mengakui kelebihan adiknya yang sangat

Page 174: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

174

PANDAWA KURAWA

disayanginya itu. Maka Kanana meyakini bahwa bakal terjadi huru-hara besar,

dan terowongan yang ia buat atas perintah Yamawidura, benar-benar akan

menjadi sarana untuk jalan penyelamatan. Kurang dari dua pekan Terowongan

yang panjangnya lebih dari 400 langkah tersebut telah selesai. Kanana benar-

benar menunjukan kualitasnya.

Pada malam menjelang pesta di Balai Sigala-gala, tepat pada tabuh ke

sebelas Yama Widura mengidungkan mantra-syair yang isinya mengingatkan agar

setiap orang selalu waspada dan berjaga-jaga dalam doa dan pujian, untuk

memohon keselamatan, jauh dari segala yang jahat.

Kunti dan Bima belum tidur. Mereka terhanyut oleh syair-syair yang

dikidungkan Yamawidura. Batin yang cerdas dapat menangkap bahwa melalui

Kidung malam tersebut Yamawidura ingin mengingatkan agar Kunti dan Anak-

anaknya yang besok sore akan memenuhi undangan para Kurawa di Bale Sigala-

gala jangan menanggalkan kewaspadaan dan selalu berdoa mohon terhindar dari

segala mara bahaya.

Lewat tengah malam, Yamawidura menyelesaikan pembacaan mantra

yang di kidungkan. Hampir bersamaan, Kunti dan Bimasena terlelap dalam tidur,

menyusul Puntadewa, Herjuna, Sadewa, Nakula dan juga Padmarini isteri

Yamawidura dan kedua anaknya Sanjaya dan Yuyutsuh.

Malam merambat pelan dilangit Panggombakan. Seakan enggan menemui

pagi. Mungkin karena ia tidak sampai hati menyaksikan tragedi besar yang akan

terjadi di rumah indah dan asri yang bernama Bale Sigala-gala.

Page 175: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

175

PANDAWA KURAWA

Kicau burung bersautan di pagi itu. Langit Panggombakan biru cerah. Tak

ada sedikit pun awan yang menggelantung. Kunthi dan anak-anaknya merasakan

pula cerahnya hari itu. Secerah hati mereka yang tidak pernah terhalang awan

dendam dan kebencian, kendati mereka menjadi sasaran irihati. Seperti yang

terjadi belum lama ini, para Kurawa gagal membunuh Bimasena di hutan

Pramanakoti. Dikarenakan dari pihak Pandawa mudah melupakan perbuatan jahat

yang dilakukan Sengkuni dan para Kurawa maka Pandawa tidak menaruh curiga

seikitpun atas undangan pesta di Bale Sigala-gala nanti sore. Bahkan bagi

Pandhawa kesempatan tersebut dapat menjadi sarana untuk merekatkan hubungan

persaudaraan.

Lain yang dirasakan para Pandhawa, lain pula yang dirasakan Yama

Widura. Sejak Kunthi dan para Pandhawa merencakan akan datang pesta

memenuhi undangan warga Korawa di Bale Sigala-gala, Yama Widura, paman

dari para Pandhawa itu gelisah. Semalaman ia tidak dapat tidur. Kidung mantra

tulak bala, memohon keselamatan mengalun hingga tenggah malam. Sementara

malam yang tersisa digunakan untuk berdoa di sanggar pamujan. Apa yang telah

dilakukan Yama Widura, termasuk juga pembuatan terowongan yang dikerjakan

oleh Kanana, adalah semata-mata demi keselamatan Kunti dan para Pandhawa.

Pagi itu, Yama Widura menerima Kunthi dan anak-anaknya yang hendak

berpamitan pergi ke gunung Waranawata menghadiri undangan pesta di Bale

Sigala-gala

Page 176: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

176

PANDAWA KURAWA

“Kakang Mbok Kunti dan anak-anakku Pandawa, kemeriahan pesta dapat

dengan mudah membuat orang lupa. Oleh karenanya jangan tinggalkan

kewaspadaan. Bimasena engkau orang yang paling perkasa diantara Ibu dan

saudara-saudaramu. Padamulah aku titipkan keselamatan Ibu dan saudara-

saudaramu.”

Dihantar oleh tatapan cemas Yamawidura. Kunthi dan ke lima anaknya

meninggalkan Panggombakan.

Sejak pagi Bale Sigala-gala menampakan kesibukannya. Aneka bunga dan

umbul-umbul menghias halaman dan ruangan. Sebagian besar warga Kurawa

telah hadir di situ. Bale Sigala-gala nampak indah mempesona. Purucona dengan

bangga melihat karyanya yang istimewa. Semua yang melihat bangungan tersebut

selalu berdecak kagum. Nama Purucona yang sudah dikenal menjadi semakin

terkenal.

Namun tiba-tiba hati Purucona berdesir tatkala membayangkan bahwa

nanti malam Bale yang indah menawan akan berubah menjadi kobaran api. Dan

api tersebut akan membakar Kunti dan anak-anaknya.

“Purucona!!! Engkau harus mencegah agar Bale Sigala-gala tidak menjadi

alat untuk membunuh orang yang tak berdosa.”

Puruncona merasa bersalah. Ia gelisah sepanjang hari. Hingga menjelang

pesta kegelisahan Purucona semakin menjadi-njadi. Satu persatu tamu yang

datang menambah rasa bersalah semakin berat menekan hati sang arsitek nomor

satu di Hastinapura.

Page 177: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

177

PANDAWA KURAWA

Ketika sayup terdengar bunyi kenthongan tujuh kali, tamu undangan telah

memenuhi ruangan pesta. Namun Patih Sengkuni, Duryudana, Dursasana dan para

Kurawa belum menampakan kelegaan. Dikarenakan tamu istimewa yang

ditunggu-tungu belum datang, yaitu Kunti dan anak-anaknya. Jika para Pandawa

tidak datang apalah artinya pesta yang menelan biaya sangat banyak ini?.

Kunthi dan Pandhawa seharusnya sudah sampai di tempat pesta, namun

sebelum memasuki lokasi pesta mereka ditemui oleh Kanana, utusan

Yamawidura. Ada pesan rahasia disampaikan khususnya kepada Bimasena,

seperti yang telah diisyaratkan Jamawidura; “Jangan tinggalkan kewaspadaan!

Bimasena engkau orang yang paling perkasa diantara Ibu dan saudara-saudaramu.

Padamulah aku titipkan keselamatan mereka” Bimasena meminta Kanana untuk

berterus terang apa yang akan terjadi dan tindakan apa yang seharusnya aku

lakukan. Namun Kanana tergesa untuk pergi, karena takut diketahui oleh Patih

Sengkuni dan warga Kurawa.

Sejak Kanana menyelesaikan terowongan rahasia yang berada di ruang

paling belakang, ia menyamar sebagai tenaga kasar yang ikut mempersiapkan

perlengkapan pesta. Hal tersebut dilakukan supaya ia dapat menjaganya agar

keberadaan terowongan rahasia teresebut tidak diketahui oleh para Kurawa.

Menjelang tabuh ke delapan, Kunti, Puntadewa, Bimasena, Arjuna dan si

kembar Sadewa dan Nakula datang. Duryudana mendekati Sengkuni sambil

berbisik. Sengkuni menolehkan mukanya kegerbang masuk. Patih Sengkuni dan

Duryudana tergopoh-gopoh menyambut mereka.

Page 178: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

178

PANDAWA KURAWA

Keramahtamahan Sengkuni memang berlebihan, membuat risi tamu-tamu

yang hadir, selain warga Kurawa. Namun tidak untuk Kunti dan Pandawa sikap

Sengkuni dan warga Kurawa dirasakan merupakan perhomatan khusus sesama

saudara.

Pesta itu sungguh meriah. Para petugas yang mengurusi makanan,

minuman dan acara pesta, menjalankan tugasnya dengan baik dan rapi. Aneka

hidangan pesta mbanyu mili, mengalir tak pernah henti. Demikian juga acara yang

dipentaskan, berganti-ganti penuh variasi.

Suasana gembira, acara meriah dan makanan melimpah, menyihir para

penikmat pesta untuk terhanyut dalam suasana memabukan. Satu persatu

kewaspadaan mereka hilang, Para Kurawa kecuali Patih Sengkuni, Duryudana

dan Dursasana sudah tidak dapat mengontrol diri sendiri. Melihat suasana yang

semakin memabukan, pemuka pesta terpaksa menghentikan satu acara yang masih

tersisa, karena sudah tidak mendapat perhatian.

Keadaan menjadi lebih hening. Yang tersisa tinggal beberapa suara

gemelintingnya gelas minuman dan piring makanan. Karena sebagian besar yang

lain sudah menghentikan makannya karena sudah tidak ada sedikitpun ruang perut

yang kosong.

Jika semula pesta ini dirancang untuk membawa Kunti dan anak-anaknya

terhanyut dalan suasana pesta yang memabukan dan lupa akan dirinya, sehingga

mudah diperdaya. Namun yang terjadi adalah sebaliknya. Justru para Kurawa

Page 179: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

179

PANDAWA KURAWA

yang seharusnya berpura-pura, malah lebih dahulu terhanyut dalam haru birunya

pesta.

Sengkuni menjadi binggung. Bagaimana akan melaksanakan rencananya.

Dalam keadaan mabuk, ia kesulitan membawa warga Kurawa keluar dari Bale

Sigala-gala.

Suasana berangsur-angsur hening. Dentingan perkakas yang saling beradu

diantara sendok dengan gelas, mangkuk dan piring, sudah tidak terjadi lagi. Para

petugas yang mengontrtol makanan dan minuman sudah berhenti melakukan

panambahan hidangan. Dikarenakan makanan memang masih cukup ada, masih

cukup untuk tamu yang ada. Bahkan mereka mulai mencicil untuk menyingkirkan

aneka perkakas yang sudah kotor oleh sisa-sisa makanan dan minuman.

Bersamaan dengan itu, datanglah rombongan petapa yang sengaja mampir untuk

meminta makanan. Jumlahnya enam orang lima orang putra dan satu orang putri.

Kedatangannya disambut hangat oleh para Pandawa, mereka dipersilakan

menikmati makanan yang masih terhidang dengan leluasa.

Sementara itu Sengkuni dan Duryudana dibuat geram. Warga Kurawa

telah gagal melaksanakan tugasnya. Semula diharapan warga Kurawa ikut

berpesta tersebut hanya untuk membuat suasana pesta meriah. Dengan berpura-

pura ikut makan dan minum sebanyak-banyaknya, agar para Pandhawa terpancing

untuk ikut makan dan minum sampai mabuk dan tak sadarkan diri, sehingga

dengan mudah Sengkuni dapat melaksanakan rencananya yaitu membakar Bale

Sigala-gala beserta Kunthi dan para Pandhawa.

Page 180: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

180

PANDAWA KURAWA

Namun yang terjadi justru sebaliknya. Para warga Kurawa lah yang tidak

dapat menahan diri. Mereka terlalu banyak makan dan minum sehingga menjadi

mabuk. Perilaku warga Kurawa tersebut secara tidak sadar telah menghambat

rencananya sendiri, rencana warga Kurawa yang diprakarsai oleh Patih Sengkuni.

Tentunya tidaklah mungkin untuk menunggu mereka yang mabuk sadar kembali.

Sengkuni dan Duryudana harus berpacu dengan waktu. Jangan sampai fajar mulai

merekah diufuk Timur, Bale-Sigala-gala masih utuh berdiri.

Maka dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kecurigaan bagi Kunthi

dan anak-anaknya, Duryudana dibantu oleh para hulubalang dan tenaga kasar

yang lain, memapah keluar para pemabuk yang tak sadarkan diri. Setelah semua

warga Kurawa dan beberapa orang yang mabuk di amankan di tempat yang jauh

dari Bale Sigala-gala, Sengkuni mempersilakan Kunthi dan Nakula untuk

beristirahat dan tidur di ruang yang telah disediakan, tepatnya di belakang ruang

pesta, menyusul Bimasena, Arjuna dan Sadewa. Ketika Kunthi dan Nakula

menuju ke ruang belakang, mereka melihat ke enam Petapa tidur nyenyak sekali

di lantai, tidak seberapa jauh dengan pintu ruang belakang. Mereka sangat

kecapaian. Dewi Kunthi menyapa lembut, dengan tanpa mengharap balasan.

“Selamat malam sang petapa, selamat beristirahat dan sampai jumpa di

esok hari.”

Malam merambat menuju pagi. Dari kejauhan, terdengar suara kentongan

yang berbunyi dua kali, mengisyaratkan bahwa waktu telah menunjukan pukul

dua dini hari. Sampai di ruang belakang Kunthi melihat Bimasena, Arjuna dan

Page 181: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

181

PANDAWA KURAWA

Sadewa masih terjaga. Yang mengejutkan Kunthi bahwa diantara mereka ada

seorang abdi dari Panggombakan, orang terdekatnya Yamawidura yang ahli

membuat terowongan, bernama Kanana. Ada apa dengan Kanana?

Dengan wajah serius Kanana memohon agar diberi kesempatan

menjelaskan hal rahasia dengan tanpa didengar oleh orang lain selain Dewi

Kunthi dan dan anak-anaknya. Pintu ruangan ditutup perlahan sekali, mereka

memusatkan perhatian dan pandangannya pada Kanana yang akan membeberkan

hal penting penuh rahasia.

“Mohon maaf sebelumnya, Ibu Kunthi dan para Putra, beberapa pekan

lalu, saya diperintahkan untuk membuat terowongan rahasia sebagai jalan

penyelamatan jika sewaktu-waktu terjadi bencana di pesta Bale Sigala-gala.

Terutama kepada Raden Bimasena, Bapa Yamawidura mengingatkan agar selalu

waspada dan bertindak cepat untuk menyelamatkan Ibu Kunthi beserta saudara-

saudaranya, sewaktu bencana yang di kawatirkan benar-benar terjadi. Inilah pitu

terowongan itu.

Kunthi dan para Pandawa ternganga. Mereka tidak menyangka bahwa

lantai yang beralas permadani di ruang itu dapat dibuka dengan mudah. Setelah

dibuka oleh Kanana ternyata dari lobang tersebut ada tangga yang menuju ke

pintu terowongan. “Jika terjadi sesuatu, terowongan inilah yang akan membawa

kita sampai di bawah bukit dengan selamat”

Page 182: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

182

PANDAWA KURAWA

Baru saja Kanana akan menutup pintu terowongan kembali, mereka

dikejutkan oleh cahaya merah yang tiba-tiba saja menjadi besar. Hawa panas

dengan cepat merambat ke seluruh tubuh mereka.

“Kebakaran! Kebakaran! Kebakaran!

Kunthi teringat kepada ke enam petapa yang tidur tidak jauh dari pintu

ruangan ini. Tetapi ketika akan membuka pintu, ternyata pintu tersebut telah

dikancing dari luar. Kunthi sempat berteriak “ Selamat malam Sang Petapa”

Kunthi berusaha untuk membuka pintu, namun sebelum berhasil ia telah disaut

oleh Bimasena dan bersama para Pandhawa dibawa masuk ke pintu terowongan.

Kanana bergerak cepat menutup pintu, setelah Kunthi dan anak-anaknya

dipastikan telah masuk terowongan

Kunthi bersama lima anaknya telah masuk terowongan rahasia, menyusul

peristiwa kebakaran hehat di Bale Sigala-gala. Namun pikiran dan hatinya masih

tertinggal di ruangan tempat ke enam petapa tidur. Ia membayangkan bahwa

keenam brahmana yang tidur nyenyak, tidak akan mampu menyelamatkan diri

dari kepungan api yang merambat teramat cepat. Betapa dahsyatnya kebakaran

itu. Hawa panasnya mampu menembus beberapa langkah dari mulut terowongan.

Bima menggendong Nakula dan Sadewa berjalan paling belakang menyusuri

terowongan, menjauhi pintu trowongan yang terasa semakin panas. Mereka

mengikuti cahaya putih yang berjalan paling depan. Bima berusaha menenangkan

Ibu dan saudara-saudaranya, terutama si kembar Nakula dan Sadewa yang

menangis ketakutan.

Page 183: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

183

PANDAWA KURAWA

Siapakah cahaya putih di depan itu? Dialah Kanana? Abdi Paman

Yamawidura yang ahli membuat terowongan? Pertanyaan Dewi Kunthi dan anak-

anaknya rupanya tidak membutuhkan jawaban. Bagi mereka yang penting adalah

bahwa cahaya putih itu akan menuntunnya keluar dari terowongan ini menuju

tempat yang aman, jauh dari kobaran api Bale Sigala-gala, api yang dinyalakan

dari kobaran hati yang penuh dendam dan kebencian.

Sebenarnya apa yang terjadi di Bale Sigala-gala? Bale artinya bangunan

rumah, Gala adalah jabung. Bahan yang bisa menjadi keras seperti semen, namun

mudah terbakar. Itulah alasan Patih Sengkuni menggunakan jabung sebagai bahan

utama untuk membuat bangunan. Ditambah lagi dengan tiang-tiang penyangga

bangunan, yang telah diisi dengan sendawa dan gandarukem, bahan sejenis mesiu

yang bisa meledak. Dengan demikian jadilah pesanggrahan “Bale Sigala-gala”

yang siap dibakar dan diledakan. Sengkuni yakin, bahwa Bale Sigala-gala akan

mampu mengubah tulang daging Kunthi dan Pandawa menjadi abu dan arang.

Purucona cepat bakar! Bakar! Bakar!!! Perintah tersebut terdengar keras,

namun walaupun begitu tidak ada seorang pun diantara Kunthi dan para

Pandhawa yang bisa menyelamatkan diri keluar dari Bale Sigala-gala. Apalagi

ruangan yang ditempati Kunti dan anak-anaknya telah dikancing dari luar.

Sehingga dipastikan bahwa mereka terbakar di dalam ruangan.

Api berkobar ganas, disusul suara ledakan ledakan keras dari tiang-tiang

bangunan yang diisi sendawa dan gandarukem. Malang bagi Purocana, undagi

nomor satu di Hastinapura tersebut sengaja dijadikan tumbal untuk peristiwa

Page 184: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

184

PANDAWA KURAWA

Balesigala-gala ini Ia, setelah menyulut Bale Sigala-gala dilempar paksa ke dalam

api oleh beberapa perajurit yang ditugaskan Sengkuni. Karena jika tidak,

dikhawatirkan Purucona akan membeberkan rekayasa kebakaran di Bale Sigala-

gala.

Patih Sengkuni, Duryudana, Dursasana dan para Korawa yang lain, serta

para perajurit dan pekerja pesta, dari kejauhan memandangi lidah-lidah api yang

menimbulkan asap hitam pekat. Tanpa berkedip Patih Sengkuni memandangi Bale

Sigala-Gala yang dibakar, untuk memastikan bahwa tidak ada seorangpun

diantara Kunthi dan anak-anaknya menyelamatkan diri, keluar dari kobaran api.

Artinya bahwa Kunthi dan ke lima anaknya hangus terbakar. Karena memang

hanya tinggal enam orang yang masih berada di dalam bangunan Bale Sigala-gala,

karena yang lainnya telah diajak keluar sebelum kebakaran terjadi. Yah tinggal

enam orang. Kunthi, Puntadewa. Bimasena, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Dan

pasti tubuh mereka telah menjadi arang dan abu. Demikian pikir Sengkuni.

Wajah Sengkuni dan warga Kurawa nampak lega dan senang. Karena

dengan tewasnya para Pandawa, tidak ada lagi yang menghalangi Duryudana

menduduki tahta Hastinapura.

Namun bagi yang tidak tahu menahu rencana dibalik semua itu, termasuk

para pekerja pesta, peristiwa kebakaran di Bale Sigala-gala itu sungguh

mengherankan. Pasalnya bahwa warga Kurawa dan perajuritnya. Tidak berusaha

untuk memadamkan api Juga perihal evakuasi. Semua warga Kurawa yang

mabuk, telah dibawa keluar dari Bale Sigala-gala sesaat sebelum kebakaran

Page 185: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

185

PANDAWA KURAWA

terjadi. Sepertinya ada rencana sebelumnya bawa Bale Sigala-gala sengaja

dibakar. Tanda-tanda adanya kesengajaan dalam peristiwa kebakaran tersebut

semakin dikuatkan ketika menjelang deti-detik terjadinya kebakaran, terdengar

teriakan ‘cepat bakar!’

Lepas dari sekenario yang dilakukan, peristiwa kebakaran Bale Sigala-gala

merupakan tragedi kemanusiaan yang memilukan. Rakyat pedusunan yang berada

dibawah bukit pesanggrahan terbangun karenanya. Mereka tidak tahu-menahu

latar belakang dan penyebab kebakaran Bale Sigala-gala. Namun mata hati

mereka menatap pilu api yang berkobar menjilat angkasa pada dini hari itu.

Dibenak mereka muncul gambaran yang memilukan. Adhuh, Dewi Kunthi dan

para Pandawa ada di sana. Tadi siang lewat di dusun ini. Dielu-elukan oleh warga

dusun. Disambut sebagai calon raja pengganti Pandudewanata. Rakyat berharap,

pada saatnya nanti, ketika Raden Puntadewa menjadi raja akan mampu merubah

nasib mereka.

Namun saat ini, ketika api telah membakar Bale Sigala-gala, mereka

menangis. Para Pandhawa yang mereka cintai dan mereka harapkan akan menjadi

raja yang adil bijaksanan telah hangus terbakar. Seperti harapan mereka akan

kesejahteraan dan ketenteraman. Telah lenyap ditelan asap.

Dini hari yang naas itu akan segera berlalu, dan kidung malam pun tak

terdengar lagi, namun rupanya fajar masih enggan menyinarkan cahayanya,

sebelum yang bertikai membuka cedela hati.

Page 186: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

186

PANDAWA KURAWA

Pesanggrahan Bale Sigala-gala yang indah megah, tak mampu bertahan

lama dari amukan api. Purucona seorang undag...i atau ahli bangunan terkemuka

di Hastinapura. Termasuk juga menjadi korban keganasan api. Ia dipaksa untuk

menyulut Bale Sigala-gala yang ia bangun dengan bahan yang mudah terbakar.

Ketika api mulai ganas menyala, Purucona dilemparkan ke dalam api oleh

beberapa pengawal yang telah dipersiapkan. Sungguh malang nasibnya si

Purucona. Ia sengaja dijadikan tumbal untuk rencana besar ini. Awal tragedi

Purucona adalah ketika Patih Sengkuni menemui dirinya dan memerintahkan

untuk membangun sebuah pesanggrahan yang indah menawan. Kepercayaan

langsung dari Patih Hastinapura kepada dirinya membuat Purucona benar-benar

merasa bangga dan gembira. Oleh karena kepercayaan yang diberikan kepadanya

Purucona ingin menunjukkan bahwa dalam waktu yang relatif pendek ia mampu

menciptakan sebuah karya bangunan yang indah.

Konsep bangunan pesanggrahan Bale Sigala-gala adalah ‘Pradah’ artinya

ruang-ruang yang ada dibuat terbuka. Dengan desain yang sedemikian rupa

Purucona menginginkan setiap ruangan yang ada mampu mempunyai daya

undang bagi siapa saja untuk masuk. Setelah mereka masuk, mereka akan

dimanjakan dengan ruangan yang nyaman, udara yang segar dan hidangan yang

lezat. Sehingga semua orang yang datang, masuk ruangan dan menikmati

hidangan yang disajikan akan menjadi lupa terhadap beban hidup yang berat.

Semula tidak terlintas sedikitpun dibenaknya bahwa pada akhirnya

bangunan itu dibuat demi sebuah sarana untuk melenyapkan Pandhawa lima dari

muka bumi. Para Pandawa diundang masuk menikmati hidangan pesta agar

Page 187: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

187

PANDAWA KURAWA

menjadi lupa, sehingga meninggalkan kewaspadaan dan akhirnya tidak tahu akan

datangnya bahaya api yang meluluh-lantakan semuanya.

Maka pada malam itu Purucona menjadi shock setelah mengetahui bahwa

Bale Sigala-gala karyanya akan dijadikan sarana untuk membunuh Pewaris tahta

Hastinapura yang sah. Sekarang semuanya telang berlangsung amat cepat. Arsitek

nomor satu di Hastinapura benar-benar tekah luluh lantak menjadi arang dan abu,

bersama dengan karya terakhirnya yang sebelumnya sangat mempesona. Selain

Purucona, ada enam orang yang mengalami nasib seperti Purucona. Mereka

ditemukan di depan pintu ruang belakang.

Siapa lagi kalau bukan Kunthi dan ke lima anaknya.

Ketika matahari mulai meninggi, bukit letak pesanggrahan Bale Sigala-

gala dibangun, penuh sesak. Orang-orang pada datang untuk memastikan apakah

Raden Yudhisthira dan saudara-saudaranya dan juga Ibunya dapat menyelamatkan

diri?

“Inilah mayat Kunthi, walaupun sudah menjadi arang, masih kelihatan

bahwa ini adalah mayat seorang wanita. Dan yang lima ini adalah anak-anaknya,

yaitu: Yudhisthira, Bimasena, Herjuna, Nakula dan Sadewa.”

