SINDROMA NEFRITIK AKUT
Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan kumpulan gambaran klinis berupa
hematuria dengan sel darah merah dismorfik dan silinder sel darah merah dalam
urine, beberapa derajat oliguaria dan azotemia,retensi natrium dan air, hipertensi
yang disertai adanya kelainan urinalisis (proteinuria kurang dari 2 gram/hari dan
hematuria serta silinder eritrosit).Meskipun terdapat proteinuria dan bahkan edema,
keduanya bisanya tidak terlalu mencolok seperti pada sindroma nefrotik. Penyakit
yang dapat menimbulkan gejala SNA,diantaranya kelainan glomerulopati primer
(idiopatik), glomerulopati pasca infeksi,schoenlein henoch syndrome (SHS), systemic
lupus eritematous (SLE), subacute bacterial endocarditis (SBE), vaskulitis dan
nefritis herediter (sindroma Alport). Bentuk yang paling banyak diketahui adalah
glomerulonephritis pasca streptokokkus (GNAPS), dimana anak mengalami infeksi
streptokokus β hemolitikus, biasanya ada riwayat faringitis atau riwayat infeksi kulit
(pyoderma).Kasus klasik GN pascastreptokokus adalah timbul pada anak 1-4 minggu
setelah pasien sembuh dari infeksi streptokokus grup A hanya strain “nefritogenik”
tertentu dari streptokokus β-hemolitikus mampu memicu penyakit glomerulus.
GNAPS dapat muncul secara sporadik maupun epidemik terutama menyerang
anak-anak atau dewasa muda pada usia sekitar 2-15 tahun dengan puncak usia 6-7
tahun. Lebih sering pada laki-laki daripada wanita dengan rasio 1,7 -2 : 1. Terdapat 2
teori imunologik yang dapat menerangkan terjadinya glomerulonephritis secara
umum yaitu reaksi autoimun dan soluble antigen antibody complex. Diagnosis
glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan gejala
klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut.
Penanganan pada pasien GNAPS dengan istirahat dan penanganan asimptomatik.
Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada
komplikasi sehingga sering digolongkan dalam self limiting disease.
1
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Sindrom nefritik akut ( SNA ) adalah istilah umum kelainan ginjal berupa
proliferasi dan inflamasi glomeruli, yang disebabkan oleh mekanisme imunulogis
terhadap antigen tertentu seperti bakteri, virus, parasit, dll. SNA merupakan
kumpulan gambaran klinis berupa hematuria, beberapa derajat oligouria dan
azotemia, retensi natrium dan air/ hipertensi. Bentuk SNA yang sering ditemukan
pada anak adalah glomerulonephritis yang didahului oleh infeksi streptokokus β
hemolitikus A sehingga disebut glomerulonephritis akut pasca streptokokus
(GNAPS). Streptokokus β hemolitikus grup A serotipe 12 sebagai penyebab paling
sering pasca ISPA (pharyngitis) dan serotype 46 pasca infeksi kulit (impetigo).
Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan gejala SNA
A. Eksaserbasi akut Glomerulonefritis kronik
B. Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria
1. Fokal Glomerulonefritis
2. Nefritis herediter (Alport disease)
3. IgA-IgG nefropati (Maladie de Berger)
4. Benign recurrent hematuria
C. Rapidly Progressive Glomerulonephritis
D. Penyakit-penyakit sistemik
1. Schoenlein Henoch Syndrome (SHS)
2. Systemic Lupus Eritematous (SLE)
3. Subacute Bacterial Endocarditis (SBE)
2
II. Insiden
Sindrom nefritik akut termasuk penyakit dengan insiden yang tidak terlalu
tinggi, sekitar 1 : 10.000. Sindrom nefritik akut pasca infeksistreptokokus tanpa
gejala insidennya mencapai jumlah 4-5 kali lebih banyak. Insiden sebenarnya dari
GNAPS tidak begitu jelas mengingat bentuk asimtomatik banyak terdapat pada anak-
anak yang kontak dengan penderita GNAPS.Penyakit ini menyerang semua umur
tetapi lebih sering pada umur 6-7 tahun, jarang dibawah umur 3 tahun. Insiden sex
tidak jelas tetapi beberapa sarjana mendapakan laki-laki : perempuan = 2:1.
