MAKALAH
KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH
DISUSUN OLEH
SARWONO
X7209094
PROGRAM STUDI S1 PGSD KAMPUS VI KEBUMEN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan dan keberhasilan suatu sekolah dalam mencetak anak didik yang berkualitas
sangat dipengaruhi oleh elemen-elemen yang ada di dalamnya, yaitu antara lain kepala sekolah,
guru, staf administrasi, serta peran masyarakat di sekitar lingkungan sekolah. Kesemuanya itu
sangat tergantung pada cara kepala sekolah untuk mengatur dan memimpin serta menerapkan
manajemen yang berbasis sekolah secara tepat.
Pada kenyataannya, banyak sekali kepala sekolah yang kurang atau bahkan tidak paham
dengan tugas, tanggung jawabnya, serta kewajibannya sebagai seorang pemimpin, seorang figur
yang menjadi panutan serta contoh bagi para guru, siswa, dan steckholder yang ada pada sekolah
itu, serta kepala sekolah sebagai seorang pemegang kendali kemajuan dan keberhasilan suatu
sekolah. Kapala sekolah bukan hanya sekadar figur pemimpin yang harus dipatuhi segala
perintah dan aturan yang telah dibuatnya, namun kepala sekolah juga hendaknya dapat menjadi
pengayom para bawahannya
Kapala sekolah sebagai seorang pemimpin hendaknya dapat mengadakan suatu
pertemuan efektif dengan para guru dalam situasi yang kondusif. Perilaku kepala sekolah harus
mendorong kinerja para guru dengan tetap menunjukkan rasa bersahabat, dekat, dan penuh rasa
pertimbangan terhadap para guru, baik sebagai individu maupun kelompok. Perilaku pemimpin
yang positif dapat mendorong kelompok dalam mengarahkan dan memotivasi individu untuk
bekerja sama dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.
Oleh karena itu, para kepala sekolah hendaknya betul-betul paham dan mengerti apa
yang harus dilakukan sebagai seorang pemimpin.
B. Rumusan Masalah
Secara umum permasalahan yang dihadapi dalam makalah ini adalah bagaimana
kepemimpinan yang baik dalam rangka penerapan manajemen berbasis sekolah?
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dapat diperoleh rumusan masalah
sebagai berikut:
Apa pengertian tentang kepemimpinan? Bagaimana gaya kepemimpinan yang
diharapkan dalam rangka implementasi Manajenen Berbasis Sekolah? Bagaimanakah model
kepemimpinan yang dapat meningkatkan kinerja? Serta bagaiman kepemimpinan kepala sekolah
yang efektif?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepemimpinan
Arti kepemimpinan dapat diuraikan sebagai suatu kegiatan untuk mempengaruhi orang-
orang yang mengarah pada pencapaian tujuan dari suatu organisasi. Menurut Sutrisna (dalam
Mulyasa, 2005: 107) kepemimpinan berarti “ proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau
kelompok dalam usaha ke arah pencapaian tujuan dalam situasi tertentu”.
Sedangkan menurut Soepardi (dalam Mulyasa, 2005: 107) mendefinisikan
kepemimpinan sebagai “kemampuan untuk menggerakkan, mempengaruhi, mamotivasi,
mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang, dan
bahkan menghukum (kalau perlu), serta membina dengan maksud agar manusia sebagai media
manajemen mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif dan efisien”.
Dalam kepemimpinan, ada tiga hal yang saling berhubungan, yaitu adanya pemimpin
dan karakteristiknya, adanya pengikut, serta adanya situasi kelompok tempat pemimpin dan
pengikut berinteraksi.
B. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh pemimpin dalam
mempengaruhi para pengikutnya. Gaya kepemimpinan merupakan pola perilaku seorang
pemimpin yang khas pada saat mempengaruhi anak buahnya tentang apa yang dipilih oleh
pemimpin untuk dikerjakan, cara pemimpin bertindak untuk mempengaruhi anggota kelompok
membentuk gaya kepemimpinannya.
