21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan bahwa sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada dasarnya sengketa Tata Usaha Negara terjadi karena adanya seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara, yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Gugatan yang diajukan oleh seseorang atau badan hukum yang merasa dirugikan tersebut haruslah dengan alasan-alasan sesuai yang diatur dalam Pasal 53 ayat (2) UU No 5 Tahun 1986. Secara umum jika kita kaji mengenai Isi atau bagian- bagian dari suatu Putusan, maka hal ini diatur dalam Pasal 109 ayat (1) UU Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu memuat: Kepala putusan harus berbunyi: “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa “. a. Nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman para pihak yang bersengketa, b. Ringkasan gugatan dan jawaban Tergugat yang jelas, c. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa, 1 http://annekasaldianmardhiah.blogspot.com/2012/07/analisis-putusan- pengadilan-tata-usaha.html diakses pada tanggal 19 April 2013

Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan undang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan undang

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

1Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara menyebutkan bahwa sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang

Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha

Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara,

termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada

dasarnya sengketa Tata Usaha Negara terjadi karena adanya seseorang atau badan hukum perdata yang

merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara, yaitu suatu penetapan

tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata

Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret,

individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Gugatan yang diajukan oleh seseorang atau badan hukum yang merasa dirugikan tersebut haruslah

dengan alasan-alasan sesuai yang diatur dalam Pasal 53 ayat (2) UU No 5 Tahun 1986. Secara umum

jika kita kaji mengenai Isi atau bagian-bagian dari suatu Putusan, maka hal ini diatur dalam Pasal 109

ayat (1) UU Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu  memuat: Kepala putusan harus berbunyi: “ Demi

Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa “.

a. Nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman para pihak yang bersengketa,

b. Ringkasan gugatan dan jawaban Tergugat yang jelas,

c. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam

persidangan selama sengketa itu diperiksa,

d. Alasan hakim yang menjadi dasar putusan,

e. Amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara, dan

f. Hari, tanggal putusan, nama hakim yang memutus, nama panitera serta keterangan tentang

hadir atau tidak hadirnya para pihak.

Putusan Pengadilan Tata Usaha Negera Jambi Nomor: 01/ G/ TUN/ 2003/  PTUN.JBI secara

keseluruhan sudah memuat semua bagian-bagian isi dari suatu putusan sesuai Pasal 109 ayat (1) di

atas.

B. Rumusan masalah

Dari latar belakang diatas dan untuk mempermudah pemahaman mengenai analisis terhadap

Putusan sengketa tata usaha negara yang dalam hal ini terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara

Jambi Nomor: 01/ G/ TUN/ 2003/ PTUN JBI di atas, maka kelompok kami akan mencoba menjelaskan

atau menguraikannya satu persatu dari hal-hal yang perlu untuk diketahui dan membuktikan apakah

memang keputusan tersebut bisa di pertanggung jawabkan secara hukum?

1 http://annekasaldianmardhiah.blogspot.com/2012/07/analisis-putusan-pengadilan-tata-usaha.html diakses pada tanggal 19 April 2013

Page 2: Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan undang

BAB II

PEMBAHASAN

Secara keseluruhan jika kita sudah pada tahap penganalisaan suatu Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara

maka secara tidak langsung sudah menunjukkan bahwa prosedur sebelumnya sudah terpenuhi, yaitu seperti

mengenai syarat-syarat dari suatu surat gugatan terutama syarat formil, yang jika dalam kasus sengketa tata

usaha negara pada contoh salinan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi di atas adalah diajukan oleh

Ir.Sudjarwo (Penggugat), didaftarkan 9 Januari 2003 dengan Register Perkara Nomor : 01/ G/TUN/ 2003/

PTUN.JBI . Tidak mungkin suatu sengketa tata usaha negara dapat diperiksa, diadili, dan diputus di PTUN jika

tidak lulus dari pemeriksaan awal suatu surat gugatan di Kepaniteraan PTUN, Karena sebelum surat gugatan

dapat di daftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara syarat formilnya harus terpenuhi secara

lengkap terlebih dahulu, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 62 ayat (1) huruf b Jo Pasal 56 UU No.5 Tahun

1986. Beberapa hal lain yang perlu kita cermati adalah:

A. Kompetensi Mengadili

2Kewenangan mengadili terbagi dalam :

Kekuasaan Kehakiman atribusi (attribute van recht smacht-smacht)

Kewenangan mutlak atau kompetensi absolute sebagai kewenagan badan pengadilan untuk

memeriksa jenis perkara tertentu yang secara mutlak tidaka dapat diperiksa pengadilan lain.