Dengan penuh kelegaan Sengkuni menyakinkan bahwa ke enam mayat

yang ada, adalah Kunthi dan Pandhawa lima. Dan rupanya keyakinan Sengkuni

tersebut tak terbantahkan, karena ada bukti yang ditunjukan. Para rakyat bersedih.

Para kawula menangis, melihat ke enam mayat yang diyakinkan Sengkuni adalah

mayat Kunthi dan anak-anaknya. Tidak ada yang menyuruh, para kawula pedesan

Page 188: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

188

PANDAWA KURAWA

yang datang, bersimpuh mengelilingi keenam mayat tersebut. Rasa hormat dan

rasa cinta yang begitu tinggi yang ditunjukkan oleh rakyat Hastinapura kepada

Pandawa, walaupun sudah menjadi abu, membuat Sengkuni dan Para Kurawa

panas hatinya. Maka segeralah Patih Sengkuni memberikan perintah untuk

membubarkan para kawula pedesaan itu. Satu persatu mereka meninggalkan

puing-puing Bale Sigala-gala dengan kepala tunduk. Tanpa disadari kaki mereka

menginjak-injak abu Purucona sang Arsitek yang malang.

Para kawula yang diusir Patih Sengkuni menjauh dari puing-puing

kebakaran, namun mereka enggan untuk meninggalkan halaman Bale Sigala-gala.

Jika pun ada yang keluar halaman, mereka berpencar tidak jauh dari pagar

halaman Bale Sigala-gala. Diantara para kawula Hastinapura yang masih berada

disekeliling Bale Sigala-gala, terdapat istri dan anak Purucona.. Ibu dan anak

tersebut datang dari kotaraja ingin menyaksikan secara langsung keindahan

Pesanggrahan Bale Sigala-gala, hasil karya Purucona. Sampai di tempat pesta

isteri dan anak arsitektur nomor satu negara Hastinapura tersebut memandang

kagum Bangunan pesanggrahan Bale Sigala-gala. Kekaguman mereka tidak

sendiri. Karena hampir sebagian besar para tamu undangan yang hadir

mengagumi karya Purucona.

Namun keindahan bangunan tersebut dalam sekejap berubah dengan cepat.

Seperti mimpi rasannya. Kini pesanggrahan yang indah telah hangus terbakar. Tak

terbayangkan bahwa pesanggrahan yang dibangun ayahnya siang malam dengan

susah payah tak kenal lelah, telah lenyap dalam seketika. Bahkan Purucona ikut

lenyap bersama bangunan karyanya.

Page 189: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

189

PANDAWA KURAWA

Rasa cemas dan kawatir semakin memuncak, ketika sampai siang hari, ibu

dan anak tersebut tidak mendapati orang yang amat disayangi.

Tidak! Purucona tidak mati! Ia masih hidup pada waktu yang amat

panjang.. Buktinya bahwa karya bangunan yang dihasilkan tersebar di seluruh

penjuru negeri Hastinapura. Ilmu-ilmunya tentang bangunan sudah diberikan

kepada murid-muridnya, anak buahnya, tukang-tukangnya. Lihatlah banyak

bangunan yang berdiri di kotaraja Hastinapura yang disebut gaya Purucanan. Dan

kemudian ilmu-ilmu arsitektur Purucanan tersebut telah tumbuh dan berkembang

bahkan hingga ke manca negara.

Ibu dan anak itu berusaha menyangkal bahwa Purucona tidak mati hangus

bersama bangunan karyanya. Mereka masih mengharapakan bahwa Purucona

hidup dan tinggal bersama-sama dengan keluarga dalam damai, dan penuh kasih

sayang.

Namun harapan tersebut semakin tipis. Purucona sudah tidak tampak lagi.

Menurut dua tamu yang hadir pada malam pesta, mereka menyaksikan, ketika ada

api berkobar dan langsung menjadi besar, empat perajurit menghalangi Purucona

yang hendak menyelamatkan diri dari kobaran api. Bahkan yang lebih

mengerikan, keempat perajurit tersebut melemparkan Purucona ke dalam kobaran

api. Purucona menjerit keras-keras. Namun suara jeritannya tenggelam oleh suara

ledakan tiang-tiang yang berisi sendawa.

“Ayah! Betapa malang nasibmu. Engkau dipakai sebagai alat konspirasi

tingkat tinggi. Awalnya ia diberi kesempatan untuk berjalan di depan tetapi

Page 190: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

190

PANDAWA KURAWA

kemudian ditusuk dari belakang. Patih Sengkuni, si jahanam akan kubunuh

engkau.”

“Jangan anakku! Jangan! Jika kau lakukan, ibarat sulung masuk api, tak

ada gunanya. Engkau akan mati sia-sia. Aku tidak mau kehilangan engkau.”

Anak Purucona tidak meneruskan niatnya. Benar apa yang dikatakan

ibunya. Jika ia menuruti emosinya dan berusaha membunuh Patih Sengkuni, entah

berhasil ataupun tidak, maka akibatnya ia sendiri yang akan dibunuh. Dan jika hal

itu yang terjadi, ibunya pasti akan lebih menderita. Sudah kehilangan suami dan

kemudian kehilangan anak satu-satunya.

“Ibu kita tinggalkan tempat ini dengan segera”.

Peristiwa Bale Sigala-gala menjadi sejarah hitam-pekat bagi keluarga

Purucona. Walaupun di kotaraja mereka mempunyai rumah besar, megah dan asri,

mereka tidak mau lagi kembali ke Hastinapura. Bagi mereka negaranya tidak

dapat diandalakan untuk mengayomi warganya. Para penguasa negeri itu bersikap

arogan. Ambisi pribadi dikedepankan. Kekuasaan dipakai sebagai alat untuk

menguasai. Kedudukan hanya menjadi sarana untuk menginjak-injak rakyat dan

memperlakukan rakyat sesuka hatinya. Jika untuk kepentingan diri sendiri, yang

benar dapat disalahkan dan yang lurus diadili.

“Huh! Tidak sudi lagi aku menginjakan kakiku di kotaraja, sebelum Patih

Sengkuni dan begundalnya lengser dari jabatannya.

Page 191: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

191

PANDAWA KURAWA

Anak Purucona dan Ibunya berjalan tanpa tujuan. Mereka mempunyai

hasrat yang sama, yaitu menjauhi Kotaraja Hastinapura, tempat para penguasa

memperlakukan dan membunuh ayahnya sedemikian keji.

Peristiwa Bale Sigala-gala sangat menggemparkan seluruh kawula

Hastinapura. Bukan karena bangunan yang elok asri itu ludes terbakar, tetapi

terutama karena Anak-anak Pandudewanata calon raja yang didambakan rakyat

menjadi korban. Pandita Durna yang pada waktu kejadian belum berperan banyak

selain sebagai guru dari warga Pandawa dan warga Korawa, ikut prihatin dan

bersedih, pasalnya karena dua murid terbaiknya yakni Bimasena dan Herjuna

menjadi korban.

Jika oleh banyak orang peristiwa Bale Sigala-gala dicatat sebagai tragedi

pilu umat manusia, namun tidak oleh Patih Sengkuni. Ludesnya Bale Sigala-gala

sama artinya dengan sirnanya penghalang yang merintangi ambisinya untuk

mendudukan Doryudana di tahta Hastinapura. Oleh karenanya patut disambut

dengan sukaria. Tetapi benarkah Sengkuni berhasil menyingkirkan para Pandawa?

Memang sementara ini kawula Hastinapura mempercayai bahwa warga Pandawa

telah mati.

“Telah Mati!? Ucapkan sekali lagi Sengkuni dengan sejelas-jelasnya!

“Ampun Kakanda Prabu, memang benarlah adanya. Kami tidak dapat

berbuat apa-apa. Api terlalu cepat berkobar dan menghabiskan Pesanggrahan

Bale-Sigala se isisnya. Termasuk Kakang Mbok Kunthi, dan ananak-anaknya,

juga Purucona sang arsitek itu.’

Page 192: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

192

PANDAWA KURAWA

Destarastra menyesali dirinya yang dilahirkan buta. Karena dengan tidak

dapat melihat, banyak kendala-kendala yang dihadapi dalam memerintahkan

negara besar seperti Hastinapura ini. Ia selama ini hanya mengandalkan laporan-

laporan yang sering tidak sesuai dengan kenyataannya. Bahkan tidak jarang yang

merah dilaporkan hijau dan yang kuning dilaporkankan putih. Tergantung dari

kepentingan yang melaporkan. Sedih rasa menjadi raja tidak dapat mengerti

kondisi yang sebenarnya dari rakyatnya. Kalau tidak karena rasa cintanya kepada

Pandu adiknya, sesungguhnya ia tidak mau menduduki tahta Hastinapura. Jika

pun dirinya berambisi menjadi raja, tentunya sebagi anak sulung laki-laki dari

Prabu Kresnadwipayana, raja Hastinapura sebelumnya. Ia akan bersikeras

menduduki tahta. Namun karena menyadari keterbatasannya, dengan tulus ia

merelakan tahta Hastinapura kepada adiknya.

Namun yang terjadi selanjutnya adalah bahwa tahta kembali pada dirinya.

Pandu telah wafat akibat kutukan Resi Kimindama. Destarastra memerintah

negara Hastinapura dengan segala keterbatasannya. Satu hal yang masih dipegang

teguh oleh Destarastra, yaitu bahwa tahta Hastinapura ini adalah titipan Pandu

untuk diwariskan kepada anak-anaknya. Tinggal menunggu waktu. Yamawidura

adik bungsu Destarastra ditugaskan untuk mendampingi anak-anak Pandu dan

mempersiapkan lahir batin, agar pantas menjadi raja.

Selang waktu mulai dari meninggalnya Pandudewanata hingga sampai

para Pandhawa tumbuh dewasa dan siap menjadi raja inilah yang dimanfaat oleh

Patih Sengkuni dan Gendari. Mereka menyusun rencana untuk mendudukan

Duryudana menjadi raja. Salah satunya usaha yang dilakukan mereka adalah

Page 193: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

193

PANDAWA KURAWA

menjebak Destarastra dengan undang-undang kerajaan yang berbunyi bahwa

setiap anak sulung laki-laki raja yang usianya sudah mencukupi, wajib diwisuda

menjadi Putra Mahkota. Destarastra menolak. Ia tahu kelicikan Patih Sengkuni

dan Gendari, isterinya. Jika Destarsatra mewisuda Duryudana sebagai Putra

Mahkota, sama halnya dengan menjilat ludahnya sendiri, menarik tahtanya dari

Pandu dan memberikannya kepada Duryudana anaknya.

Cara kasarpun pernah dilakukan, yaitu dengan meracun Bimasena yang

menjadi kekuatan Pandawa. Namun gagal. Dan sekarang dengan cara yang lebih

kasar dan keji, yaitu dengan membakar para pandawa dalam arena pesta.

Oleh karenanya Destarastra dapat menangkap kelicikan dan kepalsuan

melalui laporan Patih Sengkuni perihal tragedi Bale Sigala-gala. Destarastra

marah besar. Ia tak kuasa mengendalikan dirinya ketika mendengar kabar

kematian Kunti dan Pandawa. Destarastra tak kuasa mengeluarkan kata-kata,

badannya bergetar, giginya gemeretak. Dari kedua tangannya muncul asap tipis

berwarna merah.

“Lebur Sekethi!” Sengkuni gemetar ketakutan, ia bergeser menjauh dari

Prabu Destarastra. Para Abdi, Kerabat, Punggawa, Senapati dan Permaisuri panik

ketakutan. Telapak tangan Prabu Destarastra yang telah berisi aji Lebur Sekethi

diarahkan ke tempat Patih Sengkuni duduk.

“Dhuaaarr”

Page 194: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

194

PANDAWA KURAWA

Suara menggelegar menggema di sitihinggil. Kursi kepatihan lebur jadi

debu, dan menyisakan lobang di lantai yang cukup besar dan dalam.

Semua diam, tak ada yang berani mengeluarkan suara. Prabu Destarastra

tersengal napasnya. Ia duduk lemas di kursi raja, kursi yang banyak direbutkan

orang. Pandangannya seakan menerawang jauh dan jauh sekali. Benarkah Kunthi

dan anak-anaknya telah mati? Rasanya tidak mungkin. Bukankah masih ada tugas

yang harus dikerjakan? Diantaranya adalah menyeimbangkan negara Hastinapura

dari perilaku yang tidak baik dan perilaku yang baik.

Gendari tahu persis bagaimana harus mendampingi Destarastra. Setelah

cukup lama Sang Prabu dibiarkan terbang dengan pikirannya dan menyelam

dalam perasaannya, Gendari mendekati Sang Prabu dan meraba dadanya dengan

penuh kelembutan.

“Sang Prabu, hari menjelang senja, perlulah kiranya Sang Prabu mandi

agar badan menjadi segar dan pikiran menjadi dingin.”

Destarastra tidak menolak, ketika dirinya dituntun oleh isterinya yang

walaupun tidak suka dengan perilakunya, namun sebenarnya sangat ia sayangi.

Tapi pikirannya yang masih dipenuhi perasaan cemas ketika kelima

keponakannya mati hangus terbakar dan adik iparnya.

Page 195: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

195

PANDAWA KURAWA

MEMBASMI KEJAHATAN

Ketika perjalanan Kunti berserta kelima anaknya dan kanana sampai di

alam terbuka yang terang benderang, mereka tidak melihat lagi cahaya itu. Jika

semula Kunthi dan Pandhawa mengira bahwa cahaya putih itu adalah Kanana,

nyatanya bukan. Bahkan Kanana sendiri melihat bahwa cahaya Putih itu adalah

Batara Narada, Dewa yang bertubuh bulat pendek. Lalu siapa cahaya putih yang

menuntun di dalam kegelapan tadi?

Kunthi, Pandawa Lima dan Kanana saling berpandangan. Mereka heran

dengan apa yang baru saja mereka alami. Berawal dari peristiwa kebakaran di

Bale Sigala-gala, kemudian mereka dibukakan pintu terowongan oleh Kanana,

kemudian Bima menggendong mereka dan membawa masuk ke pintu

terowongan. Di terowongan mereka mengikuti cahaya putih dan akhirnya selamat

sampai di tempat terbuka yang belum pernah mereka jumpai sebelumnya.

Tempat yang asing tersebut merupakan halaman pintu gerbang kerajaan.

Kerajaan manakah ini. Pintu gerbangnya megah perkasa, dihiasi dengan ukiran

bermotif binatang dan tumbuh-tumbuhan yang mempesona. Seperti kerajaan besar

lainnya, pintu gerbang tersebut dijaga oleh beberapa perajurit yang mengawasi

orang yang keluar masuk kerajaan. Jika dirasa perlu para penjaga tersebut

berwenang memeriksa dan menggeledah tamu yang ingin masuk ke kerajaan.

Kunti, Pandawa Lima dan Kanana disambut oleh kepala perajurit jaga dengan

Page 196: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

196

PANDAWA KURAWA

penuh hormat. Kemudian mereka dikawal beberapa perajurit untuk masuk menuju

kedaton, kecuali Kanana yang memilih tinggal bersama perajurit jaga.

Kunthi dan Pandawa heran, para prajurit di kerajaan ini berkulit kasar

saperti sisik, baunya amis seperti ular. Mereka membawa Kunti dan anak-anaknya

kepada yang dikenalkan sebagai putra raja, bernama Nagatatmala. Orangnya

gagah pakaiannya gemerlap ia juga bersisik seperti perajurit-perajurit yang lain.

Nagatatmala memberi hormat dan bertanya mengenai keselamatan mereka.

Nagatatmala mempersilakan mereka beristirahat di tempat yang sudah disediakan,

sebelum ketemu raja. Seorang gadis cantik dikenalkan oleh Nagatatmala, sebagai

adiknya bernama Nagagini.

Kunthi dan Pandawa terpesona melihat kecantikan Nagagini. Kulitnya

halus bersinar tidak seperti kakaknya dan para perajurit, yang berkulit kasar

bersisik. Hampir tak berkedip, para Pandawa memandang Nagagini yang

berperangai lembut dan menawan. Nagagini memberi salam hormat kepada Kunti

dan kepada Puntadewa, Bimasena, Herjuna, Nakula dan Sadewa. Tidak ada yang

tahu bahwa ketika Nagagini memberi salam hormat kepada Bimasena, Nagagini

bergetar gugup. Detak jantungnya berdegup keras. Bimasena adalah sosok yang

pernah ia jumpai dalam mimpinya. Bahkan di dalam mimpi tersebut Bimasena

dan Nagagini telah saling memadu kasih.

“Oh Raden Bima”

Nagagini berkeluh pendek dan segera meninggalkan ruangan tempat Kunti

dan para Pandawa berada, takut jika gejolak hatinya terbaca. Gejolak hati yang tak

Page 197: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

197

PANDAWA KURAWA

karuan ketika berjumpa dengan kekasih hatinya. Bagi Nagagini sulit membedakan

antara mimpi dan kenyataan. Karena mimpinya belum lama ini menjadi

kenyataan.

Nagagini menyadari bahwa dirinya dan Bima bukan merupakan satu

rumpun bangsa. Nagagini adalah keturunan dewa berjenis ular Naga. Sedangkan

Bima adalah kesatria keturunan manusia pada umumnya. Namun Bima bagi

Nagagini adalah keistimewaan. Ada getaran khusus yang belum didapatkannya

pada manusia kebanyakan. Sejak perkenalannya dengan Bima, Nagagini tidak

pernah melepaskan pikirannya atas Bima. Usaha untuk menghapus bayangan

Bima diangannya tak pernah berhasil, bahkan semakin jelas tergambar.

Demikian halnya yang terjadi dengan Bima. Sejak pertemuannya dengan

Nagagini, Bima gelisah luar biasa. Tidak ada yang tahu apa yang dirasakan Bima.

Bahkan Bima sendiri tak habis mengerti mengapa tiba-tiba saja ada perasaan aneh

yang menggelayut di angannya. Selama hidup belum pernah ia merasakan gejolak

perasaan yang seperti ini. Bima tidak tertarik lagi membicarakan tentang peristiwa

Bale Sigala-gala, kejahatan Sengkuni dan tahta Hastinapura, kecuali pembicaraan

perihal pertemuannya dengan Dewi Nagagini. Bima juga tidak mempunyai hasrat

untuk makan ketika dijamu dan tidur ketika larut malam, kecuali hasratnya untuk

selalu bertemu dan bersanding dengan Nagagini. Lain yang dirasakan Nagagini,

Bima tidak mempedulikan bahwa dirinya dan Nagani adalah berbeda. Yang

dirasakan Bima adalah bahwa Nagagini telah menawan seluruh akal budinya.

Page 198: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

198

PANDAWA KURAWA

Sama-sama berangkat dari kegerahan hati yang memuncak, mereka berdua

dipertemukan di sebuah taman“Raden Bima, belum tidurkah?”

Pertanyaan Nagagini tidak membutuhkan jawaban, namun cukup

mengejutkan Bima, yang tidak menyangka bahwa Nagagini berada ditaman yang

sama.

“Engkau juga belum tidur Nagagini?”

Jika keduanya mau jujur pasti jawabnya sama. Karena engkaulah yang

menyebabkan aku tidak dapat tidur malam ini.

“Raden Bima senangkah engkau tinggal di sini?”

“Sangat senang Nagagini”

“Sangat senang? Mengapa?”

“Karena ada kau”

“Sungguhkah Raden? Karena aku?”

“Sungguh Nagagini. Aku berkata dengan hati.”

“Engkau amat jujur Raden. Aku kagum kepadamu.”

“Sungguhkah Nagagini, engkau kagum padaku?”

Sembari tersenyum Nagagini mengangguk. Dada Bima bergelora. Hatinya

tumbuh seribu bunga.

“Nagagini ini negara mana?”

Page 199: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

199

PANDAWA KURAWA

“Apakah kakakku Nagatamala belum menjelaskan kepadamu?”

Bima menggelengkan kepala. Selanjutnya Ngagini memberitahukan

bahwa ini adalah kahyangan Saptapertala, yang berpusat di dasar bumi lapisan ke

tujuh. Rajanya adalah ayah Nagagini, bernama Sang Hyang Antaboga.

“Ibuku adalah bidadari bernama Dewi Supreti. Kami sebenarnya adalah

bangsa ular yang sudah menjadi dewa-dewi.”

Bima mencoba mengingat apa yang telah dilihatnya. Para perajurit dan

orang-orang di Saptapertala, termasuk Nagatatmala berbau amis, berkulit kasar

seperti sisik ular. Namun yang mengherankan adalah Nagagini. Kulitnya kuning

halus bersinar.

“Apakah Sang Hyang Antaboga berujud Dewa? Atau Ular Naga?”

“Berubah-ubah. Tetapi jika ayahku marah, ia menjelma menjadi seekor

naga ganas yang mengerikan. Apakah engkau takut Raden”

Tatapan mata Nagagini menyimpan kekawatiran yang amat dalam. Jika

Bima takut, harapannya untuk bersanding dengan Bima lebih lama, takkan pernah

kesampaian.

“Aku tidak takut Nagagini”

“Benarkah Raden?”

“Aku pernah ditolong naga Aryaka penguasa Bengawan Gangga dan

diberi minum Tirta Rasakundha. Setelah meminum Tirta Rasakundha, itu aku

Page 200: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

200

PANDAWA KURAWA

merasakan daya yang luar biasa. Walaupun aku berada di dasar Bengawan

Gangga. Rasanya berada di atas daratan, napasnya lancar, badan serta pakaiannya

tidak basah.”

”Ah Bima, pengalaman luar biasa.”

Hampir saja Nagagini melompat kegirangan. Pengalaman Bima dengan

naga Aryaka menyiratkan bahwa perkenalan dengan Bima akan berlanjut lebih

jauh.

Mata Nagagini berbinar-binar mendengar penuturan Bima. Pemuda di

hadapannya yang pernah melintas di dalam mimpi tersebut benar-benar istimewa.

Di dalam darahnya telah mengalir Tirta Rasakundha, sebuah daya kekuatan yang

hanya dimiliki oleh bangsa Naga. Tirta Rasakundha ibarat benang merah yang

menghubungkan naluri mereka, maka pantas saja ada getaran khusus di antara

kedua hati yang saling menyenangkan, membahagiakan dan menentramkan.

Nagagini semakin percaya bahwasannya pertemuan ini telah diatur oleh Sang

Hyang Widiwasa. Betapa indahnya hari itu. Saat mereka untuk pertamakali saling

bertemu, saling mengenal dan terutama saling berbagi cinta, cinta antara pria dan

wanita yang baru pertama kali ini bersemi, bahkan bersemi dengan cepat.

“Raden Bima, engkau mengatakan sangat senang tinggal di Saptapertala

ini, lantas apa rencanamu selanjutnya?”

Bima kebingungan sebentar, kemudian ia menjawab:

Page 201: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

201

PANDAWA KURAWA

“Aku tidak mempunyai rencana apa pun, karena bagiku tinggal di tempat

ini dan berdampingan dengan engkau, adalah segalanya.”

“Ooh! Benarkah Raden Bima? Aku merasa tersanjung oleh kata-katamu

Raden. Alangkah bahagianya jika engkau tinggal di sini berada di sampingku dan

tidak akan pernah meninggalkanku.”

“Sesungguhnya aku pun merasakan hal yang sama, ingin selalu berada di

sampingmu, Nagagini.”

“Benarkah Raden?! Oo alangkah bahagianya jika pertemuan ini terus

berlanjut sampai waktu yang tak terbatas.”

“Iya, aku setuju Nagagini, lalu bagaimana caranya?”

“Nah, itulah yang tadi aku tanyakan kepada Raden, apa rencana Raden

selanjutnya?”

“Terserah kamu Nagagini, aku manut.”

“Manut bagaimana ta Raden? Tidak selayaknya dalam hal ini pria

mengekor wanita.”

Nagagini tersenyum geli atas keluguan dan kejujuran Bima. Mereka

berdua semakin akrab. Dunia menjadi milik mereka berdua termasuk taman

Saptapertala yang asri. Sehingga tidak menyadari kehadiran Puntadewa dan

Arjuna di taman tersebut. Sejak datang di taman Saptapertala beberapa saat lalu,

Puntadewa dan Arjuna tidak enak untuk menyapa Bima yang sedang berduaan

Page 202: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

202

PANDAWA KURAWA

dengan Dewi Nagagini. Puntadewa dan Arjuna diam-diam mengagumi Nagagini

yang mempunyai kecantikan khusus yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.

Kecantikan Nagagini adalah kecantikan yang memancar dari dalam keluar melalui

matanya, senyumnya, gerak-geriknya dan seluruh kulitnya. Sungguh luar biasa.

Pantas saja Bima yang lugu-kaku terpana karenanya.

Rupanya Puntadewa dan Arjuna kalah betah dengan Nagagini dan Bima di

taman Saptapertala berlama-lama. Mereka akhirnya terpaksa menyapa Bima yang

memang sudah beberapa waktu tidak menyadari kedatangan kakak dan adiknya.

