BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan. Efek dari
timbulnya luka antara lain hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ,
respon stress simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri,
hingga kematian sel. Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk
melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang
rusak, pembersihan sel dan benda asing, serta perkembangan awal seluler,
merupakan bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi
secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat
membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Akan tetapi,
penyembuhan luka juga dapat terhambat akibat banyak faktor, baik yang
bersifat lokal maupun sistemik (Monaco and Lawrence, 2003).
Penyembuhan luka yang normal memerlukan suatu rangkaian peristiwa
yang kompleks yang terjadi secara simultan pada jaringan epidermis, dermis
dan subkutis, itu suatu yang mudah membedakan penyembuhan pada
epidermis dengan penyembuhan pada dermis dan perlu diingat bahwa
peristiwa itu terjadi pada saat yang bersamaan. Proses yang kemudian terjadi
pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang dibagi dalam tiga
fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodelling jaringan yang
bertujuan untuk menggabungkan bagian luka dan mengembalikan fungsinya.
B. Tujuan
1. Memahami teori tentang proses penyembuhan luka
2. Memahami jenis-jenis luka, fase-fase penyembuhan luka, gangguan-
gangguan selama proses penyembuhan luka, dan proses luka yang kronik
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini
dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat
kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Ketika luka timbul,
beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
B. Klasifikasi
Luka dapat diklasifikasi berdasarkan kategori tertentu :
1. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a. Luka akut, yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan
proses penyembuhan.
b. Luka kronis, yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses
epitelisasi >30 hari,
2. Berdasarkan proses terjadinya
a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen
yang tajam dan kerusakan sangat minimal. Misal, yang terjadi akibat
pembedahan.
b. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu
tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak,
perdarahan dan bengkak.
c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan
benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
2
d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda seperti
peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang
kecil.
e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi jika kekuatan trauma melebihi
kekuatan regang jaringan.
f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ
tubuh. Biasanya pada bagian awal masuk luka diameternya kecil,
tetapi pada bagian ujung luka biasanya akan melebar (Samper ,2007;
libby, 2011).
g. Luka Bakar (Combustio), merupakan kerusakan kulit tubuh yang
disebabkan oleh api, atau penyebab lain seperti oleh air panas, radiasi,
listrik dan bahan kimia. Kerusakan dapat menyertakan jaringan bawah
kulit (Julia, 2000; Sudjatmiko, 2010).
3. Berdasarkan Derajat Kontaminasi
a. Luka bersih (Clean Wounds), yaitu luka tak terinfeksi, dimana tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi, dan kulit disekitar
luka tampak bersih. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang
tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.
b. Luka bersih terkontaminasi (Clean-contamined Wounds), merupakan
luka dalam kondisi terkontrol, tidak ada material kontamin dalam
luka. Kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.
c. Luka terkontaminasi (Contamined Wounds), yaitu luka terbuka kurang
dari empat jam, dengan tanda inflamasi non-purulen. Kemungkinan
infeksi luka 10% – 17%.
d. Luka kotor atau infeksi (Dirty or Infected Wounds), yaitu luka terbuka
lebih dari empat jam dengan tanda infeksi di kulit sekitar luka, terlihat
pus dan jaringan nekrotik. Kemungkinan infeksi luka 40%.
3
C. Fase Penyembuhan Luka
Setiap proses penyembuhan luka akan melalui 3 tahapan yang dinamis,
saling terkait dan berkesinambungan, serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat
luka. Sehubungan dengan adanya perubahan morfologik, tahapan penyembuhan
luka terdiri dari:
1. Fase Hemostasis dan Inflamasi
Fase hemostasis dan inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler
yang terjadi akibat perlukaan pada jaringan lunak. Tujuannya adalah
menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel
mati, dan bakteri, untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan.
Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya
platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka
(clot) dan juga mengeluarkan substansi vasokonstriktor yang mengakibatkan
pembuluh darah kapiler vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel
yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit,
dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler karena stimulasi saraf sensoris
(local sensoris nerve ending), local reflex action, dan adanya substansi vasodilator
: histamin, serotonin dan sitokin.
Histamin selain menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan meningkatnya
permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan
masuk ke daerah luka. Secara klinis terjadi edema jaringan dan keadaan lokal
lingkungan tersebut asidosis. Eksudasi ini juga mengakibatkan migrasi sel lekosit
(terutama netrofil) ke ekstra vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan
fagositosis benda asing dan bakteri di daerah luka selama 3 hari dan kemudian
akan digantikan oleh sel makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding
dengan netrofil pada proses penyembuhan luka. Fungsi makrofag disamping
fagositosis adalah :
a. Sintesa kolagen
b. Membentuk jaringan granulasi bersama dengan fibroblast
c. Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi
d. Membentuk pembuluh kapiler baru atau angiogenesis
4
Dengan berhasil dicapainya luka yang bersih, tidak terdapat infeksi serta
terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai sebagai
pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya eritema, hangat
pada kulit, edema, dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-
4.
2. Fase Proliferasi (Fase Fibroplasia)
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia, karena yang menonjol adalah
proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai
kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum
berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin, dan prolin
yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan
menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblast sangat
besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan
menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses
rekonstruksi jaringan.
Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas
sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah
terjadi luka, fibroblast akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam
5
daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan
beberapa substansi (kolagen, elastin, asam hyaluronat, fibronectin dan
proteoglikans) yang berperan dalam membangun jaringan baru
Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan
baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya subtrat oleh
fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga
fibroblast sebagai satu kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel
dan pembuluh darah baru yang tertanam di dalam jaringan baru tersebut disebut
sebagai jaringan granulasi, sedangkan proses proliferasi fibroblast dengan aktifitas
sintetiknya disebut fibroplasia. Respons yang dilakukan fibroblast terhadap proses
fibroplasia adalah:
a. Proliferasi
b. Migrasi
c. Deposit jaringan matriks
d. Kontraksi luka
Angiogenesis, suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam luka,
mempunyai arti penting pada tahap proleferasi proses penyembuhan luka.
Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat
(preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya
ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka
merupakan suatu respons untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di
daerah luka, karena biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan
turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan
proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet
dan makrofag (growth factors).
Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblast mengeluarkan
keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel
epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk
barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblast,
pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan
mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan
6
baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi
myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan.
Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan
dengan defek luka minimal
3. Fase Remodelling
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai
kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase remodelling adalah menyempurnakan
terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan
berkualitas. Fibroblast sudah mulai meninggalkan jaringan grunalasi, warna
kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi, dan
serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut.
Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10
setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan
dilanjutkan pada fase remodelling. Selain pembentukan kolagen, juga akan terjadi
pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda (gelatinous collagen)
yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih
matang, yaitu lebih kuat, dengan struktur yang lebih baik (proses re-modelling).
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara
kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan
7
terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang
berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.
Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan
kulit mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal.
Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun outcome
atau hasil yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik masing-masing
individu, lokasi, serta luasnya luka
D. Cara Penyembuhan Luka
Tujuan utama dari penutupan luka yaitu untuk mengembalikan integritas
kulit sehingga mengurangi resiko terjadinya infeksi, scar dan penurunan
fungsi Proses penutupan pada luka terbagi menjadi 3 kategori, tergantung
pada tipe jaringan yang terlibat dan keadaan serta perlakuan pada luka.
1. Penutupan luka primer (Intensi Primer)
Penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem terjadi bila
luka segera diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Luka
dibuat secara aseptik dengan kerusakan jaringan minimum, dan dilakukan
penutupan dengan baik seperti dengan penjahitan. Ketika luka sembuh
melalui instensi pertama, jaringan granulasi tidak tampak dan
pembentukan jaringan parut minimal. Parutan yang terjadi biasanya lebih
halus dan kecil
8
2. Penutupan luka sekunder (Intensi Sekunder)
Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar akan berjalan
secara alami. Luka akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutup
jaringan epitel. Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder atau
sanatio per secundam intentionem. Cara ini biasanya memakan waktu
cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang baik, terutama jika
lukanya terbuka lebar
3. Penutupan luka primer tertunda (Intensi Tersier)
Penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang
terkontaminasi berat atau tidak berbatas tegas. Luka yang tidak berbatas
tegas sering meninggalkan jaringan yang tidak dapat hidup yang pada
pemeriksaan pertama sukar dikenal. Keadaan ini diperkirakan akan
menyebabkan infeksi bila luka langsung dijahit. Luka yang demikian akan
dibersihkan dan dieksisi (debridement) dahulu, selanjutnya baru dijahit
dan dibiarkan sembuh secara primer. Cara ini disebut penyembuhan
primer tertunda.
Selain itu, jika luka baik yang belum dijahit, atau jahitan terlepas dan
kemudian dijahit kembali, dua permukaan granulasi yang berlawanan akan
tersambungkan. Hal ini mengakibatkan jaringan parut yang lebih dalam
dan luas dibandingkan dengan penyembuhan primer
E. Gangguan Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari tubuh
sendiri (endogen) dan oleh penyebab dari luar tubuh (eksogen). Penyebab
endogen terpenting adalah gangguan koagulasi yang disebut koagulopati,
dan gangguan sistem imun. Semua gangguan pembekuan darah akan
menghambat penyembuhan luka, sebab homeostatis merupakan titik tolak
dan dasar fase inflamasi. Gangguan sistem imun akan menghambat dan
mengubah reaksi tubuh terhadap luka, kematian jaringan dan kontaminasi.
9
Penyebab eksogen meliputi penyinaran sinar ionisasi yang akan
mengganggu mitosis dan merusak sel dengan akibat dini maupun lanjut.
Pemberian sitostatik, obat penekan imun misalnya setelah transplantasi
organ, dan kortikosteroid juga akan mempengaruhi penyembuhan luka.
Pengaruh setempat seperti infeksi, hematom, benda asing, serta jaringan
mati seperti sekuester dan nekrosis sangat menghambat penyembuhan luka
F. Penyulit
Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat
kolagen yang berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat kolagen
disini teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan melampaui batas
luka, sebelumnya menimbulkan gatal dan cenderung kambuh bila
dilakukan intervensi bedah.
Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular,
dan kemerahan, yang menimbulkan rasa gatal dan kadang – kadang nyeri.
Parut hipertrofik akan menyusut pada fase akhir penyembuhan luka
setelah sekitar satu tahun, sedangkan keloid tidak.
Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat
predileksi merupakan kulit, toraks terutama di muka sternum, pinggang,
daerah rahang bawah, leher, wajah, telinga, dan dahi. Keloid agak jarang
dilihat di bagian sentral wajah pada mata, cuping hidung, atau mulut.
Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan. Biasanya
dilakukan penyuntikan kortikosteroid intrakeloid, bebat tekan, radiasi
ringan dan salep madekasol (2 kali sehari selama 3-6 bulan). Untuk
mencegah terjadinya keloid, sebaiknya pembedahan dilakukan secara
halus, diberikan bebat tekan dan dihindari kemungkinan timbulnya
komplikasi pada proses penyembuhan luka
10
BAB III
SKIN GRAFT
A. Definisi
Skin graft yaitu suatu tindakan memindahkan sebagian (split thickness)
atau seluruh tebal kulit (full thickness) dari suatu tempat ke tempat lain secara
bebas dan untuk menjamin kehidupannya jaringan tersebut bergantung pada
pertumbuhan pembuluh darah kapiler baru di jaringan penerima. Bagian kulit
yang diangkat meliputi epidermis dan sebagian atau seluruh dermis,
tergantung dari tebal kulit yang dibutuhkan
B. Klasifikasi Skin Graft
Berdasarkan Asalnya:
1. Autograft
Graft berasal dari individu yang sama (berasal dari tubuh yang sama). Hal
ini dilakukan jika cukup tersedianya kulit sehat dan jika kesehatan pasien
memenuhi untuk perawatan tambahannya yaitu perawatan donor.
2. Homograft
Graft berasal dari individu lain yang sama spesiesnya (berasal dari tubuh
yang lain).
3. Xenograf
Berasal dari makhluk lain yang berbeda spesies
Berdasarkan ketebalannya, skin graft dibagi atas:
1. Split Thickness Skin Graft (STSG)
Skin graft yang dilakukan mencakup dermis dan sebagian dermis. Terbagi
atas tiga yaitu:
a. Thin Split Thickness Skin Graft, ketebalan kulit 0,008-0,012 mm,
terdiri dari epidermis dan ¼ bagian lapisan dermis.
b. Intermedict (medium) Split Thickness Skin Graft, ketebalan kulit
0,012-0,018 mm, terdiri dari epidermis dan ½ bagian dermis.
11
c. Thick Split Thickness Skin Graft, ketebalan kulit 0,018-0,030 mm,
terdiri dari epidermis dan ¾ bagian dermis.
2. Full Thickness Skin Graft (FTSG)
Skin Graft yang terdiri dari epidermis dan seluruh bagian dermis.
C. Split Thickness Skin Graft
STSG merupakan tindakan definitive sebagai penutup defek yang
permanen atau hanya sebagai tindakan yang sementara sambil menunggu
tindakan yang defenitif. Tindakan ini dimaksudkan untuk mengontrol dan
mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi dan menutup struktur vital tubuh.
STSG diindikasikan untuk menutup defek kulit yang luas. STSG
digunakan pada saat kosmetik tidak menjadi pertimbangan utama atau jika ukuran
defek terlalu luas sehingga tidak dapat dilakukan FTSG.
Keuntungan dari STSG yaitu :
Kemungkinan take lebih besar
Dapat dipakai untuk menutup defek yang luas
Donor dapat diambil dari daerah tubuh mana saja
Daerah donor dapat sembuh sendiri/reepitelisasi
a. Kerugian dari STSG yaitu :
Mempunyai kecendrungan kontraksi lebih besar
Memiliki kecenderungan terjadi perubahan warna
Permukaan kulit mengkilat
Secara estetik kurang baik
b. Keuntungan dari penggunaan Thin STSG yaitu :
Vaskularisasi lebih mudah terjadi dan transplatasi lebih bertahan lama
Penyembuhan daerah donor lebih cepat terjadi dan bisa digunakan
kembali dalam waktu singkat, sekitar tujuh sampai sepuluh hari.
c. Kerugian dari penggunaan Thin STSG yaitu :
Kecendrungan untuk terjadi kontraksi lebih besar
Kurang menyamai tekstur kulit asli
d. Keuntungan Thick STSG yaitu :
12
Lebih sedikit terjadi kontraksi, lebih tahan terhadap trauma
Lebih menyamai seperti kulit normal
e. Kerugian dati Thick STSG yaitu :
Vaskularisasi lebih sedikit
Penyembuhan daerah donor lebih lambat, sekitar sepuluh sampai
delapan belas hari
Untuk mengambil STSG dari tempat donor dilakukan dengan menggunakan:
Pisau/Blade : semua pisau yang tajam, tipis dan rata
Pisau khusus : ketebalan graft yang diambil dapat diatur dan merata
(Humby, Braithwaite, Bodenham, Watson )
Dermatome : Dermatome tangan, dermatome listrik dan tekanan udara
D. Full Thickness Skin Graft
FTSG sering dijumpai sebagai tindakan defenitif untuk memperbaiki
kerusakan pada kulit wajah.Hal ini disebabkan karena kecendrungan kontraksi
lebih kecil, resistensi terhadap trauma lebih besar.Akan tetapi jumlah dan ukuran
donor sangat terbatas.Derah donor FTSG meliputi kepala dan leher,
retroaurikuler, supraklavikuler, dapat pula diambil dari daerah abdomen atau
paha.