III. Epidemiologi
Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering
ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:
A. Bakteri : Streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans,
Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus,
Salmonella typhi dll
B. Virus : Aids, Coxsackie, Epstein Barr, Influenza, Rubeola, hepatitis B,
varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika dl
C. Parasit : malaria dan toksoplasma
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul
setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman
Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49,
55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus,
timbul gejala-gejala klinis.
Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya
glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%. Mungkin faktor iklim,
keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA setelah
infeksi dengan kuman Streptococcuss. Streptokokus adalah bakteri gram positif
3
berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan atau rantai selama masa
pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih dari 90%
infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis β grup A.
Kumpulan ini diberi spesies namaS. pyogenes. S. pyogenes β-hemolitik grup A
mengeluarkan dua hemolisin, yaitu: Streptolisin O dan S.
IV. Patogenesis
Terdapat 2 teori imunologik yang dapat menerangkan terjadinya glomerulonephritis
secara umum yaitu:
A. Autoimun (Antibodi – antimembran basalis glomerulus)
Antibodi akan timbul bila ada antigen masuk ke dalam tubuh. Dalam hal ini
antigen dari luar misalnya mikroba menyebabkan tubuh membentuk antibody.
Antibodi tersebut bereaksi dengan antigen yang terdapat pada membrane basalis
glomerulus yang pada akhinya menyebabkan kerusakan glomerulus. Bentuk ini dapat
dilihat secara imunofloresensi dimana tampak endapan linier dari IgG dan C3
sepanjang kapiler glomerulus.
Contoh : Good Pasture Syndrome, Rapidly Progressive Glomerulonephritis
B. Soluble antigen antibody complex
Antigen yang masuk ke sirkulasi menyebabkan timbulnya antibody yang
bereaksi dengan antigen tersebut membentuk soluble antigen-antibodi complex
(SAAC). SAAC ini kemudian masuk dalam sirkulasi, menyebabkan system
komplemen dalam tubuh ikut bereaksi, sehingga complemen C3 akan bersatu dengan
SAAC membentuk deposit dibawah epitel kapsula bowman secara imunofloresensi
terlihat sebagai benjolan disebut HUMPS. Jadi HUMPS ini terdiri dari antigen
antibody (igG) dan C3 yang dengan imunofloresensi terlihat sepanjang membran
glomerulus dalam bentuk granuler atau noduler. C3 yang ada dalam HUMPS ini akan
4
menarik sel PMN (chemotactic) dan migrasi PMN inilah yang menyebabkan
gangguan permeabilitas membrane glomerulus sehingga eritrosit protein dan yang
lainnya dapat melewati membrane glomerulus dan terdapat dalam urin.
Kasus klasik GN pascastreptokokus adalah timbul pada anak 1-4 minggu
setelah pasien sembuh dari infeksi streptokokus grup A. hanya strain “nefritogenik”
tertentu dari streptokokus β-hemolitikus mampu memicu penyakit glomerulus. Pada
sebagian besar kasus, infeksi awal terletak di faring atau kulit. Pada GNAPS bentuk
kompleks imun tidak saja terjadi melalui SAAC, tetapi juga bisa terjadi secara in situ
oleh karena ditemukannya endostreptosin, suatu bentuk protein sitoplasma dari
streptokokkus nefritogenik yang berfungsi sebagai antigen mengendap langsung di
mesangial glomerulus. Penelitian menunjukkan bahwa C3 mengendap di GBM
sebelum IgG mengendap, oleh karena itu cedera primer mungkin desebabkan oleh
pengaktifan komplemen. Antigen tersangka adalah endostreptosin dan protein
pengikat plasmin nefritis.
V. Gejala Dan Tanda
Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan kumpulan gambaran klinis berupa
hematuria dengan sel darah merah dismorfik dan silinder sel darah merah dalam
urine, beberapa derajat oliguaria dan azotemia, retensi natrium dan air, hipertensi
yang disertai adanya kelainan urinalisis (proteinuria kurang dari 2 gram/hari dan
hematuria serta silinder eritrosit).
Bentuk SNA yang paling banyak diketahui adalah glomerulonephritis pasca
streptokokkus (GNAPS).Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk
asimtomatik sampai gejala – gejala tipik.Bentuk asimtomatik lebih banyak dari pada
GNAPS simtomatik. Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimtomatik. Bentuk
simtomatik diketahui apabila terdapat kelainan sedimen urin terutama hematuri
mikroskopis yang disertai riwayat kontak dengan penderita GNAPS simtomatik.