Baru setelah disapa Puntadewa, Bima tersadar bahwa mereka tidak hanya

berdua di taman Saptapertala.

“Adikku Bima, dan engkau Dewi Nagagini, maafkan kami telah

mengganggu kalian berdua. Kedatangan kami di taman ini untuk menemui Bima

dan mengajaknya bersama ibu Kunthi dan adik-dikku yang lain menghadap Sang

Hyang Antaboga, penguasa kahyangan Saptapertala ini, malam ini juga.”

Bima mempunyai perasaan tidak enak kepada Puntadewa kakaknya.

Karena hingga saat ini Puntadewa belum pernah menjalin hubungan akrab degan

seorang wanita. Namun apa mau dikata, Bima menyadari bahwa dirinya adalah

manusia biasa, yang tidak kuasa menolak atau pun menghindar dari apa yang

sudah diatur oleh Sang Hyang Tunggal. Termasuk pertemuannya dengan

Nagagini bukanlah secara kebetulan, tapi telah diatur oleh-Nya.

Page 203: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

203

PANDAWA KURAWA

Nagagini tersipu malu. Ia mempersilakan Bima mengikuti Raden

Puntadewa dan Raden Arjuna meninggalkan taman Saptapertala. Taman yang

menjadi saksi, bahwa di tempat ini dua sejoli telah mengawalinya, merenda

benang-benang cinta.

Barata

Kunthi, Puntadewa, Bimasena, Herjuna, Sadewa dan Nakula diantar

Nagatatmala menghadap Sang Hyang Antaboga yang bertahta di kahyangan

Saptapertala. Sang Hyang Antaboga mengucapkan selamat datang. Di Kahyangan

dasar Bumi l...apis tujuh. Kunthi dan para Pandhawa secara bergantian

mengucapkan terimakasih atas kebaikan Sang Hyang Antaboga, Nagatatmala dan

Nagagini serta kerabat Saptapertala yang telah menolong dan memberi tempat

yang mewah dan nyaman. Sehingga mereka dapat merasa tenang dan aman, jauh

dari bencana yang hampir saja merenggut jiwa mereka. Rasa trauma yang

mencekam masih dirasakan terutama oleh Nakula dan Sadewa, yang hingga

sekarang masih sering menangis ketakutan.

Nagatatmala dan Nagagini ditugaskan oleh Hyang Antaboga untuk

membuat Kunthi dan anak-anaknya betah tinggal di Saptapertala. Tempat yang

disediakan dan makanan yang sajikan diusahakan membuat mereka nyaman dan

senang. Sehingga dengan demikian usaha untuk memulihan mentalnya dari

trauma yang diderita, terutama Sadewa dan Nakula cepat berhasil. Tetapi yang

Page 204: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

204

PANDAWA KURAWA

lebih penting adalah, bahwa jangan sampai peristiwa Bale Sigala-gala nantinya

menimbulkan dendam di hati Kunthi dan para Pandhawa.

Sang Hyang Antaboga mengetahui akan keadaan yang diderita Kunthi dan

Para Pandhawa baik secara lahir maupun batin. Oleh karenanya Kunthi beserta

anak-anaknya disarankan untuk sementara waktu tinggal di Kahyangan

Saptapertala. Dengan tinggal beberapa lama di Kahyangan Saptpertala, Hyang

Antagoba berharap agar Kunthi dan anak-anaknya mampu melupakan peristiwa

mecekam di Bale Sigala-gala.

Ketika kebakaran Bale-Sigala-gala, bumi terasa panas. Sebagai Dewa

penguasa bumi, Hyang Antaboga mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi. Dan

menimpa mereka. Nagatatmala diutus untuk menyelamatkan para korban

kebakaran. Maka berangkatlah Nagatatmala menyusuri bumi mengarah ke tempat

kebakaran. Bersamaan dengan itu, di Kahyangan Jonggring Saloka Batara Guru

dan para Batara dan Batari merasakan hawa panas yang menyesakkan. Maka

diutuslah Hyang Narada turun ke marcapada, menuju ke sumber hawa panas.

Pada waktu yang hampir bersamaan Batara Narada dan Nagatatmala bertemu di

pintu terowongan, tempat Kanana, Kunthi dan para Pandhawa berusaha

menyelamatkan diri. Di dalam suasana panik, gelap, sesak dan sempit, Batara

Narada dan Nagatatmala dengan caranya masing-masing berusaha menolong dan

menyelamatakan Kunthi dan Pandhawa. Nagatatmala berubah sebgai garangan

Putih bercahaya dan Batara Narada menuntun membukakan jalan menuju

Kahyangan Saptapertala, tempat yang paling aman di Bumi lapis ke tujuh. Secara

Page 205: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

205

PANDAWA KURAWA

gaib tahu-tahu mereka telah berada di depan pintu gerbang kerajaan yang indah

megah.

Hingga sekarang Kunthi dan anak-anaknya juga Kanana belum tahu secara

pasti siapa yang telah menyelamatkan mereka dan mengantarnya sampai ke

kahyangan Sapta pertala, kecuali Kanana yang mengawalinya membuka

terowongan buatannya atas perintah Yamawidura.

Hyang Antaboga merasa Kasihan kepada Kunthi dan anakaanaknya.

Semenjak meninggalnya Pandudewanata derita mereka silih berganti. Hal tersebut

dikarenakan Sengkuni, Gendari dan Para Korawa selalu berusaha menyingkirkan

para Pandhawa. “Kunthi tanamkanlah di hati anak-anakmu sikap welasasih.

Welas asih kepada siapa saja termasuk juga kepada orang yang memusuhi kamu.

Karena hanya dengan sikap welasasihlah orang mudah mengampuni dan tidak

akan pernah tumbuh benih-benih dendam dihati.”

“Terimakasih Pukulun atas nasihatnya yang berharga. Aku akan

melaksanakannya. Tetapi maaf Sang Hyang Antaboga, sebenarnya apa yang

sesungguhnya terjadi dibalik peristiwa Bale Sigala-gala?”

“Kunthi, sebenarnya engkau sudah tahu, atau paling tidak engkau telah

merasakan kejanggalan-kejanggalan sebelum pesta berlangsung.”

“Hyang Pukulun, aku orang yang bodoh dan tumpul, sehingga tidak

merasakan kejanggalan-kejanggalan sebelumnya.”

Page 206: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

206

PANDAWA KURAWA

Sang Hyang Antaboga tidak mau berterus terang. Ia justru mengajak

Kunthi dan para Pandhawa bersyukur, karena telah terhindar dari marabahaya.

“Namun maafkanlah Pukulun, kalau boleh tahu siapakah yang

menyelamatkan kami dan menuntunnya sampai ke tempat ini?” Hyang Antaboga

tidak menjawab pertanyaan Kunthi, tetapi sekali lagi ia mengajak Kunthi dan

anak-anaknya merayakan syukur atas keselamatan yang masih boleh diterima.

Sudah beberapa bulan Kunthi dan para Pandhawa serta juga Kanana

tinggal di Saptapertala. Hubungan antara Bimasena dan Naga Gini semakin intim,

seakan-akan mereka tidak mau berpisah. Dari hari ke hari cinta mereka semakin

bersemi. Betapa indah dan ajaibnya hidup yang penuh cinta. Terlebih lagi cinta

yang semakin menjadi sempurna. Seperti rembulan saat Purnamasidi, yang

mampu membuat malam menjadi romantis indah mempesona. Bagaikan kidung

malam yang syahdu menyusup kalbu, hingga membuat setiap insan merasa betapa

berharganya hidup ini.

Kunthi adalah sosok ibu yang baik. Ia ikut bahagia melihat anaknya

bahagia. Saat ini anak nomor dua yang bernama Bimasena sedang mengalami

kebahagiaan. Semenjak tinggal di Kahyangan Saptapertala, Bimasena telah

menjalin asmara dengan putri Sang Hyang Antaboga yang bernama Dewi

Nagagini. Namun dibalik kebahagiaan tersebut ada kekhawatiran dibenak Kunthi.

Pasalnya, Bimasena adalah anak nomor dua, jika pertalian Asmara dengan Dewi

Nagagini nantinya berlanjut ke jenjang perkawinan, lalu bagaimanakah dengan

Puntadewa anak Kunthi yang nomor satu? Apakah ia rela dilangkahi oleh

Page 207: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

207

PANDAWA KURAWA

adiknya? Di sudut taman bunga, Dewi Kunthi duduk sendirian. Hatinya

terombang-ambing oleh dua perasaan yang saling bergelayut. Disatu sisi perasaan

bahagia yang tumbuh karena ikut merasakan kebahagiaan anak nomor dua yang

bernama Bimasena. Di sisi lain, perasaan sedih karena Kunthi membayangkan

alangkah sedihnya anak nomor satu yang bernama Puntadewa karena belum

mendapat kesempatan untuk merasakan kebahagiaan menjalin asmara seperti

yang dialami Bimasena dan Dewi Nagagini.

Puntadewa yang melihat Ibunda Kunthi duduk sendirian lewat pukul 11

malam berniat untuk menemaninya. Kedatangan Puntadewa dianggap Kunthi

sebagai pembenaran atas perasaannya yang sedang menggelayut di kalbunya. Apa

yang dirasakan Puntadewa tentunya tidak jauh berbeda dengan apa yang dirasakan

Kunthi. Dengan persepsi yang demikian, Dewi Kunthi membuka pembicaraan.

“Anakku Punta, apa yang engkau rasakan malam ini?” “Aku merasa

tenteram di Saptapertala ini Ibu”“Apakah adik-adikmu juga merasakan seperti

yang engkau rasakan?”“Iya Ibu” “Termasuk juga adikmu Bima?” “Iya Ibu”

Kunthi menatap lembut anak sulungnya yang dengan polos menjawab setiap

pertanyaan tanpa gejolak perasaan sesuai dengan yang diperkirakannya. Benarkah

Puntadewa tidak tersinggung atas sikap Bimasena yang lebih dahulu menjalin

hubungan asmara dengan seorang wanita.

“Punta, maksud Ibu adalah, apakah engkau senang melihat Bimasena

menjalin asmara dengan Dewi Nagagini?”

Page 208: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

208

PANDAWA KURAWA

“Tidak sekedar senang Ibu, tetapi aku sungguh bahagia melihat adikku

Bima bahagia dengan Dewi Nagagini. Alangkah sempurnanya kebahagiaan

adikku Bima jika Ibu berkenan membicarakan hubungan antara mereka berdua

kepada Sang Hyang Antaboga, dan meresmikan mereka menjadi suami isteri.”

Perkiraan Kunthi bertolak belakang dengan perasaan Puntadewa yang

sesungguhnya. Kunthi terharu atas sikap Puntadewa. Walaupun sejak kecil Kunthi

tahu bahwa Puntadewa mempunyai watak sabar dan sikap mengalah terhadap

siapapun, tidak mengenai soal asmara. Karena menurut Kunthi, masalah asmara

bagi anak muda adalah masalah yang peka menimbulkan permasalahan.

“Punta, semula aku berniat untuk melarang Bima bergaul lebih akrab

dengan Nagagini, dengan pertimbangan bukankah kita di sini telah ditolong, dan

diperlakukan seperti layaknya tamu terhormat? Apakah kita tega bersikap tidak

sopan kepada tuan rumah dan putrinya? Namun niat itu aku urungkan, aku tidak

sampai hati memisahkan mereka berdua, karena hal tersebut akan menyakitkan

hati Bima dan membuatnya ia bersedih. Oleh karenanya, demi kebahagiaan

mereka berdua aku akan membicarakan kepada Sang Hyang Antaboga, sesuai

yang engkau usulkan.”

Semua menyetujui usulan Puntadewa, terlebih Bimasena yang

menyambutnya dengan sukacita. Maka hari pun dipilih untuk menghadap Sang

Hyang Antaboga dengan tujuan membicarakan hubungan antara Bimasena dan

Dewi Nagagni Sang Hyang Antaboga didampingi oleh Nagatatmala menyambut

kedatangan Kunthi dan Puntadewa. Mereka berempat menyetujui hubungan

Bimasena dan Dewi Nagagini diresmikan sebagai suami isteri. “Kunthi,

Page 209: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

209

PANDAWA KURAWA

kebahagiaan anak-anak kita adalah kebahagiaan kita sebagai orang tua. Hubungan

antara Bimasena dan Nagagini sudah menjadi kehendak ‘Dewa’ kita wajib

memberikan restu agar mereka selalu bahagia dalam suka dan duka, sakit dan

sehat jauh dan dekat” Hyang Antaboga tersenyum bahagia, mengawali

kebahagiaan calon pengantin berdua yang tidak lama lagi diresmikan Ketika

matahari mulai menampakan sinarnya kemerah-merahan, terdengar suara gamelan

mengalun dari di pusat kotaraja Saptapertala. Dari kejauhan suara gamelan

tersebut terdengar menyatu dengan suara serangga-serangga malam yang saling

bersaut-sautan. Perpaduan aneka suara tersebut bagaikan sebuah komposisi musik

para dewa tatkala sedang melakukan pujaasmara.

Malam itu ibu kota Kahyangan Saptapertala berhias dengan keindahan.

Bak gadis dewasa yang sedang bersolek manja. Disetiap sudut kota dipasang

umbul-umbul serta rontek, dan dipadu dengan penjor-penjor berhiaskan janur

kuning. Hiasan-hiasan tersebut ditancapkan ke pinggir jalan dengan sudut

kemiringan enampuluh derajat, sehingga seakan menunduk memberi salam

hormat kepada siapa saja yang melewati jalan itu. Kawula Saptapertala yang

hampir sebagian besar berkulit kasar seperti sisik, berduyun-duyun menuju pusat

koata raja. Di dunia bawah tanah pada lapis ke tujuh yang disebut Kahyangan

Saptapertala ini kehidupannya tidak jauh berbeda dengan kehidupan di atas dunia

atau di marcapada, yang membedakan adalah orang-orang di Saptapertala berkulit

kasar seperti sisik.

Menjelang tabuh tujuh, alun-alun Kotaraja berubah menjadi lautan

manusia mereka datang dari penjuru negeri, ingin menyaksikan peristiwa yang

Page 210: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

210

PANDAWA KURAWA

amat bersejarah, yaitu perkawinan antara bangsa manusia dan keturunan dewa

ular. Perkawinan antara Raden Bimasena dan Dewi Nagagini.

Sebelum kedua Calon Penganten dipertemukan dalam upacara Panggih, di

pendapa induk yang terletak di pinggir alun-alun, diadakan tarian sakral lingga-

yoni yang melambangkan perkawinan agung antara Dewa Siwa dan Dewi Uma.

Konon tarian tersebut diadakan, adalah untuk ritual penghormatan kepada dewa

Siwa. Namun saat ini tarian tersebut dipentaskan untuk menyambut dan

menghormat calon pengantin berdua. Selain itu tarian Lingga-yoni juga

merupakan doa pengharapan agar bumi Saptapertala mengalami kesuburan dan

kesejahteraan.

Setelah tari Lingga-yoni selesai, mengumandanglah kidung malam yang

berisi sebuah mantra untuk mengingatkan agar semua makhluk, baik yang

kelihatan maupun yang tidak kelihatan saling menempatkan diri pada tempatnya,

sesuai dengan demensi mereka, sehingga diantara mereka tidak saling

mengganggu.

Singgah-singgah kala singgah pan suminggah durga kala sumingkir sing

aama sing awulu sing asuku sing asirahsing atenggak kalawan sing abuntut padha

sira suminggah muliha mring asal neki.

Hening suasana, semua yang hadir diam. Mereka mencoba mengikuti dan

menghayati tiap kata yang ditembangkan dengan telinga dan hatinya hingga

sampai dengan nada terakhir. Maka legalah batin mereka, setelah tembang

Page 211: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

211

PANDAWA KURAWA

singgah-singgah usai. Mereka berkeyakinan bahwa upacara panggih pengantin

akan lancar dan baik adanya.

Seperti apa yang direncanakan dan dilaksanakan, semuanya berjalan

dengan baik Raden Bimasena dan Dewi Nagagini telah resmi dipersatukan

sebagai suami istri. Hyang Antaboga amat gembira menyaksikan pasangan Raden

Bimasena dan Dewi Nagagini. Bagi Dewa penguasa bumi ini, perkawinan antara

Raden Bimasena dan Dewi Nagagini tidaklah merupakan perkawinan pada

umumnya. Perkawinan mereka bagaikan symbol bersatunya antara bangsa

manusia dan bangsa ular yang selama ini tidak saling bersahabat. Atau juga dapat

dimaknai sebagai upaya untuk membangun kembali keharmonisan alam. Namun

yang lebih penting dan sangat disyukuri oleh Dewi Kunthi dan Sang Hyang

Antaboga adalah bahwa perkawinan tersebut telah mengalihkan perhatiannya

Bimasena khususnya atas kejahatan Sengkuni dan Korawa yang telah mencelakai

para Pandhawa.

Seandainya saja Bimasena tidak berjumpa dengan Dewi Nagagini, tentu

saja panas hatinya akan semakin menjilat tak terkendali dan membakar Sengkuni

dan para Korawa. Namun syukurlah sebelum semuanya terjadi Dewi Nagagini

telah menyiram hatinya dengan kelembutan dan kesejukan. Sehingga malam itu

Bimasena tak mampu lagi melepaskan pelukan Nagagini yang menentramkan.

Kebahagian Bimasena juga menjadi kebahagiaan Puntadewa dan adik-

adiknya. Tidak seperti yang dikhawatirkan Kunthi, bahwa Puntadewa sebagai

saudara sulung akan merasa di langkahi oleh adiknya. Bimasena dan Dewi

Page 212: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

212

PANDAWA KURAWA

Nagagini menikmati masa bulan madu yang sungguh membahagiakan. Namun

ada saat berjumpa dan ada saat berpisah. Waktu untuk menikmati sebuah

kebahagiaan di dunia mana pun tidaklah abadi, bahkan dapat dikatakan terbatas.

Demikian halnya dengan pasangan temanten baru Bimasena dan Nagagini.

Mereka boleh puas menikmati waktu bercengkeraman yang tidak genap

satu tahun. Walaupun begitu, cinta diantara mereka telah membuahkan benih di

rahim Dewi Nagagini. Berat rasanya untuk meninggalkan isterinya yang sedang

hamil. Namun apa boleh buat tugas sebagai kesatria dan pelindung Ibu dan

saudara-saudara berada di atas kepentingan pribadinya. Bahkan sebagai salah satu

pewaris tahta Hastinapura, Bimasena bersama Pandhawa berkewajiban berjuang

untuk mengembalikan kekuasaan yang sekarang dikuasai oleh warga Korawa.

Bagi warga Pandhawa sesungguhnya bukan kekuasaan itu yang ingin dikuasai,

melainkan sebagai bukti rasa baktinya kepada rakyat Hastinapura yang

mempercayakan tahta Hastinapura kepada putra-putra Pandudewanata. Suara

rakyat itulah yang menjadi energi perjuangan untuk meraih kekuasaan.

Dengan alasan itulah Sang Hyang Antaboga menyarankan agar Kunthi dan

anak-anaknya, termasuk menantunya segera meninggalkan Kahyangan

Saptapratala menuju Hastinapura, untuk menunaikan panggilannya sebagai

pewaris tahta.

Pagi-pagi benar, Kunthi, Puntadewa, Bimasena, Arjuna, Nakula dan

Sadewa dan juga Kanana seorang abdi dari Panggomabakan ahli membuat

terowongan meninggalkan Kahyangan Saptapertala. Perpisahan yang

Page 213: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

213

PANDAWA KURAWA

mengharukan antara Dewi Nagagini dan Bimasena tidak dapat dihindarkan.

Namun diantara mereka ada janji untuk saling bertemu kembali agar cinta mereka

berdua semakin sempurnanya adanya.

Mereka diantar oleh Sang Hyang Antaboga dengan pethitnya atau

ekornya. Dan tiba-tiba saja mereka telah berada dipermukaan bumi, yang dipanasi

dan diterangi oleh matahari. Semakin lama bumi Saptapertala semakin jauh

ditinggalkan. Kunthi dan Para Pandhawa menuju jalan ke Hastinapura sedangkan

Kanana menuju ke Panggombakan.

Barata

Dalam perjalanan Kunthi dan Pandhawa sampailah di sebuah desa yang

sangat subur tanahnya. Tetapi ada keganjilan yang dirasakan. Banyaknya rumah

kosong tanpa berpenghuni menimbulkan dugaan ada hal yang tidak beres di desa

tersebut. Kunthi dan anak-anaknya beristirhat di salah satu rumah besar yang tidak

terurus. Rumput liar di halaman depan dan samping rumah mulai tumbuh lebat.

Herjuna mengelilingi rumah tersebut, siapa tahu ada orang yang bisa ditanya

perihal desa tersebut. Namun tidak ada satu pun orang yang nampak disekitar

rumah. Sadewa dan Nakula merengek minta makan. Kunthi kebingungan.

Disuruhnya Bimasena dan Harjuna mencari makan di dusun sebelah yang

berpenghuni.

Tidak seperti biasanya, pagi itu dusun kabayakan kelihatan masih sepi,

khususnya di rumah kepala desa Kabayakan. Rara Winihan dan Lurah Sagotra

Page 214: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

214

PANDAWA KURAWA

belum bangun. Hanya ada dua orang sekabat atau pembantu Lurah yang sedang

membersihkan meja kursi di pendapa. Baru setelah tabuh sepuluh, ada satu, dua

orang yang mulai berdatangan untuk bertemu dengan Lurah Sagotra.

Sementara itu perjalanan Bima dalam mencari dua bungkus nasi untuk

adiknya Sadewa dan Nakula bertemu dengan para pengungsi. Dari para pengungsi

itulah Bima mendapat keterangan bahwa daerah ini masih dibawah kerajaan

Manahilan atau kerajaan Ekacakra. Yang bertahta adalah seorang raja bertulang

besar dan bergigi tajam, bernama Prabu Dawaka atau Prabu Baka. Pada setiap

bulan sekali Prabu Baka meminta kepada rakyatnya untuk menghidangkan

hidangan istimewa berupa ingkung manusia (daging manusia utuh) Tentu saja hal

tersebut membuat rakyatnya hidup dalam kecemasan dan ketakutan. Banyak

diantara mereka yang secara diam-diam mengungsi ke negara Pancala untuk

meminta perlindungan. Suasana di Ekacakra semakin sepi. Di sana-sini banyak

dijumpai rumah tak berpenghuni. Mengetahui keadaan yang seperti itu, Prabu

Baka marah-marah. Ia menyerukan agar semua penduduk tidak boleh

meninggalkan negara Manahilan. Bagi yang melanggar perintah tersebut

akibatnya akan lebih mengerikan.

Sejak diberlakukan aturan itu suasana tambah mencekam. Para warga

semakin ketakutan. Mau meninggalkan Ekacakra takut jika ketahuan oleh para

perajurit. Tetapi jika tetap tinggal di negara Ekacakra juga takut karena akan

mendapat giliran korban keganasan raja. Pantas saja Desa-desa di seluruh pelosok

negeri bagaikan desa mati, yang tidak mengungsi lebih memilih bersembunyi.

Page 215: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

215

PANDAWA KURAWA

Para pengungsi yang ketemu Bima disore itu adalah mereka yang

mengambil langkah untung-untungan. Dari pada tinggal di Ekacakra hidup dalam

kecemasan terus-menerus, lebih baik segera meninggalkan negeri ini. Mereka

mencari celah-celah yang kemungkinan besar dapat lolos dari penjagaan perajurit.

Namun ternyata para pengungsi yang ketemu Bima tersebut belum

beruntung. Walaupun telah memperhitungkan waktu dan tempat dengan cermat

untuk dapat lolos dari pantauan perajurit, ternyata meleset. Ditikungan desa para

pengungsi dihadang oleh beberapa perajurit. Walaupun jumlah mereka tidak lebih

banyak daripara pengungsi, mereka membawa senja lengkap yang siap merajam

atau jika memungkinkan menangkapnya hidup-hidup untuk dipersembahkan

kepada Prabu Dwaka.

Melihat dan merasakan penindasan dan penderitaan sesama, naluri Bima

tergugah. Sebelum para perajurit menyerang para pegungsi yang ketakutan. Bima

lebih dahulu menerjang perajurit yang rata-rata berbadan besar dan bergigi tajam.

Para perajurit sangat terkejut menghadapi keberanian Bima. Belum pernah rakyat

di negeri ini mempunyai keberanian seperti Bima. Terjangan Bima yang

menyeruak diantara para pengungsi membuyarkan para perajurit. Beberapa

pengungsi yang bernyali menyaksikan sepak terjang Bima dengan penuh takjub.

Sedangkan pengungsi yang lain lari bersembunyi. Bima tidak membutuhkan

banyak waktu untuk melumpuhkan para perajurit Ekacakra. Tidak ada satu pun

yang mampu mengimbangi kesaktian Bima. Belum sampai lecet kulitnya, merela

lari ketakutan.