Penggunaan FTSG diindikasikan pada defek dimana jaringan disebelahnya
tidak bebas, juga digunakan jika jaringan disebelahnya memiliki lesi premaligna
atau maligna dan menghalangi penggunaan flap. Lokasi yang sering digunakan
pada FTSG yaitu ujung hidung, dahi, kelopak mata, kantus medial, konka dan jari.
Keuntungan dari penggunaan FTSG yaitu :
Kecendrungan untuk terjadinya kontraksi lebih kecil
Kecendrungan untuk terjadinya berubah warna lebih kecil
Kecendrungan permukaan kulit mengkilat lebih kecil
Secara estetik lebih baik dari STSG
Kerugian dari penggunaan FTSG yaitu :
13
Kemungkinan take lebih kecil dibanding dengan STSG
Hanya dapat menutup defek yang tidak terlalu luas
Donor harus dijahit atau ditutup oleh STSG bila luka donor agak luas
sehingga tidak dapat ditutup primer’
Donor terbatas pada tempat-tempat tertentu
E. Teknik Mengerjakan Skin Graft
1. Split tickness skin graft
Donor dapat diambil dari daerah mana saja ditubuh seperti perut, dada,
punggung, bokong, ekstremitas. Umumnya yang sering dilakukan diambil dari
paha. Untuk mengambil split thickness skin graft dilakukan dengan
menggunakan :
Pisau / Blade : Yang biasa dipakai mata pisau no. 22 yang mempunyai
keuntungan yaitu tajam, tipis dan rata.
Pisau khusus : Ketebalan graft dapat diatur dan merata
Dermatome : Mempunyai kemampuan mempertahankan jarak antara mata
pisau dengan tebal kulit yang disayat.: Dermatome tangan (drum
dermatome), dermatome listrik dan tekanan udara.
Dermatome listrik : Prinsip penggunaan alat-alat diatas adalah
menggerakkan pisau untuk memotong kulit agar mendapatkan selapis kulit
yang ketebalannya tergantung pada kontrol dari operator atau berdasarkan
kalibrasi yang ada pada alat tersebut.
2. Full thickness skin graft
Defek yang ada dibuat patron dari kasa atau karet sarung tangan bedah ,
kemudian dibuat disain pada daerah donor sesuai dengan patron. Donor
dapat diambil dari retro aurikuler, supra klavikula, kelopak mata, perut,
lipat paha / inguinal, lipat siku, lipat pergelangan volar. Dilakukan
14
penyuntikan NaCl 0,9% atau lidokain dicampur adrenalin 1 : 200.000 yang
berguna untuk :
● meratakan permukaan kulit pada daerah donor yang tidak rata
●membantu pemisahan lapisan dermis dengan jaringan lemak di
bawahnya
● lapangan operasi relatif lebih bersih dari perdarahan, membuat batas
dermis dan subkutis lebih jelas sehingga mempermudah pengambilan graft
Dilakukan insisi sesuai disain sampai sedalam dermis dengan
menggunakan pisau no.15 atau no.10. Dilakukan pemisahan dermis
dengan subkutis dimana keadaan kulit dalam keadaan tegang dengan
bantuan countertraction dari asisten. Setelah kulit didapat, selanjutnya
dilakukan pembuangan jaringan lemak yang ikut terangkat saat
pengambilan graft.
F. Vaskularisasi
Skin graft membutuhkan vaskularisasi yang cukup untuk dapat hidup,
sebelum terjalin hubungan erat dengan resipien dan setelah ada jalinan dengan
resipien. Setelah kulit dilepas dari donor akan berubah menjadi pucat oleh
karena terputus dari suplai pembuluh darah dimana terjadi kontraksi kapiler
pada graft dan sel darah merah terperas keluar. Setelah graft ditempelkan ke
resipien secara perlahan tampak perubahan warna graft menjadi pink seperti
ada sirkulasi kembali, hal ini terjadi diakibatkan perpindahan pasif sel darah
merah yang bebas ke dalam kapiler graft. Efek kapiler terjadi selama 12 jam
pertama. Nutrisi pada skin graft dimulai dengan proses sirkulasi plasmatik
dimana terjadi proses inhibisi plasma / serum dan oksigen kedalam graft. Graft
secara pasif menyerap nutrient secara spons kemudian akan menjadi oedem
secara bertahap dan beratnya bertambah hingga 40%. Setelah periode
penyerapan nutrient, terjadi hubungan kapiler dari resipien ke graft.
Anastomose kapiler resipien dengan graft (revaskularisasi) terjadi mulai 22
15
jam dan menetap 72 jam setelah penempelan graft. Revaskularisasi pada skin
graft merupakan kombinasi dari ke 3 proses dibawah ini yaitu :
Hubungan anastomose langsung antara graft dengan pembuluh darah
resipien disebut proses inokulasi.
Pertumbuhan ke dalam dari pembuluh darah resipien ke dalam saluran
endothelial graft.
Penetrasi pembuluh darah resipien ke dalam dermis dari graft yang
akan membentuk saluran endothelial baru.