Gaya kepemimpinan dapat dikaji melalui tiga pendekatan antara lain:
1. Pendekatan Sifat
Pendekatan sifat mencoba menerangkan sifat-sifat yang membuat seseorang berhasil.
Penganut pendekatan ini berusaha mengidentifikasikan sifat-sifat kepribadian yang dimiliki oleh
pemimpin yang berhasil dan yang tidak berhasil. Sutrisna (dalam Mulyasa, 2005: 108)
mengatakan bahwa “dalam pendekatan sifat terdapat sifat-sifat tertentu, seperti kekuatan fisik
atau keramahan yang esensial, pada kepemimpinan yang efektif”.
Menurut Tead (dalam Mulyasa, 2005: 109) syarat yang harus dimiliki oleh pemimpin
menurut pendekatan ini antara lain: Kekuatan fisik dan susunan syaraf, Penghayatan terhadap
arah dan tujuan, Antusiasme, Keramah tamahan, Integritas, Keahlian teknis, Kemampuan
mengambil keputusan, Intelegensi, Keterampilan memimpin, dan Kepercayaan.
2. Pendekatan Perilaku
Studi pendekatan perilaku memfokuskan dan mengidentifikasi perilaku yang khas dari
pemimpin dalam kegiatannya mempengaruhi orang lain. Pendekatan ini banyak membahas
keefektifan gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh pemimpin.
Studi mengenai pendekatan ini antara lain:
a. Studi Kepemimpinan Universitas OHIO
Penelitian ini memperoleh gambaran dimensi utama dari perilaku pemimpin yang
dikenal sebagai pembuatan inisiatif dan perhatian.
b. Studi Kepemimpinan Universitas Michigan
Menurut Hersey dan Blenchard (dalam Mulyasa, 2005: 110) studi ini
mengidentifikasikan dua konsep yang disebut dengan orientasi bawahan dan produksi.
Pemimpin yang menekankan pada orientasi bawahan sangat memperhatikan bawahan
sedangkan pemimpin yang menekankan pada orientasi produksi, sangat memperhatikan
produksi dan aspek-aspek teknik kerja.
c. Jaringan Managemen
Dalam pendekatan ini, manajer berhubungan dengan dua hal yaitu perhatian pada
produksi dan perhatian pada orang.
d. Sistem Kepemimpinan Likert
Likert mengembangkan teori kepemimpinan dua dimensi, yaitu orientasi tugas dan
orientasi individu. Likert berhasil merancang empat system kepemimpinan seperti yang
dikutip Thoha (dalam Mulyasa, 2005: 111), yaitu:
1) Sistem 1: pemimpin sangat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada
bawahannya, suka mengeksploitasi bawahan, bersikap paternalistik. Pada system
ini, pemimpin memotivasi bawahannya dengan memberi ketakutan dan hukuman.
Tapi terkadang memberi penghargaan secara kebetulan. Pemimpin hanya mau
memperhatikan komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses
pengambilan keputusan di tingkat atas saja.
2) Sistem 2: pemimpin otokratis yang baik hati. Pemimpin dalam system ini
mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya pada bawahan, mau
memotivasi dengan hadiah-hadiah, ketakutan, dan hukuman-hukuman,
memperbolehkan adanya komunikasi ke atas, mendengar pendapat dan ide-ide dari
bawahan, dan memperbolehkan adanya delegasi wewenang dalam proses
keputusan. Bawahan merasa tidak bebas membicarakan tentang perkerjaan dengan
atasan.
3) Sistem 3: pemimpin mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan. Pemimpin mau
melakukan motivasi dengan penghargaan dan hukuman yang kebetulan, dan juga
berkehendak melakukan partisipasi. Pemimpin suka menetapkan dua pola
hubungan komunikasi, yakni ke atas dan ke bawah. Dia membuat keputusan dan
kebijakan yang luas pada tingkat atas, tapi mengkhususkan pada tingkat bawah.