Page 216: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

216

PANDAWA KURAWA

Para pengungsi yang menyaksikan kesaktian Bima bersorak gembira.

Sementara pengungsi yang lain keluar dari persembunyiannya. Ucapan

terimakasih terlontar tanpa disuruh dari mulut mereka. Wajahnya yang penuh

dengan garis-garis ketakutan mulai terurai. Hampir bersamaan, para pengungsi

yang telah berkumpul itu menghaturkan sembah kepada Bima.

“Ampun Raden, hamba semua ini orang bodoh, sehingga tidak tahu bahwa

pada hari ini, desa kami telah kedatangan tamu istimewa yang akan mengentaskan

kami dari rasa ketakutan yang berkepanjangan. Maafkan hamba Raden atas

kesalahan kami. Bolehkan kami mengetahui siapa sesungguhnya Raden ini?”

“Namaku Bima. Aku adalah anak Prabu Pandudewanata yang nomor dua.”

“Ooo Raden Bima? Pantas saja mempunyai kesaktian yang luar biasa.

Sekali lagi maafkan hamba yang tidak menghormat pada awal berjumpa. Sungguh

kami tidak tahu sebelumnya bahwa Raden adalah salah satu pewaris tahta

Hastinapura.”

“Sudahlah kami maafkan semuanya, namun jangan menghormatiku secara

berlebihan seperti ini. Aku sampai ditempat ini sesungguhnya mencari dua

bungkus nasi untuk adik saya yang lelaparan.”

Dengan senang hati para pengungsi tersebut berebut menawarkan sebagian

bekalnya untuk adik Bima yang kelaparan.

“Dimanakah adik Raden Bima berada?”

“Diujung desa yang berbatasan dengan Gunung?”

Page 217: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

217

PANDAWA KURAWA

“Ooo di Giripurwa. Apakah di rumah Resi Hijrapa?”

“Aku tidak tahu. Tetapi rumah itu kosong tidak berpenghuni.”

Setelah menerima dua bungkus nasi, Bima segera meninggalkan para

pengungsi yang mengagumi Bima tak berkesudahan.

Setelah Bima jauh meninggalkannya, para pengungsi tersebut kembali

menyadari bahwa jiwa mereka belum bebas sepenuhnya dari ancaman. Ketakutan

mulai merambati lagi. Dikhawatirkan para perajurit yang dikalahkan Bima akan

mengejar mereka dalam jumlah yang lebih besar. Maka lebih baik mereka tidak

meneruskan perjalanannya mengungsi ke Negara Pancala, tetapi mengikuti Bima

menuju ke Giripurwa.

Siang itu, pendapa Kabayakan mulai menggeliat. Rara Winihan

mendahului suaminya, menemui para warga yang butuh pelayanannya. Para

warga yang datang pada intinya menyatakan keprihatinannya bahwa pada minggu

ini, desa Kabayakan mendapat giliran untuk menyediakan korban bagi Prabu

Dwaka. Mendapat pengaduan itu Rara Winihan tidak memperlihatkan kecemasan.

Wajahnya berseri, senyumnya tak pernah meninggalkan bibirnya yang tipis

merah.

“Para bebahu Desa yang aku banggakan. Jangan khawatir akan hal itu.

Prabu Baka boleh saja mengirimkan hulu-balangnya ke desa kita untuk

mengambil korban manusia, tetapi kita juga punya hak untuk tidak menyediakan

baginya.

Page 218: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

218

PANDAWA KURAWA

Rara Winihan memberikan pengharapan, bahwa tidak lama lagi desa

Kabayakan akan terbebas dari rasa cemas takut. Bahkan Desa ini akan mendapat

anugerah yang begitu besar.

Tanda akan datangnya anugerah besar itu di sampaikan oleh Hyang Widi

Wasa lewat mimpinya. Pada dini hari tadi, Rara Winihan bermimpi sedang

melakukan perjalanan ke dusun-dusun, bersama Ki Lurah Sagotra, Para Bebahu,

dan beberapa orang yang dituakan. Sesampainya di setiap dusun yang mereka

kunjungi, para warga mengelu-elukan rombongan Lurah Sagotra. Suasana

kunjungan tersebut mirip sebuah perjalanan pesiar. Diakhir perjalanannya,

rombongan Lurah Sagotra memasuki jalur sungai. Keanehan terjadi, mereka

berjalan diatas sungai dan kakinya tidak menyentuh air.

Mendengar penuturan mimpi Rara Winihan, para bebahu desa Kabayakan

tersebut mulai timbul keberaniannya. Mereka sepakat untuk tidak menyediakan

korban bagi Prabu Baka. Rara Winihan menyarankan agar salah satu bebahu desa

menghadap Resi Hijrapa di padepokan Giripurwa, untuk memohon agar Resi

Hijrapa berani menolak korban untuk Prabu Baka. Dua orang bebahu desa segera

berangkat menuju ke rumah Resi Hijrapa.

Barata

Kembali kepada Kunthi yang sedang menunggui anaknya Nakula dan

Sadewa yang kelaparan. Hati Kunthi teriris-iris melihat Nakula dan Sadewa

menangis kelaparan. Hingga terucap dalam bibirnya yang pecah dan kering. Jika

Page 219: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

219

PANDAWA KURAWA

pun aku harus mengiris dagingku demi untuk Nakula dan Sadewa, aku akan

lakukan. Kunthi semakin gelisah menghadapi tangis Nakula dan Sadewa yang

semakin serak. Walupun Kunthi sudah mengutus Bima dan Arjuna untuk mencari

makan bagi si kembar, Kunthi masih berupaya untuk mendapatkan makanan

secepatnya, agar tangis si kembar segera berhenti. Pada saat mengbibur si

Kembar, Kunthi mendengar ada suara di dalam rumah yang sebelumnya dikira

tidak berpenghuni.

“Puntadewa ke sinilah, rupanya ada orang sengaja bersembunyi di dalam

rumah ini. Coba dengarlah baik-baik. Tidak salahkah pendengaranku bahwa ada

beberapa orang sedang berbicara? Tolong Punta temui mereka, siapa tahu ada

makanan yang dapat dibagikan untuk Nakula dan Sadewa. Puntadewa bergegas

pergi menemui orang yang berdialog di rumah dalam. Kunthi tinggal sendirian

menunggui anak kembarnya yang merengek menyedihkan. Tak lama kemudian

Puntadewa datang dengan membawa sedikit makanan dan minuman. Makanan

tersebut sedikit untuk ukuran orang dewasa, juga belum mencukupi untuk ukuran

anak-anak. Namun makanan yang didapat dari pemilik rumah tersebut sungguh

dapat menolong untuk sementara, sembari menunggu usaha Bima dan Arjuna.

Tak beberapa lama makanan yang sedikit itu segera habis. Nakula dan

Sadewa masih lapar, namun sudah tidak menangis lagi. Kunthi sangat lega, ingin

mengucapkan terimakasih kepada tuan rumah yang telah menyambung nyawa

anak kembarnya. Dengan membawa Nakula Sadewa dan diiringi Puntadewa,

Kunthi menemui si pemilik rumah yang bernama Resi Hijrapa.

Page 220: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

220

PANDAWA KURAWA

“Dengan apakah kami harus membalas? Jika tidak sekarang, nanti pasti

aku balas kebaikan Sang Resi. Karena jika kebaikan itu tidak aku balas, aku

seperti seorang pepriman yang kerjanya ke sana-ke mari hanya untuk minta-

minta.

Resi Hijrapa tersenyum getir mendengar pernyataan Kunthi. Di jaman

seperti ini, masih adakah seseorang yang merasa wajib untuk membalas budi?

Tentu saja semua orang tua bisa berbicara seperti apa yang dikatakan oleh ibu

setengah baya tersebut, atas nama kebaikan budi, manakala anaknya dibebaskan

dari bahaya kelaparan, kesakitan atau pun kematian. Namun jika bahaya kematian

masih mengacam anaknya, masihkah orang tua itu mampu berbicara tentang

kebaikan budi? Jikapun pernyataan ibu setengah baya tersebut sungguh-sungguh,

tidak sekedar basa-basi, apakah ia dapat gantian membebaskan anaknya dari

bahaya kematian? Jika dapat, tentunya gantian aku yang mebicarakan tentang

kebaikan budi.

Resi Hijrapa adalah pengasuh sebuah Padepokan yang berada di wilayah

Giripurwa. Ia hidup bersama isteri dan tiga anaknya. Sebelumnya, rumah besar ini

menjadi pusat kegiatan cantrik-cantriknya. Namun sayang, sekarang rumah besar

tersebut menjadi tidak terurus. Tidak ada lagi cantrik yang datang. Tinggal Resi

Hijrapa dan keluarga yang menunggui rumah itu. Itu pun bersembunyi di ruang

paling dalam, takut jika diketahui oleh perajurit Ekacakra.

Kelemahan Resi Hijrapa itulah yang menyebabkan para cantrik-cantriknya

tidak lagi berguru kepada Resi Hijrapa. Mereka kecewa kepada gurunya yang

Page 221: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

221

PANDAWA KURAWA

takut membela para korban kekejaman Prabu Baka. Bahkan ketika Resi Hijrapa

pada gilirannya diharuskan mengorbankan salah satu anaknya untuk Prabu Baka,

Resi Hijrapa tidak berani menolak. Maka kecuali keluarganya, hampir semua

warga giripurwa termasuk cantrik-cantriknya mengungsi ke negara Pancalradya.

Oleh karenanya kedatangan enam orang asing di rumahnya membuat hati

Resi Hijrapa berkurang ketakuatannya. Mereka untuk sementara waktu boleh

menempati di rumah depan. Kunthi mengucap terimakasih atas kebaikannnya.

Menjelang sore hari Arjuna datang dengan membawa dua bungkus nasi.

Kunthi tidak berkenan dengan cerita Harjuna. Dua bungkus nasi ditolaknya,

karena dua bungkus nasi tersebut didapatkannya dengan cara meminta belas

kasihan dari seseorang? Aku tidak mau darah anakku akan mengalir darah seorang

pepriman yang pekerjaannya meminta-minta. Harjuna diam, ia meletakan dua

bungkus nasi tersebut di depan kaki Ibu Kunthi. Sebelum Kunthi mengambil

tindakan mau diapakan nasi hasil dari minta-minta tersebut, Bima datang dengan

membawa dua bungkus nasi. Kepada Ibu Kunthi, Bima bercerita tentang para

pengungsi yang memberikan sebagian dari bekalnya karena telah ditolong dan

diselamatkan. Kunthi menerima dua bungkus nasi dari tangan Bimasena.

Sementara itu hampir bersamaan Nakula dan Sadewa yang masih merasa lapar

segera mengambil bungkusan nasi dan kemudian memakannya. Nakula

mengambil bungkusan nasi yang dibawa Arjuna sedangkan Sadewa memakan

nasi yang dibawa Bimasena. Kunthi membiarkannya nasi yang dibawa Arjuna

dimakan oleh Nakula. Namun hal itu merupakan hutang budi kepada orang yang

Page 222: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

222

PANDAWA KURAWA

memberi. Dan tentunya ia akan beruasaha membalasnya seperti yang akan

dilakukan kepada Resi Hijrapa.

Malam itu bulan menggantung sepenggal. Wilayah Giripurwa yang

hampir separonya terdiri dari daerah pegunungan, meniupkan hawa dingin yang

berselimut kabut. Bunyi kentongan dari beberapa rumah warga yang masih

berpenghuni, bersusul bersautan dengan irama doro-muluk. Mulai dari suara yang

paling jauh hinngga suara yang paling dekat.

Irama doromuluk adalah irama memukul kentongan mulai dari pukulan

lembut dan pelan menuju ke pukulan keras dan cepat. Setelah pukulan tersebut

mencapai tingkat suara yang paling keras dan tingkat kecepatan yang paling cepat,

irama dikembalikan lagi menuju ke irama semula, yaitu lembut dan pelan. Jika

dirasakan, suara kentongan doro-muluk ini seperti sebuah irama kidung yang

dibawa angin malam, dari tidak jelas menjadi semakin jelas dan kembali lagi

menjadi tidak jelas dan kemudian hilang. Kentongan irama doro-muluk ini

biasanya menjadi pertanda bahwa suasana di sebuah wilayah tempat kentongan itu

dipukul, dalam keadaan aman. Sehingga irama doro-muluk memberi suasana

batin tentram.

Namun tidak untuk malam itu. Suara doro-muluk yang di bunyikan warga

yang masih tersisa, tidak untuk menggambarkan suara hati yang aman dan

tenteram, melainkan merupakan sebuah jeritan permohonan untuk dibebaskan dari

rasa takut dan cemas.

Page 223: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

223

PANDAWA KURAWA

Ketakutan dan kecemasan dirasakan oleh seluruh rakyat Ekacakra,

termasuk keluarga Resi Hijrapa. Malam itu, keluarga Resi Hijrapa, yang terdiri

dari isteri dan ketiga anaknya belum dapat terlelap. Segunung rasa takut dan

cemas menindih hati mereka. Hal tersebut berkaitan dengan keputusan raja yang

memutuskan bahwa salah satu dari tiga remaja anak Resi Hijrapa dikorbankan

untuk santapan raja.

Menurut tradisi negara Ekacakra, hari yang dipilih untuk mengadakan

korban bakaran secara besar-besaran adalah hari Anggara Jenar atau Selasa Paing,

yang jatuh pada bulan pertama pada setiap tahunnya. Dikatakan besar karena

sesaji yang dikorbankan paling lengkap, termasuk satu diantaranya adalah

‘ingkung’ manusia.

Lima hari lagi waktunya telah tiba, Resi Hijrapa belum memastikan siapa

diantara anaknya yang dipilih untuk dikorbankan. Karena ketidak berdayaan

untuk menolak perintah raja dan juga ketidak teganya mengorbankan salah satu

anaknya, ketenangan kewibawaan yang biasanya menjadi ciri khas bagi para resi,

tak sedikitpun tersisa. Resi Hijrapa gusar pikirannya dan bingung hatinya.

Walaupun dalam hati ia mempunyai kecenderungan untuk memilih, namun ia

tidak berani menyatakan dihadapan anak-anaknya. Oleh karena kesulitannya, Resi

Hijrapa membiarkan isteri dan ke tiga anaknya mengalami kecemasan yang

berkepanjangan.

Dalam situasi yang tidak berpengharapan itulah, tiba-tiba Raden Rawan

anak nomor dua menyatakan kesanggupannya untuk dijadikan korban bagi Prabu

Page 224: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

224

PANDAWA KURAWA

Dwaka. Mendengar kesanggupan Raden Rawan Resi Hijrapa, Nyai Resi dan dua

saudaranya terharu. Jika mau jujur, dengan pernyataan kesanggupan Raden

Rawan tersebut, Resi Hijrapa dibebaskan dari ketidakberdayaannya untuk

memilih salah satu diantara ketiga anaknya. Namun bagaimanapun juga sebagai

orang tua tentunya hatinya teriris, tatkala menyerahkan anaknya sebagai

pangewan-ewan raja..

Dimata orang tua dan keluarga, raden Rawan tidak mempunyai

keistimewaan. Selain tidak cukup tampan jika dibandingkan dengan kakak dan

adiknya Raden Rawan adalah anak yang paling pendiam dan sederhana. Namun

dibalik itu semua sesekali waktu, terutama pada saat-sat yang sulit, muncul

pribadi yang mengejutkan dan bahkan mecengangkan, yang tidak terduga

sebelumnya

Seperti yang terjadi pada saat itu, malam dingin beku, dan embunpun

mulai turun, tiba-tiba dihanggatkan oleh keberanian Raden Rawan untuk

menghadapi Prabu Dwaka dan siap mati menjadi ‘tawur agung.” Resi Hijrapa

ingin tahu apa yang mendasari keberanian anaknya tersebut. Dengan jujur raden

Rawan mengatakan dihadapan Bapak, ibu, kakak serta adiknya.

“Bapak dan Ibu, maafkan anakmu ini, jika pernyataanku menyakitkan hati

Bapak dan Ibu. Aku berani menghadapi Prabu Dwaka dan siap mati menjadi

santapannya, kare di keluarga ini aku adalah anak yang paling tidak berarti.

Menurut yang aku rasakan, bapak sangat menyayangi kakaku dan Ibu sangat

Page 225: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

225

PANDAWA KURAWA

mengasihi adikku. Sehingga jika aku yang dikorbankan keluarga ini akan segera

lupa kesedihannya, lupa akan aku dan cepat pulih kembali”

“Rawaaaan! Ooh Rawaaaan!”

Hampir bersamaan Resi Hijrapa dan Nyai Resi menubruk Rawan anaknya.

Kedua orang tua itu menangis seperti anak kecil. Pernyataan Rawan yang jujur

dan polos itu.sungguh telah menyadarkan bahwa selama ini tanpa disengaja ia

telah melakukan ‘mban cindhe, mban siladan.’ Mengemban anaknya yang satu

dengan kain cindhe empuk dan halus, dan mengemban anak yang lainnya dengan

siladan, sesetan bambu hitam yang tajam dan melukai. Resi Hijrapa dan Nyai Resi

telah pilih kasih dalam mendidik dan mendampingi ke tiga anaknya. Layaklah jika

padepokan Giripurwa ambyar diterpa badai ketakutan, karena guru utamanya saja

tidak berhasil dalam mengatasi ketakutan dan membagi keadilan di dalam

keluarga. Akibatnya para cantriknya pada pergi mengungsi dan sebagian menjadi

bebahu desa di Kalurahan Kabayakan.

“Tidaaaak! Tidak anakku, engkau tidak boleh menjadi korban. Biar aku

saja, orang tua ‘balilu’ yang tak tahu malu. Orang tua bangka yang tak banyak

guna”. Resi Hijrapa mengakui segala kedunguannya. Namun Rawan tetap pada

niatnya, bahwa ia ingin menjadi tumbal negara dan keluarga.

Suara gaduh di ruang tengah itu cukup menggangu Kunthi beserta anaknya

yang numpang di emper bagian depan. Bahkan telinga Kunthi telah mendengar

semua yang dibicarakan Keluarga Resi Hijrapa.

Page 226: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

226

PANDAWA KURAWA

Bersamaan dengan suara kokok ayam, ketegangan keluarga Resi Hijrapa

mulai reda. Mau tidak mau mereka harus mengakui kebenaran Raden Rawan.

Bahwa untuk memperkecil bencana keluarga, dirinyalah yang harus dikorbankan.

Kecuali jika Resi Hijrapa berani dan tegas menentang keputusan Prabu Dwaka,

dan berani mengatakan bahwa hal tersebut adalah jahanam, aku tidak sudi untuk

melaksanakan. Huh!

Ketika fajar nampak merekah diufuk timur, dan sinarnya mulai membagi

terang dan kehidupan bagi yang jahat, bagi yang baik dan bagi siapa saja tanpa

kecuali, keluarga Resi Hijrapa justru baru mulai terlelap dalam tidur. Entah karena

semalamnya belum tidur atau karena mereka enggan atau bahkan malu kepada

Matahari yang saban hari memberikan teladan bagaimana seharusnya untuk

berlaku adil kepada semua ciptaan.

Pada hari-hari yang masih tersisa, sikap Resi dan Nyai Hijrapa berubah

180 derajat terhadap Raden Rawan. Mereka ingin menebus kesalahan dalam

mendampingi anak-anaknya. Raden Rawan telah menyadarkan kedua orang

tuanya, bahwasannya mereka telah pilih kasih dalam memperlakukan ke tiga

anaknya. Jika sebelumnya Resi Hijrapa lebih memperhatikan dan mencintai anak

sulungnya, dan Nyai Hijrapa lebih dekat dengan anak bungsunya, sekarang

mereka lebih memperhatikan Raden Rawan anak yang lahir nomor dua.

Sesungguhnya Raden Rawan merasa risih atas perlakuan kedua orang

tuanya yang berlebih. Namun ia tidak akan mengungkapkannya kepada ke dua

orang tuanya. Raden Rawan sendiri ingin mengisi hari-hari terakhirnya dengan

Page 227: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

227

PANDAWA KURAWA

kebaikan dan kedamaian. Beberapa hari sebelum ia siap mati untuk menjadi

korban keganasan Prabu Dwaka, ia berpamitan kepada beberapa teman-temanya

dan beberapa orang yang ia hormati, termasuk diantaranya Lurah Sagotra dan

Rara Winihan.

Di mata Raden Rawan, Rara Winihan adalah pemimpin yang luar biasa. Ia

mampu memberikan semangat dan keberanian untuk mengatasi ketertindasan dan

memerangi ketidak adilan. Ia peduli terhadap warganya yang mengalami

kesulitan. Beberapa hari yang lalu Rara Winihan mengutus dua bebahu desa

menemui ayahnya, agar menolak menyediakan korban untuk Prabu Dwaka.

Namun ayahnya menolak usulan itu dengan halus. Ia tidak berani melawan Prabu

Dwaka.

Keteladanan Rara Winihan itulah yang membuat Raden Rawan berani

menjadi korban dengan dada membusung dan muka tengadah. Apalagi ia juga

mempunyai keyakinannya bahwa keberanian dan ketulusan akan dapat

menghancurkan kesewenang-wenangan.

“Aku bangga, engkau jujur dan pemberani. Terlebih engkau mempunyai

keyakinan yang kuat bahwa kesewenang-wenangan akan hancur oleh keberanian

dan ketulusan. Maju terus Rawan aku dan para bebahu desa Kabayakan berada

dibelakangmu.”

“Terimakasih Ibu Rara, aku mohon diri.”

Hari Anggara Jenar yang jatuh pada bulan pertama pada setiap tahunnya,

tinggal tiga hari lagi, Rara Winihan memutar otak, mencari strategi yang tepat

Page 228: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

228

PANDAWA KURAWA

untuk menghadapi Prabu Dwaka, pada saat menghidangkan korban Raden Rawan.

Ketika malam menjelang, di Kobongan Senthong tengah, Rara Winihan mendapat

pencerahan. Tiba-tiba ia teringat kepada Harjuna yang mempunyai jasa luar biasa

pada kehidupan rumah tangganya. Ia ingin menghadap Harjuna yang bersama

keluarganya berada di rumah Resi Hijrapa. Diajaknya Ki Lurah Sagotra untuk

menemui ibu dan saudara-saudara Harjuna.

Ki Lurah Sagotra dan Rara Winihan ditemui oleh Ibunda Kunthi dan para

Putra.

“Dhuh Ibu Kunthi dan para putra, saya beserta suami, sebagai yang

dituakan, mewakili seluruh warga desa Kabayakan menyampaikan terimakasih.

Kedatangan Ibu dan para putra membawa berkat yang melimpah kepada warga

Desa Kabayakan dan Giripurwa. Saya bersama pasangan saya telah mendapatkan

berkah kerukunan itu melalui Raden Harjuna. Demikian pula beberapa warga

yang mengungsi juga telah mendapatkan berkah pertolongan melalui Raden Bima.

Aku meyakini bahwa Hyang Maha Agung telah menuntun Ibunda Kunthi dan

para putra untuk singgah di wilayah ini dan melimpahkan berkahnya bagi seluruh

warga.”

“Rara Winihan, aku dan anak-anakku adalah orang orang yang numpang

makan dan tidur di tempat ini. Seharusnya kamilah yang mengucapkan

terimakasih kepada semua warga Desa Kabayakan dan Giripurwa, karena mereka

telah memberikan tempat dan makanan dengan ramah dan ikhlas. Aku secara

pribadi mohon maaf karena telah merepotkan banyak orang.”

Page 229: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

229

PANDAWA KURAWA

“Kerendahan hati seorang permaisuri Raja sungguh menakjubkan. Dengan

kerendahan hati seorang ibu sejati, aku berkeyakinan bahwa Ibunda Kunthi tidak

tega melihat penderitaan putra-putrinya.”

“Benar katamu Rara Winihan, aku tidak tega ketika melihat anakku

kembar kelaparan. Tetapi apa yang dapat kulakukan? Aku hanyalah seorang

wanita yang lemah dan miskin.”

“Bukankah ibu tinggal memerintahkan putra-putranya yang perkasa?”

“Tetapi aku kecewa dengan Harjuna, ia hanya meminta-minta makanan

kepadamu”

“Ampun Ibunda Kunthi, dua bungkus nasi bukanlah apa-apa jika

dibandingkan dengan berkah yang ditinggalkan. Oleh karena kehadiran Raden

Harjuna, aku dan suamiku boleh menikmati kebahagiaan suami isteri yang telah

kami tunggu hampir setahun lamanya.”

“Jika yang terjadi adalah kebaikan, itu bukan karena Harjuna, melainkan

karena kebaikan-Nya.”