Revaskularisasi dari split thickness skin graft di daerah resipien lebih cepat
dibandingkan full thickness skin graft oleh karena split thickness skin graft
lebih tipis sehingga masuknya pembuluh darah dari resipien menempuh jarak
yang lebih pendek. Syarat-syarat skin graft yang baik yaitu :
● Vaskularisasi resipien yang baik
● Kontak yang akurat antara skin graft dengan resipien
G. Teknik Penempelan Skin Graft
Teknik penempelan skin graft pada STSG dan FTSG adalah sama.
Sebelum penempelan graft pada daerah resipien haus dilakukan hemostasis
dengan baik sehingga dipermukaan resipien bersih, tidak ada pendarahan atau
bekuan darah. Kemudian dilakukan penjahitan interrupted disekeliling graft.
Jahitan dimulai dari graft ketepi luka resipien. 32,33
Diatas kulit ditutupi tulle, dilapisi kasa lembab NaCl 0,9% dan selanjutnya
kasa kering steril. Dibuat lubang kecil diatas skin graft untuk jalan keluar darah
yang ada. Kemudian dilakukan irigasi untuk membuang sisa bekuan darah
dibawah graft dengan spoit berisi NaCl 0,9%. Untuk membantu keberhasilan
tindakan, dilakukan balut tekan dengan menggunakan verbal elastic. Pada daerah
yang tidak memungkinkan dipasang verban elastic seperti muka atau leher, maka
16
untuk menjamin fiksasi perlu dilakukan tie over yaitu saat penjahitan skin graft
beberapa simpul disisakan panjang untuk fiksasi.33
Masa pemulihan dari skin graft pada umumnya cepat.Yang perlu
diperhatikan yaitu daerah luka harus dilindungi dari trauma atau peregangan
selama 2-3 minggu.Tergantung pada penempatan dari skin graft, suatu penutup
luka mungkin perlu untuk 1-2 minggu.FTSG memerlukan periode kesembuhan
lebih panjang, dimana dalam banyak kasus memerlukan perawatan dirumah sakit
selama satu sampai dua minggu.34
H. Fase Penyembuhan Skin Graft
Terdapat dua tahap pemulihan skin graft yaitu :
1. Inbibisi plasmic (24-48 jam pertama setelah graft)
Dalam proses ini, jaringan donor akan mendapatkan nutrisi melalui
penyerapan plasma dari kulit dibawahnya melalui kapiler-kapiler,
sehingga STSG dikatakan memiliki kemungkinan berhasil yang lebih
besar karena cairan plasma yang diserap lebih efektif.
2. Fase penyembuhan/inokulasi (48-72 jam sampai 1 minggu setelah graft)
Kelenjar limfe akan terbentuk pada jaringan graft kira-kira 1 minggu, dan
reinervasi graft akan mulai pada minggu-minggu pertama. Proses
revaskularisasi skin graft sebagai berikut:
a) Hubungan anastomose langsung antara graft dengan pembuluh darah
resipen (autoinokulasi)
17
b) Pertumbuhan dari pembuluh darah resipie ke dalam saluran endothelial
graft.
c) Penetrasi pembuluh darah baru ke dalam dermis graft.
I. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Skin graft
Yang beresiko mengalami komplikasi selama operasi skin graft diantaranya :
- Usia lanjut ( > 60 tahun ) atau bayi baru lahir
- Merokok
- Penderita penyakit kronis
- Menggunakan obat hipertensi, insulin, relaksan otot
Faktor – Faktor Penyebab Kegagalan Skin Graft
Hematoma
Hematoma dapat menghalangi proses revaskularisasi. Untuk mencegah
hematoma dapat dipakai metode mesh grafting dengan membuat insisi
kecil ultiple dengan jarak teratur untuk drainase darah atau eksudat dan
juga untuk memperluas kulit.
Faktor mekanik, berupa kegagalan imobilisasi sehingga skin graft bergeser
dan revaskularisasi tidak terjadi.
Infeksi
Tekhnik yang salah, diantaranya adalah :
- Menempelkan skin graft pada daerah yang masih berepitel
- Skin graft terbalik
- Skin graft terlalu tebal
Jika skin graft dapat bertahan dalam waktu 72 jam tanpa ada infeksi maka
umumnya tidak akanada reaksi penolakan dan umumnya skin graft dapat
berhasil.
Faktor-Faktor Keberhasilan Skin Graft
Suksesnya transplantasi dari suatu Skin Grafting berhubungan dengan take
dari graft tersebut. Take dari graft tergantung dari :
1. Vaskularisasi yang adekuat
18
Suatu skin graft memerlukan aliran darah yang adekuat dari daerah
resipien untuk dapat bertahan hidup. Skin Graft yang dilakukan pada
daerah resipien yang kaya akan pembuluh darah mempunyai kemungkinan
untuk take yang lebih besar. Aliran darah dari daerah resipien ke graft
kemudian akan melewati fase imbibisi plasmic, inoskulasi, hingga
akhirnya terbentuk bridging pembuluh darah yang baru ke graft. Untuk itu,
hal-hal yang menghalangi aliran darah ke graft seperti jaringan granulasi
harus disingkirkan terlebih dahulu.
2. Kontak yang baik antara skin graft dengan daerah resipien
Agar proses pembentukan bridging pembuluh darah yang baru dari daerah
ke graft dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan kontak yang baik
antara skin graft dengan daerah resipiennya. Untuk itu yang harus
diperhatikan adalah tekanan yang adekuat pada graft, ada tidaknya
kumpulan cairan antara graft dengan resipien, dan pergerakan antara graft
dengan resipiennya.