Kekuasaan Kehakiman Distribusi ( distributie van recht-smacht)

Kewenangan nisbi atau kompetensi relatif sebagai kewenagan badan pengadilan untuk memeriksa

sesuai asas Actor Sequuitur Forum Rei (yang berwenang pengadilan tempat kedudukan tergugat).

Kompetensi Absolut

3Kompetensi absolut Pengadilan Tata Usaha Negara adalah memeriksa sengketa tata

usaha Negara yang timbul akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha Negara (Pasal 1

angka 9 Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009 danPasal 3 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1986, kecuali (secara limitatif) keputusan tata usaha negara yang dimaksud dalam

ketentuan pasal 49 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 oleh Badanatau Pejabat Tata

2 Prof. Dr. H. Eko Sugiarto, S.H., C.N., M.Hum. dan Tjondro Tirtamulia, S.H., C.N. , Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Surabaya: Brilian Internasional, 2012), hal.133 Ibid, 14 - 15

Page 3: Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan undang

Usaha Negara (Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor Tahun 2009) antara orang atau

badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara.

Dasar hukum pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 menyatakan: “Pengadilan

bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha

negara”.

Pasal 18 UU Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan:

“kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan

yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan

agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh

sebuah Mahkamah Konstitusi.”

Jadi, dibawah lingkungan peradilan Mahkamah Agung terdapat 4 (empat) lingkungan

peradilan (Piramida Peradilan):

Lingkungan peradilan umum,

Lingkungan peradilan agama,

Lingkungan peradilan militer, dan

Lingkungan Peradilalan Tata Usaha Negara.

Selanjutnya kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara

dilaksanakan oleh:

o Pengadilan Tata Usaha Negara;

o Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.

Kekuasaan Kehakiman di lingkungan peradilan Tata Usaha Negara berpuncak pada

Mahkamah Agung sebagai pengadilan Negara Tinggi.

Ketentuan pasal 4 UU Nomor 9 Tahun 2004 dan Pasal 5 UU Nomor Tahun 1986,

menegaskan, bahwa Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku kekuasaan

kehakiman bagi “ rakyat pencari keadilan” (setiap orang baik warga negara Indonesia

maupun orang asing, dan badan hukum perdata yang mencari keadilan pada peradilan

Tata Usaha Negara) terhadap sengketa tata usaha negara.

Page 4: Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan undang

Kompetensi Relatif

4Kompetensi relatif Pengadilan Tata Usaha Negara adalah kewenagan pengadilan yang

daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan tergugat (pasal 54 ayat (1) UU No.5 Tahun

1986).

Ketentuan pasal 54 ayat (1) UU No.5 Tahun 1986, menentukan: “Gugatan sengketa tata

usaha Negara diajukan kepada pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya

meliputi tempat kedudukan tergugat.”

Dalam penjelasannya, ketentuan Pasal 54 ayat (1) menegaskan , bahwa yang

dimaksudkan dengan “tempat kedudukan tergugat” adalah tempat kedudukan secara

nyata atau tempat kedudukan menurut hukum, namun demikian jika tempat kedudukan

tergugat berada diluar daerah hukum pengadilan tempat kediaman penggugat, gugatan

dapat disampaikan kepada pengadilan tata usaha negara tempat kediaman penggugat

untuk diteruskan kepada pengadilan yang bersangkutan.

Demikian pula, apabila penggugat dan tergugat berkedudukan atau berada diluar negeri,

gugatan diajukan kepada pengadilan di Jakarta. Penggugat yang ber ada diluar negeri

dapat mengajukan gugatannya dengan surat atau menunjuk seseorang yang diberi kuasa

yang berada di Indonesia.

Selanjutnya ketentuan pasal 6 UU no. 9 Tahun 2004 menetukan, tempat kedudukan

pengadilan tata usaha negara:

1) Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota kabupaten/Kota dan

daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/Kota.

2) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudkan di ibukoya provinsi dan

daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi.

Berkaitan dengan pembentukannya, ketentuan pasal 9 UU no. 5 Tahun 1986 menetukan

pengadilan tatat usaha negara dibentuk dengan keputusan presiden dan pasal 10 UU no. 5

Tahun 1986 menetukan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dibentuk dengan undang-

undang.