“Iya Ibunda Kunthi, aku sependapat dengan Ibunda, termasuk juga berkat

kebaikan-Nya yang akan dilimpahkan kepada semua warga Kabayakan dan

Giripurwa melalui putra-putra Ibunda yang perkasa. Baru beberapa hari Ibunda

Kunthi dan para putra tinggal di rumah ini, semakin banyak warga yang datang di

tempat ini. Mereka yang telah mengetahui siapakah sesungguhnya Ibunda Kunthi

Page 230: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

230

PANDAWA KURAWA

dan putra-putranya, ingin meminta perlindungan atas kesewenang-wenangan

Prabu Dwaka”

“Rara Winihan, aku telah mendengarnya dari keluarga Resi Hijrapa yang

mendapat kewajiban mengorbankan salah satu anaknya kepada Prabu Dwaka.

Aku tidak tega ketika Rawan akan dikorbankan. Aku telah membujuk anakku

Bima untuk menolong keluarga Hijrapa, dengan menjadi silih korban. Namun

Bima belum menyanggupi, dengan alasan karena Resi Hijrapa tidak

memintanya.”

Kecerdasan dan kecekatan Rara Winihan telah menangkap sebuah peluang

yang sangat penting untuk sebuah pengharapan yang membebaskan. Bermula dari

rasa iba Ibunda Kunthi terhadap ketakutan dan penderitaan keluarga Resi Hijrapa,

khususnya Raden Rawan yang akan dikorbankan. Ibu Kunthi membujuk Bima

agar mau menolongnya. Bima mau menolongnya tetapi dengan syarat, agar Resi

Hijrapa-lah yang meninginkan pertolongan tersebut. Ibunda Kunthi

memakluminya kepada anak nomor dua ini. Orangnya sederhana dan jujur,

tentunya kalau tidak diminta, ia sungkan untuk menawarkan kemampuannya,

karena hal tersebut akan menggiring kepada kesombongan.

Rara Winihan tahu, tinggal satu hal lagi yang harus dikerjakan jika

semuanya akan menjadi beres, yaitu Resi Hijrapa mau datang memohon

belaskasihan kepada Kunthi untuk menolongnya.

“Ibunda Kunthi, jika Resi Hijrapa tahu siapakah sesungguhnya orang-

orang yang menumpang di rumahnya, tentu tanpa diminta pun ia akan tergopoh-

Page 231: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

231

PANDAWA KURAWA

gopoh bersujud meminta perlindungan. Namun karena saat ini ia sedang

mengalami tekanan yang luar biasa, Resi Hijrapa tidak memperhatikan orang-

orang disekitarnya. Baginya Ibunda Kunthi dan para putra sebatas seorang

penggembara yang numpang sementara di rumahnya. Sehingga Resi Hijrapa

beranggapan bahwa Ibunda Kunthi dan para putra tidak dapat menolongnya. Oleh

karenanya biarlah aku yang menghadap Resi Hijrapa untuk mengatakan hal ini.”

Tanpa menunggu jawaban Ibunda Kunthi, Rara Winihan undur diri, dan

segera menemu Resi Hijrapa.

Rara Winihan tidak mau membuang waktu, setelah mohon diri, Kunthi,

Puntadewa, Bimasena, Harjuna dan sikembar Nakula, Sadewa ditinggalkannya. Ia

menemui Resi Hijrapa diruang dalam. Sebelum Rara Winihan masuk, Rawan

mendahului keluar menyambut dengan wajah berseri-seri. Bocah remaja itu

mengalami sukacita didatangi Ibu Lurah dan Bapak Lurah yang sangat ia kagumi.

Apalagi di hari-hari terakhir sebelum ia dikorbankan, kehadiran seseorang yang

menjadi idola dapat menjadi kekuatan dan penghiburan.

“Bapa Resi, dua bebahu desa yang kami utus menghadap Bapa Resi

melaporkan bahwa Bapa Resi tetap akan mengorbankan Rawan, tidak adakah

jalan lain?

“Kami tidak menemukan jalan lain. Kecuali jika kami menolak. Dan itu

fatal akibatnya, seluruh keluargaku akan ditumpas.”

“Apakah tidak meminta tolong”

Page 232: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

232

PANDAWA KURAWA

“Orang yang mau menolong kami artinya ia mau menjadi silih korban

anakku. Saya tidak percaya bahwa ada orang yang bersedia menolong kami

dengan berani menggantikan anakku menjadi santapan Prabu Dwaka.”

“Bapa Resi, tahukah Bapa Resi siapakah sesungguhnya seorang janda

beserta ke lima anaknya yang numpang di rumah Bapa Resi?”

“Ibu Lurah, hatiku gelap dan pikiranku kalut sehingga tidak pernah

menanyakan siapakah mereka sesungguhnya.”

“Bapa Resi, merekalah yang akan menjadi dewa penolong, jika Bapa mau

menemuinya untuk memohon pertolongan.”

“Ibu Lurah, siapakah sesungguhnya mereka?”

“Mereka adalah Ibu Kunthi dan Pandhawa Lima”

“Benarkah Ibu Lurah?

Rara Winihan mengganguk mantap. Pernyataan Rara Winihan bagaikan

matahari yang tiba-tiba muncul memecah mendung kelabu. Wajah Resi Hijrapa

berseri. Secercah harapan baru menyembul dari sanubarinya. Dengan tergopoh-

gopoh, Resi Hijrapa berjalan menuju ruang depan, tempat Kunthi dan anak-

anaknya menumpang. Rara Winihan, Lurah Sagotra dan Raden Rawan

mengikutinya.

Sesampainya di depan Kunthi, Resi Hijrapa bersimpuh dan menghaturkan

sembah di depan kaki Kunthi, untuk memohon pertolongan.

Page 233: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

233

PANDAWA KURAWA

“Ibu Prameswari maafkan hamba si tua bangka yang bodoh ini, jauhkan

dari tulah sarik, dari kutuk dan dari hukuman, karena kesalahan hamba. Hamba

telah memperlakukan Ibu Prameswari dan para pewaris tahta Hastinapura dengan

sangat tidak layak.”

“Bapa Resi janganlah merendahkan dan menghinakan dirimu sendiri,

duduklah, dan bicaralah dengan wajar, katakanlah apa yang engkau inginkan dari

kami.”

“Dhuh Ibu Prameswari, ampunilah kesalahanku, karena penyambutanku di

rumah ini tidak sesuai denga kedudukan Sang Ibu Kunthi beserta para putra.”

“Sudahlah Bapa Resi. Bapa Resi tidak bersalah. Kamilah yang telah

merepotkan Bapa resi dan keluarga. Tetapi bukankah ada sesuatu yang lebih

penting dari semuanya itu. Katakanlah Bapa Resi”

Karena kehalusan budi dan kerendah hati dan belas-kasih Sang Ibu

Kunthi, Resi Hijrapa memberanikan diri untuk menceritakan masalah berat yang

dihadapi oleh keluarganya dan kemudian memohon pertologannya. Dewi Kunthi

yang sudah mendengar dan mengetahui semuanya, bahkan sudah berembug

masalah ini dengan Bima anaknya, menyarankan kepada Resi Hijrapa agar

langsung meminta bantuan kepada anaknya yang nomor dua yang bernama

Bimasena. Karena dialah orangnya yang tepat untuk melakukan pertolongan ini.

Bima adalah sosok yang sederhana dan jujur, ia selalu siap memberikan

pertolongan kepada siapapun yang membutuhkan, apalagi jika yang bersangkutan

datang memohon langsung kepada dirinya, maka akan semakin mantaplah ia

Page 234: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

234

PANDAWA KURAWA

melakukan pertolongan. Ketika ditemui Resi Hijrapa, Bima bersedia dikorbankan

sebagai ganti Rawan anaknya. Resi Hijrapa sangat lega, terbebas dari beban berat

yang menindihnya.

Sesaat setelah Bima menyanggupkan diri menjadi sesaji yang akan

dipersembahkan kepada Prabu Dwaka, datang serombongan perajurit Ekacakra

dengan jumlah yang lebih banyak dari jumlah perajurit yang kemarin lusa

mencegat para pengungsi. Mereka melacak keberadaan seorang tinggi perkasa

yang telah menolong para pengungsi dan mengalahkannya. Ketika kemudian

mereka menemukan orang yang dimaksud yaitu Bima di rumah Resi Hijrapa,

maka kemudian mereka datang dengan maksud menawan Bima. Bima dengan

dibantu oleh Harjuna bermaksud melawannya.

Namun sebelum peperangan terjadi Lurah Sagotrra didampingi Rara

Winihan menyerukan kepada pemimpin perajurit Ekacakra, agar mau bersabar.

Kecerdasan Rara Winihan berhasil mempengaruhui pimpinan perajurit untuk

membatalkan niatnya nenangkap Bima. Dengan alasan bahwa Bima telah

menyanggupkan diri sebagai korban untuk Prabu Dwaka.

”Di rumah ini segala sesuatunya telah disiapkan. Jika pimpinan perajurit

mau menangkap Raden Bima dan Raden Bima melawan, maka akan terjadi

pertempuran. Jika pertempuran terjadi di rumah ini maka semuanya yang ada

bakal rusak dan hancur. Termasuk juga ubarampe sesaji yang telah dipersiapkan.

Jika hal ini benar-benar terjadi, artinya para perajurit telah menghancurkan

persiapan sesaji yang akan dipersembahkan kepada raja, termasuk calon

Page 235: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

235

PANDAWA KURAWA

korbannya yaitu Raden Bimasena. Jika pemimpin perajurit akan nekat

memaksakan kehendak, aku sebagai lurah di wilayah ini akan menghadap raja dan

menghaturkan bahwa calon sesaji yang telah dipersiapan dirusak oleh perajurit

Ekacakra sendiri.”

Mendengar seruan Ibu Lurah yang lantang tersebut, pemimpin perajurit

tanpa berucap sepatah kata pun membalikan kudanya bersama dengan pasukannya

meninggalkan rumah Resi Hijrapa. Mereka takut jika tindakannya menangkap

orang tinggi perkasa dianggap mengacaukan persiapan korban terbesar sepanjang

tahun yang akan diadakan besok lusa.

Kabar kesanggupan Bima mau menjadi korban santapan menggantikan

Rawan cepat tersebar di Desa Sendangkandayakan dan pertapaan Giripurwa.

Mereka berdatangan di rumah Resi Hijrapa. Ketika ditemuinya ada Lurah Sagotra

dan Rara Winihan, semakin mantaplah mereka bergabung.

Ketika tiba saatnya, hari Anggara Jenar yang jatuh pada bulan pertama

pada setiap tahunnya, Resi Hijrapa telah siap dengan sesajinya. Rara Winihan

berperan besar dalam pembuatan sesaji. Ia telah menutupi badan Bima dengan

parutan kelapa muda yang dimasak bothok.

Pagi itu mereka membawa sesaji komplit meninggalkan Rumah Resi

Hijrapa, menuju keraton Ekacakra. Selain Bima sendiri, yang mengiringi sesaji

dari Giripurwa adalah : Harjuna, Rawan, Rara Winihan, Lurah Sagotra, Resi

Hijrapa, warga Sendangkandayakan dan Giripurwa. Dengan keberadaan Bima

diantara mereka, mereka tidak takut, karena mereka percaya dengan nama besar

Page 236: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

236

PANDAWA KURAWA

Pandhawa Lima dan sebagian dari mereka telah melihat kesaktian Bima waktu

menolong para pengungsi.

Barata

Sesampainya di balairung keraton Ekacakra, sesaji dari Giripuwa yang

berupa Bima dibumbu bothok menarik perhatian banyak orang termasuk Sang

Prabu Dwaka, karena sosok Bima yang tinggi besar sepadan dengan Prabu

Dwaka.

Setelah segalanya siap, upacara sesaji dimulai dengan pemukulan gong

beri tiga kali. Selesai gaung gong yang ketiga, mereka mulai melakukan

pembakaran aneka macam daging dan ikan secara serentak. Di tengah-tengah

membumbungnya asap bakaran, Prabu Baka berjalan keliling sebelum mendekati

korban mausia yaitu Bima Bothok. Baru setalah langkahnya tertuju kepada Bima

Bothok, perutnya mulai keroncongan, dan air liurnya mengumpul di ujung

lidahnya.

Sitihinggil Ekacakra penuh dengan asap korban bakaran. Prabu Dwaka

mulai merasa lapar mencium bau asap dari daging yang dibakar. Terlebih ketika

melihat Bima yang diberi bumbu bothok, ia mengarahkan langkah dan

pandangannya menuju korban yang di sajikan dari Giripurwa. Selangkah demi

selangkah kaki yang besar dan berat itu menginjak bumi, dan menimbulkan getar

disekitarnya. Bimasena, Arjuna, Lurah Sagotra, Rara Winihan, Rawan dan para

pengiring mulai meningkatkan kewaspadaan. Kecuali Bima dan Arjuna, jantung

Page 237: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

237

PANDAWA KURAWA

mereka berdetak semakin cepat merasakan getar tanah yang ditimbulkan oleh

langkah Prabu Dwaka, hawa dingin mulai mengalir dari ujung kaki dan telapak

tangan mereka.

Prabu Dwaka semakin tidak kuasa menahan lapar, melihat sosok Bima

yang berbadan tinggi besar, berotot kuat dan kencang, berlumuran bumbu bothok

kesukaannya. Karena tertariknya dengan sosok Bima, Prabu Dwaka tidak

memperhatikan rangkaian korban yang lain yang telah disiapkan oleh Rara

Winihan di dalam sebuah gerobak. Tangan Prabu Dwaka yang besar kuat, penuh

dengan bulu, mendulit bumbu bothok di tubuh Bima.

“Hmm enaaak”

Bima tidak gentar menghadapi Prabu Dwaka. Sejak ia sanggup menjadi

korban untuk menggantikan Rawan, ia sudah siap lahir batin. Ditatapnya Prabu

Dwaka dihadapannya dengan ketajaman mata laksana burung hantu. Otot tubuh

yang menjadi daya kekuatan Bimasena mulai dikencangkan.

Prabu Dwaka tidak sabar, dengat cepat ia menyahut Bima. Jika pada

korban sebelumnya, baik yang bulanan maupun yang tahunan, korban hanya dapat

menjerit dan kemudian diam, kali ini tidak ada jeritan. Bima mampu menepis

tangan Prabu Dwaka dengan kekuatan yang lebih besar. Prabu Dwaka terkejut

bukan kepalang, merasakan kekuatan besar yang keluar dari calon koorbannya.

Ulah Bima yang belum pernah dilakukan oleh para korban sebelumnya, justru

meningkatkan selera Prabu Dwaka. Ia dengan tawa sinisnya mengelilingi Bima,

ingin mempermainkan calon korbannya sebelum disantapnya.

Page 238: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

238

PANDAWA KURAWA

Namun yang apa yang terjadi sungguh mengejutkan, terutama bagi Prabu

Dwaka. Bima dengan cepat dan tiba-tiba melayangkan kakinya ke dada Prabu

Dwaka. Prabu Dwaka senggoyoran hampir jatuh. Ia baru sadar, bahwa korban

yang disajikan kali ini bukan orang sembarangan. Prabu Dwaka menatapnya Bima

dengan kemarahan puncak. Bima tidak mau kalah, ia balas menatapnya sembari

berdiri teguh, seteguh batu karang. Dengan menghimpun kekuatan, Prabu Dwaka

menerkam Bima. Kali ini Bima menghindar. Prabu Dwaka semakin marah. Dan

sebentar kemudian terjadilah pertepuran yang dahsyat. Dikarenakan keduanya

tidak merasa leluasa bertempur di pelataran sitihinggil, maka tanpa kesepakatan

pertempuran bergeser keluar dari sitihinggil menuju ke alun-alun.

Korban besar tahunan menjadi kacau. Para pelaku korban, petugas jaga,

para perajurit dan pengawal raja, menghentikan aktifitasnya. Mereka bersama-

sama menyaksikan pertepuran langka. Bahkan orang-orang mulai berdatangan ke

alun-alun untuk menyaksikan pertempuran dahsyat sepanjang abad.

Para pajurit yang setia kepada raja, ikut geram kepada Bimasena. Namun

dibalik kegeramannya, mereka mengakui keberanian Bima untuk melawan raja

mereka. Karena selama mereka mengabdi kepada Prabu Dwaka, belum pernah ia

menjumpai seseorang yang berani kepada raja mereka. Barulah sekarang untuk

yang pertamakali ia menyaksikan ada orang yang berani melawan raja mereka

dengan tidak menampakkan ketakutannya.

Page 239: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

239

PANDAWA KURAWA

Walaupun diantara mereka pernah menyaksikan dan merasakan kesaktian

Bima ketika menolong para pengungsi, mereka semakin tergetar keberaniannya

menyaksikan kehebatan Bima saat melawan Prabu Dwaka.

Sementara itu, bagi mereka, baik para perajurit atau kawula Ekacakra yang

selama ini tidak senang dengan raja mereka, sangat berharap agar Bima berhasil

memenangkan pertempuran.

Hari semakin siang, matahari telah hampir berada di tengah. Pertempuran

berlangsung semakin seru. Keduanya saling mengeluarkan ilmu-ilmu andalan.

Debu mengepul, mengelilingi dan menutupi Prabu Dwaka dan Bimasena. Para

penonton tidak dapat lagi melihat keduanya dengan jelas. Namun melalui suara

yang ditimbulkan mereka dapat ikut merasakan bahwa pertempuran tersebut

semakin dahsyat. Oleh karenanya para penonton semakin mundur dengan

perasaan cemas, sehingga tempat bertempur pun menjadi semakin luas.

Beberapa saat kemudian, debu yang membumbung perlahan-lahan pergi

dibawa angin. Dari kejauhan, tampaklah Bimasena dan Prabu Dwaka berdiri

berhadapan. Rupanya mereka sepakat untuk beristirahat sejenak sambil mengatur

napas mereka masing-masing. Tidak beberapa lama kemudian, pertempuran

dilanjutkan kembali.

Prabu Dwaka yang lapar karena belum berhasil menyantap korban,

bertempur dengan membabi buta. Ia ingin segera mengakhiri pertempuran.

Namun lawannya bukanlah orang sembarangan, ia mempunyai ilmu tingkat tinggi

yang jarang ada tandingannya. Oleh karenanya, Prabu Dwaka menjadi frustasi

Page 240: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

240

PANDAWA KURAWA

karena tidak dapat segera mengalahkan Bimasena. Sebaliknya, Bimasena menjadi

semakin tenang dan mantap. Sehingga dengan demikian ia dapat dengan jelas

melihat kelemahan daya pertahanan lawannya. Pusaka Kuku Pancanaka andalan

Bimasena telah disiapkan. Dan pada saat yang tepat, Bimasena berhasil

menyarangkan Kuku Pancanaka ke dada Prabu Dwaka.

Terdengar suara teriakan menggelegar dan disusul dengan robohnya tubuh

Prabu Dwaka yang tinggi besar. Sorak membahana gemuruh menyambut

kemenangan Bimasena. Beberapa pengawal yang setia Raja mengarahkan mata

tombaknya ke dada Bimasena, namun sebelum Bimasena luka, Arjuna dengan

tangkas menarik busur dan melepaskan anak panahnya dalam jumlah banyak.

Maka berjatuhanlah mereka. Pengawal yang lain tergetar hatinya, melihat

kesaktian Arjuna dalam memananh.. Mereka mengurungkan niatnya membela

rajanya, dan meyerah dihadapan Bimasena.

Setelah dipastikan bahwa Prabu Dwaka sudah gugur, para kawula

Ekacakra memohon agar badan Prabu Dwaka yang sudah tidak bernyawa

dipisahkan, yang satu ditanam di gunung gamping barat yang satu ditanam di

gunung gamping Timur. Menurut kepercayaan, hal tersebut dimaksudkan untuk

menghilangkan energi negatif yang akan ditimbulkan oleh raga Prabu Dwaka.

Pada puncak korban tahunan kali ini, tidak ada lagi kawula yang

dikorbankan, melainkan Prabu Dwaka sendiri dan beberapa pengawalnya yang

menjadi korban.

Page 241: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

241

PANDAWA KURAWA

Prabu Baka atau Prabu Dwaka yang menjadi sumber ketakutan kawula

Ekacakra telah dihancurkan oleh Bimasena. Para pejabat, pengawal perajurit dan

pengikut yang selama ini berada di lingkaran pusat kekuasaan merasa terancam

keberadaannya. Pengawal raja lapis pertama yang mengandalkan insting jika

rajanya ada dalam bahaya dengan cepat menyerang Bima yang telah mencelakai

tuannya, namun dengan cepat pula dilumpuhkan oleh panah Arjuna.

Walaupun tenaganya belum pulih, setelah mengalahkan Prabu Dwaka,

Bima sendiri juga telah bersiaga untuk menghadapi para pengawal dan pengikut

Prabu Dwaka yang tidak terima akan kematian Rajanya. Namun tidak ada lagi

yang menyerang Bima setelah serangan pengawal lapis pertama gagal total.

Mereka keder juga menyaksikan kesaktian Bima yang menggetarkan.

Ditambah lagi bahwa rombongan pembawa korban dari Giripurwa

terdapat orang sakti selain Bima, yang ahli menggunakan senjata panah.

Kesaktiannya dalam memanah telah ditunjukkan ketika membendung serangan

para pengawal raja lapis pertama yang hendak mengeroyok Bimasena. Orang sakti

tersebut adalah adik Bimasena yang bernama Arjuna. Ia memang sengaja

mennunjukan kesaktiannya agar yang lain jera, sehingga dengan demikian akan

mengurangi korban.

Kesaktian memanah yang ditunjukan Arjuna dengan melumpuhkan

puluhan korban dalam waktu sekejab merupakan ilmu terbaik Sokalima.

Ditambah pula dengan pusaka ali-ali ampal dari Prabu Ekalaya raja Paranggelung,

membuat ilmu memanah Arjuna tidak tertandingi. Maka jika pun pengawal lapis

Page 242: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

242

PANDAWA KURAWA

dua berniat melawan Bima dan Arjuna dapat dipastikan nasibnya akan sama

seperti pengawal lapis pertama yang dalam sekejap roboh bersamaan.

Untung saja gebrakan awal Arjuna berhasil membuat nyali para pengawal

raja menciut, sehingga mereka mengurungkan niatnya untuk melawan Bima dan

Arjuna. Karena sudah tidak punya nyali untuk melawan, para pejabat, pengawal

dan pengikut setia Prabu Dwaka kini sudah tidak setia lagi, mereka meletakan

senjata dan menyerah.

Sorak sorai membahana. Kawula Ekacakra merayakan kemenangan.

Korban bakaran yang sedianya diperuntukan untuk kehormatan dan kekuasaan

raja menjadi korban sukacita dan pesta kemenangan rakyat Ekacakra. Bimasena

dielu-elukannya dan juga Arjuna. Hal yang lebih membanggakan dirasakan oleh

rombongan korban dari Giripurwa. Karena berawal dari Bima yang hadir di

wilayahnya dan bersedia menjadi silih korban menggantikan Rawan, akhirnya

mampu menumbangkan angkaramurka dan menanamkan ketamakan Prabu Baka

di gunung Gamping yang beku.

Gugurnya Prabu Baka membuat keadaan negeri Ekacakra secara

keseluruhan berbalik 180 derajat. Jika sebelumnya rasa takut dan suasana

mencekam melanda setiap hati kawula Ekacakra, kini setelah Prabu Baka gugur,

suasana berubah menjadi sukacita dan lepas bebas dari takut dan cemas. Seluruh

rakyat menjadi tenteram karenanya.

Dengan perubahan itu, beberapa bebahu desa Kabayakan teringat akan

kata-kata Rara Winihan yang memberikan pengharapan, bahwa tidak lama lagi

Page 243: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

243

PANDAWA KURAWA

desa Kabayakan akan terbebas dari rasa cemas takut. Bahkan Desa ini akan

mendapat anugerah yang begitu besar.

Tanda akan datangnya anugerah besar itu di sampaikan oleh Hyang Widi

Wasa lewat mimpinya. Pada dini hari tadi, Rara Winihan bermimpi sedang

melakukan perjalanan ke dusun-dusun, bersama Ki Lurah Sagotra, Para Bebahu,

dan beberapa orang yang dituakan. Sesampainya di setiap dusun yang mereka

kunjungi, para warga mengelu-elukan rombongan Lurah Sagotra. Suasana

kunjungan tersebut mirip sebuah perjalanan pesiar. Diakhir perjalanannya,

rombongan Lurah Sagotra memasuki jalur sungai. Keanehan terjadi, mereka

berjalan di atas sungai dan kakinya tidak menyentuh air.

Dan benarlah, makna yang terselubung dalam mimpi, bahwa jika orang

yang bermimpi berjalan di atas air, akan mendapat kabegjan anugerah yang luar

biasa. Kini mimpi Rara Wunihan telah menjadi kenyataan.

Selain Bima dan Arjuna nama Rara Winihan menjadi semakin berkibar.

Banyak kawula Giripurwa menginginkan Ibu Lurah tersebut menempati jabatan

yang lebih tinggi lagi. Namun Rara Winihan menolaknya. Ia justru menjadi malu,

karena sesungguhnya ia hanyalah seorang yang tidak berarti dibandingkan dengan

Bimasena dan Arjuna, atau dengan Ibu Kunthi. Ia hanyalah istreri Lurah Sagotra,

Kanca Wingking yang seharusnya hanya berada di wilayah belakang.