- Tekanan yang adekuat
Tekanan yang adekuat dapat dicapai dengan melakukan fiksasi yang
baik yaitu dengan penjahitan interuptus dipinggir kemudian
dilanjutkan dengan beberapa jahitan kasur diatas skin graft untuk
menjamin kontak dan mencegah pergeseran. Penjahitan yang terlalu
longgar akan menyebabkan bergesernya graft sehingga tidak dapat
terbentuk bridging pembuluh darah yang baru. Sedangkan penjahitan
yang terlalu kuat akan menyebabkan tarikan yangkemudian akan
merusak graft itu sendiri.
- Mencegah timbunan cairan antara graft dengan resipien
Darah, serum dan bahan purulen akan memisahkan graft dari
resipiennya, menghalangi vaskularisasi sehingga akan menghalang
take dari skin graft tersebut dan menyebabkan kegagalan graft.
Perdarahan yang terjadi pada proses penempelan graft biasanya akan
berhenti sendiri dalam 5-10 menit, sehingga sebelum operasi
dilanjutkan, harus dilakukan evakuasi terhadap bekuan darah yang
19
mungkin terjadi. Bila dicurigai akan adanya seroma, hematoma atau
pus di bawah kulit, sebaiknya dalam 24-48 jam dilakukan pengamatan
skin graft. Seroma, hematoma atau bekuan darah harus segera di
evakuasi dengan melakukan insisi kecil pada graft tepat di atas seroma,
hematoma atau bekuan darah tersebut, selanjutnya dilakukan
pembalutan lagi. Perawatan dan penggantian pembalut dilakukan tiap
hari sampai seroma, hematoma dan bekuan darah tidak ada lagi di
bawah skin graft.
- Imobilisasi yang baik
Adanya pergerakan antara graft dengan daerah resipien akan
menghancurkan bridging kapiler yang baru sehingga mengalami
terbentuknya vaskularisasi graft. Untuk menjaga agar tidak terjadi
pergerakan antara graft dengan resipien dapat digunakan spalk untuk
daerah ekstrimitas, leher dan aksila, untuk melindungi skin graft dari
gerakan-gerakan tubuh yang dapat merusak skin graft serta mencegah
kontraksi yang terjadi karena posisi anatomis. Pada daerah wajah,
imobilisasi dapat dilakukan dengan balutan tie over.
3. Tidak adanya infeksi
Sukses tidaknya penutupan luka tergantung pada ada tidaknya infeksi luka.
Infeksi luka ditentukan oleh keseimbangan antara daya tahan luka dan
mikroorganismenya. Bila jumlah mikroorganismenya lebih dari 104 / gram
jaringan, maka resiko infeksi adalah sebesar 89%. Skin graft yang
dilakukan pada jaringan yang mengandung lebih dari 105/gr jaringan akan
selalu gagal. Streptococcus beta hemolyticus masih dianggap sebagai
faktor infeksi yang menyebabkan kegagalan skin graft. Demam yang tidak
tinggi disertai adanya bau atau kemerahahn pada pinggir skin graft antara
hari ke-2 dan hari ke-4 pasca bedah apalagi bilai disertai rasa nyeri yang
semakin bertambah akan lebih menyokong adanya infeksi pada daerah
operasi. Pada pasien dibetes atau mereka yang mendapat terapi
imunosupresan lebih mudah mendapatkan infeksi. Pencegahan infeksi
20
dilakukan dengan kompres NaCl 0.9% dan memberikan antbiotik yang
sesuai dengan mikroorganisme yang dapat merusak graft.
J. Perawatan Skin Graft Pada Donor dan Resipien
a. Daerah resipen
Bila diyakini tindakan hemostatis daerah resipen telah dilakukan dengan
baik dan fiksasi skin graft telah dilakukan dengan baik, balutan dibuka hari ke-
5 untuk mengevaluasi hasil dari skin graft dan benang fiksasi/jahitan dicabut.
Skin grafttake yang dimaksud adalah terjadi revaskularisasi dimana skin
graft memperoleh cukup vaskularisasi untuk hidup seperti parasit ditempat
baru. Apabila baik dilakukan perawatan tiap 2-3 hari. Disarankan pada
penderita tindakan skin graft diekstremitas tetap memakai pembalut elastic
sampai pematangan graft kurang 3-6 bulan.
Bila diduga akan adanya hematoma atau bekuan darah dibawah kulit
sebaiknya dalam 24-48 jam dilakukan pengamatan skin graft. Karena bila
terjadi seroma, hematoma atau bekuan darah dibawah skin graft akan
mengurangi kontak skin dengan resipen sehingga akan menghalangi take dari
skin grat tersebut. Pada pengamatan ini dilakukan pembukaan balutan dengan
hati-hati jangan sampai merusak skin graft (terangkat atau tergeser). Seroma,
hematoma atau bekuan darah harus segera dievakuasi dengan melakukan insisi
kecil pada skin graft tepat diatas seroma/hematoma/bekuan darah tersebut
selanjutnya dilakukan pembalutan lagi. Perawatan dan pergantian balutan
dilakukan tiap hari sampai seroma/hematoma bekuan darah tidak ada lagi
dibawah skin graft. Bila evakuasi seroma/hematoma/bekuan darah dilakukan
dalam 24 jam pertama, graft masih dapat terjamin take 100%. Infeksi pada
skin graft tidak akan menimbulkan kenaikan suhu badan dalam 24 jam
pertama pasca bedah. Demam yang tidak tinggi disertai adanya bau atau
kemerahan pada pinggir skin graft antara hari ke-2 dan ke-4 pasca bedah.