A. Periode Laten :
5
Pada GNAPS yang tipik harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi
streptokokus dan timbulnya gejala – gejala. Periode ini berkisar 1-3
minggu.Periode 1-2 minggu umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh
infeksi saluran nafas. Sedangkan periode 3 minggu didahului oleh infeksi kulit /
piodermi. Periode ini jarang terjadi di bawah 1 minggu, bila periode laten ini
berlangsung kurang 1 minggu maka harus dipikirkan kemungkinan penyakit lain
seperti eksaserbasi glomerulonephritis kronik, Systemic Erythematosus,
Shoenlein-Henoch Syndrome atau benign recurrent hematuria.
1. Edema :
Merupakan gejala yang paling sering dan umumnya paling pertama timbul
dan menghilang pada akhir minggu pertama. Paling sering terjadi di muka
terutama daerah periorbital (palpebra). Disusul oleh tungkai/ edema pretibial, Itu
sebabnya edema pada muka dan palpebral sangat menonjol waktu bangun pagi
oleh karena adanya jaringan longgar pada daerah tersebut dan menghilang atau
berkurang setelah melakukan kegiatan fisik.Hal ini terjadi karena faktor gravitasi.
Jika terjadi retensi cairan yang hebat bisa timbul asites faktor yaitu gravitasi dan
tahanan jaringan lokal. Bendungan sirkulasi secara klinis bisa nyata dengan
takipne dan dispneu. Kadang – kadang terjadi pula edema laten yaitu edema yang
tidak tampak dari luar dan baru diketahui setelah terjadi diuresis dan penurunan
berat badan.
Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin
berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia.Peningkatan aldosteron dapat
juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada
wajah, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika
menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan
glomeurulus, apakah disertai dengan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat
dilakukan pembatasan garam.
2. Hematuria
6
Hematuria makroskopis (gross hematuria) terdapat pada 30-70 % kasus
GNAPS sedangkan hematuria mikroskopis dijumpai hampir pada semua kasus.
Urin tampak coklat kemerah – merahan atau seperti the tua, air cucian daging atau
seperti coca – cola. Hematuria makroskopis biasanya timbul dalam minggu
pertama dan berlangsung beberapa hari tetapi bisa pula berlangsung sampai
beberapa minggu. Hematuria mikroskopis bisa berlangsung lebih lama umumnya
menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadang – kadang masih dijumpa hematuria
mikroskopis dan proteinuria walaupun secara klinis GNAPS sudah sembuh.
Bahkan hamaturia mikroskopis bisa menetap lebih dari satu tahun sedangakan
proteinuria sudah menghilang. Keadaan ini disebut hematuria persisten dan
merupakan indikasi untuk dilakukan biopsy ginjal mengingat kemungkinan
adanya glomerulonephritis kronik.Kerusakan pada kapiler gromelurus
mengakibatkan hematuria/ kencing berwarna merah daging dan albuminuria.
Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi.
3. Hipertensi
Hipertensi merupakan gejala yang penting yang terdapat pada 60-70 % kasus
GNAPS. Umumnya hipertensi yang terjadi tidak berat. Timbul terutama dalam
minggu pertama dan umumnya menghilang bersamaan dengan menghilangnya
gejala klinik yang lain.Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan
darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila
keadaan penyakitnya menjadi kronis. Hipertensi selalu terjadi meskipun
peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang. Pada kebanyakan kasus
dijumpai hipertensi ( tekanan diasotik 80-90 mmHg ). Hipertensi ringan tidak
perlu diobati sebab dengan istirahat yang cukup dan diet yang teratur, tekanan
darah akan normal kembali. Adakalanya hipertensi berat menyebabkan
hypertensive encephalopathy yaitu hipertensi yang disertai gejala serebral
seperti sakit kepala, muntah – muntah, kesadaran yang menurun dan kejang –
kejang.Insedens hypertensive encephalopathy ini dilaporkan 5-10 % dari
penderita yang dirawat dengan GNAPS. Sampai sekarang terjadinya hipertensi
7
belum jelas. Diduga akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat
vasospasme masih belum diketahui dengan jelas.