Sengketa Tata Usaha Negara pada contoh salinan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara

Jambi di atas, Penulis sependapat dengan eksepsi Tergugat dan putusan Hakim, karena

jenis sengketa tersebut adalah sengketa kepegawaian, sehingga berdasarkan pada Pasal 48

4 Prof. Dr. H. Eko Sugiarto, S.H., C.N., M.Hum. dan Tjondro Tirtamulia, S.H., C.N. , Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Surabaya: Brilian Internasional, 2012), hal.20-21

Page 5: Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan undang

Jo Pasal 51 ayat (3) Undang-Undang No.5 Tahun 1986 seharusnya gugatan tersebut di

ajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Maka Pengadilan Tata Usaha Negara

Jambi tidak berwenang memeriksa perkara tersebut.

B. Subjek Sengketa

5Ketentuan mengenai pencantuman pihak-pihak dalam sengketa tata usaha ini di atur dalam Pasal

109 ayat (1) huruf b Jo Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No.5 Tahun 1986, bahwa yang harus

dicantumkan terkait subjek atau pihak-pihak yang berperkara dalam proses Peradilan Tata Usaha

Negara ini adalah Pertama; nama, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan penggugat atau

kuasanya. Kedua; nama jabatan dan tempat kedudukan tergugat.

1) Penggugat

Nama                      : Sudjarwo

Kewarganegaraan   : Indonesia

Alamat                   : Jalan Imam Bonjol No.28 RT.18 RW.05, Kelurahan

Pematang Kandis, Bangko

Pekerjaan               : Pegawai Negeri Sipil Pemda Kabupaten Merangin

Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: 05/ TUN/ LBHDB/ II/ 2003 tanggal 4 Februari 2003

memberikan kuasa kepada Faidillah Darma SH, Budi Asmara SH, dan Alimin SH, Advokat/Pengacara

yang tergabung dalam Lembaga Bantuan Hukum “Darma Bakti”.

2) Tergugat6

Nama Jabatan : Bupati Merangin

Tempat Kedudukan : Jalan Jenderal Sudirman No.1 Bangko

Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: 067/SKH/HK&ORG/2003 tanggal 20 Januari 2003 dan

Surat Kuasa Khusus Nomor: 137/ SKH/HK&ORG/ 2003 tanggal 30 Januari 2003 Jo Nomor : B-78/

5 Prof. Dr. H. Eko Sugiarto, S.H., C.N., M.Hum. dan Tjondro Tirtamulia, S.H., C.N. , Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Surabaya: Brilian Internasional, 2012), hal.44 (syarat formal)6 Ibid, 44 (syarat formal)

Page 6: Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan undang

N.5.14/ G.31/ 2003 tanggal 30 Januari 2003 memberi kuasa kepada Irdam SH, Isnadil SH, Dedie Tri

Hariyadi SH, Asep Dahwan S. SH.

C. Objek Sengketa

Objek yang disengketakan di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha Negara

sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No.5 Tahun 1986, yaitu suatu

penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan

hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang

bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan

hukum perdata.

Dalam perkara ini objek gugatan yang diajukan oleh Penggugat merupakan suatu Keputusan Tata

Usaha Negara yaitu berupa Surat Keputusan Bupati Merangin No. 335 tahun 2002 tanggal 03

Desember 2002 tentang Pemberhentian Penggugat ( Sudjarwo ) dari Jabatan Kepala Dinas Tata Kota

Kabupaten Merangin (eselon II/b) menjadi Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Pariwisata Kabupaten

Merangin (eselon III/a).

Berdasarkan hal tersebut, Maka benarlah bahwa kasus tersebut termasuk kedalam objek sengketa

tata usaha negara, tepatnya sengketa kepegawaian yang dapat diperiksa di Pengadilan Tata Usaha

Negara Jambi, karena selain merupakan suatu penetapan tertulis yang bersifat individual, konkret, dan

final, juga pihak Penggugat merasa dirugikan oleh keputusan tersebut.

D. Posita Dan Petitum7

Seperti yang telah diketahui bahwasanya pada penulisan ini Penulis sedang menganalisis sebuah

Putusan Tata Usaha Negara. Suatu Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara akan berisikan rangkuman

secara keseluruhan dari pemeriksaan-pemeriksaan yang telah dilakukan selama persidangan sesuai

isi/sistematika putusan yang telah ditentukan undang-undang. Walaupun pada dasarnya Posita dan

Petitum gugatan berawal dari suatu surat gugatan, namun hal itu tidak menghalangi kita untuk dapat

mengetahui apa yang menjadi Posita maupun Petitum dari gugatan Penggugat, karena hal tersebut

tetap dicantumkan pada suatu Putusan Tata Usaha.