b. Daerah donor
Pada donor split thickness skin graft balutan luka dibuka setelah proses
epitelisasi. Pada daerah donor terjadi penyembuhan atau epitelialisasi. Pada
21
daerah donor terjadi penyembuhan atau epitelialisasi untuk thin split thickness
skin graft 7- 9 hari, intermediate split thickness skin graft 10 – 14 hari
sedangkan thick split thickness skin graft memerlukan 14 atau lebih.
Perawatan split thickness skin graft secara umum diambil rata-rata 14 hari.
Balutan dibiarkan sekitar 14 hari kecuali bila balutan kotor diganti bagian
luarnya saja. Balutan pada donor biasanya melekat erat dengan kulit. Saat
melepas balut/tulle harus hati-hati dan jangan dipaksa. Bila balutan masih
melekat erat tidak diangkat. Hal yang terbaik balutan dapat terpisah/terlepas
spontan. Bagian yang masih melekat dibiarkan sampai dapatterlepas sendiri
karena telah terjadi epitelisasi bila pelepasan balut/tulle dipaksa akan berdarah
disertai rasa nyeri, ini merusak proses epitelisasi dan penyembuhan akan
bertambah lama.
Luka donor full thickness skin graft diperlakukan seperti luka jahitan biasa
yaitu hari ke-3 kontrol luka dan hari ke-7 jahitan dapat diangkat atau bila
diyakini hasil tindakan tidak akan timbul masalah control dapat langsung hari
ke-7. Pada donor full thickness skin graft yang tidak dapat ditutup primer,
dilakukan penutupan dengan split thickness skin graft, perawatannya seperti
perawatan luka split thickness graft.
22
BAB IV
FLAP
A. Definisi
Flap kulit adalah pemindahan jaringan kulit dan jaringan lemak di
bawanya yang diangkat dari tempat asalnya untuk menutup suatu defek dan
mempunyai vaskularisasi sendiri. Flap dipilih untuk menutup defek yang tidak
bisa ditutup dengan penjahitan primer karena ukuran defek terlalu besart atau
defek yang tidak dapat ditutup dengan skin graft yang adekuat.
B. Indikasi
Terdapat beberapa indikasi absolut untuk dilakukan flap pada pembedahan
rekonstruksi. Diantara adalah terdapat terdapatnya defek yang menyebabkan
tulang, pembuluh darah, jaringan otak, persendian atau implant nonbiologi yang
terpapar kepada dunia luar. Flap juga diperlukan pada preasure sore dimana
terdapat tulang yang terekspose. Pada kondisi ini penutupan luka secara langsung
tidak direkomendasikan karena memberikan tekanan pada luka akibat penonjolan
tulang yang dapat menghambat penyembuhan luka
Indikasi Penggunaan Flap:
1. Recipient bad yang vascularisasinya jelek (misalnya diatas tulang, fascia,
tendo, saraf, pembuluh darah).
2. Kebutuhan rekonstruksi pada daerah wajah pasca kegagalan dengan skin
graft / full thickness skin graft misalnya pada kelopak mata,bibir, telinga,
hidung dll)
3. Kebutuhan akan jaringan penunjang (Padding).
4. Kebutuhan akan restorasi sensitasi / vasculair.
5. Kebutuhan akan dilakukannya reoperasi kembali dike-mudian hari, guna
perbaikan struktur dibawahnya.
C. Klasifikasi
Terdapat bermacam sistem klasifikasi yang digunakan untuk
menggolongkan flap. Secara garis besar klasifikasi flap dapat dibagi menjadi tiga
23
kategori yaitu berdasarkan tipe vaskularisasi, tipe jaringan yang dipindahkan, dan
lokasi donor. Berikut adalah penjelasan dari klasifikasi berdasarkan kategori
tersebut :
1. Berdasarkan vaskularisasi
1. Flap acak (pembuluh darah tidak memiliki nama anatomis)
2. Axial (pembuluh darah memiliki nama anatomis)
Klasifikasi Mathes and Nahai
I. Satu tangkai pembuluh darah (misalnya, tensor fascia lata)
II. Tangkai dominan dan tangkai minor (misalnya, gracilis)
III. Dua tangkai dominan (misalnya, gluteus maximus)
IV. Tangkai vaskular segmental (misalnya, sartorius)
V. Satu tangkai dominan dan tangkai segmental sekunder (misalnya,
latissimus dorsi)
2. Berdasarkan jaringan yang digunakan
1. Kulit (kutaneus)
2. Fasia
3. Otot
4. Tulang
5. Viseral (misalnya, kolon, usus halus, omentum)
6. Gabungan
Fasiokutaneus (misalnya, flap lengan radial)
Miokutaneus ((misalnya, flap TRAM)
24
Osseokutaneus (misalnya, flap fibula)
Tendokutaneus (misalnya, flap dorsalis pedis)
Flap yang dipersarafi (misalnya, flap pedis dorsalis dengan
nervus peroneal dalam)
2. Berdasarkan lokasi donor
1. Lokal (misalnya flap kutaneus)
Pivotal (geometrik)
o Rotasi
o Transposisi
o Interpolasi
Advancement
o Pedikel tunggal
o Bipedikel
o V-Y
2. Jauh
Pedikel (misalnya flap groin)
Bebas (misalnya, TRAM bebas)
D. Pemantauan Flap
Setelah rancangan dan prosedur flap yang sukses, pemantauan flap untuk
viabilitas sebagai deteksi awal iskemik sangat penting untuk mencegah nekrosis
flap, yang dapat mengakibatkan kegagalan flap. Observasi klinik adalah metode
yang terbaik untuk menilai flap. Flap yang terlalu pucat mungkin menandakan
insufisiensi arteri dan flap yang berwarna kebiruan mungkin merupakan
kegagalan sekunder dari aliran vena. Dua tes tambahan yang sering digunakan
untuk menilai viabilitas adalah capillary refill dan suhu. Penilaian perdarahan dari
25
flap setelah penusukan dengan jarum yang kecil dipercaya sebagai salah satu
metode yang dapat diandalkan untuk penilaian secara klinis. Sebagai tambahan
untuk penilaian klinis, tes objektif seperti monitoring PH dan monitoring PO2
transkutaneus dapat membantu untuk mendeteksi secara dini iskemia flap.