4. Oliguria
Tidak sering di jumpai terdapat pada 5-10 % kasus GNAPS dengan produksi
urin kurang dari 350 ml/hari. Oliguri tejadi bla fungsi ginjal menurun atau timbul
kegagalan ginjal akut seperti ketiga gejala sebelumnya. Oliguri umumnya timbul
dala minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada
akhir minggu pertama.Oliguria bisa pula menjadi anuri karena penurunan laju
filtrasi glomerulus, menunjukkan adanya kerusakan glomerulus yang berat dan
prognosis yang jelek.
5. Gejala-gejala system kardiovaskuler
Kongesti sirklasi terjadi pada 20-70% kasus GNAPS. Kongesti terjadi bukan
karena hipertensi atau miokarditis tetapi diduga karena retensi natrium dan air
sehngga terjai hipovolemia
6. Gejala-gejala lain
Terkadang dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi,nyeri kepala,
dan anorexia. Gejala pucat mungkin karena pereganganjaringan subkutan akibat
edema atau hematuria makroskopis yang berlangsung lama.
B. Penyakit-penyakit selain GNAPS yang dapat menimbulkan gejala SNA
1. Glomerulonefritis kronik dengan eksaserbasi akut
Dari anamnesis ada penyakit ginjal sebelumnya dan periode laten yang terlalu
singkat, biasanya 1-3 hari. Selain itu adanya gangguan pertumbuhan, anemia
dan ureum yang jelas meninggi waktu timbulnya gejala nefritis.
2. Purpura Henoch-Schoenlein yang mengenai ginjal
Gambaran klinisnya berupa: pada kulit terdapat ruam hemoragik, sendi nyeri
dan bengkak, terdapat gangguan usus berupa nyeri dan melena, terdapat
kerusakan ginjal ditandai dengan adanya hematuri.
8
3. Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria
Penyakit ini dapat berupa fokal glomerulonefritis herediter (Alport disease),
IgA-IgG nefropati, dan benign recurrent hematuria. Umumnya penyakit ini
tidak disertai edema atau hipertensi. Hematuria makroskopis yang terjadi
biasanya berulang dan timbul singkat.
4. Lupus eritematosus sistemik
Memberi gejala nefritis seperti hematuria, proteinuria dan kelainan sedimen
urin yang lain. Tetapi pada hapusan tenggorok negative dan titer ASTO
normal. Pada SLE terdapat kelainan kulit dan Sel LE positif pada pemeriksaan
5. Subacute Bacterial Endocarditis (SBE)
Gejala beruapa demam tinggi yang menetap lama, splenomegaly, dan bising
jantung. Pada SBE tidak ada edema, hipertensi dan oliguria
VI. Pemeriksaan Tambahan
A. Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria
makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine
dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(+
+), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum
dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia,
asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya
proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total
serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien
dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit,
sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut
menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
B. Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140
9
mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan
kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam
waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada
glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penurunan kadar C3,
ternyata berlangsung lebih lama.
C. Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok
dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji
serologis terhadap antigen streptokokus dapat dipakai untuk membuktikan
adanya infeksi, antara lain antistreptolisin, ASTO, antihialuronidase, dan anti
Dnase B. Skrining antistreptolisin cukup bermanfaat oleh karena mampu
mengukur antibodi terhadap beberapa antigen streptokokus. Titer anti
streptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan
faringitis, meskipun beberapa starin streptokokus tidak memproduksi
streptolisin O. Peningkatan titer antibodi terhadap streptolisin-O (ASTO) terjadi
10-14 hari setelah infeksi streptokokus. Kenaikan titer ASTO terdapat pada 75-
80% pasien yang tidak mendapat antibiotik. Titer ASTO pasca infeksi
streptokokus pada kulit jarang meningkat dan hanya terjadi pada 50% kasus.
Antihialuronidase (Ahase) dan anti deoksiribonuklease B (DNase B) umumnya
meningkat. Pengukuran titer antibodi yang terbaik pada keadaan ini adalah
terhadap antigen DNase B yang meningkat pada 90-95% kasus. Sebaiknya
serum diuji terhadap lebih dari satu antigen streptokokus. Bila semua uji
serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi
streptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi
antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen streptokokus biasanya
positif. Pada awal penyakit titer antibodi streptokokus belum meningkat, hingga
sebaiknya uji titer dilakukan secara seri.