Posita atau dasar gugatan berisikan dalil-dalil Penggugat untuk mengajukan gugatan yang diuraikan

secara ringkas, sederhana, dan harus jelas atau terang, biasanya berisi tentang kejadian-kejadian atau

peristiwa-peristiwa yang merupakan uraian dari duduk perkara suatu sengketa dan berisi fakta hukum

7 Prof. Dr. H. Eko Sugiarto, S.H., C.N., M.Hum. dan Tjondro Tirtamulia, S.H., C.N. , Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara , Surabaya: Brilian Internasional, 2012), hal.46 – 48 (Syarat Material)

Page 7: Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan undang

terkait hubungan hukum antara Penggugat dan Tergugat. Sedangkan Petitum adalah kesimpulan

gugatan yang berisikan hal-hal yang dituntut oleh Penggugat untuk diputuskan oleh Hakim.

Pada sengketa Tata Usaha Negara sesuai contoh Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi Nomor:

01/ G/ TUN/ 2003/PTUN.JBI di atas, yang menjadi Posita dan Petitumnya adalah:

Posita

Secara keseluruhan uraian mengenai kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa terkait duduk

perkara yang tertuju pada dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara dapat dilihat dan

dicermati pada halaman ke-2 dari Putusan TUN tersebut. Bertitik tolak kepada ketentuan Pasal 53

ayat (2) Undang-Undang No.9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.5 Tahun

1986, bahwa alasan-alasan Penggugat untuk menggugat adalah:

a) Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Pada contoh salinan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi di atas, alasan Penggugat

mengatakan KTUN tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan adalah karena

penerbitan SK Bupati Merangin Nomor 335 Tahun 2002 tanggal 3 Desember 2002 tersebut adalah

bertentangan dengan Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 13 Tahun 2002 yang

merupakan ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 yang

menyebutkan bahwa “ untuk menjamin pembinaan karir yang sehat tidak diperbolehkan

perpindahan jabatan struktural dari eselon yang lebih tinggi kedalam eselon yang lebih rendah”.

b) Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan azas-azas umum

pemerintahan yang baik

Pada contoh salinan Putusan PTUN di atas, hal ini dapat dilihat atau dibuktikan pada penjabaran

“duduk perkara” point ke 16-17, yang menyebutkan bahwa mutasi yang dirasa merugikan

Penggugat tersebut dinilai melanggar atau tidak sesuai dengan azas kepatutan kepegawaian yang

berlaku umum dan azas larangan berbuat sewenang-wenang.

Petitum

Yang menjadi tuntutan Penggugat untuk diputuskan oleh Hakim terhadap perkara gugatan dalam

sengketa tata usaha negara tersebut adalah:

a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya,

b. Menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Bupati Merangin No. 335 Tahun 2002

tertanggal 3 Desember 2002 tentang Pemberhentian Penggugat dari Jabatan Kepala

Page 8: Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan undang

Dinas Tata Kota Kabupaten Merangin yang ditempatkan sebagai Kepala Bagian Tata

Usaha Dinas Pariwisata, Seni dan Kebudayaan Kabupaten Merangin,

c. Memerintahkan Tergugat menerbitkan Surat Keputusan yang isinya mencabut Surat

Keputusan Bupati Merangin yang disebutkan di atas,

d. Memerintahkan Tergugat untuk menerbitkan Surat Keputusan yang isinya merehabilitasi

Penggugat sesuai harkat, martabat dan kedudukannya,

e. Menetapkan bahwa Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi tentang

penundaan pelaksanaan lebih lanjut Surat Keputusan yang menjadi objek sengketa, tetap

sah dan berlaku, dan

f. Menghukum Tergugat untuk membayar ongkos perkara yang timbul dalam perkara.

E. Pembuktian

Pembuktian merupakan pengujian terhadap ada atau tidaknya suatu fakta, dapat berupa fakta

hukum yaitu kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan yang keberadaannya tergantung dari penerapan

suatu peraturan perundang-undangan, dan fakta biasa yaitu kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan

yang juga ikut menentukan adanya fakta hukum tertentu (Wiyono, 2007: 148). Fakta-fakta yang

disebutkan di atas akan menjadi bahan pertimbangan Hakim dalam menentukan putusan akhir.