Bawahan merasa sedikit bebas membicarakan pekerjaan dengan atasan.
4) Sistem 4: dinamakan pemimpin yang bergaya kelompok partisipatif. Dalam hal ini
manajer mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahan. Atasan
mengandalkan bawahan untuk mendapatkan ide-ide dan pendapat-pendapat, dan
menggunakan pedapat bawahan secara konstruktif. Pemimpin memberikan
penghargaan yang bersifat ekonomis berdasarkan partisipasi kelompok dan
keterlibatan pada setiap urusan. Pemimpin mau mendorong bawahan untuk ikut
bertanggung jawab membuat keputusan, dan melaksanakan keputusan tersebut
dengan tanggung jawab. Bawahan merasa bebas membicarakan pekerjaan dengan
atasannya.
3. Pendekatan Situasional
Pendekatan ini menitikberatkan pada berbagai gaya kepemimpinan yang paling efektif
diterapkan dalam situasi tertentu. Berikut ini adalah beberapa studi kepemimpinan yang paling
efektif diterapkan dalam situasi tertentu, yaitu:
a. Teori Kepemimpinan Kontingensi
Teori ini dikembangkan Fiedler and Chemers. Dari hasil penelitian tahun 1950,
disimpulkan bahwa seseorang menjadi pemimpin bukan hanya karena faktor kepribadian saja,
tetapi karena berbagai faktor situasi dan saling hubungan antara pemimpin dengan situasi.
Ada tiga factor yang perlu dikembangkan, yaitu:
1) hubungan antara pemimpin dan bawahan, didasarkan pada persepsi pemimpin
mengenai suasana kelompok;
2) stuktur tugas, yaitu bila struktur tugas cukup jelas, maka prestasi akan lebih mudah
diawasi, dan tanggung jawab setiap orang lebih pasti;
3) kekuasaan yang berasal dari organisasi. Pemimpin yang menerima kekuasaan yang
jelas dari organisasi akan mendapatkan kepatuhan lebih dari bawahan.
Fiedler menentukan dua jenis gaya kepemimpinan berdasarkan tiga dimensi diatas, yaitu:
1) gaya kepemimpinan yang mengutamakan tugas;
2) gaya kepemimpinan yang mengutamakan pada hubungan kemanusiaan.
b. Teori Kepemimpinan Tiga Dimensi
Teori ini dikemukakan oleh Reddin. Menurutnya ada tiga dimensi untuk menentukan
gaya kepemimpinan, yaitu perhatian pada produksi atau tugas, perhatian pada orang, dan
dimensi efektivitas. Gaya kepemimpinan Reddin memiliki empat gaya dasar yaitu integrated,
related, separated, dan dedicated. Keempat gaya tesebut dapat menjadi efektif dan tidak
efektif dan akan menjadi tujuh gaya kepemimpinan, yaitu:
1) integrated, jika diekspresikan dalam situsi efektif akan menjadi gaya eksekutif;
2) integrated, jika diekspresikan dalam situsi tidak efektif akan menjadi gaya
compromiser;
3) separated jika diekspresikan dalam situsi efektif akan menjadi gaya bureaucrat;
4) separated jika diekspresikan dalam situsi tidak efektif akan menjadi deserter;
5) dedicated jika diekspresikan dalam situasi efektif akan menjadi gaya benevolent
autocrat;
6) related jika diekspresikan dalam situasi efektif akan menjadi gaya developer;
7) related jika diekspresikan dalam situasi tidak efektif akan menjadi gaya missionary.