VII. Diagnosis
10
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokokus perlu dicurigai pada pasien
dengan gejala klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan
gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas
pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya
kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi
beberapa keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis akut pascastreptokok
pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan
nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah
infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokokus, tetapi
hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitas
(synpharyngetic hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut
pascastreptokokus hematuria timbul 10 hari setelah faringitis, sedangkan hipertensi
dan sembab jarang tampak pada nefropati-IgA. Glomerulonefritis kronik lain juga
menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria makroskopis akut, sembab,
hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik yang menunjukkan
gejala tersebut adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus, dan
glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan glomerulonefritis akut
pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit.
Pada glomerulonefritis akut pascastreptokokus perjalanan penyakitnya cepat
membaik(hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan
proteinuria masih lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut pascastreptokokus
dibandingkan pada glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen C3 serum
selama tindak lanjut merupakan tanda (marker) yang penting untuk membedakan
glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan glomerulonefritis kronik yang lain.
Kadar komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada
glomerulonefritis akut pascastreptokokus sedangkan pada glomerulonefritis yang lain
jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan
Todd.
11
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik
akibat infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada
glomerulonefritis membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokokus tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis;
tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom nefrotik
yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.
Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi pada
umumnya kriteria yang dipakai adalah:
A. Biakan positif streptokokkus β hemolitikus group A dan atau peningkatan
titer antibody terhadap streptokokus.
B. Gejala-gejala klinik.
C. Adanya kelainan laboratorium terutama hematuria mikroskopis, torak
eritrosit, dan proteinuria.
D. Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis GNAPS berdasarkan kelainan sedimen
urin (hematuria mikroskopis), proteinuria dan adanya epidemic/kontak
dengan penderita GNAPS.
VIII. Penatalaksanaan
A. Istirahat
Istirahat ditempat tidur jika dijumpai komplikasi yang biasa timbul pada
minggu pertama, sesudah fase akut tidak dianjurkan lagi istirahat di tempat
tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti sebelum sakit. Istirahat yang terlalu
lama bisa memberi beban psikologik.Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu
12
dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada
ginjal untuk menyembuh.Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa
mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak
berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
B. Diet
Makanan pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari)
dan rendah garam (1 g/hari). Protein dibatasi jika kadar ureum meninggi
sebanyak 0.5-1 gram/kgBB/ hari. Makanan lunak diberikan pada penderita
dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali.
Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan
glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan
disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti
gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang
diberikan harus dibatasi. Retensi cairan ditangani dengan pembatasan
cairan dan natrium. Asupan cairan yang masuk harus seimbang dengan
pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible water
loss(20-25 ml/kgBB/hari)+ jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan
suhu dari normal (10 mg/KgBB/hari). Bila berat badan tidak berkurang
diberi diuretik seperti furosemid 2mg/ kgBB, 1-2 kali/hari. Bila edema
berat, diberikan makanan tanpa garam dan bila edema ringan pemberian
garam dibatasi sebanyak 0.5-1 gram/ hari.
C. Antibiotik
Pemakaian antibiotik tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Namun, pasien
dengan biakan positif harus diberikan antibiotic untuk eradikasi organisme dan
mencegah penyebaran ke individu lain. Diberikan antimikroba berupa injeksi
benzathine penisilin 50.000 U/kg BB IM atau eritromisin oral 40 mg/kgBB/hari
13
selama 10 hari bila pasien alergi penisilin.10,12 Pembatasan bahan makanan
tergantung beratnya edem, gagal ginjal, dan hipertensi.
D. Simptomatis
1. Bendungan sirkulasi
Penanganannya dengan pembatasan cairan (input =output), edema berat dan
tanda edema paru harus diberikan diuretic, misalnya furosemide. Jika tidak
berhasil dilakukan dialisa peritoneal.
2. Hipertensi
Pasien hipertensi dapat diberi diuretik atau anti hipertensi. Bila hipertensi
ringan (tekanan darah sistolik 130 mmHg dan diastolik 90 mmHg) umumnya
diobservasi tanpa diberi terapi, cukup dengan istirahat dan pembatasan cairan.
Hipertensi sedang (tekanan darah sistolik > 140 –150 mmHg dan diastolik >
100 mmHg) diobati dengan pemberian hidralazin oral atau intramuskular
(IM), nifedipin oral atau sublingual. Dalam prakteknya lebih baik merawat
inap pasien hipertensi 1-2 hari daripada memberi anti hipertensi yang lama.