Jika mencermati contoh putusan di atas, yang menjadi fakta biasa dalam sengketa Tata Usaha

Negara tersebut berdasarkan pada bukti-bukti yang ada diantaranya adalah bahwa kinerja Penggugat

(Sujdarwo) ketika menjabat sebagai Kepala Dinas Tata Kota adalah kurang baik, hal ini dapat dilihat

pada halaman ke-34 Putusan tersebut terkait pertimbangan Hakim menyebutkan “ Menimbang, bahwa

dari semua saksi yang diajukan oleh Tergugat sebanyak 4 (empat) orang kesemuanya menerangkan

kinerja Penggugat sebagai Kepala Dinas Tata Kota adalah kurang baik”.

Sedangkan yang menjadi Fakta hukum dari sengketa Tata Usaha Negara yang timbul dari adanya

fakta biasa di atas diantaranya adalah dengan dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara oleh

Tergugat (Bupati Merangin) berupa Surat Keputusan(SK) Bupati Merangin Nomor 335 Tahun 2002

tanggal 3 Desember 2002 tentang Pemberhentian, Pemindahan, dan Pengangkatan Penggugat

( Sudjarwo) dari Kepala Dinas Tata Kota Kabupaten Merangin(eselon II/b) menjadi Kepala Bagian

Tata Usaha Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya Kabupaten Merangin(eselon III/a).

Page 9: Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan undang

Pada Pasal 107 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

menyebutkan “ Hakim menetukan apa yang harus dibutikan, beban pembuktian beserta penilaian

pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan

keyakinan Hakim”. Dengan demikian Hakim dalam memeriksa, memutus, dan menyelesaikan

sengketa Tata Usaha Negara memiliki kebebasan atau dapat menentukan sendiri siapa yang harus

dibebani pembuktian, serta Hakim tidak tergantung atau terikat pada fakta dan hal yang diajukan oleh

para pihak yang bersengketa.

Terkait alat bukti, Undang-Undang No 5 Tahun 1986 mengaturnya dalam Pasal 100, yaitu:

a. Surat atau tulisan

b. Keterangan ahli

c. Keterangan saksi

d. Pengakuan para pihak

e. Pengetahuan Hakim

Atas dasar pengaturan terkait alat bukti sebagai pada pasal-pasal di atas, maka pada contoh

kasus/sengketa di atas menurut pencermatan Penulis alat bukti yang digunakan sebagai pertimbangan

Hakim dalam menentukan putusan akhir adalah:

a. Surat atau tulisan ; Bukti ini dapat diperhatikan dari uraian bukti-bukti surat yang diajukan

oleh Penggugat maupun Tergugat berupa foto copy yang telah dilegalisir, bermaterai cukup

atau dengan kata lain surat-surat yang sudah dianggap sah dan dapat dipergunakan di

Pengadilan.

b. Keterangan ahli ; Pada persidangan sengketa tata usaha negara tersebut pihak Penggugat

telah mengajukan 1 (satu) orang saksi ahli untuk diperdengarkan kesaksiannya di depan

Hakim tentang hal yang diketahuinya berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya.

c. Keterangan saksi ; Pada persidangan sengketa tata usaha negara tersebut juga diperdengarkan

keterangan dari saksi-saksi (saksi fakta) yang diajukan oleh Penggugat dan Tergugat.

d. Pengetahuan Hakim ; Dalam hal ini adalah pengetahuan hakim mengenai azas-azas dan

peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemeriksaan dan penyelesaian suatu sengketa tata

usaha negara, misalnya pada sengketa TUN dalam Putusan di atas adalah sehubungan dengan

Page 10: Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan undang

pertimbangan Hakim untuk mencabut Penetapan Ketua Pengadilan TUN Jambi mengenai

Penangguhan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan karena

berdasarkan fakta yang ada bahwa jabatan Dinas Tata Kota merupakan institusi pelayanan

publik yang harus terus berjalan dan tidak boleh dibiarkan kosong. Maka disinilah letak

pertimbangan Hakim yang sesuai dengan pengetahuannya, yaitu berdasarkan pada azas

penyelenggaraan kepentingan umum dan Pasal 67 ayat (4) huruf b yang menyebutkan bahwa

“permohonan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara tidak dapat dikabulkan

apabila kepentingan umum dalam rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya

keputusan tersebut”.