Ambisi para bebahu yang ingin mengangkat dirinya menduduki jabatan

yang lebih tinggi, justru telah menyadarkan dirinya, bahwa langkah yang ia

Page 244: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

244

PANDAWA KURAWA

jalankan selama ini telah kemajon, atau terlalu ke depan dibandingkan dengan

peran yang seharusnya ia jalani, yaitu sebagai isteri Lurah, tidak lebih.

Pada keesok harinya ketika semuanya berkumpul di Rumah Resi Hijrapa,

tak satupun rasa takut menyusup di hati dan pikiran mereka. Sehingga yang

nampak adalah wajah-wajah ceria yang terbebas dari kecemasan. Dalam

kesempatan tersebut, Resi Hijrapa, Rawan, Lurah Sagotra dan Rara Winihan

mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada Ibu Kunthi, Bimasena dan

Arjuna. Selain itu Resi Hijrapa dan kemudian diikuti oleh Rawan, Ki Lurah

Sagotra dan Rara Winihan menyatakan diri, jika kelak terjadi perang besar antara

Pandhawa dan Korawa yang disebut Bharatayudha mereka siap membantu

Pandhawa sebagai tawur awal pada perang tersebut. Kunthi dan Pandhawa sangat

terharu merasakan ketulusan yang dinyatakan mereka untuk siap berkorban bagi

Pandhawa.

Sepeninggal Prabu Dwaka, kerajaan Ekacakra komplang, tanpa raja.

Untuk sementara sebelum sampai kepada orang yang paling berhak menduduki

tahta, kebijaksanaan kerajaan dipasrahkan kepada Prabu Durpada yang

memerintah di negara Pancala. Karena wilayah Ekacakra bergandengan dengan

wilayah Pancala.

Page 245: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

245

PANDAWA KURAWA

SEKUTU PRINGGODANI

Banyak orang tidak percaya Prabu Baka atau Prabu Dwaka telah gugur.

Lalu siapa yang berani melawannya, bahkan sampai berhasil mengalahkan dan

membunuhnya? Kalau ia manusia pastilah ia bukan manusia biasa, tetapi manusia

keturunan dewa. Atau malah mungkin ia seorang dewa yang menyamar jadi

manusia?. Untuk memastikan kebenaran kabar itu, orang-orang berduyun-duyun

menuju Padepokan Giripurwa.

Sesampainya di Giripurwa orang banyak telah lebih dahulu berada di sana.

Kedatangnya mereka selain untuk memastikan kebenaran tentang gugurnya Raja

pemakan manusia itu, mereka juga ingin melihat dari dekat kesatria yang telah

berhasil membunuh Prabu Dwaka.

Selama sepekan, terhitung sejak gugurnya Prabu Dwaka, pada setiap

harinya padepokan Giripurwa dibanjiri oleh orang-orang dari berbagai penjuru

negeri Ekacakra. Ekspresi kelegaan dan sukacita memancar dari wajah mereka.

Bimasena menadat ucapan terimakasih krena keberhasilannya menyingkirkan

angkaramurka yang menjadi sumber kecemasan dan ketakutan.

Setelah semua menjadi reda, suasana kembali normal, bahkan ketentraman

dan kedamaian mulai dirasakan, Ibu Kunthi dan kelima anaknya berpamitan

kepada resi Hijrapa, meninggalkan Giripurwa. Tidak lupa mereka juga berpamitan

kepada Lurah Desa Kabayakan, Kyai Sagotra dan Rara Winihan, beserta seluruh

warganya.

Page 246: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

246

PANDAWA KURAWA

Rasa haru meremas kalbu. Tak kuasa mereka menahan tetesan air mata

dari bola-bola mata yang bening bersahaja. Sesungguhnya mereka mengharapakan

para kesatria Pandhawa dan Ibu Kunthi yang luhur budi agar berkenan tinggal

untuk memimpin negeri. Mereka merindukan sosok pemimpin yang sepi ing

pamrih, rame ing gawe. Pemimpin yang mengayomi dan mencintai rakyatnya.

Namun tangan-tangan mereka tak kuasa menahannya. Lambaian tangan

mengantar kepergian Kunthi dan Pandhawa.

Walaupun setelah membelok di sudut desa, Kunthi dan Pandhawa sudah

tidak nampak lagi, mata hati mereka justru semakin jelas memandang ketulusan

hati yang telah dikorbankan oleh Ibu Kunthi dan anak-anaknya.

Kunthi, Puntadewa, Bimasena, Arjuna dan sikembar Nakula Sadewa telah

jauh meninggalkan Padepokan Giripurwa. Mereka tidak ingin kembali ke

Hastinapura. Peristiwa Bale Sigala-gala telah membuat mereka trauma. Walaupun

ketika tinggal di kahyangan Saptapertala, Kunthi telah berusaha agar Sadewa dan

Nakula dapat melupakan peristiwa yang mengerikan di Bale Sigala-gala, hingga

saat ini si kembar belum mau memasuki bumi Hastina

Oleh karenya Kunthi dan kelima anaknya bertekad hidup seperti layaknya

seorang Brahmana yang sedang menjalani laku tapa, berjalan tanpa tujuan, masuk

keluar hutan dalam waktu yang tak terbatas. Mereka menggunakan pakaian dari

kulit binatang, memakan buah-buahan dan akar-akaran yang ditemuinya di hutan.

Siang malam Bima dan Arjuna selalu waspada menjaga ibu dan saudara-

saudaranya dari serangan binatang buas dan juga raksasa hutan.

Page 247: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

247

PANDAWA KURAWA

Kabar gugurnya Prabu Dwaka terdengar jauh sampai di negara

Pringgandani. Prabu Arimba raja Pringgandani yang bermuka raksasa ini masih

terhitung sahabatnya Prabu Baka, terbakar hatinya mendengar kabar tersebut. Ia

mengutus Arimbi adiknya, yang bermuka raseksi, untuk mencari tahu siapkah

orang yang telah membunuh Prabu Dwaka. Jika sudah ketemu, Arimbi diberi

kuasa untuk membunuhnya. “Namun jika kamu tidak dapat membunuhnya,

segeralah pulang ke Pringgandani, biar aku sendiri yang akan membunuhnya.”

Kata Prabu Arima kepada Arimbi adiknya.

Saat itu juga Arimbi, meninggalkan Negara Pringgandani sendirian,

menuju Negara Ekacakra. Sesampainya di Ekacakra ia mendapat keterangan

untuk menuju ke Padepokan Giripurwa. Namun sesampainya di Giripurwa, yang

dicari sudah tidak ada. Arimbi kecewa. Ia kemudian mencari keterangan

mengenai ciri-ciri orang yang telah membunuh Prabu Dwaka

Setelah mendapat keterangan cukup jelas dari salah seorang warga Desa

Kabayakan, mengenai ciri-ciri kesatria yang telah membunuh Prabu Dwaka,

Arimbi segera mencari keberadaannya. Berkat pengalamannya dan daya

penciumannya yang tajam Arimbi tidak kesulitan menemukan jejaknya.

Di Hutan Waranawata Kunthi dan kelima anaknya berada. Dan Arimbi

telah menemukannya. Arimbi mengamati mereka dari balik lebatnya pepohonan.

Menurut ciri-ciri yang disampaikan oleh warga Desa Kabayakan, sungguh

benarlah bahwa keenam orang itu adalah Kunthi dan ke lima anaknya. Salah satu

Page 248: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

248

PANDAWA KURAWA

diantara anak Kunthi, adalah pembunuh Prabu Dwaka. Namanya Bimasena.

Orangnya tinggi perkasa.

Arimbi mengarahkan pengamatannya kepada orang yang dimaksud.

Namun ketika ia melihat Bimasena, hatinya berdesir. Ada gelombang magnet

yang luar biasa besar, yang menarik-narik hatinya. Arimbi tak kuasa menahan

gejolak itu. Pada pandangan pertama, hati Arimbi telah tertambat kepada sosok

perkasa yang mempesona.

Terdorong oleh hasratnya yang tak mungkin dibendung, Arimbi bergerak

ringan menghampiri Bimasena yang sedang duduk bersama Ibunda Kunthi.

Keduanya terkejut, terlebih Bima, yang tidak tahu dari mana arah datangnya, tiba-

tiba ada sosok raseksi bersimpuh dihadapannya.

Sesampainya di depan Kunthi dan Bima, Arimbi menjadi lupa tujuan

semula, untuk membuat perhitungan dengan orang yang membunuh Prabu

Dwaka. Ketika mata Arimbi menatap Bima dari jarak dekat, ia terkena panah

asmara, yang lepas dengan sendirinya dari pribadi mempesona. Kunthi menyapa

dengan lembut, apa maksud kedatangannya? Arimbi tidak segera dapat menjawab

pertanyaan Kunthi. Memang pada semula ia bermaksud membuat perhitungan

dengan orang yang telah membunuh Prabu Dwaka. Namun kenyataannya Arimbi

tidak berdaya setelah menemukan orang yang dimaksud. Bahkan ia dengan terus

terang menyatakan jatuh cinta kepada Bimasena. Kunthi tersenyum lembut. Ia

memahami hati seorang wanita yang lebih mengutamakan perasaannya

dibandingkan dengan pikirannya.

Page 249: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

249

PANDAWA KURAWA

Arimbi yang diutus oleh Prabu Arimba raja Pringgandani, untuk mencari

pembunuh Prabu Dwaka, telah menemukan orangnya di Hutan Waranawata, yang

bernama Bimasena Dengan tidak terduga pula, ternyata Bimasena adalah anak

Pandhudewanata, raja Hastinapura yang telah membunuh ayah Arimbi yang

bernama Prabu Tremboko, raja Hastinapura sebelum Prabu Arimba..

Namun hal tersebut tidaklah mampu menyulut dendam dan kebencian

Arimbi kepada Bimasena. Karena Arimbi telah terkena panah asmara, yang lepas

dengan sendirinya dari pribadi mempesona sang Bimasena. Arimbi menjadi lupa

tujuan semula, untuk membuat perhitungan dengan orang yang membunuh Prabu

Dwaka..

Arimbi, yang adalah seorang rasaksa wanita, mempunyai postur yang

tinggi besar, melebihi postur wanita pada umumnya, wanita biasa yang bukan

raseksi, sangatlah mendambakan sosok tinggi besar dan gagah perkasa. Apalagi

sosok tinggi besar dan gagah perkasa tersebut bukan dari golongan raksasa, tetapi

dari golongan kesatria seperti halnya Bimasean. Tentu saja Arimbi terpana.

Sebagai seorang raseksi, Arimbi tidak sungkan-sungkan menyatakan

gejolak hatinya yang meluap-luap, di depan Ibu Kunthi dan Bimasena, bahwa ia

telah jatuh cinta kepada Bimasena pada pandangan pertamanya. Kunthi

menanggapi pernyataan Arimbi, dengan senyum dan kelembutan. Namun Bima

justru merasa risih dan tidak senang, sembari menggerutu, dasar raseksi, tidak

tahu diri.

Page 250: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

250

PANDAWA KURAWA

Atas sikap Bimasena tersebut, Arimbi menangis, memohon pertolongan

Kunthi, agar Bimasena mau memperisterinya. Kunthi tidak dapat berbuat apa-apa.

Karena pada dasarnya semuanya itu bergantung kepada Bimasena yang

menjalaninya. Namun Kunthi menyarankan agar Arimbi mau bersabar.

Arimbi tidak sakit hati ditolak Bimasena. Ia justru semakin mengagumi

sosok Bima yang jujur dan tegas. Panah Asmara yang tidak pernah dilepaskan

Bimasena kepada Arimbi, pada kenyatanya telah menembus sangat dalam di

lubuk hati Arimbi. Ajaib memang. Cinta membuat segalanya baru. Pandangan

Arimbi terhadap Bimasena berubah seratus delapan puluh derajat. Dari musuh

menjadi orang yang digandrunginya.

Walaupun Bimasena tidak pernah mempedulikannya, bahkan tidak

senang, Arimbi tetap saja mengikuti kemana Bima dan keluarganya pergi. Nasihat

Kunthi agar bersabar, menjadi kekuatan bagi Arimbi untuk bertahan dalam

menyalakan api cintanya kepada Bimasena. Karena ia menyakini, dibalik

kesabaran yang dijalaninya dengan tulus, ada sebuah harapan. Harapan bahwa jika

tiba pada waktunya, ia dapat bersanding dengan pujaan hatinya. Saat itulah dapat

diibaratkan seperti rumput kering yang mendamba siraman air hujan, untuk

tumbuh menghijau.

Hingga sampai hitungan bulan, Bima tidak menampakkan perubahan sikap

kepada Arimbi. Bahkan Bima semakin merasa risih terhadap tingkah laku Arimbi

yang ditujukan kepada dirinya dan juga kepada keluarganya. Namun tidaklah

demikian dengan Ibunda Kunthi. Kunthi justru merasa iba kepada Arimbi, yang

Page 251: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

251

PANDAWA KURAWA

tidak hanya mengikutki kemana Pandhawa pergi, tetapi juga selalu membantu,

melayani dan menyediakan apa saja yang menjadi kebutuhan Kunthi dan

Pandhawa.

Disuatu pagi nan cerah, datanglah beberapa punggawa Pringgandani yang

diutus Prabu Arimba menemui Arimbi. Arimbi merasa dirinya telah mengkianati

perintah kakaknya. Maka dengan jujur Arimbi berkata kepada utusan raja, bahwa

ia tidak kuasa untuk berperang kepada orang yang membunuh Prabu Dwaka,

apalagi sampai mencelakainya, karena ia telah jatuh cinta kepadanya.

Dengan baik-baik Arimbi memerintahkan beberapa punggawa utusan,

untuk pulang dan melaporkan kepada raja apa adanya.

Prabu Arimba tak mampu mengendalikan emosinya, tatkala para

punggawa memberikan laporan tentang keberadaan Arimbi dan juga sikap Arimbi

yang telah membelot bersama musuh. Apalagi dalam laporan tersebut

diungkapkan pula, bahwa Bimasena pembunuh Prabu Dwaka adalah anak

Pandudewanata.

Braaak! Prabu Arimba memecah meja di depannya. Para punggawa

gemetar ketakutan. Suara gemuruh didada Prabu Arimba menimbulkan hawa

panas. Hawa panas tersebut memenuhi Balairung Negara Pringgandani.

Arimbi adalah satu-satunya adik perempuan dan sangat dicintainya.

Namun ia sangat murka bilamana Arimbi jatuh cinta kepada anak Pandudewanata

yang telah membunuh ayahanda Prabu Tremboko.

Page 252: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

252

PANDAWA KURAWA

Semenjak naik tahta menggantikan Prabu Tremboko yang gugur di tangan

Pandudewanata, Prabu Arimba ingin mengadakan perhitungan dengan

Pandudewanata. Namun niat itu tidak kesampaian, dikarenakan Pandudewanata

telah meninggal di pertapaan. Namun setelah diketahui dari laporan punggawa

utusan, bahwa Pandudewanata mempunyai lima anak laki-laki, Prabu Arimba

akan mengadakan perhitungan dengan mereka. Khususnya Bimasena yang

sekaligus adalah pembunuh Prabu Dwaka, saudaranya.

Selagi bara dendam dihatinya mulai menyala kembali, Prabu Arimba

segera memerintahkan perajurit pengawal raja, untuk mengikutinya memasuki

hutan Waranawata, guna mengadakan perhitungan dengan Bimasena.

Lima adik Raja Arimba yang kesemuanya laki-laki kecuali Arimbi, ikut

bersamanya. Mereka masing-masing adalah: Brajadenta, Brajamusti,

Brajawikalpa, Brajalamatan dan yang bungsu adalah Kala Bendana.

Kemarahan Prabu Arimba belum juga reda. Ingin rasanya ia menghajar

Arimbi adiknya, yang telah berkhianat kepadanya, dengan mengabaikan

perintahnya. Pada awalnya Arimbi menyanggupi perintah kakanya untuk

mengadakan perhitungan dengan pembunuh Prabu Dwaka yang masih

saudaranya. Namun setelah melihat pelakunya yang bernama Bimasena, Arimbi

jatuh hati. Ia menjadi tak berdaya untuk melaksanakan perintah kakaknya. Oleh

karenanya dengan jujur Arimbi mengatakan kepada utusan kakaknya bahwa

Arimbi tidak mempunyai daya untuk melukai Bimasena, terlebih

membunuhnya.

Page 253: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

253

PANDAWA KURAWA

Oleh karenanya Arimba ingin segera menuju ke hutan Waranawata untuk

menghukum Arimbi dan kemudian membunuh Bimasena dan saudaranya.

Di siang yang terik, Prabu Arimba dengan diiringi beberapa pengawal

pilihan meninggalkan negara Pringgandani. Dadanya gemuruh karena kemarahan.

Akibatnya matanya memerah dan kedua tangannya bergetar. Para pengawal tahu

bahwa raja Arimba sedang dalam keadaan marah besar, dan jika tidak hati-hati

dalam melayaninya, sedikit saja membuat kesalahan akan berakibat fatal.

Di hutan Waranawata, Arimbi merasa cemas. Ia tahu bahwa kakaknya

akan sangat marah mendapat laporan utusannya, bahwa Arimbi telah jatuh hati

kepada musuhnya. Maka dari itu, sebelum Arimba sampai di tengah hutan, tempat

Kunthi dan anak-anaknya berada, Arimbi menyonsong kakaknya di pinggir hutan.

Benarlah apa yang perkirakan Arimbi, dari kejauhan ia melihat kakaknya yang

diikuti beberapa pengawalnya menampakkan kemarahannya. Maka dari itu,

sebelum Prabu Arimba melampiaskan kemarahannya, Arimbi mendahuluinya

memeluk kakinya. Sembari menangis, Arimbi memohon belaskasihan kepada

Prabu Arimba.

“Dhuh Kakanda Prabu, pada siapa lagi aku sesambat kalau bukan kepada

Kakanda Prabu yang menjadi silih orang tuaku. Jikapun aku harus mendapat

hukuman, hukumlah aku karena aku telah mengkianati Sang Raja. Bahkan jikapun

aku harus dihukum mati, aku rela menerimanya. Namun sebelumnya aku akan

mengatakan dengan sejujurnya bahwa aku sebagai wanita yang sudah dewasa,

sedang jatuh cinta kepada seseorang. Rasa kasmaran itu tiba-tiba menyergapku.

Page 254: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

254

PANDAWA KURAWA

Dan aku tak kuasa melepaskannya. Walau aku tahu bahwa ia yang telah

membuatku jatuh cinta tersebut adalah musuh kita. Kakanda Prabu salahkah

aku?”

Dada Prabu Arimba naik turun, nafasnya tidak beraturan. Kemarahannya

yang sudah mencapai puncak dicoba untuk ditahan. Sebetulnya dilubuk hati yang

paling dalam, Prabu Arimba sangat menyayangi satu-satunya adik perempuannya.

Sepeninggal ayahnya Prabu Tremboko, Prabu Arimba yang kemudian naik tahta

menyadari perannya sebagai pengganti orang tuanya. Maka ketika Arimbi

mengingatkan peran yang seharusnya diemban, kemarahan Prabu Arimba

berangsur-angsur mereda. Air mata Arimbi yang membasahi kaki Prabu Arimba

merambat naik dan menyiram dada yang panas gemuruh.

Walaupun dada masih tetap membusung dan kedua tanganya masih

berkacak pinggang, tatapan mata Prabu Arimba mulai merunduk. Dipandanginya

adiknya yang masih menangis memeluk kakinya. Pelan-pelan rasa iba telah

menyusup di hatinya. Ia menyadari, bahwa adiknya telah tumbuh menjadi dewasa,

tanpa ditunggui orang tua, dan sekarang sedang jatuh cinta. Jika saja prabu

Tremboko masih hidup alangkah senangnya dia. Namun gara-gara Pandu ia

terpaksa meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil-kecil.

Tiba-tiba Prabu Arimba berteriak lantang, “Bangsat Pandudewanata,

engkau telah memisahkan aku dan adik-adikku dengan ayahku. Terkutuklah

engkau dan keturunanmu. Rama Prabu Tremboko, akan aku habisi hari ini

keturunan Pandu, agar engkau berdiam di alam baka dengan damai..

Page 255: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

255

PANDAWA KURAWA

Prabu Arimba lari meninggalkan Arimbi, masuk hutan ingin

membinasakan keturunan Pandu. Belum jauh Prabu Arimba meninggalkan

Arimbi, Bimasena menghadang di jalan. Prabu Arimba terkejut dengan

keberanian orang ini. Apakah ini yang bernama Bimasena. Jika benar ini adalah

Bimasena, pantas jika adiknya jatuh cinta kepadanya.

Sebelum terjadi perang tanding diantara keduanya, Arimbi telah menyusul

dan mengatakan kepada Arimba bahwa itu adalah Bimasena, dan memohon agar

sang Prabu tidak membunuhnya.

Jeritan Arimbi yang melaranganya agar kakaknya tidak berperang kepada

Bimasena, justru membakar hati Arimba untuk segera menghabisi Bimasena.

Dengan tenaga yang berlebih, Arimba menerjang Bimasena. Sejenak kemudian

terjadilah perang tanding yang hebat.

Perang tanding yang dahsyat antara Bimasena dan Prabu Arimba

berlangsung dipinggiran hutan Waranawata, disaksikan oleh Arimbi dan para

perajurit pengawal dari Pringgandani. Dalam perang tersebut Prabu Arimba dan

Bimasena saling mengeluarkan kesaktiannya. Daya kesaktian diantara keduanya

sampai menimbulkan debu tanah yang bergulung-gulung, laksana awan mendung.

Beberapa kali terjadi suara ledakan keras, menggoncang beberapa ranting

pohonan yang berada disekitarnya. Akibatnya merontokan sebagian daun dan

ranting pohon di hutan tersebut.

Melihat pertempuran yang kian sengit, Arimbi semakin cemas. Keringat

dingin keluar dari sekujur tubuhnya. Ia kawatirkan jika salah satu diantaranya

Page 256: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

256

PANDAWA KURAWA

cidera atau bahkan mati. Oleh karenanya tak henti-hentinya ia berteriak,

memohon agar peperangan dihentikan. Namun teriakan-teriakan Arimbi tak ada

yang menghiraukannya. Perang tanding terus berlangsung. Bahkan semakin

dahsyat.

Mereka yang menyaksikan terpaksa menjauhi arena perang tanding.

Kecuali Arimbi yang tidak mau beranjak dari tempat semula. Ia begitu dekat

dengan mereka yang berperang. Ia tidak mempedulikan dirinya sendiri. Ia lebih

mencemaskan yang sedang berperang tanding. Baik itu Arimba maupun

Bimasena.

Setelah peperangan berjalan beberapa lama, tiba-tiba Bimasena terlempar

keluar arena, dibarengi suara tawa yang menggelegar-glegar. Arimbi segera

mendekatinya, ditangisinya tubuh Bimasena yang tergeletak lemas di tanah. Ia

tahu bahwa tenaga Bima telah tersedot habis oleh ilmu andalan yang dimiliki

kakaknya.

Arimbi tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan terhadap Bima untuk

memulihkan tenaganya. Namun ia tidak tega membiarkannya tubuh Bimasena

tergeletak sendirian. Dikipasinya Bimasena yang pucat pasi tak sadarkan diri.

Arimba memandangi adiknya, yang sedang menunggui musuhnya dengan

setia. Ada rasa iba dihatinya. Adiknya memang benar benar jatuh cinta kepada

Bimasena. Disadarinya bahwa, ada kuasa dari atas yang menghendaki benih cinta

itu bersemi di hati adiknya, dengan tanpa dapat ditolaknya.

Page 257: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

257

PANDAWA KURAWA

Diakui pula bahwa Bimasena bukan orang sembarangan. Tubuhnya yang

tinggi perkasa menjadi ideal jika berpasangan dengan raseksi Arimbi. Demikian

pula wajahnya dan kesaktiannya, pantaslah jika adiknya jatuh cinta pada

pandangan pertama.

Namun sayang, bagi Arimba pesona Bimasena tidaklah mampu menutup

luka batin karena gugurnya Ramanda Prabu Tremboko dari tangan Pandu.ayah

Bimasena. Masih tergambar jelas peristiwa puluhan tahun lalu, ketika

Pandudewanata yang kala itu menjadi raja di Hastinapura, mengirim surat

tantangan kepada Ramanda Prabu Tremboko. Pada hal yang ia ketahui bahwa,

Prabu Pandudewanata adalah sahabat Ramanda Prabu Temboko.

Walaupun Ramanda Prabu Arimba masih meragukan kebenaran surat

tantangan tersebut, Prabu Pandudewanata dan para perajurit terbaiknya telah

menggempur Pringgandani menyusul Patihnya, Gandamana yang lebih dahulu

menyerang Pringgandani.

Perang yang tidak jelas penyebabnya pun akhirnya terjadi. Dan bahkan

menjadi perang yang sangat hebat, antara dua negara besar yaitu Hastinapura dan

Pringgandani. Dalam catatan sejarah perang besar tersebut dinamakan dengan

Perang Pamukswa.