Pada hipertensi berat dengan gejala ensefalopati hipertensi diberikan klonidin
(0,002-0,006 mg/kgBB) dapat diulang sampai 3 kali atau diberi diazoxid 2-5
mg/kgBB iv kedua obat tersebut dapat digabungkan bersama furosemid 1-3
mg/kgBB iv, Hipertensi sedang atau berat tanpa tanda-tanda serebral bisa
diberikan kaptopril (0,3-2 mg/KgBB/hari) atau furosemide/ atau kombinasi
keduanya. Jika intake oral cukup baik dapat diberikan nifedipin secara
sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgBB/hari dapat diulang setiap 30-60
menit.
3. Gagal ginjal akut
Penanganan dengan pembatasan cairan, pemberian kalori cukup dalam bentuk
karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberikan Na Bikarbonat dan bila
terdapat hiperkalemia diberikan Ca glukonas atau kayexalate.
14
IX. Komplikasi
A. Kegagalan ginjal akut
Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi
ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia.
Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun
bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
B. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena
hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah
dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan
anoksia dan edema otak.
C. Edema paru akut
D. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan arah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
X. Perjalanan Penyakit Dan Prognosis
Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada
komplikasi sehingga sering digolongkan dalam self limiting disease. Walaupun
sangat jarang GNAPS bisa kambuh kembali (recurrent).Pada kasus epidemik,
sebagian besar anak mengalami pemulihan. Sebagian anak mengalami GN
progresif cepat atau penyakit ginjal kronis. Prognosis pada kasus sporadic tidak
terlalu jelas. Pada orang dewasa, 15 % sampai 50 % pasien mengalami penyakit
ginjal tahap akhir dalam beberapa tahun atau 1 sampai 2 tahun kemudian,
bergantung pada keparahan klinis dan histologis. Sebaliknya, pada anak penyakit
15
kronis setelah kasus sporadic GN akut jauh lebih rendah. Walaupun prognosis
GNAPS ini baik, kematian bisa terjadi terutama dalam fase akut akibat gagal
ginjal akut, edema paru akut atau hipertensi ensefalopati.
PENUTUP
SNA adalah istilah umum kelainan ginjal berupa proliferasi dan inflamasi
glomeruli, yang disebabkan oleh mekanisme imunulogis terhadap antigen tertentu.
Penyakit yang dapat menimbulkan SNA yaitu eksaserbasi akut glomerulonefritis
kronik,penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria, rapidly progressive
glomerulonephritis, dan penyakit-penyakit sistemik. Bentuk SNA yang sering
ditemukan pada anak adalah glomerulonephritis akut pasca streptokokkus (GNAPS)
yang didahului oleh infeksi streptokokus β hemolitikus A, tersering melali saluran
nafas dan kulit. Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase
akut 1-2 minggu, pada akhir minggu pertama atau kedua gejala seperti edema,
hematuria, hipertensi, oliguria, mulai menghilang. Sebaliknya gejala laboratorik
menghilang dalam waktu 1-2 bulan. C3 yang menurun menjadi nomal kembali
16
sesudah 2 bulan. Proteinuria bisa menetap sampai 6 bulan,sedangkan hematuria
menetap sampai 1 tahun. Dengan adanya hematuria dan proteinuria persisten, maka
penderita yang telah dipulangkan, dianjurkan untuk follow up setiap 4-6 minggu
selama 6 bulan pertama. Bila ternyata masih terdapat hematuria mikroskopis atau
proteinuria follow up diteruskan sampai 1 tahun atau sampai kelaina tersebut
menghilang.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,gejala klinis,pemeriksaan fisik,
bakteriologis, serologis, imunologis dan histopatologi. Kriteria diagnosis GNAPS
yaitu: Biakan positif streptokokkus β hemolitikus group A dan atau peningkatan titer
antibody terhadap streptokokkus, gejala klinik. Adanya kelainan laboratorium
terutama hematuria mikroskopis, eritrosit, dan proteinuria. Penyakit ini dapat sembuh
sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada komplikasi sehingga sering
digolongkan dalam self limiting disease. Walaupun prognosis GNAPS ini baik
kematian bisa terjadi terutama dalam fase akut akibat gagal ginjal akut, edema paru
akut atau hipertensi ensefalopati.
17