Dari penjelasan di atas, maka dengan adanya lebih dari dua alat bukti yang digunakan sebagai

pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkara, maka amar/putusan yang ditetapkan atau

diambil oleh Hakim nantinya tidak akan diragukan lagi ketepatan putusannya.

F. Diktum / Amar Putusan

Setelah semua tahap-tahap pemeriksaan di persidangan dilakukan (pembacaan gugatan oleh

Penggugat, pembacaan jawaban dari Tergugat, replik, duplik, pengjuan alat-alat bukti, kesimpulan),

diman inti dari hasil pemeriksaan di sidang Pengadilan mengenai sengketa Tata Usaha Negara itu

adalah Pertama, Penggugat mengajukan kesimpulan bahwa KTUN yang dikeluarkan oleh Tergugat

agar dinyatakan batal atau tidak sah. Kedua, Tergugat mengajukan kesimpulan bahwa KTUN yang

telah dikeluarkan adalah sah (Wiyono, 2007: 123).

Kini tibalah saatnya kita pada tahap pembahasan penjatuhan putusan akhir. Diktum atau Amar

Putusan adalah apa yang diputuskan secara final oleh pengadilan dan merupakan titik akhir yang

terpenting bagi Penggugat atau Tergugat, dengan kata lain Diktum atau amar putusan juga dapat

dikatakan jawaban atau tanggapan dari petitum.

Putusan akhir adalah putusan yang dijatuhkan oleh Hakim setelah pemeriksaan sengketa Tata

Usaha Negara selesai yang mengakhiri sengketa tersebut pada tingkat pengadilan tertentu.

Berdasarkan Pasal 97 ayat (7) bentuk Putusan pengadilan dapat berupa8:

1. Gugatan ditolak

2. Gugatan dikabulkan

3. Gugatan tidak diterima

4. Gugatan gugur.

8 Prof. Dr. H. Eko Sugiarto, S.H., C.N., M.Hum. dan Tjondro Tirtamulia, S.H., C.N. , “Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara” , Surabaya: Brilian Internasional, 2012), hal.99-100 (Putusan Pengadilan)

Page 11: Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan undang

Pada contoh sengketa Tata Usaha Negara dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi

Nomor: 01/ G/ TUN/ 2003/ PTUN.JBI di atas yang menjadi Diktum atau Amar putusan yang

diputuskan dalam Rapat Permusyawaratn Majelis Hakim pada hari Rabu tanggal 7 Mei 2003 yaitu,

mengadili:

1. Menerima Eksepsi Tergugat,

2. Mencabut Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi Nomor: 01/ G/ TUN/

2003/ PTUN.JBI. tanggal 24 Januari 2003,

3. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima, dan

4. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang diperhitungkan, sebesar

Rp. 427.000,- (empat ratus dua puluh tujuh rupiah).

Dengan diterimanya eksepsi tergugat maka otomatis gugatan Penggugat tidak diterima yaitu

putusan yang menyatakan bahwa syarat-syarat yang telah ditentukan tidak dipenuhi oleh gugatan yang

diajukan oleh Penggugat dan Diktum putusan tersebut tidak membawa perubahan apa-apa dalam

hubungan hukum yang ada antara Penggugat dengan Tergugat, artinya keadaan tetap seperti yang

berlaku semula, dimana Penggugat (Sudjarwo) tetap pada posisi jabatannya ketika dikeluarkannya

Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi Objek sengketa dan Keputusan Tata Usaha Negara yang

dikeluarkan oleh Tergugat (Bupati Merangin) tetap berlaku atau sah menurut hukum, yaitu dengan

adanya Putusan Hakim mencabut Penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi Nomor: 01/

G/ TUN/ 2003/ PTUN.JBI. tanggal 24 Januari 2003 tentang Penundaan Pelaksanaan Lebih Lanjut

Surat Keputusan tanggal 3 Desember 2002 Nomor 335 Tahun 2002.

Menghukum Penggugat (Sudjarwo) untuk membayar biaya perkara menurut Penulis sudah tepat,

karena berdasarkan Pasal 100 Undang-Undang No.5 Tahun 1986 menyebutkan bahwa “Pihak yang

dikalahkan untuk seluruhnya atau sebagian dihukum membayar biaya perkara”. Lebih lanjut Pasal 111

UU No.5 Tahun 1986 mengatur, yang termasuk dalam biaya perkara itu adalah:

a. Biaya kepaniteraan dan biaya materai,

b. Biaya saksi, ahli, dan alih bahasa dengan catatan bahwa pihak yang meminta

pemeriksaan lebih dari lima orang saksi harus membayar biaya untuk saksi yang lebih

itu meskipun pihak tersebut dimenangkan, dan

c. Biaya pemeriksaan di tempat lain dari ruangan sidang dan biaya lain yang diperlukan

bagi pemutusan sengketa atas perintah Hakim Ketua Sidang.