Di dalam perang Pamukswa itulah Rama Prabu Tremboko Gugur di

tangan Pandudewanata. Aku sangat terpukul karenanya. Sebagai anak tertua aku

harus bertanggungjawab atas kerusakan bangunan negara Pringgandani, serta para

perajurit yang tercerai berai dan menjadi korban. Dalam kondisi yang belum siap,

Page 258: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

258

PANDAWA KURAWA

sembari melakukan pembenahan di sana-sini, Ibunda Ratu menyarankan agar aku

menduduki tahta Pringgandani.

Maka tidak lama dari waktu gugurnya Prabu Tremboko, aku naik tahta

disaksikan oleh seluruh kekuatan Pringgandani yang masih tersisa. Dalam acara

resmi penobatanku, aku berjanji akan mengadakan perhitungan dengan

Pandudewanata. Tepuk tanganpun bergemuruh mendukung tekadku.

Kini aku telah berhadapan dan berperang tanding dengan keturunan

Pandu, dan sekarang ia dalam tak berdaya dihadapanku. Jika aku berniat

membunuhnya, ibaratnya tinggal membalikan tangan. Tetapi aku tidak mau

melakukannya. Karena jika aku lakukan, artinya aku tidak berwatak kesatria.

Walaupun wujudku adalah raksasa, di dalam hatiku telah terpatri watak kesatria

yang diajarkan dan diteladankan oleh Ramanda Prabu Tremboko. Maka aku akan

menunggu kekuatan Bimasena pulih, dan kembali bertanding denganku.

Bimasena anak nomor dua yang lahir dari Ibunda Kunthi tersebut

sesungguhnya bukanlah anak Pandudewanata. Ia adalah anak dari Dewa Bayu.

Dewa yang berkuasa atas angin. Berkaitan dengan hal tersebut, secara tidak

sengaja apa yang dilakukan oleh Arimbi untuk memulihkan tenaga Bimasena

dengan cara dikipasi adalah tepat. Karena melalui angin yang menerpa wajah

Bima, Dewa Bayu telah membelai putranya dan memulihkan tenaganya.

Maka sebentar kemudian, setelah Arimbi mengipasi Bima, kekuatannya

pulih kembali seperti semula, dan bahkan menjadi semakin segar. Bimasena

kemudian meloncat untuk menghampiri Prabu Arimba.

Page 259: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

259

PANDAWA KURAWA

Berkat pertolongan Arimbi tubuh Bima yang lunglai karena tersedot oleh

ilmu Arimba telah pulih kembali. Ia bangun dan menghampiri Arimba. Kini

keduanya siap melanjutkan perang tanding. Sebentar kemudian perang tanding

babak kedua terjadi. Lagi-lagi tenaga Bima cepat menyusut, sedangkan tenaga

Arimba malah semakin bertambah.

Arimbi dapat memahami apa yang dilakukan Arimba kakanya, bahwa

untuk menghadapi lawan setangguh Bima tiada pilihan lain kecuali mengeluarkan

ilmu andalan Pringgandani yang khusus diwariskan kepada pemegang tahta. Ilmu

andalan tersebut mempunyai daya sedot tenaga lawan. Proses penyedotan

berlangsung pada saat terjadi benturan badan. Maka semakin sering dan semakin

cepat badan beradu, akan semakin cepat pula tenaga tersedot.

Demikian yang terjadi pada diri Bima, tenaganya cepat menyusut tanpa

diketahui penyebabnya. Hanya beberapa saat setelah perang tanding babak ke dua

berlangsung, Bima sudah kehabisan tenaga. Ia tak mampu lagi melanjutkan

perang tanding. Ia heran dengan apa yang terjadi pada dirinya. Semakin ia

bernafsu melumpuhkan lawannya, semakin cepat tenaganya hilang.

Kesedihan menggumpal di hati Bima. Sedhih bukan karena ia takut kalah

dan takut mati, melainkan ia meratapi mengapa dirinya tidak mampu berbuat

banyak.

Dengan tenaga yang masih tersisa, ia mencoba berteriak memberi khabar

kepada Ibu dan saudara-saudaranya, untuk pamit mati. Namun dikarenakan

Page 260: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

260

PANDAWA KURAWA

tenaganya sangat lemah, tidak ada teriakan, yang ada adalah rintihan kekalahan

yang hampir tak terdengar.

“Ibu Kunthi aku kalah. Aku pamit mati. Anakmu tidak berdaya, tidak

dapat berbuat apa-apa lagi. Kunthi Ibuku aku mohon ampun, Punta kakakku dan

adik-adikku maafkan aku.”

Matahari di ujung kulon semakin redup sinarnya. Sebentar lagi ia akan

masuk keperaduan. Seakan-akan ia sengaja meninggalkan Bimasena karena tak

sampai hati melihat orang terkuat di Pandhawa itu jatuh dalam ketidak berdayaan.

Sementara itu, Arimba yang melihat Bima tidak berdaya, hanya tertawa

ringan. Ia tidak melakukan tindakan apapun juga terhadap lawannya yang sudah

tidak berdaya. Arimba masih mencoba menghidupi jiwa kesatrianya, seperti yang

diteladankan ayahnya Prabu Tremboko. Ia meninggalkan musuhnya dalam

ketidak berdayaan, untuk memberi kesempatan memulihkan tenaganya.

Malam merambat pelan, sayup-sayup terdengar kidung pilu ditengah

gulitanya hutan. Kunthi Puntadewa, Arjuna dan si kembar Nakula Sadewa berada

dalam kecemasan. Mereka menanti Bima yang tak kunjung datang. Arjuna diutus

menerobos lebatnya pepohonan dalam malam yang pekat, untuk menemukan

Bima.

Pada waktu yang bersamaan dengan usaha Arjuna mencari Bima. Arimbi

mendekati Bima dengan hati-hati. Disadarinya bahwa Bima tidak menyukai

dirinya, membenci raut mukanya yang berparas raseksi. Namun Arimbi tahu

Page 261: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

261

PANDAWA KURAWA

bahwa Bima tak kuasa mengusirnya atau bahkan meninggalkan dirinya. Seperti

ketika dikipasi dengan daun jati, Bima hanya pasrah.

Setelah berada disamping Bima, Arimbi melakukan hal yang sama, seperti

yang pernah dilakukan sebelumnya, yaitu mengipasi wajah Bima. Karena dengan

cara demikian tenaga Bima cepat pulih. Walaupun Arimbi heran, mengapa

semudah dan secepat itu tenaga Bima pulih, ia tidak menemukan jawabannya.

Tidak seorangpun tahu kecuali Bima, bahwa pada saat Arimbi meniupkan

anginnya ke wajah Bima melalui kipas, Dewa Bayu, datang bersamaan semilirnya

angin malam, mengusap tubuh Bima sehingga menjadi kuat dan segar.

Bima segera meloncat berdiri dan siap untuk bertempur. Namun hari telah

gelap, dan Arimba musuhnya tidak ada di depannya, yang ada hanyalah Arimbi si

raseksi yang ia benci. Segeralah Bima meninggalkan tempat itu untuk

menghindari Arimbi yang menjijikan.

Bima ingin menemui Kunthi dan saudara-saudaranya, sembari menunggu

mentari pagi untuk meneruskan perang tanding melawan Arimba. Disepanjang

langkahnya, Bima mencoba mengingat-ngingat apa yang terjadi pada saat

berperang tanding melawan Arimba? Ia heran mengapa tenaganya cepat menjadi

susut? Namun Bima tidak menemukan jawabannya.

Belum jauh Bima meninggalkan Arimbi yang diam tak bergerak,

bertemulah ia dengan Arjuna adiknya, keduanya berlangkulan lega. Untuk

kemudian bersama-sama menuju ke tempat Ibu Kunthi dan saudara-saudaranya

berada.

Page 262: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

262

PANDAWA KURAWA

Diwaktu yang sama Arimbi menemui kakaknya Prabu Arimba di kemah

pinggir hutan.

“Kakanda Prabu, tidak lebih baikkah jika Kakanda berdamai dengan

Bimasena.?” Prabu Arimba tidak segera menjawab. Hatinya sesak dan marah

terhadap pertanyaan Arimbi. Bukankah adiknya tahu bahwa ketika upacara

wisuda raja, aku bersumpah dihadapan rakyat Pringgandani, bahwa aku akan

menagih hutang nyawa kepada Pandudewanata.

“Aku masih ingat, pada waktu penobatan raja, Kakanda berjanji akan

mengadakan perhitungan hanya dengan Pandudewanata, tidak kepada anak-

anaknya. Bimasena adalah anaknya. Ia tidak berdosa, berdamailah dengannya

Kakanda”

Benar juga kata Arimbi. Bima tidak bersalah, ayahnya yang bersalah.

Tetapi ayahnya sudah meninggal. Tidak mungkin mengadakan perhitungan

dengan orang yang sudah mati. Yang mungkin dilakukan adalah mengadakan

perhitungan dengan yang masih hidup. Dan wajarlah jika kesalahan dan dosa

orang tuanya ditimpakan kepada anaknya. Seperti halnya kepopuleran,

kehormatan dan nama baik orang tua, anaknyalah yang ikut merasakan

keuntungannya.

“Arimbi aku sudah bersumpah akan mengadakan perhitungan dengan

Pandudewanata. Dengan darahnya yang masih mengalir di dalam pribadi anak-

anaknya. Jika engkau lebih menyayangi Bimasena, berpihaklah kepadanya dan

lawanlah aku.”

Page 263: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

263

PANDAWA KURAWA

Arimbi menangis. Ia tidak dapat memilih diantara ke duanya. Ia

menghormati dan mencintai Arimba sebagai pengganti orang tuanya. Tetapi ia

jatuh cinta kepada Bimasena.

Arimba habis kesabarannya. Adik yang sesungguhnya ia cintai tersebut

diusir dari hadapannya. Dengan terisak Arimbi meninggalkan Arimba. Arimba

menatap kepergian Arimbi dengan dingin. Hingga gelap malam menelan

bayangnya.

Tatkala pagi tiba, Arimbi sudah berada di halaman rumah kayu tempat

Kunthi dan ke lima anaknya tinggal. Bima menampakan wajah gelap. Tidak

senang atas kehadiran Arimbi. Maka kemudian Arimbi diusirnya. Kunthi merasa

kasihan kepada Arimbi.

“Sena anakku, jangan memperlakukan sesamamu tidak dengan hormat dan

merendahkan martabatnya. Kalau pun engkau tidak senang jangan begitu

caranya.”

“Ibunda, sejak awal aku sudah mengatakan tidak senang, tetapi ia selalu

membuatku risih dan jijik.”

Memang akhirnya Kunthi dapat ikut merasakan apa yang dirasakan Bima,

maka disarankannya agar Arimbi untuk sementara menjauhi tempat itu.

Matahari belum begitu tinggi.Prabu Arimba bergegas mendatangi

Bimasena untuk segera membinasakan.anak-anak Pandu. Gara-gara Arimbi,

perang tak kunjung usai. Maka kali ini naluri raksasanya lebih diberi tempat jika

Page 264: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

264

PANDAWA KURAWA

dibandingkan dengan sifat kesatrianya. Dengan keganasannya ia ingin secepatnya

membinasakan semua keturunan Pandu sebelum matahari sepenggalah.

Bima cukup terkejut dan belum siap mendapat serangan mendadak dari

Prabu Arimba. Beruntung ia masih sempat menghindar kesamping dan

menusukkan Kuku Pancanaka ke dada Prabu Arimba. Namun dada tersebut

sangat ulet, tidak mampu ditembus Kuku Pancanaka. Arimba tak mau melepaskan

lawannya, segera ia menyusul dengan serangan berikutnya

Perang dahsyatpun terjadi lagi. Mereka saling serang dan masing-masing

berusaha untuk menjatuhkan lawannya. Kunthi, Puntadewa, Harjuna, Nakula dan

Sadewa, termasuk juga Arimbi cemas dibuatnya. Sedangkan para pengawal

Pringgandani. Tenang-tenang saja. Bahkan sesekali diantara mereka melempar

senyum ejekan kepada kubu Bimasena.

Arimba mulai mengetrapkan ajian andalannya, maka setahap demi setahap

tenaga Bima tersedot. Semakin banyak tenaga yang dikeluarkan semakin banyak

pula tenaga yang tersedot.

Perang tanding antara Prabu Arimba dan Bimasena tidak banyak

mengalami perubahan dibandingkan perang tanding sebelumnya. Ketika Prabu

Arimba mulai mengetrapkan ajian andalanya yang dapat menyedot tenaga lawan,

maka kekuatan Bimasena susut dengan cepat. Tidak hanya itu, selain dapat

menyedot tenaga lawan, ajian andalan Prabu Arimba menjadikan kulitnya alot

seperti janget, tidak luka oleh segala macam senjata tajam, termasuk juga kuku

Pancanaka.

Page 265: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

265

PANDAWA KURAWA

Bima menyadari bahwa lawannya mulai mengetrapkan ajian andalannya,

yang dapat mencuri tenaga lawan dengan tidak diketahui dan dirasakan oleh

lawannya. Dua kali Bima menjadi korban ajian tersebut, sehingga ia kehabisan

tenaga di peperangan. Untunglah, pada saat itu Arimba tidak mengabiskan Bima

pada saat Bima tak berdaya. Namun untuk perang tanding yang ke tiga ini, jauh

berbeda dengan perang tanding sebelumnya. Prabu Arimba tidak lagi

menampakkan sifat kesatrianya, tetapi menonjolkan naluri raksasa yang ganas.

Sepak terjangnya tidak lagi tenang dan mantap, tetapi kasar dan nagwur. Maka

jika kali ini Bima sampai kehabisan tenaga di peperangan, pastilah Arimba akan

melumatkannya. Bima tidak mau jatuh di peperangan melawan Arimba untuk ke

tiga kalinya. Oleh karenanya Bima telah mempelajari bagaimana cara menghadapi

ilmu andalan Prabu Arimba, yaitu dengan mengurangi sentuhan langsung dengan

badan Arimba. Terlebih pada saat mengeluarkan tenaga besar, karena tenaga yang

akan tersedot juga besar.

Selain mengurangi benturan langsung, Bima mengetrapkan ajian

Angkusprana, angkus artinya kait dan prana artinya nafas atau angin. Dengan

mengetrapkan aji angkusprana, Bima dapat mengkait dan menghimpun kekuatan

angin dari Sembilan saudara tunggal bayu termasuk dirinya, yaitu: Dewa Bayu,

Dewa Ruci, Anoman, Wil Jajagwreka, Gajah Situbanda, Naga Kuwara, Garuda

Mahambira, dan Begawan Mainaka. Sembilan kekuatan angin yang dihimpun

menjadi satu, membuat tenaga Bima mampu bertahan dan mengimbangi aji

andalan Arimba. Sehingga perang tanding semakin panjang dan rame. Namun

Page 266: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

266

PANDAWA KURAWA

satu hal yang menggelisahkan Bima, bahwa Prabu Arimba tidak dapat luka oleh

kuku pusaka Bimasena.

Menjelang tengah hari, Prabu Arimba meningkatkan serangannya dan

sangat berambisi untuk segera menghabisi Bima. Bima kesulitan membendung

serangannya dan mulai terdesak. Hantaman, tendangan dan gigitan acap kali

menghampiri tubuh Bima. Hingga pada akhirnya Prabu Arimba berhasil

menguasai Bimasena. Pada saat Bima akan dihabisi, tepat matahari bertahta pada

puncaknya, Arimbi berteriak nyaring

“Bima! Tusuk pusarnya!!”

Keduanya sama-sama terkejut. Arimba memandang adiknya dengan

ekspresi kemarahan. Jahanam Arimbi! Engkau bocorkan titik kelemahanku.

Sehabis hatinya mengumpat adiknya, Arimba memandang ke langit, kearah

matahari yang persis berada di atas kepalanya. Pada saat itulah, Bima yang berada

dalam cengkeramannya memanfaatkan kesempatan. Kuku ditangan Bima modot,

muncul keluar dan segeralah ditusukkan di pusar Arimba. Raja raksasa sebesar

anak gunung menggerang keras.. Bima kemudian menarik kukunya dan menjauhi

lawannya.

Pusar Arimba menganga karena luka. Ia berjalan sempoyongan mendekati

Arimbi adiknya. Bumi bergetar-getar karena langkahnya yang berat. Arimbi

sangat kecemasan. Ia menanti dan pasrah apa yang akan dilakukan kakaknya,

untuk menebus kesalahannya. Kunthi juga mencemaskan keselamatan Arimbi dan

Page 267: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

267

PANDAWA KURAWA

memberi isyarat kepada Arjuna untuk waspada. Semua mata tertuju kepada

Arimba yang semakin gontai mendekati Arimbi.

Ketika tepat berada di depan Arimbi, raja Raksasa yang tinggi besar

tersebut jatuh bertumpu pada dua tangan dan lututnya. Dugaan mereka yang

mengamati peristiwa itu meleset. Prabu Arimba tidak menumpahkan

kemarahannya kepada Arimbi. Dengan nada berat dan patah-patah ia berpesan

kepada Arimbi, untuk menitipkan Negara Pringgandani dan merestui

hubungannya dengan Bima yang sakti perkasa dan kesatria.

Tangis Arimbi memecah hutan Waranawata, mengiring gugurnya

Kakanda Prabu Arimba, pengganti orang tuanya yang ia hormati dan cintai.

Arimbi sangat bersedih, dirinya merasa berdosa, atas kepergian Kakanda Arimba

ke alam keabadian

Siang hari itu, di saat matahari sedikit bergeser dari puncaknya, para

pengawal Pringgandani membawa pulang rajanya yang sudah tidak bernyawa.

Mereka tidak berani mengganggu Arimbi yang telah diwarisi kekuasaan Negara

Pringgandani secara lesan oleh Prabu Arimba.

Sepeninggalnya para pengawal Pringgandani, Kunthi mendekati Arimbi,

yang telah menyelamatkan nyawa Bimasena dan saudara-saudaranya. Sebagai

tanda terimakasihnya, Kunthi membisikan mantra sakti ditelinganya. Dengan

sepenuh hati Arimbi mendengarkan dan mngucapkan apa yang dibisikan Kunthi.

Sebentar kemudian keajaiban terjadi, Arimbi si raseksi perempuan

berubah menjadi putri cantik, berkulit kuning langsat dengan postur tubuh yang

Page 268: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

268

PANDAWA KURAWA

tinggi besar. Naluri lelaki Bima terpana, ia mendekati Arimbi dan Arimbi pun

segera menghaturkan sembah.

Semua mata memandang keduanya, dalam hati mereka berkata sungguh

mereka adalah pasangan yang pantas dan ideal.

Bima menundukkan kepalanya untuk menatap Arimbi yang bersimpuh

menyembah dan memeluk kaki Bima. Raseksi Arimbi yang sudah menjelma

menjadi seorang wanita nan cantik menawan mampu membuat Bima terpana. Jika

menuruti nalurinya sebagai lelaki, Bima ingin membungkuk, memegang ke dua

pundak Arimbi untuk diangkatnya dan kemudian dipeluknya erat-erat, agar

payudaranya menghangatkan dadanya. Jika hal itu yang dilakukan, dapat

dipastikan bahwa Arimbi bakal menyambut hangat pelukan Bima. Dikarenakan

Arimbilah yang pada awal mula jatuh cinta kepada Bima.

Namun gejolak keinginan Bima tidak dengan serta merta dituruti. Sebagai

seorang kesatria Bima berusaha untuk menjaga citranya. Maka dibiarkannya

tangan Arimbi memeluk kakinya. Tidak seperti sebelumnya ketika masih berujud

rakseksi, Bima merasa jijik dan selalu menghindari Arimbi.

Kunthi, Puntadewa, Arjuna, Nakula dan Sadewa memandangi keduanya

dengan perasaan senang. Dalam hati mereka sepakat bahwa pasangan Bimasena

dan Arimbi merupakan pasangan yang serasi. Mereka juga bersyukur karena

Bimasena tidak lagi membenci Arimbi yang telah banyak membatu Kunthi dan

para Pandawa.

Page 269: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

269

PANDAWA KURAWA

Arimbi merasa lega karena sembahnya diterima Bima. Titik terang mulai

memancarkan harapan bahwa cinta Arimbi bakal diterima Bima. Ketika harapan

mulai terbuka, Arimbi memberanikan diri untuk maju selangkah lagi dengan

melakukan ngaras pada yaitu mencium kaki Bima. Ketika bibir Arimbi

menyentuh kaki Bima, seluruh tubuh Bima bergetar, terutama detak jantungnya

yang berdetak semakin cepat. Untuk menormalkan kembali detak jauntungnya,

Bima memegang kedua pundak Arimbi, untuk di tarik ke atas, agar bibir yang

basah bak delima merekah tidak lagi menempel dikaki Bima. Arimbi menuruti

pundaknya diangkat Bima untuk berdiri berhadapan dengan Bima. Ke dua pasang

mata saling menatap. Entah apa yang terbaca di palung hati mereka yang

terdalam.

Hari-hari selanjutnya, Arimbi mengikuti penggembaraan Kunthi dan

Pandawa di hutan Waranawata. Hubungan Arimbi dan Bima semakin intim.

Kunthi mencoba membaca perasaan anak-anaknya selain Bima, terutama

Puntadewa, apakah ada sesuatu yang mengganjal dihatinya melihat semakin

dekatnya hubungan Bima dan Arimbi.

Untuk memastikannya Kunthi menemui Puntadewa secara khusus.

“Puntadewa anakku, seperti yang kita lihat bersama bahwa pertemuannya

Bima dan Arimbi bukan aku yang merencana. Demikian kedekatan mereka yang

semakin dekat bukan pula karena aku.”

“Aku paham Ibunda Kunthi, bahwa semuanya itu telah diatur oleh Sang

Hyang Widiwasa”

Page 270: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

270

PANDAWA KURAWA

“Jika demikian tentunya engkau sebagai saudara sulung rela dan ikhlas

seandainya adikmu Bima akan mempunyai dua isteri.”

“Sungguh Ibunda Kunthi aku rela dan ikhlas.”

Kunthi lega mendengar pernyataan Puntadewa, walaupun dibalik kelegaan

ada rasa kasihan terhadap Puntadewa.

Hari berikutnya seluruh anggota keluarga termasuk Arimbi dikumpulkan

oleh Kunthi. Hal tersebut dilakukan demi membicarakan hubungan Bima dan

Arimbi. Pada kesempatan tersebut Kunthi menghendaki agar hubungan antara

Bima dan Arimbi diresmikan menjadi suami isteri. Mengingat bahwa diantara

keduanya telah terjalin benang asmara yang sedang bertumbuh, saling mengikat

dan saling membutuhkan, sehingga jika dipisahkan akan melukai keduanya.

Semua saudara Bima menyetujui kehendak ibu Kunthi. Maka segera

setelah memilih hari yang baik bagi pasangan Bima dan Arimbi, mereka

diresmikan sebagai suami isteri dengan selamatan yang sederhana.

Perkawinan Bima dengan Arimbi yang adalah bangsa raksasa menyusul

perkawian Bima dengan Nagagini yang adalah bangsa ular merupakan wujud

bahwa Pandawa Lima bisa manjing ajur ajer, luluh menjadi satu dengan semua

golongan manusia. Bima kesatria yang gagah perkasa patuh, sederhana, berani,

sakti, dan jujur memang pantas menjadi idaman banyak wanita. Oleh karena

kejujuran dan kesederhanaannya Bima tak pernah berpikir yang macam-macam,

tak pernah menolak dengan apa yang memang sudah menjadi tugasnya dan

kewajibannya.. Hidup ini dijalaninya dengan apa adanya, mung saderma nglakoni

Page 271: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

271

PANDAWA KURAWA

hanya sebatas menjalani saja, karena sudah ada yang mengatur. Bagaikan air,

Bima mengalir begitu saja sesuai dengan kehendaknya. Oleh karenanya ketika

dipertemukan dengan Arimbi yang cantik Bima tak kuasa menolaknya.

Dengan pemahaman tersebut Bima tidak merasa bersikap kurang ajar

terhadap Puntadewa kakaknya yang telah dua kali dilangkahi. Bima juga tidak

merasa mengkianati Nagagini pada saat ia bercengkerama dengan Arimbi.

Sedangkan dipihak Arimbi Bima adalah segalanya. Hidup bersanding

dengan Bima ibarat kejatuhan bulan di saat purnama, mendapat keberuntungan

penuh. Oleh karenanya Arimbi tega mengorbankan Arimba Kakaknya demi

cintanya kepada Bima.

Namun walaupun Arimbi telah bahagia bersanding dengan pujaan hati,

hatinya sedih juga saat mengingat gugurnya Arimba yang sangat menyayangi

dirinya. Sesungguhnya Arimbi tidak rela kalau dianggap membunuh kakanya

melalui kekasihnya. Yang dilakukan adalah membela yang lemah tak berdaya.