Doppler sering digunakan, sedangkan laser Doppler makin meningkat
penggunaannya. Teknik yang lain yaitu dengan mengawasi temperatur
permukaan. Pewarnaan fluoresen dan iluminasi dengan lampu Wood juga
berguna, meskipun terdapat laporan mengenai efek samping pewarnaan
E. Komplikasi
Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan flap, yaitu :
1. Pre operasi
Rancangan flap yang buruk merupakan salah satu penyebab kegagalan flap
terbanyak. Ukuran flap yang tidak adekuat, terganggunya suplai darah ke flap,
atau rancangan flap pada jaringan yang mengalami trauma sering
mengakibatkan masalah awal pada prosedur bedah. Sebagai tambahan, faktor
yang terkait pasien seperti merokok, hipertensi, dan kesehatan umum yang
buruk dapat ikut menyebabkan komplikasi flap.
2. Intra Operasi
Teknik yang salah seperti merusak suplai darah pada saat diseksi,
mengakibatkan flap menjadi terlalu tegang, serta menekuk atau memutar pedikel
flap dapat mengakibatkan flap menjadi iskemik dan nekrosis.
3. Post Operasi
hematoma dapat mengakibatkan penekanan pada flap dan mengakibatkan
nekrosis. Sisi donor adalah salah satu sumber potensial dari berbagai
komplikasi.
Potong flap dalam lapisan yang dimana anda harus meninggalkan lemak di
bawah kulit pasien. Jika anda memotong kulitnya saja, maka flap tentu akan
26
rusak. Yang perlu diperhatikan dalam pembuatan flap (1) Buatkan insisi yang
bersih dengan pisau tajam pada sudut berbentuk siku-siku terhadap permukaan
kulit, (2) Tangani semua flap, terutama pada sudut. Angkat dengan pengait, atau
benang jahitan sutera. Jangan menggunakan forsep ibu jari. (3) Potong sudut
setumpul mungkin, lebih baik dengan sudut kurang dari 450. Gunakan jarum dan
benang jahitan yang halus. (5) Pastikan bahwa flap tidak kisut, terputar, tegang,
tertekan , dan tidak terdapat hematoma di bawahnya.
Jika terdapat daerah yang kosong ketika anda menyelesaikan flap, maka
tutupi dengan split skin graft. Biarkan flap dalam keadaan terbuka pada tingkat
dini, sehingga abnda dapat melakukan inspeksi dan menguji vaskularisasinya.
F. Penganganan Komplikasi
Infeksi tidak umum terjadi, namun biasanya ditandai dengan adanya nyeri
pada hari ke-4 hingga 8. Dapat ditangani dengan pemberian antibiotik dan
perawatan luka. Hematoma dan seroma dapat terjadi dan bisa meningkatkan
terjadinya nekrosis flap. Jika kita memperkirakan bahwa pasien cenderung untuk
mengalami hal tersebut, sebaiknya menempatkan drain untuk sementara waktu.
DAFTAR PUSTAKA
27
1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Jakarta: EGC, 2000. hal. 313-17.
2. Schwartz I. Seymour. Principles Of Surgery. Volume 2. 7th ed. McGraw-
Hill. New York.
3. Chrysopoulo HT. Flaps Classification. [Online]. 2005 June 26 [cited 2007
Oct 24]; Available from: URL: http://www.emedicine.com.
4. Downs BW. Skin Flaps Design. [Online]. 2006 August 30 [cited 2007 Oct
24]; Available from: URL: http://www.emedicine.com.
5. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah Essential Of Surgery. Jakarta : EGC,
1994
6. Mallefet P and Dweck A.C. 2008. Mechanisms involved in wound
healing. Biomed Scient. 609-15.
7. Grande D. Skin grafting. April 29, 2002. www.emedicine.com.
8. Revis DR. Skin, Grafts. August 1, 2001, volume 2, Number 8.
www.emedicine.com
28
Recommended