Yang perlu ditekankan dalam penjatuhan putusan adalah bahwa Majelis Hakim wajib menjatuh

putusan terhadap semua petitum dan dilarang menjatuhkan putusan di luar atau melebihi petitum.

Page 12: Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan undang

Pasal 68 ayat(1) Undang-Undang No.5 Tahun 1986 menyebutkan “Pengadilan memeriksa dan

memutus sengketa Tata Usaha Negara dengan tiga orang Hakim”. Jika kita cermati, pada contoh

Putusan sengketa Tata Usaha Negara di atas sudah memenuhi aturan Pasal tersebut, dapat terlihat

pada bagian penutup Putusan PTUN, Majelis Hakim yang memutus tersebut adalah M.Arif

Nurdu’a,SH Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jambi selaku Hakim Ketua Majelis, R.Basuki

Santoso,SH dan Husban,SH masing-masing sebagai Hakim Anggota.

Pasal 108 ayat(1) dan(2) Undang-Undang No.5 Tahun 1986 mengatur bahwa Putusan

Pengadilan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan jika hal tersebut tidak terpenuhi

maka akan mengakibatkan putusan Pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

Jika berpandangan pada pasal tersebut, contoh Putusan sengketa Tata Usaha Negara di atas

adalah sah dan mempunyai kekuatan hukum, karena putusan tersebut diucapkan dalam sidang yang

dinyatakan terbuka untuk umum pada hari Kamis tanggal 8 Mei 2003 oleh Majelis Hakim dan dibantu

oleh Bowo Winoto, SH sebagai Panitera sidang yang dihadiri oleh Kuasa Penggugat dan Kuasa

Tergugat. Kekuatan hukum dari Putusan sengketa Tata Usaha Negara di atas adalah mengikat semua

yang berkepentingan untuk menaati dan melaksanakannya, yaitu semua orang dan/atau semua badan

hukum, baik badan hukum perdata maupun badan hukum publik, karena Putusan Hakim di

lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara mengikuti azas Erga Omnes, yang artinya putusan berlaku

bagi semua orang.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa Putusan Tata Usaha Negara Jambi Nomor: 01/ G/

TUN/ 2003/ PTUN.JBI terkait sengketa Tata Usaha Negara antara Sudjarwo(Penggugat) yang menggugat Surat

Keputusan Bupati Merangin No.335 Tahun 2002 yang dikeluarkan oleh Bupati Merangin (Tergugat) secara

keseluruhan sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik dari segi isi putusan maupun

maupun sistematika putusan, begitu juga dengan Subjek, Objek, Kompetensi, tenggang waktu mengajukan

gugatan sudah tepat. Sehingga hal tersebut mengindikasikan bahwa Putusan Tata Usaha Negara tersebut dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum.

Page 13: Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan undang

DAFTAR PUSTAKA

Literatur Internet :

http://annekasaldianmardhiah.blogspot.com/2012/07/analisis-putusan-pengadilan-tata-usaha.html diakses pada tanggal 19 April 2013

http://yogalih.wordpress.com diakses pada tanggal 19 April 2013

Literatur Buku :

Prof. Dr. H. Eko Sugiarto, S.H., C.N., M.Hum. dan Tjondro Tirtamulia, S.H., C.N. 2012. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Surabaya: Brilian Internasional

Undang-Undang No 5 Tahun 1986 tentang Peradilan tata Usaha Negara

Undang -Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara

Page 14: Analisis penyelesaian sengketa dalam peradilan tata usaha negara berdasar kan undang

ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERADILAN TATA USAHA

NEGARA BERDASAR KAN UNDANG-UNDANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara

Oleh

YANELS GARSIONE D ( 115010107111103 )

VEGA REZALDI ( 115010100111133 )

RIFMI RAMDHANI ( 115010107111106 )

ADITYA WARDANA ( 115010107111102 )

M. AGUNG DHARMAWAN ( 115010107111098 )

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS HUKUM

MALANG

2013