Gaya kepemimpinan tersebut selanjutnya dikelompokkan ke dalam gaya efektif dan
tidak efektif sebagai berikut:
1) Gaya Efektif
Yang termasuk dalam gaya ini antara lain:
a) Exsecutif; gaya ini menunjukkan adanya perhatian baik kepada tugas maupun
kepada hubungan tugas dalam kelompok. Pemimpin pada gaya ini berusaha
memotivasi oanggota dan menempatkan individu sebagai manusia.
b) Developer; gaya ini memberikan perhatian yang cukup tinggi terhadap
hubungan kerja dalam kelompok dan perhatian minimum terhadap tugas
pekerjaan. Pemimpin pada gaya ini sangat memperhatikan perkembangan
anggota.
c) Benevolent Authocrat; gaya ini memberikan perhatian yang tinggi terhadap
tugas dan perhatian yang rendah dalam hubungan kerja. Pamimpin dengan
gaya ini mengetahui strategi untuk memperoleh apa yang ia inginkan.
d) Birokrat; gaya ini memberikan perhatian yang rendah terhadap tugas maupun
terhadap hubungan. Pemimpin yang menganut gaya ini dapat menerima
setiap peraturan dan berusaha memelihara serata melaksanakannya.
2) Gaya yang tidak Efektif
Yang termasuk dalam gaya ini antara lain:
a) Compromiser; gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada tugas maupun
pada hubungan kerja. Pemimpin yang menganut gaya ini sering membuat
keputusan yang tidak efektif dan sering menemui hambatan.
b) Missionary; gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada hubungan kerja dan
rendah pada tugas. Pemimpin yang menganut gaya ini hanya tertarik pada
keharmonisan dan tidak bersedia mengintrol hubungan yang baik.
c) Autocrat; gaya ini memberikan perhatian yang baik terhadap tugas dan
rendah pada hubungan. Pemimpin yang menganut gaya ini selalu
mengambil keputusan dan kebujaksanaan sendiri.
d) Deserter; gaya ini memberi perhatian rendah pada tugas dan hubungan kerja.
Pemimpin yang menganut gaya ini hanya memberi dukungan, struktur, dan
tanggung jawab pada saat dibutuhkan saja.
c. Teori Kepemimpinan Situasional
Teori ini adalah pengembangan dari model kepemimpinan tiga dimensi, yang
didasarkan pada hubungan tiga faktor, yaitu perilaku tugas (Task behaviour), perilaku
hubungan (Relationship behavior) dan kematangan (Maturity). Gaya kepemimpinan akan
efektif jika disesuaikan dengan kematangan anak buah. Gaya kepemimpinan tersebut antara
lain adalah:
1) Gaya Mendikte (Telling), diterapkan jika anak buah dalam tingkat kematangan
rendah dan memerlukan petunjuk serta pengawasan yang jelas.
2) Gaya Menjual (Selling), diterapkan apabila kondisi anak buah dalam taraf rendah
sampai moderat. Maksudnya mereka telah memiliki kemauan untuk melakukan
tugas, tapi belum didukung oleh kemampuan yang memadai.
3) Gaya melibatkan diri (Participating), diterapkan apabila tingkat kematangan anak
buah berada pada taraf moderat sampai tinggi. Mereka memiliki kemampuan, tapi
kurang memiliki kemauan kerja dan percaya diri.
C. Kepemimpinan dalam Peningkatan Kinerja
1. Pembinaan Disiplin
Peningkatan kinerja pegawai dalam MBS perlu dimulai dengan sikap demokratis. Oleh
karena itu dalam membina disiplin perlu berpedoman pada sikap tersebut.
Taylor dan User (dalam Mulyasa, 2005: 118) mengemukakan strategi membina disiplin sebagai
berikut:
a. Konsep diri; konsep diri merupakan faktor yang penting dari setiap perilaku.
b. Keterampilan berkomunikasi; pemimpin harus menerima semua perasaan pegawai dengan
teknik komunikasi yang menimbulkan kepatuhan dari dirinya.
c. Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami; perilaku yang salah terjadi karena pegawai telah
mengembangkan kepercayaan yang salah terhadap dirinya.
d. Klarifikasi nilai
e. Latihan keefektifan pemimpin
f. Terapi realitas
2. Pembangkitan Motivasi
a. Teori Moslow
Moslow (dalam Mulyasa, 2005: 121) membagi kebutuhan menjadi lima kategori, yaitu
kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebuthan kasih sayang, kebutuhan akan rasa harga
diri, dan kebutuhan akan rasa aktualisasi diri.