Jika akhirnya yang terjadi adalah kematian Kakaknya, itu sungguh diluar

perhitungannya. Arimbi tahu bahwa jika Prabu Arimba ditusuk pusarnya ia akan

lemas untuk sementara sehingga Bima dapat melepaskan cengkeramannya.

Namun ia tidak tahu bahwa pada saat Arimbi berteriak “tusuk pusarnya” tepat

pada saat bedug tengange, saat mata hari berada persis dipuncak ketinggian. Saat

itulah kulit Arimba menjadi lunak seperti gethuk dan dengan mudah dikoyak

dengan benda tajam. Dengan pembenaran tersebut Arimbi memperoleh

keringanan beban hatinya.

Page 272: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

272

PANDAWA KURAWA

Beberapa bulan berlalu, Bima dan Arimbi menjalani masa bualan madu.

“Kakanda Bima aku sunguh bahagia karena benih dari buah cinta kita

berdua telah tumbuh di rahimku. Aku mendambakan anak laki-laki, agar nantinya

dapat mewarisi Negara Pringgondani. Apakah Kanda Bima setuju?” Tanya

Arimbi manja. Bima menganguk-angguk sembari membetulkan posisi duduknya,

agar Arimbi tidak jatuh dari pangkuannya. Angin hutan meniup perlahan

mengusap sekujur tubuh mereka yang berpasihan.

Karena keinginan Arimbi yang ingi kembali ke Pringgodani. Bima

mengikutinya. Arimbi dan Bima meninggalkan hutan Kamiyaka menuju Negara

Pringgandani. Arimbi yang sudah menjelma menjadi seorang putri cantik tinggi

perkasa adalah seorang putri raja yang bakal menggantikan Arimba kakaknya

menjadi raja di Pringgandani. Maka tidak mengherankan jika Arimbi mempunyai

berbagai ilmu tingkat tinggi, salah satunya adalah ilmu meringankan tubuh.

Sehingga ia bisa terbang tanpa menggunakan sayap.

Demikian juga Bima pasangannya walaupun badannya besar perkasa, ia

mempunyai ilmu Angkusprana yang dapat menghimpun kekuatan angin dari

Sembilan saudara tunggal bayu termasuk dirinya, yaitu: Dewa Bayu, Dewa Ruci,

Anoman, Wil Jajagwreka, Gajah Situbanda, Naga Kuwara, Garuda Mahambira,

dan Begawan Mainaka. Sembilan kekuatan angin tersebut membuat Bima dapat

melompat sangat jauh seperti terbang. Sehingga dua sejoli itu laksana dua burung

garuda perkasa terbang membelah langit biru.

Page 273: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

273

PANDAWA KURAWA

Sekejap kemudian mereka telah menginjakan kakinya di Negara

Pringgandani. Arimbi mengamati suasana Kraton Pringgandani tempat ia lahir

dan dibesarkan. Suasana duka atas meninggalnya Prabu Arimba masih nampak

pada pemasangan bendera, umbul-umbul dan rontek. Arimbi merasa berdosa,

karena gara-gara dialah Prabu Arimba gugur di tangan Bima. Selagi merenung

dalam kesedihan, Prajurit jaga menghentikan langkah Arimbi dan Bima di pintu

gerbang utama bagian luar kraton. Arimbi menjelaskan bahwa dia adalah Arimbi

raseksi yang sudah menjadi putri berkat pertolongan Kunthi ibu Bima. Oleh

karenanya Arimbi minta jalan mau masuk kraton menemui adik-adiknya. Namun

penjelasan Arimbi tidak dengan serta merta dipercaya oleh prajurit jaga. Karena

menurut aturan bagi orang asing yang ingin memasuki wilayah inti kraton harus

tinggal beberapa waktu di bilik panganti untuk diperiksa oleh beberapa petugas

yang ada. Namun Arimbi tidak mau melakukannya. Bahkan Arimbi menjadi

jengkel atas sikap para perajurit jaga yang sudah tidak mengenalnya lagi dan

besikeras menahannya.

Sebagai salah satu pewaris tahta Pringgandani, perlakuan prajurit jaga

sungguh menyakitkan. Arimbi dan Bima dipaksa memasuki bilik panganti untuk

diperiksa seperti yang diberlakukan bagi orang asing.

Kesabaran Arimbi tidak tersisa lagi. Prajurit jaga yang berlaku kasar

terhadap dirinya dilumpuhkan dalam sekejap. Melihat rekannya tersungkur tak

berdaya prajurit jaga yang lain mengepung Arimbi. Belum sempat mereka

bergerak, Arimbi mendahului menyerang mereka. Satu gebrakan sudah cukup

bagi Arimbi untuk melumpuhkan beberapa prajurit jaga sekaligus. Melihat

Page 274: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

274

PANDAWA KURAWA

beberapa rekannya jatuh tak berdaya panglima jaga memerintahkan untuk

menutup pintu gerbang dan salah satu prajurit diperintahkan melapor kepada

Brajadenta, salah satu adik Arimbi. Sementara itu Panglima jaga mempersiapkan

prajuritnya yang masih tersisa untuk menjadi palang terakhir yang menghalangi

Arimbi dan Bima masuk gerbang utama.

Arimbi menoleh kepada Bima, untuk memohon persetujuan kepada

kekasihnya bagaimana sebaiknya yang dilakukan untuk menghadapi prajurit jaga

yang sudah siaga penuh. Bima menggelengkan kepala tanda tidak menyetujui

Arimbi melakukan kekerasan. Arimbi tersadar bahwa dirinya sudah bukan raseksi

lagi. Arimbi adalah seorang dewi yang cantik jelita. Ia menjadi malu kepada

dirinya sendiri dan juga malu kepada Bima. Bahkan dibalik itu ada rasa kawatir

jika Arimbi berperangai kembali sebagai raseksi Bima akan segera

meninggalkannya. Maka segeralah Arimbi menarik kembali amarahnya.

Ketika hatinya menjadi dingin, Arimbi diingatkan akan sebuah ilmu yang

menyatukan anak-anak Prabu Tremboko yaitu aji pamomong. Dengan ilmu

tersebut diantara anak-anak Tremboko dapat saling berhubungan saling

mengingatkan dan saling menjaga walaupun mereka tidak berada dalam satu

tempat. Sewaktu hidupnya, Prabu Tremboko menggunakan ajian pamomong

untuk menyatukan anak-anaknya, mengetahui keberadaannya dan untuk

melindunginya. Oleh karenannya Arimbi segera mengetrapkan aji pamomong

untuk mengabarkan keberadaannya kepada adik-adinya. Para prajurit jaga siaga

penuh mengira bahwa Arimbi sedang mempersiapkan serangannya. Namun lama

ditunggu dalam ketegangan serangan tak kunjung datang. Bahkan dari pintu

Page 275: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

275

PANDAWA KURAWA

gerbang munculah adik-adik Arimbi mulai dari Prabakesa, Brajadenta,

Brajamusti, Brajawikalpa, Brajalamatan dan yang bungsu adalah Kala Bendana.

Mereka berhamburan menyambut Arimbi dengan gembira. Suasana berubah

menjadi haru. Para prajurit jaga ikut hanyut dalam keharuan. Walaupun Arimbi

sekarang sudah menjelma menjadi seorang dewi yang cantik jelita, mereka masih

mengenali Arimbi lewat aji pamomong. Keenam adik-adik Arimbi tak berkedip

dalam menatap Arimbi yang cantik. Terbayanglah diangan mereka, seorang raja

putri yang cantik menawan yang bakal memerintah Negara Pringgandani untuk

masa-masa yang akan datang.

Kedatangan Arimbi mengubah suasana duka menjadi gembira. Adik-adik

Arimbi dan rakyat pringgandani yang sebagian besar adalah bangsa raksasa, akan

terangkat derajatnya mempunyai pewaris tahta putri cantik bak bidadari

kahyangan.

Namun ketika Arimbi mengenalkan Bima sebagai suaminya, Barajadenta

dengan tegas menolak. Bima adalah musuh rakyat Pringgandani. Bima adalah

pembunuh Prabu Arimba, maka harus dilenyapkan.

Pernyataan Brajadenta dengan cepat merubah suasana haru dan gembira

menjadi tegang. Prajurit bersiaga kembali untuk mengamankan negara. Prabakesa,

Brajadenta, Brajamusti, Barajawikalpa dan Brajalamatan menantang Bima untuk

mengadakan perhitungan atas meninggalnya Prabu Arimba. Bima sebelumnya

sudah siap menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya. Maka

dengan tenang Bima meladeni tantangan adik-adik Arimbi.

Page 276: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

276

PANDAWA KURAWA

Namun sebelum perang terjadi Arimbi mendekati Bima sambil berbisik,

“jangan lakukan kekerasan, Kakanda Bima.

Jika boleh memilih tentunya Arimbi akan memilh diantara Bima dan adik-

adiknya tidak perlu bertempur. Karena jika hal itu terjadi hati Arimbi akan

dihimpit rasa cemas dari dua penjuru, seperti yang pernah dirasakan ketika Bima

bertempur melawan Arimba. Disatu pihak Arimbi mencemaskan Bima suaminya,

dipihak yang lain Arimbi juga mengkawatirkan adik-adiknya. Namun apa boleh

buat, untuk menundukkan adik-adiknya tidak ada jalan lain kecuali bertempur.

Harapannya agar Bima dapat memenangkan pertempuran melawan adik-adiknya

dengan tidak menyisakan luka, baik luka di badan maupun luka di hati.

Dikarenakan tidak ada pilihan lain Bima pun meladeni tantangan adik-adik

Arimbi. Dengan melangkah tenang namun berat Bima mendekati Brajadenta yang

dipandang sebagai pimpinan diantara mereka. Sebelum Bima mendekat semakin

dekat, Brajadenta telah memberi aba-aba kepada keempat adiknya untuk

menyerang Bima secara serentak. Maka sebentar kemudian terjadilah pertempuran

sengit. Bima dikeroyok oleh adik-adik Arimbi, kecuali Kala Bendana yaitu

Prabakesa, Brajadenta, Brajamusti, Brajawikalpa dan Brajalamatan.

Arimbi yang menyaksikan pertempuran itu menilai bahwa pertempuran

bakal berjalan seru dan dahsyat. Karena masing-masing dari mereka mempunyai

ilmu-ilmu tingkat tinggi. Namun jika dibandingkan dengan Bima ilmu-ilmu yang

dimiliki ke lima adik-adinya masih berada dibawahnya. Tetapi dikarenakan

kekuatan kelimanya bergabung menjadi satu maka akan sungguh merepotkan

Page 277: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

277

PANDAWA KURAWA

Bima. Walaupun Bima merasakan bahwasannya tingkat ilmu adik-adik Arimbi

masih berada di bawah Arimba, tidak ada niat di hati Bima untuk menganggap

enteng serangan-serangan mereka. Bima selalu waspada menunggu serangan demi

serangan yang dilancarkan adik-adik Arimbi jurus demi jurus secara bergantian.

Bahkan kadang kala putra-putra Pringgandani tersebut melakukan serangan secara

serentak. Menghadapi serangan beruntun Bima lebih memilih menunggu serangan

dari pada mengambil inisiatif menyerang. Hal tersebut dilakukan karena Bima

tidak berniat untuk menyakiti adik-adik Arimbi, seperti yang dibisikan Arimbi

sebelumnya.

Setelah pertempuran berjalan cukup lama, adik-adik Arimbi yang pada

mulanya membenci Bima sebagai seorang pembunuh Kakak Arimba, perlahan-

lahan mulai mempertanyakan kebencian itu. Benarkah Bima seorang pembunuh

yang kejam dan wajib dibenci dan dimusnahkan? Pertanyaan-pertanyaan itu

muncul setelah mereka merasakan bahwa perilaku Bima tidak seperti yang

dibayangkan sebelumnya yaitu ganas dan kejam. Pada kenyataannya Bima adalah

seorang kesatria sejati yang penuh tatakrama juga ketika Bima berada di medan

laga. Dengan sifat Bima yang demikian dapat dimungkinkan bahwa gugurnya

Arimba di tangan Bima akibat dari pembelaan diri Bima menghadapi serangan

Prabu Arimba.

Watak ksatria yang melekat pada pribadi Bima telah mengusik watak

ksatria anak-anak Pringgandani yang dahulu pernah ditanamkan oleh Prabu

Tremboko. Dengan watak ksatria tersebut lalu munculah kesadaran bahwa ilmu

mereka masih berada di bawah ilmu Bima. Walaupun mereka telah mengeroyok

Page 278: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

278

PANDAWA KURAWA

Bima, adik-adik Arimbi tersebut sulit untuk mengalahkannya. Bahkan kemudian

munculah rasa malu di hati mereka karena mengeroyok seseorang adalah

tindakkan yang jauh dari watak ksatria.

Oleh karenanya, seperti diberi aba-aba Prabakesa, Brajadenta, Brajamusti,

Brajawikalpa dan Brajalamatan mengendorkan serangan, untuk kemudian

menghentikan serangan. Para prajurit jaga pada heran melihatnya. Apa yang

terjadi? Brajadenta dapat membaca apa yang diinginkan oleh keempat adiknya.

Untuk itulah maka kemudian Brajadenta melangkah mendekati Bima. Semua

mata mengarahkan pandangannya kepada sosok Brjadenta. Apa yang akan

diperbuat? Setelah tepat di depan Bima, Brajadenta berkata “Kami mengaku

kalah.”

Arimbi melonjak senang, tawaran damai yang dibawa Arimbi telah

diterima oleh adik-adiknya. Selanjutnya terjadilah pemandangan yang

mengharukan. Bima memeluk adik-adik Arimbi satu persatu. Mereka telah

menerima Bima sebagai bagian dari keluarganya, tidak sebagai musuhnya.

Dengan menghidupi watak ksatria, para putra Pringgandani yang berparas

rasaksa dapat ikhlas merelakan kematian Prabu Arimba dalam perang tading

melawan Bima. Mereka mengakui bahwa Bima memang seorang ksatria

keturunan trah Girisarangan yang sakti. Maka dari itu ada rasa bangga di hati

mereka ketika Bima telah menyunting Kakang Mbok Arimbi yang sudah menjadi

jelita, dan menjadi satu keluarga di Pringgandani.

Page 279: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

279

PANDAWA KURAWA

Dengan bergabungnya Bima di Pringgandani, para putra Pringgandani

optimis menatap masa depan negara Pringgandani. Karena pasangan Bima dan

Arimbi telah mampu menghidupi kembali watak ksatria yang telah diwariskan

oleh para pendahulunya, tat kala membangun dan mendirikan negara

Pringgandani. Karena dengan watak berani, bersih, jujur, dan tulus, yang menjadi

ciri khas watak seorang ksatria, negara Pringgandani telah menjadi besar. Dan

akan semakin besar dan jaya manakala nilai-nilai luhur yang telah diwariskan

akan dihidupi dalam menjalankan pemerintahan negara Pringgandani.

Waktu merambat pelan, untuk beberapa waktu Bima tinggal di

Pringgandani membantu dan mendampingi Arimbi dalam menata pemerintahan

yang telah beberapa waktu komplang tanpa raja. Seiring dengan penataan

kerajaan, kandungan Arimbi bertambah semakin besar. Ada secercah kebahagiaan

dan harapan yang berkaitan dengan bayi yang dikandung. Tangan Bima dan

Arimbi meraba lembut perut Arimbi dengan sebuah permohonan yang bulat dan

utuh, jadikanlah anak ini seorang raja ksatria yang membawa kejayaan negara

Pringgandani.

Suasana duka masih terasa sejak kepergian Raja besar Pringgandani untuk

selamanya. Prabu Arimba telah mempercayakan negara Pringgandani kepada

Arimbi. Senyum abadi yang ditinggalkan Prabu Arimba memberi semangat

optimisme untuk mewujudkan harapan akan kebesaran dan kejayaan Negara

Pringgandani.

Page 280: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

280

PANDAWA KURAWA

Berangsur-angsur mendung kesedihan yang menggelayut di langit

Pringgandani tersibak. Negara mulai tertata dan pulih kembali seperti sebelum

Prabu Arimba meninggal. Atas kesepakatan ke enam adik-adik Arimba, yang

terdiri dari Prabakesa, Brajadenta, Brajamusti, Brajawikalpa, Brajalamatan dan

Kala Bendana, Arimbi sebagai saudara paling tua ditunjuk menggantikan Prabu

Arimba untuk menjalankan pemerintahan Pringgandani.

Beberapa bulan Bima menjalani hidup dengan Arimbi di Pringgandani.

Jika menuruti perasaan hatinya Bima ingin mendampingi Arimbi, setidak-

tidaknya sampai dengan kelahiran anak yang dikandung Arimbi. Namun hatinya

gundah juga mengingat bahwa Bima telah berjanji kepada Ibu Kunthi untuk tidak

meninggaklkan saudara-saudaranya terlalu lama. Kegundahan hati Bima

diungkapkan kepada Arimbi, dan disepakati untuk sementara waktu Bima kembali

menemui Ibu Kunthi dan saudara-saudaranya di hutan Kamiyaka. Dan jika sampai

pada saatnya bayi yang dikandung Arimbi lahir, Bima akan kembali ke

Pringgandani.

Tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama, Bima telah sampai di

hadapan Ibu dan saudara-saudaranya. Mendengar cerita bahwa pada akhirnya

Bima diterima sebagai saudara tua oleh adik-adik Arimbi dan menjadi bagian dari

Negara Pringgandani, Kunthi dan saudara-saudara Bima dipenuhi dengan rasa

sukacita.

Barata

Page 281: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

281

PANDAWA KURAWA

Pagi itu udara sungguh cerah. Kehangatan sinar mentari mampu

menembus lebatnya dedaunan hutan Kamiyaka. Kunthi memandangi sepasang

burung prenjak yang berkicau bersautan, tak henti-hentinya. Kicau sepasang

burung Prenjak jantan dan betina tersebut selain membangkitkan suasana

keceriaan alam semesta juga dapat dibaca sebagai pertanda alam bagi manusia..

Jika sepasang burung Prenjak tersebut berkicau di arah barat rumah, itu pertanda

jelek, akan ada tamu yang mengajak bertengkar. Jika sepasang burung Prenjak

tersebut berkicau di arah Timur rumah, itu pertanda jelek juga, karena akan terjadi

kebakaran. Jika sepasang burung Prenjak berkicau mengitari rumah, itu pertanda

baik, akan mendapat rejeki dari jerih payahnya. Jika sepasang burung Prenjak,

berkicau bersautan di arah selatan rumah, itu pertanda baik, akan ada tamu

bangsawan yang berkendak baik. Jika sepasang burung Prenjak berkicau di arah

utara rumah, itu pertanda sangat baik, akan ada tamu seorang guru memberi

wangsit yang benar dan suci.

Benarkah akan ada tamu agung, seorang resi, pandita atau begawan yang

datang di Hutan Kamiyaka ini? Dengan menengarai sepasang burung Prenjak

yang tak henti-hentinya berkicau bersautan di sebelah utara rumah kayu ini. Jika

benar pertanda tersebut, Kunthi tidak bisa memperkirakan siapakah sesepuh yang

bakal datang. Karena selain Resi Bisma, Yamawidura, Begawan Abiyasa dan

Semar tidak ada lagi orang yang dianggap agung dan suci. Namun apakah

mungkin salah satu di antara empat orang agung tersebut datang ke Hutan

Kamiyaka ini?

Page 282: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

282

PANDAWA KURAWA

Semenjak peristiwa bale sigala-gala, Kunthi dan anak-anaknya sengaja

mengasingkan diri menyamar sebagai orang sudra yang hidup menggembara dari

hutan ke hutan. Kunthi menitipkan pesan kepada Kanana abdi setia Yamawidura

yang berjasa membuat terowongan rahasia yang dipakai oleh Hyang Antaboga

dan Nagatamala untuk menyelamatkan Kunthi dan Pandawa dari peristiwa

Balesigala-gala. Pesan yang disampakai kepada Kanana adalah bahwa Kunthi dan

anak-anaknya janganlah dicari untuk diajak pulang ke Panggombakan. Biarlah

anak-anaknya terutama sikembar Nakula dan Sadewa melupakan trauma prahara

Balesigala-gala.

Matahari telah bergeser condong ke ujung kulon, pertanda hari telah

beranjak dari siang. Tamu agung yang dinanti Kunthi dalam hati belum juga

datang. Seperti biasanya, setelah panas matahari berkurang, Arjuna selalu

menyempatkan diri mengajari adiknya Nakula dan Sadewa untuk berolah senjata

panah. Sedangkan Kunthi, Puntadewa dan Bima melihat dari kejauhan. Mereka

cukup puas melihat kecerdasan dan ketrampilan Nakula dan Sadewa. Pada saat

Kunthi melupakan pertanda yang dikabarkan kicau sepasang burung Prenjak di

sebelah utara rumah, mendadak dari kejauhan, arah matahari tenggelam ada dua

orang yang datang dengan langkah ringan, Mereka adalah Begawan Abiyasa dan

pamomongnya yaitu Semar. Dapat dibayangkan betapa mengharukan pertemuan

itu. Setelah bertahun-tahun mereka tidak saling berjumpa, sekarang bertemu di

hutan yang kotor, beratap daun dan berlantai tanah. Namun satu hal yang

disyukuri bahwa mereka berjumpa dalam keadaan selamat dan sehat walafiat.

Page 283: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

283

PANDAWA KURAWA

Abiyasa adalah sosok mertua yang sangat dihormati Kunthi lebih dari

Prabu Basukunthi ayahnya sendiri. Oleh karena kedatangannya di Hutan

Kamiyaka yang tak dinyana sebelumnya sungguh membuat hati Kunthi dan para

Pandawa merasa tentram dan damai. Kunthi sangat terharu atas usaha panjang

yang dilakukan rama Begawan Abiyasa untuk menemukan dirinya dan anak-

anaknya. Tidak Nampak keletihan yang disandang pada kedua orang tua tersebut.

Wajahnya tetap ceria berwibawa dan suci.

Tentunya selain ingin mendapati menantu dan cucu-cucunya dalam

keadaan selamat, ada hal khusus dan penting yang ingin disampaikan oleh

Abiyasa dan Semar. Di ruang yang tidak begitu luas dengan diterangi oleh lampu

minyak Begawan Abiyasa menyampaikan beberapa hal khusus kepada Kunthi dan

Pandawa Lima.

“Kunthi dan cucuku Pandawa, semenjak peristiwa Balesigala-gala, Negara

Hastinapura mewartakan kabar resmi, bahwa Kunthi dan Pandawa Lima telah

mati terbakar, Hanya Yamawidura dan Kanana abdinya yang mengetahui keadaan

kalian yang sesungguhnya. Namun keadaan kalian yang selamat dari peristiwa

Balesigala-gala tidak diungkapkan oleh Yamawidura kepada Prabu Destarastra,

dengan pertimbangan, agar para Kurawa tidak memburu kalian untuk

dilenyapkan. Oleh karenanya aku sengaja tidak memanggil kalian untuk pulang di

Panggomabakan. Tetapi tanpa sepengetahuan kalian, aku telah mengutus Semar

untuk selalu memomong kalian dari kejauhan.

Page 284: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

284

PANDAWA KURAWA

Namun saat ini adalah saat yang tepat untuk menunjukkan dirimu kepada

kawula Hastinapura dan para Kurawa bahwa Pandawa Lima selamat tidak kurang

sesuatu apa pun. Tentunya rakyat akan mengelu-elukanmu dengan gegap gempita.

Dan meyakini bahwa kalian adalah titah terpilih yang diutus dewa untuk memayu

hayuning bawana.

“Kebetulan saat ini dibuka sayembara memanah di Cempalaradya,” kata

Semar. “Bukankah ndara Arjuna adalah ahli panah yang mumpuni. Itu artinya

bahwa ndara Arjuna mendapat kesempatan emas untuk memenangkan sayembara.

Pada hal bagi siapa yang berhasil akan mendapatkan putri Prabu Durpada yang

bernama Durpadi.”

Barata

Page 285: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

285

PANDAWA KURAWA

Nama : Hermawan

Alamat : Jln Menteri 4 Gg Sejahtera no 90 Martapura

Email : [email protected]

No : 082155969038

Bank : Mandiri syariah No rek : 7041610427 an Banjarbaru Kalimatan Selatan

Saya dulu lulusan SMK Muh Prambanan Yogyakarta tahun 2008. Pernah

disekolah SMP N 2 Prambanan. Sekarang masih kuliah di STKIP – PGRI

Banjarmasin jurusan Matematika. Saya ini bukan siapa – siapa, saya menulis baru

Page 286: Awal pertikaian

AWAL PERTIKAIAN

PANDAWA & KURAWA

HERMAWAN

286

PANDAWA KURAWA

kali pertama. Disini saya menulis hanya sebagai cara saya memperkenalkan

budaya Indonesia yang hampir tak di ingat oleh generasi muda, semangat ini saya

tunjukkan agar generasai muda tidak melupakan budaya sendiri. Agar kemajuan

suatu bangsa dapat bangkit sehebat negera lain didunia.