Dalam hubungannya dengan peningkatan kinerja pegawai, teori ini dapat dipergunakan
sebagai pegangan untuk melihat dan mengerti mengapa pegawai yang sakit atau kondisi
fisiknya tidak baik tidak memiliki motivasi untuk bekerja; pegawai lebih suka bekerja dengan
suasana menyenangkan; pegawai yang merasa disenangi oleh teman dan pemimpinnya
memiliki minat untuk meningkatkan kinerja dibandingkan pegawai yang diabaikan;
keinginana pegawai untuk memahami dan mengetahui sesuatu tidak selalu sama.
b. Teori Dua Faktor
Menurut Herzberg (dalam Mulyasa, 2005:123) ada dua faktor penting, yaitu hygiene
(lingkungan) dan motivator (pekerjaan itu sendiri). Faktor yang dapat memotivator karyawan
adalah motivator.
c. Teori Alderfer
Alderfer (dalam Mulyasa, 2005: 123) membedakan tiga kelompok kebutuhan yaitu
kebutuhan akan keberadaan, kebutuhan berhubungan, dan keburuhan untuk bertumbuh.
d. Teori Prestasi McCelland
McCelland (dalam Mulyasa, 2005: 123) membagi tiga kebutuhan manusia, yaitu
kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk berafiliasi, dan kebutuhan kekuasaan.
e. Teori X dan Teori Y
Gregor (dalam Mulyasa, 2005: 124) mengungkapkan bahwa teori X mengungkap
sebagian besar manusia lebih suka diperintah, tidak tertarik dengan rasa tanggung jawab,
masih bersifat anak-anak. Teori Y mengungkap manusia suka bekerja, dapat mengontrol diri
sendiri, dan mempunyai kemampuan untuk berkreativitas.
Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan pegangan dalam manilai kinerja pegawai
dalam MBS, antara lain:
1) Pemahaman tugas dan tanggung jawab
2) Kemampuan keterampilan
3) Semangat yang tinggi
4) Berinisiatif dan berkemauan tinggi.
3. Penghargaan
Penghargaan sangat penting untuk meningkatkan kegiatan yang produktif. Dengan
penghargaan, pegawai akan terangsang untuk meningkatkan kinerja positif dan produktif.
Penggunaan penghargaan perlu dilakukan secara tepat, efektif, dan efisien agar tidak
menimbulkan dampak negatif.
D. Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Efektif
Kinerja kepemimpinan kepala sekolah dalam kaitannya dengan MBS adalah segala upaya
yang dilakukan dan hasil yang dicapai kepala sekolah dalam mengimplementasikan MBS di
sekolahnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Kepemimpinan
kepala sekolah yang efektif dalam MBS dapat dilihat berdasarkan kriteria sebagai berikut:
1. Mampu memperdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik,
lancar, dan produktif.
2. Mampu menyelesaikan tugas dan pekerjaan dengan tepat waktu.
3. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat.
4. Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan
pegawai lainnya.
5. Bekerja dengan tim manajeman.
6. Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pola kepemimpinan kepala sekolah harus dapat mendorong kinerja para guru dengan
tetap menunjukkan rasa bersahabat, penuh pertimbangan terhadap guru baik sebagai individu
maupun kelompok, dekat, dan kekeluargaan. Perilaku dan sikap kepala sekolah atau pemimpin
yang positif dapat mendorong kelompok dalam mengarahkan dan memotivasi individu untuk
bekerja sama dalam kelompok tersebut dalam rangka mewujudkan tujuan suatu lembaga atau
organisasi.
B. Saran
Bagi kepala sekolah hendaknya mengetahui pola-pola kepemimpinan yang baik dan
dapat menerapkannya pada sekolah yang dipimpinnya dengan tetap memperhatikan situasi dan
kondisi steckholder sekolahnya.